gambaran perencanaan obat pada pasien diabetes …
TRANSCRIPT
GAMBARAN PERENCANAAN OBAT PADA PASIEN
DIABETES MELITUS RAWAT JALAN RUMAH
SAKIT TK II PUTRI HIJAU MEDAN
TAHUN 2019
KARYA TULIS ILMIAH
Disusun oleh:
AQNES V SINAGA
1601021007
PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
GAMBARAN PERENCANAAN OBAT PADA PASIEN
DIABETES MELITUS RAWAT JALAN RUMAH
SAKIT TK II PUTRI HIJAU MEDAN
TAHUN 2019
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan
Program Studi D3 Farmasi dan Memperoleh Gelar
Ahli Madya Farmasi
(Amd. Farm)
Disusun Oleh:
AQNES V SINAGA
1601021007
PROGRAM STUDI D3 FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
Telah Diuji Pada Tanggal : 22 Agustus 2019
Komisi Penguji Karya Tulis Ilmiah
Ketua : Hafizhatul Abadi, S.Farm., M.Kes., Apt
Anggota : 1 Yulis Kartika, S.Farm, M.Si, Apt
: 2 Novarianti Marbun, S.Farm, M.Si, Apt
RIWAYAT HIDUP PENULIS
A. IDENTITAS DIRI
Nama : Aqnes V Sinaga
Tempat / Tanggal Lahir : Parhorian, 08 Juli 1998
Agama : Kristen Protestan
Anak Ke- : 4 (empat) dari 9 (sembilan) bersaudara
Alamat : Sitonggi-tonggi, Kecamatan Palipi,
Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera
Utara
B. IDENTITAS ORANGTUA
Nama Ayah : Alm. Risman Sinaga
Pekerjaan : -
Nama Ibu : Sanri Situmorang
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Alamat : Sitonggi-tonggi, Kecamatan Palipi,
Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera
Utara
C. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. Tahun 2004 - 2010 : SD. 173715 Parhorian
2. Tahun 2010 – 2013 : SMP Negeri 1 Palipi
3. Tahun 2013– 2016 : SMA Negeri 1 Palipi
4. Tahun 2016 – 2019 : D3 Farmasi Institut Kesehatan Helvetia
Medan
i
ABSTRAK
GAMBARAN PERENCANAAN OBAT PADA PASIEN DIABETES
MELITUS RAWAT JALAN RUMAH SAKIT TK II PUTRI HIJAU
MEDAN TAHUN 2019
AQNES V SINAGA
NIM : 1601021007
Perencanaan obat adalah upaya penetapan jenis, jumlah dan mutu obat
sesuai dengan kebutuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
perencanaan obat pada pasien diabetes melitus rawat jalan Rumah Sakit TK II
Putri Hijau Medan bulan april tahun 2019.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental. Jenis penelitian
yang digunakan adalah survey dengan metode deskriptif. Penelitian ini
dilaksanakan di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan bulan april 2019. Sampel
peneliti berjumlah 38 pasien.
Hasil penelitian diperoleh penggunaan obat diabetes melitus pada bulan
april yang paling banyak adalah kombinasi (metformin+glimepirid) sebanyak 16
pasien (42,1%). Data keseluruhan pemakaian obat diabetes melitus terbanyak
adalah (metformin 500 mg) sebanyak 1.680 tablet. Sistem pemesanan obat di
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan dilakukan untuk semua depo dan tidak ada
pemisahan antara depo rawat jalan, rawat inap, UGD, dan ICU.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah Sistem Perencanaan obat diabetes
melitus di Rumah TK Putri Hijau Medan adalah dengan metode konsumsi.
Perencanaan dilakukan untuk kebutuhan satu tahun dengan melihat rata-rata
pemakaian obat perbulan dan obat- obat yang diadakan mengikuti daftar obat
yang ada dalam Formularium Rumah Sakit. Disarankan untuk peneliti selanjutnya
untuk meneliti perencanaan obat berdasarkan analisis ABC.
Kata kunci: Perencanaan Obat, Diabetes Melitus, Penggunaan Obat, Metode
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, atas Berkat Rahmat dan
Karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Gambaran Perencanaan
Obat Pada Pasien Diabetes Melitus Rawat Jalan Rumah Sakit Tk II Putri
Hijau Medan Tahun 2019”. Yang disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan program studi D3 Farmasi di Institut Kesehatan
Helvetia Medan.
Selama proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak
mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan kali ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Hj. Dr. Razia Begum Suroyo, M.Sc., M.Kes. selaku Pembina Yayasan
Helvetia Medan.
2. Dr. H. Ismail Efendy, M.Si selaku Rektor Institut Kesehatan Helvetia
Medan.
3. Darwin Syamsul S.Si., M.Si., Apt. Selaku Dekan Fakultas Farmasi dan
kesehatan Institut Kesehatan Helvetia.
4. Hafizhatul Abadi, S.Farm., M.Kes., Apt. Selaku Ketua Program Studi D3
Farmasi Institut Kesehatan Helvetia Medan sekaligus Dosen Pembimbing
yang senantiasa memberikan waktu dan mengarahkan penulis dalam
menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Yulis Kartika, S.Farm., M.Si, Apt, Selaku Dosen Penguji II yang
memberikan saran yang bermanfaat untuk Perbaikan Karya Tulis Ilmiah
ini.
6. Novarianti Marbun S,Farm., M.Si., Apt, Selaku Dosen Penguji III yang
memberikan saran yang bermanfaat untuk perbaikan Karya Tulis Ilmiah
ini.
7. Ir. Abdul Anas Harahap, M.Agr selaku Kepala Rumkit Tk II Putri Hijau
Waka.
8. Seluruh Dosen dan Staf Institut Kesehatan Helvetia Medan yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis selama pendidikan.
9. Orang tua dan keluarga besar yang tidak pernah berhenti memberikan
dukungan serta doa dan materi kepada penulis.
10. Rekan-rekan mahasiswa D3 Farmasi semester VI dan rekan-rekan lainnya,
yang telah membantu dan mendukung penulis sampai Karya Tulis Ilmiah
selesai.
iv
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran demi
kesempurnaan karya Tulis Ilmiah ini.
Medan, Agustus 2019
Penulis
Aqnes V Sinaga
1601021007
v
DAFTAR ISI
Halaman
COVER LUAR
COVER DALAM
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PANITIA PENGUJI KTI
LEMBAR PERNYATAAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK ........................................................................................... i
ABSTRACT........................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .......................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 6
1.3 Hipotesis ........................................................................ 6
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................... 6
1.5 Mamfaat Penelitian ........................................................ 6
1.6 Kerangka Konsep ........................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit ................................................................... 8
2.1.1 Definisi Rumah Sakit ............................................. 8
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit .............................. 8
2.1.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit ............................... 9
2.1.4 Manajemen Siklus Obat Di Rumah Sakit ............... 9
2.2 Diabetes Melitus ............................................................ 13
2.2.1 Penyebab Diabetes Melitus ................................ 13
2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus ................................ 15
2.2.3 Diagnosis ............................................................ 18
2.2.4 Penatalaksanaan .................................................. 19
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian................................................................ 25
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................... 25
3.2.1 Lokasi Penelitian ................................................. 25
3.2.2. Waktu Penelitian.................................................. 25
vi
3.3 Populasi dan Sampel ....................................................... 25
3.3.1. Populasi Penelitian ............................................. 25
3.3.2. Sampel Penelitian ............................................... 26
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .......................................... 26
3.5 Tahapan Penelitian .......................................................... 26
3.6 Rancangan Penelitian. ..................................................... 26
3.7 Analisis Data ................................................................... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sejarah Rumah Sakit ...................................................... 28
4.2 Hasil .............................................................................. 30
4.3 Pembahasan ................................................................... 33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .................................................................... 37
5.2 Saran.............................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… .. 38
LAMPIRAN ......................................................................................... 40
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Kerangka Konsep ............................................................. 7
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Karakteristik Diabetes Tipe 1 dan Tipe 2 ............................ 17
Tabel 2.2 Kriteria Diagnostik Diabetes Berdasarkan Panduan WHO .. 19
Tabel 4.1 Karakteristik diabetes melitus berdasarkan jenis kelamin .... 30
Tabel 4.2 Karakteristik diabetes melitus berdasarkan umur.................. 30
Tabel 4.3 Karakteristik penggunaan obat diabetes melitus ................... 31
Tabel 4.4 Jumlah pemakaian obat diabetes melitus .............................. 32
Tabel 4.5 Daftar penerimaan dan pengeluaran obat bulan mei .............. 32
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Pemilihan Resep Diabetes Melitus ............................. 40
Lampiran 2 Resep Obat Diabetes Melitus ..................................... 41
Lampiran 3 Resep Obat Diabetes Melitus ..................................... 42
Lampiran 4 Buku Permintaan Obat ............................................... 43
Lampiran 5 Kartu Stok Obat Gliquidon ........................................ 46
Lampiran 6 Kartu Stok Obat Acarbose ......................................... 47
Lampiran 7 Kartu Stok Obat Metformin ....................................... 48
Lampiran 8 Kartu Stok Obat Glimepirid ........................................ 49
Lampiran 9 Kartu stok obat glibenklamid ...................................... 50
Lampiran 10 Foto Gudang ............................................................... 51
Lampiran 11 Jumlah resep diabetes melitus bulan april ................... 52
Lampiran 12 Pengajuan Judul ......................................................... 54
Lampiran 13 Surat Izin Penelitian .................................................... 55
Lampiran 14 Surat Balasan Izin Penelitian ...................................... 56
Lampiran 15 Lembar Bimbingan Proposal ...................................... 57
Lampiran 16 Lembar Bimbingan Karya Tulis Ilmiah ....................... 58
Lampiran 17 Lembar Persetujuan Perbaikan Proposal (Revisi) ........ 59
Lampiran 18 Lembar Persetujuan Perbaikan KTI ( Revisi) .............. 60
Lampiran 19 Berita Acara Perbaikan Seminar Hasil KTI ................. 61
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan farmasi Rumah Sakit merupakan salah satu kegiatan di Rumah
Sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas
dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang
standar pelayanan Rumah Sakit. Yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi
Rumah Sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan
kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan
obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi
semua lapisan masyarakat (1).
