Download - Lap pengawetan hewan dgn FAA
LAPORAN
PRAKTIKUM MIKROTEKNIK
PENGAWETAN BASAH HEWAN DENGAN LARUTAN FAA
Nama : Muhammad Dzaky Al Fawwaz
NIM : 1147020044Semester / Kelompok
: II B / 3
Tanggal Praktikum
: 10 Maret 2015
Tanggal Pengumpulan
: 17 Maret 2015
Dosen : Drs. H. Momi SahromiAsisten : Rahmat Taufiq M.A.,
S.Si.
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2015
I. Pendahuluan
1.1 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1.Mahasiswa mampu membuat larutan pengawetan basah
hewan;
2.Mahasiswa mampu mengetahui fungsi dari larutan
pengawet;
3.Mahasiswa mengetahui manfaat pengawetan basah hewan.
1.2 Dasar Teori
Mikroteknik secara umum didefinisikan sebagai ilmu
yang mempelajari metode pembuatan preparat
mikroskopis, baik preparat hewan maupun tumbuhan,
menganalisis preparat mikroskopis dan melakukan
mikrometri, serta membahas manfaat preparat bagi
perkembangan keilmuan dan dukungan terhadap kehidupan
manusia (Surya, 2001).
Preparat berdasarkan sifat ketahanannya dapat
dibedakan menjadi preparat sementara (preparat basah),
preparat semipermanen (1/2 awetan) dan preparat
permanen (awetan). Preparat sementara bersifat tidak
tahan lama dan biasanya hanya untuk sekali pengamatan.
Preparat ini menggunakan medium air atau bahan kimia
yang mudah menguap. Preparat semipermanen menggunakan
media gliserin dan mampu bertahan untuk sekitar
seminggu penyimpanan. Preparat permanen atau preparat
awetan merupakan preparat yang diawetkan menggunakan
balsam, gliserin jelly, lactophenol atau senyawa lain
sebagai agen mountingnya. Sehingga preparat permanen
dapat bertahan beberapa lama (Budiono, 1992).
Pengawetan makhluk hidup baik tumbuhan maupun
tumbuhan bertujuan menghilangkan atau menghambat
proses penghancuran (dekomposisi) oleh mikroorganisme.
Pengawetan obyek biologi terdiri atas dua cara yaitu
pengawetan basah dan pengawetan kering. Pengawetan
basah dilakukan dengan mengawetkan obyek biologi dalam
suatu cairan pengawet. Pengawetan kering dilakukan
dengan mengeringkan obyek biologi hingga kadar air
yang sangat rendah, sehingga organisme
perusak/penghancur tidak bekerja. Obyek biologi yang
berukuran kecil misalnya: plankton, cacing, dan
protozoa diawetkan dalam bentuk slide mikroskop.
Pengawetan basah dibuat dengan cara merendam tumbuhan
atau binatang baik dalam bentuk utuh atau pun bagian-
bagiannya dalam larutan pengawet. Larutan pengawet
yang digunakan berupa alkohol dengan konsentrasi 50%-
70%, campuran alkohol, asam asetat dan alkohol
(larutan FAA) atau alkohol 4%. Larutan alkohol
digunakan untuk mengawetkan binatang dari filum
Arthropoda. Larutan FAA digunakan untuk mengawetkan
spesimen tumbuh-tumbuhan. Pengawetan tumbuhan lumut
digunakan FAA konsentrasi rendah, sedangkan tumbuhan
berkayu menggunakan FAA konsentrasi tinggi. Larutan
alkohol 4% digunakan untuk mengawetkan binatang atau
bagian tubuh binatang. Tempat menyimpan awetan basah
harus tertutup rapat dan spesimen di dalamnya harus
terendam. Larutan pengawet harus digunakan secara
hati-hati karena bersifat racun (Satino 2007).
Pengawetan basah dilakukan bagi hewan tidak
bercangkang yang ukurannya relatif besar, direndam
dalam larutan pengawet. Pengawetan kering untuk
organisme yang berukuran relatif besar biasanya
dilakukan dengan cara mengeringkan dengan sinar
matahari atau dengan oven dan selanjutnya agar lebih
awet dapat disimpan dalam media pengawet resin
(Bioplastik). Obyek yang dapat dijadikan sebagai
specimen utama dalam pengawetan basah maupun kering
merupakan objek biologi yang berukuran kecil hibgga
yang berukuran besar (Arimurti, 2001).
Langkah-langkah pengawetan pada hewan terdiri dari :
a.Koleksi
Hewan-hewan yang akan diawetkan dalam bentuk
utuh dan akan dibawa ke kelas atau ke Laboratorium
biasanya hewan-hewan yang berukuran relatif kecil.
