fisheries and marine journal - simdos.unud.ac.id

12

Upload: others

Post on 20-May-2022

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Fisheries and Marine Journal - simdos.unud.ac.id
Page 2: Fisheries and Marine Journal - simdos.unud.ac.id

Fisheries and Marine Journal Vol. 3, No. 2, April 2021

The aims of MFMJ are to provide a venue for academicians, researchers, and practitioners

for publishing the original research articles or review articles. The scope of the articles published

in this journal deals with a contemporary issue in fisheries and marine, such as: Biology,

Management, Conservation, Genetic, Marine Ecology, Microbiology, Social Economy.

EDITORIAL TEAM

Editor in Chief:

Dandi Saleky, SIK.,M.Si, Faculty of Agriculture, Musamus University, Indonesia

Editorial boards:

Muhammad Dailami, S.Si.,M.Si, Faculty of Fisheries and Marine Science, Universitas

Brawijaya, Indonesia

Modestas R. Maturbongs, S.Pi.,M.Si Faculty of Agriculture, Musamus University, Indonesia

Sunarni, S.Pi.,M.Si, S.Pi.,M.Si Faculty of Agriculture, Musamus University, Indonesia

Marius A. Welliken, S.Pi.,M.Si, Faculty of Agriculture, Musamus University, Indonesia

Redaction Address:

Faculty of Agriculture, Musamus University

Jl. Kamizaun Mopah Lama, Rimba Jaya, Kec. Merauke,

Kabupaten Merauke, Papua, Kode Pos: 99611

e-mail: [email protected]

website: https://ejournal.unmus.ac.id/index.php/fish/

Print ISSN : 2654-9905

Electronic ISSN : 2656-7008

Published by Musamus University

Page 3: Fisheries and Marine Journal - simdos.unud.ac.id

Fisheries and Marine Journal Vol. 3, No. 2, April 2021

DAFTAR ISI

Studi Pendahuluan Logam Berat pada Lamun Cymodocea rotundata di

Teluk Doreri Kabupaten Manokwari

Luky Sembel, Dwi Setijawati, Defri Yona, Emmanuel Manangkalangi,

Philipus Musyeri, Yenny Risjani

86 – 94

Kelimpahan, Pola Distribusi dan Kondisi Habitat Kima (Family :

Tridacnidae)

Iriansyah Iriansyah, Ricardo F. Tapilatu, Hendri Hendri

95 - 106

Keragaman Genetik dan Filogenetik Longtail Tuna (Thunnus tonggol)

yang Didaratkan di Pasar Ikan Pabean, Surabaya

Ida Ayu Astarini, Shella Ayu Ardiana, I Nyoman Giri Putra, Putu Dian

Pertiwi, Andrianus Sembiring, Astria Yusmalinda, Danie Al Malik

107 - 115

Laju Pertumbuhan dan Produksi Biomassa Daun Lamun Thalassia

hemprichii di Perairan Pengudang dan Dompak, Pulau Bintan

Afis Irawan, Fadhliyah Idris, Aditya Hikmat Nugraha

106 - 127

Keragaman dan Kelimpahan Plankton di Perairan Mangrove

Yonavin Maryon Titaley, Abdul Hamid A. Toha, Ricardo F. Tapilatu 128 - 152

Analisis Pola Pertumbuhan dan Morfometrik Udang Jerbung (Penaeus

merguiensis De Man, 1888) di Perairan Sekitar Bakoi, Sorong Selatan

Ridwan Sala, Roni Bawole, Aldrin Bonggoibo, Thomas Frans Pattiasina,

Sampari Suruan, Ferawati Runtuboi

144 - 153

Identifikasi Genetik Ikan Teri dari Teluk Cenderawasih dengan

pendekatan DNA Barcoding

Muhammad Dailami, Yuni Widyawati, Abdul Hamid A. Toha

154 – 166

Keanekaragaman Jenis Ikan di Perairan Umum Daratan Kampung

Nasem Kabupaten Merauke

Norce Mote, Rosa Delima Pangaribuan

167 – 173

Page 4: Fisheries and Marine Journal - simdos.unud.ac.id

Ardiana et al., Keragaman Genetik dan Filogenetik Longtail Tuna

107

©2020 Faculty of Agriculture, Musamus University

Keragaman Genetik dan Filogenetik Longtail Tuna (Thunnus tonggol) yang Didaratkan di Pasar Ikan Pabean, Surabaya

Genetic Diversity and Phylogenetic of Longtail Tuna (Thunnus tonggol) Landed in Pabean Fish Market, Surabaya

Shella Ayu Ardiana1, Ida Ayu Astarini2, I Nyoman Giri Putra1*, Putu Dian Pertiwi3,

Andrianus Sembiring3, Astria Yusmalinda3, Danie Al Malik3

1Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana,

Badung, Bali-Indonesia 2Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Udayana, Badung, Bali-Indonesia 3Yayasan Biodiversitas Indonesia, Denpasar, Bali-Indonesia

*Email: [email protected]

Info Artikel

____________________

Sejarah Artikel: Diterima

Januari 2021

Disetujui

Februari 2021 Dipublikasikan

Maret 2021

____________________

Keywords: Genetic conservation; Polymerase chain reaction; Control region; Pabean Surabaya Fish

