fluoro paper
DESCRIPTION
kimiaTRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
Luminescence adalah pendaran cahaya yang biasanya terjadi pada suhu rendah,
yang merupakan satu bentuk radiasi. Hal ini dapat disebabkan oleh reaksi kimia, energi
listrik, subatomic gerakan, atau stres pada kristal. Luminescence ini membedakan dari
pijaran, yang merupakan cahaya yang dihasilkan oleh suhu tinggi.
Berdasarkan penyebab terjadinya, luminescence dibagi atas dua macam, yaitu:
1. Photoluminescence
Photoluminescence adalah peristiwa emisi kembali dari suatu molekul setelah
dikenakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang sama atau
berbeda (luminensi ini disebabkan oleh absorbsi foton). Keuntungan metode ini
adalah adanya dua parameter eksitasi dan emisi yang masing-masing memberikan
puncak-puncak panjang gelombang maksimum. Photoluminescence dibagi menjadi
dua, yaitu:
a). Fluorescence
Fluorescence adalah transisi energi elektronik yang tidak mengakibatkan
perubahan spin electron atau bisa juga diartikan sebagai suatu peristiwa dimana
sebuah atom pada keadaan dasar dapat dieksitasi ke keadaan tingkat energi yang lebih
tinggi dengan cara menembaknya dengan elektron atau proton. Setelah beberapa saat
berada ditingkat tereksitasi, ia secara acak akan segera kemabali ke tingkat energi
yang lebih rendah, tidak harus kekeadaan semula. Fluorescence banyak terjadi pada
jenis molekul yang memiliki ikatan π terutama yang terkonjugasi karena pada proses
tersebut akan diperoleh nilai Ф yang cukup besar. Berikut ini gambar spin electron
pada fluorescence :
1
Sebuah atom pada keadaan dasar dapat dieksitasi ke keadaan tingkat energi yang
lebih tinggi dengan cara menembaknya dengan elektron atau foton. Setelah beberapa saat
berada di tingkat tereksitasi ia secara acak akan segera kembali ke tingkat energi yang
lebih rendah, tidak harus ke keadaan dasar semula. Proses acak ini dikenal sebagai
fluoresensi terjadi dalam selang waktu rerata yang disebut umur rerata, lamanya
tergantung pada keadaan dan jenis atom tersebut. Kebalikan dari umur ini dapat dipakai
sebagai ukuran kebolehjadian atom tersebut tereksitasi sambil memancarkan foton yang
energinya sama dengan selisih tingkat energi asal dan tujuan. Foton ini dapat saja diserap
kembali oleh atom yang lain sehingga mengalami eksitasi, tetapi dapat pula lolos keluar
sistem sebagai cahaya. Sebetulnya atom-atom yang tereksitasi tidak perlu menunggu
terlalu lama untuk memancar secara spontan, asalkan terdapat foton yang
merangsangnya. Syaratnya foton itu harus memiliki energi yang sama dengan selisih
tingkat energi asal dan tujuan. Tinjauan dua tingkat energi dalam sebuah atom E1 dan E2,
dengan E1 < E2. Cacah atom yang berada di masing-masing tingkat energi adalah N1 dan
N2. Untuk menggambarkan distribusi energi pada atom-atom itu dalam kesetimbangan
termal berlakulah statistik Maxwell - Boltzmann :
N1 / N2 = exp ( E2 - E1 ) / kT (1)
Persamaan ini menunjukkan bahwa dalam keadaan setimbang N1 selalu lebih besar
daripada N2, tingkat energi rendah selalu lebih padat populasinya dibandingkan dengan
2
tingkat yang lebih tinggi. Dalam keadaan tak setimbang terjadilah perpindahan populasi
melalui ketiga proses serapan dan pancaran tersebut di atas.
Atom-atom di E2 dapat saja melompat ke E1 secara spontan dengan kebolehjadian
transisinya A21 per satuan waktu. Apabila terdapat radiasi dengan frekuensi dan rapat
energi e (), terjadilah transisi akibat serapan dari E1 ke E2, dengan kebolehjadian sebut
saja B12 e() karena terlihat jelas kebolehjadian ini sebanding pula dengan rapat energi
fotonnya. Pancaran spontan ini dapat pula merangsang transisi dari E2 ke E1 akibat
interaksinya dengan atom-atom yang berada dalam keadaan tereksitasi E2,
kebolehjadiannya B21e(). Sudah tentu semua transisi yang terjadi di sini berbanding
lurus dengan populasi atom di tingkat energi asalnya masing-masing.