Tujuan pelayanan farmasi Rumah Sakit adalah pelayanan farmasi yang
paripurna (2), termasuk didalamnya adalah perencanaan pengadaan obat, sehingga
dapat meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan berupa: tepat pasien, tepat
dosis, tepat cara pemakaian, tepat kombinasi, tepat waktu dan tepat harga (2).
Instalasi farmasi harus bertanggung jawab terhadap pengadaan, distribusi
dan pengawasan seluruh produk obat yang digunakan di rumah sakit (termasuk
perbekalan kesehatan dan produk diagnostik), baik untuk pasien rawat jalan
maupun pasien rawat inap. Kebijaksanaan dan prosedur yang mengatur fungsi ini
harus disusun oleh instalasi farmasi dengan masukan dari staf Rumah Sakit yang
berhubungan ataupun komite-komite yang ada di Rumah Sakit (3).
Perencanaan obat adalah upaya penetapan jenis, jumlah dan mutu obat
sesuai dengan kebutuhan. Keberhasilan perencanaan jumlah kebutuhan obat bisa
2
dicapai dengan melibatkan tim dan kombinasi dari berbagai metode (4).
Perencanaan pengadaan obat memiliki 2 metode, yaitu metode konsumsi dan
metode epidemiologi, metode konsumsi merupakan metode perencanaan
berdasarkan atas analisis konsumsi logistik periode sebelumnya (5), sedangkan
metode epidemiologi merupakan metode perencanaan berdasarkan atas analisis
jumlah kasus penyakit pada periode sebelumnya. Jumlah kasus ini tergantung dari
jumlah kunjungan, bor/ los (hari perawatan) frekuensi penyakit dan standar
pengobatan (6).
Tujuan dalam efisiensi pengelolaan perbekalan farmasi adalah untuk
meminimalkan nilai persediaan dengan tetap merpertimbangkan ketersediaan
sesuai dengan kebutuhan. Denggan melalui pendekatan manajemen logistik
perbekalan farmasi yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
distribusi sampai penggunaan yang dalam tiap tahap harus saling berkoordinasi
dan terkendali dapat dicapai pengelolaan obat yang efisien dan efektif (7).
Diabetes melitus merupakan kondisi kronik yang terjadi karena tubuh
tidak dapat memproduksi insulin secara normal atau insulin tidak dapat bekerja
secara efektif. Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas dan
berfungsi untuk memasukkan glukosa yang diperoleh dari makanan kedalam sel
yang selanjutnya akan diubah menjadi energi yang dibutuhkan oleh otot dan
jaringan untuk bekerja sesuai fungsinya. Seseorang yang terkena diabetes melitus
tidak dapat menggunakan glukosa secara normal dan glukosa akan tetap pada
sirkulasi darah yang akan merusak jaringan. Kerusakan ini jika berlangsung
3
kronis akan menyebabkan terjadinya komplikasi, seperti penyakit kardiovaskular,
nefropati, retinopati, neuropati dan ulkus pedis (8).
Menurut World Health Organization (WHO, 2015) prevalensi DM pada
orang dewasa di tahun 2014 diperkirakan sebesar 9%, sedangkan menurut
International Diabetes Federation (IDF, 2015) Prevalensi global DM pada tahun
2014 adalah sebesar 8,3% dengan jumlah pasien sebanyak 387 juta orang.
Sebanyak 46,3% dari 387 orang tersebut ternyata tidak terdiagnosis menderita
DM. Prevalensi DM di dunia terus mengalami peningkatan dan diperkirakan
jumlah pasien akan terus bertambah hingga 205 juta orang pada tahun 2035.
Mayoritas kasus DM terjadi di Negara-negara Asia dan sebanyak 60% kasus DM
di dunia ditemukan di Asia (9).
Indonesia menempati peringkat keempat kasus DM terbanyak di dunia
setelah India, China, dan USA. Berdasarkan data dari IDF (2015) indonesia
menempati peringkat kedua kasus DM terbanyak di wilayah Barat Pasifik setelah
China yang berada diperingkat pertama. Prevalensi DM di Indonesia pada tahun
2014 adalah sebesar 5,81%. Kasus DM di Indonesia pada tahun 2000 adalah
sebanyak 8,4 juta kasus dan WHO (2015) memperkirakan akan terus terjadi
peningkatan sampai tahun 2030 sebanyak 21,3 juta kasus (9). Hal ini setara
dengan peningkatan dua setengah kali lipat kasus DM dalam jangka waktu 30
tahun.
Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh Depertemen
Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus di Indonesia sebesar
6,9%. Sementara itu, jika dilihat berdasarkan provinsi yang ada di Indonesia,
4
prevalensi diabetes melitus tertinggi terdapat di Yogyakarta (2,6%). Lalu di ikuti
dengan DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur
(2,3%). Sedangkan untuk Provinsi Sumatera Utara prevalensi penderita diabetes
melitus sebanyak 1,8% atau sekitar 160 ribu jiwa (10).
Penatalaksanaan diabetes melitus secara umum terdapat 4 pilar yaitu
edukasi, terapi gizi, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis itu terdiri dari
obat antihiperglikemik oral dan insulin. Obat antihiperglikemik oral ini diberikan
pada pasien yang tidak memberikan respon terhadap setidaknya 3 bulan diet
rendah karbohidrat dan energi disertai aktivitas fisik yang dianjurkan, dimana
setelah upaya perubahan pola hidup, kadar glukosa darah tetap diatas 200 mg%
dan HbA1c diatas 6,5 (11).
Rawat jalan adalah pelayanan medis kepada seseorang untuk tujuan
observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi dan pelayanan kesehatan lainnya
tanpa pasien tersebut harus dirawat (12). Diabetes melitus merupakan penyakit
kronik seumur hidup dan mempunyai resiko komplikasi tertinggi, sehinggza
menuntut kepatuhan yang tinggi kepada penderitanya dalam menjalani
pengobatan agar target pengendalian glikemik tercapai. Pada kenyataannya sangat
sulit menilai tingkat kepatuhan penderita secara pasti, terutama pada pasien rawat
jalan, karena kita tidak tahu pasti yang dilakukan penderita menyangkut cara
minum obat, pola makan dan aktivitas fisiknya, serta pola hidup yang lain, yang
dapat mempengaruhi pengendalian kadar glukosa darah penderita (13).
