fakultas ilmu dan teknologi kebumian - meteorologi itb · wilayah kabupaten: (a) indramayu, (b)...
TRANSCRIPT
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Program Studi Meteorologi
© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung
PENERBITAN ONLINE AWAL
Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan versi publikasi akhir.
��
�
USING STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX METHOD
FOR IDENTIFICATION METEOROLOGICAL DROUGHT
IN PANTURA WEST JAVA AREA
By:
Danu Triatmoko1,2
, Armi Susandi1, Musa Ali Mustofa
1, Erwin E. S. Makmur
3
1Departement of Meteorology, Faculty of Earth Sciences and Technology, Institute of
Technology Bandung (ITB), Bandung 2Meteorological Stasion H. Asan, Sampit, Central Kalimantan
3Subdivisions of Early Warning Climate, Indonesia Agency of Meteorological
Climatological and Geophysical Agency, Jakarta
ABSTRACT
Droughtness is the most frequent threats and disrupt agricultural production
systems in Indonesia, especially food crops. North Coast region , West Java is the
national food production centers. But the region is vulnarable to drought, so the
study of the identification of the drought in this region needs to be done. Early
indications of drought can be seen from its level of meteorological drought.
Standardized Precipitation Index (SPI) is one of the method for monitoring
meteorological drought level of a region.
Research areas in this study is the northern coast of West Java, which consists of
three districts namely Indramayu, Subang, and Kerawang. Monthly rainfall data
used is the data of observation for 30 years (1981-2010) from 10 observation
stations scattered rainfall in three districts. SPI value calculation is done using the
SPI program issued by the National Drought Mitigation Center, United States. The
time period that used in the SPI method is three months or SPI3. SPI methods were
tested to identify the level of meteorological drought that occurred in the strong El
Niño (1997/1998), medium El Niño (2002/2003) and a weak El Niño (2006/2007).
The study results showed that the SPI with a 3-month time scale in the period
1997/1998 (strong El Niño) category of extremely dry meteorological drought
occurred in three counties. In the year 2002/2003 (medium El Niño) extremely dry
drought categories in Karawang district. Meanwhile, a weak El Niño year
(2006/2007) occurred in Indramayu and Subang district. Therefore, in monitoring
the level of short-term meteorological drought should use the 3-month SPI scale.
Keyword: Meteorological drought, food production centres, Standardized
Precipitation Index, El Niño.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekeringan merupakan ancaman yang
paling sering mengganggu sistem dan
produksi pertanian di Indonesia terutama
tanaman pangan. Upaya dalam
mengantisipasi bencana kekeringan adalah
dengan memahami karakteristik iklim
wilayah tersebut dengan baik. Karakterisasi
kekeringan merupakan analisis sifat-sifat
hujan yang dapat menggambarkan kondisi
kekeringan secara fisik suatu lokasi dan
��
analisis indeks kekeringan yang dapat
menunjukkan tingkat atau derajat
kekeringan.
Hasil deklarasi Lincoln 8-11 Desember
2009 dalam pembahasan mengenai standar
indeks kekeringan dan pedoman untuk
sistem peringatan dini kekeringan (Drought
Early Warning Systems) menyatakan
bahwa Standardized Precipitation Index
direkomendasikan sebagai metode indeks
kekeringan untuk memonitoring tingkat
kekeringan meteorologis di seluruh dunia.
(Hayes dkk, 2011).
Metode Standardized Precipitation Index
(SPI) pertama kali dikembangkan oleh
McKee di tahun 1993. Pada kajian ini
metode SPI digunakan untuk
mengidentifikasi tingkat kekeringan di
sentra produksi tanaman padi wilayah
Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat yaitu
Kabupaten Indramayu, Subang, dan
Karawang. Tahun kajian yang akan
dijadikan studi kasus adalah periode El
Niño tahun 1997/1998, 2002/2003 dan
2006/2007.
1.2 Tujuan
Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
tingkat kekeringan meteorologis dan
melakukan pemetaan daerah kekeringan
berdasarkan nilai SPI di wilayah Pantura
Jawa Barat saat fenomena El Niño terjadi di
tahun 1997/1998, 2002/2003, dan
2006/2007.
