file kti 2 fix
DESCRIPTION
ktiTRANSCRIPT
DAYA HAMBAT JUS BUAH SEMANGKA (Citrullus lanatus Thunb.) PADA REAKSI GLIKASI IN VITRO
Karya Tulis IlmiahDiajukan guna memenuhi sebagian syarat
Untuk memperoleh derajat Sarjana KedokteranFakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
OlehYusrina Rahmadini
I1A011088
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERBANJARMASIN
Desember, 2014
Usulan penelitian/KTI 1 oleh Yusrina Rahmadini iniTelah dipertahankan di depan dewan penguji Pada tanggal 14 April 2014
Dewan pengujiKetua (Pembimbing Utama)
Dr. Asnawati, M.Sc.
Anggota (Pembimbing pendamping)
Drs. Eko Suhartono, M.Si
Anggota
Dr. Fakhrurrazy, M.Kes, Sp.S
Anggota
Hj.Lisda Hayatie, S.Ked, M.Kes
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah dengan judul
“DAYA HAMBAT JUS BUAH SEMANGKA (Citrullus lanatus Thunb) PADA
REAKSI GLIKASI IN VITRO” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Banjarmasin, 11 desember 2014
Yusrina Rahmadini
iii
DAYA HAMBAT JUS BUAH SEMANGKA (Citrullus lanatus Thunb.) PADA REAKSI GLIKASI IN VITRO
Yusrina Rahmadini
Reaksi glikasi merupakan reaksi yang terjadi ketika gugus karbonil dari glukosa berikatan dengan gugus amino dari protein, sehingga membentuk produk akhir AGEs yang dapat terakumulasi dan menimbulkan berbagai gangguan dalam tubuh. Buah semangka, merupakan salah satu buah tropis yang memiliki banyak manfaat. Kandungan buah semangka, seperti: karotenoid, fenolik, dan asam askorbat, diduga memiliki potensi sebagai penghambat reaksi glikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi/daya hambat jus buah semangka pada reaksi glikasi secara in vitro. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat quasi eksperimental dengan metode non randomized posttest-only with control group design, dengan model reaksi menggunakan BSA dan glukosa yang direaksikan untuk membentuk reaksi glikasi dengan dua kelompok yaitu jus semangka sebagai kelompok uji dan asam askorbat sebagai kelompok standar, yang terbagi menjadi konsentrasi 10%, 20% dan 30%. Daya hambat reaksi glikasi diketahui dengan menentukan besarnya nilai IC50. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jus buah semangka memiliki nilai IC50 sebesar 64,23% (r= 0.951), sedangkan untuk asam askorbat sebesar 15,803% (r= 0.962). Nilai r yang positif tersebut menunjukkan adanya hubungan positif antara konsentrasi dengan daya hambat reaksi glikasi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa jus buah semangka memiliki potensi sebagai penghambat reaksi glikasi, meskipun potensinya lebih kecil dibanding asam askorbat.
Kata kunci : Antiglikasi, Citrullus lanatus T, Reaksi Glikasi, AGEs
iv
ABSTRACT
INHIBITION OF WATERMELON FRUIT (Citrullus lanatus Thunb.) ON GLYCATION REACTION IN VITRO
Yusrina Rahmadini
Glycation reaction occurs when the carbonyl group of glucose bind the amino groups of protein, thus forming the final product, AGEs, that can accumulated and cause various disorder in the body. Watermelon is a tropical fruit that has many benefits. The content of watermelon, such as carotenoids, phenolic, and ascorbic acid have ability as inhibitor of glycation reaction. This study aims to determine the inhibition of watermelon juice in glycation reaction in vitro. This study is a quasi experimental research with non-randomized method posttest-only control group design, with the model reaction using BSA and glucose that reacted to form the glycation reaction with two groups of watermelon juice as the test group and ascorbic acid as the control group, which divided into concentration of 10%, 20% and 30%. Inhibition of glycation reactions are known by determine the value of IC50. The results of this study indicate that watermelon fruit juice has the IC50 value of 64.23% (r = 0951), whereas for ascorbic acid at 15.803% (r = 0962). Positive r values indicate the existence of a positive correlations between the concentration of the inhibition of glycation reaction. It shows that watermelon fruit juice has the potential as inhibitors of glycation reaction. The results shows that the watermelon juice has potential as inhibitor of glycation reaction though the inhibitory potential is less than ascorbic acid.
Keywords : Antiglikasi, Citrullus lanatus T, Glycation reactions, AGEs
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah S.W.T yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
yang berjudul “Daya Hambat Jus Buah Semangka (Citrullus lanatus Thunb.) pada
Reaksi Glikasi In Vitro, tepat waktu.
Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
Dekan Fakultas Kedokteran, Bapak Prof. Dr. dr. Ruslan Muhyi, Sp.A(K) dan
Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Bapak dr. Mashuri, Sp.Rad, M.Kes yang
telah memberikan kesempatan dan fasilitas, sehingga penelitian dapat terlaksana
dengan baik.
Dosen pembimbing utama Ibu dr. Asnawati, M.Sc, dan dosen pembimbing
pendamping Bapak Drs. H. Eko Suhartono, M.Si yang telah membimbing dam
memberi arahan sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Kedua dosen penguji Ibu Hj. Lisda Hayatie S.Ked, M.Kes dan Bapak dr.
Fakhrurrazy, M.Kes, Sp.S yang telah memberikan kritik dan saran sehingga karya
tulis ilmiah ini menjadi lebih baik.
Kedua orang tua, Ayahanda H. M. Nasir SH, Ibunda dra. Hj. Rabiatul
Adawiyah, M.Si, Kakak M.Indirwan Prayudhitama, dan Maryana, serta seluruh
keluarga yang telah memberikan semangat, dukungan moral, material dan doa
dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini.
vi
Rekan-rekan penelitian, teman-teman Program Studi Pendidikan Dokter 2011
dan petugas laboratorium biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Lambung
Mangkurat atas semua bantuan yang telah diberikan.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih memiliki
banyak kekurangan,akan tetapi,semoga semua saran dan kritik dapat memperbaiki
kekurangan dalam penelitian ini, dan penelitian ini dapat bermanfaat bagi dunia
ilmu pengetahuan.
Banjarmasin, 11 Desember 2014
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN..................................................................... iii
ABSTRAK................................................................................................... iv
ABSTRACT................................................................................................... v
KATA PENGANTAR................................................................................. vi
DAFTAR ISI................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xi
DAFTAR ISTILAH..................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian...................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian.................................................................... 3
E. Keaslian Penelitian.................................................................... 4
BAB II TINJUAN PUSTAKA
A. Semangka.................................................................................. 5
B. Glikasi....................................................................................... 9
C. Anti-glikasi ............................................................................... 16
BAB III LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori.......................................................................... 19
A. Hipotesis.................................................................................... 20viii
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian 21
B. Bahan dan Alat 21
C. Variabel Penelitian 21
D. Definisi Operasional 22
E. Prosedur Penelitian 22
F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data………………...... 24
G. Cara Analisa Data...................................................................... 24
H. Tempat dan Waktu Penelitian 24
I. Biaya Penelitian 25
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................... 26
BAB VI PENUTUP
A. Simpulan.................................................................................. 34
B. Saran......................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 5.1 Potensi Antiglikasi Jus Semangka........................................... 26
Gambar 5.2 Perbandingan Nilai IC50 Jus Semangka dan Asam
Askorbat................................................................................... 29
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Hasil Penelitian Daya Hambat Reaksi Glikasi
Lampiran 2 Dokumentasi Penelitian
xi
DAFTAR ISTILAH
AGEs : Advanced Glycation End Products
IC50 : Inhibition Concentration 50
CML : Carboxymethyl Lysine
MG : Methylglioxal
CEL : Carboxyethyl Lysine
GOLD : Glyoxal Lysine Dimer
MOLD : Methyl Glyoxal Lysine Dimmer
RAGE : Receptor for AGEs
CD-36 : Cluster of Differentiation 36
LOX : Low Density Protein Oxidation
TLR : Toll-like Receptor
OS : Oxidative Stress
ROS : Reactive Oxygen Species
Nf-kB : Nuclear factor Kappa-B
MAPKs : Mitogen Activated Protein Kinase
PI3-K : Phosphatidylinositol-3
TNF-α : Tumor Necrosis Factor-α
IL-6 : Interleukin-6
dAGEs : dietary of AGEs
AG : Aminoguanidin
BSA : Bovine Serum Albumin
TCA : Trikloroasetat
DHA : Dehidroaskorbatxii
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Glikasi merupakan salah satu faktor risiko penyebab penuaan. Produk akhir
glikasi akan menimbulkan stres oksidatif, yang dapat merusak membran sel dan
pada akhirnya akan menyebabkan penuaan. Produk glikasi terbentuk ketika gula
pereduksi bereaksi dengan protein (seperti kolagen) untuk membentuk AGEs
(advanced glycation end products) yang dapat menurunkan kadar kolagen pada
lapisan kulit (1).
AGEs, yang juga dikenal sebagai glikotoksin, adalah suatu kelompok
senyawa dengan kandungan oksidan tinggi yang bersifat sangat patogen. Pada
dasarnya, pembentukan AGEs merupakan bagian dari proses metabolisme tubuh
normal. Tetapi, jika kadar AGEs terlalu tinggi dalam jaringan dan sirkulasi,
senyawa tersebut dapat menjadi toksik. (2).
