Transcript

ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS

MASYARAKAT DENGAN KONSEP SYARIAH

(Studi Kasus Desa Wisata Kelurahan Bukit Apit Puhun Kecamatan Guguak

Panjang Kota Bukittinggi)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Ekonomi (S.E)

Disusun Oleh:

Muhammad Ikhsan

NIM : 3517.032

PROGRAM STUDI PARIWISATA SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI

2020

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul, “ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN DESA

WISATA BERBASIS MASYARAKAT DENGAN KONSEP SYARIAH (STUDI

KASUS DESA WISATA KELURAHAN BUKIT APIT PUHUN KECAMATAN

GUGUAK PANJANG KOTA BUKITTINGGI)”, yang disusun oleh Muhammad

Ikhsan NIM 3517.032, Prodi S1 Pariwisata Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Latar belakang pembuatan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan

menganalisis potensi apa saja yang dimiliki sehingga bisa dikatakan sebagai suatu

desa wisata, lalu bagaimana bentuk dari penerapan sistem berbasis masyarakat dan

berkonsepkan syariah di suatu desa wisata dan juga untuk mengetahui tindakan apa

saja yang harus dilakukan untuk menerapkan sistem berbasis masyarakat dan

berkonsepkan syariah di desa wisata tersebut.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif yaitu

menjelaskan secara terperinci objek yang akan diteliti. Sedangkan jenis data yang

digunakan adalah data primer dan data sekunder, yang mana data primer ini diperoleh

dari hasil observasi, wawancara dan dokumentasi, sedangkan untuk data sekunder

nya diperoleh dari lembaga yang berwenang dalam objek penelitian ini.

Hasil penelitian ini adalah, bahwasanya Desa Wisata Kelurahan Bukit Apit ini

belum mencapai kesejahteraan masyarakat yang mana merupakan tujuan dari sistem

berbasis masyarakat, untuk menerapkan sistem ini haruslah terpenuhi persyaratan

tertentu. Ditambah dari daya tarik wisatanya, banyak yang tidak terjaga dan terawat,

adanya tempat yang memungkinkan untuk berbuat hal-hal yang dilarang oleh agama.

Dan masyarakat sekitar nya masih banyak yang melalaikan sholat, berpacaran, dan

tidak berpakaian sesuai standar syariat islam. Untuk memenuhi konsep desa wisata

yang berbasis syariah, harus juga terpenuhi persyaratan-persyaratan tertentu.

Kata Kunci : Potensi, Pengembangan, Desa Wisata, Berbasis Masyarakat,

Syariah.

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur, penulis panjatkan pada Allah SWT, tempat dimana

penulis mengabdi sebagai hamba serta menggantungkan segala do’a dan harapan.

Hanya kepada rahmat, hidayah, dan keridhaan-Nya lah penulis memiliki kemauan,

kemampuan , kesempatan, dan kemudahan untuk menyelesaikan skripsi ini, sebagai

syarat kelulusan pada Program Studi Pariwisata Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi. Shalawat serta salam penulis

sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman

jahiliyah sampai pada zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan saat sekarang ini.

Skripsi ini berisi tentang Desa Wisata Bukit Apit, terkususnya dalam hal

perencanaan pengembangan dan pembangunan desa wisata ini. Akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang

membantu dalam menyelesaikan laporan magang ini, diantaranya :

1. Allah SWT yang menjadi tempat penulis untuk memohon petunjuk,

memohon dimudahkan segala urusan dan masalah yang penulis hadapi. Yang

membukakan pintu hati serta pikiran penulis dan menerangkan jalan penulis

untuk menjalani setiap rintangan kehidupan yang penulis hadapi.

2. Ayah tercinta Asril dan Ibu tercinta Ermi yang telah memberikan kasih dan

sayangnya yang telah membesarkan, mendidik, memberikan dukungan dan

do’a nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang ini dan kelak

bisa menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.

3. Abang dan Kakak tercinta yang memberikan semangat kepada penulis

selama ini.

4. Dr.Ridha Ahida M.Hum selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Bukittinggi.

5. Dr.Iiz Izmuddin. MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

6. Amsah Hendri Doni, SE., ME selaku Pembimbing Skripsi dan Sekaligus

Ketua Program Studi Pariwisata Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi Islam.

7. Dr. Silfia Hanani. S. Ag.,S.Sos,.M.Si selaku Pembimbing Akademik

Program Studi Pariwisata Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi Islam.

8. Rozi Yuliani, S.ST.Par.,M.M selaku Akademisi Pariwisata

9. Rusdi Hanto S.h selaku Kepala Kelurahan Bukit Apit Puhun berserta

staff.

10. Produsen Kopi yang menjadi Narasumber Penelitian.

11. Masyarakat Desa Wisata Kelurahan Bukit Apit yang menjadi Narasumber

Penelitian.

12. Terimakasih kepada Teman-teman Dian Lestari Mulfa, Ulil Amri, Anita

Utami, Tiara Monalisha, Windi Yuliana, Asriani, Ahmad Ridho, Nesti

Sri Wahyuni, Mesi yang telah memberikan saya semangat.

i

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ................................................................................................................ i

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ......................................................................................... 5

C. Rumusan Masalah ............................................................................................ 5

D. Batasan Masalah............................................................................................... 6

E. Tujuan Penelitian ............................................................................................. 6

F. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 6

G. Penjelasan Judul ............................................................................................... 7

BAB II LANDASAN TEORI

A. Potensi Dalam Pariwisata .............................................................................. 9

1. Pengertian Potensi ...................................................................................... 9

2. Mengenal Potensi ..................................................................................... 11

3. Pengertian Pariwisata ............................................................................... 12

4. Potensi Pariwisata .................................................................................... 16

B. Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat .................................. 18

1. Pengertian Pengembangan ....................................................................... 18

2. Prinsip-Prinsip Pengembangan ................................................................ 20

3. Pengertian Berbasis Masyarakat .............................................................. 21

4. Pengertian Desa Wisata............................................................................ 26

5. Syarat Desa Wisata .................................................................................. 28

6. Upaya-Upaya Pengembangan dan Pembangunan Desa Wisata............... 29

7. Komponen Pengembangan Desa Wisata ................................................. 32

C. Konsep Syariah ............................................................................................ 33

1. Pengertian Syariah ................................................................................... 33

2. Ciri dan Karakter ...................................................................................... 36

D. Kajian Terdahulu ......................................................................................... 37

BAB III METODOLOGI RISET

A. Metode Penelitian ......................................................................................... 43

B. Lokasi dan Waktu ........................................................................................ 43

C. Jenis dan Sumber Data ................................................................................ 43

ii

1. Data Primer .............................................................................................. 43

2. Data Sekunder .......................................................................................... 44

D. Informan Penelitian ..................................................................................... 45

E. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 46

1. Observasi .................................................................................................. 46

2. Wawancara ............................................................................................... 46

3. Dokumentasi ............................................................................................ 47

F. Teknik Analisis Data .................................................................................... 47

1. Reduksi Data ............................................................................................ 47

2. Sajian Data ............................................................................................... 48

3. Penarikan Kesimpulan ............................................................................. 48

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS PEMBAHASAN

A. Profil Desa Wisata Bukit Apit ..................................................................... 49

B. Potensi yang dimiliki .................................................................................... 51

1. Potensi Alam ............................................................................................ 52

2. Potensi Budaya ......................................................................................... 54

3. Potensi Kuliner ......................................................................................... 55

4. Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata ..................................................... 57

C. Perencanaan Pengembangan Desa Wisata Bukit Apit ............................. 60

D. Analisis Desa Wisata Berbasis Masyarakat dengan Konsep Syariah ..... 62

1. Bentuk Penerapan Bentuk Penerapan Desa Wisata Berbasis Masyarakat

Dengan Konsep Syariah ........................................................................... 62

2. Tindakan Agar Terciptanya Desa Wisata Berbasis Masyarakat Dengan

Konsep Syariah ........................................................................................ 67

3. Analisis Swot ........................................................................................... 68

4. Matrix Swot .............................................................................................. 76

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN ............................................................................................. 80

B. SARAN .......................................................................................................... 81

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 83

LAMPIRAN

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Wawancara Produsen Kopi .................................................................... 56

Tabel 4.2 Analisis SWOT Desa Wisata Kelurahan Bukit Apit ............................ 72

Tabel 4.3 Matrix SWOT .......................................................................................... 76

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peta Wilayah Kelurahan Bukit Apit Puhun .................................... 50

Gambar 4.2 Tugu Desa Wisata ............................................................................... 50

Gambar 4.3 Gunung Marapi dan Singgalang ....................................................... 52

Gambar 4.4 Pemandangan Ngarai Sianok ............................................................ 53

Gambar 4.5 Marandang Kopi ................................................................................. 54

Gambar 4.6 Janjang Saribu .................................................................................... 58

Gambar 4.7 Taman Ngarai Maram ....................................................................... 59

Gambar 4.8 Pemandangan dari Koto Marangai .................................................. 60

Gambar 4.9 Taman Bunga ...................................................................................... 61

i

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan wilayah dengan sistem pemerintahan

desentralisasi. Dalam hal ini, pemerintah pusat sebagai pemegang kekuasaan

tertinggi, dan desa sebagai unit terkecil dari sistem pemerintahan. Sebagai unit

terkecil, jumlah pedesaan di Indonesia sangat banyak. Salah satu unsur

penting pengembangan atau pembangunan adalah adanya partisipasi

masyarakat. Partisipasi masyarakat sangat penting karena masyarakat sebagai

anggota sistem sosial dalam pedesaan tersebut sangat mengerti tentang

kearifan lokal, demografi, dan hal-hal pentting lainnya yang berkenaan

dengan desa tersebut.1

Desa merupakan kawasan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan serta kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

masyarakat, hak asal-usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan dihormati

dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Repulik Indonesia. Masyarakat

desa biasanya saling mengenal antara satu dengan yang lainnya serta memiliki

sikap sosial dan solidaritas yang tinggi. Pemerintahan desa adalah

penyelenggara urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

dalam sistem pemerintahan Negara kesatuan republik Indonesia.

1 Tabrai Rusyan, Manajemen Pengembangan Desa Produktif, (Jakarta: Bumi Aksara,2018),

hlm.1.

2

Pemerintahan desa dalam pembagian wilayah administratif Indonesia berada

di bawah kecamatan. Desa dipimpin oleh seorang kepala desa.

Penyelenggaraan pemerintahan di desa merupakan sub sistem dari

penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa memiliki kewenangan untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya.2

Desa dan kelurahan merupukan ujung terdepan wilayah yang

bersentuhan dengan masyarakat. Kemajuan desa dan kelurahan, menjadi

kemajuan masyarakatnya.3 Untuk itu perlu dilakukan pengembangan ataupun

pembangunan yang mengikut sertakan masyarakat didalamnya, yang mana

disebut sebagai CBT (Community Based Tourism). Ini merupakan suatu

bentuk sistem pariwisata yang dikelola oleh masyarakat lokal dengan prinsip

keberlanjutan lingkungan hidup, sosial budaya untuk membantu wisatawan

agar dapat memahami dan mempelajari tata cara kehidupan masyarakat lokal.

Sistem ini bertujuan untuk membangun dan memperkuat kemampuan

organisasi pada masyarakat lokal dan mensejahterakan masyarakat.

Awal mula terbentuknya desa wisata yaitu dengan diterbitkannya oleh

pemerintah Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan

daerah, , artinya pemerintah telah memberikan keleluasaan kepada desa untuk

mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan kondisi adat dan budaya

setempat. Hal ini dipertegas dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah

2 Yovi Litanianda, Potensi Dan Demografi Masyarakat Desa Tahunan, (Ponorogo: Unmuh

Ponorogo Press, 2019), hlm.1. 3 E. Sujono, Mengembangkan Potensi Masyarakat di Desa dan Kelurahan, (Yogyakarta:

Deepublish, 2017), hlm.1.

3

Nomor 72 tahun 2005 tentang Desa yang memuat kewenangan desa. Dengan

dikeluarkannya Undang-Undang ini, maka direalisasikanlah suatu desa dalam

bentuk desa wisata untuk menarik kunjungan wisatawan. Menurut Nuryanti

desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan

fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan

masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku.

Program desa wisata sebagai salah satu program pemberdayaan

masyarakat dimaksudkan untuk mewujudkan kemandirian masyarakat untuk

dapat hidup dengan baik melalui pemanfaatan potensi-potensi yang dimiliki

oleh suatu desa. Pemberdayaan masyarakat melalui program desa wisata juga

dimaksudkan untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan kawasan yang

baik guna melindungi kerusakan-kerusakan yang mungkin terjadi, seperti

ancaman hilangnya sumber-sumber potensi budaya yang ada di masyarakat.4

Pemerintah Kota Bukittinggi melalui Dinas Pariwisata dengan

program pengembangan pariwisata menetapkan Kelurahan Bukit Apit Puhun

menjadi Desa Wisata Bukit Apit pada tahun 2015. Kelurahan Bukit Apit

Puhun adalah salah satu desa wisata yang ada di Kota Bukittinggi yang

memiliki potensi wisata alam yang sangat besar, dengan mempunyai beberapa

objek wisata seperti, Taman Ngarai Maram dan Jenjang Seribu yang

berlatarkan pemandangan Ngarai Sianok. Tidak hanya menonjolkan objek

wisata dan keindahan panorama alam Ngarai Sianok yang dimilikinya, namun

4 Ninik Wahyuning Tyas, Miya Damayanti, “Potensi Pengembangan Desa Kliwonan sebagai

Desa Wisata Batik di Kabupaten Sragen”, Journal of Regional and Rural Development Planning,

Vol.2, No.1, Februari 2018, hlm.76.

4

desa wisata ini juga meperkenakan kopi khasnya yang sudah terkenal didalam

maupun luar negeri. Kopi bukit apit ini salah satu adalah usaha rumahan

masyarakat yang mana menyangrai biji kopi yang merupakan budaya

masyarakat lokal dan sekaligus juga menjadi pendorong perekonomian warga

karena telah diwariskan secara turun temurun.

Namun pada faktanya, dengan potensi yang dimiliki berupa potensi

alam (udara yang sejuk dan panorama alam Ngarai Sianok), potensi budaya

(marandang kopi), dan potensi kuliner (kopi) tidak menjadikan desa wisata ini

ramai dikunjungi oleh wisatawan, yang terjadi malah sebaliknya, desa wisata

ini sangat jarang dikunjungi oleh wisatawan. Maka daripada itu perlulah

dilakukan pengembangan terhadap desa wisata ini sehingga memunculkan

potensi objek wisata baru yang nantinya dapat menarik dan menambah minat

wisatawan untuk berkunjung ke Desa Wisata Bukit Apit Ini.

Selain itu, fasilitas dari objek wisata Janjang Saribu dan Taman Ngarai

Maram sangat minim dan tidak terjaga, kawasannya pun cendrung sepi,

lingkunganya dipenuhi oleh rerumputan liar dan dikelilingi oleh pepohonan

yang besar membuat objek wisata ini cenderung gelap. Dengan kondisi yang

demikian dapat mempermudah seseorang untuk melakukan kegiatan

perzinaan, narkoba, pembunuhan dan lainya, yang mana hal tersebut tidak

sesuai dengan konsep syariah.

Peran dan partisipasi masyarakat pun didesa ini juga sangat belum

terlihat, karena banyak dari masyarakatnya yang acuh untuk menjaga potensi

5

objek-objek wisata yang ada, dan masih tersediaya lahan atau kawasan yang

seharusnya bisa untuk dikembangkan tetapi malah dibiarkan begitu saja.

Berdasarkan penjelasan di atas, dengan melihat latar belakang, potensi

dan permasalahan. Maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul

“Analisis Potensi Pengembangan Desa Wisata Bukit Apit Berbasis

Masyarakat Dengan Konsep Syariah”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka dapat diidentifikaasi beberapa

permasalahan terkait penelitian ini yaitu :

1. Pengembangan potensi wisata baru yang akan dilakukan di Desa

Wisata Bukit Apit.

2. Bentuk dari penerapan sistem berbasis masyarakat dengan konsep

syariah di Desa Wisata Bukit Apit , jika sistem dan konsep ini

telah diterapkan.

3. Tindakan yang harus dilakukan agar terciptanya suatu desa wisata

berbasis masyarakat dan juga berkonsepkan syariah

C. Batasan Masalah

Agar permasalahan ini bisa dikaji dengan baik dan tepat sasaran, maka

penelitian ini dibatasi pada Analisis Potensi Pengembangan Desa Wisata

Berbasis Masyarakat Dengan Konsep Syariah (studi kasus : Desa Wisata

Bukit Apit, Kelurahan Bukit Apit Puhun, Kecamatan Guguak Panjang, Kota

Bukittinggi ).

