functional behavior assessment · tingkah laku bermasalah dapat dibagi menjadi tiga reinforcement,...
TRANSCRIPT
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 1
FUNCTIONAL BEHAVIOR ASSESSMENT
Ketika akan mencuci tangan sebelum makan siang, seorang anak memutar keran dan
meletakkan tangannya di bawah pancuran, namun anak lainnya justru berteriak-teriak dan
kesal. Mengapa demikian? Seperti yang telah diulas sebelumnya, tingkah laku tersebut
sangat berkaitan erat dengan peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Penilaian tingkah laku
Fungsional (FBA) memberikan hipotesis tentang hubungan di antara jenis-jenis peristiwa dan
tingkah laku tertentu yang terjadi di lingkungan. Secara spesifik, FBA dirancang untuk
mendapatkan informasi tentang tujuan (fungsi) sebuah tingkah laku bagi seseorang.
A. FUNGSI TINGKAH LAKU (functions of behavior)
Bukti yang diperoleh dari penelitian selama beberapa dekade menunjukkan bahwa
baik tingkah laku yang disukai atau tidak disukai, apakah itu mencuci tangan atau hanya
berteriak-teriak, itu dipelajari dan dipertahankan melalui interaksi dengan lingkungan
sosial dan fisik. Interaksi antara tingkah laku dan lingkungan ini dijabarkan sebagai
kontingensi penguatan positif atau negatif. FBA bisa digunakan untuk mengidentifikasi
jenis dan sumber dari penguatan tingkah laku yang negatif, sehingga hasilnya bisa
digunakan sebagai dasar untuk melakukan intervensi untuk menghilangkan terjadinya
tingkah laku negatif tersebut.
FBA dirancang untuk mengidentifikasi hal-hal yang berfungsi sebagai penguat
tingkah laku tersebut. Penguat ini bisa berupa penguat sosial positif atau negatif yang
ditularkan oleh seseorang yang berinteraksi dengan orang tersebut, atau penguat otomatis
yang dihasilkan secara langsung oleh tingkah laku itu sendiri. Gagasan yang melatar
belakangi FBA adalah jika kontingensi penguatan ini bisa diidentifikasi, maka bisa
dirancang suatu intervensi untuk menghilangkan tingkah laku yang bermasalah yang ada
dan meningkatkan tingkah laku adaptif dengan cara mengubah kontingensi-kontingensi
tersebut. FBA mendorong dilakukannya intervensi yang positif dan proaktif terhadap
tingkah laku bermasalah.
1. Penguatan Positif (Positive Reinforcement)
Reinforcement positif yang dapat dijadikan sebagai intervensi untuk memperkuat
tingkah laku bermasalah dapat dibagi menjadi tiga reinforcement , yaitu 1) Social Positive
Reinforcement (Attention), 2) Tangible Reinforcement, 3) Automatic Positive
Reinforcement, yang dapat dilihat dalam kolom berikut:
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 2
Social Positive
Reinforcement (Attention)
Tangible Reinforcement Automatic Positive
Reinforcement
Tingkah laku bermasalah
seringkali langsung
mendapatkan perhatian dari
orang lain, seperti menoleh,
terkejut, teguran, usaha-
usaha untuk menenangkan,
menasihati, atau
mengalihkan perhatian; dan
sebagainya. Reaksi ini
dapat memberikan
penguatan positif terhadap
tingkah laku yang
bermasalah, dan tingkah
laku yang bermasalah
tersebut akan terjadi lagi
pada situasi yang sama.
tingkah laku bermasalah
yang mendapat penguatan
positif dalam bentuk reaksi
dari orang lain seringkali
terjadi di sebuah situasi di
mana tingkat perhatian
sangat rendah.
Sebagian besar tingkah
laku memungkinkan untuk
masuk ke material-material
penguat atau stimulus
lainnya. Perbuatan seperti
menekan tombol remot TV
untuk mengganti acara
yang disukai sudah bisa
menimbulkan tingkah laku
bermasalah dan
menghasilkan suatu
penguatan. Seorang anak
bisa jadi terus menangis
dan merengek sampai acara
yang disukainya
dikembalikan. tingkah laku
bermasalah bisa
berkembang ketika tingkah
laku tersebut secara
konsisten menghasilkan
suatu peristiwa atau benda
yang diinginkan. Hal ini
seringkali terjadi karena
dengan memberikan benda
tersebut akan
menghentikan secara
sementara tingkah laku
yang bermasalah tersebut
(misalnya, rengekan),
meskipun hal ini justru
membuat peluang
terjadinya tingkah laku
bermasalah tersebut
terulang kembali dan
semakin besar.
Beberapa tingkah laku
tidak bergantung pada
tindakan orang lain untuk
bisa menghasilkan sesuatu;
beberapa tingkah laku bisa
menghasilkan penguatnya
sendiri. Misalnya,
menghisap jempol bisa jadi
mengalami penguatan
karena adanya stimulasi
fisik dari tangan atau
mulut. Sebuah tingkah laku
dikatakan telah dilestarikan
oleh penguatan otomatis
yaitu ketika tingkah laku
tersebut terjadi dengan
cara mengesampingkan
penguatan sosial yang ada
(misalnya, tingkah laku
tersebut tetap terjadi
meskipun si pelaku sedang
sendirian).
2. Penguatan Negatif (Negative Reinforcement)
Social Negative Reinforcement (Escape) Automatic Negatif Reinforcement
Sebagian besar tingkah laku yang
dipelajari adalah sebagai hasil dari
Stimulasi aversif, seperti rasa sakit secara
fisik atau kondisi yang tidak nyaman,
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 3
efektifitas dalam menghilangkan atau
menunda peristiwa-peristiwa aversif.
Tindakan menutup telepon akan
memutuskan interaksi dengan seorang
telemarketer; penyelesaian suatu tugas
akan menghilangkan permintaan dari
orang lain untuk menyelesaikan tugas
tersebut. tingkah laku bermasalah dapat
dipertahankan/dilestarikan dengan cara
yang sama. tingkah laku seperti agresi;
tingkah laku melukai diri sendiri, dan
gaya bicara yang aneh akan dapat
menghentikan atau menghindari interaksi
yang tidak dinginkan dengan orang lain.
merupakan unsur yang memotivasi dalam
memperkuat penghentiannya. Tingkah
laku yang secara langsung menghentikan
stimulasi aversif akan dipertahankan oleh
penguatan negatif yang merupakan suatu
hasil otomatis dari sebuah respon.
Misalnya, mengoleskan balsam di tempat
yang terkena tanaman gatal dapat
diperkuat secara negatif oleh keinginan
untuk menghilangkan rasa gatal di kulit.
3. Fungsi versus Topografi
Topografi tingkah laku yang sama dapat diterapkan pada fungsi-fungsi yang
berbeda untuk individu-individu yang berbeda. Misalnya, rengekan bisa jadi akan
diperkuat secara positif dalam bentuk perhatian yang diberikan pada seorang anak, dan
diperkuat secara negatif dalam bentuk pelarian diri ke anak yang lain. Oleh karena
itulah, penilaian terhadap fungsi tingkah laku akan dapat memberikan informasi yang
bermanfaat yang dapat digunakan dalam menentukan intervensi seperti apa yang paling
tepat.
B. PERANAN PENILAIAN FUNGSIONAL TINGKAH LAKU TERHADAP
INTERVENSI DAN PREVENSI
1. FBA dan Intervensi
Jika hubungan sebab akibat antara peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan
dan sebuah tingkah laku dapat ditentukan, maka hubungan tersebut akan bisa diubah,
sehingga akan mengurangi peluang terjadinya tingkah laku bermasalah berikutnya.
Intervensi FBA bisa terdiri dari tiga strategi pendekatan: mengubah variabel anteseden
(sebelumnya), mengubah variabel konsekuen (akibat), dan mengajarkan tingkah laku
alternatif.
a. Mengubah Variabel Anteseden
FBA bisa mengidentifikasi anteseden-anteseden yang bisa diubah sehingga
mengurangi kemungkinan terjadinya tingkah laku yang bermasalah. Mengubah
anteseden tingkah laku bermasalah akan mengubah dan atau menghilangkan (a) hal
yang memotivasi tingkah laku bermasalah tersebut atau (b) stimulus diskriminatif
yang memicu tingkah laku bermasalah. Misalnya, hal yang memotivasi anak
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 4
merengek-rengek ketika diminta untuk mencuci tangan sebelum makan siang dapat
dimodifikasi dengan cara mengubah karakteristik-karakteristik yang berkaitan dengan
kegiatan makan siang, sehingga penghindaran terhadap suatu peristiwa tertentu tidak
akan memperkuatnya (misalnya, mengubah tatanan meja menjadi lebih sederhana,
mengatur jarak letak duduk, mengurangi makanan kecil sebelum makan siang, dan
menawarkan makanan yang diinginkan untuk makan siang). Dalam hal ini stimulus
yang menyebabkan masalah dalam tingkah laku dihilangkan, dengan demikian dapat
mengurangi tingkah laku bermasalah.
b. Mengubah Variabel Konsekuensi
FBA juga dapat mengidentifikasi sumber penguatan tingkah laku bermasalah yang
ingin dihilangkan. Misalnya, hasil FBA yang mengindikasikan bahwa rengekan anak
itu dipertahankan/dilestarikan oleh penguatan negatif sosial (penghindaran atau
pelarian diri) memberikan beberapa pilihan solusi, seperti berikut ini:
1) Tingkah laku bermasalah tersebut dapat dihilangkan dengan cara memastikan
bahwa hal yang memperkuat (misalnya, menghindari makan siang) tidak akan
menghasilkan tingkah laku bermasalah berikutnya (rengekan).