Selain pembentukan AGEs secara alami dari dalam tubuh (endogen), AGEs
juga bisa didapat dari luar tubuh (eksogen), contohnya dari makanan. Kandungan
AGEs dalam diet tergantung pada komposisi nutrisi dan bagaimana makanan
tersebut diproses. Makanan yang kaya protein dan lemak memiliki kandungan
AGEs yang paling tinggi (3).
Penelitian-penelitian yang terbaru, lebih difokuskan pada cara-cara untuk
menghambat pembentukan AGEs dengan tujuan untuk mengobati perubahan
degeneratif, promosi kesehatan, dan mengurangi efek penyakit terkait gaya hidup.
Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mencari agen antiglikasi dari
1
2
bahan alami yang dapat menghambat pembentukan AGEs (1).
Buah dan sayuran telah diketahui mengandung konsentrasi antioksidan yang
tinggi, dan diet tinggi makanan ini akan membantu mencegah stres oksidatif dan
memperlambat proses penuaan (1). Selain tinggi akan kandungan air dan
karbohidrat (dalam bentuk selulosa), buah-buahan juga tinggi akan kandungan
mikronutrien seperti: karoten, vitamin, riboflavin, zat besi dan mineral lainnya (4).
Vitamin merupakan jenis nutrien yang secara esensial diperlukan untuk
proses biokimiawi dan fisiologis dalam tubuh. Asam askorbat (vitamin C)
merupakan salah satu jenis senyawa antioksidan penting bersifat larut air yang
diperlukan dalam beberapa fungsi penting dalam tubuh seperti: menetralisasi
radikal bebas, melindungi DNA sel dan pembuluh darah dari kerusakan (5).
Disamping itu, telah diidentifikasi beberapa senyawa antiglikasi yang terdapat
dalam buah dan sayuran, diantaranya: karotenoid, fenolik, dan flavanoid (6).
Semangka merupakan salah satu buah yang telah diidentifikasi mengandung
senyawa-senyawa antiglikasi, antara lain: karoten, flavanoid, dan fenolik (6).
Flavanoid dan fenolik merupakan beberapa jenis senyawa dalam makanan yang
telah diidentifikasi sebagai agen antiglikasi (7).
Semangka memiliki berbagai macam manfaat, diantaranya: berpotensi
sebagai antihipertensi, dan antioksidan. Oleh karena itu peneliti tetarik untuk
melakukan penelitian mengenai daya hambat jus buah semangka (Citrullus
lanatus Thunb.) pada reaksi glikasi in vitro.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, dapat dikemukakan
3
permasalahan berapa besar daya hambat jus buah semangka pada reaksi glikasi?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui daya hambat reaksi glikasi dari
jus buah semangka secara in vitro.
Tujuan khusus penelitian ini yaitu:
1. mengukur IC50 daya hambat jus buah semangka pada reaksi glikasi in vitro.
2. mengukur IC50 daya hambat asam askorbat pada reaksi glikasi in vitro.
3. membandingan daya hambat jus buah semangka dengan asam askorbat pada
reaksi glikasi in vitro.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber bahan referensi
pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selanjutnya, serta dapat
diaplikasikan sebagai salah satu terapi pencegahan proses glikasi yang terkait
dengan berbagai penyakit.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang daya hambat reaksi glikasi oleh buah/makanan ataupun
potensi jus semangka telah banyak dilakukan. Penelitian-penelitian tentang daya
hambat reaksi glikasi diantaranya: "Antiglycation Activity of Various Fruits” oleh
Lanny et al. (1), “Inhibition of advanced glycation endproduct formation by
foodstuffs” oleh Cha-Hao Wu dkk (7), dan Inheritance of Fruit Characteristics In
Watermelon [Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum dan Nakai] oleh Lou Ling (8).
Sedangkan beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai potensi jus
4
semangka diantaranya: “Antioxidant Indices of Watermelon Juice and Lycopene
Extract” oleh Ambreen et al. (9), dan “In-Vitro Antioxidant Activity of Citrullus
lanatus Seed Extracts” oleh Habibur et al. (10). Namun, belum ada penelitian
yang secara khusus meneliti tentang daya hambat jus semangka pada reaksi
glikasi secara in vitro, khususnya dari daging semangka.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Semangka
1. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Violales
Familia : Cucurbitaceae
Genus : Ctrullus
Spesies : Citrullus lanatus (thunb.)
2. Definisi
Semangka adalah buah diploid dengan 22 kromosom yang memiliki ukuran
genom yang relatif kecil (4.2x108bp). Berdasarkan studi genetik dan eksperimen
yang dilakukan sejak tahun 1930, telah teridentifikasi lebih dari 100 gen
semangka. Gen ini memiliki keterkaitan dengan fenotip dalam biji dan buah
semangka (8).
3. Morfologi dan Sifat
Semangka merupakan tanaman buah musiman yang tumbuh menjalar di atas
tanah atau merambat dengan sulur-sulur atau pembelit. Panjang batangnya
berkisar 1,5-5m. Sulur tumbuh dari pangkal daun, bercabang 2-3 buah. Daun buah
bertangkai, lebar, dengan ujung runcing (11).
Bentuk buah semangka pun bervariasi, dari bulat hingga melonjong dengan
5
6
panjang 20-30 cm, diameter 15-20 cm, dan berat 4-20 kg. Kulit buahnya tebal,
berdaging, dan licin. Warna kulit luar semangka pun beragam, dari hijau tua,
kuning agak putih, hingga hijau muda bergaris-garis putih (11).
Selain warna kulit buah yang berbeda-beda, semangka juga memiliki warna
daging yang sangat bervariasi (merah, oranye, kuning, hijau dan putih). Variasi
warna daging pada semangka disebabkan karna perbedaan tingkat kandungan
pigmen karotenoid dan tetrapenoid dalam buah. Pewarisan warna daging
semangka secara gen telah diteliti secara ekstensif dan beberapa gen telah
diidentifikasi. Gen-gen ini mencakup gen-gen yang terdapat pada semangka
berdaging merah, kuning-salmon, kuning-kenari, dan putih (8).
4. Kandungan
Benih semangka telah dikenal memiliki kandungan gizi yang kaya. Bahkan,
dibeberapa negara, biji semangka dianggap sebagai makanan yang penting. Biji
semangka mengandung mineral tinggi seperti Ca, P, Mg, Zn, Fe dan Fe, dan
nutrisi-nutrisi lainnya (8).
Semangka mengandung kadar air yang tinggi (tingkat kelembapan 95%),
0,1% minyak, 0,5% serat, 5% karbohidrat, 250 mg vitamin A, 0,04 mg tiamin,
0,03 mg riboflavin, 8 mg kalsium, 9 mg fosfor, 0,2 mg besi, 0,6 mg niasin, 15 mg
asam askorbat, dan 6 mg kalium. Semangka kaya akan kandungan karotenoid,
diantaranya: likopen, phytofluene, phytoene, beta-karoten, dan lutein. Kandungan
karotenoid pada semangka bervariasi tergantung pada jenis semangka (12).
Berdasarkan hasil penelitian Zafar et al. asam askorbat menunjukkan
penurunan hasil glikasi protein baik secara in vivo maupun in vitro. Penelitian
yang menggunakan uji suplementasi pada hewan dan manusia menunjukkan asam
7
askorbat berpotensi menurunkan protein terglikasi. Hasil penelitian tersebut juga
menunjukkan, peningkatan konsentrasi asam askorbat menyebabkan penurunan
produk glikasi dan AGEs. Penurunan produk glikasi tersebut kemungkinan besar
disebabkan oleh gugus karbonil dari asam askorbat yang bersaing dengan glukosa
untuk berikatan dengan protein. Selain itu, kandungan fenolik pada semangka
memiliki potensi menghambat komplikasi glikasi fase lanjut (13,14).
Senyawa fenolik dan flavanoid yang terdapat dalam semangka juga memiliki
potensi sebagai zat antiglikasi. Flavanoid merupakan senyawa yang umum
terdapat dalam sayur, buah-buahan maupun teh dan sudah dikenal sebagai
senyawa antioksidan. Struktur utamanya (3 cincin benzen dengan satu atau lebih
gugus hidroksil) merupakan faktor penting terkait dengan aktifitas
antioksidannya. Sebagian aktfitas antiglikasi alami dari flavanoid dikaitkan
dengan potensinya sebagai antioksidan. Hasil penelitian Huang et al. yang
menggunakan beberapa model in vitro membuktikan efek penghambatan
flavanoid pada berbagai tahap pembentukan glikasi, yaitu: tahap awal
(pembentukan produk amadori), tahap pertengahan, dan tahap akhir
(pembentukan AGEs dan ikatan silang) (7).
Fenolik juga merupakan salah satu senyawa penting penghambat glikasi,
dimana aktivitas antiglikasinya terkait dengan potensinya sebagai antioksidan.
Seperti flavanoid, asam fenolik (khususnya asam metoksifenolik) merupakan
inhibitor glikasi pada tahap yang berbeda. Misalnya pada tahap awal reaksi
glikasi, fenolik terbukti mampu menurunkan kadar HbA1c (7).