6

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi permasalahan di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah Bagaimana Potensi Pengembangan Desa Wisata

Bukit Apit Berbasis Masyarakat Dengan Konsep Syariah tersebut.?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

menganalisis Potensi Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat

Dengan Konsep Syariah.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Penulis

a. Memenuhi salah satu syarat tugas akhir dalam mencapai gelar Sarjana

Ekonomi (SE) dari Program Studi S1 Pariwisata Syariah Fakultas

Ekonomi Dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Bukittinggi.

b. Menambah wawasan tentang Potensi Pengembangan Desa Wisata

Berbasis Masyarakat Dengan Konsep Syariah.

2. Bagi Akademik

a. Untuk menambah ilmu pengetahuan dalam kajian Ekonomi dan

Pariwisata Syariah.

b. Sebagai bahan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

7

G. Penjelasan Judul

Agar adanya persamaan pemahaman dan pemikiran terkait penelitian

ini, maka penulis perlu menguraikan secara singkat mengenai maksud dari

istilah-istilah yang ada pada judul tersebut:

1. Analisis : Mengolah data, mengorganisir data, memecahkannya

dalam unit-unit yang lebih kecil, mencari pola dengan tenma-tema

yang sama.5

2. Potensi : Kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk

dikembangkan.6

3. Pengembangan Desa Wisata : Suatu usaha untuk meningkatkan

wilayah pedesaan yang mana kawasannya memiliki beberapa

karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Di

kawasan ini, penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya yang

relatif masih asli. Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti

makanan khas, sistem pertanian dan sistem sosial turut mewarnai

sebuah kawasan desa wisata. Di luar faktor-faktor tersebut, alam,

dan lingkungan yang terjaga turut mewarnai kawasan wisata.7

4. Berbasis Masyarakat : Pendekatan yang menekankan pada

pelibatan masyarakat secara maksimal dalam proses

pengembangan. Pariwisata yang menitikberatkan keberlanjutan

5 Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis Karakteristik dan Keunggulannya, (Jakarta : PT.

Grasindo, 2010), hlm.121. 6 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2014),hlm.1096 7 I Gusti Bagus Rai Utama, I Wayan Ruspendi Junaedi, Membangun Pariwisata Dari Desa,

(Yogyakarta: Deepublish, 2018), hlm.24

8

lingkungan, sosial, dan budaya kedalam satu kemasan. Hal ini

dikelola dan dimiliki oleh masyarakat, untuk masyarakat, dengan

tujuan memungkinkan pengunjung untuk meningkatkan kesadaran

mereka dan belajar tentang masyarakat dan lokal cara hidup.8

5. Konsep Syariah : Suatu rancangan atau kegiatan yang bertuntutan

dan berpedoman kepada Al-Quran dan Sunnah.9

8 Nurhati Fuad, Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat, (Jakarta, PT. Rajagrafindo

Persada, 2014), hlm. 74 9 Nur Asnawi, Muhammad Asnan Fanani, Pemasaran Syariah Teori Filosofi Dan Isu

Kontemporer, (Depok, PT. Rajagrafindo Persada, 2017), hlm.182

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Potensi Dalam Pariwisata

1. Pengertian Potensi

Kata potensi berasal dari bahasa Inggris yaitu potency,

potential dan potentiality, yang mana dari ketiga kata tersebut

memiliki arti tersendiri. Kata potency memiliki arti daya, tenaga,

kekuatan, dan kemampuan. Kemudian kata potential memiliki arti

kemampuan terpendam yang mempunyai kemungkinan untuk dapat

dikembangkan, sehingga mampu menjadi actual. Sedangkan kata

potentiality berarti karakteristik atau ciri-ciri khas memiliki satu

kemampuan atau kesanggupan laten, atau memiliki daya atau kekuatan

untuk bertingkah laku dengan cara tertentu bagi masa mendatang.10

Potensi menurut Nurhayati adalah kemampuan yang

mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan seperti kekuatan,

kesanggupan, dan daya yang bisa di kembangkan menjadi lebih besar.

Istilah potensi tidak hanya ditunjukkan untuk manusia tetapi juga

untuk entitas lain, seperti istilah potensi daerah, potensi wisata dan lain

sebagainya. Sedangkan menurut Ahmad Soleh potensi adalah daya,

10

Ahirin, “Pengembangan Potensi Anak Perspektif Pendidikan Islam”, Jurnal Tarbawi Vol.

12. No. 2, Desember 2015, hlm.207

10

kekuatan, kesanggupan dan kemampuan yang dimiliki dan dapat

dikembangkan.11

Dalam etimologi Islam, potensi dikenal dengan istilah fitrah.

Fitrah berasal dari bahasa Arab, yaitu fithrah jamaknya fithar, yang

diartikan sebagai perangai, tabi’at, kejadian, asli, agama, ciptaan.

Menurut M. Quraish Shihab, istilah fitrah diambil dari akar kata al-

fitrah yang berarti belahan.12

Potensi dalam Islam dengan istilah fitrah ini, memang harus

diaktualisasikan dan ditumbuhkembangkan dalam kehidupan nyata.

Untuk mengaktualisasi dan mengembangkan potensi tersebut

diperlukan ikhtiar kependidikan yang sistematis, terstruktur, dan

terencana berdasarkan pendekatan dan wawasan yang lebih disiplin.

Melalui potensi yang dimilikinya, manusia akan terdorong untuk

berfikir dan berbudaya. Dan agar manusia dapat berfikir kreatif dan

berbudaya sangat membutuhkan pertolongan pendidikan dalam arti

yang seluas-luasnya.13

Sedangkan dalam Dalam kamus besar bahasa Indonesia

potensi adalah suatu kemampuan yang dimilki dan mempunyai

11

Kiki Endah, “Menggali Potensi Lokal Desa”, Jurnal Moderat, Vol.6 , Nomor 1, Februari

2020,hlm. 138 12

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm.41 13

Abudin Nata, Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2011),

hlm.43

11

kemungkinan untuk dikembangkan dan dalam artian lainnya dapat

diartikan sebagai kekuatan, kesanggupan dan daya.14

Jadi berdasarkan pengertian di atas, peneliti dapat disimpulkan

bahwa potensi adalah suatu kemampuan yang dimiliki dan

kemampuan tersebut harus dikembangkan hingga menjadi sesuatu hal

yang dapat diunggulkan.

2. Mengenal Potensi

Potensi merupakan kemampuan, kekuatan, baik yang belum

terwujud maupun yang telah terwujud, tetapi belum sepenuhnya

terlihat atau dipergunakan secara maksimal. Secara umum, potensi

dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a. Kemampuan dasar, seperti tingkat intelegensi, kemampuan

abstraksi, logika dan daya tangkap.

b. Etos kerja, seperti ketekunan, ketelitian, efisiensi kerja, dan

daya tahan terhadap tekanan.

c. Kepribadian, yaitu pola menyeluruh semua kemampuan,

perbuatan, serta kebiasaan seseorang, baik jasmaniah,

rohaniah, emosional, maupun sosial yang di tata di bawah

aneka pengaruh luar diri.15

14

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2014),hlm.1096 15

Ihab Majid, Psikotes Mengenal Potensi Diri dan Logika Berfikir, (Tanggerang Selatan,

Gemilang, 2019), hlm.7

12

3. Pengertian Pariwisata

Kata Pariwisata berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari

dua suku kata yaitu “Pari” dan Wisata”, Pari berarti banyak, berkali-

kali, berputa-putar, dan lengkap, sedangkan Wisata memiliki arti,

perjalanan ataupun berpergian. Maka atas atas kata tersebut, kata

“Pariwisata” seharusnya diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan

berkali-kali atau berputar-putar dari suatu tempat ke tempat lain.

Herman V.Sculard, memberikan batasan Pariwisata sebagai

“Tourism is the sum of operations, mainly of an economic nature,

which directly related to entry, stay and movement of foreigner inside

certain country, city, or region”. Menurut pendapatnya, yang

dimaksud dengan pariwisata adalah sejumlah kegiatan, terutama yang

ada kaitnya dengan kegiatan perekonomian yang berhubungan dengan

masuknya, adanya pendiaman dan bergeraknya orang-orang asing

yang keluar masuk kota, daerah atau negara.

E. Guyer Freuler merumuskan pengertian pariwisata dengan

memberikan batasan pariwisata sebagai, pariwisata dalam artian

modern adalah merupakan phenomena dari jaman sekarang yang

didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa,

penilaian yang sadar dan menumbuhkan cinta terhadap keindahan

alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan

berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil daripada

13

perniagaan, industri, perdagangan serta penyempurnaan dari pada alat-

alat pengangkutan.

Prof. Hunzieker dan Prof. K. Krapt, memberikan batasan

pariwisata sebagai berikut, “Tourism is totally of the relationship and

phenomena arising from the travel and stay of strangers, provide the

stay does not imply the establishment of a permanent resident”. Yang

mana memiliki arti bahwa pariwisata adalah keseluruhan daripada

gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pendiaman orang-

orang asing serta penyediaan tempat tinggal menetap dan tidak

memperoleh penghasilan dari aktivitas yang bersifat sementara itu.

Menurut Prof. Salah Wahab tentang pengertian pariwisata,

yaitu suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang

mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam

suatu negara itu sendiri untuk sementara waktu dalam mencari

kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang

dialaminya diamana ia memperoleh pekerjaan tetap.16

Pariwisata menurut Lundberg adalah konsep umum yang

sejarahnya kembali ke masa yang lampau, dan definisi selalu berubah.

Istilah touris atau kepariwisataan mencakup orang-orang yang

melakukan perjalanan pergi dari rumahnya, dan perusahaan-

perusahaan yang memperlancar atau mempermudah perjalanan mereka

atau membuat lebih menyenangkan. Pariwisata merupakan gabungan

16

Oka A. Yoeti, Pengantar Pariwisata Revisi, (Bandung, Angkasa, 2014),hlm.108.

14

antara kegiatan jasa atau industri penyedia pelayanan kepada

wisatawan yang dapat memberi suatu pengalaman kepada wisatawan

yaitu transportasi, akomodasi, jasa boga, pusat perbelanjaan, hiburan,

fasilitas dan jasa lainnya. Yang disediakan bagi mereka yang

berpergian jauh dari rumah.17

A.J. Burkart dan S. Medik, mengartikan kegiatan pariwisata

sebagai kegiatan berpindah untuk sementara waktu dengan tujuan

diluar tempat biasanya mereka hidup dan bekerja. Sedangkan Kurt

Morgenroth dalam Fajri mengartikan pariwisata sebagai kegiatan

meninggalkan tempat asal dengan tujuan menjadikan diri sebagai

konsumen dari peradaban budaya dan ekonomi untuk memenuhi

kebutuhan atau keinginan hidup. Dewasa ini kegiatan pariwisata

bukan lagi menjadi kegiatan asing khususnya bagi masyarakat

Indonesia. Kemajuan pariwisata Indonesia membuat kegiatan ini tidak

lagi ditujukan hanya sebagai kebutuhan tersier yang memberikan

dampak refreshing bagi pelakunya, namun juga dilandasi akan

kepentingan lainnya seperti edukasi, religi, industri, dan lainnya.

Selain membawa dampak positif bagi pelaku pariwisata, kegiatan ini

juga dipercaya mampu memberikan dampak cukup besar dalam

meningkatkan pendapatan masyarakat maupun daerah pariwisata.

Tentunya melalui perubahan keadaan lapangan pekerjaan yang

17

Ghanis Haryendra Ganandra dkk, Perilaku Pencarian Informasi Pariwisata Para

Wisatawan Domestik Di Rumah Mode, Jurnal Kajian Informasi Dan Kepustakaan, Vol.2, No.1, Juni

2018, hlm. 28.

15

kemudian ikut berperan dalam merubah kedaan perekonomian daerah

maupun masyarakat sekitar lokasi pariwisata. Dengan adanya dampak

positif yang langsung berperan aktif dalam perubahan kualitas

perekonomian dan budaya masyarakat Indonesia, pariwisata di

Indonesia mengalami perubahan yang cukup besar dan signifikan.18

Berdasarkan batasan-batasan tersebut diatas, maka dapat

diambil faktor-faktor dalam pariwisata, yaitu :

a. Perjalanan itu dilakukan untuk sementara waktu

b. Perjalanan tersebut dilakukan dari satu tempat ke tempat

lainnya.

c. Perjalanan itu apapun bentuknya, harus selalu dikatikan

dengan rekreasi atau tamasya.

d. Orang yang melakukan perjalanan tersebut tidak mencari

nafkah ditempat yang dikunjunginya, semata-mata hanya

sebagai konsumen di tempat tesebut.

Jadi berdasarkan pengertian diatas, dan faktor-faktor tersebut,

peneliti dapat menarik suatu kesimpulan. Pariwisata adalah, suatu

kegiatan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lainnya yang

dilakukan oleh seseorang ataupun sekelompok orang untuk

sementara waktu, bukan untuk menetap ataupun mencari nafkah

melainkan hanya dengan tujuan rekreasi atau bersenang-senang.

18

Asnurul Novia Narendra dkk, Kepemilikan Serta Pembentukan Modal Sosial Oleh

Wisatawan Dalam Memilih House Of Sampoerna Sebagai Daya Tarik Wisata, Jurnal Pariwisata

Pesona, Vol.4. No.1, 2019, hlm. 67

16

4. Potensi Pariwisata

Menurut peneliti berdasarkan pengertian potensi dan pariwisata

diatas, maka dapat dikatakan bahwa potensi pariwisata yaitu,

kemampuan yang dimiliki, baik berupa kawasan atau daerah yang

dapat dikembangkan dan diunggulkan. Potensi pariwisata tersebut

berupa :

a. Potensi Alam adalah perjalanan ke suatu tempat yang relatif

masih alami dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi,

menikmati pemandangan, tumbuhan dan binatang liar, serta

perwujudan budaya yang ada atau penah ada pada suatu

tempat.

b. Potensi Budaya adalah, suatu kemampuan dalam pariwisata

untuk melakukan perjalanan disebabkan karena adanya daya

tarik dari seni dan budaya suatu tempat atau daerah.

c. Potensi Hunting tourism yaitu suatu kunjungan wisata yang

dimaksudkan untuk menyelenggarakan perburuan binatang

yang diijinkan oleh penguasa setempat sebagai hiburan semata-

mata.

d. Potensi Pariwisata Pantai, adalah kemampuan kegiatan

pariwisata yang ditunjang oleh sarana dan prasarana untuk

berenang, memancing, menyelam dan olah raga air lain

termasuk sarana prasarana akomodasi, makan dan minum.

17

e. Sport tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi

wisatawan untuk melakukan perjalanan adalah untuk melihat

atau menyaksikan suatu pesta olah raga di suatu tempat atau

negara tertentu.

f. Religion tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi

wisatawan untuk melakukan perjalanan tujuannya melihat atau

menyaksikan upacara-upacara keagamaan, seperti upacara Bali

Krama di Besakih, haji umroh bagi agama Islam, dan lain-lain.

g. Marine tourism merupakan kegiatan wisata yang ditunjang

oleh sarana dan prasarana untuk berenang, memancing,

menyelam, dan olah raga lainnya, termasuk sarana dan

prasarana akomodasi, makan dan minum.

h. Recuperational tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi

wisatawan untuk melakukan perjalanan adalah untuk

menyembuhkan penyakit, seperti mandi di sumber air panas,

mandi lumpur, dan lain-lain.

i. Commercial tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi

wisatawan untuk melakukan perjalanan dikaitkan dengan

kegiatan perdagangan nasional dan internasional.

j. Political tourism yaitu jenis pariwisata dimana motivasi

wisatawan untuk melakukan perjalanan tujuannya melihat atau

menyaksikan suatu peristiwa atau kejadian yang berhubungan

18

dengan kegiatan suatu negara. Misalnya menyaksikan

peringatan hari kemerdekaan suatu Negara.19

k. Culinery Tourism yaitu, wisata kuliner merupakan kegiatan

makan dan minum yang unik dilakukan oleh setiap pelancong

yang berwisata. Selain itu wisata kuliner disebut juga sebagai

wisata gastronomi, wisata mencicipi, dan wisata makanan,

wisata kuliner mengacu pada makan petualang, makan karena

mencari pengalaman baru atau rasa penasaran, menjelajahi

budaya lain melalui makanan, dengan sengaja berpartisipasi

dalam jalur makanan orang lain, dan pengembangan makanan

sebagai tujuan wisata.20

l. Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata yaitu, kemampuan untuk

memanfaatkan sumber daya alam dan tata lingkungannya

untuk dijadikan sasaran wisata.21

B. Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat

1. Pengertian Pengembangan

Menurut Yoeti pengembangan adalah usaha atau cara untuk

memajukan serta mengembangkan sesuatu yang sudah ada.

Pengembangan pariwisata pada suatu daerah tujuan wisata selalu

19

I Ketut Suwena, I Gusti Ngurah Widyatmaja, Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata,

(Denpasar, Pustaka Larasan), 2017, hlm.24 20

Ibnu Sasongko dkk, Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Kuliner Di Sepanjang

Koridor Jalan Soekarno Hatta Kota Malang, Jurnal Perencanaan Wilayah Dan Kota, 2018, hlm.5 21

Muljadi, Andri Warman, Kepariwisataan dan Perjalanan Revisi, (Jakarta, Rajawali Pers),

2014,hlm. 65

19

akan diperhitungkan dengan keuntungan dan manfaat bagi

masyarakat yang ada di sekitarnya.

