faktor faktor yang mempengaruhi kejadian …digilib.unisayogya.ac.id/2735/1/publikasi...
TRANSCRIPT
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN
ASFIKSIA NEONATORUM DI RSU PKU
MUHAMMADIYAH BANTUL
TAHUN 2016-2017
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh:
Isrofiana Nur Fajarriyanti
1610104244
PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2017
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN
ASFIKSIA NEONATORUM DI RSU PKU
MUHAMMADIYAH BANTUL
TAHUN 2016-2017
Isrofiana Nur Fajarriyanti
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
E-mail: [email protected]
Abstract: Asphyxia is very influential in infants because asphyxia also means progestive
hypoxia, CO2 accumulation and acidosis. If this process goes too far can result in brain
damage or death. Neonatal mortality occurred in the first week of life. Every 1 hour there
are 10 infant deaths in Indonesia. In Indonesia the number of public awareness of
asphyxia is still very low. The main cause of early neonatal mortality in Indonesia is
asphyxia (33.6%). Knowing Factors influencing the incidence of asphyxia neonatorum at
RSU PKU Muhammadiyah Bantul Year 2016. This research use analytical survey
research design with Cross Sectional time approach method. Sampling with total
sampling technique was 82 respondents. The data collection tool uses madik record.
Bivariate data analysis using Chi Square test. It showed that the incidence of severe
asphyxia was 0-3 (1.2%), moderate asphyxia 4-6 (85.4%), mild asphyxia 7-9 (13.4%).
There was correlation between maternal age and neonatorum asphyxia event 0,019, there
was no correlation between mother parity with neonatorum asphyxia occurance 0,403.
There was no correlation between mother's maternal age and neonatorum asphyxia
incidence of 0.697. There was no correlation between maternal birth history and
neonatorum asphyxia Of 0.746, There is no relationship between nutritional status of
pregnant women with the incidence of asphyxia neonatorum of 0.575. Mothers should
increase knowledge about risk factors of pregnant and infant mothers who may cause
death and diligent pregnancy checks or ANC to know about the state of the baby and can
be monitored properly.
Keywords : asphyxia, age, parity, age of pregnancy, nutritional status, birth
history
Intisari: Asfiksia sangat berpengaruh pada bayi karena asfiksia juga berarti hipoksia
yang progesif, penimbunan CO2 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh
dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Angka kematian neonatus terjadi
pada minggu pertama kehidupannya. Setiap 1 jam terdapat 10 kematian bayi di
Indonesia. Penyebab utama kematian neonatal dini di Indonesia adalah asfiksia (33,6%).
Mengetahui Faktor-Faktor yang mempengaruhi kejadian asfiksia neonatorum di RSU
PKU Muhammadiyah Bantul Tahun 2016. Penelitian ini menggunakan desain survey
analitik dengan metode pendekatan waktu Cross Sectional. Pengambilan sampel dengan
total sampling berjumlah 82 responden. Alat pengumpulan data menggunakan rekam
madik. Analisis data Bivariat menggunakan uji Chi Square. Menunjukkan bahwa
kejadian asfiksia berat 0–3 (1,2%), asfiksia sedang 4-6 (85,4%), asfiksia ringan 7-9
(13,4%). Ada hubungan usia ibu dengan asfiksia neonatorum ρ 0,019, tidak ada hubungan
paritas ibu dengan asfiksia neonatorum ρ 0,403, tidak ada hubungan umur kehamilan ibu
dengan asfiksia neonatorum ρ 0,697, tidak ada hubungan riwayat persalinan ibu dengan
asfiksia neonatorum ρ 0,746, tidak ada hubungan status gizi ibu hamil dengan asfiksia
neonatorum ρ 0,575. Ibu harus meningkatkan pengetahuan tentang faktor risiko ibu hamil
dan bayi yang dapat menyebakan kematian dan rajin memeriksakan kehamilanya atau
ANC untuk mengetahui tentang keadaan bayinya dan dapat dipantau dengan baik.
