fakultas syariah institut agama islam negeri...

105
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENAMBAHAN BEBAN TAGIHAN REKENING LISTRIK RELEVANSINYA DENGAN UNDANG UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi Kasus Di Loket Pembayaran Ulumul Qur’an Semarang Barat) SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memeperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.I) Oleh: Mujibur Rohman 042311026 FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 20011

Upload: ngominh

Post on 04-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENAMBAHAN BEBAN

TAGIHAN REKENING LISTRIK RELEVANSINYA DENGAN UNDANG

UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

(Studi Kasus Di Loket Pembayaran Ulumul Qur’an Semarang Barat)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna

Memeperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.I)

Oleh:

Mujibur Rohman

042311026

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

20011

Page 2: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

ii

Page 3: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

iii

Page 4: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

iv

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa

skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan.

Demikian pula skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali

informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan sebagai bahan rujukan.

Semarang,14 April 2011

Deklarator,

Mujibur Rohman

NIM: 042311026

Page 5: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

v

ABSTRAK

Perusahaan Listrik Negara (PLN) merupakan perusahaan yang memproduksi energi listrik, yang sangat bermanfaat dan dibutuhkan oleh masyarakat. Usaha PLN ini dilakukan dengan cara jual beli manfaat, yang bendanya tidak nampak (dalam Islam disebut dengan jual beli Mubahat Ammah) dimana pihak PLN (produsen) menjual harga jual tenaga listrik kepada masyarakat (konsumen). Dalam jual beli terdapat syarat dan rukun yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak baik penjual dan pembeli. Adanya rukun dan syarat dalam jual beli yang telah ditetapkan oleh syara’ bukan lain adalah untuk dipenuhinya syarat dan rukun tersebut sehingga jual beli yang dilakukan sah dan bisa dibenarkan oleh syara’.

Adapun penelitian ini bertujuan untuk: (1) Untuk mengetahui praktek penambahan beban tagihan listrik relevansinya dengan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ; (2) Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam tentang penambahan beban listrik relevansinya dengan undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini ialah: (1) Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan atau field research, obyek penelitian ini adalah, loket pembayaran rekening listrik loket PPOB Ulumul Qur’an, kantor LP2K dan rumah warga masyarakat selaku konsumen listrik; (2) metode pengumpulan data menggunakan a. Metode dokumentasi, b. Metode interview, c. Metode observasi; (3) Sumber data meliputi data primer, ialah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian,

yakni perjanjian Jual beli dan hasil wawancara, lalu data sekunder merupakan data pendukung dari data primer yang berupa buku-buku terkait dengan penelitian. (4) Metode analisis data dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu metode yang dipakai untuk membantu dalam menggambarkan keadaan yang mungkin terdapat dalam situasi tertentu, dan untuk membantu dalam mengetahui bagaimana mencapai tujuan yang diinginkan.

Hasil penelitiannya yaitu: (1) Dalam praktiknya di loket Ulumul Qur’an Semarang, praktek penambahan beban tagihan listrik oleh pihak PLN dalam kebijakannya menambah pungutan sebesar Rp. 1.600,- ternyata dilakukan sepihak, yang tidak dikomunikasikan terlebih dahulu dengan konsumen atau minimal pemberitahuan kepada konsumen. Dalam relevansinya dengan Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas melanggar Pasal 4 huruf c, mengenai hak konsumen, yaitu hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Jadi, berpijak pada landasan yuridis tersebut konsumen dapat menggugatnya di Pengadilan Niaga setempat. (2). Perspektif hukum Islam atas Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atas penambahan beban listrik memandang tidak sah dalam konteks jual beli antara pihak PLN dengan konsumen yang seperti ini masuk dalam kategori jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan qabul, kemudian tidak dilakukan sesuai dengan prinsip muamalah antaradlin (suka sama suka) kedua belah pihak tersebut.

Page 6: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

vi

MOTTO

��ة وأن ������ا ��� �� إن آ��� �� � وإن آ$ن ذو "��ة !� �ة إ

�'&%�ن

“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah

tangguh sampai Dia berkelapangan dan menyedekahkan (sebagian

atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.

(Q. S Al-Baqarah 180).1

1 Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: PT. Sari Agung, 2005.

Page 7: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan sepenuhnya untuk:

1. Bapak dan Ibu tercinta atas belas kasih sayang dan bimbingannya sehingga

penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Masa depan dan cita-cita penulis.

3. Istri saya yang tercinta, Fita Zuliyaningsih yang senantiasa menemani dan

memberikan senyum keceriaan dan semangat bagi penulis.

4. Mbah K.H Nur Kholis, Bapak Ustadz Syarifudin , Mas Turin serta Asaatidzku

yang telah banyak memberikan ilmu serta pengalaman kepada penulis.

5. Semua sahabat dan temanku tersayang yang tetap setia menemani baik saat

suka maupun duka dan tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Page 8: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabil’alamin, segala puji kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya kepada penulis berupa kekuatan,

kesabaran dan kemampuan berfikir sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini tanpa ada hambatan yang berarti. Sholawat serta salam penulis haturkan

kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan keluarga-Nya. Berkat limpahan

rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya serta usaha yang sungguh-sungguh,

akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “TINJAUAN

HUKUM ISLAM TERHADAP PENAMBAHAN BEBAN TAGIHAN

REKENING LISTRIK RELEVANSINYA DENGAN UU NO. 8 TAHUN 1999

TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Study Kasus Di Loket

Pembayaran Ulumul Qur’an Semarang) ”.

Selanjutnya penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak DR. Imam Yahya, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo Semarang dan segenap Bapak dan Ibu Dosen serta pegawai

Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang yang telah mendidik dan

melayani penulis dengan ikhlas.

2. Ibu Dra. Hj. Siti Mujibatun, M.Ag. dan Ibu Maria Ana Muryani, SH.MH.

selaku dosen pembimbing yang dengan tulus ikhlas dan meluangkan waktu

untuk mengarahkan dan memberi petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.

3. Pimpinan Loket Pembayaran listrik Ulumul Qur’an, Ibu Rihlatul khoiriyah,

S.Ag. serta seluruh staff yang telah membantu menyelesaikan skripsi penulis.

Page 9: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

ix

4. Bapak dan Ibu serta kakak-kakakku tercinta yang senantiasa memberikan

semangat dan do’a demi tercapainya cita-cita penulis.

5. Istri saya tercinta Fita Zuliyaningsih yang selalu menemani penulis dan

memberikan semangat bagi penulis.

6. Sahabat-sahabatku di Jurusan Hukum Ekonomi Islam (Muamalah) serta semua

pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat serta motivasi kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu.

Semoga amal baik mereka diterima oleh Allah SWT dan semoga

mendapat balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT baik di dunia

maupun kelak di akhirat. Amiin.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna, oleh

karena itu saran dan kritik yang konstruktif dan inovatif dari pihak manapun

sangatlah penulis harapkan sebagai bahan penyempurnaan skripsi ini. Akhirnya

hanya kepada Allah SWT tempat kembali, disertai harapan semoga skripsi ini

dapat menambah khasanah keilmuan umat Islam dan memberikan manfaat bagi

penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya. Amiin.

Semarang, 14 April 2011

Penulis

Mujibur Rohman

042311026

Page 10: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ........................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii

HALAMAN DEKLARASI ........................................................................... iv

HALAMAN ABSTRAK ............................................................................... v

HALAMAN MOTTO ................................................................................... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vii

HALAMAN KATA PENGANTAR ............................................................ viii

HALAMAN DAFTAR ISI ............................................................................ x

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................ 1

B. Permasalahan .......................................................................... 7

C. Tujuan Penelitian .................................................................... 7

D. Telaah Pustaka ........................................................................ 8

E. Metode Penelitian ................................................................... 11

F. Sistematika Penulisan ............................................................. 15

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG AKAD

A. Pengertian Akad dan Dasar Hukumnya .................................. . 18

B. Rukun dan Syarat akad……………....................................... . 21

C. Bentuk-bentuk Akad……………………………………. ....... 29

D. Perbuatan mengingkari Perjanjian ............... ........................... 48

E. Tujuan Akad…………………………………….. .................. 49

BAB III PRAKTIK PENAMBAHAN BEBAN TAGIHAN REKENING

LISTRIK DI LOKET ULUMUL QUR’AN SEMARANG BARAT

A. Gambaran Umum Loket Ulumul Qur’an ................................ 54

B. Praktik Penambahan Beban Tagihan Rekening Listrik

Melalui Loket Ulumul Qur’an Semarang Barat ...................... 55

C. Tinjauan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen terhadap Penambahan Beban Tagihan

Rekening di Loket Ulumul Qur’an ........................................... 63

Page 11: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

xi

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM

TERHADAP PENAMBAHAN BEBAN TAGIHAN

REKENING LISTRIK RELEVANSINYA DENGAN UU NO.

8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Analisis terhadap Penambahan Beban Tagihan Rekening

listrik Relevansinya dengan UU No. 8 tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen ......................................... 72

B. Analisis Tinjauan Hukum Islam terhadap Penambahan

Beban Tagihan Rekening Listrik Relevansinya dengan

UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen............................................................................ 81

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 86

B. Saran ........................................................................................ 87

C. Penutup .................................................................................... 88

DAFTAR PUSTAKA

BIODATA PENULIS

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 12: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dalam penjelasan UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

konsumen dinyatakan bahwa pembangunan dan perkembangan

perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan

perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdagangan

bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan

informatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau

jasa melintasi batas-batas wilayah suatu Negara, sehingga barang dan/atau

jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun dalam

negeri.2

Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi

konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang

diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk

memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan

keinginan dan kemampuan konsumen.

2 Penjelasan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

Bandung: Rosda Karya, 2000, hlm. 33.

Page 13: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

2

Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat

mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak

seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi

objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh

pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian

standar yang merugikan konsumen 3

Perusahaan Listrik Negara (PLN) merupakan perusahaan yang

memproduksi energi listrik, yang sangat bermanfaat dan dibutuhkan oleh

masyarakat. Usaha PLN ini dilakukan dengan cara jual beli manfaat, yang

bendanya tidak nampak (dalam Islam disebut dengan jual beli Mubahat

Ammah) dimana pihak PLN (produsen) menjual harga jual tenaga listrik

kepada masyarakat (konsumen).

Hubungan kontrak antara PLN (produsen) dengan warga masyarakat

(konsumen) telah dituangkan dan diatur dalam sebuah perjanjian jual beli

tenaga listrik, diantaranya berisi :

a. Syarat-syarat penyambungan tenaga listrik;

b. Biaya penyambungan (BP);

c. Uang jaminan pelanggan (UJL);

d. Batas kepemilikan dan tanggung jawab;

e. Hak dan kewajiban antara PLN dengan warga (konsumen);

f. Pembayaran tagihan rekening listrik bulanan;

3 Ibid., hlm 33-34.

Page 14: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

3

g. Sanksi keterlambatan pembayaran rekening bulanan;

h. Pengukuran pemakaian tenaga listrik;

i. Peralihan bangunan;

j. Larangan-larangan;

k. Pemutusan perjanjian;

l. Penyelesaian perselisihan pendapat;

m. Masa berlaku perjanjian.

Di dalam perjanjian jual beli tenaga listrik tersebut jelas nampak

bahwa, konsumen hanya wajib membayar harga jual tenaga listrik yang

tercantum dalam rekening listrik setiap bulan sesuai dengan tagihan PLN.

Rekening listrik tersebut diperhitungkan atas dasar jumlah pemakaian tenaga

listrik. Sedangkan harga satuannya ditentukan berdasarkan TDL (tarif dasar

listrik) Keputusan Pemerintah. Dalam kenyataannya sekarang ini PLN telah

melakukan pungutan lebih pada konsumen. PLN membebani konsumen

dengan menambahkan biaya adminitrasi bank yang besarnya variatif antara

Rp1500 sampai dengan Rp1900, besar kecilnya jumlah biaya ini tergantung

pada kebijakan bank mitra PLN. Biaya tambahan adminitrasi bank tersebut

sebelumnya belum atau tidak tertuang dalam surat perjanjian jual beli tenaga

listrik. Keputusan penambahan biaya administrasi bank ini bersifat sepihak

dan merugikan konsumen. 4 Oleh karena itu hal tersebut jelas melanggar

ketentuan yang diatur dalam Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang

4 M Issamsudin, Pelanggaran Hak Lewat rekening PLN, Kompas (B), 16 Januari, 2009, hlm.

14.

Page 15: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

4

Perlindungan Konsumen,5 yakni pasal 7 huruf b mengenai kewajiban dari

pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur

mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan

penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Sedangkan kewajiban dari

konsumen pada pasal 5 huruf a ialah membaca atau mengikuti petunjuk

informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa,

demi keamanan dan keselamatan;

Pengertian perjanjian diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum

Perdata pasal 1313 bahwa :”Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih

lainnya”6

Dalam konteks hukum Islam, perjanjian atau perikatan secara lughat

adalah “akad”. Secara etimologis perjanjian yang dalam bahasa Arab

diistilahkan dengan mu’ahadah, ittifa’, akad atau kontrak dapat diartikan

sebagai perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan yang sengaja

dibuat oleh dua orang berdasarkan persetujuan masing-masing. 7 Dalam

istilah fuqaha perjanjian atau perikatan dikemukakan :

ا ���ا9� 8(67ی عو4�� 3ج� و&" ل�(0ب $ب-یا+ $ط(�را“Perikatan antara ijab dengan kabul secara yang dibenarkan syara’, yang

menetapkan persetujuan kedua belah pihak”.8

5 Ibid, hlm 7.

6 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk

Wetboek), Cet. 39, Jakarta: Pradnya Paramita, 2008, hlm. 338. 7 Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqi, Pengantar Fiqih Muamalah, Semarang: PT.

Pustaka Rizki Putra, 2001, hal 28. 8 Dr. As-Sanhuri, Nadhariyatul Aqd. Dalam TM. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh

Muamalah,Semarang: Pustaka Rizki Putra, Cet. IV, Edisi II, hlm. 26

Page 16: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

5

Segala macam pernyataan akad atau serah terima, dilahirkan dari jiwa

yang saling merelakan untuk menyerahkan barangnya masing-masing kepada

siapa yang melakukan transaksi.9

Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia selalu berinteraksi

dengan sesamanya untuk mengadakan transaksi ekonomi. Salah satunya

adalah jual beli, secara bahasa, yaitu jual beli (bai’) berarti “mempertukarkan

sesuatu dengan sesuatu” kata bai’ memiliki cakupan makna kebalikanya

yakni as-syira’ (membeli). Namun demikianlah kata bai’ diartikan sebagai

jual-beli.10

Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang

dikemukakan Ulama fiqh, sekalipun substansi dan tujuan masing-masing

definisi adalah sama, yaitu tukar menukar barang dengan cara tertentu atau

tukar menukar sesuatu dengan yang sepadan menurut cara yang dibenarkan.

Jual–beli (al–buyu) adalah pertukaran harta atas dasar saling rela atau

memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (berupa alat

tukar yang sah) 11 . Landasan syar’i yang menjadi dasar di perbolehkan

transaksi jual beli adalah surat al- Baqarah ayat 275 yang berbunyi

9 Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, Bandung: CV. Diponegoro, Cet. 1,1984,

hlm.74. 10

Ghufran A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Konstektual, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002,

hlm. 119. 11

Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Jakarta: Perdana Kencana Media,

2005, hlm. 101.

Page 17: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

6

¨≅ ymr&uρ ª!$# yì ø‹t7 ø9$# tΠ§�ymuρ (#4θt/Ìh�9$# 4 Artinya: Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan

riba………”12

.

Dalam jual beli terdapat syarat dan rukun yang harus dipenuhi oleh

kedua belah pihak baik penjual dan pembeli. Adanya rukun dan syarat dalam

jual beli yang telah ditetapkan oleh syara’ bukan lain adalah untuk

dipenuhinya syarat dan rukun tersebut sehingga jual beli yang dilakukan sah

dan bisa dibenarkan oleh syara’.

Namun tentunya dalam praktik kehidupan sehari-hari, tidak bisa

dihindari adanya beberapa permasalahan yang berkaitan dengan jual beli,

dalam konteks ini penambahan beban tagihan rekening listrik. Dalam praktik

jual beli, seringkali ditemukan beberapa persoalan dimana terdapat kurang

atau tidak dipenuhinya syarat dan atau rukun jual beli. Salah satu diantaranya

adalah karena menganut sistem kepercayaan dan mengikuti kebiasaan yang

terjadi di suatu daerah. Dari sinilah timbul masalah, ada beberapa jual beli

yang dianggap shahih atau sah dan ada jual beli yang dianggap ghairu shahih

atau tidak sah. 13

Berdasarkan kerangka pemikiran dan latar belakang di atas, penulis

tertarik untuk mengkaji dan menelitinya lebih dalam yang dipaparkan suatu

karya ilmiah dalam bentuk Skripsi dengan judul: “Tinjauan Hukum Islam

12

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: CV. Naladana, 2002,

hlm.58. 13

Husein Syahatah, dan Athiyah Fayyad, Bursa Efek Tahunan Islam Dan Transaksi Di Pasar

Modal Terj. A. Syukur, Surabaya:Pustaka Progesif, 2004, hlm. 3.

Page 18: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

7

Terhadap Penambahan Beban Tagihan Rekening Listrik Relevansinya

dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi

Kasus di Loket Pembayaran Ulumul Qur’an Semarang Barat)”

B. PERMASALAHAN

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana praktek penambahan beban tagihan listrik relevansinya dengan

UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang penambahan beban listrik

relevansinya dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penulisan skripsi ini sebenarnya untuk menjawab apa

yang dirumuskan dalam rumusan masalah di atas. Di antara tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui sistem penambahan beban tagihan listrik relevansinya

dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No 8 Tahun 1999.

