gangguan fungsi luhur pada stroke2

7
Gangguan Fungsi Luhur pada Stroke Proses kognitif atau proses mental luhur adalah proses berfikir bersama-sama dengan mekanisme persepsi, belajar, mengingat, memberikan informasi, membuat keputusan dan membentuk fungsi psikologis secara kolektif. Kerusakan otak merupakan faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif, sehingga memunculkan manifestasi gangguan fungsi kognitif. Kerusakan hemisfer kiri dan kanan memberikan wujud gejala yang berbeda karena telah terjadi proses lateralisasi dari fungsi-fungsi tertentu ke salah satu hemisfer (dominasi serebral). Kerusakan hemisfer kiri akan menimbulkan gangguan kemampuan berbahasa, membaca, menulis, menghitung, memori verbal dan gerakan motorik terampil. Penurunan kognitif berkaitan erat dengan penurunan penampilan aktivitas hidup daripada defisit motorik. Gangguan fungsi kognitif merupakan gangguan fungsi luhur otak berupa gangguan orientasi, perhatian, konsentrasi, daya ingat dan bahasa serta fungsi intelektual yang diperlihatkan dengan adanya gangguan dalam berhitung, bahasa, daya ingat dan pemecahan masalah. Stroke merupakan penyebab utama kecacatan fisik maupun mental pada usia produktif dan usia lanjut. Stroke menyebabkan gangguan neurologis berdasarkan berat ringannya gangguan pembuluh darah. Kerusakan sel-sel otak pasca stroke menyebabkan kecacatan fungsi kognitif, sensorik, maupun motorik sehingga menghambat kemampuan fungsional mulai dari 1

Upload: ratih-kusuma-dewi-arfa

Post on 24-Oct-2015

29 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gangguan Fungsi Luhur Pada Stroke2

Gangguan Fungsi Luhur pada Stroke

Proses kognitif atau proses mental luhur adalah proses berfikir bersama-sama

dengan mekanisme persepsi, belajar, mengingat, memberikan informasi, membuat

keputusan dan membentuk fungsi psikologis secara kolektif. Kerusakan otak merupakan

faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif, sehingga memunculkan manifestasi gangguan

fungsi kognitif. Kerusakan hemisfer kiri dan kanan memberikan wujud gejala yang

berbeda karena telah terjadi proses lateralisasi dari fungsi-fungsi tertentu ke salah satu

hemisfer (dominasi serebral). Kerusakan hemisfer kiri akan menimbulkan gangguan

kemampuan berbahasa, membaca, menulis, menghitung, memori verbal dan gerakan

motorik terampil. Penurunan kognitif berkaitan erat dengan penurunan penampilan

aktivitas hidup daripada defisit motorik. Gangguan fungsi kognitif merupakan gangguan

fungsi luhur otak berupa gangguan orientasi, perhatian, konsentrasi, daya ingat dan

bahasa serta fungsi intelektual yang diperlihatkan dengan adanya gangguan dalam

berhitung, bahasa, daya ingat dan pemecahan masalah.

Stroke merupakan penyebab utama kecacatan fisik maupun mental pada usia

produktif dan usia lanjut. Stroke menyebabkan gangguan neurologis berdasarkan berat

ringannya gangguan pembuluh darah. Kerusakan sel-sel otak pasca stroke menyebabkan

kecacatan fungsi kognitif, sensorik, maupun motorik sehingga menghambat kemampuan

fungsional mulai dari aktivitas bergerak, mengurus diri, kegiatan sehari-hari,

berkomunikasi dengan orang sekitar secara normal. Prognosis penderita stroke dapat

pulih komplit atau menimbulkan cacat motorik, sensorik maupun fungsi luhur antara lain

berupa gangguan fungsi kognitif yang dapat berlanjut menjadi demensia.

Penurunan atau gangguan kognitif merupakan efek yang biasa terjadi pada stroke.

