gambaran tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran di pabrik personal wash pt unilever
TRANSCRIPT
GAMBARAN TINGKAT PEMENUHAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DI
PABRIK PERSONAL WASH PT UNILEVER INDONESIA TBK RUNGKUT
SURABAYA TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M)
Oleh:
SUBHAN MAHMASSHONY
1110101000028
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
i
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi dengan judul “Gambaran Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi
Kebakaran di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut
Surabaya Tahun 2016” ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta,
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Desember 2016
Subhan Mahmasshony
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Februari-November 2016
Subhan Mahmasshony, NIM: 1110101000028
GAMBARAN TINGKAT PEMENUHAN SISTEM PROTEKSI KEBAKARAN DI
PABRIK PERSONAL WASH PT UNILEVER INDONESIA TBK RUNGKUT
SURABAYA TAHUN 2016
xviii + 137 halaman + 30 tabel + 3 bagan + 12 gambar + 7 lampiran
ABSTRAK
Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya merupakan
produsen sabun batang di Indonesia. Dari studi pendahuluan diketahui dalam kegiatan
produksinya memiliki potensi kebakaran yang tinggi akibat penggunaan peralatan yang dapat
menghasilkan suhu yang tinggi, penggunaan bahan-bahan mudah terbakar, serta penggunaan
listrik bertegangan tinggi. Data perusahaan menunjukkan pada tahun 2002 telah terjadi
kebakaran di Pabrik Personal Wash diakibatkan mesin ketel uap di area boiler tidak mampu
menahan tekanan dan panas yang tinggi.
Penelitian ini bersifat kualitatif yang menggambarkan tingkat pemenuhan sistem
proteksi kebakaran di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya.
Penelitian dilakukan pada bulan Februari-Maret 2016. Pemilihan informan dilakukan secara
purposive sampling, yang terdiri dari 1 informan kunci, 1 informan utama, dan 1 informan
pendukung. Sumber data berupa data primer yang terdiri dari hasil observasi dan wawancara,
data sekunder berupa telaah dokumen milik perusahaan. Untuk meningkatkan kevaliditasan
data, peneliti menggunakan triangulasi metode dan triangulasi sumber.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran
keseluruhan di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya adalah
sebesar 76,07%, yang berarti sebagian besar komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi
dengan baik, tetapi terdapat sebagian lain komponen utilitas yang berfungsi kurang sempurna
atau kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan dalam spesifikasi. Komponen proteksi
kebakaran yang diperiksa terdiri atas: akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran
dengan tingkat pemenuhan sebesar 40%, sarana penyelamatan jiwa dengan tingkat
pemenuhan sebesar 87,08%, sistem proteksi pasif dengan tingkat pemenuhan sebesar 75%,
sistem proteksi aktif dengan tingkat pemenuhan sebesar 87,41%, utilitas bangunan gedung
dengan tingkat pemenuhan sebesar 90,90%.
Untuk meningkatkan performa dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
kebakaran, disarankan perusahaan sebaiknya memberikan penandaan jalur khusus mobil
pemadam kebakaran, memindahkan perabotan yang menutupi atau melewati garis pembatas
jalur evakuasi, melakukan pengujian fungsi pencahayaan darurat setiap bulannya, mengganti
iluminasi tanda arah yang sudah mati, menyimpan rekaman hasil pengujian detektor hingga
jangka waktu lebih dari 5 tahun sebelumnya, memberikan penandaan pada pipa tegak dan
ruang pengendali kebakaran.
Kata kunci : kebakaran, proteksi kebakaran, pabrik
Daftar bacaan : 43 (1980-2016)
v
FACULTY MEDICINE AND HEALTH SCIENCE,
STUDY PROGRAM OF PUBLICH HEALTH
OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
Undergraduate Thesis, February-November 2016
Subhan Mahmasshony, NIM: 1110101000028
DESCRIPTION THE COMPLIANCE LEVEL OF FIRE PROTECTION SYSTEM AT
PERSONAL WASH FACTORY OF PT UNILEVER INDONESIA TBK RUNGKUT
SURABAYA IN 2016
xviii + 137 pages + 30 tables + 3 graphics + 12 pictures + 7 appendixes
ABSTRACT
Personal Wash factory PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya is a producer of
soap bars in Indonesia. From preliminary studies are known in their production activities
have a high fire potential due to the use of equipment that can produce high temperatures, the
use of flammable materials, and the use of high-voltage electricity. Company data showed in
2002 there has been a fire in the engine caused Manufacturing Personal Wash boilers in the
boiler area are not able to withstand high pressure and heat.
This is a qualitative study that describes the level of compliance with the fire
protection system in Personal Wash factory PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya.
The study was conducted in February-March 2016. The selection of informants done by
purposive sampling, which consists of one key informant, one key informants, and one
informant support. The data source consist of primary data in the form of observations dan
interviews, secondary data review of documents of company. To increase the validity of data,
researchers used the method of triangulation and source triangulation.
The results showed the level of compliance with the fire protection system as a whole
in the Personal Wash Factory of PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya amounted to
76.07%, which means that most of the components of fire protection systems are functioning
properly, but there are some others components of the utility function is deficient or capacity
is less than specified in the specification. Protection system examined consists of: access and
water supply for firefighting with the level of compliance by 40%, means of saving lives with
the level of compliance by 87,08%, passive protection system with the level of compliance by
75%, active protection system with the level of compliance by 87,41%, utility buildings with
the level of compliance by 90,90%.
To improve performance in the prevention and control of fire, suggested the company
should provide marking a special line of fire trucks, moving furniture covering or crosses the
border evacuation routes, testing the function of emergency lighting every month, replacing
illumination direction sign dead, save recordings detector test results up to a period of more
than five years earlier, giving the marking on the standpipe and fire control room.
Key Words : fire, fire protection, factory
Reading list : 43 (1980-2016)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Diri
Nama : Subhan Mahmasshony
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Tempat, tanggal lahir : Bondowoso, 25 Agustus 1989
Warganegara : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jalan Brigjen Katamso Nomor 29 Banyuwangi – Jawa Timur
Nomor Handphone : 0852 3617 4461
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
2010 – sekarang : S1 Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2005 – 2008 : SMAN 1 Glagah Banyuwangi
2002 – 2005 : SMPN 1 Banyuwangi
1996 – 2002 : SDN Bugih 4 Pamekasan, SDN Penganjuran V Banyuwangi
1994 – 1996 : TK Pertiwi Pamekasan
vii
KATA PENGANTAR
Besarnya puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa membimbing hamba-Nya,
serta sholawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu mendoakan dan
membawa umatnya menjadi umat yang terbaik. Dengan syukur penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul “Gambaran Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran
di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016”.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis tentu mendapatkan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu melalui kata pengantar ini, penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Jakarta.
2. Ibu Riastuti Kusumawardani, SKM, MKM selaku pembimbing fakultas dalam
penyusunan skripsi ini, yang telah meluangkan banyak waktunya dalam membimbing
dan memberikan pemahaman hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.
3. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM selaku pembimbing fakultas dalam penyusunan skripsi
ini, yang telah meluangkan banyak waktunya dalam membimbing dan memberikan
pemahaman hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini.
4. Ibu Dr. Iting Shofwati, S.T., M.KKK selaku penguji skripsi, yang telah memberikan
koreksi, arahan dan masukan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.
5. Ibu Nur Najmi Laila, SKM, M.KKK selaku penguji skripsi, yang telah memberikan
koreksi, arahan dan masukan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.
6. Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, M.KKK selaku penguji skripsi, yang telah memberikan
koreksi, arahan dan masukan dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.
7. Bapak Patria Mahendra Datta, S.T. selaku staf SHE di Pabrik Personal Wash
sekaligus sebagai informan utama dalam penelitian ini.
8 Bapak Gian Tiara Putra, S.T. selaku staf SHE PT KAI Bandung sekaligus sebagai
informan kunci yang telah meluangkan waktunya untuk mendiskusikan terkait
penelitian.
9. Bapak Dodi Priambodo selaku staf security di Pabrik Personal Wash sekaligus
sebagai informan pendukung yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan
informasi terkait penelitian.
viii
10. Keluarga tercinta, Bapak Drs. Saidi; Ibu Siti Syamsiyah; Zuhairi Bharata Asbahi,
SHI, Saniswari Widyanata, SE, dan Henny, yang selalu mendukung penulis agar
selalu melangkah kedepan dalam penyusunan skripsi ini.
11. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat, UIN Jakarta.
12. Teman-teman K3 2010 yang tak terlewatkan, God Bless You!
Akhir kata, penulis menyadari akan ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini,
penulis mengharapkan kritik dan saran agar dapat dijadikan masukan di waktu mendatang.
Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Jakarta, Desember 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ iii
ABSTRAK .................................................................................................................. iv
ABSTRACT................................................................................................................. v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiii
DAFTAR BAGAN ..................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xvi
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 4
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 6
1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................... 6
1.4.2 Tujuan Khusus .............................................................................. 6
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 8
1.5.1 Bagi Mahasiswa ............................................................................ 8
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ................................... 8
x
1.5.3 Bagi Perusahaan ............................................................................ 8
1.6 Ruang Lingkup ............................................................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 10
2.1 Teori Dasar Api ......................................................................................... 10
2.1.1 Teori Segitiga Api ....................................................................... 10
2.1.2 Teori Bidang Empat Api (Tetrahedron of Fire) ............................ 10
2.2 Kebakaran.................................................................................................. 12
2.2.1 Pengertian Kebakaran .................................................................. 12
2.2.2 Klasifikasi Kebakaran ................................................................. 12
2.2.3 Penyebab Kebakaran ................................................................... 13
2.3 Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran .......................................... 13
2.3.1 Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran..................... 13
2.3.2 Sarana Penyelamatan Jiwa ........................................................... 14
2.3.3 Sistem Proteksi Pasif ................................................................... 18
2.3.4 Sistem Proteksi Aktif ................................................................... 19
2.3.5 Utilitas Bangunan Gedung ........................................................... 29
2.4 Teknik Skoring .......................................................................................... 32
2.5 Tingkat Pemenuhan ................................................................................... 33
2.6 Kerangka Teori .......................................................................................... 35
BAB II KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH ................................... 36
3.1 Kerangka Konsep ...................................................................................... 36
3.2 Definisi Istilah ........................................................................................... 38
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. 46
4.1 Jenis Penelitian .......................................................................................... 46
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 46
xi
4.3 Informan .................................................................................................... 46
4.3.1 Informan Kunci ........................................................................... 46
4.3.2 Informan Utama .......................................................................... 47
4.3.3 Informan Pendukung ................................................................... 47
4.4 Instrumen Penelitian .................................................................................. 48
4.5 Metode Pengumpulan Data ........................................................................ 49
4.5.1 Data Primer ................................................................................. 49
4.5.1 Data Sekunder ............................................................................. 50
4.6 Validasi Data ............................................................................................. 50
4.7 Analisis Data ............................................................................................. 52
BAB V HASIL ........................................................................................................... 55
5.1 Gambaran Umum Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk
Rungkut Surabaya Tahun 2016 ................................................................. 55
5.1.1 Sejarah Singkat Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia
Tbk Rungkut Surabaya .................................................................. 55
5.1.2 Gambaran Proses Produksi di Pabrik Personal Wash PT
Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya .................................... 56
5.1.3 Identifikasi Potensi Bahaya Kebakaran dan Program
Penanggulangan Kebakaran di Pabrik Personal Wash (PW) PT
Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016 ................ 60
5.2 Tingkat Pemenuhan Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran ... 62
5.3 Tingkat Pemenuhan Sarana Penyelamatan Jiwa ......................................... 66
5.4 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Pasif .................................................. 74
5.5 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Aktif ................................................. 76
5.6 Tingkat Pemenuhan Utilitas Bangunan Gedung ......................................... 92
xii
5.7 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran secara Keseluruhan .......... 98
BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................................ 100
6.1 Keterbatasan Penelitian ............................................................................ 100
6.2 Sistem Proteksi Kebakaran....................................................................... 101
6.3 Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran ................................. 102
6.4 Sarana Penyelamatan Jiwa ....................................................................... 107
6.5 Sistem Proteksi Pasif ............................................................................... 111
6.6 Sistem Proteksi Aktif ............................................................................... 113
6.7 Utilitas Bangunan Gedung ....................................................................... 122
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 128
7.1 Simpulan ................................................................................................. 128
7.2 Saran ....................................................................................................... 131
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 133
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pembobotan Sistem Proteksi Kebakaran ...................................................... 33
Tabel 2.2 Tingkat Penilaian Audit Kebakaran ............................................................. 34
Tabel 3.1 Definisi Istilah ............................................................................................. 38
Tabel 4.1 Pemilihan Informan ..................................................................................... 46
Tabel 4.2 Triangulasi Sumber...................................................................................... 49
Tabel 4.3 Triangulasi Metode ...................................................................................... 50
Tabel 4.4 Pembobotan Sistem Proteksi Kebakaran ...................................................... 51
Tabel 4.5 Tingkat Penilaian Audit Kebakaran ............................................................. 53
Tabel 5.1 Tingkat Pemenuhan Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran ..... 54
Tabel 5.2 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar ..................................................... 58
Tabel 5.3 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat ............................................................... 61
Tabel 5.4 Tingkat Pemenuhan Pencahayaan Darurat ................................................... 63
Tabel 5.5 Tingkat Pemenuhan Tanda Arah Evakuasi ................................................... 65
Tabel 5.6 Tingkat Pemenuhan Sarana Penyelamatan Jiwa ........................................... 67
Tabel 5.7 Tingkat Pemenuhan Konstruksi Tahan Api .................................................. 68
Tabel 5.8 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pasif .................................. 70
Tabel 5.9 Tingkat Pemenuhan Sistem Deteksi Kebakaran ........................................... 70
Tabel 5.10 Tingkat Pemenuhan Alarm Kebakaran ....................................................... 73
Tabel 5.11 Tingkat Pemenuhan Titik Panggil Manual ................................................. 75
Tabel 5.12 Tingkat Pemenuhan Sistem Springkler Otomatik ....................................... 76
Tabel 5.13 Tingkat Pemenuhan Sistem Hidran ............................................................ 80
Tabel 5.14 Tingkat Pemenuhan Sistem Pipa Tegak ..................................................... 82
Tabel 5.15 Tingkat Pemenuhan APAR ........................................................................ 84
xiv
Tabel 5.16 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Aktif................................ 88
Tabel 5.17 Tingkat Pemenuhan Sumber Daya Listrik .................................................. 89
Tabel 5.18 Tingkat Pemenuhan Pusat Pengendali Kebakaran ...................................... 92
Tabel 5.19 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Petir .................................................. 94
Tabel 5.20 Tingkat Pemenuhan Utilitas Bangunan Gedung ......................................... 95
Tabel 5.21 Pembobotan Sistem Proteksi Kebakaran .................................................... 96
Tabel 5.22 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Secara Keseluruhan ......... 97
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Bagan Alur Kerangka Teori ........................................................................ 35
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ....................................................................................... 37
Bagan 5.1 Proses Produksi di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk
Rungkut Surabaya ....................................................................................................... 60
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Teori Segitiga Api .................................................................................... 10
Gambar 2.2 Teori Bidang Empat Api .......................................................................... 10
Gambar 5.1 Fire Pump ................................................................................................ 65
Gambar 5.2 Pintu Tahan Api ....................................................................................... 69
Gambar 5.3 Tanda Arah Evakuasi ............................................................................... 73
Gambar 5.4. Tulisan “EXIT” yang di iluminiasi .......................................................... 73
Gambar 5.5 Detektor Asap .......................................................................................... 78
Gambar 5.6 Titik Panggil Manual ............................................................................... 81
Gambar 5.7 Hidran ...................................................................................................... 85
Gambar 5.8 Pipa Tegak ............................................................................................... 88
Gambar 5.9 Apar Dry Chemical .................................................................................. 91
Gambar 5.10 Ruang Pengendali Kebakaran ................................................................. 96
xvii
DAFTAR SINGKATAN
AHP : Analytical Hierarchical Process
APAR : Alat Pemadam Api Ringan
IEC : International Electotechnical Commision
Permen PU : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
PDAM : Perusahaan Daerah Air Minum
PLN : Perusahaan Listrik Negara
OSHA : Occupational Safety and Health Administration
K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
PW : Personal Wash
SMK3 : Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
SHE : Safety Health dan Environment
SNI : Standar Nasional Indonesia
NFPA : National Fire Protection Association
SPP : Sistem Proteksi Petir
TKA : Tingkat Ketahanan Api
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Penerimaan Melakukan Penelitian
Lampiran 2. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian
Lampiran 3. Lembar Observasi
Lampiran 4. Pedoman Wawancara dengan Informan
Lampiran 5. Matriks Wawancara
Lampiran 6. Dokumentasi Komponen Proteksi Kebakaran
Lampiran 7. Sertifikat Pengesahan Komponen Proteksi Kebakaran
19
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebakaran merupakan suatu bencana yang sering terjadi hingga saat ini.
Menurut Standar Nasional Indonesia nomor 03-3985-2000, kebakaran adalah suatu
fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur kritis dan bereaksi
secara kimia dengan oksigen yang menghasilkan panas, nyala api, cahaya, asap, uap
air, karbon monoksida, karbon dioksida, atau produk dan efek lainnya (SNI, 2000).
Menurut National Fire Protection Association, kebakaran adalah suatu peristiwa
oksidasi dimana dalam suatu waktu bertemu tiga buah unsur, yakni bahan yang
mudah terbakar, oksigen yang terdapat didalam udara, dan panas yang dapat berakibat
menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan kematian manusia (NFPA,
2010).
Pada dasarnya kebakaran adalah proses kimia yaitu reaksi antara bahan bakar
(fuel) dengan oksigen dari udara atas bantuan sumber panas (heat). Ketiga unsur api
tersebut dikenal sebagai segitiga api (fire triangle). Oleh karena itu, bencana
kebakaran selalu melibatkan bahan mudah terbakar dalam jumlah yang besar baik
yang berbentuk padat seperti kayu, kertas atau kain maupun bahan cair seperti bahan
bakar dan bahan kimia (Ramli, 2010).
Permasalahan kecelakaan terbesar dalam dunia industri salah satunya adalah
masalah kebakaran. Kerugian yang dialami apabila terjadi kebakaran di suatu industri
sangat besar karena menyangkut nilai aset yang tinggi, proses produksi dan peluang
kerja. Akibat terjadinya bencana kebakaran menyebabkan kerugian bagi beberapa
pihak, antara lain perusahaan, para pekerja, pemerintah ataupun masyarakat. Untuk itu
20
upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran sudah seharusnya menjadi program
dalam suatu kebijakan manajemen perusahaan serta dukungan banyak pihak (Ramli,
2010).
Menurut data yang bersumber dari Dinas Pemadam Kebakaran, terhitung per
tanggal 1 Januari 2015 sampai pada tanggal 20 Desember 2015 telah terjadi 467 kali
peristiwa kebakaran di wilayah Surabaya, dengan perkiraan kerugian material
mencapai Rp. 546,11 miliar (Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya, 2015).
Kebakaran memang merupakan suatu kejadian yang tidak dapat diduga kapan
terjadinya (unpredictable). Kebakaran dapat terjadi kapan saja dan akan melanda
sasaran apa saja. Namun sesungguhnya kebakaran merupakan sesuatu yang dapat
dicegah terjadinya atau preventable. Dengan kebakaran juga, hasil usaha dan upaya
yang sekian lama dikerjakan dapat menjadi hilang dalam waktu beberapa jam atau
beberapa menit saja. Masalah kebakaran disana-sini masih terjadi. Hal ini
menunjukkan, betapa perlunya kewaspadaan pencegahan terhadap kebakaran perlu
lebih ditingkatkan (Suma’mur, 2010).
Salah satu penyebab terjadinya kebakaran dan tingginya dampak kerugian
akibat kebakaran adalah dikarenakan tidak terpenuhinya mengenai sarana pencegahan
dan penanggulangan kebakaran secara memadai. Untuk itu sangat perlu dilakukan
upaya pemenuhan sistem pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran sesuai
peraturan dan standar yang berlaku agar mampu dalam hal pencegahan kejadian
kebakaran, mengurangi frekuensi kejadian kebakaran, serta meminimalisasi dampak
kerugian akibat kebakaran.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 Tahun 2008, sistem
proteksi kebakaran pada gedung bangunan dan lingkungan adalah sistem yang terdiri
atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada
21
bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi
pasif, maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan
lingkungan terhadap bahaya kebakaran (Permen PU, 2008).
Evaluasi terhadap sistem merupakan salah satu penerapan utama dari tujuan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, yaitu continuous improvement.
Oleh karena itu sangat penting bagi suatu perusahaan untuk mengetahui seberapa
efektif sistem yang sedang mereka jalankan. Dengan melakukan evaluasi terhadap
sistem, perusahaan dapat mengetahui kesesuaian sistem terhadap standar yang
berlaku, serta mengetahui seberapa besar tingkat pemenuhan sistem proteksi
kebakaran yang sedang dijalankan tersebut (Gercek, 2007).
PT. Unilever Indonesia Tbk. Rungkut Surabaya merupakan salah satu cabang
dari Pabrik PT. Unilever yang ada di Indonesia. Pabrik yang berada di jalan Rungkut
Industri IV no. 5-11 Surabaya, Jawa Timur merupakan bagian dari kawasan industri
SIER (Surabaya Industrial Estate Rungkut) yang memproduksi sabun, pasta gigi dan
deodorant. Dalam lingkup PT. Unilever Indonesia Rungkut Surabaya terdapat dua
unit pabrik yang beroperasi. Pabrik pertama yaitu Personal Care (PC), adalah pabrik
yang memproduksi pasta gigi “Pepsodent” dan deodorant “Rexona”. Pabrik kedua
yaitu Personal Wash (PW), adalah pabrik yang memproduksi sabun batang
diantaranya sabun “Lifebuoy” dan “Lux”.
Dari hasil observasi dan wawancara pada studi pendahuluan yang telah
dilakukan peneliti dengan salah satu staf Unit Kerja SHE di Pabrik Personal Wash,
bahwasanya pabrik Personal Wash (PW) memiliki potensi untuk terjadi kebakaran
yang lebih tinggi daripada di Pabrik Personal Care, dimana dalam kegiatan
produksinya memiliki potensi yang tinggi untuk terjadi kebakaran (high risk) yang
melibatkan banyak peralatan yang menghasilkan suhu dan tekanan yang sangat tinggi,
22
penggunaan bahan-bahan yang mudah terbakar, penggunaan listrik bertegangan
tinggi, serta ditemukan tidak adanya penandaan khusus untuk jalur mobil pemadam
kebakaran, dan terdapat tanda petunjuk arah evakuasi yang tidak diiluminasi ataupun
iluminasi tanda arah yang sudah mati. Data dari perusahaan menunjukkan bahwa pada
tahun 2002 telah terjadi kebakaran di Pabrik Personal Wash dikarenakan mesin ketel
uap (boiler) tidak mampu menahan tekanan berlebih (over-pressure) serta panas
berlebih (over-heat) sehingga mengakibatkan mesin tersebut meledak dan membakar
sebuah gedung di area boiler, menyebabkan satu orang meninggal. Peristiwa
meledaknya mesin boiler terjadi begitu saja atau secara tiba-tiba, sehingga sistem
deteksi kebakaran tidak sempat memberikan tanda peringatan saat sebelum terjadinya
ledakan yang mengakibatkan kebakaran. Alarm kebakaran bereaksi beberapa detik
kemudian saat setelah kebakaran menyala. (Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya, 2002).
Dari beberapa keterangan masalah yang telah disebutkan, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran tingkat pemenuhan sistem
proteksi kebakaran di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut
Surabaya Tahun 2016 berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26
tahun 2008. Peneliti menggunakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26
tahun 2008 sebagai standar acuan dikarenakan Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya termasuk dalam gedung kelas 8, yaitu bangunan
gedung yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produk, perakitan,
perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang
produksi dalam rangka penjualan atau perdagangan.
23
1.2 Rumusan Masalah
Dari hasil observasi dan wawancara pada studi pendahuluan yang telah
dilakukan peneliti dengan salah satu staf Unit Kerja SHE di Pabrik Personal Wash,
bahwasanya pabrik Personal Wash (PW) memiliki potensi untuk terjadi kebakaran
yang tinggi, serta ditemukan tidak adanya penandaan khusus untuk jalur mobil
pemadam kebakaran, dan terdapat tanda petunjuk arah evakuasi yang tidak
diiluminasi ataupun iluminasi tanda arah yang sudah mati. Data dari perusahaan
menunjukkan bahwa pada tahun 2002 telah terjadi kebakaran di Pabrik Personal
Wash dikarenakan tekanan berlebih (over-pressure) serta panas berlebih (over-heat)
pada mesin ketel uap sehingga mengakibatkan mesin tersebut meledak dan membakar
sebuah gedung di area boiler, menyebabkan satu orang meninggal (Pabrik Personal
Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya, 2002).
Dari beberapa keterangan masalah yang telah disebutkan, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran tingkat pemenuhan sistem
proteksi kebakaran di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut
Surabaya Tahun 2016 berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26
tahun 2008.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan akses dan pasokan air untuk
pemadam kebakaran di Pabrik Personal Wash (PW) PT Unilever Indonesia
Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016 berdasarkan Permen PU
No.26/PRT/M/2008?
2. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan sarana penyelamatan jiwa yang
terdiri dari sarana jalan keluar, pintu darurat, pencahayaan darurat, dan tanda
petunjuk arah evakuasi di Pabrik Personal Wash (PW) PT Unilever Indonesia
24
Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016 berdasarkan Permen PU
No.26/PRT/M/2008?
3. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran pasif yang
terdiri dari konstruksi tahan api di Pabrik Personal Wash (PW) PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016 berdasarkan Permen PU
No.26/PRT/M/2008?
4. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran aktif yang
terdiri dari sistem deteksi kebakaran, alarm kebakaran, titik panggil manual,
sistem springkler otomatik, sistem hidran, sistem pipa tegak, dan APAR di
Pabrik Personal Wash (PW) PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya
Tahun 2016 berdasarkan Permen PU No.26/PRT/M/2008?
5. Bagaimana gambaran tingkat pemenuhan utilitas bangunan yang terdiri dari
sumber daya listrik, pusat pengendali kebakaran, dan sistem proteksi petir di
Pabrik Personal Wash (PW) PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya
Tahun 2016 berdasarkan Permen PU No. 26/PRT/M/2008?
6. Bagaimana rata-rata tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran di Pabrik
Personal Wash (PW) PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun
2016 berdasarkan Permen PU No.26/PRT/M/2008?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran tingkat pemenuhan sistem proteksi
kebakaran di Pabrik Personal Wash (PW) PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut
Surabaya Tahun 2016.
25
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan akses dan pasokan air
untuk pemadam kebakaran di Pabrik Personal Wash (PW) PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016 berdasarkan Permen PU
No.26/PRT/M/2008.
2 Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan sarana penyelamatan jiwa
yang terdiri dari sarana jalan keluar, pintu darurat, pencahayaan
darurat, dan tanda petunjuk arah evakuasi di Pabrik Personal Wash
(PW) PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
berdasarkan Permen PU No.26/PRT/M/2008.
3. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran
pasif yang terdiri dari konstruksi tahan api di Pabrik Personal Wash
(PW) PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
berdasarkan Permen PU No.26/PRT/M/2008.
4. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran
aktif yang terdiri dari sistem deteksi kebakaran, alarm kebakaran, titik
panggil manual, sistem springkler otomatik, sistem hidran, sistem pipa
tegak, dan APAR di Pabrik Personal Wash (PW) PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016 berdasarkan Permen PU
No.26/PRT/M/2008.
5. Diketahuinya gambaran tingkat pemenuhan utilitas bangunan yang
terdiri dari sumber daya listrik, pusat pengendali kebakaran, dan sistem
proteksi petir di Pabrik Personal Wash (PW) PT Unilever Indonesia
Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016 berdasarkan Permen PU
No.26/PRT/M/2008.
26
6. Diketahuinya rata-rata tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran di
Pabrik Personal Wash (PW) PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut
Surabaya Tahun 2016 berdasarkan Permen PU No.26/PRT/M/2008.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Mahasiswa
1. Menambah referensi, wawasan, pengetahuan dan pemahaman bagi
mahasiswa dalam menyusun dan melaksanakan suatu kegiatan
penelitian.
2. Hasil dari penelitian ini dapat menambah referensi, wawasan dan
pengetahuan bagi mahasiswa mengenai evaluasi sistem proteksi
kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.
1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
1. Sebagai bahan untuk pengembangan penelitian selanjutnya mengenai
evaluasi sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan
lingkungan.
2. Sebagai bahan referensi bagi peminatan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.5.3 Bagi Perusahaan
Sebagai bahan pertimbangan dan referensi bagi pihak perusahaan
khususnya Unit Kerja Safety Health and Environment (SHE) Pabrik Personal
Wash (PW) PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya dalam
mengevaluasi tingkat kesesuaian sistem proteksi kebakaran pada bangunan
gedung dan lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 26 Tahun 2008.
27
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian dilakukan di Pabrik Personal Wash (PW) PT Unilever Indonesia
Tbk Rungkut Surabaya pada bulan Februari – Maret Tahun 2016 untuk mengetahui
gambaran tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran di Pabrik Personal Wash
(PW) PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016 berdasarkan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun 2008.
Penelitian dilakukan karena berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah
dilakukan, bahwa dari kejadian kebakaran yang pernah terjadi sehingga menyebabkan
korban jiwa, kegiatan produksi yang sangat berpotensi untuk terjadinya kebakaran
(high risk), ditemukan tidak adanya penandaan khusus untuk jalur mobil pemadam
kebakaran, terdapat tanda petunjuk arah evakuasi yang tidak diiluminasi maupun
iluminasi tanda arah yang sudah mati, serta belum pernah dilakukan penelitian
sebelumnya mengenai evaluasi tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dasar Api
2.1.1 Teori Segitiga Api
Teori segitiga api (fire triangle) menjelaskan bahwa kebakaran terjadi
karena adanya 3 faktor yang menjadi unsur api, yaitu (Ramli, 2010):
a. Bahan bakar (fuel)
b. Sumber panas (heat)
c. Oksigen
Gambar 2.1
Teori Segitiga Api
Sumber: Ramli, 2010
Kebakaran dapat terjadi jika ketiga unsur api tersebut saling bereaksi
satu dengan lainnya. Tanpa adanya salah satu unsur tersebut, api tidak dapat
terjadi (Ramli, 2010).
2.1.2 Teori Bidang Empat Api (Tetrahedron of Fire)
Teori segitiga api mengalami perkembangan yaitu dengan
ditemukannya unsur keempat untuk terjadinya api yaitu rantai reaksi kimia.
11
Konsep ini dikenal dengan teori tetrahedron of fire. Teori ini ditemukan
berdasarkan penelitian dan pengembangan bahan pemadam tepung kimia (dry
chemical) dan halon (halogenated hydrocarbon). Ternyata jenis bahan
pemadam ini mempunyai kemampuan memtus rantai reaksi kontinuitas api
(Geotsch, 2005).
Gambar 2.2
Teori Tetrahedron of Fire
Sumber: Geotsch, 2005
Teori tetrahedron of fire didasarkan bahwa dalam panas pembakaran
yang normal akan timbul nyala, reaksi kimia yang terjadi menghasilkan
beberapa zat hasil pembakaran seperti CO, CO2, SO2, asap, dan gas. Hasil dari
reaksi ini adalah adanya radikal bebas dari atom oksigen dan atom hidrogen
dalam dalam bentuk hidroksil (OH). Bila 2 (dua) gugus OH pecah menjadi
H2O dan radikal bebas O. O radikal ini selanjutnya akan berfungsi lagi sebagai
umpan pada proses pembakaran sehingga disebut reaksi pembakaran berantai
(Geotsch, 2005).
12
2.2 Kebakaran
2.2.1 Pengertian Kebakaran
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun 2008,
bahaya kebakaran adalah bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman
potensial dan derajat terkena pancaran api sejak dari awal terjadi kebakaran
hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan (Permen PU, 2008).
Menurut Standar Nasional Indonesia nomor 03-3985-2000, kebakaran
adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur
kritis dan bereaksi secara kimia dengan oksigen yang menghasilkan panas,
nyala api, cahaya, asap, uap air, karbon monoksida, karbon dioksida, atau
produk dan efek lainnya (SNI, 2000).
Kebakaran menurut National Fire Protection Association adalah suatu
peristiwa oksidasi dimana dalam suatu waktu bertemu tiga buah unsur, yakni
bahan yang mudah terbakar, oksigen yang terdapat didalam udara, dan panas
yang dapat berakibat menimbulkan kerugian harta benda atau cidera bahkan
kematian manusia (NFPA, 2010).
2.2.2 Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran menurut National Fire Protection Association
(NFPA):
a. Kebakaran bahan padat kecuali logam (Golongan A);
b. Kebakaran bahan cair atau gas yang mudah terbakar (Golongan B);
c. Kebakaran instalasi listrik bertegangan (Golongan C);
d. Kebakaran bahan logam (Golongan D), dan
e. Kebakaran akibat peralatan atau aktivitas memasak (Golongan K)
(NFPA, 2010).
13
2.2.3 Penyebab Kebakaran
Kebakaran disebabkan oleh berbagai faktor, namun secara umum dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
a. Faktor manusia
Sebagian kebakaran disebabkan oleh faktor manusia yang
kurang perduli terhadap keselamatan dan bahaya kebakaran.
b. Faktor teknis
Kebakaran juga dapat disebabkan oleh faktor teknis khususnya
kondisi tidak aman dan membahayakan (Ramli, 2010).