.
2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kekeringan
Menurut Tjasyono dan Harijono (2006)
kekeringan adalah kesenjangan antara air
yang tersedia dan air yang diperlukan.
Namun, pada dasarnya kekeringan
mengandung hubungan antara ketersediaan
dan kebutuhan air, dimana kekeringan
bermula dari defisiensi curah hujan dengan
periode waktu terpanjang.
Menurut Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana (2007),
kekeringan meteorologis merupakan
kekeringan yang berkaitan dengan tingkat
curah hujan di bawah normal dalam satu
musim, akibatnya kelembaban tanah dan
jumlah air yang tersimpan lebih rendah
dibandingkan dengan kondisi normal.
Kekeringan meteorologis biasanya
didasarkan atas tingkat kekeringan
(perbandingan antara jumlah normal atau
rata-rata) dan lamanya periode kering.
Tingkat kekeringan meteorologi dibatasi
sebagai suatu periode dengan tiga atau lebih
bulan kering berturut-turut yaitu bulan
dengan curah hujan < 100 mm/bulan dan <
200 mm/tiga bulan (Borger, 2001).
Pengukuran kekeringan meteorologis
merupakan indikasi pertama adanya
kekeringan.
2.2 Sistem Cuaca Penyebab Bencana
Kekeringan
Benua maritim Indonesia sebagian kondisi
iklimnya dipengaruhi oleh variasi sel
tekanan tinggi dan rendah bergantung pada
musim atau migrasi tahunan matahari.
Kemarau panjang terjadi jika ada anomali
pola sirkulasi atmosfer skala luas yang
berlangsung satu bulan atau satu musim
atau lebih lama. Intensitas kekeringan
meningkat jika dibarengi dengan peristiwa
El Niño (Tjasyono dan Harijono, 2006).
Unsur iklim yang utama dalam mekanisme
bencana alam kekeringan adalah sel
tekanan tinggi atau subsidensi.
Fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) atau
Dipole Mode disebabkan oleh interaksi
atmosefer – laut di Samudera Hindia
Ekuatorial. Hal ini terjadi akibat adanya
beda temperatur permukaan laut antara
Samudera Hindia Tropis bagian Timur atau
Pantai Barat Sumatera (Yamagata dkk,
2000). Dampak terjadinya fenomena El
Niño/IOD (+) dapat mengakibatkan
penurunan jumlah curah hujan tahunan dan
musiman terutama periode JJA dan SON
baik tipe hujan monsunal maupun tipe
ekuatorial. Sebaliknya La Niña dan IOD (-)
dapat menyebabkan kenaikan curah hujan
(Tjasyono dkk, 2008).
��
2.3 Indeks Kekeringan Standardized
Precipitation Index (SPI)
Pada tahun 1993 di Colorado, McKee
mengembangkan perhitungan indeks
kekeringan dengan menggunakan metode
SPI untuk pertama kali. Tujuannya untuk
mengetahui dan memonitoring kekeringan.
Kriteria tingkat kekeringan meteorologis
dengan mengggunakan metode analisis
Standardized Precipitation Index (SPI) ini
dapat diklasifikasikan dalam skala nilai
seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi skala nilai SPI
(Sumber: BMKG)
Nilai SPI Kategori
� 2,00 Sangat Basah
1.50 ~ 1.99 Basah
1.00 ~ 1.49 Agak Basah
-0.99 ~ 0.99 Normal
-1.00 ~ -1.49 Agak Kering
-1.50 ~ -1.99 Kering
� -2.00 Sangat Kering
Analisis kekeringan meteorologis dengan
menggunakan metode SPI ini dapat
dilakukan dengan periode waktu satu
bulanan, tiga bulanan, enam bulanan,
dubelas bulanan dan seterusnya sesuai
dengan tujuan dilakukannya analisis.
