g 501 11 009 - bulan putri pertiwi (sc 3 blok 22)
DESCRIPTION
cTRANSCRIPT
Paper Tutorial Block 22 Juni, 2015
LEARNING UNIT 3
“BENCANA MELANDA KOTAKU”
Disusun oleh :
Nama : Bulan Putri Pertiwi
Stambuk : N 101 11 009
Kelompok : V (Lima)
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2015
LEARNING OBJECTIVES
1. Tipe rumah sakit?
Jawab:
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010
tentang Klasifikasi Rumah Sakit:
a. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,
rawat jalan, dan gawat darurat.
b. Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
pada semua bidang dan jenis penyakit.
c. Rumah Sakit Khusus adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan utama pada
satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan
umur, organ
atau jenis penyakit.
Klasifikasi Rumah Sakit Umum ditetapkan berdasarkan:
a. Pelayanan;
b. Sumber Daya Manusia;
c. Peralatan;
d. Sarana dan Prasarana; dan
e. Administrasi dan Manajemen.
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum diklasifikasikan
menjadi :
a. Rumah Sakit Umum Kelas A;
b. Rumah Sakit Umum Kelas B;
c. Rumah Sakit Umum Kelas C;
d. Rumah Sakit Umum Kelas D.
Rumah Sakit Umum Kelas A
(1) Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima)
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis
Lain dan 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis.
(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas A sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat
Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik,
Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan
Medik Subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang
Klinik, dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.
(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik
Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana.
(4) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 (dua
puluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemampuan melakukan
pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi
sesuai dengan standar.
(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan
Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.
(6) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi,
Radiologi, Rehabilitasi Medik, Patologi Klinik dan Patologi Anatomi.
(7) Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang-kurangnya terdiri dari Pelayanan Mata,
Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan
Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru, Orthopedi, Urologi, Bedah Syaraf, Bedah Plastik
dan Kedokteran Forensik.
(8) Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut terdiri dari Pelayanan Bedah Mulut,
Konservasi/Endodonsi, Periodonti, Orthodonti, Prosthodonti, Pedodonsi dan
Penyakit Mulut.
(9) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan
dan asuhan kebidanan.
(10) Pelayanan Medik Subspesialis terdiri dari Subspesialis Bedah, Penyakit Dalam,
Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi, Mata, Telinga Hidung Tenggorokan,
Syaraf, Jantung dan Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Jiwa, Paru, Orthopedi
dan Gigi Mulut.
(11) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan Intensif, Pelayanan Darah, Gizi,
Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
(12) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen, Jasa
Boga/Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang,
Ambulance, Komunikasi, Pemulasaraan Jenazah, Pemadam Kebakaran,
Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih.
Rumah Sakit Umum Kelas B
(1) Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat)
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis
Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar.
(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas B sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat
Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik,
Pelayanan Medik Spesialis Lain, Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan
Medik Subspesialis, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan, Pelayanan Penunjang
Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.
(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik
Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana.
(4) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 (dua
puluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemampuan melakukan
pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi
sesuai dengan standar.
(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan
Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.
(6) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi,
Radiologi, Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik.
(7) Pelayanan Medik Spesialis Lain sekurang-kurangnya 8 (delapan) dari 13 (tiga
belas) pelayanan meliputi Mata, Telinga Hidung Tenggorokan, Syaraf, Jantung dan
Pembuluh Darah, Kulit dan Kelamin, Kedokteran Jiwa, Paru, Orthopedi, Urologi,
Bedah Syaraf, Bedah Plastik dan Kedokteran Forensik.
(8) Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut terdiri dari Pelayanan Bedah Mulut,
Konservasi/Endodonsi, dan Periodonti.
(9) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan
dan asuhan kebidanan.
(10) Pelayanan Medik Subspesialis 2 (dua) dari 4 (empat) subspesialis dasar yang
meliputi : Bedah, Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Obstetri dan Ginekologi.
(11) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan intensif, Pelayanan Darah, Gizi,
Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
(12) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen, Jasa Boga /
Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang,
Ambulance, Komunikasi, Pemulasaraan Jenazah, Pemadam Kebakaran,
Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih.
Rumah Sakit Umum Kelas C
(1) Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat)
Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.
(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas C sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat
Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Spesialis Penunjang Medik,
Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan,
Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.
