gambaran input dan proses penyelenggaraan …
TRANSCRIPT
SKRIPSI
GAMBARAN INPUT DAN PROSES PENYELENGGARAAN MAKANAN DI PONDOK PESANTREN HIDAYATULLAH
MAKASSAR TAHUN 2013
ALIFAH KURNIATI SUGIRMAN
K21109101
Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah-Satu
Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Gizi
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
RINGKASAN
Universitas Hasanuddin
Fakultas Kesehatan Masyarakat Ilmu Gizi
Alifah Kurniati S Gambaran Input dan Proses Penyelenggaraan Makanan di Pondok Pesantren Hidayatullah Makassar (viii + 70 Halaman + 2 Gambar + Lampiran)
Penyelenggaraan makanan merupakan suatu keharusan, baik di lingkungan
keluarga maupun di luar lingkungan keluarga. Santri- santri yang berada di pondok
pesantren merupakan sumber daya yang menjadi generasi penerus pembangunan
yang perlu mendapat perhatian khusus terutama kesehatan dan pertumbuhannya.
Salah satu aspek yang mendukung hal tersebut adalah pemenuhan kebutuhan gizi
bagi para santri.
Jenis penelitian adalah deskriptif dengan pengamatan observasional melalui
wawancara mendalam untuk memberikan gambaran penyelenggaraan.
Pengambilan sumber data penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling
yaitu pengambilan sampel didasarkan pada pilihan penelitian tentang aspek apa
dan siapa yang dijadikan fokus pada saat situasi tertentu dan saat ini terus-
menerus sepanjang penelitian. Pengolahan data cara analisis isi (conten analisys).
Komponen input dalam penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren
Hidayatullah Makassar meliputi aspek biaya, tenaga penyelenggara makanan dan
peralatan.Komponen proses dalam penyelenggaraan makanan di Pondok
Pesantren Hidayatullah Makassar meliputi perencanaan menu, Pembelian bahan
makanan, Pendistribusian makanan.
Disarankan adanya ahli gizi atau tenaga terdidik khusus tentang gizi yang
langsung menangani siklus menu para santri bagi pengelola dan penyelenggara
makanan agar menyajikan snack untuk para santri dan menyediakan ruang makan
khusus untuk santri.
Kata Kunci : Gambaran, Input dan Proses Penyelenggaraan Makanan, Pesantren Hidayatullah Makassar
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL............................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................... ............. iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................. ..... iv
BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian......................................................................... 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 9
A. Tinjauan Umum Tentang Pesantren ............................................... 9
B. Tinjauan Umum Tentang Penyelenggaraan Makanan ................... 11
C. Tinjauan Umum Tentang Input Penyelenggaraan Makanan ........... 17
D. Tinjauan Umum Tentang ProsesPenyelenggaraan Makanan .......... 29
E. Kerangka Teori ............................................................................. 47
F. Kerangka Konsep .......................................................................... 48
G. Definisi Operasional ...................................................................... 48
BAB III. METODE PENELITIAN .......................................................... 50
A. Jenis Penelitian .............................................................................. 50
B. Lokasi dan Waktu .......................................................................... 51
C. Informan dan Informan Kunci......................................................... 51
D. Instrumen Penelitian ....................................................................... 51
E. Pengumpulan Data .......................................................................... 51
F. Pengolahan dan Penyajian Data ....................................................... 52
G. Analisis Data .................................................................................. 52
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 54
A. Hasil Penelitian ............................................................................. 54
1. Profil Yayasan Pondok Pesantren ................................................ 54
2. Hasil............................................................................................... 56
B. Pembahasan .................................................................................... 61
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 69
A. Kesimpulan ................................................................................... 69
B. Pembahasan .................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Teori..... ..................................................................... 49
Gambar 2. Kerangka Konsep ...................................................................... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Matriks Hasil Wawancara
Lampiran 2 Daftar Menu Makanan Santri
Lampiran 3 Dokumentasi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Makan merupakan kebutuhan pokok bagi semua orang. Tuntutan agar
dapat memenuhi kebutuhan akan makanan dirasakan secara naluri mulai pada
masa bayi hingga manula atau lansia. Tanpa di ajarkan terlebih dahulu, setiap
manusia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya akan makanan. Sejak
bayi makanan disuplai oleh ibu. Namun setelah semakin bertambah usia
menjadi anak-anak, mereka sudah dapat memilih sendiri makanan yang akan
mereka konsumsi. Demikian pula halnya dengan orang dewasa, makanan yang
dikonsumsi,bahkan diolah sendiri dan direncanakan bagaimana cara
mendapatkannya dan menyajikan makanan tersebut. Untuk dapat hidup sehat
dan produktif, setiap individu perlu mengatur makanan sehari-harinya.
Pengaturan makanan harus disesuaikan dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi.
Pada orang yang sehat (kondisi kesehatannya normal) akan berbeda cara
pengaturan makanannya dibandingkan dengan orang yang sedang dalam masa
penyembuhan atau pengobatan. Perbedaan itu dimulai dari jenis makanan
yang akan dikonsumsi, jumlah makanan (porsi/ kuantitas), waktu pemberian,
frekuensi pemberian, cara pemberian, hingga kualitas makanan yang terkait
dengan kandungan zat gizinya.(Yusuf, 2008)
Semenjak dasawarsa 1990-an kata kunci pembangunan bangsa-bangsa di
dunia berkembang, termasuk Indonesia, adalah sumber daya manusia atau
SDM. Investasi pembangunan tidak lagi terbatas pada sarana dan prasarana
ekonomi untuk membangun industri seperti: jalan, jembatan, pembangkit
listrik, irigasi dan lainnya. Makin disadari bahwa pembangunan ekonomi baru
bermanfaat bagi setiap anggota keluarga dan masyarakat suatu bangsa, apabila
mereka semuanya dapat hidup sejahtera, Deklarasi Universal Persyerikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948, menyatakan
bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh kesehatan yang baik dan
pangan yang cukup sehingga terbebas dari kelaparan dan kurang gizi. Untuk
memenuhi hak asasi tersebut pemerintah, masyarakat, dan keluarga harus
menanam modal atau investasinya tidak hanya untuk sarana dan prasarana
ekonomi dalam arti sempit, tetapi dalam arti yang luas dan modern yaitu
mencakup investasi di bidang kesehatan dan gizi (Soekirman, 2000).
Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam
mengembangkan kualitas sumber daya manusia, sehingga merupakan faktor
kunci dalam pembangunan suatu bangsa. Gizi sangat berpengaruh juga
terhadap produktivitas manusia (Almatsier, 2002).
Remaja merupakan salah satu sumberdaya manusia yang harus
diperhatikan karena remaja merupakan generasi penerus bangsa yang berperan
penting dalam pembangunan nasional dimasa yang akan datang. Dengan
demikian, kualitas manusia dimasa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh
kualitas remaja masa kini. Masa remaja memiliki masa pertumbuhan yang
cepat dan sangat aktif yang disebut ”adolescence growth spurt”, sehingga
memerlukan zat gizi yang relatif besar jumlahnya (Sediaoetama, 2000).
Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi pada remaja, diantaranya
adalah pendidikan, umur, jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, aktifitas fisik,
kebiasaan merokok, kebiasaan minum minuman keras, kebiasaan sarapan
pagi, konsumsi obat modern, konsumsi obat tradisional, kecukupan asupan zat
gizi, sakit diderita satu tahun lalu, keluhan sakit satu bulan lalu dan anemi
(Permaisih, 2003).
Dalam beberapa hal masalah gizi pada remaja merupakan kelanjutan dari
masalah gizi pada usia anak, yaitu anemia defisiensi besi, kelebihan dan
kekurangan berat badan (Arisman, 2004).
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) (2007) menyebutkan,
presentase remaja berdasarkan IMT di provinsi Jawa Barat memiliki status
gizii kurus yaitu 15%, sedangkan 2% remaja di Jawa Barat memiliki status
gizi sangat kurus dan 8% status gizi remaja kurus (RISKESDAS 2010),
sehingga dapat disimpulkan bahwa status gizi pada remaja di Jawa Barat yang
tergolong kurus menurun 7%, meskipun status gizi pada remaja menurun,
namun Data RISKESDAS (2010) menyebutkan persentase konsumsi energi
pada remaja di Indonesia sebesar 54,4%, hal ini menunjukan bahwa konsumsi
energi pada remaja di bawah minimal. Remaja merupakan penentu kualitas
SDM yang diharapkan dapat meneruskan cita-cita pembangunan, untuk itu
aspek kesehatan dan gizi pada masa remaja perlu diperhatikan. Masalah gizi
pada remaja dapat terjadi pada setiap remaja, tidak terkecuali pada remaja
yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren. Santri merupakan siswa atau siswi
yang saat itu sedang menuntut ilmu di Pondok Pesantren.
Jumlah Pondok Pesantren di Indonesia sebanyak 24.206 (Departemen
Agama RI Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2009), dan propinsi Jawa
Barat memiliki Pondok Pesantren terbanyak yaitu 7.691 lembaga atau 31%
dari total Pondok Pesantren di Indonesia. Kabupaten Bogor merupakan salah
satu daerah di Indonesia dengan populasi pesantren tertinggi se-Jawa Barat
maupun di Indonesia. Kabupaten Bogor memiliki jumlah pesantren hingga
2.500 lembaga atau 10% dari total Pondok Pesantren di Indonesia dan 33%
total pesantren di Jawa Barat. Jumlah yang terbilang sangat tinggi, bahkan
dibandingkan dengan kabupaten atau kota di Jawa Timur atau Jawa Tengah
yang notabene dikenal sebagai basis kuat pesantren (Fahir 2011).
Di Indonesia, jumlah remaja atau santri yang belajar di Pondok Pesantren
adalah sebanyak 3.647.719 (Departemen Agama, 2009). Jumlah santri yang
tersebar di berbagai pesantren di kabupaten Bogor sebanyak 9.199 santri atau
0,25% dari seluruh santri di Indonesia .
Remaja putri rentan mengalami kurang gizi pada periode puncak tumbuh
kembang, kurangnya asupan zat gizi karena pola makan yang salah, pengaruh
dari lingkungan pergaulan (ingin langsing). Laporan Riset Kesehatan Dasar
prevalensi anemia pada perempuan (>15 tahun) sebesar 20% (Depkes, 2008).
Remaja putri yang kurang gizi tidak dapat mencapai status gizi yang
optimal (kurus, pendek dan pertumbuhan tulang tidak proposional), kurang zat
besi dan gizi lain yang penting untuk tumbuh kembang (Pardede, 2002).
Menurut Arisman (2004), perempuan mengalami pertumbuhan lebih
dahulu (usia 10-12 tahun) 3 daripada laki-laki, karena tubuhnya memerlukan
persiapan menjelang usia reproduksi. Oleh karena itu remaja juga
membutuhkan zat gizi yang cukup untuk mejamin pertumbuhan optimal
(Khomsan, 2004).
Konsumsii pangan merupakan informasi tetang jenis dan jumlah pangan
yang dikonsumsi atau dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu
tertentu. Berdasarkan definisi ini hal yang harus diperhatikan dalam
perhitungan konsumsi adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi
(Hardinsyah & Dodik, 1994).
Menurut Suhardjo (1989) Konsumsi pangan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi status gizi. Malnutrisi selalu menjadi masalah ekologi,
hal itu merupakan hasil akhir dari faktor-faktor interaksi dari himpunan
ekologi yang terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan biologi, sosial dan
lingkungan budayanya. Dua faktor penting dalam pemeliharaan kesehatan
adalah higiene dan sanitasi, keduanya ini penting baik bagi masing-masing
individu maupun bagi seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, wajarlah apabila
setiap institusi memperhatikan dengan benar masalah higiene dan sanitasi di
lingkungannya masing-masing (Soerjodibroto & Mackiligin, 1985).
Penyelenggaraan makanan merupakan suatu keharusan, baik di lingkungan
keluarga maupun di luar lingkungan keluarga. Penyelenggaraan makanan di luar
lingkungan keluarga diperlukan oleh sekelompok konsumen karena berbagai hal
tidak dapat makan bersama dengan keluarganya di rumah. Mereka itu dapat terdiri
dari para karyawan pabrik atau perusahaan, pekerja perkebunan, orang sakit,
penghuni asrama atau panti asuhan, dan sebagainya. Mereka ini memerlukan
pelayanan makanan di luar rumah yang diselenggaraan secara khusus untuk
mereka. Penyelenggaraan makanan bagi sekelompok konsumen yang bukan
merupakan satu keluarga, tetapi merupakan satu kesatuan dikenal dengan istilah
penyelenggaraan makanan kelompok. Pondok pesantren merupakan salah satu
tempat untuk mendidik agar santri- santri menjadi orang berakhlak mulia dan
memiliki kecerdasan yang tinggi. Santri- santri yang berada di pondok
pesantren merupakan anak didik yang pada dasarnya sama saja dengan anak
didik di sekolah-sekolah umum yang harus berkembang dan merupakan
sumber daya yang menjadi generasi penerus pembangunan yang perlu
mendapat perhatian khusus terutama kesehatan dan pertumbuhannya. Salah
satu aspek yang mendukung hal tersebut adalah pemenuhan kebutuhan gizi
bagi para santri. (Moehyi, 1992).
Dengan adanya penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren, sehingga
memudahkan santri putri untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Berdasarkan
pemaparan yang sudah diuraikan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk
meneliti tentang ”Gambaran Penyelenggaraan Input dan Proses Makanan
Pondok Pesantren Hidayatullah Makassar”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka rumusan masalah
yang diberikan adalah bagaiamana gambaran input dan proses
penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Hidayatullah Makassar.