Perubahan N2 secara lengkap :
dN2/dt = B12.e()N1-A21+B21.e()]N2 (2)
Perubahan populasi ini disebabkan oleh pertambahan akibat serapan dan pengurangan
akibat pancaran. Setelah tercapai kesetimbangan antara atom-atom itu dengan radiasinya,
pengaruh serapan dan pancaran akan saling meniadakan
dN2/dt = 0.
B12.e( N1 = [A21+B21.e( )].N2 (3)
Distribusi statistik Bose Einstein, tampak bahwa foton adalah boson, dan persamaan
radiasi Planck dengan harga-harga :
A21/B12 = 8 h. 3 / c3 (4)
dan
B21/B12 = 1 (5)
Persamaan (5) menunjukkan bahwa kebolehjadian atom-atom tersebut melakukan transisi
serapan adalah sama dengan kebolehjadiannya melakukan transisi akibat pancaran
3
terangsang. Tetapi pada keadaan normal pengaruh serapanlah yang lebih terasa karena
populasi atom lebih besar di tingkat energi yang lebih rendah.
Dari penjelasan di atas tampaknya ketiga proses : serapan, emisi spontan dan
terangsang, terjadi melalui suatu persaingan. Laser yang dihasilkan oleh pancaran
terangsang dengan demikian hanya bisa terjadi jika pancaran terangsang dapat dibuat
mengungguli dua proses yang lain. Nisbah laju pancaran terangsang terhadap serapan
dapat dihitung sebagai berikut.
= Laju pancaran terangsang/Laju pancaran serapan
= N2/N1 (6)
Dari persamaan ini tebukti tidaklah mungkin pancaran terangsang dapat mengungguli
serapan pada kesetimbangan termal, karena N1 yang selalu lebih besar daripada N2. Laser
bisa dibuat hanya jika N2 > N1 yang tentu saja tidak alamiah, keadaan terbalik seperti ini
disebut inversi populasi. Inversi populasi ini harus dipertahankan selama laser bekerja,
dan cara-caranya akan dijelaskan di bagian berikut.
Cara-cara untuk mencapai keadaan inversi populasi ini antara lain adalah pemompaan
optis dan pemompaan elektris. Pemompaan optis adalah penembakan foton sedangkan
pemompaan elektris adalah penembakan elektron melalui lucutan listrik. Untuk menuju
keadaan inversi populasi pemompaan ini harus melakukan pemindahan atom ke tingkat
eksitasi dengan laju yang lebih cepat dibandingkan dengan laju pancaran spontannya. Hal
ini dapat dilakukan jika dipergunakan medium laser yang atom-atomnya memiliki tingkat
energi metastabil. Sebuah metastabil memerlukan waktu yang relative lebih lama
sebelum tereksitasi dibandingkan dengan umurnya di tingkat eksitasinya yang lain.
Dengan demikian pada saat pemompaan terus berlangsung, terjadilah kemacetan lalu
lintas di tingkat metastabil ini, populasinya akan lebih padat dibandingkan dengan
populasi tingkat energi di bawahnya. Populasi tingkat energi dasar kini sudah terlampaui
populasi tingkat metastabil. Bila suatu saat secara spontan dipancarkan satu foton saja
yang berenergi sama dengan selisih energi antara tingkat metastabil dengan tingkat dasar,
4
ia akan memicu dan mengajak atom-atom lain di tingkat metastabil untuk kembali ke
tingkat dasar.
