file utuh tugas akhir
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS KOINTEGRASI NILAI TUKAR RIIL DI KAWASAN ASEAN
TESIS
LUNA MANTYASIH MAKARTI 0906498603
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA
DEPOK JANUARI 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS KOINTEGRASI NILAI TUKAR RIIL DI KAWASAN ASEAN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Manajemen
LUNA MANTYASIH MAKARTI 0906498603
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN
KEKHUSUSAN KEUANGAN PERUSAHAAN DEPOK
JANUARI 2010
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Luna Mantyasih Makarti
NPM : 0906498603
Tanda Tangan : ...............................
Tanggal : 10 Januari 2011
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh : Nama : Luna Mantyasih Makarti NPM : 0906498603 Program Studi : Manajemen Keuangan Judul Tesis : Analisis Kointegrasi Nilai Tukar Riil di Kawasan
ASEAN Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains Manajemen pada Program Studi Ilmu Manajemen Keuangan, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Bambang Hermanto, Ph. D. ( ........................................) Penguji : Prof. Dr. Adler Manurung ( ........................................) Penguji : Dr. Arief Rijanto ( ........................................) Ditetapkan di : Depok Tanggal : ..........................
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Magister Sains Manajemen Program Studi Manajemen Keuangan pada Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia. Banyak pihak yang telah berkontribusi secara
positif baik langsung maupun tidak langsung pada proses penyelesaian tesis ini.
Oleh sebab itu, penulis ingin berterima kasih kepada:
1. Bambang Hermanto, Ph. D., selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam
penyusunan tesis ini;
2. Prof. Dr. Adler Manurung dan Dr. Arief Rijanto yang telah memberi masukan
yang sangat membangun;
3. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan bantuan dukungan material
dan moral;
4. Rekan-rekan mahasiswa PPIM Keuangan angkatan 2009, teman berjuang dan
berdiskusi selama menyelesaikan studi ini;
5. Sahabat-sahabat alumni Arsitektur ITB angkatan 2004, teman setia yang
menjaga keseimbangan antara “belajar”, “bekerja”, dan “bermain” selama
penulis menyelesaikan tesis. Thanks for our October dinner at Sierra; serta
6. Sahabat-sahabat penulis lainnya. Terima kasih atas dukungan dan doa yang
luar biasa.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini dapat
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu manajemen keuangan.
Depok, 31 Desember 2010
Penulis
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Luna Mantyasih Makarti NPM : 0906498603 Program Studi : Manajemen Keuangan Departemen : Program Pascasarjana Ilmu Manajemen Fakultas : Ekonomi Jenis karya : Tesis demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
ANALISIS KOINTEGRASI NILAI TUKAR RIIL DI KAWASAN ASEAN
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 10 Januari 2011
Yang menyatakan
(Luna Mantyasih Makarti)
vi Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Luna Mantyasih Makarti Program Studi : Manajemen Keuangan Judul : Analisis Kointegrasi Nilai Tukar Riil di Kawasan ASEAN
Pasca krisis keuangan Asia, integrasi di kawasan ASEAN telah mengalami perkembangan yang signifikan. ASEAN akan segera mengimplementasikan pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang pada akhirnya akan mengarah pada penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan intra-regional. Dalam konteks tersebut, penelitian ini memeriksa kelayakan ekonomi pembentukan blok mata uang regional di ASEAN dengan menguji hipotesis Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP) menggunakan nilai tukar riil. Secara khusus, penelitian ini menyelidiki simetri dalam gangguan makroekonomi serta pergerakan bersama nilai tukar riil dari negara-negara ASEAN sebagai salah satu prasyarat minimum standar untuk membentuk Optimum Currency Area (OCA). Uji kointegrasi menemukan bukti yang mendukung G-PPP yang, pada akhirnya, memberikan dukungan untuk kelayakan suatu daerah mata uang optimum di ASEAN. Namun, kehadiran asimetri dalam proses, yaitu bagaimana negara menyesuaikan diri dengan guncangan dalam sistem, menunjukkan bahwa ASEAN masih perlu untuk meningkatkan konvergensi nilai tukarnya untuk memperkuat serikat mata uang. Kata kunci: ASEAN, G-PPP, Kointegrasi, Pergerakan bersama, Serikat mata uang
vii Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Luna Mantyasih Makarti Study Program: Financial Management Title : Cointegration Analysis of Real Exchange Rate in ASEAN Region
After the Asian financial crisis, integration in the ASEAN region has undergone significant developments. ASEAN will implement the establishment of an ASEAN Economic Community (AEC) that will ultimately lead to the use of local currencies in intra-regional trade. In that context, this study examined the economic feasibility of forming a regional currency block in ASEAN by testing the hypothesis of the Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP) using real exchange rate. In particular, this study investigated the symmetry in macroeconomic disturbances and the co-movements of real exchange rate of ASEAN countries as one of the standard minimum precondition for forming an Optimum Currency Area (OCA). Cointegration tests find evidence to support G-PPP which, in turn, provides support for the feasibility of an optimum currency area in ASEAN. However, the presence of asymmetry in the process, how countries adjust to shocks in the system, shows that ASEAN still needs to improve its exchange rate convergence to strengthen the currency union.
Key words: ASEAN, G-PPP, Co-integration, Co-movement, Currency union
viii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................. v ABSTRAK ............................................................................................................. vi ABSTRACT .......................................................................................................... vii DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii DAFTAR TABEL ................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi 1. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 5 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 6 1.5 Hipotesa .................................................................................................. 6 1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................. 6
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 8
2.1 Integrasi Ekonomi dan Keuangan ........................................................... 8 2.2 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ................................................. 11 2.3 Teori Optimum Currency Areas (OCA) ................................................ 12 2.4 Teori Purchasing Power Parity (PPP) .................................................. 15 2.5 Teori Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP) ......................... 18 2.6 Penelitian-penelitian Sebelumnya ......................................................... 19
3. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................... 22
3.1 Spesifikasi Model .................................................................................. 22 3.2 Variabel Data ........................................................................................ 23 3.3 Pengujian Pra-estimasi .......................................................................... 24
3.3.1 Uji Derajat Integrasi ......................................................................... 24 3.3.2 Lag Optimum ................................................................................... 26
3.4 Pendekatan Estimasi ............................................................................. 27 3.4.1 Uji Kausalitas Granger ..................................................................... 27 3.4.2 Uji Kointegrasi Engle-Granger ........................................................ 30 3.4.3 Uji Kointegrasi Johansen ................................................................. 31 3.4.4 Error Correction Model (ECM) ...................................................... 33
4. HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS ............................................................ 35
4.1 Pengujian Pra-estimasi .......................................................................... 38 4.1.1 Uji Derajat Integrasi ......................................................................... 38 4.1.2 Lag Optimum ................................................................................... 39
4.2 Pengujian Estimasi ................................................................................ 40 4.2.1 Uji Kausalitas Granger ..................................................................... 40
ix Universitas Indonesia
4.2.2 Uji Kointegrasi Engle-Granger ........................................................ 42 4.2.3 Uji Kointegrasi Johansen ................................................................. 44 4.2.4 Error Correction Model (ECM) ...................................................... 46
5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 50
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 50 5.2 Saran ...................................................................................................... 52
DAFTAR REFERENSI ........................................................................................ 55 LAMPIRAN .......................................................................................................... 57
x Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Indikator ekonomi ASEAN ..................................................................... 2 Tabel 2.1 Tahapan integrasi ekonomi Balassa ........................................................ 9 Tabel 4.1 Variabel data ......................................................................................... 35 Tabel 4.2 Korelasi nilai tukar riil negara-negara ASEAN .................................... 37 Tabel 4.3 Hasil uji stasioneritas nilai tukar riil individu ....................................... 38 Tabel 4.4 Hasil uji lag optimum ............................................................................ 40 Tabel 4.5 Hasil uji kausalitas Granger .................................................................. 41 Tabel 4.6 Hasil uji kointegrasi bilateral Engle-Granger ....................................... 43 Tabel 4.7 Hasil uji kointegrasi multilateral Johansen ........................................... 45 Tabel 4.8 Hasil estimasi ECM .............................................................................. 46
xi Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Uji derajat integrasi ........................................................................... 58 Lampiran 2 Lag optimum ..................................................................................... 79 Lampiran 3 Uji kausalitas Granger ....................................................................... 80 Lampiran 4 Uji kointegrasi bilateral Engle-Granger ............................................ 82 Lampiran 5 Uji kointegrasi multilateral Johansen ................................................ 86 Lampiran 6 Estimasi ECM .................................................................................... 96
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Globalisasi, yang juga berarti integrasi ekonomi secara menyeluruh, akan
segera terwujud di antara negara-negara ASEAN dalam bentuk Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015. MEA pada dasarnya adalah perluasan
dari integrasi ekonomi regional yang telah dimulai sejak pembentukan AFTA
tahun 1992. Nantinya, MEA dapat mengarah pada penyatuan mata uang ASEAN.
Ide ini mirip dengan apa yang dilakukan Uni Eropa (UE) saat memberlakukan
mata uang Euro.
Pemimpin bank sentral dari 10 anggota ASEAN bertemu di kota Nha
Thang, Vietnam menjelang KTT ASEAN ke-16 yang diadakan di ibukota Ha Noi
pada 8-9 April 2010. Dalam sebuah pernyataannya setelah pertemuan itu, Bank
Sentral Vietnam memunculkan ide mengenai cara-cara untuk meningkatkan
penggunaan mata uang lokal dalam perdagangan intra-regional ASEAN (Warta
Ekonomi, 8 April 2010).
Penggunaan mata uang bersama adalah bagian dari langkah-langkah yang
diambil oleh ASEAN untuk memperdalam integrasi ekonomi. Ong Keng Yong,
Sekretaris umum ASEAN pada Economix 2004 Conference di Universitas
Indonesia mengatakan bahwa tujuan keseluruhan dari sebuah mata uang tunggal
adalah untuk memberikan kontribusi bagi stabilitas keuangan ekonomi kawasan,
termasuk stabilitas harga. Mata uang tunggal mengakibatkan biaya atau risiko
bisnis lintas batas menjadi lebih rendah karena risiko mata uang dapat dieliminasi.
Mata uang regional juga akan memfasilitasi arus lebih besar dari perdagangan
intra-regional, sehingga mampu menekan harga dan menghasilkan barang dan jasa
yang lebih murah. Individu juga akan mendapat keuntungan dari mata uang
regional karena tidak perlu menukar uang ketika bepergian di kawasan ini
sehingga lebih mudah membandingkan harga.
Bank Indonesia (BI) masih mengkaji kemungkinan penerapan mata uang
lokal untuk perdagangan antar negara ASEAN. Kepala Biro Humas BI, Difi A
Johansyah, mengungkapkan bahwa meskipun memberikan keuntungan dalam
2
Universitas Indonesia
menekan biaya transaksi, kebijakan ini sangat kompleks karena melibatkan
banyak negara (Media Indonesia, 8 April 2010). Menurutnya, mata uang tunggal
ASEAN masih sulit diwujudkan karena saat ini ASEAN masih fokus pada
pendalaman ekonomi (Bisnis Jakarta, 22 April 2010). Untuk mendorong
terwujudnya mata uang ASEAN sebaiknya didukung oleh beberapa fakta
mengenai kondisi negara-negara di ASEAN.
Sebagai satu kesatuan wilayah, ASEAN menjanjikan potensi ekonomi yang
besar. Total jumlah penduduk ASEAN mencapai 567,6 juta orang, lebih besar
dibandingkan dengan Uni Eropa yang mendekati 500 juta orang. ASEAN
memiliki potensi pasar yang sangat besar dengan total GDP mencapai sekitar
US$1,1 triliun. Selain itu, rasio total perdagangan terhadap GDP dari masing-
masing negara ASEAN juga cukup tinggi, menunjukkan aktifnya kawasan ini
dalam perdagangan internasional. Dari sisi aliran modal internasional, kawasan
ASEAN juga dipandang sangat menarik, seperti terlihat dari aliran masuk FDI
(penanaman modal asing langsung) yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Kondisi ini didukung pula dengan melimpahnya jumlah tenaga kerja (Outlook
Ekonomi Indonesia 2008-2012, 2008).
Tabel 1.1 Indikator ekonomi ASEAN*
Rasio Ekspor terhadap GDP
Rasio Impor terhadap GDP
Juta persen US$ US$ PPP persen persen persen juta US$ persen2006 2006 2006 2006 2005/2006 2006 2006 2005-2006 2005-2006
Brunei Darussalam 0.38 -0.7 30,213.6 25,094.1 4.0 65.8 12.9 145.0 50.2Kamboja 14.16 2.8 512.3 3,226.0 0.8 48.4 40.3 102.0 26.8Indonesia 222.05 6.6 1,640.4 4,321.3 10.5 27.7 16.8 (2779.8) (33.4)Laos 6.14 4.7 574.0 2,332.1 - 11.4 16.7 159.7 575.8Malaysia 26.69 3.1 5,880.4 12,184.9 3.0 100.2 81.8 2,094.9 52.8Myanmar 57.29 - 208.6 1,958.8 - 29.4 17.7 (92.9) (39.4)Filipina 86.91 4.3 1,351.5 5,332.7 8.1 40.4 44.1 491 26.5Singapura 4.48 0.8 29,499.6 32,379.6 2.7 205.3 180.3 9,053.5 60.4Thailand 65.23 3.5 3,167.8 9,163.5 1.3 58.8 61.5 1,799.1 20.1Vietnam 84.22 6.6 723.9 3,373.3 5.3 60.8 66.0 339.2 16.8ASEAN 567.60 - 1,890.3 5,210.2 n.a 70.0 61.0 11,311.7 27.5
*per 15 September 2007
NegaraPopulasi Inflasi
(yoy) GDP per kapita Tingkat Pengangguran
Perdagangan BarangFDI Net Inflow (yoy)
Sumber: Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012, 2008
Meskipun menyimpan potensi yang sangat besar sebagai satu kawasan,
kondisi ASEAN juga diwarnai oleh kesenjangan yang sangat besar. GNP per
3
Universitas Indonesia
kapita negara ASEAN belum merata. Singapura memiliki pendapatan per kapita
hampir 350 kali lebih tinggi dari Myanmar (Strait Times, 21 April 2009). Dari sisi
bea masuk, Singapura sudah mengenakan tarif impor 0%, tetapi rata-rata tarif
impor di Vietnam masih 17%. Iklim bisnis juga bervariasi. Singapura hanya
membutuhkan 5 hari untuk memulai bisnis, sementara Indonesia dan Laos
masing-masing membutuhkan 105 dan 103 hari (Outlook Ekonomi Indonesia
2008-2012, 2008).
Berbeda dengan UE, perdagangan antar negara ASEAN relatif rendah
walaupun dalam beberapa tahun terakhir pangsa perdagangan intra ASEAN terus
mengalami peningkatan. Pada kenyataannya, perdagangan ASEAN di negara-
negara lainnya lebih besar (sekitar 75%) dibandingkan dengan perdagangan di
antara negara-negara anggotanya (Strait Times, 21 April 2009). Rendahnya intra-
perdagangan ASEAN menunjukkan ketergantungan ekonomi sesama negara
ASEAN tidak besar. Akibatnya, negara-negara ASEAN lebih peduli tentang
stabilitas mata uang mereka terhadap mata uang internasional utama, seperti
Dollar AS, daripada antara mata uang mereka sendiri.
Pasar bersama ASEAN memang akan menjadi potensi bagi peningkatan
perdagangan dan investasi. Namun, perbedaan tingkat kesejahteraan masing-
masing negara menjadi salah satu kendala bagi terealisasinya mata uang bersama.
Dengan demikian, kurang wajar membandingkan ASEAN dengan UE. ASEAN
merupakan kelompok negara berkembang, sedangkan UE adalah kumpulan
negara maju.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini akan menganalisa mengenai keberadaan co-movement pada
mata uang negara-negara ASEAN sebagai salah satu indikasi awal adanya
kointegrasi. Dari sisi ekonomi, implikasi dari keberadaan co-movement mata uang
yaitu jika sekelompok negara ternyata memiliki mata uang yang berkorelasi
sangat erat, maka secara implisit kelompok negara tersebut dapat menggabungkan
mata uangnya atau dapat melepaskan kekuatan moneternya dan memberikan
kepada suatu badan supra nasional. Dengan kata lain, negara-negara yang
terkointegrasi dianggap sudah siap menggunakan mata uang bersama.
4
Universitas Indonesia
Syarat dan kondisi teoritis bahwa penyatuan mata uang menguntungkan
merupakan subyek dari teori Optimum Currency Area (OCA) yang diuraikan oleh
Robert Mundell (1961). Teori ini menyatakan bahwa sekelompok negara dapat
memperoleh manfaat yang lebih besar dengan melepaskan penggunaan mata uang
sendiri dan secara bersama mengadopsi mata uang baru. Hal ini terjadi jika
serangkaian kondisi tertentu dapat dipenuhi.