Hewan yang akan diawetkan ditangkap menggunakan alat
yang sesuai. Hewan yang tertangkap dimasukkan dalam
botol koleksi yang sudah diberi label.
b.Mematikan (Killing), Meneguhkan/fiksasi (Fixing), dan
mengawetkan (Preserving)
Proses mematikan dan meneguhkan memerlukan
perlakuan dan bahan tertentu. Bahan untuk mematikan
biasanya adalah Ether, Kloroform, HCN/KCN, Karbon
Tetracloride (CCl4) atau Ethyl acetat. Namun,
kadangperlu perlakuan khusus yaitu melalui pembiusan
sebelum proses mematikan dilakukan, agar tubuh hewan
yang akan diawetkan tidak mengkerut atau rusak.
Pembiusan dilakukan dengan serbuk menthol atau kapur
barus ke permukaan air tempat hidupnya, setelah
tampak lemas, dan tidak bereaksi terhadap sentuhan,
hewan dapat dipindahkan ke dalam larutan pengawet
(Budiono, 1992).
Beberapa bahan pengawet yang dapat digunakan antara
lain: formalin, alkohol (ethil alkohol), resin atau
pengawet berupa ekstrak tanaman. Bahan-bahan pengawet
ini mudah dicari, murah dan hasilnya cukup bagus,
meskipun ada beberapa kelemahan. Alkohol, merupakan
bahan yang mudah terbakar, bersifat disinfektan dan
tidak korosif. Formalin, larutan mudah menguap,
menyebabkan iritasi selaput lendir hidung, mata, dan
sangat korosif, bila pekat berbahaya bagi kulit.
Ether, larutan mudah menguap, beracun, dapat membius
dengan konsentrasi rendah, dan eksplosif. Kloroform,
Larutan mudah menguap, dapat membius dan melarutkan
plastik. Karbon tetracloride, larutan mudah menguap,
melarutkan plastik dan lemak, membunuh serangga. Ethil
acetat, larutan mudah menguap, dapat membius dan
mematikan serangga atau manusia. Resin, merupakan
larutan yang tidak mudah menguap mudah mengeras dengan
penambahan larutan katalis, karsinogenik, dapat
mengawetkan specimen dalam waktu yang sangat lama.
KCN/HCN, larutan pembunuh yang sangat kuat, sangat
beracun, bila tidak terpaksa jangan gunakan larutan
ini (Sundoro, 1992).
Tubuh hewan secara morfologi terdiri atas unit sel,
dan masing-masing sel dengan mengadakan kesatuan
dengan adanya substansi antar sel. Di dalam tubuh
hewan sel-sel ini terdapat dalam kelompok yang secara
struktural dan fungsional berbeda dengan kelompok sel
yang lain. Kelompok-kelompok sel-sel tersebut dikenal
dengan jaringan (Subowo, 1992).
Menurut Brotowidjoyo (1994), Klasifikasi pada kupu-
kupu adalah sebagai berikut.
Kingdom: Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Lepidoptera
Family : Pieridae
Genus : Eurema
Species: Eurema daira
Ciri spesifik dari kupu-kupu adalah badan terbagi
menjadi tiga bagian yaitu, caput (kepala), thoraks
(dada) dan abdomen (perut). Ada 3 (tiga) pasang
tungkai (kaki) dan dua pasang sayap terdapat pada ruas
dada, alat kelamin dan anus terdapat di ujung ruas
perut. Tubuh kupu-kupu dilapisi oleh chitin
(eksoskeleton atau rangka luar) dan tersusun dalam
cicin yang seragam atau segmen-segmen yang dipisahkan
oleh membran fleksibel. Pada setiap bagian kupu-kupu
(kepala, dada dan perut) tertutup lapisan lembut,
berbulu halus dan berwarna menyolok/ menyala. Ketiga
bagian tubuh kupu-kupu tersebut memiliki struktur
tersendiri dengan fungsi masing-masing bagian sebagai
berikut.
a.Kepala (caput )
Kepala berbentuk kapsul bulat kecil yang
mengemban alat makan dengan sensorik. Alat makan
disebut probosis, sedangkan alat sensorik adalah
sepasang antena yang biasanya menebal pada bagian
ujungnya. Mata kupu-kupu berbentuk seperti belahan
bola yang membengkak pada bagian atas kepala dan
biasanya disebut mata majemuk.