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam tentang penambahan beban

listrik relevansinya dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen.

Page 19: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

8

D. TELAAH PUSTAKA

Dalam penelitihan skripsi ini penulis melakukan telaah pustaka

dengan membaca buku, mencermati isi buku yang membahas tentang

perjanjian kerja, akad dalam perjanjian yang berhubungan dengan Undang-

Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan buku-buku

yang berhubungan dengan akad serta beberapa skripsi yang membahas

tentang permasalahan yang terkait dengan Undang-undang No.8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai berikut :

Dalam Kitab Bidayatul Mujtahid karangan Ibnu Rusyd menerangkan

bahwa golongan Hanabilah berpendapat bahwa jual beli salam hendaklah

pembayaran dilakukan secara tunai, jika tidak dibayarkan secara tunai maka

itu bukan jual beli. Karena dalam jual beli jika barang sudah diterima oleh

pembeli maka penjual berhak menerima pembayaran, jika terjadi

penangguhan pembayaran dikhawatirkan terjadi riba nasi’ah yaitu riba yang

terjadi karena adanya pelambatan pembayaran. Begitu pula syarat-syarat

dalam hal akad harus dilaksanakan dalam satu majelis, antara keduanya

terdapat persesuaian dan tidak terputus, dan tidak digantungkan dengan

sesuatu yang lainya. Shigat transaksi jual-beli tidak dibatasi dengan periode

waktu tertentu.14

14

Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid Terj. Imam Ghazali, Jakarta: Pustaka Amani, 2002, hlm.

717

Page 20: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

9

Imam Syafi’i dalam kitabnya Al- Umm juz 1V menerangkan bahwa

Penangguhan waktu sering terjadi pada perjanjian kerja terutama dengan cara

pemesanan atau dalam islam dikenal dengan jual beli Salam, ini dapat terjadi

karena banyaknya faktor yang menjadi alasan dan latar belakang yang

beragam. Beliau juga menjelaskan bahwa perjanjian ataupun jual beli dengan

menangguhkan waktu sebenarnya kurang baik karena yang nantinya

mengandung unsur penipuan, kalaupun ada penangguhan waktu maka waktu

yang ditangguhkan haruslah jelas, minimal tiga hari setelah penerimaan

barang maka pembayaran haruslah dilaksanakan. 15

Sayid Sabiq dalam bukunya Fiqh Sunnah menjelaskan dalam jual beli

salam ataupun istishna’ tentang penagguhan waktu pembayran kalangan

Syafi’I berpendapat boleh saja untuk waktu sesaat (waktu sekarang) karena

jika diperbolehkan penangguhan bisa jadi ada resiko penipuan, maka hukum

boleh juga lebih utama. Peneyebutan tempo dalam dalam hadits tersebut

bukan untuk penangguhan, akan tetapi bermakna untuk waktu yang

diketahui. Menurut Syaukani pendapat kalangan Syafi’i adalah benar bahwa

tidak menjadikan penangguhan sebagai landasan mengingat ada dalil yang

mendukungnya, dan bukan lazim berhukum tanpa dalil. Bagi yang

menyatakan bahwa tidak harus berdasarkan penangguhan, dan tidak ada

keringanan kecuali untuk as-salam yang tidak ada bedanya dengan jual beli

hanya masalah tempo waktu yang ditangguhkan. Dengan demikian terdapat

perbedaan kalimat akad yang digunakan. Imam Malik juga menerangkan

15

Ghufran A. Mashadi, Op. cit, hlm. 208.

Page 21: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

10

bahwa dibolehkan penetapan batas waktu hingga masa panen, masa potong

dan penyerahan salam diketahui dengan jelas, seperti berapa bulan dan

tahunya.16

Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Ketidakjelasan Waktu Penangguhan Pembayaran Dalam Perjanjian Jual Beli

Mebel (Studi Kasus Perjanjian Jual Beli Mebel Antara Pengrajin Visa Jati di

Jepara Dengan PT HM furniture di Semarang), disusun oleh Ana Nuryani

Latifah, dijelaskan bahwa ketidakjelasan waktu penangguhan pembayaran

dalam perjanjian jual beli mebel dikarenakan pihak perusahaan penerima

barang harus menunggu pembayaran dari pihak asing, baru setelah nantinya

pihak eksportir membayar kepada perusahaan penerima barang jadi akan

membayar barang yang sudah dibuat oleh pengrajin. Akan tetapi pihak

perusahaan penerima barang jadi tidak menyebutkan waktu pembayaran

dalam perjanjian jual beli kepada pengrajin, sehingga pengrajin terkatung-

katung menunggu pembayaran yang ditangguhkan dan tidak diketahui secara

jelas waktunya. Dan pada akhirnya berakibat pada resiko penipuan terhadap

pihak pengrajin, yang sangat merugikan pengrajin.

Karya Skripsi yang ditulis oleh Khamidun Fakultas Hukum

UNISSULA tentang “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Polis

Asuransi Dalam Klausula Buku Menurut UU NO. 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen”. Dalam skripsinya ini, penulis lebih menitik

16

Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah Terj. Nor Hasanudin, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007. hlm 168-

169.

Page 22: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

11

beratkan skripsinya pada praktek perjanjian antara pemegang Polis dengan

perusahaan Asuransi. Apabila perjanjian tersebut sebagai suatu perjanjian

yang menegaskan tentang pemenuhan hak dan kewajiban yang mengikat

pihak penanggung dan tertanggung, maka kedua belah pihak harus mentaati

seluruh isi perjanjian, karma salah satu pihak tidak memenuhi maka dapatlah

dikatakan pihak yang ingkar janji tersebut telah wanprestasi dan berhak

menuntut ganti kerugian, menurut Undang-undang No.8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan konsumen.

E. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis akan menggunakan beberapa

metode, hal ini dimaksudkan agar dalam penulisan itu sistematis dan dapat

mencapai tujuan sesuai dengan judul skripsi ini.17

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian lapangan atau field research,

yaitu kegiatan yang dilakukan di lingkungan masyarakat tertentu baik di

lembaga-lembaga dan organisasi masyarakat (sosial) maupun lembaga

pemerintahan. Hal ini dilakukan guna mendapatkan data-data tertentu dan

benar. Lapangan atau obyek penelitian ini adalah Kantor PT.PLN Persero

di wilayah Semarang, loket pembayaran rekening listrik loket PPOB

17

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Di Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, Cet. Ke-6, 1993, hlm. 31.

Page 23: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

12

Ulumul Qur’an, kantor LP2K dan rumah warga masyarakat selaku

konsumen listrik.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yaitu suatu cara untuk memperoleh bahan-

bahan keterangan atau kenyataan yang benar sehingga dapat di

pertanggung jawabkan.

Guna memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan:

a) Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau

variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah,

dokumen peraturan, notulen rapat atau sebagainya.

Metode ini digunakan untuk mendapatkan data yang relevan dengan

topik penelitihan, diantaranya adalah dokumentasi dan transaksi loket

PPOB Ulumul Qur’an, dokumen kontrak kerja antara PLN dengan

konsumen dan yang sejenisnya, data-data tersebut penulis uraikan di

bab II dan III.

b) Metode Interview

Metode interview yakni usaha mengumpulkan informasi dengan

mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk menjawab secara

lisan pula.18 Dengan metode ini diharapkan dapat memperoleh jawaban

secara langsung, jujur dan benar serta keterangan yang lengkap dari

18

Ibid, hlm. 111

Page 24: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

13

interview sehubungan dengan obyek penelitian, sehingga dapat

memperoleh informasi yang valid dengan bertanya langsung kepada

interview. Dalam hal ini interviewnya adalah orang yang terlibat dalam

kasus ini sendiri, pengelola dan karyawan Loket Ulumul Qur’an.

Dengan metode ini, penulis gunakan secara bebas terpimpin di mana

sebelum memulai mengajukan pertanyaan, penulis menyiapkan pokok-

pokok penting yang akan dan untuk selanjutnya penulis dalam

mengajukan pertanyaan bebas dengan kalimat sendiri.19 adapun daftar

pertanyaan terlampir.

c). Metode Observasi

metode observasi ialah suatu usaha untuk mengumpulkan data yang

dilakukan secara sistematis, dengan prosedur yang ada. Hal ini

berkaitan dengan mengamati proses transaksi di Loket Ulumul Qur’an.

Adapun observasi dilakukan secara langsung. Metode ini juga

dijadikan tahapan yang digunakan untuk memperoleh data-data dari

sebuah penelitian.

3. Sumber Data

Penelitian ini memiliki dua sumber data yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data

pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian, 20 yakni perjanjian

19

Ibid, hlm. 116. 20

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada 1983,

hlm.84.

Page 25: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

14

Jual beli antara: Abdul Kholik (konsumen) dengan PLN (produsen),

dan hasil wawancara.

Page 26: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

15

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang berasal dari orang kedua bukan data

yang datang secara langsung, namun data-data ini mendukung

pembahasan penelitian, untuk itu beberapa sumber buku atau data,

yang akan membantu mengkaji secara kritis diantaranya yaitu buku-

buku yang berkaitan dengan tema penelitian tersebut.21

4. Metode Analisis Data

Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan dan cukup

memadai, maka data-data tersebut akan penulis analisis dengan

menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu metode yang dipakai

untuk membantu dalam menggambarkan keadaan yang mungkin terdapat

dalam situasi tertentu, dan untuk membantu dalam mengetahui bagaimana

mencapai tujuan yang diinginkan.

Data yang diperoleh dianalisis dan digambarkan secara menyeluruh

dari fenomena yang terjadi pada praktek penambahan beban tagihan listrik

relevansinya dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dalam perspektif hukum Islam.

F. Sistematika Penulisan

Sebelum penulis menuju kepada pembahasan secara terperinci dari

bab ke bab dan dari halaman ke halaman yang lainya, ada baiknya penulis

sajikan gambaran secara singkat tentang sistematika penulisan skripsi ini.

21

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi), Bandung: PT.Remaja

Rosdakarya Offset, 2006, hlm. 206

Page 27: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

16

Dengan demikian diharapkan dapat membantu pembaca untuk bisa

menangkap seluruh cakupan materi yang ada di dalamnya secara integral.

Pembahasan secara keseluruhan dalam skripsi ini terbagi dalam lima

bab. Masing-masing bab memiliki kaitan antar satu dengan yang lainnya.

Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan yang akan membahas tentang garis besar

penulisan skripsi ini, oleh karena itu pembicaraan akan terpusat pada

persoalan yang melatar belakangi permasalahan dalam skripsi ini. Agar

pembahasan skripsi ini tidak meluas penulis membuat batasan pokok

permasalahan sehingga penulisan ini akan jelas, dan terarah tujuannya.

Dengan telaah pustaka maka akan diketahui posisi masalah yang akan

diabahas dalam hubungannya dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

para peneliti sebelumnya. Dalam mendapatkan penulisan yang baik dan

terarah, ilmiah, serta sistematis haruslah didukung oleh metode yang sesuai

dan dapat di pertanggung jawabkan. Terakhir dalam bab ini, penulis akan

mengemukakan sistematika penyusunan dengan harapan akan lebih

memepermudah dalam penulisanya. Dengan demikiann dalam bab

pendahuluan ini ada enam sub bab yang akan di bahas yaitu latar belakang

masalah, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penelitian, telaah pustaka,

metode penulisan dan sistematika penulisan skripsi ini. Pada dasarnya bab ini

tidak termasuk dalam materi kajian skripsi, tetapi lebih tepat ditekankan pada

pertanggung jawaban ilmiah dan akademis.

Page 28: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

17

Bab II berisi landasan teoritik: Akad, Sesuai dengan judul skripsi ini

maka pembahasan pada bab ini akan terpusat pada tinjauan umum tentang

pengertaian Akad, dasar hukumnya, syarat dan rukun Akad dan ketentuan –

ketentuan lainya.

Bab III berisi praktik penambahan beban tagihan listrik relevansinya

dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.antara Loket

Ulumul Qur’an dan pelanggan (konsumen). Disini penulis mencoba untuk

memahami tentang kondisi loket Ulumul Qur’an, dalam bab ini juga penulis

memahami tentang praktek penambahan beban tagihan rekening listrik dalam

perjanjian jual beli antara pelanggan (konsumen) dengan PLN (produsen)

yang terjadi di tempat penelitian, serta tinjauan hukum Islam tentang

penambahan beban tagihan rekening listrik di loket Ulumul Qur’an

Semarang Barat.

Bab IV Berisi: Tinjauan hukum Islam Terhadap penambahan tagihan

rekening listrik relevansinya dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen. Bab ini adalah analisis sebagai permasalahan inti

dalam penulisan skripsi. Bab ini terbagi menjadi dua sub bab, yaitu analisis

dalam bab ini akan mengungkapkan analisis tentang sistem penambahan

beban tagihan rekening listrik menurut undang-undang perlindungan

konsumen dan analisis tinjauan hukum Islam tentang penambahan beban

tagihan rekening listrik di loket Ulumul Qur’an Semarang Barat.

Bab V adalah Penutup, yang terdiri dari tiga sub bab, yaitu

kesimpulan, saran-saran dan penutup.

Page 29: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

18

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG AKAD

A. Pengertian Akad dan Dasar Hukumnya

Akad berasal dari kata al-‘aqd secara bahasa berarti ikatan, mengikat

(al-rabth) yaitu menghimpun atau mengumpulkan dua ujung tali dan

mengikatkan salah satunya pada yang lainnya hingga keduanya bersambung

dan menjadi seperti seutas tali yang satu .22

Dalam al-Qur’an terdapat dua istilah yang berhubungan dengan

perjanjian yaitu, al-‘aqd (akad) dan al-‘ahdu (janji). Kata l-‘aqdu terdapat

dalam QS. Al-Ma’idah ayat 1 yaitu:

$ yγ •ƒr'≈tƒ š Ï% ©!$# (#þθãΨtΒ#u (#θèù÷ρ r& ÏŠθà) ãèø9$$ Î/

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”.(QS.al-Maidah: 1)23

Sedangkan istilah al-‘ahdu dapat disamakan dengan istilah perjanjian

terdapat dalam QS. Ali Imran ayat 76 yaitu:

4’n? t/ ôtΒ 4’nû÷ρ r& Íν ωôγ yèÎ/ 4’s+ ¨?$# uρ ¨β Î*sù ©!$# �=Åsムt É) −Gßϑ ø9$#

Artinya:”Bukan demikian, sebenarnya siapa yang menepati janji (yang

dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai

orang-orang yang bertakwa.”(QS. Ali Imran: 76).24

Menurut istilah pengertian akad antara lain dikemukakan:

22

Gufron A. Mas’adi, Loc.Cit 23

Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm.107 24

Ibid, hlm. 60

Page 30: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

19

3&:� .إر�($ط إی-$ب ب0(�ل "&� وج3 �4�وع ی6(8 أث�; !�

Artinya: “Perikatan yang ditetapkan dengan ijab-qabul berdasarkan ketentuna syara’ yang berdampak pada obyeknya.” 25

$%>� $0� �?$0 �D �(�ل ا��C او ا �B م ا �اح� ا E�! �F �--%�ع ای-$ب اح�ا

Artinya: “Berkumpulnya serah terima diantara dua pihak atau perkataan

seseorang yang berpengaruh pada kedua pihak.”

-�G%�: �D ذ H اCر�($ط ا $%>� $0� %�ع اCی-$ب وا 0(�ل اد"$ ی�0م

Artinya: “ Terkumpulnya persyaratan serah terima atau sesuatu yang

menunjukkan adanya serah terima yang disertai dengan kekuatan hukum.”

ربN اجMاء ا ���ف ب$Cی-$ب وا 0(�ل ش�"$

Artinya:” Ikatan atas bagian-bagian tasharruf menurut syara’ dengan cara

serah terima.”26

Akad seperti yang disampaikan definisi di atas merupakan salah satu

bentuk perbuatan hukum atau disebut dengan tasharruf. Musthafa az-Zarqa

mendefinisiskan tasharruf adalah segala sesuatu (perbuatan ) yang bersumber

dari kehendak seseorang dan syara’ menetapkan atasnya sejumlah akibat

hukum (hak dan kewajiban). 27 Menurut Musthafa az-Zarqa tasharruf

memiliki dua bentuk, yaitu: 28

a. Tasharruf fi’li (perbuatan). Tasharruf fi’li adalah usaha yang dilakukan

manusia dari tenaga dan badannya, seperti mengelola tanah yang tandus.

25

Hamzah Ya’qub, Op.Cit, hlm. 71 26

Hendi Suhendi, Fiqih Mu’amalah, Jakarta , PT. Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. 46 27

Ghufron A. Mas’adi, Op cit, hlm. 77 28

Ibid, hlm. 78

Page 31: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

20

b. Tasharruf qauli (perkataan). Tasharruf qauli adalah usaha yang keluar

dari lidah manusia. Tidak semua perkataan manusia digolongkan pada

suatu akad. Ada juga perkataan yang bukan akad, tetapi merupakan suatu

perbuatan hukum. Tasharruf qauli terbagi dalam dua bentuk, yaitu

sebagai berikut:

1) Tasharruf qauli aqdi dalah suatu yang dibentuk dari dua ucapan dua

pihak yang saling bertalian, yaitu dengan mengucapkan ijab dan qabul.

Pada bentuk ini ijab dan qabul yang dilakukan para pihak ini disebut

dengan akad yang kemudian akan melahirkan suatu perikatan diantara

mereka.