Ketika faktor-faktor fundamental dalam ekonomi di antara negara-negara
ASEAN sudah cukup saling berhubungan dan terintegrasi satu sama lain, maka
mereka dapat memperlihatkan common trend dan memiliki hubungan kointegrasi
jangka panjang yang memungkinkan membentuk sebuah OCA. Kondisi ini
dikenal dengan teori Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP).
Dalam literatur-literatur ekonomi, kajian tentang analisis kointegrasi mata
uang sudah cukup banyak dilakukan, terutama untuk negara-negara Eropa. Woo
(1999), misalnya, menguji kointegrasi jangka panjang antara spot exchange rate
Deutschemark dengan mata uang Franc Perancis (FFR/DM), Franc Belgia
(BFR/DM), Gulden Belanda (DFL/DM), Krone Denmark (DKR/DM), Lira Italia
(ITL/DM), dan Pound Inggris (UK£/DM) yang tergabung dalam Exchange Rate
Mechanism (ERM) di bawah European Monetary System (EMS). Penelitian ini
menghasilkan bahwa hanya BFR/DM, FFR/DM, dan DFL/DM yang memiliki
hubungan kointegrasi selama periode EMS.
Haug, MacKinnon, dan Michelis (2000) melakukan analisis kointegrasi
mengenai European Monetary Union (EMU) dengan menguji co-movement nilai
tukar nominal, nilai tukar riil, suku bunga jangka panjang, serta defisit anggaran
pemerintah dari 12 negara Uni Eropa. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
tidak semua negara yang diuji berpotensi membentuk EMU, beberapa negara
harus melakukan penyesuaian yang signifikan.
Kajian mengenai pembentukan OCA melalui pendekatan Generalized
Purchasing Power Parity (G-PPP) antara lain dilakukan oleh Bernstein (2000)
dan Lee (2003). Bernstein melakukan studi keberhasilan EMS dalam menciptakan
OCA dalam bentuk EMU. Uji G-PPP menunjukkan bahwa Jerman dan Inggris
tidak membentuk OCA. Namun, kedua negara tersebut masing-masing
terkointegrasi dengan negara-negara Uni Eropa yang lebih kecil seperti Austria,
5
Universitas Indonesia
Belgia, Denmark, Perancis, Yunani, Italia, Portugal, dan Swedia. Dengan
menganalisis kawasan yang berbeda, studi empiris Lee menyatakan bahwa
Australia dan Selandia Baru memiliki commond trend dan membentuk OCA.
Untuk kawasan Asia, studi empiris teori OCA dilakukan oleh Mishra &
Sharma (2010). Potensi pembentukan OCA dilteliti terhadap kelompok negara-
negara di Asia Timur melalui pendekatan Purchasing Power Parity (PPP) dan
Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP). Uji G-PPP mendukung
keberhasilan OCA di Asia Timur. Namun, tingkat integrasi di bidang ekonomi
perlu diperkuat lagi dalam rangka membentuk currency union.
Berdasarkan uraian tersebut, secara spesifik penelitian ini akan menganalisis
kointegrasi jangka panjang mata uang di negara-negara ASEAN menggunakan uji
Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP) seperti yang dilakukan oleh
Mishra & Sharma (2010). Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Enders dan
Hurn pada tahun 1994. Dengan menggunakan data nilai tukar riil, penelitian ini
akan menjawab permasalahan-permasalahan berikut:
1. Apakah terdapat co-movement pada mata uang negara-negara ASEAN?
2. Apakah nilai tukar riil negara-negara ASEAN dapat memperlihatkan common
trend dan memiliki hubungan kointegrasi jangka panjang yang memungkinkan
membentuk sebuah OCA atau dengan kata lain siap menggunakan mata uang
bersama?
3. Jika ditemukan adanya kointegrasi nilai tukar riil antar negara ASEAN,
negara-negara mana saja yang harus melakukan penyesuaian supaya OCA
lebih potensial?
1.3 Tujuan Penelitian
Terkait dengan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk:
1. Meneliti keberadaan co-movement pada mata uang negara-negara ASEAN.
2. Meneliti keberadaan common trend dan hubungan kointegrasi jangka panjang
nilai tukar riil negara-negara ASEAN, baik bilateral maupun multilateral, yang
mendukung kemungkinan pembentukan OCA sehingga ASEAN siap
menggunakan mata uang bersama.
6
Universitas Indonesia
3. Menganalisis penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan oleh negara-
negara tertentu apabila ditemukan adanya kointegrasi nilai tukar riil antar
negara ASEAN supaya OCA lebih potensial.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
1. Wawasan kepada kalangan akademisi dan masyarakat luas mengenai
fenomena pembentukan Optimum Currency Areas (OCA) atau integrasi
ekonomi dan keuangan di kawasan ASEAN.
2. Kontribusi terhadap teori dan penelitian empiris di bidang keuangan dan kerja
sama ekonomi internasional, terutama mengenai co-movement mata uang
negara-negara ASEAN.
3. Sebagai bahan referensi kepada para pembuat kebijakan, baik di tingkat
nasional maupun internasional, khususnya kebijakan moneter dan pengelolaan
nilai tukar.
4. Masukan dan pengetahuan bagi pelaku bisnis/praktisi terutama bagi yang
memiliki ketertarikan terhadap transaksi valuta asing dalam mengambil
keputusan yang diperlukan menyangkut portfolionya.
1.5 Hipotesa
Hipotesa yang diajukan di dalam penelitian ini antara lain:
1. Terdapat co-movement pada mata uang negara-negara ASEAN.
2. Terdapat hubungan kointegrasi jangka panjang pada nilai tukar riil antar
negara ASEAN, baik hubungan secara bilateral maupun multilateral.
1.6 Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari lima bab, yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka,
metodologi penelitian, hasil estimasi dan analisis, serta kesimpulan dan saran.
Pengembangan setiap bab adalah sebagai berikut:
Bab satu menyajikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, hipotesa, dan sistematika
penulisan.
Bab dua merupakan tinjauan pustaka mengenai integrasi ekonomi dan
keuangan, latar belakang dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), teori
7
Universitas Indonesia
Optimum Currency Areas (OCA), teori Purchasing Power Parity (PPP), dan teori
Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP). Selain itu disajikan pula ulasan
dari penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini.
Metodologi penelitian pada bab tiga berisi spesifikasi model, variabel data
berupa sampel data dan sumber data, prasyarat variabel data, serta pendekatan
estimasi. Pendekatan estimasi yang digunakan yaitu uji kointegrasi bilateral
menggunakan metode Engle & Granger serta uji kointegrasi multilateral
menggunakan metode Johansen dan estimasi terakhir menggunakan Error
Correction Model (ECM).
Hasil estimasi model yang disajikan sebelumnya di bab tiga serta
analisisnya akan dibahas pada bab empat. Sementara itu, bab terakhir menyajikan
kesimpulan dan saran berkaitan dengan tujuan penelitian.
8 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Integrasi Ekonomi dan Keuangan
Untuk memahami proses integrasi, perlu dipahami perbedaan konsep
integrasi berdasarkan sektoral yaitu integrasi ekonomi dan integrasi keuangan.
Integrasi ekonomi adalah integrasi di sektor riil yang bertujuan untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sementara integrasi keuangan terfokus pada
kerja sama untuk memelihara stabilitas, termasuk pencegahan krisis keuangan, di
mana integrasi ini dalam jangka panjang dapat berujung pada penyatuan atau
integrasi moneter regional (Arifin, Djaafara, & Budiman, 2008).
Integrasi ekonomi yang menggambarkan penyatuan beberapa negara dalam
satu kesatuan diawali dengan kemunculan teori Custom Union oleh Viner. Di
dalam teori tersebut, dampak dari suatu integrasi ekonomi terhadap tingkat
kesejahteraan dijelaskan melalui konsep trade creation dan trade diversion. Trade
creation terjadi apabila suatu negara dapat mengimpor barang dengan harga yang
lebih murah dari negara lain dalam suatu kawasan integrasi ekonomi, sehingga
secara keseluruhan kesejahteraan akan meningkat. Sementara itu, trade diversion
terjadi apabila impor dari suatu negara yang berada di luar kawasan digantikan
oleh negara lain yang berada dalam kawasan integrasi, karena produk dari negara
lain dalam kawasan tersebut menjadi lebih murah akibat adanya perlakuan khusus
dalam penetapan tarif (Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012, 2008).
Balassa membagi tahapan integrasi ekonomi dalam enam tahap. Tingkatan
integrasi ekonomi tersebut dimulai dari kawasan/area perdagangan preferensial
(preferential trading area), yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi
pembentukan area perdagangan bebas (free trade area), kemudian menjadi
persekutuan pabean (customs union), pasar bersama (common market),
persekutuan ekonomi (economic union), dan pada akhirnya akan menjurus pada
integrasi ekonomi secara menyeluruh (total economic integration). Secara teoritis,
tahapan integrasi Balassa menunjukkan bahwa semakin tinggi tahapan integrasi
ekonomi, semakin kompleks persyaratan kebijakan yang diperlukan (Tabel 2.1).
Tahapan integrasi ini digunakan secara luas dan sampai saat ini masih tetap
9
Universitas Indonesia
menjadi alat dasar dalam studi mengenai integrasi, terutama untuk keperluan
analisis mengenai tambahan kebijakan yang diperlukan dalam setiap tahapan
integrasi apabila suatu kelompok negara ingin mencapai tahapan integrasi yang
lebih tinggi.
Tabel 2.1 Tahapan integrasi ekonomi Balassa
Tahapan Keterangan
Preferential
Trading Area
(PTA)
Blok perdagangan yang memberikan keistimewaan untuk
produk-produk tertentu dari negara tertentu dengan
melakukan pengurangan tarif namun tidak
menghilangkannya sama sekali.
Free Trade Area
(FTA)
Suatu kawasan di mana tarif dan kuota antara negara anggota
dihapuskan, namun masing-masing negara tetap menerapkan
tarif mereka masing-masing terhadap negara bukan anggota.
Customs Union
(CU)
FTA yang meniadakan hambatan pergerakan komoditi antar
negara anggota dan menerapkan tarif yang sama terhadap
negara bukan anggota.
Common Market
(CM)
CU yang juga meniadakan hambatan-hambatan pada
pergerakan faktor-faktor produksi (barang, jasa, aliran
modal). Kesamaan harga dari faktor-faktor produksi
diharapkan dapat menghasilkan alokasi sumber yang efisien.
Economic Union CM dengan tingkat harmonisasi kebijakan ekonomi nasional
yang signifikan (termasuk kebijakan struktural).
Total Economic
Integration
Penyatuan moneter, fiskal, dan kebijakan sosial yang diikuti
dengan pembentukan lembaga supranasional dengan
keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh negara
anggota.
Sumber: Arifin, Djaafara, & Budiman, 2008
Berdasarkan tahapan integrasi di atas, dapat dikatakan bahwa proses menuju
integrasi keuangan dan moneter diawali dengan integrasi sektor riil terlebih
dahulu. Hal ini sejalan dengan definisi integrasi keuangan menurut Baele et al
10
Universitas Indonesia
(2004), yaitu pada pasar keuangan yang telah terintegrasi secara penuh, masing-
masing negara dalam kawasan tersebut telah menghadapi kebijakan dan atau
ketentuan yang sama dalam pasar keuangan. Selain itu, investor dan penerbit aset
keuangan mempunyai akses yang sama terhadap pasar keuangan dan diperlakukan
secara sama ketika beroperasi di pasar keuangan.
Dalam makalahnya, Baele et al mengemukakan manfaat dari integrasi
keuangan, antara lain:
1. Sharing risiko
Integrasi keuangan akan memperluas alternatif investasi atau meningkatkan
kuantitas instrumen keuangan dan kepemilikan aset antar negara sehingga
mampu memperluas kemungkinan untuk melakukan diversifikasi portfolio
bagi risiko yang bersifat unsystemic.
2. Meningkatkan alokasi modal
Hilangnya hambatan-hambatan perdagangan aset keuangan akan
meningkatkan alokasi modal oleh investor. Keyakinan investor juga akan
semakin meningkat karena memiliki kesempatan untuk menanamkan
modalnya di berbagai negara yang dianggap menguntungkan.
3. Mendorong pertumbuhan ekonomi
Salah satu jalur utama bagi pertumbuhan ekonomi adalah melalui adanya
peningkatan perkembangan sektor keuangan.
Selain beberapa manfaat di atas, beberapa potensi kerugian juga mungkin
timbul. Dari sudut pandang teori, pengembangan instrumen keuangan pada saat
pasar kurang sempurna hanya akan memberikan manfaat apabila instrumen
keuangan tersebut dilengkapi dengan fasilitas hedging untuk melengkapi pasar.
Integrasi keuangan juga memungkinkan terkonsentrasinya lalu lintas modal pada
negara tertentu yang dianggap memberikan potensi keuntungan lebih menarik.
Hal ini mungkin saja terjadi karena secara alamiah investor akan mencari lokasi
yang memberikan potensi keuntungan optimum relatif terhadap risiko yang
dihadapi. Meskipun kebijakan dan peraturan dalam hal moneter antar negara di
dalam suatu kawasan sudah terintegrasi, perbedaan stabilitas politik dan iklim
investasi yang melekat pada suatu negara akan menjadi pertimbangan bagi
pemilihan lokasi investasi.
11
Universitas Indonesia
2.2 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community
(AEC) pada dasarnya adalah perluasan dari integrasi ekonomi regional yang telah
dimulai pada saat pembentukan ASEAN Free Trade Area (AFTA) tahun 1992.
MEA merupakan salah satu pilar Visi ASEAN 2020 bersama-sama dengan
ASEAN Security Community (ASC) dan ASEAN Sosio-Cultural Community
(ASCC) yang dirumuskan pada ASEAN Summit tahun 1997 di Kuala Lumpur.
Visi ASEAN 2020 merupakan arahan bagi masa depan ASEAN dalam
menghadapi abad ke-21 untuk mewujudkan suatu kawasan yang stabil, makmur,
berdaya saing tinggi, dengan pertumbuhan ekonomi yang berimbang serta
berkurangnya kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi. Hal ini menegaskan
komitmen ASEAN untuk mewujudkan integrasi ekonomi yang lebih erat antar
negara anggota.
Konsep MEA mulai digunakan dalam Declaration of ASEAN Concord II
(Bali Concord II) di Bali, Oktober 2003. Dalam deklarasi tersebut dikemukakan
bahwa MEA merupakan tujuan akhir dari kerja sama di bidang ekonomi dan
keuangan ASEAN. Komunitas ekonomi ASEAN ini akan berfungsi sebagai suatu
pasar tunggal dan basis produksi pada tahun 2020. Artinya, MEA akan
menciptakan arus bebas modal dan tenaga kerja serta memberikan kesempatan
bagi setiap usaha di kawasan ASEAN agar dapat berkembang dan berdaya saing
secara global.
MEA yang menurut rencana diimplementasikan pada tahun 2020, telah
disepakati untuk dipercepat pembentukannya pada tahun 2015. Hal ini
disampaikan pada ASEAN Summit bulan Januari 2007. Percepatan ini dilakukan
dengan maksud mengurangi risiko berpindahnya arus modal asing di tengah
meningkatnya persaingan ekonomi regional seiring dengan pesatnya pertumbuhan
ekonomi China dan India. Di samping itu, percepatan pembentukan kelompok
ekonomi ASEAN juga bertujuan untuk mendorong ekonomi negara-negara
ASEAN agar lebih efisien dan tumbuh lebih cepat (Arifin, Winantyo, & Kurniati,
2007). Percepatan pencapaian visi ini tentu memerlukan proses penyesuaian kerja
sama di berbagai sektor.
12
Universitas Indonesia
Pada ASEAN Summit November 2007, draft cetak biru MEA akhirnya
disetujui dan ditandatangani oleh semua Kepala Negara ASEAN. Sejak itu,
serangkaian kemajuan signifikan telah dicapai. Dimulai pada 1 Januari 2010 lalu,
99,5% pos tarif perdagangan dari inclusion list ASEAN di bawah Common
Effective Preferential Tariffs for ASEAN Free Trade Area (CEPT-AFTA) telah
dikenai bea masuk sebesar 0-5%. Perdagangan antar negara ASEAN juga
meningkat hampir tiga kali lipat menjadi US$ 458,1 milyar yang dicapai pada
tahun 2008 dibandingkan dengan tahun 2000 saat 10 negara ASEAN bergabung
ke dalam CEPT-AFTA. Proses kemajuan dalam penghapusan hambatan non-tarif
untuk perdagangan ini semakin menambah komitmen ASEAN untuk
memfasilitasi arus perdagangan bebas di ASEAN (http://www.aseansec.org).
2.3 Teori Optimum Currency Areas (OCA)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kerja sama bidang moneter
merupakan tahapan terakhir dari tahapan integrasi keuangan menurut Balassa.