(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik
Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana.
(4) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 (dua
puluh) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemampuan melakukan
pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi
sesuai dengan standar.
(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan
Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.
(6) Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut minimal 1 (satu) pelayanan.
(7) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi,
Radiologi, Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik.
(8) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan
dan asuhan kebidanan.
(9) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan intensif, Pelayanan Darah, Gizi,
Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
(10) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen, Jasa Boga /
Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang,
Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas
Medik dan Penampungan Air Bersih.
Rumah Sakit Umum Kelas D
(1) Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan
medik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar.
(2) Kriteria, fasilitas dan kemampuan Rumah Sakit Umum Kelas D sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi Pelayanan Medik Umum, Pelayanan Gawat
Darurat, Pelayanan Medik Spesialis Dasar, Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan,
Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.
(3) Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik
Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak /Keluarga Berencana.
(4) Pelayanan Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 (dua
puluh empat) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemampuan melakukan
pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi
sesuai dengan standar.
(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar sekurang-kurangnya 2 (dua) dari 4 (empat) jenis
pelayanan spesialis dasar meliputi Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak,
Bedah, Obstetri dan Ginekologi.
(6) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik yaitu laboratorium dan Radiologi.
(7) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan
dan asuhan kebidanan.
(8) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan High Care Unit, Pelayanan
Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik.
(9) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen, Jasa Boga /
Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang,
Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas
Medik dan Penampungan Air Bersih.
Rumah Sakit Khusus
Jenis Rumah Sakit khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung,
Kanker, Orthopedi, Paru, Jiwa, Kusta, Mata, Ketergantungan Obat, Stroke, Penyakit
Infeksi, Bersalin, Gigi dan Mulut, Rehabilitasi Medik, Telinga Hidung Tenggorokan,
Bedah, Ginjal, Kulit dan Kelamin.
2. Manajemen rumah sakit terhadap korban di skenario?
Jawab:
Kegawatdaruratan dan Bencana yang perlu ditangani Rumah sakit dibagi dua
kelompok besar. Permasalahan yang timbul adalah dengan terjadinya korban masal yaitu
jumlah korban yang melebihi kemampuan Rumah sakit menyediakan ruangan, SDM dan
sarana-prasarana. Bencana yang melibatkan Rumah sakit memerlukan perencanaan
(Hospital disaster plan) yang melibatkan semua unit kerja, memerlukan kebijakan dan
prosedur pelaksanaan yang dapat diimplementasikan bila bencana itu terjadi. Secara
umum bencana dapat terjadi diluar Rumah sakit dan didalam Rumah sakit.
Pertama bencana yang terjadi di luar Rumah sakit (external disaster) dan
korbannya akan di kirim ke Rumah sakit. Misalnya bencana kimia akibat meledaknya
suatu industri, maka pertanyaannya apakah rumah sakit di Indonesia siap menerima
korban masal akibat bencana kimia. Kejadian diluar Rumah sakit yang menyebabkan
korban masal dapat disebabkan bencana alam atau bencana akibat ulah manusia,
persoalan umum adalah penanganan korban masal di Rumah sakit yang membutuhkan
perngorganisasian, fasilitas baik sarana dan prasarana, sistem komunikasi, prosedur
operasional yang melibatkan kelengkapan data, prosedur tertulis, kebijakan ,aspek legal
dll. Pada bencana alam akan timbul masalah yang lebih kompleks, karena pada saat
korban bencana membutuhkan penanganan medis di rumah sakit, pada saat bersamaan
Rumah sakit pun mengalami kerusakan fisik yang perlu penilaian cepat apakah Rumah
sakit dapat tetap menjalankan fungsi pelayanan atau tidak.
Kedua, bila bencana terjadi di Rumah sakit (Internal disaster), misalnya Rumah
sakit mengalami kebakaran. Beberapa laporan terjadinya kebakaran di Rumah sakit
antara lain disebabkan oleh hubungan arus pendek, kebakaran dibengkel kerja IPSRS
karena gas esitelin pada saat pengelasan , kebakaran akibat penggunaan kompor spiritus
sterilisasi di ruang farmasi. Kebakaran besar pernah terjadi juga dibeberapa Rumah sakit,
misalnya di RSU Nusa Tenggara Barat yang menghabiskan bagian rekam medik dan
ruang penunjang antara lain bagian radiologi termasuk peralatan canggih CT scan yang
habis terbakar.