Beta-karoten adalah pigmen karotenoid alami yang banyak ditemukan
dalam sayuran, buah-buahan dan rempah-rempah. Meskipun dengan penambahan
8
senyawa antioksidan, hasil penelitian Bodiga et al. yang menggunakan sampel
BSA (bovine serum albumin)-glukosa menunjukkan bahwa beta-karoten mampu
menghambat pembentukan karbonil (dalam dosis tertentu) sehingga memiliki
potensi sebagai antiglikasi. Meskipun mekanisme inhibisi beta karoten dalam
proses glikasi masih belum sepenuhnya dipahami, namun dapat dipastikan bahwa
karoten dapat mengikat senyawa protein dan glukosa, dan berfungsi sebagai kition
(senyawa hidrofobik akan membentuk kompleks dengan domain hidrofobik dalam
protein, yang pada akhirnya dapat melemahkan proses glikasi). Dari proses
tersebut, beta-karoten memiliki strategi dasar sebagai zat antiglikasi (15).
Sebanyak 93% kandungan buah semangka adalah air, dan sisanya adalah
karbohidrat, sedikit protein, lemak, mineral dan vitamin. Salah satu komponen
nutrisi utama dalam buah semangka adalah likopen (4.100 μg/100g) yang
umumnya ditemukan dalam semangka daging merah. Likopen adalah pigmen
berwarna merah yang dapat membantu mengurangi risiko kanker tertentu, seperti
kanker prostat, pankreas, dan kanker pada perut (8).
Selain kandungan likopennya, biji semangka juga dikenal memiliki
kandungan gizi yang kaya. Bahkan pada beberapa negara, biji semangka dianggap
sebagai makanan yang penting. Telah diketahui bahwa biji semangka
mengandung mineral tinggi seperti Ca, P, Mg, Zn dan Fe, dan nutrisi-nutrisi
lainnya (8).
Kulit semangka biasa digunakan untuk membuat jeli atau acar, dan kadang
juga bisa dimasak sebagai sayuran. Kulit semangka bagian dalam yang berwarna
hijau muda/putih, ternyata mengandung banyak nutrisi tersembunyi, terutama
citrulline (yang dikenal sebagai stimulator nitrat oksid) namun umumnya jarang
9
dikonsumsi karna rasanya yang tidak terlalu enak (4).
Sitrulin termasuk jenis asam amino non protein, yang merupakan produk
akhir dari sintesis nitrit oksid. Nitrat oksida (NO) berfungsi sebagai cellular
messenger dalam sistem kardiovaskular dan merupakan molekul vasoproteksi
penting. Pada penelitian dengan hewan percobaan, pemberian suplemen dengan
kandungan citrulline dapat meningkatkan sintesis protein (16,17).
Semangka mengandung beberapa senyawa anti inflamasi dan memiliki
potensi untuk memperbaiki kondisi inflamasi pada beberapa seperti asma,
aterosklerosis, diabetes, kanker usus besar dan athritis. Biji semangka merupakan
sumber penghasil utama protein dan minyak. Biji semangka diperkirakan
mengandung sekitar 50% lemak dan 35% protein (12,16).
B. Glikasi
1. Reaksi Glikasi
Reaksi maillard adalah reaksi yang terjadi saat gula pereduksi bereaksi
dengan asam amino protein, lipid, atau DNA secara non-enzimatik (3). Reaksi ini
umumnya dibagi menjadi 3 tahapan utama. Pada tahap awal, glukosa (atau
pereduksi lainnya seperti fruktosa, pentosa, galaktosa, manosa, dan selulosa)
berikatan dengan gugus amino bebas dari amina biologis, untuk membentuk suatu
senyawa aldimin stabil yang disebut dengan basa schiff. Basa schiff adalah suatu
senyawa yang mengandung karbon nitrogen dengan ikatan rangkap.
Pada tahap selanjutnya, melalui reaksi katalisis asam-basa, senyawa labil ini
mengalami penataan kimia ulang (selama beberapa hari) untuk menjadi produk
glikasi awal yang lebih stabil, yang disebut dengan produk amadori. Produk
10
amadori, adalah senyawa yang lebih stabil (hemoglobin A1-c adalah yang paling
dikenal), dan reaksinya masih bersifat reversibel. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecepatan reaksi ini adalah glukosa, konsentrasi protein,
reaktivitas kelompok amino bebas, dan permeabilitas sel terhadap glukosa (3,18).
Kemudian, melalui reaksi dehidratisasi, oksidasi, dan reaksi kimia lain,
produk amadori mengalami degradasi menjadi berbagai senyawa dikarbonil
reaktif seperti glioksal, methylgliyoxal dan deoxyglucosones yang menjadi jauh
lebih reaktif dibanding produk glikasi awal. Senyawa dikarbonil tersebut
kemudian bereaksi lagi dengan kelompok biomolekul bebas amino. Pada tahap
akhir dari proses glikasi, senyawa akan mengalami penyusunan kimia ulang
(oksidasi, dehidratisasi, dan reaksi siklisasi) yang lebih rumit dan akan
membentuk cross-link protein. Proses ini berlangsung dalam jangka beberapa
minggu atau bulan. Pada tahap akhir ini, terbentuklah suatu senyawa irreversibel
yang disebut dengan AGEs (advanced glication end products) (3,18).
AGEs (yang juga dikenal sebagai glikotoksin, merupakan kelompok senyawa
tinggi oksidan dengan unsur patogen yang sangat tinggi pada penyakit diabetes
dan pada penyakit-penyakit kronis lainnya. Diantara berbagai kompleks senyawa
AGEs yang telah teridentifikasi, beberapa senyawa yang telah banyak dipelajari
adala N-karboksimetil-lisin (CML) dan turunannya yang sangat reaktif
methylglioxal (MG). Kedua jenis AGEs ini dapat terbentuk dari protein maupun
glikooksidasi lipid (2).
AGEs dapat menimbulkan stres oksidatif dan respon inflamasi dengan
cara: berikatan dengan reseptor permukaan sel, berikatan silang dengan protein
tubuh, yang pada akhirnya dapat mengubah struktur fungsi sel, dan menimbulkan
11
efek buruk pada berbagai jaringan tubuh (3).
AGEs merupakan senyawa yang bersifat sangat stabil, dapat terakumulasi
pada sel dan jaringan sehingga mengganggu fungsi protein. Selain melalui reaksi
maillard, AGEs juga dapat terbentuk melalui jalur lain. Misalnya melaui proses
autooksidasi glukosa dan peroksidasi lipid yang akan membentuk derivat
dikarbonil. Derivat karbonil yang juga dikenal sebagai alfa-oxaldehydes (glioksal,
methylglyoxal (MG) dan 3-deoxyglucosone), selanjutnya berinteraksi dengan
monoacid dan membentuk AGEs. Mekanisme lain yang juga memfasilitasi
pembentukan AGEs adalah jalur poliol: glukosa diubah menjadi sorbitol oleh
enzim aldosa reduktase dan kemudian diubah menjadi fruktosa dengan bantuan
enzim sorbitol dehidrogenase. Metabolit fruktosa (fruktosa-3-fosfat) kemudian
dikonversi menjadi alfa-oxaldehydes dan berinteraksi dengan monoacid untuk
membentuk AGEs (3).
Karena pembentukan AGEs melalui 3 jalur yang berbeda, tentunya AGEs
juga memiliki struktur kimia yang beragam. Struktur kimia penyusun AGEs yang
paling banyak dipelajari adalah karboksimetil-lysine (CML) pentosidine,
pyrrlaine dan methylglyoxal (alfa-oxaldehyde). Senyawa-senyawa tersebut juga
digunakan sebagai biomarker pembentukan AGEs. CML, yang dibentuk melalui
reaksi maillard dan alfa-oxaldehydes, sering digunakan sebagai biomarker
kerusakan protein jangka panjang. Seperti halnya CML, pentosidine juga
merupakan struktur kimia AGEs yang dapat dibentuk dari reaksi maillard maupun
glioksal alfa-dikarbonil, sementara pyrraline hanya dapat dibentuk dari reaksi
maillard (3).
Reaksi glikasi protein dapat mengubah struktur molekul dan aktivitas enzim,
12
mengurangi kapasitas degradasi, dan menghalangi aktivasi reseptor sehingga pada
akhirnya dapat mengganggu fungsi normal protein. Protein AGE- termodifikasi,
dapat kehilangan fungsinya sebagai protein normal dan mengalami percepatan
degradasi untuk membentuk AGEs bebas seperti 2-(2-furoyl)-4(5)-furanyl-
1himidazole (FFI), imidazolone, N-ε-carboxy-methyl-lysine (CML), N-ε-carboxy-
ethyl-lysine (CEL), glyoxal-lysine dimmer (GOLD), dan methyl-glyoxal-lysine
dimer (MOLD) (18).
Pembentukan AGES semakin meningkat pada proses penuaan. Pada penuaan
menunjukkan, terdapat akumulasi AGEs dalam tulang rawan manusia, kolagen
kulit, dan cairan perikardia. Protein berumur panjang seperti lensa kristalin dan
kolagen, yang mengandung banyak lisin, hidroksilisin dan residu arginin,
mempunyai turnover yang lambat dan rentan terhadap akumulasi glikasi. Selain
adanya akumulasi selama proses penuaan yang sehat, pembentukan AGEs juga
mengalami percepatan pada penderita dengan penyakit diabetes, katarak,
atherosklerosis, dan penyakit neurodegeneratif, termasuk alzhemeir (18).