3. METODOLOGI
3.1 Penghitungan SPI
Di dalam penghitungan Standardized
Precipitation Index (SPI) suatu lokasi,
dibutuhkan data curah hujan bulanan
dengan periode waktu 30 tahun atau lebih
(Hayes dkk, 1999). Dalam penelitian ini
dipergunakan data curah hujan periode
tahun 1981– 2010 di 10 titik lokasi seperti
pada Gambar 3.1. Sedangkan data
produksi padi didapat dari Badan Pusat
Statistik Jawa Barat dengan tahun produksi
2002, 2003, dan 2006.
Gambar 3.1 Peta wilayah penelitian
Penghitungan nilai SPI untuk suatu lokasi
membutuhkan time series data curah hujan
yang cukup panjang. Distribusi gamma
dapat digunakan untuk mencocokan data
time series curah hujan secara klimatologi
dengan baik (Thom, 1966 dalam McKee
dkk, 1993). Distribusi ini didefinisikan dari
frekuensinya atau fungsi probabilitas
kepadatan (probability density function).
�−−
Γ=
x
x dxexxg0
/1
)(
1)( βα
α αβ………..….
(3.1)
Persamaan (3.1) untuk x > 0, dimana:
� > 0, adalah parameter bentuk
� > 0, adalah parameter
x > 0, adalah jumlah curah hujan
�∞
−−=Γ0
1)( dyey yαα
�(�) merupakan fungsi gamma
Perhitungan SPI meliputi pencocokan
fungsi kepadatan probabilitas gamma
(gamma probability density function)
terhadap distribusi frekuensi dari jumlah
curah hujan untuk tiap stasiun.
Kemungkinan maksimum solusi digunakan
untuk mengoptimalisasi estimasi nilai � dan
�. (McKee dkk, 1993).
���
����
�++=
3
411
4
1ˆ
A
Aα ………..…….……(3.2)
αβ
ˆˆ x
= ……….…………….………....(3.3)
dimana
n
xxA
�−=
)ln()ln( …........………..… (3.4)
n = jumlah pengamatan curah hujan
��
Parameter yang dihasilkan dipergunakan
untuk menemukan probabilitas kumulatif
dari kejadian curah hujan yang diamati
untuk setiap bulan dan skala waktu dari tiap
stasiun. Probabilitas kumulatif ini dihitung
dengan :
��−−
Γ==
x
x
x
dxexdxxgxG0
ˆ/1ˆ
ˆ
0 )ˆ(ˆ
1)()( βα
α αβ
…..…………………………..……….. (3.5)
Jika didefinisikan β̂/xt = , persamaan
tersebut menjadi fungsi gamma yang tidak
lengkap (incomplete gamma function) :
�−−
Γ=
x
t dtetxG0
1ˆ
)ˆ(
1)( α
α………………(3.6)
Karena fungsi gamma tidak terdefinisi
untuk x = 0, padahal distribusi curah hujan
kemungkinan terdiri dari nilai nol, maka
probabilitas kumulatifnya menjadi
)()1()( xGqqxH −+= ………..….…. (3.7)
dimana q adalah probabilitas dari nol.
Jika m merupakan jumlah nol dari seluruh
time series, maka q dapat diestimasi dengan
m/n. Probabilitas kumulatif H(x) tersebut
kemudian ditransformasikan ke dalam
standard normal random variabel Z dengan
nilai rata-rata 0 dan variansi 1, nilai yang
diperoleh Z tersebut merupakan nilai SPI.
Nilai standar normal random variabel Z
atau SPI tersebut lebih mudah dengan
perhitungan menggunakan aproksimasi
yang dikemukakan oleh Abramowitz dan
Stegun (1964) berikut ini.
Perhitungan Z atau SPI untuk 0 < H(x) �0,5
���
����
�
+++
++−−==
3
3
2
21
2
21
1 tdtdd
tctcctSPIZ o …….(3.8)
dengan ���
����
�=
2))((
1ln
xHt …..……..... (3.9)
Perhitungan Z atau SPI untuk 0,5 < H(x) �
1,0
���
����
�
+++
++−+==
3
3
2
21
2
21
1 tdtdd
tctcctSPIZ o …...(3.10)
dengan ���
����
�
−=
2))((1
1ln
xHt ……..(3.11)
dan
c0 = 2,515517; c1 = 0,802853;
c2 = 0,010328; d1 = 1,432788;
d2 = 0,189269; d3 = 0,001308
Namun, dalam kajian ini nilai SPI dihitung
denga menggunakan program SPI SL 6.exe
yang dikembangkan dan dikeluarkan oleh
National Drought Mitigation Center,
Amerika.