Berdasarkan penelitian Ali Maimun tentang “Perencanaan Obat Antibiotik
berdasarkan kombinasi metode konsumsi dengan analisis ABC dan reorder point
5
terhadap nilai persediaan dan turn over ratio di instalasi farmasi RS Darul
Istiqomah Kaliwungu Kendal” Perencanaan obat di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Darul Istiqomah Kaliwungu Kendal dilakukan oleh kepala Instalasi Farmasi
Rumah Sakit dengan menggunakan metode konsumsi yaitu dengan penambahan
sekitar 10% daari pemakaian sebelumnya. Dengan hanya menggunakan metode
konsumsi tidak dapat diketahui obat apa saja yang harus di prioritaskan dalam
perencanaan, juga tidak dapat diketahui kapan saatnya memesan obat yang tepat.
Sehingga dengan perencanaan obat seperti yang berjalan selama ini dimungkinkan
terjadinya kelebihan stok obat.
Hasil penelitian Malinda, dkk (2015), dalam penelitiannya tentang
“Gambaran penggunaan obat antidiabetik pada pengobatan pasien diabetes
melitus tipe II rawat jalan di RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar”
menunjukkan bahwa penggunaan obat berdasarkan golongan obat dan jenis obat
antidiabetes sulfonilurea (glibenklamid 12,4%, glimepirid 7,2%, gliklazida 3,9%),
biguanid (metformin 43,8%), inhibitor α-glukosidase (akarbose 3,3%),
tiazolidindion (pioglitazone 0,7%), kombinasi OHO (gliburida-metformin 0,7%),
insulin kerja cepat 8,5%, insulin detemir 13,1 %, insulin glargine 4,6%, dan
insulin premix 13,1%.
Berdasarkan survei awal data dari rekam medis di Rumah Sakit TK II Putri
Hijau Medan didapatkan data jumlah penderita diabetes melitus pada tahun 2017
sebanyak 4,752 penderita. Pada tahun 2018 penderita diabetes melitus sebanyak
2,268 penderita. Data diatas menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus pada
tahun 2018 mengalami penurunan.
6
Berdasarkan data diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang gambaran
penggunaan obat pada pasien Diabetes Melitus rawat jalan di Rumah Sakit TK II
Putri Hijau Medan.
1.1. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas rumusan masalah penelitian ini adalah
bagaimanakah gambaran perencanaan obat pada pasien diabetes melitus rawat
jalan Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan pada bulan april tahun 2019 ?
1.2. Hipotesis
Gambaran perencanaan obat diabetes melitus di Rumah Sakit TK II Putri
Hijau Medan pada bulan april tahun 2019 sudah sesuai dengan perencanaan obat.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui gambaran perencanaan obat pada pasien diabetes
melitus rawat jalan Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan pada bulan april tahun
2019
1.4. Manfaat Penelitian
Agar dapat menambah pengetahuan dan menjadikan pengalaman yang
nyata dalam melakukan penelitian secara baik dan benar.
7
1.5. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter
Gambar 1.1. Kerangka Konsep
Perencanaan obat
diabetes melitus Pasien diabetes melitus
rawat jalan
1. Jenis kelamin
2. Umur
3. Jenis obat
4. Golongan obat
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Defenisi Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (14).
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
1. Tugas Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai tugas menyediakan keperluan untuk
pemeliharaan dan pemulihan kesehatan secara paripurna, yaitu sebagai berikut
(15):
1. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
2. Meningkatkan dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit.
3. Memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna.
2. Fungsi Rumah Sakit
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan
kesehatan meliputi peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit
(preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) (16).
9
2.1.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dapat didefenisikan sebagai suatu
depertemen atau unit atau bagian dari Rumah Sakit dibawah pimpinan apoteker
dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan konpeten secara profesional, tempat atau
fasilitas penyelenggaraan yang bertanggungjawab atas seluruh pekerjaannya.
Tugas pokok dari IFRS ini adalah pengelolaan mulai dari perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada
pasien sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar
dan digunakan dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat inap, rawat jalan,
maupun untuk semua unit yang berada di Rumah Sakit dan bertanggungjawab
sepenuhnya pada pengelolaan semua aspek yang berhubungan dengan obat yang
beredar didalam rumah sakit. Dalam kegiatan sehari-hari, IFRS membutuhkan
informasi-informasi yang terkait dengan pengadaan obat. Selanjutnya hal tersebut
menjadi dasar penetapan standar untuk perlu tidaknya instalasi farmasi dalam
dalam melakukan pengadaan obat agar obat selalu tersedia pada saat dibutuhkan
(17).
2.1.4 Manajemen Siklus Obat Di Rumah Sakit
Pengelolaan obat di Rumah Sakit meliputi tahap-tahap perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, pendistribusian serta penggunaan yang saling terkait
satu sama lainnya, sehingga harus terkoordinasi dengan baik agar masing-masing
dapat berfungsi secara optimal. Ketidakterkaitan antara masing-masing tahap akan
mengakibatkan tidak efisiennya sistem suplai dan penggunaan obat yang ada (18).
10
Pengelolaan obat terdiri dari siklus kegiatan yaitu:
1. Perencanaan Obat
Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan
harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran,
untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang
dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode
konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia
(1).
a. Metode konsumsi
Metode konsumsi didasarkan atas analisis data konsumsi obat
sebelumnya. Perencanaan kebutuhaan obat menurut pola konsumsi
mempunyai langkah-langkah sebagai berikut: pengumpulan dan
pengolahan data, perhitungan perkiraan kebutuhan obat dan
penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.
Keunggulan metode konsumsi adalah data yang diperoleh
akurat, metode paling mudah, tidak memerlukan data penyakit
maupun standar pengobatan. Jika data konsumsi lengkap pola
penulisan tidak berubah dan kebutuhan relatif konstan maka
kemungkinan kekurangan atau kelebihan obat sangat kecil.
Kekurangannya antara lain tidak dapat untuk mengkaji penggunaan
obat dalam perbaikan penulisann resep, kekurangan dan kelebihan
11
obat sulit diandalkan, tidak memerlukan pencatatan data morbiditas
yang baik (19).
b. Metode epidemiologi
Metode epidemiologi didasarkan pada jumlah kunjungan, frekuensi
penyakit dan standar pengobatan. Langkah-langkah pokok dalam
metode ini adalah sebagai berikut: menentukan jumlah penduduk yang
akan dilayani, menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan
frekuensi penyakit, menyediakan standar pengobatan yang digunakan
untuk perencanaan dan menghitung perkiraan kebutuhan obat dan
penyesuaian kebutuhan obat dengan alokasi dana.
Keunggulan metode epidemiologi adalah perkiraan kebutuhan
mendekati kebenaran, standar pengobatan mendukung usaha
memperbaiki pola penggunaan obat. Sedangkan kekurangannya antara
lain membutuhkan waktu dan tenaga yang terampil, data penyakit sulit
diperoleh secara pasti, diperlukan pencatatan dan pelaporan yang baik
(19).
2. Pengadaan Obat
Merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui (1).
Menurut Quick J et al, ada empat metode proses pengadaan (4):
a. Tender terbuka berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar, dan sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga lebih
menguntungkan.
12
b. Tender terbatas sering disebut dengan lelang tertutup. Hanya dilakukan
pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan punya riwayat yang
baik. Harga masih bisa dikendalikan
c. Pembelian dengan tawar menawar dilakukan bila jenis barang tidak
urgen dan tidak banyak, biasanya dilakukan pendekatan langsung
untuk jenis tertentu
d. Pengadaan langsung, pembelian jumlah kecil, perlu segera tersedia.
Harga tertentu relatif agak mahal.
3. Penyimpanan obat
Merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut persyaratan
yang diitetapkan:
a. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya
b. Dibedakan menurut suhunya, kesetabilannya
c. Mudah tidaknya meledak atau terbakar
d. Tahan tidaknya terhadap cahaya
Disertai dengan sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan
perbekalan farmasi sesuai kebutuhan (1).
4. Pendistribusian obat
Merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
Rumah Sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien
rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh
pasien dengan mempertimbangkan (1).
13
a. Efisiensi dan efektivitas sumber daya yang ada
b. Metode sentralisasi atau desentralisasi
c. Sistem floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau
kombinasi
2.2 Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan
metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar
gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein
sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin (20).