2) Tasharruf qauli ghoiru aqdi merupakan perkataan yang tidak bersifat

akad atau tidak ada ijab dan qabul. Perkataan ini ada yang berupa

pernyataan dan ada yang berupa perwujudan.

a) Perkataan yang berupa pernyataan yaitu pengadaan suatu hak atau

mencabut suatu hak (ijab saja), seperti ikrar wakaf, ikrar talak,

pemberian hibah. Namun ada juga yang tidak sependapat mengenai

hal ini bahwa ikrar wakaf dan pemberian hibah bukanlah suatu

akad. Meskipun pemberian wakaf dan hibah hanya ada pernyataan

ijab saja tanpa ada pernyataan qabul kedua tasharruf ini tetap

termasuk dalam tasharruf yang bersifat akad.

b) Pernyataan yang berupa perwujudan yaitu dengan melakukan

penuntutan hak atau dengan perkataan yang menyebabkan adanya

nisbat hukum, seperti gugatan, pengakuan di depan hakim,

Page 32: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

21

sumpah. Tindakan tersebut tidak bersifat mengikat, sehingga tidak

dapat dikatakan akad, tetapi termasuk perbuatan hukum.29

B. Rukun dan Syarat Akad

Dalam melaksanakan suatu akad, terdapat rukun dan syarat yang harus

dipenuhi. Rukun adalah suatu unsur yang merupakan bagian tak terpisahkan

dari suatu perbuatan atau lembaga yang menentukan sah atau tidaknya

perbuatan tersebut dan ada atau tidak adanya sesuatu itu.30 Sedangkan syarat

adalah Sesuatu yang tergantung padanya keberadaan hukum syar’i dan ia

berada di luar hukum itu sendiri, yang ketiadaannya menyebabkan hukum

pun tidak ada.31

Mengenai rukun akad terdapat perbedaan pendapat dikalangan para

ahli fiqih. Di kalangan madzhab Hanafi berpendapat bahwa rukun akad hanya

sighat al-‘aqd, yaitu ijab dan qabul. Sedangkan syarat akad adalah al-‘aqd

(subjek akad) dan mahallul ‘aqd (objek akad). Alasannya adalah al-‘aqidain

dan mahallul ‘aqd bukan merupakan bagian dari tasharruf aqd (perbuatan

hukum akad). Kedua hal tersebut berada di luar perbuatan akad. Berbeda

halnya dengan pendapat dari kalangan madzhab Syafi’i termasuk imam

Ghazali dan kalangan madzhab Maliki termasuk Syihab Al- Karakhi, bahwa

29

Gemala Dewi, Op.Cit, hlm. 48-49 30

Abdul Azis Dahlan, ed., Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,

1996, hlm. 1510 31

Ibid, hlm. 1691

Page 33: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

22

al-‘aqidain dan mahallul aqd termasuk rukun akad karena kedua hal tersebut

merupakan salah satu pilar utama dalam tegaknya akad. 32

Menurut jumhur ulama rukun akad adalah al-‘aqidain, mahallul ‘aqd,

sighat al-‘aqd. Selain ketiga rukun tersebut, Musthafa Az-Zarqa menambah

maudhu’ul ‘aqd (tujuan akad). Ia tidak menyebut keempat hal tersebut dengan

rukun, tetapi dengan muqawimat ‘aqd (unsur-unsur penegak akad). 33

Sedangkan menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddiqy, keempat hal tersebut

merupakan komponen-komponen yang harus dipenuhi untuk terbentuknya

suatu akad.34

1. Pihak-pihak yang berakad (al-‘aqidain)

Al-‘aqidain adalah orang yang melakukan akad, yaitu pembeli

dan penjual disyaratkan dewasa, berakal, baligh. Ulama Malikiyah dan

Hanafiyah mensyaratkan Aqid (orang yang berakad) harus berakal

yakni sudah mumayiz, anak yang agak besar yang pembicaraanya dan

jawaban yang dilontarkan dapat dipahami, serta berumur minimal 7

tahun. Oleh karena itu, dipandang tidak sah suatu akad yang dilakukan

oleh anak kecil yang belum mumayiz, orang gila dan lain–lain. Adapun

ulama Syafi’iyah dan Hanabilah mensyaratkan Aqid harus balig

(terkena perintah syara’) berakal dan telah mampu memelihara agama

dan hartanya. Dengan demikan ulama Hanabilah membolehkan seorang

32

Ghufron A. Ms’adi, Op cit, hlm.79 33

Ibid, hlm. 81 34

Teungku Muhammad Hasbi Ash- Shiddiqy, Pengantar Fiqih Muamalah, Semarang:

Pustaka Rizki Putra, 1999, hlm. 23.

Page 34: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

23

anak kecil membeli barang dan tasharruf atas seizin walinya.35 Untuk

lebih jelas tentang persyaratan aqid, berikut ini akan dijelaskan secara

terperinci.

1) Ahli Akad

Secara bahasa ahli adalah suatu kepantasan atau kelayakan.

Sedangkan menurut istilah adalah kepantasan seseorang untuk

menetapkan hak yang telah ditetapkan baginya dan pantas untuk

beraktifitas atas barang tersebut.

Ahli akad terbagi dua, yaitu ahli wujud dan ahli ahli ‘ad (

pemenuhan atau pelaksanaan kewajiban)

a. Ahli Wujud

Yaitu kepantasan atau kelayakan seseorang untuk

menetapkan suatu kemestian yang harus menjadi haknya, seperti

kepantasan menetapkan harga yang harus diganti oleh seorang yang

telah merusak barangnya atau menetapkan harga.36

b. Ahli ‘ada

Ahli ‘ada adalah kelayakan seseorang untuk memenuhi

kewajiban yang telah ditetapkan syara’ seperti shalat, puasa, dan

haji.37.

2) Al Wilayah ( Kekuasaan )

35

Hendi Suhendi, Op.Cit, hlm. 73. 36

Syafi’I Rahmat, Loc.Cit, 37

Ibid, hlm. 56

Page 35: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

24

Wilayah menurut bahasa adalah penguasaan terhadap suatu

urusan dan kemampuan menegakkannya. Menurut istilah wilayah

adalah kekuasaan seseorang berdasarkan syara’ yang menjadikannya

untuk melakukan akad dan tasyarruf. Perbedaan antara ahli akad dan

wilayah, antara lain ahli akad adalah kepantasan seseorang untuk

berhubungan dengan akad, sedangkan al wilayah adalah kepantasan

seseorang untuk melaksanakan akad.38

2. Obyek akad (mahallul ‘aqd)

Barang yang dijadikan obyek akad disyaratkan jelas jenisnya,

ciri-ciri dan ukuranya. Syarat barang yang diserahkan kemudian

haruslah dalam status tanggungan, kriteria barang tersebut menunjukan

kejelasan jumlah dan sifat–sifatnya yang membedakan dengan lainnya

sehingga tidak menimbulkan fitnah dan batas waktu diketahui dengan

jelas. 39

Dalam hal ini ma’qud alaih adalah obyek akad atau benda-

benda yang dijadikan akad yang bentuknya membekas dan tampak.

Barang tersebut dapat berbentuk harta benda seperti barang dagangan,

benda bukan harta seperti dalam akad pernikahan.

Dalam Islam, tidak semua barang dapat dijadikan objek akad,

misalnya minuman keras. Oleh karena itu, fuqaha menetapkan empat

syarat dalam objek akad berikut ini:

1) Ma’qud ’Alaih (Barang) Harus Ada ketika Akad

38

Ibid, hlm. 57

18 Sayid Sabiq Fiqih Sunnah Terj. Nor Hasanudin, Loc.Cit

Page 36: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

25

Berdasarkan syarat ini, barang yang tidak ada ketika akad tidak

sah dijadikan objek akad seperti jual beli yang sesuatu yang masih di

dalam tanah atau menjual anak kambing yang masih berada dalam

kandungan induknya. Sebenarnya dalam beberapa hal syara’

membolehkan jual beli atas barang yang tidak ada, seperti menjual buah–

buahan yang masih di pohon setelah tampak buahnya dengan syarat-

syarat tertentu.40

Transaksi salam tidak mensyaratkan barang berada pada pihak

penjual akan tetapi hanya diharuskan ada pada waktu yang ditentukan.

Dalam as salam jika kedua belah pihak tidak menyebutkan

tempat serah terima jual beli pada saat akad, maka jual beli dengan cara as

salam tetaplah sah, hanya saja tempat ditentukan kemudian, karena

penyebutan tempat tidak di jelaskan di dalam hadist. Apabila tempat

merupakan syarat tentu maka Rasulullah SAW akan menyebutkannya,

sebagaimana ia menyebutkan takaran, timbangan dan waktu.41

2) Ma’qud ‘Alaih Harus Masyru’( sesuai dengan ketentuan syara)

Ulama fiqh sepakat bahwa barang yang dijadikan akad harus

sesuai dengan ketentua syara’. Oleh karena itu dipandang tidak sah, akad

atas barang yang diharamkan.

3) Dapat Diberikan Waktu Akad

Disepakati oleh ahli fiqh bahwa barang yang dijadikan akad

harus dapat diserahkan ketika akad. Dengan demikian, ma’qud ‘alaih yang

40

.Syafi’I Rahmat, Op. Cit, hlm. 58 41

Ibid, hlm.170

Page 37: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

26

tidak diserahkan ketika akad seperti jual beli burung yang masih ada di

udara tidak di pandang sebagai akad.

Akan tetapi dalam akad tabarru (derma) menurut imam Malik di

bolehkan, seperti hibah atas barang yang kabur, sebab pemberi telah

berbuat kebaikan, sedangkan yang diberi tidak mengharuskanya untuk

menggantikanya dengan sesuatu, sehingga tidak terjadi percekcokan.42

Transaksi salam tidak mensyaratkan barang berada pada pada

pihak penjual akan tetapi hanya diharusakan ada pada waktu yang

ditentukan.43

4) Ma’qud ‘Alaih Harus Diketahui Oleh Kedua Belah Pihak yang Akad

Ulama fiqh menetapkan bahwa ma’qud ‘alaih harus jelas

diketahui oleh kedua pihak yang berakad. Larangan sunnah sangat jelas

dalam jual beli gharar, dan barang yang tidak diketahi oleh pihak yang

berakad.44

5) Ma’qud ‘Alaih Harus Suci

Ulama selain Hanafiyah menerangkan bahwa ma’qud alaih

harus suci tidak najis dan tidak mutanajis. Dengan kata lain ma’qud ‘alaih

yang dijadikan akad adalah segala sesuatu yang suci, yang dapat

dimanfaatkan menurut syara’.45

Dalam akad salam barang yang dipesan harus bisa diserahkan

pada waktu yang ditentukan tidak boleh mundur juga bagaimana cara

21

ibid, hlm. 60 22

Sayyid Sabiq, Op. Cit, hlm. 170.

23Syafi’I Rahmat, Op.Cit, hlm. 60 45

Ibid, hlm. 61

Page 38: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

27

penyerahan barang tersebut apakah barang itu diantar ke rumah pemesan

atau di pasar atau pemesan nantinya yang akan mengambil sendiri barang

tersebut. Dalam pesanan juga tidak boleh adanya khiyar syarat artinya

kalau barangnya sudah ada dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan lantas

tidak cocok akan dikembalikan. Barang yang sudah sesuai dengan

ketentuan harus diterima.46

3. Pernyataan untuk mengikatkan diri ( sighah al-’aqd)

Sighat al-’aqd adalah suatu ungkapan para pihak yang nelakukan

akad berupa ijab dan qabul. Ijab adalah pernyataan pertama yang

dinyatakan oleh salah satu dari seseorang yang berakad yang

mencerminkan kesungguhan kehendak untuk mengadakan akad.47

Para ulama menetapkan tiga syarat dalam ijab dan qabul, yaitu:

a) Ijab dan qabul harus jelas maksudnya, sehingga di pahami oleh

pihak yang melakukan akad

b) Antara ijab dan qabul harus sesuai

c) Antara ijab dan qabul harus bersambung dan berada di tempat yang

sama jika kedua belah pihak hadir, atau berada di tempat yang sudah

diketahui oleh keduanya.48

Segala macam pernyataan akad dan serah terima dilahirkan dari

jiwa yang saling merelakan untuk menyerahkan barangnya masing-

25. Imam Taqiyuddin Abu Baker Ibnu Muhammad Al-Hussaini,Loc.Cit 47

Gemala Dewi, Op-cit, hlm. 63

27.Syafi’I Rahmat, Op. Cit, hlm. 52.

Page 39: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

28

masing kepada siapa yang melakukan transaksi. Prinsipnya dalam Al-

Qur’an surat, An-Nisaa’ ayat 29

���ا Q� Cآ&�ا أ��ا �� ب���� ب$ ($OP إC أن ���ن R EیS� ی$ أیT<$ ا��� إن� ا &�3 آ$ن ب�� رح�%$V0��&�ا أن Cو ���� �-$رة "E ��اض

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-

suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh

dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu”.49

(Q.S. An-nisaa’: 29)

Segala macam pernyataan akad dan serah terima, dilahirkan dari

jiwa yang saling merelakan (taradli) untuk menyerahkan barangnya

masing-masing kepada siapa yang melakukan transaksi. Dengan

demikian penyerahan barang itu dapat diartikan sebagai ijabnya,

sekalipun tanpa kalimat penyerahan, dan sebaliknya penerimaan barang

itulah qabulnya, sekalipun tanpa kalimat yang diucapkan.

Ijab dan qabul dapat dilakukan dengan empat cara berikut ini:

a) Lisan

Para pihak mengungkapkan kehendaknya dalam perkataan secara

jelas. Dalam hal ini akan sangat jelas bentuk ijab dan qabul yang

dilakukan oleh para pihak .

b) Tulisan

Adakalanya suatu perikatan dilakukan secara tertulis. Hal ini dapat

dilakukan oleh para pihak yang tidak dapat bertemu langsung dalam

49

Departemen Agama RI, Op.Cit, hlm. 84.

Page 40: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

29

melakukan perikatan, atau untuk perikatan-perikatan yang sifatnya

lebih sulit, seperti perikatan yang dilakukan oleh badan hukum.

c) Isyarat

Suatu perikatan tidaklah hanya dilakukan orang normal, orang cacat

pun dapat melakukan suatu perikatan, apabila cacatnya adalah suatu

wicara, maka dimungkinkan akad dilakukan dengan isyarat, asalkan

para pihak yang melakukan perikatan tersebut memiliki pemahaman

yang sama.

d) Perbuatan

Seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat, kini perikatan

dapat pula dilakukan dengan cara perbuatan saja, tanpa secara lisan,

tertulis ataupun isyarat. Hal ini dapat disebut ta’athi atau mu’athah

(saling memberi dan menerima) . adanya perbuatan memberi dan

menerima dari pihak yang saling memahami perbuatan perikatan

tersebut dan segala akibat hukumnya. Hal ini sering terjadi pada

proses jual beli di supermarket yang tidak ada proses tawar

menawar.50

C. Bentuk-bentuk Akad

Para ulama fiqih, mengemukakan bahwa pembagian bentuk akad dapat

dilakukan dari berbagai aspek dan sudut pandang yang berbeda-beda. Antara

lain dilihat dari penjelasan berikut ini.

50

Gemala Dewi, Op.cit, hlm.64

Page 41: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

30

1. Dilihat dari segi keabsahannya menurut syara’, maka akad terbagi dua,

akad sahih dan tidak sahih.

a. Akad sahih, yaitu akad yang telah memenuhi hukum dan syarat-syarat

nya. Hukum dari akad sahih ini adalah berlaku seluruh akibat hukum

yang ditimbulkan akad itu dan mengikat bagi pihak-pihak yang

berakad. Akad sahih menurut ulama’ Hanafi dan Maliki terbagi

menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut:

1) Akad nafiz (sempurna untuk dilaksanakan), yaitu akad yang

dilangsungkan dengan memenuhi hukum dan syarat nya dan tidak

ada penghalang untuk melaksanakannya.

2) Akad mauquf, yaitu akad yang dilakukan seseorang yang cakap

bertindak hukum, tetapi ia tidak memiliki kekuasaan untuk

melangsungkan dan melaksanakan akad itu.

b. Akad yang tidak sahih, yaitu akad yang terdapat kekurangan pada

rukun atau syarat-syarat nya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu

tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang berakad. Ulama’

Hanafi membagi akad yang tidak sahih itu menjadi dua macam, yaitu

sebagai berikut:

1) Akad batil, yaitu akad yang tidak memenuhi salah satu rukunnya

atau ada larangan langsung dari syara’, seperti akadnya orang gila

atau cacat pada sighat akadnya.

Page 42: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

31

2) Akad fasid, yaitu akad yang pada dasarnya disyari’atkan, tetapi sifat

yang diakadkan itu tidak jelas, seperti adanya unsur tipuan.51

2. Dilihat dari segi penamaannya, para ulama fiqih membagi akad menjadi

dua macam, yaitu sebagai berikut:

a. Akad musammah, yaitu akad yang ditentukan nama-namanya oleh

syara’ serta dijelaskan hukum-hukumnya, seperti jual beli, sewa-

menyewa, perikatan dan lain-lain.

b. Akad ghair musammah, yaitu akad yang penamaannya ditentukan oleh

masyarakat sesuai dengan keperluan mereka disepanjang zaman dan

tempat, seperti istishna’, bai’ al-wafa dan lain-lain. 52

3. Dilihat dari segi disyari’atkannya akad atau tidak, terbagi dua yaitu

sebagai berikut:

a. Akad musyara’ah, yaitu akad-akad yang dibenarkan syara’,

umpamanyan jual beli, jual harta yang ada harganya dan termasuk juga

hibah, dan rahn (gadai)

b. Akad mamnu’ah, yaitu akad-akad yang dilarang syara’, seperti menjual

anak binatang yang masih dalam kandungan.

