documentg

20
TUGAS REFERAT RESUSITASI JANTUNG PARU Oleh : KM SYARIF AZHAR 04121401048 PDU Non Reguler 2012

Upload: syarif-a

Post on 08-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

g

TRANSCRIPT

TUGAS REFERAT

RESUSITASI JANTUNG PARU

Oleh :

KM SYARIF AZHAR

04121401048

PDU Non Reguler 2012

F A K U L T A S K E D O K T E R A N

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2015

PENDAHULUAN

Resusitasi jantung paru-paru (CPR) adalah suatu tindakan darurat sebagai

usaha untuk mengembalikan keadaan henti nafas dan/atau henti jantung (yang

dikenal dengan istilah kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah

kematian biologis. Kematian klinis ditandai dengan hilangnya nadi arteri karotis

dan arteri femoralis, terhentinya denyut jantung atau pernafasan dan terjadinya

penurunan/kehilangan kesadaran. Kematian biologis di mana kerusakan otak tak

dapat diperbaiki lagi, biasanya terjadi kurang lebih 4 menit setelah kematian

klinis. Berhasilnya tindakan resusitasi jantung-paru bergantung pada cepatnya

tindakan dan tepatnya teknik pelaksanaan; walaupun dalam beberapa hal

bergantung pula pada faktor penyebabnya.

Pada beberapa keadaan, tindakan resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif),

antara lain bila henti jantung (arrest) telah berlangsung lebih dari 5 menit karena

biasanya kerusakan otak permanen telah terjadi, pada keganasan stadium lanjut,

gagal jantung refrakter, edema paru refrakter, renjatan yang mendahului arrest,

kelainan neurologik berat, penyakit ginjal, hati dan paru yang lanjut.

Dalam RJP digunakan Metode BHD (Bantuan Hidup Dasar), BHD

memberikan asupan oksigen dan sirkulasi darah ke sistem tubuh.Selain itu BHD

sangat bermanfaat jika dilakukan sesegera dan sebaik mungkin.Metode ini selalu

mengalami penyempurnaan.

Tahun 1988 AHA (American Heart Association) pertama kali menetapkan

pedoman RJP berupa A-B-C Berakibat penundaan bermakna (30 detik) pada

kompresi dinding dada. Tahun 2010, Panduan AHA untuk RJP dan Gawat

Darurat Kardiovaskular berfokus pada:

– Pengenalan segera henti jantung yang tiba-tiba

– Aktivasi sistem respon gawat darurat

– RJP sedini mungkin

– Segera lakukan defibrilasi jika diindikasikan

Dalam panduan AHA 2010, langkah-langkah RJP dari A-B-C diubah menjadi C-

A-B yang memungkinkan setiap penolong segera memulai kompresi dada. Sejak

tahun 2008, AHA telah merekomendasikan bagi penolong yang tidak terlatih

(awam) yang sendiri untuk melakukan Hands Only CPR atau RJP tanpa bantuan

napas pada korban dewasa yang tiba-tiba kolaps

Pedoman baru:

– Pengenalan segera henti jantung tiba-tiba pada kondisi

unresponsive & tidak ada napas normal

– Tidak boleh menghabiskan waktu >10 detik untuk memeriksa nadi

– Jika dalam 10 detik nadi tidak dapat dipastikan dianggap tidak ada

nadi maka harus dimulai/memakai AED (automatic external

defibrilator) jika tersedia

– Perubahan ini berlaku untuk dewasa, anak, dan bayi bukan

neonatus

– Look, listen & feel telah dihilangkan dari algoritme BHD

– Jumlah kompresi dada minimal 100x/menit

– Penolong terus melakukan RJP sampai kembalinya fungsi sirkulasi

spontan

– Kedalaman kompresi untuk dewasa sudah diubah dari 1.5-2 inchi

menjadi 2 inchi (5 cm)

Tujuan dari BHD sendiri adalah sebagai berikut :

1. Mencegah berhentinya sirkulasi darah atau berhentinya pernapasan

2. Memberikan bantuan eksternal pada sirkulasi (dengan kompresi dada) dan

ventilasi (dengan bantuan napas penolong) pada pasien yang mengalami

henti jantung/henti napas melalui rangkaian kegiatan RJP.