Market

Abstrak

__________________________________________________________

Indonesia merupakan salah satu eksportir tuna terbesar di Asia

Tenggara. Untuk mencegah terjadinya penurunan populasi tuna seperti

longtail tuna, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui

konservasi genetik. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk

menentukan keragaman genetik dan hubungan filogenetik longtail tuna yang didaratkan di Pasar Ikan Pabean, Surabaya menggunakan gen

control region mitokondria. Amplifikasi DNA menggunakan metode PCR

(Polymerase Chain Reaction) dengan primer forward CRK 5’-AGCTC

AGCGC CAGAG CGCCG GTCTT GTAAA-3’ dan primer reverse CRE 5’-

CCTGA AGTAG GAACC AGATG-3’. Hasil penelitian menunjukkan 28

sampel longtail tuna memiliki nilai keragaman haplotipe (Hd) sebesar 1,00000 dan nilai keragaman nukleotida (π) sebesar 0,1939. Nilai

keragaman genetik yang tinggi ini menunjukkan bahwa longtail tuna

memiliki kemampuan beradaptasi yang baik terhadap perubahan

lingkungan. Rekonstruksi pohon filogenetik membentuk tujuh klade

dengan nilai jarak genetik antar spesies longtail tuna berkisar antara 0,005-0,035 yang menunjukkan tingkat kekerabatan yang dekat antar

sampel. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar untuk

kebijakan pengelolaan longtail tuna di Indonesia.

Abstract ____________________________________________________________

Indonesia is on of the largest tuna exporter in Southeast Asia. To prevent a decline in the population of tuna such as longtail tuna, one effort that can be done is through genetic conservation. Therefore, this study aims to determine the genetic diversity and phylogenetic relationships of longtail tuna landed in the Pabean Fish Market, Surabaya using mitochondrial control region genes. DNA amplification used the PCR (Polymerase Chain Reaction) method with forward primer CRK 5'-AGCTC AGCGC CAGAG CGCCG GTCTT GTAAA-3 and reverse primer CRE 5'-CCTGA AGTAG GAACC AGATG-3'. The results showed 28 samples of longtail tuna had a haplotype diversity value (Hd) of 1.00000 and a nucleotide diversity value (π) of 0.1939. This high value of genetic diversity indicates that longtail tuna has a good ability to adapt to environmental changes. The reconstruction of phylogenetic trees formed seven clades with the value of the genetic distance between longtail tuna species ranging from 0.005-0.035 which indicates the level of close kinship between samples. The results of this study can be used as basic data for longtail tuna management policies in Indonesia.

Musamus Fisheries and Marine Journal 2021 Vol.3 (No.2): hal 107-115 https://ejournal.unmus.ac.id/index.php/fish doi: 0.35724/mfmj. v3i2.3375 e-ISSN: 2656-7008 dan p-ISSN: 2654-9905

Page 5: Fisheries and Marine Journal - simdos.unud.ac.id

Ardiana et al., Keragaman Genetik dan Filogenetik Longtail Tuna

108

PENDAHULUAN

Potensi hasil perikanan laut di Indonesia terdiri dari sumberdaya ikan pelagis besar dengan jumlah 451.830 ton per tahun, pelagis kecil sebanyak

2.423.000 ton per tahun, ikan demersal sebanyak 3.163.630 ton per tahun, udang sebanyak 100.720 ton per tahun dan ikan karang sebanyak 80.082 ton

per tahun (Riswanto, 2012). Menurut Sumadhiharga (2009) pembangunan di sektor perikanan berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dalam kurun waktu 5 tahun pembangunan nasional, produksi perikanan pada tahun 2011 meningkat dari 13,64 juta ton menjadi 23,51 juta ton pada tahun

2016, dimana sebanyak 6,83 juta ton berasal dari hasil perikanan tangkap laut

(KKP, 2018). Di wilayah Asia Tenggara, Indonesia merupakan pengekspor ikan tuna

terbesar dengan volume ekspor sebesar 209,410 ton dengan nilai produksi mencapai 768,4 juta USD pada tahun 2013 (Alfajri, 2017). Jumlah tangkapan

ikan tuna yang tergolong tinggi ini, dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan populasi ikan tuna khususnya jenis longtail tuna (Thunnus tonggol). Untuk mencegah terjadinya penurunan populasi longtail tuna secara terus

menerus maka diperlukan suatu upaya konservasi terhadap spesies dan genetik dari ikan tersebut. Oleh sebab itu, diperlukan adanya kajian tentang keragaman

genetik longtail tuna, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar kebijakan pengelolaan dan konservasi genetik longtail tuna.

Analisis keragaman genetik berbagai jenis ikan telah dilakukan beberapa

peneliti, namun sampai saat ini masih sedikit data dan informasi tentang keragaman genetik longtail tuna. Kajian keragaman genetik bertujuan untuk

mengetahui tingkat variasi genetik yang menjadi indikasi adanya pertukaran genetik (gene flow) antar populasi (Hellberg et al., 2002). Selain itu, informasi

genetik pada ikan sangat penting diketahui dalam manajemen konservasi terutama pada ikan-ikan yang melakukan migrasi jarak jauh seperti tuna (Santos

et al., 2010). Secara umum keragaman genetik dari suatu populasi dapat terjadi

karena adanya mutasi, rekombinasi, atau migrasi gen dari satu tempat ke tempat lain (Suryanto, 2013). Menurut Frankham (1999) keragaman genetik yang rendah

akan berdampak pada kemampuan spesies tersebut untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan.

Filogenetik merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menganalisis hubungan kekerabatan (phylogenetic relationship) suatu makhluk

hidup (Leatemia et al., 2018). Di dalam filogenetika, kelompok organisme yang

memiliki kesamaan karakter atau ciri dianggap memiliki hubungan kekerabatan yang dekat. Kesamaan tersebut dianggap merupakan turunan dari satu indukan

(nenek moyang) dan nanti akan membentuk kelompok monofiletik (Hidayat dan Pancoro, 2008, Saleky et al.,2020).

Kota Surabaya memiliki jumlah penduduk hampir 3 juta jiwa, dan merupakan kota terbesar kedua di Indonesia (https://surabayakota.bps.go.id/).

