faktor daya buih.pdf
DESCRIPTION
adaTRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA TINGGI PUTIH TELUR DENGAN DAYA DAN KESTABILAN BUIH TELUR ITIK LOKAL PADA
KUALITAS YANG SAMA
SKRIPSI
DEDI MULYADI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
DEDI MULYADI. D14202027. 2007. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya dan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal pada Kualitas yang Sama. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Rukmiasih, MS. Pembimbing Anggota : Ir. Niken Ulupi, MS.
Daya dan kestabilan buih merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penampilan produk bakeri seperti angel cakes. Daya dan kestabilan buih salah satunya dipengaruhi oleh kualitas putih telur. Kualitas putih telur dapat diketahui dari tinggi putih telur. Semakin tinggi putih telur menunjukkan bahwa kualitas putih telur semakin baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tinggi putih telur dengan daya dan kestabilan buih telur itik lokal pada kualitas yang sama. Penelitian dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Oktober 2005. Penelitian ini menggunakan telur itik lokal yang diperoleh dari Cirebon yang dipelihara di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada telur itik kualitas AA, tinggi putih telur tidak mempengaruhi daya dan kestabilan buihnya. Tinggi putih telur, daya buih dan kestabilan buih telur itik lokal kualitas AA berturut-turut adalah 5,10-11,30 mm, 401,3±83,5% dan 94,59±2,72%. Tinggi putih telur kualitas A dan B memiliki hubungan positif dengan daya dan kestabilan buih telur itik lokal. Jika tinggi putih telur kualitas A dan B meningkat, maka daya dan kestabilan buih akan meningkat. Tinggi putih telur, daya buih dan kestabilan buih telur itik lokal kualitas A berturut-turut adalah 3,66-5,50 mm, 346,2±93,9% dan 90,28±7,29%. Tinggi putih telur, daya buih dan kestabilan buih telur itik lokal kualitas B berturut-turut adalah 2,27-4,65 mm, 330,25±71,12% dan 89,63±6,15%. Kata Kunci: telur itik lokal, tinggi putih telur, daya buih, kestabilan buih.
ABSTRACT
Correlation between High Albumen and Foaming and Foam Stability of Local Duck Egg Albumen
Mulyadi, D., Rukmiasih, N. Ulupi
Egg is one of food stuff that have high nutritive value specially protein. Food products such as angel cakes and several bakery items depend on air incorporation to maintain their texture and structure during or after processing. Furthermore, the application of local duck egg in various food product are limited. Correlation between high albumen and foaming and foam stability have investigated in our research with regretion equation. There was a positive correlation between high albumen A and B quality and foaming of local duck egg, when the high albumen increased, there was an increase in the foaming of local duck egg. There was a positive correlation between high albumen A and B quality and foam stability of local duck egg, when the high albumen increased, there was an increase in the foam stability of local duck egg.
Keywords : local duck egg, high albumen, foaming, foam stability.
HUBUNGAN ANTARA TINGGI PUTIH TELUR DENGAN DAYA DAN KESTABILAN BUIH TELUR ITIK LOKAL PADA
KUALITAS YANG SAMA
DEDI MULYADI
D14202027
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
HUBUNGAN ANTARA TINGGI PUTIH TELUR DENGAN DAYA DAN KESTABILAN BUIH TELUR ITIK LOKAL PADA
KUALITAS YANG SAMA
Oleh
DEDI MULYADI
D14202027
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 20 Februari 2007
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Ir. Rukmiasih, MS Ir. Hj. Niken Ulupi, MS NIP. 131 284 605 NIP. 131 284 604
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc NIP. 131 624 188
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 8 April 1984 di Kota Sukabumi, Jawa Barat.
Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ayon
Madhaya dan Ibu Iyus Rusmini.
Penulis mengawali pendidikan di TK Sejahtera IV Sukabumi pada tahun
1989-1990. Penulis melanjutkan pendidikan dasar ke SDN Pintukisi I Sukabumi
pada tahun 1990-1996. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan di SLTPN 2
Sukabumi pada tahun 1996-1999, kemudian pendidikan menengah umum
diselesaikan di SMUN 3 Sukabumi pada tahun 1999-2002.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil
Ternak, Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada
tahun 2002.
Selama mengikuti pendidikan, penulis mengikuti berbagai seminar, pelatihan
dan kepanitiaan baik di dalam maupun di luar Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur alhamdulillah atas selesainya skripsi ini.