2.3 Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran berdasarkan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 26 Tahun 2008
2.3.1 Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26 tahun 2008,
lingkungan perumahan, perdagangan, industri dan/atau campuran harus
direncanakan sedemikian rupa sehingga tersedia sumber air berupa hidran
halaman, sumur kebakaran atau reservoir air dan sebagainya yang
memudahkan instansi pemadam kebakaran menggunakannya, sehingga setiap
rumah dan bangunan gedung dapat dijangkau oleh pancaran air unit pemadam
kebakaran dari jalan di lingkungannya. Untuk melakukan proteksi terhadap
meluasnya kebakaran dan memudahkan operasi pemadaman, maka di dalam
lingkungan bangunan gedung harus tersedia jalan lingkungan dengan
perkerasan agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam kebakaran (Permen
PU, 2008).
Berikut adalah persyaratan akses dan pasokan air untuk pemadam
kebakaran menurut Permen PU No. 26 Tahun 2008:
14
a. Tersedia sumber air berupa hidran halaman, sumur kebakaran atau
reservoir air dan sebagainya.
b. Setiap lingkungan bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana
komunikasi umum yang dapat dipakai setiap saat untuk memudahkan
penyampaian informasi kebakaran
c. Tersedia jalur akses mobil pemadam kebakaran
d. Tersedia jalan lingkungan perkerasan di dalam lingkungan bangunan
gedung harus agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam kebakaran
e. Lebar lapis perkerasan pada jalur masuk yang digunakan untuk mobil
pemadam kebakaran lewat minimal 4 m.
f. Area jalur masuk kedua sisinya ditandai dengan warna yang kontras.
g. Area jalur masuk pada kedua Sisinya ditandai dengan bahan yang
bersifat reflektif.
h. Penandaan jalur pemadam Kebakaran diberi jarak antara tidak lebih
dari 3 m satu sama lain.
i. Penandaan jalur pemadam kebakaran dibuat di kedua sisi jalur
penandaan jalur pemadam kebakaran diberi tulisan “JALUR
PEMADAM KEBAKARAN - JANGAN DIHALANGI”. (Permen
PU, 2008)
2.3.2 Sarana Penyelamatan Jiwa
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26 tahun 2008,
tujuan dibuatnya sarana penyelamatan jiwa adalah untuk mencegah terjadinya
kecelakaan atau luka pada waktu melakukan evakuasi pada saat keadaan
darurat terjadi. Sub komponen yang harus terdapat dalam sarana penyelamatan
15
jiwa adalah sarana jalan keluar, pintu darurat, pencahayaan darurat, dan tanda
petunjuk arah evakuasi (Permen PU).
a. Sarana Jalan Keluar
Menurut Permen PU No. 26 tahun 2008, setiap bangunan
gedung harus dilengkapi dengan sarana jalan ke luar yang dapat
digunakan oleh penghuni bangunan gedung, sehingga memiliki waktu
yang cukup untuk menyelamatkan diri dengan aman tanpa terhambat
hal-hal yang diakibatkan oleh keadaan darurat (SNI, 2000).
Berikut adalah persyaratan sarana jalan keluar dalam Permen
PU No. 26 Tahun 2008:
i. Terdapat koridor yang digunakan sebagai akses EXIT
ii. Sarana jalan keluar dipelihara terus menerus bebas dari segala
hambatan atau rintangan
iii. Perabot, dekorasi atau benda-benda lain tidak diletakkan
sehingga menggangu EXIT, akses ke sana, jalan ke luar dari
sana atau mengganggu pandangan
iv. Tidak ada cermin yang dipasang di dalam atau dekat EXIT
manapun sedemikian rupa yang dapat membingungkan arah
jalan ke luar
v. Lebar akses EXIT ≥ 71 cm
vi. Jumlah sarana jalan keluar ≥ 2
vii EXIT berakhir pada jalan umum atau bagian luar dari EXIT
pelepasan (Permen PU, 2008).
16
b. Pintu Darurat
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26 tahun
2008, setiap pintu pada sarana jalan keluar harus dari jenis engsel sisi
atau pintu ayun. Pintu harus dirancang dan dipasang sehingga mampu
berayun dari posisi manapun hingga mencapai posisi terbuka penuh.
Kunci-kunci, bila ada, harus tidak membutuhkan sebuah anak kunci,
alat atau pengetahuan khusus atau upaya tindakan untuk membukanya
dari dalam bangunan gedung. Sebuah grendel atau alat pengunci lain
pada sebuah pintu harus disediakan dengan alat pelepas yang
mempunyai metoda operasi yang jelas pada semua kondisi
pencahayaan. Mekanisme pelepasan untuk grendel manapun harus
ditempatkan sekurang- kurangnya 87 cm, dan tidak lebih dari 120 cm
di atas lantai (Permen PU, 2008).
Berikut adalah persyaratan pintu darurat dalam Permen PU No.
26 tahun 2008:
i. Pintu pada sarana jalan keluar dari jenis engsel atau pintu ayun
ii. Pintu dirancang dan dipasang sehingga mampu berayun dari
posisi manapun hingga mencapai posisi terbuka penuh
iii. Pintu darurat membuka ke arah jalur jalan keluar
iv. Pintu darurat tidak membutuhkan sebuah anak kunci, alat atau
pengetahuan khusus atau upaya tindakan untuk membukanya
dari dalam gedung
v. Grendel pintu darurat ditempatkan 87-120 cm di atas lantai
vi. Pintu darurat tidak dalam posisi terbuka setiap saat
17
vii. Pintu darurat menutup sendiri atau menutup otomatis (Permen
PU, 2008)
c. Pencahayaan Darurat
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26 tahun
2008, pencahayaan darurat adalah suatu tingkat pencahayaan untuk
pelaksanaan evakuasi yang aman pada saat keadaan darurat (Permen
PU, 2008).
Persyaratan dari pencahayaan darurat menurut Permen PU No.
26 tahun 2008 adalah sebagai berikut:
i. Iluminasi Jalan Keluar utama bukan merupakan pencahayaan
listrik yang dioperasikan dengan batere dan jenis lain dari
lampu jinjing atau lentera
ii. Tersedia pencahayaan darurat
iii. Pengujian fungsi pencahayaan darurat dilakukan dalam jangka
waktu 30 hari untuk sekurang-kurangnya 30 detik
iv. Rekaman tertulis dari inspeksi visual dan pengujian disimpan
oleh pemilik bangunan gedung (Permen PU, 2008).
d. Tanda Petunjuk Arah Evakuasi
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26 tahun
2008, eksit selain dari pintu eksit utama di bagian luar bangunan
gedung yang jelas dan nyata harus diberi tanda dengan sebuah tanda
yang disetujui yang mudah terlihat dari setiap arah akses eksit. Akses
ke eksit juga harus diberi tanda dengan tanda yang disetujui, mudah
terlihat di semua keadaan di mana eksit atau jalan untuk mencapainya
tidak tampak langsung oleh para penghuni.
18
Beberapa adalah persyaratan untuk tanda petunjuk arah
evakuasi dalam Permen PU No. 26 tahun 2008:
i. Terdapat tanda petunjuk arah pada saran jalan keluar
ii. Warna tanda petunjuk arah nyata dan kontras
iii. Pada setiap lokasi ditempatkan tanda arah dengan indikator
arah
iv. Tanda arah dengan iluminasi eksternal dan internal harus dapat
dibaca pada kedua mode pencahayaan normal dan darurat.
v. Setiap tanda arah diiluminasi terus menerus
vi. Tanda petunjuk arah terbaca “EXIT” atau kata lain yang tepat
dan berukuran ≥ 10 cm.
vii. Lebar huruf pada kata EXIT ≥ 5 cm kecuali huruf “I” Spasi
minimum antara huruf pada kata “EXIT” ≥ 1 cm (Permen PU,
2008)
2.3.3 Sistem Proteksi Pasif
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 26/PRT/M/2008,
sistem proteksi kebakaran pasif adalah sistem proteksi kebakaran yang
terbentuk atau terbangun melalui pengaturan penggunaan bahan dan
komponen struktur bangunan, kompartemenisasi atau pemisahan bangunan
berdasarkan tingkat ketahanan api, serta perlindungan terhadap bukaan
(Permen PU, 2008).
a. Konstruksi Tahan Api
Konstruksi tahan api dalam Permen PU No. 26 tahun 2008
adalah terdiri dari penghalang api, dinding api, dinding luar dikaitkan
dengan lokasi bangunan gedung yang dilindungi, partisi penahan
19
penjalaran api, dan penutup asap. Konstruksi tahan api tersebut harus
dipelihara dan harus diperbaiki, diperbaharui atau diganti dengan tepat
apabila terjadi kerusakan, perubahan, keretakan, penembusan,
pemindahan atau akibat pemasangan yang salah (Permen PU, 2008).
Berikut adalah persyaratan konstruksi tahan api dalam Permen
PU No 26 tahun 2008:
i. Terdapat dinding penghalang api untuk membagi bangunan
gedung untuk mencegah penyebaran api.
ii. Terdapat pintu tahan api
iii. Dilakukan pemeliharaan konstruksi tahan api
iv. Pintu tahan api harus mempunyai perlengkapan menutup
sendiri atau menutup secara otomatis (Permen PU, 2008)
2.3.4 Sistem Proteksi Aktif
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/M/2008,
sistem proteksi kebakaran aktif adalah sistem proteksi kebakaran yang secara
lengkap terdiri atas sistem pendeteksian kebakaran baik manual ataupun
otomatis, sistem pemadam kebakaran berbasis air seperti springkler, pipa
tegak dan slang kebakaran, serta sistem pemadam kebakaran berbasis bahan
kimia, seperti APAR dan pemadam khusus (Permen PU, 2008).
a. Sistem Deteksi Kebakaran (Fire Detector)
Menurut Permen PU No. 26 tahun 2008, Detector adalah alat
yang berfungsi mendeteksi secara dini adanya suatu kebakaran awal
(Permen PU). Alat untuk mendeteksi api ini disebut detektor api (fire
detector) yang dapat digolongkan beberapa jenis yaitu :
20
i. Detektor asap (smoke detector)
Detektor asap adalah sistem deteksi kebakaran yang
mendeteksi adanya asap. Menurut sifat fisiknya, asap
merupakan partikel-partikel karbon hasil pembakaran yang
tidak sempurna. Keberadaan ini digunakan untuk membuat
suatu alat deteksi asap. Detektor asap dapat dikelompokkan
atas 2 jenis yaitu jenis ionisasi dan photoelectric. Sesuai dengan
sifat tersebut, maka detektor asap sangat tepat digunakan di
dalam bangunan di mana banyak terdapat kebakaran kelas A
yang banyak menghasilkan asap. Namun kurang tepat
digunakan untuk kebakaran hidrokarbon atau gas (Ramli,
2010).
ii. Detektor panas (heat detector)
Detektor panas adalah peralatan dari detektor kebakaran
yang dilengkapi dengan suatu rangkaian listrik atau pneumatic
yang secara otomatis akan mendeteksi kebakaran melalui panas
yang diterimanya. Detektor panas ini sangat sesuai ditempatkan
di area dengan kelas kebakaran kelas B atau cairan dan gas
mudah terbakar seperti instalasi minyak dan kimia. Jenis-jenis
detektor panas antara lain:
1) Detektor suhu tetap
2) Detektor jenis peningkatan suhu
3) Detektor pemuaian (Ramli, 2010).
21
iii. Detektor nyala (flame detector)
Api juga mengeluarkan nyala (flame) yang akan
menyebar ke sekitarnya. Api mengeluarkan radiasi sinar infra
merah dan ultra violet. Keberadaan sinar ini dapat dideteksi
oleh sensor yang terpasang dalam detektor. Sesuai dengan
fungsinya, detector ini ada beberapa jenis yaitu :
1) Detektor infra merah (infrared detector)
2) Detektor UV (ultra violet detector)
3) Detektor foto elektris (photo electric detector) (Ramli,
2010).
Berikut adalah persyaratan sistem detektor kebakaran menurut
Permen PU No. 26 yang berpedoman pada SNI 03-3985 (2000):
i. Terdapat detektor kebakaran yang dipasang di seluruh ruangan.
ii. Setiap detektor yang terpasang dapat dijangkau untuk
pemeliharaan dan untuk pengujian secara periodik
iii. Detektor diproteksi terhadap kemungkinan rusak karena
gangguan mekanis.
iv. Dilakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan.
v. Rekaman hasil dari semua inspeksi, pengujian, dan
pemeliharaan, harus disimpan untuk jangka waktu 5 tahun
untuk pengecekan oleh instansi yang berwenang (SNI, 2000).
b. Alarm Kebakaran
Beberapa macam jenis alarm kebakaran, diantaranya :
22
i. Bel
Bel merupakan alarm yang akan berdering jika terjadi
kebakaran. Dapat digerakkan secara manual atau dikoneksi
dengan sistem deteksi kebakaran Suara bel agak terbatas,
sehingga sesuai ditempatkan dalam ruangan terbatas seperti
kantor (Ramli, 2010).
ii. Sirene
Fungsi sama dengan bel, namun jenis suara yang
dikeluarkan berupa sirine. Ada yang digerakkan secara manual
dan ada yang bekerja secara otomatis. Sirine mengeluarkan
suara yang lebih keras sehingga sesuai digunakan di tempat
kerja yang luas seperti pabrik (Ramli, 2010).
iii. Pengeras suara (public address)
Dalam suatu bangunan yang luas di mana penghuni
tidak dapat mengetahui keadaan darurat secara cepat, perlu
dipasang jaringan pengeras suara yang dilengkapi dengan
penguatnya (Pre-amplifier) sebagai pengganti sistem bell, dan
horn. Sistem ini memungkinkan digunakannya komunikasi
searah kepada penghuni agar mereka mengetahui cara dan
sarana untuk evakuasi (Ramli, 2010).
iv. Horn
Horn juga berupa suara yang cukup keras namun lebih
rendah dibanding sirine (Ramli, 2010).
Berikut adalah persyaratan alarm kebakaran dalam Permen PU
No. 26 tahun 2008 yang menyeseuaikan dengan SNI 03-3985 (2000):
23
i. Terdapat alarm kebakaran pada unit produksi
ii. Sinyal suara alarm kebakaran berbeda dari sinyal suara yang
dipakai untuk penggunaan lain (SNI, 2000)
c. Titik Panggil Manual
Menurut SNI 03-3985 (2000) titik panggil manual adalah suatu
alat yang dioperasikan secara manual guna memberi isyarat adanya
kebakaran. Titik panggil manual harus berwarna merah. Penempatan
titik panggil manual yang dipersyaratkan yaitu pada lintasan menuju ke
luar dengan ketinggian 1,4 meter dari lantai. Lokasi penempatan titik
panggil manual harus tidak mudah terkena gangguan, tidak
tersembunyi, mudah kelihatan, mudah dicapai serta ada pada jalur arah
ke luar bangunan. Selain itu, titik panggil manual beserta dengan bel
harus ditempatkan di dekat panel kontrol yang mudah dicapai serta
terlihat jelas (SNI, 2000).
Berikut adalah persyaratan titik panggil manual dalam Permen
PU No. 26 tahun 2008 yang berpedoman pada SNI 03-3985 (2000):
i. Titik panggil manual harus bewarna merah & dipasang pada
lintasan menuju keluar
ii. Semua titik panggil manual dipasang pada lintasan menuju ke
luar dan dipasang pada ketinggian 1,4 meter dari lantai.
iii. Lokasi penempatan tidak mudah terkena gangguan, mudah
kelihatan & dicapai
iv. Jarak suatu titik sembarang ke posisi titik panggil manual
maksimum 30 m (SNI, 20000).
24
d. Sistem Springkler Otomatik
Menurut SNI 03-3989 (2000), springkler adalah alat pemancar
air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk
deflector pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar
kesemua arah secara merata (SNI, 2000).
Berikut adalah persyaratan sistem springkler oromatik menurut
Permen PU No. 26 tahun 2008 yang berpedoman pada SNI 03-3989
(2000):
i. Terpasang springkler otomatis
ii. Springkler tidak diberi ornament, cat, atau diberi pelapisan
iii. Air yang digunakan tidak mengandung bahan kimia yang dapat
menyebabkan korosi, tidak mengandung serat atau bahan lain
yang dapat mengganggu bekerjanya springkler
iv. Setiap sistem springkler otomatis harus dilengkapi satu jenis
sistem penyediaan air yang bekerja secara otomatis, bertekanan
dan berkapasitas cukup, dan harus dibawah penguasaan pemilik
gedung
v. Jarak minimum antara dua kepala springkler ≤ 2 m
vi. Kepala springkler yang terpasang merupakan kepala springkler
yang tahan korosi
vii. Kotak penyimpanan kepala springkler cadangan dan kunci
kepala springkler ruangan ditempatkan di ruangan ≤ 38 ˚C.
viii Jumlah persedian kepala springkler cadangan ≥ 36
ix Springkler cadangan sesuai baik tipe maupun temperature
rating dengan semua springkler yang telah dipasang. Tersedia
25
sebuah kunci khusus untuk springkler (special springkler
wrench) (SNI, 2000)
e. Sistem Hidran
Hidran adalah alat yang dilengkapi dengan selang dan mulut
pancar untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi
keperluan pemadaman kebakaran (Ramli, 2010). Sistem hidran terdiri
dari:
i. Sumber persediaan air
ii. Pompa-pompa kebakaran
iii. Selang kebakaran.
iv. Kopling penyambung, dan perlengkapan lainnya.
Klasifikasi hidran kebakaran berdasarkan jenis dan
penempatannya, dibagi 2 jenis hidran, yaitu:
i. Hidran gedung (indoor hydrant)
Hidran gedung adalah hidran yang terletak di dalam
suatu bangunan/gedung dan instalasi serta peralatannya
disediakan serta di pasang dalam bangunan/gedung tersebut.
Hidran gedung menggunakan pipa tegak 4 inchi, panjang
selang minimum 15 m, diameter 1,5 inchi serta mampu
mengalirkan air 380 liter/menit.
ii. Hidran halaman (outdoor hydrant)
Hidran halaman adalah hidran yang terletak di luar
bangunan/gedung, sedangkan instalasi serta peralatannya
disediakan serta di pasang di lingkungan bangunan/ gedung
tersebut. Hidran halaman biasanya menggunakan pipa induk 4-
26
6 inchi. Panjang selang 30 m dengan diameter 2,5 inchi serta
mampu mengalirkan air 950 liter/menit.
Berikut adalah persyaratan sistem hidran menurut Permen PU
No. 26 tahun 2008 yang berpedoman pada SNI 03-1745 (2000):
i. Lemari hidran hanya digunakan untuk menempatkan peralatan
kebakaran
ii. Setiap lemari hidran dicat dengan warna yang menyolok
iii. Sambungan slang dan kotak hidran tidak boleh terhalang
iv. Slang kebakaran dilekatkan dan siap untuk digunakan
v. Terdapat nozel
vi. Terdapat hidran halaman
vii. Hidran halaman dilekatkan di sepanjang halur akses mobil
pemadam kebakaran
viii. Jarak hidran dengan sepanjang akses mobil pemadam
kebakaran ≤ 50 m dari hidran 9. Hidran halaman bertekanan 3,5
bar (SNI, 2000)
f. Sistem Pipa Tegak
Menurut SNI 03-1745 (2000), sistem pipa tegak adalah suatu
susunan dari pemipaan, katup, sambungan slang, dan kesatuan
peralatan dalam bangunan, dengan sambungan slang yang dipasangkan
sedemikian rupa sehingga air dapat dipancarkan atau disemprotkan
melalui slang dan nozel, untuk keperluan memadamkan api, untuk
mengamankan bangunan dan isinya, serta sebagai tambahan
pengamanan penghuni. Ini dapat dicapai dengan menghubungkannya
ke sistem pasokan air atau dengan menggunakan pompa, tangki, dan
27
peralatan seperlunya untuk menyediakan pasokan air yang cukup ke
sambungan slang. Komponen-komponen pada sistem pipa tegak
tersebut antara lain pipa dan tabung, alat penyambung, gantungan,
katup, kotak slang, sambungan slang, sambungan pemadam kebakaran,
dan tandapetunjuk (SNI, 2000).
Berikut persyaratan menurut Permen PU No. 26 tahun 2008
yang berpedoman pada SNI 03-1745 (2000):
i. Sambungan pemadam kebakaran minimal dua buah
ii. Sambungan pemadam kebakaran harus dipasang dengan
penutup untuk melindungi sistem dari kotoran-kotoran yang
masuk.
iii. Dilakukan pemeliharaan terhadap sistem pipa tegak
iv. Sambungan pemadam kebakaran harus pada sisi jalan dari
bangunan, mudah terlihat dan dikenal dari jalan atau terdekat
dari titik jalan masuk peralatan pemadam kebakaran
v. Setiap sambungan pemadam kebakaran harus dirancang dengan
suatu penandaan dengan huruf besar, tidak kurang 25 mm (1
inci) tingginya, di tulis pada plat yang terbaca : “PIPA
TEGAK”.
vi. Suatu penandaan juga harus menunjukkan tekanan yang
dipersyaratkan pada inlet untuk penyaluran kebutuhan sistem.
vii. Setiap pipa tegak harus dilengkapi dengan sarana saluran
pembuangan. Katup pembuangan dengan pemipaannya
dipasang pada titik terendah dari pipa tegak dan harus diatur
28
untuk dapat membuang air pada tempat yang disetujui (SNI,
2000)
g. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
Alat Pemadam Api Ringan (APAR) adalah alat pemadam yang
bisa diangkut, diangkat, dan dioperasikan oleh satu orang (Ramli,
2010).
Menurut Peraruran Menteri PU Nomor 26 tahun 2008, kriteria
APAR yang tepat adalah sebagai berikut:
i. Tersedia Alat Pemadam Api Ringan
ii. Terdapat klasifikasi APAR yang terdiri dari huruf yang
menunjukkan kelas api di mana alat pemadam api terbukti
efektif, didahului dengan angka (hanya kelas A dan kelas B)
yang menunjukkan efektifitas pemadaman relatif yang
ditempelkan pada APAR.
iii. APAR diletakkan di tempat yang terlihat mata, mudah
dijangkau dan siap dipakai.
iv. APAR selain jenis APAR beroda dipasang kokoh pada
penggantung, atau pengikat buatan manufaktur APAR, atau
pengikat yang terdaftar yang disetujui untuk tujuan tersebut,
atau ditempatkan dalam lemari atau dinding yang
konstruksinya masuk ke dalam.
v. Jarak antara APAR dengan lantai ≥ 10 cm
vi. Instruksi pengoperasian harus ditempatkan pada bagian depan
dari APAR dan harus terlihat jelas
29
vii. Label sistem identifikasi bahan berbahaya, label pemeliharaan
enam tahun, label uji hidrostatik, atau label lain harus tidak
boleh ditempatkan pada bagian depan dari APAR atau
ditempelkan pada bagian depan APAR.
viii. APAR harus mempunyai label yang ditempelkan untuk
memberikan informasi nama manufaktur atau nama agennya,
alamat surat dan nomor telepon
ix. APAR diinspeksi secara manual atau dimonitor secara
elektronik
x. APAR diinspeksi pada setiap interval waktu kira-kira 30 hari
xi. Arsip dari semua APAR yang diperiksa (termasuk tindakan
korektif yang dilakukan) disimpan
xii. Dilakukan pemeliharaan terhadap APAR pada jangka waktu ≤
1 tahun
xiii Setiap APAR mempunyai kartu atau label yang dilekatkan
dengan kokoh yang menunjukkan bulan dan tahun
dilakukannya pemeliharaan
xiv. Pada label pemeliharaan terdapat identifikasi petugas yang
melakukan pemeliharaan (Permen PU, 2008)
2.3.5 Utilitas Bangunan Gedung
a. Sumber Daya Listrik
Daya listrik yang dipasok untuk mengoperasikan sistem daya
listrik darurat diperoleh sekurang-kurangnya dari dua sumber tenaga
listrik, yaitu dari PLN atau sumber daya listrik darurat berupa batere,
generator, dan lain-lain. Sumber daya listrik darurat harus
30
direncanakan dapat bekerja secara otomatis apabila sumber daya listrik
utama tidak bekerja dan harus dapat bekerja setiap saat (Permen PU,
2008).
Menurut Peraturan Menteri No.26/PRT/M/2008, sumber daya
listrik yang digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut.
i. Daya listrik yang dipasok untuk mengoperasikan sistem daya
listrik darurat diperoleh sekurang-kurangnya dari PLN atau
sumber daya listrik darurat.
ii. Bangunan gedung atau ruangan yang sumber daya listrik
utamanya dari PLN harus dilengkapi juga dengan generator
sebagai sumber daya listrik darurat.
iii. Semua kabel distribusi yang melayani sumber daya listrik
darurat harus memenuhi kabel dengan Tingkat Ketahanan Api
(TKA) selama 1 jam (Permen PU, 20008)
b. Pusat Pengendali Kebakaran
Sarana yang ada di pusat pengendali kebakaran dapat
digunakan untuk melakukan tindakan pengendalian dan pengarahan
selama berlangsungnya operasi penanggulangan kebakaran atau
penangan kondisi darurat lainnya dan melengkapi sarana alat
pengendali, panel kontrol, telepon, mebel, peralatan dan sarana lainnya
(Permen PU, 2008).
Menurut Peraturan Menteri No.26/PRT/M/2008, pusat
pengendali kebakaran yang digunakan harus memenuhi kriteria
sebagai berikut.
31
i. Pintu yang menuju ruang pengendali membuka ke arah dalam
ruang tersebut.
ii. Pintu pada ruang pengendali kebakaran dapat dikunci.
iii. Pintu tidak terhalang oleh orang yang menggunakan jalur
evakuasi dari dalam bangunan
iv. Ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan panel
indikator kebakaran dan sakelar kontrol dan indikator visual
yang diperlukan untuk semua pompa kebakaran kipas
pengendali asap, dan peralatan pengamana kebakaran lainnya
yang dipasang di dalam bangunan.
v. Ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan telepon
yang memiliki sambungan langsung.
vi. Luas lantai ruang pengendali kebakaran ≥ 10 m2.
vii. Panjang dari sisi bagian dalam ruang pengendali kebakaran ≥
2,5 meter
viii. Terdapat ventilasi di ruang pengendali kebakaran.
ix. Permukaan luar pintu yang menuju ke dalam ruang pengendali
diberi tanda dengan tulisan “Ruang Pengendali Kebakaran”
x. Huruf pada tanda ruang pengendali kebakaran memiliki tinggi
≥ 50 mm
xi. Warna huruf pada tanda ruang pengendali kebakaran kontras
dengan latar belakangnya (Permen PU, 2008)
c. Sistem Proteksi Petir
Menurut Permen PU No. 26 tahun 2008, bahwa setiap
bangunan gedung harus dilengkapi dengan instalasi sistem proteksi
32
petir (SPP) yang melindungi bangunan, manusia dan peralatan di
dalamnya terhadap bahaya sambaran petir. Instalasi SPP bangunan
gedung di pasang dengan memperhatikan faktor letak, sifat geografis,
kemungkinan sambaran petir, kondisi petir dan densitas sambaran petir
ke tanah serta risiko petir terhadap peralatan dan lain-lain. Menurut
Peraturan Menteri No.26/PRT/M/2008, perencanaan, pelaksanaan dan
pengujian instalasi sistem proteksi petir dilakukan oleh tenaga yang
ahli (Permen PU, 2008).
Berikut adalah persyaratan sistem proteksi petir menurut
Permen PU No. 26 tahun 2008:
i. Tersedia sistem proteksi petir
ii. Perencanaan, pelaksanaan dan pengujian instalasi sistem
proteksi petir dilakukan oleh tenaga yang ahli
2.4 Teknik Skoring
Teknik skoring dimaksudkan untuk mengetahui tingkat pemenuhan secara
keseluruhan komponen dengan melihat kesesuaian item data dengan peraturan
perundang-undangan. Menurut Badan Penelitian Bangunan Departemen Pekerjaan
Umum Tahun 2005, pembobotan terhadap setiap komponen sistem proteksi
kebakaran tersebut dilakukan dengan metode Analytical Hierarchycal Process (AHP)
(Puslitbang Departemen PU, 2005).
Maka pembobotan komponen tersebut sebagai berikut:
33
Tabel 2.1
Pembobotan Sistem Proteksi Kebakaran
No. Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan
Pembobotan
1 Akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran 20%
2 Sarana penyelamatan jiwa 20%
3 Sistem proteksi kebakaran pasif 20%
4 Sistem proteksi kebakaran aktif 20%
5 Utilitas bangunan gedung 20%
Sumber: Puslitbang Departemen PU Tahun 2005
Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012 mengenai SMK3 menyebutkan
bahwa penjadwalan pemeriksaan dan pemeliharaan terhadap mesin-mesin dan alat
produksi, alat-alat pengaman maupun sistem proteksi keadaan darurat, semuanya
telah ditetapkan oleh peraturan perundangan, standar dan pedoman teknis yang
berlaku. Sistem proteksi kebakaran, yang mencakup utilitas bangunan gedung, akses
dan pasokan air pemadam kebakaran, sarana penyelamatan jiwa, sarana proteksi pasif
dan sarana proteksi aktif perlu diperiksa, dan diuji secara berkala. Kemudian hasil
tersebut didokumentasikan dan dianalisis untuk menentukan tingkat pemenuhan
sesusai dengan standar yang telah menjadi acuan (Peraturan Pemerintah Nomor 50,
2012).
2.5 Tingkat Pemenuhan
Menurut Saptaria dkk., dalam penelitiannya mengenai “Pemeriksaan
Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung” dimana untuk menentukan tingkat
keandalan keselamatan bangunan dilakukan dengan mengklasifikasikan berdasarkan
nilai keandalan sistem keselamatan bangunan yang didapatkan dari hasil pengukuran
kinerja sistem berdasarkan standar keselamatan bangunan yang berlaku (Saptaria dkk,
2005).
Maka didapatkan tingkat penilaian audit kebakaran sebagai berikut:
34
Tabel 2.2
Tingkat Penilaian Audit Kebakaran
Nilai Tingkat Keandalan Keterangan
>80% - 100%
Baik
Secara keseluruhan komponen sistem
proteksi kebakaran berfungsi sempurna atau
kapasitasnya sesuai dengan ketetapan dalam
spesifikasi
60% - 80% Cukup
Sebagian besar komponen sistem proteksi
kebakaran berfungsi dengan baik, tetapi
terdapat sebagian lain komponen utilitas
yang berfungsi kurang sempurna atau
kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan
dalam spesifikasi
<60% Kurang
Sebagian besar komponen sistem proteksi
kebakaran tidak berfungsi atau kapasitasnya
jauh dibawah dari yang ditetapkan dalam
spesifikasi
0% Tidak ada
Komponen sistem proteksi kebakaran tidak
memiliki kesesuaian sama sekali dari yang
ditetapkan dalam spesifikasi
Sumber : Puslitbang Departemen PU Tahun 2005
35
2.6 Kerangka Teori
Bagan 2.1 Bagan Alur Kerangka Teori
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 Tahun 2008
Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 26 Tahun 2008
Akses dan pasokan air
untuk pemadam
kebakaran
Sarana Penyelamatan
Jiwa
Sistem Proteksi
Kebakaran Pasif
Sistem Proteksi
Kebakaran Aktif
Utilitas Bangunan
Gedung
a. Konstruksi tahan api
b. Bahan pelaspis
interior
c. Partisi penghalang
asap
d. Partisi penghalang
api
a. Sarana jalan keluar
b. Pintu darurat
c. Pencahayaan
darurat
d. Tanda petunjuk
arah evakuasi
a. Sistem detektor
kebakaran
b. Alarm kebakaran
c. Titik panggil manual
d. Sistem springkler
otomatik
e. Sistem hidran
f. Sistem pipa tegak
g. APAR
a. Sumber daya listrik
b. Pusat pengendali
kebakaran
c. Sistem proteksi petir
36
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep mengacu pada komponen sistem proteksi kebakaran yang
diteliti, diantaranya akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran, sarana
penyelamatan jiwa, sistem proteksi kebakaran pasif, sistem proteksi kebakaran aktif,
dan utilitas bangunan gedung yang disesuaikan dengan standar acuan Peraturan
Menteri PU No. 26 tahun 2008.
Untuk sub komponen bahan pelapis interior, partisi penghalang asap, partisi
penghalang api pada komponen sistem proteksi kebakaran pasif tidak diperiksa
dikarenakan tidak terdapat pada bangunan yang diteliti. Berdasarkan keterangan dari
salah satu staf Unit Kerja SHE di Pabrik Personal Wash, bahwasanya untuk sub
komponen tersebut lebih optimal apabila diaplikasikan pada struktur bangunan
gedung dengan ruangan yang berlorong-lorong ataupun yang bersekat-sekat,
sedangkan pada struktur bangunan gedung ruangan utama (Unit Proses) yang
digunakan untuk kegiatan produksi di Pabrik Personal Wash memiliki ruangan yang
cukup luas dengan langit-langit yang cukup tinggi dan tanpa sekat ataupun lorong-
lorong, sehingga selain karena alasan yang kurang optimal, pengaplikasian sub
komponen tersebut juga akan membutuhkan biaya yang cukup besar.
Berikut kerangka konsep dalam bagan 3.1.
