fusi protoplas

7
Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol. 9, No. 1, 2004, pp. 1-7 ABSTRACT One of the problems in eggplant (Solanum melongena) production in Indonesia is bacterial wilt caused by Ralstonia solanacearum. The most effective and efficient method of controlling the disease is by using resistant varieties. How- ever, a source of resistant character is generally found in the wild species such as S. torvum. Genetic traits from a different species are difficult to be transferred conventionally. One of the methods of transferring a genetic character from diffe- rent species is protoplas fusion. This experiment was carried out to study protoplast fusion and regeneration of somatic hybrid of S. melongena and S. torvum. The results showed that protoplast of S. melongena and S. torvum could be isolated with protoplast density of 10 6 /ml. Protoplast fusion induced by PEG showed that the higher the concentration of PEG, and the longer the incubation period, the higher the number of protoplast fused. At PEG concentration of 50% and incubation time of 20 minutes, the binner and multifusion were 8.7 and 11.3, respectively. For protoplast regeneration to produce microcallus, the best medium was KM8P enriched with 0.2 mg/l 2.4-D + 0.5 mg/l zeatin + 1 mg/l NAA. By the treatment, the microcallus produced was 25. Furthermore, KM8P enriched with 0.1 mg/l 2.4-D + 2 mg/l BAP could induce the development of microcalli to calli. On the media, eight calli were produced. Shoot formation could be induced by applying vitamin Morrel & Wetmore + 0.1 mg/l IAA + 2 mg/l zeatin into MS medium. [ Keywords: Solanum melongena, Solanum torvum, protoplast fusion, in vitro regeneration] ABSTRAK Salah satu masalah dalam budi daya terung (Solanum melongena) di Indonesia adalah serangan penyakit layu yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum. Cara yang paling efektif dan efisien untuk menanggulangi penyakit tersebut adalah dengan menggunakan varietas tahan. Namun, sumber ketahanan pada umumnya terdapat pada spesies liar seperti S. torvum, sehingga pemindahan sifat tersebut ke dalam terung (S. melongena) sulit dilakukan secara konvensional. Salah satu cara untuk memindahkan sifat genetik dari dua spesies yang berbeda adalah melalui fusi protoplas. Dalam penelitian ini dipelajari teknik fusi protoplas antara S. melongena dengan S. torvum serta regenerasinya sampai menjadi planlet. Isolasi protoplas dapat menghasilkan densitas protoplas yang cukup tinggi, yaitu 10 6 /ml. Induksi fusi secara kimia dengan PEG menunjukkan bahwa makin tinggi konsentrasi dan makin lama waktu inkubasi fusi, makin banyak sel yang berfusi. Pada konsentrasi PEG 50% dan waktu inkubasi 20 menit dapat dihasilkan fusi biner dan multifusi masing-masing 8,7 dan 11,3. Media terbaik untuk meregenerasikan protoplas menjadi mikrokalus adalah KM8P yang diperkaya dengan 0,2 mg/l 2,4-D + 0,5 mg/l zeatin + 1 mg/l NAA. Dengan perlakuan tersebut, mikrokalus yang dihasilkan mencapai 25. Selanjutnya, KM8P yang diperkaya dengan 0,1 mg/l 2,4-D + 2 mg/l BAP dapat merangsang pembentukan mikrokalus menjadi kalus. Dengan perlakuan tersebut dapat dihasilkan delapan kalus. Tunas dapat terbentuk pada media dasar MS yang diperkaya dengan vitamin Morel & Wetmore + 0,1 mg/l IAA + 2 mg/l zeatin. [ Kata kunci : Solanum melongena, Solanum torvum, fusi protoplas, regenerasi in vitro] PENDAHULUAN Terung (Solanum melongena) merupakan tanaman sayuran penting di Indonesia dan kini menjadi salah satu komoditas ekspor. Masalah yang dihadapi dalam budi daya terung antara lain adalah serangan penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum. Di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sulawesi, penyakit tersebut dapat mengakibatkan kehilangan hasil 15-95% (Machmud 1985). Strategi pengendalian penyakit layu bakteri dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu secara biologis, mekanis, kimiawi, dan penggunaan varietas tahan. Pengendalian secara biologis dan teknik budi daya baru dilakukan dalam skala percobaan, sedangkan pengendalian secara kimiawi relatif mahal. Pengendali- an dengan menggunakan varietas tahan, dalam jangka panjang merupakan cara pengendalian yang paling efektif dan efisien, namun ketersediaan varietas tahan masih sangat terbatas. Fusi protoplas dan regenerasi hasil fusi antara Solanum melongena dan Solanum torvum Protoplast fusion and regeneration of somatic hybrids of Solanum melongena and Solanum torvum Ali Husni 1 , Ika Mariska 1 , dan Hobir 2 1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jalan Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111, Indonesia 2 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111, Indonesia