Kota ini memiliki peranan yang sangat besar dalam menerima dan mendistribusikan hasil tangkapan ikan. Pasar ikan Pabean merupakan pasar

terbesar di Surabaya sehingga beraneka ragam jenis ikan dapat ditemui di pasar

tersebut dan hampir semua suplai ikan yang ada di pasar Surabaya didatangkan dari Pasar Ikan Pabean (Farid, 2018). Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis keragaman genetik dan filogenetik longtail tuna yang didaratkan di Pasar Ikan Pabean Surabaya dengan menggunakan teknik analisis sekuen DNA

mitokondria (mtDNA) pada bagian lokus D-loop atau yang biasa disebut control region. Penanda control region digunakan karena gen ini diketahui memiliki tingkat variasi genetik yang tinggi pada berbagai jenis hewan (Zheng et al., 2013).

Page 6: Fisheries and Marine Journal - simdos.unud.ac.id

Ardiana et al., Keragaman Genetik dan Filogenetik Longtail Tuna

109

METODE

Pengambilan sampel longtail tuna di Pasar Ikan Pabean Surabaya (Gambar 1) dengan total sampel yang berhasil dikoleksi sebanyak 29 sampel. Analisis sampel

dilakukan di Laboratorium Yayasan Biodiversitas Indonesia (BIONESIA) Bali. Isolasi sampel jaringan dilakukan dengan memotong bagian sirip pektoral sepanjang 5

cm, kemudian disimpan dalam tube berisi etanol 95% untuk pengawetan. Proses ekstraksi DNA dilakukan dengan larutan chelex 10% (Walsh et al., 1991). Amplifikasi

DNA menggunakan primer forward CRK 5’-AGCTC AGCGC CAGAG CGCCG GTCTT

GTAAA-3’ dan primer reverse CRE 5’-CCTGA AGTAG GAACC AGATG-3’ yang menargetkan lokus control region pada mitokondria (MtDNA) (Lee et al., 1995).

Pengaturan tahapan Polymerase Chain Reaction (PCR) yaitu pre denaturation selama 10 detik pada suhu 80°C, denaturation selama 30 detik pada suhu 94 °C, annealing

selama 30 detik pada suhu 50°C, extension selama 45 detik pada suhu 72 °C dan final

extension selama 5 menit pada suhu 72°C. Tahapan PCR diulang sebanyak 38 siklus. DNA hasil amplifikasi divisualisasi dengan menggunakan elektroforesis pada gel

agarose 1% dalam SB (sodium borat) buffer pada aliran listrik 100 volt dengan arus 200 watt selama 30 menit. Selanjutnya visualisasi fragmen DNA dilakukan

menggunakan UV transilluminator. Sampel hasil PCR yang sudah positif mengandung

DNA kemudian dikirim ke Berkeley Sequencing Facility, USA untuk dilakukan proses sekuensing.

Gambar 1. Peta Pengambilan Sampel

Data sekuen DNA yang diperoleh diedit dan disejajarkan dengan menggunakan metode DNA Matrix ClustalW (1.6) atau Translation Weight (0.5) yang terdapat pada

program MEGA 5 (Tamura et al., 2011). Data sekuen DNA yang telah diedit selanjutnya dibandingkan dengan data sekuen DNA yang terdapat pada genbank

(http://www.ncbi.nih.gov) dengan menggunakan aplikasi BLAST (Basic Local Alignment Tools. Analisis filogenetik dikerjakan dengan MEGA 5 dengan metode

neighbor joining (NJ) model evolusi kimura 2-parameter dan bootstraps 1000.

Keragaman genetik longtail tuna dianalisis menggunakan aplikasi Dnasp 4.0 (Rozas et al., 2003) yang meliputi jumlah haplotipe (Hn), keragaman haplotipe (Hd), dan

keragaman nukleotida (π) (Nei, 1987).

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sampel longtail tuna yang berhasil dikoleksi di Pasar Ikan Pabean

Surabaya yakni sebanyak 29 sampel. Hasil analisis BLAST (Basic Local Alignment Search Tools) menunjukkan 28 data sekuen dari pasar ikan Pabean Surabaya

Page 7: Fisheries and Marine Journal - simdos.unud.ac.id

Ardiana et al., Keragaman Genetik dan Filogenetik Longtail Tuna

110

merupakan spesies ikan longtail tuna dengan panjang sekuen antara 462-468 bp

dengan persentase kemiripan sekuen (ident %) sebesar 97,90%-99,30%. Sementara itu satu sampel dengan kode sampel BIO06_024_020_PABEAN tidak berhasil

dilakukan BLAST karena kualitas kromatogram yang kurang baik. Menurut Bhattacharjee et al (2012) menyatakan bahwa persentase kemiripan sekuen

dengan data genbank dinyatakan signifikan apabila persentase similaritas mencapai 97%-100%. Sementara untuk persentase similaritas antara 92%-96%

termasuk kategori cukup sedangkan similaritas dengan nilai lebih kecil dari 91%

dikatakan tidak signifikan. Adapun hasil identifikasi spesies longtail tuna di Pasar Ikan Pabean Surabaya berdasarkan database GenBank disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil BLAST longtail tuna

No. Kode sampel Panjang

Sequence Ident (%)

