filsafat pancasila jadi
TRANSCRIPT
FILSAFAT PANCASILA dan KAITANNYA DENGAN ALIRAN
FILASAFAT LAIN
A. Filsafat Pancasila
1. Pengertian Filsafat
Definisi Filsafat secara Etimologis. Istilah filsafat (Inggris: philosophy;
Arab: falsafah) berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu philein atau
philos yang berarti cinta atau sahabat, dan sophia atau sophos yang berarti
kebijaksanaan. Dengan demikian, secara etimologis philosophia (filsafat) berarti
cinta kepada kebijaksanaan atau sahabat kebijaksanaan.
Definisi Filsafat Secara Operasional filsafat mengandung dua pengertian
pokok, yaitu mencakup pengertian filsafat sebagai hasil produk ( hasil pemikiran
manusia ) dalam hal ini bersifat statis, dan filsafat sebagai proses sehingga dalam
hal ini filsafat bersifat dinamis.
Definisi Filsafat Secara Leksikal. Ditinjau secara leksikal, sebagaimana
dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa filsafat berarti sikap hidup
atau pandangan hidup.
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran
manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak
didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan,
tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu,
memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu.
2. Pengertian Pancasila
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan ideologi dasar bagi negara.
Nama ini terdiri dari dua kata dari Sansekerta: pañca berarti lima dan śīla berarti
prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa
dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila
adalah:
1
(sila 1) Ketuhanan Yang Maha Esa
(sila 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
(sila 3) Persatuan Indonesia
(sila 4)Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
(sila 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
Dan ini sesuai dengan yang tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan)
Undang-undang Dasar 1945.
3. Filsafat Pancasila
Filsafat pancasila adalah pembahasan pancasila secara filsafati, yaitu
pembahasan pancasila sampai hakikatnya yang terdalam ( sampai inti yang
terdalam ). Dari segi objek formanya, filsafat pancasila merupakan suatu
pengetahuan yang terdalam yang merupakan hakikat pancasila yang bersifat
essesnsial, abstrak umum universal, tetap dan tidak berubah. Dari objek
materinya maka pengertian filsafat pancasila yaitu suatu sistim pemikiran yang
rasional, sistematis, terdalam dan menyeluruh tentang hakikat bangsa negara dan
masyarakat Indonesia nilai nilainya telah ada dan digali dari bangsa Indonesia
sendiri. ( Notonagoro)
Filsafat pancasila yakni suatu system atau aliran kefilsafatan kebangsaan
Indonesia yang bersumber pada sejarah, budaya tradisi dan juga lingkungan.
Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat
dalam filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa
filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila
senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa,
sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.
Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara
umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa
Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan,
2
norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling
baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
a. Tokoh Pemikir Filsafat Pancasila :
1. Soedirman Kartohadiprojo
Seorang ahli hukum khususnya hukum adat (Guru besar Universitas
Parahyangan). Menurut Kartohadiprojo, intisari filsafat “kekeluargaan” yang
dapat dijabarkan dalam pernyataan aksiomatik “kesatuan dalam perbedaan
dan perbedaan dalam kesatuan.” Guna memferivikasi apakah benar intisari
filsafat pancasila adalah kekeluargaan, Kartohadiprojo menggunakan kriteria
jiwa bangsa sebagaimana termaktub dalam azas-azas hukum adat. Ternyata
azas-azas tersebut tidak lain adalah “kekeluargaan” itu sendiri. Misalnya,
dalam kehidupan rakyat nusantara untuk pengelolaan tanah selama berabad-
abad dianut hak ulayat, yakni hak bersama atas tanah.
2. N. Drijarkara
Berpendapat bahwa filsafat pancasila berbasis pada cinta kasih terhadap
sesama. Dengan melakukan analisis eksistensi, drijarkara menyatakan bahwa
keberadaan manusia tidak lain dari “ada bersama” bukan dalam bipolaritas
“aku” dan dilain pihak “mengaku” keberadaan manusia secara eksistensial
adalah ada bersama dalam “aku engkau”. Analoginya seperti pada permainan
bulu tangkis dimana akan mustahil bermain sendirian, melainkan harus
berpartner bersama. Dari fakta itu maka eksistensi manusia tidak lain adalah
koeksistensi, saling membutuhkan sebagai mitra dalam mengarungi
kehidupan di dunia. Posisi partner tidak menomorsatukan persaingan atau
konflik melainkan kemitraan dan kerjasama. Kasih merupakan sumber dari
segala sumber. Eksistensi yang melimpahkan kasih-Nya kepada seluruh
eksistensi.
3. Notonagoro:
Pancasila secara filosofis berdasar atas sifat dasar manusia sebagai
makhluk monodualis dan monopluralis. Hal ini berarti bahwa manusia sendiri
3
sebagai basis analisis mewujudkan dirinya dalam wahana pluralisme.
Manusia adalah makhluk jasmani dan rohani; manusia adalah makhluk
individu dan sosial; manusia adalah makhluk bebas dan sekaligus bergantung
pada tuhan.