Akibatnya atom-atom itu melepaskan foton-foton yang energi dan fasenya
persis sama dengan foton yang mengajaknya tadi, terjadilah laser. Proses demikian inilah
yang terjadi pada banyak jenis laser seperti pada laser ruby dan laser-laser gas. Pada laser
uap tembaga yang terjadi adalah efek radiasi resonansi, inversi populasi dicapai dengan
cara memperpanjang umur atom tereksitasi terhadap tingkat energi dasar, sedangkan
umurnya terhadap tingkat metastabil tidak berubah. Dengan demikian inversi populasi
terjadi antara tingkat energi tinggi dengan tingkat metastabil. Setelah laser dihasilkan,
atom-atom akan banyak terdapat di tingkat metastabil. Koherensi keluaran laser bersifat
spasial maupun temporal, semua foton memiliki fase yang sama. Mereka saling
mendukung satu sama lain, yang secara gelombang d
ikatakan berinterferensi konstruktif, sehingga intensitasnya berbanding langsung kepada
N2, dengan N adalah cacah foton. Jelaslah intensitasnya ini jauh lebih besar dibandingkan
dengan intensitas radiasi tak - koheren yang hanya sebanding dengan N saja. Syarat
penting lainnya untuk menghasilkan laser adalah meningkatkan nisbah laju pancaran
terangsang terhadap laju pancaran spontannya. Nisbah tersebut mudah sekali
Didapat:
= [ exp ( h /kT ) - 1 ] -1 (7)
Persamaan (7) menunjukkan bahwa rapat energi e() harus cukup besar agar laser dapat
dihasilkan. Rapat energi foton ini dapat ditingkatkan dengan cara memberikan suatu
rongga resonator optik. Di rongga itulah rapat energi foton tumbuh menjadi besar sekali
melalui pantulan yang berulang-ulang pada kedua ujung rongga, dan terjadilah
perbesaran intensitas seperti yang ditunjukkan oleh nama laser. Pembuatan rongga
resonansi ini merupakan masalah yang memerlukan penanganan yang paling teliti pada
saat membangun suatu sistem laser. Kedua jenis pancaran itu akan sama pentingnya
apabila selisih tingkat energi h. memiliki orde yang sama malahan jauh lebih kecil
dibandingkan dengan energi termal k.T. misalnya saja pada gelombang pula amat sulit
dibuat, karena pancaran spontan akan lebih terboleh jadi.
5
b). Phosporescence
Phosporescence adalah transisi energi elektronik yang mengakibatkan perubahan spin
electron dari singlet ke triplet.
Intensitas dari fluorescence dilambangkan dengan Ip. Adapun persamaannya adalah
Ip = 2,303kФpPoεbC. Phosphorescence lebih disukai pada molekul yang memiliki
transisi n→π*. Oleh karena menyebabkan perubahan spin elektron dari singlet ke
triplet. Phosphorescence memiliki waktu hidup (lifetime) lebih lama daripada
flouroscence.
Perbandingan grafik emisi spektra dari flouroscence dan phosphorescence
Proses Deaktivasi
Apabila kita membicarakan tentang transisi elektronik dalam photoluminescence
(flouroscence dan phosphoroscence) maka kita akan mengenal istilah Proses Deaktivasi.
6
Proses deaktivasi adalah kembalinya molekul yang tereksitasi (karena penyerapan foton)
ke keadaan semula. Proses deaktivasi pada flouroscensi (S0 S1) adalah 10-8 detik
sedangkan pada phosphorescence membutuhkan waktu 10-14 detik. Proses deaktivasi
dalam luminescence sendiri meliputi
a. Kecepatan proses emisi
Digambarkan sebagai selang waktu lamanya molekul tersebut tereksitasi, yang
kemudian dikenal dengan sebutan lifetime. Setiap molekul memiliki lifetime yang
berbeda-beda
b. Pengendoran vibrasi (relaksasi) .
Terjadi karena adanya benturan molekul teralarut dengan pelarut sehingga terjadi
pelepasan energi vibrasi menuju tingkat terendah. Kejadian ini diikuti dengan
radiasi emisi. Akibat adnya pengendoran vibrasi ini, energi radiasi emisi tersebut
menjadi lebih kecil daripada energi eksitasinya (pergeseran stokes ke panjang
gelombang lebih besar.
c. Konversi internal.
Proses perpindahan energi dari tingkat tinggi ke tingkat lebih rendah tanpa
melalui pelepasan radiasi. Hal ini bisa terjadi pada molekul yang mempunyai
tingkat energi yang berdekatan.
d. Konversi eksternal
Proses pemindahan energi dari molekul yang tereksitasi pada molekul yang
tereksitasi ke molekul lainnya. Pemindahan energi yang terjadi disini lebih besar
daripada pada pengendoran vibrasi. Konversi eksternal tidak diikuti emisi radiasi.
e. Lintasan antar sistem. Peristiwa pembalikan arah spin elektron dari singlet ke
triplet.