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran input dan proses penyelenggaraan makanan
di Pondok Pesantren Hidayatullah Makassar.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran input (Dana, Tenaga, dan Peralatan)
dalam penyelenggaraan makanan di gambaran Pondok Pesantren
Hidayatullah Makassar
2. Untuk mengetahui gambaran proses (Perencanaan menu, Pembelian,
dan Distribusi makana) penyelenggaraan makanan dapur umum di
Pondok Pesantren Hidayatullah Makassar
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Peneliti
a. Mengerti dan memahami berbagai masalah kesehatan masyarakat
secara nnyata di Institusi kerja sebagai bagian dari kesiapan
mahasiswadalam memasuki dunia kerja.
b. Mampu mengaplikasikan berbagai teori yang didapatkan selama
kuliah
c. Mampu mengembangkan kompetensi diri serta adaptasi dunia kerja
d. Mendapatkan pengalaman bekerja dalam tim (team work) untuk
memecahkan berbagai masalah kesehatan sesuai bidang institusi kerja
2. Manfaat Ilmiah
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi peneliti
lain pada masa yang akan datang dan menjadi sumbangan pemikiran
dalam memperbaiki dan meningkatkan pelayanan makanan di Pondok
Pesantren.
3. Manfaat Institusi
Dapat membantu kegiatan khususnya dalam mencari solusi masalah
kesehatan masyarakat secara proporsional sehinggga dapat memecahkan
masalah yang ada di Pondok Pesantren Hidayatullah Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pesantren
Pengertian pesantren berasal dari kata santri dengan awalan pe-dan
akhiran an berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja yang
dikutip oleh Haidar Putra Daulay mengatakan pesantren berasal dari kata
santri yaitu seseorang yang belajar agama Islam sehingga dengan
demikian pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar
agama Islam (Sutisna,2010).
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang
merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia
dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem
pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum
kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat
akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat
besar terhadap perjalanan sejarah bangsa ( Haedari,2007).
Seiring dengan laju perkembangan masyarakat maka pendidikan
pesantren baik tempat bentuk hingga substansi telah jauh mengalami
perubahan. Pesantren tak lagi sesederhana seperti apa yang digambarkan
seseorang akan tetapi pesantren dapat mengalami perubahan sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan zaman. Pesantren terbagi dua yaitu :
9
1. Pondok pesantren salaf (tradisional)
Pesantren salaf menurut Zamakhsyari Dhofier adalah
lembagapesantren yang mempertahankan pengajaran kitab-kitab
Islam klasik (salaf) sebagai inti pendidikan. Sedangkan sistem
madrasah ditetapkan hanya untuk memudahkan sistem sorogan,
yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama,
tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum.Sistem
pengajaran pesantren salaf memang lebih sering menerapkan
model sorogan dan wetonan. Istilah weton berasal dari bahasa
Jawa yang berarti waktu. Disebut demikian karena pengajian
model ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang biasanya
dilaksanakan setelah mengerjakan shalat fardhu
2. Pesantren khalaf (modern)
Pesantren khalaf adalah lembaga pesantren yang memasukkan
pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan,
atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah
umum seperti; MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan
PT dalam lingkungannya. Dengan demikian pesantren modern
merupakan pendidikan pesantren yang diperbaharui atau
dimodernkan pada segi-segi tertentu untuk disesuaikan dengan
sistem sekolah (Depag, 2003).
Pesantren sebagai bagian integral dari lembaga masyarakat yang
menempa generasi muda dalam upayanya mengembangkan sumber daya
manusia yang diarahkan untuk untuk kebahagiaan dan keselamatan
individu dan masyarakat baik di dunia maupun di akhirat. Pengembangan
individu dimaksudkan agar menjadi manusia dinamis (insan kamil),
memiliki nafsu yang taat (nafs muth’iah), kecintaan yang mampu mengikat
persatuan dan kesatuan (alfah jama’ah) dan materi agar manusia memiliki
mabadi khairu ummah (karakteristik umat yang baik), yaitu shiddiq(berlaku
benar), amanah (dapat dipercaya), wafa bilahdi (memenuhi janji), ta’awun
(saling membantu/gotong royong), adalah (keadilan), istiqamah
(lurus/konsekwen pada prinsip yang dianut), sehingga tercipta masyarakat
yang adil dan makmur yang diridhai oleh Allah SWT (Anonymous, 1994).
B. Tinjauan Tentang Penyelenggaraan Makanan
Menurut Irianto Aritonang (2012) penyelenggaraan makanan
adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai
dengan pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam rangka
pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang
tepat.
Penyelenggaraan makanan disekolah adalah suatu rangkaian
kegiatan dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian
makananan pada siswa, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang
optimal melalui pemberian makan pagi, siang dan malam.
Penyelenggaraan makanan anak sekolah diselenggarakan di sekolah, dapat
dilakukan oleh sekolah itu sendiri atau our-sourcing ke pihak jasa yang
mampu mengadakan penyelenggaraan makanan tersebut sesuai dengan
peraturan yang berlaku di sekolah yang bersangkutan (Teti, 2012).
Tujuan dari penyelenggaraan makanan disekolah yaitu
menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai
kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi anak sekolah
yang membutuhkan. Tujuam utama yang langsung dapat dilihat pada
penyelenggaraan makanan anak sekolah adalah memenuhi kebutuhan gizi
anak selama berada di sekolah, agar dapat meningkatkan status gizi
sehingga mampu mengikuti kegiatan belajar mengajar yang diberikan
disekolah dengan baik juga (Teti, 2012)
Manajemen penyelenggaraan institusi adalah penyelenggaraan dan
pelaksanaan makanan dalam jumlah banyak (melebihi ukuran rumah
tangga). Tujuan manajemen penyelenggaraan makanan institusi yaitu
menyediakan makanan yang berkualitas tinggi yang dipersiapkan dan
dimasak secara baik serta dihidangkan secara menarik, pelayanan yang
tepat, cepat, dan ramah, gizi seimbang dengan menu yang bervariasi, harga
tepat dapn layak sesuai dengan pelayanan yang diberikan, serta fasilitas
yang nyaman (Teti, 2012).
Palacia dan theis (2009) mengungkapkan bahwa tujuan utama
penyelenggaraan makanan adalah untuk menyajikan makanan agar
konsumen/klien merasa puas. Ciri-ciri penyelenggaraan makanan anaka
sekolah antara lain yaitu dilaksanakan selama anak berada disekolah.
Penyelenggaraan makanan ini dapat dilakukan oleh sekolah sendiri/out
sourcing. Ketersediaan makanan disekolah setidaknya memenuhi
kebutuhan gizi anak 1/3 dari kecukupannya dalam sehari. Makanan yang
diberikan di sekolah tidak berorientasi pada keuntungan, melainkan lebih
diarahkan untuk pendidikan dan perubahan prilaku anak terhadap
makanan, juga memiliki standar sanitasi dan kebersihan yang tinggi.
Pemilihan menu yang disajikan disekolah disesuaikan dengan
kesukaan/preferensi anak serta memiliki lokasi/makan yang dibuat
sedemikian rupa sehingga anak dapat mengembangkan kreasi dan dapat
mendiskusikan pelajarannya (Teti, 2012). Menurut Moehyi (1992),
makanan merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Oleh karena
itu, penyelenggaraan makanan merupakan suatu keharusan, baik di
lingkungan keluarga maupun luar keluarga. Penyelenggaraan di luar
lingkungan keluarga diperlukan oleh sekelompok orang karena berbagai
hal sehingga tidak dapat makan bersama dengan keluarganya di rumah.
Mereka itu terdiri dari para karyawan pabrik atau perusahaan, pekerja
perkebunan, para prajurit, orang sakit, penghuni asrama atau panti asuhan,
narapidana, dan sebagainya. mereka memerlukan pelayanan makanan di
luar rumah yang diselenggarakan secara khusus.
a. Pengertian
Menurut Moehyi (1992), penyelenggaraan makanan adalah suatu
proses menyediakan makanan dalam jumlah besar dengan alasan
tertentu. Sedangkan Depkes (2003), menjelaskan bahwa
penyelenggaraan makanan adalah rangkaian kegiatan mulai dari
perencanaan menu sampai pendistribusian makanan kepada konsumen
dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui
pemberian makanan yang tepat melalui beberapa kegiatan termasuk
pencatatan, pelaporan, dan evaluasi.
b. Jenis Penyelenggaraan makanan
1. Berdasarkan Waktu Penyelenggaraan
Menurut Moehyi (1992), penyelenggaraan makanan berdasarkan
waktu dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu penyelenggaraan
makanan hanya satu kali saja, baik berupa makanan lengkap atau
hanya berupa makanan kecil (snack food). Yang termasuk
kedalam jenis ini adalah penyelenggaraan untuk pesta atau
jamuan makan atau snack pada acara tertentu. Kemudian
penyelenggaraan makanan secara tetap untuk jangka waktu tidak
terbatas, biasanya adalah makanan lengkap, baik untuk satu kali
makan atau setiap hari seperti penyelenggaraan makanan untuk
asrama, panti asuhan, rumah sakit dan kampus dan yang terakhir
adalah penyelenggaraan makanan dalam keadaan darurat yang
persediannya dilakukan untuk jangka waktu tertentu seperti
kebakaran, tsunami, dll (Moehyi, 1992).
2. Berdasarkan Tempat Penyelenggaraan
Penyelenggaraan makanan yang dibedakan berdasarkan tempat
memasak dan menyajikan makanan terdiri dari 2 jenis yaitu jasa
boga, bersifat komersial, makanan jadi diangkut ke tempat lain
untuk dihidangkan seperti ketempat jamuan makan pesta
perkawinan, rapat, kantin atau kafetaria pusat industri. Jasa boga
yang biasanya melayani keluarga biasanya mengantar makanan
dengan menggunakan tempat atau wadah yang disebut rantang
(Moehyi, 199). Penyelenggaraan makanan selanjutnya adalah
penyelenggaraan makanan institusi yaitu bentuk penyelenggaraan
makanan yang tempat memasak dan menyajikan makanan berada
pada satu tempat. Jenis penyelenggaraan makanan ini biasanya
bersifat non komersial, seperti panti asuhan, asrama, lembaga
pemasyarakatan (Moehyi, 1992).
3. Berdasarkan Sifat Penyelenggaraan
Sifat penyelenggaraan makanan kelompok dapat dibedakan
menjadi 2 kelompok yaitu penyelenggaraan makanan yang
bersifat komersial dan non komersial (Moehyi, 1992).
c. Tujuan Penyelenggaraan Makanan
Menurut Nursiah, dkk (1990), setiap pengelolaan makanan di
berbagai institusi menganut tujuan yang hampir sama yaitu
dengan tujuan agar institusi dapat menyediakan makanan yang
berkualitas tinggi, dipersiapkan dan dimasak dengan baik,
pelayanan cepat, tepat dan murah, gizi seimbang dengan menu
yang bervariasi, harga tepat dan layak, fasilitas cukup dan
nyaman, dan standar kebersihan dan sanitasi yang tinggi.
d. Prinsip Penyelenggaraan Makanan
Untuk mencapai tujuan dibutuhkan penerapan prinsip yaitu strategi
yang menetapkan masukan (input) meliputi tenaga, dana, fasilitas,
bahan makanan, prosedur. Kemudian dilanjutkan dengan proses
yang meliputi penyusunan anggaran, perencanaan menu,
penyusunan kebutuhan bahan makanan, pembelian bahan
makanan, penerimaan bahan makanan, penyimpanan bahan
makanan, persiapan dan pengolahan, pendistribusian, pelaporan,
dan evaluasi. Dimana selama proses berlangsung dilakukan
pengawasan dan pengendalian dan yang terakhir adalah keluaran
(output) yaitu makanan yang memenuhi syarat gizi dan sanitasi,
cita rasa dan pelayanan yang baik (depkes, 2000).Menurut Depkes
(1998), dalam pelaksanaan penyelenggaraan makanan, pimpinan
pondok pesantren menetapkan ketentuan/peraturan makanan untuk
santri atas dasar kecukupan gizi yang dianjurkan oleh Depkes RI
dan dana yang tersedia. Ketetapan atau peraturan makanan
mencakup 9-10 macam bahan makanan yang biasa dikonsumsi.
Berdasarkan ketetapan bahan makanan yang dibeli, mengecek cara
persiapan dan pemasakan serta menilai mutu makanan yang
dihasilkan.
C. Tinjauan Umum Tentang Input Penyelenggaraan Makanan
1. Ketenagaan dan Pengorganisasian
Untuk penyelenggaraan makanan dalam jumlah banyak seperti asrama
perlu ada organisasi yang dikelola yang terdiri atas ketua, pengurus,
dan anggota. Sebagai ketua atau pemimpin diharapkan menmpunyai
pengetahuan manajemen gizi penyelenggaraan makanan yang meliputi
pengetahuan ilmu gizi dasar, pengetahuan tentang pengadaaan bahan
pangan, termasuk penyimpanan, pengolahan, penghidangan, evaluasi
dan pelaporan. Sebagai pengurus diharapkan terampil dalm mengelola
keuangan, pembelanjaan bahan pangan dan alat, penyimpanan bahan
pangan, dan pengolahan bahan pangan. Sebagai anggota sebaiknya
dipilih yang terampil dalam pelaksanaan pengolahan bahan pangan.