Kata kunci :asfiksia, usia, paritas, umur kehamilan, status gizi, riwayat
persalinan
PENDAHULUAN
Angka kematian neonatus terjadi
pada minggu pertama kehidupannya. Setiap
1 jam terdapat 10 kematian bayi di
Indonesia. Angka Kematian Neonatus
(AKN), Angka Kematian Bayi (AKB) dan
Angka Kematian Balita (AKABA) di
Indonesia masih cukup tinggi. Menurut hasil
SDKI 2012, AKN sebesar 19/1.000
kelahiran hidup, AKB sebesar 32/1.000
kelahiran hidup, AKABA sebesar 40/1.000
kelahiran hidup. Walaupun angka ini telah
turun, penurunan ini masih jauh dari target
SDGs tahun 2015 dimana AKB diharapkan
turun menjadi 24 per 1000 kelahiran hidup
dan AKABA 32 per 1.000 kelahiran hidup.
Jika dibandingkan dengan negara tetangga
di Asia Tenggara seperti Singapura,
Malaysia, Thailand dan Filipina, AKB dan
AKABA di negara kita jauh lebih tinggi
(Kementrian Kesehatan RI, 2009). Kematian
neonatal 75% terjadi pada minggu pertama
kehidupan, antara 25% sampai 75% terjadi
dalam usia 24 jam (Depkes, 2010; WHO,
2012).
Penyebab utama kematian neonatal
dini di Indonesia adalah BBLR (35%),
asfiksia (33,6%), tetanus (31,4%). Angka
tersebut cukup memberikan kontribusi yang
cukup besar terhadap morbiditas dan
mortilitas bayi baru lahir (SDKI, 2012).
Komplikasi ini sebetulnya dapat dicegah dan
ditangani, namun terkendala oleh akses ke
pelayanan kesehatan, kemampuan tenaga
kesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem
rujukan yang belum berjalan dengan baik,
terlambatnya deteksi dini, dan kesadaran
orang tua untuk mencari pertolongan
kesehatan. Capaian penanganan neonatal
dengan komplikasi mengalami penurunan
dari tahun 2014 yang sebesar 59,68%
menjadi 51,37% pada tahun 2015 (Profil
Kesnas Indonesia, 2015).
Menurut Profil Kesehatan tahun
2015 Daerah Istimewa Yogyakarta, Angka
Kematian Noenatus sebanyak 248 kasus,
Angka Kematian Bayi sebanyak 329 kasus,
dan Angka Kematian Balita sebanyak 378
kasus, penyebab kematian neonatus terbesar
di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah
asfiksia (63%). Data asfiksia di setiap
kabupaten menyatakan Kulon Progo (11%),
Sleman (13%), Bantul (22%), Gunung Kidul
(10%), dan Kota Yogyakarta (7%).
Berdasarkan study pendahuluan yang sudah
dilakukan di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul pada 24 Desember 2016 didapatkan
data bayi baru lahir selama bulan 2016
sebanyak 893. Diketahui dari 893 bayi baru
lahir tersebut terdapat 82 bayi atau (9,18 %)
yang mengalami asfiksia (Rekam Medik
RSU PKU Muhammadiyah Bantul, 2016).
Tidak hanya disebabkan dari faktor
medis atau faktor pelayanan kesehatan saja
akan tetapi juga sangat di pengaruhi oleh
faktor sosial ekonomi kultural dan religious,
sehingga sangat di perlukan peningkatan
peran lintas sektor dalam upaya penurunan
kematian bayi di Kota Yogyakarta (Dinkes
Provinsi Yogyakarta, 2015).
Upaya yang dilakukan pemerintah
untuk menurunkan angka kematian neonatal
(usia 0 – 28 hari), adalah dengan cara
mengadakan pelatihan Asuhan Persalinan
Normal (APN), mengadakan program
Pelatihan Resusitasi dan program Pelatihn
Kegawat Daruratan pada Bidan. Dalam
melaksanakan upaya tersebut diperlukan
sumber daya manusia yang mempunyai
kemampuan untuk memberikan pelayanan
yang berkualitas, yaitu dengan memberikan
penyuluhan tentang kesehatan kepada
masyarakat, sehingga pengetahuan yang
dimiliki oleh masyarakat diharapkan dapat
mempengaruhi perilaku masyarakat
terhadap kesehatan (Radityo, 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh
Gilang tahun 2012 manyatakan bahwa
perhatian masyarakat terhadap hal ini masih
sangat rendah, ditandai dengan prilaku dan
sikap masyarakat dalam pengambilan
keputusan untuk mencari penolong
persalinan yang aman masih rendah serta
pemeriksaan kehamilan yang tidak teratur.