4. Dilihat dari sifat bendanya, akad dibagi dua macam, yaitu sebagai berikut:

a. Akad ‘ainiyah, yaitu akad yang disyaratkan kesempurnaannya dengan

melaksanakan apa yang diakadkan itu, misalnya benda yang dijual

diserahkan kepada yang membeli.

51

Nasrun Haroen, Fiqih Muamalah, jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, hlm. 108 52

Teungku Muhammad Hasbi Ash-shiddieqy, Op.Cit, hlm. 109

Page 43: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

32

b. Akad ghairu ‘ainiyah, yaitu akad yang hasilnya semata-mata

berdasarkan akad itu sendiri.53

5. Dilihat dari bentuk atau cara melakukan akad. Dari sudut ini dibagi dua

pula:

a. Akad-akad yang harus dilaksanakan dengan tata cara tertentu.

Misalnya, pernikahan yang harus dilakukan dihadapan para saksi.

b. Akad-akad yang tidak memerlukan tata cara. Misalnya, jual beli yang

tidak perlu di tempat yang ditentukan dan tidak perlu dihadapan

pejabat.54

6. Dilihat dari dapat tidaknya dibatalkan akad. Dari segi ini akad dibagi

empat macam:

a. Akad yang tidak dapat dibatalkan, yaitu ‘aqduzziwaj. Akad nikah tidak

dapat dicabut, meskipun terjadinya dengan persetujuan kedua belah

pihak. Akad nikah hanya dapat diakhiri dengan jalan yang ditetapkan

oleh syari’at, seperti talak, khulu’ atau karena putusan hakim.

b. Akad yang dapat dibatalkan atas persetujuan kedua belah pihak, seperti

jual beli, shulh, dan akad-akad lainnya.

c. Akad yang dapat dibatalkan tanpa menunggu persetujuan pihak

pertama. Misal, rahn dan kafalah.

d. Akad yang dapat dibatalkan tanpa menunggui persetujuan pihak yang

kedua, yaitu seperti: wadi’ah, ‘ariyah, dan wakalah.55

53

Ibid, hlm. 110 54

Ibid, hlm. 111 55

Ibid, hlm. 112

Page 44: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

33

7. Dilihat dari segi tukar-menukar hak. Dari segi ini akad dibagi tiga:

a. Akad mu’awadlah, yaitu: akad-akad yang berlaku atas dasar timbal

balik seperti jual beli, sewa-menyewa, shulh dengan harta, atau shulh

terhadap harta dengan harta.

b. Akad tabarru’at, yaitu: akad-akad yang berdasarkan pemberian dan

pertolongan, seperti hibah dan ‘ariyah.

c. Akad yang mengandung tabarru’ pada permulaan tetapi menjadi

mu’awadlah pada akhirnya, seperti qardh dan kafalah.56

8. Dilihat dari segi keharusan membayar ganti dan tidak, maka dari segi ini

dibagi tiga golongan:

a. Akad dhamanah, yaitu tanggung jawab pihak kedua sesudah barang-

barang itu diterimanya, seperti jual beli, qardh menjadi dhamanah

pihak yang kedua sesudah Barang itu diterimanya.

b. Akad amanah yaitu tanggung jawab dipikul oleh yang empunya, bukan

oleh yang memegang barang , missal, syirkah, wakalah.

c. Akad yang dipengaruhi beberapa unsure, dari satu segi yang

mengharuskan dhamanah, dan dari segi yang lain merupakan amanah

yaitu: ijazah, rahn, shulh.

9. Dilihat dari segi tujuan akad dibagi menjadi empat golongan:

a. Yang tujuannya tamlik, seperti, jual beli, mudharabah.

b. Yang tujuannya mengokohkan kepercayaan saja, seperti rahn dan

kafalah.

56

Ibid, hlm. 113

Page 45: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

34

c. Yang tujuannya menyerahkan kekuasaan seperti wakalah, wasiat.

d. Yang tujuannya memelihara, yaitu: wadi’ah.57

10. Dilihat dari segi waktu berlakunya, terbagi dua yaitu sebagai berikut:

a. Akad fauriyah, yaitu akad-akad yang pelaksanaannya tidak

memerlukan waktu yang lama. Misalnya, jual beli dengan harga yang

ditangguhkan, shulh, qaradh dan hibah.

b. Akad mustamirah, dinamakan juga akad zamaniyah, yaitu akad yang

pelaksanaannya memerlukan waktu yang menjadi unsur asasi dalam

pelaksanaannya. Contoh: ijarah, ‘ariyah, wakalah dan syirkah.

11. Dilihat dari ketergantungan dengan yang lain, akad dari segi ini dibagi dua

juga, yaitu sebagai berikut:

a. Akad asliyah, yaitu akad yang berdiri sendiri, tidak memerlukan adanya

sesuatu yang lain, misalnya jual beli, ijarah, wadi’ah, ‘ariyah.

b. Akad tab’iyah, yaitu akad yang tidak dapat bediri sendiri karena

memerlukan sesuatu yang lain, seperti: rahn dan kafalah.58

12. Dilihat dari maksud dan tujuannya, akad terbagi atas dua jenis, yaitu

sebagai berikut:

a. Akad tabarru’, yaitu akad yang dimaksud untuk menolong dan murni

semata-mata karena mengharap ridho dan pahala dari Allah, sama

sekali tidak ada unsure mencari “return” ataupun motif. Akad yang

termasuk dalam kategori ini adalah:

57

Ibid, hlm. 114 58

Gemala Dewi, ,Op.Cit, hlm. 63

Page 46: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

35

1) Hibah

Hibah adalah akad yang obyeknya mengalihkan hak milik

kepada orang lain secara Cuma-Cuma tanpa adanya bayaran.59

2) wakaf

Secara etimologis, istilah wakaf berasal dari kata waqf,

yang bisa bermakna habs (menahan). Istilah waqf sendiri

diturunkan dari kata waqafa-yaqifu-waqfan, artinya sama dengan

habasa-yahbisu-habsan (menahan).

Dalam syariat, wakaf bermakna menahan pokok dan

mendermakan buah atau dengan kata lain, menahan harta dan

mengalirkan manfaat-manfaatnya di jalan Allah.60

3) Wasiat

Wasiat adalah suatu akad dimana seseorang manusia

mengharuskan di masa hidupnya mendermakan hartanya untuk

orang lain yang diberikan sesudah wafatnya.61

4) Rahn

Secara etimologi kata ar- rahn berarti tetap, kekal dan

jaminan. Akad rahn dalam istilah hukum positif disebut dengan

barang jaminan atau agunan. Ada beberapa definisi rahn yang

dikemukakan para ulama fiqih.

59

Hasbi ash-Shiddieqy. Op. Cit, hlm. 98 60

Sayyid Sabiq

, Op.Cit, hlm. 161

61 Ibid, hlm. 107

Page 47: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

36

Ulama Maliki mendefinisikannya dengan harta yang

dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat

mengikat. Ulama Hanafi mendefinisikannya dengan menjadikan

sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak (piutang) itu baik,

seluruhnya maupun sebagian. Sedangkan ulama Syafi’i dan

Hambali mendefinisikan rahn dengan menjadikan materi

(barang) sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar

utang apabila orang yang berhutang tidak bisa membayar

utangnya itu.62

5) Wakalah

Secara etimologi wakalah berarti, al-hifdh (pemeliharaan)

seperti, firman Allah QS. Ali Imron (3): 173:.. “Cukuplah Allah

menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baiknya

pelindung.” Wakalah juga berarti al-Tafwidh (penyerahan),

pendelegasian, atau pemberian mandat. (QS. Hud (11): 56:

“Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan

Tuhanmu..”, al-Kahfi (18): 19.

Menurut para fuqada, wakalah berarti : “pemberian

kewenangan atau kuasa kepada pihak lain tentang apa yang harus

dilakukannya dan ia (penerima kuasa) secara syar’i menjadi

pengganti pemberi kuasa selama batas waktu yang ditentukan.”63

6) Kafalah

62

Gemala Dewi, Loc-cit 63

Ibid hlm. 137,

Page 48: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

37

Al-Kafalah menurut bahasa berarti al- Dhaman (jaminan),

hamdalah (beban), dan za’amah (tanggungan). Sedangkan

menurut istilah, para ulama mengemukakan definisi yang

berbeda-beda, antara lain adalah : “Menggabungkan satu dzimah

(tanggung jawab) kepada dzimah yang lain dalam penagihan,

dengan jiwa, utang, atau zat benda”.

Istilah kafalah menurut Mazhab Hanafi adalah

memasukkan tanggung jawab seseorang ke dalam tanggung

jawab orang lain dalam suatu tuntutan umum. Dengan kata lain

menjadikan seseorang ikut bertanggungjawab atas tanggung

jawab orang lain yang berkaitan dengan masalah nyawa, utang,

atau barang. Meskipun demikian, penjamin yang ikut

bertanggung jawab tersebut tidak dianggap berhutang, dan utang

pihak yang dijamin tidak gugur dengan jaminan pihak penjamin.

Sedangkan menurut Mazhab Maliki, Syafi’I da Hambali, kafalah

adalah menjadikan seseorang penjamin ikut bertanggungjawab

atas tanggung jawab seseorang dalam pelunasan atau pembayaran

utang, dan dengan demikian keduanya dipandang berhutang.

Ulama sepakat dengan bolehnya kafalah, karena sangat

dibutuhkan dalam mu’amalah dan agar yang berpiutang tidak

dirugikan karena ketidakmampuan yang berhutang.64

7) Hiwalah

64

Ibid, hlm. 360

Page 49: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

38

Hiwalah adalah akad pemindahan utang piutang satu pihak

kepada pihak lain. Dalam hal ini ada tiga pihak yang terlibat;

muhil atau madin, pihak yang memberi utang (muhal da’in) dan

pihak yang menerima pemindahan (muhal a’alaih). Di pasar

keuangan konvensiomal praktik hiwalah dapat dilihat pada

transaksi anjak piutang (factoring). Namun kebanyakan ulama

tidak memperbolehkan mengambil manfaat (imbalan) atas

pemindahan utang atau piutang tersebut.65

8) ‘Ariyah

Menurut etimologi, al-ariyah berarti sesuatu yang

dipinjam, pergi, dan kembali atau beredar. Sedangkan menurut

terminologi fiqih, ada dua definisi yang berbeda. Pertama, Ulama

Maliki dan Hanafi, mendefinisikannya dengan pemilikan manfaat

sesuatu tanpa ganti rugi. Kedua, Ulama Syafi’i dan Hambali

mendefinisikannya dengan kebolehan memanfaatkan barang

orang lain tanpa ganti rugi. Kedua definisi ini membawa akibat

hukum yang berbeda. Definisi pertama membolehkan peminjam

meminjamkan barang yang ia pinjam kepada pihak ketiga.

Sedangkan definisi kedua tidak membolehkan. ‘Ariyah

merupakan sarana tolong-menolong antara orang yang mampu

dengan yang tidak mampu.66

9) Al qardh

65

Ibid, hlm. 96 66

Nasrun Haroen, Op.Cit, hlm. 238

Page 50: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

39

Secara bahasa al-qardh berarti al-qoth' (terputus). Harta

yang dihutangkan kepada pihak lain dinamakan qardh, karena ia

terputus dari pemiliknya.67 Adapun yang dimaksud dengan utang

piutang adalah memberikan sesuatu kepada seseorang dengan

perjanjian dia akan membayar yang sana dengan itu.

Pengertian ” sesuatu “ dari definisi diatas mempunyai

makna yang luas, selain dapat berbentuk orang, juga bisa saja

dalam bentuk barang, asalkan barang tersebut habis karena

pemakaian.68

Utang piutang (al qardh) merupakan salah satu bentuk

muamalah yang berbentuk ta’awun (pertolongan) kepada pihak

lain untuk memenuhi kebutuhannya. Sumber ajaran islam (al-

Qur’an dan al-Hadist) sangat kuat menyerukan prinsip hidup

gotong royong seperti ini. Bahkan al-Qur’an menyebut piutang

untuk menolong atau meringankan orang lain yang membutuhkan

dengan istilah “menghutangkan kepada Allah dengan hutang baik

“.69

b. Akad tijari, yaitu akad yang dimaksudkan untuk mencari dan

mendapatkan keuntungan dimana rukun dan syarat telah dipenuhi

semuanya. Akad yang termasuk dalam kategori ini adalah:

1) Murabahah

67

Gufron A. Mas’adi, Loc.Cit 68

Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukun Perjanjian Dalam Islam, Jakarta:

Sinar Grafika, hlm. 136 69

Gufron A. Mas’adi, Op. Cit, hlm. 171

Page 51: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

40

Jual beli murabahah adalah pembelian oleh satu pihak

untuk kemudian dijual kepada pihak lain yang telah mengajukan

permohonan pembelian terhadap satu barang dengan keuntungan

atau tambahan harga dan transparan.70

2) As-Salam atau As-Salaf

As-salam dinamakan juga salaf (pendahuluan) yaitu jual

beli barang dengan kriteria tertentu dengan pembayaran sekarang

namun diterima kemudian.71 Para ahli fiqh menyebut juga Bai’al

Mahawij (karena kebutuhan mendesak) karena merupakan jual

beli barang yang tidak ada di tempat akad, dalam kondisi

mendesak bagi dua pihak yang melakukan akad pembeli (pemilik

uang) membutuhkan barang dan penjual (pemilik barang)

membutuhkan pembayarannya sebelum barang selesai untuk

memenuhi kebutuhan dirinya dan kebutuhan menanam hingga

panen. Bentuk jual beli ini bagian dari kepentingan dan

kebutuhan.72

Transaksi salam merupakan salah satu bentuk yang telah

menjadi kebisaan di berbagai masyarakat. Orang yang

mempunyai perusahaan sering membutuhkan uang untuk

kebutuhan perusahaan mereka, bahkan sewaktu-waktu kegiatan

perusahaannya terhambat karena kekurangan bahan pokok.

70

Gemala Dewi, Op cit, hlm. 111 71

Ibid, hlm 112 72

Sayyid Sabiq Op.Cit, hlm. 167

Page 52: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

41

Sedangkan si pembeli selain akan mendapatkan barang yang

sesuai dengan keinginannya, ia pun sudah menolong kemajuan

perusahaan saudaranya. Maka untuk kepentingan tersebut Allah

mengadakan peraturan salam.73

Definisi salam yang diberikan fuqaha berbeda-beda:

Menurut syafi’iyah salam ialah :

�0' �0(�ض ب%-&Y ا E%6ب Oج�Z�[��S�ص�ف ب� ه�"0�"&�

Artinya: Akad yang disepakati dengan menentukan ciri-ciri

tertentu dengan membayar harganya lebih dahulu,

sedangkan barangnya diserahkan kemudian dalam

suatu majelis akad.74

Menurut Malikiyah salam ialah :

Oج E%6% بD� ی0��م !�3 رأس ا %$ل ی���Qا

Artinya: Suatu akad jual beli yang modalnya dibayar terlebih

dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian.75

Adapun dasar hukum yang disyariatkan jual beli salam

bersumber dari Al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma’ ulama.

Dasar hukum yang pertama firman Allah dalam surat Al-

Baqarah ayat 281 yaitu:

�%� !$آ�(�; � Oأج � ���ا إذا ��ای��� ب�یE إR EیS� ی$ أیT<$ ا )٢٨٢: ا (�0ة (

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman apabila kamu

bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang

73

Gemala Dewi, Op. cit, hlm. 114 74

M. Ali Hasan,Op.Cit, hlm. 143 75

Ibid, hlm. 144

Page 53: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

42

ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (QS. Al-

Baqarah : 282).76

Ayat di atas jelas hukum mubahnya dan perlunya ada

catatan yaitu kata istilah sekarang dengan data administrasi atau

pembukuan, seperti kwitansi dan buku-buku lainnya yang

diperlukan untuk ketertiban dan terjaminnya lupa atau perbuatan

penipuan, serta dalam jual beli hendaknya waktu untuk

pembayaran itu ditentukan.77

Berkenaan dengan ayat ini, Ibnu Abbas berkata: “saya

bersaksi bahwa salaf (salam) yang dijamin untuk jangka waktu

tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitabNya dan diizinkan-

Nya” lalu ia membaca ayat tersebut di atas.78

Dasar hukum di atas sesuai dengan tuntunan syari’ah,

prakteknya dibolehkan pula dengan penangguhan waktu

pembayaran dalam jual beli. Selama kriteria barang tersebut

diketahui dengan jelas dan menjadi tanggungan pihak penjual,

dan pembeli yakin akan dipenuhinya kriteria tersebut oleh

penjual ada waktu yang telah ditentukan. Seperti jual beli yang

terkandung dalam ayat tersebut, sebagaimana dikatakan oleh

Ibnu Abbas bahwa selama itu juga ia tidak termasuk dalam

larangan Nabi SAW.

76

Departemen Agama RI,Op.Citt, hlm. 49 77

Drs. Sudarsono. SH.M.Si, Pokok-pokok Hukum Islam, Cet ke 2, Jakrta: Rineka Cipta,

2001, hlm. 415 78

Syafi’I Antonio, Op.cit. hlm. 109

Page 54: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

43

Maksud pelarangan tersebut adalah bahwa seseorang

menjual barang tidak dapat diserahkan kepada pembeli. Karena,

barang yang tidak dapat diserahkan berarti bukan miliknya,

sehingga jual beli tersebut merupakan gharar (menipu).