b.Dada (thoraks)
Dada merupakan bagian tengah tubuh kupu-kupu
dan berfungsi sebagai penggerak, dimana kaki dan
sayap menempel. Thoraks tersusun dari tiga segmen
yang masing-masing segmen terdapat sepasang tungkai
untuk berjalan dan berpegangan.Dua pasang sayap
terdapat pada mezothoraks dan metathoraks (bagian
kedua dan ketiga dari segmen dada). Pada beberapa
jenis kupu-kupu sayap belakang mempunyai tornus
(ekor).
c.Perut (abdomen)
Abdomen merupakan bagian yang lunak
dibandingkan kepala dan dada. Perut memiliki 10
(sepuluh) segmen namun hanya 7 (tujuh) atau 8
(delapan) yang mudah terlihat. Segmen ujung
merupakan alat kelamin dari kupu-kupu, dimana pada
jantan terdiri dari sepasang penjepit, sedangkan
pada betina segmen tersebut berubah menjadi
ovipositor (alat untuk meletakkan telur)
(Brotowidjoyo, 1994).
II. Metode
2.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama praktikum
berlangsung adalah sebagaimana berikut
Alat Jumlah Bahan Jumlah
Toples Kaca 1 BuahKupu-kupu
(Eurema daira)1 Buah
Gelas ukur 250
mL1 Buah
Kloroform 50 mL
Pipet tetes 1 Buah Formalin 40% 10 mLKaca
benda/objek1 Buah
Aquades 240 mL
Jarum 1 Buah Kapas 3 GumpalanLabel 1 BuahBenang tipis 30 cm
2.2 Cara Kerja
Formalin 40%
Dihitung kadar penggunaannya
Dituangkan ke gelas
Toples Kaca
Dimasukkan kapas yang ditetesi / dibasahi kloroform
Dimasukkan kupu-kupu
Dibersihkan dengan aquades
Dituangkan dengan 10 mLformalin 40%
Dituangkan dengan 240 mL aquades untuk
Botol selai
Kupu-kupu (Eurema daira)
Diberi label keterangan
Diambil dari tempatnya Diletakkan di atas kacaobjek
Diikat dengan benang secara vertikal dan horizontal
Hasil
III. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
3.1. Hasil pengamatan tahap akhir pengawetan hewan
Gambar HasilPengamatan
Gambar Tangan Gambar Literatur
Sumber : (dokumenpribadi ,2015)
Sumber :(Brotowidjoyo,
1994).
Keterangan :a. Antenab. Caput (kepala)c. Thorax (dada)d. Abdomen (Badan)e. Sayapf. Kakig. Larutan Formalin 4%
3.2. Hasil pengamatan tahap pembiusan hewan
Gambar HasilPengamatan
Gambar Tangan Gambar Literatur
Sumber : (dokumenpribadi ,2015)
Sumber :(Brotowidjoyo,
1994).
Keterangan : a. Antenab. Caput (kepala)c. Thorax (dada)d. Abdomen (Badan)e. Sayapf. Kakig. Larutan Formalin 4%
3.3. Pembahasan
Pada pratikum kali ini membahas tentang proses
pengawetan basah pada hewan. speseimen yang dipakai
adalah kupu-kupu (Rana cancrivora). Proses pada tiap
hewan memiliki perlakuan yang berbeda karena perbedaan
jaringan hewan itu sendiri. Pada kupu-kupu, proses
yang dilakukan adalah pertama-tama memastikan botol
tempat awetan steril, dan alat-alat sudah disiapkan.
Kedua, menakar kadar formalin yang akam digunakan. Hal
ini sangat penting karena apabila salah dlam
menggunakan dan menghitung kadar formalin yang akan
digunakan dapat merusak jaringan hewan tersebut dan
akan membuat awetan rusak. Formalin yang dipilih dalam
proses pengawetan ini adalah formalin 4%. Karena
formalin 4% merupakan larutan fiksasi yang cocok bagi
hewan amphibi dan mamalia, dengan larutan itu hewan
mamalia dan amphibi dapat diawetkan tanpa adanya
kerusakan jaringan. Larutan formalin 10% dibuat dari
proses pengenceran larutan formalin 40% dengan
aquades. Ketiga mematikan kupu-kupu dengan larutan
kloroform. Hal ini dilakukan dengan cara memasukkan
kupu-kupi ke dalam toles kaca yang berisi kapas yang
sudah dibasahi oleh larutan kloroform. Larutan
kloroform berfungsi sebagai pembius efektif bagi kupu-
kupu. Keempat, kupu-kupu yang telah mati diikatkan
secara vertical dan horizontal pada kaca objek. Hal
ini bertujuan agar kupu-kupu tidak tenggelam atau
terapung pada larutan fiksasi guna meratakan larutan
pada setiap bagian tubuh kupu-kupu. Terakhir, kupu-
kupu yang sudah diikat di kaca objek dimasukkan ke
dalam botol awetan yang telah berisi larutan fiksasi
berupa formalin 4%.