2.2.1 Penyebab diabetes melitus
Faktor-faktor resiko diabetes melitus menurut Sudoyo (2006), faktor-
faktor resiko terjadinya diabetes melitus antara lain (21):
1. Faktor keturunan atau (Genetik)
Riwayat keluarga dengan diabetes melitus tipe 2, akan mempunyai
peluang menderita diabetes melitus sebesar 15% dan resiko mengalami
intoleransi glukosa yaitu ketidakmampuan dalam memetabolisme
karbohidrat secara normal sebesar 30%.
2. Obesitas
Obesitas atau kegemukan yaitu kelebihan berat badan ≥ 20% dari berat
ideal atau BMI (body mass index) ≥27 kg/m². Kegemukan menyebabkan
berkurangnya jumlah reseptor insulin yang dapat bekerja di dalam sel pada
otot skeletal dan jaringan lemak. Hal ini dinamakan resistensi insulin
14
perifer. Kegemukan juga merusak kemampuan sel beta untuk melepas
insulin saat terjadi peningkatan glukosa darah.
3. Usia
Faktor usia yang risiko menderita diabetes melitus tipe 2 adalah usia diatas
30 tahun, hal ini karena adanya perubahan anatomis, fisiologis dan
biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, kemudian berlanjut pada
tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat
mempengaruhi homeostasis.
4. Tekanan darah
Seseorang yang beresiko menderita diabetes melitus adalah yang
mempunyai tekanan darah tinggi (hypertensi)yaitu tekanan darah ≥ 140/90
mmHg pada umumnya pada diabetes melitus menderita juga hipertensi.
5. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang kurang menyebabkan resistensi insulin pada diabetes
melitus tipe 2. Menurut ketua indonesia diabetes association (persadia),
Soegando bahwa diabetes melitus tipe 2 selain faktor genetik, juga bisa
dipicu oleh lingkungan yang menyebabkan perubahan gaya hidup tidak
sehat, seperti makan berlebihan (berlemak dan kurang serat), kurang
aktivitas fisik, stres.
6. Kadar kolesterol
Kadar HDL kolesterol ≤ 35 mg/dL (0,09 mmol/L) dan atau kadar
trigliserida ≥ 259 mg/dl (2,8 mmol/L). Kadar abnormal lipid darah erat
kaitannya dengan obesitas dan diabetes melitus tipe 2.
15
7. Stres
Stres muncul ketika ada ketidakcocokan antara tuntutan yang dihadapi
dengan kemampuan yang dimiliki. Diabetes yang mengalami stres dapat
merubah pola makan, latihan, penggunaan obat yang biasanya dipatuhi dan
hal ini ini menyebabkan terjadinya hiperglikemia.
8. Riwayat diabetes gestasional
Wanita yang mempunyai riwayat diabetes gestasional atau melahirkan
bayi dengan dengan berat badan lahir lebih dari 4 kg mempunyai resiko
untuk menderita diabetes melitus tipe 2.
2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
World health organization (WHO) pada tahun 1997 dalam porth (2007)
mengklasifikasikan diabetes menjadi empat jenis, antara lain (21):
1. Diabates tipe 1
DM tipe 1 ditandai oleh destruksi sel beta pankreas, terbagi dalam dua sub
tipe yaitu tipe 1A yaitu diabetes yang diakibatkan proses immunologi
(immune-mediated diabetes) dan tipe 1B yaitu diabetes idiopatik yang
tidak diketahui penyebabnya. Diabetes 1A ditandai oleh destruksi
autoimun sel beta. Sebelumnya disebut dengan diabetes juvenile, terjadi
lebih sering pada orang muda tetapi dapat terjadi pada semua usia.
Diabetes tipe 1 merupakan gangguan ketabolisme yang ditandai oleh
kekurangan insulin absolut, peningkatan glukosa darah, dan pemecahan
lemak dan protein tubuh.
16
2. Diabetes tipe 2
DM tipe 2 atau juga dikenal sebagai Non-insulin Dependent Diabetes
(NIDDM). Dalam DM tipe 2, jumlah insulin yang diproduksi oleh
pankreas biasanya cukup untuk mencegah ketoasidosis tetapi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuh total. Jumlahnya mencapai 90-95% dari
seluruh pasien dengan diabetes, dan banyak dialami oleh orang dewasa tua
lebih dari 40 tahun serta lebih sering terjadi pada individu obesitas. Kasus
DM tipe 2 umumnya mempunyai latar belakang kelainan yang diawali
dengan terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin awalnya belum
menyebabkan DM secara klinis. Sel beta pankreas masih dapat melakukan
koompensasi bahkan sampai overkompensasi, insulin disekresi secara
berlebihan sehingga terjadi kondisi hiperinsulinemia dengan tujuan
normalisasi kadar glukosa darah. Mekanisme konpensasi yang terus
menerus menyebabkan kelelahan sel beta pankreas (exhaustion) yang
disebut dekompensasi, mengakibatkan produksi insulin yang menurun
secara absolut. Kondisi resistensi insulin diperberat oleh produksi insulin
yang menurun akibatnya kadar glukosa darah semakin meningkat sehingga
memenuhi kriteria diagnosis DM.
Secara singkat, karakteristik diabetes tipe 1 dan 2 dapat dilihat
pada tabel 2.1:
17
Tabel 2.1 Karakteristik Diabetes Tipe 1 dan 2
Tipe 1 Tipe 2
Usia Biasanya < 30 tahun Biasanya > 40 tahun
Kecepatan Biasanya cepat Biasanya bertahap
Berat badan Normal atau kurus (kurang gizi);
selalu mengalami kehilangan
berat badan
80% overweight
Hereditas Berhubungan dengan Spesific
Human Leukocyte Antigen
(HLA)
Penyakit autoimun
Kemungkinan dipicu oleh
infeksi virus
Tidak berhubungan
dengan Spesific Human
Leukocyte Antigen
(HLA)
Tidak ada bukti picuan
infeksi virus
Insulin Sekresi pada awal gangguan
muncul kemudian atau tidak ada
sama sekali
Terjadi defisiensi atau
resistensi insulin
Ketosis Umum terjadi Langka/ jarang terjadi
Frekuensi 15% dari kejadian 85% dari kejadian
Komplikasi Umum terjadi Umumnya terjadi saat
terdiagnosis
Treatment Insulin, diet, olahraga Diet, OHA, olahraga,
insulin
a. Diabetes pada kehamilan (Gestational diabetes)
Diabetes kehamilan terjadi pada intoleransi glukosa yang diketahui selama
kehamilan pertama. Jumlahnya sekitar 2-4 % kehamilan. Wanita dengan
diabetes kehamilan akan mengalami peningkatan resiko terhadap diabetes
setelah 5-10 tahun melahirkan.
b. DM tipe lain (Others Specific Types)
Merupakan gangguan endokrin yang menimbulkan hiperglikemia akibat
peningkatan produksi glukosa hati atau penurunan penggunaan glukosa
18
oleh sel. Sebelumnya dikenal dengan istilah diabetes sekunder, diabetes
tipe ini menggambarkan diabetes yang dihubungkan dengan keadaan dan
sindrom tertentu, misalnya diabetes yang terjadi dengan penyakit pankreas
atau pengangkatan jaringan pankreas dan penyakit endokrin seperti
akromegali atau syndrom chusing, karena zat kimia atau obat, infeksi dan
endokrinopati.
2.2.3 Diagnosis
DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Pemeriksaan glukosa darah
yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimetik dengan bahan
darah plasma vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer (22).
Kriteria diagnostik diabetes berdasarkan panduan WHO dapat dilihat pada
tabel 2.2 berikut ini:
19
Tabel 2.2 Kriteria Diagnostik Diabetes Berdasarkan Panduan WHO
Tahap Gula darah puasa Gula darah
acak
OGTT
Normal < 6.1 mmol/ L Gula darah 2 jam
< 7.8 mmol/L
Gangguan
toleransi
glukosa
Gangguan gula
darah puasa – gula
darah puasa ≥ 6.1
mmol/L dan < 7.0
mmol/L
Gangguan
toleransi glukosa –
gula darah 2 jam ≥
7.8 mmol/ L dan <
11.1 mmol/ L
Diabetes ≥7.0 mmol/L ≥11.1 mmol/ L
dan gejala
Gula darah 2 jam
> 11.1 mmol/ L
Catatan :pada tabel ini ditunjukkan glukosa darah vena. Glukosa darah
kapiler 10-15% lebih tinggi daripada darah vena (21).