(Tarwotjo, 1998)
Menurut Depkes (2007), organisasi harus mempunyai tujuan yang
jelas. Tujuan organisasi dapat dipahami semua orang di dalam
organisasi tersebut. Sehingga, masing-masing dapat menghayati peran
dan fungsi dalam mencapai tujuan, tujuan yang sudah cocok dan
diterima semua orang di dalamnya, harus ada penjabaran yang jelas
dari tugas pokok dan fungsi, harus ada pembagian habis tugas, prinsip
organisasi, integrasi dan sinkronisasi, prinsip kontinuitas, prinsip
kesederhanaan, adanya fleksibilitas, prinsip pendelegasian secara jelas,
pengolompokan tugas/kegiatan sehomogen mungkin, adanya satu
kesatuan arah, adanya satu kesatuan perintah, adanya keseimbangan
antara wewenang dan tanggung jawab, adanya distribusi tugas yang
wajar, pola dasar organisasi harus relatif permanen.Menurut Depkes
(2007), penyelenggaraan makanan kelompok perlu dikelola oleh suatu
organisasi yang dipimpin atau dikepalai oleh seorang ahli atau yang
berpengalaman dalam bidang penyelenggaraan makanan, dibantu oleh
beberapa tenaga sesuai dengan kebutuhan yang mempunyai keahlian
dalam bidang masing-masing. Ketenagaan merupakan titik yang paling
lemah dalam penyelenggaraan makanan, baik yang bersifat komersial
maupun non komersial. Terutama yang bergerak di bagian asrama,
tenaga juru masak dipilih hanya berdasarkan kepada pengalaman
semata (Moehyi, 1992).Menurut Moehyi (1992), waktu kerja para
karyawan harus diperhitungkan agar dapat melakukan pekerjaan
dengan efektif dan efesien. Jam keja yang telalu lama akan membuat
pekerja merasa kelelahan, jam kerja tidak melebihi kemampuan
pekerja yaitu antara 6 sampai 7 jam perhari. Setiap pekerja terutama
yang bekerja di ruang pengolahan harus diberi cukup waktu istirahat
karena temperatur agak tinggi dapat mempercepat kelelahan.Menuru
Tarwotjo (1998), waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas
pengadaan makanan sangat bergantung pada keadaan tempat, alat,
tenaga, disamping penyediaan bahan makanan yang akan diolah, cara
kerja, dan keterampilan yang dimiliki petugas.
2. Sarana
Pengelolaan makanan dapat berjalan lancar bila ruang dapur, peralatan,
perlengkapan, serta sarana sanitasi tersedia dalam jumlah memadai
(Depkes, 2007).
a. Dapur
1) Letak dapur
Kemenkes (2003) tentang persyaratan umum letak dapur
menjelaskan bahwa dapur harus memiliki jarak minimal 500
meter dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,
WC umum, bengkel cat, dan sumber pencemaran lainnya.
Pengertian jauh jarak itu sangat relatif bergantung kepada arah
pencemaran yang mungkin terjadi seperti aliran angin dan air.
Secara pasti ditentukan jarak minimal 50 meter sebagai batas
terbang lalat rumah.
Menurut Depkes (2003), beberapa hal yang perlu
diperhatikan mengenai letak tempat penyelenggaraan makanan
suatu institusi, antara lain seperti mudah dicapai dari semua
ruang agar pelayanan dapat diberikan dengan baik dan merata
untuk semua konsumen, kebisingan dan keributan di tempat
pengolahan tidak mengganggu ruang lain di sekitarnya, mudah
dicapai kendaraan dari luar untuk memudahkan pengiriman
bahan makanan sehingga perlu mempunyai jalan langsung dari
luar, tidak dekat dengan tempat pembuangan sampah, ruang cuci
(laundry) dan lingkungan yang kurang memenuhi syarat
kesehatan, mendapat udara dan sinar yang cukup.
2) Bangunan dapur
Menurut Tarwotjo (1998) tempat penyelenggaraan gizi
kuliner adalah suatu ruangan yang digunakan untuk
menjalankan semua kegiatan yang bertalian dengan gizi
makanan. Kegiatan itu dimulai dari perencanaan segala
sesuatunya sampai distribusi atau menghidangkan makanan
yang telah dimasak.
Fasilitas fisik penyelenggaraan makanan mencakup
ruangan untuk menerima dan menyimpan bahan makanan, ruang
menyiapkan dan membersihkan bahan makanan, ruang
memasak dan membagi makanan jadi, ruang mencuci dan
menyimpan makanan, ruang tata usaha dan pegawai (ruang ganti
pakaian, locker, kamar mandi/WC, dan ruang istirahat), ruang
menyajikan makanan atau ruang makan, serta meja penyajian
makanan (Depkes, 2007).
Menurt Tarwotjo (1998), dapur yang baik adalah
(storage-sink-cooking-serving).Luas dapur yang optimal untuk
menjalankan penyelenggaraan makanan tentu sangat ideal.
Namun, belum ada yang menetapkan standar luas dapur. Hal ini
bergantung kepada jumlah makanan yang diproduksi dan jenis
peralatan yang digunakan. Jika dapur menggunakan peralatan
canggih, maka tidak diperlukan dapur yang luas. Namun ada
juga yang menentukan dengan cara memperhitungkan
persentase dari seluruh bangunan rumah. Sangat sulit untuk
mempertahankan produksi makanan yang baik dan bermutu
tinggi serta aman bila ruang penyelenggaraaan makanan sempit
dan kurang memadai (Tarwotjo, 1998).Ruang gerak
penyelenggaraan makanan perlu diperhitungkan agar selama
bekerja tidak selalu berdesakan dan bersentuhan sehingga tidak
bebas untuk menjalankan tugasnya. Luas ruangan yang
diperlukan bagi penyelenggara makanan di berbagai institusi
berbeda-beda, tergantung ada jumlah orang yang diberi makan
(Depkes, 2007).Bila ruang cukup luas, sebagian dapat
digunakan untuk menyelesaikan atau menghidangkan makanan
dan lemari untuk meletakan bahan makanan atau masakan
matang dan menyimpan alat-alat untuk memasak.
3) Konstruksi
Lantai dapur harus dipilih yang khusus untuk lantai dapur
yaitu yang tidak licin, mudah dibersihkan agak kasar, yang tidak
mudah dibakar, anti lalat dan serangga lain, tidak mudah kotor,
tahan panas dan benturan, serta menarik. Beberapa contoh bahan
bangunan dapur misalnya tegel porselen, teraso, keramik,
marmer, formika, dan faco (Tarwotjo, 1998).Warna dapur
hendaknya memberi sinar terang, warna itu dapat menangkap
sinar lain dan dapat mereflesikan kembali. Warna dinding
sebaiknya warna yang tidak disukai lalat. Warna putih sebesar
89% selebihnya dipilih warna terang lain. (Tarwotjo,
1998).Penghawaan dilengkapi dengan alat pengeluaran udara
panas dan bau-bauan (exhauster) yang dipasang setinggi dua
meter dari lantai, tungku dapur dilengkapi sungkup, pertukaran
udara diusahakan dengan ventilasi yang dapat menjamin
kenyamanan, menghilangkan debu dan asap. Limbah juga harus
dipikirkan agar memenuhi standar kesehatan higien dan sanitasi,
cukup persedian air bersih. Sebaiknya di dekat pintu masuk
dapur ada tempat cuci tangan dan serbet bersih (Tarwotjo,
1998).
4) Bentuk dapur
Bentuk dapur ada tiga macam yang dapat disesuaikan
denagan ketiga pusat kerja. Bentuk L, berbentuk dua dinding
atau dua bagian saling berhubungan. Bentuk U, berbentuk tiga
dinding atau tiga bagian yang saling berhubungan bentuk lorong
yaitu terdiri atas dua dinding atau dua bagian yang saling
berhadapan. Kemudian bentuk satu garis yaitu berbentuk satu
dinding atau satu counter. Dapat juga hanya berupa satu meja
panjang di satu sisi tempat ketiga pusat kerja itu berada
(Tarwotjo, 1998).
5) Jenis bangunan dapur
Ruang yang digunakan untuk menjalankan kegiatan gizi
kuliner. Dilihat dari perkembangn tekhnologi dalam bidang gizi
makanan, terdapat empat macam dapur yaitu dapur tradisional,
dapur modern, dapur sangat modern, dan dapur yang canggih.
(Tarwotjo, 1998).Dapur memiliki 5 tingkatan peralatan yang
dimiliki yaitu tingkatan sederhana yang memiliki dinding
terbuat dari anyaman bambu dilapisi seng, lantai dari tanah,
tungku terbuat dari batu merah, alat makan terbuat dari plastik,
dan bahan makanan terbuat dari kayu. Kemudian tingkat
sederhana II yang berdinding separuh tembuk dan separuh
anyaman bambu. Lantai semen atap genteng. Bahan baku kayu
atau arang, alat makan terbuat dari plastik, kayu, anyaman.
Kemudian tingkatan sedang yaang memiliki dinding tembok
dilapisi keramik atau marmer berwarna dan bermotif, lantai
keramik, alat masak terbuat dari kompor gas, model kompor
meja atau kabinet, dapur dilengkapi dengan exhaust fan,
cerobong asap dan lemari es.Kemudian tingkat modern memiliki
dinding, atap, dan lantai yang terbuat dari tembok, berlapis
keramik marmer yang berkualitas tinggi dengan warna dan
motif yang serasi. Dapur dilengkapi dengan exhaust fan dan
cerobong asap. Alat masak dioperasikan menggunakan listrik
atau gas. Alat makan dan minum terdiri dari bahan bakar
berkualiatas baik (Tarwotjo, 1998).
6) Arus kerja
Menurut Depkes (2003), arus kerja adalah urutan-urutan
kegiatan kerja dalam memproses bahan makanan menjadi
hidangan, yang meliputi gerak dari penerimaan bahan makanan,
persiapan, pemasakan, dan pembagian/distribusi makanan. Hal-
hal yang perlu diperhatikan, antara lain seperti pekerjaan sedapat
mungkin dilakukan searah atau satu jurusan, pekerjaan dapat
lancar sehingga energi dan waktu dapat dihemat, bahan tidak
dibiarkan lama sebelum diproses, jarak yang ditempuh pekeja
sependek mungkin, tidak bolak-balik, ruang dan alat dapat
dipakai seefektif mungkin dan ongkos produksi dapat ditekan.
b. Bagian penerimaan
Apabila tidak ada ruangan khusus tempat penerimaan bahan
makanan, sebaiknya perlu disediakan tempat khusus penerimaan
bahan makanan yang letaknya mudah dijangkau dari kendaraan
(untuk pengiriman), dekat tempat penyimpanan dan persiapan
bahan makanan (Depkes, 2003). Tempat/ruang penerimaan bahan
makanan ini digunakan untuk menerima dan mengecek kualitas
serta kuantitas bahan makanan. Luas ruangan tergantung dari
jumlah bahan makanan yang akan diterima (Depkes, 2003).
c. Bagian penyimpanan
Tempat penyimpanan bahan makanan terdiri dari dua jenis
yaitu penyimpanan bahan makanan segar dan penyimpanan bahan
makanan kering. Syarat utama untuk menyimpan bahan makanan
kering adalah ruangan khusus kering, tidak lembab, pencahayaan
cukup, ventilasi dan sirkulasi udara baik. Suhu ruangan dianjurkan
19-20°C. Dalam penempatan barang, bahan makanan harus disusun
beraturan dan setiap jenis bahan makanan diberi pembatas. Luas
tempat pendingin ataupun gudang bahan makanan tergantung pada
jumlah bahan makanan yang akan disimpan, cara pembelian bahan
makanan, dan frekuensi pemesanan bahan. Untuk penyimpanan
bahan kering dianjurkan pada suhu 10-12°C, dan penyimpanan
bahan makanan segar antara 0-4°C (Depkes, 2007).
d. Bagian persiapan
Termasuk bagian pencucian dan tempat untuk
mempersiapkan bahan makanan yang akan dimasak. Dibutuhkan
persiapan air dan saluran pembuangan yang lancar. Bak cuci dan
meja persiapan dipilih yang kuat, mudah dibersihkan, dan tidak
mudah kotor ditimpa noda. Meja persiapan biasanya dilengkapi
dengan lemari untuk tempat menyimpan alat-alat persiapan
memasak agar dapat mudah dicapai. Kemudian bagian pemasakan
dan menghidangkan sebagai bagian atau ruang untuk memasak
bahan makanan yang dipersiapkan, seperti kompor atau tungku,
oven, dan cerobong asap (Tarwotjo, 1998).Menurut Depkes (2007),
ruangan persiapan dekat dengan ruang penyimpanan serta
pemasakan, ruang harus cukup luas untuk menampung bahan, alat,
pegawai, dan alat transportasi. Lantai dengan konstruksi yang kuat,
tidak licin, kedap air, rata, tahan asam, serta bebas binatang
pengerat.
e. Bagian pengolahan
Tempat pemasakan dilengkapi cerobong asap di atas kompor,
biasanya makanan dikelompokan menurut kelompok bahan
makanan yang dimasak. Misalnya makanan biasa dan makanan
khusus. Faktor yang harus diperhatikan yaitu ruang pengolahan
makanan hendaknya mudah dicapai dari semua unit pelayanan
sehingga distribusi makanan dapat berjalan dengan lancar dan tepat
waktu, terletak strategis sehingga terhindar gangguan oleh kegiatan
pemasakan makanan ataupun gangguan lainnya, mudah dicapai
kendaraan dari luar institusi dalam rangka pengadaan bahan
makanan, memiliki sinar pergantian udara yang cukup dan
pemandangan yang nyaman, tidak berdekatan dengan tempat
sampah, ataupun lingkungan lingkungan yang dapat mencemarkan
makanan. Ruangan persiapan hendaknya dekat dengan ruang
penyimpanan serta pemasakan, ruang harus cukup luas untuk
menampung bahan, alat, pegawai, dan alat transportasi. Lantai
dengan konstruksi yang kuat, tidak licin, kedap air, rata, tahan
asam, serta bebas binatang pengerat (Depkes, 2007).Dapur yang
dibangun di bangunan induk mempunyai kelebihan mudah dicapai,
praktis dan dapat sambil mengawasi ruangan lain. Kelemahannya
bau masakan yang tajam dan asap yang timbul dapat menjalar
keruangan lain. Untuk mencegahnya dapur perlu ventilasi atau
lubang angin, dan penyedot serta cukup penerangan. Di bagian
lantai dapur perlu ada saluran-saluran untuk membuang atau
mengalirkan air bila lantai dicuci (dipel). Bila dapur dibangun di
luar bangunan induk kemungkinan bau tajam tidak tercium ke
ruangan lain namun berarti jauh dari ruangan lain, jauh dari
pengawasan, jauh dari ruang makan, dan kurang praktis (Tarwotjo,
1998).
f. Bagian pencucian peralatan
Terletak terpisah dengan ruang pencucian bahan makanan,
menyediakan fasilitas pengering/rak dan penyimpanan sementara,
dilengkapi alat untuk mengatasi sumbatan dan vektor, dilengkapi
air mengalir dalam jumlah cukup, disediakan sabun dan lap
pengering yang bersih (Tarwotjo, 1998).
g. Tempat pembuangan sampah
Diperlukan tempat yang cukup untuk menampung sampah
dan harus segera dikosongkan begitu terkumpul (Depkes, 2007).
h. Peralatan
Menurut Tarwotjo (1998), pengadaan alat dapat
dikelompokkan menjadi 4 macam yaitu :
1) Alat pengolahan bahan makanan
a) alat persiapan memasak
b) alat memasak
2) Alat penghidangan makanan
3) Alat makan dan minum
4) Alat dapur elektronik
3. Dana
Menurut Depkes (1998), dana yang disediakan untuk
penyelenggaraan makanan dipesantren adalah mengacu pada kebijakan
pimpinan pesantren yang dapat memenuhi semua kebutuhan gizi santri
sehingga dapat menghasilkan makanan yang bermutu. Ciri-ciri
penyelenggaraan makanan institusi adalah tidak mencari keuntungan,
dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan makanan sudah ditetapkan
jumlahnya sehingga penyelenggaraan makanan disesuaikan dengan dana
yang tersedia. Penyelenggaraan makanan institusi sering mendapat
masalah karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki seperti
keterbatasan dana sehingga kualitas bahan makanan yang digunakan
sering tidak begitu baik, tidak ada untung rugi sehingga cita rasa
makanan kurang diperhatikan dan makanan kurang bervariasi sehingga
terdapat sisa makanan dalam jumlah cukup banyak, yang terakhir adalah
tidak adanya pengaturan standar porsi kebutuhan makanan sehingga porsi
makanan tidak sesuai dengan kebutuhannya (Moehyi, 1992).