3.2 Analisis Spasial Nilai Indeks
Kekeringan SPI3
Peta kontur indeks kekeringan SPI3 dibuat
dengan menggunakan program Surfer Versi
9. Proses gridding dilakukan dengan
metode krigging. Setelah diperoleh nilai
SPI3 untuk masing-masing stasiun
pengamatan hujan, maka dilakukan analisa
spasial dengan membuat peta indeks
kekeringan. Hal ini perlu dilakukan untuk
mengetahui sebaran kekeringan
meteorologis di wilayah kajian, sehingga
dapat diketahui daerah yang mengalami
kekeringan meteorologis kategori sangat
kering kering, dan agak kering berdasarkan
nilai SPI sesuai Tabel 2.1.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Curah Hujan Wilayah
Kabupaten Indramayu, Subang, dan
Karawang
Berdasarkan hasil rata-rata curah hujan
wilayah untuk masing-masing kabupaten
seperti pada Gambar 4.1 menunjukkan
pola curah hujan yang sama yaitu pola
hujan monsunal dengan puncak curah hujan
maksimum terjadi pada bulan Januari dan
minimumnya pada bulan Agustus.
��
Jika berdasarkan kriteria curah hujan
bulanan < 100 mm/bulan, maka secara
klimatologis bulan kering di daerah
kabupaten Indramayu dan Subang terjadi
antara bulan Mei sampai Oktober,
sedangkan di daerah Kabupaten Karawang
bulan kering terjadi antara bulan April
sampai Nopember. Berdasarkan kriteria
kejadian bulan kering selama 3 bulan
berturut-turut atau lebih (Borger, 2001),
maka kekeringan meteorologis yang terjadi
di kabupaten Indramayu dan Subang terjadi
pada bulan Juli hingga Oktober, sedangkan
Karawang terjadi pada periode Juni hingga
Nopember (lihat Gambar 4.1).
(a)��
(b)
(c)
Gambar 4.1 Profil curah hujan bulanan
wilayah kabupaten: (a) Indramayu, (b)
Subang, (c) Karawang.
4.2 Spasial Curah Hujan Musiman
Wilayah Pantura Jawa Barat
Hasil analisis spasial curah hujan musiman
di wilayah Pantai Utara Jawa Barat dapat
dilihat pada peta kontur isohyet Gambar
4.2.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.2 Kontur isohyet periode
musim: (a) DJF, (b) MAM, (c) JJA, (d)
SON.
0
100
200
300
400
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des
mm
/bu
lan
0
100
200
300
400
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des
mm
/bu
lan
0
100
200
300
400
Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nop Des
mm
/bu
lzn
��
Dari Gambar 4.2 terlihat bahwa daerah
yang memiliki curah hujan minimum atau
mengalami defisit air terletak di bagian
utara dengan puncak curah hujan minimum
terjadi pada periode musim Juni-Juli-
Agustus (JJA).
4.3 Analisis Frekuensi Kejadian
Kekeringan Berdasarkan Nilai SPI3 Saat
Terjadi Fenomena El Niño Kuat Tahun
1997/1998
Pada periode awal tahun 1998 yaitu bulan
Januari – April ketiga wilayah kabupaten
tersebut mengalami kekeringan hingga
kategori sangat kering dengan persentase
tertinggi sebesar 33,3% terjadi di kabupaten
Indramayu. Sedangkan di kabupaten
Subang, tingkat kekeringan meteorologis
dengan kategori sangat kering terjadi empat
periode berturut-turut. Namun, persentase
kejadiannya hanya 8,3%. Untuk kabupaten
Karawang, kategori sangat kering terjadi
pada periode awal (Januari – April) tahun
1998 dengan persentase sebesar 12,5%
(lihat Lampiran 1). Berdasarkan nilai
indeks SPI3, frekuensi kejadian kekeringan
meteorologis kategori sangat kering saat
terjadi fenomena El Niño di tahun
1997/1998 terbanyak terjadi di wilayah
kabupaten Indramayu dan Subang.