Skripsi berjudul Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya dan Kestabilan
Buih Telur Itik Lokal pada Kualitas yang Sama, dibuat sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Daya dan kestabilan buih merupakan salah satu faktor penting terutama
dalam pembuatan kue yang membutuhkan daya dan kestabilan buih yang tinggi
seperti angel cakes. Daya dan kestabilan buih salah satunya dipengaruhi oleh kualitas
putih telur. Kualitas putih telur dapat diketahui dari tinggi putih telur. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tinggi putih telur dengan daya dan
kestabilan buih telur itik lokal pada kualitas yang sama.
Bogor, Februari 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN................................................................................................... i
ABSTRACT...................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI..................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... ix
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
Latar Belakang......................................................................................... 1 Tujuan ...................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 2
Struktur dan Komposisi Telur.................................................................. 2 Kulit Telur ................................................................................... 3 Kuning Telur ............................................................................... 4 Putih Telur .................................................................................. 4 Protein Putih Telur................................................................................... 4 Ovomucin ..................................................................................... 5
Ovalbumin ................................................................................... 6 Globulin ...................................................................................... 6 Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur .................................................... 6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya dan Kestabilan Buih............... 8 Suhu ............................................................................................ 8 pH................................................................................................. 8 Pengocokan ................................................................................. 9 Umur dan Kualitas Telur ............................................................. 9
METODE.......................................................................................................... 11
Lokasi dan Waktu .................................................................................... 11 Materi....................................................................................................... 11 Prosedur ................................................................................................... 11 Analisis Data............................................................................................ 12
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 13
Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal pada Kualitas yang Sama............................................................... 13 Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal pada Kualitas yang Sama............................................................... 16
KESIMPULAN................................................................................................. 20
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 22
LAMPIRAN...................................................................................................... 24
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perbandingan Komposisi Telur Ayam dan Telur Itik .......................... 3
2. Jenis-Jenis Protein Putih Telur ............................................................. 5
3. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Pada Kualitas yang Sama ........................................................... 13
4. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Pada Kualitas yang Sama..................................................... 16
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963).................................. 2
2. Mekanisme Pembentukan Buih (Cherry dan Watters, 1981) ............... 7
3. Perubahan Struktur Protein Akibat Denaturasi (Mesier, 1991) ............ 8
4. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas A................................................................................... 14
5. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas B ................................................................................... 15
6. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas A ............................................................................ 17
7. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas B............................................................................. 18
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas AA (Linier)................................................................... 25
2. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas AA (Kuadratik) ............................................................ 25
3. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas A (Linier) ..................................................................... 25
4. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas A (Kuadratik) ............................................................... 25
5. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas B (Linier)...................................................................... 25
6. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas B (Kuadratik) ............................................................... 26
7. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas AA (Linier) ............................................................ 26
8. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas AA (Kuadratik)...................................................... 26
9. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas A (Linier) ............................................................... 26
10. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas A (Kuadratik)......................................................... 26
11. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas B (Linier) ............................................................... 27
12. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas B (Kuadratik) ......................................................... 27
13. Tinggi Putih Telur, Daya Buih (DB) dan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas AA................................................................................ 28
14. Tinggi Putih Telur, Daya Buih (DB) dan Kestabilan Buih (KB) Telur Itik Lokal Kualitas A ............................................................................ 29
15. Tinggi Putih Telur, Daya Buih (DB) dan Kestabilan Buih (KB) Telur Itik Lokal Kualitas B............................................................................. 30
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Itik merupakan salah satu ternak unggas penghasil telur potensial di
Indonesia. Jenis itik lokal merupakan keturunan dari bangsa Indian Runner, yang
terkenal sebagai itik penghasil telur. Setelah bangsa Indian Runner beradaptasi
dengan lingkungan dan geografis di Indonesia, maka muncul sifat khas yang
membedakan itik dari daerah yang satu dengan daerah yang lain. Itik Tegal
merupakan salah satu itik yang banyak dikembangkan di daerah Jawa Tengah dan
Jawa Barat bagian Utara dengan ciri-ciri memiliki bentuk badan dengan posisi yang
hampir berdiri tegak lurus, warna bulu umumnya coklat dengan variasi warna
tertentu dan kerabang telur berwarna biru kehijau-hijauan.
Telur merupakan bahan pangan hasil ternak yang memiliki nilai gizi yang
cukup lengkap. Kandungan gizi yang cukup lengkap, menjadikan telur banyak
dikonsumsi dan diolah menjadi produk olahan lain. Telur yang biasa dimanfaatkan
adalah telur ayam dan telur itik. Telur itik pada umumnya dimanfaatkan untuk
pembuatan telur asin. Telur itik adalah salah satu jenis telur yang banyak dikonsumsi
oleh masyarakat Indonesia selain telur ayam, tetapi penggunaan telur itik masih
terbatas.