Menurut Depkes (1998), dalam pelaksanaan penyelenggaraan
makanan, pimpinan pondok pesantren menetapkan ketentuan/peraturan
makanan untuk santri atas dasar kecukupan gizi yang dianjurkan oleh
Depkes RI dan dana yang tersedia. Ketetapan atau peraturan makanan
mencakup 9-10 macam bahan makanan yang biasa dikonsumsi.
Menurut Depkes (1998), pengadaan makanan di pesantren
memiliki ketetapan atau peraturan mengenai makanan santri yang
mengandung zat gizi sesuai dengan anjuran Depkes RI dan dana yang
tersedia, juga mengenai syarat higiene dan sanitasi yang diberlakukan
sepanjang kegiatan penyelenggaraaan makanan.
D. Tinjauan Umum Tentang Proses Penyelenggaraan Makanan
Kegiatan dalam penyelenggaraan makanan dapat dikelompokan
menjadi kelompok kegiatan perencanaan menu dan pengadaan bahan
makanan, pengolahan dan penyiapan makanan, distribusi dan penyajian
makanan pada konsumen, dan penunjang seperti ketatausahaan,
pemeliharaan kebersihan walaupun kelompok kegiatan tersebut bergerak
di bidang yang berbeda-beda, namun merupakan satu rangkaian kerja yang
saling berkaitan satu sama lain dalam mencapai tujuan kegiatan (Depkes,
2003).
Menurut Depkes (1998), dalam pelaksanaan penyelenggaraan
makanan, pimpinan pondok pesantren menetapkan ketentuan/peraturan
makanan untuk santri atas dasar kecukupan gizi yang dianjurkan oleh
Depkes RI dan dana yang tersedia. Ketetapan atau peraturan makanan
mencakup 9-10 macam bahan makanan yang biasa dikonsumsi.
Berdasarkan ketetapan bahan makanan yang dibeli, mengecek cara
persiapan dan pemasakan serta menilai mutu makanan yang dihasilkan.
1) Perencanaan menu
Perencanaan menu merupakan kegiatan yang kritis, artinya menu
yang ditampilkan mempunyai dampak pada kegiatan penyelenggaraan
makanan selanjutnya. Selain itu, perencanaan menu akan mejadi
faktor penentu dan citra dari institusi penyelenggaraan makanan.
Tujuan perencanaan menu adalah tersedianya menu sesuai dengan
tujuan penyelenggaraan makanan (Depkes, 2007).
a. Langkah penyusunan menu
1. Mengumpulkan sebanyak mungkin menu yang dapat disajikan
agar dapat menyusun menu yang bervariatif
2. Menetapkan siklus menu
3. Membuat pola menu
4. Membuat master menu
5. Memasukan menu yang telah dikumpulkan kedalam master
menu
6. Melakukan evaluasi sebulan sekali
b. Faktor-faktor perencanaan menu
Menurut Moehyi (1992), faktor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam perencanaan menu antara lain :
1. Kebutuhan gizi penerima makanan
Makanan yang disajikan harus dapat memenuhi kebutuhan gizi
penerima makanan tersebut. Dengan berpedoman pada susunan
hidangan 4 sehat yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk,
hewani dan nabati, sayur yang terbuat dari sayur mayur dan
buah-buahan maka menu yang disajikan dapat memenuhi zat
gizi penerimanya.
2. Kebiasaan makanan dan sosial budaya
Anak-anak yang tinggal dipesantren berasal dari kelompok
masyarakat yang berbeda-beda, baik adat istiadat, kepercayaan,
kebiasaan, dan nilai-nilai yang mereka anut. Faktor tersebut
membentuk tingkah budaya manusia dalam hal makanan dan
cara makan serta akseptabilitas pangan. Oleh karena itu,
pemilihan jenis makanan dan macam hidangan yang disajikan
harus dipilih sedemikian rupa sehingga tidak terlalu mengarah
kepada pilihan atau kesukaan satu kelompok masyarakat
tertentu.
3. Makanan harus bervariasi
Baik jenis masakan yang disajikan maupun bahan makanan
dasar yang digunakan harus bervariasi. Satu jenis masakan yang
dihidangkan berkali-kali dalam jangka waktu yang singkat akan
membosankan konsumen. Begitu juga penggunaan bahan
makanan dasar untuk membuat masakan berkali-kali dalam
jangka waktu yang singkat akan membuat penerima merasa
jenuh.
a) Biaya yang tersedia
Biaya yang tersedia untuk menyelenggarakan makanan harus
diperhitungkan dalam penyusunan menu. Pada
penyelenggaraan makanan institusi, biasanya sudah
ditetapkan biayanya dalam anggaran biaya tahunan. Makanan
yang disajikan harus disesuaikan dengan jumlah anggaran
yang tersedia.
b) Iklim/musim dan keadaan pasar
Penyesuaian menu juga harus memperhatikan iklim dan
musim karena ada jenis-jenis bahan makanan yang hanya
mudah didapat pada musim atau iklim tertentu. Tersedia atau
tidak tersedianya bahan makanan tertentu akan sangat
mempengaruhi harga pasar.
c) Peralatan untuk mengolah makanan
Jenis masakan tertentu yang merupakan peralatan khusus
untuk memasaknya sebaiknya tidak disediakan jika institusi
itu tidak memiliki peralatan tersebut. Demikian juga masak-
masakan yang memerlukan penanganan khusus dan
memakan waktu hendaknya dihindarkan.
Menurut Moehyi (1992), menu yang dianggap lazim di semua
daerah di Indonesia umumnya terdiri dari susunan hidangan
sebagai berikut:
a. Hidangan makanan pokok yang umumnya terdiri dari nasi.
Disebut makanan pokok karena dari makanan inilah tubuh
memperoleh sebagian besar zat gizi yang diperlukan tubuh.
b. Hidangan lauk-pauk, yaitu masakan yang terbuat dari bahan
makanan hewani atau nabati atau gabungan keduanya.
c. Hidangan berupa sayur-mayur.
d. Hidangan yang terdiri dari buah-buahan.
2) Pengadaan bahan makanan
Menurut Depkes (2007), pembelian bahan makanan merupakan
serangkaian kegiatan penyediaan macam, jumlah,
spesifikasi/kualitas bahan makanan sesuai ketentuan yang berlaku
di institusi yang bersangkutan. Pembelian bahan makanan
merupakan prosedur penting untuk memperoleh bahan makanan,
biasanya terkait dengan produk yang benar, jumlah yang tetap,
waktu yang tepat dan harga yang benar. Adapun prosedur yang
sering dilakukan adalah seperti pembelian langsung ke pasar,
pembelian dengan musyawarah, pembelian yang akan datang,
pembelian tanpa tanda tangan, dan pembelian melalui tender.
Menurut Yulianti dan Santoso (1995), dalam pembelian bahan
pangan untuk keperluan institusi makanan banyak hal yang perlu
dipertimbangkan, karena bahan pangan yang digunakan merupakan
salah satu faktor menentukan nilai dari makanan yang akan
dihidangkan. Selain itu, agar ketersediaan pangan di institusi dapat
tercukupi dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu, kuantitas
bahan pangan yang dibutuhkan didasarkan pada jumlah orang yang
dilayani dan besarnya porsi yang akan dihidangkan. Sehingga
penentuan kuantitas yang tepat sangat diperlukan untuk kegiatan
pembelian bahan makanan.
Menurut Wirakusumah (1990), pembelian bahan makanan
tergantung dari anggaran yang tersedia, dapat dipesan atau dibeli
menurut macam, kualitas, harga, dan jumlah yang dibutuhkan.
Pembelian bahan makanan dapat dilakukan dengan secara
langsung dipasar atau melalui suplier berdasarkan hasil pelelangan
dengan sistem kontrak. Pengertian tender menurut Uripi (1993),
adalah cara pembelian resmi dan mengikuti prosedur pembelian
yang telah dijabarkan dalam keputusan presiden (institusi),
peraturan-peraturan yang telah ditetapkan pemerintah daerah,
ataupun penanggung jawab tertentu yang lain. Sebelum dilakukan
kontrak, suplier menyerahkan daftar harga barang-barang yang
ditawarkan. Setelah terjadi kesesuaian harga dan kedua belah pihak
telah menandatangani kontrak maka pihak suplier tidak dapat
mengubah lagi harga selama kontrak berjalan walaupun pasaran
terjadi kenaikan atau penurunan harga. Kontrak berisi perjanjian
menurut persyaratan-persyaratan seperti barang-barang yang
dipesan tidak sesuai dengan ketentuan maka harga dikurangkan
atau dibatalkan.
Menurut Wirakusumah (1990), banyak manfaat yang di peroleh
dengan cara pembelian langsung, yaitu barang-barang terpilih
cepat dan jumlah yang diperoleh tepat tanpa perantara. Adapun
kerugian cara satu ini adalah harga dapat sangat berbeda karena
tidak ada kontrol, pemborosan waktu dan tidak praktis untuk skala
besar. Metode ini merupakan cara yang paling sederhana dan
sering dilakukan pada penyelenggaraan makanan yang berskala
kecil.
Menurut Depkes (2007), pemesanan bahan makanan adalah
penyusunan permintaan bahan makanan berdasarkan menu atau
pedoman menu dan rata-rata jumlah konsumen dan dengan
memperhitungkan kebutuhan bahan makanan yang ada agar
terbentuk daftar pesanan bahan makanan sesuai dengan spesifikasi
yang telah ditetapkan. Pemesanan dapat dilakukan sesuai kurun
waktu tertentu (harian, mingguan, bulanan).Frekuensi pembelian
dan pesanan dapat dilakukan just in time yang disesuaikan dengan
siklus menu yang berlaku. Adapun perkiraan waktu pemesanan
atau kapan bahan makanan antara lain seperti bahan makanan
segar, lauk pauk seperti daging, sayuran, buah, dapat dilakukan
satu hari sebelumnya. Bahan makanan segar sayuran daun diterima
2-3 jam sebelum dimasak. Buah-buahan, makanan siap saji
diterima 2-3 jam sebelum digunakan. Bahan makanan kering dapat
dipesan frekuensi 11/2-2 kali putaran siklus menu.
3) Penyerahan dan penerimaan bahan makanan
Menurut Depkes (2007), penerimaan bahan makanan merupakan
suatu kegiatan meliputi pemeriksaan, penelitian, pencatatan, dan
pelaporan macam, kualitas, dan kuantitas bahan makanan yang
diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah
ditetapkan. Menurut Mukri (1990), penerimaan bahan makanan
dibagi menjadi dua yaitu langsung dan tidak langsung, penerimaan
langsung adalah penerima bahan makanan dan langsung diperiksa
setelah itu disimpan, sedangkan penerimaan tidak langsung adalah
penerimaan bahan oleh petugas unit selanjutnya disalurkan ke
bagian penyimpanan. Menurut Bartono dan Rupino (2005),
petugas unit penerima hanya bertugas menerima dan menentukan
barang tersebut diterima atau tidak, dengan memeriksa kualitas dan
kuantitas barang tersebut.
4) Penyimpanan bahan makanan
Penyimpanan bahan makanan merupakan suatu tata cara menata,
menyimpan, memelihara keamanan bahan makanan kering dan
basah baik kualitas maupun kuantitas digudang bahan makanan
kering dan basah serta pencatatan dan pelaporannya. Fungsi dari
penyimpanan bahan makanan adalah menyelenggarakan
pengurusan bahan makanan agar setiap waktu diperlukan dapat
melayani dengan tepat, cepat, dan aman digunakan dengan cara
yang efisien (Depkes, 2007).
Prinsip dasar dalam penyimpanan bahan makanan adalah : tepat
tempat, tepat waktu, tepat mutu, tepat jumlah dan tepat nilai.
Sesuai jenis bahan makanan gudang operasional dapat dibedakan
menjadi dua yaitu ;
a. Gudang bahan makanan kering
Merupakan tempat penyimpanan bahan makanan kering
yang tahan lama seperti beras, gula, tepung-tepungan, kacang
hijau, minyak, kecap, makanan dalam kaleng, dan lain-lain.