37
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Sistem Proteksi Kebakaran
Akses dan pasokan air
untuk pemadam
kebakaran
Sarana Penyelamatan
Jiwa
Sistem Proteksi
Kebakaran Pasif
Sistem Proteksi
Kebakaran Aktif
Utilitas Bangunan
Gedung
a. Konstruksi tahan api
a. Sarana jalan keluar
b. Pintu darurat
c. Pencahayaan
darurat
d. Tanda petunjuk
arah evakuasi
a. Sistem detektor
kebakaran
b. Alarm kebakaran
c. Titik panggil manual
d. Sistem springkler
otomatik
e. Sistem hidran
f. Sistem pipa tegak
g. APAR
a. Sumber daya listrik
b. Pusat pengendali
kebakaran
c. Sistem proteksi petir
38
3.2 Definisi Istilah
Tabel 3.1
Definisi Istilah
No Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil Ukur
1 Sistem
proteksi
kebakaran
Satu kesatuan peralatan yang
terdiri dari komponen-komponen
tertentu (akses dan pasokan air
untuk pemadam kebakaran, sarana
penyelamatan jiwa, sistem
proteksi kebakaran pasif, sistem
proteksi kebakaran aktif, dan
utilitas bangunan gedung) yang
saling berkaitan satu sama lainnya
dalam hal pencegahan dan
penanggulangan kebakaran.
Observasi,
wawancara,
telaah
dokumen
Lembar observasi, pedoman
wawancara, digital camera,
sound recorder, meteran,
Permen PU No. 26 (2008),
WIPW 16-018 tentang
pemeliharaan fire water pump,
WIPW 17-85 tentang
pemeliharaan fire detector,
WIPW 11-102 tentang
pemeliharaan hidran, WIPW
39-102 tentang pemeliharaan
APAR, lembar inspeksi
APAR, WIPW 19-02 tentang
pemeliharaan SPP, laporan
hasil inspeksi dan pengujian
SPP, WIPW 20-08 tentang
pemeliharaan diesel generator,
WIPW 12-53 tentang
pemeliharaan emergency light,
laporan hasil inspeksi dan
pengujian emergency light
1. “baik” apabila seluruh komponen
memiliki tingkat kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila seluruh komponen
memiliki tingkat kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila seluruh komponen
memiliki tingkat kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila seluruh komponen
memiliki tingkat kesesuaian 0%
39
No Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil Ukur
2. Akses dan
Pasokan Air
untuk
Pemadam
Kebakaran
Akses dan pasokan air untuk
pemadam kebakaran adalah akses
jalan didalam area pabrik yang
dapat dilalui oleh mobil/truk
pemadam kebakaran dan sumber
air yang digunakan untuk kegiatan
penanggulangan kebakaran oleh
petugas pemadam kebakaran.
Observasi,
wawancara,
telaah
dokumen
Lembar observasi, pedoman
wawancara, digital camera,
sound recorder, meteran,
Permen PU No.
26/PRT/M/2008, telaah
dokumen milik perusahaan
(WIPW 16-018 tentang
pemeliharaan fire water pump,
WIPW 16-020 tentang
pemeliharaan water treatment
unit, laporan hasil inspeksi dan
pengujian fire water pump,
laporan hasil inspeksi dan
pengujian fire water
treatment)
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
3. Sarana
Penyelamatan
Jiwa
Fasilitas didalam bangunan
gedung yang digunakan untuk
kegiatan evakuasi saat terjadi
kebakaran.
Observasi,
telaah
dokumen
Lembar observasi, pedoman
wawancara, digital camera,
sound recorder, meteran,
Permen PU No.
26/PRT/M/2008, telaah
dokumen milik perusahaan
(laporan inspeksi dan
pengujian diesel generator)
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
3.a Sarana Jalan
Keluar
Jalan didalam bangunan gedung
yang dapat diakses oleh karyawan
atau seseorang, yang digunakan
untuk kegiatan evakuasi saat
terjadi kebakaran dengan titik
muara berupa bagian luar dari
bangunan gedung atau tempat
terbuka.
Observasi Lembar observasi, digital
camera, meteran, Permen PU
No. 26/PRT/M/2008
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
40
No Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil Ukur
3.b Pintu darurat Pintu yang dapat melokalisir api
atau mencegah penyebaran api
karena kemampuannya yang dapat
menutup sendiri (pintu dengan
engsel berupa per, pegas atau
suspensi) dan bersifat tahan api
yang digunakan untuk kegiatan
evakuasi saat terjadi kebakaran.
Observasi Lembar observasi, digital
camera, Permen PU No.
26/PRT/M/2008
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
3.c Pencahayaan
darurat
Lampu yang akan hidup saat
terjadi kebakaran atau saat
pencahayaan utama mati yang
digunakan untuk kegiatan
evakuasi.
Observasi,
telaah
dokumen
Lembar observasi, digital
camera, laporan hasil inspeksi
dan pengujian diesel generator,
laporan hasil inspeksi dan
pengujian pencahayaan
darurat, Permen PU No.
26/PRT/M/2008
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
3.d Tanda
petunjuk arah
evakuasi
Tanda, gambar atau tulisan yang
ditempatkan di lokasi-lokasi
strategis atau di persimpangan
jalan didalam bangunan gedung
untuk mengarahkan karyawan
atau seseorang ke jalur evakuasi
atau bagian luar bangunan atau
tempat terbuka terdekat saat
terjadi keadaan darurat.
Observasi Lembar observasi, digital
camera, meteran, Permen PU
No. 26/PRT/M/2008
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
41
No Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil Ukur
4. Sistem
proteksi
kebakaran
pasif
Satu kesatuan alat, sarana atau
fasilitas yang saling berkaitan
yang dapat bekerja tanpa
membutuhkan pengoperasian
tertentu yang berfungsi untuk
mencegah penyebaran api atau
melokalisir api didalam bangunan
gedung.
Observasi,
wawancara
Lembar observasi, pedoman
wawancara, digital camera,
sound recorder, meteran,
Permen PU No.
26/PRT/M/2008
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
4.a Konstruksi
tahan api
Dinding didalam bangunan
gedung yang bersifat tahan api
yang membagi bangunan gedung
menjadi beberapa ruangan untuk
mencegah penyebaran api atau
melokalisir api.
Observasi,
wawancara,
Lembar observasi, pedoman
wawancara, digital camera,
sound recorder, Permen PU
No. 26/PRT/M/2008
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
5. Sistem
proteksi
kebakaran
aktif
Satu kesatuan alat atau fasilitas
yang saling berkaitan yang
membutuhkan pengoperasian
khusus dari seseorang, atau
membutuhkan suatu pemicu untuk
mengaktifkannya, yang digunakan
saat kegiatan penanggulangan
kebakaran.
Observasi,
wawancara,
telaah
dokumen
Lembar observasi, pedoman
wawancara, digital camera,
sound recorder, meteran,
Permen PU No.
26/PRT/M/2008, telaah
dokumen milik perusahaan
(WIPW 17-85 tentang
pemeliharaan fire detector,
laporan hasil inspeksi dan
pengujian detektor, WIPW 11-
102 tentang pemeliharaan
hidrant, laporan hasil inspeksi
dan pengujian hidran)
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
42
No Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil Ukur
5.a Sistem
detektor
kebakaran
Satu kesatuan alat yang saling
berkaitan yang berfungsi untuk
mendeteksi potensi bahaya
kebakaran.
Observasi,
wawancara,
telaah
dokumen
Lembar observasi, pedoman
wawancara, digital camera,
sound recorder, Permen PU
No. 26/PRT/M/2008, telaah
dokumen milik perusahaan
(WIPW 17-85 tentang
pemeliharaan fire detector,
laporan hasil inspeksi dan
pengujian detektor)
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
5.b Alarm
kebakaran
Alat yang berfungsi sebagai tanda
peringatan berupa bunyi kepada
seluruh karyawan atau seseorang
didalam area pabrik saat terjadi
keadaan darurat.
Observasi,
wawancara
Lembar observasi, pedoman
wawancara, digital camera,
sound recorder, Permen PU
No. 26/PRT/M/2008
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
5.d Sistem
springkler
otomatik
Satu kesatuan alat yang saling
berkaitan satu sama lain yang
apabila terpicu akan
memancarkan air secara otomatis
saat terjadi kebakaran.
Observasi,
wawancara,
telaah
dokumen
Lembar observasi, pedoman
wawancara, digital camera,
sound recorder, meteran,
Permen PU No.
26/PRT/M/2008
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
43
No Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil Ukur
5.e Sistem hidran Satu kesatuan alat yang saling
berkaitan satu sama lain yang
terdiri dari slang dan mulut pancar
atau nozzle yang digunakan untuk
mengalirkan air bertekanan dari
sistem pipa tegak saat terjadi
kebakaran
Observasi,
telaah
dokumen
Lembar observasi, digital
camera, Permen PU No.
26/PRT/M/2008, telaah
dokumen milik perusahaan
(WIPW 11-102 tentang
pemeliharaan hidrant, laporan
hasil inspeksi dan pengujian
hidran)
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
5.f Sistem pipa Satu kesatuan alat yang saling
berkaitan satu sama lain yang
tersusun dari pemipaan, katup,
sambungan slang, pipa mengarah
keatas atau pipa tegak, dan
bertekanan air yang digunakan
untuk pemasangan terhadap slang
hidran ataupun slang dari mobil
pemadam kebakaran saat terjadi
kebakaran untuk memadamkan
api.
Observasi,
wawancara
Lembar observasi, pedoman
wawancara, digital camera,
sound recorder, Permen PU
No. 26/PRT/M/2008
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
5.g APAR Alat pemadam api yang bisa
diangkut, diangkat, dan
dioperasikan oleh satu orang.
Observasi,
wawancara,
telaah
dokumen
Lembar observasi, pedoman
wawancara, sound recorder,
digital camera, meteran,
Permen PU No.
26/PRT/M/2008, telaah
dokumen milik perusahaan
(WIPW 39-102 tentang
pemeliharaan APAR, lembar
inspeksi APAR)
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
44
No Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil Ukur
6. Utilitas
bangunan
gedung
Sarana pendukung yang ada
dalam suatu bangunan gedung
yang digunakan untuk menunjang
proses kegiatan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran.
Observasi,
wawancara,
telaah
dokumen
Lembar observasi, pedoman
wawancara, digital camera,
sound recorder, meteran,
Permen PU No.
26/PRT/M/2008, telaah
dokumen milik perusahaan
(WIPW 13-67 tentang
pemeliharaan diesel generator,
laporan hasil inspeksi dan
pengujian diesel generator,
WIPW 19-02 tentang
pemeliharaan SPP, Laporan
hasil inspeksi dan pengujian
SPP)
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
6.a Sumber daya
listrik
Sarana atau fasilitas yang tersedia
untuk memasok atau menyediakan
daya listrik pada bangunan
gedung yang digunakan untuk
kegiatan proses produksi maupun
saat keadaan darurat.
Wawancara,
telaah
dokumen
Lembar observasi, pedoman
wawancara, sound recorder,
Permen PU No.
26/PRT/M/2008, telaah
dokumen milik perusahaan
(WIPW 13-67 tentang
pemeliharaan diesel generator)
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
45
No Istilah Definisi Metode Instrumen Hasil Ukur
6.b Pusat
pengendali
kebakaran
Suatu ruangan khusus yang berisi
panel kontrol peralatan pengaman
kebakaran yang berfungsi untuk
memberikan peringatan keadaan
darurat secara manual,
mengaktifkan pompa air yang
digunakan untuk memasok air
pada sistem pipa tegak dan
springkler, alat untuk mendeteksi
kebakaran, dan pengoperasian
peralatan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran
lainnya.
Observasi,
wawancara
Lembar observasi, pedoman
wawancara, digital camera,
sound recorder, meteran,
Permen PU No.
26/PRT/M/2008
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
6.c Sistem
proteksi petir
Satu kesatuan alat yang saling
berkaitan yang berfungsi untuk
mencegah atau menahan
sambaran petir agar tidak terjadi
kebakaran pada suatu bangunan
gedung ataupun akibat lain dari
sambaran petir.
Observasi,
wawancara,
telaah
dokumen
Lembar observasi, pedoman
wawancara, digital camera,
sound recorder, Permen PU
No. 26/PRT/M/2008, telaah
dokumen milik perusahaan
(WIPW 19-02 tentang
pemeliharaan SPP, Laporan
hasil inspeksi dan pengujian
SPP)
1. “baik” apabila memiliki tingkat
kesesuaian >80-100%,
2. “cukup” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 60-80%,
3. “kurang” apabila memiliki tingkat
kesesuaian <60%,
4. “tidak ada” apabila memiliki tingkat
kesesuaian 0%
46
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif yang menggambarkan tingkat pemenuhan
sistem proteksi kebakaran di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk
Rungkut Surabaya Tahun 2016 berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor 26 tahun 2008.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk
Rungkut Surabaya pada bulan Februari – Maret Tahun 2016.
4.3 Informan
Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling, yaitu peneliti
mempunyai pertimbangan dan kriteria tertentu dalam pengambilan informan sesuai
dengan tujuan penelitian (Notoatmodjo, 2010).
Kriteria informan yang terlibat dalam penelitian ini adalah yang mengetahui
secara mendalam atau profesional, bertangggungjawab dan berhubungan langsung,
berkenaan dengan sistem proteksi kebakaran di Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya.
4.3.1 Informan Kunci
Informan kunci adalah informan yang mengetahui secara mendalam
atau profesional mengenai kajian suatu penelitian, namun tidak berkaitan
langsung secara struktural organisasi dengan objek penelitian yang sedang
diteliti untuk menghindari adanya subjektifitas pada hasil penelitian. Kepada
informan kunci dilakukan diskusi bersama dengan peneliti untuk menentukan
47
dan menyempurnakan nilai ukur dari hasil tingkat pemenuhan sistem proteksi
kebakaran berdasarkan data yang telah diperoleh melalui kegiatan penelitian
sebelumnya oleh peneliti. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Gian
Tiara Putra, ST. yang merupakan salah seorang staf SHE di PT KAI Bandung.
Informan kunci tersebut membantu peneliti dalam memberikan penilaian
terhadap beberapa elemen sistem proteksi kebakaran yang kesesuaiannya
masih kurang dari yang ditetapkan dalam persyaratan standar acuan.
4.3.2 Informan Utama
Informan utama adalah informan yang paling mengetahui informasi
dan berkaitan langsung dengan objek penelitian. Informan utama dalam
penelitian ini adalah Patria Mahendra Data, ST. yang merupakan salah seorang
staf SHE di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut
Surabaya. Staf SHE dipilih sebagai informan utama dikarenakan staf SHE
yang paling mengetahui informasi, berkaitan langsung, dan berperan utama
dalam proses pengadaan, pemeriksaan, dan pemeliharaan terhadap sistem
proteksi kebakaran di Pabrik Personal Wash. Kepada informan utama
dilakukan wawancara mendalam oleh peneliti untuk mendapatkan data hasil
wawancara mengenai komponen sistem proteksi kebakaran yang diteliti, untuk
mendukung kevaliditasan data hasil observasi.
4.3.3 Informan Pendukung
Informan pendukung adalah informan yang secara struktural organisasi
terlibat dalam objek yang sedang diteliti. Informan pendukung dalam
penelitian ini adalah Dodi Priambodo yang merupakan salah seorang staf
security di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut
Surabaya. Staf security dipilih sebagai informan pendukung dikarenakan staf
48
security merupakan Tim Inti Pemadam Kebakaran di Pabrik Personal Wash
yang telah berkualifikasi atau mendapatkan pendidikan dan pelatihan
mengenai tindakan saat keadaan darurat dan pengoperasian alat – alat
pemadam kebakaran (pompa air untuk hidran, sistem hidran, APAR, dll),
sehingga selain memiliki kapasitas informasi mengenai sistem proteksi
kebakaran, secara struktural juga terlibat langsung dalam proses pencegahan
dan penanggulangan kebakaran. Kepada informan pendukung dilakukan
wawancara mendalam oleh peneliti untuk mendapatkan data hasil wawancara
mengenai komponen sistem proteksi kebakaran yang diteliti, untuk
dibandingkan dan mendukung kevaliditasan data hasil wawancara dengan
informan utama.
Tabel 4.1
Pemilihan Informan
Informan Status Informan Metode Kode Informan
Staf SHE Utama Wawancara KI - 1
Staf security Pendukung Wawancara KI - 2
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain yaitu:
a. Lembar observasi, digunakan ketika melakukan pengamatan atau observasi
terhadap kondisi aktual dari komponen sistem proteksi kebakaran yang diteliti.
b. Pedoman wawancara, berisi daftar pertanyaan yang digunakan saat kegiatan
wawancara peneliti dengan informan utama dan informan pendukung.
c. Digital camera, digunakan untuk mendokumentasikan hasil observasi
terhadap komponen sistem proteksi kebakaran yang diteliti sebagai alat bukti
kondisi aktual.
49
d. Sound recorder, digunakan untuk merekam kutipan hasil wawancara,
pernyataan, atau suara dari informan.
e. Meteran, digunakan untuk melakukan pengukuran jarak atau panjang pada
beberapa komponen sistem proteksi kebakaran yang diteliti, diantaranya: lebar
jalan jalur masuk yang dilalui mobil pemadam kebakaran, lebar akses EXIT,
ukuran panjang x lebar tanda petunjuk arah, ketinggian titik panggil manual
dari lantai, jarak antar titik panggil manual, jarak antar kepala springkler, jarak
antar hidran, jarak ketinggian peletakan APAR dari lantai, jarak antar APAR,
dan luas lantai ruang pengendali kebakaran.
4.5 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder, dengan rincian sebagai berikut:
4.5.1. Data Primer
4.5.1.1 Data Observasi
Data observasi adalah data yang didapatkan dari hasil
pengamatan langsung oleh peneliti terhadap komponen sistem proteksi
kebakaran yang berpedoman pada instrumen penelitian berupa lembar
observasi dan didokumentasikan menggunakan digital camera.
4.5.1.2 Data Wawancara
Data wawancara adalah data yang didapatkan dari hasil
wawancara peneliti dengan informan sebagai metode untuk
meningkatkan kevaliditasan data atau memperkuat data observasi.
Wawancara ditujukan kepada Staf SHE, dan staf security di Pabrik
Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya, dengan
instrumen penelitian berupa pedoman wawancara dan sound recorder.
50
4.5.2 Data Sekunder
4.5.2.1 Telaah Dokumen
Telaah dokumen adalah data yang didapatkan dari hasil
menelaah dokumen milik perusahaan yang berkaitan langsung dengan
komponen sistem proteksi kebakaran yang diteliti untuk mendukung
data observasi dan data wawancara (data primer). Data sekunder dalam
penelitian ini berupa telaah dokumen milik perusahaan yang berkaitan
dengan sistem proteksi kebakaran, diantaranya:
a. WIPW 16-018 tentang pemeliharaan fire water pump
b. WIPW 17-85 tentang pemeliharaan fire detector
c. WIPW 11-102 tentang pemeliharaan hidran
d Laporan hasil inspeksi dan pengujian hidran
e. WIPW 39-102 tentang pemeliharaan APAR
f. Lembar inspeksi APAR
g. WIPW 19-02 tentang pemeliharaan SPP
h Laporan hasil inspeksi dan pengujian SPP
i. WIPW 20-08 tentang pemeliharaan diesel generator
j. WIPW 12-53 tentang pemeliharaan emergency light
k. Laporan hasil inspeksi dan pengujian emergency light
4.6 Validasi Data
a. Triangulasi sumber
Triangulasi sumber dilakukan dengan cara melakukan pengambilan
data wawancara kepada beberapa informan yang berbeda kemudian
dibandingkan dengan data observasi, untuk memastikan kesesuaian antara data
51
observasi dengan data wawancara, ataupun untuk memastikan kesesuaian data
wawancara antar beberapa informan yang berbeda.
Tabel 4.2
Triangulasi Sumber
Komponen yang dilakukan triangulasi sumber Informan
Staf SHE Staf Security
Akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran √ √
Konstruksi Tahan Api √
Sistem Detektor Kebakaran √
Alarm Kebakaran √ √
Sistem Springkler Otomatik √ √
Sistem Pipa Tegak √
APAR √ √
Sumber Daya Listrik √ √
Pusat Pengendali Kebakaran √ √
Sistem Proteksi Petir √
b. Triangulasi Metode
Triangulasi metode dilakukan dengan cara mendapatkan data
penelitian dengan cara beberapa metode berbeda, diantaranya: observasi,
wawancara, dan telaah dokumen, yang kemudian dibandingkan antar satu
dengan lainnya untuk mendapatkan kesesuaian data antar data tersebut
(observasi, wawancara dan telaah dokumen). Pembandingan data dari antar
metode berbeda tersebut bertujuan untuk memastikan data yang diperoleh
merupakan hasil data yang tepat, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan.
52
Tabel 4.3
Validasi Data dengan Triangulasi Metode
No Komponen Sistem Proteksi Kebakaran
Triangulasi Metode
Observasi Wawancara Telaah
Dokumen
1 Akses dan pasokan air untuk pemadam
kebakaran √ √ √
2 Sarana Penyelamatan Jiwa
a. Sarana jalan keluar √
b. Pintu darurat √
c. Pencahayaan darurat √ √
d. Tanda petunjuk arah evakuasi √
3 Sistem Proteksi Kebakaran Pasif
Konstruksi tahan api √ √
4 Sistem Proteksi Kebakaran Aktif
a. Sistem Detektor kebakaran √ √
b. Alarm kebakaran √ √ √
c. Titik panggil manual √
d. Sistem Springkler otomatik √ √
e. Sistem Hidran √ √
f. Sistem pipa tegak √ √
g. APAR √ √ √
5 Utilitas Bangunan Gedung
a. Sumber daya listrik √ √ √
b. Pusat pengendali kebakaran √ √
c. Sistem proteksi petir √ √ √
4.7 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor 26 tahun 2008 sebagai standar acuan. Kegiatan analisis data ini
bertujuan untuk menentukan persentase tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran
secara keseluruhan. Secara rinci tahapan analisis data dalam penelitian ini sebagai
berikut:
a. Melakukan pemberian keterangan “sesuai” dan “tidak sesuai” pada masing-
masing elemen sesuai dengan gambaran kondisi aktual berdasarkan hasil data
observasi, wawancara, dan telaah dokumen. Pemberian keterangan “sesuai”
apabila kondisi aktual yang terpenuhi 60-100%, “tidak sesuai” apabila kondisi
aktual yang terpenuhi <60%.
53
b. Melakukan penghitungan penjumlahan rata-rata persentase dari setiap nilai
elemen pada masing-masing komponen untuk mengetahui tingkat pemenuhan
di tingkat komponen.
c. Setelah diketahui nilai tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran di tingkat
komponen, kemudian dilakukan penentuan tingkat pemenuhan secara
keseluruhan menggunakan teknik pembobotan berdasarkan metode Analytical
Hierarchycal Process (AHP) sesuai tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4
Pembobotan Sistem Proteksi Kebakaran
No. Komponen Sistem Proteksi Kebakaran Pembobotan
1 Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran 20%
2 Sarana Penyelamatan Jiwa 20%
3 Sistem Proteksi Kebakaran Pasif 20%
4 Sistem Proteksi Kebakaran Aktif 20%
5 Utilitas Bangunan Gedung 20%
Sumber: Puslitbang Departemen PU Tahun 2005
d. Untuk meningkatkan keakuratan nilai hasil ukur dari tingkat pemenuhan yang
telah dilakukan oleh peneliti, selanjutnya peneliti melakukan diskusi dengan
informan kunci, yakni Gian Tiara Putra, ST. yang merupakan salah seorang
staf SHE di PT KAI Bandung untuk membantu peneliti dalam menentukan
dan menyempurnakan nilai ukur tingkat pemenuhan sistem proteksi
kebakaran.
54
e. Melakukan pengkategorian tingkat keandalan berdasarkan nilai tingkat
pemenuhannya. Kategori tingkat keandalan tersebut dapat dilihat pada tabel
4.5 berikut:
Tabel 4.5
Tingkat Audit Kebakaran
Nilai Tingkat Keandalan Keterangan
>80% - 100%
Baik
Secara keseluruhan komponen sistem
proteksi kebakaran berfungsi sempurna atau
kapasitasnya sesuai dengan ketetapan dalam
spesifikasi
60% - 80% Cukup
Sebagian besar komponen sistem proteksi
kebakaran berfungsi dengan baik, tetapi
terdapat sebagian lain komponen utilitas
yang berfungsi kurang sempurna atau
kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan
dalam spesifikasi
<60% Kurang
Sebagian besar komponen sistem proteksi
kebakaran tidak berfungsi atau kapasitasnya
jauh dibawah dari yang ditetapkan dalam
spesifikasi
0% Tidak ada
Komponen sistem proteksi kebakaran tidak
memiliki kesesuaian sama sekali dari yang
ditetapkan dalam spesifikasi
Sumber : Puslitbang Departemen PU Tahun 2005
55
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut
Surabaya Tahun 2016
5.1.1 Sejarah Singkat Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk
Rungkut Surabaya
PT Unilever Indonesia Tbk merupakan bagian dari kelompok Unilever,
salah satu perusahaan terbesar di dunia dibidang barang kebutuhan dasar.
Unilever merupakan usaha gabungan Inggris - Belanda, mempunyai kantor
pusat yang berkedudukan di London dan Rotterdam, dan memiliki tenaga
kerja lebih dari 300,000 orang serta beroperasi di sekitar 75 negara. Pasaran
utama Unilever adalah detergen, pangan, dan barang kosmetika. Dalam skala
dunia, merek-merek barang yang dihasilkan Unilever lebih dikenal para
konsumen daripada nama Unilever sendiri. Berjuta-juta orang membeli
margarine BlueBand dan Flora, Es krim Conello, Magnum, Lipton, bubuk
detergen dan sabun krim Omo, sabun Sunlight, dan Lux, pasta gigi Pepsodent,
Pond’s, serta banyak lagi barang merek terkenal, tanpa sekalipun melihat
nama Unilever.
Unilever didirikan secara resmi pada tanggal 1 Januari 1930 dan
merupakan paduan antara “Margarine UNIon” dari negeri Belanda dan “Lever
Brothers” dari Inggris. Sementara Unilever Indonesia didirikan pada tanggal 5
Desember 1933 dengan nama Lever’s Zeep Fabriken NV (LZF).
Pusat Unilever dunia berada di dua negara yaitu Inggris dan Belanda,
sedangkan pabrik terbesar ada di Belanda. Untuk kantor pemasaran PT
56
Unilever Indonesia berpusat di Jakarta, sedangkan wilayah timur berada di
Surabaya. Unilever Indonesia - Rungkut Surabaya secara resmi berdiri pada
tanggal 20 Januari 1983 dengan nama Elida Gibbs. Kini, pabrik ini menjadi
PT Unilever Indonesia Tbk. Rungkut Factory atau biasa disebut ULI-Rungkut
yang terdiri dari Pabrik Personal Care dan Pabrik Personal Wash.
5.1.2 Gambaran Proses Produksi di Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya
a. Unit Blending (Pencampuran)
Unit blending (pencampuran) ini adalah proses awal dalam
pembuatan sabun. Pada unit ini dilakukan pencampuraan minyak
kelapa, minyak kelapa sawit, dan minyak kelapa sawit stearin dengan
komposisi tertentu (tergantung sabun yang akan dibuat, Lux atau
Lifebouy).
Semua minyak tersebut dipompa ke dalam tangki blending
untuk dicampur selama 30 menit. Kapasitas tangki adalah 30 ton
minyak, tetapi hanya diisi sebanyak 26 ton. Tangki blending ini
dilengkapi dengan pengaduk untuk menjaga· agar pencampuran
minyak berlangsung sempurna. Selain itu, untuk menjaga agar minyak
di dalam tangki tidak mengeras, tangki blending juga dilengkapi
dengan pemanas untuk menjaga suhu tangki pada 60°C. Minyak hasil
pencampuran di tangki blending akan disimpan di dalam blended oil
tank sebelum diproses lebih lanjut di unit CSM.
b. Unit CSM (Continuous Soap Making)
Unit CSM adalah bagian penting dalam proses pembuatan
sabun. Pada unit ini, minyak hasil pencampurnn akan direaksikan
57
dengan larutan NaOH secara kontinu yang akan menghasilkan sabun
dan gliserin. P.T. Unilever Indonesia di Rungkut, Surabaya memiliki 3
(tiga) unit CSM dengan kapasitas yang berbeda. Unit CSM-I memiliki
kapasitas sebesar 4 ton minyak/jam, sedangkan CSM-2 dan CSM-3
memiliki kapasitas sebesar 10 ten minyak/jam. Karena tingkat
produksi unit CSM-l yang lebih rendah dibandingkan dengan unit
CSM yang lain, maka sejak tabun 2004 unit CSM-l sudah tidak
beroperasi lagi, sehingga saat ini hanya ada 2 (dua) unit CSM yang
digunakan oleh P.T. Unilever Indonesia Surabaya, yaitu unit CSM-2
dan unit CSM-3.
Minyak hasil pencampuran dari blended oil tank dipompa
menuju oil constant level tank dengan kapasitas 2 m3. Ketinggian
minyak dalam oil constant level lank ini dijaga tetap konstan dengan
cara membuat minyak mengalami overflow, di mana minyak overflow
iii akan dialirkan kembali ke dalam blended oil tank. Hal yang sama
juga dilakukan terhadap larutan NaOH yang digunakan, di mana
larutan NaOH juga dialirkan ke dalam constant level tank. Fungsi dari
constant level tank sebagai penampungan sementara minyak dan
laruian NaOH adalah untuk menjaga agar laju alir minyak dan larutan
NaOH yang menuju ke dosing pump selalu konstan.
Sabun hasil pengendapan di scrap jitting tank utara akan
dialirkan menuju relay tank selatan dan dicampur dengan nat soap
yang berasal dati centrifuge dengan perbandingan 1:3. Karena sabun
yang dihasilkan dari scrap jitting tank ini berwarna gelap dengan
58
kualitas yang lebih rendah, maka sabun ini hanya digunakan sebagai
campuran dalam pembuatan sabun Lifebuoy Red.
c. Unit Lye Treatment
Unit lye treatment merupakan tahap awal pengolahan gliserin
yang merupakan produk samping dari pembuatan sabun. Unit ini
berfungsi untuk mengolah terlebih dahulu lye yang akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan gliserin. Lye dari unit CSM ditampung
dalam spent lye tank, kemudian diolah dalam empat bak dengan
kapasitas masing-masing 50 ton. Tiap bak dilengkapi dengan pipa-pipa
yang terletak di dasar bak, di mana pada permukaan luar pipa-pipa ini
terdapat lubang keluarnya udara tekan. Pipa ini digunakan sebagai
pengaduk dalam bak agar diperoleh larutan yang homogen dalam bak.
d. Unit Crude Glycerin
Pada unit ini, kadar gliserin dalam lye sebesar 25% akan
dinaikkan menjadi 80% dengan cara menguapkan air dan
mengendapkan garam. Unit ini terdiri dari 2 jenis evaporator yaitu
evaporator Ghana-Lamr dan evaporator Port Sunlight. Evaporator
Ghana-Lama menggunakan empat buah evaporator yang disusun
menjadi dua sistem double effect evaporator yang tersusun seri, yaitu
evaporator Ghana-1, Lama-I, Lama-2, dan Ghana-2. Proses evaporasi
pada Wlit ini berlangsungg secara kontinu dengan kapasitas evaporator
sebesar 6 ton lye/jam dengan level ketinggian cairan 60-65% dari
ketinggian evaporator.
59
e. Unit Drying
Unit drying bertujuan untuk menurunkan kadar air dalam sabun
sehingga akan meningkatkan kadar TFM sabun dari 63 % (neat soap)
menjadi 77 % untuk Lux dan 76% untuk Lifebuoy. Unit drying
memiliki 5 buah dryer dengan kapasitas berbeda. Dryer 1, 2, 3 dan 5
memiliki kapasitas sebesar 4 ton neat soap/jam, sedangkan dryer 4
berkapasitas 7 ton neat soap/jam.
f. Unit Packing
Unit packing bertujuan untuk menyempurnakan warna,
kandungan, tekstur, dan bentuk dari chip soap yang dihasilkan dari unit
drying. Selain itu, unit ini juga meliputi proses pencetakan dan
pengernasan produk akhir berupa sabun yang siap dipasarkan. Unit
packing P.T. Unilever Indonesia di Rungkut, Surabaya memiliki 11
buah packing line yang masing-masing terhubung dengan sebuah silo
bin.
Tablet sabun yang sudah dicetak akan diambil oleh tangkai
yang dihubungkan dengan vakum dan dilepas di atas conveyor belt
dengan tekanan angin, kemudian dibawa ke wrapper. Di sini, sabun
akan dibungkus dengan stiffner dan wrapper. Sabun yang telah
dibungkus akan dipak secara manual ke dalam kardus yang dapat
memuat 144 tablet sabun dan disimpan dalam gudang penyimpanan.
60
Bagan 5.1
Proses Produksi di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut
Surabaya
Sumber: Diolah Penulis
5.1.3 Identifikasi Potensi Bahaya Kebakaran dan Program Penanggulangan
Kebakaran di Pabrik Personal Wash (PW) PT Unilever Indonesia Tbk
Rungkut Surabaya Tahun 2016
Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya
merupakan perusahaan swasta gabungan yang bergerak di bidang produksi
sabun batang dimana dalam kegiatan proses produksinya menggunakan bahan
dan peralatan yang berpotensi menimbulkan kejadian kebakaran. Salah satu
cara untuk mengidentifikasi bahaya kebakaran adalah dengan mengidentifikasi
komponen terbentuknya api, yaitu: Oksigen (O2), Sumber Api/Panas dan
Bahan Bakar di area kerja.
Dari hasil identifikasi potensi bahaya kebakaran yang telah dilakukan
oleh Unit Kerja SHE Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk
Rungkut Surabaya, bahwasanya Pabrik Personal Wash memiliki potensi untuk
terjadi kebakaran yang tinggi (high risk), dimana dalam kegiatan produksinya
melibatkan banyak peralatan yang menghasilkan suhu dan tekanan yang
sangat tinggi, penggunaan bahan-bahan yang mudah terbakar, serta
Pencampuran/Blending
(minyak kelapa, minyak
kelapa sawit, dan minyak
kelapa sawit stearin)
Pencampuran
Lanjutan/Contonius
Soap Making
(ditambah NaOh)
Pengolahan
Gliserin/Lye
Treatment
Pengendapan
Gliserin/
Crude Glycerin
Pengeringan Sabun/
Drying
Pengepakan Produk/
Packing
61
penggunaan listrik bertegangan tinggi, serta dampak yang ditimbulkannya
juga sangat besar.