Upload: long-ayu

Post on 26-Oct-2015

88 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kuljar

TRANSCRIPT

Page 1: fusi protoplas

Fusi protoplas dan regenerasi hasil fusi ... 1Jurnal Bioteknologi Pertanian, Vol. 9, No. 1, 2004, pp. 1-7

ABSTRACT

One of the problems in eggplant (Solanum melongena)production in Indonesia is bacterial wilt caused by Ralstoniasolanacearum. The most effective and efficient method ofcontrolling the disease is by using resistant varieties. How-ever, a source of resistant character is generally found in thewild species such as S. torvum. Genetic traits from a differentspecies are difficult to be transferred conventionally. One ofthe methods of transferring a genetic character from diffe-rent species is protoplas fusion. This experiment was carriedout to study protoplast fusion and regeneration of somatichybrid of S. melongena and S. torvum. The results showedthat protoplast of S. melongena and S. torvum could beisolated with protoplast density of 106/ml. Protoplast fusioninduced by PEG showed that the higher the concentration ofPEG, and the longer the incubation period, the higher thenumber of protoplast fused. At PEG concentration of 50%and incubation time of 20 minutes, the binner and multifusionwere 8.7 and 11.3, respectively. For protoplast regenerationto produce microcallus, the best medium was KM8P enrichedwith 0.2 mg/l 2.4-D + 0.5 mg/l zeatin + 1 mg/l NAA. By thetreatment, the microcallus produced was 25. Furthermore,KM8P enriched with 0.1 mg/l 2.4-D + 2 mg/l BAP could inducethe development of microcalli to calli. On the media, eightcalli were produced. Shoot formation could be induced byapplying vitamin Morrel & Wetmore + 0.1 mg/l IAA + 2 mg/lzeatin into MS medium.

[Keywords: Solanum melongena, Solanum torvum, protoplastfusion, in vitro regeneration]

ABSTRAK

Salah satu masalah dalam budi daya terung (Solanummelongena) di Indonesia adalah serangan penyakit layu yangdisebabkan oleh Ralstonia solanacearum. Cara yang palingefektif dan efisien untuk menanggulangi penyakit tersebutadalah dengan menggunakan varietas tahan. Namun, sumberketahanan pada umumnya terdapat pada spesies liar seperti S.torvum, sehingga pemindahan sifat tersebut ke dalam terung(S. melongena) sulit dilakukan secara konvensional. Salahsatu cara untuk memindahkan sifat genetik dari dua spesiesyang berbeda adalah melalui fusi protoplas. Dalam penelitian

ini dipelajari teknik fusi protoplas antara S. melongenadengan S. torvum serta regenerasinya sampai menjadi planlet.Isolasi protoplas dapat menghasilkan densitas protoplas yangcukup tinggi, yaitu 106/ml. Induksi fusi secara kimia denganPEG menunjukkan bahwa makin tinggi konsentrasi dan makinlama waktu inkubasi fusi, makin banyak sel yang berfusi. Padakonsentrasi PEG 50% dan waktu inkubasi 20 menit dapatdihasilkan fusi biner dan multifusi masing-masing 8,7 dan11,3. Media terbaik untuk meregenerasikan protoplas menjadimikrokalus adalah KM8P yang diperkaya dengan 0,2 mg/l 2,4-D+ 0,5 mg/l zeatin + 1 mg/l NAA. Dengan perlakuan tersebut,mikrokalus yang dihasilkan mencapai 25. Selanjutnya, KM8Pyang diperkaya dengan 0,1 mg/l 2,4-D + 2 mg/l BAP dapatmerangsang pembentukan mikrokalus menjadi kalus. Denganperlakuan tersebut dapat dihasilkan delapan kalus. Tunasdapat terbentuk pada media dasar MS yang diperkaya denganvitamin Morel & Wetmore + 0,1 mg/l IAA + 2 mg/l zeatin.

[Kata kunci: Solanum melongena, Solanum torvum, fusiprotoplas, regenerasi in vitro]

PENDAHULUAN

Terung (Solanum melongena) merupakan tanamansayuran penting di Indonesia dan kini menjadi salahsatu komoditas ekspor. Masalah yang dihadapi dalambudi daya terung antara lain adalah serangan penyakitlayu bakteri yang disebabkan oleh Ralstoniasolanacearum. Di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, danSulawesi, penyakit tersebut dapat mengakibatkankehilangan hasil 15-95% (Machmud 1985).

Strategi pengendalian penyakit layu bakteri dapatdilakukan melalui berbagai cara, yaitu secara biologis,mekanis, kimiawi, dan penggunaan varietas tahan.Pengendalian secara biologis dan teknik budi dayabaru dilakukan dalam skala percobaan, sedangkanpengendalian secara kimiawi relatif mahal. Pengendali-an dengan menggunakan varietas tahan, dalam jangkapanjang merupakan cara pengendalian yang palingefektif dan efisien, namun ketersediaan varietas tahanmasih sangat terbatas.