Menurut Depkes (2003), syarat utama untuk menyimpan
bahan makanan kering adalah bahan makanan harus
ditempatkan secara teratur menurut macam, golongan ataupun
urutan pemakaian bahan makanan, menggunakan bahan yang
diterima terlebih dahulu (FIFO=First In First Out), kartu/buku
penerimaan, stok dan pengeluaran bahan makanan harus segera
diisi dan diletakkan pada tempatnya, gudang dibuka pada waktu
yang telah ditentukan, semua bahan makanan ditempatkan
dalam tempat tertutup, terbungkus rapat, dan tidak berlubang,
diletakkan diatas rak bertingkat yang cukup kuat dan tidak
menempel pada dinding, pintu harus selalu terkunci pada saat
tidak ada kegiatan serta dibuka pada waktu-waktu yang
ditentukan, suhu ruangan harus kering sebaiknya berkisar antara
19-21° C, pembersihan ruangan secara periodik, dua kali
seminggu, penyemprotan ruangan dengan insektisida hendaknya
dilakukan secara periodik dengan mempertimbangkan keadaan
ruangan, semua lubang yang ada digudang harus berkasa, serta
bila terjadi kerusakan oleh binatang pengerat harus segera
diperbaiki.
b. Gudang bahan makanan segar
Menurut Depkes (2007), gudang bahan makanan segar
yang merupakan tempat penyimpanan bahan makanan yang
masih segar seperti daging, ikan unggas, sayuran dan buah.
Bahan makanan tersebut umumnya mudah rusak, sehingga perlu
dilakukan tindakan untuk memperlambat kerusakan terutama
disebabkan oleh mikroba.
Pengelompokan bahan makanan segar sesuai dengan suhu
penyimpanan adalah :
1) Penyimpanan segar (fresh cooling), bahan makanan disimpan
dalam lemari pendingin yang bersuhu sekitar 1-4 C untuk
suhu cair, untuk sayuran segar berkisar antara 10-15 C.
2) Penyimpanan dingin (chilly), bahan makanan disimpan dalam
lemari es dengan suhu antara (-5)-0 C. Suhu yang dibutuhkan
untuk penyimpanan daging, ikan atau unggas lebih dari satu
hari.
3) Penyimpanan beku (frezeer), suhu untuk penyimpanan ini
sangatlah dingin yaitu sekitar (-10) C. Dapat untuk
menyimpan daging dalam waktu lama.
Menurut Depkes (2007), setiap jenis bahan makanan segar
memilki suhu penyimpanan tertentu yang optimal untuk menjaga
kualitas. Syarat-syarat penyimpanan diruangan atau lemari
pendingin,antara lain (Depkes, 2003), suhu, tempat harus betul-
betul sesuai dengan keperluan bahan makanan. Agar tidak menjadi
rusak. Pengecekan terhadap suhu dilakukan dua kali sehari dengan
pembersihan lemari es/ruangan dingin setiap hari. Pencairan es
pada lemari es harus segera dilakukan setelah terjadi pengerasan.
Pada beberapa tipe lemari es pencairan es dilakukan oleh alat
otomatis dalam alat pendingin tersebut. Semua bahan makanan
yang akan dimasukan kedalam lemari/pendingin sebaiknya
dibungkus dengan plastik atau kertas timah, tidak menempatkan
bahan makanan yang berbau, khusus sayuran suhu penyimpanan
harus betul-betul diperhatikan. Untuk buah-buahan, ada yang tidak
memerlukan pendingin, perhatikan buah tersebut sebelum
dimasukan ke dalam lemari/ruang pendingin.
5) Persiapan
Perlakuan terhadap bahan makanan sebelum proses pemasakan
disebut persiapan bahan makanan. Dalam proses persiapan
termasuk proses pencucian, pemotongan, pengerisan, perendaman,
penggilingan, penumbukan, pengadukan, pengasaman, atau
kegiatan lain dengan tujuannya adalah tersedianya racikan dari
berbagai macam bahan makanan untuk berbagai macam hidangan
dalam jumlah yang sesuai dengan menu yang diguanakan, standar
porsi dan jumlah konsumen, kemudian untuk racikan bumbu sesuai
dengan standar bumbu atau standar resep yang berlaku, menu dan
jumlah konsumen (Depkes, 2007).
Persiapan bahan makanan memperhatikan prinsip mempertahankan
kandungan zat gizi yang hilang saat dimasak, menyiangi, dan
mencuci bahan makanan kemudian memotongnya sesuai resep dan
mencampurkan bumbu sesuai dengan petunjuk, mempersiapkan
bahan makanan dan bumbu mungkin waktunya dengan pemasakan
(Depkes, 2007).
Pertimbangan dalam persiapan bahan makanan adalah peralatan
seperti peralatan mekanik yang dapat membantu pekerjaan
pengupasan, pencucian, penghalusan, pencapuran, alat
pencingcang dan pemarud. Kapasitas peralatan hendaknya
disesuaikan dengan jumlah bahan makanan yang dipersiapkan
(Depkes, 2007).
Untuk mempercepat waktu saat persiapan bahan makanan,
terutama jika jumlah bahan makanan yang akan dimasak cukup
banyak. Misalnya, lebih dari 100 porsi setiap hari, sebaiknya
digunakan mesin seperti mesin pemotong sayur, pemotong daging,
pemarut kelapa, pengupas kentang, penggiling daging, mesin
pengocok, mesin pemeras dan sebagainya akan sanagat membantu
mempercepat persiapan bahan makanan (Moehyi, 1992).
6) Pengolahan
Pengolahan bahan makanan yaitu suatu kegiatan mengubah atau
memasak bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap
dimakan, berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi publik. Proses
pemasakan sangat berbeda antara pengolahan institusi dengan
pengolahan rumah tangga karena jumlahnya yang lebih banyak.
Diperlukan tahap-tahap yang berbeda agar dapat menjaga kualitas
cita rasa makanan. Cita rasa yang dimaksud adalah ditinjau dari
aspek penampilan dan rasa. Tujuan tahap pengolahan makanan
adalah agar mengurangi resiko kehilangan zat gizi bahan makanan,
meningkatkan nilai cerna, meningkatkan dan mempertahankan
warna, rasa, keempukan, dan penampilan makanan, bebas dari
bahan potensial dan zat yang berbahaya bagi tubuh (Hardy, 2009).
Dalam pemasakan dilakukan proses pemasakan menggunakan
media air, lemak, udara, atau kombinasi (Tarwodjo, 1998). Tahap
ini diperlukan keahlian dan kecermatan dalam memasak dengan
baik (Hardy,2009).
Prasyaratnya adalah tersedianya siklus menu, peraturan
penggunaan bahan tambahan makanan, bahan makanan yang akan
diolah, peralatan mengolah bahan makanan, standar resep, proses
pengolahan aturan penilaian makanan.Pengawasan pada makanan
meliputi temperatur yaitu mengatur besar kecilnya api dan waktu.
Yaitu ketepatan waktu pemasakan agar tercapainya pematangan
yang tepat dan rasa yaitu mengontrol bumbu-bumbu, penggunaan
gula dan garam dimana setiap koki memiliki indra pengecap yang
berbeda kemampuannya. Pada pemasakan dalam jumlah banyak,
untuk mempertahankan agar bahan makanan tidak hancur, tingkat
pematangan merata, dan juga mencegah kontaminasi bahan
terhadap mikroorganisme pembusuk, maka beberapa bahan
makanan perlu dilakukan pemasakan awal. Yang pertama adalah
blanching, memasukan bahan dalam air mendidih dengan waktu
sekitar tiga menit, kemudian langsung diangkat dan didinginkan.
Berfungsi agar mengeluarkan darah dan lemak seperti pada ayam
dan ikan, memperoleh warna yang lebih cerah untuk sayuran dan
buah, menginfeksikan enzim bahan, membunuh mikroorganisme,
mempermudah pengulitan seperti tomat, dsb.
Menurut Hardy (2009), ada beberapa teknik memasak seperti :
a. Menggoreng, yaitu salah satu cara mematangkan makanan
dalam minyak goreng yang cukup banyak diatas api panas yang
tinggi atau sedang. Makanan yang digoreng baru diangkat bila
sudah mencapai tingkat kegaringan yang diinginkan.
b. Menumis, yaitu teknik memasak dengan sedikit minyak goreng,
mentega, dan margarin. Bahan makanan dan bumbu-bumbu
diaduk sampai tingkat kematangan yang diinginkan. Masakan
yang telah melalui proses ini hasilnya akan lebih harum dan
sedap. Dam prosesnya menumis tidak memakan waktu lama
karena pada umumnya bahan makanan yang ditumis adalah
bahan makanan yang cepat matang, seperti sayuran dan daging
sapi dalam yang diiris tipis-tipis.
c. Memanggang dan membakar, memanggang adalah memasak
bahan makanan dalam oven hingga tingkat kematangan yang
diinginkan. Proses memanggang biasanya membutuhkan waktu
lama karena masakan dimasak dengan menggunakan api yang
kecil. Sedangkan membakar adalah memasak bahan makanan
langsung diatas bara api hingga matang. Bara yang paling sering
digunakan untuk membakar adalah arang dari batok kelapa.
d. Merebus adalah teknik memasak bahan makanan dalam air
mendidih hingga matang. Agar gizi yang terkandung dalam
bahan makanan tidak banyak hilang sewaktu direbus, didihkan
airnya terlebih dahulu, lalu masukan bahan makanan.
e. Mengukus, teknik memasak bahan makanan dengan uap air
yang berasal dari air mendidih. Proses ini biasanya berlangsung
dalam panci, pengukus, dandang dan langseng. Makanan yang
dikukus biasanya akan terasa lebih sedap dan tidak memiliki
kandungan air berlebih karena air yang terkandung akan jatuh
kebawah.
7) Pendistribusian dan Penyajian Makanan
Menurut Depkes (2007), distribusi dapat diartikan sebagai
subsistem atau komponen dalam sistem penyelenggaraan makanan
yang mempunyai kegiatan penerimaan hidangan, penungguan,
penyajian, pelayanan, pencucian alat dan pembuangan sampah.
Merupakan rangkaian kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan
jumlah porsi dan jenis makanan konsumen yang dilayani. Artinya
termasuk kegiatan hidangan yang telah dikemas dengan alat
tertentu diterima, disimpan sementara sampai waktu makan,
disajikan dengan lat-alat makan atau disampaikan kepada
konsumen dengan cara menyampaikan hidangan yang telah ditata
kepada konsumen. Prasyarat seperti tersedianya peraturan
pemberian makanan termasuk standar makanan dan standar porsi
yang ditetapkan, tersedianya makanan sesuai ketentuan kebutuhan
konsumen, tersedianya peralatan makan, tersedianya sarana dan
prasarana distribusi makanan, tersedianya tenaga pramusaji,
tersedianya jadwal distribusi makanan diruang produksi.Distribusi
makanan terbagi menjadi dua macam, yaitu sentralisasi dan
desentralisasi. Sentralisasi adalah suatu cara mengirim hidangan
makanan dimana telah diporsi untuk setiap konsumen. Hidangan-
hidangan telah diporsi didapur pusat. Keuntungan cara ini adalah
tenaga lebih hemat biaya dan pengawasan, pengawasan dapat
dilakukan dengan mudah dan teliti, makanan dapat disampaikan
langsung ke konsumen, ruangan konsumen terhindar dari keributan
pada waktu pembagian makanan serta bau masakan, pekerjaan
dapat dilakukan dengan lebih cepat. Kelemahan cara ini
memerlukan tempat, peralatan dan perlengkapan makanan yang
lebih banyak, adanya tambahan biaya untuk peralatan,
perlengkapan, serta pemeliharaan, makanan sampai ke konsumen
sudah agak dingin, makanan sampai sudah tercampur serta kurang
menarik, akibat perjalanan dapur utama ke dapur ruangan.
Kemudian cara desentralisasi adalah pengiriman hidangan dengan
menggunakan alat-alat yang ditentukan dalam jumlah porsi lebih
dari satu, kemudian diruang distribusi disajikan untuk setiap
konsumen. Sistem desentralisasi mempunyai syarat yaitu adanya
pantry yang mempunyai alat-alat pendingin, pemanas, dan alat-alat
makan. Keuntungan cara ini yaitu memerlukan tenaga lebih banyak
diruangan dan pengawasan secara menyeluruh agak sulit, makanan
dapat rusak bila petugas lupa untuk menghangatkan kembali, besar
porsi sukar diawasi, pengawasan harus lebih banyak dilakukan,
ruangan konsumen dapat terganggu oleh keributan pembagian
makanan serta bau masakan (Depkes, 2007).