2.2.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM dimulai dengan pola hidup sehat, dan bila perlu
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat antihiperglikemia secara oral dan/
atau suntikan (11).
1. Edukasi (Penyuluhan)
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting
dari pengelolaan DM secara holistik .
2. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai penting nya
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada
mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.
20
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari
sehingga selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit perminggu,
dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik
dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan
cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal
dihitung dengan cara= 220-usia pasien.
4. Terapi Farmakologi
Berdasarkan cara kerja, OHO (Obat Hipoglikemia Oral) dibagi menjadi 3
golongan (21):
1) Memicu Produksi Insulin
a. Sulfonilurea
Obat ini telah digunakan dalam menangani hipoglikemia pada
diabetisi tipe 2 selama lebih dari 40 tahun. Mekanisme kerja obat
ini cukup rumit. Ia bekerja terutama pada sel beta pankreas untuk
meningkatkan produksi insulin sebelum maupun setelah makan.
Sel beta pankreas merupakan sel yang memproduksi insulin dalam
tubuh.
Sulfonilurea serinng digunakan pada penyandang diabetes yang
tidak gemuk dimana kerusakan utama diduga adalah terganggunya
produksi insulin. Diabetisi yang tepat untuk diberikan obat ini
adalah diabetisi tipe 2 yang mengalami kekurangan insulin tapi
21
masih memiliki sel beta yang dapat berfungsi dengan baik.
Diabetisi yang biasanya menunjukkan respon yang baik dengan
obat golongan sulfoniurea adalah usia saat diketahui menyandang
diabetes mellitus lebih dari 30 tahun, menyandang diabetes
melitus lebih dari 5 tahun, berat badan normal atau gemuk, gagal
dengan pengobatan melalui pengaturan gaya hidup, perubahan
pengobatan dengan insulin dengan dosis yang relatif kecil.
b. Golongan glinid
Meglitinide merupakan bagian dari kelompok yang meningkatkan
produksi insulin (selain sulfonilurea). Maka dari itu dia
membutuhkan sel beta yang masih berfungsi baik. Repaglinid dan
Nateglinid termasuk dalam kelompok ini, mempunyai efek kerja
cepat, lama kerja sebentar, dan digunakan untuk mengontrol kadar
glukosa darah setelah makan. Repaglinid diserap secara cepat
segera setelah di makan, mencapai kadar puncak di dalam darah
dalam 1 jam.
2) Meningkatkan Kerja Insulin (Sensitivitas Terhadap Insulin)
a. Biguanid
Metformin adalah satu-satunya binguanid yang tersedia saat ini.
Metformin berguna untuk diabetisi gemuk yang mengalami
penurunan kerja insulin. Alasan penggunaan metformin pada
diabetisi gemuk adalah karena obat ini menurunkan nafsu makan
dan menyebabkan penurunan berat badan.
22
Sebanyak 25% dari diabetisi yang diberikan metformin dapat
mengalami efek samping pada saluran pencernaan, yaitu rasa tidak
nyaman pada perut, diare dan rasa seperti logam di lidah.
Pemberian obat ini bersama makanan dan dimulai dengan dosis
terkecil dan meningkatkannya secara perlahan dapat
meminimalkan kemungkinan timbulnya efek samping. Obat ini
tidak seharusnya diberikan pada penyandang dengan gagal ginjal,
hati, jantung dan pernafasan.
Metformin dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dalam
kombinasi. Obat-obatan oral mungkin gagal untuk mengontrol
gula darah setelah beberapa saat sebelumnya berhasil (kegagalan
sekunder) akibat kurangnya kepatuhan diabetisi atau fungsi sel
beta yang memburuk dan/ atau terjadinya gangguan kerja insulin
(resistansi insulin). Pada kasus-kasus ini, terapi kombinasi
metformin dengan sulfonilurea atau penambahan penghambat-
glucosidase biasanya dapat dicoba. Kebanyakan diabetisi pada
akhirnya membutuhkan insulin.
b. Tiazolidinedion
Saat ini terdapat 2 tiazolinedion di indonesia yaitu rosiglitazon dan
pioglitazon. Obat golongan ini memperbaiki kadar glukosa darah
dan menurunkan hiperinsulinaemia (tingginya kadar insulin)
dengan meningkatkaan karja insulin (menurunkan resintensi
23
insulin) pada penyandang diabetes melitus tipe 2. Obat golongan
ini juga menurunkan kadar trigliserida asam lemak bebas.
c. Rosiglitazone (Avandia)
Dapat pula digunakan kombinasi dengan metformin pada diabetisi
yang gagal mencapai target kontrol glukosa darah dengan
pengaturan makan dan olahraga. Pioglitazone (Actos), juga
diberikan untuk meningkatkan kerja (sensitivitas) insulin.
Efek samping dari obat golongan ini dapat berupa bengkak
didaerah perifer (misalnya kaki), yang disebabkan oleh
peningkatan volume cairan dalam tubuh. Oleh karena itu maka
obat golongan ini tidak boleh diberikan pada diabetisi dengan
gagal jantung berat. Selain itu, pada penggunaan obat ini
pemeriksaan fungsi hati secara berkala harus dilakukan.
3) Penghambat Enzim Alfa Glukosidase
Penghambat kerja enzim alfa-glukosidase seperti akarbose,
menghambat penyerapan karbohidrat dengan menghambat enzim
disakarida di usus (enzim ini bertanggung jawab dalam pencernaan
karbohidrat). Obat ini terutama menurunkan kadar glukosa darah
setelah makan. Efek sampingnya yaitu kembung, buang angin, dan
diare. Supaya lebih efektif obat ini harus dikomsumsi bersama dengan
makanan.
24
Obat ini sangat efektif sebagai obat tunggal pada diabetisi tipe 2
dengan kadar glukosa darah puasanya kurang dari 200 mg/ dL (11.1
mmol/l) dan kadar glukosa darah setelah makin tinggi. Obat ini tidak
mengakibatkan hipoglikemia, dan boleh diberikan baik pada
penyandang diabetes gemuk maupun tidak, serta dapat diberikan
bersama dengan sulfonilurea, metformin atau insulin.
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan Non Eksperimental yaitu penelitian Deskriptif
dengan pendekatan Retrospektif. Retrospektif merupakan penelitian yang
berusaha melihat kebelakang (Backward looking), artinya pengumpulan data
dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi(Notoatmodjo, 2005).
3.2 Lokasi dan Waktu
3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di bagian apotek rawat jalan Rumah Sakit TK II Putri
Hijau Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan juni tahun 2019.
3.3 Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (23).
Populasi dalam penelitian adalah seluruh resep dokter yang mengandung obat
diabetes melitus Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan pada bulan april tahun
2019.
26
3.4 Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan total sampling yaitu seluruh populasi
dijadikan sampel penelitian.
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria Inklusi adalah resep pasien diabetes melitus rawat jalan di Rumah
Sakit TK II Putri Hijau Medan.
Kriteria eksklusi adalah resep selain penyakit diabetes melitus yang datang
ke Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan.
3.6 Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan resep yang mengandung
obat diabetes melitus di apotek rawat jalan Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan
tahun 2019. Adapun proses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1. Mengelompokkan resep sehubungan dengan obat-obat yang yang
digunakan oleh penderita diabetes melitus pada pasien rawat jalan pada
bulan april tahun 2019.
2. Resep dari apotek rawat jalan akan didapatkan data berupa jenis kelamin,
umur, jenis obat, dan golongan obat.
3. Data yang didapat akan diolah dalam bentuk tabel.
27
3.7 Rancangan penelitian
Rancangan penelitian yaitu jenis kelamin, umur, jenis obat, dan golongan
obat diabetes melitus di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan.
3.8 Analisi Data
Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan
menggunakan program microsoft excel, kemudian disajikan dalam bentuk tabel
yang dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin, umur, jenis obat, dan golongan obat.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sejarah Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan.
Setelah masa kemerdekaan tahun 1945 banyak anggota tentara maupun
keluarganya yang mengalami sakit dan berdomisili di Medan memanfaatkan
fasilitas kesehatan Rumah Sakit swasta yang ada disekitar Medan. Karena Rumah
Sakit tentara satu-satunya yang ada di Sumatera Utara hanya ada di Pematang
Siantar merupakan peninggalan tentara Belanda sementara jumlah anggota yang
memamfaatkan fasilitas kesehatan ini terus bertambah dari hari ke hari, untuk itu
para pejuang kemerdekaan maupun dokter tentara yang ada di Medan berpikir
perlu adanya fasilitas kesehatan Rumah Sakit khusus tentara di kota Medan ini.