Fusi protoplas dan regenerasi hasil fusi antara Solanum melongenadan Solanum torvum

Protoplast fusion and regeneration of somatic hybrids ofSolanum melongena and Solanum torvum

Ali Husni1, Ika Mariska1, dan Hobir2

1Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian,Jalan Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111, Indonesia

2Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor 16111, Indonesia

Page 2: fusi protoplas

2 Ali Husni et al.

Untuk mendapatkan varietas tahan diperlukankeragaman genetik yang luas. Sumber resistensi dariS. melongena ditemukan pada varietas lokal, sepertivarietas Kopek (Winstead dan Kelman 1952). Namun,sifat resisten tersebut sering hilang bila varietastersebut dibudidayakan di daerah lain. Resistensiterhadap penyakit layu banyak ditemukan padaspesies liar, antara lain pada S. glandiforum, S.sanitwongsei, S. mammosum, dan S. torvum (Supriadi1986; Sihachakr et al. 1994).

Memasukkan sifat tahan dari spesies liar ke dalamspesies budi daya melalui hibridisasi konvensionalsering mengalami kegagalan akibat inkompatibilitasatau dihasilkan hibrida yang steril. Untuk mengatasimasalah tersebut, penggabungan sifat dari duaspesies yang berbeda sering dilakukan melalui kulturprotoplas. Dari penelitian yang telah dilakukan, kulturprotoplas dapat menghasilkan keragaman yang tinggi,baik dalam sifat-sifat morfologi maupun resistensiterhadap Phytophthora infestans dan Alternariasolanii (Takebe et al. 1971). Penelitian lain melaporkanbahwa dari kultur protoplas telah diperoleh klon-klonyang tahan terhadap herbisida (Evans dan Sharp 1986)dan R. solanacearum (Husni et al. 2003).

Selain meningkatkan keragaman genetik, kulturprotoplas juga dapat digunakan untuk fusi protoplas.Dengan fusi protoplas, sifat-sifat genetik dari spesiesatau genus yang berbeda dapat digabungkan (Milamet al. 1995; Wara dan Glimileus 1995). Untuk meng-induksi terjadinya fusi dapat dilakukan secara kimiaatau listrik (Purwito 1999). Fusi protoplas melalui carakimia pada umumnya menggunakan polyethyleneglicol (PEG) karena PEG dapat berperan sebagaipenginduksi fusi antara dua protoplas. Molekul HO-CH2(CH-O-CH2) mempunyai polaritas yang cenderungbersifat negatif kemudian mampu membentuk ikatannitrogen dengan kelompok polaritas positif darisubstansi membran. Dengan demikian, PEG dapatbertindak sebagai molekul pengikat antara dua per-mukaan protoplas sehingga terjadi fusi (Kao danMichayluk 1975).

Fusi protoplas dapat dilakukan dengan meng-gabungkan total genom dari suatu varietas denganvarietas lain yang berbeda spesies atau genusnya(Wattimena 1999). Beberapa peneliti menyatakanbahwa keberhasilan memperoleh tanaman hasil fusisangat sulit karena tahapan pekerjaan yang dilaluicukup panjang dan membutuhkan ketelitian dan ke-bersihan yang sangat tinggi untuk setiap tahap. Dariberbagai penelitian fusi protoplas telah diperolehbeberapa hibrida somatik, antara lain S. tuberosumdengan L. pimpinellifolium (Tan 1987), S. khasianum

dengan S. aculestissima (Statmann et al. 1994), S.khasianum dengan S. laciniatum (Sihachakr et al.1995), S. melongena dengan S. aethopicum (Sihachakr1998), S. khasianum dengan S. mammosum (Priyanto1996), serta S. tuberosum BF15 dengan S. stenotomum(Purwito 1999). Walaupun penelitian fusi protoplastelah banyak dilakukan, Purwito (1999) menyatakanbahwa metode fusi protoplas yang dapat berlakuumum pada genus Solanum belum ada, terutamaantara S. melongena dengan S. torvum yang seringmengalami kegagalan dalam regenerasi membentukhibrida baru. Penelitian ini bertujuan untuk mendapat-kan hibrida somatik hasil fusi protoplas antara S.melongena cv. Dourga dengan S. torvum.

BAHAN DAN METODE

Persiapan eksplan

Penelitian dilaksanakan di laboratorium kultur in vitro,Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Biotekno-logi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen),Bogor. Eksplan yang digunakan adalah S. melongenacv. Dourga yang berasal dari laboratorium Morphoge-nese Vegetale Experimentale, Paris Sud University,Perancis serta S. torvum yang tahan berasal darikoleksi BB Biogen, Bogor. S. melongena termasukterung yang rentan terhadap penyakit layu.

Benih dari kedua spesies tersebut disterilkan dalamalkohol 70%, kemudian dalam 0,05% HgCl2 dan 30%clorox masing-masing selama 3 menit. Setelah itubenih dicuci dengan akuades. Benih yang telah di-sterilisasi dikecambahkan dalam media MS + 20 g/lsukrosa dan 7 g/l agar. Media tersebut disterilkandalam autoklaf dengan suhu 121oC selama 20 menit.