Langkah-langkah pendistribusian dan pelayanan makanan, antara
lain (Depkes, 2000):
a. Setelah makanan matang, tempelkan dalam wadah tertutup agar
tidak terkontaminasi dari kuman penyakit
b. Wadah yang dipakai harus tidak melunturkan bahan berbahaya
ke dalam makanan, setiap wadah dipakai hanya untuk satu jenis
makanan dan ditutup.
c. Suhu penyimpanan untuk makanan basah harus diatas 600° C
atau di bawah 100° C.
d. Waktu tunggu sebelum makanan disantap adalah :
1) Makanan yang akan disimpan kurang dari 4 jam dapat
disimpan pada suhu ruang
2) Makanan yang akan disimpan lebih dari 4 jam harus
disimpan pada suhu dingin (dibawah 10° C) dan dipanaskan
sebelum dimakan atau disimpan pada suhu panas (di atas
60°Makanan segera didistribusikan keruang makan )
E. Kerangka Teori
Biaya
Tenaga
Alat
Kualitas makanan
Penyediaan
Pengolahan
Distribusi makanan
Feed back
Status Gizi
Asupan Zat Gizi
Jumlah Porsi
Frekuensi Makan
Sosial Ekonomi
Pengetahuan tentang Gizi
Aksebilitas pangan
Pola asuh
Kebijakan prosedur
Undang- undang dan peraturan eksternal
Sumber : System pelayanan makanan (Jp Palacio dan M theis 2005), Depkes 2000, World Bank 2011,
diadaptasi dari UNICEF 1990 & Ruel 2008 (Modified)
Penyakit Infeksi
Sanitasi Lingkungan
Pola Asuh
Penyakit Menular
Kualitas Lingkungan Hidup
Prilaku Hidup Sehat
F. Kerangka Konsep
KET :
Variabel Dependen ( Variabel yang akanditeliti ) :
Variabel Independen (Variabel yang tidak diteliti) :
Hubungan yang dianalisis :
Hubungan yang tidak dianalisis :
G. Definisi Operasional
a. Input adalah semua sumber daya yang dibutuhkan untuk
melakukan penyelenggaraan makanan meliputi tenaga, dana,
faslitas, bahan makanan, prosedur.
b. Proses adalah serangkaian kegiatan pengelohan makanan meliputi
penyusunan anggaran, perencanaan menu, penyusunan kebutuhan
bahan makanan, pembelian bahan makanan, penerimaan bahan
makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan dan pengolahan,
1. Biaya
2. Tenaga
3. Alat
INPUT
1. Penyediaan
2. Pengolahan
3. Distribusi
Bahan
Makanan
4. Nilai Gizi
Tingkat Kepuasan
PROSES OUTPUT OUTCOME
Kualitas Makanan
pendistribusian, pelaporan, evaluasi. Dimana selama proses
berlangsung dilakukan pengawasan dan pengendalian
c. Penyelenggaraan makanan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai
dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan
kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang
optimal melalui pemberian diet yang tepat.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah deskriptif dengan pengamatan observasional
melalui wawancara mendalam untuk memberikan gambaran penyelenggaraan
makanan di Pesantren Hidayatullah Makassar. Pendekatan ini dilakukan guna
mendapatkan informasi pelaksanaan, peran pendamping, serta ketersediaan
fasilitas/pelayanan kesehatan secara lengkap dan lebih mendalam sehingga
diharapkan dapat mencapai tujuan penelitian.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Hidayatullah, Makassar.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini berlangsung pada bulan April 2013.
C. Informan
Informan dalam Penelitian ini yaitu tenaga pengelola penyelenggara
makanan, santri, dan ketua yayasan.
Pengambilan sumber data penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling yaitu pengambilan sampel didasarkan pada pilihan
penelitian tentang aspek apa dan siapa yang dijadikan fokus pada saat situasi
50
tertentu dan saat ini terus-menerus sepanjang penelitian, sampling bersifat
purposive yaitu tergantung pada tujuan focus suatu saat (Nasution, 2006:29).
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Tape recorder
2. Pedoman Wawancara
3. Buku catatan lapangan
4. Camera digital
E. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan melalui observasi dan
wawancara mendalam atau indepth interview dengan menggunakan
pedoman wawancara yang memuat pokok-pokok yang ditanyakan untuk
memperoleh keterangan secara lisan, antara peneliti dengan informan.
Pengumpulan data primer ini dilakukan dengan menggunakan instrument
berupa alat tulis, tape recorder serta dokumentasi berupa foto hasil
penelitian.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu: Pesantren Hidayatullah
Makassar serta data-data lainnya yang berhubungan dengan masalah
penelitian.
F. Pengolahan dan Penyajian Data
Pengolahan data dilakukan dengan cara analisis isi (conten analisys) yang
dilanjutkan dengan penjelasan-penjelasannya. Sedangkan penyajian datanya
dalam bentuk narasi.
G. Analisi Data
Analisis data yang digunakandalam penelitian ini yaitu mengikuti
petunjuk Model Miles dan Huberman,9 2007:16):
1. Reduksi data
Analisis data pada tahap ini merupakan proses pemilihan, pemusatan,
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang
ditemukan dilapangan. Dengan kata lain pada tahap ini dilakukan analisis
untuk mengolong-golongkan, membuang data yang tidak perlu.
2. Penyajian data
Alur analisi yang kedua ini adalah menyajikan data yang telah dianalisis
pada alur pertama dan kemudian disajikan dalam bentuk teks dan narasi
3. Penarikan kesimpulan
Analisis pada alur ini adalah verifikasi dan penarikan kesimpulan
berdasarkan temuan di lapangan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tentang gambaran penyelenggaraan
makanan bagi santri putri di pondok pesantren Hidayatullah Makassar, yang
dilaksanakan dari tanggal 15 April sampai dengan 22 April 2013, yang
berorientasi tentang input dan proses penyelenggaraan makanan.
Responden yang terjaring dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 orang,
yang terdiri dari 2 orang santri dan 3 orang pengelola pesantren (ketua
yayasan, sekertaris, dan pengelola makanan bagian logistik). Informan kunci
adalah ketua yayasan dan 1 orang penanggungjawab pengelola makanan.
Pengumpulan informasi dan data dengan metode wawancara, pencatatan dan
tape recorder. Pada saat pengumpulan informasi terdapat jawaban yang sama,
maka proses wawancara dihentikan. Penelitian selanjutnya dengan
mengunjungi informan kunci kemudian kembali mengadakan wawancara
yang sama untuk memperjelas jawaban yang telah diberikan oleh beberapa
responden sebelumnya.
1. Profil Yayasan Hidayatullah
Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar adalah sebuah yayasan yang
bergerak di bidang pendidikan, pengkaderan dakwah dan sosial keagamaan
didirikan oleh Ustadz Ir. H. Abdul Aziz Qahhar bersama Ustadz Ir. Abdul
54
Madjid, Ustadz Ir. Khairil Baits dan beberapa orang sahabat beliau lainnya,
yang saat itu sebagai pengurus HMI Makassar.
Perjalanan sejarah keberadaan kampus Al Bayan Hidayatullah di BTP
memiliki lika liku yang takkan pernah dilupakan oleh para generasi
Hidayatullah. Berawal dikerahkannya para pemuda/mahasiswa yang berhasil
direkrut oleh Ustadz Abdul Aziz Qahhar untuk mencari lokasi yang lebih luas
dari secretariat yang ada di Jalan Bawakaraeng (dekat Pasar Kalimbu) maupun
yang ada di Tabaria. Lewat usaha maksimal, Alhamdulillah, Akhirnya
ditemukanlah tanah yang ada di BTP melalui seorang broker tanah. Setelah
tawar menawar akhirnya disepakati dengan harga Rp 99.000.000.- Luasnya
5.300 m2, kemudian berkembang menjadi 9.000 m2.
Yayasan Al Bayan Hidayatullah Makassar merupakan cabang pertama
Hidayatullah di Sulawesi Selatan yang saat ini menjadi salah satu kampus
utama di antara 5 kampus utama Hidayatullah yang ada di Indonesia. Tujuan
didirikannya yayasan ini adalah mengajak umat untuk kembali kepada jalan
yang haq yaitu Islam yang berasaskan Al Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi Wasalam lewat sebuah manhaj yang disebut
dengan Sistematika Nuzulnya Wahyu yaitu tahapan-tahapan perjalanan
Rasulullah dalam melaksanakan ajaran Islam.
Berikut Visi Yayasan Al Bayan adalah menjadi lembaga pendidikan,
sosial dan pengkaderan islam yang unggul, amanah dan mandiri. Dan Misi
Yayasan Al Bayan adalah sebagai berikut :
1. Menjadikan masjid sebagai pusat gerakan dan pembinaan spiritual.
2. Menyelenggarakan pendidikan profesional yang dapat melahirkan
kader berakhlak mulia, cerdas, mandiri, dan memiliki tanggung jawab
mengangkat martabat ummat.
3. Menyelenggarakan penyantunan anak yatim, miskin dan telantar
4. Menjadikan kampus sebagai alat peraga da’wah dan pendidikan
yang islamiah, ilmiah, dan alamiah.
5. Membentuk lembaga-lembaga yang ekonomi yang dapat
mendukung terselenggaranya proses pendidikan, sosial dan
pengkaderan.
2. Input
a. Dana
Dari informasi wawancara dengan informan mengenai sumber
anggaran yang ada, dan beberapa tersedia untuk anggaran makanan
bagi santri putri, maka jawaban yang diberikan informan adalah
(Nur, 15 April 2013)
“ Anggaran belanjanya itu dari donator k, saya tidak tau berapa
anggaran makanan santri ’’.
(Arfan, 15 April 2013)
“ Sumber kita disini dari pemerintah dan donatur, anggaran dari
pemerintah sebanyak 30 juta/tahun. Selebihnya ditutupi dari donatur
karena dari pemerintah tidak banyak ’’.
(Zakia, 16 April 2013)
“ Donatur dan anggaran makanannya ±3 juta/bulan ’’.
(Hasriani, 17 April 2013)
“ Saya disini tangani bagian logistik sudah 2 tahun, yang saya tahu
sumber dananya dari donatur, donatur disini dari berbagai kalangan
baik dari orang tua santri maupun masyarakat. Disini anggaran
makanan perbulan diperkirakan 3 juta/bulan ’’.
(Sultan, 18 April 2013)
“ Sumber dananya itu swadaya termasuk dari donatur, anggaran
makanan yang dianggarkan langsung itu kalau diakumulasi 5
juta/bulan untuk putra dan putri. Jumlahnya sangat sedikit ’’.
b. Tenaga
Hasil wawancara dengan informan mengenai siapa yang
bertannggung jawab dalam pengelolaan makanan dan berapa jumlah
tenaga yang ada. Maka diperoleh informasi sebagai berikut :
(Nur, 15 April 2013)
“ Tenaga pengelola yang masak 3 orang/hari bertugas 1 hari full,
ada pengawas pengolah makanan ’’.
(Arfan, 15 April 2013)
“ Jumlah tenaga penyelenggaraan makanan saya kurang tahu persis,
yang tahu itu bagian logistik. Kalau disini anak santri yang
dimanfaatkan. Pernah ada yang masak tapi setelah dievaluasi anak-
anak santri jadi manja ’’.
(Zakia, 16 April 2013)
“ Yang bertugas masak 3 orang/hari dan yang bertanggung jawab
masing-masing koordinator ’’.
(Hasriani, 17 April 2013)
“Tenaga penyelenggaraan disini itu santri sendiri, yang bertanggung
jawab itu saya sendiri dan suami saya yang belanja karena kebetulan
suami saya dibagian dana dan saya bagian logistik jadi kita
kerjasama’’.
(Sultan, 18 April 2013)
“ Yang bertugas dalam penyelenggaraan makanan itu dari santri
sendiri, secara bergiliran 3 orang dalam 1 hari’’.
c. Fasilitas dan Peralatan
Sesuai dengan pengamatan langsung dan hasil wawancara dengan
informan mengenai fasilitas dan peralatan yang tersedia dalam
penyelenggaraan makanan, diperoleh informasi sebagai berikut :
(Nur, 15 April 2013)
“ Fasilitas alat makan punya masing-masing ’’.
(Arfan, 15 April 2013)
“ Alat makan santri disiapkan oleh santri sendiri mereka bawa
masing-masing dari rumah ’’.
(Zakia, 16 April 2013)
“Punya masing-masing alat makan ’’.
(Hasriani, 17 April 2013)
“ Kami tidak menfasilitasi peralatan makan santri karena dari awal
masuk itu santri bawa sendiri seperti piring, sendok, gelas . Fasilitas
sudah cukup memadai kecuali ruang makan karena santri makan
dikamar’’.
(Sultan, 18 April 2013)
“ Untuk peralatan makan untuk utuh 100% itu tidak mungkin,
kelengkapan makan kita serahkan langsung ke santri sendiri untuk
menyiapkannya. Fasilitas khusus untuk ruang makan itu belum ada
masih seperti rumah kos, tetapi fasilitas lain sudah cukup memadai ’’.
Dari hasil pengamatan diperoleh informasi sebagai berikut :
NO SARANA ADA TIDAK
1 Ruang makan
2 Ruang dapur
3 Ruang penerimaan bahan makanan
4 Ruang penyimpanan bahan makanan
5 Ruang persiapan bahan makanan
6 Ruang distribusi makanan
7 Ruang pencucian alat masak
8 Ruang penyimpanan alat masak
9 Tempat sampah
11 Ruang pengawas atau kepala dapur
3. Proses Penyelenggaraan Makanan
a. Perencanaan Menu
Untuk mengetahui proses perencanaan menu, maka dilakukan
wawancara untuk menggali informasi tentang siapa yang terlibat
dalam penyusunan menu. Dari hasil wawancara diperoleh informasi
sebagai berikut :
(Nur, 15 April 2013)
“ Yang mengatur dalam penyusunan menu itu k dari logistic tapi
santri yang bertugas untuk masak ’’.
(Arfan, 15 April 2013)
“Yang menyusun menu itu bagian logistik’’.
(Zakia, 16 April 2013)
“ Yang bertanggung jawab dalam penyusunan menu itu dari bagian
logistic kita ditugaskan untuk masak ’’.
(Hasriani, 17 April 2013)
“Kami sendiri dari bagian logistic yang menyusun menu tersebut
tidak ada patokan menu karena apa yang ada itu yang kami olah”.
(Sultan, 18 April 2013)
Yang menentukan menu itu bagian logistic ’’.
Apakah menunya bervariasi dan bagaimana perencanaan menu,
maka informasi yang didapatkan adalah sebagai berikut :
(Hasriani, 17 April 2013)
“ Tidak ada patokan dalam menyusun menu, apa saja yang ada itu
yang dimasak , tergantung dari belanjaan tapi tetap bervariasi dan
tidak monoton supaya santri ridak bosan. Tidak bias ditargetkan hari
ini lain, besok lain karena kita terbatas didana.kita targetkan makan
ikan itu dalam sepekan itu 1-2 kali apalagi kalau lagi puasa Senin
Kamis tapi lebih dominan temped an tahu”.
b. Pembeliaan Bahan Makanan
Berdasarkan hasil wawancara informan sistem pembelian bahan
makanan yang dilakukan ponpes adalah :
(Nur, 15 April 2013)
“ Pembelian bahan makanan itu langsung di pasar ’’.
(Arfan, 15 April 2013)
“ Sistem pembelian makanan itu per pekan belanja di pasar tapi ada
juga beberapa hal yang harus dibeli per hari. Belanjanya itu 2X dalam
seminggu’’.
(Zakia, 16 April 2013)
“ Beli bahan makanannya itu k di pasar ’’.