Menurut Badudu dalam kamus besar bahasa Indonesia ,

memberikan definisi pengembangan adalah hal, cara atau hasil

kerja mengembangkan. Sedangkan mengembangkan berarti

membuka, memajukan, menjadikan maju dan bertambah baik.22

Menurut Marpaung, pengembangan pariwisata tidak terlepas

dari adanya daya tarik wisata sampai adanya jenis

pengembanganyang ditunjang dengan adanya fasilitas dan

aksesibilitas.23

Pengembangan adalah suatu usaha untuk meningkatkan

kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral sesuai dengan

kebutuhan melalui pendidikan dan latihan. Pengembangan juga

dapat diartikan sebagai suatu atau langkah-langkah untuk

mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk

yang telah ada, yang dapat dipertanggung jawabkan.24

Jadi berdasarkan pengertian di atas, peneliti dapat disimpulkan

bahwa pengembangan diartikan sebagai, suatu proses untuk

menjadikan potensi yang ada menjadi sesuatu yang lebih baik dan

berguna dengan proses atau langkah-langkah untuk

22

Usman Chamdani, Komunikasi Dalam Pembangunan Pariwisata, (Yogyakarta:

Deepublish, 2018), hlm. 99. 23

I Gusti Bagus Arjana, Geografi Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif, (Jakarta : Rajawali Pers,

2016),hlm.119 24

Sefira Ryalita Primadany, Mardiyono, Riyanto,”Analisis Strategi Pengembangan

Pariwisata Daerah”, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 4,hlm.136

20

mengembangkan suatu produk atau menyempurnakan produk yang

telah ada menjadi produk yang dapat dipertanggung jawabkan.

2. Prinsip-prinsip Pengembangan

Perencanaan pengembangan harus memenuhi prinsip-prinsip

tertentu, yaitu :

a. Pengembangan kawasan harus mempertimbangkan

penataan dan pengelolaan wilayah dan tata ruang, baik dari

sisi ekonomi, ekologi ataupun sosial budaya setempat.

b. Pengembangan fasilitas dan layanan wisata yang mampu

memberikan kenyamanan pengunjung sekaligus

memberikan benefit bagi masyarakat sekitar.

c. Pengembangan kawasan harus mampu melindungi sumber

daya dan kekayaan alam, nilai-nilai budaya dan sejarah

setempat.

d. Diperlukan studi dan kajian yang mendalam, berulang, dan

melibatkan pihak-pihak yang relevan baik dari

unsurmasyrakat, swasta ataupun pemerintah. Dengan

demikian diharapkan perencanan dan pengembangan

kawasan semakin baik dari waktu ke waktu serta

terdokumentasi dengan baik.25

25

Usman Chamdani,Komunikasi Dua Tahap, dan Agrowisata, (Yogyakarta:Deepublish,2018)

hlm.13-14.

21

3. Pengertian Berbasis Masyarakat

Menurut Theresia Aprilila, pembangunan atau pengembangan

berbasis masyarakat, secara sederhana diartikan sebagai

pembangunan yang mengacu kepada kebutuhan masyarakat,

direncanakan dan dilaksanakan oleh masyarakat dengan

memanfaatkan potensi sumber-daya yang dapat diakses oleh

masyarakat setempat. Karena itu, pembangunan atau

pengembangan berbasis masyarakat seharusnya mengacu kepada

kebutuhan masyarakat dan bukannya dirumuskan oleh elit

masyarakat yang merasa tau dan lebih pandai untuk merumuskan

pembangunan yang lebih cocok bagi masyarakat.

Potensi sumberdaya masyarakat dalam pembangunan berbasis

masyarakat dapat diartikan sebagai usaha mengubah sumberdaya

yang bersifat potensial menjadi aktual. Pada dasarnya pemanfaatan

potensi sumberdaya masyarakat ini harus diartikan sebagai usaha

memanfaatkan atau memobilisasi sumberdaya yang sebelumnya

belum pernah disentuh, tetapi dapat juga berarti meningkatkan

daya manfaat atau optimalisasi sumberdaya yang sebelumnya

belum digarap. Untuk memanfaatkan potensi sumberdaya

masyarakat diperlukan kualitas manusia yang memiliki

keterampilan yang inovatif. Sehingga sumberdaya manusia

merupakan sumber daya pembangunan dalam mencapai

kesejahteraan.

22

Sumber daya manusia (human capital) menempati kedudukan

dan peran yang sangat penting dalam pembangunan sebagai

pengelola dan pelaku pembangunan yang dapat memberikan

manfaat dan perbaikan kehidupan dan kesejahteraan manusia.

Pelaksanaan program Pembangunan atau Pengembangan

Berbasis Masyarakat berperan sangat penting dan menentukan

program pembangunan sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta

potensi sumber daya yang ada, sehingga program pembangunan

merupakan hasil dari aspirasi masyarakat yang diusulkan melalui

Musrebangdes (musyawarah antara badan permusyawaratan desa)

dan menjadi prioritas pembangunan. Beberapa program tersebut

meliputi: Pembangunan Saluran Irigasi untuk Pertanian,

Pembangunan Plesengan, Pembangunan Masjid, Pembangunan

Gedung Sekolah PAUD, Pembangunan Pipanisasi untuk

Pemenuhan Air Bersih, serta Pembangunan Pengembangan Desa

Wisata. Dalam program tersebut peran serta masyarakat untuk ikut

menyukseskan program pembangunan berbasis masyarakat sangat

tinggi, masyarakat dilibatkan dalam setiap proses pembangunan

dari perencanaan dalam Forum Musyawarah Masyarakat Tahlilan,

Kelompok Tani, Karang Taruna serta forum PKK, pelaksanaan

Pembangunan Berbasis Masyarakat dilaksanakan secara antusias

23

untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk tenaga, materi maupun

pemikiran dalam kegiatan pelaksanaan pembangunan.26

Partispasi masyarakat dalam proses pembangunan berbasis

masyarakat memperhatikan kebutuhan masyarakat yang

merupakan realisasi dari aspirasi masyarakat yang disampaikan

ketika Musrebangdes sesuai dengan kebutuhan masyarakat

setempat serta program ini pula telah memanfaatkan potensi lokal

yang ada, khususnya potensi sumber daya manusia, dan sumber

daya alam.

Pengembangan masyarakat telah menjadi isu yang berkembang

dalam kajian-kajian pembangunan. Beragam pendapat telah

dikemukakan oleh para ahli untuk menjelaskan tentang

pengembangan masyarakat ini, mulai dari definisi, sejarah, prinsip,

hingga strategi dalam pengembangan masyarakat. Dari sekian

banyak pandangan tersebut, untuk menjelaskan keterkaitan antara

pengembangan masyarakat dengan pengembangan pariwisata

dapat dilihat dari pandangan Dunham tentang fokus pada

pengembangan masyarakat. Dunham menyebutkan bahwa

community development lebih memfokuskan diri pada

pengembangan kehidupan ekonomi, prasarana fisik, pembangunan

di bidang kesehatan dan kesejahteraan dalam arti sempit. Dengan

26

Kornelius Sumbi dan Firman Firdaus,”Analisis Pembangunan Berbasis Masyarakat Dalam

Pengembangan Sumber Daya Masyarakat”, JISSIP,Vol.2,No.5,2016,hlm.41-42.

24

demikian, berdasarkan pandangan Dunham tersebut, maka sektor

pariwisata termasuk dalam fokus kajian pengembangan

masyarakat.27

Pemahaman lain mengenai pengembangan masyarakat, dapat

dilihat dari pendapat Sanders yang menyebutkan terdapat empat

cara pandang terhadap pengembangan masyarakat. Empat cara

tersebut antara lain pengembangan masyarakat sebagai sebuah

proses, metode, program, dan gerakan. Pengembangan masyarakat

sebagai sebuah proses, menunjukkan bahwa pengembangan

masyarakat dilihat sebagai suatu proses yang bergerak dari satu

tahap ke tahap yang lain, atau dari satu kondisi kepada kondisi

selanjutnya; yang berarti pergerakan yang progresif dengan kriteria

yang spesifik. Kemudian sebagai sebuah metode, pengembangan

masyarakat dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan.

Pengembangan masyarakat dipandang sebagai sebuah program

ketika pengembangan masyarakat tersebut memiliki seperangkat

prosedur dan sederet aktifitas. Selanjutnya pengembangan

masyarakat dipandang sebagai sebuah gerakan ketika

pengembangan masyarakat diarahkan sebagai penjabaran dari

nilai-nilai dan tujuan. Selain dari pandangan Sanders, dapat dilihat

pula pendapat lain yang menjelaskan tentang pendekatan dalam

27

Muh. Firyal Akbar, Srihandayani Suprapto, Surati,” Partisipasi Masyarakat Dalam

Perencanaan Pembangunan di Desa Jatimulya Kabupaten Boalemo”,Vol.6,No.2,2018,hlm.137.

25

pengembangan masyarakat. Batten menyebutkan setidaknya

terdapat dua pendekatan dalam pengembangan masyarakat, yaitu

pendekatan yang direktif (instruktif), dan pendekatan yang non-

direktif (partisipatif).

Pada pendekatan direktif, biasanya efektif untuk mencapai

tujuan-tujuan jangka pendek dan bersifat pada pencapaian

penyelesaian masalah yang substantif. Pendekatan direktif ini

dirasakan kurang efektif ketika sasarannya adalah perubahan yang

mendasar seperti pengetahuan, keyakinan, sikap, dan niat individu.

Di sisi lain, pendekatan non-direktif lebih menekankan pada

penempatan masyarakat sebagai pelaku utama dalam upaya

perubahan yang terjadi dalam diri mereka. Pada pendekatan ini

masyarakat menjadi penentu dan pembuat analisis, sehingga

mereka memiliki kesempatan yang luas untuk mencapai tujuan

yang diharapkan dengan cara-cara yang paling sesuai dengan

mereka.28

Jadi berdasarkan penjelasan di atas, peneliti dapat tarik

kesimpulan, bahwa pengembangan berbasis masyarakat adalah

dengan menjadikan masyarakat sebagai objek utama

pengembangan, dengan tujuan agar tercapainya kesejahteraan

dalam kehidupan bermasyarakat.

28

Binahayati Rusyidi, Muhammad Fedryansah,”Pengembangan Pariwisata Berbasis

Masyarakat”, Vol.1, No.3, 2018,hlm.157-159

26

4. Pengertian Desa Wisata

Desa wisata adalah suatu wilayah pedesaan yang menawarkan

keaslian baik dari segi sosial budaya, adat– istiadat, keseharian,

arsitektur tradisional, struktur tata ruang desa yang disajikan dalam

suatu suatu bentuk integrasi komponen pariwisata antara lain

seperti atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung.

Menurut Nuryanti, desa wisata adalah suatu bentuk integrasi

antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan

dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan

tata cara dan tradisi yang berlaku. Dalam batasan ini tersirat bahwa

sentral sekali peran masyarakat setempat dalam menyajikan daya

tarik wisata yang terintegrasi.29

Menurut Inskeep, Desa Wisata adalah dimana sekelompok

kecil wisatawan yang dapat tinggal atau berdekatan dengan

lingkungan tradisional untuk belajar mengenai kehidupan lokal.

Desa wisata terbentuk untuk dapat memberdayakan masyarakat

desa agar dapat berperan dalam meningkatkan potensi pariwisata

di wilayahnya dan menumbuhkan kesadaran akan peluang dan

kesiapan untuk memanfaatkan kegiatan pariwisata yang

dikembangkan. Tujuan pembentukan desa wisata adalah untuk

meningkatkan posisi dan peran masyarakat sebagai tuan rumah

29

Rizky Atika Salsabila Ivabianca Putri dkk, ”Strategi Pengembangan Potensi Desa Wisata

Berbasis Analisis Swot Desa Sidomekar”, Seminar Nasional Manajemen dan Bisnis ke-3,

2018,hlm.176.

27

yang akan mengembangkan kepariwisataan daerahnya yang akan

bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakatnya.

Desa wisata jika dikaitkan dengan pengertian pemberdayaan

masyarakat (berbasis masyarakat) yang memiliki artian sebagai

upaya untuk memberikan daya kepada masyarakat. Robbins,

Chatterjee, & Canda mengemukakan bahwa Pemberdayaan adalah

proses yang menggambarkan sarana yang individu dan kelompok

memperoleh kekuasaan, akses ke sumber daya dan keuntungan

kontrol atas hidup mereka. Merujuk dari hal tersebut dengan

adanya pemberdayaan masyarakat memungkinkan masyarakat

dapat mandiri dengan akses ke sumber-sumber daya yang ada di

masyarakat tersebut.

Pemberdayaan bisa dikatakan sebuah proses dengan mana

orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai

pengontrolan atas kebijakan yang mempengaruhi kehidupan

mereka. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh

keterampilan, pengetahuan dan kekuasaan yang cukup untuk

mempengaruhi kehidupannya, dan kehidupan orang lain.

Jadi berdasarkan pengertian desa wisata di atas, dapat peneliti

simpulkan bahwa Desa Wisata adalah, suatu kawasan (desa)

didaerah yang memiliki keunikan atau potensi wisata seperti

alamnya, ataupun adat istiadat yang dijalaninya, sehingga menjadi

kesatuan yang menarik dan dapat dinikmati oleh wisatawan.

28

5. Syarat Desa Wisata

Menurut Priasukmana dan Mulyadin, suatu desa wisata yang

dapat dijadikan sebagai desa wisata memiliki syarat sebagai

berikut :

a. Aksesibilitasnya baik. Dengan adanya aksesibilitas yang

baik, desa wisata akan mudah dikunjungi wisatawan

dengan menggunakan berbagai jenis transportasi.

b. Memiliki objek-objek yang menarik. Desa wisata haruslah

memilki potensi wisata yang menarik, seperti wisata alam,

seni budaya, legenda, makanan lokal, dan sebagainya untuk

dikembangkan sebagai objek wisata.

c. Masyarakat dan aparat desa bersedia menerima dan

memberikan dukungan yang tinggi terhadap aktivitas desa

wisata serta para wisatawan yang datang ke desanya.

d. Keamanan di desa tersebut terjamin. Desa wisata harus

dapat menjamin keamanan wisatawan yang berkunjung ke

desanya.

e. Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja yang

memadai. Desa wisata yang baik harus mengembangkan

akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja. Hal ini dapat

bertujuan untuk membangun perekonomian desa wisata

tersebut.

29

f. Berhubungan dengan objek wisata yang lain yang sudah

dikenal oleh masyarakat luas.

g. Beriklim sejuk atau dingin.

6. Upaya-upaya Pembangunan dan Pengembangan Desa Wisata

Menurut Priasukmana dan Mulyadi dalam pembangunan dan

pengembangan desa wisata, perlu ditempuh upaya-upaya sebagai

berikut :

a. Pembangunan Sumber Daya Manusia, dapat dilakukan

melalui pendidikan, pelatihan, seminar pada bidang-bidang

Kepariwisataan.

b. Kemitraan, yaitu dengan melakukan kerja sama yang dapat

saling menguntungkan antara pihak pengelola desa wisata

dengan para pengusaha di bidang pariwisata atau pihak

dinas pariwisata.

c. Kegiatan Pemerintahan di Desa, kegiatan dalam rangka

desa wisata yang dilakukan pemerintah desa, antara lain

seperti rapat-rapat dinas, pameran pembangunan, dan

upacara-upacara hari-hari besar yang diselenggarakan di

desa wisata.

d. Promosi, desa wisata harus sering dipromosikan melalui

berbagai media, oleh karena itu desa atau kabupaten harus

sering mengundang wartawan dari media cetak maupun

elektronik untuk kegiatan hal tersebut. Promosi juga dapat

30

dilakukan dengan memanfaatkan media sosial seperti

Facebook, Instagram, dan Youtube.

e. Festival atau Pertandingan, secara rutin di desa wisata perlu

diselenggarakan kegiatan-kegiatan yang bisa menarik

wisatawan atau penduduk desa lain untuk mengunjungi

desa wisata tersebut, misalnya mengadakan pertunjukan

kesenian, pertandingan olahraga, dan lain sebagainya.

f. Membina Organisasi Warga, hal ini berkaitan dengan

Pokdarwis ( kelompok sadar wisata). Pokdarwis ini dapat

berguna sebagai wadah warga desa untuk meningkatkan

dan mengembangkan potensi wisata yang terdapat pada

desa wisata.

g. Kerjasama dengan universitas, kerjasama ini dapat

dilakukan dengan perguruan tinggi khususnya dalam

bidang pariwisata. Diharapkan perguruan tinggi dapat

memberikan masukan khusus dan peluang bagi kegiatan di

desa wisata untuk dapat meningkatkan pembangunan di

desa wisata tersebut.30

Sedangkan prinsip pembangunan pariwisata berbasis

komunitas menurut ASEAN di antaranya adalah sebagai berikut:

30

I Made Bayu Wisnawa dkk, Manajemen Pemasaran Pariwisata : model brand loyalty

pengembangan potensi wisata di kawasan pedesaan, (Yogyakarta : Deepublish, 2019), hlm.32.