4.4 Analisis Frekuensi Kejadian
Kekeringan Berdasarkan Nilai SPI3 Saat
Terjadi Fenomena El Niño Sedang
Tahun 2002/2003
Berdasarkan nilai indeks kekeringan SPI3,
kejadian kekeringan dengan kategori sangat
kering yang terjadi saat fenomena El Niño
di tahun 2002/2003, frekuensi terbanyak
terjadi di kabupaten Karawang. Kategori
sangat kering di kabupaten Karawang
terjadi selama 3 periode yaitu Mei –
Agustus dan September – Desember di
tahun 2002, serta periode awal tahun 2003
bulan Januari – April (lihat Lampiran 2c).
Sedangkan wilayah kabupaten Indramayu
dan Subang hanya terjadi pada periode Mei
– Agustus di tahun 2003 (Lampiran 2a dan
2b).
4.5 Analisis Frekuensi Kejadian
Kekeringan Berdasarkan Nilai SPI3 Saat
Terjadi Fenomena El Niño Lemah
Tahun 2006/2007
Berdasarkan grafik rata-rata kejadian
kekeringan, terjadi peningkatan persentase
kejadian pada periode September –
Desember tahun 2006 di tiga kabupaten
tersebut (lihat Lampiran 3). Pada periode
ini, kategori sangat kering terlihat di
kabupaten Indramayu dengan persentase
kejadian mencapai 16,7%. Pada periode
berikutnya (Januari – April tahun 2007)
kategori tersebut mengalami penurunan di
wilayah kabupaten Indramayu (lihat
Lampiran 3a).
4.6 Analisis Spasial Kekeringan
Meteorologis Berdasarkan Nilai SPI3
Selama Periode El Niño Kuat Tahun
1997/1998
Awal terjadinya kekeringan saat fenomena
El Niño kuat di tahun 1997/1998 di wilayah
Pantura Jawa Barat mulai teridentifikasi di
bulan Maret 1997. Kejadian kekeringan
meteorologis di bulan tersebut terlihat di
bagian Selatan kabupaten Subang dan
bagian Utara kabupaten Karawang sekitar
stasiun Cibuaya serta Teluk Bango (lihat
Gambar 4.3a). Peta kontur indeks
kekeringan SPI3 bulan April tahun 1997
menunjukkan tingkat kekeringan
meteorologis di Selatan kabupaten Subang
teridentifikasi sangat kering (nilai SPI � -
2,00), sedangkan di kabupaten Indramayu
dan Karawang tidak teridentifikasi kategori
tersebut. Kekeringan meteorologis yang
terjadi di kabupaten Indramayu dan
Karawang termasuk dalam kategori agak
kering hingga kering (lihat Gambar 4.3b).
Peta kontur indeks kekeringan SPI3 bulan
Juli tahun 1997 menunjukkan seluruh
kabupaten Indramayu dan Subang
mengalami kekeringan meteorologis. Di
kabupaten Subang, kekeringan
meteorologis teridentifikasi dalam kategori
agak kering hingga sangat kering. Kategori
sangat kering terjadi di bagian Selatan
kabupaten Subang. Sedangkan di kabupaten
��
Indramayu kekeringan termasuk dalam
kategori kering (lihat Gambar 4.4).
(a)
(b)
Gambar 4.3 Peta kontur indeks
kekeringan SPI3 tahun 1997 untuk
bulan: (a) Maret dan (b) April.
Gambar 4.4 Peta kontur indeks kekeringan
SPI3 Juli 1997.
Periode terkering selama fenomena El Niño
di tahun 1997/1998 terjadi bulan Januari
1998 (lihat Gambar 4.5). Peta kontur
indeks kekeringan bulan tersebut
menunjukkan sebagian besar wilayah
kabupaten Indramayu dan Subang nilai
SPI3 yang terjadi mencapai � -2,00 atau
termasuk kategori sangat kering. Di
sebagian Utara dan Selatan dari kabupaten
Karawang teridentifikasi kategori sangat
kering.