Lebih mendalam lagi, integrasi keuangan memungkinkan suatu kawasan untuk
melakukan integrasi kebijakan moneter dan membentuk mata uang tunggal.
Bentuk integrasi moneter yang paling dasar adalah monetary union, yaitu
negara-negara yang tergabung dalam kerja sama tersebut secara bersama
menetapkan sistem nilai tukar tetap (mata uang masing-masing negara anggota di-
peg terhadap suatu mata uang jangkar). Sementara bentuk integrasi moneter yang
paling maju adalah currency union, yang didefinisikan sebagai sebuah kawasan
dengan mata uang tunggal yang memiliki otoritas moneter bersama berupa bank
sentral di kawasan tersebut (Ngian & H Yuen, 2002 dalam Arifin, Winantyo, &
Kurniati, 2007).
Teori integrasi moneter yang paling berpengaruh hingga saat ini adalah teori
tentang Optimum Currency Areas (OCA). Teori OCA memfokuskan perhatian
pada beberapa kriteria yang harus dipenuhi sebelum negara-negara dalam suatu
kawasan bergabung membentuk suatu monetary union. Tiga kriteria ekonomi
klasik yang paling terkenal dikemukakan oleh Mundell (1961), McKinnon (1963),
dan Kenen (1969).
Mundell menyebutkan prasyarat yang harus terpenuhi sebelum suatu
kawasan membentuk mata uang tunggal, yaitu adanya fleksibilitas pergerakan
13
Universitas Indonesia
faktor produksi dan reaksi yang simetris atas terjadinya suatu shock. Daerah (atau
negara) dengan tingkat faktor mobilitas yang tinggi lebih berpeluang membentuk
OCA atau area mata uang yang optimal dibandingkan daerah-daerah dengan
tingkat faktor mobilitas yang rendah. Tingkat faktor mobilitas yang tinggi ini
bertindak sebagai pengganti fleksibilitas nilai tukar. Potensi masalah dalam
kriteria Mundell yaitu mobilitas ketenagakerjaan mudah dalam batas-batas
nasional (budaya, bahasa, hukum, kesejahteraan, dll) tapi tidak mudah melintasi
perbatasan nasional (national borders). Mobilitas modal biasanya tinggi untuk
modal dalam bentuk aset keuangan tetapi rendah untuk modal fisik (alat produksi,
tanaman, peralatan). Oleh karena itu, spesialisasi dan keterampilan suatu negara
juga menjadi faktor pendukung.
McKinnon menyatakan bahwa sebuah OCA dibentuk dari negara-negara
yang mempunyai keterbukaan dan volume perdagangan intra kawasan yang
tinggi. Harga relatif antara barang domestik dan asing harus diukur dalam mata
uang yang sama. Terdapat perbedaan antara barang-barang yang dapat
diperdagangkan (traded goods) dengan barang-barang yang tidak dapat
diperdagangkan (non-traded goods). Harga barang-barang yang dapat
diperdagangkan berlaku di seluruh dunia. Jika semua barang dapat
diperdagangkan, maka harga barang dalam negeri harus fleksibel dan nilai tukar
tidak mempengaruhi daya saing. Hal ini yang mengindikasikan adanya
keterbukaan di dalam suatu negara. Adanya tingkat integrasi pasar barang yang
tinggi dan struktur produksi yang sama dapat mengurangi guncangan simetris
yang membutuhkan penyesuaian nilai tukar.
Kenen mengemukakan bahwa negara-negara dengan produksi dan ekspor
yang terdiversifikasi dan memiliki struktur serupa merupakan OCA yang optimal.
Argumen ini didasarkan pada diskusi tentang guncangan asimetris. Negara-negara
dengan produksi yang sangat beragam dan dengan struktur serupa memiliki efek
guncangan yang simetris (misalnya suatu goncangan terhadap suatu industri
tertentu memiliki efek yang serupa di negara-negara dengan struktur serupa).
Dalam hal ini, hanya ada sedikit guncangan asimetris yang cenderung menjadi
perhatian kecil. Negara dengan ekonomi yang sangat terdiversifikasi merupakan
kandidat yang lebih baik untuk bergabung dalam monetary union daripada negara
14
Universitas Indonesia
yang ekonominya kurang terdiversifikasi karena diversifikasi dapat meredam
guncangan.
Arifin, Winantyo, & Kurniati (2007) merangkum literatur-literatur lain yang
terkait dengan OCA dan menggolongkan empat kriteria utama untuk membentuk
monetary union, antara lain:
1. Saling ketergantungan (interdependensi) di bidang perdagangan
Negara-negara yang terintegrasi cukup tinggi di bidang perdagangan
internasional akan mendapatkan manfaat yang relatif besar apabila berada
dalam payung OCA, mengingat adanya keseragaman nilai mata uang akan
menghemat biaya transaksi dan mengurangi risiko yang berkaitan dengan
penggunaan mata uang yang berbeda.
2. Symmetry of shocks
Negara-negara dengan siklus bisnis yang simetris mempunyai peluang lebih
besar untuk menjadi anggota OCA. Hal ini sejalan dengan kriteria OCA
menurut Mundell dan Kenen.
3. Mobilitas faktor produksi
Apabila mobilitas tenaga kerja dan modal memungkinkan, maka shock di
dalam negeri dapat diredam tanpa menimbulkan biaya penyesuaian yang
tinggi. Oleh karena itu, negara-negara yang berkeinginan untuk bergabung
dalam suatu monetary union harus membebaskan arus lalu lintas faktor
produksi antar negara dalam kawasan yang dimaksud. Berlawanan dengan hal
tersebut, McKinnon (1963) menyebutkan bahwa adanya kawasan bermata
uang tunggal dapat mempengaruhi mobilitas faktor produksi. Dengan
demikian, mobilitas faktor produksi dapat dianggap sebagai ex post facto
dalam pemenuhan kriteria pembentukan mata uang tunggal.
4. Konvergensi kebijakan makroekonomi
Apabila negara-negara dalam suatu kawasan mempunyai sasaran kebijakan
yang berbeda, maka kepentingan mereka pun boleh jadi berseberangan satu
sama lain dalam menghadapi external shock yang sama. Dengan demikian,
sistem koordinasi untuk stabilitas nilai tukar dapat dengan mudah goyah.
Dari keempat kriteria di atas, kriteria respons asimetrik terhadap gejolak
eksternal merupakan kajian utama dari berbagai studi empiris mengenai OCA.
15
Universitas Indonesia
Analisis terutama ditujukan untuk mengetahui apakah negara-negara yang akan
membentuk monetary union mempunyai reaksi shock yang simetris.
2.4 Teori Purchasing Power Parity (PPP)
Integrasi keuangan sangat terkait dengan prinsip the law of one price yang
merupakan definisi lain dari integrasi keuangan. Prinsip ini mengatakan bahwa
apabila suatu pasar keuangan dalam kawasan telah efisien dan suatu aset
keuangan mempunyai risiko dan tingkat pengembalian (return) yang identik,
maka aset keuangan tersebut harus mempunyai harga yang sama, terlepas dari
tempat transaksi aset keuangan tersebut dilangsungkan.
Teori yang mengaplikasikan konsep the law of one price adalah teori
Purchasing Power Parity (PPP). Teori PPP atau teori paritas daya beli atau
keseimbangan/kesamaan daya beli diperkenalkan oleh Gustav Cassel. Konsep
dasar yang melandasi teori PPP adalah dorongan arbitrase akan mengarahkan
kepada persamaan harga barang diukur dalam mata uang yang sama.
Bentuk Purchasing Power Parity ada dua, yaitu Purchasing Power Parity
Absolut dan Purchasing Power Parity Relatif.
1. Purchasing Power Parity (PPP) Absolut
PPP absolut didasarkan pada law of one price, yaitu hukum yang menyatakan
bahwa harga produk yang sejenis di dua negara yang berbeda akan sama pula bila
dinilai dalam mata uang yang sama. Dengan kata lain, nilai tukar antara dua mata
uang sama dengan perbandingan (ratio) antara dua tingkat harga umum kedua
negara tersebut. PPP absolut dirumuskan sebagai berikut:
(2.1)
adalah nilai tukar nominal dalam negeri yang didefinisikan sebagai satuan
mata uang dalam negeri per satuan mata uang luar negeri. adalah tingkat harga
dalam negeri. Sedangkan adalah tingkat harga luar negeri. Persamaan di atas
menjelaskan hubungan antara nilai tukar dan tingkat harga domestik. Implikasinya
adalah dengan tingkat harga dalam negeri yang lebih tinggi dibandingkan tingkat
16
Universitas Indonesia
harga luar negeri, maka nilai tukar dalam negeri juga harus lebih tinggi
(depresiasi) untuk tetap menjaga PPP. Persamaan di atas juga menjelaskan bahwa
nilai tukar dapat mempengaruhi keseimbangan pasar uang melalui hubungannya
ke harga domestik dan harga luar negeri.
Secara implisit pendekatan PPP absolut ini mempunyai asumsi bahwa:
Semua barang dan jasa dapat diperdagangkan secara internasional dengan tidak
terdapat biaya dan halangan-halangan dalam perdagangan tersebut.
Tidak terdapat perubahan-perubahan yang bersifat struktural (seperti perang
atau kerusuhan) di setiap negara.
Teori PPP absolut ini tidak memperhitungkan biaya transportasi, tarif, dan
kuota sehingga menjadi tidak tepat dalam menentukan nilai tukar karena tidak
semua jenis barang dan jasa dapat diperdagangkan secara internasional.
Perdagangan antar negara dapat menyeimbangkan harga barang dan jasa yang
dapat diperdagangkan, tetapi tidak untuk barang dan jasa yang tidak dapat
diperdagangkan secara internasional. Jika PPP absolut ini dihitung dengan
menggunakan tingkat harga secara umum, maka teori ini menjadi tidak berlaku.
Oleh karena itu muncul konsep baru yaitu PPP relatif.
2. Purchasing Power Parity (PPP) Relatif
Teori PPP relatif menyatakan bahwa harga suatu produk yang sama akan
tetap berbeda karena ketidaksempurnaan pasar yang disebabkan oleh faktor biaya
transportasi, tarif, dan kuota. Menurut teori ini, perubahan nilai tukar selama satu
periode tertentu proporsional terhadap perubahan relatif tingkat harga di kedua
negara dalam periode yang sama. Perubahan nilai tukar tersebut dapat dihitung
sebagai berikut:
(2.2)
Keterangan:
= indeks harga domestik
= tingkat inflasi domestik
= indeks harga luar negeri
17
Universitas Indonesia
= tingkat inflasi luar negeri
= persentase (%) perubahan nilai tukar
Karena telah diasumsikan berdasarkan law of one price bahwa harga di
kedua negara, yaitu harga domestik ( ) dan harga luar negeri ( ) adalah sama
( ) sehingga keduanya dapat dieliminasikan, atau dirumuskan sebagai
berikut:
(2.3)
Dari formula di atas, dikemukakan catatan penting yaitu:
Jika , maka (positif), sehingga nilai tukar mata uang asing akan
apresiasi dan sebaliknya nilai tukar mata uang domestik depresiasi.
Jika , maka (negatif), sehingga nilai tukar mata uang asing
akan depresiasi dan sebaliknya nilai tukar mata uang domestik apresiasi.
Pendekatan PPP relatif juga mempunyai kelemahan. Rasio antara harga
barang dan jasa non-traded terhadap harga barang dan jasa traded lebih tinggi di
negara-negara maju daripada di negara-negara berkembang. Selama barang dan
jasa traded dan non-traded termasuk di dalam indeks harga umum, dan harga-
harga barang dan jasa non-traded tidak sama dalam perdagangan internasional
tetapi lebih tinggi di negara maju, maka pendekatan PPP relatif akan cenderung
memberikan hasil bahwa mata uang negara berkembang dinilai terlalu rendah
(undervalued).
Sampai saat ini masih menjadi perdebatan apakah PPP mampu menjelaskan
pergerakan nilai tukar. Menurut teori PPP, nilai tukar riil yang didefinisikan
sebagai rasio dari tingkat harga antara dua negara, harus sama untuk semua negara
pada setiap waktu. Pendekatan PPP ini dinilai lebih cocok untuk menjelaskan
penentuan nilai tukar dalam jangka pendek daripada dalam jangka panjang.
Berdasarkan PPP menurut Mishra & Sharma (2010), nilai tukar riil antara
dua negara dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
(2.4)
18
Universitas Indonesia
dimana:
= logaritma nilai tukar riil bilateral
= logaritma nilai tukar nominal domestik terhadap base country
= logaritma tingkat harga/CPI base country
= logaritma tingkat harga/CPI domestik
Hipotesis PPP mengasumsikan ekuilibrium nilai tukar jangka panjang
konstan sepanjang waktu dan pergerakan level harga antara dua negara
disesuaikan oleh pergerakan apresiasi atau depresiasi nilai tukar nominal. Nilai
tukar riil pada persamaan di atas didefinisikan sebagai ukuran deviasi PPP. Perlu
diperhatikan bahwa naiknya nilai tukar riil antara dua negara mengindikasikan
terdepresiasinya nilai mata uang domestik.
Stasioneritas nilai tukar riil adalah kondisi yang sangat penting untuk
validitas PPP sehingga PPP akan berlangsung dalam jangka panjang. Nilai tukar
riil yang non-stasioner menunjukkan bahwa guncangan terhadap nilai tukar riil
permanen secara alamiah dan sebagai konsekuensinya PPP tidak berlaku. Uji PPP
secara empiris memaksakan kondisi simetris yang mengimplikasikan nilai tukar
riil stasioner. Akan tetapi, beberapa studi menyatakan bahwa nilai tukar riil tidak
stasioner. Hal ini terjadi karena variabel-variabel fundamental makroekonomi
yang mempengaruhi nilai tukar riil seperti terms of trade, pendapatan dan belanja
negara, money supply, dan yang lainnya biasanya non-stasioner.
2.5 Teori Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP)
Salah satu penjelasan teoritik yang penting dalam menjelaskan perilaku nilai
tukar riil adalah teori Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP) yang
dikemukakan pertama kali oleh Enders dan Hurn pada tahun 1994. Walaupun
nilai tukar bilateral secara umum biasanya non-stasioner, hipotesis G-PPP
menyatakan bahwa negara-negara dapat memperlihatkan common trend jika
faktor-faktor fundamental dalam ekonomi di antara negara-negara tersebut saling
berhubungan. G-PPP pun menyebutkan bahwa nilai tukar riil bilateral harus
terkointegrasi.
Analisis G-PPP penting karena metode ini dapat menghubungkan variabel
makroekonomi, nilai tukar riil, dan konsep PPP. Secara empiris, teori ini melihat
19
Universitas Indonesia
bagaimana nilai tukar riil bilateral di antara negara-negara didasarkan pada sebuah
mata uang yang dijadikan sebagai peg dapat memperlihatkan common trend yang
ditunjukkan oleh hubungan kointegrasi di antara negara-negara yang
bersangkutan. Apabila di antara negara-negara tersebut dapat memperlihatkan
common trend maka mereka dapat membentuk sebuah optimum currency area
(OCA).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mishra & Sharma (2010), teori
G-PPP dirumuskan sebagai berikut:
(2.5)
dimana adalah logaritma nilai tukar riil bilateral antara negara 1 dan negara
pada periode , sedangkan dan masing-masing adalah parameter vektor
kointegrasi dan error term yang stasioner. Persamaan di atas mencerminkan
hubungan PPP absolut jika semua sama dengan nol. Di dalam pengujian,
harus ada setidaknya satu kombinasi linear yang stasioner dari berbagai nilai tukar
riil bilateral non-stasioner untuk membuktikan potensi terbentuknya area mata
uang (currency area).
2.6 Penelitian-penelitian Sebelumnya
Kriteria untuk menilai apakah suatu zona mata uang bersama menghasilkan
lebih banyak manfaat atau tidak dapat dilihat berdasarkan faktor mobilitas
(Mundell, 1961), integrasi perdagangan (McKinnon, 1963), serta persamaan
dalam struktur ekonomi nasional dan dalam respon terhadap common shock.
Masalah persamaan struktur ekonomi dan respon terhadap guncangan ini dapat
diuji melalui tiga pendekatan. Pendekatan pertama adalah menggunakan
Structural Vector Auto-Regression (S-VAR) untuk mengidentifikasi simetri dari
guncangan ekonomi makro di antara sekelompok negara. Kedua adalah
Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP), yaitu pendekatan untuk
mengidentifikasi adanya common trend dalam fundamental ekonomi di antara
sekelompok negara. Terakhir adalah pendekatan analisis kluster terhadap
kelompok negara-negara target dengan menyelidiki homogenitas beberapa elemen
20
Universitas Indonesia
ekonomi. Berikut beberapa penelitian representatif dari masing-masing
pendekatan yang difokuskan pada kawasan Asia.