Bencana diluar Rumah sakit (External disaster).
Korban masal yang terjadi di luar Rumah sakit antara lain, korban akibat
meledaknya sebuah pabrik, korban akibat kebakaran, korban akibat kecelakaan
transportasi, korban akibat kerusuhan, korban bencana alam, korban masal saat terjadi
kejadian luar biasa / wabah penyakit. Setiap kejadian akan menyebabkan peningkatan
kegiatan di Rumah sakit berupa, penyiapan ruang penampungan korban masal baik koban
cedera maupun korban mati masal.
Bila pada kejadian sehari-hari unit pelayanan gawat darurat (IGD) sudah
mengalami kesulitan tempat untuk menerima pasien gawat darurat, maka perlu pemikiran
bila tejadi korban masal tidak akan mungkin bisa menerima korban banyak. pada saat ini
diperlukan perluasan area kerja, diperlukan perubahan fungsi ruangan ruangan yang
tersedia untuk penampungan korban yang banyak. Bagaimana perencanaan Rumah sakit
untuk mengantisipasi kebutuhan ruangan untuk penanganan korban cedera. Selain
kebutuhan perluasan area kerja diperlukan juga penambahan fasilitas berupa tempat tidur/
brankar, penambahan fasilitas penunjang terutama berhubungan dengan ketersediaan
sumber listrik penerangan cukup, air bersih dan gas oksigen. Selain kebutuhan area kerja
untuk petugas medis diperlukan kebijakan penambahan jumlah SDM dan pengadaan alat
habis pakai dan obat, perlu juga pemikiran tentang penampungan dan pembuangan
limbah medis.
Penanganan kasus gawat darurat memerlukan luas area minimum 2x2 meter untuk
setiap pasien. Selain itu karakteristik masyarakat Indonesia dengan kedekatan hubungan
keluarga akan menyebabkan keluarga korban dalam jumlah besar juga akan menyibukkan
Rumah sakit untuk menyiapkan ruangan pelayanan bagi keluarga korban, baik ruang
tunggu, kebutuhan pelayanan informasi termasuk pelayanan bagi media massa.
Korban gawat darurat akan memerlukan pemberian oksigen apakah cukup
persediaan/ tabung oksigen termasuk perangkatnya (kebutuhan selang2 oksigen,
regulator), memerlukan pemasangan infus apa yang bisa disiapkan untuk mengganti tiang
infus bila diperlukan. Bagaimana bila tempat pemeriksaan atau penanganan korban
kurang (tempat tidur atau brankar) apakah akan disiapkan meja sebagai pengganti atau
kita akan letakkan dilantai dan limbah medis disekitarnya. Untuk Rumah sakit kelas C
barangkali jawabannya akan segera merujuk ke Rumah sakit yang lebih besar, untuk
merujuk akan diperlukan saran transportasi yang sesuai, siapa yang harus menyiapkan
saran transpotasi rujukan. Untuk Rumah sakit pusat rujukan akan memerlukan kebijakan
berbeda pada saat korban tidak mungkin dirujuk ke Rumah sakit lain.
Pada kasus khusus seperti terjadinya bencana kimia yang memerlukan area
dekontaminasi. Area ini diperlukan untuk meminimalkan paparan bahan kimia pada
setiap korban tetapi tidak boleh mencederai petugas Rumah sakit dan tidak menyebakan
limbah kimia di area Rumah sakit yang membahayakan petugas maupun masyarakat
yang berada di Rumah sakit atau disekitar Rumah sakit, sehingga Rumah sakit
memerlukan pemikiran tersendiri dalam perencanaan yang melibatkan terutama SDM
teknis.
Korban bencana tidak selalu korban cedera tetapi Rumah sakit akan dihadapkan
juga dengan menerima korban mati dalam jumlah banyak. Siapkah Rumah sakit kita
menerima korban mati masal baik dari ukuran ruang tersedia dan fasilitas lain (lemari
pendingin) dll. Masih banyak hal yang terkait dengan penanganan korban masal yang
akan melibatkan semua unit kerja di Rumah sakit.