4. M. W. Pranarka
Menegaskan dalam disertasinya (1985) bahwa pancasila sebagai aliran
pikiran bukanlah subsistem aliran helenistik dan bukan subsistem semitistik,
melainkan merupakan aliran keindonesiaan. Jelaslah bahwa modalitas
pancasila ini akan berimplikasi pada keniscayaan teoretik atas hukum, tata
negara, sosiologi dan berbagai bidang kajian lainnya.
b. Dasar pikiran dan rasional pancasila sebagai filsafat hidup bangsa
Negara Republik Indonesia yang berdiri 17 Agustus 1945 sebenarnya
adalah Negara Pancasila. Predikat prinsipil ini berdasarkan ketentuan yuridis
konstitusional bahwa Negara Indonesia berdasarkan Pancasila, sebagai
termaktub di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan:
“Kemudian daripada itu, untuk ,membentuk suatu Pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa,
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia”.
Ketentuan yuridis konstitusional ini mengandung makna konsekuensi
baik formal maupun fungsional, bahkan imperatif bahwa:
a. Pancasila adalah dasar negara atau fiafat negara Republik Indonesia
4
b. Pancasila adalah norma dasar dan norma tertinggi di dalam Negara
Republik Indonesia
c. Pancasila adalah ideologi neara, ideologi nasional Indonesia.
d. Pancasila adalah identitas dan karakteristik bangsa atau kepribadian
nasional, yang perwujudannya secara melembaga, sebgai sistem
negara Pancasila
e. Pancasila adalah jiwa dan kepribadian bangsa, pandangan hidup
(keyakinan bangsa) yang menjiwai sistem kenegaraan dan
kemasyarakatan Indonesia. Karena itu Pancasila adalah sistem
filsafat Indonesia yang berpotensial dan fungsional, yang normatif
ideal.
Sesungguhnya ketentuan formal atau yuridis konstitusional di dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa Pancasila dasar Negara
Republik indonesia itu diangkat dari realitas sosio-budaya dan tata nilai dasar
masyarakat Indonesia. Justru karena nilai-nilai dasar ini telah menjiwai dan
merupakan perwujudan kepribadian bangsa, maka identitas substansialdan
instrunsik ini ditingkatkan dalam hidup kenegaraan (sebagai sitem kenegaraan)
secara formal. Motivasi demikian bersumber atas keyakina bahwa nilai
Pancasila adalah keyakinan atau pandangan hidup yang benar, baik dan unggul.
Sangatlah wajar apabila Pancasila dikatakn sebagai filsafat hidup bangsa,
menurut Muhammad Nur Syam (1986: 345-346), bahwa nilai-nilai dasar di
dalam sosio-budaya Indonesia hidup dan berkembang sejak awal peradabannya,
terutama meliputi:
a. Kesadaran ketuhanan dan kesadaran keagamaan secara sederhana
dan potensial.
b. Kesadaran kekluargaan, yang berwujud cinta keluarga sebagai dasar
dan kodrat terbebtuknya masyarakat dan berkesinambungan generasi.
5
c. Kesadaran musyawarah mufakat dalam menetapkan kehendak
bersama; ataupun memecahkan masalah-masalah bersama di dalam
keluarga atau di dalam masyrakat sederhana mereka.
d. Kesadaran gotong royong, tolong menolong, semangat bekerja sama
sesama tetangga, kampung dan desa; konsekuensinya wajar adanya
kegotong-royongan.
e. Kesadaran tenggang rasa atau tepa slira, sebagai semangat di dalam
kekeluargaan dan kebesamaan; hormat menghormati dan memelihara
kesatuan, saling pengertian demi keutuhan kekeluargaan ataupun
kebersamaan.
Nilai-nilai dasar tersebut di atas tumbuh dan berkembang di dalam
praktek tata masyarakat awal sosio-budaya kita, dan berkembang bahkan teruji
sepanjang sejarah bangsa. Karena itu nilai dasar tersebut teruji di dalam
kehidupan, sehingga meyakinkan bangsa kita bahwa nilai-nilai dsar ini
menjamin kekluargaan, kedamaian dan kesjahteraan, yang pada gilirannya
merupakan kebahagian hidup. Karena itulah nilai dasar ini dianggap sebagai
pandangan hidup. Inilah das Sein atau realitas tata sosio-budaya kita.
Berdasarkan realitas dan identitas ini maka nilai dasar ini diangkat menjadi
Dasar Negara Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945.
Nilai-nilai dasar yang potensial ini telah mencapai bentuk, sifat dan
kualitasnya yang formal dalam rangka sistem kenegaraan Indonesia, sebagai
terjelma di dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
Konsekuensi formal dan imperatif dari kedudukan Pancasila sebagai
dasar negara ata sistem kenegaraan ialah bahwa semua sub-sistem dalam
kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan wajib mencerminkan identitas
Pancasila pula. Sub-sistem atau bidang-bidan kehidupan dimaksud terutama;
bidang ideologi, politik, bidang hukum, bidang ekonomi, bidang sosial budaya,
bidang keagamaan/kepercayaan dan bidang Hankamnas.
6
Tegasnya bagaimana sub-sistem tata hukum nasional berdasarkan
Pancasila atau hukum nasional Pancasila itu secara konsepsional dan praktis,
demikian pula dengan sub-sitem lainnya, termasuk sistem pendidikan nasional.
Dasar pikiran atau rasional demikian dapat dijelaskan, bahwa konsekuensinya
dibina dan dilaksanakan sebagaimana konsepsi dan lembaga sub-sistem (tata)
hukum nasional Pancasila, tata ekonomi Pamcasila, tata pendidikan nasional
Pancasila dalam kehidupan bangsa.