2) Bisa juga dilakukan pengubahan jadwal sehingga tindakan mencuci tangan
akan menghasilkan pelarian diri dari suatu peristiwa yang tidak begitu disukai.
c. Mengajarkan tingkah laku Alternatif
FBA juga bisa mengindetifikasi tingkah laku - tingkah laku alternatif seperti
apa yang bisa diterapkan sebagai pengganti tingkah laku yang bermasalah. Alternatif
yang digunakan memiliki fungsi yang sama (i.e., menghasilkan reinforcer yang sama)
Misalnya, seorang siswa boleh diajarkan untuk menyentuh sebuah kartu komunikasi “
later” setelah dia mencuci tangannya sebagai penolakan/ penundaan saat duduk di
meja makan.
2. FBA dan Teknologi Default
Intervensi yang dilakukan berdasarkan hasil FBA sampai saat ini dianggap masih
yang paling efektif dibandingkan lainnya. Mengetahui mengapa suatu tingkah laku
terjadi seringkali akan menghasilkan bagaimana tingkah laku tersebut bisa diubah
menjadi lebih baik. Identifikasi yang terlalu dini terhadap suatu tingkah laku sebelum
kita memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang tujuan dari dilakukannya suatu
tingkah laku hanya akan menghasilkan tindakan yang tidak efektif, tidak efisien, dan
bahkan justru berbahaya.
Sebagai contoh, misalnya kita menerapkan prosedur time out pada anak yang
selalu merengek ketika disuruh mencuci tangan sebelum makan siang, yaitu dengan
menghilangkan tindakan mencuci tangan dan langsung menyuruh si anak duduk di
kursi makan. Hal ini akan berarti bagi si anak bahwa rengekan merupakan strategi
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 5
yang jitu untuk menghindari suatu peristiwa. Dan suatu saat, strategi ini akan
meningkat, bahkan untuk menghindari kegiatan makan siang itu sendiri. Sebagai
akibatnya, pihak pengasuh, dalam hal ini orang tua, akan melakukan intervensi yang
bersifat intrusif, koersif, atau yang berbasis hukuman untuk menghentikan rengekan
tersebut. Intervensi inilah yang kita sebut sebagai teknologi default.
FBA dapat mengurangi penggunaan teknologi default ini dan memberikan solusi
intervensi yang lebih efektif dalam beberapa cara. Ketika kita menggunakan FBA,
maka intervensi yang dilakukan adalah yang berbasis pada penguatan, bukan
intervensi yang berbasis pada hukuman. Sebab intervensi berbasis penguatan akan
lebih tahan lama dibandngkan intervensi yang berbasis hukuman.
3. FBA dan Prevensi
Dengan memahami kondisi yang melandasi suatu tingkah laku itu dilakukan, maka
FBA juga bisa memberikan tindakan prevensi agar hambatan-hambatan yang ada bisa
dihilangkan. Meskipun tingkah laku bermasalah bisa ditekan dengan menggunakan
prosedur hukuman, namun tingkah laku tersebut suatu saat akan muncul kembali,
sebab hal yang memotivasi tingkah laku tersebut belum hilang. Misalnya, hukuman
berupa tidak boleh makan siang memang akan menghilangkan rengekan saat mencuci
tangan, namun hukuman tersebut tidak menghilangkan anggapan bahwa penghindaran
merupakan penguat bagi suatu peristiwa yang tidak diinginkan. Dengan demikian,
tingkah laku lainnya yang menghasilkan penghindaran akan muncul dan berkembang,
seperti agresi, perusakan barang, atau melarikan diri. Efek seperti inilah yang ingin
dihindari ketika kita menggunakan intervensi yang berbasis pada fungsi penguat
tingkah laku yang bermasalah.
C. PENINJAUAN TERHADAP METODE-METODE FBA
Metode FBA bisa diklasifikasikan ke dalam tiga jenis: (a) analisis fungsional
(eksperimental), (b) penilaian deskriptif, dan (c) penilaian tidak langsung. Metode ini
bisa dilakukan secara mandiri atau secara berkelanjutan. Memilih metode atau
gabungan metode yang terbaik memerlukan pertimbangan terhadap kelebihan dan
keterbatasan dari masing-masing metode
1. Analisis Fungsional (Eksperimental)
a. Prosedur Dasar
Pada analisis ini, anteseden dan konsekuen yang terepresentasi dari lingkungan
sekitar seseorang diatur sedemikian rupa sehingga efek-efeknya terhadap tingkah laku
bermasalah akan bisa diamati dan diukur. Penilaian jenis ini seringkali disebut sebagai
sebuah analogi, sebab anteseden dan konsekuen yang juga terjadi di rutinitas sehari-
hari disajikan secara sistematis, namun analisisnya tidak dilakukan pada konteks
rutinitas yang terjadi sehari-hari.
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 6
Kondisi analogi seringkali dipergunakan sebab ia membuat pelaku analisis
tingkah laku bisa lebih mengontrol variabel-variabel lingkungan yang ada. Analogi ini
cenderung merujuk pada penyusunan variabel-variabel ketimbang pada setting
dilakukannya penilaian tersebut. Penelitian telah membuktikan bahwa analisis
fungsional yang dilakukan lingkungan sekitar (misalnya ruang kelas) akan
memberikan hasil yang sama (dan bahkan lebih jelas) dengan analisis yang dilakukan
pada setting simulasi.
b. Interpretasi Terhadap Analisis Fungsional
Fungsi tingkah laku bermasalah bagi seseorang dapat ditentukan dengan melihat
grafik hasil analisis, dan kemudian bisa diidentifikasi kondisi-kondisi yang memiliki
tingkatan tertinggi dalam menunjang terjadinya tingkah laku tersebut. Grafik untuk
masing-masing potensi tingkah laku bermasalah ini ditunjukkan pada Gambar 24.1.
Di sini nampak bahwa potensi tingkah laku bermasalah pada kondisi bermain adalah
relatif rendah, sebab tidak ada unsur pemotivasi dari tingkah laku bermasalah
tersebut. Meningkatnya tingkah laku bermasalah pada kondisi perhatian yang tidak
tentu menegaskan bahwa tingkah laku bermasalah dipertahankan/dilestarikan oleh
penguatan positif sosia.l (lihat grafik di atas bagian kiri pada Gambar 24.1).
Tabel 24.1 Memotivasi Operasi dan Kontigensi Penguatan Kontrol dan Kondisi Uji yang Khas
dari Analisis Fungsional.
Kondisi
Kondisi Antecedent
(memotivasi operasi)
Konsekuensi untuk tingkah
laku bermasalah
Bermain
(kontrol)
Kegiatan yang terpilih terus
menerus tersedia, perhatian
sosial yang diberikan, dan tidak
menuntut ditempatkan pada
seseorang
Masalah tingkah laku
diabaikan atau diarahkan
secara netral
Perhatian yang
kontingen
Perhatian dialihkan atau
disembunyikan dari orang
tersebut
Perhatian dalam bentuk
teguran ringan atau
pernyataan yang
menyejukan (misalnya:
“Jangan melakukan itu,
Engkau akan menyakiti
orang lain”)
Kemungkinan
melarikan diri
Tuntutan tugas disampaikan
terus menerus dengan
menggunakan tiga langkah yang
mendorong prosedur (misalnya:
(1) “Anda perlu melipat
handuk”, (2) Model lipat handuk,
Beristirahat dari tugas yang
diberikan dengan
melepaskan bahan tugas
dan menghentikan
petujuknya untuk
menyelesaikan tugas
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 7
(3) Memberikan bantuan tangan
untuk melipat handuk)
Kesendirian
Rendahnya tingkat stimulasi
lingkungan (yaitu: terapis, bahan
tugas, dan alat-alat permainan
yang tidak ada)
Masalah tingkah laku
diabaikan atau diarahkan
secara netral
Gambar 24.1 Pola-pola data yang khas dari setiap fungsi tingkah laku selaku
melakukan analisi fungsional
c. Keunggulan analisis fungsional
Keunggulan utama analisis fungsional adalah kemampuannya dalam menunjukkan
dengan jelas variabel-variabel yang berhubungan dengan terjadinya tingkah laku
bermasalah. Bahkan, analisis fungsional ini digunakan sebagai standar penelitian dalam
mengevaluasi sistem penilain-penilaian lainnya, dan memberikan metode-metode terapan
yang paling banyak digunakan dalam penelitian bidang tingkah laku bermasalah. Selain
itu, analisis ini merupakan alat yang paling memungkinkan dihasilkannya sebuah solusi
intervensi yang berbasis penguatan, dan meminimalisir penggunaan intervensi yang
berbasis hukuman.
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 8
d. Keterbatasan Analisis Fungsional
1) Adanya suatu resiko bahwa proses penilaian yang dilakukan bisa memperkuat secara
sementara atau meningkatkan tingkah laku yang tidak diinginkan ke tingkatan yang
dapat diterima.
2) Meskipun masih sangat sedikit hal yang diketahui oleh para praktisi tentang
akseptabilitas prosedur analisis fungsional ini, penyusunan kondisi-kondisi yang
dijadikan acuan pada tingkah laku bermasalah justru bisa berbalik kontraintuitif
kepada orang-orang yang tidak memahami cara penggunaan dan tujuannya.
3) Beberapa tingkah laku (misalnya, tingkah laku yang jarang terjadi) tidak bisa
dianalisis dengan menggunakan analisis fungsional.