Bencana di Rumah sakit (Internal Disaster)
Bencana di Rumah sakit dapat terjadi baik karena bencana alam yang
menyebabkan kerusakan fisik misalnya saat gempa atau banjir. Tetapi bencana di Rumah
sakit adapat terjadi karena kecelakaan kerja, karena tidak berjalannya program K3RS,
karena tidak baiknya perencanaan fisik bangunan, karena tidak tidak adanya perawatan
dan pengawasan terhadap sumber bahaya (ledakan, kebakaran) baik karena arus pendek,
karena penyimpanan bahan kimia yang tidak baik, karena kecelakaan kerja (di
laboratorium di bagian farmasi, di bagian IPSRS). sebagian besar kejadian ini dapat
dicegah bila dilakukan penerapan manajemen fasilitas dan keselamatan di Rumah sakit.
Upaya pencegahan sering diabaikan karena beberapa faktor antara lain
kekurangan SDM teknis, tidak adanya kebijakan yang berhubungan dengan fasilitas dan
keselamatan di Rumah sakit, kurangnya pengetahuan baik ditingkat manajer Rumah sakit
maupun SDM di Rumah sakit termasuk pengetahuan para tenaga teknis Rumah sakit
terutama pengetahuan yang dihubungkan dengan akibat terjadinya bencana bagi Rumah
sakit tersebut. Kebakaran di Rumah sakit banyak dilaporkan baik dalam skala kecil yang
dapat diatasi atau bahkan kebakaran besar yang menyebabkan kerugian milyaran rupiah
dan berhentinya fungsi Rumah sakit dalam memberikan pelayanan. Bila kejadian itu ada,
apakah sudah dipelajari , dilakukan evaluasi dan menyebabkan diterbitkan kebijakan
Rumah sakit dan melahirkan SOP untuk pelaksanaannya. Perkiraan yang terjadi bahwa
data pelaporan ada tetapi untuk kebijakan dan SOP tampaknya tidak menjadi prioritas
atau satu kebutuhan dari Rumah sakit. Hal ini biasanya dikaitkan dengan pergantian
manajer atau pergantian SDM di Rumah sakit sehingga kelanjutan analisis dan upaya
mengatasinya tidak menjadi bagian dalam manajemen Rumah sakit.
3. Pihak-pihak yang perlu menjalankan koordinasi terhadap bencana alam dan tindakan dari
RS apabila telah melebihi kapasitas RS?
Jawab:
Mekanisme Koordinasi Penanggulangan Bencana Pusat:
Struktur Organisasi Bakornas Penanggulangan Bencana Perpres Nomor 83 Tahun
2005 dan Perpres Nomor 3 Tahun 2007:
a. Ketua : Wakil Presiden Republik Indonesia
b. Wakil Ketua/ Ketua Harian : Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
c. Wakil Ketua : Menteri Dalam Negeri
d. Anggota : 1. Menteri Keuangan
2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
3. Menteri Perhubungan
4. Menteri Pekerjaan Umum
5. Menteri Kesehatan
6. Menteri Sosial
7. Menteri Komunikasi dan Informatika
8. Menteri Pertahanan
9. Menteri Kehutanan
10. Menteri pertanian
11. Menteri Negara Lingkungan Hidup
12. Menteri Negara Riset & Teknologi
13. Panglima TNI
14. Kapolri
15. Ketua PMI
e. Sekretaris : Kepala Pelaksana Harian BAKORNAS PB
Satkorlak PBP:
Mengkoordinasikan upaya PB dan PP diwilayahnya meliputi kegiatan pencegahan,
penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi.
PRA BENCANA SAAT BENCANA PASCA BENCANA
PROVINSI
Buat peta rawan bencanaInfo daerah rawan bencanaTetapkan daerah alternativ pengungsianSusun program PB (Pelatihan, pendidikan, gladi dan protap)Tetapkan anggaran PB dalam APBD
Kirim TRCRapat koordinasi/ konsolidasiSiapkan Satgas PBKirim Satgas PB bila diperlukanBerikan bantuan sar/pras (tempat penampungan, pelayanan kesehatan, pakaiaqn dan bahan makanan)Berikan suluh/ motivasi pada korbanLaporkan ke Mendagri dan BAKORNAS PB
Laporkan jumlah korban, jumlah kerugian, kebutuhan rehabilitasi, rencana penempatan kembali kepada Mendagri dan BAKORNAS PBBerikan bantuan dan laksanakan rehab/rekonsDorong terciptanya situasi dan kondisi bagi kelancaran pemerintahan dan pembangunan
Satlak PBP:
Melaksanakan kegiatan PB dan PP yang terjadi di daerahnya.