Gambar 4.5 Peta kontur indeks kekeringan
SPI3 Januari 1998.
4.7 Analisis Spasial Kekeringan
Meteorologis Berdasarkan Nilai SPI3
Selama Periode El Niño Sedang Tahun
2002/2003
Berdasarkan hasil peta kontur indeks
kekeringan SPI3, awal teridentifikasi
kekeringan meteorologis yang terjadi saat
fenomena El Niño tahun 2002/2003 di
wilayah kabupaten Subang dan Karawang
terjadi pada bulan Mei tahun 2002, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 4.6.
Gambar tersebut mengidentifikasi tingkat
kekeringan yang terjadi di wilayah
kabupaten Karawang mencapai kategori
sangat kering di sekitar stasiun
Rengasdengklok hingga ke bagian Selatan.
Sedangkan sebagian Barat (sekitar stasiun
Ciasem) hingga Selatan kabupaten Subang,
kekeringan yang terjadi termasuk dalam
kategori agak kering (di bagian Barat) dan
kering (sekitar stasiun Subang).
Gambar 4.6 Peta kontur indeks kekeringan
SPI3 Mei 2002.
Seluruh wilayah mengalami kekeringan
dengan kategori agak kering (nilai SPI3
antara -1,00 hingga -1,49) hingga kering
(nilai SPI3 antara -1,50 hingga -1,99) pada
bulan Agustus 2003, seperti yang terlihat
pada Gambar 4.7. Pada peta kontur indeks
�
kekeringan tersebut teridentifikasi
kekeringan meteorologis kategori kering
terjadi di kabupaten Indramayu dan
Karawang. Sedangkan kabupaten Subang,
sebagian besar wilayahnya teridentifikasi
kategori agak kering.
Gambar 4.7 Peta kontur indeks
kekeringan SPI3 Agustus 2003.
4.8 Analisis Spasial Kekeringan
Meteorologis Berdasarkan Nilai SPI3
Selama Periode El Niño Lemah Tahun
2006/2007
Berdasarkan peta kontur indeks kekeringan
SPI3 periode Mei 2006, kategori sangat
kering teridentifikasi terjadi di kabupaten
Karawang (lihat Gambar 4.8).
Gambar 4.8 Peta kontur indeks kekeringan
SPI3 Mei 2006.
Pada periode Nopember 2006 hingga
Januari 2007 menunjukkan kekeringan
kategori sangat kering teridentifikasi di
wilayah kabupaten Indramayu dan
sebagian Selatan kabupaten Subang.
Sedangkan di kabupaten Karawang
hanya teridentifikasi kategori agak
kering hingga kering (lihat Gambar
4.9).
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.9 Peta indeks kekeringan SPI3
tahun 2006 di wilayah Pantura Jawa Barat
bulan : (a) Nopember, (b) Desember, dan
(c) Januari 2007.
4.9 Dampak Kejadian Kekeringan
Terhadap Produksi Padi Di Wilayah
Kabupaten Indramayu
Kabupaten Indramayu sebagai sebagai
salah satu daerah lumbung padi di Jawa
Barat, informasi mengenai kekeringan
sangat diperlukan untuk menghindari
terjadinya kegagalan panen akibat
kurangnya ketersediaan air. Gambar 4.10
menunjukkan bahwa saat persentase
kejadian kekeringan meteorologis di
kabupaten Indramayu mengalami kenaikan,
hasil produksi padi di wilayah ini
mengalami penurunan. Oleh karena itu,
informasi tingkat kekeringan meteorologis
sangat penting bagi pertanian, sebab
kekeringan meteorologis sebagai indikasi
awal terjadinya kekeringan.
�
Gambar 4.10 Hasil plot produksi padi dan
persentase kekeringan di kabupaten
Indramayu.