Untuk faktor panas yang menjadi unsur terjadinya kebakaran, berasal
dari mesin-mesin yang digunakan untuk kegiatan produksi, percikan api yang
dihasilkan dari mesin-mesin dan kegiatan dari pekerja seperti mengelas,
menggerinda dan lain-lain, dan adanya hubungan singkat pada kabel ataupun
peralatan listrik. Untuk faktor bahan bakar, berasal dari bahan padat seperti
kayu, meja, kertas, dan lain-lain. Bahan gas dan cair berasal dari solar, gas
LNG, minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak kelapa sawit stearin.
Secara karakteristik, potensi bahaya kebakaran di Pabrik Personal Wash
termasuk dalam klasifikasi kebakaran kelas B dan C, yakni kebakaran akibat
bahan cair atau gas yang mudah terbakar (solar, gas LNG, minyak kelapa,
minyak kelapa sawit, minyak kelapa sawit stearin) dan instalasi bertegangan
(hubungan arus pendek atau korsleting listrik dari penggunaan tegangan listrik
yang tinggi) (Dokumen perusahaan dari Unit Kerja SHE Pabrik Personal
Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016 berupa JSA
dan identifikasi bahaya kebakaran).
Untuk program simulasi kebakaran di Pabrik Personal Wash PT
Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya melibatkan seluruh tenaga kerja.
Program simulasi kebakaran dilakukan bertujuan untuk menguji efektifitas
prosedur tanggap darurat kebakaran. Hal ini dimaksudkan agar seluruh pekerja
mengetahui prosedur keadaan darurat, tata cara evakuasi, dan memastikan
agar setiap pekerja mengerti instruksi yang diberikan ketika terjadi keadaan
darurat. Program simulasi kebakaran diadakan satu kali dalam setahun yaitu
pada bulan Februari. Simulasi kebakaran dilaksanakan sesuai dengan prosedur
62
evakuasi darurat/kebakaran yang telah dibentuk. Sehingga, setelah simulasi
dilakukan, maka akan dilaksanakan diskusi evaluasi untuk melihat apakah
tindakan sudah sesuai prosedur (Wawancara pihak SHE dan telaah dokumen
perusahaan berupa Program Simulasi Kebakaran di Pabrik Personal Wash PT
Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya, 2016) .
Untuk program pelatihan dan pendidikan penanggulangan kebakaran
hanya diikuti oleh anggota Tim Tanggap Darurat yakni staf security yang
bekerja sama dengan Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya. Berdasarkan hasil
wawancara dengan pihak SHE, hal-hal yang dilakukan didalam pelatihan
tersebut diantaranya adalah pelatihan cara memindahkan atau mengevakuasi
korban, cara melakukan pemadaman api dengan karung atau APAR dan
Hidran, serta cara penyampaian informasi saat terjadi kebakaran (Wawancara
pihak SHE Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut
Surabaya, 2016).
5.2 Tingkat Pemenuhan Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran
Berikut adalah hasil tingkat pemenuhan akses dan pasokan air untuk pemadam
kebakaran dalam tabel 5.1
Tabel 5.1
Tingkat Pemenuhan Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran di Pabrik
Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1. Tersedia sumber air
berupa hidran halaman,
sumur kebakaran atau
reservoir air dan
sebagainya
Sumber air berasal dari air PDAM
kemudian diolah di water treatment plant
untuk mendapatkan kondisi air tertentu
agar aman untuk digunakan kegiatan
produksi maupun pasokan air untuk
hidran, disimpan di reservoir air
berkapasitas 500m3
Sesuai 100%
63
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
2. Setiap lingkungan
bangunan gedung harus
dilengkapi dengan sarana
komunikasi umum yang
dapat dipakai setiap saat
untuk memudahkan
penyampaian informasi
kebakaran
Tersedia titik panggil manual diseluruh
area pabrik untuk menyampaikan
kejadian kebakaran, terdapat microphone
di ruang security yang dapat digunakan
untuk menginformasikan kepada pekerja
apabila terjadi kebakaran melalui
pengeras suara yang tersebar diseluruh
area pabrik, terdapat alarm kebakaran
diseluruh area pabrik, terdapat telepon
sambungan langsung di masing-masing
unit kerja yang dapat digunakan untuk
sarana komunikasi antar area
Sesuai 100%
3 Tersedia jalur khusus
mobil pemadam
kebakaran
Tidak terdapat jalur khusus mobil
pemadam kebakaran, melainkan jalur
mobil pemadam kebakaran menjadi satu
dengan atau melalui jalur kendaraan
umum
Tidak
sesuai
0%
4 Tersedia jalan
lingkungan perkerasan di
dalam lingkungan
bangunan agar gedung
dapat dilalui oleh
kendaraan pemadam
kebakaran
Akses untuk menuju ke semua area atau
jalan didalam lingkungan bangunan
pabrik telah berupa jalan perkerasan
berupa aspal dan paving
Sesuai 100%
5 Lebar lapis perkerasan
pada jalur masuk yang
digunakan untuk mobil
pemadam kebakaran
lewat minimal 4 m
Lebar lapis perkerasan pada jalur masuk
adalah 6,54 meter
Sesuai 100%
6 Area jalur masuk kedua
sisinya ditandai dengan
warna yang kontras.
Tidak ada penandaan khusus untuk jalur
pemadam kebakaran dikarenakan tidak
terdapat jalur khusus mobil pemadam
kebakaran
Tidak
sesuai
0%
7 Area jalur masuk pada
kedua sisinya ditandai
dengan bahan yang
bersifat reflektif.
Tidak ada penandaan khusus untuk jalur
pemadam kebakaran dikarenakan tidak
terdapat jalur khusus mobil pemadam
kebakaran
Tidak
sesuai
0%
8 Penandaan jalur
pemadam kebakaran
diberi jarak antara tidak
lebih dari 3 m
Tidak ada penandaan khusus untuk jalur
pemadam kebakaran dikarenakan tidak
terdapat jalur khusus mobil pemadam
kebakaran
Tidak
sesuai
0%
9 Penandaan jalur
pemadam kebakaran
dibuat di kedua sisi jalur
Tidak ada penandaan khusus untuk jalur
pemadam kebakaran dikarenakan tidak
terdapat jalur khusus mobil pemadam
kebakaran
Tidak
sesuai
0%
64
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
10 Penandaan jalur
pemadam kebakaran
diberi tulisan “Jalur
pemadam kebakaran,
jangan dihalangi”
Tidak ada penandaan khusus untuk jalur
pemadam kebakaran dikarenakan tidak
terdapat jalur khusus mobil pemadam
kebakaran
Tidak
sesuai
0%
Tingkat Pemenuhan Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran 40%
Dari tabel 5.1, akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran memiliki
tingkat pemenuhan sebesar 40%, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
komponen akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran tidak berfungsi atau
kapasitasnya jauh dibawah dari yang ditetapkan dalam spesifikasi. Dari 10 elemen
yang diperiksa terdapat 4 elemen yang telah sesuai, dan 6 elemen yang tidak sesuai
dengan persyaratan.
Untuk elemen mengenai “tersedia sumber air berupa hidran halaman, sumur
kebakaran atau reservoir air dan sebagainya”, dari hasil observasi, wawancara dan
telaah dokumen milik perusahaan berupa WIPW 16-018 tentang pemeliharaan fire
water pump diketahui bahwa sumber air yang digunakan untuk pasokan air pemadam
kebakaran berasal dari air PDAM yang kemudian diolah di water treatment plant
untuk mendapatkan kondisi air tertentu agar aman digunakan sebelum disimpan di
reservoir air yang memiliki kapasitas 500m3. Air tersebut digunakan untuk kegiatan
produksi dan keperluan instalasi kebakaran. Berikut adalah kutipan hasil wawancara
yang dilakukan peneliti dengan informan penelitian mengenai sumber air pemadam
kebakaran:
“...air buat hidran itu sumbernya dari air PDAM trus diolah masuk ke water
treatment plant, setelah itu disimpen di reservoir. Untuk memasok air dari reservoir
ke hidran itu kita pake pompa air khusus yang ada belakang dekat sama reservoirnya
juga...” (KI-1)
65
Untuk elemen mengenai “setiap lingkungan bangunan gedung harus
dilengkapi dengan sarana komunikasi umum yang dapat dipakai setiap saat untuk
memudahkan penyampaian informasi kebakaran”, dari hasil observasi dan wawancara
diketahui bahwa tersedia titik panggil manual diseluruh area pabrik untuk
menyampaikan kejadian kebakaran, terdapat microphone di ruang security yang dapat
digunakan untuk menginformasikan kepada pekerja apabila terjadi kebakaran melalui
pengeras suara yang tersebar diseluruh area pabrik, terdapat alarm kebakaran
diseluruh area pabrik, terdapat telepon sambungan langsung di masing-masing unit
kerja yang dapat digunakan untuk sarana komunikasi antar area. Berikut adalah
kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan informan:
“...untuk menginformasikan kalo ada kebakaran itu disini ada speaker ya
yang ada di seluruh area pabrik. Ngasi taunya lewat ruang security, microphonenya
disana. Juga di tiap-tiap ruang unit kerja itu ada telepon, jadi bisa saling ngasi tahu
kalo ada kebakaran atau keadaan darurat gitu...” (KI-1)
“...disini ada microphone yang bisa digunakan untuk memberitahu kepada
seluruh karyawan kalau ada kejadian kebakaran atau keadaan darurat yang lain...”
(KI-2)
Untuk elemen mengenai “Tersedia jalur khusus mobil pemadam kebakaran”,
dari hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa tidak terdapat jalur khusus mobil
pemadam kebakaran dengan alasan mobil pemadam kebakaran masih dapat
menggunakan jalur jalan perkerasan umum yang ada di dalam pabrik, selain itu
karena tidak adanya lahan lebih untuk membuat jalur khusus mobil kebakaran di
dalam pabrik. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan informan:
“...untuk jalur khusus mobil pemadam kebakaran memang ga ada. Tapi kan
mobil kebakaran masih tetep bisa masuk lewat jalur umum di dalam pabrik kalau
terjadi kebakaran. Jadi menurut saya ya nggak terlalu bermasalah kalo jalur khusus
mobil pemadam kebakarannya nggak ada. Soalnya mau buat jalur khususnya juga
lahannya udah gak ada. Ya terpaksa mobil pemadam kebakarannya dilewatin ke
jalan umum didalam pabrik...” (KI-1)
Untuk elemen mengenai “Area jalur masuk kedua sisinya ditandai dengan
warna yang kontras; Area jalur masuk pada kedua sisinya ditandai dengan bahan yang
66
bersifat reflektif; Penandaan jalur pemadam kebakaran diberi jarak antara tidak lebih
dari 3 m; Penandaan jalur pemadam kebakaran dibuat di kedua sisi jalur; Penandaan
jalur pemadam kebakaran diberi tulisan “Jalur pemadam kebakaran, jangan
dihalangi”, dari hasil observasi diketahui bahwa tidak ada penandaan khusus untuk
jalur pemadam kebakaran.
Gambar 5.1
Fire Pump di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut
Surabaya Tahun 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti
5.3 Tingkat Pemenuhan Sarana Penyelamatan Jiwa
Komponen sarana penyelamatan jiwa terdiri dari sub komponen sarana jalan
keluar, pintu darurat, pencahayaan darurat, dan tanda petunjuk arah evakuasi. Berikut
adalah hasil penelitian pada masing- masing sub komponen tersebut.
5.3.1 Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar
Berikut adalah hasil sarana jalan keluar dalam tabel 5.2.
Tabel 5.2
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar di Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Terdapat koridor yang
digunakan sebagai akses EXIT
Terdapat 6 koridor EXIT yang
digunakan sebagai EXIT
pelepasan
Sesuai 100%
67
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
2 Sarana jalan keluar dipelihara
terus menerus bebas dari segala
hambatan atau rintangan
Terdapat perabot dipinggiran
pada jalur evakuasi yang
menutupi/melewati garis
pembatas jalur evakuasi. Hal ini
dapat menghambat jalannya
kegiatan evakuasi seperti
tersandung, terjatuh, dan
menabrak barang. Sarana jalan
keluar yang tidak terdapat
rintangan ini berjumlah 2 dari
total 6 sarana jalan keluar.
Tidak
sesuai
33,33%
3 Perabot, dekorasi atau benda-
benda lain tidak diletakkan
sehingga menggangu EXIT,
akses ke sana, jalan ke luar dari
sana atau mengganggu
pandangan
Terdapat lemari peralatan didekat
pintu EXIT pelepasan yang dapat
mengganggu akses dan
pandangan kesana. EXIT
pelepasan yang memenuhi
persyaratan ini berjumlah 2 dari
total 6 EXIT pelepasan.
Tidak
sesuai
33,33%
4 Tidak ada cermin yang dipasang
di dalam atau dekat EXIT
manapun sedemikian rupa yang
dapat membingungkan
Tidak terdapat cermin di sekitar
akses EXIT manapun
Sesuai 100%
5 Lebar akses EXIT ≥ 71 cm Lebar akses exit di bagian sisi
depan berupa pintu utama dengan
lebar 6,5m dan bagian sisi
belakang dengan lebar 6,2m,
bagian sisi samping dengan lebar
masing-masing 1,3m
Sesuai 100%
6 Jumlah sarana jalan keluar ≥ 2 Terdapat 6 sarana jalan keluar
yang masing-masing menuju exit
pelepasan/akhir
Sesuai 100%
7 EXIT berakhir pada jalan umum
atau bagian luar dari EXIT
pelepasan.
Seluruh exit pelepasan berakhir
pada bagian luar gedung berupa
jalan perkerasan yang ada
didalam lingkungan bangunan
gedung
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar 80,95%
Dari tabel 5.2, sub komponen sarana jalan keluar memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 80,95%. Dari 7 elemen terdapat 5 elemen yang telah
sesuai, dan 2 elemen yang tidak sesuai dengan persyaratan.
68
5.3.2 Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat
Berikut adalah hasil tingkat pemenuhan pintu darurat dalam tabel 5.3.
Tabel 5.3
Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia
Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Pintu pada sarana jalan keluar dari
jenis engsel atau pintu ayun
Seluruh pintu darurat berupa
jenis engsel atau pintu ayun
Sesuai 100%
2 Pintu dirancang dan dipasang
sehingga mampu berayun dari posisi
manapun hingga mencapai posisi
terbuka penuh
Seluruh pintu darurat dapat
terbuka penuh
Sesuai 100%
3 Pintu darurat membuka ke arah jalur
jalan keluar
Seluruh arah bukaan pintu
darurat adalah ke arah jalur
jalan keluar
Sesuai 100%
4 Pintu darurat tidak membutuhkan
sebuah anak kunci, alat atau
pengetahuan khusus atau upaya
tindakan untuk membukanya dari
dalam gedung
Seluruh pintu darurat tidak
membutuhkan suatu alat
apapun
Sesuai 100%
5 Grendel pintu darurat ditempatkan
87-120 cm di atas lantai
Seluruh grendel pintu darurat
berada pada 95 cm dari atas
lantai
Sesuai 100%
6 Pintu darurat tidak dalam posisi
terbuka setiap saat
Seluruh pintu darurat tidak
dalam posisi terbuka karena
dapat berayun otomatis
Sesuai 100%
7 Pintu darurat menutup sendiri atau
menutup otomatis
Seluruh pintu darurat dapat
berayun otomatis atau
menutup sendiri
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat 100%
Dari tabel 5.3, sub komponen pintu darurat memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 100%, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan
sub komponen pintu darurat berfungsi sempurna atau kapasitasnya sesuai
dengan ketetapan dalam spesifikasi yang berarti seluruh elemen yang
diperiksa telah sesuai dengan persyaratan.
Untuk elemen mengenai “Pintu pada sarana jalan keluar dari jenis
engsel atau pintu ayun”, dari hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa
69
seluruh pintu darurat berupa jenis engsel atau pintu ayun. Berikut adalah
kutipan hasil wawancara dengan informan:
“...iya, semuanya itu jenis pintu ayun...” (KI-1)
Untuk elemen mengenai “Pintu darurat tidak membutuhkan sebuah
anak kunci, alat atau pengetahuan khusus atau upaya tindakan untuk
membukanya dari dalam gedung”, dari hasil observasi dan wawancara
diketahui bahwa seluruh pintu darurat tidak membutuhkan suatu alat apapun.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan informan:
“...semua pintu darurat itu nggak dikunci. Setiap bulannya tim SHE itu
juga keliling buat inspeksi pintu darurat ini salah satunya...” (KI-1)
Gambar 5.2
Pintu Darurat di Unit Packing Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti
70
5.3.3 Tingkat Pemenuhan Pencahayaan Darurat
Berikut adalah hasil tingkat pemenuhan pencahayaan darurat dalam
tabel 5.4.
Tabel 5.4
Tingkat Pemenuhan Pencahayaan Darurat di Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Iluminasi jalan keluar utama
bukan merupakan pencahayaan
listrik yang dioperasikan dengan
batere dan jenis lain dari lampu
jinjing atau lentera
Sumber listrik utama berasal dari
PLN berkapasitas 5540 kVA
yang apabila mati digantikan
dengan generator cadangan
berkapasitas 400 kVA
Sesuai 100%
2 Tersedia pencahayaan darurat Seluruh area terdapat
pencahayaan darurat
Sesuai 100%
3 Pengujian fungsi pencahayaan
darurat dilakukan dalam jangka
waktu 30 hari untuk sekurang-
kurangnya 30 detik
Pengujian dilakukan setiap 6
bulan sekali atau setahun 2 kali
oleh tim engineering dan diawasi
oleh tim SHE.
Tidak
sesuai
0%
4 Rekaman tertulis dari inspeksi
visual dan pengujian disimpan
oleh pemilik bangunan gedung
Rekaman pengujian tertulis
disimpan di ruangan Unit Kerja
SHE
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Pencahayaan Darurat 75%
Dari tabel 5.4, sub komponen pencahayaan darurat memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 75%, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sub
komponen pencahayaan darurat berfungsi dengan baik, tetapi terdapat
sebagian lain komponen utilitas yang berfungsi kurang sempurna atau
kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan dalam spesifikasi. Dari 4 elemen
yang diperiksa terdapat 3 elemen telah sesuai, dan 1 elemen tidak sesuai
dengan persyaratan.
Untuk elemen mengenai “Pengujian fungsi pencahayaan darurat
dilakukan dalam jangka waktu 30 hari untuk sekurang-kurangnya 30 detik”,
dari hasil wawancara dan telaah dokumen milik perusahaan berupa laporan
hasil inspeksi dan pengujian emergency light dan WIPW 12-53 tentang
71
pemeliharaan emergency light, bahwa pengujian dilakukan setiap 6 bulan
sekali atau setahun 2 kali oleh tim engineering yang diawasi oleh tim SHE.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan informan:
“...lampu emergency yang ngetes itu kan tim engineering, jadi itu lebih
ke wewenang mereka. Juga dari hasil rapat kesepakatan antara SHE dan tim
engineering kalo lampu emergency itu cukup di cek 2 kali setahun. Kalo setiap
bulan itu terlalu cepat menurut kami dan ga efisien...”(KI-1)
5.3.4 Tingkat Pemenuhan Tanda Arah Evakuasi
Berikut adalah hasil tingkat pemenuhan tanda arah evakuasi dalam
tabel 5.5
Tabel 5.5
Tingkat Pemenuhan Tanda Arah Evakuasi di Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Terdapat tanda petunjuk
arah pada sarana jalan
keluar
Terdapat tanda petunjuk arah diseluruh
sarana jalan keluar
Sesuai 100%
2 Warna tanda petunjuk
arah nyata dan kontras
Warna tanda petunjuk arah adalah
hijau dengan tulisan berwarna putih
Sesuai 100%
3 Disetiap lokasi terdapat
tanda arah dengan
indikator arah
Disetiap lokasi terdapat tanda arah
dengan indikator arah
Sesuai 100%
4 Tanda arah dengan
iluminasi eksternal dan
internal harus dapat
dibaca pada kedua mode
pencahayaan normal dan
darurat.
Tanda arah berupa iluminasi internal
dapat dibaca pada kedua mode
pencahayaan normal dan darurat
Sesuai 100%
5 Tanda petunjuk arah
terbaca “EXIT” atau kata
lain yang tepat dan
berukuran ≥ 10 cm.
Tanda arah evakuasi pada sarana jalan
keluar berukuran 12 cm, sedangkan
tanda EXIT pada pintu keluar atau
EXIT pelepasan berukuran 15 cm
Sesuai 100%
6 Setiap tanda arah
diiluminasi terus menerus
Terdapat 14 tanda arah yang tidak
diiluminasi, 11 iluminasi tanda arah
sudah mati, dari jumlah keseluruhan
sebanyak 41 tanda arah
Tidak
sesuai
39,02%
7 Lebar huruf pada kata
EXIT ≥ 5 cm kecuali
huruf “I”
Lebar huruf EXIT pada tanda arah
adalah 6 cm
Sesuai 100%
72
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
8 Spasi minimum antara
huruf pada kata “EXIT”
≥ 1 cm
Spasi antara huruf pada kata EXIT
adalah 2 cm
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Tanda Arah Evakuasi 92,40%
Dari tabel 5.5, sub komponen tanda arah evakuasi memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 92,40%, maka dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan sub komponen tanda arah evakuasi berfungsi sempurna atau
kapasitasnya sesuai dengan ketetapan dalam spesifikasi. Dari 8 elemen yang
diperiksa terdapat 5 elemen yang telah sesuai, dan 1 elemen yang tidak sesuai
dengan persyaratan.
Untuk elemen mengenai “Setiap tanda arah diiluminasi terus
menerus”, dari hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa terdapat 14
tanda arah yang tidak diiluminasi, 11 iluminasi tanda arah sudah mati, dari
jumlah keseluruhan sebanyak 41 tanda arah. Berikut adalah hasil kutiapn
wawancara dengan informan:
“...ooh buat beberapa tanda iluminasi di area packing sama fisnishing
itu kan memang dari sononya sudah bersifat memantulkan sinar mas dan area
nya juga cukup terang, jadi menurut kami itu sudah nggak perlu untuk dikasih
pencahayaan khusus tanda itu. Iya itu yang sudah mati memang sebenarnya
sudah kami ajuin pas rapat-rapat tiap bulannya, tapi meskipun itu udah mati
masih bisa dilihat dengan jelas kok...” (KI-1)
73
Gambar 5.3 Tanda Arah Evakuasi di Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 5.4 Tulisan “EXIT” yang di Iluminasi di Pabrik Personal Wash
PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Berdasarkan pemaparan masing-masing sub komponen diatas, diketahui
bahwa komponen sarana penyelamatan jiwa yang terdiri dari sarana jalan keluar
memiliki tingkat pemenuhan sebesar 80,95%, pintu darurat memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 100%, pencahayaan darurat memiliki tingkat pemenuhan sebesar
75%, dan tanda arah evakuasi memiliki tingkat pemenuhan sebesar 92,40,%. Berikut
adalah rata-rata tingkat pemenuhan sarana penyelamatan jiwa dalam tabel 5.6.
Tabel 5.6
Tingkat Pemenuhan Sarana Penyelamatan Jiwa di Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Elemen Tingkat Pemenuhan
1 Sarana Jalan Keluar 80,95%
2 Pintu Darurat 100%
3 Pencahayaan Darurat 75,00%
4 Tanda Arah Evakuasi 92,40%
Rata-rata 87,08%
74
Dari tabel 5.6 didapatkan bahwa rata-rata tingkat pemenuhan sarana
penyelamatan jiwa adalah sebesar 87,08%.
5.4 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Pasif
Untuk komponen sistem proteksi pasif yang diperiksa terdiri dari sub
komponen konstruksi tahan api. Berikut adalah hasil tingkat pemenuhan sistem
proteksi pasif.
5.4.1 Tingkat Pemenuhan Konstruksi Tahan Api
Berikut adalah hasil tingkat pemenuhan konstruksi tahan api dalam
tabel 5.7
Tabel 5.7
Tingkat Pemenuhan Konstruksi Tahan Api di Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Terdapat dinding penghalang
api untuk membagi bangunan
gedung untuk mencegah
penyebaran api.
Terdapat dinding penghalang api
yang membagi ruangan utama
menjadi 3 bagian, yakni unit proses,
unit finishing, dan unit packing
Sesuai
100%
2 Terdapat pintu tahan api Terdapat pintu tahan api disetiap
sarana jalan keluar
Sesuai 100%
3 Dilakukan pemeliharaan
konstruksi tahan api
Tidak dilakukan pemeliharaan
terhadap konstruksi tahan api dan
pintu tahan api.
Tidak
sesuai
0%
4 Pintu tahan api harus
mempunyai perlengkapan
menutup sendiri atau menutup
secara otomatis.
Pintu tahan api dapat menutup
secara otomatis
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Konstruksi Tahan Api 75%
Dari tabel 5.7, sub komponen konstruksi tahan api memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 75%, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
komponen sistem proteksi kebakaran tidak berfungsi atau kapasitasnya jauh
dibawah dari yang ditetapkan dalam spesifikasi. Dari 4 elemen yang diperiksa
75
terdapat 3 elemen yang telah sesuai, dan 1 elemen yang tidak sesuai dengan
persyaratan.
Untuk elemen mengenai “Terdapat dinding penghalang api untuk
membagi bangunan gedung untuk mencegah penyebaran api”, dari hasil
observasi dan wawancara, terdapat dinding penghalang api yang membagi
ruangan utama menjadi 3 bagian, yakni unit proses, unit finishing, dan unit
packing. Berikut adalah kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti
dengan informan penelitian:
“...ada itu dua dinding penghalang api yang misahin ruangan utama
unit proses, unit finishing, sama unit packing...” (KI-1)
Untuk elemen mengenai “Dilakukan pemeliharaan konstruksi tahan
api”, dari hasil wawancara, tidak dilakukan pemeliharaan terhadap konstruksi
tahan api dan pintu tahan api. Berikut adalah kutipan hasil wawancara yang
dilakukan peneliti dengan informan penelitian:
“...kalau pemeliharaan khusus konstruksi tahan api sama pintu tahan
api itu nggak ada ya. Kayanya rusaknya lama itu makanya ngga dilakukan
pemeriksaan. Ya nunggu ada yang rusak aja atau udah nggak berfungsi, baru
kita akan buatin laporan buat diajukan. Ya nunggu nggak bisa berfungsinya
aja baru diganti...” (KI-1)
Berdasarkan hasil pemaparan diatas diketahui bahwa sistem proteksi
kebakaran pasif yang terdiri dari sub komponen konstruksi tahan api memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 50,00%. Berikut adalah rata-rata tingkat pemenuhan sarana
penyelamatan jiwa dalam tabel 5.8
Tabel 5.8
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pasif di Pabrik Personal Wash PT
Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Sub Komponen Tingkat Pemenuhan
1 Konstruksi tahan api 75,00%
Rata-rata 75,00%
76
Dari tabel 5.8 didapatkan bahwas rata-rata tingkat pemenuhan sistem proteksi
kebakaran pasif adalah sebesar 75,00%.
5.5 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Aktif
Komponen sistem proteksi kebakaran aktif yang diperiksa terdiri dari sub
komponen sistem detektor kebakaran, alarm kebakaran, titik panggil manual, sistem
springkler otomatik, sistem hidran, sistem pipa tegak, dan APAR. Berikut adalah hasil
tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran aktif.
5.5.1 Tingkat Pemenuhan Sistem Deteksi Kebakaran
Berikut adalah hasil tingkat pemenuhan sistem deteksi kebakaran
dalam tabel 5.9.
Tabel 5.9
Tingkat Pemenuhan Sistem Deteksi Kebakaran di Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Detektor kebakaran ada di
seluruh ruangan.
Terdapat detektor kebakaran jenis
smoke detector, gas detector dan
heat detector yang disesuaikan
dengan potensi bahaya kebakaran
diruangan tersebut
Sesuai 100%
2 Setiap detektor yang terpasang
dapat dijangkau untuk
pemeliharaan dan untuk
pengujian secara periodik
Setiap detektor dapat dijangkau
untuk pemeliharaan dan pengujian
Sesuai 100%
3 Detektor diproteksi terhadap
kemungkinan rusak karena
gangguan mekanis.
Detektor tidak diproteksi Tidak
sesuai
0%
4 Dilakukan inspeksi, pengujian
dan pemeliharaan.
Inspeksi, pengujian, dan
pemeliharaan dilakukan setiap 1
tahun sekali oleh tim engineering
dan diawasi oleh tim SHE
Sesuai 100%
5 Rekaman hasil dari semua
inspeksi disimpan untuk jangka
waktu 5 tahun untuk
pengecekan oleh instansi yang
berwenang
Rekaman hasil dari semua inspeksi,
pengujian, dan pemeliharaan yang
disimpan hanya hingga 3 tahun
terakhir
Tidak
sesuai
0%
Tingkat Pemenuhan Sistem Deteksi kebakaran 60%
77
Dari tabel 5.9, sistem deteksi kebakaran memiliki tingkat pemenuhan
sebesar 60%, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sistem deteksi
kebakaran berfungsi dengan baik, tetapi terdapat sebagian lain komponen
utilitas yang berfungsi kurang sempurna atau kapasitasnya kurang dari yang
ditetapkan dalam spesifikasi. Dari 5 elemen yang diperiksa terdapat 3 elemen
yang telah sesuai, dan 2 elemen tidak sesuai dengan persyaratan.
Untuk elemen mengenai “Detektor kebakaran ada di seluruh ruangan”,
dari hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa terdapat detektor
kebakaran jenis smoke detector, gas detector dan heat detector yang
disesuaikan dengan potensi bahaya kebakaran diruangan tersebut. Berikut
adalah kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan informan
penelitian:
“...disini itu ada detektor asap, gas, sama detektor panas. Kalau di
ruangan kantor itu pake detektor asap. Kalau di ruangan utama unit proses
itu pake detektor gas sama detektor panas. Unit finishing sama packing cuma
pake detektor panas soalnya ga ada mesin yang pake bahan bakar gas
disana...” (KI-1)
Untuk elemen mengenai “Detektor diproteksi terhadap kemungkinan
rusak karena gangguan mekanis”, dari hasil observasi dan wawancara
diketahui bahwa detektor tidak diproteksi. Berikut adalah hasil kutipan
wawancara dengan informan:
“...detektor itu kan tempatnya jauh diatas, ya menurut kami itu nggak
perlu dikasih pelindung, soalnya kemungkinan detektor rusak kesenggol
peralatan itu kecil sekali...” (KI-1)
Untuk elemen mengenai rekaman inspeksi detektor, dari hasil
wawancara dan telaah dokumen milik perusahaan berupa laporan hasil
inspeksi dan pengujian detektor, bahwa rekaman hasil dari semua inspeksi,
78
pengujian, dan pemeliharaan yang disimpan hanya hingga 3 tahun terakhir.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan informan:
“...sebenernya ada itu berkasnya mas yang 2013 kebawah, gak tau itu
ada beberapa yang kemana. Soalnya sering dibawa pas rapat bulanan,
biasanya dipinjem sama unit kerja lain buat nyusun laporan JSA..” (KI-1)
Gambar 5.5
Detektor Asap di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut
Surabaya Tahun 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti
5.5.2 Tingkat Pemenuhan Alarm Kebakaran
Berikut adalah hasil tingkat pemenuhan alarm kebakaran dalam tabel
5.10
Tabel 5.10
Tingkat Pemenuhan Alarm Kebakaran di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia
Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Terdapat alarm
kebakaran
Alarm kebakaran jenis sirene yang
ditempatkan pada titik-titik tertentu tersebar
diseluruh area pabrik
Sesuai 100%
2 Sinyal suara alarm
kebakaran berbeda
dari sinyal suara yang
dipakai untuk
penggunaan lain.
Sinyal suara alarm kebakaran berbeda dari
sinyal suara yang dipakai untuk penggunaan
lain, perusahaan menggunakan sirene dan
pengeras suara atau speaker untuk
menginformasikan kepada pekerja apabila
terjadi keadaan darurat
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Alarm kebakaran 100%
79
Dari tabel 5.10, alarm kebakaran memiliki tingkat pemenuhan sebesar
100%. Berdasarkan tingkat pemenuhan 100%, maka dapat disimpulkan bahwa
secara keseluruhan komponen alarm kebakaran berfungsi sempurna atau
kapasitasnya sesuai dengan ketetapan dalam spesifikasi. Dari tingkat
pemenuhan 100%, hal ini berarti seluruh elemen yang diperiksa telah sesuai
dengan persyaratan.
Untuk elemen mengenai “ketersediaan alarm kebakaran”, dari hasil
observasi dan wawancara diketahui bahwa alarm kebakaran jenis sirene yang
ditempatkan pada titik-titik tertentu tersebar diseluruh area pabrik. Berikut
adalah kutipan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan informan
penelitian:
“...alarm kebakaran pake sirene, tempatnya nyebar di seluruh area...”
(KI-1)
“...kalo alarm kebakaran disini itu pake sirene...” (KI-2)
Untuk elemen mengenai “sinyal suara alarm”, dari hasil wawancara
diketahui bahwa sinyal suara alarm kebakaran berbeda dari sinyal suara yang
dipakai untuk penggunaan lain, perusahaan menggunakan sirene dan pengeras
suara atau speaker untuk menginformasikan kepada pekerja apabila terjadi
keadaan darurat. Berikut adalah kutipan hasil wawancara yang dilakukan
peneliti dengan informan penelitian:
“...alarm kebakaran pake sirene, tempatnya nyebar di seluruh area.