Huang & Guo (2006) secara empiris meneliti kelayakan pembentukan
currency union di Asia Timur. Menggunakan model S-VAR, studi yang dilakukan
mengidentifikasi berbagai jenis guncangan di sembilan negara Asia Timur dengan
sembilan negara European Monetary Union (EMU) sebagai tolok ukurnya.
Analisis gangguan struktural menunjukkan bahwa kemungkinan akan
menguntungkan apabila Hong Kong, Indonesia, Korea, Malaysia, Singapura, dan
Thailand memimpin dalam mendukung dan mendorong zona mata uang bersama.
Sementara itu, kajian mengenai pembentukan OCA melalui pendekatan
Generalized Purchasing Power Parity (G-PPP) dilakukan oleh Mishra & Sharma
(2010). Studi potensi pembentukan OCA dilakukan terhadap kelompok negara-
negara di wilayah Asia bagian timur yaitu Indonesia, India, Korea, Malaysia,
Filipina, Singapura, Thailand, dan Srilanka untuk periode sebelum dan sesudah
krisis Asia tahun 1997-1998. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar riil
bilateral negara-negara Asia memiliki common stochastic trend dan karenanya
memenuhi kriteria standar minimum untuk membentuk currency union yang
diperlukan oleh teori OCA. Kointegrasi nilai tukar riil ditemukan pada periode
pasca-krisis yang merupakan bukti yang mendukung untuk G-PPP di wilayah
Asia bagian timur.
Melihat adanya fenomena dominasi ekonomi di kawasan Asia Timur, Quah
& Crowley (2010) mencoba mengkaji evolusi konvergensi di antara negara-
negara Asia Timur menurut teori OCA menggunakan analisis kluster hirarkis.
Analisis kluster ini dilakukan untuk periode sebelum dan setelah krisis Asia tahun
1997-1998. Hasilnya, terdapat peningkatan yang signifikan dalam derajat simetri
regional setelah krisis Asia.
Penelitian ini mencoba untuk mengembangkan hasil penelitian yang sudah
ada dengan mengambil beberapa poin. Pertama, studi ini meneliti kemungkinan
terbentuknya blok mata uang di kawasan ASEAN. Sebagian besar penelitian
sebelumnya lebih banyak memfokuskan ke wilayah Asia Timur, termasuk
ASEAN didalamnya padahal ASEAN sebagai suatu lembaga regional memiliki
potensi untuk menjadi kekuatan ekonomi yang besar. Kedua, sebagian besar
21
Universitas Indonesia
penelitian sebelumnya memasukkan periode sebelum krisis dalam pengujiannya.
Namun, sebagian besar penelitian juga menyatakan bahwa kointegrasi yang
signifikan ditemukan pada masa setelah krisis. Sebagai contoh, Choudhry (2005)
menyimpulkan bahwa bukti-bukti yang mendukung suatu OCA hanya dalam
periode pasca-krisis. Oleh karena itu, pada penelitian ini estimasi yang dilakukan
berfokus pada periode setelah krisis mata uang Asia 1997-1998. Ketiga, untuk
teknik estimasi dengan G-PPP, digunakan prosedur dua langkah, yaitu uji
kointegrasi nilai tukar riil bilateral di antara semua negara sampel kemudian uji
kointegrasi multilateral untuk kelompok negara yang secara bilateral
terkointegrasi.
22 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Spesifikasi Model
Sebelum dilakukan estimasi, nilai tukar riil dalam bentuk logaritma dihitung
terlebih dahulu menggunakan rumus:
(3.1)
log merupakan logaritma nilai tukar riil antara base country dengan
negara pada tahun . merupakan nilai tukar riil nominal dalam bentuk
satuan mata uang negara per satuan mata uang base country pada tahun .
Sedangkan adalah tingkat harga pada base country dan adalah tingkat
harga pada negara .
Nilai tukar riil mengindikasikan berapa banyak barang dan jasa yang dapat
dibeli di negara untuk satu satuan barang dan jasa di base country. Pada kasus
tertentu, apabila nilai tukar riil sama dengan satu, PPP absolut berlaku. Hal ini
menunjukkan bahwa mata uang antar dua negara memiliki daya beli yang sama.
Hubungan kointegrasi bilateral di antara dua negara anggota ASEAN
ditunjukkan oleh persamaan berikut:
(3.2)
Salah satu indikasi adanya co-movement nilai tukar riil dapat dilihat berdasarkan
koefisien korelasi ( ). Apabila dan signifikan, maka nilai tukar riil di
antara dua negara bergerak secara bersamaan. Lebih lanjut, jika residual dari
persamaan di atas stasioner, dapat disimpulkan bahwa co-movement nilai tukar riil
kedua berlangsung dalam jangka panjang.
Untuk menganalis adanya vektor kointegrasi antara nilai tukar riil negara-
negara ASEAN, digunakan persamaan sebagai berikut:
(3.3)
23
Universitas Indonesia
dimana adalah konstanta, adalah estimasi parameter vektor kointegrasi, dan
adalah error term dengan mean nol. Vektor kointegrasi multilateral kemudian
dihitung dengan menggunakan trace test dan maximum eigenvalue test.
Dari persamaan di atas, apabila G-PPP berlaku, nilai tukar riil antara negara
dan base country dapat dinyatakan sebagai rata-rata tertimbang nilai tukar riil
negara lainnya di dalam currency area. Nilai rata-rata tertimbang ini tidak hanya
mencerminkan hubungan perdagangan antar negara saja, tetapi juga hubungan
yang lebih luas seperti transfer teknologi, imigrasi, dan pergerakan sumber
keuangan. Untuk kasus khusus jika semua sama dengan nol, persamaan di atas
menjadi hubungan PPP biasa antara harga dalam negeri, harga luar negeri, dan
nilai tukar (Choudhry, 2005).
Pada tahap paling akhir, beberapa penyesuaian harus dilakukan supaya OCA
lebih potensial. Untuk itu dilakukan analisis ECM untuk mengetahui speed of
adjustment menuju ekuilibrium jangka panjang dari masing-masing negara
dengan persamaan sebagai berikut:
(3.4)
Keterangan:
= vektor kointegrasi (elastisitas jangka panjang)
= kecepatan menuju keseimbangan (speed of adjustment)
3.2 Variabel Data
Nilai tukar riil di dalam analisis dihitung menggunakan Amerika Serikat
sebagai base country. Pilihan base country tersebut memiliki alasan bahwa AS
memiliki pengaruh keuangan dan hubungan perdagangan yang besar dengan
negara-negara ASEAN sehingga terdapat hubungan erat antara nilai tukar nominal
negara-negara ASEAN dengan Dollar AS. Nilai tukar riil bilateral dengan AS
dalam bentuk logaritma didefinisikan menjadi logaritma indeks harga konsumen
atau consumer price index (CPI) dalam negeri ditambah logaritma dari nilai tukar
nominal domestik terhadap Dollar AS dikurangi dengan logaritma dari CPI AS.
Semua variabel time series disesuaikan dan dinyatakan dalam logaritma sebelum
24
Universitas Indonesia
dilakukan uji secara ekonometrik. Data tingkat harga berupa indeks harga
konsumen (CPI) berasal dari International Financial Statistics (IFS) yang
disediakan oleh International Monetary Fund (IMF). Sedangkan data nilai tukar
nominal bersumber dari Forex Trading & Exchange Rates Services oleh situs
http://www.oanda.com.
Soo dan Choong (2009) dalam Mishra & Sharma (2010) menemukan bahwa
sebagian besar pasar negara Asia masih sangat tersegmentasi selama periode
sebelum krisis, yaitu sebelum Juli 1997. Oleh karena itu, periode sampel pasca
krisis mata uang Asia tahun 1997-1998 diasumsikan dimulai dari periode Juli
1999 sampai periode sekarang (Juni 2010) menurut ketersediaan data. Negara-
negara sampel di dalam penelitian ini yaitu 10 negara-negara anggota ASEAN,
antara lain Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei
Darussalam, Vietnam, Myanmar, Kamboja, dan Laos. Karena kurangnya
ketersediaan data CPI pada periode yang diperlukan untuk estimasi, maka periode
data untuk Brunei Darussalam dimulai dari Januari 2000-Juni 2010.
3.3 Pengujian Pra-estimasi
Sebelum dilakukan uji kointegrasi, baik kointegrasi bivariat maupun
multivariat, seluruh variabel data yang dipakai dalam penelitian ini harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Untuk itu, terlebih dahulu dilakukan uji derajat
integrasi dan pemilihan lag optimum.
3.3.1 Uji Derajat Integrasi
Penggunaan data time series memiliki suatu permasalahan tersendiri yang
timbul dari sifat data yang non-stasioner. Stasioneritas sangat diperlukan dalam
analisis time series agar tidak terjadi spurious pada metode estimasi yang
digunakan. Namun, bukan berarti bahwa regresi antara variabel yang non
stasioner selalu tidak valid. Enders (1995) menyatakan bahwa regresi variabel-
variabel yang non stasioner dapat memiliki makna (non spurious) selama residual
dari regresi tersebut stasioner. Kondisi tersebut memiliki arti bahwa di antara
variabel-variabel tersebut terdapat kointegrasi.
Pengujian derajat integrasi adalah suatu tahap yang penting untuk menguji
adanya hubungan antar variabel dengan menggunakan data time series. Uji derajat
integrasi dari masing-masing variabel bertujuan untuk memastikan bahwa
25
Universitas Indonesia
variabel-variabel dalam analisis tidak memiliki order integrasi yang berbeda atau
semua variabel stasioner pada order yang sama. Stasioneritas dapat dilihat dengan
menggunakan uji formal yang dikenal dengan sebutan ‘Uji Unit Root’. Misalkan
terdapat persamaan sebagai berikut:
(3.5)
dimana adalah koefisien autoregresif dan adalah white noise term dengan
varians konstan dan mean sama dengan nol. Jika nilai , maka memiliki
sebuah akar unit atau data tidak stasioner. Dalam ekonometrika, maka model
tersebut menjadi random walk tanpa tren. Apabila dinyatakan dalam bentuk
hipotesis menjadi:
Data mengandung akar unit (non stasioner)
Data tidak mengandung akar unit (stasioner)
Jika data dari suatu series sudah stasioner, maka data tersebut berintegrasi
pada order nol atau dilambangkan dengan I(0). Sebaliknya, bila data non
stasioner, maka data harus dibuat turunannya sehingga diperoleh data yang
stasioner pada order d atau dilambangkan dengan I(d). Model di atas apabila
dinyatakan dalam bentuk turunan pertama (first difference) adalah sebagai berikut:
(3.6)
; (3.7)
Sehingga hipotesis yang diuji mempunyai bentuk:
Data mengandung akar unit (non stasioner)
Data tidak mengandung akar unit (stasioner)
Uji akar unit dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik,
tergantung pada karakteristik data dan kekuatan yang diinginkan. Teknik yang
sangat populer yaitu menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan
Phillips-Perron (PP). Pada prinsipnya, kedua teknik tersebut merupakan pengujian
terhadap persamaan berikut:
(3.8)
26
Universitas Indonesia
atau dapat ditulis dengan:
(3.9)
dimana adalah panjangnya lag yang digunakan. Model tersebut merupakan
model dengan intercept dan tren . Selain model di atas, masih terdapat dua
model lain yang dapat digunakan untuk melakukan uji akar unit, yaitu:
a. Model dengan intercept ( ) saja, yaitu:
(3.10) b. Model tanpa intercept dan tren (slope), yaitu:
(3.11)
Jika maka . Artinya, data memiliki akar unit di mana data time
series tidak stasioner. Uji signifikansi koefisien regresi dibandingkan dengan
nilai kritis tabel Mc Kinnon. Jika probabilitas nilai akar unit kurang dari level
signifikansi (α) sebesar 5%, maka ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa
data time series telah stasioner.
3.3.2 Lag Optimum
Analisis time series sangat sensitif terhadap panjang lag yang digunakan
dalam model. Pemilihan lag yang optimal dilakukan untuk memastikan bahwa
residual model ECM terdistribusi normal (Haris, 1995 dalam Ariefianto, 2006).
Penentuan lag optimum dapat diidentifikasi melalui informasi kriteria, diantaranya
adalah Akaike Info Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SIC), dan
Hannan-Quinn Criterion (HQ). Nilai informasi kriteria masing-masing dapat
dirumuskan sebagai berikut:
27
Universitas Indonesia
(3.12)
(3.13)
(3.14)
Keterangan:
= jumlah observasi
= jumlah parameter yang diestimasi
= nilai dari fungsi log likelihood untuk penggunaan parameter
Besarnya lag yang optimal ditentukan oleh lag yang memiliki nilai
informasi kriteria yang terkecil.
3.4 Pendekatan Estimasi
Setelah dua asumsi yang telah dijelaskan sebelumnya sudah terpenuhi,
langkah selanjutnya adalah melakukan estimasi hubungan kointegrasi. Penelitian
ini mengambil prosedur dua langkah untuk memeriksa adanya hubungan
kointegrasi antara nilai tukar riil di negara-negara ASEAN dalam kerangka
pendekatan G-PPP, yaitu: verifikasi kointegrasi bilateral dan kointegrasi
multilateral. Ketika memeriksa area mata uang yang optimal, penelitian ini bukan
hanya menilai hubungan kointegrasi secara kelompok, yaitu ASEAN saja, tetapi
juga mengamati hubungan bilateral di negara-negara ASEAN secara keseluruhan.
Itulah sebabnya pertama-tama dilakukan uji kointegrasi bilateral semua kombinasi
nilai tukar riil di antara semua negara sampel. Berdasarkan pengamatan pada
langkah pertama, kemudian dilakukan uji kointegrasi multilateral untuk kelompok
ASEAN yang mencakup setidaknya satu pasangan negara teridentifikasi memiliki
kointegrasi bilateral dalam pengamatan.
3.4.1 Uji Kausalitas Granger
Uji kausalitas ditemukan pertama kali oleh Granger pada tahun 1969. Dalam
uji kausalitas ini, penentuan lag optimum harus tepat. Menurut Granger, hubungan
kausalitas adalah hubungan jangka pendek antara kelompok tertentu dengan
menggunakan pendekatan ekonometrik yang mencakup hubungan timbal balik.
Uji ini pada intinya dapat mengindikasikan apakah suatu variabel mempunyai
hubungan dua arah atau hanya satu arah saja (Nachrowi & Usman, 2006). Uji
28
Universitas Indonesia
kausalitas Granger bertujuan untuk melihat pengaruh kondisi masa lalu terhadap
kondisi sekarang. Dengan uji ini, akan diketahui variabel mana di dalam sampel
yang lebih endogen dan eksogen.
Bentuk umum model kausalitas Granger adalah sebagai berikut:
atau
(3.15)
atau
(3.16)
Bentuk matriks persamaan di atas adalah:
(3.17)
Dalam persamaan (3.17), dan adalah variabel pengganggu dan
diasumsikan tidak berkorelasi. Statistik uji yang digunakan pada uji kausalitas
Granger adalah statistik uji F, dengan rumus:
(3.18)
Keterangan:
29
Universitas Indonesia
= jumlah observasi
= jumlah parameter model terbatas
= jumlah parameter model penuh
= residual model terbatas
= residual model penuh
Restricted residual sum of square ( ) adalah jumlah kuadrat residual
dari model terbatas. Misalnya variabel adalah variabel tidak bebas, maka model
yang terbatas diperoleh dengan meregresikan variabel dengan semua nilai lag
tanpa memasukkan lag sebagai variabel bebasnya. Bentuk model terbatas
adalah sebagai berikut:
(3.19)
Unrestricted residual sum of square ( ) adalah jumlah kuadrat residual
dari model penuh. Misalnya variabel adalah variabel tidak bebas, maka model
penuh diperoleh dengan meregresikan variabel dengan semua nilai lag dan
nilai lag sebagai variabel bebasnya. Bentuk model penuh adalah sebagai
berikut:
(3.20)
Hipotesis pada uji kausalitas Granger adalah:
( tidak menyebabkan )
( menyebabkan )
( tidak menyebabkan )
30
Universitas Indonesia
( menyebabkan )
Dari uji kausalitas, dapat diketahui variabel mana yang memiliki hubungan
kausalitas dan variabel mana yang terjadi sebelum variabel lainnya. Beberapa
kemungkinan yang dapat dihasilkan dari uji kausalitas Granger, yaitu (Gujarati,
2003):
mempengaruhi atau unidirectional causality from to ( ), dapat
diidentifikasikan jika yang pertama ditolak dan yang kedua tidak
ditolak.
mempengaruhi atau unidirectional causality from to ( ), dapat
diidentifikasikan jika yang pertama tidak ditolak dan yang kedua
ditolak.
dan saling mempengaruhi atau bilateral causality ( ↔ ), jika yang
pertama dan kedua ditolak.
dan tidak saling mempengaruhi atau independent ( // ), jika yang
pertama dan kedua tidak ditolak.