Konsepsi dan lembaga demikian wajar sebagai perwujudan adanya
konsepsi filsafat pendidikan Pancasila yang bersumber dan berinduk kepada
sistem filsafat Pancasila sebagai filsafat Indonesia. Inilah suatu sisi lain dari
aspek das Sollen sistem kenegaraan Pancasila disamping sisi das Sein
kenegaraan. Jadi sisi lain dimaksud dapat kita namakan sisi kultural atau
kebudayaan dari kehidupan bangsa dan negara.
c. Implementasi pancasila sebagai dasar negara
1) Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala sumber hukum
(sumber tertib hukum) indonesia merupakan azas dari kerohanian tertib
hukum, seperti yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945.
2) Meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945.
3) Mewujudkan cita – cita hukum dari hukum dasar negara.
4) Mengandung norma yang mengharuskan UUD 1945 mengandung isi yang
diwajibkan penyelenggaraan negara (partai, fungsional) untuk memelihara
budi pekerti (moral) kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur.
5) Merupakan sumber semangat bagi UUD 1945bagi penyelenggara negara,
bagi pelaksaanaan pemerintah, sesuai dengan perkembangan zaman. Dengan
semangat yang bersumber dari atas kerohanian negara sebagai pandangan
hidup bangsa, aka dinamika masyarakat dan negara menjadi seperti yang di
cita-citakan oleh proklamasi.
d. Tujuan dan Manfaat Filsafat Pancasila
7
Tujuan filsafat Pancasila , antara lain:
Untuk membentuk kepribadian yang seimbang yaitu keseimbangan dengan
unsur intelektual jasmani dan rohani.
Untuk membentuk manusia yang berjiwa pancasila sejati yang taat kepada
Tuhan YME, menjunjung keadilan, memiliki kejujuran serta bertanggung
jawab.
Untuk menumbuhkan wawasan berfikir integralistik, menjunjung tinggi
nilai filosofis dari pancasila serta mampu menerapkan metode ilmiah
mempelajari norma-norma/kaidah dan nilai-nilai yang digali dari pancasila.
Sedangkan, untuk manfaat filsafat pancasila dapat dibagi dalam berbagai
segi salah satunya yaitu Manfaat Pancasila bagi Setiap Bidang Kehidupan
Bangsa dan Negara Indonesia, yaitu:
1) Memperdalam pengetahuan dan pengertian pancasila sebagai dasar negara,
sebagai pandangan hidup bangsa, yang telah menjadi ideologi negara,
sehingga terletak pada kehidupan bangsa dan negara Indonesia.
2) Penjelmaan dan pelaksanaannya sebagai dasar filsafat negara selanjutnya
menjadi tujuan hidup, pedoman hidup sikap dan cara hidup dalam setiap
kehidupan bangsa, masyarakat dan negara Indonesia.
3) Penjelmaan dan pelaksanaan pada setiap warganegara dan para
penyelenggara negara sebagai perseorangan, harus tercermin dalam setiap
aspek kehidupan baik dalam masyarakat, bangsa dan kehidupan negara
Indonesia.
4) Dengan pengetahuan Pancasila secara filosofis dan ilmiah maka pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia akan mendarah
daging dan merupakan realisasi yang strategis dalam pelestarian pancasila.
e. Beberapa aliran filsafat pendidikan antara lain :
1) Filsafat pendidikan esensialisme yang didukung oleh idealisme dan realisme.
2) Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.
3) Filsafat pendidikan progresivisme yang didukung oleh filsafat pragmatisme.
8
4) Filsafat pendidikan rekonstruksionisme.
5) Filsafat pendidikan Behaviorisme.
6) Filsafat pendidikan Humanisme.
B. Filsafat Pancasila kaitannya dengan aliran filsafat yang lain.
1. Aliran Filsafat Esensialisme dalam Filsafat Pancasila
Esensialisme adalah filsafat pendidikan yang di dasarkan kepada nilai-
nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia yang
mengutamakan pelajaran teoretik (liberal arts) atau bahan ajar esensial,dan
bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti berabad-abad lamanya.
Kebenaran seperti itulah yang esensial, yang lain adalah suatu kebenaran
secara kebetulan saja. Kebenaran yang esensial itu ialah kebudayaan klasik
yang muncul pada zaman romawi yang menggunakan buku-buku klasik
ditulis dengan bahasa latin yang dikenal dengan nama Great Book. Buku ini
sudah berabad-abad lamanya mampu membentuk manusia –manusia
berkaliber internasional. Inilah bukti bahwa kebudayaan ini merupakan
suatu kebenaran yang esensial. Tokohnya antara lain Brameld. Esensialisme
didukung oleh idealisme obyektif yang berpendapat hahwa alam semesta itu
pada hakikatnya adalah jiwa/spirit dan segala sesuatu yang ada ini nyata ada
dalam arti spiritual. Esensialisme juga didukung realisme yang berpendapat
bahwa kualitas nilai tergantung pada apa dan bagaimana keadaannya,
apabila dihayati oleh subjek tertentu, dan selanjutnya tergantung pula pada
subjek tersebut. Idealisme modern yang menjadi salah satu eksponen
essensialisme, pandangan-pandangannya bersifat spiritual sedangkan
realisme modern, sebagai eksponen yang lain, titik berat tinjauannya adalah
mengenai alam dan dunia fisik. Alam adalah yang pertama-tama memiliki
kenyataan pada diri sendiri, dan dijadikan pangkal berfilsafat. Maka
anggapan mengenai adanya kenyataan bukan hanya dari subyek atau obyek
semata-mata, melainkan pertemuan keduanya. Bahwa nilai itu tidak dapat
ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan
9
pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun
idealisme menjunjung asas otoriter atau nilai-nilai, namun juga tetap
mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat menentukan nilai-nilai itu atas
dirinya sendiri (memilih, melaksanakan). Esensialisme berpendapat bahwa
pendidikan haruslah bertumpu pada nilai- nilai yang telah teruji keteguhan-
ketangguhan, dan kekuatannya sepanjang masa.
Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-
nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan
dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila sebagai petunjuk
operasional pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari, termasuk
dalam bidang pendidikan. Perlu ditegaskan bahwa pengamalan Pancasila itu
haruslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam pancasila
itu, sebagai yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu:
1. Ketuhanan yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam
permusyawaratan /perwakilan dan
5. keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dari sini dapat terlihat bahwa esensialisme turut andil dalam
penerapan pancasila sebab, Negara Indonesia muncul bukan karena tiba-tiba
namun ada sejarah perjuangan dalam menggapai kemerdekaan tersebut.
Pancasila sudah ada sejak kemerdekaan negara kita dan tercantum seperti
dalam sila pertama, manusia telah memiliki keyakinan adanya Tuhan sudah
berabad-abad lamanya, sila ke dua manusia memiliki hukum, baik hukum
tertulis maupun hukum tidak tertulis yang dijalankan jika ada orang yang
melanggar hukum atau ketentuan, sila ke tiga terlihat dengan adanya sebuah
kerukunan dan persatuan antara warga negara, sila ke empat sebuah negara
10
ada juga karena adanya seorang pemimpin yang dapat memberikan
kebijakan dalam memecahkan masalah dan sila ke lima karena hukum yang
berlaku maka diharapkan adanya keadilan sosial antar warga negara
sehingga aliran filsafat Esensialisme dapat di terapkan atau sesuai dengan
lima sila pancasila.
2. Aliran Filsafat Perenialisme dalam Filsafat Pancasila
Perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan
kacau balau seperti sekarang ini, jalan yang harus ditempuh adalah kembali
kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji. Menurut perenialisme,
kenyataan yang kita hadapi adalah dunia dengan segala isinya. Perenialisme
berpandangan bahwa persoalan nilai adalah persoalan spiritual, sebab
hakikat manusia adalah pada jiwanya. Sesuatu dinilai indah haruslah dapat
dipandang baik.
Adapun norma fundamental pendidikan menurut J. Maritain adalah
cinta kebenaran, cinta kebaikan dan keadilan, kesederhanaan dan sifat
terbuka terhadap eksistensi serta cinta kerjasama.
Aliran perenialisme menurut Zuhairini sebagaimana dikutip Abdul
Khobir dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, menganggap bahwa
zaman modern adalah zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu
oleh kekacauan, kebingungan sehingga banyak menimbulkan krisis di
segala bidang kehidupan manusia. Untuk menghadapi situasi krisis itu,
perenialisme memberikan pemecahan dengan jalan regressive road to
culture, yaitu jalan kembali atau mundur kepada kebudayaan lama (masa
lampau), kebudayaan yang dianggap ideal dan telah teruji ketangguhannya.
Disinilah pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam rangka
mengembalikan keadaan manusia modern kepada kebudayaan masa lampau
yang ideal tersebut. Berikut aliran perenialisme yang sesuai dengan filsafat
pancasila dan yang tidak sesuai dengan filsafat pancasila:
a. Perenialisme yang sesuai dengan filsafat Pancasila
11
1) fundamental pendidikan perenialisme adalah cinta kebenaran, cinta
kebaikan dan keadilan, kesederhanaan dan sifat terbuka terhadap
eksistensi serta cinta kerjasama.
2) perenialisme itu rnenghendaki agar pendidikan disesuaikan dengan
keadaan manusia yang mempunyai nafsu, kemauan dan pikiran
sebagaimana yang dimiliki secara kodrat.
3) Perenialisme berpendapat bahwa pendidikan adalah persiapan bagi
kehidupan di masyarakat.
4) Tujuan pendidikan untuk semua warga adalah relative sama. Yaitu
untuk “meningkatkan harkat manusia sebagai manusia”.
5) Menjungjung tinggi kebudayaan masa lampau, menghargai sejarah.
6) Sifat hakiki manusia selalu sama sehingga semua orang memerlukan
pendidikan yang sama.
b. Perenialisme yang tidak sesuai dengan filsaat Pancasila
1) Perenialisme lebih berorientasi ke masa lalu, sedangkan Pancasila
masa lalu digunakan sebagai dasar untuk hidup dinamis demi
kemajaun di masa depan.
2) Penganut perenialis mengutamakan kemampuan intelektual
(excellence), menentang pendidikan kejuruan di sekolah, sedangkan
pancasila menerapkan keduanya.
3) Mengutamakan pengembangan kognitif yaitu pelajaran dasar, yang
mencakup matematika, bahasa, logika, IPA, sejarah, sedangkan
Pancasila mengembangkan kognitif dengan menyertakan afektif dan
psikomotor.