Setelah berkecambah, benih disubkultur pada mediabaru dan diinkubasi pada suhu 25-27oC, denganpenyinaran 1.000 lux selama 12 jam tiap hari. Satu bulansetelah pengkulturan, daunnya digunakan sebagaisumber protoplas.

Persiapan larutan enzim

Enzim yang digunakan adalah enzim Sellulase OnozukaRS 0,5% (ml/l); 0,5% (M/v) macerozyme R-10 (YakultHonssa Co.); 0,05% (M/v) MES; dan 9,1% (M/v)manitol. Senyawa tersebut dilarutkan dalam CPW(Sihachakr 1998) dan pH diatur 5,5-5,6 serta di-sterilisasi dengan filter ukuran 0,22 µm. Larutantersebut kemudian dimasukkan ke dalam cawan petriberdiameter 5 cm, masing-masing 5-6 ml setiap cawan.

Page 3: fusi protoplas

Fusi protoplas dan regenerasi hasil fusi ... 3

Isolasi protoplas

Permukaan bagian bawah daun S. melongena dan S.torvum digores dengan pisau secara merata denganjarak antaririsan 2-3 cm. Daun yang telah diiris di-tempatkan dalam cawan petri yang berisi larutanenzim, kemudian diinkubasi dalam kamar gelap padasuhu 27oC selama 16 jam. Untuk membantu melepas-kan protoplas, cawan petri digoyang selama 30 detiksehingga diperoleh larutan protoplas.

Larutan protoplas S. melongena dan S. torvumdisaring dengan metalic sieve berukuran 100 µm,kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1.800 rpmselama 5 menit sampai dihasilkan pelet. Selanjutnyalarutan enzim dipisahkan dan protoplas dilarutkandalam 21% sukrosa dan disentrifugasi kembali selama10 menit. Protoplas murni kemudian diambil meng-gunakan pipet dan disentrifugasi kembali. Selanjut-nya, protoplas dilarutkan dalam 0,5 M manitol + 0,5 mMCaCl2 dan disentrifugasi selama 5 menit sampai ter-bentuk pelet protoplas. Akhirnya protoplas dicucidan densitasnya diukur.

Fusi protoplas

Protoplas S. melongena dan S. torvum yang telahdimurnikan seperti tersebut di atas masing-masingdiencerkan dengan larutan pencuci sehingga densitas-nya menjadi + 5 x 104 protoplas/ml. Selanjutnyasuspensi protoplas dicampur dalam tabung reaksidengan perbandingan volume yang sama dan di-resuspensi sampai homogen. Setelah homogen,suspensi protoplas diambil dengan pipet sebanyak600-800 µl kemudian dimasukkan ke dalam cawan petriberdiameter 5 cm dan dibiarkan selama 5 menit sehing-ga protoplas mengendap. Selanjutnya di sekelilingsuspensi protoplas ditambahkan 100 µl larutan PEGdengan konsentrasi 30% atau 50% sebagai perlakuanselama 10 dan 20 detik untuk menginduksi terjadinyafusi. Larutan PEG kemudian dibuang dan protoplasdibersihkan dengan larutan pencuci. Setelah itu di-lakukan penghitungan secara mikroskopis terhadapprotoplas yang mengalami fusi. Protoplas yang telahdifusikan dikultur dalam media perlakuan untukmemacu pertumbuhannya.

Kultur protoplas hasil fusi

Media yang digunakan adalah media dasar KM8P danVKM, masing-masing diperkaya dengan 0,2 mg/l 2,4-D + 0,5 mg/l zeatin + 0,1 mg/l NAA dengan pH 5,8.Media tersebut disterilisasi dengan filter ukuran 0,22µm. Masing-masing medium dipipet dan dimasukkan

ke dalam cawan petri yang berisi protoplas yang telahdifusi, masing-masing 6 ml setiap cawan. Kultur di-pelihara dalam ruangan tanpa atau dengan penyinaran1.000 lux pada suhu 27oC sampai terbentuk koloni selatau mikrokalus. Pengamatan dilakukan terhadap jum-lah koloni sel dan mikrokalus yang dihasilkan.

Pengenceran suspensi (koloni) sel

Untuk mendorong mikrokalus membentuk kalus,suspensi sel diencerkan dengan media dasar yangsama (KM8P dan VKM), tetapi zat pengatur tumbuh-nya diganti dengan 0,1 mg/l 2,4-D + 2 mg/l BAP. Koloniatau mikrokalus dari setiap cawan petri dibagi menjaditiga kemudian setiap bagian dimasukkan ke dalamcawan petri baru yang telah berisi media pengenceranmasing-masing 6 ml. Kultur disimpan kembali tanpacahaya dalam inkubator bersuhu 27oC. Parameter yangdiamati meliputi jumlah kalus yang dihasilkan darisetiap perlakuan.