PRA BENCANA SAAT BENCANA PASCA BENCANA
KABUPATENKOTA
Buat peta rawan bencanaInfo daerah rawan bencanaTetapkan daerah alternativ pengungsianSusun program PB (Pelatihan, pendidikan, gladi dan protap)Tetapkan anggaran PB dalam APBD
Kirim TRCRapat koordinasi/ konsolidasiSiapkan Satgas PBKirim Satgas PB bila diperlukanBerikan bantuan sar/pras (tempat penampungan, pelayanan kesehatan, pakaiaqn dan bahan makanan)Laporkan ke Gubernur
Laporkan jumlah korban, jumlah kerugian, kebutuhan rehabilitasi, rencana penempatan kembali kepada GubernurBerikan bantuan dan laksanakan rehab/rekonsDorong terciptanya situasi dan kondisi bagi kelancaran pemerintahan dan pembangunan.
Unit operasi PBP:
Camat mengkoordinasikan kegiatan PBP diwilayahnya.
PRA BENCANA SAAT BENCANA PASCA BENCANA
KECAMATAN
Buat peta rawan bencana
Info daerah rawan bencana
Info daerah evakuasiInfo Potensi Hansip/ Linmas
Adakan bimbingan/ suluh kpd Hansip/ Linmas dan masyarakat
Berikan peringatan dini
SARSiap dapur umumSiap tempat penampunganUngsikan korbanAmankan daerahTerima/salurkan bantuanLaporkan ke Bupati/ Walikota
Inventarisir jumlah korban
Rehab/rekons ringan fasum
Penempatan kembali korban
Terima/salurkan bantuan
Laporkan ke Bupati/ Walikota
Desa/Kelurahan:
Mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan masyarakat dalam PBP.
Mendorong swadaya masyarakat dalam PBP sehingga terwujud kemandirian.
PRA BENCANA SAAT BENCANA PASCA BENCANADESA
Buat Peta Rawan BencanaBuat data potensi Hansip/ LinmasSiapkan data paramedis/ Fasilitasi P3KSiapkan potensi Hansip/ Linmas utk PBKoord masyarakat dalam penyiapan alat/ fasilitas PBLaks suluh gladi/latih PBTetapkan lokasi pengungsianTingkat was melalui upaya peringatan dini
SARMemberi pertolongan pertamaUngsikan korbanSiap dapur umumSiap tampung sementaraAmankan lokasiTerima, salurkan bantuanLaporkan ke Camat
Inventarisir jumlah korbanTempatkan korban ke penampungan sementara yang amanRujuk korban ke Puskes/ RSRehab/ Rekon ringanLaporan ke Camat
4. Daerah rawan bencana di Palu (Sulawesi Tengah)?
Jawab:
Lampiran.
5. Kriteria tenaga medis yang dapat turun langsung ke tempat bencana?
Jawab:
Tenaga medis sangat berkaitan pada saat pembuatan rumah sakit lapangan.
Rumah sakit lapangan (RS lapangan) merupakan unit pelayanan yang diciptakan untuk
membantu fungsi pelayanan kesehatan rujukan (rawat jalan, rawat inap, UGD, kamar
operasi, laboratorium, dll) yang dilaksanakan dalam kondisi darurat. Dalam
pengorganisasian, unit pelayanan tersebut terdiri dari bagian-bagian yang saling bekerja
sama di dalam memberikan pelayanan medik dasar dan spesialistik baik untuk
perorangan maupun kelompok korban bencana. Untuk dapat menjalankan fungsi secara
baik tentunya diperlukan pengorganisasian yang dijabarkan ke dalam bentuk organisasi
dengan tugas dan fungsi masing-masing bagian yang jelas. Demikian pula, mekanisme
koordinasi antar-bagian juga tergambar dengan jelas sehingga tidak menimbulkan kesan
yang tumpang tindih di dalam operasionalisasinya. Selain itu, mobilisasi tenaga yang
bekerja pada setiap bagian juga diatur sedemikian rupa agar dapat menjalankan fungsinya
dengan baik.