Proses deaktivasi dalam photoluminescence dipakai dalam perhitungamn nilai kuantum
yield.
7
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUORESCENCE
a. Pemadaman Fluorescence
Merupakan suatu proses deaktivasi yang meyebabkan molekul tidak memberikan
radiasi emisi, keadaan ini disebabkan adanya hambatan fisika dan kimia.
b. Kuantum Yield
Merupakan nisbah jumlah molekul yang mengalami fotoluminescence terhadap
jmlah semua molekul yang tereksitasi. Adapun besarnya kuantum Yield
dinyatakan sebagai
Ф =
c. Transisi
Elektronik Molekul
Dapat dikatakan hampir semua transisi elektronik akan memberikan radiasi emisi.
Fluorescence biasanya terjadi sebagai pancaran emisi dari tingkat eksitasi π*→π
atau dari π* n sebab pada proses tersebut akan diperoleh harga Quantum Yield
yang cukup besar. Oleh karena itu proses perpendaran flour biasanya terjadi pada
molekul yang mempunyai ikatan π.
d. Struktur Molekul
Adanya gugus aromatik dengan energi eksitasi rendah π→π* akan memberikan
intensitas fluorescence yang tinggi. Intensitas akan cendrung semakin tinggi
denagn bertambah banyaknya inti aromatik. Gugus karbonil alifatis atau alisiklik
dan stuktur molekul ikatan rangkap terkonjugasi juga akan memberikan pendar
fluor, akan tetapi intensitasnya akan lebih rendah dibanding gugus aromatis.
Selain dari ikatan rangkap terkonjugasi, hal lain yang sangat besar pengaruhnya
adalah kekakuan molekul. Molekul yang kaku akan memberikan harga konversi
internal yang kecil. Sehingga meningkatkan harga quantum yield yang berarti
menaikan intensitas perpendaran. Hal lain yang berpengaruh terhadap pendar
fluor dari segi struktur molekul adalah adanya ikatan kompleks kelat logam
organik yang cenderung menaikkan intensitas.
e. Efek Temperatur
8
Kenaikan temperatur yang mengeksitasi elektron melebihi tingkat keseimbangan
justru tidak akan menghasilkan pendar fluor. Pendar fosfor lebih baik dilakukan
pada temperatur kamar.
f. Efek Pelarut
Penurunan kekentalan pelarut akan menaikan harga tetapan konversi eksternal
yang berakibat sama dengan kenaikan temperatur (menurunkan intensitas radiasi).
Pengaruh polaritas pelarut juga berperan terhadap intensitas pendar fluor dan
pendar fosfor terutama pada molekul-molekul yang memberikan eksiasi dari π
π* atau n π*.
g. Pengaruh Derajat Keasaman
Perubahan derajat keasaman pada molekul yang berpendar diantaranya dapat
menyebabkan perubahan resonansi keseimbangan pada struktur molekulnya.
h. Pengaruh Oksigen dalam Pelarut
Adanya oksigen dalam pelarut akan menyebabkan teroksidasinya molekul yang
berpendar sehingga mengalami perubahan struktur dengan hasil akhir terjadinya
pemadaman.
i. Pengaruh Konsentrasi Molekul
Absorpsi yang merupakan titik imbas adalah pada absorbsi 0.05. pada konsentrasi
yang memberikan A=0.05 akan terjadi pemadaman sendiri karena terjadi tabrakan
antar molekul yang tereksitasi.
9
InstrumenFLUORESCENCE
Instrumentasi untuk menentukan fotoluminsensi hampier sama dengan
spektrofotometer UV-Visible. Untuk menentukan pendar flour, instrumennya dikenal
dengan nama spektroflourometer dan untuk menentukan pendar fosfor instrumennya
dikenal dengan fosforimeter.
Semua spekrofluorometer system optiknya adalah berkas radiasi ganda, yang
dimaksudkan untuk mencegah fluktuasi intensitas radiasi dari sumber radiasi yang
dipakai semua bagian instrument mempunyai fungsi yang sama dengan fungsi bagian-
bagian spektrofotometer uv-vis.