4) Analisis fungsional yang dilakukan pada setting kondisi buatan kemungkinan tidak
akan bisa mendeteksi variebel-variabel yang berpengaruh pada terjadinya tingkah laku
bermasalah di lingkungan nyata.
5) Waktu, usaha, dan tenaga profesional yang dibutuhkan untuk menjalankan dan
mengintepretasikan analisis ini seringkali menjadi hambatan dalam penerapan hasil-
hasil yang didapat pada tataran praktek.
2. Penilaian tingkah laku Fungsional Deskriptif
Sebagaimana dengan analisis fungsional, penilaian tingkah laku deskriptif
fungsional menggunakan observasi langsung terhadap tingkah laku ; tidak seperti analisis
fungsional, bagaimanapun, pengamatan yang dibuat di bawah kondisi yang terjadi secara
alami. Oleh karena itu, penilaian deskriptif melibatkan pengamatan tingkah laku masalah
dalam kaitannya dengan peristiwa yang tidak diatur secara sistematis.
Ada tiga variasi penilaian deskriptif:
a. Perekaman ABC (Anteseden-Behavior-Consequen) secara kontinyu
Dengan menggunakan perekaman ABC secara kontinyu, pengamat bisa mencatat
kejadian tingkah laku bermasalah yang menjadi sasaran dan memilih peristiwa sehari-
hari di lingkungan sekitar selama periode waktu tertentu. Kode untuk anteseden,
tingkah laku yang bermasalah, dan konsekuensi bisa dikembangkan dengan
mendasarkan pada informasi yang diperoleh dari wawancara atau perekaman ABC
secara naratif. Sebagai contoh, dengan menggunakan wawancara dan perekaman
naratif, Lalli, Browder, Mace, dan Brown (1993) mengembangkan kode untuk stimulus
dan respon yang digunakan untuk merekam peristiwa anteseden dan peristiwa-peristiwa
selanjutnya (perhatian, penguatan nyata, pelarian) pada tingkah laku bermasalah yang
terjadi di aktifitas ruang kelas. Melalui metode ini, kejadian dari suatu peristiwa
tertentu diberi tanda pada lembar data (menggunakan interval parsial, sampling waktu
tertentu, atau pencatatan frekuensi) (lihat Gambar 24.2).
Peristiwa lingkungan sekitar yang menjadi sasaran (anteseden dan konsekuensi)
akan dicatat kapanpun peristiwa tersebut terjadi, tanpa melihat apakah di dalamnya
terdapat tingkah laku yang bermasalah ataupun tidak. Data tersebut menunjukkan
bahwa tindakan merengek-rengek ( tingkah laku ) seringkali terjadi ketika para siswa
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 9
disuruh untuk mencuci tangan (anteseden); rengekan tersebut kemudian seringkali
diatasi dengan cara menghilangkan perintah yang sudah diberikan.
Gambar 24.2 Daftar kumpulan sampel data untuk perekaman ABC
kontinyu.
Form Perekaman ABC
Pengamat: R. Van Norman
Waktu mulai: 9.30 AM Waktu berakhir: 10.15 AM
Tanggal: 25 Januari 2005
Anteseden tingkah laku Konsekuensi
Daftar tugas/instruksi
Perhatian dialihkan
Interaksi sosial
Terlibat pada aktifitas
yang disukai
Aktifitas yang disukai
dihilangkan
Sendirian (tanpa
perhatian/tanpa aktifitas
Marah-
marah/mereng
ek
Agresi
Perhatian sosial
Teguran
Perintah tugas
Akses ke hal yang
disukai
Tugas dihilangkan
Perhatian dialihkan
Daftar tugas/instruksi
Perhatian dialihkan
Interaksi sosial
Terlibat pada aktifitas
yang disukai
Aktifitas yang disukai
dihilangkan
Sendirian (tanpa
perhatian/tanpa aktifitas
Marah-
marah/mereng
ek
Agresi
Perhatian sosial
Teguran
Perintah tugas
Akses ke hal yang
disukai
Tugas dihilangkan
Perhatian dialihkan
Daftar tugas/instruksi
Perhatian dialihkan
Interaksi sosial
Terlibat pada aktifitas
yang disukai
Aktifitas yang disukai
dihilangkan
Sendirian (tanpa
perhatian/tanpa aktifitas
Marah-
marah/mereng
ek
Agresi
Perhatian sosial
Teguran
Perintah tugas
Akses ke hal yang
disukai
Tugas dihilangkan
Perhatian dialihkan
Daftar tugas/instruksi
Perhatian dialihkan
Interaksi sosial
Terlibat pada aktifitas
yang disukai
Aktifitas yang disukai
dihilangkan
Sendirian (tanpa
Marah-
marah/mereng
ek
Agresi
Perhatian sosial
Teguran
Perintah tugas
Akses ke hal yang
disukai
Tugas dihilangkan
Perhatian dialihkan
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 10
perhatian/tanpa aktifitas
Daftar tugas/instruksi
Perhatian dialihkan
Interaksi sosial
Terlibat pada aktifitas
yang disukai
Aktifitas yang disukai
dihilangkan
Sendirian (tanpa
perhatian/tanpa aktifitas
Marah-
marah/mereng
ek
Agresi
Perhatian sosial
Teguran
Perintah tugas
Akses ke hal yang
disukai
Tugas dihilangkan
Perhatian dialihkan
Daftar tugas/instruksi
Perhatian dialihkan
Interaksi sosial
Terlibat pada aktifitas
yang disukai
Aktifitas yang disukai
dihilangkan
Sendirian (tanpa
perhatian/tanpa aktifitas
Marah-
marah/mereng
ek
Agresi
Perhatian sosial
Teguran
Perintah tugas
Akses ke hal yang
disukai
Tugas dihilangkan
Perhatian dialihkan
Daftar tugas/instruksi
Perhatian dialihkan
Interaksi sosial
Terlibat pada aktifitas
yang disukai
Aktifitas yang disukai
dihilangkan
Sendirian (tanpa
perhatian/tanpa aktifitas
Marah-
marah/mereng
ek
Agresi
Perhatian sosial
Teguran
Perintah tugas
Akses ke hal yang
disukai
Tugas dihilangkan
Perhatian dialihkan
Daftar tugas/instruksi
Perhatian dialihkan
Interaksi sosial
Terlibat pada aktifitas
yang disukai
Aktifitas yang disukai
dihilangkan
Sendirian (tanpa
perhatian/tanpa aktifitas
Marah-
marah/mereng
ek
Agresi
Perhatian sosial
Teguran
Perintah tugas
Akses ke hal yang
disukai
Tugas dihilangkan
Perhatian dialihkan
Daftar tugas/instruksi
Perhatian dialihkan
Interaksi sosial
Terlibat pada aktifitas
yang disukai
Aktifitas yang disukai
dihilangkan
Sendirian (tanpa
perhatian/tanpa aktifitas
Marah-
marah/mereng
ek
Agresi
Perhatian sosial
Teguran
Perintah tugas
Akses ke hal yang
disukai
Tugas dihilangkan
Perhatian dialihkan
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 11
Daftar tugas/instruksi
Perhatian dialihkan
Interaksi sosial
Terlibat pada aktifitas
yang disukai
Aktifitas yang disukai
dihilangkan
Sendirian (tanpa
perhatian/tanpa aktifitas
Marah-
marah/mereng
ek
Agresi
Perhatian sosial
Teguran
Perintah tugas
Akses ke hal yang
disukai
Tugas dihilangkan
Perhatian dialihkan
Daftar tugas/instruksi
Perhatian dialihkan
Interaksi sosial
Terlibat pada aktifitas
yang disukai
Aktifitas yang disukai
dihilangkan
Sendirian (tanpa
perhatian/tanpa aktifitas
Marah-
marah/mereng
ek
Agresi
Perhatian sosial
Teguran
Perintah tugas
Akses ke hal yang
disukai
Tugas dihilangkan
Perhatian dialihkan
Kelebihan Perekaman ABC
Penilaian deskriptif berbasis perekaman kontinyu menggunakan ukuran-
ukuran yang tepat (sama dengan analisis fungsional), dan di beberapa kasus korelasi
yang ada merefleksikan suatu hubungan sebab akibat. Karena penilaian ini dilakukan
pada konteks terjadinya tingkah laku bermasalah, maka metode ini dapat memberikan
informasi yang bermanfaat untuk merancang analisis fungsional selanjutnya. Selain
itu, metode ini tidak perlu mengganggu rutinitas orang lain.
Keterbatasan Perekaman ABC
Meskipun metode ini dapat menunjukkan hubungan antara peristiwa tertentu
dengan tingkah laku yang bermasalah, namun pada kenyataannya hubungan tersebut
sangat sulit dideteksi. Oleh karena itu, maka untuk menganalisis data deskriptif
tersebut diperlukan penghitungan probabilitas/peluang bersyarat. Probabilitas
bersyarat adalah kecenderungan munculnya tingkah laku bermasalah yang menjadi
target pada situasi yang ditetapkan. Berdasarkan Gambar 24.2 di atas, probabilitas
bersyarat dari marah-marah/merengek dapat diolah dengan menghitung (a) proporsi
kejadian marah-marah yang diawali oleh adanya anteseden berupa instruksi, dan (b)
proporsi kejadian marah-marah dimana konsekuensinya berupa penghilangan tugas.
b. Perekaman ABC Naratif
Data yang dikumpulkan hanya ketika tingkah laku yang menarik diamati, dan
rekaman mencakup setiap peristiwa yang segera mendahului dan mengikuti tingkah
laku sasaran. Perekaman ABC naratif merupakan sebuah bentuk dari penilaian
deskriptif yang berbeda dari perekaman kontinyu dimana pada metode ini (a) data
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 12
dikumpulkan hanya ketika tingkah laku yang menjadi target terjadi, dan (b)
perekamannya bersifat terbuka atau open-ended (semua peristiwa yang mendahului
dan mengikuti terjadinya tingkah laku bermasalah akan dicatat). Karena pencatatan
data hanya dilakukan ketika tingkah laku yang menjadi sasaran terjadi, maka metode
ini tidak memakan banyak waktu dibandingkan perekaman kontinyu.