3.4.2 Uji Kointegrasi Engle-Granger
Istilah kointegrasi pertama kali dikenalkan oleh Granger di tahun 1981. Ide
dasar konsep ini adalah jika hubungan antar variabel seperti yang dipreposisikan
oleh teori itu berlaku, maka terdapat hubungan yang bersifat ekuilibrium antar
variabel tersebut. Hubungan ekuilibrium ini mensyaratkan kombinasi linear yang
stasioner, yang dapat dilihat melalui residual persamaan (Engle & Granger, 1987).
Engle dan Granger (1987) menerapkan metode estimasi dua tahapan untuk
menguji adanya hubungan kointegrasi bivariat. Model yang digunakan adalah
sebagai berikut:
(3.21)
Hipotesis yang diajukan yaitu:
(tidak ada kointegrasi)
(ada kointegrasi)
31
Universitas Indonesia
Uji kointegrasi Engle-Granger memerlukan dua tahap estimasi. Tahap
pertama yaitu uji stasioner dari kedua variabel yang digunakan. Kedua variabel
harus terintegrasi pada order yang sama atau memiliki satu akar unit karena uji
kointegrasi adalah tes untuk keseimbangan antara time series yang non-stasioner.
Tahap kedua adalah menguji apakah kedua variabel terkointegrasi menggunakan
persamaan (3.21). Hal ini dapat dilakukan dengan cara terlebih dahulu meregresi
satu variabel dengan variabel lain menggunakan OLS. Model regresi tersebut
adalah sebagai berikut:
;
(3.22)
Nilai residual dari proses estimasi tersebut kemudian diuji menggunakan
statistik uji ADF. Jika residual terms stasioner, maka dapat dikatakan bahwa
kedua variabel memiliki keseimbangan jangka panjang atau kointegrasi jangka
panjang.
3.4.3 Uji Kointegrasi Johansen
Teknik kointegrasi oleh Engle-Granger mengasumsikan terlebih dahulu arah
kausalitas dari persamaan kointegrasi. Tanpa asumsi tersebut, Johansen pada
tahun 1988 melakukan teknik kointegrasi menggunakan dua tes yang berbeda
untuk menentukan jumlah vektor kointegrasi, yaitu trace test dan maximum
eigenvalue test. Secara sederhana, uji kointegrasi Johansen merupakan
pengembangan multivariat dari pengujian akar unit Dickey-Fuller (Enders, 1995).
Prosedur ini cocok untuk tahap kedua tes multilateral, karena memberikan hasil
yang lebih kuat daripada metode kointegrasi lainnya, terutama ketika lebih dari
dua variabel yang terlibat. Urutan lag optimal diperlukan pada uji kointegrasi
dipilih menggunakan Kriteria Informasi Akaike.
Dasar dari metode Johansen adalah metodologi Vector Autoregressive
(VAR). Persamaan VAR variabel dengan lag 1 adalah sebagai berikut:
(3.23)
32
Universitas Indonesia
dimana merupakan vektor ( ) variabel dependen pada lag 0 dan lag 1
sementara dan masing-masing adalah matriks parameter ( ) dan
gangguan dengan vektor ( ). Dengan mengurangkan sisi kiri dan kanan
persamaan di atas dengan , maka persamaan tersebut menjadi:
(3.24)
dengan dan masing-masing adalah matriks identitas berukuran ( ) dan
jumlah vektor kointegrasi.
Keberadaan kointegrasi di antara variabel tergantung pada rank matriks .
Terdapat tiga kondisi yang dapat diperoleh:
1. Jika rank matriks sama dengan nol, maka tidak terdapat kointegrasi.
2. Jika matriks adalah full rank atau sama dengan , maka semua variabel
terkointegrasi.
3. Jika rank matriks ( ) bernilai , maka terdapat sejumlah vektor
terkointegrasi.
Pada prakteknya, prosedur ini hanya mengestimasi dan characteristic
root. Pengujian terhadap derajat signifikansinya menggunakan statistik trace test
dan maximum eigenvalue sebagai berikut:
(3.25)
(3.26)
Hipotesis yang diajukan antara lain:
(tidak terdapat kointegrasi)
Hipotesis alternatif ( ):
(1 vektor terkointegrasi)
(2 vektor terkointegrasi)
33
Universitas Indonesia
(3 vektor terkointegrasi)
dst.
3.4.4 Error Correction Model (ECM)
Apabila dua variabel tidak stasioner dan saling berkointegrasi, artinya ada
hubungan jangka panjang atau keseimbangan antara kedua variabel tersebut.
Dalam jangka pendek, ada kemungkinan terjadi ketidakseimbangan
(disekuilibrium) di antara variabel. Karena adanya ketidakseimbangan ini maka
diperlukan adanya koreksi kesalahan. Teknik untuk mengoreksi
ketidakseimbangan jangka pendek menuju pada keseimbangan jangka panjang
disebut dengan Error Correction Model (ECM). ECM diperkenalkan oleh Sargan,
dikembangkan oleh Hendry, dan dipopulerkan oleh Engle dan Granger.
Lebih lanjut, Engle dan Granger (1987) menyatakan bahwa kointegrasi
adalah langkah awal untuk menilai apakah hubungan kuantitatif antara dua atau
lebih variabel dapat diestimasi dengan menggunakan Error Correction Model
(ECM). Dalam ECM, hubungan dinamis jangka pendek antar variabel dalam
sistem dipengaruhi oleh deviasi dari keseimbangan jangka panjang. Istilah
kointegrasi disebut juga sebagai “eror ekuilibrium” yang dapat digunakan untuk
mengikat tingkah laku jangka pendek variabel dependen terhadap nilai jangka
panjangnya.
Pada kointegrasi bivariat, jika variabel dan terkointegrasi pada model
, maka persamaan ECM yaitu:
(3.27)
dimana merupakan residual pada dari persamaan kointegrasi
. Persamaan (3.27) menunjukkan bahwa bergantung
pada dan eror ekuilibrium . Jika koefisien eror ekuilibrium ,
maka error term melakukan koreksi pada partial adjustment
menuju ekuilibrium jangka panjang.
Pada kointegrasi multivariat, ECM secara matematis ditunjukkan oleh
persamaan berikut:
34
Universitas Indonesia
(3.28)
Keterangan:
= koefisien hubungan jangka pendek
= koefisien hubungan jangka panjang
= kecepatan menuju keseimbangan (speed of adjustment)
35 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS
Semua time series disesuaikan dan dinyatakan dalam logaritma sebelum
dilakukan uji secara ekonometrik. Untuk lebih mempersingkat, sampel nilai tukar
riil dalam logaritma dengan mata uang base country Dollar AS dinyatakan dalam
variabel sebagai berikut:
Brunei Darussalam BNDIndonesia IDRKamboja KHR
Laos LAKMyanmar MMKMalaysia MYRFilipina PHP
Singapura SGDThailand THBVietnam VND
Tabel 4.1 Variabel data
Negara log
Untuk mendapatkan gambaran umum mengenai perkembangan nilai tukar
riil negara-negara ASEAN pasca krisis Asia 1997-1999, disajikan grafik nilai
tukar riil yang dihitung menggunakan CPI dengan base country AS serta tingkat
korelasi antar nilai tukar sebagai berikut:
36
Universitas Indonesia
Gra
fik n
ilai t
ukar
riil
kaw
asan
ASE
AN
.16
.18
.20
.22
.24
.26
0001
0203
0405
0607
0809
10
BN
D
3.8
3.9
4.0
4.1
4.2
0001
0203
0405
0607
0809
10
IDR
3.4
4
3.4
8
3.5
2
3.5
6
3.6
0
3.6
4
0001
0203
0405
0607
0809
10
KH
R
3.7
3.8
3.9
4.0
4.1
4.2
0001
0203
0405
0607
0809
10
LAK
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
0001
0203
0405
0607
0809
10
MM
K
.50
.52
.54
.56
.58
.60
0001
0203
0405
0607
0809
10
MY
R
1.5
5
1.6
0
1.6
5
1.7
0
1.7
5
1.8
0
0001
0203
0405
0607
0809
10
PH
P
.12
.14
.16
.18
.20
.22
.24
0001
0203
0405
0607
0809
10
SG
D
1.4
5
1.5
0
1.5
5
1.6
0
1.6
5
1.7
0
0001
0203
0405
0607
0809
10
TH
B
4.0
8
4.1
2
4.1
6
4.2
0
4.2
4
4.2
8
0001
0203
0405
0607
0809
10
VN
D
37
Universitas Indonesia
BND
IDR
KH
RLA
KM
MK
MY
RPH
PSG
DTH
BV
ND
BN
DID
R0.
2344
4K
HR
0.74
609
0.50
821
LAK
0.24
082
0.59
916
0.59
551
MM
K0.
2648
70.
9213
10.
6362
20.
7084
4M
YR
0.73
20.
6017
30.
8786
40.
4398
10.
6395
6PH
P0.
7298
70.
6510
10.
8754
40.
3932
40.
7202
20.
9223
SGD
0.85
807
0.60
466
0.93
319
0.56
541
0.67
013
0.89
864
0.90
902
THB
0.61
106
0.81
560.
7417
90.
4880
50.
8366
10.
8514
70.
9193
40.
8454
9V
ND
0.71
392
0.59
893
0.92
520.
5065
20.
7254
40.
8280
90.
9257
30.
9253
50.
8326
7
Tabe
l 4.2
Kor
elas
i nila
i tuk
ar ri
il ne
gara
-neg
ara
ASE
AN
38
Universitas Indonesia
Grafik nilai tukar riil kawasan ASEAN menunjukkan bahwa secara garis
besar nilai tukar riil memiliki tren atau non stasioner. Selain itu, grafik tersebut
secara tidak langsung juga menunjukkan tingkat korelasi antara nilai tukar.
Seperti juga tampak pada Tabel 4.2, nilai tukar negara-negara kawasan ASEAN
berkorelasi positif dengan nilai korelasi rata-rata di atas 50%. Artinya, nilai tukar
bergerak pada arah dan derajat yang sama (co-movement). Nilai tukar negara-
negara ASEAN tampaknya sama-sama menurun drastis di tahun 2008 saat krisis
keuangan global dan berada pada puncaknya pada tahun 2001.
4.1 Pengujian Pra-estimasi
4.1.1 Uji Derajat Integrasi
Pada langkah awal analisis empiris, uji derajat integrasi dilakukan dengan
memeriksa stasioneritas nilai tukar riil setiap negara untuk memastikan ada atau
tidaknya nilai tukar riil negara tertentu dalam sampel yang bersifat stasioner
(mean dan varians tetap). Untuk tujuan tersebut, penelitian ini melakukan dua tes
akar unit, yaitu uji Dickey-Fuller dan Phillips-Perron. Kedua metode memiliki
asumsi yang berbeda. Dickey-Fuller mensyaratkan bahwa error term harus
berkorelasi dan homogen. Sedangkan uji Phillips-Perron berlaku jika error term
berkorelasi dan heterogen.
log
BND -2.1579 -2.15496 -7.44326*** -7.87329***IDR -0.80424 -0.80573 -9.78523*** -9.52164***KHR -0.83145 -0.52877 -7.31342*** -7.09977***LAK -3.23342** -3.44973** -12.0938*** -12.0732***MMK -1.29646 -1.17971 -7.54576*** -7.53085***
MYR -0.16004 -0.20525 -4.28435*** -8.43249***PHP -0.68406 -0.76435 -8.16133*** -8.1479***SGD -0.73429 -0.41268 -9.87127*** -9.83352***THB -0.68439 -0.55297 -5.0459*** -8.49869***
VND -0.34832 -0.23843 -4.41717*** -8.7836***
Level signifikansi: *: 10%; **: 5%; ***: 1%
Tabel 4.3 Hasil uji stasioneritas nilai tukar riil individu
I(0) I(1)
DF PP ADF PP
39
Universitas Indonesia
Tabel 4.3 menyajikan hasil uji akar unit yang dilakukan pada nilai tukar riil
dari sepuluh negara ASEAN yang termasuk dalam sampel. Hasil yang didapat
menjelaskan hampir seluruh nilai tukar riil individu tidak stasioner pada data level
(untuk level signifikansi 5%). Selain Laos, hasil secara keseluruhan menunjukkan
bahwa semua negara sama-sama stasioner pada order satu atau terintegrasi pada
I(1). Hanya nilai tukar Laos yang stasioner pada order nol sehingga PPP absolut
tidak berlaku. Karena nilai tukar riil Laos tidak terintegrasi di order yang sama
dengan nilai tukar lainnya, maka nilai tukar Laos tidak memenuhi prasyarat untuk
analisis kointegrasi lebih lanjut dan harus dikeluarkan dari sampel.
Nilai tukar yang stasioner memperlihatkan bahwa fluktuasi nilai tukar
tersebut relatif lebih stabil. Kip Laos berfluktuasi sekitar KN 10.000 terhadap
Dollar dari November 2005 sampai Januari 2008 dan bergerak sesuai dengan
tingkat harga pasar dengan varians tidak lebih dari 0,2%. Kemungkinan
penyebabnya yaitu Laos tidak terlalu terintegrasi dengan ekonomi AS dalam hal
hubungan perdagangan maupun hubungan ekonomi lain. Nilai perdagangan dalam
bentuk Dollar AS di negara ini hanya 1%-2% dari total perdagangan. Di sisi lain,
nilai perdagangan dengan Thailand adalah sekitar 50%-60% dari total nilai
perdagangan Laos (Capannelli & Menon, 2010). Nilai tukar Laos masih lebih
banyak ditentukan oleh pemerintah, bukan ditentukan oleh pergerakan nilai tukar
lain.
4.1.2 Lag Optimum
Sebelum melakukan estimasi lebih lanjut, penentuan lag optimal sangat
penting demi mendapatkan hasil yang baik. Pengujian panjang lag optimal ini
sangat berguna agar residual model bersifat white noise. Residual yang white
noise adalah residual yang mempunyai distribusi normal dan tidak memiliki
autokorelasi. Dengan begitu, diharapkan tidak lagi muncul masalah autokorelasi
di dalam model.
Hasil pengujian penentuan lag optimal untuk sembilan negara sampel
ditunjukkan pada Tabel 4.4 menggunakan tiga kriteria informasi yang berbeda.
Untuk penelitian ini, kriteria penentuan lag optimal ditentukan berdasarkan nilai
Akaike Info Criterion (AIC) terkecil. Nilai AIC terkecil yaitu -65.51342 terdapat
40
Universitas Indonesia
pada lag dua. Oleh karena itu, untuk analisis selanjutnya akan digunakan lag dua
sebagai lag optimalnya.
Lag AIC SIC HQ0 -47.53189 -47.30967 -47.441771 -65.50662 -63.28440* -64.60543*2 -65.51342* -61.29122 -63.801163 -65.28433 -59.06213 -62.7614 -64.99598 -56.77379 -61.661595 -64.83136 -54.60918 -60.685896 -65.0011 -52.77892 -60.04456
*Lag optimum berdasarkan kriteria informasi
Tabel 4.4 Hasil uji lag optimum
4.2 Pengujian Estimasi
4.2.1 Uji Kausalitas Granger
Berdasarkan penentuan lag optimum menggunakan AIC, lag optimum untuk
kesembilan variabel nilai tukar riil negara-negara ASEAN berada pada lag dua
sehingga hasil tersebut digunakan untuk pengujian kausalitas Granger. Pada lag
dua, error term sudah tidak memiliki autokorelasi sehingga variabel kondisi nilai
tukar di masa lalu mampu menerangkan perilaku nilai tukar riil sekarang secara
sistematis.
Hasil uji kausalitas Granger berpasangan dengan nilai probabilitas dan
statistik uji-F masing-masing ditunjukkan pada Tabel 4.5. Uji kausalitas Granger
menyimpulkan bahwa negara yang memiliki kausalitas nilai tukar riil bilateral
adalah nilai tukar antara Thailand dan Brunei Darussalam, Singapura dan Brunei
Darussalam, Myanmar dan Indonesia, Malaysia dan Kamboja, Singapura dan
Kamboja, serta Vietnam dan Singapura. Sebaliknya, Rupiah Indonesia tidak
memiliki hubungan kausalitas dengan Riel Kamboja (KHR), Ringgit Malaysia
(MYR), dan Dollar Singapura (SGD). Hal ini menunjukkan bahwa penentuan
nilai tukar di Indonesia tidak terpengaruh oleh pergerakan nilai tukar KHR, MYR,
dan SGD. Dengan kata lain, baik nilai tukar Singapura, Malaysia, dan Kamboja
tidak bisa menjadi prediktor bagi nilai tukar Indonesia.
41
Universitas Indonesia
y t x
t BN
D2.
3639
9 *0.
8761
61.
5584
70.
0037
32.
4129
*4.
2128
5 **
5.31
351 *
**1.
2337
7ID
R2.
5037
1 *1.
9971
85.
3183
5 ***
1.45
552.
4299
4 *2.
6626
55.
1701
6 ***
7.46
228 *
**K
HR
7.69
571 *
**0.
6300
21.