Kehadiran asfiksia akan terus meningkat
setiap tahun jika perhatian masyarakat tetap
konstan. Anggapan masyarakat dalam
menangani masalah tersebut hanya dengan
cara pencegahan dasar, yaitu bersalin
ditempat pelayanan kesehatan dan
melakukan pemeriksaan kehamilan tanpa
mengetahui frekuensi wajib ANC (Gilang,
2012).
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini termasuk
penelitian, kuantitatif, dengan menggunakan
design penelitian survey analitik,
menggunakan metode pendekatan cross
sectional.
Variabel Independen (bebas)
penelitian ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian asfiksia, antara lain
usia ibu, paritas ibu, umur kehamilan ibu,
status gizi ibu dan riwayat persalina.
Variable Dependen (terikat) penelitian ini
adalah Kejadian Asfiksia Neonatorum.
Skala pengukuran yang digunakan adalah
ordinal dan nominal. Alat ukur yang di
gunakan yaitu Rekam medik, hasil 1:
asfiksia berat (0-3) 2: asfiksia sedang (4-6)
3: asfiksia ringan (7-9).
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua ibu yang melahirkan bayi dengan
asfiksia neonatorum di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul sebanyak 82 bayi
dengan Asfiksia. Teknik pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan
Total Sampling. Cara pengambilan data
dengan Menghitung APGAR skor. Analisis
univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karekteristik setiap
variabel penelitian bentuk analisa univariat
tergantung dari jenis datanya. Analisis
bivariat bertujuan untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi kejadian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi kejadian
asfikaia neonatorum di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul Tahu 2016
Kategorik Frekuensi
(F)
Psentase
(%)
Asfiksia
berat 0-3
1
1,2 %
Asfiksia
sedang 4-6
Asfiksia
ringan 7-9
70
11
85,4 %
13,4 %
Jumlah 82 100 %
Sumber: Data Skunder, 2016
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan
bahwa paling banyak neonatus dengan
Asfiksia Ringan sebanyak 85,4 % dan paling
sedikit neonatus dengan Asfikisa Berat 1,2
%.
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi kejadian
asfiksia neonatorum di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 4.2 menjelaskan
bahwa 87,8 % berusia 20-35 th, memiliki
Paritas Multipara ada 67,1%, dengan Umur
Kehamilan 37 mg-42 mg ada 95,1 %.
Riwayat Persalinan 63,4 % persalinan
pervaginam. Status Gizi baik LILA > 23,5
cm ada 82,9%.
Tabel 4.3 Berdasarkan hasil
distribusi frekuensi tabulasi silang pada
tabel diatas dapat dijelaskan bahwa ibu
bersalin di RSU PKU Muhammadiyah
Tahun 2016 paling banyak berusia 20 – 35
tahun (berisiko rendah) dan bayi yang paling
banyak mengalami asfiksia neonatorum
sebanyak 87,8%. Paritas yang paling banyak
Multipara dan bayi yang dilahirkan paling
banyak mengalami asfiksia neonatorum
sebanyak 67,1%. Umur Kehamilan yang
paling banyak berumur 37 mg dan 42 mg
(berisiko rendah) dan bayi yang paling
banyak menglami asfiksia neonatorum
sebanyak 95,1%. Riwayat Kehamilan yang
paling banyak pervaginam dan bayi yang
paling banyak mengaklami asfiksia
neonatorum sebanyak 63,4%. Status Gizi
yang paling banyak > 23,5 cm dan bayi yang
Karakteristik Ibu Frekuensi
(F)
Psentase
(%)
Usia
1 = < 20 th dan > 35 th
10
12,2 %
2 = 20 th – 35 th 72 87,8 %
Paritas
1 = Primipara
&Grandemultipara
27
32,9 %
2 = Multipara 55 67,1 %
Umur Kehamilan
1 = <37 mg & >42 mg
4
4,9 %
2 = 37 mg - 42 mg 78 95,1 %
Riwayat Persalinan
1= Perabdominal
30
36,6 %
2 = Pervaginam 52 63,4 %
Status Gizi
1 = LILA < 23,5 cm
14
17,1 %
2 = LILA > 23,5 cm 68 82,9 %
paling banyak mengalami asfiksia
neonatorum sebanyak 82,9%.