Nama Hasil

Kode Akses

1. BIO06_024_001_PABEAN 466 bp 99,30% T. tonggol KC313367.1

2. BIO06_024_002_PABEAN 465 bp 99,06% T. tonggol KC313359.1

3. BIO06_024_003_PABEAN 465 bp 99,05% T. tonggol KC313390.1

4. BIO06_024_004_PABEAN 465 bp 99,07% T. tonggol KC313359.1

5. BIO06_024_005_PABEAN 465 bp 98,36% T. tonggol KC313367.1

6. BIO06_024_006_PABEAN 462 bp 98,59% T. tonggol KC313315.1

7. BIO06_024_007_PABEAN 463 bp 98,59% T. tonggol KC313335.1

8. BIO06_024_008_PABEAN 465 bp 98,13% T. tonggol KC313359.1

9. BIO06_024_009_PABEAN 465 bp 98,83% T. tonggol KC313359.1

10. BIO06_024_010_PABEAN 463 bp 98,59% T. tonggol KC313351.1

11. BIO06_024_011_PABEAN 466 bp 99,07% T. tonggol KC313367.1

12. BIO06_024_012_PABEAN 466 bp 98,60% T. tonggol KC313367.1

13. BIO06_024_013_PABEAN 465 bp 98,36% T. tonggol KC313359.1

14. BIO06_024_014_PABEAN 464 bp 98,83% T. tonggol KC313349.1

15. BIO06_024_015_PABEAN 466 bp 98,360% T. tonggol KC313367.1

16. BIO06_024_016_PABEAN 465 bp 99,06% T. tonggol KC313359.1

17. BIO06_024_017_PABEAN 468 bp 98,31% T. tonggol KC313369.1

18. BIO06_024_018_PABEAN 466 bp 99,07% T. tonggol KC313367.1

19. BIO06_024_019_PABEAN 468 bp 98,82% T. tonggol KC313369.1

20. BIO06_024_021_PABEAN 466 bp 99,07% T. tonggol KC313367.1

21. BIO06_024_022_PABEAN 460 bp 99,29% T. tonggol KC313317.1

22. BIO06_024_023_PABEAN 466 bp 98,83% T. tonggol KC313367.1

23. BIO06_024_024_PABEAN 465 bp 97,90% T. tonggol KC313359.1

24. BIO06_024_025_PABEAN 465 bp 99,07% T. tonggol KC313359.1

25. BIO06_024_026_PABEAN 466 bp 98,60% T. tonggol KC313367.1

26. BIO06_024_027_PABEAN 465 bp 98,36% T. tonggol KC313359.1

27. BIO06_024_028_PABEAN 465 bp 98,36% T. tonggol KC313359.1

28. BIO06_024_029_PABEAN 465 bp 98,13% T. tonggol KC313359.1

Hasil keragaman genetik longtail tuna di Pasar Ikan Pabean Surabaya menunjukkan angka yang tinggi dengan jumlah haplotipe sebanyak 28 (Hn=28)

keragaman haplotipe (Hd=1,00000) dan keragaman nukleotida (π=0,01939) . Menurut Nei (1987), nilai keragaman haplotipe berkisar dari 0,80000 – 1,00000

masuk dalam kategori tinggi, 0,50000 – 0,70000 tergolong dalam kategori sedang, dan 0,10000 – 0,40000 merupakan kategori rendah. Hal tersebut menandakan

bahwa effective population size dari ikan tuna betina yang tinggi, sehingga

menimbulkan keragaman haplotipe yang tinggi. Effective population size dapat mengindikasikan jumlah individu-individu yang melakukan perkawinan dalam

suatu populasi. Oleh sebab itu, semakin banyak individu yang melakukan perkawinan, semakin tinggi kemungkinan variasi genetik yang akan terbentuk. Ely

Page 8: Fisheries and Marine Journal - simdos.unud.ac.id

Ardiana et al., Keragaman Genetik dan Filogenetik Longtail Tuna

111

et al. (2005) menyatakan bahwa pada suatu wilayah lokal sekalipun dapat

memunculkan diversitas haplotipe yang tinggi. Dari nilai keragaman haplotipe dan keragaman nukleotida yang diperoleh dapat dikatakan bahwa keragaman genetik

pada longtail tuna di Pasar ikan Pabean Surabaya tinggi, bila dibandingkan dengan nilai keragaman haplotype dan keragaman nukleotida longtail tuna di Pantai barat

India sebesar 0,0998 dan 0,0187 (Kunal, 2014), Pekalongan sebesar 0,997 dan 0,014 (Willette et al., 2016), dan Laut Jawa sebesar 0,993 dan 0,022 (Al Malik et

al., 2020)

Keragaman haplotipe longtail tuna yang tinggi ini diduga disebabkan oleh ukuran populasi yang besar dan terjadinya kawin acak (interbreeding) antar

individu. Kawin acak dapat akan menjamin kestabilan frekuensi alel dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sementara itu, ukuran populasi yang besar dapat

melindungi populasi tersebut dari terjadinya hanyutan genetik (genetic drift) yang

mungkin saja diakibatkan oleh penangkapan longtail tuna yang berlebihan. Jumlah populasi yang besar dan penyebarannya yang luas mengakibatkan

penangkapan longtail tuna mungkin hanya terjadi pada sub populasi yang berukuran kecil pada suatu perairan.

Faktor lain yang menyebabkan tingginya keragaman genetik pada longtail tuna kemungkinan berkaitan dengan kemampuan migrasi jarak jauh dari spesies

tersebut. Spesies yang melakukan migrasi jarak jauh berpeluang besar untuk

melakukan perkawinan dengan populasi lain yang memiliki lungkang gen (gene pool) yang berbeda. Hal ini menyebabkan terjadinya aliran gen (gene flow) antar

populasi yang kemudian meningkatkan keragaman genetik pada populasi. Perairan Indonesia menjadi bagian dari jalur migrasi tuna dunia karena terletak

diantara samudera Hindia dan samudera Pasifik (DKP, 2008). Nishida et al. (1998)

juga menyatakan bahwa sebagian besar spesies tuna melakukan migrasi lintas samudera. Kemampuan migrasi tinggi dan ukuran populasi yang besar

memberikan peluang bagi ikan-ikan tuna untuk melakukan perkawinan silang (Ely et al., 2005).