4497
13.
0745
6 **
0.03
553
10.5
578 *
**0.
5558
30.
3212
8M
MK
2.72
431 *
4.60
863 *
*2.
7188
9 *1.
1992
74.
1173
1 **
3.91
503 *
*2.
8260
4 *8.
6199
***
MY
R3.
0272
1 *0.
5192
16.
9782
1 ***
0.82
038
0.02
507
2.93
379 *
0.56
821
6.24
408 *
**PH
P6.
0553
3 ***
0.07
163
8.31
204 *
**1.
1323
4.68
085 *
*5.
7290
8 ***
0.34
793
5.87
173 *
**SG
D6.
3355
5 ***
0.43
873.
1142
1 **
0.11
821
0.54
535
0.35
607
2.51
406 *
3.59
465 *
*TH
B4.
4491
1 **
0.23
267
8.13
136 *
**1.
0224
85.
0092
8 ***
4.34
37**
6.05
034 *
**11
.282
9 ***
VN
D4.
7240
7 **
0.04
907
6.80
975 *
**0.
3434
81.
2578
80.
8001
23.
1564
8 **
0.52
174
Tabe
l 4.5
Has
il uj
i kau
salit
as G
rang
er
MY
RPH
PSG
DTH
BV
ND
Leve
l sig
nifik
ansi
: *: 1
0%; *
*: 5
%; *
**: 1
%
BN
DID
RK
HR
MM
K
42
Universitas Indonesia
Nilai tukar riil Dollar Brunei Darussalam (BND) merupakan nilai tukar riil
yang paling endogen karena secara signifikan dipengaruhi oleh nilai tukar riil
kedelapan negara ASEAN lainnya. Sedangkan nilai tukar riil yang paling eksogen
adalah Peso Filipina (PHP) yang secara signifikan mempengaruhi hampir semua
nilai tukar riil negara-negara anggota ASEAN, kecuali nilai tukar riil Baht
Thailand (THB), Rupiah Indonesia (IDR), dan Kyat Myanmar (MMK). Dalam hal
sistem nilai tukar, Brunei Darussalam menganut sistem currency board yang
mematok nilai tukarnya terhadap Dollar Singapura sehingga nilai tukarnya
bersifat lebih endogen. Sebaliknya, Indonesia dan Filipina menganut sistem
mengambang bebas tanpa ada intervensi pada pasar devisa.
Sebagai tambahan, berbeda dengan Laos, Filipina memiliki hubungan
khusus dengan AS sebagai bekas negara jajahan. Latar belakang tersebut mungkin
menjadikan nilai tukar Peso Filipina menjadi lebih eksogen. Eratnya hubungan
nilai tukar Peso Filipina dengan Dollar AS, sebagai mata uang terpenting di dunia,
mencerminkan kenyataan bahwa AS memiliki pangsa terbesar dalam transaksi
internasional Filipina. Sekitar sepertiga dari perdagangan luar negeri Filipina
disumbangkan oleh AS dalam dekade terakhir (Bautista, 2003).
Secara umum, urutan negara dengan nilai tukar riil dari yang paling
endogen sampai yang paling eksogen, yaitu Brunei Darussalam (BND), Singapura
(SGD), Myanmar (MMK), Kamboja (KHR), Thailand (THB),Vietnam (VND),
Malaysia (MYR), Indonesia (IDR), dan yang terakhir Filipina (PHP).
4.2.2 Uji Kointegrasi Engle-Granger
Uji kointegrasi Engle-Granger dilakukan untuk memverifikasi keberadaan
hubungan kointegrasi bilateral pada semua kombinasi nilai tukar riil di antara
semua negara sampel selama periode pasca-krisis. Untuk menguji adanya
hubungan kointegrasi bilateral, metode ini memerlukan dua tahap estimasi.
Tahap pertama uji kointegrasi ini adalah membuktikan bahwa nilai tukar riil
terintegrasi pada order yang sama yaitu pada proses I(1), atau memiliki satu akar
unit, Uji stasioneritas menegaskan bahwa nilai tukar riil delapan negara ASEAN,
yaitu Indonesia, Filipina, Kamboja, Myanmar, Singapura, Thailand, Vietnam,
Malaysia, dan Brunei Darussalam, non-stasioner pada data level tetapi stasioner
setelah first difference (lihat Tabel 4.3).
43
Universitas Indonesia
BN
DSG
DM
MK
KH
RTH
BV
ND
MY
RID
RPH
PB
ND
SGD
-3.1
7996
**M
MK
-2.6
5068
*-1
.940
33K
HR
-4.0
9126
***
-2.5
9028
*-1
.122
36TH
B-2
.860
27*
-1.6
2547
-3.0
2223
**-2
.273
32V
ND
-3.4
8416
***
-3.3
6683
**-2
.692
73*
-2.2
5947
-2.6
7725
*M
YR
-3.6
3108
***
-2.9
1904
**-2
.274
88-2
.976
99**
-1.9
5554
-3.0
0205
**ID
R-2
.311
84-1
.587
49-4
.577
50**
*-1
.598
41-1
.930
63-1
.495
04-1
.095
03PH
P-3
.452
24**
-2.9
6087
**-2
.879
20*
-2.6
0048
*-2
.618
32*
-2.8
9817
**-3
.304
43**
-2.1
4784
Leve
l sig
nifik
ansi
: *: 1
0%; *
*: 5
%; *
**: 1
%
Tabe
l 4.6
Has
il uj
i koi
nteg
rasi
bila
tera
l Eng
le-G
rang
er
44
Universitas Indonesia
Tahap kedua adalah menguji apakah nilai tukar riil terkointegrasi dengan
cara terlebih dahulu meregresi satu nilai tukar dengan nilai tukar lain
menggunakan OLS. Pada prosedur ini, variabel dependen dan independen
ditentukan berdasarkan asumsi endogenitas yang dihasilkan oleh uji kausalitas
Granger. Selanjutnya penelitian ini memeriksa apakah residual proses estimasi
stasioner menggunakan statistik uji ADF. Jika residual terms stasioner, maka
terdapat hubungan kointegrasi bilateral antara nilai tukar riil. Hasil regresi nilai
tukar riil bilateral negara-negara ASEAN dan grafik residual dari kointegrasi
bilateral dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 4.6 melaporkan hasil uji ADF pada residual estimasi hasil regresi nilai
tukar riil bilateral. Uji ADF menggunakan model dengan intercept dan tanpa tren
menemukan stasioneritas pada residual estimasi di beberapa pasangan nilai tukar
riil. Dengan kata lain, terdapat hubungan kointegrasi bilateral pada pasangan-
pasangan nilai tukar riil tersebut.
Dollar Brunei Darussalam memiliki hubungan kointegrasi hampir dengan
semua nilai tukar. Kointegrasi terkuat yaitu dengan Riel Kamboja, Dong Vietnam,
dan Kyat Myanmar. Sebaliknya, Rupiah Indonesia hanya berkointegrasi dengan
Kyat Myanmar. Hasil ini konsisten dengan uji kausalitas Granger. Artinya, selain
tidak memiliki hubungan timbal-balik bilateral, nilai tukar Indonesia juga tidak
memiliki hubungan bilateral jangka panjang dengan negara lain di dalam satu
kawasan.
4.2.3 Uji Kointegrasi Johansen
Dalam studi G-PPP, ada atau tidak adanya vektor kointegrasi yang
signifikan untuk sepasang negara dalam sistem tidak menunjukkan apa-apa
tentang hubungan kointegrasi kelompok negara-negara untuk membentuk serikat
mata uang. G-PPP berlaku apabila semua nilai tukar riil bilateral non-stasioner
secara individu dan harus ada setidaknya satu kombinasi linear yang stasioner dari
semua nilai tukar riil non-stasioner. Dalam konteks ini, untuk menilai apakah
negara-negara ASEAN merupakan suatu area mata uang yang optimal
menggunakan konsep G-PPP, penelitian ini melakukan uji kointegrasi multilateral
Johansen untuk sembilan nilai tukar riil dengan syarat lebih dari satu kointegrasi
bilateral diverifikasi pada uji kointegrasi sebelumnya. Penelitian ini menggunakan
45
Universitas Indonesia
asumsi data level nilai tukar riil tidak memiliki tren deterministik dan persamaan
kointegrasi memiliki intersep tanpa tren yang tak terbatas (unrestricted intercepts
without trends), mengikuti spesifikasi model yang disajikan oleh Enders dan Hurn
(Taguchi, 2010). 1
Tabel 4.7 Hasil uji kointegrasi multilateral Johansen
*Level signifikansi 5%
At most 7 12.97398 10.18751At most 8 2.786471 2.786471
At most 5 44.3359 18.03372At most 6 26.30218 13.3282
At most 3 95.48563 30.78278At most 4 64.70285 20.36696
At most 1 189.0621* 51.0765At most 2 137.9856* 42.49992
None 252.7298* 63.66771*
Hypothesized Trace Max-EigenNo. of CE(s) Statistic Statistic
Tabel 4.7 memperlihatkan jumlah vektor kointegrasi berdasarkan hasil trace
test dan maximum eigenvalue test pada kawasan ASEAN. Pada tingkat kawasan,
hasil uji kointegrasi Johansen multivariat mengkonfirmasi adanya hubungan
kointegrasi antara nilai tukar riil dari negara-negara ASEAN. Hasil dari
kointegrasi Johansen menolak hipotesis nol bahwa vektor kointegrasi adalah nol
pada tingkat 5% yang signifikan di seluruh kawasan ASEAN. Trace test dan
maximum eigenvalue test masing-masing mengindikasikan adanya tiga dan satu
vektor kointegrasi. Ini adalah bukti yang mendukung atas kebenaran G-PPP dan
kemungkinan OCA di wilayah ini.
Implikasi dari temuan ini adalah bahwa adanya kointegrasi antara nilai tukar
riil dari negara-negara ASEAN menunjukkan bahwa nilai tukar riil cukup saling
berhubungan dan memiliki tren stokastik bersama dalam jangka panjang.
1 Untuk detail lebih lanjut, pembaca dapat merujuk pada: Enders, W., & Hurn, S. (1994). Theory and tests of generalized purchasing-power parity: Common trends and real exchange rates in the Pacific Rim. Review of International Economics, 2, 179−190.
46
Universitas Indonesia
Penemuan lebih dari satu vektor kointegrasi multilateral memungkinkan estimasi
selanjutnya menggunakan ECM.
Uji kointegrasi multilateral (Lampiran 5) menghasilkan persamaan berikut:
74.72708 BND – 2.463033 SGD + 12.48433 MMK – 105.1691 KHR – 58.38637 THB + 77.63582 VND + 232.6196 MYR – 12.52765 IDR – 60.22469 PHP + 141.6488 = 0
(4.1)
Persamaan (4.1) membuktikan bahwa teori PPP tidak berlaku. Koefisien
yang bernilai besar menunjukkan pola parameter permintaan agregat yang
berbeda antara sepasang negara (Enders & Hurn, 1994 dalam Mishra & Sharma,
2010). Sedangkan koefisien yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan negara
lainnya mungkin berarti bahwa negara tersebut memiliki parameter permintaan
lebih mirip terhadap negara lainnya.
4.2.4 Error Correction Model (ECM)
Normalized coefficients
Speed of adjustment parameters
IDR 1.000000 0.035281*BND -5.964971* 0.024562*SGD 0.196608 0.034938*MMK -0.996542* 0.01708KHR 8.394961* 0.004788THB 4.6606* 0.01999*VND -6.197156* 0.003373MYR -18.56849* 0.023217*PHP 4.80734* 0.011466
*Level signifikansi 5%
Tabel 4.8 Hasil estimasi ECM
Pada langkah terakhir, penelitian ini mengestimasi persamaan normalisasi
dari vektor kointegrasi dan parameter speed of adjustment untuk sistem nilai tukar
riil. Hasilnya dilaporkan dalam Tabel 4.8. Untuk mendapatkan persamaan
normalisasi dalam model, digunakan nilai tukar riil Rupiah Indonesia. Tidak ada
alasan khusus dalam pemilihan Rupiah Indonesia untuk menciptakan persamaan
normalisasi nilai tukar riil dan nilai tukar riil bilateral manapun bisa diterapkan
untuk tujuan tersebut. Koefisien normalisasi memberikan informasi tentang
47
Universitas Indonesia
keterkaitan antara nilai tukar riil yang dianalisis dalam studi ini. Koefisien
normalisasi juga dapat diartikan sebagai elastisitas jangka panjang antara nilai
tukar riil (Mishra & Sharma, 2010).
Adapun persamaan kointegrasi (4.1) setelah dinormalisasi terhadap IDR
menghasilkan parameter jangka panjang sebagai berikut:
5.964971 BND – 0.196608 SGD + 0.996542 MMK – 8.394961 KHR – 4.660600 THB + 6.197156 VND + 18.56849 MYR –IDR – 4.807340 PHP + 11.30689 = 0
(4.2)
sehingga persamaan kointegrasi untuk nilai tukar riil Indonesia yang terbentuk
adalah:
IDR = 5.964971 BND – 0.196608 SGD + 0.996542 MMK – 8.394961 KHR (2.06008) (– 0.05245) (4.88883) (-6.14730)
– 4.660600 THB + 6.197156 VND + 18.56849 MYR – 4.807340 PHP + 11.30689 (-4.08793) (5.18433) (7.14671) (-4.18314) (2.20425)
(4.3)
Berdasarkan hasil estimasi ECM, terdapat beberapa asimetri dalam proses
penyesuaian nilai tukar dalam merespon setiap ketidakseimbangan dalam sistem.
Integrasi nilai tukar riil Indonesia dengan nilai tukar riil Singapura, Kamboja,
Thailand, dan Filipina adalah negatif sedangkan hubungannya dengan Brunei
Darussalam, Myanmar, Vietnam, dan Malaysia adalah positif. Apresiasi riil 1%
dalam mata uang Ringgit Malaysia mengarah pada kenaikan lebih dari 18% nilai
riil Rupiah Indonesia. Sedangkan depresiasi riil 1% dalam mata uang Riel
Kamboja menyebabkan kenaikan lebih dari 8% nilai riil Rupiah Indonesia.
Seluruh variabel signifikan kecuali Dollar Singapura.
Persamaan kointegrasi jangka panjang untuk nilai tukar riil negara-negara
ASEAN lainnya antara lain:
BND = 0.032960 SGD – 0.167066 MMK + 1.407377 KHR + 0.781328 THB (0.09910) (-4.85338) (5.81843) (4.14366)
– 1.038925 VND – 3.112923 MYR + 0.1667645 IDR+ 0.805929 PHP – 1.895548 (-5.69458) (-7.61390) (1.95621) (4.45998) (-1.96200)
(4.4)
48
Universitas Indonesia
SGD = 30.33946 BND + 5.068682 MMK – 42.69902 KHR – 23.70507 THB (4.00199) (4.37933) (-6.50245) (-4.03721)
+ 31.52042 VND + 94.44439 MYR – 5.086271 IDR – 24.45144 PHP + 57.50993 (5.84074) (7.52510) (-2.01120) (-4.66362) (2.74224)
(4.5) MMK = – 5.985670 BND + 0.197290 SGD + 8.424091 KHR + 4.676772 THB
(-2.23771) (0.05000) (6.04503) (4.50152)
– 6.218661 VND – 18.63293 MYR+ 1.003470 IDR + 4.824022 PHP – 11.34613 (-5.13848) (-8.04499) (2.14040) (4.19353) (-1.77998)
(4.6) KHR = 0.710542 BND – 0.023420 SGD + 0.118707 MMK – 0.555166 THB
(2.00222) (-0.05541) (4.51176) (-4.70614)
+ 0.738200 VND + 2.211862 MYR – 0.119119 IDR – 0.572646 PHP + 1.346867 (5.29931) (7.94599) (-2.00873) (-4.21062) (2.24829)
(4.7) THB = 1.279872 BND – 0.042185 SGD + 0.213823 MMK – 1.801262 KHR
(2.00886) (-0.04847) (4.73332) (-6.63016)
+ 1.329691 VND + 3.984142 MYR – 0.214565 IDR – 1.031485 PHP + 2.426060 (5.15336) (7.58665) (-1.88192) (-4.51959) (1.75608)
(4.8) VND = – 0.962534 BND + 0.031725 SGD – 0.160806 MMK + 1.354647 KHR
(-2.18157) (0.05541) (-4.26957) (5.89959)
+ 0.752055 THB – 2.996293 MYR + 0.161364 IDR + 0.775733 PHP – 1.824529 (4.07224) (-9.34859) (1.88596) (5.53370) (-1.93393)
(4.9) MYR = – 0.321242 BND + 0.010588 SGD – 0.053668 MMK + 0.452108 KHR
(-2.09312) (0.05123) (-4.79681) (6.34788)
+ 0.250995 THB – 0.333746 VND + 0.053855 IDR + 0.258898 PHP – 0.608929 (4.30201) (-6.70849) (1.86563) (5.06642) (-1.68133)
(4.10) PHP = 1.240805 BND – 0.040897 SGD + 0.207296 MMK – 1.746280 KHR
(2.08541) (-0.05400) (4.25285) (-5.72135)
– 0.969476 THB + 1.289103 VND + 3.862529 MYR – 0.208015 IDR + 2.352006 (-4.35906) (6.75408) (8.61734) (-1.85735) (1.94151)
(4.11)
Koefisien kecepatan penyesuaian (speed of adjustment) menunjukkan
bagaimana kecepatan berbagai nilai tukar riil dalam sistem menyesuaikan
terhadap keseimbangan jangka panjang dalam menanggapi setiap kejutan (shock)
atau penyimpangan dari G-PPP (Mishra & Sharma, 2010). Hasil ini menjelaskan
seberapa cepat perubahan dalam nilai tukar riil dalam sistem cenderung untuk
49
Universitas Indonesia
memperbaiki dirinya dalam kerangka VAR. Dari representasi error correction,
dapat diturunkan lamanya proses penyesuaian terhadap disekuilibrium bagi setiap
nilai tukar sebagai berikut:
1. IDR membutuhkan waktu ± 28 bulan (setiap bulan terjadi penyesuaian sebesar
3,53% dari kondisi disekuilibrium).