4) Focus perenialis mengenai kurikulum adalah pada disiplin-disiplin
pengetahuan abadi , hal ini akan berdampak pada kurangnya
perhatian pada realitas peserta didik dan minat-minat siswa.
5) Perenialis kurang menerima adanya perubahan-perubahan, karena
menurut mereka perubahan banyak menimbulkan kekacauan,
12
ketidakpastian,dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan
moral, intelektual, dan sosio-kultural
6) Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan
kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut paham ini
menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak
terkait pada tempat dan waktu aliran ini lebih berorientasi ke masa
lalu.
7) Mata pelajaran menjadi pusat atau sentral pendidikan, bukan siswa.
3. Aliran Filsafat Progresivisme dalam Filsafat Pancasila
Aliran filsafat progresivisme telah memberikan sumbangan yang
besar di dunia pendidikan pada abad ke 20, dimana telah meletakkan dasar-
dasar kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan
kebebasan baik secra fisik maupun cara berfikir, guna mengembangkan
bakat dan kemamapuan yang terpendam dalam dirinya, tanpa hambatan oleh
rintangan yang di buat oleh orang lain, oleh karena itu filsafat progresivisme
tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab, pendidikan otoriter akan
mematikan tunas-tunas pelajar untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang
gembira menghadapi pelajaran. Dan sekaligus mematikan daya kreasi baik
secara fisik maupun psikis anak didik.
Adapun filsafat progresivisme mamandang tentang kebudayaan
bahwa budaya sebagai hasil budi manusia, di kenal sepanjang sejarah
sebagai milik manusia yang tidak beku, melainkan selalu berkembang dan
berubah. Maka pendidikan sebagai usaha manusia yang merupakan refleksi
dari kebudayaan itu haruslah sejiwa dengan kebudayaan itu. Untuk itu
pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan
baru haruslah menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhirnya akan
dapat memberikan warna dan corak dari output yang dihasilkan sehngga
keluaran yang dihasilkan(anak didik) adalah manusia yang berkualitas
13
unggul, berkompetitif, inisiatif, adaptif, dan kreatif sanggup menjawab
tantangan zaman.
Sosialisasi nilai dasar Pancasila dan proses pembelajarannya akan
memiliki keberhasilan bermakna manakala berpijak pada filsafat pendidikan
yang tepat digunakan. Dalam hal ini aliran progresivisme bisa dianggap
menciptakan kegagalan pendidikan Pancasila. Progresivisme memandang
suatu nilai itu baik jika itu bersifat pragmatis, berguna langsung dalam
kehidupan terlebih pada kehidupan material seperti sekarang ini. Padahal
nilai-nilai Pancasila bukanlah nilai nilai material, nilai-nilai Pancasila tidak
bisa untuk mencari kerja, atau mendapatkan ketrampilan. Jadi dari sisi
pragmatisme tidak menguntungkan. Karena itulah mengapa anak muda
sekarang ini segan atau malas belajar Pancasila karena dianggap tidak
berguna untuk mencukupi kebutuhan materialnya. Paham yang berkembang
sekarang ini adalah progresivisme yang didukung oleh pragmatisme.
4. Aliran Filsafat Rekonstruksionisme dalam Filsafat Pancasila
Rekonstruksionisme berasal dari kata reconstruct, yaitu gabungan
dari kata re- yang artinya kembali dan construct yang artinya membangun
atau menyusun. Maka, secara etimologis reconstruct diartikan menyusun
kembali. Sedangkan, dalam konteks filsafat pendidikan, aliran
rekonstruksionisme adalah aliran yang berusaha merombak tata susunan
lama dalam pendidikan dan membangun tata susunan hidup kebudayaan
yang bercorak modern. Aliran ini dipelopori oleh George Count dan Harold
Rugg pada tahun 1930.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme banyak yang sepaham
dengan aliran perenialisme. Kedua aliran tersebut berpandangan bahwa
kehidupan manusia modern telah banyak mengalami kebobrokan,
kerusakan, kebingungan, dan tidak menentunya prinsip manusia, sehingga
manusia modern sudah banyak kehilangan jati diri mereka. Beda antara
kedua aliran ini adalah jika aliran perenialisme berpandangan bahwa
14
kebobrokan kehidupan manusia modern dapat diatasi dengan cara kembali
ke dalam kehidupan yang masih menjunjung tinggi kebudayaan dan
peradaban masa lampau, karena kaum perenialis berpandangan bahwa pola
perkembangan kebudayaan sepanjang zaman adalah sebagai pengulangan
dari apa yang ada dalam masa sebelumnya, sehingga perenialisme sering
disebut juga dengan istilah tradisionalisme. Sementara, aliran
rekonstruksionisme berusaha membina konsensus yang paling luas dan
mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berusaha mencari
kepepakatan semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata
kehidupan manusia dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya dan hal
itu dilakukan melalui lembaga dan proses pendidikan. Paham
rekonstruksionisme menginginkan perombakan tata susunan lama dan
pembangunan tata susunan hidup kebudayaan yang baru.