Seperti yang diperlihatkan dalam dibawah ini, kepala RS lapangan membawahi
tiga orang koordinator yang memimpin masing-masing bagian berikut:
a. Bagian pelayanan medik dan keperawatan.
b. Bagian pelayanan penunjang medik
c. Bagian pelayanan umum.
Penanggung jawab Kepala RS Lapangan ditunjuk oleh Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota setempat. Tugas kepala RS lapangan dan koordinator serta
penanggung jawab unit yang terdapat dalam RS lapangan dapat dilihat dalam penjelasan
berikut untuk Kepala Rumah Sakit Lapangan Kriteria Kepala RS lapangan, antara lain : a
a. Minimal dokter umum.
b. Mempunyai pengalaman dalam penanggulangan bencana.
c. Sehat jasmani dan rohani.
Tugas kepala RS lapangan, antara lain: (1) Memimpin dan mengelola tim RS
lapangan dan SDM setempat guna mencapai tujuan RS lapangan selama masa tugas. (2)
Mengkoordinasikan operasional RS lapangan secara internal dan eksternal (dengan
institusi kesehatan setempat dan institusi lain). (3) Memantau dan mengevaluasi
operasionalisasi RS lapangan sesuai standar pelayanan medis secara rutin. (4)
Bertanggung jawab atas pengelolaan keuangan RS lapangan. (5) Melaporkan seluruh
kegiatan RS lapangan ke dinas kesehatan setempat dan PPK secara berkala (laporan
harian, mingguan, bulanan, laporan akhir) yang mencakup data statistik kesehatan
berdasarkan sistem pemantauan kesehatan. Dan (6) Merencanakan dan menyiapkan serah
terima tanggung jawab kepada tim pengganti yang meliputi unsur-unsur teknis dan
administratif.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan penilaian untuk pendirian
RS lapangan di lokasi bencana, antara lain:
a. Keamanan
Lokasi pendirian RS lapangan harus berada di wilayah yang aman dari bencana
susulan, misalnya, tidak berpotensi terkena gempa susulan atau banjir susulan. Jika
bencana berkaitan dengan konflik maka lokasi RS lapangan harus berada di wilayah
yang netral dan mendapat jaminan keamanan dari kedua pihak yang bertikai.
b. Akses
Dalam penetapan lokasi pendirian RS lapangan, kita harus memperhitungkan
kemudahan akses bagi petugas dan pasien, juga untuk mobilisasi logistik.
c. Infrastruktur
Apakah terdapat bangunan yang masih layak dan aman dipergunakan sebagai bagian
dari RS lapangan. Jika tidak, apakah ada lahan dengan permukaan datar dan keras
yang dapat digunakan untuk pendirian RS lapangan. Apakah tersedia prasarana
seperti sumber air bersih dan listrik yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan
operasional RS lapangan. Selain itu, perlu pula dipertimbangkan ketersediaan bahan
bakar untuk menghidupkan genset dan kebutuhan operasional lain.
d. Sistem komunikasi
Apakah tersedia sistem komunikasi di lokasi pendirian RS lapangan atau apakah
diperlukan sistem komunikasi yang independen bagi RS lapangan. Faktor komunikasi
memegang peranan penting baik untuk keperluan internal rumah sakit maupun untuk
hubungan eksternal terkait dengan pelaporan, koordinasi dan mobilisasi tenaga dan
logistik, dsb.
Pendirian RS lapangan memerlukan tenaga yang sudah terlatih dalam hal
operasionalisasi RS lapangan, yang terdiri dari tenaga medis dan non-medis yang akan
menjadi tim inti RS lapangan. Tim inti harus dipersiapkan sejak awal dan terdiri dari
unsur manajerial, klinisi, keperawatan, penunjang medis, sarana, dan prasarana, biasanya
merupakan tim yang melekat pada sistem RS atau dibentuk oleh suatu institusi atau
badan dengan melibatkan berbagai unsur. Tenaga medis RS lapangan dibutuhkan untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang memang menjadi tujuan pendirian RS lapangan.