Regenerasi tunas

Kalus yang dihasilkan dari setiap perlakuan dipindah-kan ke dalam media padat MS + vitamin Morell + 0,1mg/l IAA dan konsentrasi zeatin sebagai perlakuan (2,4, dan 6 mg/l). Parameter yang diamati pada tahap iniadalah keberhasilan regenerasi kalus membentuktunas. Tunas yang dihasilkan dipindahkan ke dalammedia dasar yang sama, yaitu MS + vitamin Morell(padat) tanpa menggunakan zat pengatur tumbuhuntuk induksi akar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi protoplas

Penggunaan metode Sihachakr (1998) dengan kom-posisi enzim 0,5% Sellulase Onozuka RS + 0,5%macerozyme R-10 + 0,05% MES dan 9,1% manitoldalam larutan dapat mengisolasi protoplas dengandensitas yang tinggi, baik pada S. melongena maupunS. torvum. Purifikasi dilakukan dengan larutan sukrosa21% dan sentrifugasi 1.800 rpm selama 10 menit untukmendapatkan protoplas yang murni dan viabel. Kom-binasi enzim dan cara purifikasi seperti ini dapatdigunakan untuk isolasi protoplas pada beberapatanaman, seperti Artemisia sphaerocephala (Qinxudan Fenjia 1996), Piper nigrum (Husni et al. 1997), S.melongena (Sihachakr 1998; Husni et al. 2003), dan S.torvum (Sihachakr 1998).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa S. torvumdapat menghasilkan protoplas yang lebih banyak

Page 4: fusi protoplas

4 Ali Husni et al.

dibandingkan S. melongena. Hal ini berkaitan dengankeadaan fisiologis eksplan selama kultur, di manabiakan S. torvum mengalami etiolasi sehingga daun-nya lebih lunak dibandingkan S. melongena. Proto-plas yang dihasilkan dari kedua jenis Solanum sangatbaik dan mempunyai viabilitas yang tinggi, ditunjuk-kan oleh penampakan protoplas yang berbentuk bulatsempurna setelah pemurnian (Gambar 1). Jumlahprotoplas S. torvum adalah 8,8 x 106 dan S. melongena3,2 x 106 protoplas/ml.

Fusi protoplas

Sebelum dilakukan fusi antara S. melongena dan S.torvum, densitas protoplas diencerkan menjadi 104/ml,baik protoplas S. melongena maupun S. torvum.Pengenceran dilakukan dengan cara menambahkanmedia pencuci pada protoplas yang telah dimurnikan.Induksi fusi dilakukan dengan larutan fusogen PEGpada campuran protoplas S. melongena dan S. torvumdengan perbandingan volume yang sama. Keber-hasilan fusi dan regenerasi sangat ditentukan olehkonsentrasi PEG dan lama inkubasi dalam larutan PEG.Hasil fusi antara S. melongena dan S. torvum meng-gunakan 100 µl PEG dengan konsentrasi 30% dan 50%selama 10 jam 20 menit dapat dilihat pada Gambar 2.

Jenis fusi yang dihasilkan berupa fusi antara duaprotoplas atau fusi biner (binner fusion) dan lebih daridua protoplas atau multifusi (multifusion) (Gambar 2).Konsentrasi PEG tinggi (50%) lebih banyak meng-

Gambar 1. Isolasi dan fusi protoplas Solanum melongena (sm), S. torvum (st), fusi biner (bf), dan multifusi (mf).Fig. 1. Isolation and protoplast fusion of Solanum melongena (sm), S. torvum (st), binner fusion (bf), and multifusion (mf).

hasilkan protoplas yang melakukan fusi, baik fusibiner maupun multifusi. Makin lama waktu inkubasidalam larutan PEG, makin banyak pula protoplas yang

Gambar 2. Pengaruh konsentrasi PEG dan waktu inkubasiterhadap keberhasilan fusi antara Solanum melongena dan S.torvum .Fig. 2. Effect of PEG concentration and time of incubationon protoplast fusion of Solanum melongena and S. torvum.

2

4

6

8

10

12

010 20Waktu inkubasi (menit)

Time of incubation (min)

3 ,2

4 ,94 ,1

5 ,6

7 ,3

8 ,7

7 ,6

11,3

Binner fusion, PEG 30%Binner fusion, PEG 50%Multifusion, PEG 30%Multifusion, PEG 50%

14

16

Jumlah protoplasyang berfusi

Number of protoplas fusion

Page 5: fusi protoplas

Fusi protoplas dan regenerasi hasil fusi ... 5

mengalami fusi. Pada konsentrasi PEG 50%, protoplasyang mengalami fusi biner sebanyak 4,9 padaperlakuan inkubasi 10 menit dan 8,7 untuk inkubasi 20menit, sedangkan untuk multifusi adalah 5,6 untukinkubasi 10 menit dan 11,3 untuk inkubasi 20 menit.Pada konsentrasi PEG 30%, protoplas yang mengalamifusi biner sebanyak 3,2 untuk inkubasi 10 menit dan7,3 untuk inkubasi 20 menit, sedangkan untukmultifusi sebanyak 4,1 untuk inkubasi 10 menit dan 7,6untuk inkubasi 20 menit.