Dari jalan pikiran dan upaya yang berusaha ditempuh oleh aliran
rekonstruksionisme, maka dapat dilihat juga bahwa aliran ini tidak terlepas
dari prinsip pemikiran aliran progresifisme yang mengarah kepada tuntutan
kehidupan modern. Hal tersebut sesuai dengan pandangan Count bahwa apa
yang diperlukan pada masyarakat yang memiliki perkembangan teknologi
yang cepat adalah rekonstruksi masyarakat dan pembentukan serta
perubahan tata dunia baru.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya
mencari kesepakatan antar sesama manusia atau orang, yakni agar dapat
mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh
lingkungannya. Maka, proses dan lembaga pendidikan perlu merombak tata
susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru,
dan untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar
ummat manusia. Dalam proses pendidikan, pembinaan kembali daya
intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui
15
pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi
sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru
dalam pengawasan umat manusia.
Akan tetapi Aliran rekonstruktivisme tidak tepat jika diterapkan
dalam Filafat Pancasila, oleh karena sesungguhnya aliran ini sebagai
kelanjutan dari progresivisme. Nilai-nilai dasar Pancasila sampai saat
sekarang ini adalah kesepakatan bersama bangsa sebagaimana dalam
Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998. Ada konsensus nasional yang di era
reformasi ini tidak akan dilakukan perubahan yaitu : Pancasila, Pembukaan
UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika.
Jika kita merekonstruksi kesepakatan akan nilai Pancasila berarti kita
memulai lagi kehidupan bernegara.
Dalam pendidikan, mungkin memang dipandang perlu adanya
perombakan didalamnya seperti dalam sistem pendidikan khususnya dalam
hal metode Pendidikan. Itu bisa dilihat dalam metode pembelajaran yang
dipakai sejak dulu yang mana metode tersebut memposisikan peserta didik
untuk lebih pasif daripada guru (teacher’s center), ini seakan sudah menjadi
kebudayaan indonesia dalam hal Pendidikannya. Dan dengan adanya
rekonstruks didalamnya, itu bisa sebagai langkah perbaikan dalam sistem
pendidikan . Seperti yang tertulis dalam makalah aliran rekonstruksionisme
yang telah dibahas sebelumnya yaitu “metode-metode pendidikan yang
dapat digunakan menurut para rekonstruksionis dalam proses pembelajaran
dan pendidikan dapat menggunakan metode-metode yang menuntut
keaktifan peserta didik dan keterampilan serta kecakapan peserta didik
dalam memecahkan masalah, menganalisis kebutuhan hidup, dan
penyusunan program aksi perbaikan masyarakat, karena pada hakekatnya
pendidikan dituntut untuk dapat mewujudkan generasi yang mampu
mengatasi setiap permasalahan kehidupan secara menyeluruh” dan ini sesuai
dengan yang sedang digalakkan oleh pemerintah indonesia sekarang, yang
16
mana pendidikan indonesia sekarang lebih ditekankan dengan student center
dan menghindari teacher center dalam proses pembelajarannya. Akan tetapi,
tidak harus semua warisan kebudayaan ditata ulang karena adanya krisis
kebudayaan, sebab ada hal-hal baik yang masih bisa diteruskan. Contoh
kecilnya seperti kebudayaan menghormati orang yang lebih tua yang mana
dalam pendidikan ini bisa terlihat dengan siswa menyalami guru ketika
disekolah dan menyapanya ketika diluar sekolah dengan sapaan yang baik.
Ini dapat menjadi langkah mewujudkannya karakter bangsa Indonesia.
5. Hubungan Filsafat Behaviorisme dengan Filsafat Pancasila
a. Konsep Behaviorisme
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang
didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat
bahwa perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal psikologi.
Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh,
serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam behaviorisme lahir
sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa
manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis
(yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak).
Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak
nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi
tentang perilaku yang nyata.
Aliran ini berpendapat bahwa perilaku manusia sangat ditentukan
oleh kondisi lingkungan luar dan rekayasa atau kondisioning terhadap
manusia tersebut. Aliran ini mengangap bahwa manusia adalah netral,
baik atau buruk dari perilakunya ditentukan oleh situasi dan perlakuan
yang dialami oleh manusia tersebut. Pendapat ini merupakan hasil dari
eksperimen yang dilakukan oleh sejumlah penelitian tentang perilaku
binatang yang sebelumnya dikondisikan.
17
Aliran perilaku ini memberikan kontribusi penting dengan
ditemukannya asas-asas perubahan perilaku yang banyak digunakan
dalam bidang pendidikan, psikoterapi terutama dalam metode modifikasi
perilaku. Asas-asas dalam teori perilaku terangkum dalam hukum
penguatan atau law of enforcement, yakni :
1) ClassicalCondtioning
Suatu rangsang akan menimbulkan pola reaksi tertentu apabila
rangsang tersebut sering diberikan bersamaan dengan rangsang lain
yang secara alamiah menimbulkan pola reaksi tersebut.
2) Law of Effect
Perilaku yang menimulkan akibat-akibat yang memuaskan akan
cenderung diulang, sebaliknya bila akibat-akiat yang menyakitkan
akan cenderung dihentikan.
3) Operant Conditioning
Suatu pola perilaku akan menjadi mantap apabila dengan perilaku
tersebut berhasil diperoleh hal-hal yang dinginkan oleh pelaku
(penguat positif), atau mengakibatkan hilangnya hal-hal yang
diinginkan (penguat negatif).