5. KESIMPULAN
a. Berdasarkan historis curah hujan (tahun
1981 – 2010), kekeringan meteorologis
di wilayah kabupaten Indramayu dan
Subang terjadi pada periode Juli -
Oktober. Sedangkan di Kab. Karawang
terjadi pada periode Juni - Nopember.
b. Berdasarkan nilai SPI skala 3 bulanan
(SPI3), kekeringan meteorologis
kategori sangat kering pada periode El
Niño kuat tahun 1997/1998 terjadi di
kabupaten Indramayu, Subang, dan
Karawang. Pada periode El Niño sedang
tahun 2002/2003 terjadi di wilayah
kabupaten Karawang. Sedangkan
periode El Niño lemah tahun 2006/2007
terjadi di kabupaten Indramayu dan
Subang.
c. Berdasarkan spasial nilai SPI3 selama
periode El Niño (1997/1998),
(2002/2003), (2006/2007), kabupaten
Indramayu dan Subang lebih sering
mengalami kekeringan meteorologis
kategori sangat kering
6. DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Koordinasi Nasional Penanganan
Bencana. 2007. Pengenalan
Karakteristik Bencana dan Upaya
Mitigasinya di Indonesia (Edisi ke 2).
Jakarta.
2. Borger, B. H. 2001. Climate Assessment
and Drought: The Occurrence and
Severity of Droughts in South Sumatra
and the El-Nino Southern Oscillation
Index in Forest Fire Prevention and
Control Project.
3. Hayes, M. J., Svoboda, M. D., Wall, N.,
and Widhalm, M. 2011. The Lincoln
Declaration on Drought Indices:
Universal Meteorological Drought Index
Recommended. Bulletin of the American
Meteorological Society, 92(4), 485-488,
doi:10.1175/2010BAMS3103.1.
4. Hayes, M. J., Svoboda, M. D., Wilhite,
D. A., and Vanyarkho, O. V. 1999.
Monitoring The 1996 Drought Using
The Standardized Precipitation Index.
Bull. Am. Meteorol. Soc. , 80, 429-438.
5. McKee, T. B., Doesken, N. J., and
Kleist, J. 1993. The Relationship of
Drought Frequency and Duration to
Time Scales, Procedings of the 8th
Conference on Applied Climatology.
6. Tjasyono, B. H. K. dan Harijono, S. W.
B . 2006. Meteorologi Indonesia Volume
2. Penerbit Badan Meteorologi dan
Geofisika. Jakarta.
7. Tjasyono, B. H. K., Harijono, S. W. B.,
Juaeni, I., Ruminta. 2008. Pengaruh
Interaksi Kopel Atmosfer – Samudera
Pasifik dan Hindia Ekuatorial Terhadap
Curah Hujan Di Indonesia. Disampaikan
pada Simposium Meteorologi Pertanian
VII, 15 – 16 Januari 2008, Jakarta.
8. Yamagata, T.,Lizuka, S., and Matsura,
T. 2000. Succesful Reproduction of The
Dipole Mode Phenomenon in The Indian
Ocean Using a Model – Advance
Toward The Prediction of Climate
Chang, Geophysical Research Letter.
0%10%20%30%40%50%60%70%
0100200300400500600700
Jan -
Apr
Mei -
Agu
Sep -
Des
Jan -
Apr
Mei -
Agu
Sep -
Des
Jan -
Apr
Mei -
Agu
Sep -
Des
2002 2003 2006
pro
sen
tase
Keja
dia
n
Pro
du
ksi
Pad
i
(dala
m t
on
)
Jumlah Produksi Padi Kab. Indramayu
Prosentase Kejadian Kekeringan
���
(a)
(b)
(c)
Lampiran 1 Grafik persentase kejadian
kekeringan meteorologis tahun 1997–1998
di kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang,
(c) Karawang berdasarkan nilai indeks
kekeringan SPI3.
(a)
(b)
(c)
Lampiran 2 Grafik persentase kejadian
kekeringan meteorologis tahun 2002–2003
di kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang,
(c) Karawang berdasarkan nilai indeks
kekeringan SPI3.