Faktor Usia dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul
Umur pada waktu hamil sangat
berpengaruh pada kesiapan ibu untuk
menerima tanggung jawab sebagai seorang
ibu sehingga kualitas sumber daya manusia
makin meningkat dan kesiapan untuk
menyehatkan generasi penerus dapat
terjamin. Kehamilan di usia muda atau
remaja (di bawah usia 20 tahun) akan
mengakibatkan rasa takut terhadap
kehamilan dan persalinan, hal ini
dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin
belum siap untuk mempunyai anak dan alat-
alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil.
Begitu juga kehamilan di usia tua (di atas 35
tahun) akan menimbulkan kecemasan
terhadap kehamilan dan persalinan serta
alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk
hamil (Prawirohardjo, 2012).
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa ada hubungan usia ibu dengan
kejadian asfikisia neonatorum di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul (ρ=0,019). Teori
dan kenyataan dalam penelitian ini terdapat
suatu kesenjangan yang signifikan di mana
jumlah bayi baru lahir yang menderita
asfiksia karena umur ibu risiko tinggi (<20
tahun dan >35 tahun) lebih sedikit
dibandingkan dengan bayi baru lahir yang
menderita asfiksia karena umur ibu risiko
rendah (20-35 tahun). Kesenjangan ini bisa
disebabkan karena faktor risiko asfiksia
yang lain seperti persalinan lama, penyulit
persalinan, proses persalinan, power,
passage, pasanger.
Penelitian ini didukung dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Gilang (2012) didapatkan hasil uji Chi-
Square yang sudah dilakukan koreksi
didapat p-value sebesar 0,040 (< 0,05) yang
berarti menunjukan bahwa ada hubungan
antara umur ibu dengan kejadian asfiksia
neonatorum karena umur ibu tidak secara
langsung berpengaruh terhadap kejadian
asfiksia neonatorum, namun demikian telah
lama diketahui bahwa umur berpengaruh
terhadap proses reproduksi. Umur yang
dianggap optimal untuk kehamilan adalah
antara 20-30 tahun. Sedangkan dibawah atau
diatas usia tersebut akan meningkatkan
risiko kehamilan maupun persalinan.
Faktor paritas dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul
Paritas yang rendah (paritas satu)
menunjukan ketidak siapan ibu dalam
menangani komplikasi yang terjadi dalam
kehamilan, persalinan dan nifas. Paritas 1
beresiko karena ibu belum siap secara medis
maupun secara mental. Hasil penelitian
bahwa primipara merupakan faktor risiko
yang mempunyai hubungan yang kuat
terhadap mortalitas asfiksia, sedangkan
paritas ≥ 4 secara fisik ibu mengalami
kemunduran untuk menjalani kahamilan.
Keadaan tersebut memberikan predisposisi
untuk terjadi perdarahan, placenta previa,
rupture uteri, solution placenta yang dapat
berakhir dengan asfiksia bayi baru lahir.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan paritas ibu
dengan kejadian asfikisia neonatorum di
RSU PKU Muhammadiyah Bantul
(ρ=0,403). Hasil dari penelitian ini bisa di
karenakan jumlah sampel yang di gunakan
dalam penelitian dan menyebabkan atau
mempengaruhi hasil dari penelitian.
Penelitian ini berbeda dengan teori
yang menyatakan bahwa paritas yang tinggi
memungkinkan terjadinya penyulit
kehamilan dan persalinan yang dapat
menyebabkan terganggunya transport O2
dari ibu ke janin yang akan menyebabkan
asfiksia yang dapat dinilai dari APGAR
Score menit pertama setelah lahir (Manuba,
2010).
Kehamilan grande multigravida
(paritas tinggi) menyebabkan kemunduran
daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah
berulang kali direngangkan kehamilan.
Sehingga cenderung untuk timbul kelainan
letak ataupun kelainan pertumbuhan
plasenta dan pertumbuhan janin. Hal ini
dapat mempengaruhi suplai gizi maupun
oksigen dari ibu ke janin dan semakin tinggi
paritas maka risiko untuk melahirkan bayi
dengan asfiksia juga akan semakin tinggi
(Prawirohardjo, 2012).