Contoh tenaga medis yang terlibat, antara lain: ▪ dokter umum ▪ dokter spesialis bedah ▪
dokter spesialis bedah tulang ▪ dokter anestesi ▪ dokter penyakit dalam ▪ dokter spesialis
kandungan ▪ dokter spesialis anak ▪ dokter spesialis jiwa ▪ perawat mahir (gawat darurat,
kamar bedah, intensif, rawat bedah) ▪ perawat anestesi ▪ perawat umum ▪ radiografer ▪
tenaga analisis laboratorium ▪ apoteker dan asisten apoteker ▪ ahli gizi/dietisien ▪ tenaga
rekam medis ▪ tenaga elektro medik, dan ▪ tenaga sanitarian.
Selain tenaga medis, tenaga non-medis juga diperlukan untuk mendukung
kelancaran operasionalisasi RS lapangan. Kebersihan maupun perawatan tenda dan
perlengkapan RS lapangan demikian pula dengan kesehatan dan kesejahteraan anggota
tim RS lapangan maupun penduduk yang berobat menjadi tugas mereka. Tenaga non-
medis yang terlibat, antara lain: ▪ pengemudi /supir ▪ juru masak ▪ tenaga administrasi ▪
tenaga laundry ▪ tenaga teknisi listrik dan mesin ▪ tenaga pembantu umum (untuk tenaga
gudang, kebersihan, dll.) ▪ tenaga keamanan.
6. Rehabilitasi mental pada korban bencana?
Jawab:
7. Skala bencana?
Jawab:
Berdasarkan UU. No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pasal 7 ayat (2):
Penetapan status dan tingkat bencana nasional dan daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c memuat indikator yang meliputi:
a. Jumlah korban;
b. Kerugian harta benda;
c. Kerusakan prasarana dan sarana;
d. Cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan
e. Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.
Berdasarkan usul sesuai butir 2 di atas maka :
a. Bupati/Walikota menetapkan status/tingkat bencana skala kabupaten/kota.
b. Gubernur menetapkan status/tingkat bencana skala provinsi.
c. Presiden RI menetapkan status/tingkat bencana skala nasional.
Tindak lanjut dari penetapan status/tingkat bencana tersebut, maka Kepala BNPB/BPBD
Provinsi/BPBD/SATLAK PB Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya dapat
menunjuk seorang pejabat sebagai komandan tanggap darurat.
DAFTAR PUSTAKA
Murni, T.W., 2014. Peran Tenaga Teknis Perumahsakitan Di Bidang Manajemen Fasilitas dan Keselamatan Dalam Penanggulangan Kegawat Daruratan Dan Bencana Di Rumah Sakit. Di unduh dari: <http://hpeq.dikti.go.id/streaming/files/Semilokarsp_20Mrt2014_Materi/Diskusi _Panel_I/5_Manajemen%20Fasilitas%20dan%20Keselamatan%2020%20Maret%202014_TriWahyuMurniSulistyowati.pdf> [Diakses pada 11 Juni 2015].
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit. Di unduh dari: <http://bppsdmk.depkes.go.id/web/filesa/ peraturan/2.pdf> [Diakses pada 11 Juni 2015].
Peta Rawan Bencana di Sulawesi Tengah tahun 2015. Di unduh dari <http://geospasial.bnpb.go.id/?s=sulawesi+tengah> [Diakses pada 11 Juni 2015].
Rustam, dkk, 2008. Pedoman Pengelolaan Rumah Sakit Lapangan Untuk Bencana. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Di unduh dari: <http://www.depkes.go.id/download.php?file download/penanganan-krisis/pedoman_rumah_sakit_lapangan_untuk_bencana.pdf> [Diakses pada 11 Juni 2015].
Slide Kuliah Dr. Ronny T. Wirasto, Sp.KJ tentang Psychosocial Problems and Management in Disaster. FKIK Untad, 2015.
Tabrani, 2007. Sistem Tanggap Bencana. Di unduh dari: <https://wss.apan.org/432/Files/Events/TE-12/11%20June/009-11JUN-MPATE%20TE12-BAKORNAS%20Brief.ppt> [Diakses pada 11 Juni 2015].
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Di unduh dari: <http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/regulasi/uu/UU_ No._24_Th_2007_ttg_Penanggulangan_Bencana.pdf> [Diakses pada 11 Juni 2015].