31

a. Melibatkan dan memberdayakan komunitas agar

pengelolaan dapat dipastikan transparan.

b. Membangun kerja sama dengan pihak-pihak (stakeholder)

terkait, yang dalam hal ini dikenal dengan konsep

pentahelix (pemerintah, swasta, media, akademisi, dan

komunitas).

c. Memperoleh pengakuan dari otoritas terkait.

d. Meningkatkan kesejahteraan sosial dan martabat manusia.

e. Menerapkan mekanisme pembagian keuntungan yang adil

dan transparan.

f. Meningkatkan skema hubungan ekonomi dengan pihak

lokal dan regional.

g. Menghargai tradisi dan budaya lokal.

h. Berkontribusi terhadap konservasi sumber daya alam.

i. Meningkatkan kualitas pengalaman wisatawan dan tuan

rumah dengan memperkuat interaksi yang bermakna antara

tuan rumah (pelaku wisata) dengan tamu (wisatawan).

j. Bekerja untuk menuju kemandirian finansial.31

31

Septiami Rahayu, Utami Dewi, Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat

(Community Based Tourism) Di Desa Wisata Nglanggeran, Kecamatan Patuk, Kabupaten

Gunungkidul, Jurnal Pengembangan Pariwisata, 2018, hlm.482.

32

7. Komponen Pengembangan Desa Wisata

Komponen-komponen pengembangan desa wisata menurut

Karyono adalah :

a. Atraksi dan kegiatan wisata, atraksi wisata dapat berupa

seni, budaya. Warisan, sejarah, tradisi, kekayaan alam,

hiburan, jasa dan lain yang merupakan daya tarik wisata.

b. Akomodasi, akomodasi pada desa wisata yaitu sebagian

dari tempat tinggal penduduk setempat dan atau unit-unit

yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.

c. Unsur institusi atau kelembagaan dan SDM, dalam

pengembangan desa wisata lembaga yang mengelola harus

memiliki kemampuan yang handal.

d. Fasilitas pendukung wisata lainnya, pengembangan desa

wisata harus memiliki fasilitas-fasilitas pendukung seperti

sarana komunikasi.

e. Infrastruktur lainnya, insfrastruktur lainnya juga sangat

penting disiapkan dalam pengembangan desa wisata seperti

sitem drainase.

f. Transportasi menjadi hal sangat penting bagi akses tamu

g. Sumber daya baik lingkungan maupun sosial budaya

h. Masyarakat, dukungan masyarakat sangat besar peranannya

seperti menjaga kebersihan lingkungan, keamanan,

keramah tamahan.

33

i. Pasar domestik dan Mancanegara, pasar desa wisata dapat

berasal dari domestik maupun mancanegara.32

Jadi berdasarkan penjelasan diatas, dapat penulis simpulkan

bahwa Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat yaitu,

meningkatkan, membangun, memperbaiki, serta memajukan suatu

desa yang memiliki keunikan atau potensi wisatanya baik yang sudah

ada (alam), buatan manusia, ataupun adat istiadat dengan tujuan

mensejahterakan masyarakat lokal.

C. Konsep Syariah

1. Pengertian Syariah

Syariah berasal dari kata syara’a. Kata ini menurut ar-Razi

dalam bukunya Mukhtar-us Shihab bisa berarti nahaja

(menempuh), awdhaha (menjelaskan) dan bayyan-al masalik

(menunjukkan jalan). Sedangkan menurut Al-Jurjani syariah juga

bisa diartikan sebagai mazhab dan thriqah mustaqim atau jalan

yang lurus.

Imam al-Qurthubi menyebut bahwa syari’ah adalah agama

yang ditetapkan oleh Allah swt untuk hamba-hambaNya yang

terdiri dari berbagai hukum dan ketentuan. Hukum dan ketentuan

Allah itu disebut syariat karena memiliki kesamaan dengan sumber

32

Rizky Atika Salsabila Ivabianca Putri dkk, ”Strategi Pengembangan Potensi Desa Wisata

Berbasis Analisis Swot Desa Sidomekar”, Seminar Nasional Manajemen dan Bisnis ke-3,

2018,hlm.176.

34

air minum yang menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

Maka daripada itulah syari’ah menurut Ibn-ul Manzhur artinya

sama dengan agama.33

Secara etimologis, kata Syari’ah berarti jalan menuju sumber

kehidupan. Syariah adalah rujukan tindakan umat islam dalam

beragama, erat hubungannya dengan masalah akidah, ibadah dan

muamalah. Istilah syariah berarti jalan yang dilalui air untuk

diminum atau tangga tempat naik yang bertingkat-tingkat. Selain

itu syariah juga diartikan sebagai jalan yang lurus, sebagaimana

diisyaratkan dalam Al-Quran surat Al-Jatsiyah ayat-18

¢Ο èO y7≈ oΨ ù= yèy_ 4’n?tã 7πyèƒÎ� Ÿ° z ÏiΒ Ì� øΒ F{ $# $yγ÷èÎ7 ¨? $$sù Ÿωuρ ôì Î7 ®K s? u !#uθ÷δ r& tÏ% ©!$# Ÿω tβθßϑ n= ôètƒ ∩⊇∇∪

Yang artinya : kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu

syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu

dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak

mengetahui.

Manna’ Al-Qathan mengatakan bahwa syariah secara

terminologis adalah hukum-hukum yang berasal atau produk dari

Allah Swt, yang dilimpahkan kepada para nabi-Nya, sebagaimana

kepada Nabi Muhammad Saw. Makna kata syariah sama dengan

33

Nurhayati, “Memahami Konsep Syariah Fikih Hukum dan Ushul Fiqih”,Vol.2, No.2, 2018,

Hlm.127-128.

35

hukum islam, yakni tuntunan dan tuntutan, tata aturan yang harus

ditaati dan diikuti oleh manusia sebagai perwujudan pengamalan Al-

Quran dan As-Sunnah serta ijma’ sahabat.34

Ar-Raghib Al-AShafani mengatakan asy-syar’u adalah arah yang

jelas. Kata-kata Syara’, Syir’ah, Syariah didalam alquran tidak

memiliki arti hukum, tetapi mengandung arti tata aturan agama, jalan

yang terang, dan nyata yang ditunjukkan Tuhan bagi manusia.

Singkatnya tujuan syariah adalah menjamin keselamatan manusia

secara fisik, moraldan spiritual didunia ini dan untuk menyiapkan

perjumpaan dengan Allah Swt dihari yang akan datang.35

Istilah Syariah berasal dari kata Al-Syari’ah dan Al-Syir’ah.

Secara harfiyah, kata Syari’ah berarti jalan ke sumber air dan tempat

orang-orang minum. Sementara Al-Quran menggunakan istilah

syariah dalam agama, dengan pengertian jalan yang telah ditetapkan

Tuhan bagi manusia. Dalam perkembangannya kata tersebut diartikan

dengan cara atau pedoman hidup manusia berdasarka ketentuan Allah

Swt.

Mahmud Syaltout menyebutkan bahwa Syari’ah adalah

seperangkat ajaran yang bersifat umum berkenaan dengan ibadah dan

muamalah yang dipahami dari kandungan Al-Quran dan Al-Sunnah

34

Beni Ahmad Saebani, Hukum Ekonomi & Akad Syariah di Indonesia, (Bandung : CV.

Pustaka Setia,2018),hlm.12-13 35

A.Kadir, Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Quran, (Jakarta : AMZAH,2013),hlm.20-23

36

sebagai pedoman hidup masyarakat. Rumusan lain dikemukakan oleh

Ali Al-Syais bahwa syariah adalah segala sesuatu yang ditetapkan oleh

Allah Swt kepada hambanya, sebagai sesuatu yang akan membawa

kebahagiaan didunia dan diakhirat.36

Sumber lain mengatakan Syariah adalah kehidupan sehari-hari

dalam Islam terikat oleh beragam nilai yang dapat digali dari sumber

Al-Quran maupun As-Sunnah dan nilai-nilai tersebut berkaitan dengan

hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama makhluk, hingga

nilai-nilai dalam perilaku.37

Jadi berdasarkan pengertian-pengertian di atas, peneliti dapat

mengambil kesimpulan bahwa, Syariah adalah aturan-aturan yang

berasal dari Allah Swt dan tertulis dalam Al-Quran dan As-Sunnah

yang harus ditaati oleh setiap umat manusia.

2. Ciri dan Karakter

Ciri dan karakter dari konsep syariah yang memiliki keunikan

dan ciri tersendiri yaitu :

a. Memiliki pemahaman terhadap yang halal dan yang haram.

b. Selalu berpijak pada nilai-nilai Ruhiyah yaitu kesadaran

setiap manusia akan eksistensinya sebagai makhluk ciptaan

36

Abdul Ghofur, Pengantar Ekonomi Syariah Konsep Dasar Paradigma Pengembangan

Ekonomi Syariah, (Depok, PT.Rajagrafindo Persada, 2017),hlm.1-3 37

Fordebi Adesy, Ekonomi Dan Bisnis Islam, (Depok, PT.Rajagrafindo Persada, 2016),

hlm.182

37

Allah Swt yang harus selalu kontakatau berhubungan

dengan-Nya dalam wujud ketaatan disetiap tarikan nafas

hidupnya.

c. Prakteknya harus sesuai dengan Syariah yang benar,

maksudnya antara apa yang telah dipahami dan yang akan

diterapkan harus sesuai dengan nilai syariah yang benar.

d. Berorientasi pada ibadah kepada Allah Swt. Orientasi ini

didapatkan dengan menjadikan sesuatu yang dikerjakan

sebagai ladang ibadah dan menjadi pahala di hadapan Allah

Swt.38

D. Kajian Terdahulu

Sebelum melakukan penelitian, maka penulis terlebih dahulu

mengamati dan mencermati penelitian terdahulu yang relevan. Dari

penelusuran yang dilakukan, penulis menemukan pembahasan yang ada

kaitannya dengan judul dan masalah yang akan diteliti, diantranya:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Budi Astuti, Saiful Anwar

dan Junarti (2019) dengan judul Pengembangan objek wisata

syariah desa bubohu gorontalo : pendekatan swot dan anp. Hasil

penelitiannya adalah pertama, faktor–faktor yang mempengaruhi

strategi pengembangan objek wisata syariah di Indonesia adalah

kondisi lingkungan dan letak geografis yang cukup baik

38

Hamdi Agustin, Studi Kelayakan Bisnis Syariah, ( Depok: Raja Grafindo Persada, 2017),

hlm.7

38

(kekuatan), rendahnya dukungan masyarakat (kelemahan),

mengeksplore pariwisata Provinsi Gorontalo (peluang) dan adanya

pariwisata, menarik para pengunjung dari berbagai daerah akan

menciptakan kriminalitas daerah setempat (ancaman). Kedua, isu –

isu strategis dalam strategi pengembangan objek wisata syariah di

Indonesia yaitu meningkatkan akses dan fasilitas, kerjasama

dengan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, menjaga

kelestarian lingkungan serta menentukan visi misi. Dan ketiga,

berdasarkan hasil olah data ANP diperoleh strategi prioritas

tertinggi yaitu kerjasama dengan masyarakat.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Encang Saepudi, Agung

Budiono, dan Mas Halimah (2019) dengan judul Pengembangan

Desa Wisata Pendidikan di Desa Cibodas, Kabupaten Bandung

Barat. Hasil penelitiannya adalah, Strategi pengembangan desa

wisata pendidikan di Desa Cibodas melalui enam strategi yaitu

pertama, peningkatan partisipasi aktif masyarakat dalam

pengembangan desa wisata mulai dari tahap perencanaan,

pelaksanaan, sampai pada tahap evaluasi program. Kedua,

pengembangan desa wisata yang khas berdasarkan kepada potensi

alam, sosial, dan budaya masyarakat setempat. Ketiga,

pengembagan kapasitas lembaga masyarakat sebagai lembaga

pengelola desa wisata (kompepar) untuk membangun koordinasi

dan komunikasi antara pemerintah, mesyarakat, dan lembaga

39

donor. Keempat, pengembangan media promosi wisata melalui

berbagai media. Kelima, Peningkatan sumberdaya manusia melalui

program pendidikan dan pelatihan yang terstruktur dan

terorganisai. Dan keenam, Pendampingan dilakukan secara

terstruktur dari lembaga-lembaga atau dinas terkait.

3. Penelitian yang dilakukan oleh, Ninik Wahyuning Tyas dan

Maya Damayanti (2018) dengan judul Potensi Pengembangan

Desa Kliwonan sebagai Desa Wisata Batik di Kabupaten Sragen.

Hasil penelitiannya adalah, untuk menjadi desa wisata batik, aspek

sediaan wisata di Desa Kliwonan masih belum dapat terpenuhi

dengan baik. Hal ini dikarenakan masih terdapatnya beberapa

elemen dalam aspek sediaan yang belum tersedia ataupun dalam

kondisi yang masih buruk. Hal inilah yang menjadi tantangan

besar bagi seluruh stakeholders, utamanya bagi masyarakat lokal

karena pengembangan wisata Desa Kliwonan merupakan bentuk

wisata yang berbasis masyarakat.

4. Penelitian yang dilakukan oleh, Afifah Harashta (2020) dengan

judul Potensi Pengembangan Pariwisata Halal ( Halal Tourism )

di Kota Pekanbaru. Hasilnya, Berdasarkan hasil analisis potensi

pengembangan pariwisata halal di Kota Pekanbaru pada Kampung

Bandar Senapelan ini menggunakan metode balanced scorecard,

terdapat beberapa potensi yang perlu dimaksimalkan dan harus di

kerjakan dengan serius oleh Pemerintah Kota Pekanbaru bersama

40

dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru

diantaranya mengoptimalkan preferensi wisatawan terhadap

rencana penerapan wisata halal di Kampung Bandar Senapelan

yang lebih dipengaruhi oleh faktor daya tarik wisata, kemudahan

memperoleh makanan halal, pramuwisata, fasilitas, dan promosi.

Dan perlu meningkatkan potensi alam dan atraksi budaya,

perbaikan fasilitas wisata halal, serta promosi wisata halal yang

diharpkan nantinya mampu meningkatan perekonomian

masyarakat sekitar dan juga meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

(PAD) sektor pariwisata Kota Pekanbaru.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Alfin Alvian (2019)

dengan judul Analisis Pengembangan Wisata Syariah Dalam

Meningkatkan Pendapatan Masyarakat di Kawasan Masjid Agung

Jawa Tengah. Hasilnya adalah, Di Kawasan Masjid Agung Jawa

Tengah terdiri dari 4 wilayah yaitu wilayah selatan, timur, utara

dan barat. Dan wilayah barat adalah wilayah yang mana kurang

mendapat manfaat dari berdirinya Masjid Agung Jawa Tengah.

Sedangkan untuk wilayah selatan, timur, dan utara mengakui

bahwa Masjid Agung Jawa Tengah memberikan manfaat untuk

peningkatan pendapatan mereka.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Elsa Devi Komalasari (2019)

dengan judul Analisis Pengembang Sektor Pariwisata Dalam

Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Perspektif Ekonomi Islam.

41

Dengan hasil, Pariwisata Kota Bandar Lampung berkontribusi

dalam meningkatkan PAD yaitu melalui pajak hotel, pajak

hiburan, dan pajak akomodasi. Dalam pandangan islam, sumber

pendapatan melalui pajak sendiri belum ada ketentuan syar’i baik

yang terdapat dalam al-Quran maupun hadits, yang mengatur pajak

secara langsung.

7. Penelitian yang dilakukan oleh Alwahfi Ridho Subarkah (2018)

dengan judul Potensi dan Prospek Wisata Halal Dalam

Meningkatkan Ekonomi Daerah (Studi Kasus: Nusa Tenggara

Barat). Hasilnya yaitu, Diplomasi publik dengan introducting,

increasing positive appreciation, engaging, influencing yang

dilakukan oleh Indonesia melalui pembangunan wisata halal di

Nusa Tenggara Barat dianggap berhasil terlihat dari kunjungan

wisatawan Muslim yang mengalami peningkatan dan menarik

perhatian investor asing dalam mengembangkan wisata. Jika

dilakukan dengan baik dan melihat dari perkembangan wisata

Indonesia, kepentingan nasional seperti meningkatkan jumlah

kunjungan wisatawan pada tahun 2019 menjadi 20 juta wisatawan

mancanegara akan berhasil. Wisata halal dapat dijadikan sebagai

alternatif dalam meningkatkan perekonomian daerah karena

potensi pasar yang terus mengalami peningkatan, serta wisatawan

millennial dengan karakteristik tersebut daerah seperti Nusa

Tenggara Barat dapat melakukan memenuhi indikator dalam

42

memenuhi kebutuhan fasilitas dan layanan bagi wisatawan

Muslim, dengan target pasar utama wisatawan Timur Tengah yang

menghabiskan uang untuk berwisata cukup tinggi. Namun perlu

diingatkan bahwa wisata halal ini tidak hanya diperuntukkan bagi

wisatawan Muslim, wisatawan non-Muslim pun dapat menikmati

produk, fasilitas dan layanan wisata halal tersebut.