Untuk rangkaian BHD akan dijelaskan pada kerangka berikut ini :

Ada denyut nadi

Tidak ada denyut nadi

Korban ditemukan

Cek respon korban

Tidak ada responTidak bernafas atau tidak bernafas normal

(Hanya gasping terengah engah)

Cek Nadi :Pastikan nadi dalam 10 detik?

Mulai siklus 30 KOMPRESI dan 2 NAPAS

AED / Defibrilator datang

- Beri napas tiap 5-6 detik- Cek ulang tiap 2 menit

Rekam irama jantung, apa bisa di defibrilasi/ tidak?

Berikan 1 shock, segera lanjutkan RJP untuk 5 siklus (2 menit)

Segera lanjutkan RJP selama 2menitCek irama setiap 2 menit sampai tim dengan alat lebih lengkap datang

TINJAUAN PUSTAKA

A.Definisi

Resusitasi atau reanimasi mengandung arti harfiah menghidupkan kembali,

dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode

henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasi Jantung Paru (RJP)

atau Cardiopulmonary Resuscitation (CPR) adalah prosedur kegawatdaruratan

medis yang ditujukan untuk serangan jantung dan pada henti napas. RJP adalah

kombinasi antara bantuan pernapasan dan kompresi jantung yang dilakukan pada

korban serangan jantung.

B. Indikasi

1. Henti Napas

Henti napas primer (respiratory arrest) dapat disebabkan

oleh banyak hal, misalnya serangan stroke, keracunan obat,

tenggelam, inhalasi asap/uap/gas, obstruksi jalan napas oleh benda

asing, tesengat listrik, tersambar petir, serangan infark jantung,

radang epiglotis, tercekik (suffocation), trauma dan lain-lainnya.

Pada awal henti napas, jantung masih berdenyut, masih teraba nadi,

pemberian O2 ke otak dan organ vital lainnya masih cukup sampai

beberapa menit. Kalau henti napas mendapat pertolongan segera

maka pasien akan teselamatkan hidupnya dan sebaliknya kalau

terlambat akan berakibat henti jantung.

2. Henti Jantung

Henti jantung primer (cardiac arrest) ialah ketidak

sanggupan curah jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke

otak dan organ vital lainnya secara mendadak dan dapat balik

normal, kalau dilakukan tindakan yang tepat atau akan

menyebabkan kematian atau kerusakan otak. Henti jantung

terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis tentu tidak

termasuk henti jantung. Sebagian besar henti jantung disebabkan

oleh fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa denyut (80-90%),

kemudian disusul oleh ventrikel asistol (+10%) dan terakhir oleh

disosiasi elektro-mekanik (+5%). Dua jenis henti jantung yang

terakhir lebih sulit ditanggulangi karena akibat gangguan

pacemaker jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi

aktivitas jantung menghilang. Henti jantung ditandai oleh denyut

nadi besar tak teraba (karotis femoralis, radialis) disertai kebiruan

(sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu

(gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap rangsang

cahaya dan pasien tidak sadar. Pengiriman O2 ke otak tergantung

pada curah jantung, kadar hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap

O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi melebih 3-4 menit pada suhu

normal akan menyebabkan kortek serebri rusak menetap, walaupun

setelah itu dapat membuat jantung berdenyut kembali.

C. Fase RJPO

Resusitasi jantung paru otak dibagi menjadi 3 fase diantaranya :

1. Fase I : Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur

pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti

nafas dan henti jantung, dan bagaimana melakukan RJP

secara benar. Terdiri dari :

A (airway): menjaga jalan nafas tetap terbuka.

B (breathing): ventilasi paru dan oksigenisasi yang

adekuat.

C (circulation): mengadakan sirkulasi buatan dengan

kompresi jantung paru.

2. Fase II : Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support); yaitu

tunjangan hidup dasar ditambah dengan :

D (drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan.

E (EKG) : diagnosis elektrokardiografis secepat

mungkin setelah dimulai KJL, untuk mengetahui

apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal

ventricular complexes.

F (fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi

fibrilasi ventrikel.

3. Fase III : Tunjangan hidup terus-menerus (Prolonged Life Support).

G (Gauge) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk

monitoring penderita secara terus menerus,

dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian

mengobatinya.