2. Efek pada Tubuh
Glikasi dapat menyebabkan kerusakan selular dan jaringan melalui dua
mekanisme; pertama, glikasi dapat memodifikasi protein yang dapat
menyebabkan kerusakan langsung atau perubahan struktural pada membran,
protein intraselular matriks ekstraselular. Kedua, melalui reseptor permukaan sel
(yang diakui sebagai ligan AGEs), glikasi dapat menyebabkan kerusakan.
Beberapa protein dan reseptor permukaan sel yang diketahui dapat mengikat
AGEs adalah: RAGE (receptor for AGEs), makrofag tipe I dan II reseptor
scavenger tipe A (MSR-A), kelompok reseptor scavenger kelas B dari CD36,
13
lectin like reseptor, LOX-I (low density protein teroksidasi-1), kompleks-3
galectin, fasciclin, laminin, EGF-like, dan hubungan domain yang mengandung
reseptor, scavenger-1,2, megalin, dan toll-like receptor (TLR). Diantara protein
dan reseptor yang disebutkan diatas, RAGE dikenal sebagai salah satu reseptor
yang fungsional untuk AGEs, yang dapat menyebabkan respon inflamasi selular
melalui sinyal RAGE intraselular. Ikatan antara AGEs dengan protein dan
reseptor lain juga dapat menyebabkan kerusakan selular maupun jaringan (19).
RAGE pada awalnya terdeteksi dari sampel paru-paru yang kemudian
diidentifikasi sebagai reseptor permukaan sel yang mampu mengikat AGEs.
RAGE terdapat pada berbagai sel dan jaringan, termasuk paru paru, sel epitel
alveolar, sel pembuluh darah, dan sel imun tubuh. Pada kondisi fisiologis tubuh
sehat, sinyal RAGE pada organ dan jaringan umumnya rendah. Namun, sinyal
tersebut meningkat pada keadaan lesi patologis tempat AGEs terakumulasi (19).
Efek patologis AGEs berhubungan dengan kemampuannya berikatan dengan
reseptor permukaan sel dan protein tubuh yang dapat menyebabkan stres oksidatif
dan peradangan, sehingga akhirnya akan mengubah struktur dan fungsi sel (2).
Oksidative stress (OS) merupakan suatu keadaan yang disebabkan karena
ketidakseimbangan antara faktor-faktor penghasil ROS (reactive oxygen species)
dan sistem pelindung sel (antioksidan) sehingga dapat menyebabkan perubahan
struktur biomolekul (DNA, karbohidrat, protein, dan lipid), hilangnya sinyal sel
dan ekspresi gen, apoptosis, dan nekrosis. Pada keadaan ini, ROS yang memiliki
kemampuan menginaktivasi molekul secara fungsional, menginduksi apoptosis
sel, memicu respon adaptif seluler melalui aktivasi redox-sensitive-transcription
factor, Nf-kB (nuclear respiratory factor I), dan sp-1 (specificity protein-I) dapat
14
menghasilkan sejumlah mediator proinflamasi, dan pada akhirnya dapat
menyebabkan perubahan/pengurangan struktur kimia pada biomolekul penting
antioksidan (18). Stress oksidatif adalah reaksi modifikasi oksidatif ROS yang
dibentuk dari komponen biologis seperti asam nukleat, lipid, dan protein. Reaksi
ini menyebabkan berbagai gangguan fungsi organ (21).
ROS dihasilkan dari metabolisme oksigen dan bersifat sangat reaktif. ROS
merupakan produk sampingan dari metabolise selular organisme aerob (22).
Karena bersifat sangat reaktif, ROS mudah bereaksi dengan hampir semua jenis
molekul biologis. Sehingga konsentrasi ROS yang tinggi dapat menyebabkan
kerusakan pada banyak sel intraselular maupun ekstraselular termasuk DNA,
protein, dan lipid. ROS pada DNA dapat menyebabkan mutasi dan perubahan
ekspresi gen (23).
Efek biologis AGEs disebabkan oleh 2 mekanisme yang berbeda: salah satu
independen reseptor (kerusakan struktur protein dan metabolisme matriks
ekstraselular), atau salah satu RAGE (receptor for AGEs). Interaksi antara AGEs
dan reseptor RAGE akan memicu aktivasi jalur MAPKs (mitogen-activated
protein kinase) dan PI3-K (phosphatidylinositol-3 kinase) yang akan
mengaktifkan faktor transkripsi NF -B (nuclear factor kappa-B). Setelah
teraktivasi, NF -B akan bertranslokasi ke inti, untuk mengaktifkan transkripsi
gen untuk sitokin, faktor pertumbuhan, dan molekul adhesi seperti TNF-α (tumor
necrosis factor α), IL-6 (Interleukin-6), yang dikenal baik sebagai promotor reaksi
radang. Disamping itu, ikatan AGE-RAGE akan mengaktifkan NAD(P)H
oksidase (kompleks enzim yang menghasilkan superoksida), dan ketika kompleks
ini teregulasi, stres oksidatif intraselular akan meningkat. Peningkatan mendadak
15
stres oksidatif tersebut pada akhirnya akan mengaktifkan NF -B (3).
Penelitian secara in vivo pada tikus percobaan menunjukkan bahwa konsumsi
makanan kaya kandungan AGEs, dihubungkan dengan peningkatan kadar AGEs
dalam jaringan dan resiko aterosklerosis dan penyakit ginjal. Disamping itu,
pembatasan konsumsi makanan tinggi kandungan AGEs, dAGEs (dietary of
AGEs), akan mencegah terjadinya aterosklerosis, disfungsi ginjal, diabetes tipe I
dan II, meningkatkan sensitivitas insulin, dan mempercepat proses penyembuhan
luka. Di samping itu, pembatasan dAGEs pada pasien dengan penyakit diabetes
dan penyakit ginjal, seperti yang dilakukan pada subjek sehat, juga dapat
mengurangi tanda-tanda stres oksidatif dan peradangan. Dari hasil temuan dan
studi pada hewan dan manusia menunjukkan bahwa menghindari dAGEs dapat
membantu mencegah penyakit kronis dan penuaan (2).
Contoh efek buruk AGEs yang sudah banyak diteliti adalah perannya dalam
menyebabkan berbagai komplikasi pada diabetes. Pada diabetes, reaksi glikasi
akan meningkat pada lingkungan fisiologis hiperglikemi, yang akan menyebabkan
peningkatan pembentukan AGEs. Adanya AGEs yang menumpuk dapat
menyebabkan beberapa perubahan seluler yang dapat menimbulkan komplikasi
makro dan mikrovaskular, seperti aterosklerosis, retinopati diabetik, nefropati, dan
neuropati. AGEs telah dikenal sebagai penyebab utama peningkatan komplikasi
vaskular. Mekanisme terjadinya komplikasi kardiovaskular pada diabetes
berhubungan dengan adanya peningkatan stres oksidatif/stres nitrosaiv, akumulasi
AGEs, peningkatan RAGE (receptor for AGEs), aktivasi berbagai proinflamasi,
kematian jalur transmisi sinyal pada sel, dan peningkatan adhesi monosit ke
dinding pembuluh darah. Studi menunjukkan bahwa AGEs dapat menghasilkan
16
sejumlah besar pro-inflamasi melalui pembentukan stress oksidatif, yang telah
diperkirakan, merupakan kunci utama dalam perkembangan komplikasi mikro dan
makrovaskular pada diabetes (13).
Efek negatif yang ditimbulkan AGEs pada tubuh berkaitan dengan
ekskresinya dalam tubuh. Hasil penelitian menunjukkan, dari sekitar 10% AGEs
imunoreaktif yang tertelan akan diangkut ke sirkulasi, dua-pertiga dari jumlah
yang tertelan akan tetap berada dalam tubuh, dan tersimpan dalam jaringan.
Hanya sepertiga dari AGEs tersebut yang diekskresikan melalui ginjal (3).
Dari hasil penelitian secara in vivo, telah terdentifikasi beberapa produk hasil
reaksi maillard dalam makanan, yang biasa digunakan sebagai biomarker
pembentukan AGEs seperti; furfural, pyrralines, dan senyawa dikarbonil seperti
methylglyoxal (3).
C. Anti-Glikasi
AGEs memainkan peran penting dalam reaksi ikatan silang atau modifikasi
protein lain yang menghasilkan oksidan, sehingga dapat menginduksi stres
oksidatif pada sel-sel pembuluh darah dan jaringan lain. Karena itu, pembentukan
AGEs yang berlebihan serta akumulasinya dalam jaringan merupakan kontributor
yang signifikan dalam perjalanan suatu penyakit (24).
Senyawa sintetis dan produk-produk alami telah dievaluasi sebagai inhibitor
pembentukan AGEs. Sejauh ini, inhibitor AGEs sintetis dibagi menjadi 3 kelas:
(a) agen penangkap karbonil yang mengurangi stres karbonil; (b) chelators ion
logam, yang menekan glikooksidasi, dan (c) pemutus reaksi silang yang akan
mengembalikan ikatan silang AGEs. Meskipun zat-zat tersebut memiliki efek
17
penghambatan dalam proses terbentuknya AGEs, banyak inhibitor sintetis
pembentukan AGEs yang ditarik dari uji klinis karna tingkat khasiat yang relatif
rendah, farmakokinetik rendah, dan keamanan yang tidak terjamin. Contohnya
saja, aminoguanidin (AG) yang merupakan suatu senyawa hidrazin nukleofilik
yang memiliki potensi mencegah pembentukan AGEs. AG ditarik dari fase
penting uji klinis pada tahap III karna keamanan konsumsi yang tidak terjamin
dan kurang jelasnya keberhasilan penggunaannya (18).