Faktor Umur Kehamilan dengan
Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSU
PKU Muhammadiyah Bantul
Persalinan preterm merupakan
persalinan dengan masa gestasi kurang dari
259 hari atau kurang dari 37 minggu.
Kesulitan utama dalam persalinan preterm
adalah perawatan bayinya semakin muda
usia kehamilan maka semakin besar
morbiditas dan mortalitasnya. Serotinus
merupakan persalinan melewati 294 hari
atau lebih dari 42 minggu (kehamilan lewat
waktu). Bayi premature dengan kondisi paru
yang belum siap dan sebagai organ
pertukaran gas yang efektif, hal ini
merupakan faktor dalam terjadinya asfiksia
(Prawirohardjo, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian ini (p-
value 0,697), menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan umur kehamilan ibu dengan
kejadian asfikisia neonatorum. Peneliti
menarik kesimpulan bahwa variabel usia
kehamilan pada kasus asfiksia neonatorum
yang terjadi di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul tidak memiliki hubungan yang
signifikan, hal ini disebabkan masih terdapat
faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan
bayi lahir dalam kondisi asfiksia seperti
tingkat pendidikan, jenis persalinan, lama
persalinan, umur kehamilan, berat badan
lahir rendah, kehamilan ganda.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Rahma (2013) yang menyatakan
(p-value > 0.05), bahwa variabel umur
kehamilan pada kasus asfiksia yang terjadi
di RSWS dan RSUD Syekh Yusuf 2013
tidak memiliki hubungan yang signifikan,
hal ini disebabkan masih terdapat faktor-
faktor lain yang dapat menyebabkan bayi
lahir dalam kondisi asfiksia seperti tingkat
pendidikan, lama persalinan, usia
kehamilan, berat badan lahir rendah,
kehamilan ganda.
Faktor Riwayat Persalinan dengan
Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSU
PKU Muhammadiyah Bantul
Menurut Helen Varney (2008) bayi
yang lahir melalui ekstraksi vakum dan
sectio secarea (SC) tidak ada pengurangan
cairan paru dan penekana pada thoraks
sehingga mengalami paru-paru basah yang
lebih persisten, situasi ini dapat
mengakibatkan takipnea sementara pada
bayi baru lahir.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan riwayat
persalinan ibu dengan kejadian asfikisia
neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul (ρ=0,746). Hasil penelitian ini
sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Fahruddin di Rumah Sakit
Kabupaten Purworejo tahun 2003, hasilnya
menunjukkan bahwa ibu yang mengalami
persalinan dengan tindakan lebih berisiko
3,12 kali lipat melahirkan bayi asfiksia
dibandingkan ibu yang partus normal dan
spontan.
Penelitian Sitepu (2011) jenis
persalinan dengan tindakan mempunyai
risiko 5,471 kali lebih besar terhadap
kejadian asfiksia neonatorum dibandingkan
dengan persalinan normal. Persalinan juga
di pengaruhi oleh power, passage, passager
dari ibu bersalin. Hasil penelitian ini
memperlihatkan bahwa dari 104 bayi baru
lahir yang menderita asfiksia, sebanyak 59
kasus (56,73%) berdasarkan jenis persalinan
risiko tinggi (vakum, forsep, secsio
caesarea) merupakan penyebab asfiksia, dan
45 kasus (43,27%) merupakan risiko rendah
(normal, spontan).
Faktor Status Gizi dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum di RSU PKU
Muhammadiyah Bantul
Status gizi ibu pada trimester
pertama akan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan embrio pada masa
perkembangan dan pembentukan dan
pembentukan organ-organ tubuh
(organogenesis). Pada trimester II daan III
kebutuhan janin terhadap zat-zat gizi
semakin meningka dan jika tidak terpenuhi,
plasenta akan kekurangan zat makanan
sehingga akan mengurangi kemampuannya
dalam mensintesis zat – zat yang dibutuhkan
oleh janin. Untuk mengetahui status gizi ibu
hamil tersebut, dapat menggunakan
beberapa cara antara lain dengan memantau
pertambahan berat badan selama hamil,
mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA), dan
mengukur kadar Hb.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan status gizi ibu
dengan kejadian asfikisia neonatorum di
RSU PKU Muhammadiyah Bantul (ρ =
0,575). Kesenjangan hasil penelitian ini
dengan teori yang ada dapat disebabkan
karena ibu yang berada pada kelompok
status gizi Tidak KEK juga memiliki faktor
risiko yang lain.