Sedangkan untuk jual beli barang yang memiliki kriteria tertentu,

ada jaminan dan ada prasangka kuat dapat dipenuhi tepat waktu,

maka bukan termasuk menipu.79

Dasar hukum lainnya adalah hadist yang berkaitan dengan

tradisi penduduk Madinah yang didapati oleh Rasulullah pada

awal hijrah beliau ke sana, yaitu tradisi akad salaf (salam) dalam

buah-buahan jangka waktu satu tahun atau dua tahun, beliau

bersabda:

Eب fا�)" E" g�-ن Eا�(�ن$اب[���" Eح�ث�$ص��]ا�(�ن$اب: آE"��6 ابG ا %�<$ل "E ابE "($س رG9 اf "�<%$�$ل ��م ا �(G ص&� اf "&�3 وس&� ا %�ی�]وه� ی�&�Vن

����E وا B6ث �E اس&l !� شV! k� آ�O : !0$ل , ب$ 6%�ا�'&�م Oاج � �'&�م ووزن �'&�م ا.

Artinya: “Diceritakan oleh Sadaqah dikabarkan oleh Ibnu

Uyaiynah dikabarkan oleh Ibnu Najih mengabarkan

kepada kita dari Abdillah Ibnu Katsir dari Abi Minhal

dari Ibnu Abbas ra. Berkata: Nabi SAW datang ke

Madinah dan melihat penduduk disana melakukan jual

beli salaf pada buah-buahan dengan dua atau tiga

tahun, maka Nabi berkata: barang siapa melakukan

jual beli salaf, hendaknya ia melakukan dengan takaran

79

Nasrun Haroen, Op.Cit, hlm. 111

Page 55: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

44

yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka

waktu yang diketahui. (HR. Bukhari).80

Dan juga hadits dari Rifa’ah Bin Rafi’:

On3 وس&� س�&" fا G&ص G)� "E ر!$"]ابE را!D أن ا�(�ور Dب� Oب��; وآ Oج� �p أp�P ؟ �$ل "%O ا� أي ا

)روا; ا (Mار(

Artinya: Dari Rifa’ah bin Rafi’. Sesungguhnya Nabi SAW,

ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik,

Nabi Muhammad SAW menjawab: seseorang bekerja

dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur

(HR. Bazzar)81

Salam, kata as-salaf memiliki pengertian yang sama

dengan as-salam. As-salam berasal dari bahasa penduduk Irak

dan kata as-salaf berasal dari bahasa penduduk Hijaz.

Wawazanin ma’lumin huruf all wawu disini berarti “au”

yakni menggunakan takaran dalam barang-barang yang dapat

ditakar atau menggunakan timbangan dalam barang-barang yang

akan digunakan.82

Menurut Hanafiyah, jual beli salam diperbolehkan dengan

alasan salam, demi kebaikan kehidupan manusia dan telah

menjadi kebiasaan (urf) dalam beberapa masa tanpa ada ulama

yang mengingkarinya.

80

Imam Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardzabah

Bukhari Ju’fi, Shahih Bukhari,Loc.Cit 81

Muhammad bin Ismail al-Kahlani as-San’ani, subul as Sulam, Kairo: Syirkah Maktabah

Mustafa al-Halabi, 1990, hlm. 4 82

Drs. Taufik Rahman, Hadits-Hadits Hukum, Bandung: Pustaka Setia, 2000, hlm, 133

Page 56: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

45

Menurut ulama Malakiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah akad

salam sah dengan alasan telah menjadi kebiasaan ummat

manusia dalam bertransaksi, dengan catatan terpenuhinya semua

syarat sebagaimana disebutkan dalam akan salam.83

Transaksi jual beli salam memiliki rukun dan syarat yang

harus dipenuhi sehingga sah hukumnya.

Rukun jual beli salam menurut jumhur ulama terdiri atas:

1. Orang yang berakad, baligh dan berakal

2. Barang yang di pesan harus jelas ciri-cirinya, waktunya,

harganya.

3. Ijab dab qabul.84

Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi sehingga sah

hukumnya. Diantara syarat-syarat yang dimaksud ada yang

berkaitan dengan penukaran dan ada yang berkaitan dengan

barang yang dijual.

Syarat-syarat penukaran adalah sebagai berikut:

1. Jenisnya diketahui

2. Jumlahnya diketahui

3. Diserahkan di tempat yang sama.

Sedangkan syarat-syarat barang (muslam fih) adalah:

1. Berada dalam tanggungan

83

Dimyaudin Adjuaini, Op.Cit, hlm. 138 84

M. Ali Hasan, Loc. Cit. hlm. 145-146

Page 57: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

46

2. Dijelaskan dengan penjelasan yang menghasilkan pengetahuan

tentang jumlah dan ciri-ciri barang yang membedakannya dengan

barang yang lain sehingga tidak lagi sesuatu yang meragukan dan

dapat menghilangkan perselisihan yang mungkin akan timbul.

3. Batas waktu diketahui. 85

Dalam as-salam jika kedua pihak tidak menyebutkan

tempat serah terima jual beli pada saat akad, maka jual beli

dengan cara as-salam tetaplah sah, hanya saja tempat ditentukan

kemudian, karena penyebutan tempat tidak dijelaskan di dalam

hadits. Apabila tempat merupakan syarat tentu maka Rasulullah

SAW akan menyebutkannya, sebagaimana ia menyebutkan

takaran, timbangan dan waktu.86

Dalam akad salam barang yang dipesan harus diserahkan

pada waktu yang ditentukan tidak boleh mundur juga bagaimana

penyerahan barang tersebut apakah barang itu diantar ke rumah

pemesan atau di pasar atau pemesan nantinya yang akan

mengambil sendiri barang tersebut. Dalam pesanan juga tidak

boleh adanya khiyar syarat artinya kalau barangnya sudah ada

dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan lantas tidak cocok akan

dikembalikan. Barang yang sudah sesuai dengan ketentuan harus

diterima.87

85

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah,Jakarta; Dar fath Lili’lami al-Arabiy, 2009, hlm. 219 86

Syafi’I Rahmat, Loc. Cit. hlm, 170 87

Iman Taqiyuddin Abu Baker Ibnu Muhammad Al-Hussaini, Kifayatul Akhyar, terj. Ahmad

Rifa’I, Semarang: Toha Putra, 1999, hlm. 196

Page 58: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

47

Harga dalam akad salam harus dibayarkan secara kontan

dalam majlis akad, ini menurut Hanafiyah. Sedangkan menurut

jumhur, harga pada kedua akad tersebut harus dibayar tunai

ketika akad berlangsung.88

3) Al-Istishna’

Istishna’ merupakan salah satu bentuk dari jual beli salam,

hanya saja obyeknya yang diperjanjikan berupa manufacture

order atau kontrak produksi. Istishna’ didefinisikan dengan

kontrak penjual dan kontrak pembeli dan pembuat barang. Dalam

kontrak ini pembuat barang (Shani) menerima pesanan dari

pembeli (Mustashni) untuk membuat barang dengan spesifikasi

yang telah disepakati kedua belah pihak yang bersepakat atas

harga sistem pembayaran yaitu dilakukan di muka, melalui

cicilan, atau ditangguhkan sampai waktu yang akan datang.89

4) Ijarah

Ijarah menurut ulama Hanafi adalah transaksi terhadap

suatu manfaat dengan imbalan. Menurut ulama Syafi’i adalah

transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu disebut

mubah, dan dapat dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.

Sedangkan, menurut Ulama Maliki dan Hambali adalah

88

Gufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Konstektal, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002,

hlm.145 89

Gemala Dewi, hlm. 114

Page 59: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

48

pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu

dengan suatu imbalan. 90

5) Mudharabah

Kata mudharabah diambil dari adh-Dlarrbu Fi al-Ardhi

yang artinya kepergian untuk berdagang.

Mudharabah juga disebut dengan qiradh. Yang mana, kata

qiradh berasal dari kata al-qardh yang artinya al-Qath’u

(pemotongan). Karena orang yang memiliki harta memotong

(mengambil, red) sebagian dari hartanya untuk diperdagangkan

dan mengambil sebagian dari keuntungannya. Selain itu,

mudharabah juga disebut muamalah, yang maksudnya adalah

akad antara dua pihak yang mengharuskan salah satu dari

keduanya untuk menyerahkan sejumlah uang kepada yang lain

untuk diperdagangkan, dengan ketentuan keuntungannya dibagi

sesuai kesepakatan diantara keduanya. 91

6) Musyarakah

Musyarakah adalah akad kerjasama antara kedua belah

pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-

masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan

bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung bersama sesuai

dengan kesepakatan.92

90

Ibid, hlm 115 91

Sayyid Sabiq, Loc.Cit, hlm. 276 92

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syar’ah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani

Press, hlm. 90

Page 60: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

49

D. Perbuatan mengingkari Perjanjian

Ijab dianggap batal dalam hal-hal berikut:

a. pengucap ijab menarik pernyataannya sebelum qabul;

b. adanya penolakan dari salah satu yang akad;

c. berakhirnya tempat akad, yakni kedua pihak yang aad berpisah;

d. pengucap ijab tidak menguasai lagi hidupnya, seperti meninggal,

gila, dan lain-lain sebelum adanya qabul;

e. rusaknya sesuatu yang sedang dijadikan akad, seperti butanya

hewan yang akan dijual atau terkelupasnya kulit anggur, dan lain-

lain.93

E. Tujuan Akad (Maudhu’ul ‘aqd)

Maudhu’ul akad adalah maksud utama disyariatkanya maudhu akad

pada hakikatnya satu arti dengan maksud asli akad dan hukum akad. Hanya

saja, maksud asli akad di pandang sebelum terwujudnya akad: hukum

dipandang dari segi setelah terjadinya akad; sedangkan maudhu akad berada di

antara keduanya.

Pembahasan ini sangat erat kaitanya dengan hubungan antara dzahir

akad dan batinnya. Diantara para ulama, ada yang memandang bahwa akad

93

Abdul Majid, Pokok-Pokok Fiqh Muamalah dan Hukum Kebendaan Dalam Islam,

Bandung: IAIN Sunan Gunungjati, 1986, hlm. 48.

Page 61: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

50

yang sahih harus bersesuian antara zahir dan batin akad, akan tetapi sebagian

ulama lainya tidak mempermasalahkan masalah batin atau tujuan akad.94

Ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah menetapkan beberapa hukum akad

yang dinilai secara zahir sah, tetapi makruh tahrim yaitu:

a. Jual beli yang menjadi perantara munculnya riba.

b. Menjual anggur untuk dijadikan khamar.

c. Menjual senjata untuk menunjang pemberontakan atau fitnah, dan lain-

lain.

Adapun ulama Malikiyah, Hanabilah dan Syiah yang

mempermasalahkan masalah batin akad, berpendapat bahwa suatu akad tidak

hanya dipandang dari segi zahirnya saja, tetapi juga batin. Dengan demikian,

tujuan memandang akad dengan sesuatu yang tidak bersesuaian dengan

ketentuan syara’ dianggap batal.

Keinginan mengadakan akad terbagi dua, yaitu berikut ini;

a. Keinginan Batin ( Niat atau Maksud)

Keinginan batin dapat terwujud dengan adanya kerelaan dan pilihan

(ikhtiar). Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa kerelaan dan pilihan

adalah dua hal yang berbeda sebab ikhtiar dapat dilakukan dengan

keridhaan atau tidak. Adapun menurut ulama selain Hanafiyah, rida

dan pilihan adalah sama.

94

Syafi’I Rahmat, Op. Cit, hlm. 57.

Page 62: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

51

b. Keinginan yang Zahir

Keinginan yang dzahir adalah sighat atau lafadz yang

mengungkapkan keinginan batin, apabila keinginan batin dan zahir

itu sesuai, akad dinyatakan sah. Akan tetapi, jika salah satunya tidak

ada, seperti orang yang zahirnya ingin jual beli, akadnya tidak sah

sebab keinginan batinya tidak ada.95

Tentang keinginan akad ini ada beberapa macam cabang yaitu:

a. Gambaran

Dalam akad terkadang hanya tampak zahirnya saja, sedangkan

batinya (tidak tampak). Akad seperti diatas, dalam beberapa hal

dikategorikan tidak sah menurut jumhur ulama, antara lain:

1) Akad ketika gila, tidur, belum mumayiz, dan lain-lain.

2) Tidak menegerti apa yang diucapkan.

3) Akad ketika belajar, atau bersandiwara.

4) Akad karena kesalahan.

5) Akad karena dipaksa.96

b. Kebebasan dalam akad

Para fuqaha memberikan batasan dalam akad yang menyangkut

kebebasan akad dan kebebasan dalam menetapkan syarat dalam

akad.

95 Ibid, hlm. 62

96

Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2003, 146.

Page 63: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

52

1) Kebebasan dalam Akad

Para ulama telah sepakat bahwa keridhaan merupakan landasan

dalam akad, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat An-

Nisa ayat 29 di atas.

2) Kebebasan Bersyarat

Yakni kebebasan dalam memberikan syarat tentang keabsahan

akad. Dalam hal ini, di antara para ulama terbagi atas beberapa

pendapat:

a) Golongan Hanabilah yang berpendapat bahwa syarat akad

mutlak, yakni setiap syarat yang tidak didapatkan keharaman

menurut syara’ adalah boleh.

b) Golongan selain Hanabilah yang berpendapat bahwa dasar

dari syarat akad adalah batasan, yakni setiap syarat yang

tidak menyalahi batasan yang telah ditetapkan syara’

dipandang sah.97

3) Kecacatan Keinginan atau Rida

Kecacatan keiginan atau rida adalah perkara-perkara yang

mengotori keinginan atau menghilangkan keridaan secara

sempurna, yang disebut kecacatan rida. Kecacatan rida terbagi

dalam tiga macam:

1) Pemaksaan;

2) Kesalahan;

97

Ibid, hlm. 147.

Page 64: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

53

3) Penipuan

Setiap akad memiliki dampak yaitu dampak khusus dan

dampak umum, dampak khusus adalah hukum akad. Yakni

dampak asli dalam pelaksanaan suatu akad atau maksud

utamanya dilaksanakannya suatu akad, seperti pemindahan

kepemilikan dalam jual beli dan lain-lain. Dampak umum

adalah segala sesuatu yang mengiringi setiap atau

sebagian besar akad, baik dari segi hukum maupun hasil.98

98

Syafi’i Rahmat, Op. Cit, hlm. 64-66.

Page 65: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

54

BAB III

PRAKTIK PENAMBAHAN BEBAN TAGIHAN REKENING LISTRIK

DI LOKET ULUMUL QUR’AN SEMARANG BARAT

D. Gambaran Umum Loket Ulumul Qur’an

Loket Ulumul Qur’an yang beralamat di Jl. Kyai Gilang

Mangkangkulon Semarang merupakan loket pembayaran listrik di sekitar

daerah Tugu, Jrakah, Semarang Barat, Kendal, dan Demak. Loket tersebut

berdiri mulai tahun 1990 oleh pendiri Bp. Ali Imron, yang juga pengasuh

Pondok Pesantren Putri Ulumul Qur’an.99

Loket ulumul Qur’an yang semula didirikan sebenarnya untuk

mempermudah prasarana guna melakukan transaksi pembayaran listrik oleh

masyarakat sekitar selaku konsumen listrik. Tidak dapat dihindari bahwa

semua orang pasti konsumen listrik. Oleh karena itu, pembayarannya pun

dilakukan dua cara, pertama langsung konsumen ke tempatnya dan kedua

melalui online.

Kebutuhan listrik semakin bertambah seiring dengan banyaknya

pendirian bangunan guna mendirikan suatu usaha, PT, CV, atau jenis home

industry lainnya yang bergerak melakukan aktivitas ekonomi. Maka, di loket

ulumul qur’an ini pula konsumen berasal dari badan usaha seperti Perseroan

Terbatas. Hal inilah yang membuat konsumen harus diminimalisir untuk

penggunaan listrik, sebab masuk dalam Corporate Social Responsibility

99

Wawancara dengan Bapak Drs. Sartono, Pegawai Loket Ulumul Qur’an, pada hari

Sabtu, 18 Desember 2010 di Jl. Kyai Gilang Mangkangkulon Semarang.

Page 66: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

55

(CSR) yang merespon terhadap lingkungan sekitar, dalam konteks ini

perlistrikan.

Semula loket ulumul qur’an berjalan dengan baik dan lancar, para

konsumen selalu aktif tiap bulan membayar listrik, namun pada tahun 2008

pertengahan terjadilah suatu pelanggaran yang dilakukan oleh pihak PLN

untuk melakukan penagihan tambahan, yakni senilai Rp. 1.600,-. Memang

dipandang kecil minimalnya, namun ketika dikalikan dengan ratusan

pelanggan untuk melakukan pembayaran di loket ulumul qur’an, jumlahnya

semakin besar. Hal inilah yang membuat para konsumen dirugikan oleh pihak

PLN dengan tambahan biaya tersebut.

Tambahan biaya oleh PLN ternyata merata di semua lingkup Kota

Semarang yang tidak hanya merugikan konsumen di satu sisi, namun

pelanggaran atas perlindungan konsumen dilakukannya, sebagaimana yang

tertuang secara eksplisit dalam undang-undang perlindungan konsumen.

Maka, dalam konteks ini, loket di ulumul qur’an sebenarnya yang bertanggung

jawab atas kerugian konsumen yang telah bertransaksi di tempat itu.