Pada tahun 1950 atas prakarsa dokter militer yang diketuai Letkol dr. Moh
Majoedin mendirikan sebuah tempat perawatan asrama TPA yang berlokasi di
jalan Banteng 2A Medan. TPA ini digunakan untuk merawat anggota tentara
maupun keluarga yang menderita penyakit ringan, sedangkan untuk penyakit berat
di rawat di rumah Sakit P.Siantar. TPA ini memiliki fasilitas 10 tempat tidur,
laboratorium kecil, kamar obat, kamar suntik, kamar bedah kecil serta dapur.
Pada tahun 1951 Letkol Dr. Moh Majoedin sekaligus selaku Kepala Dinas
kesehatan TK I menerima penyerahan 4 buah bangsal Rumah Sakit Verenigde
Deli Maatschkapy VDM, yaitu RS PTPN II sekarang. Dahulu RS PTP IX
Tembakau Deli yang sebelumnya dipergunakan oleh Belanda untuk merawat
Tentara Belanda yang sakit dan berlokasi di jalan Putri Hijau Medan. Dengan 56
29
diserah terimakannya VDM tersebut maka TPA berubah menjadi satu tempat
perawatan tentara TPT yang selanjutnya disebut Rumkit TK II Putri Hijau Medan.
Tiga tahun setelah berdirinya Rumkit TK II Putri Hijau Medan mengirimkan
personilnya untuk mendukung operasi DITII 1953, tahun berikutnya sebagai team
kesehatan PON III 1954, dukungan kesehatan pada operasi PRRI 1957, Team
Kesehatan Pekan Olah raga Mahasiswa 1960 , sebagai Duta Perdamaian PBB
dengan turut serta dalam Kontingen Garuda III ke Kongo 1963, Operasi
PGRSParaku Kalbar 1973, Operasi Timor Timur 1976-1998 dan operasi Militer
di DI Aceh serta penanganan korban Gempa Bumi Tsunami Aceh – Nias 2004.
Sampai saat sekarang ini Rumkit Tk II Putri Hijau Medan telah dipimpin oleh 24
Kepala Rumah Sakit. Berdasarkan Peraturan Kasad Nomor Perkasad265XII2007
tanggal 31 Desember 2007 tentang DSPP Kesdam, termasuk didalamnya Rumkit
Tk II Tugas Pokok Rumkit Tk II Putri Hijau Kesdam IBB yaitu
menyelenggarakan fungsi kuratif dan rehabilitasi medik, preventif terbatas,
dukungan kesehatan terbatas, secara terus menerus di wilayah medan pada
khususnya dan wilayah Kodam IBB. Adanya kapasitas lebih Rumkit Tk II Putri
Hijau Kesdam IBB juga memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat
umum.
30
4.2 Hasil
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Rumah Sakit TK II Putri
Hijau Medan pada bulan juni 2019, maka diperoleh data pasien pada bulan april
yang didiagnosa diabetes melitus rawat jalan sebanyak 38 pasien.
Tabel 4.1. karakteristik pasien diabetes melitus berdasarkan jenis kelamin di
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan pada bulan april tahun 2019
Karakteristik Jumlah (n)=38 persentase
Jenis kelamin
Laki-laki
perempuan
15
23
39,5 %
60,5 %
Dalam penelitian diperoleh bahwa jenis kelamin pasien yang menyandang
diabetes melitus yaitu berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 23 (60,5 %)
pasien dan yang berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 15 (39,5 %) pasien
Tabel 4.2. karakteristik pasien diabetes melitus berdasarkan umur
Karakteristik Jumlah (n)= 38 persentase
Umur
˂ 45
˃ 45
2
36
5,3 %
94,7%
Tabel diatas untuk umur sebagian besar pasien yang menyandang diabetes melitus
yaitu yang berumur ˃ 45 tahun dengan jumlah 36 (94,7%) pasien dan umur ˂ 45
tahun dengan jumlah 2 (5,3%) pasien.
31
Tabel 4.3. Karakteristik penggunaan obat pada pasien diabetes melitus rawat
jalan RS TK II Putri Hijau Medan periode april tahun 2019
No Golongan
obat
Jenis obat Jumlah Persen
tase
1 Biguanid Metformin 500 mg 2 5,3 %
2 Sulfonilurea Glimepirid 2 mg 4 10,5 %
Gliquidon 30 mg 2 5,3 %
3 Penghambat
α-
glukosidase
Acarbose 2 5,3 %
4 Insulin Lantus ®+ novorapid ® 1 2,6 %
Apidra ®+ lantus ® 4 10,5 %
5 Kombinasi (Metformin+ glimepirid) 16 42,1 %
(Acarbose+ glimepirid) 3 7,9 %
(Gliquidon+ metformin) 1 2,6 %
(Glimepirid+acarbose+metformin) 1 2,6 %
(Gliquidon+ acarbose+ glimepirid) 1 2,6 %
Jumlah
(Metformin+ acarbose+ gliquidon) 1
38
2,6 %
100 %
Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa obat diabetes yang diresepkan
untuk obat tunggal yaitu golongan sulfonilurea (glimepirid) 10,5 % , (gliquidone)
5,3% , golongan biguanid (metformin) 5,3% dan golongan penghambat α-
glukosidase (acarbose) 5,3%. Pasien dengan terapi insulin (lantus ®+novorapid
®) 2,6%, (apidra ®+lantus ®) 10,5% . Pasien yang diberikan peresepan dengan 2
kombinasi Obat Hipoglikemik Oral (OHO) (metformin+ glimepirid) 42,1%,
(acarbose+glimepirid) 7,9 %, (gliquidon+metformin) 2,6 %, pasien dengan
peresepan 3 kombinasi OHO (glimepirid+acarbose+metformin) 2,6%,
(gliquidon+acarbose+glimepirid) 2,6%, (metformin+acarbose+gliquidon) 2,6%.
32
Tabel 4.4. Jumlah pemakaian obat diabetes melitus di rawat jalan pada
bulan april tahun 2019
No Jenis obat Jumlah pemakaian
1 Glimepirid 2mg 900 tablet
2 Gliquidon 30mg 314 tablet
3 Metformin 500mg 1.680 tablet
4 Acarbose 660 tablet
5 Novorapid ® 6 pen
6 Lantus ® 11 pen
7 Apidra ® 26 pen
Dari data diatas jumlah Pemakaian obat pada bulan april tahun 2019 untuk
sediaan tablet adalah glimepirid 2 mg sebanyak 900 tablet, gliquidon 30 mg
sebanyak 314 tablet, metformin 500 mg sebanyak 1.680 tablet, acarbose sebanyak
660 tablet. Dan untuk sediaan insulin novoravid ® sebanyak 6 pen, lantus ®
sebanyak 11 pen, apidra ® sebanyak 26 pen.
Tabel 4.3. daftar penerimaan dan pengeluaran obat-obatan mei 2019
No Nama obat Stok april Masuk Keluar
1 Glibenklamid 500 0 115
2 Glimepirid 2 mg 1.500 0 1.249
3 Gliquidon 30 mg 3.500 0 615
4 Metformin 500 mg 2.700 2.000 3.390
5 Acarbose 1.700 2.000 717
6 Lantus 0 150 11
7 Apidra 0 225 35
Tabel diatas adalah daftar penerimaan dan pengeluaran obat-obatan dibulan
mei tahun 2019. Yaitu stok obat di bulan april, obat yang masuk dibulan mei, obat
yang keluar, dan sisa stok.
33
4.3 Pembahasan
Tabel 4.1. karakteristik pasien diabetes melitus berdasarkan jenis kelamin
yaitu bahwa dikalangan perempuan lebih besar dibandingkan laik-laki.