Pemanfaatan telur itik dalam industri kue seperti angel cakes masih sangat
terbatas. Hal ini terjadi karena telur itik memiliki daya dan kestabilan buih yang lebih
rendah dibandingkan dengan telur ayam.
Daya dan kestabilan buih putih telur salah satunya dipengaruhi oleh kualitas
putih telur. Kualitas putih telur dapat diketahui dari tinggi putih telur. Semakin tinggi
putih telur pada bobot telur yang sama, menunjukkan bahwa semakin baik kualitas
putih telur.
Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara tinggi putih telur
dengan daya dan kestabilan buih telur itik lokal pada kualitas yang sama.
TINJAUAN PUSTAKA
Struktur dan Komposisi Telur
Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat
gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein yang terdapat pada
telur sangat diperlukan untuk membangun dan memperbaiki sel dalam tubuh
manusia (Davis dan Reeves, 2002). Protein telur mempunyai mutu yang tinggi,
karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan
patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan lain (Winarno dan
Koswara, 2002). Bentuk telur itik yang normal umumnya sama dengan telur ayam
yaitu oval dengan salah satu ujung meruncing, sedang ujung yang lain tumpul.
Bentuk seperti ini berguna untuk meningkatkan daya tahan kulit telur terhadap
tekanan mekanis serta mengurangi kemungkinan telur tergelincir pada bidang datar
(Medved, 1986). Struktur telur disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)
Komponen pokok telur adalah kulit telur, putih telur dan kuning telur (Buckle
et al., 1987). Perbandingan Komposisi Telur Ayam dan Telur Itik disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Komposisi Telur Ayam dan Telur Itik
Komponen Kimia
Telur ayam (51,6 gram)
Telur itik (66,6 gram)
---------------------------- ---(%)-------------------------------Air Padatan
73,6 26,4
69,7 30,3
Bahan organik Protein Lemak Karbohidrat Bahan anorganik
25,6 12,8 11,8 1,0 0,8
29,3 13,7 14,4 1,2 1,2
Sumber : Romanoff dan Romanoff (1963)
Kulit Telur
Kulit telur terdiri atas empat lapisan yaitu: (1) lapisan membran kulit telur,
(2) lapisan mamilari, (3) lapisan bunga karang (spongiosa), dan (4) lapisan kutikula
(Belitz dan Grosch, 1999). Pada bagian kulit telur banyak terdapat pori-pori yang
berguna sebagai saluran pertukaran udara untuk memenuhi kebutuhan embrio di
dalamnya. Kulit telur bersifat keras, dilapisi kutikula dengan permukaan halus serta
terikat kuat pada bagian luar lapisan membran (Winarno dan Koswara, 2002).
Lapisan kulit telur dapat memberikan perlindungan fisik (Charley, 1982).
Karakteristik lain dari kulit telur ini adalah pori-pori yang dapat menjadikan jalan
keluar masuk air, gas dan bakteri ke dalam telur. Jumlah pori-pori tersebut bervariasi
antara 100-200 lubang/cm3 luas permukaan kulit telur. Pada bagian tumpul, jumlah
pori-pori per satuan luas lebih besar jika dibandingkan dengan bagian lain sehingga
terjadi rongga udara di daerah ini (Sirait, 1986).
Membran kulit telur terdiri atas dua yaitu lapisan luar dan lapisan dalam.
Kedua membran tersebut disusun oleh mucin, yaitu protein yang sama dengan yang
terdapat dalam kutikula (Winarno dan Koswara, 2002). Membran kulit telur dapat
berfungsi sebagai penghambat bakteri masuk ke dalam telur. Membran kulit telur
terdiri atas dua lapisan, lapisan yang pertama adalah membran yang menempel pada
kerabang telur dan membran yang kedua yang menyelimuti putih telur (Sikorski,
2001), sedangkan menurut Winarno dan Koswara (2002) membran kulit telur
mengandung enzim lipozim yang dipercaya bersifat bakteriosidal terhadap bakteri
gram positif, tetapi membran telur tidak efektif untuk mencegah masuknya mikroba
yang menghasilkan enzim proteolitik, karena protein lapisan tersebut akan mudah
dihancurkan oleh enzim bakteri.