2. BND membutuhkan waktu ± 41 bulan (setiap bulan terjadi penyesuaian
sebesar 2,46% dari kondisi disekuilibrium).
3. SGD membutuhkan waktu ± 29 bulan (setiap bulan terjadi penyesuaian
sebesar 3,49% dari kondisi disekuilibrium).
4. MMK membutuhkan waktu ± 59 bulan (setiap bulan terjadi penyesuaian
sebesar 1,71% dari kondisi disekuilibrium).
5. KHR membutuhkan waktu ± 209 bulan (setiap bulan terjadi penyesuaian
sebesar 4,79% dari kondisi disekuilibrium).
6. THB membutuhkan waktu ± 50 bulan (setiap bulan terjadi penyesuaian
sebesar 2% dari kondisi disekuilibrium).
7. VND membutuhkan waktu ± 296 bulan (setiap bulan terjadi penyesuaian
sebesar 0,34% dari kondisi disekuilibrium).
8. MYR membutuhkan waktu ± 43 bulan (setiap bulan terjadi penyesuaian
sebesar 2,32% dari kondisi disekuilibrium).
9. PHP membutuhkan waktu ± 87 bulan (setiap bulan terjadi penyesuaian
sebesar 1,15% dari kondisi disekuilibrium).
Penyesuaian tercepat dilakukan oleh Rupiah Indonesia dan Dollar
Singapura, yaitu sekitar 2,5 tahun. Sedangkan Dong Vietnam membutuhkan
waktu terlama dalam meningkatkan pergerakan nilai tukarnya untuk mencapai
ekuilibrium (hampir 25 tahun). Koefisien penyesuaian nilai tukar riil negara-
negara yang tidak signifikan, seperti Myanmar, Kamboja, Vietnam, dan Filipina,
menunjukkan kemungkinan bahwa nilai tukar negara-negara tersebut eksogen
lemah (Mishra & Sharma, 2010) atau tidak mempunyai kontribusi yang signifikan
dalam memicu co-movement dari variabel-variabel yang berkointegrasi.
50 Universitas Indonesia
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Integrasi di kawasan ASEAN telah mengalami perkembangan yang
signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini dapat diamati dari kenaikan
perdagangan intra-regional dan arus investasi di kawasan ini. Suku bunga dalam
kerjasama moneter dan nilai tukar negara-negara ASEAN juga telah kembali
membaik pada periode pasca-krisis di Asia dan integrasi negara-negara ini dalam
hubungan perdagangan telah mengalami peningkatan yang cukup besar.
Terdapat sejumlah inisiatif yang mendukung adanya hubungan ekonomi dan
keuangan yang lebih besar, salah satunya adalah pembentukan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). MEA pada akhirnya akan mengarah pada penggunaan
mata uang lokal dalam perdagangan intra-regional ASEAN. Menyangkut inisiatif
tersebut, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memeriksa pergerakan
bersama (co-movement) nilai tukar riil ASEAN dan memberikan bukti lebih lanjut
apakah negara-negara ASEAN berpotensi membentuk Optimum Currency Area
(OCA) atau tidak serta penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan supaya
pembentukan OCA lebih potensial.
Penelitian ini memeriksa kelayakan ekonomi pembentukan blok mata uang
regional di ASEAN, dengan mengadopsi pendekatan Generalized Purchasing
Power Parity (G-PPP). G-PPP bertujuan untuk mengidentifikasi adanya
kecenderungan common trends dalam nilai tukar riil di antara sekelompok negara.
Secara khusus, penelitian ini melakukan estimasi kointegrasi bilateral dan
multilateral nilai tukar riil dengan sampel dari sepuluh negara ASEAN selama
periode pasca-krisis 1997-1998. Uji korelasi nilai tukar sepuluh negara ASEAN
menunjukkan bahwa nilai tukar bergerak pada arah dan derajat yang sama.
Sebelum variabel nilai tukar riil diestimasi, terlebih dahulu dilakukan uji
derajat integrasi dan pemilihan lag optimum. Hasil uji derajat integrasi
menunjukkan bahwa nilai tukar riil Laos stasioner pada order nol dan nilai tukar
kesembilan negara ASEAN lainnya stasioner pada order satu. Selanjutnya, lag
optimum tanpa menyertakan nilai tukar riil Laos terdapat pada lag dua.
51
Universitas Indonesia
Pada tahap pertama estimasi, penelitian ini memeriksa kausalitas nilai tukar
riil bilateral untuk melihat hubungan timbal balik dan pengaruh kondisi masa lalu
terhadap kondisi sekarang. Uji kausalitas Granger menyimpulkan bahwa nilai
tukar riil antara Thailand dan Brunei Darussalam, Singapura dan Brunei
Darussalam, Myanmar dan Indonesia, Malaysia dan Kamboja, Singapura dan
Kamboja, serta Vietnam dan Singapura memiliki kausalitas bilateral. Sedangkan
Indonesia tidak memiliki kausalitas dua arah dengan Kamboja, Malaysia, dan
Singapura, menunjukkan bahwa nilai tukar Indonesia tidak bisa diprediksi oleh
pergerakan nilai tukar negara-negara tersebut.
Pada tahap kedua, penelitian ini menerapkan hipotesis G-PPP untuk
mengevaluasi potensi OCA untuk negara-negara ASEAN. Teori G-PPP
mendalilkan bahwa meskipun secara individu nilai tukar riil bilateral non-
stasioner tetapi dalam serikat mata uang harus ada setidaknya satu kombinasi
linear dari berbagai nilai tukar riil yang stasioner. Uji kointegrasi Engle-Granger
membuktikan bahwa Dollar Brunei Darussalam memiliki kointegrasi dengan
seluruh nilai tukar negara ASEAN dalam sampel kecuali dengan Indonesia.
Rupiah Indonesia hanya berkointegrasi jangka panjang dengan Kyat Myanmar.
Beberapa pasangan negara lainnya yang secara signifikan saling terkointegrasi
menunjukkan bahwa nilai tukar riil bilateral negara-negara ASEAN tersebut
berbagi tren stokastik bersama dan karenanya mereka memenuhi kriteria standar
minimum untuk membentuk serikat mata uang. Uji kointegrasi Johansen
memperkuat bukti tersebut dengan menghasilkan setidaknya satu vektor
kointegrasi di antara sembilan negara anggota ASEAN. Kointegrasi yang
ditemukan merupakan bukti yang mendukung G-PPP di kawasan ASEAN.
Penemuan lebih dari satu vektor kointegrasi multilateral memungkinkan
estimasi selanjutnya menggunakan ECM. ECM bertujuan untuk mengoreksi
keseimbangan jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang. Koefisien
normalisasi sebagai elastisitas jangka panjang antara nilai tukar riil menunjukkan
adanya beberapa asimetri dalam proses penyesuaian nilai tukar dalam merespon
setiap ketidakseimbangan dalam sistem. Sementara itu, koefisien speed of
adjustment menjelaskan bahwa semua negara harus melakukan penyesuaian untuk
mencapai ekuilibrium supaya OCA lebih potensial. Indonesia dan Singapura
52
Universitas Indonesia
memerlukan waktu penyesuaian dari disekuilibrium tercepat, yaitu sekitar 2,5
tahun.
Secara bilateral, Indonesia tidak terkointegrasi dengan negara-negara lain
dalam satu kawasan. Indonesia dinilai lebih konvergen dengan Singapura dan
tidak konvergen dengan negara-negara ASEAN lainnya. Dengan demikian respon
Rupiah akan lebih cepat stabil dalam menghadapi guncangan nilai tukar negara
ASEAN lainnya bila Rupiah bersatu dengan Dollar Singapura. Namun, baik
Rupiah Indonesia maupun Dollar Singapura sebaiknya mendasarkan nilai
tukarnya terhadap mata uang lain selain Dollar AS.
Secara umum, penelitian yang dilakukan memberikan hasil diantaranya:
1. Nilai tukar riil ASEAN bergerak pada arah dan derajat yang sama. Dengan
kata lain, terdapat co-movement pada mata uang negara-negara ASEAN. Ini
merupakan indikasi awal adanya kointegrasi.
2. Nilai tukar riil negara-negara ASEAN berkointegrasi jangka panjang atau
berbagi tren stokastik bersama dan karenanya memenuhi kriteria standar
minimum untuk membentuk serikat mata uang.
3. Negara-negara yang berkointegrasi harus sama-sama meningkatkan
pergerakan nilai tukarnya untuk mencapai ekuilibrium supaya OCA lebih
potensial.
5.2 Saran
Hasil penelitian kointegrasi bilateral dan multilateral menunjukkan bahwa
negara-negara ASEAN memenuhi kriteria standar minimum untuk membentuk
serikat mata uang. Namun, berdasarkan estimasi ECM, kesembilan negara
ASEAN masih memiliki respon yang asimetris terhadap shock. Pengadopsian
mata uang tunggal mungkin sulit dilakukan dalam waktu dekat untuk jangka
menegah atau panjang. Untuk itu, ASEAN masih perlu untuk meningkatkan
konvergensi nilai tukarnya.
Untuk dapat lebih mendorong terjadinya integrasi ekonomi dan keuangan,
maka perlu didukung oleh beberapa kebijakan. Adapun saran-saran bagi
pengambil kebijakan adalah sebagai berikut:
1. Memperkuat dasar dan pondasi perekonomian masing-masing negara,
khususnya bagi negara yang perekonomiannya masih rentan dan lemah agar
53
Universitas Indonesia
tidak tertinggal, misalnya Indonesia yang belum sepenuhnya terintegrasi
dengan negara-negara lain di dalam satu kawasan. Hendaknya para pengambil
kebijakan lebih berusaha meningkatkan keunggulan komparatif negara
masing-masing.
2. Menjaga stabilitas nilai tukar masing-masing negara, khususnya bagi negara
yang fluktuasi kursnya masih sangat rentan dan tidak stabil. Hal ini bertujuan
untuk mengurangi asimetri penyesuaian nilai tukar terhadap guncangan yang
terjadi dalam kawasan.
3. Meningkatkan keterbukaan perekonomian dan kerjasama bilateral di antara
negara-negara dalam kawasan ASEAN, terutama dalam liberalisasi
perdagangan dan perkembangan pasar keuangan. Tujuannya yaitu untuk lebih
meningkatkan hubungan kausalitas antar negara. Salah satu caranya adalah
dengan merealisasi pembentukan MEA yang diharapkan dapat memperkuat
pasar tunggal ASEAN dan mendorong pertumbuhan ekonomi negara-negara
anggotanya.
Selain saran-saran bagi pengambil kebijakan, studi empris ini membuka
peluang bagi pendekatan yang lebih lanjut terhadap pembuktian empiris yang
berkaitan dengan teori dan aplikasi OCA, khususnya di wilayah ASEAN.
Pengembangan dan saran yang diberikan diantaranya:
1. Penambahan atau pemilihan variabel-variabel kontrol yang diduga kuat
mempengaruhi seluruh mata uang atau nilai tukar yang diamati. Hal ini tidak
hanya dilakukan secara teoritis, melainkan juga dilakukan secara empiris
dengan menguji signifikansi variabel-variabel dugaan berdasarkan suatu
kriteria statistik tertentu. Kriteria yang dirujuk dalam teori OCA yang dapat
dijadikan variabel kontrol yaitu variabel ekonomi makro, seperti perbedaan
inflasi, pendapatan nasional, suku bunga, dan jumlah uang yang beredar.
2. Meneliti kemungkinan adanya mata uang dasar lain sebagai pembanding.
Pencantuman dua mata uang dasar yang berbeda memungkinkan untuk
memverifikasi apakah hasil peka dengan jarak dan pilihan mata uang dasar.
Mata uang yang bisa dijadikan jangkar adalah mata uang utama dunia yang
memiliki pengaruh keuangan dan hubungan perdagangan yang besar dengan
negara-negara ASEAN, misalnya Yen Jepang atau Dollar Hongkong.
54
Universitas Indonesia
3. Menguji beberapa restriksi parameter vektor kointegrasi dan speed of
adjustment di dalam ECM untuk menguji apakah parameter yang ditemukan
telah sesuai dengan hipotesis berdasarkan teori ekonomi dan keuangan oleh
karena tidak semua variabel terkointegrasi (tidak full rank).
4. Penggunaan metode Generalized Impulse Response Function dan Generalized
Forecasting Error Variance Decomposition. Hal ini bertujuan agar urutan
variabel dalam ordering tidak berpengaruh pada hasil penelitian yang
diperoleh. Generalized Impulse Response Function menentukan respon suatu
variabel endogen terhadap guncangan (shock) variabel tertentu dan berapa
lama (periode) pengaruh tersebut. Sedangkan Generalized Forecasting Error
Variance Decomposition memberi proporsi pengaruh pergerakan dalam
variabel-variabel dependen yang terkait dengan guncangan dari variabel itu
sendiri, di samping terhadap guncangan dari variabel-variabel lainnya.
5. Melakukan penelitian empiris tentang keberadaan OCA dengan pendekatan
SVAR dan analisis kluster. Model SVAR menjembatani antara teori ekonomi
dan keuangan dengan analisa time series dengan tujuan untuk menentukan
respon dinamis dari variabel-variabel ekonomi terhadap berbagai gangguan
atau shock yang terjadi dalam perekonomian. Dibandingkan dengan uji
kausalitas Granger yang digunakan dalam model VAR non struktural, SVAR
dibangun atas asumsi informasi berdasar teori dan kenyataan empiris untuk
membentuk restriksi yang digunakan untuk mengestimasi model (imposed
restrictions).
55
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
Ariefianto, M.D. (2006). Aplikasi Teori Optimum Currency Area pada Pergerakan Bersama Mata Uang ASEAN4 Periode 1997-2005 dengan Menggunakan Model VECM. [Tesis]. Depok: Universitas Indonesia.
Arifin, S., R. Winantyo, & Y. Kurniati (Ed.). (2007). Integrasi Keuangan dan Moneter di Asia Timur: Peluang dan Tantangan bagi Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Arifin, S., R. A. Djaafara, & A. S. Budiman (Ed.). (2008). Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015: Memperkuat Sinergi ASEAN di Tengah Kompetisi Global. Jakarta: Elex Media Komputindo.
ASEAN Siapkan Mata Uang Lokal Dalam Perdagangan Regional. (2010, April 8). Warta Ekonomi. http://www.wartaekonomi.co.id
Baele, L., et al. (2004). Measuring Financial Integration in the Euro Area. Occasional Paper Series, No. 14/April 2004. European Central Bank.
Baldwin, R. & Wyplosz, C. (2006). The Economics of European Integration (2nd ed). McGraw Hill.
Bautista, R. M. (2003). Exchange Rate Policy in Philippine Development, Research Paper Series, No.2003-01, Philippine Institute for Development Studies.
Bernstein, D.J. (2000). Generalized Purchasing Power Parity and the Case of the European Union as a Successful Currency Area. Atlantic Economic Journal, 28, 4; ABI/INFORM Global pg.385.
Biro Riset Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter. (2008). Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012, Integrasi Ekonomi ASEAN dan Prospek Perekonomian Nasional. Jakarta: Bank Indonesia.
Capanelli, G. & J. Menon (Ed.). (2010). Dealing with Multiple Currencies in Transitional Economies: The Scope for Regional Cooperation in Cambodia, The Lao People's Democratic Republic, and Viet Nam. Manila: Asian Development Bank.
Choudhry, T. (2005). Asian Currency Crisis and the Generalized PPP: Evidence from the Far East. Asian Economic Journal, 19: 137–157.
Enders, W. (1995). Applied Econometric Time Series. New York: John Wiley & Son, Inc.