Berdasarkan penelitian Khairani R tentang “prevalensi diabetes melitus dan
hubungannya dengan kualitas hidup lanjut usia di masyarakat”. Bahwa besarnya
frekuensi diabetes melitus dikalangan perempuan bisa menjadi pemicu bahwa
perempuan lebih rentan terkena diabetes melitus, karena jenis kelamin merupakan
faktor resiko penyakit diabetes yang tidak dapat diubah. Dan sebagai salah satu
penyebab dari hal tersebut yaitu kurangnya perempuan dalam berolahraga, yang
mana menyebabkan penumpukan lemak dan memicu terjadinya penyumbatan atau
gangguan metabolisme, sehingga mudah mengalami obesitas yang dapat
menyebabkan diabetes melitus (24).
tabel 4.2. berdasarkan usia menunjukkan bahwa diabetes melitus
prevalensinya lebih tinggi pada usia diatas 45 tahun dengan persentase 94,7 %
dibanding usia dibawah 45 tahun hanya 5,3 %. Penyakit diabetes melitus akan
semakin meningkat dengan bertambahnya umur dan penyakit DM paling banyak
ditemukan pada umur diatas 50 tahun, ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
perubahan komposisi tubuh karena terjadi penurunan jumlah massa otot,
perubahan peningkatan jaringan lemak, penurunan aktifitas fisik yang dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah reseptor insulin sehingga
menyebabkan kecepatan glucose transporter -4 (GLUT-4) juga akan menurun,
perubahan pola makan yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah gigi geligi
sehingga proporsi jumlah karbohidrat meningkat, dan perubahan neurohormonal
34
insulin grow factor-1 (IGF-1) dan Dehidroepandrosteron (DhtAs) yang dapat
mengakibatkan terjadina penurun ambilan glukosa karena menurunnya
sensitivitas insulin (25).
Tabel 4.3. karakteristik penggunaan obat pada pasien diabetes melitus yang
paling banyak diresepkan adalah kombinasi obat hiperglikemik oral
(metformin+glimepirid) yaitu sebanyak 16 pasien (42,1%). Mekanisme kerja
kombinasi metformin+glimepirid adalah metformin menstimulasi uptake glukosa,
menekan produksi glukosa hepatik berlebih, dan mengurangi absorpsi glukosa di
usus. Golongan biguanid ini juga memperbaiki resistensi insulin, memiliki
kecepatan respons awal yang tinggi, aman tidak menyebabkan kenaikan berat
badan, dan menguntungkan terhadap profil lipid. Sulfonilurea dan biguanid
memiliki mekanisme kerja yang saling melengkapi, dengan efek
antihiperglikemik yang sinergis dan tidak meningkatkan reaksi simpang dari
masing-masing golongan. Sulfonilurea (glimepirid) menstimulasi sel beta untuk
melepaskan insulin, sedangkan metformin mengurangi produksi glukosa hepatik,
menurunkan absorpsi glukosa di usus, serta memperbaiki sensitivitas insulin
melalui perbaikan uptake dan penggunaan glukosa perifer (26).
Beberapa pasien juga diberikan obat hiperglikemik oral yaitu metformin
sebanyak 2 pasien (5,3 %). Efek utama dari metformin adalah menurunkan
“hepatic glucose output” dan menurunkan kadar glukosa puasa. Metformin
merupakan obat lini pertama yang digunakan untuk pasien DM tipe 2 yang baru
didiagnosis. Monoterapi dengan metformin dapat menurunkan A1c sebesar 1,5 %.
Monoterapi metformin tidak merangsang sekresi insulin sehingga tidak
35
menyebabkan hipoglikemia, peningkatan berat badan serta memperbaiki profil
lipid. Selain itu metformin dapat digunakan secara aman pada prediabetes tanpa
menyebabkan hiperglikemia (27).
Pasien juga diberikan obat hiperglikemia dari golongan sulfonilurea seperti
glimepirid dan gliquidon. Obat golongan ini mempunyai efek utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan
utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh
diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaan seperti orangtua, gangguan
fatal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan
penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
Beberapa macam insulin diberikan pada pasien diabetes melitus yaitu
(lantus® + novoravid ®), (apidra ® + lantus ®). Insulin diberikan pada pasien
diabetes melitus jika target gula darah tidak tercapai dengan pemberian obat
hiperglikemik oral. Insulin aspart (novoravid ®) merupakan insulin analog kerja
cepat untuk menurunkan glukosa darah pada manusia. Onset dari insulin aspart
yaitu 15-30 menit. Insulin glulisine (apidra ®) adalah bentuk hormon insulin tipe
fast-acting. Insulin ini bekerja dengan cara mengurangi kadar gula dalam darah.
Insulin glulisine mulai bekerja 15 menit setelah dikonsumsi. Insulin glulisine
mencapai puncak masa kerjanya setelah 30-90 menit dan akan bertahan selama 3-
5 jam. Insulin glargine (lantus ®) merupakan insulin analog manusia kerja
panjang yang disiapkan untuk memodifikasi struktur kimia insulin untuk
memungkinkan pelepasan lambat. Onset dari insulin glargine adalah 4-5 jam (28).
36
Tabel 4.3. Perencanaan obat adalah suatu proses kegiatan dalam pemilihan
jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan
anggaran, untuk menghindari kekosongan obat (1). Obat-obat yang diadakan oleh
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah obat yang ada dalam formularium Rumah
Sakit yang dirancang berdasarkan Formularium Nasional. Formularium RS
merupakan dokumen yang berisi kumpulan produk obat yang dipilih PFT (Panitia
Farmasi dan Terapi) untuk digunakan oleh staf medik di RS (29). Perencanaan
obat yang dilakukan Di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan menggunakan
metode konsumsi. Perencanaan dilakukan untuk kebutuhan satu tahun dengan
melihat rata-rata penggunaan perbulan. Perencanaan diawali dengan pengecekan
kartu stok obat yang tersedia di dalam gudang Rumah Sakit, lalu dilakukan
perencanaan item apa dan berapa jumlah yang akan diadakan. Data yang telah
dikumpulkan oleh kepala gudang akan diserahkan kebagian pemesanan dimana
bagian pemesanan akan membuat surat pesanan (SP) yang telah ditandatangani
oleh apoteker. Setelah SP ditandatangani bagian pemesanan akan langsung
memesankan obat ke PBF dengan via telepon.
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan dalam proses pemesanan obat
dilakukan untuk semua depo baik rawat jalan, rawat inap, UGD, dan ICU. Jadi
peneliti tidak bisa membedakan mana obat yang keluar ke depo rawat jalan karna
untuk catatan dan kartu stok tidak dijelaskan obat yang keluar kemana.
37
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Perencanaan obat adalah suatu proses kegiatan dalam pemilihan jenis,
jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan
anggaran, untuk menghindari kekosongan obat. Obat-obat yang diadakan oleh
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah obat yang ada dalam formularium Rumah
Sakit yang dirancang berdasarkan Formularium Nasional. Perencanaan obat yang
dilakukan Di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan menggunakan metode
konsumsi. Perencanaan dilakukan untuk kebutuhan satu tahun dengan melihat
rata-rata penggunaan perbulan
5.2 Saran
1. Disarankan untuk peneliti selanjutnya meneliti tentang perencanaan obat
berdasarkan analisis ABC sehingga lebih berfokus pada barang-barang yang
memiliki nilai kritis dan nilai penggunaan lebih tinggi sehingga dapat ditangani
lebih efisien.
2. Untuk pihak Rumah Sakit sebaiknya kartu stok digudang dicantumkan data
yang jelas penyaluran obat kebagian mana.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Indonesia KKR. Buku Panduan Hari Kesehatan Sedunia. Keputusan
Menteri Kesehatan Tentang Standard Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
2004. No 1197/MENKES/SK/X; 2004.
2. RI DK. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pedoman
Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehat di Drh Kepulauan Jakarta
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehat. 2007;16–29.
3. Hamid TB. Elemen Pelayanan Minimum Farmasi di Rumah Sakit. Dirjen
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehat Depkes RI. 2005;
4. Quick JD, Hogerzeil H V, Rankin JR, Dukes MNG, Laing R, Garnett A, et
al. Managing drug supply: the selection, procurement, distribution, and use
of pharmaceuticals. 1997;
5. Indonesia DKR. Sistem kesehatan nasional. DepKes RI, Jakarta. 2004;
6. Rahmawatie E, Santosa S. Sistem informasi perencanaan pengadaan obat di
Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali. Pseudocode. 2015;2(1):45–52.
7. Khuriyati LI. Pengendalian Persediaan Obat Kemoterapi Melalui
Pendekatan Analisis ABC Indeks Kritis di Ruang Pencampuran Instalasi
Farmasi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2015. J Adm
Rumah Sakit Indones. 2018;3(1).