Pada penderita stroke diperkirakan sekitar 50- 75 % mengalami gangguan kognitif dan

prevalensi menjadi demensia 3 bulan pasca stroke berkisar antara 23,5-61 %. Penurunan

fungsi kognitif pada pasien post stroke dapat muncul dalam bentuk yang ringan seperti

mild cognitive impairment sampai dengan kepada yang berat seperti demensia. Tipe dan

keparahan gangguan kognitif yang muncul bermacam-macam tergantung dengan lokasi

otak yang terkena dan seberapa parah jaringan otak yang rusak. Akumulasi infark-infark

lakunar, lesi-lesi iskemik dan hipoperfusi serebral merupakan penyebab utama gangguan

1

Page 2: Gangguan Fungsi Luhur Pada Stroke2

kognitif/demensia post stroke.  Tipe stroke yang terjadi umumnya melibatkan koneksi-

koneksi antara area-area pada korteks yang mengasosiasikan berbagai macam informasi,

sehingga disrupsi pada bagian itu akan menyebabkan gangguan kognisi. Secara

kuantitatif, volume stroke/lesi stroke sebesar 10 ml sampai dengan 50 ml (1% - 4%

volume otak) sudah cukup untuk menimbulkan gangguan kognitif atau demensia.

Gangguan kognitif atau demensia juga dapat terjadi pada volume lesi yang lebih kecil

jika terjadi pada area hipotalamus, talamus, batang otak atau hipokampus.

Gangguan fungsi kognitif atau fungsi luhur yang terjadi berupa gangguan

orientasi, perhatian, konsentrasi, daya ingat dan bahasa serta fungsi intelektual.

Dilaporkan terdapat perbedaan bermakna terjadinya gangguan fungsi kognitif antara

stroke hemoragik dan iskemik dengan lokasi hemisfer kiri. Di mana stroke iskemik lebih

banyak menimbulkan gangguan fungsi kognitif daripada stroke hemoragik dengan lesi

hemisfer kiri. Kerusakan hemisfer kanan akan menimbulkan gangguan fungsi

visuospasial (persepsi), visuomotor, pengabaian (neglect), memori visual, dan koordinasi

motorik. Stroke meningkatkan risiko untuk mengalami penurunan fungsi kognitif

sebanyak 3 kali. Gangguan fungsi kognitif untuk jangka panjang jika tidak dilakukan

penanganan yang optimal akan meningkatkan insidensi demensia. Menurut penelitian

yang dilakukan di Yogyakarta, gangguan kognitif pada penderita stroke merupakan

prediktor untuk terjadinya demensia. Evaluasi fungsi kognitif sangat penting karena

memudahkan dalam menentukan tingkat kemampuan fungional yang berhubungan Faktor

resiko stroke yang tidak terkontrol akan menyebabkan terjadinya stroke berulang. Fungsi

neurologik mengalami perubahan sebagai akibat lesi serebral dan perluasannya serta

edema otak. Area dan mekanisme stroke iskemik berulang aterosklerosis arteri besar

intrakranial, sama dengan serangan yang pertama.

Pada area aterosklerosis arteri ekstrakranial, lokasi dan mekanismenya sering

tidak bisa diprediksi, maka frekuensi serangan ulang pada area vaskuler yang berbeda

karena oklusi mendadak pada pembuluh darah yang sebelumnya normal pada serangan

pertama menyebabkan manifestasi klinis stroke semakin memburuk terutama yang

berkembang pada sisi otak yang dominan (hemisfer kiri pada 95% manusia). Gangguan

hemodinamika serebral seperti stroke pada area ini sangat mempengaruhi fungsi

intelegensia/kognitif. Luas area infark yang mampu menyebabkan penurunan kognitif

2

Page 3: Gangguan Fungsi Luhur Pada Stroke2

(demensia) adalah 10-50 ml atau berkisar 1-4% volume total otak dan kurang dari 10 ml

jika stroke mengenai hipotalamus, talamus, batang otak dan hipokampus.