Dari kajian terdahulu diatas, persamaan terkait dengan riset atau

penelitian yang dilakukan sekarang adalah, sama-sama membahas tentang

pengembangan pariwisata baik itu objek wisata, desa wisata ataupun

pengembangan pariwisata dalam lingkup syariah.

Sedangkan perbedaanya adalah, didalam kajian diatas tidak

berkaitan dengan pengembangan desa wisata berbasis masyarakat, dan

objek dalam penelitiannya juga berbeda. Jadi itulah persamaan dan

perbedaan Kajian Terdahulu diatas dengan riset yang akan dilakukan

sekarang.

43

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif kualitatif. Deskripsi kualitatif adalah metode penelitian yang

berusaha mengambarkan dan intrepentasikan objek apa adanya. Ciri-ciri

penelitian kualitatif mewarnai sifat dan bentuk laporannya. Oleh karena itu,

laporan penelitian kualitatif disusun dalam bentuk narasi yang bersifat kreatif

dan mendalam.39

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Adaupun tempat dilakukannya penelitian ini yaitu Desa Wisata Bukit

Apit, Kelurahan Bukit Apit Puhun, Kecamatan Guguak Panjang, Kota

Bukittinggi, Sumatera Barat. Waktu dimulainya melakukan penelitian ini

yaitu pada awal Bulan November 2020.

C. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini membutuhkan dua jenis data yaitu data primer dan data

sekunder. Adapun sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

1. Data Primer

Data primer merupakan keterangan yang diproleh secara

langsung dari sumber pertama yaitu pihak-pihak yang dipandang

39

Mamang Sangadji Etta, Sopiah, Metodelogi Penelitian, (Yogyakarta: Andi Yogyakarta,

2010), hlm. 24

44

mengetahui objek yang diteliti. Data primer dikumpulkan oleh

peneliti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.

Pada penelitian ini data primer diperoleh dari observasi

langsung ke objek penelitian dan juga diperoleh dari hasil

wawancara bersama, Kepala Kelurahan Bukit Apit Puhun, Aktivis

Pariwisata, Produsen Kopi, Masyarakat Sekitar, dan pihak-pihak

lain yang berkaitan dengan objek penelitian.

2. Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang sifatnya

mendukung sumber data primer. Sumber data sekunder diperoleh

dari dokumen dan catatan perusahaan yang berkaitan dengan

penelitian.40

Data Sekunder Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan

atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data

dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.

Dalam penelitian ini data sekunder didapat dari dokumen dan

catatan lembaga Dinas Pariwisata Kota Bukittinggi atau pihak-

pihak yang berkaitan dengan penelitian ini.

40

Prof. Dr.H.M.Burhan Bungin,M.Si, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi, (Jakarta :

Prenadamedia Group, 2013), hal. 129

45

D. Informan Penelitian

Informan adalah orang yang bisa memberi informasi tentang situasi

dan kondisi latar penelitian. Adapun teknik penentuan informan dalam

penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik

pengambilan sample didasarkan atas tujuan tertentu, artinya teknik penentuan

sumber data mempertimbangkan terlebih dahulu informan sesuai dengan

kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian. Informan penelitian

ini meliputi tiga macam yaitu:

1. Informan kunci, (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan

memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.

2. Informan utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam

interaksi sosial yang diteliti.

3. Informan tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi

walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang

diteliti.41

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat diketahui informan-

informan yang terpilih untuk objek penelitian ini yaitu :

1. Informan kunci yaitu, Kepala Kelurahan Bukit Apit Puhun dan Aktifis

Pariwisata

2. Informan Utama yaitu, Produsen Kopi dan Masyarakat Sekitar

41

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung: Alfabeta,

2011),hlm.85

46

3. Informan Tambahan yaitu, Pihak Lain yang berkaitan dengan objek

penelitian (Desa Wisata Kelurahan Bukit Apit).

E. Teknik Pengumpulan Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, dikumpulkan melalui

dua cara yaitu:

1. Observasi

Observasi, adalah melakukan pengamatan terhadap obyek

penelitian. Observasi dapat lakukan dengan dua cara yaitu observasi

langsung dan observasi tidak langsung. Observasi langsung yaitu

peneliti langsung mengamati obyek penelitian ditempat, sedangkan

observasi tidak langsung yaitu dapat dilakukan melalui hasil rekaman

pada saat penelitian maupun yang sudah direkam pada waktu yang lalu

terlebih yang sudah tersimpan sebagai koleksi pustaka yang meliputi

kumpulan buku dan non buku.

2. Wawancara

Dalam wawancara dilkukan dengan dua cara yaitu wawancara

bebas dan terprogram. Wawancara bebas dilakukan terhadap beberapa

informan dan nara sumber untuk memperoleh data yang sifatnya

umum, sedangkan wawancara terprogram dilakukan untuk menggali

data yang benar-benar diperlukan dalam penelitian seperti menyiapkan

pertanyaan terlebih dahulu.42

42

Subandi, “Deskripsi Kualitatif Sebagai Satu Metode Dalam Seni pertunjukan”, Vol.11,

No.2,hlm.176

47

3. Dokumentasi

Gottschalk menyatakan bahwa dokumen (dokumentasi) dalam

pengertiannya yang lebih luas berupa setiap proses pembuktian yang

didasarkan atas jenis sumber apapun, baik itu yang bersifat tulisan,

lisan, gambaran, atau arkeologis. Dokumen merupakan catatan

peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan, gambar, atau

karya monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan

pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Hasil

penelitian akan lebih dapat dipercaya jika didukung oleh dokumen.

Teknik dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data dari

sumber non insani. Sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman.43

F. Teknik Analisis Data

Pada saat penelitian teknik analisis data yang dgunakan untuk

penelitian ini adalah :

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan cara yang dilakukan peneliti dalam

melakukan analisis untuk mempertegas, memperpendek, membuat

fokus, membuang hal-hal yang tidak penting dan mengatur data

sedemikian rupa sehingga dapat menarik kesimpulan atau memperoleh

pokok temuan. Proses berlangsung hingga laporan akhir selesai atau

43

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Toeri Dan Praktik, (Jakarta:PT.Bumi

Aksara.2015). hlm.175-176

48

dengan kata lain bahwa data adalah proses seleksi, penafsiran,

penyederhanaan dan abstraksi data kasar.

2. Sajian Data

Supaya mendapat gambaran yang jelas tentang data

keseluruhan, yang pada akhirnya akan dapat menyusun kesimpulan,

maka peneliti berusaha menyusunnya ke dalam penyajian data dengan

baik dan jelas agar dapat dimengerti dan dipahami.

3. Penarikan Kesimpulan

Dalam penelitian ini seleksi data, penarikan kesimpulan sudah

dimulai dari proses awal diperolehnya data. Oleh karena peneliti

sebagai bagian dari instrumen penelitian, sehingga setiap data telah

dicek keakuratan dan validitasnya. Dengan model analisis Interaktif

maka peneliti dapat mengambil sebuah kesimpulan.44

44

Subandi, Op.cit, hlm.178.

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS PEMBAHASAN

A. Profil Desa Wisata Bukit Apit

Dalam kaitannya dengan sektor pariwisata, Kota Bukittinggi

merupakan daerah di Provinsi Sumatera Barat yang menetapkan bidang

kepariwisataan menjadi potensi unggulan daerah, di mana kondisi alam yang

indah seperti Ngarai Sianok, yang diapit oleh Gunung Marapi dan Gunung

Singgalang yang mana menjadikan kota Bukittinggi beriklim dingin dan

sejuk, belum lagi didukung faktor sejarah seperti Jam Gadang, Lobang

Jepang, Benteng Fort de Kock dan Museum Bung Hatta yang menjadikan

Kota Bukittinggi sebagai salah satu tujuan wisata populer di Sumatera Barat.

Pada tanggal 11 Maret 1984, Kota Bukittinggi dicanangkan sebagai

Kota Wisata dan Daerah Tujuan Wisata Utama di Sumatera Barat. Kemudian

sesuai Perda Nomor : 25 tahun 1987, Kota Bukittinggi ditetapkan sebagai

daerah Pengembangan Pariwisata Sumatera Barat. Kota Bukittinggi saat ini

mempunyai luas +25.239 km2 terletak di tengah-tengah Sumatera Barat

dengan ketinggian antara 909 M – 941 M dpl. Suhu udara berkisar 17,1C -

24,9C, memiliki iklim udara yang sejuk. Posisinya yang strategis merupakan

segitiga perlintasan menuju ke utara, timur dan selatan Sumatera.

Salah satu destinasi wisata yang ada di Kota Bukittinggi adalah Desa

Wisata Bukit Apit. Tempat ini agak berbeda dengan tempat wisata lainnya di

Kota Bukittinggi, karena tidak hanya sekedar menonjolkan keindahan alam

50

yang dimilikinya, namun lebih kepada suatu wilayah perkampungan dengan

menampilkan kehidupan keseharian masyarakat di sekitar. Selain itu di Desa

Wisata Bukit Apit ini juga terdapat banyak usaha menyangrai biji kopi yang

merupakan budaya bagi masyarakat setempat yang sekaligus juga menjadi

pendorong perekonomian warga karena telah diwariskan secara turun

temurun. Kelurahan Bukit Apit Puhun ini memang sudah dikenal sebagai

daerah pemasok bubuk kopi robusta yang memiliki aroma dan rasa khas, serta

sudah dikenal pula di kawasan Nusantara hingga mancanegara.

Gambar 4.1 Peta Wilayah Kelurahan Bukit Apit

(doc.google)

Desa wisata Bukit Apit, terletak di Kelurahan Bukit Apit Puhun,

Kecamatan Guguak Panjang, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Desa atau

Kelurahan ini ditetapkan sebagai desa wisata pada tahun 2015 dengan potensi

yang dimiliki yaitu jenjang seribu, kopi, dan tradisi marandang.

Gambar 4.2 Tugu Desa Wisata (doc.pribadi)

51

Kelurahan Bukit Apit Puhun berada di Kecamatan Guguk Panjang,

Kota Bukittinggi, Provinsi Sumatra Barat dengan Luas 1,851 kilometer

persegi. Kelurahan ini terdiri dari 5 RW dan 15 RT dengan memiliki jumlah

penduduk sebanyak 5443 jiwa (2017) diantaranya terdiri 2657 laki-laki, 2786

perempuan, dan 1284 rumah tangga.

Ada beberapa fasilitas umum yang berada di kawasan Kelurahan Bukit

Apit Puhun yaitu diantaranya :

1. Fasilitas pendidikan

a. 2 unit taman kanak-kanak

b. 7 unit sekolah dasar

c. 5 unit sekolah menengah pertama

d. 3 unit sekolah menengah atas

2. Fasilitas kesehatan

a. 1 unit puskesmas

b. 1 unit rumah sakit

Desa wisata Bukit Apit ini tidak terlalu jauh dari pusat kota, hanya

memerlukan waktu 5-10 menit untuk menuju desa wisata ini. Akses untuk

menuju ke desa wisata ini sangat mudah baik dengan menggunakan kendaraan

pribadi ataupun umum.

B. Potensi Desa Wisata Bukit Apit

Seperti pada penjelasan sebelumnya, bahwa potensi ialah suatu

kemampuan yang sudah dimiliki sejak kita lahir yang mana potensi ataupun

kemampuan tersebut dapat dikembangkan, potensi bukan hanya tertuju pada

manusia melainkan ada pada hal lainnya seperti potensi daerah, potensi

wisata, potensi kawasan pariwisata dan lain sebagainya. Jadi pada Desa

Wisata Bukit Apit memiliki beberapa potensi yang ada dan yang dapat

dikembangkan seperti :

52

1. Potensi Alam

Poteni alam yang dimiliki oleh Desa Wisata Bukit Apit adalah:

a. Udara yang sejuk

Daerah yang terletak diketinggian dengan banyaknya

pepohonan, dan diapit oleh dua pegunungan besar di

Sumatera Barat dan deretan perbukitan terpanjang di

Indonesia yaitu Gunung Merapi, Gunung Singgalang dan

jajaran Pegunungan Bukit Barisan, sehingga membuat

Desa Wisata Bukit Apit ini menjadi daerah yang sangat

sejuk dan dingin disaat malam hari.

b. Pemandangan Gunung Marapi dan Singgalang

Gunung Marapi dan Singgalang adalah 2 gunung yang ada

di Sumatera Barat, dan gunung ini mengapit Kota

Bukittinggi, sehingga membuat udara di Kota Bukittinggi

cenderung sejuk.

Gambar 4.3 Gn. Singgalang dan Marapi (doc.google)

Gunung Marapi memiliki ketinggian sekitar 2.891 M dan

merupakan gunung berapi aktif, sedangkan Gunung

Singgalang merupakan gunung berapi yang tidak aktif dan

memiliki ketinggian sekitar 2.877 M.

Pemandangan Gunung Marapi dan Singgalang bisa dilihat

dari arah mana saja di Kota Bukittinggi ini, danjuga sangat

bisa dilihat pada objek wisata Janjang Saribu, Ngarai

53

Sianok dan juga objek wisata baru yaitu Bukit Koto

Marangai.

c. Pemandangan Ngarai Sianok

Ngarai Sianok dahulunya adalah kawasan perbukitan yang

terbentuk karena letusan Gunung Api Purba Maninjau.

Ribuan tahun setelah letusan tersebut terjadi gempa besar

pada daerah patahan bumi membentuk ngarai sianok dan

merupakan hasil letusan Gunung Sitinjau 75.000 tahun lalu

dengan ketebalan endapan vulkanik setebal 220 M.

Bentangan Ngarai curam dan tebing yang terjal merupakan

bukti aktifitas geologis tektonik aktif pada sesar besar

pulau Sumatera. Jajaran irisan tebing yang tinggi dan hijau

dengan aliran sungai dibawahnya menjadi keindahan alam

yang menawan. keindahan hamparan ngarai sianok ini

kerap kali dipadankan dengan keindahan Grand Canyon di

benua Amerika.

Gambar 4.4 Pemandangan Ngarai Sianok

(doc.pribadi)

Sejak tahun 2018 kawasan Ngarai Sianok beserta cakupan

area di wilayah Kabupaten Agam telah diresmikan sebagai

kawasan Geopark Nasional dengan Nama Geopark

54

Nasional Ngarai Sianok Maninjau, artinya kawasan Ngarai

Sianok -Maninjau adalah warisan Geologis yang perlu

dilestarikan untuk generasi mendatang.

Pengunjung dapat menjelajahi kawasan Geopark Ngarai

Sianok Maninjau dengan berbagai aktifitas rekreasi seperti

piknik keluarga, olahraga jelajah, Jogging, Tracking

bahkan wisata atraksi minat khusus seperti olahraga mobil

dan motor offroad. Pemandangan Ngarai Sianok ini dapat

dilihat dari objek atau destinasi wisata Janjang Saribu dan

objek wisata baru yang akan dikembangkan yaitu Bukit

Koto Marangai.

2. Potensi Budaya

Potensi budaya yang dimilki oleh Desa Wisata Bukit Apit

adalah, Budaya Marandang Kopi. Marandang kopi merupakan

tradisi masyarakat yang diwariskan secara turun temurun dari

generasi ke generasi, dan masih diwariskan sampai sekarang.

Gambar 4.5 Marandang Kopi (doc.pribadi)

Marandang adalah salah satu kegiatan dalam proses pembuatan

kopi, ketika kopi selesai dikuliti, lalu dijemur hingga mengering,

setelah mengering disangrailah kopi tersebut hingga kehitaman,

proses menyangrai kopi sampai kehitaman inilah yang disebut

dengan marandang kopi. Setelah di sangrai (marandang) kopi

tersebut didinginkan dan di giling atau dihancurkan hingga halus.

55

Marandang kopi memerlukan waktu sekitar 15-20 menit,

tergantung dari produsen kopinya, menginginkan seberapa banyak

kadar air yang terkandung didalam kopi tersebut. Dari hasil

wawancara pada beberapa Produsen Kopi di Desa Wisata Bukit

Apit, mereka menginginkan kadar air yang berbeda-beda pada kopi

hasil produksinya, yaitu sekitar 80/20, 90/10.

Tempat untuk menyangrai kopi menggunakan media yang

bernama Carenang atau Bulango (Belanga). Carenang atau

bulango ini terbuat dari tanah liat yang dibentuk membulat seperti

periuk. Sehingga ketika pada saat proses penyangraian kopi

tersebut, panas yang dihasilkan oleh carenang atau bulongo ini

merata sehingga kopi yang dihasilkanpun kualitasnya terjaga.