Nilai keragaman genetik yang tinggi mengindikasikan bahwa populasi longtail tuna memiliki kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan.

Taylor dan Aarsen (1988) menyatakan bahwa spesies dengan kemampuan adaptasi

yang tinggi akan menghasilkan variasi fenotipe dan genotipe yang adaptif terhadap perubahan kondisi lingkungan untuk bertahan hidup. Frankham (1999)

menyatakan bahwa kemampuan adaptasi spesies ditentukan oleh tingkat keragaman genetik yang dimiliki oleh spesies tersebut. Selain itu, Hughes et al.

(2008) juga menyatakan bahwa keragaman genetik mempunyai dampak potensial secara langsung maupun tidak langsung terhadap individu, spesies, populasi,

komunitas dan ekosistem.

Rekonstruksi pohon filogenetik menggunakan program MEGA5 menggunakan metode neighbor joining dengan bootstrap 1000 kali. Pohon filogenetik dibuat

menggunakan 28 data sekuen dengan tambahan 6 data sekuen longtail tuna dari pantai barat India. Sementara itu data outgroup yang digunakan adalah spesies

yellowfin tuna. Data sekuen tambahan dan outgroup diunduh dari data genbank (http://www.ncbi.nih.gov). Berdasarkan dari hasil analisis, pada lokus control region terdapat 7 clade, dengan cabang clade terbanyak terdapat pada clade 6

yakni terdapat 8 cabang, sedangkan cabang clade terendah terdapat pada clade 7 yakni dengan 1 cabang (Gambar 2).

Page 9: Fisheries and Marine Journal - simdos.unud.ac.id

Ardiana et al., Keragaman Genetik dan Filogenetik Longtail Tuna

112

Pohon yang terbentuk dari hasil rekonstruksi membentuk 7 clade yang dimana clade ini terbentuk karena adanya kemiripan urutan basa nitrogen satu

sama lain, urutan basa yang cenderung sama akan terbentuk mengumpul dalam satu clade dan tidak tersusun bercabang. Keragaman genetik dapat terjadi tidak

hanya pada intraspesies namun juga dapat terjadi pada antarspesies. Hal ini dapat

dilihat pada (Gambar 2) meskipun masih dalam 1 spesies yaitu longtail tuna, namun terbentuk kelompok-kelompok (clade) kecil yang menandakan adanya

perbedaan komposisi basa nukleotida antar individu. Hasil analisis pohon filogenetik menggunakan metode neighbor joining

menunjukkan sampel BIO06_024_024_PABEAN memiliki tingkat evolusi paling jauh diantara sampel lainnya, hal ini dapat dilihat dari garis evolusi paling panjang

(tidak termasuk outgroup). Hal ini diperkuat dari jarak genetik

BIO06_024_024_PABEAN yang memiliki jarak genetik paling jauh antara lain yakni 0,033 – 0,035 dari sampel yang lain. Keberadaan Thunnus albacares pada hasil

rekonstruksi pohon filogenetik merupakan sebagai data outgroup. Outgroup dimaksudkan untuk mendapat informasi yang meyakinkan dan

dapat meningkatkan prediksi yang lebih baik terhadap pembentukan pohon

filogenetik (Dharmayanti, 2011). Outgroup dalam rekonstruksi pohon filogenetik didapatkan dari data GenBank dengan ketentuan spesies tersebut masih memiliki

kedekatan dengan genus sampel yang di analisis kekerabatannya. Thunnus albacares sendiri diketahui merupakan anggota dari genus Thunnus sehingga

dapat dimasukan sebagai outgroup pada pohon filogenetik.