(a)
(b)
(c)
Lampiran 3 Grafik persentase kejadian
kekeringan meteorologis tahun 2006–2007
di kabupaten: (a) Indramayu, (b) Subang,
(c) Karawang berdasarkan nilai indeks
kekeringan SPI3.
���� ����
�
��
��
��
��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������
�� �
Sangat Kering Kering
Agak Kering Rata-Rata Kejadian Kekeringan
�� �� �� ��
�
��
��
��
��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������
�� �
Sangat Kering Kering
Agak Kering Rata-Rata Kejadian Kekeringan
����
�
��
��
��
��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������
�� �
������������� ������
����������� ���� ������!�"��������������
��
�
��
��
��
��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������
���� ����
������������� ������
����������� ���� ������!�"��������������
����
�
��
��
��
��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������
���� ����
������������� ������
����������� ���� ������!�"��������������
��� ����
���
�
��
��
��
��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������
���� ����
������������� ������
����������� ���� ������!�"��������������
���� ��
�
��
��
��
��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������
���� ����
������������� ������
����������� ���� ������!�"��������������
�
��
��
��
��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������
���� ����
������������� ������
����������� ���� ������!�"��������������
���
�
��
��
��
��������� ��������� �������� ��������� ��������� ��������
���� ����
������������� ������
����������� ���� ������!�"��������������
���
�
PENGGUNAAN METODE STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX
UNTUK IDENTIFIKASI KEKERINGAN METEOROLOGI
DI WILAYAH PANTURA JAWA BARAT
Oleh:
Danu Triatmoko1,2
, Armi Susandi1, Musa Ali Mustofa
1, Erwin E. S. Makmur
3
1Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB, Bandung
2Stasiun Meteorologi H. Asan Sampit, Kalimantan Tengah
3Sub-Bidang Peringatan Dini Iklim, Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika, Jakarta
ABSTRAK
Kekeringan merupakan ancaman yang paling sering mengganggu sistem dan produksi pertanian
di Indonesia terutama tanaman pangan. Wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa Barat merupakan
daerah sentra produksi pangan nasional. Namun wilayah ini sangat rentan terhadap bencana
kekeringan sehingga kajian tentang identifikasi tingkat kekeringan di wilayah ini perlu
dilakukan. Indikasi awal terjadinya kekeringan dapat dilihat dari tingkat kekeringan
meteorologisnya. Standardized Precipitation Index (SPI) merupakan salah satu metode untuk
memonitoring tingkat kekeringan meteorologis suatu wilayah.
Daerah penelitian dalam kajian ini adalah daerah Pantura Jawa Barat yang terdiri dari 3
kabupaten yaitu Indramayu, Subang, dan Karawang. Data curah hujan bulanan yang digunakan
merupakan data hasil observasi selama 30 tahun (1981–2010) dari 10 stasiun pengamatan curah
hujan yang tersebar di 3 kabupaten tersebut. Penghitungan nilai SPI dilakukan dengan
menggunakan program SPI yang dikeluarkan oleh National Drought Mitigation Center,
Amerika. Periode waktu yang digunakan dalam metode SPI adalah tiga bulanan atau SPI3.
Metode SPI tersebut diuji untuk identifikasi tingkat kekeringan meteorologis yang terjadi di
tahun El Niño kuat (1997/1998), El Niño sedang (2002/2003) dan El Niño lemah (2006/2007).
Hasil kajian menunjukkan bahwa SPI dengan skala waktu 3 bulanan� pada periode tahun
1997/1998 (El Niño kuat) kekeringan meteorologis kategori sangat kering terjadi di 3
kabupaten. Pada tahun 2002/2003 (El Niño sedang) kekeringan kategori sangat kering terjadi di
kabupaten Karawang. Sedangkan, tahun El Niño lemah (2006/2007) terjadi di kabupaten
Indramayu dan Subang. Untuk itu, dalam melakukan monitoring tingkat kekeringan meteorologi
jangka pendek sebaiknya menggunakan SPI skala 3 bulanan.
Kata kunci: Kekeringan meteorologis, sentra pangan, Standardized Precipitation Index, El Niño.