Meskipun aminoguanidin dikenal sebagai salah satu agen anti glikasi yang
telah menjadi pusat ketertarikan dari berbagai perspektif uji klinis dan memiliki
kemampuan dalam menghambat pembentukan AGEs baik secara in vitro maupun
in vivo, studi terbaru menunjukkan, aminoguanidin mungkin memiliki efek toksik
ketika diberikan pada penderita nefropati diabetik. Oleh karna itu, banyak upaya
yang dilakukan untuk mencari senyawa fitokimia dari tanaman, makanan, buah-
buahan, dan obat-obatan herbal yang memang efektif dalam menghambat
pembentukan AGEs (24).
Produk-produk alami telah terbukti relatif aman untuk dikonsumsi, dan
banyak ekstrak tumbuhan yang telah diuji untuk mengetahui potensi mereka
dalam mencegah pembentukan AGEs. Selain itu, sejumlah produk yang berasal
dari tanaman telah terbukti memiliki efek hipoglikemik, hipolipidemik, dan sifat
antioksidan. Beberapa senyawa penting seperti fenolat, polisakarida, karotenoid,
asam lemak tak jenuh, dan lain-lain telah dilaporkan memiliki aktivitas
antiglikasi. Sebagai contoh, konsumsi minuman teh hijau, dapat secara signifkan
menurunkan kecepatan glikasi dan akumulasi (penumpukan) AGEs (25).
Potensi kandungan anti-glikasi berbagai tanaman obat dan makanan dari
18
tumbuhan adalah sebanding/bahkan lebih kuat daripada aminoguanidin. Beberapa
studi menunjukkan bahwa, aktivitas antiglikasi secara signifikan berhubungan
dengan kandungan fenolik dari bahan ekstrak tanaman yang diuji. Polifenol
(contoh: asam fenolat dan flavanoid), yang merupakan kandungan umum dari
buah-buahan, sayuran, sereal, biji-bijian, kacang-kacangan cokelat kopi, teh, dan
anggur adalah zat dengan kandungan antioksidan yang tinggi. Makanan-makanan
tersebut terbukti memberikan banyak manfaat kesehatan, seperti potensi dalam
pencegahan kanker, penyakit neurodegeneratif, diabetes, dan jantung (25).
Pada kulit, efek glikasi yang terjadi pada kolagen tipe I akan menyebabkan
peningkatan kekusaman kulit dan penurunan elastisitas kulit. Sehingga dalam
beberapa tahun terakhir, banyak penelitian diarahkan untuk menghambat
pembentukan AGEs untuk mencegah penuaan, promosi kesehatan, dan gaya
hidup terkait penyakit tertentu (25).
Beberapa penelitian yang baru-baru ini dilakukan bertujuan untuk mencari
cara menghambat pembentukan AGEs. Perusahaan kosmetik dan makanan telah
meneliti banyak bahan penghambat glikasi yang ditemukan dalam ekstrak
tanaman, misalnya teh herbal. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa ekstrak teh
hijau dapat menghambat pembentukan AGEs pada kolagen melalui hewan tikus
percobaan. Sebuah uji klinis pada pasien dengan pra-diabetes menunjukkan,
campuran ekstrak herbal yang diekstrak dengan air panas, menimbulkan efek
antiglikasi yang kuat, meningkatkan elastisitas kulit, dan menurunkan kadar CML
dalam darah (25).
BAB III
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESA
A. Landasan Teori
Pada tahap awal, jenis gula pereduksi bereaksi dengan gugus amino bebas,
untuk membentuk suatu senyawa stabil yang disebut basa schiff. Kemudian,
melalui katalisis asam-basa,senyawa mengalami penataan kimia ulang untuk
membentuk produk amadori (contoh: HbA1c). Kemudian, produk amidori akan
mengalami degradasi menjadi berbagai senyawa dikarbonil reaktif (glioksal,
methylgliyoxal dan deoxyglucosones) yang bersifat lebih reaktif dibanding produk
glikasi awal. Senyawa tersebut kemudian bereaksi dengan kelompok biomolekul
bebas amino dan menghasilkan AGEs (advanced glication end products) (18).
Kandungan semangka: fenolik, likopen, vitamin, asam askorbat, karotenoid
dan flavanoid memiliki kemampuan untuk menghambat proses glikasi. Flavanoid
berpotensi menghambat proses glikasi pada beberapa tahap: tahap awal
(pembentukan produk amadori), tahap pertengahan, dan tahap akhir
(pembentukan AGEs dan ikatan silang) (7). Potensi antiglikasi fenolik mirip
dengan flavanoid (inhibitor glikasi pada tahap berbeda) (7). Asam askorbat
menyebabkan penurunan produk glikasi dengan cara mengikat protein, sehingga
menghambat proses glikasi (13). Beta-karoten mampu menghambat pembentukan
dikarbonil dalam proses glikasi dengan mengikat senyawa protein dan glukosa
(15).
19
20
Gambar 1.1 Bagan Kerangka Teoritis Penelitian Daya Hambat Jus Semangka (Citrullus lanatus Thunb.)
B. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini yaitu daya hambat reaksi glikasi jus buah semangka
(Citrullus lanatus Thunb.) lebih besar dari asam askorbat.
Gula Pereduksi Asam amino, lipid, DNA
Basa schiff
Produk amadori
dikarbonil Gugus amino bebas
AGEs
Kandungan jus semangka:
flavanoid,fenolik.
Kandungan jus semangka; beta karoten, asam askorbat, fenolik, flavanoid
Kandungan jus semangka; fenolik, flavanoid
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental untuk mengukur daya
hambat jus buah semangka (Citrullus lanatus Thunb.) dengan membuat model
reaksi glikasi.
B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas tanaman buah
Citrullus lanatus Thunb. yang diperoleh dari pasar. Selain itu bahan yang
digunakan terdiri atas aquadest, bovin serum albumin (BSA), asam askorbat,
trikloroasetat (TCA) 100%, phosphate buffer saline (PBS) dan larutan glukosa
500mg/dL.
2. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat gelas (PYREX®),
sentrifuse (CENTURION®), juicer (PHILLIPS®), stopwatch, mikropipet
(TRANSFERPETTE®), sp ektrofotometer (T80+), lemari es, dan waterbath (GFL
1031®).
C. Variabel penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini yaitu konsentrasi jus buah semangka dan
asam askorbat.
21
22
2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini yaitu persentase daya hambat reaksi glikasi.
3. Variabel Pengganggu
a. Standarisasi alat, dikendalikan dengan kalibrasi pada alat yang digunakan.
b. Keadaan bahan kimia, dikendalikan dengan menggunakan bahan kimia yang
masih baik.
c. Keadaan buah dikendalikan dengan pengambilan pada tempat dan waktu yang
sama.
d. Lingkungan (suhu, kelembaban, dan cahaya), dikendalikan dengan cara
melakukan penelitian dalam ruangan dan suhu yang sama.
D. Definisi Operasional
1. jus buah semangka adalah larutan hasil filtrasi dari daging buah semangka
merah (Citrullus lanatus Thunb.) yang dihaluskan menggunakan juicer. Buah
yang diambil adalah semangka berbiji yang matang, berwarna merah segar
dengan konsistensi lunak dan kulit buah berwarna hijau.
2. Daya hambat reaksi glikasi adalah kemampuan jus buah semangka dalam
menghambat reaksi glikasi, yakni reaksi antara BSA dengan glukosa.
3. IC50 adalah konsentrasi jus buah semangka maupun asam askorbat (%) yang
mampu menghambat 50% reaksi glikasi. Semakin kecil nilai IC50, semakin
tinggi daya hambatnya pada reaksi glikasi.
E. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Jus Buah Semangka
Pertama-tama buah semangka dikupas lalu dibersihkan, kemudian sebanyak
23
300 gram buah dihaluskan dengan menggunakan juicer. Setelah itu didapatkan
cairan buah yang terpisah dengan ampas. Kemudian, cairan buah tersebut diambil
untuk diencerkan dengan aquades sehingga didapatkan konsentrasi 10%, 20%
dan 30%.
2. Pembuatan Model Reaksi Glikasi
Glikasi dibuat dengan model reaksi antara bovin serum albumin (BSA) dengan
glukosa. Pada model ini digunakan 2 kelompok yakni :
1. Kelompok Uji (Au)
Au0 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA
Au1 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA + 1 ml jus buah semangka konsentrasi 10%
Au2 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA + 1 ml jus buah semangka konsentrasi 20%
Au3 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA + 1 ml jus buah semangka konsentrasi 30%
2. Kelompok Standar (As)
As0 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA
As1 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA + 1 ml asam askorbat konsentrasi 10%
As2 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA + 1 ml asam askorbat konsentrasi 20%
As3 : 1 ml Glukosa + 1 ml BSA + 1 ml asam askorbat konsentrasi 30%
3. Pengukuran daya hambat reaksi glikasi
Masing–masing larutan kelompok uji dan larutan kelompok standar diinkubasi
selama 24 jam dalam waterbath dengan suhu 60oC. Setelah itu tambahkan TCA
100% sebanyak 10µL pada masing-masing kelompok. Kemudian masing-masing
kelompok diinkubasi di lemari es pada suhu 4oC selama 10 menit. Setelah itu,
semua larutan disentrifus dengan kecepatan 1300 rpm selama 4 menit dan
supernatant dibuang. Kemudian endapan dilarutkan dengan 1 ml PBS pH 10, dan
24
nilai absorbansi kedua kelompok larutan diukur menggunakan spektrofotometer
pada λ = 370 nm.