H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan

otak dan sistim saraf dari kerusakan lebih lanjut

akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat

dicegah terjadinya kelainan neurologic yang

permanen.

H (Hipotermi) : Segera dilakukan bila tidak ada

perbaikan fungsi susunan saraf pusat yaitu pada

suhu antara 30° — 32°C.

H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban

yang ditolong adalah manusia yang mempunyai

perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya

berdasarkan perikemanusiaan.

I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu :

tunjangan ventilasi : trakheostomi, pernafasan

dikontrol terus menerus, sonde lambung,

pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan

tunjangan sirkulasi, mengendalikan kejang.

D. Prosedur RJPO

Pada dasarnya resusitasi jantung paru terdiri dari 2 elemen: kompresi

dada dan mulut- ke-mulut (mouth-to-mouth) napas buatan.

Sebelum menolong korban, hendaklah menilai keadaan lingkungan

terlebih dahulu:

1. Apakah korban dalam keadaan sadar?

2. Apakah korban tampak mulai tidak sadar, tepuk atau

goyangkan bahu korban dan bertanya dengan suara keras

“Apakah Anda baik-baik saja?”

3. Apabila korban tidak berespon, mintalah bantuan untuk

menghubungi rumah sakit terdekat, dan mulailah RJP.

1. Bantuan Hidup Dasar

Merupakan prosedur pertolongan darurat tentang henti

jantung dan henti napas serta bagaimana melakukan RJP yang

benar sampai ada bantuan datang. Caranya ialah:

a. Airway (Jalan Napas)

Posisikan korban dalam keadaan terlentang pada

alas yang keras (ubin), bila diatas kasur selipkan papan.

Periksa jalan napas korban sebagai berikut :

1) Membuka mulut korban

- Masukkan 2 jari (jaritelunjuk dan jari

tengah)

- Lihat apakah ada benda asing, darah,

(bersihkan)

Pada korban tidak sadar, tonus otot

menghilang, sehingga lidah akan

menyumbat laring. Lidah dan epiglottis

penyebab utama tersumbatnya jalan napas

pada pasien tidak sadar. Lidah yang jatuh

kebelakang(drop), menutupi jalan napas.

- Letakkan tangan penolong diatas kening

korban dan tangan yang lain didagu

korban, tengadahkan/dongakkan kepala

korban (Head tilt - chin lift)

- Jika kita mencurigai adanya patah atau

fraktur tulang leher/servikal, maka pakai

cara “jaw trust”, lalu buka jalan napas.

b. Breathing (Pernapasan)

Untuk menilai pernapasan korban dilakukan 3 cara:

- Look: lihat gerakan dada apakah mengembang

atau tidak.

- Listen: dengarkan suara napas korban ada atau

tidak

- Feel: rasakan hembusan napas korban pada

mulut/hidung ada atau tidak. Jika tidak ada maka

dapat dilakukan napas buatan mulut ke mulut

atau mulut ke sungkup, atau mulut ke hidung atau

mulut ke lubang trakheostomi sebanyak 2 kali.

Saat memberi napas buatan, pastika dada korban

mengembang yang menandakan bahwa bantuan

napas adekuat.

c. Circulation (Sirkulasi buatan)

Nilai sirkulasi darah korban dengan menilai denyut arteri

besar (arteri karotis, arteri femoralis).

- Apabila terdapat denyut nadi maka berikan

pernapasan buatan 2 kali.

- Apabila tidak terdapat denyut nadi maka lakukan

kompresi dada sebanyak 30 kali.

- Posisi kompresi dada, dimulai dari melokasi proc.

Xyphoideus, dan tarik garis ke cranial 2 jari

diatas proc. Xyphoideus, dan lakukan kompresi

pada tempat tersebut.

Kemudian berikan 2 kali napas buatan dan teruskan

kompresi dada sebanyak 30 kali. Ulangi siklus ini

sebanyak 5 kali. Kemudian cek nadi dan napas korban,

apabila:

- Tidak ada napas dan tidak ada nadi : teruskan RJP

sampai bantuan datang

- Terdapat nadi tetapi tidak ada napas: mulai

lakukan pernapasan buatan

- Terdapat nadi dan napas: korban membaik.