Bagian-bagian dari instrument spektroflorometer adalah
1. Sumber radiasi
Pada spektroflorometer yang umum dipakai adalah sumber radiasi busur merkuri.
Atau busur xenon. Kedua sumber radiasi tersebut memberikan intensitas yang
lebih kuat dari intensitas deuterium atau tungsten. Sumber radiasi busur xenon
jauh lebih menguntungkan karena memberikan spektum yang sinambung pada
rentang panjang gelombang 250-600 nm
2. Monokromator
10
Fungsinya sama dengan monokromator pada spektrofotometer uv-visible. Untuk
menyeleksi radiasi dipakai filter optic atau filter interferensi radiasi
elektromagnetik. Untuk mendapatkan radiasi yang lebih terseleksi baik radiasi
eksitasi maupun emisi lebih baik dipakai monokromator prisma atau kisi difraksi.
Spektroflorometer yang moderen memakai monokromator ganda. Yang
dimaksudkan untuk mendapatkan kemurnian radiasi, mencegah radiasi sesatan
dan radiasi hamburan.
3. Kuvet
Kuvet merupakan wadah sample yang berbentuk silinder. Tempat ruang sample
harus menjamin untuk terhindar dari kejadian radiasi percikan. Untuk itu ruang
sample spektroflorometer tertutup.
4. Detektor
Ada 2 macam detector yaitu PMT (Photo Multiplier Tube) dan PDA (Photo Diode
Array). Karena kecilnya intensitas oendar yang ditangkap oleh detector maka
akan memberikan tanggapan detector yang kecil atau lemah. Oleh karena itu
harus ada penguat yang memadai. Pada umumnya detector diletakkan tegak lurus
terhadap arah radiasi.
Instrumentasi Phosporescence sedikit berbeda dari instrument untuk phosphorescence hal
ini dikarenakan phosphorescence memiliki waktu hidup yang lebih lama.
11
LIFE TIME
Lifetima adalah kecepatan proses emisi yang digambarkan sebagai selang waktu
molekul tersebut yang tereksitasi. Lifetime dan kecepatan emisi setiap molekul akan
sangat berbeda berkisar 10-14 sampai 10-4.Pada flourosensi memiliki lifetime yang lebih
pendek daripada phosphorescence karena pada phosporescene harus mengubah spin dari
singlet menjadi triplet sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama daripada
flourescene yang tanpa mengubah spin.
2) Chemiluminescence
12
Chemiluminescence (disebut juga "chemoluminescence") merupakan emisi
cahaya dengan emisi panas yang terbatas (luminescence), sebagai hasil dari reaksi
kimia.
Dalam chemiluminescence. Transisi elektronik yang terjadi sebagai akibat dari
reaksi kimia. Bukan karena penyerapan foton.
• Chemical reaction based
§ A+B->C*+D
à C*->C+g
* Utility depends upon production of C*
Diberikan reaktan A dan B, dengan zat antara(intermediate) ◊,
[A] + [B] → [◊] → [Products] + cahaya
contoh, jika[A] adalah luminol dan [B] adalah hydrogen peroxide dengan
konsentrasi yang sesuai, maka diperoleh:
luminol + H2O2 → 3-APA[◊] → 3-APA + cahaya
keterangan:
3-APA adalah 3-aminophthalate
3-APA[◊] merupakan keadaan tereksitasi ke level energi lebih rendah
keadaan tereksitasi ke ke keadaan energi yang lebih rendah memungkinkan
adanya emisi cahaya atau foton. Berdasarkan teori, setiap foton cahaya diberikan
pada setiap satu molekul reaktan atau bilangan Avogadro foton permol.
APLIKASI LUMINESCENE
Laser Berdaya Rendah untuk Akupunktur
Cahaya konvensional merupakan bagian dari dari spektrum tampak gelombang
elektromagnetik. Efek cahaya yang sering digunakan untuk proses penyembuhan adalah
cahaya inframerah yang dimanfaatkan untuk memanaskan tubuh. Cahaya dari Laser
berdaya rendah dimampatkan dari suatu panjang gelombang merah yang merupakan
bagian dari spektrum penyinaran elektromagnetik. Cahaya laser ini memiliki sifat yang
berbeda dengan cahaya lainnya yaitu monokromatik (panjang gelombang tunggal.