1

7

6

5

4

3

2

Gambar 2. Hasil rekonstruksi pohon filogenetik longtail tuna

BIO06.024.002 PABEAN

Thunnus tonggol haplotype 61 D-loop partial sequence mitochondrial

BIO06.024.004 PABEAN

BIO06.024.013 PABEAN

BIO06.024.003 PABEAN

BIO06.024.027 PABEAN

Thunnus tonggol haplotype 91 D-loop partial sequence mitochondrial

Thunnus tonggol haplotype 53 D-loop partial sequence mitochondrial

BIO06.024.029 PABEAN

BIO06.024.024 PABEAN

BIO06.024.028 PABEAN

BIO06.024.009 PABEAN

BIO06.024.011 PABEAN

BIO06.024.016 PABEAN

BIO06.024.023 PABEAN

BIO06.024.008 PABEAN

BIO06.024.026 PABEAN

BIO06.024.005 PABEAN

BIO06.024.021 PABEAN

BIO06.024.015 PABEAN

BIO06.024.017 PABEAN

BIO06.024.010 PABEAN

BIO06.024.019 PABEAN

BIO06.024.007 PABEAN

BIO06.024.006 PABEAN

BIO06.024.012 PABEAN

Thunnus tonggol haplotype 71 D-loop partial sequence mitochondrial

Thunnus tonggol haplotype 16 D-loop partial sequence mitochondrial

Thunnus tonggol haplotype 69 D-loop partial sequence mitochondrial

BIO06.024.022 PABEAN

BIO06.024.018 PABEAN

BIO06.024.001 PABEAN

BIO06.024.014 PABEAN

BIO06.024.025 PABEAN

Thunnus albacares haplotype 288 D-loop partial sequence mitochondrial

Page 10: Fisheries and Marine Journal - simdos.unud.ac.id

Ardiana et al., Keragaman Genetik dan Filogenetik Longtail Tuna

113

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 2 23 24

1 BIO06.024.001_PABEAN

2 BIO06.024.002_PABEAN 0.017

3 BIO06.024.003_PABEAN 0.017 0.020

4 BIO06.024.004_PABEAN 0.017 0.015 0.012

5 BIO06.024.005_PABEAN 0.015 0.017 0.015 0.017

6 BIO06.024.006_PABEAN 0.017 0.030 0.027 0.025 0.022

7 BIO06.024.007_PABEAN 0.017 0.025 0.025 0.025 0.022 0.015

8 BIO06.024.008_PABEAN 0.017 0.020 0.012 0.015 0.007 0.020 0.020

9 BIO06.024.009_PABEAN 0.010 0.017 0.015 0.012 0.010 0.012 0.012 0.007

10 BIO06.024.010_PABEAN 0.017 0.030 0.027 0.025 0.022 0.010 0.005 0.020 0.012

11 BIO06.024.011_PABEAN 0.015 0.017 0.020 0.012 0.015 0.017 0.017 0.012 0.005 0.017

12 BIO06.024.012_PABEAN 0.012 0.025 0.022 0.020 0.017 0.015 0.020 0.015 0.007 0.015 0.012

13 BIO06.024.013_PABEAN 0.020 0.022 0.012 0.015 0.022 0.025 0.022 0.015 0.012 0.025 0.017 0.020

14 BIO06.024.014_PABEAN 0.007 0.025 0.025 0.025 0.022 0.025 0.020 0.025 0.017 0.020 0.022 0.020 0.028

15 BIO06.024.015_PABEAN 0.020 0.033 0.030 0.028 0.025 0.012 0.012 0.022 0.015 0.007 0.015 0.017 0.028 0.028

16 BIO06.024.016_PABEAN 0.012 0.015 0.017 0.010 0.012 0.015 0.015 0.010 0.002 0.015 0.002 0.010 0.015 0.020 0.017

17 BIO06.024.017_PABEAN 0.022 0.035 0.027 0.030 0.022 0.015 0.015 0.020 0.017 0.010 0.022 0.020 0.030 0.030 0.010 0.020

18 BIO06.024.018_PABEAN 0.002 0.020 0.015 0.015 0.017 0.020 0.020 0.015 0.012 0.020 0.017 0.015 0.017 0.010 0.022 0.015 0.025

19 BIO06.024.019_PABEAN 0.015 0.028 0.027 0.028 0.025 0.012 0.007 0.022 0.015 0.007 0.020 0.012 0.025 0.022 0.010 0.017 0.012 0.017

20 BIO06.024.021_PABEAN 0.015 0.017 0.017 0.022 0.005 0.028 0.022 0.012 0.015 0.028 0.015 0.022 0.025 0.022 0.025 0.017 0.028 0.017 0.025

21 BIO06.024.022_PABEAN 0.005 0.022 0.022 0.022 0.020 0.017 0.017 0.017 0.010 0.017 0.015 0.012 0.020 0.012 0.020 0.012 0.022 0.007 0.015 0.020

22 BIO06.024.023_PABEAN 0.012 0.020 0.015 0.020 0.012 0.025 0.015 0.015 0.012 0.020 0.017 0.020 0.022 0.020 0.022 0.015 0.020 0.015 0.017 0.012 0.017

23 BIO06.024.024_PABEAN 0.025 0.027 0.025 0.022 0.025 0.033 0.033 0.027 0.020 0.033 0.025 0.027 0.027 0.033 0.035 0.022 0.033 0.027 0.035 0.030 0.030 0.027

24 BIO06.024.025_PABEAN 0.012 0.015 0.020 0.015 0.017 0.020 0.015 0.015 0.007 0.020 0.007 0.015 0.017 0.015 0.022 0.005 0.025 0.015 0.017 0.017 0.012 0.015 0.027

25 BIO06.024.026_PABEAN 0.012 0.015 0.012 0.015 0.002 0.020 0.020 0.005 0.007 0.020 0.012 0.015 0.020 0.020 0.022 0.010 0.020 0.015 0.022 0.007 0.017 0.010 0.022 0.015

26 BIO06.024.027_PABEAN 0.020 0.022 0.012 0.015 0.022 0.030 0.028 0.020 0.017 0.030 0.022 0.020 0.015 0.028 0.033 0.020 0.035 0.017 0.025 0.025 0.025 0.022 0.027 0.022

27 BIO06.024.028_PABEAN 0.020 0.022 0.020 0.017 0.020 0.027 0.027 0.022 0.015 0.027 0.020 0.022 0.022 0.027 0.030 0.017 0.027 0.022 0.030 0.025 0.025 0.022 0.005 0.022

28 BIO06.024.029_PABEAN 0.022 0.025 0.022 0.020 0.022 0.030 0.030 0.025 0.017 0.030 0.022 0.025 0.025 0.030 0.033 0.020 0.030 0.025 0.033 0.027 0.027 0.025 0.007 0.025

29 Thunnus_albacares_haplotype_288_D-loop_partial_sequence_mitochondrial0.054 0.062 0.062 0.062 0.059 0.059 0.059 0.059 0.056 0.065 0.056 0.062 0.062 0.059 0.067 0.054 0.059 0.056 0.062 0.059 0.054 0.056 0.070 0.051

30 Thunnus_tonggol_haplotype_61_D-loop_partial_sequence_mitochondrial0.010 0.007 0.012 0.007 0.015 0.022 0.017 0.017 0.010 0.022 0.010 0.017 0.015 0.017 0.025 0.007 0.028 0.012 0.020 0.015 0.015 0.012 0.020 0.007

31 Thunnus_tonggol_haplotype_91_D-loop_partial_sequence_mitochondrial0.025 0.028 0.025 0.022 0.025 0.028 0.028 0.022 0.015 0.028 0.015 0.022 0.017 0.028 0.025 0.017 0.033 0.028 0.030 0.025 0.025 0.028 0.030 0.022