Keterbatasan perekaman naratif
Perekaman naratif sangat jarang dilaporkan pada penelitian yang diterbitkan,
oleh karena itu penggunaannya untuk mengidentifikasi fungsi-fungsi tingkah laku
belumlah ditetapkan. Namun demikian, perekaman ABC naratif mampu
mengidentifikasi hubungan fungsional yang tidak muncul karena anteseden dan
konsekuensi yang direkam hanyalah yang berhubungan dengan tingkah laku sasaran
saja. Misalnya, data ABC terkadang mengindikasikan sebuah hubungan antara
perhatian rekan sebaya dan gangguan, padahal perhatian rekan sebaya juga sering
terjadi ketika siswa tidak mendapatkan gangguan.
Keterbatasan perekaman ABC naratif lainnya kemungkinan adalah tingkat
keakuratannya. Jika pihak pengamat tidak dilatih dengan baik, maka kemungkinan
mereka akan salah mengartikan dan menggunakan penilaian subyektif. Perekaman
ABC naratif ini tidak sesuai jika digunakan untuk mengumpulkan informasi awal
yang digunakan untuk analisis selanjutnya.
c. Scatterplots.
Prosedur untuk mencatat sejauh mana suatu tingkah laku sasaran terjadi lebih
sering pada waktu tertentu dari yang lain. Secara spesifik, metode ini membagi hari
menjadi beberapa bagian waktu (misalnya, rangkaian segmen 30 menitan). Untuk
tiap-tiap segmen waktu, pengamat menggunakan simbol yang berbeda-beda pada
lembar pengamatan untuk mengindikasikan apakah tingkah laku yang menjadi
sasaran terjadi sering, jarang, atau tidak terjadi sama sekali. Setelah data dikumpulkan
dalam beberapa periode hari, kemudian data tersebut dianalisis untuk mengetahui
pola-polanya.
Kelebihan Scatterplot
Keunggulan utama dari scatterplot adalah metode ini mampu mengidentifikasi
periode waktu saat terjadinya tingkah laku yang bermasalah. Informasi seperti ini
tentu saja sangat bermanfaat untuk mengetahui periode waktu di satu hari dan
mengetahui fungsi tingkah laku bermasalah yang menjadi sasaran.
Keterbatasan scatterplot
Meskipun scatterplot sering digunakan pada tataran praktek, namun masih
sangat sedikit yang diketahui tentang penggunaannya. Permasalahan lainnya adalah
sangat sulit memperoleh data yang akurat dengan menggunakan metode scatterplot,
sehingga sangat sulit untuk melakukan interpretasi terhadap hasil analisa datanya.
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 13
D. Penilaian Tingkah Laku Tidak Langsung
Metode ini menggunakan wawancara terstruktur, checklist, skala peringkat, atau
kuesioner untuk mendapatkan infromasi dari orang yang dekat (misalnya, guru, orang tua,
pengasuh) dengan orang yang memiliki tingkah laku bermasalah untuk mengidentifikasi
kondisi-kondisi yang mungkin behubungan dengan tingkah laku bermasalah. Metode ini
disebut “tak langsung” sebab metode ini tidak melibatkan observasi langsung terhadap
tingkah laku bermasalah, namun hanya mencari informasi-informasi berdasarkan apa yang
diketahui orang lain.
Wawancara digunakan secara rutin dalam penilaian. Tujuan dari wawancara adalah
untuk memperoleh informasi secara jelas dan objektif tentang tingkah laku bermasalah,
anteseden, dan konsekuensi. Kegiatan ini juga menjelaskan konsekuensi dari tingkah
laku seperti ;kapan( berapa kali), dimana (setting, aktivitas, peristiwa), dengan siapa, dan
seberapa sering itu terjadi, apa yang biasanya mendahului tingkah laku (anteseden), apa
yang dilakukan anak segera setelah tingkah laku (konsekuensi), dan langkah apa yang
sebelumnya telah diambil untuk mengatasi masalah, dan apa hasilnya. Skala tingkah laku
bertingkat dirancang untuk penilaian fungsional dengan meminta informan untuk
memperkirakan sejauh mana tingkah laku terjadi dalam kondisi tertentu, dengan
menggunakan skala Likert (misalnya, tidak pernah,jarang, biasanya, selalu). Hipotesis
tentang fungsi dari suatu tingkah laku didasarkan pada skor yang terkait dengan kondisi
masing-masing. Fitur dari skala penilaian tingkah laku beberapa dirangkum dalam Tabel
24.2.
Kelebihan dari metode ini adalah bisa memberikan sumber informasi yang
bermanfaat yang bisa digunakan sebagai panduan proses berikutnya, memberikan
penilaian yang lebih obyektif, dan membantu dalam mengembangkan hipotesis tentang
variabel-variabel yang berhubungan dengan tingkah laku bermasalah. Selain itu, karena
observasinya tidak bersifat langsung, maka metode ini dirasa lebih nyaman digunakan
oleh sebagian orang.
Keterbatasan dari FBA tidak langsung adalah informan mungkin tidak memiliki
ingatan yang akurat dan bias dari tingkah laku dan kondisi di mana itu terjadi, sehingga
kondisi-kondisi yang melatarbelakngi suatu tingkah laku bermasalah menjadi sulit
dipahami secara benar. Selain itu kurangnya data empiris yang valid menjadikan motede
ini tidak direkomendasikan sebagai sarana utama untuk mengidentifikasi fungsi tingkah
laku.
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 14
Tabel 24.2 Uraian Skala Penilaian Tingkah laku yang Digunakan untuk Menilai
Kemungkinan Fungsi-fungsi Tingkah laku Bermasalah
Skala nilai
tingkah laku
Fungsi yang
dinilai
Format dan
jumlah item
Contoh item dan
kemungkinan fungsi
Motivation
Assessment
Scale (MAS)
Penguatan
sensorik,
pelarian,
perhatian, dan
penguatan
nyata/tangibel
reinforcement
16 pertanyaan
(masing-masing 4
untuk 4 fungsi),
skala,
selalu,jarang, tidak
pernah, dan
biasanyanya.
Apakah tingkah laku
tersebut akan muncul
ketika anda bebicara
dengan orang lain di
ruang tersebut?
(perhatian)
Motivation
Analysis
Rating Scale
(MARS)
Penguatan
sensorik,
pelarian, dan
perhatian
6 pernyataan
(masing-masing 2
untuk 3 fungsi),
skala 4 poin dari
selalu sampai
tidak pernah
Tingkah laku berhenti
sesegera ketika anda
tidak lagi meminta
orang tersebut
melakukannya.
Problem
Behavior
Questionnaire
(PBQ)
Perhatian rekan
sebaya, perhatian
guru,
menghindari
perhatian rekan
sebaya,
menghindari
perhatian guru,
dan penilaian
terhadap
peristiwa.
Pertanyaan,
dengan rentang 7
poin.
Ketika tigkah laku
bermasalah terjadi,
apakah rekan sebaya
meresponnya secara
verbal ataukah
menertawai siswa?
(perhatian rekan
sebaya)
Functional
Analysis
Screening
Tool (FAST)
Penguatan sosial
(perhatian, item
yg disukai),
penguatan sosial
(pelarian diri),
penguatan
otomatis oleh
stimulasi
sensorik,
penguatan
otomatis dengan
meredam rasa
sakit.
Pernyataan ya atau
tidak.
Ketika tingkah laku
bermasalh terjadi,
apakah biasanya anda
menenangkan orang
tersebut ataukah
mengalihkan
perhatiannya dengan
aktifitas lain yg
disukai?
Questions
About
Behavioral
Function
(QABF)
Perhatian,
pelarian diri, non
sosial, bersifat
fisik, nyata
Pernyataan,
dengan rentang 4
poin
Partisipan yang terlibat
dalam tingkah laku
tersebut mencoba
untuk mendapatkan
reaksi dari anda.
(perhatian)
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 15
E. PENGKONDISIAN PENILAIAN TINGKAH LAKU FUNGSIONAL
Berdasarkan kelebihan dan keterbatasannya, FBA bisa dilakukan melalui empat tahapan
proses:
1. Mengumpulkan informasi melalui penilaian tidak langsung dan deskriptif.
2. Menginterpretasi informasi yang didapat dari penilaian tidak langsung dan
merumuskan hipotesis tentang tujuan dari tingkah laku bermasalah tersebut.
3. Menguji hipotesis dengan menggunakan analisis fungsional.
4. Mengembangkan pilihan-pilihan intervensi yang bisa dilakukan berdasarkan fungsi
dari tingkah laku bermasalah.