8. Guariguata L. By the numbers: new estimates from the IDF Diabetes Atlas
Update for 2012. Diabetes Res Clin Pract. 2012;98(3):524–5.
9. Hu FB. Globalization of diabetes: the role of diet, lifestyle, and genes.
Diabetes Care. 2011;34(6):1249–57.
10. Kesehatan K, RI KK. Riset kesehatan dasar. Jakarta Badan Penelit dan
Pengemb Kesehat Dep Kesehat Republik Indones. 2013;
11. Indonesia PE. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. PB PERKENI. 2015;
12. Kesehatan K. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Kemenkes RI. 2013;
13. Coppell K, Mann J, Chisholm A, Williams S, Vorgers S, Kataoka M.
Medication adherence amongst people with less than ideal glycaemic
control: the Lifestyle Over and Above Drugs in Diabetes (LOADD) Study.
Diabetes Res Clin Pract. 2008;79:572.
14. RI D. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia; 2016.
15. Indonesia KKRI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 Tentang Rumah Sakit. 2015.
16. Indonesia R. Undang-Undang Nomor 36 tentang Kesehatan. Jakarta Sekr
Negara. 2009;
17. Ryan P, Endang S, Heru S. Analisis Implementasi Sistem Informasi
Pengadaan Obat pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Univ Brawijaya,
Malang. 2011;
18. Inrdiawati CS. Analisis Pengelolaan Obat di Rumah Sakit Umum Daerah
Wates. J Manaj Pelayanan Kesehat. 2001;4(3).
19. Maimun A. Perencanaan Obat Antibiotik berdasarkan Kombinasi Metode
39
Konsumsi Dengan Analisis ABC dan Reorder Point terhadap Nilai
persediaan dan Turn Over Ratio Di Instalasi farmasi RS Darul Istiqomah
Kaliwungu Kendal. program Pascasarjana Universitas Diponegoro; 2008.
20. Indonesia DKR. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus.
Direktorat Bina Farm Komunitas dan Klin DepKes RI, Jakarta, Hal.
2005;7:12–6.
21. Damayanti S. Diabetes Mellitus dan Penatalaksanaan Keperawatan.
Yogyakarta Nuha Med. 2015;
22. Indonesia KKR. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta Badan
Penelit dan Pengemb Kesehat Kementeri Kesehat RI. 2013;143–5.
23. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: rineka cipta;
2010.
24. Mihardja L, Soetrisno U, Soegondo S. Prevalence and clinical profile of
diabetes mellitus in productive aged urban Indonesians. J Diabetes
Investig. 2014;5(5):507–12.
25. Rochmah W. Diabetes melitus pada usia lanjut. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam 4th ed Jakarta Pus Pnb IPD FKUI. 2007;1915–8.
26. Wijaya I, PD S, Kes M. Manfaat Kombinasi Glimepirid dan Metformin
Pada Tatalaksana DM Tipe 2. Diakses pada. 2016;14(6):2017.
27. Nita Y, Yuda A, Nugraheni G. Pengetahuan Pasien Tentang Diabetes dan
Obat Antidiabetes Oral. J Farm Indones. 2012;6(1).
28. Lacy CF, Armstrong LL, Goldman MP, Lance LL. Drug Information
Handbook. Hudson, Ohio: Lexi-Comp. Inc; 2011.
29. Siregar CJP, Amalia L. Farmasi Rumah Sakit teori dan penerapan. Jakarta
EGC. 2004;14.
40
Lampiran 1. Pemilihan resep diabetes melitus
41
Lampiran 2. Resep obat diabetes melitus
42
Lampiran 3. Resep diabetes melitus
43
Lampiran 4. Buku permintaan obat
44
45
46
Lampiran 5. kartu stok obat gliquidon
47
Lampiran 6. kartu stok obat acarbose
48
Lampiran 7. kartu stok obat metformin
49
Lampiran 8. kartu stok obat glimepirid
50
Lampiran 9. Kartu stok obat glibenklamid
51
Lampiran 10. Foto gudang
52
Lampiran 11. Jumlah resep pasien bulan april
No Umur Jenis
kelamin
Jenis obat Dosis obat Jumlah
obat
1 1965 L Metformin 500 mg
Glimepirid 2 mg
2×1
1×1
XLVI
XXIII
2 1966 P Acarbose 50 mg
Glimepirid
3×1
1×1
LXIX
XLV
I
3 1971 L Glimepirid 2 mg
Acarbose 50 mg
Metformin 500 mg
1×1
3×1
3×1
XXIII
LXIX
LXIX
4 1952 P Glimepirid 2 mg 1×1 XXIII
5 1953 P Glimepirid 2 mg
Metformin 500 mg
1×1
3×1
XXIII
LXIX
6 1967 L Gliquidon 30 mg
Acarbose 50 mg
Glimepirid 2 mg
3×1
3×1
1×1
LXIX
XXIII
LXIX
7 1951 L Glimepirid 2 mg
Metformin 500 mg
1×1
2×1
XXIII
XLVI
8 1958 P Lantus
Novorapid
1×20=20
3×20=60
2
6
9 1967 P Metformin 500 mg 2×1 XLVI
10 1950 L Acarbose 50 mg 2×1 XLVL
11 1948 P Metformin
Glimepirid 2 mg
2×1
1×1
XLVI
XXIII
12 1965 P Apidra
Lantus
3×20=60
1×20=20
6
2
13 1947 P Gliquidon 30 mg 2×1 XLVI
14 1955 L Metformin
Gliquidon 30 mg
3×1
2×1
LXIX
XLVI
15 1951 L Metformin
Glimepirid 2 mg
3×1
1×1
LXIX
XXIII
16 1966 P Metformin
Glimepirid 2 mg
3×1
1×1
LXIX
XXIII
17 1970 L Metformin
Glimepirid 2 mg
3×1
1×1
LXIX
XXIII
18 1957 L Glimepirid 2 mg 1×1 XXIII
19 1950 P Gliquidon 30 mg 2×1 XLVI
20 1962 L Metformin
Glimepirid 2 mg
3×1
1×1
LXIX
XXIII
21 1940 P Metformin
Glimepirid 2 mg
3×1
1×1
LXIX
XXIII
22 1952 P Metformin
Glimepirid 2 mg
3×1
1×1
XLVI
XXIII
23 1976 P Metformin 2×1 XLVI
53
Glimepirid 2 mg 1×1 XXIII
24 1952 P Metformin
Glimepirid
3×1
1×1
LXIX
XXIII
25 1954 P Metformin
Glimepirid
2×1
1×1
XLVI
XXIII
26 1982 L Metformin
Acarbose
Gliquidon
3×1
3×1
3×1
LXIX
LXIX
LXIX
27 1956 L Apidra
Lantus
3×20=60
1×18=1,
8
6
1,8
28 1953 P Glimepirid
Acarbose
1×1
3×1
XXII
LXIX
29 1964 P Glimepirid 1×1 XXIII
30 1965 P Acarbose 3×1 LXIX
31 1964 P Apidra
Lantus
3×26=78
1×26=26
7,8
2,6
32 1952 L Metformin
Glimepirid
3×1
1×1
LXIX
XXIII
33 1943 P Metformin 2×1 XLVI
34 1962 P Apidra
lantus
3×20=60
1×20=20
6
2
35 1949 L Metformin
Glimepirid
3×1
1×1
LXIX
XXIII
36 1960 L Glimepirid 1×1 XXIII
37 1961 P Acarbose
Glimepirid
3×1
1×1
LXIX
XXIII
38 1968 P Metformin
Glimepirid
3×1
1×1
LXIX
XXIII
54
Lampiran 12. Pengajuan Judul KTI
55
lampiran 13. Permohonan Ijin Penelitian
56
Lampiran 14. Balasan Permohonan Ijin Penelitian
57
Lampiran 15. Lembar Bimbingan Proposal
58
Lampiran 16. Lembar Bimbingan Karya Tulis Ilmiah
59
Lampiran 17. Lembar Persetujuan Perbaikan proposal (Revisi)
60
Lampiran 18. Lembar Persetujuan Perbaikan Karya Tulis Ilmiah (Revisi)
61
Lampiran 19. Berita Acara Perbaikan Seminar Hasil KTI