32 Thunnus_tonggol_haplotype_16_D-loop_partial_sequence_mitochondrial0.007 0.020 0.020 0.020 0.017 0.015 0.020 0.020 0.012 0.020 0.012 0.015 0.022 0.015 0.017 0.015 0.025 0.010 0.017 0.012 0.012 0.015 0.027 0.015

33 Thunnus_tonggol_haplotype_53_D-loop_partial_sequence_mitochondrial0.017 0.025 0.022 0.020 0.017 0.020 0.015 0.015 0.007 0.015 0.012 0.015 0.020 0.020 0.022 0.010 0.025 0.020 0.022 0.022 0.017 0.020 0.022 0.015

34 Thunnus_tonggol_haplotype_71_D-loop_partial_sequence_mitochondrial0.010 0.022 0.017 0.022 0.015 0.017 0.017 0.012 0.010 0.017 0.015 0.007 0.020 0.017 0.020 0.012 0.017 0.012 0.010 0.015 0.010 0.012 0.030 0.012

35 Thunnus_tonggol_haplotype_69_D-loop_partial_sequence_mitochondrial0.005 0.017 0.017 0.017 0.015 0.017 0.017 0.017 0.010 0.017 0.010 0.012 0.020 0.012 0.015 0.012 0.022 0.007 0.015 0.010 0.010 0.012 0.025 0.012

Tabel 2. Jarak genetik antar individu

Jarak genetik merupakan pengukuran tingkat perbedaan gen antar populasi

maupun spesies (Nei, 1987). Hasil jarak genetik populasi longtail tuna (T. tonggol) menunjukkan jarak genetik terjauh sebesar 0,035 dan jarak genetik terdekat sebesar 0,005 (Tabel 2). Jarak genetik terjauh yang sebesar 0,035 yaitu pada

sampel BIO06_024_017_PABEAN dengan BIO06_024_002_PABEAN, BIO06_024_024_PABEAN dengan BIO06_024_015_PABEAN; BIO06_024_019_PABEAN dan

BIO06_024_027_PABEAN dengan BIO06_024_017_PABEAN. Sedangkan jarak terdekat

sebesar 0.005 pada sampel BIO06_024_010_PABEAN dengan BIO06_024_007_PABEAN, BIO06_024_011_PABEAN dengan BIO06_024_009_PABEAN dan BIO06_024_021_PABEAN

dengan BIO06_024_005_PABEAN. Nilai matriks yang rendah menunjukkan kekerabatan

yang dekat dan dibuktikan dengan bentuk pohon filogenetik (Verawati, 2015). Dengan demikian, jarak genetik antar sampel menunjukkan bahwa masing-masing

individu memiliki tingkat perbedaan genetik yang rendah dengan kisaran jarak genetik 0,005-0,035.

Kesimpulan Keragaman genetik longtail tuna yang didaratkan di Pasar Ikan Pabean

Surabaya memiliki keragaman haplotipe (Hd=1.00000) dan keragaman nukleotida (π = 0,01939) yang tinggi. Hubungan kekerabatan filogenetik longtail tuna yang

didaratkan di Pasar Ikan Pabean Surabaya jarak genetik terdekat 0,005 dan jarak genetik terjauh 0,035 menunjukkan hubungan kekerabatan antar spesies

yang sangat dekat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Yayasan Biodiversitas Indonesia (BIONESIA) yang telah mendanai dan membantu penelitian ini, serta semua pihak yang

telah membimbing selama penelitian dan penulisan artikel ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA Al Malik, M. D., Pertiwi N. P. D., Sembiring, A., Yusmalinda, N. L. A., Ningsih, E.Y.,

Astarini, I. A. (2020). Genetic structure of Longtail Tuna Thunnus tonggol (

Bleeker, 1851) in Java Sea, Indonesia. Biodiversitas, 21:3637-3643 Alfajri, S. I., (2017). Kepentingan Indonesia Mengekspor Ikan Tuna Ke Amerika

Serikat Tahun 2012-2015. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Riau

Badan Pusat Statistik Kota Surabaya (https://surabayakota.bps.go.id/) diakses tanggal 15 Pebruari 2021

Bangol, I.., Momuat, L. I.., & Kumaunanga M. (2014). Barcode DNA tumbuhan

Pangi (Pangium edule R.) Berdasarkan Gen Matk. FMIPA. UNSRAT: Manado

Page 11: Fisheries and Marine Journal - simdos.unud.ac.id

Ardiana et al., Keragaman Genetik dan Filogenetik Longtail Tuna

114

Bhattacharjee, M. J., Laskar, B. A., Dhar, B., Ghosh, S. K. (2012). Identification

and Re-Evaluation of Freshwater Catfishes through DNA Barcoding. Plos One7:1-7. Bioinformatics

Carlsson, J., Mcdowell, J. R., Jaimes, P. J., Carlsson, J. E. R., Boles, S. B., Gold, J. R, & Graves, J. E. (2004). Microsatellite and mitochondrial DNA analyses of

Atlantic bluefin tuna (Thunnus thynnus thynnus) population structure in the Mediterranean Sea. Molecular ecology, 13: 3345-3356.

Carpenter, K. E., Niem, V. H. (2001). The living marine resources of the Western Central Pacific. FAO Identification Guide for Fishery Purposes. Vol. 6.

Carson, S., & Robertson, D. (2006). Manipulation and Expression of Recombiant

DNA: A Laboraroty Manual. Elsevier. Burlington. Departemen Kelautan dan Perikanan. (2008). Potensi dan pemberdayaan ikan tuna

Dharmayanti, N. L. P. (2011). Filogenetika Molekuler: Metode Taksonomi Organisme Berdasarkan Sejarah Evolusi. Balai Besar Penelitian Veteriner.