1. Mengumpulkan Informasi
Pengumpulan informasi sering dilakukan diawal saat melakukan FBA dengan
cara melakukan wawancara dengan guru, orang tua, pengasuh, dan/atau orang yang
dekat dengan si subyek. Wawancara ini sangat membantu untuk mempersiapkan diri
sebelum melakukan pengamatan langsung pada subyek. Tahapan ini juga digunakan
untuk mengidentifikasi dan menentukan sasaran tingkah laku mana yang menjadi
masalah, mengidentifikasi dan menentukan anteseden dan konsekuen potensial yang
akan diamati, dan memperoleh gambaran umum tentang tingkah laku bermasalah
tersebut serta kekuatan yang dimiliki oleh si subyek. Wawancara ini juga bisa
dijadikan observasi awal apakah penelitian FBA lebih lanjut bisa dilakukan atau tidak.
Misalnya, jika diketahui (melalui wawancara dengan orang dekat) bahwa si subyek
menderita radang telinga yang kronis, maka penelitian inti FBA baru akan dijalankan
jika si subyek telah menerima perawatan medis yang memadai.
Wawancara yang dilakukan terhadap subyek secara langsung juga bisa
digunakan untuk mengetahui apakah si subyek memiliki kendala penyampaian atau
pemahaman terhadap bahasa atau tidak. Pada tahapan ini, wawancara langsung sangat
berguna untuk mengetahui rutinitas sehari-hari yang dilakukan subyek dan
mengetahui kapan tingkah laku bermasalah tersebut terjadi. Jika sulit untuk diketahui
kapan tingkah laku bermasalah tersebut terjadi, maka bisa digunakan analisis
scatterplot untuk menentukan kapan penelitian tingkah laku lanjutan bisa dimulai.
2. Interpretasi Informasi dan Merumuskan Hipotesis
Hasil yang didapat dari penilaian tidak langsung harus dianalisa untuk diketahui pola-
pola tingkah laku dan peristiwa-peristiwa di sekitar yang terjadi, sehingga bisa dibentuk
suatu hipotesis yang berkenaan dengan fungsi tingkah laku bermasalah tersebut. Jika
diketahui bahwa tingkah laku bermasalah paling sering terjadi pada kondisi perhatian
yang rendah dan tingkah laku bermasalah ini menghasilkan suatu perhatian, maka bisa
ditentukan hipotesis bahwa perhatian yang diberikan meningkatkan tingkah laku
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 16
bermasalah si subyek. Dalam menelaah hasil penilaian dan menentukan hipotesis, pihak
penganalisis harus selalu ingat bahwa tingkah laku bisa juga memiliki fungsi lebih dari
satu dan bahwa topografi tingkah laku yang berbeda memiliki fungsi yang berbeda pula.
Pernyataan hipotesis yang dibuat harus dalam bentuk format ABC (Anteseden-
Behavior-Consequence). Secara khusus, bentuknya adalah: anteseden yang memicu
tingkah laku bermasalah, topografi tingkah laku bermasalah, dan hal-hal yang
meningkatkan konsekuen dari tingkah laku tersebut.
Hipotesis Anteseden Tingkah laku Konsekuen
Melarikan diri dari
cuci tangan dan
makan siang
Ketika Tonisha
dibisiki untuk
mencuci tangan saat
mau makan siang
Dia menjerit dan
marah
Menghentikan cuci
tangan dan makan
siang dengan
memberikan time-
out
Penulisan ke dalam format seperti ini sangat penting, sebab format ini akan
menjaga pihak penganalisis untuk tetap fokus dan berada di jalur observasi yang tepat.
3. Menguji Hipotesis
Setelah hipotesis ditentukan, maka selanjutnya bisa diterapkan analisis fungsional untuk
mengujinya. Analisis fungsional harus selalu mengandung suatu kondisi kontrol yang
berfungsi untuk meningkatkan frekuensi tingkah laku bermasalah yang paling rendah.
Berikut ini adalah contoh analisis pada kondisi bermain, yang terdiri dari (a) ada banyak
pilihan mainan dan permainan yang bisa dilakukan, (b) tidak ada tuntutan, dan (c)
perhatian yang diberikan ada secara terus-menerus. Kemudian, dipilih kondisi-kondisi
yang digunakan untuk menguji suatu hipotesis tertentu. Misalnya, jika hipotesis utamanya
adalah tingkah laku bermasalah ditingkatkan oleh pelarian diri, maka yang perlu
diterapkan adalah kondisi-kondisi pelarian diri yang bersifat acak. Tidak boleh ada kondisi
lain yang diterapkan selain yang berhubungan dengan hipotesis. Sebab hal ini nantinya
akan membuat bias fokus dari observasi yang akan dilakukan, subyek akan memberikan
respon yang tidak dibutuhkan dalam analisis.
Salah satu cara yang dapat digunakan dalam menguji hipotesis dengan menggunakan
analisis fungsional secara singkat. Teknik ini melibatkan implementasai satu sesi sebagai
kondisi kontrol dan satunya sebagai kondisi tes.
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 17
Gambar 24.3. Data hipotetis dari analisis fungsional singkat terhadap rengekan Tonisha.
Titik data yang tertutup/hitam merupakan rengekan, sedangkan titik data yang
terbuka/putih merupakan tanda untuk berhenti/istirahat. Empat sesi yang pertama
merupakan analisis fungsional singkat, sedangkan sesi 5 sampai 7 merupakan
pembalikan kontingensi.
4. Mengembangkan Intervensi
Ketika FBA telah selesai dilakukan, maka selanjutnya kita bisa menentukan pilihan-
pilihan intervensi yang bisa diterapkan. Intervensi ini bisa berbagai macam bentuknya.
Meskipun FBA tidak bisa menentukan intervensi mana yang paling efektif untuk
diterapkan, namun FBA mampu mengidentifikasi anteseden yang memicu terjadinya
tingkah laku bermasalah, tingkah laku buruk yang harus segera dipulihkan, dan
kontingensi penguatan mana saja yang bisa diubah.
Salah satu cara yang paling efektif dalam menentukan intervensi adalah dengan
mereview hipotesis yang sudah terbukti untuk menentukan bagaimana kontingensi ABC
dapat diubah agar menghasilkan tingkah laku yang lebih positif.
F. Ilustrasi Contoh Kasus Pada Proses FBA
1. Brian – Fungsi Berganda Tingkah laku Bermasalah
a). Mengumpulkan Informasi
Brian merupakan anak berusia 13 tahun yang didiagnosis memiliki keterlambatan
pertumbuhan, kelainan suka menantang, dan kelainan hiperaktif. Keterampilan kognitif
dan adaptif nya mengalami keterlambatan pertumbuhan tingkat menengah. Brian
memiliki beberapa tingkah laku bermasalah, misalnya suka menyerang/agresi, merusak
benda-benda, dan suka marah-marah. Serangan yang dilakukan Brian seringkali
menimbulkan lebam-lebam pada gurunya, dan tingkah lakunya yang suka merusak
benda-benda dan suka marah-marah sangat mengganggu aktifitas sehari-hari di dalam
kelas.
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 18
Kemudian guru Brian, Ibu Baker, melakukan Wawancara Penilaian Fungsional.
Dari wawancara tersebut Bu Baker melaporkan bahwa tingkah laku bermasalah Brian
paling sering muncul ketika dia diminta melakukan aktifitas yang menggunakan fisik
dan paling jarang muncul ketika melakukan aktifitas yang santai. Tingkah laku
bermasalah Brian juga muncul ketika dia diminta meninggalkan aktifitas yang dia sukai.
Bu Baker mengatakan bahwa Brian menggunakan ujaran yang kompleks (kalimat),
ancaman verbal (mengutuk) dan agresi, merusak benda-benda, dan marah-marah dalam
mengkomunikasikan apa yang ia inginkan dan ia butuhkan. Hasil dari Penilaian ABC
tersebut di sajikan pada Tabe 24.3 di bawah ini.
Tabel 24.3. Hasil penilaian ABC terhadap Agresi, Perusakan Benda, dan Amarah
yang dilakukan oleh Brian
Anteseden Tingkah laku Konsekuensi
Perhatian orang dewasa
dialihkan kepada siswa
yang lain; guru menolak
ketika siswa ingin main
Nitendo (dengan
mengatakan tidak boleh)
Berteriak pada guru
“Itu tidak adil!
Mengapa anda
membenci saya?!”
Mengatakan pada siswa
untuk “tenang”
Guru menghampiri siswa
lainnya.
Memukul sofa,
mencoba untuk
meninggalkan ruang
kelas
Diberi pilihan aktifitas
dan peringatan verbal
untuk tidak
meninggalkan kelas
Perhatian guru beralih ke
siswa lain.
Berteriak “Berhenti!”
ke siswa yang lain.
Diredam oleh guru
dengan mengatakan
“Jangan khawatir Brian,
saya akan membereskan
hal tersebut”.
Waktu untuk dongeng,
guru menghampiri siswa
yang lain.
Tertawa keras sekali. Diredam oleh guru
dengan mengatakan:
“Hentikan!”
Waktu untuk dongeng,
guru mendengarkan siswa
yang lain.
Menyela pembicaraan
siswa lain dengan
berkata: “Hey, ini
giliran saya. Saya tahu
apa yang terjadi
selanjutnya!”
Diredam oleh guru:
“Kamu harus
mendengarkan”
b). Menginterpretasikan Informasi dan Merumuskan Hipotesis
Berdasarkan wawancara dan penilaian ABC, fungsi dari tingkah laku bermasalah
Brian masih belum jelas. Oleh karena itu dihipotesiskan bahwa beberapa tingkah laku
bermasalah Brian dikembangkan oleh adanya pemberian perhatian oleh orang dewasa
dan pembolehan menggunakan benda-benda yang disukai. Hipotesis ini merupakan hasil
dari penilaian ABC, yang mengindikasikan bahwa sebagian besar tingkah laku
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 19
bermasalah yang dimiliki Brian terjadi ketika tingkat perhatian dari orang dewasa rendah
atau ketika Brian tidak diijinkan untuk menggunakan benda-benda yang disukainya.