Kelebihan dari cahaya laser adalah dapat menembus permukaan tanpa efek pemanasan
13
dan tidak ada kerusakan pada kulit juga tidak ada efek samping. Lebih jauh cahaya laser
ini mengarahkan biostimulasi energi kepada sel badan yang mana sel kemudian merubah
bahan kimia energi untuk penyembuhan alami dan pembebasan sakit.
Akupunktur mempunyai sistem jalur komunikasi yang berberda dengan jalur
komunikasi seperti yang biasa kita kenal. Jalur komunikasi tersebut disebut meridian. Di
dalam ilmu kedokteran Barat kita mengenal jalur komunikasi syaraf, pembuluh linfe
maupun pembuluh darah. Jalur komunikasi meridian bukan merupakan di atas, tetapi
merupakan jalur tersendiri, sebuah jalur transduksi signal (Shang, 2004). Rangsangan
yang diberikan pada titik akupunktur, akan dirambatkan melalui jalur komunikasi
meridian. Selanjutnya rangsangan tesebut akan menimbulkan pengaruh sirkulasi sistem
enerngi yang ada, sehinggak akan menimbulkan efek pengobatan, terutama pada organ
yang berhubungan langsung dengan titik akupunktur yang dirangsang(Gellman, 2002).
Titik Shu belakang adalah titik akupunktur yang berlokasi pada bagian belakang
tubuh dan terletak setinggi organ bersangkutan, merupakan tempat masuknya chi organ
tsang (Hati, Jantung, Limpa/Pancreas, Paru-paru, dan Ginjal). Semua titik Shu belakang
terletak pada meridian kandung kemih. Secara klinis tersebut digunakan untuk terapi
kelainan tsang. Titik Shu belakang untuk organ pancreas adalah Pi-Shu(BL-20) (Yanfu
dkk, 2002)
Keberadaan titik akupunktur maupun jalur komunikasi khusus meridian secara
biofisika, telah dibuktikan secara eksperimental laboratories oleh Suhariningsih, pada
tahun 1999. Selanjutnya pada tahun yang sama, Saputra membuktikan secara ilmiah
keberadaan meridian melalui pendekatan molekuler, biofisika maupun teknik Kedokteran
Nuklir.
Pada paper ini akan dibahas proses dan syarat terjadinya laser serta macam,
klasifikasi dan beberapa sifat laser yang berbeda dengan sumber cahaya lain. Radiasi
Laser tersebut digunakan untuk akupunktur.
14
Prinsip kerja laser
Teori dasar stimulasi secara teoritis dikemukakan oleh Albert Einstein pada tahun
1917 dan baru dapat dibuktikan secara eksperimental oleh Theodore Maiman pada tahun
1960 dengan terwujudnya laser dalam kristal Ruby . Ia mempostulatkan pancaran imbas
pada peristiwa radiasi agar dapat menjelaskan kesetimbangan termal suatu gas yang
sedang menyerap dan memancarkan radiasi. Menurut dia ada 3 proses yang terlibat
dalam kesetimbangan itu, yaitu : serapan, emisi spontan (disebut fluorensi) dan emisi
terangsang (lasing dalam bahasa Inggrisnya, artinya memancarkan laser). Proses yang
terakhir biasanya diabaikan terhadap yang lain karena pada keadaan normal serapan dan
pancaran spontan sangat dominan.
Sebuah atom pada keadaan dasar dapat dieksitasi ke keadaan tingkat energi yang
lebih tinggi dengan cara menembaknya dengan elektron atau foton. Setelah beberapa saat
berada di tingkat tereksitasi ia secara acak akan segera kembali ke tingkat energi yang
lebih rendah, tidak harus ke keadaan dasar semula. Proses acak ini dikenal sebagai
fluoresensi terjadi dalam selang waktu rerata yang disebut umur rerata, lamanya
tergantung pada keadaan dan jenis atom tersebut. Kebalikan dari umur ini dapat dipakai
sebagai ukuran kebolehjadian atom tersebut tereksitasi sambil memancarkan foton yang
energinya sama dengan selisih tingkat energi asal dan tujuan. Foton ini dapat saja diserap
kembali oleh atom yang lain sehingga mengalami eksitasi, tetapi dapat pula lolos keluar
sistem sebagai cahaya. Sebetulnya atom-atom yang tereksitasi tidak perlu menunggu
terlalu lama untuk memancar secara spontan, asalkan terdapat foton yang
merangsangnya. Syaratnya foton itu harus memiliki energi yang sama dengan selisih
tingkat energi asal dan tujuan. Tinjauan dua tingkat energi dalam sebuah atom E1 dan E2,
dengan E1 < E2. lebih terboleh jadi. Proses secara lengkapnya sama dengan flouresensi
pada bahasan di atas.