Ada speaker lewat ruang security juga kalo buat ngasi tahu ada keadaan
darurat. Iya suara sinyal alarmnya beda sama penggunaan lain, kalo
pergantian shift itu pake bel kalo keadaan darurat pake sirene sama speaker
...” (KI-1)
“...kalo alarm kebakaran disini itu pake sirene. Terus juga disini ada
mic buat ngasi tau kalo seumpama ada keadaan darurat gitu...” (KI-2)
80
5.5.3 Tingkat Pemenuhan Titik Panggil Manual
Berikut adalah hasil tingkat pemenuhan titik panggil manual dalam
tabel 5.11
Tabel 5.11
Tingkat Pemenuhan Titik Panggil Manual di Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Titik panggil manual harus bewarna
merah
Seluruh titik panggil manual
berwarna merah
Sesuai 100%
2 Titik panggil dipasang pada lintasan
menuju jalan keluar
Titik panggil manual
dipasang pada lintasan
menuju jalan keluar
Sesuai 100%
3 Semua titik panggil manual dipasang
pada lintasan menuju ke luar dan
dipasang pada ketinggian 1,4 meter
dari lantai
Titik panggil manual
dipasang 1,4 meter dari lantai
Sesuai 100%
4 Lokasi penempatan tidak mudah
terkena gangguan, mudah kelihatan
& dicapai
Titik panggil manual
dipasang di lintasan menuju
keluar, tidak terhalang dan
diberi tanda petunjuk
Sesuai 100%
5 Jarak suatu titik sembarang ke posisi
titik panggil manual maksimum 30
m
Jarak titik panggil manual
satu dengan lainnya adalah
kurang dari 25 meter
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Titik panggil manual 100%
Dari tabel 5.11, titik panggil manual memiliki tingkat pemenuhan
sebesar 100%, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan titik panggil
manual berfungsi sempurna atau kapasitasnya sesuai dengan ketetapan dalam
spesifikasi yang berarti dari seluruh elemen yang diperiksa telah sesuai dengan
persyaratan.
81
Gambar 5.6
Titik Panggil Manual di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia
Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti
5.5.4 Tingkat Pemenuhan Sistem Springkler Otomatik
Berikut adalah hasil tingkat pemenuhan sistem springkler otomatik
dalam tabel 5.12
Tabel 5.12
Tingkat Pemenuhan Sistem Springkler Otomatik di Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Terpasang springkler otomatis Terdapat sistem springkler di
setiap ruangan pabrik
berjenis wet pipe system
Sesuai 100%
2 Springkler tidak diberi ornament, cat,
atau diberi pelapisan
Tidak terdapat aksesoris
lainnya pada springkler
Sesuai 100%
3 Air yang digunakan tidak
mengandung bahan kimia yang dapat
menyebabkan korosi, tidak
mengandung serat atau bahan lain
yang dapat mengganggu bekerjanya
springkler
Air berasal dari PDAM dan
diolah di water treatment
plant untuk mendapatkan
kondisi tertentu sehingga
aman untuk springkler
Sesuai 100%
4 Setiap sistem springkler otomatis
harus dilengkapi satu jenis sistem
penyediaan air yang bekerja secara
otomatis, bertekanan dan
berkapasitas cukup, dan harus
dibawah penguasaan pemilik gedung
Air berasal dari reservoir
yang bekerja secara otomatis
menggunakan pompa picu
untuk memberikan tekanan
pada springkler
Sesuai 100%
5 Jarak maksimum antar kepala
springkler adalah 3,7 m
Jarak antar kepala springkler
4,5 meter
Tidak
sesuai
0%
82
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
6 Kepala springkler yang terpasang
merupakan kepala springkler yang
tahan korosi
Kepala springkler terbuat
dari bahan seng yang
dichrome tahan korosi
(Model: ZSTX15)
Sesuai 100%
7 Kotak penyimpanan kepala
springkler cadangan dan kunci
kepala springkler ditempatkan di
ruangan ≤ 38 ˚C.
Kepala springkler cadangan
dan kunci kepala springkler
disimpan di lemari gudang
unit kerja engineering
dengan suhu kamar 25oC
Sesuai 100%
8 Springkler cadangan sesuai baik tipe
maupun temperature rating dengan
semua springkler yang telah dipasang
Springkler cadangan sesuai
dengan springkler yang telah
dipasang
Sesuai 100%
9 Jumlah persediaan kepala springkler
cadangan ≥ 36
Persediaan kepala springkler
cadangan tersisa 9 buah
disimpan dilemari gudang
unit kerja engineering
Tidak
sesuai
25%
10 Tersedia sebuah kunci khusus untuk
springkler (special springkler
wrench)
Tersedia special springkler
wrench di ruang peralatan
unit kerja engineering
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Springkler otomatik 82,5%
Dari tabel 5.12, sistem springkler otomatik memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 82,5%, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan
springkler otomatik berfungsi sempurna atau kapasitasnya sesuai dengan
ketetapan dalam spesifikasi. Dari 10 elemen yang diperiksa terdapat 8 elemen
yang telah sesuai, dan 2 elemen yang tidak sesuai dengan persyaratan standar
acuan.
Untuk elemen mengenai “Terpasang springkler otomatis”, dari hasil
observasi dan wawancara diketahui bahwa terdapat sistem springkler di setiap
ruangan pabrik berjenis wet pipe system. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan informan:
“...ada sprinkler disemua ruangan. Kalo jenis sistem pipa buat nyalur
air itu disini pake wet pipe system, atau pipa basah. Jadi kalo kepala
sprinklernya pecah yo langsung keluar airnya...” (KI-1)
83
Untuk elemen mengenai “Air yang digunakan tidak mengandung
bahan kimia yang dapat menyebabkan korosi, tidak mengandung serat atau
bahan lain yang dapat mengganggu bekerjanya springkler”, dari hasil
wawancara diketahui bahwa air berasal dari PDAM dan diolah di water
treatment plant untuk mendapatkan kondisi tertentu sehingga aman untuk
springkler. Berikut adalah kutipan hasil wawancara yang dilakukan oleh
peneliti dengan informan:
“...air buat springkler ya sama, dari air PDAM yang dikondisikan jadi
udah aman buat sprinkler...” (KI-1)
“...kalo air buat springkler itu langsung dari tanki penampungan air
yang ada dibelakang pabrik...” (KI-2)
Untuk elemen penyaluran air sprinkler, dari hasil wawancara, bahwa
air berasal dari reservoir yang bekerja secara otomatis menggunakan pompa
picu untuk memberikan tekanan pada springkler. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan informan:
“...yo kalo buat nyalurin air itu ada itu loh pake pompa picu
dibelakang. Jadi pompanya itu jalan ootomatis buat ngasih tekanan air ke
setiap pipa-pipa sprinklernya...” (KI-1)
“...nyalurin air dari reservoir ke sprinkler itu pake pompa picu. Kalau
pompa picunya mati, ya kita hidupin manual pompa utamanya...” (KI-2)
Untuk elemen mengenai “Jarak maksimum antar kepala springkler
adalah 3,7 m”, dari hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa jarak antar
kepala springkler 4,5 meter. Berikut adalah hasil kutipan wawancara dengan
informan:
“...itu memang spek dari springklernya kalo jaraknya harus 4,5 meter.
Kalo kurang dari 3 meter, itu terlalu rapet, jatuhnya ga efisien malah...” (KI-
1)
Untuk elemen mengenai “kepala sprinkler tahan korosi”, dari hasil
wawancara dan telaah dokumen perusahaan berupa WIPW 17-85 tentang
pemeliharaan fire detector, bahwa kepala springkler terbuat dari bahan seng
84
yang di chrome tahan korosi (Model: ZSTX15). Berikut adalah kutipan hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan informan:
“...iyalah pasti tahan korosi. Itu bagian luarnya kan di chrome mas...”
(KI-1)
Untuk elemen mengenai kesesuaian kepala sprinkler cadangan, dari
hasil wawancara, bahwa springkler cadangan sesuai dengan springkler yang
telah dipasang. Berikut adalah kutipan hasil wawancara yang dilakukan oleh
peneliti dengan informan:
“...iya itu udah sama, sama kepala yang udah dipasang...” (KI-1)
Untuk elemen mengenai “Jumlah persediaan kepala springkler
cadangan ≥ 36 “, dari hasil observasi dan wawancara diketahui persediaan
kepala springkler cadangan tersisa 9 buah disimpan dilemari gudang unit kerja
engineering. Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan:
“...dulu itu sebenarnya masih ada banyak mas, tapi lama-lama pas
kita inspeksi, dan menurut kami ada beberapa kepala springkler yang harus
diganti. Ya sekarang tinggal 9 itu. Ya nanti akan saya usulkan waktu rapat...”
(KI-1)
5.5.5 Tingkat Pemenuhan Sistem Hidran
Berikut adalah hasil tingkat pemenuhan sistem hidran dalam tabel 5.13
Tabel 5.13
Tingkat Pemenuhan Sistem Hidran di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia
Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Lemari hidran hanya digunakan
untuk menempatkan peralatan
kebakaran.
Lemari hidran berisi nozel,
slang kebakaran, kunci hidran
Sesuai 100%
2 Setiap lemari hidran dicat dengan
warna yang menyolok
Setiap lemari hidran berwarna
merah menyolok
Sesuai 100%
3 Sambungan slang dan kotak
hidran tidak boleh terhalang
Sambungan slang dan kotak
hidran tidak terhalang
Sesuai 100%
4 Slang kebakaran dilekatkan dan
siap untuk digunakan
Slang hidran dilekatkan dan siap
digunakan
Sesuai 100%
85
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
5 Terdapat nozel Terdapat nozel di lemari hidran Sesuai 100%
6 Terdapat hidran halaman Terdapat 13 buah hidran
halaman
Sesuai 100%
7 Hidran halaman diletakkan di
sepanjang jalur akses mobil
pemadam kebakaran
Hidran halaman diletakkan
disepanjang jalur akses
kendaraan
Sesuai 100%
8 Jarak hidran di sepanjang akses
mobil kebakaran ≤ 50 meter dari
bangunan
Jarak hidran di sepanjang akses
mobil kebakaran adalah 10
meter dari bangunan
Sesuai 100%
9 Hidran halaman bertekanan
minimal 3,5 bar
Tekanan hidran halaman 10,5
bar
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Sistem Hidran 100%
Berdasarkan tabel 5.13, sistem hidran memiliki tingkat pemenuhan
sebesar 100%, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan sistem
hidran berfungsi sempurna atau kapasitasnya sesuai dengan ketetapan dalam
spesifikasi, hal ini berarti seluruh elemen yang diperiksa telah sesuai
persyaratan dalam standar acuan.
Gambar 5.7
Hidrant di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun
2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti
86
5.5.6 Tingkat Pemenuhan Sistem Pipa Tegak
Berikut adalah hasil tingkat pemenuhan sistem pipa tegak dalam tabel
5.14
Tabel 5.14
Tingkat Pemenuhan Sistem Pipa Tegak di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia
Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Sambungan pemadam kebakaran
minimal dua buah
Sambungan pemadam
kebakaran 2 buah
Sesuai 100%
2 Sambungan pemadam kebakaran
harus dipasang dengan penutup untuk
melindungi sistem dari kotoran-
kotoran yang masuk.
Sambungan pemadam
kebakaran dipasang
penutup
Sesuai 100%
3 Dilakukan pemeliharaan terhadap
sistem pipa tegak
Dilakukan pemeliharaan
setiap 6 bulan sekali oleh
tim engineering dan
diawasi oleh tim SHE
Sesuai 100%
4 Sambungan pemadam kebakaran
harus pada sisi jalan dari bangunan,
mudah terlihat dan dikenal dari jalan
atau terdekat dari titik jalan masuk
peralatan pemadam kebakaran
Sambungan pemadam
kebakaran berada pada sisi
jalan, dan mudah terlihat
Sesuai 100%
5 Setiap sambungan pemadam
kebakaran harus dirancang dengan
suatu penandaan dengan huruf besar,
tidak kurang 25 mm (1 inci)
tingginya, di tulis pada plat yang
terbaca : “PIPA TEGAK”.
Tidak terdapat penandaan
khusus terhadap pipa tegak
Tidak
sesuai
0%
6 Suatu penandaan juga harus
menunjukkan tekanan yang
dipersyaratkan pada inlet untuk
penyaluran kebutuhan sistem.
Tidak terdapat penandaan
khusus tekanan pada pipa
tegak
Tidak
sesuai
0%
7 Katup pembuangan dengan
pemipaannya dipasang pada titik
terendah dari pipa tegak dan harus
diatur untuk dapat membuang air
pada tempat yang disetujui
Katup pembuangan
dipasang di titik terendah
dan sarana pembuangan air
adalah selokan yang ada di
dekat pipa tegak
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Sistem Pipa Tegak 71,42%
Dari tabel 5.14, sistem pipa tegak memiliki tingkat pemenuhan sebesar
71,42%, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sistem pipa tegak
berfungsi dengan baik, tetapi terdapat sebagian lain komponen utilitas yang
87
berfungsi kurang sempurna atau kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan
dalam spesifikasi. Dari 7 elemen yang diperiksa terdapat 5 elemen yang telah
sesuai, dan 2 elemen yang tidak sesuai dengan persyaratan dalam standar
acuan.
Untuk elemen mengenai “setiap sambungan pemadam kebakaran harus
dirancang dengan suatu penandaan dengan huruf besar, tidak kurang 25 mm (1
inci) tingginya, di tulis pada plat yang terbaca : “PIPA TEGAK”; suatu
penandaan juga harus menunjukkan tekanan yang dipersyaratkan pada inlet
untuk penyaluran kebutuhan sistem”, dari hasil observasi dan wawancara
diketahui bahwa tidak terdapat penandaan khusus terhadap pipa tegak dan
tidak terdapat penandaan khusus tekanan pada pipa tegak. Berikut adalah
kutipan wawancara dengan informan:
“...menurut kami itu hidrant sama pipa tegaknya gak perlu buat
dikasih tanda-tanda an. Soalnya kan udah sangat kelihatan, warnanya merah
mencolok. Dan kalo penandaan tekanan itu juga nggak perlu, soalnya kan
udah ada tanda tekanan air yang terkoneksi ke seluruh springkler sama pipa
tegak yang ada di pusat pengendali kebakaran...”
Untuk elemen “Dilakukan pemeliharaan terhadap sistem pipa tegak”,
dari hasil wawancara, bahwa dilakukan pemeliharaan setiap 6 bulan sekali
oleh tim engineering dan diawasi oleh tim SHE. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan informan:
“...pipa tegak itu diperiksa sama orang engineering dan kita yang
ngawasin aja tiap 6 bulan. Kalo ada part-part yang rusak kita ajuin keatasan
biar diganti...” (KI-1)
88
Gambar 5.8
Pipa Tegak di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya
Tahun 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti
5.5.7 Tingkat Pemenuhan APAR
Berikut adalah hasil tingkat pemenuhan APAR dalam tabel 5.15.
Tabel 5.15
Tingkat Pemenuhan APAR di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk
Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Tersedia Alat Pemadam Api Ringan Terdapat APAR yang
tersebar diseluruh area pabrik
sebanyak 46 buah (25 APAR
jenis dry chemical, 9 APAR
jenis CO2, 7 APAR jenis
Pasca Halon, 5 APAR jenis
Foam)
Sesuai 100%
2 Terdapat klasifikasi APAR yang
terdiri dari huruf yang menunjukkan
kelas api di mana alat pemadam api
terbukti efektif, didahului dengan
angka (hanya kelas A dan kelas B)
yang menunjukkan efektifitas
pemadaman relatif yang ditempelkan
pada APAR.
Terdapat klasifikasi APAR
yang ditempelkan pada
tabung APAR
Sesuai 100%
3 APAR diletakkan di tempat yang
terlihat mata, mudah dijangkau dan
siap dipakai.
APAR diletakkan pada
tempat yang mudah terlihat,
mudah dijangkau dan siap
digunakan
Sesuai 100%
5 Jarak antara APAR dengan lantai ≥
10 cm
Jarak terendah APAR dengan
lantai 64 cm
Sesuai 100%
89
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
6 Instruksi pengoperasian harus
ditempatkan pada bagian depan dari
APAR dan harus terlihat jelas
Instruksi pengoperasian
diletakkan dibagian depan
APAR dan terlihat jelas
Sesuai 100%
7 Label sistem identifikasi bahan
berbahaya, label pemeliharaan enam
tahun, label uji hidrostatik, atau label
lain harus tidak boleh ditempatkan
pada bagian depan dari APAR atau
ditempelkan pada bagian depan
APAR.
Label identifikasi bahaya
digantungkan pada APAR
dan tidak ditempatkan
dibagian depan dari APAR
Sesuai 100%
8 APAR harus mempunyai label yang
ditempelkan untuk memberikan
informasi nama manufaktur atau
nama agennya, alamat surat dan
nomor telepon
Label manufaktur yang berisi
nama manufaktur, alamat,
dan nomor telepon
ditempelkan pada tabung
APAR
Sesuai 100%
9 APAR diinspeksi secara manual atau
dimonitor secara elektronik
APAR diinspeksi secara
manual oleh tim SHE
Sesuai 100%
10 APAR diinspeksi pada setiap interval
waktu kira-kira 30 hari
APAR diinspeksi setiap satu
bulan oleh tim SHE
Sesuai 100%
11 Arsip dari semua APAR yang
diperiksa (termasuk tindakan korektif
yang dilakukan) disimpan
Arsip laporan APAR
disimpan di Unit Kerja SHE
Sesuai 100%
12 Dilakukan pemeliharaan terhadap
APAR pada jangka waktu ≤ 1 tahun
Pemeliharaan APAR
dilakukan setahun sekali oleh
pihak supplier PT.
Hanselindo
Sesuai 100%
13 Setiap APAR mempunyai kartu atau
label yang dilekatkan dengan kokoh
yang menunjukkan bulan dan tahun
dilakukannya pemeliharaan
Setiap APAR mempunyai
label yang menunjukkan
bulan dan tahun
dilakukannya pemeliharaan
Sesuai 100%
14 Pada label pemeliharaan terdapat
identifikasi petugas yang melakukan
pemeliharaan.
Label pemeliharaan APAR
terdapat identifikasi petugas
yang melakukan
pemeliharaan
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan APAR 100%
Dari tabel 5.15, APAR memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100%,
maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan sistem hidran berfungsi
sempurna atau kapasitasnya sesuai dengan ketetapan dalam spesifikasi. Dari
tingkat pemenuhan sebesar 100%, hal ini berarti seluruh elemen yang
diperiksa telah sesuai persyaratan dalam standar acuan.
90
Untuk elemen mengenai tersedia APAR, dari hasil observasi dan
wawancara, terdapat APAR yang tersebar diseluruh area pabrik sebanyak 46
buah (25 APAR jenis dry chemical, 9 APAR jenis CO2, 7 APAR jenis Pasca
Halon, 5 APAR jenis Foam). Berikut adalah kutipan hasil wawancara oleh
peneliti dengan informan:
“...ada APAR jenis dry chemical powder, pasca halon, foam, sama
CO2 disini..” (KI-1)
“...di PW nggak pake apar jenis halon mas, tapi apar pasca halon, gas
pengganti halon, isinya gas halotron. Soalnya apar jenis halotron atau pasca
halon ini menurut kami sangat perlu disediakan di unit PW karena banyak
mesin-mesin yang rentan rusak kalo pake apar jenis lain...” (KI-1)
“...APAR yang dipake disini yang saya tahu itu ada, jenis serbuk
bubuk, yang berbusa, gas pasca halon, sama gas karbon dioksida...” (KI-2)
Untuk elemen mengenai inspeksi APAR, dari hasil wawancara dan
telaah dokumen milik perusahaan berupa lembar inspeksi APAR, bahwa
APAR diinspeksi secara manual oleh tim SHE. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara oleh peneliti dengan informan:
“...APAR diinspeksi sama kita aja..” (KI-1)
Untuk elemen mengenai jangka waktu pemeriksaan APAR, dari hasil
wawancara dan telaah dokumen milik perusahaan berupa lembar inspeksi
APAR, bahwa APAR diinspeksi setiap satu bulan oleh tim SHE. Berikut
adalah kutipan hasil wawancara oleh peneliti dengan informan:
“...kalo diinspeksi itu tiap bulan..” (KI-1)
Untuk elemen mengenai Arsip APAR, dari hasil wawancara, arsip
laporan APAR disimpan di Unit Kerja SHE. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara oleh peneliti dengan informan:
“...arsip ada sama kita..” (KI-1)
Untuk elemen mengenai Jangka waktu pemeliharaan APAR, dari hasil
wawancara dan telaah dokumen milik perusahaan berupa WIPW 39-102
91
tentang pemeliharaan APAR, pemeliharaan APAR dilakukan setahun sekali
oleh pihak supplier PT. Hanselindo. Berikut adalah kutipan hasil wawancara
oleh peneliti dengan informan:
“...kalo ngganti isinya itu bukan kita, tapi dari pihak supplier
langsung tiap tahun...” (KI-1)
Gambar 5.9 APAR Dry Chemical di Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Berdasarkan pemaparan dari masing-masing sub komponen, sistem proteksi
kebakaran aktif yang terdiri dari sistem detektor kebakaran memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 60,00%, alarm kebakaran memiliki tingkat pemenuhan sebesar
100%, titik panggil manual memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100%, springkler
otomatik memiliki tingkat pemenuhan sebesar 82,50%, sistem hidran memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 100%, sistem pipa tegak memiliki tingkat pemenuhan sebesar
71,42%, APAR memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100%. Berikut adalah rata-rata
tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran aktif dalam tabel 5.16.
92
Tabel 5.16
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Aktif di Pabrik Personal Wash PT
Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Elemen Tingkat Pemenuhan
1 Detektor Kebakaran 60,00%
2 Alarm Kebakaran 100%
3 Titik Panggil Manual 100%
4 Springkler Otomatik 82,50%
5 Sistem Hidran 100%
6 Sistem Pipa Tegak 71,42%
7 APAR 100%
Rata-rata 87,41%
Dari tabel 5.16 didapatkan bahwa rata-rata tingkat pemenuhan komponen
sistem proteksi kebakaran aktif adalah sebesar 87,41%.
5.6 Tingkat Pemenuhan Utilitas Bangunan Gedung
Sub komponen dari komponen utilitas bangunan yang diperiksa terdiri dari
sumber daya listrik, pusat pengendali kebakaran, dan sistem proteksi petir. Berikut
adalah hasil rata-rata tingkat pemenuhan utilitas bangunan gedung.
5.6.1 Tingkat Pemenuhan Sumber Daya Listrik
Berikut adalah hasil sumber daya listrik dalam tabel 5.17
Tabel 5.17
Tingkat Pemenuhan Sumber Daya Listrik di Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Daya listrik yang dipasok untuk
mengoperasikan sistem daya listrik
darurat diperoleh sekurang-
kurangnya dari PLN atau sumber
daya listrik darurat.
Daya listrik berasal dari PLN
berkapasitas 5540 kVA yang
apabila mati digantikan dengan
generator cadangan
berkapasitas 400 kVA
Sesuai 100%
2 Bangunan gedung atau ruangan
yang sumber daya listrik utamanya
dari PLN harus dilengkapi juga
dengan generator sebagai sumber
daya listrik darurat.
Daya listrik darurat berupa
generator diesel cadangan
berkapasitas 400 kVA
Sesuai 100%
93
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
3 Semua kabel distribusi yang
melayani sumber daya listrik
darurat harus memenuhi kabel
dengan Tingkat Ketahanan Api
(TKA) selama 1 jam.
Kabel distribusi listrik darurat
menggunakan kabel jenis
XLPE type N2XRY dengan
TKA 90 menit
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Sumber daya listrik 100%
Dari tabel 5.17, komponen sumber daya listrik memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 100%, maka dapat disimpulkan secara keseluruhan
komponen sumber daya listrik berfungsi sempurna atau kapasitasnya sesuai
dengan ketetapan dalam spesifikasi, hal ini berarti secara keseluruhan elemen
telah sesuai dengan persyaratan dalam standar acuan.
Untuk elemen sumber listrik utama, dari hasil wawancara dan telaah
dokumen milik perusahaan berupa WIPW 13-67 tentang pemeliharaan diesel
generator, diketahui bahwa daya listrik berasal dari PLN berkapasitas 5540
kVA yang apabila mati digantikan dengan generator cadangan berkapasitas
400 kVA. Berikut adalah kutipan hasil wawancara oleh peneliti dengan
informan:
“...sumber listrik disini itu dari PLN, tapi kalo dari PLN nya mati
masih ada generator cadangan...” (KI-1)
“...sumber listrik dari PLN ya, tapi kalo mati lampu itu disini masih
ada generator diesel dibelakang...” (KI-2)
5.6.2 Tingkat Pemenuhan Pusat Pengendali Kebakaran
Berikut adalah hasil tingkat pemenuhan pusat pengendali kebakaran
dalam tabel 5.18
94
Tabel 5.18
Tingkat Pemenuhan Pusat Pengendali Kebakaran di Pabrik Personal Wash PT
Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Pintu yang menuju ruang
pengendali membuka ke arah
dalam ruang tersebut.
Pintu ruang kendali membuka ke
arah dalam ruangan
Sesuai 100%
2 Pintu pada ruang pengendali
kebakaran dapat dikunci.
Pintu ruang pengendali
kebakaran dapat dikunci
Sesuai 100%
3 Pintu tidak terhalang oleh orang
yang menggunakan jalur
evakuasi dari dalam bangunan
Pintu ruang pengendali
kebakaran berada jauh dari jalur
evakuasi dikarenakan ruang
pengendali kebakaran adalah
menjadi satu dengan ruang
security yang terletak diarea
depan lingkungan bangunan
sehingga tidak terhalang oleh
orang yang menggunakan jalur
evakuasi
Sesuai 100%
4 Ruang pengendali kebakaran
harus terdapat indikator
kebakaran dan sakelar kontrol
dan indikator visual yang
diperlukan untuk semua pompa
kebakaran kipas pengendali
asap, dan peralatan pengamanan
kebakaran lainnya yang
dipasang di dalam bangunan.
Di ruang pengendali kebakaran
terdapat panel kontrol semua
indikator detektor, titik panggil
manual, dan sakelar yang
digunakan untuk mengaktifkan
pompa utama ataupun pompa
cadangan untuk tekanan air pada
instalasi kebakaran
Sesuai 100%
5 Ruang pengendali kebakaran
harus dilengkapi dengan telepon
yang memiliki sambungan
langsung.
Ruang pengendali kebakaran
memiliki telepon dengan
sambungan langsung antar
ruangan unit kerja
Sesuai
100%
6 Luas lantai ruang pengendali
kebakaran ≥10m2.
Luas lantai ruang pengendali
kebakaran adalah 19,63 m2
Sesuai 100%
7 Panjang dari sisi bagian dalam
ruang pengendali kebakaran ≥
2,5m
Ruang pengendali kebakaran
memiliki panjang 6,84 meter dan
lebar 2,87 meter
Sesuai 100%
8 Terdapat ventilasi di ruang
pengendali kebakaran.
Ruang pengendali kebakaran
memiliki ventilasi
Sesuai 100%
9 Permukaan luar pintu yang
menuju ke dalam ruang
pengendali diberi tanda dengan
tulisan “Ruang Pengendali
Kebakaran”
Tidak terdapat tanda tulisan
“Ruang Pengendali Kebakaran”
Tidak
sesuai
0%
10 Huruf pada tanda ruang
pengendali kebakaran memiliki
tinggi ≥ 50 mm
Tidak terdapat tanda tulisan
“Ruang Pengendali Kebakaran”
Tidak
sesuai 0%
95
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
11 Warna huruf pada tanda ruang
pengendali kebakaran kontras
dengan latar belakangnya.
Tidak terdapat tanda tulisan
“Ruang Pengendali Kebakaran”
Tidak
sesuai 0%
Tingkat Pemenuhan Pusat Pengendali Kebakaran 72,72%
Dari tabel 5.18, komponen pusat pengendali kebakaran memiliki
tingkat pemenuhan sebesar 72,72%, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi dengan baik, tetapi
terdapat sebagian lain komponen utilitas yang berfungsi kurang sempurna atau
kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan dalam spesifikasi. Dari 11 elemen
yang diperiksa terdapat 8 elemen yang telah sesuai, dan 3 elemen yang tidak
sesuai dengan persyaratan dalam standar acuan.
Untuk elemen mengenai Pintu dapat dikunci, dari hasil wawancara,
pintu ruang pengendali kebakaran dapat dikunci. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara oleh peneliti dengan informan:
“...iya bisa...” (KI-1)
“...iya dong bisa dikunci...” (KI-2)
Untuk elemen Ketersediaan panel kontrol alat pemadam kebakaran,
dari hasil observasi dan wawancara, di ruang pengendali kebakaran terdapat
panel kontrol semua indikator detektor, titik panggil manual, dan sakelar yang
digunakan untuk mengaktifkan pompa utama ataupun pompa cadangan untuk
tekanan air pada instalasi kebakaran. Berikut adalah kutipan hasil wawancara
oleh peneliti dengan informan:
“...ruang pengendali kebakaran itu jadi satu sama ruang security.
Soalnya orang-orang securitynya itu juga tim inti pemadam kebakaran di
personal wash. Mereka udah dapet pelatihan khusus untuk menangani
keadaan darurat sama penanggulangan kebakaran kayak pengoperasian
APAR, hidran dan lain-lain udah dapet. Jadi orang-orang security itu udah
berkualifikasi...” (KI-1)
96
“...iya, ruang security ini emang jadi satu sama ruang pengendali
kebakaran. Microphone buat ngasi tau kesemua pekerja kalo ada keadaan
darurat, panel kontrol sistem keadaan darurat, indikator alarm kebakaran,
pengoperasian manual pompa elektrik, itu semuanya udah disini. Kita yang
mengoperasikan...” (KI-2)
Untuk elemen Telepon sambungan langsung, dari hasil wawancara,
ruang pengendali kebakaran memiliki telepon dengan sambungan langsung
antar ruangan unit kerja. Berikut adalah kutipan hasil wawancara oleh peneliti
dengan informan:
“...ada, tiap2 unit kerja itu ada teleponnya masing-masing...” (KI-1)
“...iya ini ada telepon, kalo ada keperluan apa-apa sama orang
didalam kita ga usah kesana, lewat telepon ini aja...” (KI-2)
Untuk elemen mengenai "Permukaan luar pintu yang menuju ke dalam
ruang pengendali diberi tanda dengan tulisan “Ruang Pengendali Kebakaran”;
Huruf pada tanda ruang pengendali kebakaran memiliki tinggi ≥ 50 mm;
Warna huruf pada tanda ruang pengendali kebakaran kontras dengan latar
belakangnya”, dari hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa tidak
terdapat tanda tulisan “Ruang Pengendali Kebakaran”. Berikut adalah kutipan
wawancara dengan informan:
“...itu ruang pengendali kebakaran kan memang jadi satu sama
ruangan security mas. Jadi ya nggak dikasih tulisan ruang pengendali
kebakaran. Tulisannya ya security itu didepan ruangannya...” (KI-1)
Gambar 5.10
Ruang Pengendali Kebakaran di Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia
Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
Sumber: Dokumentasi Peneliti
97
5.6.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Petir
Berikut adalah hasil sistem proteksi petir dalam tabel 5.19.
Tabel 5.19
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Petir di Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Persyaratan Kondisi Aktual Sesuai/
Tidak
Sesuai
Nilai
1 Terdapat instalasi sistem
proteksi petir.
Terdapat 2 instalasi SPP:
1. Merk : Neo Flash, Type : TZ.05,
Radius : +/- 150m, tinggi 59m
2. Merk : GENT, Type : A, Radius :
+/- 150m, tinggi 48m
Sesuai 100%
2 Perencanaan, pelaksanaan,
pengujian instalasi sistem
proteksi petir dilakukan oleh
tenaga yang ahli.
Perencanaan, pelaksanaan, dan
pengujian instalasi dilakukan oleh
pihak supplier PT Megah Alam
Semesta yang diawasi oleh tim SHE
Sesuai 100%
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Petir 100%
Dari tabel 5.19, komponen sistem proteksi petir memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 100%, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan
komponen sistem proteksi petir berfungsi sempurna atau kapasitasnya sesuai
dengan ketetapan dalam spesifikasi yang berarti secara keseluruhan elemen
telah sesuai dengan standar acuan.
Untuk elemen mengenai Ketersediaan SPP, dari hasil observasi dan
telaah dokumen milik perusahaan berupa WIPW 19-02 tentang pemeliharaan
SPP, terdapat 2 instalasi SPP diantaranya:
1. Merk : Neo Flash, Type : TZ.05, Radius : +/- 150m, tinggi 59m
2. Merk : GENT, Type : A, Radius : +/- 150m, tinggi 48m
Untuk elemen Pemeliharaan SPP, dari hasil wawancara, dan telaah
dokumen milik perusahaan berupa laporan hasil inspeksi dan pengujian SPP,
bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan pengujian instalasi dilakukan oleh pihak
98
supplier PT Megah Alam Semesta yang diawasi oleh tim SHE. Berikut adalah
kutipan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan informan:
“...penangkal petir disini ada dua, disebelah utara sama selatan. Kalo
pemeliharaannya itu dilakukan sama supplier langsung tiap tahunnya,
didampingi sama kita sebagai pengawas aja...” (KI-1)
Berdasarkan pemaparan dari masing-masing sub komponen, komponen utilitas
bangunan gedung yang terdiri dari sumber daya listrik memiliki tingkat pemenuhan
sebesar 100%, pusat pengendali kebakaran memiliki tingkat pemenuhan sebesar
72,72%, dan sistem proteksi petir memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100%. Berikut
adalah rata-rata tingkat pemenuhan utilitas bangunan gedung dalam tabel 5.20
Tabel 5.20
Tingkat Pemenuhan Utilitas Bangunan Gedung di Pabrik Personal Wash PT Unilever
Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No Sub Komponen Tingkat Pemenuhan
1 Sumber daya listrik 100%
2 Pusat pengendali kebakaran 72,72%
3 Sistem proteksi petir 100%
Rata-rata 90,90%
Dari tabel 5.20 didapatkan bahwa rata-rata tingkat pemenuhan utilitas
bangunan gedung adalah sebesar 90,90%.