E. Praktik Penambahan Beban Tagihan Rekening Listrik Melalui Loket

Ulumul Qur’an Semarang Barat

Perlindungan konsumen menurut Pasal 1 angka 1 adalah segala upaya

yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada

konsumen. Kepastian hukum untuk melindungi hak-hak konsumen yang

diperkuat melalui undang-undang memberikan harapan agar pelaku usaha

Page 67: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

56

tidak lagi bertindak sewenang-wenang yang selalu merugikan hak-hak

konsumen. Dengan adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat

hukum lainnya, konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang dan

merekapun bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah

dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha. Permasalahan yang dihadapi

konsumen Indonesia saat ini seperti juga yang dialami konsumen di negara-

negara berkembang lainnya, tidak hanya pada soal cara memilih barang tetapi

jauh lebih komplek, yaitu mengenai kesadaran semua pihak baik dari

pengusaha, pemerintah maupun konsumen sendiri tentang pentingnya

perlindungan konsumen. Pelaku usaha menyadari bahwa mereka harus

menghargai hak-hak konsumen dengan memproduksi barang dan jasa yang

berkualitas, aman dimakan/digunakan, mengikuti standar yang berlaku serta

harga yang sesuai.100

Menurut penjelasan umum UU No. 8 Tahun 1999, faktor utama yang

menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen sering terjadi adalah masih

rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya. Tentunya hal ini terkait

erat dengan rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu keberadaan UU

Perlindungan Konsumen adalah sebagai landasan hukum yang kuat bagi

pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk

melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan

pendidikan konsumen.101

100

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Ed. I, Cet. 6,

Jakarta: Rajawali Pers, 2010, hlm. 54. 101

Lihat: Penjelasan Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, hlm. 23.

Page 68: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

57

Kinerja perusahaan listrik negara dari waktu ke waktu memang masih

perlu ditingkatkan. PLN bukan saja masih buruk dalam memberikan

pelayanan saluran tenaga listrik, sesuai aturan yang ditandai, dengan masih

sering mati melebihi jumlah ketentuan dan tanpa pemberitahuan lebih lanjut,

melainkan juga buruk dalam pengenaan biaya yang harus dibayar konsumen.

Dari hasil wawancara penulis dengan Bapak Drs. Sartono, Pegawai

Loket di Ulumul Qur’an, bahwa penggunaan rekening listrik bulan Desember

2008 dan bulan November 2008, bila dilihat dengan seksama muncul item

pembayaran yang sangat merugikan konsumen. Setiap rekening listrik PLN

dikenai biaya administrasi bank Rp. 1.600,- yang seharusnya tidak menjadi

kewajiban konsumen. Apalagi, konsumen membayar listrik dikantor PLN,

mobil PLN dan tidak lewat bank.102

Menurut Bapak Drs. Sartono, pungutan demikian banyak tidak ketahui

konsumen, barangkali karena tidak melihat atau tidak peduli sebab nilainya

kecil. Akan tetapi, kalau Rp. 1.600,- dikalikan sekian juta konsumen

konsumen PLN, pasti akan terlihat berapa uang yang didapat dari pungutan

PLN yang tanpa persetujuan konsumen tersebut. PLN dalam hal ini tidak bisa

hanya mendasarkan pada pemberitaan lewat media massa kalau ada

pengenaan biaya administrasi atau online bank. Dalam materi perjanjian

antara konsumen dan PLN, kewajiban membayar administrasi atau online

bank tidak pernah ada. Konsumen pun bebas memilih mau membayar dimana

di kantor PLN, mobil PLN, BKM, koperasi, atau bank.

102

Wawancara dengan Bapak Drs. Sartono, Pegawai Loket Ulumul Qur’an, pada hari

Senin, 20 Desember 2010 di Jl. Kyai Gilang Mangkangkulon Semarang.

Page 69: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

58

Sartono mengungkapkan bahwa PLN sebenarnya dapat mencegah

terjadinya kerugian kalau dikelola secara profesional, jujur dan konsekuen

terhadap tugasnya dalam memberi pelayanan sekaligus sebagai perusahaan

milik negara. Sangat naif kalau di satu sisi PLN sering mengaku rugi, tetapi

pola penyejahteraan personelnya berlebihan, yang tentunya akan menyedot

banyak uang PLN sebagai aset negara.

Bila konsumen sekarang dikenakan biaya administrasi bank atau

online bank, itu berarti sebuah tindakan melawan hukum, hak-hak konsumen

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen telah dilanggar oleh PLN.

Konsumen ternyata tidak hanya dihadapkan pada persoalan lemahnya

kesadaran dan ketidaktahuan mereka terhadap hak-haknya sebagai konsumen.

Hak-hak yang dimaksud, misalnya bahwa konsumen tidak mendapatkan

penjelasan tentang manfaat barang atau jasa yang dikonsumsi. Lebih dari itu

konsumen ternyata tidak memiliki bargaining position (posisi tawar) yang

berimbang dengan pihak pelaku usaha. Kondisi tersebut memperlihatkan

bahwa masalah perlindungan konsumen merupakan masalah yang sangat pelik

karena konsumen tidak hanya dihadapkan pada keadaan untuk memilih apa

yang diinginkan melainkan juga pada keadaan ketika dia tidak dapat

menentukan pilihan.103

Adanya undang-undang yang mengatur perlindungan konsumen tidak

dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha. Undang-Undang

103

Wawancara dengan Bapak Drs. Sartono, Pegawai Loket Ulumul Qur’an, pada hari

Senin, 20 Desember 2010 di Jl. Kyai Gilang Mangkangkulon Semarang.

Page 70: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

59

perlindungan konsumen justru bisa mendorong iklim usaha yang sehat serta

mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan

yang ada dengan menyediakan barang/jasa yang berkualitas. Dalam penjelasan

umum UU Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa dalam pelaksanaannya

akan tetap memperhatikan hak dan kepentingan pelaku usaha.

PLN sebagai pelaku usaha menurut pasal 6 UU No. 8 tahun 1999

memang berhak atas pembayaran rekening listrik, tetapi hanya sebanyak yang

sesuai dengan kesepakatan. Sebaliknya, konsumen juga berhak untuk tidak

dilanggar hak-haknya dengan hanya membayar sebatas yang menjadi

kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang ada. Konsumen tidak boleh

dipungut lebih, seperti administrasi bank, kalau tidak ada kesepakatan

sebelumnya. Konsumen yang membayar di bank pun secara normatifnya tidak

perlu dikenai biaya administrasi bank karena bank sudah mendapat

kompensasi keuntungan dari PLN sebagai jasa pengelola pembayaran

rekening listrik dari konsumen.

Bila dalam praktiknya sekarang ini PLN telah melakukan pungutan

lebih kepada konsumen setiap membayar rekening listrik, maka menurut UU

No. 8 tahun 1999, pemungutan biaya lebih tanpa persetujuan harus

dikembalikan. PLN dengan demikian bukan saja telah melanggar hak-hak

konsumen, tetapi juga telah berbuat curang karena memungut biaya yang tidak

seharusnya dibayar konsumen.

Sesuai perjanjian antara PLN dan konsumen, PLN berkewajiban

menyediakan, mendistribusikan, dan menjaga ketersediaan tenaga listrik agar

Page 71: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

60

bisa terus-menerus melayani dengan baik kepada masyarakat konsumen.

Kewajiban tersebut dalam praktiknya disertai hak PLN untuk menerima uang

rekening listrik dari konsumen secara tepat waktu yang ditentukan.

Pada konsumen yang tidak membayar sesuai waktu yang ditentukan,

PLN berhak mengenakan denda dan berhak atas uang denda yang dibayar

konsumen yang terlambat membayar. Bila kewajiban membayar rekening

listrik berikut dendanya tak dibayar konsumen hingga batas waktu yang

ditentukan, PLN berhak pula melakukan pemutusa aliran listrik sementara ke

konsumen, maupun pemutusan tetap.

Bapak Sartono menjelaskan apa yang menjadi hak dan kewajiban PLN

dan kosumen sebenarnya sudah jelas dengan esensi dasar, dalam setiap

pungutan didasarkan pada perjanjian yang ada. Dalam hal ini, PLN tidak bisa

menentukan sepihak biaya tertentu tanpa persetujuan konsumen dan tidak bisa

berlindung dibalik aturan tetap mengenai konsumen harus patuh pada

keputusan PLN.

Mengingat masalah pungutan administrasi bank atau online bank Rp.

1.600,- lebih yang harus dibayar konsumen, baik menurut perjanjian maupun

undang-undang perlindungan konsumen adalah produk tidak atas persetujuan

konsumen, maka pungutan itu adalah pungutan liar. Pungutan yang berunsur

pelanggaran hak-hak konsumen dan merupakan perbuatan melawan hukum.

Terdapat perjanjian baku berupa surat perjanjian kerjasama antara

pihak pertama dari PT Salam mandiri giri yang diwakili oleh Sugeng Rihadi

dengan pihak kedua Hadi Maskur, selaku perorangan (konsumen). Terlebih

Page 72: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

61

dahulu akan dijelaskan dua pokok, pertama, memperhatikan proses

pelaksanaan pembayaran tagihan bulanan rekening listrik, rekening telepon

dan penjualan voucher elektronik sesuai dengan mekanisme payment point

online bank (PPOB) yang dilakukan bersama oleh PT. PLN (Persero)

Distribusi Jawa Tengah dan DIY dan PT. TELKOM bersama PT Bank BNI 46

Tbk; kedua, memperhatikan perjanjian kerjasama antara PT Bank BNI 46 Tbk

dengan PT Salam Mandala Giri tentang pelayanan pembayaran tagihan

rekening listrik bulanan.

Perjanjian tersebut akhirnya melahirkan suatu perikatan pihak PT PLN

dengan konsumen yang menjadi undang-undang mereka yang telah dibuatnya.

Ketika salah satu pihak melakukan wanprestasi, dalam konteks ini pihak PLN

yang melebihkan tagihan listrik kepada konsumen, maka secara hukum

konsumen berhak menggugat kepada PLN untuk minta ganti kerugian.

Sebagai sebuah perbuatan melawan hukum,104 pungutan yang tidak sah

tersebut harus dihentikan tanpa harus menunggu masyarakat konsumen

memintanya. Apalagi harus menuntut melalui jalur hukum. atas pungutan

yang sudah masuk, karena pungutannya tidak sah, maka harus dikembalikan

kepada konsumen. Maka sebagai sebuah perusahaan yang besar dan kuat,

PLN seharusnya patuh pada aturan perjanjian dalam mengenakan pungutan

dan undang-undang perlindungan konsumen.

104

Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) dalam perspektif hukum perdata

secara eksplisit dalam Pasal 1365 BW, yaitu Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa

kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,

mengganti kerugian tersebut. Lihat: R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata, Cet. 39, Jakarta: Pradnya Paramita, 2008, hlm. 346.

Page 73: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

62

Berdasarkan kenyataan yang terjadi terlihat bahwa konsumen

mempunyai kedudukan yang lemah dalam sengketa pembelian maka Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dapat

digunakan sebagai landasan hukum terhadap perlindungan konsumen.

Keberadaan UU Perlindungan Konsumen adalah sebagai landasan hukum

yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui

pembinaan dan pendidikan konsumen, seperti yang tercantum dalam Pasal 1

ayat 1 UU Perlindungan Konsumen yang menyebutkan: “Perlindungan

konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk

memberi perlindungan kepada konsumen”.105

Untuk lebih memberikan perlindungan hukum bagi konsumen yang

mempunyai sengketa dengan produsen dan sebagai tindak lanjut hak

konsumen berupa hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut dan hak untuk

mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang

dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak

sebagaimana mestinya, maka sengketa tersebut dapat diselesaikan melalui

mekanisme di dalam peradilan maupun di luar peradilan. Penyelesaian

sengketa konsumen, dimana konsumen yang sangat dirugikan oleh pelaku

usaha melalui peradilan jarang ditempuh oleh konsumen, hal tersebut

didukung pula dengan suatu fakta bahwa faktor utama yang menjadi

105

Lihat: Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Page 74: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

63

mekanisme di dalam peradilan maupun di luar peradilan. Penyelesaian

sengketa konsumen, dimana konsumen yang sangat dirugikan oleh pelaku

usaha melalui peradilan jarang ditempuh oleh konsumen, hal tersebut

didukung pula dengan suatu fakta bahwa factor utama yang menjadi

kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan hak-haknya

yang masih rendah.106

Adanya Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tersebut bukan berarti

bahwa pelanggaran terhadap hak konsumen sudah tidak ada lagi. Meskipun

peraturan tersebut telah diberlakukan, namun penegakkannya perlu mendapat

perhatian khusus karena suatu peraturan yang ada tidak terlaksana apabila

tidak didukung perangkat penegak hukum yang baik.

F. Tinjauan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

terhadap Penambahan Beban Tagihan Rekening Listrik di Loket Ulumul

Qur’an

Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer atau

consument/konsument (belanda), secara harfiah arti kata consumer itu adalah

“(lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang”. Begitu juga

Kamus Bahasa Indonesia-Inggris memberi arti sebagai “pemakai atau

konsumen”,107 dalam UU perlindungan konsumen, diartikan konsumen adalah

setiap orang atau keluarga yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak

106

Nasution Az., Konsumen dan Hukum; Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada

Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995, hlm. 84. 107

Purwono Sastro Amijoyo dan Robert K. Cunningham, Kamus Inggris-Indonesia

Indonesia-Inggris, Ed. Lengkap, Cet. I, Semarang: Grand Media Pustaka, 2007, hlm. 58.

Page 75: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

64

untuk diperdagangkan. 108 Pengertian consumer di Amerika Serikat dapat

diartikan lebih luas lagi, yaitu sebagai “korban pemakaian produk yang cacat”,

baik korban tersebut pembeli, bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan juga

korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula

bahkan oleh korban yang bukan pemakai. Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, Pasal 1 mengatakan, bahwa konsumen adalah setiap orang

pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahkluk hidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan. Sementara perundang-undangan Australia,

Commonwealth of Australia, Trade Practice Act, 1974 / 1977, pasal 4B ayat

(1) a. Merumuskan konsumen sebagai berikut: “Setiap orang yang

mendapatkan barang atau jasa tertentu dengan harga maksimum A.$ 15.000,-

atau kalau harganya melebihi jumlah itu, barang atau jasa tersebut umumnya

adalah digunakan untuk keperluan pribadi, keluarga atau rumah tangga”. Jadi

unsur-unsur konsumen dengan melihat beberapa pengertian konsumen

tersebut di atas, adalah sebagai berikut : pertama, konsumen dapat terdiri dari

mereka yang menggunakan barang atau jasa untuk tujuan membuat barang

atau jasa lain, atau diperdagangkan kembali (untuk tujuan komersial) disebut

sebagai konsumen antara ; kedua, konsumen dapat pula terdiri dari mereka

yang menggunakan produk akhir untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidup

mereka, keluarganya dan atau rumah tangga (bukan diperdagangkan kembali),

yang mana disebut sebagai konsumen akhir.

108

Bintang, Sanusi dan Dahlan, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 48.

Page 76: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

65

Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari Hukum

Konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan

juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen atau dengan

kata lain hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-asas dan

kaidah-kaidah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam

hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang dan atau jasa

konsumen. Hukum perlindungan konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak

pihak yang mengadakan hubungan hukum atau bermasalah dalam masyarakat

itu tidak seimbang, bahkan Resolusi PBB 39/248 tentang perlindungan

konsumen, mengakui bahwa hak-hak konsumen sering dalam prakteknya tidak

seimbang dengan hak-hak produsen.

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8

tahun 1999 mengatakan, “Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada

konsumen”. Dari Pasal 1 angka 1 tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan,

bahwa konsumen adalah setiap pemakai barang dan/atau jasa yang tidak

diperdagangkan kembali yang pemakaiannya dijamin oleh hukum.

Perlindungan konsumen mempunyai tujuan sebagai berikut :109

a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri;

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara;

c. menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa ;

109

Elsi Kartika Sari dan Advensi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi, Ed. 2, Cet. 5,

Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008, hlm. 160-161.

Page 77: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

66

d. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen ;

e. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta ekses untuk

mendapatkan informasi ;

f. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan

konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab

dalam berusaha;

g. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan,

keselamatan konsumen.

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa

perangkat hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk

mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya, sebab

perlindungan konsumen bisa mendorong iklim berusaha yang sehat, serta

lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui

penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas. Sebelum Indonesia

merdeka, sebenarnya sudah ada beberapa peraturan yang berkaitan dengan

perlindungan konsumen. Seperti ; Reglement Industriele Eigendom, S.1912-

545, jo. S. 1913 Nomor 214, Tin Ordonnantie (Ordonansi Timah Putih),

Ordonnantie Op de Slacth Belasting (Ordonansi Pajak Sembelih), dan masih

banyak lagi, namun saat ini sebagian peraturan itu sudah tidak berlaku lagi.

Page 78: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

67

Sampai saat ini pengaturan tentang perlindungan konsumen di Indonesia

mengacu pada KUH Perdata yang bertendensi melindungi konsumen, yakni

dalam beberapa pasal buku ke III, bab V, bagian II yang dimulai dari pasal

1365. Begitu juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, juga terdapat

tendensi pengaturan perlindungan konsumen, misalnya tentang pemalsuan,

penipuan, pemalsuan merek, persaingan curang, dan sebagainya. Dengan

dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 pada dasarnya bukan

merupakan awal dan akhir dari hukum yang mengatur perlindungan

konsumen, sebab sampai pada terbentuknya UU ini telah ada beberapa

undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti

UU Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene, UU Nomor 5 Tahun 1984 Tentang

perindustrian, UU Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Penyiaran, dan masih

banyak lagi (lihat: Penjelasan UU Nomor 8 Tahun 1999), yang masing-masing

memberikan pengertian tentang perlindungan konsumen yang satu sama

lainnya berbeda-beda. Hal ini dikarenakan belum adanya suatu aturan khusus

yang mengatur tentang konsumen itu sendiri, sehingga pada tahun 1999

pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen.110

Kewajiban pelaku usaha beriktikad baik dalam melakukan kegiatan

usaha merupakan salah satu asas yang dikenai dalam hukum perjanjian.