Penelitian Mustika (2012)
menyatakan faktor ibu yang melahirkan
dengan asfiksia di RSUD Wates Tahun 2012
sebagian besar 92,7% adalah ibu tidak KEK.
Ibu dengan status gizi tidak KEK karena gizi
yang ada pada tubuhnya itu baik sehingga
tidak mengganggu proses penyerapan nutrisi
pada janin saat kehamilan dan mencegah
terjadinya BBLR maupun asfiksia saaat
melahirkan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ada hubungan antara usia ibu
dengan kejadian asfiksia neonatorum di
RSU PKU Muhammadiyah Bantul Tahun
2016. Sig.(2-tailed) sebesar 0,019.Tidak ada
hubungan antara paritas ibu dengan Sig.(2-
tailed) sebesar 0,403, umur kehamilan
dengan Sig (2-tailed) sebesar 0,697, riwayat
persalinan dengan Sig.(2-tailed) sebesar
0,746, status gizi ibu dengan Sig.(2-tailed)
sebesar 0,575 dengan kejadian asfiksia
neonatorum di RSU PKU Muhammadiyah
Bantul Tahun 2016.
Saran
Bagi RSU PKU Muhammadiyah
Bantul diharapkan dapat memberika
informasi dan masukan bagi Pasien, Bidan,
dan tim penjamin mutu RSU PKU
Muhammadiyah Bantul dalam
meningkatkan kualitas pelayanan
berdasarkan standar profesi dalam
memberikan asuhan kebidanan secara
komperhensif kepada ibu dan bayi. Dalam
meningkatkan kemampuan dan keterampilan
dalam penanganan pada bayi baru lahir
dengan asfiksia secara adekuat.
Bagi Responden Ibu harus
meningkatkan pengetahuan ibu hamil
tentang faktor risiko atau penyulit saat
persalinan pada ibu hamil dan bayi yang
dapat menyebakan kematian dan rajin
memeriksakan kehamilanya atau ANC
untuk mengetahui tentang keadaan bayinya
dan dapat dipantau dengan baik apabila
mengalami penyulit dapat segera ditangani
serta mengkonsumsi makan maknan yang
bergizi.
DAFTAR PUSTAKA
Dinkes RI. ( 2015). Kesehatan Profinsi
Yogyakarta 2015, Depkes Yogyakarta.
Depkes RI. (2008). Pedoman Pelayanan
Kesehatan Perinatal di Puskesmas,
Depkes
RI, Jakarta.
__________. (2013). Profil Kesehatan
Profnsi D.I Yogyakarta 2014,
Depkes Yogyakarta.
__________. (2015). Profil Kesehatan
Nasional Indonesia 2015, Depkes Jakarta.
Gilang. Notoatmojo R. dan Rakhmawatie
M.D. (2012). Faktor – Faktor
Yang Berhubungan Dengan
Kejadian Asfiksia Neonatorum (
Studi Di RSUD Tugurejo
Semarang). Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah
Semarang, Skripsi.
Prawirohardjo, S. (2012). Ilmu Kebidanan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Radityo, M. (2011). Gagal Nafas Pada Bayi
dalam
http://www.eprints.undip.ac.id,
diakses pada 12 November 2016.
Rahma, A.S & Mahdinah, A. (2013).
Analisis Faktor Risiko Kejadian
Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di
RSUD Syekh Yusuf Gowa dan
RSUP Wahidin Sudirohusodo
Makasar”, Jurnal Kebidanan, UIN
Alauudin Makasar, Vol VII No. 1.
Sitepu, N.Y.B. (2011). Hubungan Antara
Jenis Persalinan Dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum di RSUD dr.
M Soewandhi, Jurnal Kesehatan,
Surabaya Program Studi S1
Kebidana Fakultas Kedokteran
UNAIR, Skripsi.
WHO. (2012). Mortality and Burden of
Desease, Children Mortality,
http://apps.who.int/gho/data/?theme
=main&node=10#, dilihat pada 15
November 2016