Laser untuk Akupunktur
Pada bagian tersebut diatas dibahas tentang proses laser secara detail. Lases pada
dasarnya dibagi menjadi tiga jenis yang paling umum digunakan; pertama, laser yang
15
dipompa secara optik; ke dua, laser yang dipompa elektrik; ketiga, laser semikonduktor
(Yudoyono, 2001). Laser He-Ne termasuk jenis laser ke dua yang terbuat dari gas. Laser
yang digunakan dalam terapi akupunktur adalah: Helium-Neon (He-Ne) dengan panjang
gelombang 633 nm yang memancarkan cahaya merah (cahaya tampak. Laser
semikonduktor, Gallium-Aluminium-Arsenide(Ga-Al-As) dengan panjang gelombang
780 nm-820 nm-870nm, dan Gallium Arsenide(Ga-As) dengan panjang gelombang 904
nm, keduanya memancarkan inframerah(tidak tampak mata).
Dari ketiga jenis laser tersebut, He-Ne berwarna merah (cahaya tampak), sehingga
lebih mudah diarahkan pada titik akupunktur yang dituju.Sedangkan jenis dua laser yang
lain memancarkan berkas infra merah yang tidak nampak oleh mata sehingga diperlukan
detektor sebagai sarana pembantu, agar berkas cahaya dapat diarahkan tepat mengenai
titik akupunktur yang diinginkan (Suhariningsih, 2004).
Energi yang dihasilkan Laser He-Ne Aman Untuk Tubuh
Energi(E) dapat dinyatakan dengan satuan J(Joule) atau eV(elektronvolt). Energi
yang dikeluarkan sinar laser He-Ne sebesar 1,78 eV. Tealah diketahui bahwa unsur yang
terbanyak di dalam tubuh adalah H, C, N, O dan energi ionisasi untuk masing-masing
unsure dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini:
Tabel 1. Energi Ionisasi AtomH C N O
13.5 eVAtau
21.76x10-19 J
11.2 eVAtau
19.92x10-19 J
14.5 eVAtau
23.2x10-19 J
13.6 eVAtau
21.76x10-19 JCatatan: 1 eV=1.6x10-19 Joule
Dari hasil perhitungan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa laser He-Ne aman
digunakan untuk terapi, karena tidak akan menimbulkan ionisasi atom di dalam tubuh.
16
Daftar Pustaka
Carroll J.M, (1970),”The Story of the LASER”, FP Dutton & Co, Inc.
Fishman J. (2000),” The History of Acupuncture. http://acupuncture.com/ Acup/ history.htm
Gardner G. (1960), “Anatomy”, Saunder Company, London.
Rubiyanto, A., Ricken R., Herrmann H., Sohler W. „ Integrated Optical Heterodyne Interferometer in Lithium Niobate, Journal Non Linear Optic, pp.201-206 (2001).
San T. (1985),“Ilmu Akupunktur“, Unit Akupunktur Rumah Sakit Dr. Ciptomangun Kusumo, Jakarta.
Scheideman I. (1988), „ Medical Acupuncture, Acupunkture and the Inner Healer, Everbest, Hongkong.
Shang C.,(2001), „The Past, Present, and Future of Meridian System Research, Springer Verlag, Berlin-Heidelberg.
Suhariningsih (1999),“Profil Tegangan Listrik Titik Akupunktur sebagai Indikator Kelainan Fungsional Organ“, Pascasarjana, Universitas Airlangga
Yudoyono, G, (2001) Optoelektronika, Jurusan fisika-FMIPA, Insitut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Mulya, Muhammad. Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Surabaya : Universitas Airlangga.
Email masing masing:
17