Hipotesis tentang kasus Brian ini disajikan pada Tabel 24.4.
Tabel 24.4 Pernyataan Hipotesis untuk kasus Brian
Hipotesis Fungsi Anteseden Tingkah laku Konsekuensi
Mendapat
perhatian dari
orang dewasa dan
teman
Ketika perhatian
dari orang dewasa
dan teman
dialihkan dari
Brian, maka...
Dia memiliki
banyak tingkah
laku yang
bermasalah,
sehingga
mengakibatkan...
Perhatian dari
orang dewasa dan
teman
Dibolehkan
menggunakan
mainan dan
melakukan
aktifitas yang
disukai
Ketika akses untuk
menggunakan
mainan dan
melakukan aktifitas
yg disukai dibatasi,
maka...
Dia memiliki
banyak tingkah
laku yang
bermasalah,
sehingga
mengakibatkan...
Diberi akses ke
mainan dan
aktifitas yang
disukai
Melarikan diri
dari tugas yang
sulit dan/atau
tidak disukai.
Ketika Brian
diminta melakukan
sesuatu yang sulit
atau tidak disukai,
maka...
Dia memiliki
banyak tingkah
laku yg
bermasalah,
sehingga
mengakibatkan...
Tugas tersebut
dibatalkan.
c). Menguji Hipotesis
Selanjutnya, dilakukan analisis fungsional terhadap Brian. Analisis fungsional
dibentuk dari kondisi yang sama dengan sebelumnya, dengan dua pengecualian.
Pertama, kondisi sendirian tidak dilakukan, sebab tidak ada alasan untuk meyakini
bahwa tingkah laku bermasalah Brian memiliki fungsi otomatis. Kedua, kondisi nyata
yang tidak pasti diberikan karena diyakini bahwa tingkah laku bermasalah tersebut
dilakukan Brian untuk mendapatkan benda dan aktifitas yang disukainya.
Hasil dari analisis fungsional yang disajikan pada Gambar 24.4. Perlu dicatat
bahwa tingkah laku bermasalah tidak pernah terjadi pada kondisi waktu bermain,
namun baru terjadi pada ketiga kondisi yang diujikan (ketidakpastian perhatian,
pelarian diri, dan nyata). Hasil ini mengindikasikan bahwa tingkah laku bermasalah
Brian dilestarikan oleh pelarian diri, perhatian, dan akses pada benda yang disukai.
Pada saat kondisi bermain, ketika perhatian dan benda yang disukai tersedia
dihadapannya dan tidak ada perintah untuk melakukan tugas tertentu, tingkah laku
bermasalah Brian tidak pernah terjadi.
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 20
d). Mengembangkan Intervensi
Berdasarkan analisis fungsional di atas, diterapkan suatu intervensi yang berbasis
multikomponen. Dilakukan beberapa perubahan pada komponen-komponen intervensi,
tergantung pada konteksnya. Komponen-komponen tersebut disajikan pada Tabel 24.5.
Contohnya, ketika Brian diminta untuk melakukan tugas kerja, maka disarankan agar
diberikan kesempatan yang banyak kepada Brian untuk meminta istirahat. Selama waktu
santai, jika sebelumnya Brian diminta untuk main sendirian, maka kini diatur agar kelas
dapat bermain bersama, sehingga Brian akan dapat berinteraksi dengan teman sebayanya.
Brian juga diajari bagaiman cara meminjam mainan yang benar kepada teman sebayanya.
Brian diajari bagaimana meminta perhatian dari guru dengan benar, dan guru disarankan
untuk menuruti permintaan tersebut dan jangan diabaikan.
Tabel 24.5. Ringkasan Komponen Intervensi pada kasus Brian
Pilihan intervensi untuk Fungsi Perhatian
Intervensi Anteseden Tingkah laku Konsekuensi
Mengajarkan
tingkah laku
yang baru
(perhatian
sosial)
Ketika perhatian
orang dewasa dan
temannya
dialihkan dari
Brian, maka...
Dia akan
mengacungkan
jarinya dan
berkata
“permisi..”
Orang dewasa dan
temannya akan
memberikan
perhatian pada
Brian
Mengajarkan
tingkah laku
yang baru
Ketika perhatian
orang dewasa dan
temannya
dialihkan dari
Brian, maka...
Dia akan
mengawasi
pekerjaannya
sendiri dan
menyesuaikan
dengan catatan
guru...
Guru akan
memberikan waktu
khusus jika dia
memenuhi kriteria.
Mengubah
anteseden
Saat diberi tugas
mandiri, orang
dewasa akan
memberikan
perhatian kepada
Brian tiap 5
menit...
Untuk
meningkatkan
kemampuan
Brian dalam
mengerjakan
tugas-tugas secara
mandiri..
Dan hal ini
memberikan
kesempatan bagi
orang dewasa untuk
dapat memberikan
pujian dan
perhatian pada
tingkah laku yang
tepat
Mengubah
anteseden
Mengijinkan Brian
bermain dengan
temannya saat
waktu santai...
Untuk
meningkatkan
kemampuan
Brian agar bisa
bermain dengan
benar...
Dan hal ini
memberikan
kesempatan bagi
orang dewasa untuk
dapat memberikan
pujian dan
perhatian pada
tingkah laku yang
tepat
Pilihan intervensi untuk Fungsi Nyata/Tangible
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 21
Intervensi Anteseden Tingkah laku Konsekuensi
Mengajarkan
tingkah laku
yang baru
Ketika akses
untuk
menggunakan
mainan dan
melakukan
aktifitas yg
disukai dibatasi,
maka...
Dia akan
berkata,”Tolong,
bolehkah saya
minta kembali
mainan itu?”
Dan guru akan
memberikan akses
kembali pada mainan
dan aktifitas yang
disukai.
Pilihan intervensi untuk Fungsi Pelarian Diri
Intervensi Anteseden Tingkah laku Konsekuensi
Mengajarkan
tingkah laku
yang baru
Ketika Brian
diminta
melakukan sesuatu
yang sulit atau
tidak disukai,
maka...
Dia akan berkata
“Boleh saya
beristirahat
sebentar?”
Dan guru akan
memberikan waktu
istirahat bagi Brian.
Mengubah
kontingensi
penguatan
Ketika Brian
diminta
melakukan sesuatu
yang sulit atau
tidak disukai,
maka...
Dan dia akan
terlibat dalam
beragam tingkah
laku yang
bermasalah.
Dia akan diminta
untuk melanjutkan
tugasnya dan
intervensi time-out
dihentikan.
2. Kaitlyn – Fungsi Perhatian untuk Tingkah Laku Bermasalah
a). Mengumpulkan Informasi
Kaitlyn berusia 12 tahun dan didiagnosa memiliki kelainan kurang perhatian
/hiperaktif. Dia juga diketahui memiliki kekurangan pada motorik halus dan kasarnya.
Kaitlyn selain bersekolah di kelas 6 sekolah umum, ia juga ikut dalam anak
berkebutuhan khusus. Dia seringkali menunjukkan tingkah laku yang tidak
mengindahkan tugas yang diberikan, seperti keluar dari bangkunya, mengganggu teman
lainnya (misalnya, menendang-nendang kaki temannya dari bawah meja), membuat
keributan, dan berbicara saat bukan gilirannya. Kemudian dilakukan Wawancara
Penilaian Fungsional dengan guru Kaitlyn, beliau mengatakan bahwa pada umumnya
Kaitlyn akan sering bertanya ketika dia diberi suatu tugas yang sulit. Guru tersebut juga
mengatakan bahwa Kaitlyn seringkali menjadi bingung ketika rutinitasnya diubah,
sehingga dia akan membutuhkan banyak bantuan. Karena hanya ada satu guru di kelas
dan menangani 25 murid, sehingga perhatian yang didapat Kaitlyn relatif kecil, dan
gurunya menyimpulkan bahwa Kaitlyn melakukan tingkah laku tersebut adalah untuk
mendapatkan perhatian.
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 22
b). Menginterpretasikan Informasi dan Merumuskan Hipotesis
Berdasarkan informasi yang didapat dari wawancara dan penilaian ABC,
dihipotesiskan bahwa tingkah laku Kaitlyn tersebut bertindak sebagai fungsi
perhatian. Hipotesis ini disajikan pada Tabel 24.6 berikut ini.
Tabel 24.6 Hipotesis Berkaitan dengan Fungsi Tingkah Laku Di Luar Tugas Kaitlyn
Hipotesis Fungsi Anteseden Tingkah Laku Konsekuensi
Hipotesis utama –
Mencari perhatian
dari orang dewasa
Ketika perhatian
guru dialihkan dari
Kaitlyn...
Dia melakukan
tingkah laku di
luar tugas yang
diberikan,
sehingga...
Perhatian guru
(peredaman,
bantuan)
Hipotesis alternatif
– Melarikan diri
dari tugas
akademis yang
sulit
Ketika kaitlyn
diminta
mengerjakan tugas
akademis,...
Dia melakukan
tingkah laku di
luar tugas yang
diberikan,
sehingga...