(Hasriani, 17 April 2013)
“Pembelian bahan makanannya itu di pasar kebetulan suami saya
bagian dana yang langsung belanja di pasar. Belanja 2X dalam
sepekan utuk sayur mayur karena lebih murah kalau beli banyak
untuk tempe dan tahu setiap harinya itu sudah di pesan jadi tiap hari
ada .
(Sultan, 18 April 2013)
“Langsung ke pasar dalam seminggu 2-3 kali. Untuk beras kami tidak
beli karna disiapkan langsung dari kantor tetapi untuk sayur
belanjanya itu setiap hari’’.
c. Distribusi Makanan
Sesuai dengan hasil wawancara informan tentang cara
penyelenggaraan makanan santri diperoleh informasi sebagai berikut :
(Nur, 15 April 2013)
“Penyajian makanan ditaruh disebuah tempat dan koordinator tiap
kamar mengambil makanan yang sudah disediakan kemudian
membawa ke kamar dan dimakan bersama’’.
(Arfan, 15 April 2013)
“Disiapkan dalam suatu tempat kemudian dibagi’’.
(Zakia, 16 April 2013)
“ Ditaruh dalam tempat baru kemudian dibawa ke kamar masing-
masing santri ’’.
(Hasriani, 17 April 2013)
“Penyajian makanannya itu dibagi per kamar sebelumnya tiap kamar
itu mengumpulkan baskom”.
(Sultan, 18 April 2013)
“Makanan disajikan dikamar masing-masing ’’.
Pembagian porsi makan santri hasil wawancara informan diperoleh
informasi sebagai berikut :
(Hasriani, 17 April 2013)
“ Porsinya itu dibagi tiap kamar, tiap kamar itu kumpul baskom
misalnya jumlah dalam kamar 12 orang jadi petugas kamar ambil
masing-masing. Tidak diporsikan langsung, diporsikan di kamar ’’.
Jadwal makan santri hasil wawancara informan diperoleh
informasi sebagai berikut :
(Zakia, 16 April 2013)
“ Jadwal makannya Pagi jam 6.30, siang habis shalat dzuhur jam
12.30 dan untuk makan malamnya jam 8.
B. Pembahasan
1. Input Dalam Penyelenggaraan Makanan
Komponen input dalam penyelenggaraan makanan yang diteliti
meliputi aspek biaya dalam dana, tenaga dan peralatan. Penggalian
informasi terhadap aspek-aspek tersebut dilakukan dengan metode
wawancara terhadap informan yang dianggap dapat memberikan
informasi tentang aspek tersebut.
a. Dana Penyelenggaraan Makanan
Untuk menunjang keberhasilan penyelenggaraan makanan
maka dana sangatlah perlu karena salah satu faktor utama yang akan
mempengaruhi adalah dana yang tersedia.
Berdasarkan hasil wawancara, sumber dana atau biaya
dalam penyelenggaraan makanan untuk santri putri bersumber dari
donatur dan pemerintah. Anggaran dari pemerintah sebanyak 30 juta
per tahun selebihnya ditutupi dari donatur. Pesantren mengalami
keterbatasan dana. Anggaran per bulannya sekitar 3 juta per bulan.
Santri tidak dibebankan iuran per bulan karena rata-rata santri
berasal dari kalangan bawah atau ekonomi rendah. Tidak ada donatur
tetap , dari pihak pesantren mencari untuk menutupi kekurangan
dana. Sehingga dirasa tidak mencukupi untuk mendapatkan
makanan yang bermutu baik. Seperti yang dikatakan Moehyi
(1992) Penyelenggaraan makanan institusi sering mendapat masalah
karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki antara lain seperti
keterbatasan dana sehingga kualitas bahan makanan yang
digunakan sering tidak begitu baik, tidak ada untung rugi
sehingga cita rasa makanan kurang diperhatikan dan makanan
kurang bervariasi. Pemilihan bahan maknaan yang bergizi juga
sering tidak diperhatikan. Padahal menurut Depkes (1998), dana
yang disediakan untuk penyelenggaraan makanan di pesantren
adalah mengacu pada kebijakan pimpinan pesantren yang dapat
memenuhi semua kebutuhan gizi santri sehingga dapat
menghasilkan makanan yang bermutu.
b. Tenaga Pengelola Makanan
Penyelenggaraan makanan, baik institusi maupun jasa boga
memerlukan penanganan secara professional sehingga dapat
memberikan pelayanan yang memuaskan.
Dari hasil wawancara dengan informan dikemukakan
bahwa tenaga kerja penyelenggaraan makanan adalah santri sendiri
bertugas secara bergiliran 3 orang/hari. Kemudian ketua bagian
logistik mengontrol dan mengawasi pembagian makanan santri
serta memastikan ketersediaan makanan santri. Santri yang bertugas
masak sebelumnya sudah diberikan arahan. Tidak ada ketentuan
khusus mengenai latar belakang pendidikan tenaga kerja. Ketua
logistik latar belakang pendidikannya S1 tapi bukan dari jurusan gizi.
Menurut Tarwodjo (1998), organisasi penyelenggaraan
makanan terdiri atas ketua, pengurus, dan anggota. Sebagai ketua
atau pimpinan, diharapkan mempunyai pengetahuan manajemen
gizi penyelenggaraan makanan yang meliputi pengetahuan ilmu
gizi dasar, pengetahuan tentang pengadaan bahan pangan, termasuk
penyimpanan, pengolahan, penghidangan, evaluasi dan
pelaporan.sebagai pengurus diharapkan terampil dalam mengelola
keuangan, pembelanjaan bahan pangan dan alat, penyimpanan bahan
pangan, dan pengolahan bahan pangan. Sebagai anggota
sebaiknya dipilih yang terampil dalam pelaksanaan pengolahan
bahan pangan.
c. Peralatan
Sesuai observasi dan wawancara informan bahwa fasilitas
yang disiapkan cukup memadai hanya saja di pesantren hidayatullah
tidak menyediakan ruang makan khusus santri. Santri makan di
kamar masing-masing. Fasilitas ruang dapur cukup memadai, rapih
dan bersih.
Peralatan untuk makan seperti piring, sendok, gelas dan
alat-alat lain yang dipakai selama pengelolaan makanan semua
tersedia, tapi santri sendiri yang menyiapkan pihak pesantren tidak
menfasilitasi. Peralatan masak santri disediakan oleh pihak
pesantren.
Berdasarkan Depkes (2007), Pengelolaan makanan dapat
berjalan lancar, bila ruang dapur, peralatan, perlengkapan, serta
sarana sanitasi tersedia dalam jumlah memadai. Fasilitas fisik
penyelenggaraan makanan mencakup ruangan untuk menerima
dan menyimpan bahan makanan, ruang menyiapkan dan
membersihkan bahan makanan, ruang memasak dan membagi
makanan jadi, ruang mencuci dan menyimpan makanan, ruangan
tata usaha dan pegawai yaitu ruang untuk tempat mengganti
pakaian, locker, kamar mandi/WC, dan ruang istirahat, ruang
menyajikan makanan atau ruang makan, serta meja peyajian
makanan, maka dapur umum pondok pesantren Hidayatullah
masih kurang yaitu ruang makan dan tempat penyimpanan makanan
jadi.
Menurut Moehyi (1992), terdapat 3 jenis dapur ditinjau dari
peralatannya. Yaitu dapur sederhana, sedang dan modern. Dapur
umum termasuk tingkatan dapur sederhana.
2. Proses Dalam Penyelenggaraan Makanan
a. Perencanaan Menu
Dari hasil wawancara, informan mengemukakan bahwa
perencanaan menu dilakukan langsung oleh pengelola
penyelenggaraan makan yaitu bagian logistik. Tidak ada patokan
dalam penyusunan menu, apa saja yang ada itu yang dimasak , tetapi
tetap memperhatikan variasi hidangan agar para santri tidak bosan.
Menurut hasil pengamatan makanannya itu tidak bervariasi karena
melihat daftar menu kadang makanannya itu berulang.
Menu makanan yang disediakan pihak pesantren tidak
mengacu pada gizi seimbang, karena tidak ada penyediaan buah dan
susu serta setiap harinya menu di dapur umum tidak selalu terdapat
protein hewani.
Siklus menu tersebut bersifat fleksibel dimana menu akan
diubah jika ada waktu khusus ada acara dari pihak pondok
pesantren dan pada saat hari-hari besar Islam dan juga tergantung
dengan bahan makanan yang tersedia di ruang penyimpanan
bahan makanan dapur atau tergantung ketersediaan bahan makanan
di pasar dan harga yang murah.
Menu makanan yang disediakan pihak pesantren tidak
mengacu pada gizi seimbang karena tidak ada penyediaan buah dan
susu setiap hari dan tidak selalu terdapat protein hewani.
Menurut Moehyi (1992), dalam merencanakan menu
perlu diperhatikan kebutuhan gizi penerima makanan, kebiasaan
makanan dan sosial budaya konsumen, makanan harus bervariasi,
biaya yang tersedia, iklim/musim dan keadaan pasar, tenaga dan
peralatan untuk mengolah makanan, teknik dan cara pemasakan.
Menurut Moehyi (1992), menu yang dianggap lazim di
semua daerah di Indonesia umumnya terdiri dari susunan hidangan
sebagai berikut:
a. Hidangan makanan pokok yang umumnya terdiri dari nasi
Disebut makanan pokok karena dari makanan inilah tubuh
memperoleh sebagian besar zat gizi yang diperlukan tubuh.
b. Hidangan lauk-pauk, yaitu masakan yang terbuat dari bahan
makanan hewani atau nabati atau gabungan keduanya.
c. Hidangan berupa sayur-mayur.
d. Hidangan yang terdiri dari buah-buahan.
b. Pembelian Bahan Makanan
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan bahwa
pembelian dilakukan langsung, ada petugas yang ditugaskan
langsung ke pasar. Pembelian bahan makanan biasa dilakukan per
minggu 2-3 kali tetapi ada juga beberapa bahan makanan yang biasa
dibeli per hari. Dalam hal ini pembelian langsung dianggap lebih
efisien dan ekonomis.
Untuk sayur mayur dibeli 2-3 kali dalam seminggu,untuk
tempe dan tahu itu dibeli tiap hari sedangkan ikan dibeli 1-2 kali
dalam seminggu.
Dalam pembelian bahan makanan yang diperhatikan
adalah biaya atau harga sedangkan untuk kualitas bahan
makanan diserahkan kepada pihak produsen bahan makanan. Jika
terdapat kerusakan bahan makanan maka pihak dapur berhak
komplain dan mendapatkan barang pengganti. Antara pihak
pesantren dengan produsen bahan makanan tidak terdapat
perjanjian tertulis, namun jika bahan makanan rusak maka akan
diganti oleh produsen dengan bahan makanan yang baru.
Menurut Wirakusumah (1990), banyak manfaat yang
diperoleh dengan cara pembelian langsung, yaitu barang-barang
terpilih cepat dan jumlah yang diperoleh tepat tanpa perantara.
Adapun kerugian cara satu ini adalah harga dapat sangat berbeda
karena tidak ada kontrol, pemborosan waktu dan tidak praktis
untuk skala besar. Metode ini merupakan cara yang paling
sederhana dan sering dilakukan pada penyelenggaraan makanan
yang berskala kecil.
c. Distribusi Makanan
Makanan yang telah diolah tersebut kemudian di tempatkan
dalam baskom untuk nasi dan sayur kemudian didistribusikan
sesuai waktu makan. Pendistribusian makanan dilakukan oleh
para santri yang memang ditugaskan untuk mendistribusikan
atau mengantarkan makanan ke kamar masing-masing
santri,kemudian koordinator tiap kamar membagikan
makanannya.Pendistribusi makanannya termasuk desentralisasi
Untuk penyajian makanan para santri menggunakan tempat
makan yang disediakan oleh santri sendiri dimana para santri dapat
mengambil sendiri nasi yang telah disediakan didalam baskom
yang diletakkan di atas lantai, kemudian untuk sayuran juga sama
seperti nasi diletakkan di atas lantai.
Distribusi makanan terbagi menjadi dua macam, yaitu
sentralisasi dan desentralisasi. Sentralisasi adalah suatu cara
mengirim hidangan makanan dimana telah diporsi untuk setiap
konsumen. Hidangan-hidangan telah diporsi didapur pusat..
Keuntungan cara ini adalah tenaga lebih hemat biaya dan
pengawasan, pengawasan dapat dilakukan dengan mudah dan teliti,
makanan dapat disampaikan langsung ke konsumen, ruangan
konsumen terhindar dari keributan pada waktu pembagian makanan
serta bau masakan, pekerjaan dapat dilakukan dengan lebih cepat.
Kelemahan cara ini memerlukan tempat, peralatan dan perlengkapan
makanan yang lebih banyak, adanya tambahan biaya untuk peralatan,
perlengkapan, serta pemeliharaan, makanan sampai ke konsumen
sudah agak dingin, makanan sampai sudah tercampur serta kurang
menarik, akibat perjalanan dapur utama ke dapur ruangan. Kemudian
cara desentralisasi adalah pengiriman hidangan dengan
menggunakan alat-alat yang ditentukan dalam jumlah porsi lebih dari
satu, kemudian diruang distribusi disajikan untuk setiap konsumen.
Sistem desentralisasi mempunyai syarat yaitu adanya pantry yang
mempunyai alat-alat pendingin, pemanas, dan alat-alat makan.
Keuntungan cara ini yaitu memerlukan tenaga lebih banyak
diruangan dan pengawasan secara menyeluruh agak sulit, makanan
dapat rusak bila petugas lupa untuk menghangatkan kembali, besar
porsi sukar diawasi, pengawasan harus lebih banyak dilakukan,
ruangan konsumen dapat terganggu oleh keributan pembagian
makanan serta bau masakan (Depkes, 2007).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Gambaran Penyelenggaraan
Makanan Santri Putri di Pondok Pesantren Hidayatullah Makassar, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Komponen input dalam penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren
Hidayatullah Makassar meliputi aspek biaya dalam dana yang bersumber
dari donatur dan pemerintah jumlahnya 3 juta/bulan, tenaga penyelenggara
makanan adalah santri sendiri yang secara bergiliran, dan untuk peralatan
santri sendiri yang menyediakan peralatan makannya yang dibawa dari
rumah masing-masingtetapi peralatan masak disediakan oleh pihak
pesantren.