         Adapun risiko terjadinya gangguan kognitif pada pasien post stroke akan semakin

meningkat bila pasien tersebut juga memiliki dibarengi risiko seperti hipertensi,

hiperlipidemia, aterosklerosis, homosisteinemia, diabetes mellitus, sakit jantung,

hipotensi, inaktivitas fisik, obesitas, koagulopati, riwayat merokok, konsumsi alkohol,

pernah mengalami stroke sebelumnya dan stroke pertama kali saat usia lebih dari 50

tahun. Screening untuk gangguan kognitif pada pasien post stroke sangat penting, karena

semakin awal gangguan kognisi terdeteksi maka lebih awal pula kita dapat memberikan

manajemen untuk mengurangi progresivitas gangguan kognitif ataupun demensia. Ada

beberapa metode screening yang dapat digunakan untuk deteksi awal gangguan kognitif

seperti mini mental state examination (MMSE), Raven’s Coloured Progressive Matrices

(RCPM) dan Sheffield Screening Test for Acquired Language Disorders (SST). Tes-tes

tersebut dapat dilakukan dalam waktu singkat, mudah dilakukan sehingga cocok untuk

evaluasi gangguan kognitif pada pasien post stroke. MMSE misalnya, dalam menilai

fungsi kognitif tes ini terbagi dalam 2 aspek utama. Yang pertama adalah aspek yang

meliputi orientasi, memori dan atensi.  Sedangkan yang kedua adalah aspek yang

meliputi kemampuan untuk mengikuti perintah verbal dan tertulis, nama, menulis sebuah

kalimat dengan spontan dan meniru bentuk gambar poligon. Sebagai sarana pemeriksaan

gangguan kognitif tes ini menunjukkan diskriminasi yang baik antara yang terganggu dan

yang normal, dan telah terbukti validitas dan reliabilitasnya. Tes SST dikembangkan

sebagai alat bantu klinis bagi non spesialis untuk mendeteksi adanya disfasia dan

memberikan rujukan segera ke terapis bahasa dan bicara. Tes ini menilai kemampuan

reseptif dan expresif bahasa seorang pasien. Tes RCPM merupakan penilaian non verbal

terhadap intelegensi pasien berdasarkan kemampuan persepsi visual dan reasoning

analogis. Selain tes-tes screening yang disebutkan di atas, dapat juga dilakukan tes

neuropsikologi. Tes neuropsikologi merupakan pemeriksaan kognitif mendetail yang

meliputi penilaian appearance, mood, anxietas, delusi/halusinasi, daya ingat kata ataupun

visual, atensi, orientasi, bahasa, kemampuan untuk mengikuti instruksi, berpikir abstrak,

reasoning dan pemecahan masalah. Manfaat tes neurologis ini sangat luas yaitu

memberikan informasi prognostik, memberikan dasar untuk perencanaan remediasi

3

Page 4: Gangguan Fungsi Luhur Pada Stroke2

kognitif dan rekomendasi untuk tim yang menangani ataupun dasar untuk pemberian

edukasi pada pihak keluarga. Namun tes ini memiliki kekurangan, karena memerlukan

biaya yang cukup tinggi dan proses yang lama, sehingga menyebabkan tes seperti MMSE

jauh lebih aplikatif untuk menilai gangguan kognitif .

Manajemen gangguan kognitif/luhur pada pasien post stroke bertujuan untuk

mengurangi progresivitas gangguan kognitif. Manajemen meliputi pemberian terapi

medikamentosa dan non medikamentosa. Pemberian terapi medikamentosa ditujukan

untuk mengelola faktor-faktor risiko yang dimiliki pasien post stroke. Contoh obat-obat

yang diberikan adalah antihipertensif, antiplatelet, antidepresan dan obat untuk

menurunkan kolesterol. Sementara itu, terapi non medikamentosa adalah pemberian

edukasi pada pasien dan keluarga pasien meliputi modifikasi gaya hidup dan tingkah laku

(behavior changing interventions).

4