Tugas tersebut
dihentikan atau
dibatalkan.
c). Menguji Hipotesis
Analisis fungsional terhadap kasus Kaitlyn menunjukkan bagaimana kondisi-
kondisi analisis fungsional yang ada bisa dibangun untuk menguji berbagai macam
hipotesis. Analisis fungsional Kaitlyn terdiri dari kondisi bermain dan kondisi
pelarian diri. Namun demikian, beberapa kondisi perhatian kontingensi yang berbeda
juga diterapkan untuk menentukan apakah kondisi tersebut memicu munculnya
tingkah laku yang bermasalah.
Hasil dari analisis fungsional tersebut disajikan pada Gambar 24.5. tingkah laku
di luar tugas sangat jarang terjadi pada saat kondisi bebas bermain dan kondisi
pelarian diri. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa Kaitlyn melakukan
tingkah laku bermasalah untuk melarikan diri dari tugas yang diberikan adalah tidak
terbukti. Peningkatan tingkah laku bermasalah Kaitlyn terjadi pada ketiga kondisi
perhatian kontingensi. Data ini menegaskan bahwa tingkah laku Kaitlyn tersebut
bertindak sebagai fungsi perhatian tanpa memandang aktifitas apa yang tengah
dilakukannya.
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 23
Gambar 24.5 Hasil Analisis Fungsional Di Luar Tugas Kaitlyn FP = free play
CA/FP = contingent attention during free Play activities; CA/Easy = contingent
attention during easy academic activities; CA/Difficult = contingent attention
during difficult academic activities.
d). Mengembangkan Intervensi
Kaitlyn seringkali meminta perhatian secara verbal. Oleh karena itu, Kaitlyn
diajarkan untuk memonitor tingkah lakunya, baik yang sesuai tugas maupun yang di
luar tugas, ketika dia diberi tugas secara mandiri. Pada awalnya, Kaitlyn diajarkan
untuk memonitor dirinya setiap 10 detik (ini merupakan waktu terlama bagi dirinya
untuk tetap fokus pada tugas). Guru memberinya penanda waktu getar, sehingga tidak
mengganggu siswa lainnya. Setiap penanda tersebut bergetar, Kaitlyn diminta untuk
menandai apakah dia masih fokus dalam tugas atau sudah di luar tugas. Kemudian
Kaitlyn memandang ke arah guru, jika dia masih fokus dalam tugas, maka guru akan
memberi senyuman dan tanda acungan jempol kepadanya.
3. DeShawn – Fungsi Otomatis pada Tingkah Laku Bermasalah
a). Mengumpulkan Informasi
DeShawn adalah anak berusia 10 tahun dan didiagnosa mengidap autisme. Dia
mengalami keterlambatan pertumbuhan yang parah dan tidak dapat melihat/buta. Dia
harus minum obat resperidol untuk mengendalikan tingkah lakunya. DeShawn
seringkali melemparkan benda-benda yang ada di kelas, menjatuhkan benda-benda
dan bahan tugas dari atas meja, dan mengetuk-ngetukkan benda di atas meja.
Wawancara Penilaian Fungsional yang dilakukan tidak memberikan informasi apa-
apa, sebab gurunya mengatakan bahwa tingkah laku yang dilakukan DeShawn
tersebut tak dapat diprediksi terjadinya. Gurunya tidak mampu mengindentifikasi
anteseden yang memicu terjadinya tingkah laku DeShawn tersebut. Namun demikian,
dapat diketahui bahwa DeShawn sangat jarang terlibat secara aktif dalam pelajaran.
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 24
Misalnya, ketika guru membacakan sebuah buku di kelas, dia tidak bisa ikut
berpartisipasi, sebab dia tidak bisa melihat gambarnya.
b). Menginterpretasikan Informasi dan Merumuskan Hipotesis
Sangat sulit untuk merumuskan sebuah hipotesis berdasarkan informasi yang
terbatas yang didapat dari guru dan pengamatan secara langsung. Karena DeShawn
tidak nampak terlibat secara aktif atau tertarik dengan kegiatan di kelas, maka
dihipotesiskan bahwa tingkah laku DeShawn yang membuang, menjatuhkan, dan
membanting tersebut merupakan reinforce yang bersifat otomatis.
c). Menguji Hipotesis
Analisis fungsi yang dilakukan terdiri dari kondisi bermain, perhatian yang tidak
tentu/kontingensi, dan kondisi pelarian diri yang tidak tentu/kontingensi. Kondisi saat
sendirian tidak diterapkan karena tidak terdapat ruangan yang memadai agar bisa
mengawasi dan memantau DeShawn secara diam-diam. Hasil dari analisis fungsional
ini disajikan pada Gambar 24.6. Dari gambar tersebut nampak bahwa tingkah laku
melemparkan, menjatuhkan dan menyapukan benda-benda dilakukan oleh DeShawn
pada semua kondisi, menghasilkan sebuah pola yang tak dapat dipetakan. Hasil ini
memang bukanlah kesimpulan, namun menegaskan bahwa reinforcement otomatis
merupakan fungsi dari melempar, menjatuhkan, dan menyapukan benda-benda yang
dilakukan oleh DeShawn.
Gambar 24.6 Hasil Analisis Fungsional DeShawn
Kemudian kami melakukan analisis penilaian untuk mengetahui stimulus apa
yang paling memicu tingkah laku DeShwan tersebut. Hasil dari analisis ini disajikan
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 25
pada Gambar 24.7. DeShawn paling sering memilih keripik kentang. Perlu dicatat bahwa
DeShawn tidak pernah melemparkan keripik kentang, ataupun benda-benda lain yang
ada di dekat keripik kentang. Hal ini mengindikasikan bahwa keripik kentang sangatlah
disukai dan kemungkinan berfungsi sebagai penguat yang bisa bersaing dengan tindakan
melempar, menjatuhkan, dan menyapukan benda-benda.
Gambar 24.7 Hasil dari Hal yang Disukai DeShawn. Diagram batang tersebut
menunjukkan jumlah waktu bagi masing-masing stimulus yang dipilih.
Garis grafik menandakan jumlah detik rata-rata yang dihabiskan
DeShawn untuk bermain-main dengan masing-masing benda sebelum
akhirnya dilemparkannya.
d). Mengembangkan Intervensi
Berdasarkan hasil penilaian di atas, intervensi yang diberikan kepada DeShawn
adalah dengan memberikan sepotong keripik kentang agar dia mau berpartisipasi dalam
kegiatan kelas dengan baik. Selain itu, kegiatan dan rutinitas kelas dimodifikasi untuk
meningkatkan partisipasi DeShawn, dan kurikulum untuk DeShawn juga diubah dengan
menyertakan pendidikan yang lebih bersifat fungsional.
4. Lorraine- Beberapa Topografi Yang Melayani Fungsi Ganda
Lorraine, 32 tahun mengalami berbagai keterbelakangan mental. Dia memiliki
diagnosis sindrom Down dan gangguan bipolar dengan gejala psikotik. Dia juga
mengalami kontrol kejang. Selain itu kemampuan verbal-nya dan artikulasinya
rendah. Dia dikomunikasikan melalui beberapa tanda-tanda, perangkat komunikasi
yang sederhana, gerak tubuh, dan beberapa kata.
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 26
Lorraine telah tinggal di kelompok terapi selama 9 tahun. Gejala yang
teramati dari tingkah laku Lorrain diantaranya ketidakpatuhan dan agresi. FBA di
fokuskan pada tingkah laku ketidakpatuhan. Gejala Ketidakpatuhan Lorraine adalah
meletakkan kepalanya di atas meja, menarik diri dari orang, atau meninggalkan
ruangan ketika permintaan terbuat dari padanya; terdiri dari menendang orang lain,
melempar benda orang lain, menggigit orang lain, dan meremas lengan orang lain
sangat keras, menggigit lengannya, menarik rambutnya, atau mencubit kulitnya.
a). Mengumpulkan Informasi
Wawancara dilakukan dengan Lorraine, orang tuanya, dan staf lokakarya dan
kelompok terapi. Orang tua Lorraine mencatat bahwa beberapa masalah perilakunya
meningkat ketika perubahan dalam pengobatannya telah dilakukan. Staf mencatat
bahwa Lorraine lebih cenderung memiliki masalah perilaku di tempat terapi jika
banyak orang di sekitarnya. Staf Lokakarya juga mencatat bahwa ketidakpatuhan
telah meningkat segera setelah perubahan dosis dalam pengobatan 2 bulan
sebelumnya. Staf kelompok terapi mencatat bahwa mereka paling khawatir Lorraine
meninggalkan kelompok terapi ketika ia diminta untuk melakukan tugas sehari-hari.
Lorraine sering meninggalkan rumah kelompok dan tidak kembali sampai polisi
menjemputnya. Tetangga banyak yang mengeluh karena Lorraine akan duduk di teras
mereka selama berjam-jam sampai polisi datang.
Penilaian ABC dilakukan di rumah lokakarya dan kelompok untuk menentukan
apakah variabel lingkungan berbeda di dua pengaturan. Pada lokakarya, Lorraine
terlibat dalam tugas perakitan perhiasan (yang dia dilaporkan menikmati), dan dia
bekerja dengan baik untuk 2 1/2 jam. Dia bekerja lebih baik ketika orang lain
memperhatikan dan sering menjadi meninggalkan tugas ketika ia diabaikan, namun,
tidak ada masalah menjadi tingkah laku diamati di tempat kerja. Pada kelompok
rumah, tingkah laku agresif diamati ketika staf diabaikan Lorraine.
b). Menginterpretasi informasi dan Merumuskan Hipotesis
Beberapa tingkah laku bermasalah Lorrain saling berhubungan saat terjadi
pengubahan dalam proses pengobatannya. Keputusan dokter untuk memberikan
intervensi disesuikan dengan peristiwa yang terjadi di lingkungan yang berhubungan
dengan tingkah laku yang bermasalah.
c). Menguji Hipotesisis
Analisis fungsional terdiri dari bermain bebas, perhatian kontingensi, dan kondisi
pelarian kontinjensi . Karena masalah perilaku mungkin telah mengalami fungsi yang
berbeda, masing-masing perilaku bermasalah diberi kode dan grafik secara terpisah.