2. Komponen proses dalam penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren
Hidayatullah Makassar meliputi perencanaan menu dengan tidak
menggunakan siklus menu dan menunya tidak bervariasi. Pembelian
bahan makanan, dilakukan per minggu tetapi ada juga beberapa bahan
makanan yang biasa dibeli per hari. Pendistribusian makanan, dilakukan
oleh para santri yang memang ditugaskan untuk mendistribusikan atau
mengantarkan makanan ke kamar masing-masing santri. Pendistribusi
makanannya termasuk desentralisasi
69
B. Saran
1. Dalam hal ketenagaan disarankan adanya ahli gizi atau tenaga terdidik
khusus tentang gizi yang langsung menangani siklus menu para santri
2. Disarankan juga bagi pengelola dan penyelenggara makanan agar
menyajikan snack untuk para santri dan menyediakan ruang makan khusus
untuk santri.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. GramediaPustakaUtama, Jakarta. Arisman.2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Buku Ajar IlmuGizi.Jakarta
:BukuKedokteran EGC. Aritonang, I,.2012. Penyelenggaraan Makanan Manajemen Sistem Pelayanan
Gizi Swakelola & Jasa Boga di Instalasi Gizi Rumah Sakit. Yogyakarta: Leutika
Bartono, Ruffino EM. 2005. Food Product Management di Hotel danRestoran.
Andi, Yogyakarta. Departemen Agama. 2000. Direktori Pondok Pesantren
Depkes RI, 2000, Pinsip-Prinsip Higiene dan Sanitasi Makanan, Jakarta.
Depkes RI. 2003. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta :DepartemenKesehatanRepublik Indonesia Direktrat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat
Depkes RI. 2007. Pedoman Penyelenggaraan Makanan di RumahSakit. Jakarta :
Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar, Direktoral Jendral Bina Pelayanan Medik
[DEPKES RI] Departemen KesehatanRepublik Indonesia. 2008. Profil Kesehatan
Indonesia 2007. Jakarta: DEPKES RI. FahirAkhmad. 2010. Pemkab Bogor Kembangkan manajemen Pengelolaan
Pesantren. http://www. Antara jawa barat.com/ lihat/ berita/ 25341/ lihat/ kategori/ 96/ Hukum. [20 Januari 2011].
Hardinsyah&Briawan D. 1994.Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT
Grasindo. Mas’ud, Abdurrahman. 2004. Intelektual Pesantren, Perhelatan Agama dan
Tradisi, Yogyakarta: LkiS
Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bharata.
Mukrie,VA. AB. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi .Jakarta : Dasar
Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat Jakarta.
Palacio JP Theis M. Introduction to Food Service. Pearson Education Ohio. 2009;11th ed.
Pardede, Nancy. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta : Sagung
Seto. Permenkes RI No.722 tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan Pangan
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia
Sediaoetama.2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat Soekirman. 2000. Ilmu gizi dan aplikasinya untuk keluarga dan masyakat
Direktorat jendral pendidikan tinggi. Jakarta : Departemen pendidikan nasional
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor
Soerjodibroto WS. 1985. Vitamin C dipandang dari sudut Ilmu Gizi dalam
Arjatmo Tj. Vitamin C dan Penggunaannya Dewasa ini. Jakarta: Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
Sukamto. 1999. Kepemimpinan Kyai Dalam Pesantren. LP3ES. Jakarta.
Tarwotjo, C. S. Dasar-Dasar Gizi Kulier. Jakarta: PT. Gramedia; 1998.
Teti, 2012, Gambaran Asupan zat gizi dengan status gizi di Asrama SMA Negeri 2 Tinggi Moncong (sekolah andalan SULSEL Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Skripsi prodi ilmu gizi FKM UNHAS, Makassar.
Uripi, V. L. N. Yuliati& D. Roedjito. 1993. Diktat Manajemen Gizi Institusi II. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Wirakusumah ES, Santoso H, Roetidjo D Retnaningsih. 1989. Diktat Manajemen Gizi Institusi. Bogor : Jurusan GMSK Faperta IPB
Yuliati, L N. dan H, Santoso. 1995. Manajemen Gizi Institusi. Jakarta
:Pendidikan dan Kejuruan Non Teknik II.
Lampiran 1
DAFTAR MENU SANTRI PUTRI DI PONDOK PESANTREN
HIDAYATULLAH MAKASSAR TAHUN 2013
I II III
Pagi :
o Nasi putih
o Telur dadar
Pagi :
o Nasi Goreng
o Martabak Telur
Pagi :
o Nasi Goreng
o Martabak telur
Siang :
o Nasi putih
o sayur bening
campur
o Tahu goreng
Siang :
o Nasi putih o Sayur bening
campur o Tahu goreng
Siang :
o Nasi putih
o Tempe masak
santan
o Telur
Malam :
o Nasi putih o Sayur bening
campur o Tempe goreng
Malam :
o Nasi putih o Sayur bening
campur o Perkedel jagung
Malam :
o Nasi Putih
o Sayur tumis
o Tempe tumis
Keterangan : Susunan menunya kurang baik, perlu
ditambahkan lauk hewani
Lampiran 2
MATRIKS HASIL WAWANCARA PENYELENGGARAAN MAKANAN SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN HIDAYATULLAH MAKASSAR
1. Input Penyelenggaraan Makanan No
Informasi
Informan
Jawaban Informan
(emik)
Reduksi Etik
1 Biaya Nur
Arfan
Zakia
Hasriani
Sultan
Anggaran belanjanya itu dari donator k, saya tidak tau berapa anggaran makanan santri. Sumber kita disini dari pemerintah dan donatur, anggaran dari pemerintah sebanyak 30 juta/tahun. Selebihnya ditutupi dari donatur karena dari pemerintah tidak banyak Donatur dan anggaran makanannya ±3 juta/bulan. Donatur dan anggaran makanannya ±3 juta/bulan Saya disini tangani bagian
Informan mengetahui
tentang biaya penyelenggaraan makanan
Biaya adalah awal dari
proses penyediaan
bahan makanan bagi
konsumen (santri) yang
dilayani
logistik sudah 2 tahun, yang saya tahu sumber dananya dari donatur, donatur disini dari berbagai kalangan baik dari orang tua santri maupun masyarakat. Disini anggaran makanan perbulan diperkirakan 3 juta/bulan. Sumber dananya itu swadaya termasuk dari donatur, anggaran makanan yang dianggarkan langsung itu kalau diakumulasi 5 juta/bulan untuk putra dan putri. Jumlahnya sangat sedikit
2 Tenaga Nur
Arfan
Tenaga pelaksana yang masak 3 orang/hari bertugas 1 hari full, ada pengawas pengolah makanan.
Informan mengetahui
jumlah tenaga dalam
penyelenggaraan makanan
Tenaga adalah
seseorang yang bertugas selama proses penyelenggaraan makanan
Zakia
Hasriani
Sultan
Jumlah tenaga penyelenggaraan makanan saya kurang tahu persis, yang tahu itu bagian logistik. Kalau disini anak santri yang dimanfaatkan. Pernah ada yang masak tapi setelah dievaluasi anak-anak santri jadi manja. Yang bertugas masak 3 orang/hari dan yang bertanggung jawab masing-masing koordinator. Tenaga penyelenggaraan disini itu santri sendiri, yang bertanggung jawab itu saya sendiri dan suami saya yang belanja karena kebetulan suami saya dibagian dana dan saya
bagian logistik jadi kita kerjasama Yang bertugas dalam penyelenggaraan makanan itu dari santri sendiri, secara bergiliran 3 orang dalam 1 hari
3 Peralatan
Nur
Arfan
Zakia
Hasriani
Sultan
Fasilitas alat makan punya masing-masing Alat makan santri disiapkan oleh santri sendiri mereka bawa masing-masing dari rumah Punya masing-masing alat makan Kami tidak menfasilitasi peralatan makan santri karena dari awal masuk itu santri bawa sendiri seperti piring, sendok, gelas . Fasilitas
Peralatan adalah yang digunakan
selama proses penyelenggaraan makanan
sudah cukup memadai kecuali ruang makan karena santri makan dikamar. Untuk peralatan makan untuk utuh 100% itu tidak mungkin, kelengkapan makan kita serahkan langsung ke santri sendiri untuk menyiapkannya. Fasilitas khusus untuk ruang makan itu belum ada masih seperti rumah kos, tetapi fasilitas lain sudah cukup memadai
2. Proses Penyelenggaraan Makanan No
Informasi Informan
Jawaban Informan
(emik)
Reduksi Etik
1 Perencana
an Menu
Nur
Arfan
Zakia
Hasriani
Sultan
Yang mengatur dalam penyusunan menu itu k dari logistic tapi santri yang bertugas untuk masak. Makanannya bervariasi Yang menyusun menu itu bagian logistic, Makanannya tetap bervariasi agar santri tidak bosan Yang bertanggung jawab dalam penyusunan
Informan mengetah
ui penyusunan menu
di pesantren
Perencanaan menu adalah
tentang variasi makanan dan
faktor penentu dan citra dari
institusi penyelenggaraa
n makanan
menu itu dari bagian logistic kita ditugaskan untuk masak, makanannya bervariasi k. Kami sendiri dari bagian logistic yang menyusun menu tersebut tidak ada patokan menu karena apa yang ada itu yang kami olah. Tidak ada patokan dalam menyusun menu, apa saja yang ada itu yang dimasak , tergantung dari belanjaan tapi tetap bervariasi dan tidak monoton supaya santri ridak bosan Yang menentukan menu itu bagian logistic, soal variasi makanannya itu bagian
logistic yang lebih tahu.
2 Pembelian
Bahan
Makanan
Nur Arfan Zakia Hasriani Sultan
Pembelian bahan makanan itu langsung di pasar. Sistem pembelian makanan itu per pekan belanja di pasar tapi ada juga beberapa hal yang harus dibeli per hari. Belanjanya itu 2X dalam seminggu Beli bahan makanannya itu k di pasar Pembelian bahan makanannya itu di pasar kebetulan suami saya bagian dana yang langsung belanja di pasar. Belanja 2X dalam sepekan utuk
Pembelian bahan makanan
adalah serangkaian
kegiatan penyediaan
macam, jumlah, spesifikasi/kuali
tas bahan makanan sesuai ketentuan yang
berlaku di institusi yang bersangkutan
sayur mayur karena lebih murah kalau beli banyak untuk tempe dan tahu setiap harinya itu sudah di pesan jadi tiap hari ada Langsung ke pasar dalam seminggu 2-3 kali. Untuk beras kami tidak beli karna disiapkan langsung dari kantor tetapi untuk sayur belanjanya itu setiap hari
3 Distribusi
Makanan
Nur Arfan Zakia Hasriani Sultan
Penyajian makanan ditaruh disebuah tempat dan koordinator tiap kamar mengambil makanan yang sudah disediakan kemudian membawa ke kamar dan dimakan bersama Disiapkan dalam suatu tempat kemudian
Distribusi Makanan
Merupakan rangkaian kegiatan
penyaluran makanan sesuai dengan jumlah porsi dan jenis
makanan konsumen yang
dilayani
dibagi Ditaruh dalam tempat baru kemudian dibawa ke kamar masing-masing santri Penyajian makanannya itu dibagi per kamar sebelumnya tiap kamar itu mengumpulkan baskom Makanan disajikan dikamar masing-masing karena tidak ada ruang makan khususnya
PEDOMAN WAWANCARA
GAMBARAN INPUT DAN PROSES PENYELENGGARAAN MAKANAN DI
PONDOK PESANTREN HIDAYATULLAH
IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama :
2. Jenis Kelamin
3. Usia
4. Tempat/tanggal lahir
5. Pendidikan terakhir
6. Pekerjaan
7. Status perkawinan
PEDOMAN WAWANCARA INPUT PENYELENGGARAAN MAKANAN
1. Dari mana sumber dana untuk penyelenggaraan makanan di pesantren
Ini ?
2. Berapa jumlah tenaga penyelenggara makanan di pesantren ini dan Siapa
yang bertanggung jawan dalam pengelolaan makanan ?
3. Apakah fasilitas dan peralatan yang ada telah memadai untu kegiatan
penyelenggaraan makanan ?
4. Apakah fasilitas di ruang makan (meja, kursi, piring, sendok,
gelas, dll) cukup untuk semua anak pondok pesantren?
PEDOMAN WAWANCARA PROSES PENYELENGGARAAN MAKANAN
1. Siapa yang merencanakan menu?
a. Disusun sendiri oleh petugas penyelenggara makanan (Kepala
Panti Asuhan, staf koordinator penyantunan dan juru masak)
b. Berdasarkan konsultasi dengan petugas gizi Puskesmas
c. Lain-lain (. . . . . . . . . . )
2. Apakah menu yang dihidangkan bervariasi dan berbeda setiap hari ?
3. Bagaimana perencanaan menu makanan di Pondok pesantren ini
dilaksanakan?
4. Bagaimana sistem pembelian bahan makanan yang dilakukan ponpes ?
5. Bagaimana cara penyajian makanan kepada santri ?
6. Bagaimana Pembagian porsi makanan bagi anak ponpes
7. Jadwal makan anak ponpes dalam satu hari
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. Nama Lengkap : Alifah Kurniati S
2. Nomor Induk Mahasiswa : K21109101
3. Tempat, Tanggal Lahir : Makassar,14 Februari 1992
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Agama : Islam
6. Telepon/ Hp : 085343943222
7. E-mail : [email protected]
8. Riwayat Pendiddikan :
a. SD INPRES BONTO-BONTOA : Tamat Tahun 2000
b. SLTP NEGERI 1WT.SOPPENG : Tamat Tahun 2006
c. SMAN 21 MAKASSAR : Tamat Tahun 2009