Terdapat beberapa larutan fiksasi yang dapat
digunakan dalam proses pengawetan hewan, yaitu :
1.formalin/formaldehid.
Formalin merupakan larutan pengawet yang sering
digunakan. merupakan aldehida dengan rumus kimia
H2CO, yang berbentuknya gas, atau cair yang dikenal
sebagai formalin. Formaldehida dapat digunakan untuk
membasmi sebagian besar bakteri, sehingga sering
digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan
pengawet. Dalam proses pengawetan hewan, formalin
dapat digunakan pada hewan besar seperti paus, dst
dan tidak cocok bagi tumbuhan karena sifatnya yang
korosif bagi jaringan tumbuhan.
2.F.A.A (Formal Acetid Acid)
Larutan ini terdiri dari 50% atau 70%
etilalkohol 90 cc, Asam asetat glacial 5 cc Formalin
40 % 5 cc. larutan pengawet ini lebih cocok
digunakan padaproses pengawetan tumbuhan, karena
sifatnya yang tidak terlalu asam dapan menjaga
jaringan tumbuhan tetap utuh.
3.Asam Cuka
Asam cuka biasanya digunakan pada pengawetan
hewan kecil, seperti cacing, dst. Namun hjuga boleh
digunakan pada proses pengawetan tumbuhan namun
dengan kadar yang sedikit.
Dalam proses pengawetan pada kupu-kupu menggunakan
proses perhitungan kadar formalin 4%yang digunakan
sebagai berikut.
1.Perbandingan formalin dan aquades
formalinaquades
=4100
=125
=1:25
2.Perhitungan kadar formalin dan aquades
formalin=125
×250=10mL
aquades=2425
×250=240mL
Dalam proses pengawetan hewan formalin dibedakan
menjadi formalin 4% untuk pengawetan hewan Mollusca,
gastropoda,dan insect, formalin 5% untuk pengawetan
hewan reptil, dan formalin 10% untuk pengawetan hewan
mamalia dan amphibi. Proses pengenceran ini sangat
penting, karena formalin dengan kadar yang terlalu
tinggi dapat merusak jaringan beberapa hewan.
Menurut Brotowidjoyo (1994), Klasifikasi pada kupu-
kupu yang dipakai dalam praktikum adalah sebagai
berikut.
Kingdom: Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Lepidoptera
Family : Pieridae
Genus : Eurema
Species: Eurema daira
Struktur morfologi kupu-kupu terdiri dari beberapa
bagian. Kupu-kupu mempunyai badan yang dilengkapi
dengan dua pasang sayap. Badan itu terdiri dari tiga
bagian yaitu kepala, toraks (bagian tengah) dan
abdomen. Tubuhnya dilapisi bulu-bulu kecil sebagai
sensor, dan sayapnya memiliki sisik, yang dapat
berperan sebagai hormon selama proses perkawinan.
Kepala memiliki sepasang antena yang panjang dan di
ujung ada benjolan yang berfungsi sebagai peraba dan
perasa. Sepasang mata memberikan pengelihatan yang
luas dan bagus untuk mendeteksi gerakan-gerakan, namun
tidak mendetail. Setiap mata terbuat dari ribuan modul
mata yang kecil, dengan lensa yang kecil yang
terhubung ke syaraf optik. Bagian lain dari kepala
adalah lidah bergulung (proboscis), yang berfungsi
sebagai pengisap cairan.
Toraks merupakan kotak urat dengan tiga segmen. Tiga
pasang kaki terdapat pada bagian bawah toraks. Otot
terbang ada pada akar kedua pasang sayap yang menempel
pada segmen kedua dan ketiga. Sayap tetap merupakan
bagian paling penting sehubungan dengan identifikasi,
karena ukuran, bentuk dan warna. Abdomen
mengandung bagian terbesar dari sistem pencernaan dan
sistem pengeluaran. Di ujung dari abdomen, ditemukan
genitalia (alat seksual). Karakteristik internal dari
genitalia, angat berguna membantu identifikasi kupu-
kupu. Sayap-sayap kupu-kupu mempunyai banyak urat yang
diberikan nama/kode. Nama/kode yang sama diberikan
kepada bagian sayap yang dibagian bawah urat tertentu.