Alat yang dipergunakan untuk merandang kopi ini tidak terlalu

banyak hanya membutuhkan bulango atau carenang tadi, dan

spatula atau sudip yang terbuat dari kayu. Karena kebudayaan ini

telah lama ada, dan diwarisi secara turun temurun, maka

masyarakat Kota Bukittinggi khususnya sangat mengenal dan

mengidentikan Bukit Apit sebagai Desa Marandang Kopi dan

diadaptasikan menjadi sebuah lagu daerah.

3. Potensi Kuliner

Potensi kuliner yang dimiliki oleh Desa Wisata Bukit Apit ini

adalah Kopi Bukit Apit. Berhubungan dengan tradisi marandang

kopi tadi, kopi bukit apit adalah contoh kuliner yang diwariskan

secara turun temurun.

Kopi Bukit Apit diproduksi secara perorangan, jadi disetiap

rumah, produsen kopi ini telah menyediakan alat-alat dan bahan

yang digunakan untuk membuat kopi bukit apit tersebut,

berdasarkan hasil wawancara dapat diperoleh keterangan sebagai

berikut,

56

Tabel 4.1 Potensi Kuliner (Kopi Bukit Apit)

Produsen

Bahan dan

Peralatan

Jenis Kopi

Penjualan/

Distribusi

Dampak

Menjadi

Desa

Wisata

Produsen 1 Kopi, carenang

atau bulango,

kayu mahoni

Lokal diambil dari

wilayah Kecmatan

baso dan Kota

Padang Panjang

Biji kopi

dan kopi

bubuk

Tidak ada

Produsen 2 Kopi, carenang

atau bulango,

kulit kayu manis

Lokal diambil dari

wilayah baso dan

sekitarnya

Biji kopi

dan kopi

bubuk

Tidak ada

Produsen 3 Kopi, carenang

atau bulango,

kayu bambu

Lokal diambil dari

wilayah baso dan

sekitarnya

Biji kopi

dan kopi

bubuk

Tidak ada

Produsen 4 Kopi, carenang

atau bulango,

kulit kayu

mahoni

Lokal diambil dari

wilayah baso dan

sekitarnya

Biji kopi

dan kopi

bubuk

Tidak ada

Produsen 5

Kopi, carenang

atau bulango,

kulit kayu

mahoni

Lokal diambil dari

wilayah baso dan

sekitarnya

Biji kopi

dan kopi

bubuk

Tidak ada

Sumber : Wawancara Bersama Produsen Kopi

Jadi berdasarkan tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa

beberapa produsen kopi yang peneliti wawancarai, menggunakan

bahan dan peralatan yang sama seperti kopi, dan kayu-kayu bakar

(bambu, kulit kayu manis, dankayu mahoni), carenang atau

57

bulango dan sudip. Proses penjualan kopi itu sendiri, dijual dalam

bentuk kopi utuh atau yang sudah dihaluskan (kopi bubuk) sesuai

dengan permintaan konsumen, penjualanya pun sudah sampai

keluar pulau seperti ke Pulau Jawa (Jakarta, Bandung, Jogja), dan

telah sampai ke Pasar International seperti Malaysia dan

Singapura. Dampak yang dirasakan oleh produsen-produsen kopi

setelah beralihnya Kelurahan Bukit Apit menjadi Desa Wisata

adalah tidak ada sama sekali, karena memang kopi Bukit Apit ini

sudah dikenal sejak lama walaupun sudah beralih menjadi Desa

Wisata tetap saja produsen-produsen kopi tidak merasakan

peningkatan terhadap penjualan kopinya sama sekali.

Untuk segi keamanan, kopi Bukit Apit ini sudah mendapatkan

surat izin dari DEPKES (Departemen Kesehatan), P-IRT (Produksi

Industri Rumah Tangga), dan juga Setifikasi Halal dari

Kementrian Agama Kota Bukittinggi.

4. Potensi Objek Atau Daya Tarik Wisata

Potensi wisata yang dimiliki oleh Desa Wisata Bukit Apit

adalah:

a. Janjang Saribu

Janjang dalam bahasa Padang artinya adalah tangga. Saribu

artinya seribu. Jadi janjang saribu berarti tangga yang

jumlahnya seribu. Itu makna dari segi bahasa. Dari segi

defenisi tentu saja berbeda, karena jumlah tangga disini

tidak sampai 1000 buah.

Sedangkan berdasarkan hasil wawancara bersama Bapak

Rusdi Hanto S.h, selaku kepala di Kelurahan Bukit Apit

Puhun janjang, ini terbentuk dikarenakan sulitnya

masyarakat dahulu untuk menempuh jalan ke sungai untuk

mencuci, jadi dibuatlah janjang ini sebagai akses untuk

mempermudah masyarakat untuk mencuci ataupun untuk

58

mencari sumber air. Janjang saribu melintang dari dari

perbukitan bukit apit hingga ke dasar lembah sianok.

Panjang janjang ini kira-kira 700 m.

Medannya yang curam saat menuruni tebing memberikan

adrenalin tersendiri bagi wisatawan yang dating berkunjung

ke objek wisata ini. Harga tiket masuk ke objek wisata ini

belum pasti (belum resmi), dan bisa dikatakan tidak

menggunakan biaya masuk, tetapi jika wisatawan menuju

objek dengan menggunakan kendaraan pribadi seperti

motor, itu dikenakan Rp. 2000 saja, jika menggunakan

mobil pribadi, mobil hanya bisa diparkirkan diluar pintu

masuk objek, karena jalan menuju objek dari pintu gerbang

ke janjang nya itu adalah jalan setapak, jadi hanya bisa

dilalui dengan berjalan kaki ataupun dengan kendaraan

bermotor.

Gambar 4.7 Gerbang Janjang Saribu (doc.pribadi)

Objek wisata ini terbuka untuk umum setiap hari, tidak ada

jadwal operasional resmi terkait buka atau tutup nya objek

wisata ini.Pengunjung atau wisatawan hanya disarankan

dating sebelum matahari terbenam, karena mengingat

resiko medan yang ditempuh cukup curam dan berbahaya

jika dikunjungi pada malam hari. Janjang saribu memiliki

dua akses yang dapat dipilih oleh pengunjung. Puncaknya

59

berada di Bukit Apit bersebelahan dengan Mesjid

Baiturrahman. Sedangkan ujungnya berada di Ngarai

Sianok, tepatnya berada dekat dengan Cafe Sianok.

b. Taman Wisata Ngarai Maram

Taman Ngarai Maram adalah taman alam terbuka yang

menyediakan spot-spot foto yang sangat menarik, dengan

berlatarkan ngarai sianok sebagai objeknya, nama taman ini

diambil dari kontur tanah nya yang diakibatkan dari

longsoran tanah yang menyebabkan tanah itu menjadi

amblas kebawah, dari situlah penamaan Taman Ngarai

Maram. Taman maram ini terletak dekat dengan Objek

wisata Benteng Fort De Kock dan juga Rumah Sakit

Achmad Mocthar Bukittinggi, jadi akses untuk menuju ke

taman ini sangatlah mudah karena tempatnya yang strategis

yang berada dekat dengan pusat kota Bukittinggi.

Gambar 4.8 Taman Ngarai Maram (doc.pribadi)

Selain menyediakan pemandangan yang indah, dan hawa

yang sangat sejuk, disini pengunjung juga akan melihat

monyet- monyet liar yang berlarian kesana kemari, karena

taman ini sendiri juga berdekatan dengan ngarai atau

lembah.

60

C. Perencanaan Pengembangan Desa Wisata Bukit Apit

1. Objek Wisata Bukit Koto Barangai

Koto Barangai ini terletak didesa wisata Bukit Apit, kecamatan

Guguak Panjang Kota Bukittinggi. Di kawasan ini pengunjung

bisa menlihat pemandangan Gunung Marapi, Gunung Singgalang,

Ngarai Sianok dan Objek wisata Bukit Takuruang secara

bersamaan tanpa ada halangan. Selain bisa menikmati

pemandangan yang luas dan menakjubkan, pengunjung juga bisa

merasakan udara yang sangat segar karena letaknya yang berada di

ketinggian.

Koto Barangai ini masih berupa lahan kosong yang berada di

perbukitan, jadi berdasarkan hasil wawancara, dikawasan ini akan

dikembangkan Usaha Agrowisata, yang mana dikawasan ini akan

ditanam bibit-bibit buah naga, stroberi dan juga lahan jagung.

Ketika kawasan ini selesai dikembangkan, maka wisatawan yang

akan berkunjung dapat menikmati buah-buahan yang ditanam, dan

olahan-olahan lainnya berupa jagung bakar, yang mana kawasan

yang akan menjadi objek wisata ini akan dikembangkan dan

dikelola oleh masyarakat sekitar ( Masyarakat Bukit Apit Puhun ).

Gambar 4.9 Pemandangan dari Koto Barangai (doc.pribadi)

61

Selain dari yang tertulis diatas, di kawasan tersebut juga akan

dibangun pondok kopi, yang mana di pondok ini akan tersedia

kopi khas dari Bukit Apit dan juga olahan makanan lainnya. Selain

untuk pemanfaatan nilai ekonomi bagi masyarakat, kawasan ini

juga akan dijadikan sebagai objek promosi untuk memperkenalkan

daerah wisata baru dan juga kuliner khas yaitu kopi Bukik Apik

yang sudah diwarisi secara turun temurun. Maka dari itu Koto

Marangai ini akan dijadikan sebagai ikon baru selain Janjang

Saribu dan kopi Bukik Apik.

2. Taman Bunga

Taman bunga ini juga terletak di Bukit Apit Puhun, tepatnya

berada di jalan Tabek Gadang. Sebenarnya taman bunga ini adalah

hasil cipta dari kelompok tani yang berkoordinasi dengan Dinas

Pertanian Kota Bukittinggi, yang mana taman bunga ini pernah

meraih penghargaan dalam ajang nasional.

Gambar 4.10 Taman Bunga (doc.pribadi)

Jadi nantinya taman bunga ini bisa dikunjungi setiap saat dan akan

dijadikan objek kunjungan baru selain Janjang Saribu dan Taman

Ngarai Maram.

62

D. Analisis Desa Wisata Berbasis Masyarakat Dengan Konsep Syariah

1. Bentuk Penerapan Desa Wisata Berbasis Masyarakat Dengan

Konsep Syariah.

Bentuk penerapan pariwisata atau desa wisata yang berbasis

masyarakat adalah dengan menempatkan masyarakat sebagai

pelaku utama pembangunan melalui pemberdayaan dalam berbagai

kegiatan kepariwisataan sehingga manfaat dari pariwisata, sebesar-

besarnya dirasakan langsung oleh masyarakat.

Wawancara peneliti bersama narasumber, mendapatkan hasil

bahwasanya Desa Wisata Kelurahan Bukit Apit Puhun ini belum

merealisasikan atau belum menerapkan sistem berbasis masyarakat

ini, karena memang belum ada perencanaan sama sekali untuk

menerapkan sistem ini.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, ada beberapa prinsip

terkait pengembangan pariwisata berlandaskan komunitas

(Masyarakat), yaitu :

a. Melibatkan dan memberdayakan komunitas agar

pengelolaan dapat dipastikan transparan.

Pada prinsip ini, pemberdayaan komunitas sudah sangat

terlihat, seperti yang tertera pada penjelasan

sebelumnya, yang mana pengembangan Taman Bunga

dilakukan oleh kelompok sekitar, dan juga pengelolaan

nya pun transparan, karena sudah sangat diketahui oleh

pihak terkait seperti Kelurahan Bukit Apit sendiri.

b. Membangun kerja sama dengan pihak-pihak

(stakeholder) terkait, yang dalam hal ini dikenal dengan

konsep pentahelix (pemerintah, swasta, media,

akademisi, dan komunitas).

Membangun kerjasama dengan pihak-pihak terkait,

juga sudah jelas ditampakkan, yaitu pada penjelasan

63

mengenai Taman Bunga, yang mana Komunitas tani

setempat berkoordinasi dengan Pihak Dinas Pertanian

Kota Bukittinggi dalam mengembangkan kelompok

taninya dan taman bunga tersebut, sehingga dengan

adanya koordinasi dengan pihak tersebut, taman bunga

ini dapat meraih kemenangan ditingkat nasional pada

tahun 2019.

c. Memperoleh pengakuan dari otoritas terkait.

Desa wisata Bukit Apit sudah mendapatkan pengakuan

dari otoritas setempat, buktinya Dinas Pariwisata Kota

Bukittinggi menjadikan Bukit Apit sebagai desa wisata

pada tahun 2015 dengan menonjolkan potensi-potensi

yang ada pada saat itu seperti tujuan wisata Janjang

Saribu dan kopi Bukit Apit.

d. Meningkatkan kesejahteraan sosial dan martabat

manusia.

Dalam hal ini kesejahteraan masyarakat dan martabat

nya pun terjaga, terbukti dengan dikenal luasnya kopi

khas Bukit Apit yang sudah dikeola secara turun

temurun, dan juga sudah dikenal ke kalangan luas.

e. Menerapkan mekanisme pembagian keuntungan yang

adil dan transparan.

Pada prinsip ini, pembagian keuntungan yang adil dan

transparan mungkin belum terlihat, dikarenakan usaha

masyarakat terkhususnya kopi masihlah usaha yang

bisa dikatakan sebagai usaha rumahan atau pribadi, jadi

keuntungan dari penjualan kopi dinikmati langsung

oleh sipembuatnya. Sedangkan untuk pembagian

keuntungan pada objek wisata sudah bisa dikatakan adil

dan transparan, karena hasil dari pemungutan retribusi

64

dari objek wisata yang berada di kawasan desa wisata

ini dicatat dan dilaporkan setiap bulannya kepada Dinas

Pariwisata Kota Bukittinggi.

f. Meningkatkan skema hubungan ekonomi dengan pihak

lokal dan regional.

Meningkatkan hubungan ekonomi ini terlihat pada

pembagian ataupun pelaporan hasil retribusi dari daya

tarik wisata yang berada di kawasan desa wisata Bukit

Apit ini, yang dilakukan pada setiap bulannya.

g. Menghargai tradisi dan budaya lokal.

Pada prinsip ini menghargai tradisi dan budaya sangat

terlihat, dimana masih terjaganya kopi khas yang

diturunkan secara turun temurun, dan juga dari sisi

budayanya, kegiatan marandang kopi pun juga masih

terjaga dan tetap dilakukan sampai saat ini.

h. Berkontribusi terhadap konservasi sumber daya alam.

Prinsip ini terlihat pada objek wisata Taman Ngarai

Maram, yang mana berkontribusi menjaga kerindangan

kawasan tersebut dengan tetap mempertahankan pohon-

pohon rindang, dan tidak mengusir atau memusnahkan

monyet-monyet liar yang berada di kawasan objek

wisata ini.

i. Meningkatkan kualitas pengalaman wisatawan dan tuan

rumah dengan memperkuat interaksi yang bermakna

antara tuan rumah (pelaku wisata) dengan tamu

(wisatawan).

Pada point ini, kegiatan untuk memperkuat interaksi

antara wisatawan dan tuan rumah dapat terlihat dari

proses pembuatan kopi, yang mana pengunjung

ataupun wisatawan dapat melihat secara langsung

65

proses pembuatan bubuk kopi khas Bukit Apit ini, dan

juga dapat ikut serta membantu dalam proses

pembuatannya.

j. Bekerja untuk menuju kemandirian finansial.

Prinsip ini dapat terlihat dari masyarakat yang tetap

mempertahankan kebudayaan marandang dan

pembuatan kopi khas Bukik Apik, yang mana dari hasil

penjualan kopi tersebut, dapat menimbulkan

kemandirian bagi masyarakatnya, karena mereka sudah

dapat memperoleh keuangan (financial) sendiri dari

hasil penjualan kopi yang mereka produksi.

Jadi dapat disimpulkan, jika prinsip-prinsip diatas telah

terpenuhi dan terealisasikan di desa wisata, maka dapat dikatakan,

bahwa desa wisata tersebut, telah menggunakan dan menerapkan

sistem berbasis masyarakat (community based tourism), dan di Desa

Wisata Kelurahan Bukit Apit Puhun berdasarkan penjelasan tersebut

ada hal yang belum memenuhi prinsip-prinsip diatas, maka dapat

dikatakan dan analisis peneliti, bawah desa wisata ini bisa

menggunakan sistem berbasis masyarakat, tetapi harus memenuhi

prinsip-prinsip diatas tersebut terlebih dahulu.

Untuk pengembangan, berdasarkan hasil wawancara bersama

masyarakat sekitar, masyarakat sering diikut sertakan untuk

melakukan penjagaan dan pembersihan terhadap objek wisata yang

ada, dan apabila pemerintah ingin melakukan pengembangan atau

pembangunan di desa wisata ini masyarakat sangat setuju, karena

masyarakat memang ingin memajukan daerah atau desa wisatanya ini.