4) Modelling Munculnya
Perubahan perilaku terjadi karena proses dan penaladanan terhadap
perilaku orang lain yang disenangi (model) Keempat asas perubahan
perilaku tersebut berkaitan dengan proses belajar yaitu berubahnya
perilaku tertentu menjadi perilaku baru.
b. Prinsip dasar Behaviorisme:
Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri, bukan sebagai
perwujudan dari jiwa atau mental yang abstrak.
Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik adalah
pseudo problem untuk sciene, harus dihindari.
18
Penganjur utama adalah Watson : overt, observable behavior, adalah
satu-satunya subyek yang sah dari ilmu psikologi yang benar.
Dalam perkembangannya, pandangan Watson yang ekstrem ini
dikembangkan lagi oleh para behaviorist dengan memperluas ruang
lingkup studi behaviorisme dan akhirnya pandangan behaviorisme
juga menjadi tidak seekstrem Watson, dengan mengikutsertakan
faktor-faktor internal juga, meskipun fokus pada overt behavior tetap
terjadi.
Aliran behaviorisme juga menyumbangkan metodenya yang terkontrol
dan bersifat positivistik dalam perkembangan ilmu psikologi.
Banyak ahli membagi behaviorisme ke dalam dua periode, yaitu
behaviorisme awal dan yang lebih belakangan. Terhadap aliran
behaviorisme ini, kritik umumnya diarahkan pada pengingkaran
terhadap potensi alami yang dimiliki manusia. Bahkan menurut
pandangan ini, manusia tidak memiliki jiwa, tidak memiliki kemauan
dan kebebasan untuk menentukan tingkah lakunya sendiri.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat
behaviorisme tidak sesuai dengan filsafat pancasila karena secara keras
menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi
dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang
nyata.
6. Aliran Filsafat Humanisme dalam filsafat pancasila
Dari segi bahasa humanisme artinya kemanusiaan, sedangkan
menurut istilah berarti suatu paham menghakiki. Jelasnya, humanisme
adalah suatu gerakan atau aliran yang bertujuan untuk menempatkan
manusia pada posisi kemanusiaan yang sebenarnya.
Konsep pemikiran oleh filsuf humanis:
1) Pandangan tentang hakekat manusia
19
Hakekat manusia dalam pandangan filosuf humanistic adalah
manusia memilki hakekat kebaikan dalam dirinya. Dalam hal ini
apabila manusia berada dalam lingkungan yang kondusif bagi
perkembangan potensialitas dan diberi semacam kebebasan untuk
berkembang maka mereka akan mampu untuk mengaktualisasikan
atau merealisasikan sikap dan perilaku yang bermanfaat bagi dirinya
sendiri dan lingkungan masyarakat pada umumnya
(Hanurawan,2006).
2) Pandangan tentang kebebasan dan otonomi manusia
Penganut aliran humanistik memberikan pandangan bahwa
setiap manusia memilki kebebasan dan otonomi memberikan
konsekuensi langsung pada pandangan terhadap individualitas
manusia dan potensialitas manusia. Individualitas manusia yang unik
dalam diri setiap pribadi harus dihormati. Berdasarkan pandangan ini,
salah satu upaya pengembangan sumber daya manusia yang perlu
dilakukan dalam proses pendidikan untuk mencapai hasil yang
maksimal adalah pemberian kesempatan kepada berkembangnya
aspek-aspek yang ada dalam diri individu.
3) Pandangan tentang diri (the self) dan konsep diri (self concept).
Diri (the self) menurut penganut filsafat humanis merupakan
pusat kepribadian yang pengembangannya dapat dipenuhi melalui
proses aktualisasi potensi-potensi yang dimiliki seseorang. Diri (the
self) yang ada dalam diri seseorang digambarkan sebagai jumlah
keseluruhan yang utuh dalam diri individu yang dapat membedakan
diri seseorang dengan orang lain. (Ellias dan Meriam dalam
Hanurawan, 2006). Dalam diri (the self) seseorang terdapat perasaa,
sikap, kecerdasan, intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan
spiritual dan karakteristik fisik.
20
Konsep diri (self concept) menurut Kendler dalam Hanurawan
2006 merupakan keseluruhan presepsi dan penilaian subyektif yang
memiliki fungsi menentukan tingkah laku dan memiliki pengaruh
yang cukup besar untuk tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan
perkembangan individu merupakan potensialitas individu untuk
aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan kemampuan manusia
menghadirkan diri secara nyata . Aktualisasi diri terwujud untuk
memperoleh pemenuhan diri (self fulfillment) sesuai dengan potensi-
potensi yang dimilikinya. Dengan aktualisasi diri, manusia mampu
mengembangkan keunikan kemanusiaannya guna meningkat kualitas
kehidupan serta dapat mengubah situasi kearah yang lebih baik.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa filsafat humanisme
sesuai dengan filsafat pancasila. Filsafat humanisme tersirat pada
pancasila sila kedua, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk berbudi yang
memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan cipta. Kemanusiaan terutama
berarti sifat manusia yang merupakan esensi dan identitas manusia
karena martabat kemanusiaannya (human dignity). Adil terutama
mengandung arti bahwa suatu keputusan dan tindakan didasarkan atas
norma-norma yang objektif; jadi, tidak subjektif apalagi sewenang-
wenang. Beradab berasal dari kata adab yang berarti budaya. Jadi,
beradab berarti berbudaya. Ini mengandung arti bahwa sikap hidup,
keputusan, dan tindakan selalu berdasarkan nila-nilai budaya, terutama
norma social dan kesusilaan (moral). Adab terutama mengandung
pengertian tata kesopanan, kesusilaan atau moral. Dengan demikian,
bearadab dapat ditafsirkan sebagai berdasar nilai-nilai kesusilaan atau
moralitas khususnya dan kebudayaan umumnya. Jadi, Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan mausia
yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan
21
dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya, baik terhadap diri
pribadi, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan. Pada
prinsipnya Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah sikap dan
perbuatan manusia yang sesuai dengan kodrat hakikat manusia yang
berbudi, sadar nial, dan berbudaya.