Ketidakpatuhan terjadi paling sering selama kondisi kontingen melarikan diri dan
jarang terjadi selama bermain bebas dan di perhatikan. SIB terjadi paling sering
selama kondisi kontingen perhatian dan jarang terjadi selama bermain bebas atau
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 27
kondisi pelarian kontingen. Data ini menyarankan bahwa ketidakpatuhan melayani
fungsi melarikan diri, dan SIB disajikan fungsi perhatian.
d). Pengembangan Intervensi
Intervensi yang berbeda dikembangkan untuk masalah perilaku karena hasil
FBA menyarankan bahwa perilaku melayani fungsi yang berbeda: Untuk mengatasi
ketidakpatuhan, Lorraine diajarkan untuk meminta istirahat dari tugas-tugas sulit.
Tugas yang dipecah menjadi langkah-langkah sangat kecil. Lorraine disajikan dengan
hanya satu langkah dari tugas pada satu waktu. Setiap kali permintaan tugas dibuat,
Lorraine diingatkan bahwa dia bisa meminta istirahat (baik dengan mengatakan
"Bolehkah saya istirahat" atau dengan menyentuh kartu istirahat). Jika dia diminta
istirahat, bahan tugas telah dihapus untuk jangka waktu singkat. Kemudian mereka
disajikan lagi. Jadi jika Lorraine terlibat dalam pelanggaran, dia tidak diizinkan untuk
melarikan diri dari tugas. Sebaliknya ia diminta melalui satu langkah tugas dan
kemudian langkah lain dari tugas dipresentasikan. Awalnya, Lorraine diizinkan untuk
sepenuhnya menghindari tugas tepat jika dia diminta istirahat setiap kali tugas
dipresentasikan. Seiring waktu bagaimana pernah ia diminta untuk menyelesaikan
meningkatnya jumlah kerja sebelum istirahat diizinkan.
Intervensi untuk agresi terdiri dari mengajarkan cara Lorraine tepat untuk
mendapatkan perhatian (misalnya, menekan seseorang di lengan dan berkata, "Maaf")
dan mengajar staf kelompok terapi untuk secara teratur menghadiri ke Lorraine ketika
dia membuat permintaan tersebut. Selain itu, karena artikulasi dia sangat rendah,
terapis dapat memberikan buku komunikasi gambar untuk membantu Lorraine
melakukan percakapan dengan orang lain. Buku komunikasi dapat digunakan untuk
mengklarifikasi bila staf tidak mengerti.
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sebagian besar tingkah laku dipelajari dan dilestarikan melalui penguatan positif,
negatif, dan/atau otomatis. Dengan demikian, tingkah laku bermasalah dapat
dikatakan memiliki sebuah “fungsi” (misalnya, untuk mendapatkan stimuli atau
keluar dari stimuli itu sendiri).
2. Topografi atau bentuk, tingkah laku seringkali tidak memberikan informasi yang
bermanfaat tentang kondisi yang mendasarinya. Dengan mengidentifikasi kondisi-
kondisi yang melatarbelakangi suatu tingkah laku, maka kita akan mengetahui
kondisi-kondisi mana saja yang perlu diubah.
3. Jika hubungan sebab akibat antara peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan dan
sebuah tingkah laku dapat ditentukan, maka hubungan tersebut akan bisa diubah,
sehingga akan mengurangi peluang terjadinya tingkah laku bermasalah berikutnya.
Intervensi FBA bisa terdiri dari tiga strategi pendekatan: mengubah variabel
anteseden (sebelumnya), mengubah variabel konsekuen (akibat), dan mengajarkan
tingkah laku alternatif.
4. FBA dapat mengurangi penggunaan teknologi default ini dan memberikan solusi
intervensi yang lebih efektif dalam beberapa cara. Ketika kita menggunakan FBA,
maka intervensi yang dilakukan adalah yang berbasis pada penguatan, bukan
intervensi yang berbasis pada hukuman. Sebab intervensi berbasis penguatan akan
lebih tahan lama dibandngkan intervensi yang berbasis hukuman.
5. Metode FBA bisa diklasifikasikan ke dalam tiga jenis: (a) analisis fungsional
(eksperimental), (b) penilaian deskriptif, dan (c) penilaian tidak langsung. Metode ini
bisa dilakukan secara mandiri atau secara berkelanjutan.
6. Pada analisis fungsional, anteseden dan konsekuen yang terepresentasi dari
lingkungan sekitar seseorang diatur sedemikian rupa sehingga efek-efeknya terhadap
tingkah laku bermasalah akan bisa diamati dan diukur. Penilaian jenis ini seringkali
disebut sebagai sebuah analogi, sebab anteseden dan konsekuen yang juga terjadi di
rutinitas sehari-hari disajikan secara sistematis, namun analisisnya tidak dilakukan
pada konteks rutinitas yang terjadi sehari-hari.
7. Sebagaimana dengan analisis fungsional, penilaian tingkah laku deskriptif fungsional
menggunakan observasi langsung terhadap tingkah laku; tidak seperti analisis
fungsional, bagaimanapun, pengamatan yang dibuat di bawah kondisi yang terjadi
secara alami. Oleh karena itu, penilaian deskriptif melibatkan pengamatan tingkah
laku masalah dalam kaitannya dengan peristiwa yang tidak diatur secara sistematis.
8. Penilaian fungsional tak langsung menggunakan wawancara terstruktur, checklist,
skala peringkat, atau kuesioner untuk mendapatkan infromasi dari orang yang dekat
(misalnya, guru, orang tua, pengasuh) dengan orang yang memiliki tingkah laku
bermasalah untuk mengidentifikasi kondisi-kondisi yang kemungkinan berkorelasi
dengan tingkah laku bermasalah tersebut. Metode ini disebut “tak langsung” sebab
Functional Behavior Assessment
Muwakhidah S. Pd., M. Pd UNIPA Surabaya 29
metode ini tidak melibatkan observasi langsung terhadap tingkah laku tersebut, namun
hanya mencari informasi-informasi berdasarkan apa yang diketahui orang lain tentang
tingkah laku bermasalah yang dimiliki si subyek.
9. Berdasarkan kelebihan dan keterbatasannya, FBA bisa dilakukan melalui empat
tahapan proses: Mengumpulkan informasi melalui penilaian tak langsung dan
deskriptif, Menginterpretasi informasi yang didapat dan memformulasikan hipotesis
tentang tujuan dari tingkah laku bermasalah tersebut;Menguji hipotesis dengan
menggunakan analisis fungsional dan menentukan pilihan-pilihan intervensi yang bisa
dilakukan berdasarkan fungsi dari tingkah laku bermasalah.
10. Sebuah analisis fungsional singkat bisa digunakan untuk menguji hipotesis ketika
waktu yang tersedia sangat terbatas.
11. Ketika mengajarkan tingkah laku alternatif sebagai pengganti tingkah laku yang
bermasalah, maka tingkah laku pengganti ini harus memiliki fungsi yang setara
dengan tingkah laku bermasalah yang digantikan sebelumnya.
12. Ketika FBA telah selesai dilakukan, maka selanjutnya kita bisa menentukan pilihan-
pilihan intervensi yang bisa diterapkan. Intervensi ini bisa berbagai macam
bentuknya. Meskipun FBA tidak bisa menentukan intervensi mana yang paling efektif
untuk diterapkan, namun FBA mampu mengidentifikasi anteseden yang memicu
terjadinya tingkah laku bermasalah, tingkah laku buruk yang harus segera dipulihkan,
dan kontingensi penguatan mana saja yang bisa diubah. Salah satu cara yang paling
efektif dalam menentukan intervensi adalah dengan mereview hipotesis yang sudah
terbukti untuk menentukan bagaimana kontingensi ABC dapat diubah agar
menghasilkan tingkah laku yang lebih positif.
13. Seseorang dapat menampilkan tingkah laku masalah dengan lebih dari satu alasan,
seperti yang ditunjukkan pada contoh kasus Brian. Dalam kasus tersebut, intervensi
yang diperlukan terdiri dari beberapa komponen untuk menangani setiap fungsi dari
tingkah laku masalah. Analisis fungsional dapat disesuaikan untuk menguji hipotesis
tertentu dan/atau istimewa, seperti yang ditunjukkan pada contoh kasus Kaitlyn. Tidak
dibedakan masalah tingkah laku selama analisis fungsional menunjukkan fungsi
pengiatan otomatis dan memerlukan evaluasi lebih lanjut, seperti yang ditunjukkan
pada contoh kasus DeShawn. Dalam kasus tersebut, penguat-penguat alternative
kadang-kadang dapat diidentifikasi dan digunakan secara efektif dalam suatu
intervensi untuk mengurangi tingkah laku masalah dan meningkatkan respon adaptif.
Kadang-kadang seseorang memperlihatkan berbagai topografi masalah tingkah laku
(misalnya, melukai diri dan agresi), di mana setiap topografi mengandung suatu
fungsi yang berbeda.