Daya hambat reaksi glikasi (%) = 100% x (Au/Ak)
F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengukur daya hambat reaksi
glikasi in vitro.
G. Cara Analisa Data
Daya hambat reaksi glikasi in vitro dinyatakan dengan menentukan besarnya
nilai IC50 (Inhibition Concentration 50) dengan cara membuat grafik linier
menggunakan persamaan y = a + bx dengan y = daya hambat reaksi glikasi dalam
persen dan x = konsentrasi jus buah Citrullus lanatus Thunb. Grafik linier dibuat
dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007.
Korelasi dilambangkan dengan r dengan ketentuan nilai r -1≤ r ≤ 1. Apabila
nilai r = -1 artinya korelasi negatif sempurna; r= 0 artinya tidak ada korelasi; dan
r= 1 artinya korelasinya sangat kuat. Interpretasi koefisien korelasi positif
ditunjukkan pada Tabel 5.1
Tabel 5.1 Interpretasi Koefisien Korelasi Positif
Interval Koefisien Tingkat Hubungan0,800 – 1,000 Sangat Kuat0,600 – 0,799 Kuat0,00 – 0,599 Cukup kuat0,200 – 0,399 Lemah0,000 – 0,199 Sangat Lemah
H. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran
25
Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru pada bulan Mei 2014.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya hambat reaksi glikasi jus
buah semangka (Citrullus lannatus Thunb.) dengan menentukan besarnya nilai
IC50 (inhibition concentration 50). Dari hasil penelitian didapatkan data yang
disajikan pada Gambar 5.1
Gambar 5.1 Potensi Antiglikasi Jus Semangka dan Asam Askorbat
Gambar 5.1 menunjukkan nilai R2 asam askorbat sebesar 0,9256 (r = 0,962)
sedangkan nilai R2 jus buah semangka adalah 0,9061 (r = 0,951). Menurut data
yang diperoleh dari hasil penelitian, nilai r menunjukkan korelasi positif yang
sangat kuat. Hal ini berarti kenaikan konsentrasi juga akan diikuti oleh
peningkatan potensi antiglikasi. Dari gambar 5.1 diketahui koefisien determinasi
(R2) jus buah semangka adalah 0,9061 dan asam askorbat sebesar 0,9256. Hal ini
berarti, 90,61% kenaikan potensi antiglikasi (y) jus buah semangka dipengaruhi
26
27
oleh peningkatan konsentrasi (x) dan sisanya sebesar 9% disebabkan oleh faktor
lain yang tidak dapat diidentifikai oleh peneliti. Hal tersebut juga menunjukkan,
92,56% kenaikan potensi antiglikasi (y) asam askorbat dipengaruhi oleh
peningkatan konsentrasi (x), dan sisanya sebesar 8% disebabkan oleh faktor lain
yang tidak dapat diidentifikasi oleh peneliti.
Penambahan konsentrasi jus buah semangka diduga dapat mempengaruhi
daya hambat pada reaksi glikasi. Hal itu disebabkan karena adanya reaksi osilasi
antar glukosa rantai lurus dengan gugus amina.
Reaksi osilasi pada glukosa terjadi akibat reaki kesetimbangan antara α-
glukosa menjadi β-glukosa yang melalui pembentukan struktur liner dari glukosa.
Saat berada pada struktur linier, gugus aldehid pada glukosa bersifat reaktif
sehingga mampu berikatan dengan gugus amin pada protein. Akan tetapi, reaksi
ini tidak berlangsung lama, karena glukosa akan segera berubah menjadi bentuk
siklik. Hal ini berakibat pada menurunnya aktivitas gugus aldehid yang berikatan
dengan gugus amina pada protein. Proses ini berlangsung secara terus menerus,
hingga terjadi pembentukan produk glikasi yang naik turun (26).
Adanya jus buah yang mengandung senyawa flavonoid, mampu menghambat
pembentukan produk glikasi. Hal ini karena kemampuan flavonoid dalam
menyumbangkan atom hidrogen yang dimilikinya sehingga dapat
mempertahankan struktur glukosa yang stabil. Dengan kestabilan tersebut, maka
glukosa tidak dapat bereaksi dengan protein, sehingga pada akhirnya reaksi glikasi
dapat dicegah (18).
Pada gambar 5.1 penambahan konsentrasi jus buah semangka dapat
meningkatkan daya hambat terhadap reaksi glikasi. Namun, pada konsentrasi
28
tertentu, ketika senyawa bioaktif dalam jus buah telah berikatan dengan glukosa,
maka akan tersisa glukosa yang tidak habis bereaksi (reaksi keseimbangan pada
glukosa). Sehingga, pada saat tersebut, penambahan konsentrasi jus buah untuk
menghambat reaksi glikasi, potensinya tidak sebesar pada awal reaksi.
Hal tersebut didukung oleh penelitian Aruna et al. yang melakukan uji
aktivitas antioksidan dengan menggunakan sampel daun semangka dan asam
askorbat sebagai standar. Grafik hasil penelitian tersebut, yang menggunakan
metode DPPH (diphenyl-1-picrylhydrazil) dan pengukuran pada panjang
gelombang 517 nm menunjukkan, semakin besar konsentrasi, maka aktivitas
antioksidannya juga semakin besar (27).
Semangka merupakan salah satu buah yang berpotensi sebagai penghambat
reaksi glikasi. Hal itu dikarenakan senyawa bioaktif yang dikandungnya, seperti:
karotenoid (termasuk likopen), fenolik, flavanoid, dan asam askorbat. Hal tersebut
didukung dari hasil penelitian secara in vitro oleh Aruna et al. yang membuktikan
daun semangka mengandung senyawa bioaktif fenolik, flavanoid, dan vitamin C
(27). Senyawa bioaktif semangka yang bersifat larut air diantaranya:
1. Fenolik (asam fenolat)
Fenolik merupakan senyawa antiglikasi penting, dimana potensi antiglikasinya
dipengaruhi oleh cincin gugus hidroksilnya. Seperti flavanoid, asam fenolat
(khususnya asam metoksifenolik) merupakan inhibitor glikasi pada tahap yang
berbeda. Misalnya pada tahap awal reaksi glikasi, fenolik terbukti mampu
menurunkan produk amadori (7,16). Hasil penelitian oleh Sirintorn et al.
menyatakan, ekstrak kulit anggur merah yang juga tinggi akan kandungan fenolik
(flavanoid dan lain-lain), dinilai berpotensi sebagai agen antiglikasi (28).
29
Struktur utama flavanoid (3 cincin benzen dengan satu/ lebih gugus hidroksil)
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan aktifitas antioksidannya.
Sebagian aktfitas antiglikasi alami dari flavanoid dikaitkan dengan potensinya
sebagai antioksidan. Berdasarkan penelitian menggunakan beberapa model in
vitro membuktikan efek penghambatan flavanoid pada berbagai tahap
pembentukan glikasi. Pada tahap awal, flavonoid dapat menghambat
pembentukan produk amadori. Pada tahap pertengahan, secara signifikan
flavanoid mampu menghambat metilglikoksal (senyawa dikarbonil reaktif). Pada
tahap akhir, flavonoid juga ditemukan dapat menghambat pembentukan AGEs.
Disamping itu, potensi penghambatan glikasi flavonoid juga berhubungan dengan
struktur senyawanya. Gugus hidroksil C-3 dan C-5 pada cincin B mempengaruhi
daya hambat flavanoid terhadap reaksi glikasi (7).
Hasil penelitian Masayuki Yagi et al. menunjukan, kombinasi senyawa
fenolik yang ditemukan dalam buah-buahan, dapat menghambat proses aging dan
dan reaksiglikasi secara efektif. Disamping itu, penelitian lain juga menyatakan
bahwa potensi buah ceri, pir, tamarin, dan lemon sebagai antiglikasi, dihubungkan
dengan senyawa polifenol (seperti: flavanoid, flavones, asam fenolat) yang
dikandungnya (1).
2. Asam Askorbat
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Oseni Okoye et al., semangka
mengandung berbagai senyawa antioksidan penting, salah satunya asam askorbat
(29). Mekanisme pengaruh asam askorbat pada reaksi glikasi sebenarnya sangat
kompleks. Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa asam askorbat
mampu bersaing dengan glukosa untuk berikatan dengan protein, sehingga pada
30
akhirnya dapat menghambat reaksi glikasi. Bentuk dehidroaskorbat dari asam
askorbat dapat bereaksi dengan gugus amino dan basa schiff sehingga juga dapat
menghambat reaksi glikasi. Beberapa studi menunjukkan asam askorbat
berpengaruh pada glikasi protein. Menurut Akhilinder, semua bentuk dari asam
askorbat dapat menghambat ikatan protein protein dalam reaksi glikasi. Davie dan
Oian et al. juga melaporkan bahwa konsumsi asam askorbat secara oral mampu
menghambat glikasi protein dan pembentukan produk amadori seperti HbA1c.