Kultur protoplas hasil fusi dan pengenceransuspensi sel

Protoplas yang telah difusikan dibersihkan denganlarutan pencuci (0,5 M manitol + 0,5 mM CaC12) untukmenghilangkan pengaruh PEG agar protoplas tidakrusak. Karena konsentrasi PEG dan lama inkubasisangat berpengaruh terhadap keberhasilan regenerasiprotoplas, waktu inkubasi yang terlalu lama dalamlarutan PEG dapat mengganggu keseimbangan tekan-an osmotik di luar dan di dalam protoplas sehinggaprotoplas menjadi pecah (Suryowinoto 1990).

Penggunaan media KM8P dan VKM dengan pe-nambahan 0,2 mg/l 2,4-D + 0,5 mg/l zeatin + 1 mg/lNAA dapat mendorong pertumbuhan dan perkem-bangan protoplas tanaman terung hasil fusi (Sihachakret al. 1989), tanaman kentang (Purwito 1999), danterung bukan fusi (Husni et al. 2003). Protoplas hanyadapat membentuk dinding sel bila berfusi dengan PEG30%, baik pada media KM8P maupun VKM, sedang-kan protoplas yang berfusi dengan PEG 50% tidakdapat membentuk dinding sel (Tabel 1). Hal ini karenakonsentrasi PEG 50% sudah bersifat toksik bagiprotoplas sehingga protoplas menjadi pecah, ataukarena sifat PEG yang dapat mengikat molekul airsehingga protoplas berada dalam keadaan tercekamair yang menyebabkan metabolisme sel tidak sempur-na. Purwito (1999) menyatakan bahwa konsentrasiPEG yang terlalu tinggi dan waktu inkubasi yangterlalu lama dapat menghambat pertumbuhan danperkembangan protoplas.

Tabel 1 juga memperlihatkan bahwa protoplas hasilfusi dengan PEG 30% pada media KM8P dapat mem-bentuk dinding sel paling tinggi, yaitu 32,17% dengansel yang membelah 26,3%. Pada media VKM, 17%protoplas dapat membentuk dinding sel dan 12,5%dapat melakukan pembelahan sel.

Bila dilihat dari pertumbuhan dan perkembanganprotoplas membentuk koloni sel, media dasar KM8Pmemberikan hasil yang lebih baik daripada media VKM(Tabel 2). Pada media KM8P, diperoleh empat koloni sel

dari setiap cawan petri, sedangkan media dasar VKMhanya menghasilkan dua koloni. Keberhasilan pem-bentukan koloni sel yang lebih baik pada media dasarKM8P diduga karena kandungan komposisi vitamin-nya yang lebih kaya dibanding VKM.

Pengenceran koloni sel dengan media baru di-lakukan untuk mendorong pertumbuhan dan per-kembangan protoplas ke tahap berikutnya yaitupembentukan mikrokalus dan kalus. Hal yang samadilaporkan oleh Sihachakr et al. (1989), bahwa peng-gunaan media yang sama dalam pengenceran kolonisel dapat mendorong pertumbuhan dan perkembang-an koloni sel membentuk mikrokalus. Pengencerandilakukan dengan cara membagi koloni sel dalamsetiap cawan petri menjadi tiga kemudian dipindahkanke dalam cawan petri yang baru. Selanjutnya dilaku-kan penambahan media baru dengan jenis media dasaryang sama (KM8P dan VKM), tetapi zat pengatur tum-buh yang digunakan diganti dengan 0,1 mg/l 2,4-D +2 mg/l BAP. Koloni sel dapat tumbuh dan berkembangmenjadi mikrokalus setelah dilakukan pengenceran.

Tabel 1. Pengaruh konsentrasi PEG terhadap kemampu-an protoplas hasil fusi antara Solanum melongena danS. torvum membentuk dinding dan pembelahan sel padasatu minggu setelah kultur.Table 1. Effect of PEG concentration on protoplast of Solanummelongena and S. torvum to cell wall regeneration and celldivision.

Induksi fusi PEGMedia Protoplas dengan Sel

Fusion inductiondasar dinding sel membelah

(%)Basal Cell wall Cell division

medium (%) (%)

30 KM8P 32 ,17 26,3VKM 17 12,5

50 KM8P 0 0VKM 0 0

Tabel 2. Pengaruh media dasar terhadap kemampuanprotoplas hasil fusi antara Solanum melongena dan S.torvum membentuk koloni sel pada 4 minggu setelahkul tur.Table 2. Effect of basal medium on the growth and develop-ment of protoplast of Solanum melongena and S. torvum toproduce cell colonies, 4 week after PEG application.