Seperti yang dinyatakan oleh Brotowidjoyo, (1994)
bahwa ciri spesifik dari kupu-kupu adalah badan
terbagi menjadi tiga bagian yaitu, caput (kepala),
thoraks (dada) dan abdomen (perut). Ada 3 (tiga)
pasang tungkai (kaki) dan dua pasang sayap terdapat
pada ruas dada, alat kelamin dan anus terdapat di
ujung ruas perut. Tubuh kupu-kupu dilapisi oleh chitin
(eksoskeleton atau rangka luar) dan tersusun dalam
cicin yang seragam atau segmen-segmen yang dipisahkan
oleh membran fleksibel. Pada setiap bagian kupu-kupu
(kepala, dada dan perut) tertutup lapisan lembut,
berbulu halus dan berwarna menyolok/ menyala. Ketiga
bagian tubuh kupu-kupu tersebut memiliki struktur
tersendiri dengan fungsi masing-masing bagian sebagai
berikut.
d.Kepala (caput )
Kepala berbentuk kapsul bulat kecil yang
mengemban alat makan dengan sensorik. Alat makan
disebut probosis, sedangkan alat sensorik adalah
sepasang antena yang biasanya menebal pada bagian
ujungnya. Mata kupu-kupu berbentuk seperti belahan
bola yang membengkak pada bagian atas kepala dan
biasanya disebut mata majemuk.
e.Dada (thoraks)
Dada merupakan bagian tengah tubuh kupu-kupu
dan berfungsi sebagai penggerak, dimana kaki dan
sayap menempel. Thoraks tersusun dari tiga segmen
yang masing-masing segmen terdapat sepasang tungkai
untuk berjalan dan berpegangan.Dua pasang sayap
terdapat pada mezothoraks dan metathoraks (bagian
kedua dan ketiga dari segmen dada). Pada beberapa
jenis kupu-kupu sayap belakang mempunyai tornus
(ekor).
f.Perut (abdomen)
Abdomen merupakan bagian yang lunak
dibandingkan kepala dan dada. Perut memiliki 10
(sepuluh) segmen namun hanya 7 (tujuh) atau 8
(delapan) yang mudah terlihat. Segmen ujung
merupakan alat kelamin dari kupu-kupu, dimana pada
jantan terdiri dari sepasang penjepit, sedangkan
pada betina segmen tersebut berubah menjadi
ovipositor (alat untuk meletakkan telur).
IV. Kesimpulan
a.Pengawetan pada hewan adalah proses mengawetkan
hewan menjadi preparat permanen (awetan) yang tetap
menjaga utuh jaringan-jaringan yang ada menggunakan
larutan pengawet tertentu.
b.Fiksasi adalah Pengawetan (fiksasi) adalah
stabilisasi unsur penting pada jaringan sehingga
unsur tersebut tidak terlarut, berpindah, atau
terdistorsi selama prosedur selanjutnya.
c.Larutan yang dapat digunakan dalam proses pengawetan
hewan adalah formalin/formaldehid, F.A.A (Formal Acetid
Acid), dan asam cuka. Larutan pengawet pada alcohol,
formaldehid, dan asam cuka didapatkan dari proses
pengenceran, sedangkan larutan F.A.A didapatkan dari
pencampuran 50% atau 70% etilalkohol 90 cc, Asam
asetat glacial 5 cc Alkohol 40 % 5 cc.
d.Fungsi dari larutan pengawet adalah menghambat
proses pembusukan dan autolysis, pengawetan
jaringan, pengerasan jaringan, pemadatan koloid,
diferensiasi optik, dan berpengaruh terhadap
pertahanan warna awetan.
e.Manfaat dari pengawetan basah hewan adalah sebagai
salah satu media pembelajaran dalam ilmu biologi,
sebagai specimen pembanding bagi specimen lainnya,
dan sebagai konservasi bagi tumbuhan langka.
DAFTAR PUSTAKA
Arimurti. 2001. Penuntun Praktikum Mikroteknik. Fakultas Pertanian
UGM, Yogyakarta : UGM PressBrotowidjoyo, M.O., 1994, Zoologi Dasar , Jakarta : PenerbitErlangga.Budiono, J.D. 1992. Pembuatan Preparat Mikroskopis.Surabaya :University Press IKIPSatino., 2007, Penyediaan Spesimen Awetan Sebagai Media
Pembelajaran. Yogyakarta : Diva Press.Subowo. 1992. Histologi umum. Jakarta: PT.Bumi Aksara.Sundoro, S.H. 1983. Metode Pewarnaan (Histologis dan Histokimia).Jakarta : Bhrataro Karya Aksara. Surya. 2001. Histologi. Makassar : Universitas HasanuddinPress.