Ketentuan tentang iktikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) BW.

Bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Sedangkan arrest

110

Ibid., hlm. 163.

Page 79: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

68

H.R. harus dilaksanakan di Negeri Belanda memberikan peranan tertinggi

terhadap iktikad baik dalam tahap pra perjanjian, bahkan kesatuan kesesatan

ditempatkan di bawah asas iktikad baik, bukan lagi pada teori kehendak.

Begitu pentingnya iktikad baik tersebut, sehingga dalam perundingan-

perundingan atau perjanjian antara para pihak, yakni PLN dan konsumen

(masyarakat), akan berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang

dikuasai oleh iktikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih

lanjut bahwa kedua belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat

kepentingan-kepentingan yang wajar dari pihak lain. Bagi masing-masing

calon pihak dalam perjanjian terdapat suatu kewajiban untuk mengadakan

penyelidikan dalam batas-batas yang wajar terhadap pihak lawan sebelum

menandatangani kontrak, atau masing-masing pihak harus menaruh perhatian

yang cukup dalam menutup kontrak yang berkaitan dengan iktikad baik.111

Selain perilaku konsumen terhadap pengusaha yang dilindungi,

undang-undang juga memberikan hak-hak bagi konsumen yang seimbang

dengan hak-hak pengusaha. Hak-hak konsumen ini telah diperjuangkan

semenjak tahun 1962 ketika John F. Kennedy dalam Congress on Pretecting

the consumer interest, menyampaikan pesan tentang pentingnya kedudukan

konsumen dalam masyarakat (ekonomi). Menurut F. Kennedy ada empat hak

dasar konsumen, yaitu :112

a. Hak memperoleh keamanan ; b. Hak memilih ;

111

Ibid., hlm. 165. 112

Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya,

Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 35.

Page 80: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

69

c. Hak mendapatkan informasi ; d. Hak untuk didengar.

Selain itu Masyarakat Ekonomi Eropa (Europese Economische

Gemeenschap) juga telah menyepakati lima hak dasar konsumen sebagai

berikut :113

a. Hak perlindungan kesehatan dan keamanan (recht op bescherming van zijn

gezendheid en veiligheid). b. Hak perlindungan kepentingan ekonomi (recht of bescherming van zijn

economische belangen). c. Hak mendapatkan gantirugi (recht op schadevergoeding). d. Hak untuk didengar (recht om te worden gehord).

Hak-hak dasar konsumen yang dikemukakan baik oleh Kennedy

maupun yang dikemukakan oleh Masyarakat Ekonomi Eropa adalah hak-hak

dasar yang lahir di Amerika Serikat dan di Eropa. Setelah adanya perhatian

yang begitu besar dari masyarakat dunia tentang perlindungan konsumen,

hingga diadakannya resolusi PBB tentang perlindungan konsumen pada tahun

1985, maka terdapat lima hak yang dimiliki konsumen, yaitu :

a. hak keamanan dan keselamatan; b. hak mendapatkan informasi; c. hak untuk memilih; d. hak didengar pendapat dan keluhannya; e. hak atas lingkungan hidup.

Hak-hak konsumen menurut Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 1999

Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu :114

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

113

Ibid., hlm. 37. 114

Lihat: Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Page 81: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

70

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

d. Hak untuk didengar keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut. f. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak

diskriminatif. h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,

apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Upaya yang lebih efektif bagi penegakan perlindungan konsumen oleh

LPPK dilakukan di luar peradilan, karena tidak membutuhkan prosedur yang

panjang dan kedua belah pihak cenderung ingin menyelesaikan masalah secara

damai dengan saling menguntungkan. Cara yang lazim digunakan oleh LPPK

dalam proses penyelesaian sengketa di luar peradilan dilakukan pada tahap

mediasi. Pelaku usaha memberikan penjelasan dan bersedia memberikan ganti

rugi.

Waktu yang digunakan LPPK Jateng untuk menyelesaikan sengketa

konsumen di luar peradilan sampai pada kesepakatan para pihak rata-rata dua

minggu sampai satu bulan. Cara tersebut dianggap sudah layak sebagai upaya

yang terbaik bagi konsumen, karena konsumen cenderung menginginkan

permasalahan dapat terselesaikan dengan cepat.

Page 82: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

71

Sesuai dengan isi perjanjian kerjasama pihak PLN dengan pihak

perorangan, ternyata pihak PLN telah melanggar ketentuan salah satu isi Pasal

perjanjian tersebut mengenai larangan, yakni: Dalam Pasal 9 ayat kesatu:

Dalam pelaksanaan pekerjaan sesuai pasal 1 perjanjian ini, PIHAK

KEDUA baik langsung maupun tidak langsung tidak diperkenankan

memungut biaya tambahan dan/atau dengan alasan apapun dari para

pelanggan di luar apa yang tercetak dalam tanda bukti pembayaran (kwitansi)

tanpa seijin PIHAK KESATU.

Dengan demikian, secara perdata, pihak perorangan bisa menggugat

kepada PLN karena telah melanggar perjanjian di awal dan harus mengganti

kerugian sebesar apa yang telah PLN lakukan.

Page 83: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

72

BAB IV

ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENAMBAHAN

BEBAN TAGIHAN REKENING LISTRIK RELEVANSINYA DENGAN

UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

C. Analisis terhadap Penambahan Beban Tagihan Rekening Listrik

Relevansinya dengan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen

Kebijakan PLN yang mengenakan tambahan biaya bank sebesar Rp.

1.600,- pada rekening pelanggan listrik mulai terjadi Desember 2008. Hal

tersebut terjadi karena sistem pembayaran yang selama ini menggunakan

sistem konvensional berubah menjadi Payment Point On Line Bank

(PPOB)., dimana semua pembayaran tagihan rekening listrik dikelola

sepenuhnya oleh bank yang menjadi mitra PLN. Tempat pembayaran yang

selama ini menjadi tempat untuk membayar rekening listrik sekarang

statusnya merupakan down line bank. Sistem ini menurut pihak PLN

dilakukan dalam rangka meningkatkan akses, keamanan dan kemudahan

bagi pelanggan. Selain itu, bagi PLN sendiri tentunya mendapatkan banyak

manfaat.

Beberapa keluhan yang disampaikan oleh konsumen terhadap

kebijakan PLN idealnya bagus, apapun sistem yang dibangun semestinya

menjadi bagian dari peningkatan kualitas pelayanan bagi pelanggan. Selama

Page 84: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

73

ini sebenarnya dengan adanya mobil keliling PLN, konsumen sudah

mendapatkan tambahan pelayanan dari PLN dan sangat diharapkan oleh

konsumen, apalagi jika dilakukan dengan sistem on line. Namun karena

biayanya dibebankan kepada konsumen, maka PPOB yang diselenggarakan

bukanlah pelayanan yang diberikan secara gratis kepada pelanggan,

sehingga harus benar-benar memperhatikan standar pelayanan yang sesuai

dengan harapan konsumen. Beberapa standar tersebut minimal terkait

kenyamanan tempat pembayaran (antrian, ruangan, tempat duduk, dll.),

cover area (keterjangkauan wilayah), identitas payment point, complain

centre dan sebagainya.

Standar pelayanan tersebut merupakan asumsi agar nilai budaya yang

dikeluarkan oleh konsumen sepadan dengan yang didapatkan oleh

konsumen. Sebagai contoh jika konsumen selama ini harus mengeluarkan

transport/waktu untuk membayar rekening karena payment point yang jauh.

Namun jika PPOB yang ada ternyata masih jauh, maka sesungguhnya

konsumen tidak mendapatkan tambahan pelayanan walaupun terkena

tambahan biaya pada setiap rekening.

Selain itu, hal yang harus diperhatikan adalah PLN seharusnya tetap

menyediakan loket khusus yang melayani pembayaran dengan sistem

konvensional tanpa adanya tambahan biaya sehingga konsumen daat

memilih. PPOB mestinya merupakan pilihan dan bukan paksaan bagi

konsumen, artinya bagi konsumen yang ingin membayar di tempat lama

tanpa biaya tambahan juga dilayani sedangkan yang pilih pelayanan PPOB

Page 85: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

74

tentu dengan tambahan biaya Rp. 1.600,-/rekening silakan. PLN

menyediakan loket pembayaran dengan sistem konvensional tanpa ada

tambahan biaya di kantor unit pelayanan PLN. Sehingga jika konsumen

tidak ingin terkena tambahan biaya bank harus membayar di loket kantor

unit pelayanan PLN. Idelnya sistem yang konvensional tidak hanya

disediakan satu, namun juga di beberapa titik lainnya walaupun mungkin

tidak sebanyak sebelum ada PPOB, sehingga konsumen dapat lebih leluasa

membuat pilihan.

Hal ini yang harus diperhatikan oleh PLN adalah jangan sampai

biaya bank yang saat ini dikenakan nantinya dapat dengan mudah dinaikkan

oleh pihak bank mitra sehingga semakin tinggi. Kekhawatiran ini didasari

karena pihak PLN tidak mempunyai otoritas untuk menentukan besarnya

biaya bank. Biaya bank sepenuhnya menjadi dominan bank mitra untuk

menentukannya sebagai pengganti biaya operasional sistem yang ada.

Terhadap hal ini, seharusnya pihak PLN maupun perbankan harus transparan

sejauhmana biaya operasional yang diperlukan dalam menerapkan sistem ini

dan konsumen diberi ruang untuk turut menyepakatinya.

Sistem pembayaran rekening listrik melalui bank lewat Payment

Poinyt Banking (PPOB) tak akan mematikan pihak ketiga yang sebelumnya

digandeng PLN seperti misalnya koperasi. Manajer Komunikasi Hukum dan

Administrasi PT PLN (Persero) distribusi Jateng-DIY, Endro Yulianto,

mengatakan kekhawatiran pihak ketiga seperti koperasi unit desa (KUD)

yang tidak akan dilibatkan dalam pembayaran tagihan listrik dengan

Page 86: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

75

pengalihan tersebut, tak perlu terjadi. Justru pihak bank yang dgandeng PLN

masih membutuhkan mitra untuk memperlancar proses pembayaran. Tidak

hanya KUD, tapi juga perorangan pun bisa menjadi mitra sehingga bisa

membuka lapangan pekerjaan baru. Tapi itu semua bergantung dengan

masing-masing banknya.

Beberapa pelanggan (konsumen) PLN mengatakan saat membayar

tagihan listrik pada Oktober, pihak konsumen belum dikenakan biaya

administrasi bank Rp. 1.600,-. Namun ketika membayar tagihan November,

dikenakan tagihan administrasi bank Rp. 1.600,-. Angka itu tertulis pada

bukti pembayaran rekening listrik. Besarnya biaya administrasi memang

tidak seberapa, tetapi bila dijumlahkan dengan seluruh pelanggan PLN,

maka nilainya sangat besar.

Saat membayar listrik uang kurang saja ditolak. Lantas mengapa

tiba-tiba pelanggan harus dibebani biaya administrasi. Belum lagi ketika

membayar tagihan terlambat dari tanggal yang telah ditentukan masih

dikenakan denda. Selain itu, bukti pembayarannya juga hanya berupa

secarik kertas putih. Tidak seperti dulu yang berwarna hijau dan dapat logo

PLN.

Pelanggan lain juga mengatakan setiap membayar tagihan listrik,

selalu dikenakan biaya penerangan jalan. Tapi sekarang malah masih

ditambah biaya adminisrasi bank. Padahal setiap bulan selalu membayar

tagihan listrik di kantor kelurahan. Salah seorang warga Tlogosari

menambahkan untuk ukurannya biaya tambahan Rp. 1.600,- memang tidak

Page 87: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

76

begitu memberatkan. Namun, bagi mereka yang kurang mampu, tentu cukup

mempengaruhi. Padahal selama ini masih sering terjadi pemadaman listrik.

Lantas uang itu untuk apa dan larinya kemana. Hal tersebut yang harus

transparan ketika berhadapan dengan konsumen.

Dalam pasal 19 undang-Undang Perlindungan Konsumen dijelaskan

bahwa Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas

kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi

barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Memerhatikan

pasal tersebut, telah jelas bahwa pihak PLN ketika memberikan tagihan

sebesar Rp. 1.600,- yang sebenarnya tidak perlu ditarik dari konsumen harus

mengembalikan kerugian akibat mengonsumsi listrik yang selama ini

dinikmati oleh konsumen.

Pihak PLN dalam kebijakannya menambah pungutan sebesar Rp.

1.600,- ternyata dilakukan sepihak, yang tidak dikomunikasikan terlebih

dahulu dengan konsumen atau minimal pemberitahuan kepada konsumen,

secara hukum, konsumen dapat menggugat kasus ini kepada Pengadilan

Niaga. Hal ini terdapat payung hukum (umbrella lex) dalam Undang-

Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 huruf c,

mengenai hak konsumen, yaitu hak atas informasi yang benar, jelas, dan

jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Mengacu pada

Pasal di atas, maka konsumen berhak mengajukan tuntutan ganti rugi atas

pungutan sebesar yang sebenarnya tidak terlalu banyak, namun jika

dikalikan dengan sejumlah konsumen, jumlahnya menjadi banyak. Hal

Page 88: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

77

inilah yang membuat keresahan dari konsumen tentang tagihan listrik

tersebut.

Analisis penulis mengenai PLN sebagai pelaku usaha menurut pasal

6 UU No. 8 tahun 1999, memang berhak atas pembayaran rekening listrik,

tetapi hanya sebanyak yang sesuai dengan kesepakatan. Sebaliknya,

konsumen juga berhak untuk tidak dilanggar hak-haknya dengan hanya

membayar sebatas yang menjadi kewajibannya sesuai dengan perjanjian

yang ada. Konsumen tidak boleh dipungut lebih, seperti administrasi bank,

kalau tidak ada kesepakatan sebelumnya. Konsumen yang membayar di

bank pun secara normatifnya tidak perlu dikenai biaya administrasi bank

karena bank sudah mendapat kompensasi keuntungan dari PLN sebagai jasa

pengelola pembayaran rekening listrik dari konsumen.

Pentingnya penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen

mengenai suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran

mengenai suatu produk tertentu. Penyampaian informasi terhadap konsumen

tersebut dapat berupa representasi, peringatan maupun yang berupa instruksi.

Dalam analisis penulis secara umum, kerugian yang dialami oleh

konsumen di Indonesia dalam kaitannya dengan misinterprestasi banyak

disebabkan karena tergiur oleh iklan-iklan atau brosur-brosur produk

tertentu, sedangkan iklan atau brosur tersebut tidak selamanya memuat

informasi yang benar, karena pada umumnya hanya menonjolkan kelebihan

produk yang dipromosikan, sebaliknya kelemahan produk tersebut ditutup-

tutupi.

Page 89: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

78

Pimpinan Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen Kota

Semarang, H. Ngargono telah menindaklanjuti perubahan sistem

pembayaran rekening listrik dimana konsumen dibebani biaya bank sebesar

Rp. 1.600,-. Adapun point-point yang disampaikan pertama, konsumen

listrik banyak yang mengeluhkan biaya bank tesebut karena dinilai tidak fair

dimana konsumen yang tidak melakukan pembayaran di bank juga harus

menanggung beban biaya tersebut, kedua, PT PLN (Persero) belum

memberikan sosialisasi terhadap konsumen terkait perubahan sistem

pembayaran rekening listrik.

Sehubungan dengan tuntutan Lembaga Pembinaan dan Perlindungan

Konsumen di atas, maka dalam perspektif Undang-Undang Perlindungan

Konsumen, pihak PT PLN (Persero) mempunyai kewajiban memberikan

informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan; dan memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian

apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai

dengan perjanjian.

Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen tampak bahwa

iktikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha, dalam konteks ini PT PLN

(Persero), karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan

usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk

beriktikad baik dimulai sejak barang dirancang/diproduksi sampai pada

tahap purna penjualan, sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beriktikad

Page 90: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

79

baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa. Hal ini

tentu saja disebabkan karena kemungkinan terjadinya kerugian bagi

konsumen dimulai sejak barang dirancang atau diproduksi oleh produsen

(pelaku usaha), sedangkan bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat

merugikan produsen mulai saat melakukan transaksi dengan produsen.

Informasi yang diperoleh konsumen melalui brosur tersebut dapat

menjadi alat bukti yang dipertimbangkan oleh hakim dalam gugatan

konsumen terhadap produsen. Bahkan tindakan produsen yang berupa

penyampaian informasi melalui brosur-brosur secara tidak benar yang

merugikan konsumen tersebut, dikategorikan sebagai wanprestasi atau

kelalaian, karena brosur dianggap sebagai penawaran dan janji-janji yang

bersifat perjanjian, sehingga isi brosur tersebut dianggap diperjanjikan

dalam ikatan jual beli meskipun tidak dinyatakan dengan tegas.

Adanya Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tersebut bukan berarti

bahwa pelanggaran terhadap hak konsumen sudah tidak ada lagi. Meskipun

peraturan tersebut telah diberlakukan, namun penegakkannya perlu mendapat

perhatian khusus karena suatu peraturan yang ada tidak terlaksana apabila

tidak didukung perangkat penegak hukum yang baik.

Dalam kaitannya dengan perangkat penegak hukum yang baik, maka

penulis menggunakan kerangka analisis Lawrence M. Friedman, sebagaimana

yang dikutip oleh Esmi Warassih 115 bahwa sistem hukum itu merupakan

115

Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Cet. I, Semarang: PT

Suryandaru Utama, 2005, hlm. 30.