Selain itu, menurut Khatami, Price, dan Hunt, asam askorbat mampu menghambat
reaksi glikasi hingga sampai 80% pada kondisi yang berbeda-beda (30).
Selanjutnya, dari persamaan pada gambar 5.1, diperoleh nilai IC50 masing-
masing 15,803% untuk asam askorbat dan 64,23% untuk jus buah semangka.
Dengan demikian jus semangka memiliki daya hambat reaksi glikasi lebih kecil
dibandingkan dengan asam askorbat, karena jus semangka memerlukan 64,23%
untuk menghambat 50% reaksi glikasi, sedangkan asam askorbat hanya
membutuhkan 15,803% untuk menghambat 50% reaksi glikasi (Gambar 5.2).
Gambar 5.2 Perbandingan Nilai IC50 Jus Semangka dan Asam Askorbat
15,803
64,23
31
Terdapat beberapa faktor yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi daya
hambat reaksi glikasi dari jus semangka, salah satunya adalah sifat kelarutan
senyawa bioaktif yang terkandung dalam semangka. Asam askorbat dan beberapa
senyawa golongan fenolik dikenal sebagai antioksidan hidrofilik (larut dalam air),
sedangkan karotenoid dan flavanoid dikenal sebagai antioksidan lipofilik (larut
dalam lemak) (31).
Penentuan hidrofilik atau lipofilik suatu senyawa merupakan hal yang umum
digunakan untuk menentukan kapasitas antioksidan/antiglikasi suatu ekstrak
tumbuhan. Hal ini dapat mendeteksi semua air atau senyawa larut lemak yang
terdapat dalam ekstrak, sehingga pada akhirnya dapat memperhitungkan efek
sinergis masing-masing senyawa antioksidan/antiglikasi dalam tanaman tersebut
(32). Hidrofilik, atau yang disebut dengan senyawa polar, adalah senyawa yang
umumnya terbatas pada kompartemen ekstraselular dan tidak bisa masuk ke
dalam sel (33). Penelitian ini menggunakan air sebagai pelarut (dalam bentuk jus)
sehingga hanya komponen senyawa hidrofilik saja yang dapat terdeteksi.
Senyawa lipofilik antioksidan mungkin tidak banyak berkontribusi penting
dalam total aktivitas antioksidan, karena dalam penelitian Xian Li wu et al.
dikatakan bahwa aktivitas senyawa hidrofilik menyumbang kurang lebih 99% dari
total aktivitas antioksidan (31). Namun disamping itu, sifat fisio-kimia dari kedua
komponen zat tersebut memang sangat berbeda. Meskipun metode pengukuran
aktivitas antioksidan umumnya dirancang untuk komponen hidrofilik, hal tersebut
mungkin saja tidak sesuai untuk pengukuran komponen lipofilik. Beberapa
peneliti mengusulkan, untuk mendapatkan pengukuran yang lebih tepat dari total
32
kapasitas antioksidan, komponen lipofilik harus dipisahkan dari komponen
hidrofilik menggunakan prinsip kimia tertentu (34).
Selain itu, faktor pra dan pasca panen semangka sendiri juga turut
berpengaruh terhadap hasil pengukuran. Faktor-faktor tersebut adalah faktor fisik
yang tidak dapat dikendalikan dalam penelitian ini.
Hasil penelitian oleh Hira Zafar et al. yang dilakukan pada 3 buah berbeda
untuk menguji stabilitas asam askorbat menunjukkan stabilitas asam askorbat
dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan dan suhu. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa stabilitas asam askorbat lebih mampu bertahan saat
disimpan disuhu dingin. Ribero et al. menyatakan, degradasi asam askorbat dapat
disebabkan adanya faktor seperti: oksigen, pH alkali, pemanasan,
benda/mikroorganisme asing, kelembaban, kerusakan fisik (13).
Adanya patogen dan paparan bahan kimia asing dalam buah juga dapat
mempengaruhi kadar senyawa bioaktif. Patogen dan bahan kimia asing dapat
meningkatkan aktivitas askorbat oksidase. Askorbat oksidase merupakan enzim
yang bertanggung jawab terhadap oksidasi asam askorbat menjadi
dehidroaskorbat (DHA). Pada tanaman hortikulutral lain, DHA hanya mewakili
10% dari total aktivitas antioksidan (35).
Faktor lain seperti iklim, dan kematangan buah juga mempengaruhi besarnya
kandungan asam askorbat dalam tanaman (35). Penelitian yang dilakukan oleh
Njoku et al., saat membandingkan kandungan asam askorbat dalam beberapa buah
berbeda membuktikan bahwa daerah dengan iklim tropis memiliki buah dengan
kadar asam askorbat yang lebih rendah, dibandingkan dengan iklim dingin (36).
Suhu dan pH selama proses penelitian juga dapat mempengaruhi kandungan
33
senyawa bioaktif dalam jus. Menurut Aguayi et al. suatu lingkungan panas yang
diciptakan untuk membunuh kuman/organisme dan enzim tertentu, atau untuk
pengkondisian, dapat membuat senyawa dalam jus selama menjadi tidak stabil
(37). Disamping itu, menurut hasil penelitian Gui Fang et al. yang dilakukan
untuk mengetahui aktifitas polifenol dalam buah anggur membuktikan bahwa
peningkatan pH (basa) menyebabkan penurunan kadar fenolik. Berdasarkan
penelitian tersebut, 20% dari bentuk dimer fenolik terdegradasi pada pH 7.4, dan
pada pH 8.5, semua bentuk dimer dan monomer fenolik hampir terdegradasi
seluruhnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa fenolik lebih stabil pada kondisi
asam (ph<7) (38).
Perbedaan kadar kandungan senyawa bioaktif dalam semangka juga dapat
mempengaruhi hasil penelitian, contohnya saja kandungan asam askorbat.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wee Sim Cho dan Wai Yen Sin, dalam
“Ascorbic Acid, Lycopene and Antioxidant Activities of Red Fleshed and Yellow-
Fleshed Watermelon” menyimpulkan, kandungan asam askorbat pada buah
semangka merah adalah sekitar 86.32 mg/kg. Kandungan asam askorbat dalam
buah semangka merah pada penelitian ini lebih tinggi daripada yang pernah
dilaporkan sebelumnya dari penelitian Issabelle et al. (39.1 mg/kg). Perbedaan
hasil pada kedua penelitian tersebut, kemungkinan besar disebabkan karna
pengaruh kuat dari perbedaan genotip kedua buah semangka dan faktor eksternal
seperti: kondisi lingkungan, tingkat kematangan, dan keadaan saat maupun setelah
panen (39).
Pengaruh gen dalam variasi jenis semangka juga menentukan besarnya
senyawa bioaktif yang terkandung. Besarnya variasi genetik merupakan salah satu
34
penentu besarnya kandungan vitamin dalam buah. Gen berpengaruh lebih besar
terhadap tingkat kandungan vitamin C dalam buah, dibandingkan faktor seperti
iklim dan lain-lain (35).
Keterbatasan dari penelitian ini diantaranya: peneliti tidak mengidentifikasi
senyawa bioaktif dalam buah semangka, peneliti tidak melakukan identifikasi
varietas semangka secara spesifik, dan faktor fisik dari buah tidak dapat
dikendalikan.
Dari hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan kandungan asam
askorbat dan senyawa antiglikasi pada buah semangka merah yang digunakan
pada penelitian kali ini sedikit/ tidak terdeteksi secara in vitro. Hal itu disebabkan
oleh faktor-faktor yang telah dijabarkan sebelumnya, sehingga daya hambat
glikasinya lebih kecil dibandingkan dengan asam askorbat murni sebagai
pembanding.
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil simpulan sebagai
berikut :
1. Nilai IC50 jus buah semangka merah (Citrullus lanatus T.) dalam
menghambat reaksi glikasi sebesar 64.23%.
2. Nilai IC50 asam askorbat dalam menghambat reaksi glikasi sebesar 15.803%.
3.Nilai IC50 jus buah semangka merah (Citrullus lanatus Thunb.) lebih besar
dibandingkan dengan asam askorbat dalam menghambat reaksi glikasi in vitro.
Sehingga daya hambat jus buah semangka merah (Citrullus lanatus Thunb.)
lebih kecil dibandingkan dengan asam askorbat dalam menghambat reaksi
glikasi secara in vitro.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai potensi jus buah
semangka merah (Citrullus lanatus T.) dalam menghambat reaksi glikasi secara
in vivo.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan daya
hambat reaksi glikasi oleh dua jenis semangka berbeda: semangka merah dan
kuning.
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Parengkuan L, Masayuki Y, Megumi M, Mari O, Umenoi H, and Yoshikazu Y. Antiglycation activity of various fruits. Japanese Society of Anti-Aging Medicine 2013;10(4):70-76.
2. Urribari J, Sandra W, Susan G, Weijing C, Xue C, Renata P, et al. Advanced glyation end products in food and a practical guide to their reduction in the diet. American Dietetic Association 2010;110:911-916.
3. Contreras C.L, dan Navakofski KC. Dietary advanced end products and aging. Nutrients 2010;2:1247-1265.
4. Johnson J.T, Iwang E.U, Hemen J.T, Odey M.O, Efiong E.E, and Eteng O.E. Evaluation of anti-nutrient contents of watermelon Citrullus lanatus. Scholars Research Library 2012;3(11):5145-5150.