PEMBAHASAN

A. Kapan Kita Memulai RJP

Keputusan untuk melakukan RJP diambil setelah kita mendapat hasil

dari pemeriksaan primer, yaitu : tidak sadar, tidak ada napas, dan tidak ada

denyut jantung. Kejadian yang mengarah untuk dilakukannya RJP :

- Pastikan Respon Korban : Korban yang unresponsive dapat anda

pikirkan dia mungkin membutuhkan RJP. Dan jika korban

unresponsive anda harus memanggil bantuan.

- Reposisi Korban : Reposisi korban jika diperlukan, misal anda

temukan korban dalam posisi telungkup.

- Pastikan Jalan Napas Terbuka : Lakukan manuver head-tilt, chin

lift atau modified jaw thrust, sesuai keperluan.

- Cek Pernapasan : Lihat, Dengar dan Rasakan pernapasan.

Pastikan ada tidaknya napas dalam waktu 3 - 5 detik. Pada

korban yang tidak bernapas jangan langsung dilakukan RJP,

tetapi anda harus melakukan …

- Pemberian 2 napas buatan : Lakukan teknik pertolongan

pernapasan. Jika anda perhatikan adanya sumbatan jalan napas,

lakukan teknik untuk membersihkan jalan napas. Jika jalan napas

korban bersih dan dia masih dalam keadaan henti napas setelah

diberikan 2 napas buatan maka…

- Cek Pulsasi Carotis : Pertahankan head tilt dengan salah satu

tangan pada dahi korban dan gunakan tangan yang lain untuk

meraba denyut carotis. Jika tidak teraba denyut nadi saat

memeriksanya dalam waktu 5 - 10 detik, ini berarti korban dalam

keadaan henti jantung dan anda harus ...

- Mulai RJP : Posisi Korban untuk RJP Korban dengan henti

jantung harus berbaring pada permukaan yang keras, seperti

lantai, tanah atau papan spinal. Cedera yang terjadi pada korban

bukanlah alasan untuk menunda RJP. RJP harus dilakukan

secepat mungkin.

B. RJP yang Tidak Efektif dan Komplikasinya

RJP yang efektif tidak berarti bahwa pasien harus hidup. Banyak korban

yang mendapatkan usaha resusitasi yang baik tidak dapat pulih ( tidak hidup).

Kesempatan pasien untuk hidup menjadi lebih besar jika RJP dilakukan secara

efisien.

Jika usaha RJP tidak efektif, biasanya disebabkan masalah-masalah seperti di

bawah ini:

" Posisi kepala korban tidak sesuai dengan posisi head-tilt pada waktu diberikan

napas buatan;

"Mulut korban kurang terbuka lebar untuk pergantian udara;

" Mulut penolong tidak melingkupi mulut korban secara erat;

" Hidung korban tidak ditutup selama pemberian napas buatan;

" Korban tidak berbaring diatas alas yang keras;

" Irama kompresi yang tidak teratur.

Cedera pada tulang iga merupakan komplikasi yang sering terjadi pada

RJP. Apabila tangan ditempatkan terlalu keatas dari titik kompresi, maka patah

tulang pada bagian atas sternum dan clavicula mungkin terjadi. Apabila tangan

terlalu rendah maka proc. xiphoid mungkin dapat mengalami fraktur atau tertekan

kebawah menuju hepar yang dapat mengakibatkan laserasi (luka) disertai

perdarahan dalam. Apabila tangan ditempatkan terlalu jauh dari titik kompresi

atau meleset satu dari lainnya maka costa atau kartilagonya dapat mengalami

patah. Meskipun RJP dilakukan secara benar, masih terdapat kemungkinan

terjadinya patah tulang iga atau terpisahnya kartilago dari perlekatannya. Jika

terdapat kasus sepert ini, jangan hentikan RJP. Karena korban lebih baik

mengalami patah beberapa tulang iga dan hidup daripada korban meninggal

karena anda tidak melanjutkan RJP karena takut akan adanya cedera

tambahan. Masalah distensi gaster juga sering terjadi.

C. Kapan RJP dihentikan

• Area menjadi tidak aman

• Staf yang lebih ahli telah datang

• Tanda-tanda kehidupan muncul

• Tanda-tanda kematian: rigor mortis, dilatasi pupil

• Kelelahan fisik penolong/ sudah 30 menit tidak ada respon