Page 91: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

80

komponen dari struktur hukum (legal structure),116 substansi hukum (legal

substance) 117 dan kultur hukum (legal culture) 118 yang pada dasarnya

bersinergi ketiganya. Struktur berupa SDM apakah aparat hukum ataupun

pegawai di PLN dan loket ulumul qur’an yang mematuhi undang-undang atau

peraturan hukum lainnya, substansi berupa peraturan perundang-undangan,

dalam konteks ini regulasi mengenai perlindungan konsumen dan budaya

hukum (legal culture), yakni nilai-nilai dan kebiasaan yang ada di masyarakat

untuk dijunjung tinggi bersama. Budaya hukum dalam konteks perlindungan

konsumen ini di masyarakat yang harus diketahui oleh pegawai PLN, seberapa

besar kemampuan memahami hak dan kewajiban dari konsumen atau

pemahaman terhadap kearifan-kearifan lokal yang berkembang di masyarakat

sekitar kaitannya dengan penggunaan listrik, proteksi terhadap pengusaha

berkelas dalam upaya menanggulangi bentuk kecurangan apapun yang

dilakukannya. Hal-hal inilah budaya hukum (legal culture) masyarakat

pengguna listrik, apakah kelas menengah ke bawah atau menengah ke atas,

perusahaan atau perorangan.

116

Komponen struktur hukum (legal structure) yakni berupa kelembagaan yang diciptakan

oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya

sistem tersebut. Kelembagaan ini dapat di ranah formulatif (DPR) ataupun dalam ranah aplikatif

(kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan). Ranah aplikatif inilah yang di

dalam hukum pidana biasa disebut dengan sistem penyelenggaraan hukum pidana (criminal

justice system) terpadu (integrated). 117

Komponen substansi hukum (legal substance) yakni berupa peraturan-peraturan,

keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur. 118

Budaya hukum (legal culture) yakni terdiri dari nilai-nilai (values) dan sikap-sikap yang

mempengaruhi bekerjanya hukum. Budaya hukum ini memiliki fungsi penjembatan antara

peraturan hukum dengan tingkah laku warga masyarakat. Dan komponen tersebut yang menjadi

penting di dalam proses penegakan hukum di masyarakat.

Page 92: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

81

D. Analisis Tinjauan Hukum Islam terhadap Penambahan Beban Tagihan

Rekening Listrik Relevansinya dengan UU No. 8 tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen

Dalam perspektif hukum Islam, perjanjian terdapat dalam QS. Ali

Imran ayat 76 yaitu:

4’n? t/ ôtΒ 4’nû÷ρ r& Íν ωôγ yèÎ/ 4’s+ ¨?$# uρ ¨βÎ* sù ©!$# �=ÅsムtÉ) −Gßϑ ø9$#

Artinya:” Bukan demikian, sebenarnya siapa yang menepati janji

(yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya

Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.”(QS. Ali Imran: 76).

Menurut hukum perlindungan konsumen, faktor utama yang

menjadi penyebab eksploitasi terhadap konsumen sering terjadi adalah

masih rendahnya tingkat kesadaran konsumen akan haknya. Tentunya hal ini

terkait erat dengan rendahnya pendidikan konsumen. Oleh karena itu

keberadaan UU Perlindungan Konsumen adalah sebagai landasan hukum

yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui

pembinaan dan pendidikan konsumen.

Syarat sah akad antara pihak PT PLN (Persero) dengan beberapa

konsumen yang penulis jadikan sampling, dalam konteks hukum Islam

yakni segala sesuatu yang disyaratkan syara’ untuk menjamin dampak

keabsahan akad. Jika tidak terpenuhi, maka akad tersebut akan rusak.

Page 93: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

82

Ada kekhususan syarat sah akad pada setiap akad. Ulama’

Hanafiah mensyaratkan terhindarnya seseorang dari enam kecacatan dalam

jual-beli, yaitu kebodohan, paksaan, pembatasan waktu, perkiraan, ada unsur

kemadaratan, dan syarat-syarat jual-beli rusak (fasid).

Empat syarat diracik pembentuk undang-undang sebenarnya dapat

dikatakan universal, karena dalam hukum Islam, misalnya keabsahan

perjanjian atau akad terukur dengan syarat-syarat yang hampir serupa, atau

lebih ekstrim lagi dengan takaran yang hakekatnya adalah sama.

Suatu akad atau kontrak atau perjanjian dalam hukum Islam sah

apabila memenuhi rukun dan syarat-syarat. Rukun adalah sesuatu yang harus

ada dalam kontrak. Sedang syarat adalah persyaratan yang harus dipenuhi

oleh rukun-rukun tersebut. Rukun akad dalam hukum Islam ialah: a. Sighat,

b. Para pihak, dan c. Obyek perikatan.

Tiap rukun memiliki persyaratan tersendiri. Sighat merupakan

kesepakatan para pihak, terdiri dari ijab (penawaran atau offertie) dan qabul

(penerimaan atau acceptatie). Sighat dalam hukum Islam memiliki tiga

syarat: a. Harus terang pengertiannya, b. Harus bersesuaian antara ijab dan

kabul, c. Memperlihatkan kesungguhan dari pihak yang bersangkutan.

Dari syarat-syarat yang dirumuskan M. Hasby Ash-Shiddieqy di

atas, nampak adanya asas kebebasan berkontrak dan iktikad baik. Iktikad

baik dari para pihak yang terlibat aqad untuk bersungguh-sungguh

melaksanakan aqad (kontrak).

Page 94: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

83

Melihat syarat dan rukun akad di atas, maka dalam kasus

penambahan beban tagihan rekening listrik di loket Ulumul Qur’an

perspektif hukum Islam mengalami catatan dalam rukun, yakni tidak

terpenuhinya sighat atau perjanjian untuk memberikan penambahan tagihan

listrik sebesar Rp. 1.600,- yang dibebankan kepada konsumen listrik.

Dengan kecacatan rukun tersebut, maka akan menyebabkan tidak sah ketika

terjadinya sebuah akad, dalam konteks ini berupa barang listrik. Kalau para

pihak sudah terpenuhi, yaitu antara PT PLN (Persero) dengan konsumen

(masyarakat), kemudian obyek perikatan yaitu barang listrik.

Ketika para pihak bertransaksi di bank antara PLN dengan

masyarakat selaku konsumen sudah ditunaikan, namun ternyata ada

penambahan beban tagihan listrik sebesar Rp. 1.600,- yang tanpa ada

pemberitahuan terlebih dahulu, maka secara otomatis pihak konsumen

(masyarakat) akan dirugikan dengan penambahan biaya itu walaupun

besarnya tidak terlalu nampak, namun melihat konsumen yang jumlahnya

banyak, akhirnya besar tambahan biaya dikalikan dengan sejumlah

pelanggan yang sudah lama bertransaksi di loket tersebut untuk membayar

listrik.

Dalam pandangan ulama’ fiqhiyah, telah sepakat atas sahnya jual-

beli yang didasarkan pada keridaan diantara pihak yang melakukan akad,

ada kesesuaian diantara ijab dan qabul, berada di satu tempat, dan tidak

terpisah oleh suatu pemisah. Maka ulama’ fiqhiyah memandang tidak sah

dalam konteks jual beli antara pihak PLN yang memproduksi listrik dengan

Page 95: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

84

konsumen (masyarakat) yang seperti ini masuk dalam kategori jual beli tidak

bersesuaian antara ijab dan qabul. Disebut tidak bersesuaian karena terdapat

penambahan beban tagihan sebesar Rp. 1.600,- yang sebelumnya tidak ada

pemberitahuan atau pendek kata terjadi pemutusan sepihak, yakni pihak PT

PLN (Persero). Hal ini jelas dipandang tidak sah menurut kesepakatan

ulama’. Akan tetapi, jika lebih baik, seperti meninggikan harga, menurut

ulama Hanafiyah membolehkannya, sedangkan ulama’ Syafi’iyah

menganggapnya tidak sah.

Pandangan hukum Islam pada alinea di atas merupakan jual beli

yang terlarang sebab sighat. Dalam pandangan yang lain, yakni terlarang

sebab ma’qud alaih (barang jualan). Secara umum, ma’qud alaih adalah

harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang akad, yang biasa

disebut mabi’ (barang jualan) dan harga.

Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli sah apabila ma’qud alaih

adalah barang yang tetap atau bermanfaat, berbentuk, dapat diserahkan,

dapat dilihat oleh orang-orang yang akad, tidak bersangkutan dengan milik

orang lain, dan tidak ada larangan dari syara’.

Melihat kasusnya di loket ulumul qur’an, terdapat penambahan

beban tagihan listrik yang dapat merugikan konsumen, hukum Islam

melihatnya termasuk dalam kategori jual beli gharar, yakni jual beli barang

yang mengandung kesamaran. Hal itu dilarang dalam Islam. Sebab

Rasulullah SAW bersabda:

Page 96: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

85

�%G! H ا %$ء !$ن�r 3ور )روا; أح%�(C ���4واا Artinya:

“Janganlah kamu beli ikan di dalam air karena jual beli seperti itu

termasuk gharar (menipu)”. (HR. Ahmad).

Jadi, berdasarkan Hadits Rasulullah SAW di atas, penambahan

beban tagihan listrik masuk dalam kategori gharar, karena tidak diketahui

harga yang sebenarnya, di dalamnya ternyata ada unsur penambahan biaya.

Melihat unsur gharar dalam hal penambahan tagihan listrik

tersebut, maka pihak PLN secara syar’i (hukum Islam) batal demi hukum

dan tidak sah, yang juga berdampak kepada ruginya konsumen (masyarakat)

karena unsur tambahan tersebut. Kecuali di awal ada pemberitahuan bahwa

penambahan tersebut digunakan untuk hal-hal tertentu. Namun berdasarkan

kasus yang penulis teliti di lapangan, yakni di loket Ulumul Qur’an,

Mangkangkulon Kota Semarang, ternyata dilakukan sepihak dan

menguntungan di satu sisi, yakni PT PLN (Persero) dan merugikan di sisi

lain, yakni masyarakat selaku konsumen barang berwujud listrik.

Page 97: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

86

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis mengkaji, mengumpulkan, merumuskan dan

menganalisis data-data penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dalam praktiknya di loket Ulumul Qur’an Semarang, sistem penambahan

beban tagihan listrik oleh pihak PLN dalam kebijakannya menambah

pungutan sebesar Rp. 1.600,- ternyata dilakukan sepihak, yang tidak

dikomunikasikan terlebih dahulu dengan konsumen atau minimal

pemberitahuan kepada konsumen. Dalam hubungannya dengan Undang-

Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

melanggar Pasal 4 huruf c, mengenai hak konsumen, yaitu hak atas

informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa. Jadi, berpijak pada landasan yuridis tersebut

konsumen dapat menggugatnya di Pengadilan Niaga setempat.

2. Perspektif hukum Islam atas Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen atas penambahan beban listrik memandang tidak

sah dalam konteks jual beli antara pihak PLN yang memproduksi listrik

dengan konsumen (masyarakat) yang seperti ini masuk dalam kategori jual

beli tidak bersesuaian antara ijab dan qabul, yakni antara pihak konsumen

dengan PLN, kemudian tidak dilakukan sesuai dengan prinsip muamalah

antarodlin (suka sama suka) kedua belah pihak tersebut.

Page 98: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

87

B. Saran-saran

Setelah mengetahui lebih rinci terhadap hukum penambahan tagihan

rekening listrik, baik dalam perspektif undang-undang perlindungan

konsumen maupun ditinjau dari hukum Islam, maka sampai disini penulis

memberikan saran-saran guna pelaksanaan tagihan rekening listrik selanjutnya

untuk menciptakan keamanan dari sisi hukum pihak PLN maupun konsumen

(masyarakat), antara lain:

1. PT PLN (Persero) hendaknya melakukan komunikasi dengan pihak

konsumen atas biaya tagihan rekening listrik yang akan dibayarkan, ketika

ada sesuatu hal, dalam kasus ini penambahan biaya bisa dibicarakan

terlebih dahulu.

2. PT PLN (Persero) membuat kotak aduan ketika terdapat keluhan-keluhan

dari kosumen bisa tersalurkan lewat kotak aduan tersebut terkait dengan

pelayanan atas jasa pembayaran rekening listrik.

3. PT PLN (Persero) melakukan evaluasi atas pelayanan yang selama ini

diberikan kepada masyarakat selaku konsumen untuk melakukan

pembayaran tagihan rekening oleh masyarakat.

4. PT PLN (Persero) hendaknya taat terhadap Undang-Undang Perlindungan

Konsumen No. 8 tahun 1999 terkait dengan hak dan kewajiban,

pelayanannya dengan konsumen serta pemberian informasi penting kepada

konsumen.

Page 99: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

88

5. Konsumen agar mengerti, memahami dan taat terhadap hak dan kewajiban

sebagai konsumen sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang

Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999.

6. Konsumen dapat membentuk organisasi yang menghimpun berbagai

konsumen (pelanggan) atas pembayaran listrik di PLN agar kuat secara

hukum dan kelembagaan ketika terjadi suatu hal di kemudian hari.

C. Penutup

Alhamdulillahi rabbil ‘Alamiin penulis panjatkan syukur yang

sedalamnya atas nikmat, taufiq, hidayah dan inayah kepada Allah SWT

sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Shalawat

dan salam penulis ucapkan keharibaan Nabi Muhammad SAW. Dengan

ucapan, tindakan, dan taqrir beliau sebagai pelengkap dan penjelas akan

firman Allah (Al-Qur’an) yang merupakan petunjuk bagi tata kehidupan

manusia untuk mencapai kebahagiaan sejati (fi daraini hasanah wa qina

‘adzabannar).

Semoga skripsi ini dapat memberikan kemanfaatan bagi penulis

khususnya dan khalayak umum pada umumnya. Namun sebagai insan biasa,

penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena

kesempurnaan yang hakiki hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu saran,

kritik atau gagasan-gagasan membangun serta yang bersifat orientasi kepada

tujuan mencapai ‘kebenaran’ dari pihak manapun sangatlah penulis harapkan.

Page 100: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

89

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Azis Dahlan, ed., Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 5, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1996. Al-Hussaini, Iman Taqiyuddin Abu Baker Ibnu Muhammad, Kifayatul Akhyar, terj. Ahmad Rifa’I, Semarang: Toha Putra, 1999. Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syar’ah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press. Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Ed. I, Cet. 6, Jakarta: Rajawali Pers, 2010. Ash-Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi, Pengantar Fiqih Muamalah, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999. As-San’ani, Muhammad bin Ismail al-Kahlani, subul as Sulam, Kairo: Syirkah Maktabah Mustafa al-Halabi, 1990. Bintang, Sanusi dan Dahlan, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000. Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukun Perjanjian Dalam Islam, Jakarta: Sinar Grafika. Dewi, Gemala, Hukum Perikatan Islam Di Indonesia, Jakarta: Perdana Kencana Media, 2005. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: CV. Naladana, 2002. Elsi Kartika Sari dan Advensi Simanunsong, Hukum Dalam Ekonomi, Ed. 2, Cet. 5, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008. Friedman, Lawrence M., The Legal System: A Social Sciences Perspective, New York: Russel Sage Foundation, 1986. Haroen, Nasrun, Fiqih Muamalah, jakarta: Gaya Media Pratama, 2007. Husein Syahatah, dan Athiyah Fayyad, Bursa Efek Tahunan Islam Dan Transaksi

Di Pasar Modal Terj. A. Syukur, Surabaya:Pustaka Progesif, 2004, hlm. 3.

Page 101: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

90

Issamsudin, M., Pelanggaran Hak Lewat rekening PLN, Kompas (B), 16 Januari, 2009. Mas’adi, Ghufran A., Fiqh Muamalah Konstektual, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002. Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi), Bandung: PT.Remaja Rosdakarya Offset, 2006. Nasution Az., Konsumen dan Hukum; Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada

Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995. Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Di Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, Cet. Ke-6, 1993. Purwono Sastro Amijoyo dan Robert K. Cunningham, Kamus Inggris-Indonesia

Indonesia-Inggris, Ed. Lengkap, Cet. I, Semarang: Grand Media Pustaka, 2007. Rusyd, Ibn, Bidayatul Mujtahid Terj. Imam Ghazali, Jakarta: Pustaka Amani, 2002. R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(Burgerlijk Wetboek), Cet. 39, Jakarta: Pradnya Paramita, 2008. Sabiq, Sayid, Fiqh Sunnah Terj. Nor Hasanudin, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007. Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Jakarta; Dar fath Lili’lami al-Arabiy, 2009. Shofie, Yusuf, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000. Sudarsono Pokok-pokok Hukum Islam, Cet ke 2, Jakrta: Rineka Cipta, 2001. Suhendi, Hendi, Fiqih Mu’amalah, Jakarta , PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada 1983. Syarifudin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2003. Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Bandung:

Rosda Karya, 2000.

Page 102: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

91

Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Wawancara dengan Bapak Drs. Sartono, Pegawai Loket Ulumul Qur’an, pada hari Sabtu, 18 Desember 2010 di Jl. Kyai Gilang Mangkangkulon Semarang. Wawancara dengan Bapak Drs. Sartono, Pegawai Loket Ulumul Qur’an, pada hari Senin, 20 Desember 2010 di Jl. Kyai Gilang Mangkangkulon Semarang. Wawancara dengan Bapak Drs. Sartono, Pegawai Loket Ulumul Qur’an, pada hari Senin, 20 Desember 2010 di Jl. Kyai Gilang Mangkangkulon Semarang. Ya’qub, Hamzah, Kode Etik Dagang Menurut Islam, Bandung: CV. Diponegoro, Cet. 1,1984.

Page 103: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

92

Page 104: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

93

Page 105: FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/100/jtptiain-gdl... · Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, jelas-jelas

94