5. Iqbal K, Khan A, and Khattak M. A. Biological significance of ascorbic acid (vitamin C) in human health- a review. Pakistan Journal of Nutrition 2004;3(1):5-13.
6. O.L Erukainure, O.V Oke, S.O Adenekan, and J.A Ajiboye. Antioxidant activities, total phenolic and flavanoid levels of watermelon rinds subjected to Saccharomyces cerevisiae solid media fermentation. Fermentation Technology and Bioengineering 2011;2:11-16.
7. Wu C.H, Huang S.M, Lin J.A, and Yen G.C. Inhibition of advanced glycation endproduct formation by foodstuffs. The Royal Society of Chemistry 2011;2:224-234.
8. Lou Ling L. Inheritance of fruit characteristics in watermelon [Citrullus lanatus (Thunb.) Matsum dan Nakai]. Thesis. Raleigh, North Carolina: North Carolina State University, 2009.
9. Naz A, Butt M.S, Pasha I, and Nawaz H. Antioxidant indices of watermelon juice and lycopene extract. Pakistan Journal of Nutrition 2013;12(3):255-260.
10. Rahman H, Manjula K, Anoosha T, Nagaveni K, M. Chinna E, and Bardalai D. In-vitro antioxidant activity of citrullus lanatus seed extracts. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research 2013;6(3):152-157.
11. Siregar F. D. Budi daya semangka. Depok: Penebar Swadaya 2010.
12. Inuwa H.M, Aina V.O, Gabi Baba, Aimola I, and Thompson Veronica. Determination of differences in nutrient composition of citrullus vulgaries
35
(watermelon) fruits after plucking. British Journal of Diary Sciences 2011;2(2):27-30.
13. Zafar H, Sheikh M.A, Hussain F, and Maan M.A. Inhibition of protein glycation and advanced glycation end products by ascorbic acid. African Journal of Biotechnology 2012;11(51):11309-11314.
14. Acar R, Ozcan, Mehmet M, Kanbur, Gulsah, Dursun, et al. Some physico-chemical properties of edible and forage watermelon seeds. Iranian Journal of Chemistry and Chemical Engineering 2012;31(4):41-47.
15. Bodiga V.L, Reddy Eda S, Veduruvalasa V.D, Mididodla L.D, Parise P.K, Kodamanchili S, et al. Attenuation of non-enzymatic thermal glycation of bovine seum albumin (BSA) using beta-carotene. International Journal of Biological Macromolecules 2013;56:41-48.
16. Moinard C, Nicolis L, Neveux N, Darquy S, Benezeth S, and Cynober L. Dose-ranging effects of citrulline administration on plasma amino acids and hormonal patterns in healthy subjects: the Citrudose pharmacokinetics study. British Journal of Nutrition 2008;99:855–862.
17. Figueroa A, Sanchez-Gonzales M A, Wong Alexei, and H. Arjmandi B. Watermelon extract suplementation reduces ankle blood pressure and carotid augmentation index in obese adults with prehypertension or hypertension. American Journal of Hypertension 2012;25(6):640-643.
18. Odjakova Mariela, Popova E, Al Sharif M and Mironova R. Plant-derived agents with antiglycation activity in: S.Petrescu, editor. Glycosilation. Croatia: InTech 2012;223-256.
19. Nagai R, More T, Yamamoto Y, Kaji Yuichi and Yonei Y. Significance of advanced glycation end products in aging-related desease. Japanese Society of Anti-Aging Medicine 2010;7(10):112-119.
20. F. Santos J C, Valentim J B, A. Orlando R P, R. Ataide T, Goulart, and Marilia O.F. Development of nonalcoholic hepatopaty: contributions of oxidative stress and advanced glycation end products. International Journal of Molecular Sciences 2013;14:19846-19866.
21. Naito Y, Chang-il Lee M, Kato Y, Nagai R and Yonei Y. Oxidative stress markers. Japanese Society of Anti-Aging Medicine 2010;7(5):36-44.
22. Noori Shafaq. An overview of oxidative stress and antioxidant defensive system.Open Access Scientific Reports 2012;1:413.
23. Brieger K, Schiavone S, Miller F J, and Krause K H. Reactive oxygen species: from health to desease. Swiss Medical Weekly 2012;142:w13659.
24. Meeprom A, Sompong W, B. Chan C and Adisakwattana S. Isoferulic acid, a new anti-glycation agent, inhibits fructose and glucose-mediated protein glycation in vitro. Molecules 2013;18:6439-6454.
25. Hori M, Yagi M, Nomoto K, Shimode A, Ogura M and Yonei Y. Inhibition of advanced glycation end product formation by herbal teas and its relation to anti-skin aging. Japanese Society of Antiaging Medicine 2012;9(6):135-148.
26. Pischetsrieder M, Chemistry of glucose and biochemical pathways of biological interest. Peritoneal Dialysis International 2000;20(2).
27. Aruna A, Vijayalakshmi K, and Karthikeyan V. In vitro antioxidant screening of citrullus lanatus leaves. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Analysis 2014;1(1):1-25.
28. Jariyapamornkoon N, Yibchok-anun S, and Adisakwattana S. Inhibition of advanced glycation end products by red grape skin extract and its antioxidant activity. BioMed Central Complementary dan Alternative Medicine 2013;13:171.
29. Oseni O.A, and Okoye V.I. Studies of phytochemical and antioxidant properties of the fruit of watermelon (Citrullus lanatus Thunb). Journal of Pharmaceutical and Biomedical Sciences 2013;27(27):508-514.
30. Safari M R. Inhibitory activity of vitamin C on the susceptibility of albumin to glycation reaction. Jundishapur Journal of Natural Pharmaceutical Products 2007;2(1):13-17.
31. Thaipong K, Boonprakob U, Zevallos L.C, and Byrne D.H. Hidrophilic and liphophilic antioxidant activities of guawa fruits. Southeast Asian Journal Tropical Medicine Public Health 2005;36(4):254-257.
32. Frary A, Keceli M A, Okmen B, Sigva H. O, Yemenicioglu A, and Doganlar S. Water-Soluble antioxidant potential of turkish pepper cultivar. HortScience 2008;43(3):631-636.
33. Chen C H. Lipophilic foreign compound in activation and detoxification enzyme function and implications. Springer Science Business Media, 2012.
34. Wu Xianli, Gu Liwei, Holden J, Haytowitz D B, Gebhardi S. E, and Prior R. L. Development of a database for total antioxidant capacity in foods: a preliminary study. Journal of Food Composition and Analysis 2004;17:407-422.
35. Lee S. K, and Kader A. A. Preharvest and postharvest factors influencing vitamin C content of horticultural crops. Postharvest Biology and Technology
2000;20:207-220.
36. Njoku P.C, Ayuk A. A, and Okoye C. V. Temperature effects on vitamin C content in citrus fruits. Pakistan Journal of Nutrition 2011;10(12):1168-1169.
37. Aguayi I. A, Calderon M. M, Fortuny R. S and Belloso O. M. Changes on flavor sompounds throughout cold storage of watermelon juice processed by high-intensity pulsed electric fields or heat. Jouenal of Food Engineering 2010;10:43-49.
38. Xia E, Deng G. F, Guo Y J, and Li H B. Biological activities of polyphenols from grapes. International Journal of Molecular Sciences 2010;11:622-646.
39. Choo W. S, and Sin W. Y. Ascorbic acid, lycopene, and antioxidant activities of red-fleshed and yellow-fleshed watermelons. Pelagia Research Library, Advances in Applied Science Research 2012;3(5):2779-2784.
Lampiran 1.
Data hasil penelitian daya hambat reaksi glikasi
Data Pemeriksaan: AntiglikasiBahan: Buah Semangka dan Asam AskorbatPanjang Gelombang: 370 nm
Konsentrasi Semangka Askorbat(%) Absorbansi Potensi (%) Absorbansi Potensi (%)0 0,181 0,181 0,179 0,179
Rerata 0,180 0,00 0,180 0,0010 0,154 0,095 0,155 0,097
Rerata 0,155 14,17 0,096 46,6720 0,146 0,061 0,148 0,067
Rerataa 0,147 18,33 0,064 64,4430 0,147 0,034 0,130 0,036
Rerata 0,139 23,06 0,035 80,56
Daya hambat reaksi glikasi dihitung dengan rumus:
1. Pada Kelompok Larutan Uji:
2. Pada Kelompok Larutan Standar:
Contoh : Kelompok larutan uji konsentrasi 20%
Buah Konsentrasi (%) slope intersep r IC 50 (%)0 10 20 30
Semangka 0 14,17 18,33 23,06 0,7334 2,8890 0,952 64,236askorbat 0 46,67 64,44 80,56 2,5945 9,0000 0,962 15,803
Lampiran 2
Dokumentasi Penelitian:
(AK – AU) x 100% AK
(AK – AS) x 100% AK
Keterangan:
AK : Absorbansi Kontrol
AU : Absorbansi Kelompok Uji
AS : Absorbansi Kelompok Standar
(0,180 – 0,1 47 ) x 100% = 18,33 0,180
Gambar 1. Buah Semangka di Laboratorium FK UNLAM Banjarbaru
Gambar 2. Hasil Pembuatan Jus Buah Semangka dari alat Juicer
Gambar 3. Inkubator Reaksi
Gambar 4. Model Reaksi Glikasi dalam Inkubator
Gambar 5. Proses Sentrifugasi
Gambar 6. Penghitungan Absorbansi dengan Sfektrofotometri