Wartazoa. 21(1), 1-7. Ely, B., Vinas, J., Bremer, J. R. A., Black, D., Lucas, L., Covello, K., Labrie, A. V., &

Thelen, E. (2005). Consequences of the historical demography on the global

population structure of two highly migratory cosmopolitan marine fishes: the yellowfin tuna (Thunnus albacares) and the skipjack tuna (Katsuwonus

pelamis). BMC Evolutionary Biology 5: 19. Farid, M. (2018). Aktivitas Pedagang Ikan Laut di Pasar Ikan Pabean, Surabaya.

Biokultur, 7: 54-71 Frankham, R. (1999). Quantitative genetic in conservation Biology. Genetics.

Pres.Cam. 74, 237-244 Hellberg, M. E., Burton, R. S., Neigel, J. E., Palumbi, S. R. (2002). Genetic

Assessment of Connectivity Among Marine Populations. Bulletin of Marine

Science, 70: 273-290 Hidayat, T., & Pancoro, A. (2008). Kajian filogenetika molekuler dan peranannya

dalam menyediakan informasi dasar untuk meningkatkan kualitas sumberdaya genetik anggrek. AgroBiogen. 4(1): 35-40.

Hughes, A. R., Inouye, B. D., Johnson, M. T. J., Underwood, N., & Vellend, M. (2008). Ecological consequences of genetic diversity. Ecology Letters, 11: 609-

623. Kementrian Kelautan dan Perikanan. (2018). Data Produksi Perikanan;

Produktivitas Perikanan Indonesia pada forum merdeka barat 9 kementrian

komunikasi dan inform atika. Kuna,l S. P., Kumar, G., Menezes, M. R., & Meena, M. R. (2014). Population genetic

structure of longtail tuna (Thunnus tonggol) along Wallace’s Line. Acharya Nagarjuna University.

Leatemia, S.P.O. , Manumpil, A.W., Saleky, D., & Dailami, M. (2018). DNA Barcode dan Molekuler Filogeni Turbo sp. di Perairan Manokwari Papua Barat.

Prosiding Seminar Nasional MIPA UNIPA. 3(1), 103–114.

Lee, W. J., Conroy, J., Howell, W. H., & Kocher, T. D. (1995). Structure and evolution of teleost mitochondrial control regions. Moleculer Evolution, 41:

54-66. Nei, M. (1972). Genetic Distance Between Population. The American Naturalist

106(949):283–292 Nei, M. (1987). Moleculer evolutionary genetics. Columbia University. Press. New

York. 512 hal.

Nishida, T., Chow, S. P., & Grewe. (1998). Review and research plan on the stock sructure of yellowfin tuna (Thunnus albacares) and bigeye tuna (Thunnus

obesus) in the Indian Ocean, dalam Prosiding Indian Ocean Tuna Commission, Victoria, Seychelles, 9-14 November 1998.

Riswanto, S. (2012). Status Perikanan Tuna Mata Besar (Thunnus obesus, Lowe

Page 12: Fisheries and Marine Journal - simdos.unud.ac.id

Ardiana et al., Keragaman Genetik dan Filogenetik Longtail Tuna

115

1983) di Perairan Semudera Hindia, Selatan Pelabuhanratu. Sukabumi. Tesis.

FMIPA. Universitas Indonesia Rozas, J., Sanchez-DeI, B. J. C., Messeguer., & Rozas, X. R. (2003). DnaSP, DNA

polymorphism analyses by the coalescent and other methods. Bioinformatics, 19: 2496–2497.

Saleky, D., Supriyatin,F.E., & Dailami, M. (2020). Pola Pertumbuhan dan Identifikasi Genetik Turbo setosus Gmelin, 1791 [Turbinidae, Gastropoda].

Jurnal Kelautan Tropis November. 23(3): 305-315.

Santos, M. D., Lopez, G. V., & Barut, N. C. (2010). A pilot study on the genetic variation of eastern little tuna (Euthynnus affinis) in Southeast Asia.

Sumadhiharga, O. K. (2009). Ikan Tuna. Pusat Penelitian Oceanografi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 34 hlm.

Suryanto, D. (2013). Melihat keanekaragaman organisme melalui beberpa teknik genetika molekuler. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Universitas Sumatera Utara: 11 hlm. Tamura, K., Peterson, D., Peterson, N., Stecher, G., Nei, M., & Kumar, S. (2011).

MEGA5: Molecular Evolutionary Genetics Analysis using maximum likelihood,

evolutionary distance, and maximum parsimony methods. Mol Biol Evol 28: 2731- 2739.

Verawati, I. (2015). Identifikasi Molekuler, Keragaman Genetik dan Karakteristik Habitat siput laut (Nudibranchia) Dari Beberapa Populasi di Indonesia.

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Institute Pertanian Bogor. 164 hal

Walsh, P. S., Metzger, D. A,. & Higuchi, R. (1991). Chelex100 as a Medium for

Simple Extraction of DNA for PCR Based Typing from Forensic Material. Biotechniques 10: 506–513.

Willette, D. A., Santos, M. D., Leadbitter, D. (2016). Longtail tuna Thunnus tonggol (Bleeker, 1851) shows genetic partitioning across, but not within, basins of

the Indo-Pacific based on mitochondrial DNA. Journal of Applied Ichthyology, 32: 318-323

Zheng, C., Nie, L., wang, J., Zhou, H., Hou, H., Wang, H., Liu, J. (2013). Recombination and evolution of duplicate control regionregion in the

mitochondrial genome of the Asian Big-Headed Turtle, Platysternon

megacephalum. PLoS ONE 8(12): e82854