Di dalam sila ke II Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab telah
tersimpul cita-cita kemanusiaan yang lengkap, yang memenuhi seluruh
hakikat manusia. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah suatu
rumusan sifat keluhuran budi manusia(Indonesia). Dengan
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, maka setiap warga Negara
mempunyai kedudukan yang sederajat dan sama-sama terhadap
Undang-Undang Negara, mempunyai hak dan kewajiban yang sama;
setiap warga Negara dijamin haknya serta kebebasannya yang
menyangkut hubungan dengan Tuhan, dengan orang-orang seorang,
dengan Negara, dengan masyarakat, dan menyangkut pula kemerdekaan
menyatakan pendapat dan mencapai kehidupan yang layak sesuai
dengan hak asasi manusia. Jadi sila kedua ada keterkaitan yang erat
dengan filsafat humanisme karena makna dalam sila kedua yaitu
menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia sedemikian rupa
sehingga manusia menempati posisi yang sangat tinggi, sentral dan
penting, baik dalam perenungan teoretis-filsafati maupun dalam praktis
hidup sehari-hari.
22
Kesimpulan
Filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-
dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu
(kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana,
paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Beberapa aliran filsafat pendidikan antara lain :
a. Filsafat pendidikan esensialisme yang didukung oleh idealisme dan realisme.
b. Filsafat pendidikan perenialisme yang didukung oleh idealisme.
c. Filsafat pendidikan progresivisme yang didukung oleh filsafat pragmatisme.
d. Filsafat pendidikan rekonstruksionisme.
e. Filsafat pendidikan Behaviorisme.
f. Filsafat pendidikan Humanisme.
Jadi dari ke-enam aliran filsafat pendidikan ini ada beberapa aliran yang terdapat
hubungan yang sesuai dengan filsafat pancasila dan ada juga aliran yang di dalamnya
tidak terdapat hubungan dengan filsafat pancasila, maka dapat disimpulkan :
Pada aliran filsafat Esensialisme terdapat kesesuaian dengan filsafat pancasila
yakni terdapat pada sila I, sila ke-II, sila ke-III, sila ke-IV dan sila ke-V. Pada aliran
filsafat Humanisme terdapat kesesuaian dengan filsafat pancasila. Filsafat humanisme
tersirat pada pancasila sila kedua, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
Aliran yang di dalamya tidak sesuai dengan filsafat pancasila yakni aliran
behaviorisme, karena secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata
sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang
nyata. Dalam aliran Rekonstruksionisme juga tidak dapat diterapkan dalam filsafat
pancasila. Aliran filsafat Progresivisme juga tidak terkait dengan filsafat pancasila
karena dasar-dasarnya tidak tercantum dalam ke-lima sila pancasila.
Aliran filsafat Perenialisme dapat diterapkan dalam filsafat pancasila dan pada
aliran filsafat Perenialisme dasar-dasarnya ada yang sesuai dengan filsafat pancasila dan
ada yang tidak sesuai dengan filsafat pancasila.
23
Daftar Pustaka
Kaelan. 1996. Filsafat Pancasila. Yogyakarta : PARADIGMA.
Sutrisno, Slamet. 2006. Filsafat dan Ideologi Pancasila. Yogyakarta : Andi Yogyakarta.
Sutrisno, Slamet. 1988. Pancasila Kebudayaan dan Kebangsaan. Yogyaakarta : Liberty
Yogyakarta.
Pratiwindyanti, mahliga,dkk. 2012. Filsafat Rekonstruksionisme. Yogyakarta : makalah.
winarno.staff.fkip.uns.ac.id/files/.../pancasila-di-orde-reformasi.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat
http://sharedofblog.blogspot.com/2011/02/pengertian-filsafat-pancasila.html
www.direktori.upi.ac.id
24
Tugas Filsafat Pendidikan
FILSAFAT PANCASILA dan KAITANNYA DENGAN ALIRAN
FILASAFAT LAIN
Diajukan untuk memenuhi tugas kuliah Filsafat Pendidikan
Diampu oleh Bapak T.Sulistyanto, M.Pd.
Disusun oleh :
Kelompok 7 :
1. Dedi Sulaksono (09108244004)
2. Ambar Sambudi (09108244063)
3. Khusnia Ekawati (09108241073)
4. Ainiyatullatifah (09108244095)
5. Dyah Puji Lestari (09108244129)
6. Asri Feriyanti (09108244109)
7. Zepty Dyah N (09108244099)
8. I’anatut Tolibin (09108249016)
Kelas S. 6B
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2012
25
26