66

Sedangkan untuk desa wisata yang berkonsepkan syariah,

peneliti merujuk pada kriteria wisata halal Fatwa DSN MUI 2016 dan

Perda no 1 thn 2020 sebagai berikut:

a. Terdapat sinergi antara pemerintah daerah, kabupaten,

swasta, pengelola dan masyarakat dalam penyelenggaraan

Pariwisata Syariah.

b. Terdapatnya beberapa aqad atau kesepakatan sesuai dengan

prinsip ekonomi islam dalam pelaksanaan pariwisata

syariah baik dalam pelayanan hotel maupun bisnis syariah

c. Prinsip Pariwisata Syariah terhindar dari tabzir dan israf

dan lebih mengedepankan kemanfaatan dan kemashlahatan

umat.

d. Tersedianya fasilitas ibadah.

e. Terhindarnya dari pornografi, pornoaksi, perzinaan dan

minuman alcohol dan obat terlarang.

f. Terhindarnya kemusyrikan dan khurafat.

g. Tujuannya berikhtiar untuk refreshing tadabur alam untuk

meningkatkan keimanan.

h. Tersedianya makanan dan kuliner halal dan fasilitas lain

yang bersertifikasi halal oleh MUI.

i. Adanya standarisasi dan sumber daya manusia, pelayan

hotel, destinasi, penjual kuliner, dan petugas restoran

mengenakan pakian tertutup aurat sesuai syariah. Pedoman

hotel dan destinasi sesuai syariah serta aturan spa, sauna,

message, terpisah antara laki-laki dan perempuan dan juga

tempat pemandian umumnya.

j. Menghargai kearifan lokal.

Jika kriteria diatas telah terpebuhi, barulah dapat dikatakan

bahwa suatu desa wisata tersebut memiliki landasan atau

67

berkonsepkan dengan nilai-nilai keislaman (syariah). Dari pengamatan

peneliti, ada beberapa faktor yang menyebabkan Desa Wisata Bukit

Apit belum bisa beralih bisa menjadi desa wisata syariah sesuai

dengan kriteria diatas, yaitu:

a. Masih banyak terjadinya kegiatan-kegiatan yang dilakukan

oleh masyarakat diluar konteks syariah seperti, berpacaran,

melalaikan sholat, tidak beribadah ke masjid, berkumpul

diwarung dan melakukan permainan yang tidak

diperbolehkan dalam islam.

b. Banyaknya tempat-tempat sepi yang dijadikan sebagai

tempat untuk bermakziat.

c. Banyaknya masyarakat khususnya perempuan yang tidak

menutup aurat.

d. Homestay yang tersedia masih belum menerapkan sistem

syariah.

e. Destinasi wisatanya pun juga tidak memisahkan antara

laki-laki dan perempuan.

Dari penjelasan tersebut maka Desa Wisata Kelurahan Bukit

Apit ini belum bisa beralih menjadi syariah, dan berdasarkan hasil

wawancara bersama masyarakat, jika desa wisata ini dialihkan menjadi

syariah banyak dari masyarakat yang tidak setuju karena adanya hal-

hal yang telah peneliti sebutkan sebelumnya.

2. Tindakan Agar Terciptanya Desa Wisata Berbasis Masyarakat

Dengan Konsep Syariah.

Agar terciptanya suatu desa wisata yang berbasiskan

masyarakat, dan juga diiringi dengan konsep keislaman (syariah)

adalah, dengan menjalankan prinsip-prinsip dan aturan yang sudah

dijelaskan diatas, maka dengan telah diimplementasikannya

68

prinsip-prinsip berbasis masyarakat dan fatwa MUI tentang kriteria

wisata halal maka barulah dapat dikatan bahwa suatu desa wisata

ini dapat dijadikan sebagai desa wisata yang berbasiskan

masyarakat dan berkonsepkan syariah.

Selain itu pembinaan terhadap masyarakat terkait

pengembangan didesanya juga harus dilakukan secara transparan

dan terbuka agar masyarakat tidak salah paham dan untuk

mengetahui tujuan dari pembangunan dan pengembangan yang

dilakukan dilingkungan tempat tinggalnya. Dan juga melakukan

sosialisasi terkait bentuk desa wisata yang berbasiskan masyarakat

dan berkonsepkan syariah, sehingga nantinya masyarakat paham

tujuan dan manfaat dari pembinaan dan pengembangan yang

dilakukan.

Penjagaan terhadap kawasan, kearifan lokal dan tidak merusak

lingkungan apalagi potensi yang dimiliki jika pengembangan

dilaksanakan, juga menjadi suatu tindakan yang harus dilakukan,

supaya pengembangan atau pembangunan tidak merusak potensi

yang ada, dan agar pengembangan yang dilakukan tersebut

mencapai tujuan yang diinginkan.

Terpenuhinya tujuan dimana masyarakat sebagai pelaku dan

titik utama pembangunan dan pengembangan pariwisata

didaerahnya, sehingga nantinya masyarakat benar-benar

merasakan manfaat dari adanya pengembangan yang dilakukan

dan tujuan untuk kemashlahatan atau kesejahteraan masyarakat

bisa tercapai.

3. Analisis Swot.

Analisis SWOT menurut Philip Kotler diartikan sebagai

evaluasi terhadap keseluruhan kekuatan, kelemahan, peluang, dan

ancaman. Sedangkan menurut Freddy Rangkuti, analisis SWOT

diartikan sebagai : “analisa yang didasarkan pada logika yang

69

dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang

(opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan

kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats)”.

Analisis SWOT merupakan salah satu instrumen analisis

lingkungan internal dan eksternal perusahaan yang dikenal luas.

Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa suatu strategi yang

efektif akan meminimalkan kelemahan danancaman. Bila

diterapkan secara akurat, asumsi sederhana ini mempunyai dampak

yang besar atas rancangan suatu strategi yang berhasil .

Dari beberapa pengertian diatas, peneliti dapat mengambil

kesimpulan bahwa analisis SWOT merupakan salah satu metode

untuk menggambarkan kondisi dan mengevaluasi suatu masalah,

proyek atau konsep bisnis yang berdasarkan faktor eksternal dan

faktor internal yaitu strength, opportunities, weaknesesses, threats.

Analisis SWOT merupakan singkatan dari strength, opportunities,

weaknesesses, threats dimana penjelasannya sebagai berikut:

a. Kekuatan (strength)

Kekuatan (strength) adalah sumberdaya keterampilan

atau keunggulan keunggulan lain relatif terhadap pesaing

dan kebutuhan pasar yang dilayani oleh perusahaan atau

organisasi. Kekuatan adalah kompetensi khusus yang

memberikan keunggulan bagi perusahaan di pasar.

Kekuatan dapat terkandung dalam sumber daya keuangan,

citra, kepemimpinan pasar, hubungan pembeli dengan

pemasok, dan faktor-faktor lain. Faktor-faktor kekuatan

yang dimaksud dengan faktor-faktor yang dimiliki oleh

suatu perusahaan atau organisasi adalah antara lain

kompetensi khusus yang terdapat dalam organisasi yang

70

berakibat pada pemilikan keunggulan komparatif oleh unit

usaha di pasaran.

Dikatakan demikian karena satuan bisnis memiliki

sumber keterampilan, produk andalan dan sebagainya yang

membuatnya lebih kuat daripada pesaing dalam

memuaskan kebutuhan pasar yang sudah direncanakan

akan dilayani oleh satuan usaha yang bersangkutan.

b. Kelemahan (weakness)

Kelemahan (weakness) adalah keterbatasan atau

kekurangan dalam sumberdaya, keterampilan, dan

kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif

perusahaan atau organisasi. Fasilitas, sumber daya

keuangan, kapabilitas manajemen, keterampilan

pemasaran, citra merek dapat merupakan sumber

kelemahan. Faktor-faktor kelemahan, jika orang berbicara

tentang kelemahan yang terdapat dalam tubuh suatu

perusahaan, yang dimaksud ialah keterbatasan atau

kekurangan dalam hal sumber, keterampilan dan

kemampuan yang menjadi penghalang serius bagi

penampilan kinerja organisasi yang memuaskan. Dalam

praktek, berbagai keterbatasan dan kekurangan kemampuan

tersebut bisa terlihat dari sarana dan prasarana yang

dimiliki, kemampuan manajerial yang rendah, keterampilan

pemasaran yang tidak sesuai dengan tuntutan pasar, produk

yang tidak atau kurang diminati oleh para pengguna atau

calon pengguna dan tingkat perolehan keuntungan yang

kurang memadai.

71

c. Peluang (opportunity)

Peluang (opportunity) adalah situasi penting yang

menguntungkan dalam lingkungan perusahaan atau

organisasi. Identifikasi segmen pasar yang tadinya

terabaikan, perubahan pada situasi persaingan atau

peraturan, perubahan teknologi, serta membaiknya

hubungan dengan pembeli atau pemasok dapat memberikan

peluang bagi perusahaan atau organisasi

d. Ancaman (threat)

Ancaman (threath) adalah situasi penting yang tidak

menguntungkan dalam lingkungan perusahaan atau

organisasi. Ancaman merupakan pengganggu utama bagi

posisi sekarang yang diinginkan organisasi. Masuknya

pesaing baru, lambatnya pertumbuhan pasar, meningkatnya

kekuatan tawar-menawar pembeli atau pemasok penting,

perubahan teknologi serta peraturan baru atau yang direvisi

dapat menjadi ancaman bagi keberhasilan perusahaan.

Ancaman merupakan kebalikan pengertian peluang,

dengan demikian dapat dikatakan bahwa ancaman adalah

faktor-faktor lingkungan yang tidak menguntungkan suatu

satuan bisnis, jika tidak diatasi, ancaman akan menjadi

ganjalan bagi satuan bisnis yang bersangkutan baik untuk

masa sekarang maupun masa depan. Ringkasnya, peluang

dalam lingkungan eksternal mencerminkan kemungkinan

dimana ancaman adalah kendala potensial.

Hasil dari pengamatan peneliti di Desa Wisata Kelurahan Bukit

Apit ini, maka peneliti menarik kesimpulan, bahwasanya desa wisata

ini memiliki kekuatan, kelemahan, peluang dan juga ancaman, yang

telah penulis

72

Tabel 4.2 Analisis Swot Desa Wisata Kelurahan Bukit Apit

Strenght

(Kekuatan)

Weakness

(Kelemahan)

Opportunity

(Peluang)

Treat

(Ancaman)

Lokasi strategis.

Akses yang mudah.

Memiliki banyak potensi

baik itu keindahan alam,

budaya dan kulinernya.

Masyarakat yang ramah

tamah.

Daya tarik wisata yang

bisa dijadikan sebagai

tempat untuk berolahraga.

Tersedianya fasilitas untuk

wisatawan.

Daya tarik wisata yang

bisa dijadikan tempat

berkemah.

Daya tarik wisata

yang tidak terjaga

Tradisi yang mulai

hilang.

Adanya potensi

daya tarik wisata

baru yang belum

berkembang.

Bertambahnya

peluang usaha

untuk

masyarakat.

Meningkatnya

kreatifitas

masyarakat.

Desa wisata

Syariah.

Teknologi.

Tingkat

kesadaran.

Sumber : Hasil Observasi dan Pengamatan

Berdasarkan table diatas penulis dapat memberikan penjelasan

bahwa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki oleh

desa wisata Bukit Apit ini ada beberapa macam, yaitu :

a. Strenght ( Kekuatan )

Ada banyak kekuatan yang dimilki oleh desa wisata

Bukit Apit ini yaitu, lokasinya yang strategis, karena untuk

menuju desa wisata ini tidak memerlukan waktu yang

73

lama, hanya membutuhkan waktu sekitar 5-10 menit dari

pusat kota. Karena lokasinya yang sangat strategis akses

untuk kemanapun tidak sulit.

Sejalan dengan lokasinya yang strategis, akses jalanya

pun sangat mudah dilalui, karena tidak ada jalan yang

rusak, dan akses untuk pergi kemanapun tidak ada

gangguan ataupun kendala karenakasesnya yang mudah.

Banyaknya potensi yang ada, seperti dari keindahan

alamnya,yaitu ketika pengunjung berada di objek wisata

Janjang Saribu maka akan dapat melihat pemandangan

Ngarai Sianok dari kejauhan. Kuliner kopi nya yang khas

dan sudah diketahui secara nasional. Selain dari itu desa

wisata ini memiliki udara yang sejuk, karena masih

banyaknya tempat yang masih rindang atau asri.

Keramah tamahan dari masyarakat, banyak membuat

pengunjung menjadi nyaman ketika berada di desa wisata

ini, orang-orang atau masyarakat yang bertempat tinggal

didesa wisata ini terbuka terhadap tamu yang datang,

dengan memberikan keramah tamahan dan kesopanan.

Objek wisata janjang saribu yang bisa dijadikan sebagai

tempat olahraga pada pagi ataupun sore hari, karena

disekitaran objek ini masih terjaga keasrianya membuat

suasana berolahraga pada pagi hari menjadi lebih

semangat dan menyegarkan tubuh.

Tersedianya fasilitas untuk wisatawan, seperti adanya

Masjid di desa wisata ini membuat wisatawan muslim tidak

kesulitan untuk mencari tempat beribadah, makanan dan

minuman pun juga banyak tersedia, penginapan (homestay)

pun juga tersedia jika ada dari wisatan yang ingin

menginap atau bermalam.

74

b. Weakness ( Kelemahan )

Berdasarkan tabel diatas, kelemahan dari Desa Wisata

Bukit Apit ini yaitu , objek wisatanya yang kurang terjaga,

objek itu adalah Janjang Saribu yang mana disekitaran

lokasi objek wisata ini sangat rindang yang membuat

suasana objek wisata ini sepi, sunyi dan cendrung gelap,

dan juga ada sampah-sampah yang dibuang

secarasembarangan disekitan objek wisata ini.

Kelemahan selanjutnya adalah tradisi dari desa wisata

ini yang cendrung mulai hilang, sebagai contoh pada

dahulunya masyarakat di desa ini banyak memproduksi

kopi, tetapi saat sekarang ini hanya beberapa masyarakat

saja yang membuat kopi khas desa wisata tersebut. Selain

itu penggunaan alat-alat tradisional dalam membuat kopi

khas desa wisata ini juga sudah mulai dilupakan, dan

diganti menggunakan alat-alat yang lebih modern.

c. Opportunities ( Peluang )

Berdasarkan tabel diatas, ada beberapa peluang,

pertama adanya lahan yang akan dijadikan sebagai objek

wisata baru yang belum berkembang yaitu Koto Marangai.

Koto Marangai ini akan dijadikan sebagai objek wisata

baru oleh masyarakat sekitar, karena adanya potensi yang

bagus untuk dikembangkan yaitu dari segi keindahan

alamnya, lahan yang luas dan udara yang sejuk. Maka dari

potensi-potensi itulah masyarakat berkolaborasi dengan

kepala kelurahan untuk mengembangkan objek wisata ini.

Kedua, adanya peluang usaha untuk masyarakat. Yang

mana masyarakat bisa membentuk usaha kuliner kopi

dengan memberikan inovasi pada rasanya, seperti dengan

menambahkan rasa lain selain rasa asli kopi tersebut.

75

Sejalan dengan peluang yang ketiga, dengan adanya kopi,

seharusnya kreatifitas masyarakat juga bertambah untuk

memberikan inovasi terbaru terhadap produk asli

daerahnya.

Selanjutnya yaitu, adanya potensi untuk

mengembangkan desa wisata ini menjadi Desa Wisata

syariah. Salah satu potensi nya yaitu dengan menjadikan

Masjid sebagai pusat pengembangan konsep syariah desa

wisata, seperti mengadakan pengajian setiap harinya, tahfiz

quran, anak-anak lelaki yang diharuskan untuk tidur

dimasjid sesuai dengan budaya orang minang, dan lainnya.

Selain itu untuk perempuan menggunakan pakaian yang

tretutup dan diharuskan berjilbab.

d. Treat ( Ancaman )

Ancaman yang pertama yaitu, teknologi, dengan

semakin berkembangnya zaman, alat-alat yang tradisional

udah tergantikan dengan alat yang lebih modern, contohnya

penggunaan wajan pada proses marandang (menyangrai)

kopi yang dahulunya menggunakan wajan yang terbuat dari

tanah liat diganti menggunakan wajan yang terbuat dari

besi. Proses menumbukkopi menjadi bubuk yang

dahulunya menggunakan lesung diganti dengan

menggunakan mesin yang lebih canggih.

Ancaman yang kedua yaitu tingkat kesadaran

masyarakat, yang mana cendrung masih rendah terhadap

penjagaan objek-objek wisata yang ada, baik itu

masyarakat asli ataupun pengunjung yang datang

berkunjung ke objek-objek wisata yang ada.