5.7 Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran secara Keseluruhan
Berdasarkan pemaparan dari hasil tingkat pemenuhan dari masing-masing
komponen sistem proteksi kebakaran, maka secara umum dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran memiliki tingkat
pemenuhan sebesar 40%.
2. Sarana penyelamatan jiwa memiliki tingkat pemenuhan sebesar 87,08%.
3. Sistem proteksi kebakaran pasif memiliki tingkat pemenuhan sebesar 75,00%.
4. Sistem proteksi kebakaran aktif memiliki tingkat pemenuhan sebesar 87,41%.
99
5. Utilitas bangunan gedung memiliki tingkat pemenuhan sebesar 90,90%.
Untuk mengetahui tingkat pemenuhan secara keseluruhan maka perlu
dilakukan teknik skoring data menurut Badan Penelitian Bangunan Departemen
Pekerjaan Umum Tahun 2005, dimana pembobotan terhadap setiap komponen sistem
proteksi kebakaran tersebut dilakukan dengan metode Analytical Hierarchycal
Process (AHP) yang dapat dilihat dalam tabel 5.22.
Tabel 5.22
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Keseluruhan di Pabrik Personal Wash
PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya Tahun 2016
No. Komponen Sistem Proteksi
Kebakaran
Tingkat
Pemenuhan
Pembobotan Hasil
1 Akses dan pasokan air untuk pemadam
kebakaran
40% 20% 8,00%
2 Sarana penyelamatan jiwa 87,08% 20% 17,41%
3 Sarana proteksi kebakaran pasif 75,00% 20% 15,00%
4 Sarana proteksi kebakaran aktif 87,41% 20% 17,48%
5 Utilitas bangunan gedung 90,90% 20% 18,18%
Rata-rata Tingkat Pemenuhan 76,07%
Dari tabel 5.22 dapat diambil kesimpulan bahwasanya tingkat pemenuhan
sistem proteksi kebakaran keseluruhan adalah sebesar 76,07% maka termasuk dalam
kategori “Cukup”, yang berarti sebagian besar komponen sistem proteksi kebakaran
berfungsi dengan baik, tetapi terdapat sebagian lain komponen utilitas yang berfungsi
kurang sempurna atau kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan dalam spesifikasi.
100
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memiliki beberapa keterbatasan
penelitian, yaitu:
1. Peneliti tidak dapat melakukan pengukuran dan pengujian langsung
terhadap beberapa komponen proteksi kebakaran (volume reservoir air,
APAR, springkler, hidran, pipa tegak, titik panggil manual)
dikarenakan akan mengganggu jalannya kegiatan proses produksi.
2. Dalam melakukan wawancara terkadang proses wawancara terganggu
dengan kondisi sekitar diantaranya kebisingan, kegiatan pihak
informan di perusahaan, kegiatan penerimaan tamu klien, pertemuan
dengan tim unit kerja lain dan serangkaian aktifitas rutin lainnya yang
menyebabkan kegiatan wawancara secara mendalam terhadap
informan tidak dapat dilakukan secara maksimal.
3. Peneliti tidak dapat mengetahui informasi lebih mendalam mengenai
hasil laporan pemeliharan pada komponen pipa tegak, isi tabung
APAR, hidrant, dan sistem proteksi petir, yang kesemua komponen
tersebut pemeliharaannya dilakukan oleh pihak supplier, dikarenakan
peneliti tidak dapat melakukan wawancara terhadap pihak supplier,
sehingga peneliti tidak dapat mengetahui informasi yang lebih
mendalam mengenai laporan pemeliharaan komponen tersebut dari
pihak supplier.
101
6.2 Sistem Proteksi Kebakaran
Dalam menentukan tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran, peneliti
menggunakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26 tahun 2008 sebagai
standar acuan dikarenakan Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk
Rungkut Surabaya termasuk dalam gedung kelas 8 (bangunan gedung yang
dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produk, perakitan, perubahan,
perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam
rangka penjualan atau perdagangan) atau kriteria gedung yang wajib memenuhi
persyaratan teknis yang diatur dalam peraturan menteri ini, sehingga peraturan ini
sesuai atau tepat sasaran untuk digunakan sebagai standar acuan dalam penelitian ini.
Tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran didapatkan melalui hasil
pengkalkulasian dari tingkat pemenuhan masing-masing komponen tersebut dengan
menggunakan metode Analytical Hierarchycal Process (AHP). Berdasarkan tabel
5.22, diketahui bahwasanya secara keseluruhan tingkat pemenuhan sistem proteksi
kebakaran adalah sebesar 76,07%, maka termasuk kategori “Cukup”, yang berarti
sebagian besar komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi dengan baik, tetapi
terdapat sebagian lain komponen utilitas yang berfungsi kurang sempurna atau
kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan dalam spesifikasi (Puslitbang Departemen
PU, 2005).
Berdasarkan tabel 5.22, maka didapatkan hasil rekomendasi berdasarkan
tingkat pemenuhan sebesar 76,07%, atau kategori “Cukup” menurut Departemen
Pekerjaan Umum (Puslitbang Departemen PU, 2005), yakni:
a. Perawatan dan perbaikan berkala
b. Penyetelan/perbaikan elemen
102
Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwasanya sistem proteksi kebakaran di
Pabrik Personal Wash masih perlu untuk dilakukan peningkatan yang berkelanjutan
agar tercapai tingkat penilaian yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan
oleh Furness dan Mucket (2007), bahwa dalam manajemen keselamatan kebakaran
dibutuhkan peningkatan berkelanjutan yang ditujukan untuk meningkatkan
manajemen keselamatan kebakaran dalam sebuah komunitas. Dengan melakukan
peningkatan berkelanjutan, suatu komunitas dapat mengetahui bilamana terdapat
ketidaksesuaian dalam suatu sistem manajemen keselamatan kebakaran dan dapat
segera melaksanakan tindakan untuk penanggulangannya yang dimaksudkan untuk
menjaga tingkat keamanan keselamatan kebakaran komunitas tersebut. Salah satu cara
untuk melaksanakan peningkatan yang berkelanjutan adalah dengan melakukan
pemeriksaan dan pemeliharaan secara berkala (Furness dan Mucket, 2007).
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan sebelumnya, peneliti
menyimpulkan bahwa tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran keseluruhan
termasuk dalam kategori “cukup”, sehingga saran yang dapat diberikan oleh peneliti
secara umum untuk meningkatkan performa pencegahan dan penanggulangan
kebakaran diantaranya adalah masih perlu dilakukan perawatan dan perbaikan secara
berkala; serta perbaikan beberapa elemen lain yang rusak agar dapat difungsikan atau
agar kapasitasnya sesuai dari yang ditetapkan dalam spesifikasi.
6.3 Akses dan Pasokan Air untuk Pemadam Kebakaran
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1, didapatkan hasil tingkat
pemenuhan akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran adalah sebesar 40%.
maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar komponen akses dan pasokan air
untuk pemadam kebakaran tidak berfungsi atau kapasitasnya jauh dibawah dari yang
103
ditetapkan dalam spesifikasi. Dari 10 elemen yang diperiksa terdapat 4 elemen yang
telah sesuai, dan 6 elemen yang tidak sesuai dengan persyaratan.
Untuk elemen mengenai “tersedia sumber air berupa hidran halaman, sumur
kebakaran atau reservoir air dan sebagainya”, dari hasil penelitian diketahui bahwa
sumber air yang digunakan untuk pasokan air pemadam kebakaran berasal dari air
PDAM yang kemudian diolah di water treatment plant untuk mendapatkan kondisi air
tertentu agar aman digunakan sebelum disimpan di reservoir air yang memiliki
kapasitas 500m3. Air tersebut digunakan untuk kegiatan produksi dan keperluan
instalasi kebakaran. Sejalan dengan itu, menurut Latifah dan Pamungkas (2013),
ketersediaan pasokan air pada suatu wilayah sangat dibutuhkan ketika kegiatan
pemadaman, sehingga faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap kerentanan
bencana kebakaran (Latifah dan Pamungkas, 2013).
Selain itu, menurut Novianty (2012), sumber air lingkungan dapat berupa
sumur arthesis, reservoir/tangki penampungan air untuk kebakaran. Sumber air
dilingkungan memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan dan pemadaman
kebakaran (Novianty, 2012). Penyediaan air yang cukup juga tentunya dapat
membantu proses pemadaman jika terjadi kebakaran pada gedung. Pihak pemadam
kebakaran akan terbantu dengan penyediaan air, sehingga lebih mudah untuk mencari
sumber air yang tersedia disekitar lokasi kejadian kebakaran (Satria, 2014). Dengan
tersedianya sumber air untuk pemadam kebakaran yang ditampung di reservoir dan
tersedia pompa untuk menyalurkan atau memberikan tekanan air, menurut peneliti hal
ini dapat mendukung bagi kelancaran proses penanggulangan kebakaran dikarenakan
petugas pemadam kebakaran dapat lebih mudah dalam mencari dan menggunakan
sumber air untuk memadamkan kebakaran.
104
Untuk elemen mengenai sarana komunikasi kebakaran, dari hasil penelitian
diketahui bahwa tersedia titik panggil manual di seluruh area pabrik untuk
menyampaikan kejadian kebakaran, terdapat microphone di ruang security yang dapat
digunakan untuk menginformasikan kepada pekerja apabila terjadi kebakaran melalui
pengeras suara yang tersebar diseluruh area pabrik, terdapat alarm kebakaran
diseluruh area pabrik, terdapat telepon sambungan langsung di masing-masing unit
kerja yang dapat digunakan untuk sarana komunikasi antar area.
Sejalan dengan itu, menurut Permen PU No. 26 (2008), titik panggil manual
adalah suatu alat yang dioperasikan secara manual guna memberi isyarat adanya
kebakaran (Permen PU, 2008). Selain itu menurut Ramli (2010), dalam suatu
bangunan yang luas di mana penghuni tidak dapat mengetahui keadaan darurat secara
cepat, perlu dipasang jaringan pengeras suara yang dilengkapi dengan penguatnya
(Pre-amplifier) sebagai pengganti sistem bell, dan horn. Sistem ini memungkinkan
digunakannya komunikasi searah kepada penghuni agar mereka mengetahui cara dan
sarana untuk evakuasi (Ramli, 2010). Dengan terdapat pengeras suara dan sirene,
maka hal ini telah sesuai dan dapat digunakan sebagai penyampian informasi kejadian
kebakaran. Selain itu tersedianya titik panggil manual, pengeras suara, alarm
kebakaran, telepon dengan sambungan langsung, maka akan lebih memudahkan
dalam menyampaikan informasi terjadinya kebakaran ataupun saat kegiatan
penanggulangan kebakaran, sehingga penyampaian informasi kebakaran akan lebih
cepat tersampaikan.
Untuk elemen jalur khusus mobil pemadam kebakaran, dari hasil penelitian
tidak terdapat jalur khusus mobil pemadam kebakaran dengan alasan mobil pemadam
kebakaran masih dapat menggunakan jalur jalan perkerasan umum yang ada di dalam
pabrik, selain itu karena tidak adanya lahan lebih untuk membuat jalur khusus mobil
105
kebakaran di dalam pabrik. Sejalan dengan itu dalam SNI 03-1735 (2000), tujuan dari
jalan lingkungan dan akses mobil pemadam kebakaran ke bangunan gedung adalah
agar penyelamatan dan operasi pemadaman kebakaran dapat dilakukan seefektif
mungkin (SNI, 2000).
Sejalan dengan itu menurut Juwana (2005), dengan adanya jalur khusus
kendaraan pemadam kebakaran akan terhindar dari kemungkinan kendaraan pemadam
kebakaran tidak dapat masuk akibat terhalang oleh kendaraan lain atau akibat lain
(Juwana, 2005). Dengan tidak adanya jalur khusus mobil pemadam kebakaran
didalam lingkungan bangunan, maka akan menyebabkan kegiatan penanggulangan
kebakaran tidak dapat dilakukan secara efektif yang diakibatkan oleh mobil pemadam
kebakaran tidak dapat masuk akibat kemungkinan terhalang kendaraan lain atau
akibat lain.
Untuk elemen jalan lingkungan bangunan, dari hasil penelitian, akses untuk
menuju ke semua area atau jalan didalam lingkungan bangunan pabrik telah berupa
jalan perkerasan berupa aspal dan paving. Sejalan dengan itu dari dalam penelitian
Hesna (2009), jalan lingkungan yang tersedia dapat meningkatkan efisiensi waktu
masuknya kendaraan pemadam kebakaran, sehingga proses pemadaman kebakaran
dapat lebih cepat dilaksanakan oleh pemadam kebakaran (Hesna, 2009).
Selain itu menurut Saptaria (2005), dengan jalan lingkungan sebesar 6m dan
diberi pengerasan, mobil pemadam kebakaran lebih mudah memasuki area gedung,
sehingga proses pemadaman kebakaran akan menjadi lebih cepat (Saptaria, 2005).
Dengan tersedianya jalan perkerasan didalam lingkungan bangunan, maka akan
memudahkan dan mempercepat proses dari mobil kebakaran untuk menjangkau
seluruh area dalam lingkungan bangunan untuk penanggulangan kebakaran.
106
Untuk elemen mengenai penandaan jalur khusus mobil pemadam kebakaran
berwarna kontras; penandaan jalur khusus mobil pemadam kebakaran bersifat
reflektif; jarak antar penandaan; penandaan jalur khusus mobil pemadam kebakaran
terdapat pada kedua sisi jalur; penulisan penandaan jalur khusus mobil pemadam, dari
hasil penelitian diketahui bahwa tidak ada penandaan khusus untuk jalur pemadam
kebakaran, dikarenakan tidak terdapatnya jalur khusus mobil pemadam kebakaran.
Sejalan dengan itu menurut Juwana (2005), lapis perkerasan (hard standing) dan jalur
akses masuk (acces way) khusus kendaraan pemadam kebakaran harus diberi
penandaan jalur untuk memudahkan petugas pemadam kebakaran untuk mengetahui
posisi area tersebut terlebih pada malam hari (Juwana, 2005).
Selain itu menurut Novianty (2012), sebaiknya diberikan suatu penandaan
khusus untuk jalur pemadam kabakaran. Hal ini bertujuan agar apabila terjadi
kebakaran pada malam hari, jalur untuk mencapai bangunan-bangunan dapat terlihat
dengan jelas (Novianty, 2012). Penandaan jalur pemadam kebakaran berfungsi untuk
memudahkan dalam mengarahkan pengemudi kendaraan pemadam kebakaran menuju
jalur kendaraan pemadam kebakaran didalam pabrik. Tanpa adanya tanda khusus jalur
pemadam kebakaran, pengemudi kendaraan pemadam tidak dapat mengetahui dengan
pasti jalan mana yang harus dilewati saat berada didalam area jalan bangunan.
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan mengenai komponen akses dan
pasokan air untuk pemadam kebakaran yang telah disebutkan sebelumnya, maka
saran yang mampu diberikan oleh peneliti adalah perusahaan agar memberikan
penandaan yang bersifat reflektif atau memantulkan cahaya pada bibir jalan atau pada
pembatas jalan, agar saat terjadi keadaan darurat khususnya pada malam hari dimana
kemungkinan besar aliran listrik akan terputus yang menyebabkan lampu penerangan
didalam pabrik padam. Dengan adanya penandaan yang bersifat reflektif tersebut,
107
pengemudi mobil pemadam kebakaran dapat mengetahui dengan pasti jalur mana saja
yang harus ditempuh saat berada di dalam pabrik meski tidak terdapat lampu
penerangan.
6.3 Sarana Penyelamatan Jiwa
Berdasarkan tabel 5.6, didapatkan hasil tingkat pemenuhan sarana
penyelamatan jiwa sebesar 87,08%, maka dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan sub komponen pintu darurat berfungsi sempurna atau kapasitasnya sesuai
dengan ketetapan dalam spesifikasi.
Berikut adalah pembahasan pada masing-masing sub komponen sarana
penyelamatan jiwa yang terdiri dari sarana jalan keluar, pintu darurat, pencahayaan
darurat, dan tanda petunjuk arah evakuasi.
6.3.1 Sarana Jalan Keluar
Berdasarkan tabel 5.2, didapatkan hasil tingkat pemenuhan sarana jalan
keluar sebesar 80,95%, dari 7 elemen terdapat 5 elemen yang telah sesuai, dan
2 elemen yang tidak sesuai dengan persyaratan.
Untuk elemen mengenai lebar akses exit, dari hasil penelitian diketahui
bahwa lebar akses exit di bagian sisi depan berupa pintu utama dengan lebar
6,5m dan bagian sisi belakang dengan lebar 6,2m, bagian sisi samping dengan
lebar masing-masing 1,3m. Hal ini sesuai dengan persyaratan dalam Permen
PU No. 26 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa Lebar akses EXIT ≥ 71 cm
(Permen PU, 2008). Sejalan dengan itu menurut Juwana (2005), lebar pintu
darurat (akses exit) minimal 70 cm (Juwana, 2005). Dengan lebar akses exit
yang cukup, maka penghuni bangunan gedung dapat dengan mudah dan cepat
menggunakan akses exit saat keadaan darurat. Akses exit yang sempit atau
108
kurang dari 71 cm menurut aturan akan menyebabkan terhambatnya proses
evakuasi penghuni bangunan gedung untuk keluar dengan cepat.
Untuk elemen mengenai sarana jalan keluar bebas hambatan dan
rintangan, dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat perabot dipinggiran
pada jalur evakuasi yang menutupi/melewati garis pembatas jalur evakuasi.
Hal ini tidak sesuai dengan Permen PU No. 26 Tahun 2008 yang menyebutkan
sarana jalan keluar dipelihara terus menerus bebas dari segala hambatan atau
rintangan (Permen PU, 2008). Perabotan yang menutupi atau melewati garis
pembatas jalur evakuasi dapat mengganggu proses evakuasi diantaranya
tersandung, menabrak, terjatuh, akibat keberadaan perabotan tersebut di
sekitar jalur evakuasi.
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan mengenai sarana jalan
keluar, maka saran yang mampu diberikan adalah perusahaan sebaiknya
memindahkan perabotan yang menutupi atau melewati garis pembatas jalur
evakuasi, dikarenakan hal ini dapat mengganggu proses evakuasi terhadap
penghuni bangunan diantaranya tersandung, tertabrak, terjatuh, akibat
keberadaan perabotan tersebut di jalur evakuasi.
6.3.2 Pintu Darurat
Berdasarkan tabel 5.3, didapatkan hasil tingkat pemenuhan pintu
darurat sebesar 100%, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan sub
komponen pintu darurat berfungsi sempurna atau kapasitasnya sesuai dengan
ketetapan dalam spesifikasi, hal ini berarti seluruh elemen yang diperiksa telah
sesuai dengan persyaratan.
Untuk elemen mengenai tipe engsel pintu, dari hasil penelitian bahwa
Seluruh pintu darurat dapat berayun otomatis atau menutup sendiri. Hal ini
109
sesuai dengan persyaratan dalam Permen PU No. 26 Tahun 2008 yang
menyebutkan bahwa Pintu darurat menutup sendiri atau menutup otomatis
(Permen PU, 2008). Menurut Juwana (2005), syarat yang perlu dipenuhi oleh
pintu kebakaran salah satunya adalah alat penutup pintu otomatis (door closer)
(Juwana, 2005). Pintu darurat yang dapat berayun otomatias, maka fungsi dari
pintu darurat dalam melokalisir api dapat lebih terjamin. Pintu darurat yang
tidak dapat berayun otomatis akan mengurangi fungsi dari pintu darurat itu
sendiri dalam menahan penjalaran api, dikarenakan tidak semua orang yang
menggunakan menutup kembali pintu tersebut untuk menahan api.
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan maka saran yang
mampu diberikan adalah perusahaan agar tetap mempertahankan tingkat
keandalan komponen pintu darurat dengan tetap melakukan pemeliharaan
pintu darurat dari kemungkinan tidak dapat terbuka secara penuh akibat
terhalang benda. Selain itu perusahaan agar secara berkala tetap memeriksa
kondisi pintu darurat dari kemungkinan rusak pada engsel yang dapat
menyebabkan pintu darurat tidak dapat membuka-tutup dengan sebagaimana
mestinya.
6.3.3 Pencahayaan Darurat
Berdasarkan tabel 5.4, didapatkan hasil tingkat pemenuhan
pencahayaan darurat sebesar 75%, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar sub komponen pencahayaan darurat berfungsi dengan baik, tetapi
terdapat sebagian lain komponen utilitas yang berfungsi kurang sempurna atau
kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan dalam spesifikasi. Dari 4 elemen
yang diperiksa terdapat 3 elemen telah sesuai, dan 1 elemen tidak sesuai
110
dengan persyaratan yakni mengenai jangka waktu pengujian pencahayaan
darurat.
Untuk elemen mengenai jangka waktu pengujian pencahayaan darurat,
dari hasil penelitian diketahui bahwa pengujian dilakukan setiap 6 bulan sekali
atau setahun 2 kali oleh tim SHE. Hal ini tidak sesuai dengan persyaratan
dalam Permen PU No. 26 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa Pengujian
fungsi pencahayaan darurat dilakukan dalam jangka waktu 30 hari untuk
sekurang-kurangnya 30 detik (Permen PU, 2008). Sejalan dengan itu menurut
SNI 03-6574 (2000), jangka waktu uji fungsi peralatan lampu darurat
harus dilakukan pada setiap 30 hari, selama 30 detik. Uji tahunan harus
dilakukan dengan waktu uji selama 1½ jam. Peralatan harus beroperasi
penuh selama jangka waktu pengujian (Badan Standardisasi Nasional, 2000).
Pengujian terhadap pencahayaan darurat adalah untuk memastikan bahwa
kondisi dari pencahayaan darurat tersebut dalam keadaan baik atau tidak
rusak, sehingga dapat digunakan sewaktu-waktu terjadi kebakaran.
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan maka saran yang
mampu diberikan adalah perusahaan sebaiknya melakukan pengujian fungsi
pencahayaan darurat setiap bulannya untuk memastikan pencahayaan darurat
tersebut dapat digunakan sewaktu-waktu terjadi keadaan darurat.
6.3.4 Tanda Arah Evakuasi
Berdasarkan tabel 5.5, didapatkan hasil tingkat pemenuhan tanda arah
evakuasi sebesar 92,40%, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan
sub komponen tanda arah evakuasi berfungsi sempurna atau kapasitasnya
sesuai dengan ketetapan dalam spesifikasi. Dari 8 elemen yang diperiksa
111
terdapat 5 elemen yang telah sesuai, dan 1 elemen yang tidak sesuai dengan
persyaratan yakni mengenai setiap tanda arah diiluminasi terus menerus.
Untuk elemen mengenai setiap tanda arah diiluminasi terus menerus,
dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 14 tanda arah yang tidak
diiluminasi, 11 iluminasi tanda arah sudah mati, dari jumlah keseluruhan
sebanyak 41 tanda arah. Sejalan dengan itu menurut Juwana (2005), tanda
“EXIT” harus diberi lampu dengan kuat cahaya minimal 54 lux (Juwana,
2005). Selain itu dalam penelitian Novianty (2012), sebaiknya tanda exit
(iluminasi) yang sudah mati dan tredup tersebut diganti, serta selalu diinsepksi
secara berkala (Novianty, 2012). Berdasarkan pemaparan yang telah
disebutkan , menurut peneliti dengan iluminasi pada tanda arah akan
memudahkan penghuni bangunan gedung untuk membacanya terutama saat
kondisi ruangan yang gelap.
Dari keterangan yang telah disebutkan maka saran yang mampu
diberikan oleh peneliti adalah perusahaan agar segera mengganti iluminasi
tanda arah yang sudah mati agar saat terjadi keadaan darurat penghuni gedung
dapat dengan jelas melihat kemana arah yang harus ditempuh untuk
menyelamatakan diri.
6.4 Sistem Proteksi Pasif
Berdasarkan tabel 5.8, didapatkan hasil tingkat pemenuhan sistem proteksi
pasif sebesar 75%. Berikut adalah pembahasan pada komponen dari sistem proteksi
pasif yang terdiri dari konstruksi tahan api.
6.4.1 Konstruksi Tahan Api
Berdasarkan tabel 5.7, didapatkan hasil tingkat pemenuhan tanda arah
evakuasi sebesar 75%, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
112
komponen sistem proteksi kebakaran tidak berfungsi atau kapasitasnya jauh
dibawah dari yang ditetapkan dalam spesifikasi. Dari 4 elemen yang diperiksa
terdapat 3 elemen yang telah sesuai, dan 1 elemen yang tidak sesuai dengan
persyaratan yakni mengenai dilakukan pemeliharaan konstruksi tahan api
Untuk elemen mengenai dilakukan pemeliharaan konstruksi tahan api,
dari hasil penelitian bahwa tidak dilakukan pemeliharaan terhadap konstruksi
tahan api dan pintu tahan api. Sejalan dengan itu menurut Suprapto (2007),
dengan dilakukannya pemeliharaan secara berkala, maka diharapkan
konstruksi tahan api tersebut tetap memiliki keandalan yang baik sebagai
upaya melindungi bangunan dari penyebaran api dan dari keruntuhan serentak
akibat kebakaran, memberi waktu penghuni untuk menyelamatkan diri, serta
melindungi keselamatan petugas pemadam kebakaran saat operasi pemadaman
dan penyelamatan (Suprapto, 2007). Berdasarkan pemaparan yang telah
disebutkan sebelumnya, menurut peneliti dengan tidak dilakukannya
pemeliharaan terhadap konstruksi tahan api, maka penghuni bangunan tidak
dapat mengetahui dengan pasti mengenai komponen tersebut dapat berfungsi
tidak dalam menahan penjalaran api.
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan mengenai kontsruksi
tahan api, maka saran yang mampu diberikan adalah perusahaan sebaiknya
melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan berkala terhadap konstruksi tahan
api dari kemungkinan rusak (lapuk, getas, keropos) untuk memastikan
kelayakannya digunakan dalam melindungi bangunan dari penyebaran api dan
dari keruntuhan serentak akibat kebakaran, memberi waktu penghuni untuk
menyelamatkan diri, serta melindungi keselamatan petugas pemadam
kebakaran saat operasi pemadaman dan penyelamatan.
113
6.5 Sistem Proteksi Aktif
Berdasarkan tabel 5.16, didapatkan hasil tingkat pemenuhan sistem proteksi
aktif sebesar 85,44%, maka dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan
kapasitasnya sesuai dengan ketetapan dalam spesifikasi. Berikut adalah pembahasan
pada masing-masing elemen dari sistem proteksi aktif yang terdiri dari elemen sistem
detektor kebakaran, alarm kebakaran, titik panggil manual, sistem springkler
otomatik, sistem hidran, sistem pipa tegak, dan APAR.
6.5.1 Sistem Detektor Kebakaran
Berdasarkan tabel 5.9, didapatkan hasil tingkat pemenuhan sistem
detektor kebakaran sebesar 60%, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar sistem deteksi kebakaran berfungsi dengan baik, tetapi terdapat sebagian
lain komponen utilitas yang berfungsi kurang sempurna atau kapasitasnya
kurang dari yang ditetapkan dalam spesifikasi. Dari 5 elemen yang diperiksa
terdapat 3 elemen yang telah sesuai, dan 2 elemen tidak sesuai dengan
persyaratan yakni mengenai detektor diproteksi terhadap kemungkinan rusak
karena gangguan mekanis; Rekaman hasil dari semua inspeksi, pengujian, dan
pemeliharaan, harus disimpan untuk jangka waktu 5 tahun untuk pengecekan
oleh instansi yang berwenang.
Untuk elemen detektor diproteksi terhadap kemungkinan rusak karena
gangguan mekanis; dari hasil penelitian diketahui bahwa detektor tidak
diproteksi. Hal ini tidak sesuai dengan persyaratan dalam Permen PU No. 26
Tahun 2008 yang berpedoman pada SNI 03-3985 (2000) yang menyebutkan
bahwa detektor harus diproteksi terhadap kemungkinan rusak karena
gangguan mekanis (Permen PU, 2008). Dengan adanya protektor pada
114
detektor, maka akan mengurangi kemungkinan rusak karena gangguan
mekanis.
Untuk elemen mengenai rekaman hasil dari semua inspeksi, pengujian,
dan pemeliharaan, harus disimpan untuk jangka waktu 5 tahun untuk
pengecekan oleh instansi yang berwenang, dari hasil penelitian diketahui
bahwa rekaman hasil dari semua inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan yang
disimpan hanya hingga 3 tahun terakhir. Hal ini tidak sesuai dengan
persyaratan dalam Permen PU No. 26 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa
keharusan rekaman hasil dari semua inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan,
harus disimpan untuk jangka waktu 5 tahun untuk pengecekan oleh instansi
yang berwenang (Permen PU, 2008). Dengan rekeman yang disimpan untuk
jangka waktu 5 tahun maka sangat penting sebagai masukan atau referensi
oleh instansi yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan ataupun saran
dalam peningkatannya.
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan mengenai detektor
kebakaran, maka saran yang mampu diberikan oleh peneliti adalah perusahaan
sebaiknya menyimpan rekaman hasil pengujian detektor hingga jangka waktu
lebih dari 5 tahun untuk keperluan pengecekan dari pihak yang berwenang.
6.5.2 Alarm Kebakaran
Berdasarkan tabel 5.10, didapatkan hasil tingkat pemenuhan tanda arah
evakuasi sebesar 100%, maka peneliti menyimpulkan bahwa secara
keseluruhan komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi sempurna atau
kapasitasnya sesuai dengan ketetapan dalam spesifikasi.
Untuk elemen mengenai ketersediaan alarm kebakaran, dari hasil
penelitian bahwa Alarm kebakaran jenis sirene yang ditempatkan pada titik-
115
titik tertentu tersebar diseluruh area pabrik. Hal ini sesuai dalam Permen PU
No. 26 Tahun 2008 yang berpedoman pada SNI 03-3985 (2000) yang
mempersyaratkan terdapat alarm kebakaran (Permen PU, 2008). Dengan
adanya alarm kebakaran, maka dapat memudahkan penyampaian informasi
pada seluruh penghuni bangunan apabila terjadi kebakaran.
Untuk elemen mengenai sinyal suara alarm, dari hasil penelitian bahwa
sinyal suara alarm kebakaran berbeda dari sinyal suara yang dipakai untuk
penggunaan lain, perusahaan menggunakan sirene dan pengeras suara atau
speaker untuk menginformasikan kepada pekerja apabila terjadi keadaan
darurat. Sejalan dengan itu menurut Ramli (2010), sirine mengeluarkan suara
yang lebih keras sehingga sesuai digunakan di tempat kerja yang luas seperti
pabrik (Ramli, 2010). Dengan penggunaan sirene maka hal ini sudah tepat
digunakan pada Pabrik Personal Wash yang merupakan tempat kerja yang
luas.
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan mengenai alarm
kebakaran, maka saran yang mampu diberikan oleh peneliti adalah perusahaan
agar tetap mempertahankan dalam melakukan pemeriksaan secara berkala
terhadap alarm kebakaran, untuk memastikan seluruh alarm kebakaran dapat
berfungsi sewaktu-waktu terjadi keadaan darurat.
6.5.3 Titik Panggil Manual
Berdasarkan tabel 5.11, didapatkan hasil tingkat pemenuhan tanda arah
evakuasi sebesar 100%, maka peneliti menyimpulkan bahwa secara
keseluruhan komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi sempurna atau
kapasitasnya sesuai dengan ketetapan dalam spesifikasi.
116
Untuk elemen mengenai warna titik panggil manual, dari hasil
penelitian bahwa seluruh titik panggil manual berwarna merah. Hal ini sesuai
dengan persyaratan dalam Permen PU No. 26 Tahun 2008 yang berpedoman
pada SNI 03-3985 (2000) yang menyebutkan bahwa Titik panggil manual
harus bewarna merah (Permen PU, 2008). Dengan titik panggil manual
nerwarna merah, maka penghuni dapat dengan mudah melihatnya untuk
digunakan saat terjadi kebakaran.
Untuk elemen mengenai letak pemasangan titik panggil manual, dari
hasil penelitian bahwa Titik panggil manual dipasang pada lintasan menuju
jalan keluar. Hal ini sesuai dengan persyaratan dalam Permen PU No. 26
Tahun 2008 yang berpedoman pada SNI 03-3985 (2000) yang menyebutkan
bahwa Titik panggil dipasang pada lintasan menuju jalan keluar (Permen PU,
2008). Dengan pemasangan titik panggil manual menuju jalan keluar maka
akan memudahkan penghuni bangunan untuk menggunakannya saat terjadi
kebakaran.
Untuk elemen mengenai ketinggian titik panggil manual dari lantai,
dari hasil penelitian bahwa Titik panggil manual dipasang 1,5 meter dari
lantai. Hal ini sesuai dengan persyaratan dalam Permen PU No. 26 Tahun
2008 yang berpedoman pada SNI 03-3985 (2000) yang menyebutkan bahwa
Semua titik panggil manual dipasang pada lintasan menuju ke luar dan
dipasang pada ketinggian 1,4 meter dari lantai (Permen PU, 2008). Dengan
dipasangnya titik panggil manual pada lintasan menuju ke luar dan dipasang
pada ketinggian 1,4 meter dari lantai, maka akan memudahkan penghuni
bangunan dalam mengakses dan menggunakannya saat terjadi kebakaran.