Engle, R.F. & C. W. J. Granger. (1987). Co-Integration and Error Correction: Representation, Estimation, and Testing. Econometrica, Vol. 55, No. 2. (Mar., 1987), pp. 251-276. http://links.jstor.org/sici?sici=0012-9682%28198703%2955%3A2%3C251%3ACAECRE%3E2.0.CO%3B2-T
Gujarati, D. (2004), Basic Econometric (4th ed). The McGraw-Hill Companies. Hady, Hamdy. (2008). Manajemen Keuangan Internasional (4th ed). Jakarta:
Penerbit YAI. Haug, A. A., MacKinnon, J.G., & Michelis, L. (2000). European Monetary Union:
a cointegration analysis. Journal of International Money and Finance, 19, 419-432.
56
Universitas Indonesia
Huang Y., Guo F. (2006). Is currency union a feasible option in East Asia? A multivariate structural VAR approach. Research in International Business and Finance, 20 (1), pp. 77-94.
International Monetary Fund. (2010, September). International Financial Statistics. http://www.imfstatistics.org/imf/
Lee, Minsoo. (2003). Common Trend and Common Currency: Australia and New Zealand. International Journal of Business and Economics, Vol 2, No 2, 155-165.
Lee, Yoong Yoong. (2009, April 21). Is Asean ready for a common currency? The Straits Times.
McKinnon, R. I. (1963). Optimum Currency Areas. American Economic Review, 53: 717-724.
Mishra, R. K. & C. Sharma. (2010). Real exchange rate behavior and optimum currency area in East Asia: Evidence from Generalized Purchasing Power Parity. International Review of Financial Analysis, 19 205–213.
Mundell, R. (1961). A Theory of Optimum Currency Areas. American Economics Review, 51: 657-665.
Nachrowi, D. N. &H. Usman. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
Oanda. (2010, September). Historical Exchange Rate. http://www.oanda.com/currency/historical-rates
Ong Keng Yong. (2004, February). Towards Asean Financial Integration. Remarks at the Economix 2004 Conference, University of Indonesia.
Quah, C. H. & Crowley, P. M. (2010). Monetary Integration in East Asia: A Hierarchical Clustering Approach. International Finance, 13: 283–309.
Sulit Wujudkan Mata Uang Tunggal ASEAN. (2010, April 22). Bisnis Jakarta. http://issuu.com/epaper-kmb/docs/bjk22042010
Taguchi Hiroyuki. (2010). Feasibility of Currency Unions in Asia― An Assessment Using Generalized Purchasing Power Parity ―. Policy Research Institute, Ministry of Finance, Japan, Public Policy Review, Vol.6, No.5, June 2010.
Thoha, Asep. (2010, April 8). BI Kaji Penggunaan Mata Uang Lokal ASEAN. Media Indonesia. http://www.mediaindonesia.com
Towards the Asean Community: from Vision to Action. (2010, April 9). Chairman’s Statement of the 16th ASEAN Summit, Ha Noi, Vietnam. http://www.aseansec.org/24509.htm
Woo Kai-Yin. (1999). Cointegration Analysis of the Intensity of the ERM Currencies Under the European Monetary System. Journal of International Financial Markets, Institutions and Money, 9, 393-405.
57
LAMPIRAN
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
Lampiran 2 Lag optimum VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: BND IDR KHR MMK MYR PHP SGD THB VND Exogenous variables: C Date: 12/06/10 Time: 17:52 Sample: 1999M07 2010M06 Included observations: 109
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 2599.488 NA 1.84e-32 -47.53189 -47.30967 -47.44177 1 3660.111 1926.635 2.89e-40* -65.50662 -63.28440* -64.60543* 2 3741.482 134.3740* 2.95e-40 -65.51342* -61.29122 -63.80116 3 3809.996 101.8285 3.99e-40 -65.28433 -59.06213 -62.76100 4 3875.281 86.24843 6.17e-40 -64.99598 -56.77379 -61.66159 5 3947.309 83.26171 9.37e-40 -64.83136 -54.60918 -60.68589 6 4037.560 89.42287 1.19e-39 -65.00110 -52.77892 -60.04456
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
80
Lampiran 3 Uji kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests Date: 11/24/10 Time: 01:01 Sample: 1999M07 2010M06 Lags: 2
Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.
IDR does not Granger Cause BND 122 2.50371 0.0862 BND does not Granger Cause IDR 2.36399 0.0985
KHR does not Granger Cause BND 122 7.69571 0.0007 BND does not Granger Cause KHR 0.87616 0.4191
MMK does not Granger Cause BND 117 2.72431 0.0699 BND does not Granger Cause MMK 1.55847 0.2150
MYR does not Granger Cause BND 122 3.02721 0.0523 BND does not Granger Cause MYR 0.00373 0.9963
PHP does not Granger Cause BND 122 6.05533 0.0031 BND does not Granger Cause PHP 2.41290 0.0940
SGD does not Granger Cause BND 122 6.33555 0.0024 BND does not Granger Cause SGD 4.21285 0.0171
THB does not Granger Cause BND 122 4.44911 0.0137 BND does not Granger Cause THB 5.31351 0.0062
VND does not Granger Cause BND 122 4.72407 0.0106 BND does not Granger Cause VND 1.23377 0.2950
KHR does not Granger Cause IDR 130 0.63002 0.5343 IDR does not Granger Cause KHR 1.99718 0.1400
MMK does not Granger Cause IDR 123 4.60863 0.0118 IDR does not Granger Cause MMK 5.31835 0.0061
MYR does not Granger Cause IDR 130 0.51921 0.5963 IDR does not Granger Cause MYR 1.45550 0.2372
PHP does not Granger Cause IDR 130 0.07163 0.9309 IDR does not Granger Cause PHP 2.42994 0.0922
SGD does not Granger Cause IDR 130 0.43870 0.6459 IDR does not Granger Cause SGD 2.66265 0.0737
THB does not Granger Cause IDR 130 0.23267 0.7928 IDR does not Granger Cause THB 5.17016 0.0070
VND does not Granger Cause IDR 130 0.04907 0.9521 IDR does not Granger Cause VND 7.46228 0.0009
MMK does not Granger Cause KHR 123 2.71889 0.0701 KHR does not Granger Cause MMK 1.44971 0.2388
MYR does not Granger Cause KHR 130 6.97821 0.0013 KHR does not Granger Cause MYR 3.07456 0.0497
81
Lampiran 3 Uji kausalitas Granger (lanjutan)
PHP does not Granger Cause KHR 130 8.31204 0.0004 KHR does not Granger Cause PHP 0.03553 0.9651
SGD does not Granger Cause KHR 130 3.11421 0.0479 KHR does not Granger Cause SGD 10.5578 6.E-05
THB does not Granger Cause KHR 130 8.13136 0.0005 KHR does not Granger Cause THB 0.55583 0.5750
VND does not Granger Cause KHR 130 6.80975 0.0016 KHR does not Granger Cause VND 0.32128 0.7258
MYR does not Granger Cause MMK 123 0.82038 0.4428 MMK does not Granger Cause MYR 1.19927 0.3051
PHP does not Granger Cause MMK 123 1.13230 0.3258 MMK does not Granger Cause PHP 4.11731 0.0187
SGD does not Granger Cause MMK 123 0.11821 0.8886 MMK does not Granger Cause SGD 3.91503 0.0226
THB does not Granger Cause MMK 123 1.02248 0.3629 MMK does not Granger Cause THB 2.82604 0.0633
VND does not Granger Cause MMK 123 0.34348 0.7100 MMK does not Granger Cause VND 8.61990 0.0003
PHP does not Granger Cause MYR 130 4.68085 0.0110 MYR does not Granger Cause PHP 0.02507 0.9752
SGD does not Granger Cause MYR 130 0.54535 0.5810 MYR does not Granger Cause SGD 2.93379 0.0569
THB does not Granger Cause MYR 130 5.00928 0.0081 MYR does not Granger Cause THB 0.56821 0.5680
VND does not Granger Cause MYR 130 1.25788 0.2878 MYR does not Granger Cause VND 6.24408 0.0026
SGD does not Granger Cause PHP 130 0.35607 0.7011 PHP does not Granger Cause SGD 5.72908 0.0042
THB does not Granger Cause PHP 130 4.34370 0.0150 PHP does not Granger Cause THB 0.34793 0.7068
VND does not Granger Cause PHP 130 0.80012 0.4516 PHP does not Granger Cause VND 5.87173 0.0037
THB does not Granger Cause SGD 130 6.05034 0.0031 SGD does not Granger Cause THB 2.51406 0.0850
VND does not Granger Cause SGD 130 3.15648 0.0460 SGD does not Granger Cause VND 3.59465 0.0303
VND does not Granger Cause THB 130 0.52174 0.5948 THB does not Granger Cause VND 11.2829 3.E-05
82
BN
D =
-0.0
7283
691
+0.
0707
4950
8534
7*ID
RSG
D =
0.14
1564
111
+0.
0700
1727
0552
9*M
MK
(-0.7
9215
9)(3
.060
397)
***
(17.
9324
5)**
*(7
.629
099)
***
BN
D =
-0.9
5955
4658
+0.
3256
9889
6296
*KH
RSG
D =
-0.4
8958
6944
+1.
2350
3844
279*
MY
R(-
10.5
5281
) ***
(12.
8469
6)**
*(-1
7.05
375)
***
(23.
9719
7)**
*
BN
D =
0.18
9357
92+
0.02
3979
2988
222*
MM
KSG
D =
-0.5
6405
337
+0.
4484
1552
2626
*PH
P(2
8.10
880)
***
(2.9
9635
8)**
*(-1
9.50
867)
***
(26.
3767
8)**
*B
ND
=-0
.181
1293
75+
0.69
8738
7927
19*M
YR
SGD
=-0
.560
5304
66+
0.47
9974
3853
06*T
HB
(-5.
7523
08) *
**(1
2.38
287)
***
(-13.
6795
4)**
*(1
8.52
422)
***
BN
D =
-0.2
1514
6545
+0.
2486
3853
6638
*PH
PSG
D =
-2.0
8554
9316
+0.
5450
4773
9437
*VN
D(-
6.24
7367
) ***
(12.
3093
0)**
*(-2
5.71
627)
***
(28.
1610
8)**
*
BN
D =
0.09
0070
557
+0.
5922
4701
5036
*SG
DM
MK
=-1
0.12
3884
92+
2.75
2192
4325
1*ID
R(1
4.34
336)
***
(19.
0532
4)**
*(-2
0.62
47) *
**(2
2.32
137)
***
BN
D =
-0.1
6693
7798
+0.
2373
0340
3085
*TH
BM
MK
=-9
.567
4177
5+
2.89
9132
443*
KH
R(-
3.98
0756
) ***
(8.9
5766
2)**
*(-7
.241
608)
***
(7.8
7121
4)**
*
BN
D =
-0.9
9204
2729
+0.
2863
9775
3023
*VN
DM
MK
=-2
.912
9817
02+
6.70
6748
4946
5*M
YR
(-9.
6824
81) *
**(1
1.71
839)
***
(-6.4
4622
4)**
*(8
.290
407)
***
SGD
=-0
.760
0075
95+
0.24
0942
6557
1*ID
RM
MK
=-4
.578
7311
89+
3.41
7954
0504
2*TH
B(-
7.03
6435
) ***
(8.8
7216
6)**
*(-1
1.56
564)
***
(13.
6716
8)**
*
SGD
=-1
.949
1058
33+
0.59
8994
2140
62*K
HR
(-26
.747
45) *
**(2
9.46
847)
***
Leve
l sig
nifik
ansi
: *: 1
0%; *
*: 5
%; *
**: 1
%
Reg
resi
nila
i tuk
ar r
iil b
ilate
ral
83
MM
K =
-2.9
7428
3932
+2.
2353
4189
758*
PHP
THB
=0.
2394
2119
8+
0.78
9068
5092
2*PH
P(-6
.245
020)
***
(7.9
9451
4)**
*(4
.474
883)
***
(25.
0823
1)**
*M
MK
=-1
1.66
0821
91+
2.98
0079
1432
8*V
ND
THB
=-2
.113
5430
81+
0.8
8168
8810
438*
VN
D(-8
.869
356)
***
(9.5
0207
8)**
*(-1
0.31
014)
***
(18.
0217
1)**
*
KH
R =
2.27
7388
479
+0.
3287
5690
6158
*ID
RV
ND
=2.
5679
2525
8+
0.40
7869
5242
74*I
DR
(12.
6806
7)**
*(7
.280
502)
***
(13.
9416
7)**
*(8
.807
139)
***
KH
R =
2.53
6538
938
+1.
8824
0215
371*
MY
RV
ND
=3.
1073
8934
1+
1.94
3968
0841
9*M
YR
(52.
1432
1)**
*(2
1.56
263)
***
(49.
7977
8)**
*(1
7.35
948)
***
KH
R =
2.45
1490
494
+0.
6667
2038
8431
*PH
PV
ND
=2.
8837
8132
3+
0.76
8410
3407
39*P
HP
(44.
8941
4)**
*(2
0.76
524)
***
(61.
2196
6)**
*(2
7.74
314)
***
KH
R =
2.52
5851
246
+0.
6699
1097
7961
*TH
BM
YR
=-0
.169
9146
17+
0.18
2756
2181
48*I
DR
(34.
1286
4)**
*(1
3.47
569)
***
(-2.
2027
87) *
*(9
.423
129)
***
KH
R =
0.01
4797
375
+ 0
.852
0398
0409
9*V
ND
MY
R =
0.00
6634
295
+0.
3237
0084
0553
*PH
P-0
.120
176
(28.
9949
2)**
*(-
0.29
4483
)(2
4.43
671)
***
THB
=-0
.686
5392
48+
0.57
0125
0800
75*I
DR
IDR
=2.
6294
0843
5+
0.79
2580
7201
91*P
HP
(-4.9
2739
3)**
*(1
6.27
433)
***
(18.
3563
5)**
*(9
.410
347)
***
THB
=0.
4190
6651
3+
2.08
5979
0206
6*M
YR
(6.9
1684
8)**
*(1
9.18
529)
***
Leve
l sig
nifik
ansi
: *: 1
0%; *
*: 5
%; *
**: 1
%
Reg
resi
nila
i tuk
ar r
iil b
ilate
ral (
lanj
utan
)
84
Lampiran 4 Uji kointegrasi bilateral Engle-Granger (lanjutan)
Residual Kointegrasi bilateral
-.04
-.02
.00
.02
00 02 04 06 08 10
RESBNDSGD
-.06
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESBNDMMK
-.06
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESBNDKHR
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESBNDTHB
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESBNDVND
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESBNDMYR
-.06
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESBNDIDR
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESBNDPHP
-.06
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESIDSGDMMK
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESIDSGDKHR
-.04
-.02
.00
.02
.04
.06
00 02 04 06 08 10
RESIDSGDTHB
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESIDSGDVND
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESIDSGDMYR
-.06
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESIDSGDIDR
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESIDSGDPHP
-.4
-.2
.0
.2
.4
.6
00 02 04 06 08 10
RESIDMMKKHR
-.2
.0
.2
.4
.6
00 02 04 06 08 10
RESIDMMKTHB
-.2
.0
.2
.4
.6
00 02 04 06 08 10
RESIDMMKVND
85
Lampiran 4 Uji kointegrasi bilateral Engle-Granger (lanjutan)
Residual Kointegrasi bilateral (lanjutan)
-.4
-.2
.0
.2
.4
00 02 04 06 08 10
RESIDMMKMYR
-.4
-.2
.0
.2
.4
00 02 04 06 08 10
RESIDMMKIDR
-.2
.0
.2
.4
.6
00 02 04 06 08 10
RESIDMMKPHP
-.08
-.04
.00
.04
.08
00 02 04 06 08 10
RESIDKHRTHB
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESIDKHRVND
-.08
-.04
.00
.04
.08
00 02 04 06 08 10
RESIDKHRMYR
-.10
-.05
.00
.05
.10
00 02 04 06 08 10
RESIDKHRIDR
-.050
-.025
.000
.025
.050
00 02 04 06 08 10
RESIDKHRPHP
-.10
-.05
.00
.05
00 02 04 06 08 10
RESIDTHBVND
-.08
-.04
.00
.04
.08
00 02 04 06 08 10
RESIDTHBMYR
-.08
-.04
.00
.04
.08
00 02 04 06 08 10
RESIDTHBIDR
-.08
-.04
.00
.04
.08
00 02 04 06 08 10
RESIDTHBPHP
-.10
-.05
.00
.05
00 02 04 06 08 10
RESIDVNDMYR
-.10
-.05
.00
.05
.10
00 02 04 06 08 10
RESIDVNDIDR
-.06
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESIDVNDPHP
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESIDMYRIDR
-.04
-.02
.00
.02
.04
00 02 04 06 08 10
RESIDMYRPHP
-.1
.0
.1
.2
00 02 04 06 08 10
RESIDIDRPHP
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99