76

4. Matrix Swot

Matriks SWOT ini merupakan alat formulasi pengambilan

keputusan untuk menentukan strategi yang ditempuh berdasarkan

logika untuk memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman

perusahaan. Tahapan dalam menyusun matriks SWOT adalah

sebagai berikut:

a. Menyusun daftar peluang dan dan ancaman eksternal

perusahaan serta kekuatan dan kelemahan internal.

b. Menyusun strategi SO (Strength-Opportunity) dengan cara

mencocokkan kekuatan-kekuatan internal dan peluang-

peluang eksternal.

c. Menyusun strategi WO (Weakness-Opportunity) dengan

cara mencocokkan kelemahan-kelemahan internal dan

peluang-peluang eksternal.

d. Menyusun strategi ST (Strength-Threat) dengan cara

mencocokkan kekuatan-kekuatan internal dan ancaman-

ancaman eksternal.

e. Menyusun strategi WT (WeaknessThreat) dengan cara

mencocokkan kelemahan-kelemahan internal dan ancaman-

ancaman eksternal.

Tabel 4.3 Matrix Swot

MATRIX

SWOT

Strenght-S

1. Lokasi yang strategis

2. Akses yang sangat

mudah

3. Memiliki beragam

potensi

Weakness- W

1. Daya tarik

wisatanya

kurang terjaga

77

4. Keramah tamahan

masyarakatnya

5. Salah satu daya tarik

wisatanya bisa

dijadikan sebagai

tempat berolahraga

(Janjang Saribu)

6. Tersedianya fasilitas

untuk wisatawan

7. Daya tarik wisatanya

bisa dijadikan

sebagai wahana

perkemahan

2. Tradisi dari

masyarakat

yang mulai

hilang

Opportunities – O

1. Adanya lokasi

strategis yang

belum

berkembang

2. Adanya peluang

usaha untuk

masyarakat

3. Bertambahnya

kreatifitas

masyarakat

4. Desa wisata

syariah

Strategi S – O

1. Lokasi strategis yang

belum berkembang

dan beragamnya

potensi yang dimiliki

dapat menumbuhkan

potensi daya tarik

wisata yang baru.

2. Bertambahnya

peluang usaha untuk

masyarakat dan

meningkatnya

kreatifitas, dan

dipadukan dengan

keramah tamahan

masyarakatnya

Strategi W – O

1. Potensi daya

tarik wisata

yang belum

berkembang,

diharapkan

dapat

mengangkat

nilai-nilai tradisi

yang ada dan

dapat

dihadirkan pada

konsep

pengembangan

pariwisatanya.

78

menjadikan desa

wisata bukit apit

patut untuk

dikembangkan.

2. Dengan adanya

desa wisata

syariah,

diharapkan

wisatawan

ataupun

masyarakat bisa

lebih menjaga

tradisi, fasilitas,

sarana dan

prasarana yang

tersedia.

Threat – T

1. Teknologi

2. Kurangnya

tingkat kesadaran

Strategi S – T

1. Mempertahankan

potensi yang dimiliki

untuk menjaga

eksistensi daerah

2. Meningkatkan

kesadaran

masyarakat dan

wisatawan untuk

menjaga potensi dan

fasilitas yang

tersedia.

Strategi W – T

1. Meningkatkan

kesadaran dari

wisatawan dan

masyarakat

untuk menjaga

kebersihan,

kelestarian dan

kenyamanan di

daya tarik

wisata.

2. Melestarikan

tradisi lokal

yang ada

Sumber : Analisis Hasil Observasi

79

Dengan adanya Analisis dan Matrix Swot tersebut, diharapkan

nantinya dapat mempermudah dan mempertimbangkan untuk

dilakukannya pengembangan kekuatan dan peluang yang ada di Desa

Wisata Kelurahan Bukit Apit Puhun ini dan juga dapat menjadi

antisipasi awal terhadap kelemahan dan ancaman yang akan terjadi

dimasa yang akan datang.

80

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Potensi yang dimiliki oleh Desa Wisata Kelurahan Bukit apit ini yaitu,

potensi alam berupa udara yang sejuk, pemandangan Gunung Marapi dan

Singgalang, dan Pemandangan Ngarai Sianok. Potensi budaya berupa

marandang, potensi kuliner berupa kopi khas Bukit Apit, potensi objek dan

daya tarik wisata berupa Janjang Saribu dan Taman Ngarai Maram.

Perencanaan pengembangan Desa Wisata Kelurahan Bukit Apit

adalah, pengembangan objek dan daya tarik wisata baru yaitu Bukit Koto

Marangai yang nantinya akan dikembangan Ekowisata, dan juga Taman

Bunga.

Bentuk penerapan sistem berbasis masyarakat dengan konsep syariah

adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip melibatkan dan memberdayakan

komunitas agar pengelolaan dapat dipastikan transparan, membangun kerja

sama dengan pihak-pihak (stakeholder), memperoleh pengakuan dari otoritas

terkait, meningkatkan kesejahteraan sosial dan martabat manusia, menerapkan

mekanisme pembagian keuntungan yang adil dan transparan, meningkatkan

skema hubungan ekonomi dengan pihak lokal dan regional, menghargai

tradisi dan budaya lokal, berkontribusi terhadap konservasi sumber daya alam,

meningkatkan kualitas pengalaman wisatawan dan tuan rumah dengan

memperkuat interaksi yang bermakna antara tuan rumah (pelaku wisata)

dengan tamu (wisatawan), dan bekerja untuk menuju kemandirian finansial.

Desa wisata yang berkonsepkan syariah merujuk pada fatwa DSN

MUI 2016 dan Perda no 1 thn 2020 yaitu, terdapat sinergi antara pemerintah

daerah, kabupaten, swasta, pengelola dan masyarakat dalam penyelenggaraan

Pariwisata Syariah, terdapatnya beberapa aqad atau kesepakatan sesuai

dengan prinsip ekonomi islam dalam pelaksanaan pariwisata syariah baik

dalam pelayanan hotel maupun bisnis syariah, Prinsip Pariwisata Syariah

81

terhindar dari tabzir dan israf dan lebih mengedepankan kemanfaatan dan

kemashlahatan umat, tersedianya fasilitas ibadah, terhindarnya dari

pornografi, pornoaksi, perzinaan dan minuman alcohol dan obat terlarang,

terhindarnya kemusyrikan dan khurafat, tujuannya berikhtiar untuk refreshing

tadabur alam untuk meningkatkan keimanan, tersedianya makanan dan kuliner

halal dan fasilitas lain yang bersertifikasi halal oleh MUI, adanya standarisasi

dan sumber daya manusia, pelayan hotel, destinasi, penjual kuliner, dan

petugas restoran mengenakan pakian tertutup aurat sesuai syariah, pedoman

hotel dan destinasi sesuai syariah serta aturan spa, sauna, message, terpisah

antara laki-laki dan perempuan dan juga tempat pemandian umumnya dan

yang terakhir menghargai kearifan lokal.

Tindakan agar terciptanya desa wisata yang berbasis masyarakat dan

berkonsepkan syariah adalah terpenuhinya prinsip-prinsip dan fatwa DSN

MUI dan Perda no.1 th 2020, dilakukannya pembinaan terhadap masyarakat,

terciptanya masyarakat yang menjadi titik pengembangan dan tercapinya

tujuan kemashlahatan atau kesejahteraan masyarakat.

B. SARAN

1. Pemerintah

Demi berjalan lancar dan meratanya pertumbuhan dan

pergerakan pariwisata di Kota Bukittinggi sebaiknya pemerintah

gencar untuk melakukan promosi dan pengembangan terhadap objek

wisata yang ada di Kota Bukittinggi, tidak hanya objek wisata yang

telah memiliki nama tenar di mata khalayak ramai melainkan juga

objek wisata yang jauh dari pusat kota atau yang kurang mendapatkan

nama di mata khalayak ramai serta kawasan wisata yang tengah dalam

pengembangan. Sebelum dilakukan promosi ada baiknya pemerintah

membantu masyarakat untuk memfasilitasi berupa pendanaan agar

pembangunan dan pengembangan pariwisata di sebuah kawasan

wisata bisa berjalan dengan baik dan setelah itu bisa di promosikan

baik dari pemerintah sendiri, masyarakat, dan pelaku wisata lainnya.

82

2. Pengelola Wisata

Bagi pengelola wisata baik itu dari pengusaha maupun

masyarakat setempat, sebaiknya bakerja sama dengan pemerintah agar

objek atau daerah wisata yang dikembangkan dapat berjalan dengan

baik dan pemerintah dapat membantu untuk mempromosikan daerah

wisata yang tengah dikembangkan. Objek wisata atau kawasan wisata

yang telah dibangun dan dikembangkan sebaiknya dilakukan

peningkatan sehingga yang dilihat oleh pengunjung tidak hanya itu-itu

saja yang dapat membuat pengunjung bisa menjadi bosan, dengan

dilakukannya peningkatan atau ada hal-hal yang baru menjadikan

pengunjung penasaran terhadap apa yang baru dari objek atau kawasan

wisata tersebut. Fasilitas yang telah ada sebaiknya dijaga sehingga

tidak mudah rusak dan selalu dilakukan pengecekan untuk

menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

3. Wisatawan

Majunya sebuah objek wisata atau daerah wisata tidak lepas

juga dari dukungan wisatawan dengan cara berkunjung serta berfoto

lalu di post di media sosial sehingga dapat menimbulkan minat orang-

orang yang melihat postingan tersebut. Dengan dilakukannya hal

tersebut sudah membantu baik itu pemerintah maupun pengusaha yang

berasal dari masyarakat setempat maupun pengusaha yang berasal dari

luar untuk mempromosikan daerah atau objek wisata tersebut.

Diharapkan wisatawan untuk juga ikut serta memberikan bantuan

kepada daerah atau objek wisata tersebut berupa bantuan

mempromosikan dengan postingan atau membuat ulasan yang positif

terkait dengan daaerah wisata atau objek wisata yang dikunjunginya.

83

DAFTAR PUSTAKA

Adesy, Fordebi. 2016. Ekonomi Dan Bisnis Islam. Depok: PT. Rajagrafindo Persada.

hlm.182

Ahirin. 2015. “Pengembangan Potensi Anak Perspektif Pendidikan Islam”. Jurnal

Tarbawi Vol. 12. No. 2. hlm.207.

Akbar, Muh Firyal dkk. 2018. ”Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan

Pembangunan di Desa Jatimulya Kabupaten Boalemo”. Vol.6, No.2.

hlm.137.

Alvian, Mohammad Alfin. 2019 . Analisis Pengembangan Wisata Syariah Dalam

Meningkatkan Pendapatan Masyarakat di Kawasan Masjid Agung Jawa

Tengah. Skripsi : Universitas Islam Negeri Walisongo.

Arjana, I Gusti Bagus. 2016 . Geografi Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif. Jakarta :

Rajawali Pers. hlm.119.

Asnawi, Nur, Muhammad Asnan Fanani. 2017. Pemasaran Syariah Teori Filosofi

Dan Isu Kontemporer . Depok: PT. Rajagrafindo Persada. hlm.182.

Astuti, Tri Budi dkk. 2019 . “Pengembangan Objek Wisata Syariah Desa Bubohu

Gorontalo : Pendekatan Swot dan Anp”.Forum Ekonomi. Vol 21, No1.

Bungin, M.Burhan. 2013. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Jakarta :

Prenadamedia Group. hal. 129.

Departemen Pendidikan Nasional. 2014 . Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka Utama. hlm.1096

Endah, Kiki. 2020. “Menggali Potensi Lokal Desa”. Jurnal Moderat, Vol.6 , Nomor

1. hlm. 138.

Etta, Mamang Sangadji, Sopiah. 2010. Metodelogi Penelitian. Yogyakarta: Andi

Yogyakarta. hlm. 24

Fuad, Nurhati. 2014. Manajemen Pendidikan Berbasis Masyarakat. Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada. hlm. 74.

Ghofur, Abdul. 2017. Pengantar Ekonomi Syariah Konsep Dasar Paradigma

Pengembangan Ekonomi Syariah. Depok : PT.Rajagrafindo Persada. hlm.1-3.

Gunawan, Heri. 2012 . Pendidikan Karakter. Bandung: Alfabeta. hlm.41.

Gunawan, Imam. 2015. Metode Penelitian Kualitatif: Toeri Dan Praktik. Jakarta:

PT.Bumi Aksara. hlm.175-176.

84

Ganandra, Ghanis Haryendra. 2018. Perilaku Pencarian Informasi Pariwisata Para

Wisatawan Domestik Di Rumah Mode. Jurnal Kajian Informasi Dan

Kepustakaan. Vol.2, No.1. hlm. 28.

Harasta, Afifah. 2020. Potensi Pengembangan Pariwisata Halal (Halal Tourism) Di

Kota Pekabaru : (Studi Kasus pada Kampung Bandar Senapelan). Skripsi :

UIN Suska Riau.

Hotlando, Dian dkk. 2019, “Strategi Pengembangan Desa Wisata Ponggok”, JIEP.

Vol. 19 No. 2. hlm. 120.

Kadir, A. 2013. Hukum Bisnis Syariah Dalam Al-Quran. Jakarta : AMZAH. hlm.20-

23.

Komalasari, Elsa Devi. 2019. “Analisis Pengembang Sektor Pariwisata Dalam

Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Perspektif Ekonomi Islam”. Skripsi :

UIN Raden Intan Lampung.

Muljadi, Andri Warman. 2014. “Kepariwisataan dan Perjalanan Edisi Revisi”.

Jakarta: Rajawali Pers. hlm.65.

Nata, Abudin. 2011. Perspektif Islam tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta:

Kencana. hlm.43.

Nurhayati. 2018. “Memahami Konsep Syariah Fikih Hukum dan Ushul Fiqih”.

Vol.2, No.2. hlm. 127-128.

Narendra, Asnurul Novia dkk. 2019. “Kepemilikan Serta Pembentukan Modal Sosial

Oleh Wisatawan Dalam Memilih House Of Sampoerna Sebagai Daya Tarik Wisata”.

Jurnal Pariwisata Pesona, Vol.4. No.1. hlm. 67

Primadany, Sefira Ryalita dkk. 2018. “Analisis Stategi Pengembangan Pariwisata

Kabupaten Nganjuk”. Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 4. 2018.

hlm.136.

Putri, Rizky Atika Salsabila Ivabianca dkk. 2018. ”Strategi Pengembangan Potensi

Desa Wisata Berbasis Analisis Swot Desa Sidomekar”. Seminar Nasional

Manajemen dan Bisnis ke-3. hlm.176.

Raco. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis Karakteristik dan Keunggulannya.

Jakarta: PT. Grasindo. hlm.121.

Rusyidi, Binahayati, Muhammad Fedryansah. 2018. ”Pengembangan Pariwisata

Berbasis Masyarakat”. Vol.1, No.3. hlm.157-159.

Rahayu, Septiani, Utami Dewi. 2018. ”Pengembangan Pariwisata Berbasis

Masyarakat (Community Based Tourism) Di Desa Wisata Nglanggeran,

85

Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul”. Jurnal Pengembangan

Pariwisata. hlm.482.

Saebani, Beni Ahmad. 2018. Hukum Ekonomi & Akad Syariah di Indonesia.

Bandung : CV. Pustaka Setia. hlm.12-13.

Saepudi, Encang dkk. 2019. “Pengembangan Desa Wisata Pendidikan di Desa

Cibodas, Kabupaten Bandung Barat”. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora.

Vol. 21, No.1.

Subandi. 2011. “Deskripsi Kualitatif Sebagai Satu Metode Dalam Seni pertunjukan”,

Vol.11, No.2,hlm.176.

Subarkah, Alwahfi Ridho. 2018. “Potensi dan Prospek Wisata Halal Dalam

Meningkatkan Ekonomi Daerah (Studi Kasus: Nusa Tenggara Barat). Jurnal

Sospol. Vol.4, No.2.

Sugiono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:

Alfabeta. hlm.85.

Sumbi, Kornelius, Firman Firdaus. 2016.”Analisis Pembangunan Berbasis

Masyarakat Dalam Pengembangan Sumber Daya Masyarakat”.

JISSIP.Vol.2, No.5. hlm.41-42.

Sasongko, Ibnu dkk. 2018. “Strategi Pengembangan Kawasan Wisata Kuliner Di

Sepanjang Koridor Jalan Soekarno Hatta Kota Malang”. Jurnal Perencanaan

Wilayah Dan Kota. hlm.5

Suwena, I Ketut, , I Gusti Ngurah Widyatmaja. 2017. Pengetahuan Dasar Ilmu

Pariwisata. Denpasar: Pustaka Larasan. hlm.24

Tyas, Ninik Wahyuning, Miya Damayanti. 2018. “Potensi Pengembangan Desa

Kliwonan sebagai Desa Wisata Batik di Kabupaten Sragen”, Journal of

Regional and Rural Development Planning, Vol.2, No.1. hlm.76.

Usman Chamdani. 2018. Komunikasi Dalam Pembangunan Pariwisata. Yogyakarta:

Deepublish. hlm.99.

Utama, I Gusti Bagus Rai, I Wayan Ruspendi Junaedi. 2018. Membangun Pariwisata

Dari Desa. Yogyakarta: Deepublish. hlm.24

Yoeti, A Oka. 2014. Pengantar Pariwisata Revisi. Bandung : Angkasa. hlm.108


Top Related