117
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan mengenai titik panggil
manual, maka saran yang mampu diberikan oleh peneliti adalah perusahaan
agar tetap melakukan inspeksi secara rutin, memeriksa keberfungsian tuas dan
tombol penekan titik panggil manual, serta agar tetap memelihara titik panggil
manual tidak terhalang benda atau barang yang menyebabkannya tidak dapat
dijangkau dan tidak mudah dilihat, agar memudahkan bagi siapa saja yang
ingin menginformasikan keadaan darurat.
6.5.4 Sistem Springkler Otomatik
Berdasarkan tabel 5.12, didapatkan hasil tingkat pemenuhan springkler
otomatik sebesar 82,5%, maka peneliti menyimpulkan bahwa secara
keseluruhan komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi sempurna atau
kapasitasnya sesuai dengan ketetapan dalam spesifikasi. Dari 10 elemen yang
diperiksa terdapat 8 elemen yang telah sesuai, dan 2 elemen yang tidak sesuai
dengan persyaratan standar acuan.
Untuk elemen mengenai jarak antar springkler, dari hasil penelitian
bahwa jarak antar kepala springkler 4,5 meter. Hal ini tidak sesuai dengan
persyaratan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 yang berpedoman pada SNI
03-3989 (2000) yang menyebutkan bahwa jarak maksimum antar kepala
springkler adalah 3,7 m (Permen PU, 2008). Dengan jarak antar kepala
springkler kurang dari 2 meter adalah untuk memastikan seluruh sela ruangan
mendapatkan pancaran air untuk memadamkan kebakarn.
Untuk elemen mengenai bahan springkler, dari hasil penelitian bahwa
kepala springkler terbuat dari bahan seng yang dichrome tahan korosi. Hal ini
sesuai dengan persyaratan dalam Permen PU No. 26 Tahun 2008 yang
berpedoman pada SNI 03-3989 (2000) yang menyebutkan bahwa kepala
118
springkler yang terpasang merupakan kepala springkler yang tahan korosi
(Permen PU, 2008). Dengan kepala sprinkler yang tahan korosi adalah untuk
menjamin springkler dapat bekerja dengan baik dan terhindar dari
kemungkinan eror atau rusak seperti tersumbat akibat saluran sprinkler yang
berkarat.
Untuk elemen mengenai jumlah springkler cadangan, dari hasil
penelitian diketahui bahwa persediaan kepala springkler cadangan tersisa 9
buah disimpan dilemari gudang unit kerja engineering. Hal ini sesuai dengan
persyaratan dalam Permen PU No. 26 Tahun 2008 yang menyebutkan bahwa
Jumlah persediaan kepala springkler cadangan ≥ 36 (Permen PU, 2008).
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan mengenai sistem
springkler otomatik, maka saran yang mampu diberikan oleh peneliti adalah
perusahaan sebaiknya menambah jumlah persediaan kepala springkler
cadangan untuk memudahkan petugas dalam mengganti kepala springkler
yang rusak.
6.5.5 Sistem Hidran
Berdasarkan tabel 5.13, didapatkan hasil tingkat pemenuhan springkler
otomatik sebesar 100%, maka peneliti menyimpulkan bahwa secara
keseluruhan komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi sempurna atau
kapasitasnya sesuai dengan ketetapan dalam spesifikasi.
Untuk elemen mengenai warna hidran, dari hasil penelitian bahwa
Setiap lemari hidran berwarna merah menyolok. Menurut NFPA 101 (2010),
hidran harus diwarnai dengan warna kuning chrome atau warna lain yang
mudah terlihat diantaranya warna putih, merah menyala, warna silver atau
119
kuning lime (NFPA 101, 2010). Dengan adanya warna yang menyolok maka
hal ini akan memudahkan setiap orang untuk melihatnya.
Untuk elemen mengenai kotak hidran tidak terhalang, dari hasil
penelitian bahwa sambungan slang dan kotak hidran tidak boleh terhalang.
Sejalan dengan itu menurut Juwana (2005), kotak hidran bangunan harus
mudah dibuka, dapat terlihat, terjangkau dan tidak terhalang oleh apapun
(Juwana, 2005). Dengan adanya sambungan slang dan kotak hidran yang tidak
terhalang adalah untuk memastikan hidran dapat dengan diakses dan
digunakan sewaktu-waktu terjadi kebakaran.
Untuk elemen mengenai peletakan hidran, dari hasil penelitian bahwa
hidran halaman diletakkan disepanjang jalur akses kendaraan. Sejalan dengan
itu menurut Juwana (2005), maksimal jarak antar hidran adalah 200 meter dan
penempatan hidran harus mudah dicapai oleh mobil pemadam kebakaran
(Juwana, 2005). Dengan adanya peletakan hidran halaman di sepanjang jalur
akses mobil pemadam kebakaran adalah untuk memudahkan kegiatan
pemadaman kebakaran oleh petugas pemadam kebakaran.
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan mengenai hidran, maka
saran yang mampu diberikan adalah perusahaan tetap melakukan pemeriksaan
rutin untuk memastikan hidran selalu siap digunakan dan dapat berfungsi
dengan baik saat diperlukan.
6.5.6 Sistem Pipa Tegak
Berdasarkan tabel 5.14, didapatkan hasil tingkat pemenuhan pipa tegak
sebesar 71,42%, maka peneliti menyimpulkan bahwa sebagian besar
komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi dengan baik, tetapi terdapat
sebagian lain komponen utilitas yang berfungsi kurang sempurna atau
120
kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan dalam spesifikasi. Dari 7 elemen
yang diperiksa terdapat 5 elemen yang telah sesuai, dan 2 elemen yang tidak
sesuai dengan persyaratan dalam standar acuan.
Untuk elemen mengenai penandaan pipa tegak dari hasil penelitian
diketahui bahwa tidak terdapat penandaan khusus pipa tegak. Sejalan dengan
itu dalam penelitian Novianty (2012), selain itu juga perlu dipasang suatu
tanda pada pipa tersebut agar petugas pemadam kebakaran dapat dengan
mudah menemukannya (Novianty, 2012). Dengan tidak adanya penandaan
khusus pipa tegak akan menyulitkan petugas pemadam kebakaran ataupun
seseorang untuk menemukannya terutama saat terjadi kebakaran.
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan mengenai sistem pipa
tegak maka saran yang mampu diberikan adalah perusahaan sebaiknya
memberikan penandaan pada pipa tegak agar lebih mudah untuk
menemukannya saat terjadi keadaan darurat.
6.5.7 APAR
Berdasarkan tabel 5.15, didapatkan hasil tingkat pemenuhan APAR
sebesar 100%, peneliti menyimpulkan bahwa secara keseluruhan komponen
sistem proteksi kebakaran berfungsi sempurna atau kapasitasnya sesuai
dengan ketetapan dalam spesifikasi.
Untuk elemen mengenai ketersediaan APAR, dari hasil penelitian
bahwa terdapat APAR tersebar diseluruh area pabrik sebanyak 46 buah (25
APAR jenis dry chemical, 9 APAR jenis CO2, 7 APAR jenis Pasca Halon, 5
APAR jenis Foam). Sejalan dengan itu menurut Novianty (2012), dengan
adanya APAR maka dapat dilakukan pencegahan terhadap kebakaran awal
sebelum terjadinya kebakaran yang lebih besar (Novianty, 2012). Dengan
121
ketersediaan APAR ditempat kerja, maka apabila terjadi kebakaran kecil dapat
dengan segera dicegah sebelum terjadi kebakaran yang lebih besar yang tidak
mungkin untuk dikendalikan.
Untuk elemen mengenai ketersediaan label klasifikasi kebakaran pada
APAR, dari hasil penelitian bahwa terdapat klasifikasi APAR yang
ditempelkan pada tabung APAR. Sejalan dengan itu menurut Hartanto (2013),
label klasifikasi kebakaran pada APAR berfungsi agar seseorang dapat
mengetahui peruntukan APAR tersebut berdasarkan penyebab kebakarannya
(Hartanto, 2013). Dengan tersedianya label klasifikasi kebakaran, maka
seseorang dapat mengetahui kesesuaian penggunaan APAR tersebut
berdasarkan penyebab kebakarannya.
Untuk elemen mengenai ketinggian APAR dari lantai, dari hasil
penelitian bahwa jarak terendah APAR dengan lantai 64 cm. Hal ini sesuai
dalam Permen PU No. 26 Tahun 2008 yang mempersyaratkan jarak antara
APAR dengan lantai ≥ 10 cm (Permen PU, 2008). Dengan peletakan
ketinggian APAR yang cukup, maka akan memudahkan APAR untuk terlihat,
sekaligus dapat lebih cepat digunakan dibandingkan dengan APAR yang
diletakkan dilantai.
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan mengenai APAR, maka
saran yang mampu diberikan adalah perusahaan agar tetap menginspeksi
APAR setiap bulannya untuk memastikan APAR dapat digunakan saat terjadi
keadaan darurat, serta tetap melakukan pemeliharaan APAR dari
kemungkinan terhalang benda atau barang yang dapat menyebabkannya tidak
dapat dijangkau atau tidak mudah dilihat akibat terhalang benda.
122
6.6 Utilitas Bangunan Gedung
6.6.1 Sumber Daya Listrik
Berdasarkan tabel 5.17, didapatkan hasil tingkat pemenuhan sumber
daya listrik sebesar 100%, maka peneliti menyimpulkan bahwa secara
keseluruhan komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi sempurna atau
kapasitasnya sesuai dengan ketetapan dalam spesifikasi.
Untuk elemen mengenai sumber daya listrik utama, dari hasil
penelitian bahwa daya listrik berasal dari PLN berkapasitas 5540 kVA yang
apabila mati digantikan dengan generator cadangan berkapasitas 400 kVA.
Sejalan dengan itu menurut Juwana (2005), bangunan-bangunan yang
memiliki nilai fungsional yang besar seperti pusat pembelanjaan, hendaknya
memiliki sumber daya listrik darurat. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi
apabila listrik yang bersumber dari PLN sedang padam, maka listrik dalam
gedung dapat tetap menyala dengan adanya sumber listrik cadangan yang lain
(Juwana, 2005). Selain itu dalam penelitian Novianty (2012), penyediaan
sumber daya listrik sangat penting untuk mendukung sistem proteksi
kebakaran di bangunan gedung. Selain sumber daya listrik dari PLN, harus
disediakan juga generator sebagai sumber daya listrik darurat. Misalnya untuk
menghidupkan pompa hidran, pencahayaan darurat, dan sistem proteksi
kebakaran lainnya (Novianty, 2012).
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan, menurut peneliti
dengan adanya sumber daya listrik utama, maka kegiatan penanggulangan
kebakaran akan dapat dilakukan lebih baik dibandingkan dengan tidak
tersedianya sumber listrik, dikarenakan disaat proses penanggulangan
123
kebakaran, petugas pemadam kebakaran menggunakan alat-alat pemadam
kebakaran yang beberapa membutuhkan daya listrik.
Untuk elemen mengenai ketersediaan generator listrik cadangan, dari
hasil penelitian bahwa daya listrik darurat berupa generator diesel cadangan
berkapasitas 400 kVA. Sejalan dengan itu menurut Juwana (2005), sumber
tenaga listrik darurat ini adalah batere atau generator. Sumber daya listrik
darurat harus dapat bekerja secara otomatis sehingga dapat segera berfungsi
ketika sumber listrik utama mendadak padam (Juwana, 2005). Berdasarkan
keterangan yang telah disebutkan sebelumnya, menurut peneliti dengan
adanya sumber daya cadangan adalah untuk memastikan setiap instalasi
pemadam kebakaran dapat berfungsi terutama saat terjadi kebakaran yang
mana kemungkinan besar sumber listrik utama dari PLN terputus.
Untuk elemen mengenai kabel tahan api, dari hasil penelitian bahwa
kabel distribusi listrik darurat menggunakan kabel jenis XLPE type N2XRY
dengan TKA sekitar 90 menit. Hal ini sesuai dengan persyaratan dalam
Permen PU No. 26 Tahun 2008 yang mempersyaratkan semua kabel distribusi
yang melayani sumber daya listrik darurat harus memenuhi kabel dengan
Tingkat Ketahanan Api (TKA) selama 1 jam (Permen PU, 2008). Berdasarkan
keterangan yang telah disebutkan sebelumnya, menurut peneliti dengan
adanya kabel distribusi yang melayani sumber daya listrik darurat memiliki
tingkat ketahanan api selama 90 menit, adalah untuk memastikan peralatan
penanggulangan kebakaran dapat terpasok listrik sehingga peralatan tersebut
tetap dapat difungsikan saat terjadi kebakaran atau saat jaringan listrik utama
tidak terpenuhi.
124
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan mengenai sumber saya
listrik maka saran yang mampu diberikan adalah perusahaan agar tetap
melakukan pemeliharaan rutin terhadap generator cadangan untuk
memastikannya dapat digunakan sewaktu-waktu terjadi keadaan darurat, dan
tetap melakukan pemeriksaan terhadap kabel tahan api dari kemungkinan
rusak untuk memastikan bahwa kabel-kabel tersebut tetap aman digunakan
saat terjadi keadaan darurat.
6.6.2 Pusat Pengendali Kebakaran
Dari tabel 5.18, komponen pusat pengendali kebakaran memiliki
tingkat pemenuhan sebesar 72,72%, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi dengan baik, tetapi
terdapat sebagian lain komponen utilitas yang berfungsi kurang sempurna atau
kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan dalam spesifikasi. Dari 9 elemen
yang diperiksa terdapat 6 elemen yang telah sesuai, dan 3 elemen yang tidak
sesuai dengan persyaratan dalam standar acuan.
Untuk elemen mengenai tanda tulisan ruang pengendali kebakaran,
lebar huruf tanda ruang pengendali kebakaran, warna huruf pada tanda ruang
pengendali kebakaran, dari hasil penelitian bahwa tidak terdapat tanda tulisan
“Ruang Pengendali Kebakaran”, dikarenakan ruang pengendali kebakaran
menjadi satu dengan ruang security. Sejalan dengan itu dalam penelitian Aziz
(2014), hal ini tidak sesuai dengan persyaratan bahkan dapat menimbulkan
kesalahan persepsi pada petugas atau karyawan lain, dikhawatirkan karyawan
lain dapat beranggapan bahwa ruangan ini hanya sebatas ruangan kantor
administrasi dari bagian PMK, padahal ruangan ini merupakan suatu ruangan
khusus untuk mengendalikan secara terpusat selama kegiatan penanggulangan
125
kebakaran berlangsung (Aziz, 2014). Berdasarkan pemaparan yang telah
disebutkan sebelumnya, menurut peneliti dengan tidak adanya penandaan
untuk ruang pengendali kebakaran, maka akan menyebabkan petugas
pemadam kebakaran dari pihak luar penyelenggara bangunan kesulitan untuk
mencari keberadaan ruang pengendali kebakaran yang mana digunakan untuk
menunjang kegiatan penanggulangan kebakaran.
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan sebelumnya maka saran
yang mampu diberikan adalah perusahaan sebaiknya memberikan tanda
tulisan “ruang pengendali kebakaran” pada ruang pengendali kebakaran agar
lebih mudah untuk ditemukan bagi siapa saja untuk keperluan pengoperasian
instalasi kebakaran saat keadaan darurat.
6.6.3 Sistem Proteksi Petir
Berdasarkan tabel 5.19 didapatkan hasil tingkat pemenuhan
pencahayaan darurat sebesar 100%, maka peneliti menyimpulkan bahwa
secara keseluruhan komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi sempurna
atau kapasitasnya sesuai dengan ketetapan dalam spesifikasi.
Untuk elemen mengenai ketersediaan SPP, dari hasil penelitian
terdapat 2 instalasi SPP diantaranya:
1. Merk : Neo Flash, Type : TZ.05, Radius : +/- 150m, tinggi 59m
2. Merk : GENT, Type : A, Radius : +/- 150m, tinggi 48m
Hal ini sesuai dengan persyaratan dalam Permen PU No. 26 Tahun
2008 yang menyebutkan bahwa pada bangunan dan gedung harus terdapat
instalasi sistem proteksi petir (Permen PU No. 26, 2008).
126
Menurut International Electrotechnical Commision (2000),
menyebutkan pengelompokan bangunan yang perlu diberi instalasi sistem
proteksi petir, diantaranya:
1. Bangunan tinggi seperti gedung bertingkat, menara, dan cerobong
2. Bangunan penyimpan bahan mudah meledak atau terbakar, misal
pabrik amunisi, gudang bahan kimia.
3. Bangunan untuk kepentingan umum seperti gedung sekolah, stasiun,
bandara.
4. Bangunan yang mempunyai fungsi khusus dan estetika misal
mueseum, gedung arsip negara (IEC, 2000).
Berdasarkan pengelompokan bangunan yang perlu diberi instalasi
sistem proteksi petir, maka Pabrik Personal Wash termasuk dalam kelompok
bangunan 1 dan 2 yakni, bangunan tinggi seperti gedung bertingkat, menara,
dan cerobong; dan bangunan penyimpan bahan mudah meledak atau terbakar.
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan sebelumnya, menurut peneliti
dengan adanya sistem proteksi petir pada bangunan atau pabrik, maka upaya
pencegahan terhadap bahaya kebakaran akan lebih baik, khususnya bahaya
kebakaran yang diakibatkan oleh sambaran petir.
Untuk elemen mengenai pemeliharaan SPP, dari hasil penelitian,
bahwa perencanaan, pelaksanaan, dan pengujian instalasi dilakukan oleh pihak
supplier PT Megah Alam Semesta yang diawasi oleh tim SHE. Sejalan dengan
itu menurut SNI 03-7015 (2004), tujuan inspeksi adalah untuk menjamin
bahwa SPP sesuai dengan rancangan, seluruh komponen SPP dalam kondisi
baik dan mampu berfungsi sesuai rancangannya dan tidak terjadi korosi, setiap
tambahan konstruksi atau instalasi baru yang telah terpasang kedalam ruang
127
terproteksi secukupnya dengan pengikatan atau tambahan SPP (SNI, 2004).
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan sebelumnya, menurut peneliti
dengan pemeliharaan yang dilakukan oleh tenaga yang ahli adalah untuk
menjamin komponen sistem proteksi petir dapat berfungsi dengan baik dalam
melindungi manusia dan peralatan dilingkungan bangunan dari bahaya
sambaran petir.
Berdasarkan pemaparan yang telah disebutkan mengenai sistem
proteksi petir maka saran yang mampu diberikan adalah perusahaan agar tetap
melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap sistem proteksi petir untuk
memastikannya dapat berfungsi dengan baik dalam melindungi karyawan,
bangunan dan peralatan dari bahaya sambaran petir.
128
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Tingkat pemenuhan akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran adalah
sebesar 40%. Terdapat 6 elemen yang tidak sesuai dengan persyaratan dalam
standar acuan, yaitu mengenai:
a. Ketersediaan jalur khusus mobil pemadam kebakaran sebesar 0%.
b. Penandaan jalur mobil pemadam kebakaran berwarna kontras sebesar
0%.
c. Penandaan jalur mobil pemadam kebakaran bersifat reflektif sebesar
0%.
d. Jarak antar penandaan jalur mobil pemadam kebakaran sebesar 0%.
e. Penandaan jalur mobil pemadam kebakaran diletakkan pada kedua sisi
jalur, dan penulisan dalam penandaan mobil pemadam kebakaran
sebesar 0%.
2. Tingkat pemenuhan sarana penyelamatan jiwa adalah sebesar 87,08%. Sarana
penyelamatan jiwa terdiri dari sarana jalan keluar, pintu darurat, pencahayaan
darurat, dan tanda arah evakuasi.
a. Tingkat pemenuhan sarana jalan keluar adalah sebesar 80,95% yang
berarti secara keseluruhan telah sesuai dengan persyaratan dalam
standar acuan
b. Tingkat pemenuhan pintu darurat adalah sebesar 100%, yang berarti
secara keseluruhan telah sesuai dengan persyaratan dalam standar
acuan.
129
c. Tingkat pemenuhan pencahayaan darurat adalah sebesar 75%.
Terdapat 1 elemen yang tidak sesuai dengan persyaratan dalam standar
acuan, yaitu mengenai interval pengujian fungsi pencahayaan darurat.
d. Tingkat pemenuhan tanda arah evakuasi adalah sebesar 92,40%.
Terdapat 1 elemen yang tidak sesuai dengan persyaratan dalam standar
acuan, yaitu mengenai setiap tanda arah diiluminasi terus-menerus.
3. Tingkat pemenuhan sistem proteksi pasif adalah sebesar 75%, yang termasuk
dalam kategori “cukup”. Sistem proteksi pasif yang diperiksa terdiri dari
konstruksi tahan api.
a. Tingkat pemenuhan konstruksi tahan api adalah sebesar 75%. Terdapat
1 elemen yang tidak sesuai dengan persyaratan dalam standara cuan,
yaitu mengenai pemeliharaan konstruksi tahan api.
4. Tingkat pemenuhan sistem proteksi aktif adalah sebesar 87,41%, yang
termasuk dalam kategori “baik”. Sistem proteksi aktif terdiri dari detektor
kebakaran, alarm kebakaran, titik panggil manual, springkler otomatik, sistem
hidran, sistem pipa tegak, dan APAR.
a. Tingkat pemenuhan detektor kebakaran adalah sebesar 60%. Terdapat
2 elemen yang tidak sesuai dengan persyaratan dalam standar acuan,
yaitu mengenai detektor diproteksi dari bahaya mekanis dan
penyimpanan hasil inspeksi detektor.
b. Tingkat pemenuhan alarm kebakaran adalah sebesar 100%, yang
berarti secara keseluruhan elemen telah sesuai dengan persyaratan
dalam standar acuan.
130
c. Tingkat pemenuhan titik panggil manual adalah sebesar 100%, yang
berarti secara keseluruhan elemen telah sesuai dengan persyaratan
dalam standar acuan.
d. Tingkat pemenuhan springkler otomatik adalah sebesar 82,50%.
Terdapat 2 elemen yang tidak sesuai dengan persyaratan dalam standar
acuan, yaitu mengenai jarak maksimum antar kepala springkler, dan
jumlah persediaan kepala springkler.
e. Tingkat pemenuhan sistem hidran adalah sebesar 100%, yang berarti
secara keseluruhan elemen telah sesuai dengan persyaratan dalam
standar acuan.
f. Tingkat pemenuhan sistem pipa tegak adalah sebesar 71,42%. Terdapat
2 elemen yang tidak sesuai dengan persyaratan dalam standar acuan,
yaitu mengenai penulisan pipa tegak dan penandaan pipa tegak.
g. Tingkat pemenuhan APAR adalah sebesar 100% yang berarti secara
keseluruhan elemen telah sesuai dengan persyaratan dalam standar
acuan.
5. Tingkat pemenuhan utilitas bangunan gedung adalah sebesar 90,90%. Utilitas
bangunan gedung terdiri dari sumber daya listrik, pusat pengendali kebakaran,
dan sistem proteksi petir.
a. Tingkat pemenuhan sumber daya listrik adalah sebesar 100%, yang
berarti secara keseluruhan elemen telah sesuai dengan persyaratan
dalam standar acuan.
b. Tingkat pemenuhan pusat pengendali kebakaran adalah sebesar
72,72%. Terdapat 3 elemen yang tidak sesuai dengan persyaratan
dalam standar acuan, yaitu mengenai penulisan ruang pengendali
131
kebakaran, lebar huruf penulisan ruang pengendali kebakaran, dan
warna huruf pada ruang pengendali kebakaran.
c. Tingkat pemenuhan sistem proteksi petir adalah sebesar 100%, yang
berarti secara keseluruhan elemen telah sesuai dengan persyaratan
dalam standar acuan.
6. Tingkat pemenuhan sistem proteksi kebakaran secara keseluruhan di Pabrik
Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya adalah sebesar
76,07%, maka termasuk kategori “cukup”, yang berarti sebagian besar
komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi dengan baik, tetapi terdapat
sebagian lain komponen utilitas yang berfungsi kurang sempurna atau
kapasitasnya kurang dari yang ditetapkan dalam spesifikasi.
7.2 Saran
7.2.1 Saran untuk Perusahaan
Berdasarkan pemaparan hasil dan pembahasan, maka saran yang dapat
peneliti berikan adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan sebaiknya memberikan penandaan jalur khusus mobil
pemadam kebakaran yang bersifat reflektif atau memantulkan cahaya
agar saat terjadi keadaan darurat khususnya pada malam hari dimana
kemungkinan besar aliran listrik akan terputus yang menyebabkan
lampu penerangan didalam pabrik padam. Dengan adanya penandaan
yang bersifat reflektif tersebut, pengemudi mobil pemadam kebakaran
dapat mengetahui dengan pasti jalur mana saja yang harus ditempuh
saat berada di dalam pabrik meski tidak terdapat lampu penerangan.
2. Perusahaan sebaiknya memindahkan perabotan yang menutupi atau
melewati garis pembatas jalur evakuasi, dikarenakan hal ini dapat
132
mengganggu proses evakuasi diantaranya tersandung, menabrak,
terjatuh, akibat keberadaan perabotan tersebut di jalur evakuasi.
3. Perusahaan sebaiknya melakukan pengujian fungsi pencahayaan
darurat setiap bulannya untuk memastikan pencahayaan darurat
tersebut dapat digunakan sewaktu-waktu terjadi keadaan darurat.
4. Perusahaan sebaiknya segera mengganti iluminasi tanda arah yang
sudah mati atau redup agar saat terjadi keadaan darurat penghuni
gedung dapat dengan jelas melihat kemana arah yang harus ditempuh
untuk menyelamatakan diri.
5. Perusahaan sebaiknya menyimpan rekaman hasil pengujian detektor
hingga jangka waktu hingga lebih dari 5 tahun sebelumnya untuk
keperluan pengecekan dari pihak yang berwenang.
6. Perusahaan sebaiknya memberikan penandaan pada pipa tegak dan
ruang pengendali kebakaran agar lebih mudah ditemukan untuk
dioperasikan oleh petugas pemadam kebakaran saat terjadi keadaan
darurat.
7.2.2 Saran untuk Penelitian selanjutnya
1. Sebaiknya menggunakan standar acuan yang lebih kompleks dan
spesifik dalam mengevaluasi standar keselamatan kebakaran bangunan
agar dapat memberikan hasil dan pembahasan yang lebih terperinci
dan lebih luas.
2. Sebaiknya melakukan pengujian langsung pada seluruh alat proteksi
kebakaran untuk memastikan keberfungsian dari peralatan yang
diperiksa tersebut.
133
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Yusuf al. Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran di Unit Amoniak PT
Petrokimia Gresik Tahun 2014. Skripsi. Ciputat: UIN Jakarta.
Badan Pengawas Tenaga Nuklir. 2012. Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir
Nomor 1 Tahun 2012 tentang Ketentuan Desain Sistem Proteksi Kebakaran dan
ledakan Internal pada Reaktor Daya. Jakarta: Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya. Data Statistik Kebakaran tahun 2015. 2015. Surabaya:
Dinas Pemadam Kebakaran Surabaya.
Furness, Andrew dan Martin Muckett. 2007. Introduction to Fire Safety Management.
Oxford: Elsevier Ltd..
Gercek, H..2007. Poission Ratio Values for Rocks. International journal of rock mechanics
and mining sciences. Oxford: Elsevier Ltd..
Hartanto, Martin. 2013. Kajian Jalur Evakuasi Darurat Di Pusat Perbelanjaan Ramayana
Mall Malioboro. Laporan Tugas Akhir. Yogyakarta: Program Studi Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya
Hesna, Yervi. 2009. Evaluasi Penerapan Sistem Keselamatan Kebakaran pada Bangunan
Gedung Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Rekayasa Sipil Vol 5 No.2.
Padang: Fakultas Teknik Sipil
IEC (International Electrotechnical Commission). 2000. International Standards and
Conformity Assessment for all electrical, electronic and related technologies. Geneva:
IEC
ILO. 1989. Buku Pedoman Pencegahan Kecelakaan Seri Manajemen No. 132. Geneva: PPM.
134
Jusuf, R.M.S. 1999. Tanggap Darurat. Indonesian Journal of Industrial Hygiene,
Occupational Health andn Safety Vol XXXII no 4. Jakarta: Indonesian Journal of
Industrial Hygiene, Occupational Health andn Safety
Jimmy S., Juwana. 2005. Panduan Sistem Bangunan Tinggi untuk Arsitek dan Praktisi
Bangunan. Jakarta: Erlangga.
Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2000.
2000. Ketentuan Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 02 Tahun 1985. 1985. Ketentuan Pencegahan dan
Penanganan penanggulangan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung. Jakarta:
Departemen Tenaga Kerja.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 158 Tahun 1972. 1972. Program Operasionil,
Serentak, Singkat, Padat, untuk Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran.
Jakarta: Departemen Tenaga Kerja.
Latifah R.N. dan Pamungkas A. 2013. Identifikasi Faktor-Faktor Kerentanan terhadap
Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan di Liang Anggang. Banjarbaru: Jurusan Teknik
Pomits.
NFPA (National Fire Protection Association) 70. 2000. National Electrical Code (NEC)
Softbound.
NFPA (National Fire Protection Associaton) 101 .2010. National Fire Alarm and Signaling
Code.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Novianty, Putri. 2012. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia
135
OSHA. 2002. Design And Construction Requirements For Exit Routes. Occupational Safety
And Health Administration 1910.36 (OSHA 1910.36). United States:
Department Of Labor.
Pabrik Personal Wash PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya. 2002. Data Incident.
Surabaya: PT Unilever Indonesia Tbk Rungkut Surabaya.
Permenakertrans (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi). 1980. APAR. Jakarta:
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Permen PU (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum) Nomor 26 Tahun 2008. 2008. Persyaratan
Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Jakarta:
Departemen Pekerjaan Umum.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 04 tahun 1980. 1980. Penempatan
APAR. Jakarta: Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2012. 2012. Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja. Jakarta: Peraturan Pemerintah
Perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 1992. 1992. Penanggulangan Bahaya Kebakaran dalam
Wilayah DKI. Jakarta: Perda DKI Jakarta
Permenaker No. 02 tahun 1983. 1983. Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis. Jakarta:
Departemen Tenaga Kerja.
Poerbo, Hartono. 2005. Utilitas Bangunan. Jakarta: Djambatan.
Puslitbang Departemen PU. 2005. Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung.
Jakarta: Departemen PU
Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan & Kesehatan Kerja, OHSAS
18001. Jakarta: Dian Rakyat
Saptaria, Erry. 2008. Pemeriksaan Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung. Jakarta: Pusat
Penelitian Bangunan Departemen Pekerjaan Umum.
136
Santoso, Gempur. 2004. Manjemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Prestasi
Pustaka
SNI (Standar Nasional Indonesia). 2000. SNI 03-1736-2000 tentang Tata Cara Perencanaan
Sistem Proteksi Pasif Konstruksi Tahan Api untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran
pada Bangunan Rumah dan Gedung. Jakarta: Badan Standar Nasional Indonesia.
SNI (Standar Nasional Indonesia). 2000. SNI 03-1745-2000 tentang Tata Cara Perencanaan
dan Pemasangan Sistem Pipa Tegak dan Slang untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran
pada Bangunan Rumah dan Gedung. Jakarta: Badan Standar Nasional Indonesia.
SNI (Standar Nasional Indonesia). 2000. SNI 03-1746-2000 tentang Tata Cara Perencanaan
Sarana Jalan Keluar untuk Penyelamatan Jiwa. Jakarta: Badan Standar Nasional
Indonesia.
SNI (Standar Nasional Indonesia). 2000. SNI 03-3985-2000 tentang Tata Cara Perencanaan,
Pemasangan, dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk Pencegahan
Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung. Jakarta: Badan Standar Nasional
Indonesia.
SNI (Standar Nasional Indonesia). 2000. SNI 03-3989-2000 tentang Tata Cara Perencanaan
dan Pemasangan Sistem Springkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran
pada Bangunan Gedung. Jakarta: Badan Standar Nasional Indonesia.
SNI (Standar Nasional Indonesia). 2004. SNI 03-7015-2004 tentang Sistem Proteksi Petir
Pada Bangunan Gedung. Jakarta: Badan Standar Nasional Indonesia
Suma’mur. 2010. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan kerja. Jakarta: Gunung
Agung.
Suprapto. 1995. Ketentuan dan Persyaratan Teknis Proteksi Kebakaran pada Bangunan.
Indonesian Journal of Industrial Hygiene, Occupational Health and Safety. Vol
XXXVIII no. 3. Jakarta: Occupational Health and Safety
137
Sunarno. 2010. Kajian Terhadap Sarana “ Emergency Exit ” Pada Plasa Ambarukmo
Yogyakarta. Proyek Akhir. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Syahrir, Suryani. 2012. Studi Pengolahan Air melalui Media Filter Air Kuarsa. Universitas
Hasanudin. Makasar: Jurnal Teknik Sipil
Tanggoro, Dwi. 2000. Utilitas Bangunan. Jakarta: UI Press
138
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Penerimaan Melakukan Penelitian
139
Lampiran 2. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian
140
Lampiran 3. Lembar Observasi
1. Akses dan Pasokan Air Pemadam Kebakaran
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Tersedia sumber air berupa hidran halaman, sumur
kebakaran atau reservoir air dan sebagainya
Dilengkapi dengan sarana komunikasi umum yang dapat
dipakai setiap saat untuk memudahkan penyampaian
informasi kebakaran
Tersedia jalur akses mobil pemadam kebakaran
Tersedia jalan lingkungan perkerasan di dalam
lingkungan bangunan
Gedung harus dapat dilalui oleh kendaraan pemadam
kebakaran
Lebar lapis perkerasan pada jalur masuk yang digunakan
untuk mobil pemadam kebakaran lewat minimal 4 m
Area jalur masuk kedua sisinya ditandai dengan warna
yang kontras.