Induksi fusi PEGMedia Rata-rata jumlah

Fusion inductiondasar koloni sel/6 ml media

(%)Basal Number of

medium cell colony/6 ml medium

30 KM8P 4VKM 2

50 KM8P 0VKM 0

Page 6: fusi protoplas

6 Ali Husni et al.

Mikrokalus dapat terlihat dengan kasat mata pada 2minggu setelah pengenceran dan semakin jelas mem-bentuk kalus pada 4 minggu setelah pengencerandengan warna putih kekuningan (Gambar 3).

Jumlah mikrokalus dan kalus yang dihasilkan setelahpengenceran lebih banyak pada media KM8P daripadamedia VKM, yaitu 25 mikrokalus/5 cawan petri pada

media KM8P dibanding 7 mikrokalus/5 cawan petripada media VKM. Demikian juga halnya untuk pem-bentukan kalus, media KM8P dapat mendorong per-tumbuhan dan perkembangan koloni sel membentukkalus.

Regenerasi tunas

Kalus yang dihasilkan setelah pengenceran dipindah-kan ke media regenerasi (padat) untuk mendorongpembentukan tunas. Media dasar yang digunakanadalah MS + vitamin Morell + IAA 0,1 mg/l denganpenambahan zeatin 2, 4, dan 6 mg/l sebagai perlakuan.Dari delapan kalus yang dihasilkan, hanya kalus yangdipindahkan pada media regenerasi dengan penam-bahan zeatin 2 mg/l yang dapat membentuk tunassetelah 29 hari dalam media regenerasi. Rata-ratajumlah tunas yang dihasilkan sebanyak 3 tunas.

Hasil yang sama dilaporkan oleh Husni et al. (2003)pada regenerasi tunas protoplas terung, di mana padakonsentrasi zeatin yang rendah (1 dan 2 mg/l), kalusdapat beregenerasi menjadi tunas. Setelah diaklima-tisasi di rumah kaca, lebar dan bentuk daun dari tunasyang dihasilkan berbeda dengan kedua tetuanya(Gambar 4). Priyanto (1996) dan Purwito (1999) jugamelaporkan adanya perbedaan penampilan fenotipikhibrida hasil fusi protoplas. Tunas-tunas tersebutkemudian dipindahkan pada media MS tanpa pem-

Gambar 4. Regenerasi tunas dan aklimatisasi hibrida somatik antara Solanum melongena dan S. torvum; a = kalus embriogenik,b = inisiasi tunas, c = penampakan daun hibrida dengan kedua tetuanya setelah aklimatisasi, d = planlet yang diaklimatisasi.Fig. 4. Regeneration and acclimatization of somatic hybrid of Solanum melongena and S. torvum; a = embryogenic callus,b = shoot formation, c = shape of leaf, d = acclimatization.

Gambar 3. Tahapan pertumbuhan dan perkembangan proto-plas hasil fusi antara Solanum melongena dan S. torvummenjadi kalus; a = pembelahan sel, b = koloni sel, c =mikrokalus, d = kalus.Fig. 3. Growth and development of protoplast of Solanummelongena and S. torvum to callus; a = cell division, b = cellcolony, c = microcallus, d = callus.

Page 7: fusi protoplas

Fusi protoplas dan regenerasi hasil fusi ... 7

berian zat pengatur tumbuh untuk induksi akar mem-bentuk planlet. Planlet yang dihasilkan kemudiandiaklimatisasi di rumah kaca untuk pengamatan se-lanjutnya.

KESIMPULAN

Protoplas Solanum melongena dan S. torvum dapatdiisolasi dengan densitas yang tinggi (106 /ml) denganlarutan kombinasi enzim 0,5% Sellulase Onozuka RS +0,5% macerozyme R-10 + 0,05% MES dan 9,1% manitolselama 16 jam dalam keadaan gelap. Untuk meng-induksi terjadinya fusi yang tidak menghambatviabilitas protoplas dapat dilakukan dengan larutanPEG 30%. Jenis fusi yang dihasilkan berupa fusi duaprotoplas atau lebih.

Media dasar KM8P dapat mendorong pertumbuhandan perkembangan protoplas membentuk koloni seldengan penambahan 0,2 mg/l 2,4-D + 0,5 mg/l zeatin +1 mg/l NAA. Penambahan 0,1 mg/l 2,4-D + 2 mg/l BAPdalam media pengenceran dapat mendorong per-tumbuhan koloni sel membentuk mikrokalus dan kalus.

Kalus dapat beregenerasi membentuk tunas padamedia MS + vitamin Morel + 0,1 mg/l IAA + 2 mg/lzeatin. Terdapat perbedaan fenotipik daun hibridayang dihasilkan dibandingkan dengan kedua tetuanya(S. melongena dan S. torvum).

DAFTAR PUSTAKA

Evans, D.A. and W.R. Sharp. 1986. Somaclonal and gameto-clonal. p. 97-132. In D.A. Dian, W.R. Sharp, V.P. Ammirato,and Y. Yamada (Eds). Hand Book of Plant Cell Culture 1.Mc Millan Publ. Co. New York.

Husni, A., 1. Mariska, dan M. Kosmiatin. 1997. Kultur proto-plas hasil fusi antara lada budi daya dengan lada liar. JurnalPenelitian Tanaman Industri 11(5): 199-207.

Husni, A., I. Mariska, G.A. Wattimena, dan A. Purwito. 2003.Keragaman genetik tanaman terung hasil kultur protoplas.Jurnal Bioteknologi Pertanian 8(2): 52-59.

Kao, K.N. and M.R. Michayluk. 1975. Nutritional require-ments for growth of Vicia hajastana cells and protoplastsat very low population density in liquid media. Planta 126:105-110.

Machmud, M. 1985. Bacterial wilt in Indonesia. Bacterial wiltworkshop. PCARD, Los Banos, Laguna, Philippines. 16 pp.

Milam, S., L.A. Payne, and G.R. Mackay. 1995. The integra-tion of protoplast fusion-derived material into a potatobreeding programme: a review of progress and problems.Euphytica 85: 451-455.

Priyanto, B. 1996. Studi fusi protoplast S. khasianum Clarkedengan S. mammosum L. Disertasi Pascasarjana, InstitutPertanian Bogor.

Purwito, A. 1999. Fusi protoplas intra dan interspesies padatanaman kentang. Disertasi Pascasarjana, Institut Pertani-an Bogor.

Qinxu, Z. and J. Fenjia. 1996. Callus formation from protoplastsof Artemisia sphaerocephale Krasch and some factorsinfluencing protoplast division. Plant Cell, Tissue andOrgan Culture 44: 129-134.

Sihachakr, D., R. Haicour, M.H. Chaput, E. Barrientos, G.Dcreux, L. Rossignol, and V. Souvannavong. 1989. Somatichybrid plants produced by electrofusion between Solanummelongena L. and S. torvum S.W. Theor. Appl. Genet. 77: l-6.

Sihachakr, D., M.C. Daunay, 1. Serraf, M.H. Chaput, 1. Mussio,R. Haicour, L. Rossignol, and G. Ducreux. 1994. Somatichybridization of eggplant (Solanum melongena L.) with itsclose and wild relatives. p. 255-278. In Y.P.S. Bajaj (Ed.).Somatic Hybridization in Crop Improvement 1. Biotechno-logy in Agriculture and Forestry Vol. 27. Springer-VerlagBerlin Heidelberg.

Sihachakr, D., I. Serraf, M.H. Chaput, I. Mussio, L. Rossignol,and G. Ducreux. 1995. Regeneration of plants from proto-plasts of S. khasianum C.B. Dark and S. laciniatum Ait.Biotechnology in Agriculture de Protoplastes. Morpho-genese Vegetale Experimentale, Bat. 360, Universite ParisSud. 16 pp.

Sihachakr, D. 1998. Protocole disolement et de culture deprotoplastes. Morphogenese Vegetale Experimentale, Bat.360, Universite Paris Sud. 16 pp.

Supriadi. 1986. Penanggulangan penyakit layu bakteri Solanumkhasianum dengan batang bawah yang tahan. ProsidingSeminar Pembudidayaan Tanaman Obat. Universitas JenderalSoedirman, Purwokerto, Jawa Tengah. hlm. 125-127.

Suryowinoto, M. 1990. Pemuliaan Tanaman secara In Vitro.Petunjuk laboratorium. PAU Biotek. Universitas GadjahMada, Yogyakarta. 321 hlm.

Statmann, M., E. Gericck, and G. Wenzel. 1994. Interspecificsomatic hybrids between S. khasianum and S. aculeatissimumproduced by electrofusion. Plant Cell Rep. 13: 193-196.

Takebe, I., G. Labib, and G. Malchers. 1971. Regeneration ofwhole plants from isolated mesophyll protoplas of tobacco.Naturwissenschaften 58: 318-320.

Tan, M.M.C. 1987. Somatic Hybridization and Cybridizationin Some Solanaceae. Academisch Proefschrift. Vrije Uni-versiteit te Amsterdam.

Wara, S. and K. Glimileus. 1995. The potential of somatichybridization in crop breeding. Euphytica 85: 217-233.

Wattimena, G.A. 1999. Application of biotechnology in hor-ticultural crops production. In Proceeding of Seminar onBiotechnology: Application of Biotechnology in Horti-cultural Production. Bogor Agricultural University-DFIDBritish Council, Bogor, 14 April 1999.

Winstead and A. Kelman. 1952. Inoculation techniques forevaluating resistance to Pseudomonas solanacearum. Phyto-pathology 42: 628-634.