Area jalur masuk pada kedua sisinya ditandai dengan
bahan yang bersifat reflektif.
Penandaan jalur pemadam kebakaran diberi jarak antara
tidak lebih dari 3 m satu sama lain
Penandaan jalur pemadam kebakaran dibuat di kedua sisi
jalur
Penandaan jalur pemadam kebakaran diberi tulisan
“Jalur pemadam kebakaran, jangan dihalangi”
Tingkat Pemenuhan Akses dan pasokan air untuk pemadam kebakaran
2. Sarana Penyelamatan Jiwa
a. Sarana Jalan Keluar
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Terdapat koridor yang digunakan sebagai akses EXIT
Sarana jalan keluar dipelihara terus menerus bebas dari
segala hambatan atau rintangan
Perabot, dekorasi atau benda-benda lain tidak diletakkan
sehingga menggangu EXIT, akses ke sana, jalan ke luar
dari sana atau mengganggu pandangan
Tidak ada cermin yang dipasang di dalam atau dekat
EXIT manapun sedemikian rupa yang dapat
membingungkan arah jalan ke luar
Lebar akses EXIT ≥ 71 cm
Jumlah sarana jalan keluar ≥ dua
EXIT berakhir pada jalan umum atau bagian luar dari
EXIT pelepasan.
Tingkat Pemenuhan Sarana Jalan Keluar
141
b. Pintu darurat
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Pintu pada sarana jalan keluar dari jenis engsel atau
pintu ayun
Pintu dirancang dan dipasang sehingga mampu berayun
dari posisi manapun hingga mencapai posisi terbuka
penuh
Pintu darurat membuka ke arah jalur jalan keluar
Pintu darurat tidak membutuhkan sebuah anak kunci,
alat atau pengetahuan khusus atau upaya tindakan untuk
membukanya dari dalam gedung
Grendel pintu darurat ditempatkan 87-120 di atas lantai
Pintu darurat tidak dalam posisi terbuka setiap saat
Pintu darurat menutup sendiri atau menutup otomatis
Tingkat Pemenuhan Pintu Darurat
c. Pencahayaan Darurat
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Iluminasi Jalan Keluar utama bukan merupakan
pencahayaan listrik yang dioperasikan dengan batere dan
jenis lain dari lampu jinjing atau lentera
Tersedia pencahayaan darurat
Pengujian fungsi pencahayaan darurat dilakukan dalam
jangka waktu 30 hari untuk sekurang-kurangnya 30 detik
Rekaman tertulis dari inspeksi visual dan pengujian
disimpan oleh pemilik bangunan gedung
Tingkat Pemenuhan Pencahayaan Darurat
d. Tanda Arah Evakuasi
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Terdapat tanda petunjuk arah pada sarana jalan keluar
Warna tanda petunjuk arah nyata dan kontras
Pada setiap lokasi ditempatkan tanda arah dengan
indikator arah
Tanda arah dengan iluminasi eksternal dan internal harus
dapat dibaca pada kedua mode pencahayaan normal dan
darurat.
Tanda petunjuk arah terbaca “EXIT” atau kata lain yang
tepat dan berukuran ≥ 10 cm.
Setiap tanda arah diiluminasi terus menerus
Lebar huruf pada kata EXIT ≥ 5 cm kecuali huruf “I”
Spasi minimum antara huruf pada kata “EXIT” ≥ 1 cm
Tingkat Pemenuhan Tanda Arah Evakuasi
142
3. Sistem Proteksi Pasif
a. Konstruksi Tahan Api
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Terdapat dinding penghalang api untuk membagi
bangunan gedung untuk mencegah penyebaran api.
Terdapat pintu tahan api
Dilakukan pemeliharaan konstruksi tahan api
Pintu tahan api harus mempunyai perlengkapan menutup
sendiri atau menutup secara otomatis.
Tingkat Pemenuhan Konstruksi Tahan Api
4. Sistem Proteksi Kebakaran Aktif
a. Detektor kebakaran
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Detektor kebakaran ada di seluruh ruangan.
Setiap detektor yang terpasang dapat dijangkau untuk
pemeliharaan dan untuk pengujian secara periodik
Detektor diproteksi terhadap kemungkinan rusak karena
gangguan mekanis.
Dilakukan inspeksi, pengujian dan pemeliharaan.
Rekaman hasil dari semua inspeksi, pengujian, dan
pemeliharaan, harus disimpan untuk jangka waktu 5
tahun untuk pengecekan oleh instansi yang berwenang
Tingkat Pemenuhan Detektor kebakaran
b. Alarm kebakaran
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Terdapat alarm kebakaran
Sinyal suara alarm kebakaran berbeda dari sinyal suara
yang dipakai untuk penggunaan lain.
Tingkat Pemenuhan Alarm kebakaran
c. Titik panggil manual
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Titik panggil manual harus bewarna merah & dipasang
pada lintasan menuju keluar
Semua titik panggil manual dipasang padalintasan
menuju ke luar dan dipasang pada ketinggian 1,4 meter
dari lantai
Lokasi penempatan tidak mudah terkena gangguan,
mudah kelihatan & dicapai
Jarak suatu titik sembarang ke posisi titikpanggil
manualmaksimum 30 m
Tingkat Pemenuhan Titik panggil manual
143
d. Springkler otomatik
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Terpasang springkler otomatis
Springkler tidak diberi ornament, cat, atau diberi
pelapisan
Air yang digunakan tidak mengandung bahan kimia
yang dapat menyebabkan korosi, tidak mengandung
serat atau bahan lain yang dapat mengganggu bekerjanya
springkler
Setiap sistem springkler otomatis harus dilengkapi satu
jenis sistem penyediaan air yang bekerja secara otomatis,
bertekanan dan berkapasitas cukup, dan harus dibawah
penguasaan pemilik gedung
Jarak minimum antara dua kepala springkler ≤ 2 m
Kepala springkler yang terpasang merupakan kepala
springkler yang tahan korosi
Kotak penyimpanan kepala springkler cadangan dan
kunci kepala springkler ruangan ditempatkan di ruangan
≤ 38 ˚C.
Springkler cadangan sesuai baik tipe maupun
temperature rating dengan semua springkler yang telah
dipasang
Jumlah persedian kepala springkler cadangan ≥ 36
Tersedia sebuah kunci khusus untuk springkler (special
springkler wrench)
Tingkat Pemenuhan Springkler otomatik
e. Hidran
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Lemari hidran hanya digunakan untuk menempatkan
peralatan kebakaran.
Setiap lemari hidran dicat dengan warna yang menyolok
Sambungan slang dan kotak hidran tidak boleh terhalang
Slang kebakaran dilekatkan dan siap untuk digunakan
Terdapat nozel
Terdapat hidran halaman
Hidran halaman dilekatkan di sepanjang jalur akses
mobil pemadam kebakaran
Tingkat Pemenuhan Hidran
f. Sistem pipa tegak
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Sambungan pemadam kebakaran minimal dua buah
Sambungan pemadam kebakaran harus dipasang dengan
penutup untuk melindungi sistem dari kotoran-kotoran
yang masuk.
Dilakukan pemeliharaan terhadap sistem pipa tegak
144
Sambungan pemadam kebakaran harus pada sisi jalan
dari bangunan, mudah terlihat dan dikenal dari jalan atau
terdekat dari titik jalan masuk peralatan pemadam
kebakaran
Setiap sambungan pemadam kebakaran harus dirancang
dengan suatu penandaan dengan huruf besar, tidak
kurang 25 mm (1 inci) tingginya, di tulis pada plat yang
terbaca : “PIPA TEGAK”.
Suatu penandaan juga harus menunjukkan tekanan yang
dipersyaratkan pada inlet untuk penyaluran kebutuhan
sistem.
Setiap pipa tegak harus dilengkapi dengan sarana saluran
pembuangan.
Katup pembuangan dengan pemipaannya dipasang pada
titik terendah dari pipa tegak dan harus diatur untuk
dapat membuang air pada tempat yang disetujui
Tingkat Pemenuhan Sistem pipa tegak
g. APAR
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Tersedia Alat Pemadam Api Ringan
Terdapat klasifikasi APAR yang terdiri dari huruf yang
menunjukkan kelas api di mana alat pemadam api
terbukti efektif, didahului dengan angka (hanya kelas A
dan kelas B) yang menunjukkan efektifitas pemadaman
relatif yang ditempelkan pada APAR.
APAR diletakkan di tempat yang terlihat mata, mudah
dijangkau dan siap dipakai.
APAR selain jenis APAR beroda dipasang kokoh pada
penggantung, atau pengikat buatan manufaktur APAR,
atau pengikat yang terdaftar yang disetujui untuk tujuan
tersebut, atau ditempatkan dalam lemari atau dinding
yang konstruksinya masuk ke dalam.
Jarak antara APAR dengan lantai ≥ 10 cm
Instruksi pengoperasian harus ditempatkan pada bagian
depan dari APAR dan harus terlihat jelas
Label sistem identifikasi bahan berbahaya, label
pemeliharaan enam tahun, label uji hidrostatik, atau label
lain harus tidak boleh ditempatkan pada bagian depan
dari APAR atau ditempelkan pada bagian depan APAR.
APAR harus mempunyai label yang ditempelkan untuk
memberikan informasi nama manufaktur atau nama
agennya, alamat surat dan nomor telepon
APAR diinspeksi secara manual atau dimonitor secara
elektronik
APAR diinspeksi pada setiap interval waktu kira-kira 30
hari
Arsip dari semua APAR yang diperiksa (termasuk
145
tindakan korektif yang dilakukan) disimpan
Dilakukan pemeliharaan terhadap APAR pada jangka
waktu ≤ 1 tahun
Setiap APAR mempunyai kartu atau label yang
dilekatkan dengan kokoh yang menunjukkan bulan dan
tahun dilakukannya pemeliharaan
Pada label pemeliharaan terdapat identifikasi petugas
yang melakukan pemeliharaan.
Tingkat Pemenuhan APAR
5. Utilitas Bangunan Gedung
a. Sumber daya listrik
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Daya listrik yang dipasok untuk mengoperasikan sistem
daya listrik darurat diperoleh sekurang-kurangnya dari
PLN atau sumber daya listrik darurat.
Bangunan gedung atau ruangan yang sumber daya listrik
utamanya dari PLN harus dilengkapi juga dengan
generator sebagai sumber daya listrik darurat.
Semua kabel distribusi yang melayani sumber daya
listrik darurat harus memenuhi kabel dengan Tingkat
Ketahanan Api (TKA) selama 1 jam.
Tingkat Pemenuhan Sumber daya listrik
b. Pusat pengendali kebakaran
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Pintu yang menuju ruang pengendali membuka ke arah
dalam ruang tersebut.
Pintu pada ruang pengendali kebakaran dapat dikunci.
Pintu tidak terhalang oleh orang yang menggunakan
jalur evakuasi dari dalam bangunan
Ruang pengendali kebakaran harus terdapat indikator
kebakaran dan sakelar kontrol dan indikator visual yang
diperlukan untuk semua pompa kebakaran kipas
pengendali asap, dan peralatan pengamanan kebakaran
lainnya yang dipasang di dalam bangunan.
Ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan
telepon yang memiliki sambungan langsung.
Luas lantai ruang pengendali kebakaran ≥ 10 m2.
Panjang dari sisi bagian dalam ruang pengendali
kebakaran ≥ 2,5 m
Terdapat ventilasi di ruang pengendali kebakaran.
Permukaan luar pintu yang menuju ke dalam ruang
pengendali diberi tanda dengan tulisan “Ruang
Pengendali Kebakaran”
Huruf pada tanda ruang pengendali kebakaran memiliki
146
tinggi ≥ 50 mm
Warna huruf pada tanda ruang pengendali kebakaran
kontras dengan latar belakangnya.
Tingkat Pemenuhan Pusat Pengendali Kebakaran
c. Sistem proteksi petir
Daftar Periksa (Permen PU No. 26 Tahun 2008) Keterangan Kesesuaian Nilai
Terdapat instalasi sistem proteksi petir.
Perencanaan,pelaksanaan, pengujian instalasi sistem
proteksi petir dilakukan oleh tenaga yang ahli.
Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Petir
147
Lampiran 4. Pedoman Wawancara dengan Informan
Pedoman Wawancara Informan Utama
Kode Informan : KI – 1 (Staf SHE)
Nama Informan :
Tanggal wawancara :
Daftar Pertanyaan :
Akses dan Pasokan Air
1. Bagaimana gambaran sumber air yang ada diperusahaan, apakah tersedia
sumur kebakaran atau reservoir air dan sebagainya? Jelaskan!
2. Bagaimana gambaran sarana komunikasi umum yang ada diperusahaan yang
digunakan untuk penyampaian informasi kebakaran? Jelaskan
3. Apakah tersedia jalur akses mobil pemadam kebakaran?
4. Berapa lebar lapis perkerasan pada jalur masuk yang digunakan untuk mobil
pemadam kebakaran? Jelaskan!
5. Bagaimana gambaran penandaan jalur mobil pemadam kebakaran yang ada
diperusahaan? Jelaskan!
Konstruksi Tahan Api
1. Apakah terdapat dinding penghalang api untuk membagi bangunan gedung
untuk mencegah penyebaran api, pintu tahan api?
2. Bagaimana prosedur pemeliharaan konstruksi tahan api dan pintu tahan api?
Jelaskan!
148
3. Apakah pintu tahan api mempunyai perlengkapan menutup sendiri atau
menutup secara otomatis? Jelaskan!
Detektor Kebakaran
1. Apakah terdapat detektor kebakaran ada di seluruh ruangan?
2. Apakah setiap detektor yang terpasang dapat dijangkau untuk pemeliharaan
dan untuk pengujian secara periodik?
3. Bagaimana prosedur mengenai detektor agar diproteksi terhadap kemungkinan
rusak karena gangguan mekanis? Jelaskan!
4. Bagaimana cara anda mengetahui bahwa detektor yang ada saat ini dapat
berfungsi dengan baik?
5. Bagaimana gambaran jenis detektor yang digunakan, apakah sudah sesuai
dengan peruntukkannya? Jelaskan!
6. Apakah detektor sudah terintegrasi secara otomtatias dengan sarana proteksi
kebakaran lain, misal springkler atau alarm?
7. Bagaimana bentuk prosedur perawatan dan pemeriksaan terhadap detektor?
Alarm Kebakaran
1. Bagaimana gambaran kondisi secara umum saat ini dari alarm kebakaran?
Jelaskan!
2. Bagaimana cara anda mengetahui bahwa alarm kebakaran yang ada saat ini
dapat berfungsi dengan baik?
3. Bagaimana bentuk prosedur perawatan dan pemeriksaan terhadap alarm
kebakaran?
4. Bagaimana gambaran sinyal suara alarm kebakaran? Apakah berbeda dari
sinyal suara yang dipakai untuk penggunaan lain?
149
Springkler
1. Bagaimana gambaran air yang digunakan untuk springkler? Apakah tidak
mengandung bahan kimia yang dapat menyebabkan korosi, tidak mengandung
serat atau bahan lain yang dapat mengganggu bekerjanya springkler? Jelaskan!
2. Apakah setiap sistem springkler otomatis sudah dilengkapi satu jenis sistem
penyediaan air yang bekerja secara otomatis, bertekanan dan berkapasitas
cukup, dan harus dibawah penguasaan pemilik gedung? Jelaskan!
3. Berapa jarak antara dua kepala springkler satu sama lainnya?
4. Bagaimana gambaran kondisi saat ini dari springkler? Jelaskan!
5. Bagaimana cara anda mengetahui bahwa springkler yang ada saat ini dapat
berfungsi dengan baik? Jelaskan!
6. Bagaimana bentuk prosedur perawatan dan pemeriksaan terhadap springkler?
Jelaskan!
Sistem Pipa Tegak
1. Apakah sambungan pemadam kebakaran sudah pada sisi jalan dari bangunan,
mudah terlihat dan dikenal dari jalan atau terdekat dari titik jalan masuk
peralatan pemadam kebakaran? Jelaskan!
2. Apakah setiap sambungan pemadam kebakaran sudah dirancang dengan suatu
penandaan dengan huruf besar, tidak kurang 25 mm (1 inci) tingginya, di tulis
pada plat yang terbaca : “PIPA TEGAK”? Jelaskan!
3. Apakah penandaan juga sudah menunjukkan tekanan yang dipersyaratkan
pada inlet untuk penyaluran kebutuhan sistem?
4. Apakah katup pembuangan dengan pemipaannya dipasang pada titik terendah
dari pipa tegak dan harus diatur untuk dapat membuang air pada tempat yang
disetujui? Jelaskan!
150
5. Bagaimana gambaran kondisi dari sistem pipa tegak saat ini apakah masih
dapat digunakan? Jelaskan!
6. Bagaimana gambaran prosedur pemeliharaan agar sistem pipa tegak dapat
terus digunakan? Jelaskan!
APAR
1. Apakah label sistem identifikasi bahan berbahaya, label pemeliharaan enam
tahun, label uji hidrostatik, atau label lain ditempatkan pada bagian depan dari
APAR atau ditempelkan pada bagian depan APAR? Jelaskn!
2. Apakah APAR sudah mempunyai label yang ditempelkan untuk memberikan
informasi nama manufaktur atau nama agennya, alamat surat dan nomor
telepon?
3. Apakah APAR diinspeksi secara manual atau dimonitor secara elektronik?
4. Apakah APAR diinspeksi pada setiap interval waktu kira-kira 30 hari?
5. Apakah arsip dari semua APAR yang diperiksa (termasuk tindakan korektif
yang dilakukan) disimpan?
6. Bagaimana gambaran kondisi seluruh APAR saat ini, apakah sudah berfungsi
dengan baik? Jelaskan!
7. Bagaimana cara anda mengetahui bahwa setiap APAR yang ada dapat
berfungsi dengan baik?
8. Bagaimana bentuk prosedur perawatan dan pemeriksaan terhadap springkler?
9. Bagaimana gambaran dari jenis APAR yang digunakan, apakah sudah sesuai
dengan peruntukkannya? Jelaskan!
151
Sumber Daya Listrik
1. Bagaimana gambaran dari daya listrik yang dipasok untuk mengoperasikan
sistem daya listrik darurat diperoleh sekurang-kurangnya dari PLN atau
sumber daya listrik darurat? Jelaskan!
2. Apakah bangunan gedung atau ruangan yang sumber daya listrik utamanya
dari PLN sudah dilengkapi juga dengan generator sebagai sumber daya listrik
darurat?
3. Apakah semua kabel distribusi yang melayani sumber daya listrik darurat
harus memenuhi kabel dengan Tingkat Ketahanan Api (TKA) selama 1 jam?
4. Bagaimana gambaran kondisi sumber daya listrik saat ini apabila terjadi
kebakaran atau keadaan darurat?
5. Darimana sumber daya listrik cadangan apabila sumber data listrik utama
mati?
6. Bagamana prosedur untuk mengetahui apakah sumber daya listrik cadangan
tersebut dapat berfungsi dengan baik?
7. Bagaimana gambaran mengenai kondisi kabel yang digunakan untuk
menyalurkan sumber daya litrik cadangan ketika terjadi kebakaran? Apakah
terbuat dari unsur yang tahan panas? Jelaskan!
Pusat Pengendali Kebakaran
1. Apakah pintu tidak terhalang oleh orang yang menggunakan jalur evakuasi
dari dalam bangunan?
2. Apakah ruang pengendali kebakaran sudah terdapat indikator kebakaran dan
sakelar kontrol dan indikator visual yang diperlukan untuk semua pompa
kebakaran kipas pengendali asap, dan peralatan pengamanan kebakaran
lainnya yang dipasang di dalam bangunan?
152
3. Apakah ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan telepon yang
memiliki sambungan langsung?
4. Apakah terdapat buku pandauan untuk operator ruang atau pusat pengendali
kebakaran?
5. Bagaimana kelengkapan yang tersedia di ruang pengendali kebakaran?
Apakah sudah sesuai dengan standar? Jelaskan!
Sistem Proteksi Petir
1. Apakah tersedia sistem proteksi petir dan bagaimana cara kerjanya? Jelaskan!
2. Bagaimana prosedur pelaksanaan dan pemeliharaan terhadap sistem proteksi
petir? Jelaskan!
3. Jenis apa yang digunakan dan bagaimana cara perusahaan mengetahui bahwa
SPP tersebut dapat digunakan? Jelaskan!
153
Pedoman Wawancara Informan Pendukung
Kode Informan : KI – 2 (Staf Security)
Nama Informan :
Tanggal wawancara :
Daftar Pertanyaan :
Akses dan Pasokan Air
1. Bagaimana gambaran sumber air yang ada diperusahaan, apakah tersedia
sumur kebakaran atau reservoir air dan sebagainya? Jelaskan!
2. Bagaimana gambaran sarana komunikasi umum yang ada diperusahaan yang
digunakan untuk penyampaian informasi kebakaran? Jelaskan
3. Apakah tersedia jalur akses mobil pemadam kebakaran?
4. Berapa lebar lapis perkerasan pada jalur masuk yang digunakan untuk mobil
pemadam kebakaran? Jelaskan!
5. Bagaimana gambaran penandaan jalur mobil pemadam kebakaran yang ada
diperusahaan? Jelaskan!
Alarm Kebakaran
1. Bagaimana gambaran kondisi saat ini dari alarm kebakaran? Jelaskan!
2. Bagaimana cara anda mengetahui bahwa alarm kebakaran yang ada saat ini
dapat berfungsi dengan baik?
3. Bagaimana bentuk prosedur perawatan dan pemeriksaan terhadap alarm
kebakaran?
4. Bagaimana gambaran sinyal suara alarm kebakaran? Apakah berbeda dari
sinyal suara yang dipakai untuk penggunaan lain?
154
APAR
1. Apakah label sistem identifikasi bahan berbahaya, label pemeliharaan enam
tahun, label uji hidrostatik, atau label lain ditempatkan pada bagian depan dari
APAR atau ditempelkan pada bagian depan APAR? Jelaskn!
2. Apakah APAR sudah mempunyai label yang ditempelkan untuk memberikan
informasi nama manufaktur atau nama agennya, alamat surat dan nomor
telepon?
3. Apakah APAR diinspeksi secara manual atau dimonitor secara elektronik?
4. Apakah APAR diinspeksi pada setiap interval waktu kira-kira 30 hari?
5. Apakah arsip dari semua APAR yang diperiksa (termasuk tindakan korektif
yang dilakukan) disimpan?
6. Bagaimana gambaran kondisi seluruh APAR saat ini, apakah sudah berfungsi
dengan baik? Jelaskan!
7. Bagaimana cara anda mengetahui bahwa setiap APAR yang ada dapat
berfungsi dengan baik?
8. Bagaimana bentuk prosedur perawatan dan pemeriksaan terhadap springkler?
9. Bagaimana gambaran dari jenis APAR yang digunakan, apakah sudah sesuai
dengan peruntukkannya? Jelaskan!
Sumber Daya Listrik
1. Bagaimana gambaran dari daya listrik yang dipasok untuk mengoperasikan
sistem daya listrik darurat diperoleh sekurang-kurangnya dari PLN atau
sumber daya listrik darurat? Jelaskan!
2. Apakah bangunan gedung atau ruangan yang sumber daya listrik utamanya
dari PLN sudah dilengkapi juga dengan generator sebagai sumber daya listrik
darurat?
155
3. Apakah semua kabel distribusi yang melayani sumber daya listrik darurat
harus memenuhi kabel dengan Tingkat Ketahanan Api (TKA) selama 1 jam?
4. Bagaimana gambaran kondisi sumber daya listrik saat ini apabila terjadi
kebakaran atau keadaan darurat?
5. Darimana sumber daya listrik cadangan apabila sumber data listrik utama
mati? Jelaskan!
6. Bagamana prosedur untuk mengetahui apakah sumber daya listrik cadangan
tersebut dapat berfungsi dengan baik?
7. Bagaimana gambaran mengenai kondisi kabel yang digunakan untuk
menyalurkan sumber daya litrik cadangan ketika terjadi kebakaran? Apakah
terbuat dari unsur yang tahan panas? Jelaskan!
Pusat Pengendali Kebakaran
1. Apakah pintu tidak terhalang oleh orang yang menggunakan jalur evakuasi
dari dalam bangunan? Jelaskan!
2. Apakah ruang pengendali kebakaran sudah terdapat indikator kebakaran dan
sakelar kontrol dan indikator visual yang diperlukan untuk semua pompa
kebakaran kipas pengendali asap, dan peralatan pengamanan kebakaran
lainnya yang dipasang di dalam bangunan? Jelaskan!
3. Apakah ruang pengendali kebakaran harus dilengkapi dengan telepon yang
memiliki sambungan langsung? Jelaskan!
4. Apakah terdapat buku pandauan untuk operator ruang atau pusat pengendali
kebakaran?
5. Bagaimana kelengkapan yang tersedia di ruang pengendali kebakaran?
Apakah sudah sesuai dengan standar? Jelaskan!
156
Lampiran 5. Matriks Wawancara
No. Komponen Pertanyaan KI – 1 KI – 2
1 Akses dan
Pasokan Air
untuk
Pemadam
Kebakaran
Bagaimana asal sumber air
untuk pemadam kebakaran?
Bagaimana cara penyimpanan
air untuk pemadam kebakaran?
Bagaimana cara penyaluran air
ke instalasi pemadam
kebakaran?
“...air buat hidran itu sumbernya dari air
PDAM trus diolah masuk ke water
treatment plant, setelah itu disimpen di
reservoir. Untuk memasok air dari
reservoir ke hidran itu kita pake pompa
air khusus yang ada belakang dekat sama
reservoirnya juga...”
Bagaimana cara
menginformasikan seandainya
terjadi kebakaran? Apa saja
alat-alat komunikasi yang
digunakan menginformasikan
terjadi kebakaran?
“...untuk menginformasikan kalo ada
kebakaran itu disini ada speaker ya yang
ada di seluruh area pabrik. Ngasi taunya
lewat ruang security, microphonenya
disana. Juga di tiap-tiap ruang unit kerja
itu ada telepon, jadi bisa saling ngasi tahu
kalo ada kebakaran atau keadaan darurat
gitu...”
“...disini ada microphone yang bisa
digunakan untuk memberitahu kepada
seluruh karyawan kalau ada kejadian
kebakaran atau keadaan darurat yang
lain...”
2 Konstruksi
Tahan Api
Apakah tersedia dinding
penghalang api pada
bangunan?
“...ada itu dua dinding penghalang api
yang misahin ruangan utama unit proses,
unit finishing, sama unit packing...”
Bagaimana prosedur
pemeliharaan konstruksi tahan
api yang ada pada bangunan?
“...kalau pemeliharaan konstruksi sama
pintu tahan api itu nggak ada ya. Kayanya
rusaknya lama itu makanya ngga
dilakukan pemeriksaan. Ya nunggu ada
yang rusak aja atau udah nggak
berfungsi, baru kita akan buatin laporan
buat diajukan. Ya nunggu nggak bisa
berfungsinya aja baru diganti...”
3 Sistem
Detektor
Kebakaran
Apakah tersedia detektor
kebakaran diseluruh ruangan
pada bangunan? Apa saja jenis
detektor yang digunakan?
“...disini itu ada detektor asap, gas, sama
detektor panas. Kalau di ruangan kantor
itu pake detektor asap. Kalau di ruangan
utama unit proses itu pake detektor gas
157
sama detektor panas. Unit finishing sama
packing cuma pake detektor panas
soalnya ga ada mesin yang pake bahan
bakar gas disana...”
4 Alarm
Kebakaran
Jenis alarm apa yang digunkan
untuk menginformasikan
seandainya terjadi kebakaran?
“...alarm kebakaran pake sirene,
tempatnya nyebar di seluruh area...”
“...kalo alarm kebakaran disini itu pake
sirene...”
Bagaiman bentuk sinyal suara
dari alarm kebakaran
dibandingkan sinyal suara
alarm untuk penggunaan lain?
Apakah berbeda?
“...alarm kebakaran pake sirene,
tempatnya nyebar di seluruh area. Ada
speaker lewat ruang security juga kalo
buat ngasi tahu ada keadaan darurat. Iya
suara sinyal alarmnya beda sama
penggunaan lain, kalo pergantian shift itu
pake bel kalo keadaan darurat pake sirene
sama speaker ...”
“...kalo alarm kebakaran disini itu pake
sirene. Terus juga disini ada mic buat
ngasi tau kalo seumpama ada keadaan
darurat gitu...”
5 Sistem
Sprinkler
Otomatik
Apakah tersedia sprinkler pada
bangunan? Jenis sistem pipa
sprinkler apa yang digunakan?
“...ada sprinkler disemua ruangan. Kalo
jenis sistem pipa buat nyalur air itu disini
pake wet pipe system, atau pipa basah.
Jadi kalo kepala sprinklernya pecah yo
langsung keluar airnya...”
Apakah air yang digunakan
untuk sprinkler sudah aman,
bebas kotoran dan bahan kimia
yang dapat menyebabkan
korosi?
“...air buat springkler ya sama, dari air
PDAM yang dikondisikan jadi udah aman
buat sprinkler...”
“...kalo air buat springkler itu langsung
dari tanki penampungan air yang ada
dibelakang pabrik...”
Bagaimana cara penyaluran air
menuju kepala sprinkler?
“...yo kalo buat nyalurin air itu ada itu
loh pake pompa picu dibelakang. Jadi
pompanya itu jalan ootomatis buat ngasih
tekanan air ke setiap pipa-pipa
sprinklernya...”
“...nyalurin air dari reservoir ke sprinkler
itu pake pompa picu. Kalau pompa
picunya mati, ya kita hidupin manual
pompa utamanya...”
Apakah kepala sprinkler yang
digunakan saat ini tahan
“...iyalah pasti tahan korosi. Itu bagian
luarnya kan di chrome mas...”
158
korosi?
Apakah kepala sprinkler yang
dipasang sesuai dengan kepala
sprinkler cadangan?
“...iya itu udah sama, sama kepala yang
udah dipasang...”
6 Sistem Pipa
Tegak
Bagaimana prosedur inspeksi
pada sistem pipa tegak?
“...pipa tegak itu diperiksa sama orang
engineering dan kita yang ngawasin aja
tiap 6 bulan. Kalo ada part-part yang
rusak kita ajuin keatasan biar diganti...”
7 APAR Jenis APAR apa saja yang
digunakan pada bangunan ini?
“...ada APAR jenis dry chemical powder,
halon, foam, sama CO2 disini..”
“...APAR yang dipake disini yang saya
tahu itu ada, jenis serbuk bubuk, yang
berbusa, gas halon, sama gas karbon
dioksida...”
Dari pihak mana yang
melakukan inspeksi APAR?
“...APAR diinspeksi sama kita aja..”
Berapa jangka waktu inspeksi
APAR?
“...kalo diinspeksi itu tiap bulan..”
Dimana arsip laporan hasil
inspeksi APAR itu disimpan?
“...arsip ada sama kita..”
Dari pihak mana yang
melakukan pemeliharaan
APAR? Berapa jangka waktu
pemeliharaan APAR?
“...kalo ngganti isinya itu bukan kita, tapi
dari pihak supplier langsung tiap
tahun...”
8 Sumber Daya
Listrik
Dari mana sumber daya listrik
utama yang digunakan untuk
bangunan ini? Bagaimana bila
sumber daya utama mati?
“...sumber listrik disini itu dari PLN, tapi
kalo dari PLN nya mati masih ada
generator cadangan...”
“...sumber listrik dari PLN ya, tapi kalo
mati lampu itu disini masih ada generator
diesel dibelakang...”
9 Pusat
Pengendali
Kebakaran
Apakah pintu ruang pengendali
dapat dikunci?
“...iya bisa...” “...iya dong bisa dikunci...”
Apakah terdapat panel kontrol
untuk instalasi kebakaran di
ruang pengendali kebakaran?
“...ruang pengendali kebakaran itu jadi
satu sama ruang security. Soalnya orang-
orang securitynya itu juga tim inti
pemadam kebakaran di personal wash.
“...iya, ruang security ini emang jadi satu
sama ruang pengendali kebakaran.
Microphone buat ngasi tau kesemua
pekerja kalo ada keadaan darurat, panel
159
Mereka udah dapet pelatihan khusus
untuk menangani keadaan darurat sama
penanggulangan kebakaran kayak
pengoperasian APAR, hidran dan lain-
lain udah dapet. Jadi orang-orang
security itu udah berkualifikasi...”
kontrol sistem keadaan darurat, indikator
alarm kebakaran, pengoperasian manual
pompa elektrik, itu semuanya udah disini.
Kita yang mengoperasikan...”
Apakah terdapat telepon
sambungan langsung di ruang
pengendali kebakaran?
“...ada, tiap2 unit kerja itu ada teleponnya
masing-masing...”
“...iya ini ada telepon, kalo ada keperluan
apa-apa sama orang didalam kita ga usah
kesana, lewat telepon ini aja...”
10 Sistem
Proteksi Petir
Apakah tersedia sistem
proteksi petir pada bangunan
ini? Bagaimana prosedur
pemeliharaan dari sistem
proteksi petir?
“...penangkal petir disini ada dua,
disebelah utara sama selatan. Kalo
pemeliharaannya itu dilakukan sama
supplier langsung tiap tahunnya,
didampingi sama kita sebagai pengawas
aja...”
160
Lampiran 6. Dokumentasi Komponen Proteksi Kebakaran
Pintu Darurat di Unit Packing Tulisan “EXIT” yang diberi iluminasi
Tanda Arah Evakuasi Titik Panggil Manual
161
Pipa Tegak Hidran Halaman
Kartu Inspeksi APAR Detektor Asap
162
Fire Announciator APAR Dry Chemical di Unit Blending
Fire Pump
163
Lampiran 7. Sertifikat Pengesahan Komponen Proteksi Kebakaran