Kuning Telur
Kuning telur merupakan emulsi lemak dalam air yang mengandung 50%
bahan kering (Belitz, 1987). Kuning telur berbatasan dengan putih telur dan
dibungkus oleh satu lapisan yang disebut membran vitelin. Umumnya kuning telur
berbentuk bulat, berwarna kuning atau oranye yang terletak pada pusat telur dan
bersifat elastis (Winarno dan Koswara, 2002).
Warna kuning telur sebagian besar dipengaruhi oleh kandungan karotenoid
yang berasal dari pakan (Charley, 1982). Pigmen karotenoid yang terdapat pada
kuning telur adalah karoten dan santofil. Kuning telur pada telur segar berbentuk
utuh yang dikelilingi oleh membran vitelin yang kuat (Romanoff dan Romanoff,
1963).
Putih Telur
Putih telur terdiri atas empat lapisan yaitu lapisan encer luar, lapisan kental
luar, lapisan encer dalam dan khalazaferous (Nakai dan Modler, 2000). Bahan utama
penyusun putih telur adalah protein dan air. Perbedaan kekentalan putih telur
disebabkan oleh perbedaan kandungan air (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Kandungan air pada putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian
lainnya sehingga selama penyimpanan bagian inilah yang mudah rusak (Romanoff
dan Romanoff, 1963). Kerusakan tersebut ditemukan pada jala-jala ovomucin yang
berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Kerusakan jala-jala ovomucin mengakibatkan air dari protein putih telur akan keluar
dan putih telur menjadi encer (Heath, 1977), dan semakin encer putih telur maka
tirisan buih yang dihasilkan semakin tinggi (Silverside dan Budgell, 2004).
Protein Putih Telur
Protein putih telur terdiri atas protein serabut dan protein globular. Jenis-jenis
protein dapat dilihat pada Tabel 2. Protein telur dibedakan atas protein sederhana dan
protein konyugasi (protein yang berikatan dengan senyawa lain). Protein sederhana
pada putih telur lebih dominan dan berjumlah sekitar 11 macam, sedangkan protein
konyugasi lebih banyak terdapat pada kuning telur (Winarno dan Koswara, 2002).
Protein sederhana diantaranya ovalbumin, ovoconalbumin dan ovoglobulin,
sedangkan yang kedua termasuk glycoprotein yaitu ovomucoid dan ovomucin
(Romanoff dan Romanoff, 1963).
Tabel 2. Jenis-Jenis Protein Putih Telur
Protein Ayam1 Itik2
-------------------------------- % --------------------------------
Ovalbumin 54 40
Ovotransfferrin 12-13 2
Ovomucoid 11 10
Ovomucin 1,5-3,5 3
Lysozime 3,4-3,5 1,2
G2 globulin 4,0 4,0
G3 globulin 4,0 4,0
Ovoinhibitor 0,1-1,5 Belum Diketahui
Ovoflavoprotein 0,8 0,3
Ovomacroglobulin 0,5 1,0
Avidin 0,05 0,03 Sumber : 1. Nakai dan Modler, 2000 2. Whitaker dan Tannenbaum, 1977
Setiap protein putih telur memiliki kemampuan membentuk buih yang
berbeda. Protein-protein yang berperan dalam pembentukan buih adalah ovalbumin,
ovomucin dan globulin (Stadelman dan Cotterill, 1995), sedangkan menurut Alleoni
dan Antunes (2004) conalbumin, lysozime, dan ovomucoid sedikit memiliki
kemampuan untuk mengembang (berbuih). Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan
protein telur yang berperan dalam pembentukan buih telur ayam, lebih tinggi
daripada telur itik. Hal ini mungkin merupakan salah satu penyebab daya buih telur
itik lebih rendah daripada telur ayam.
Ovomucin
Ovomucin merupakan fraksi protein putih telur yang membentuk selaput
(film) dan berfungsi menstabilkan struktur buih. Komposisi ovomucin sebanyak
1,5% dari protein putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Perbedaan putih telur
kental dan encer terutama disebabkan karena perbedaan kandungan ovomucin.
Ovomucin pada putih telur kental kira-kira empat kali lebih besar daripada putih telur
encer. Sebagian ovomucin akan menggumpal dan elastisitas gelembung buih akan
menurun bila pengocokan dilakukan secara berlebihan (Stadelman dan Cotterill,
1995).
Ovalbumin
Ovalbumin adalah salah satu jenis protein dalam putih telur yang terbanyak
(40% dari total protein putih telur) yang mempunyai kemampuan membentuk buih.
Transformasi ovalbumin menjadi s-ovalbumin terjadi akibat penyimpanan dengan
adanya peningkatan pH dan suhu. Tirisan buih akan meningkat dan stabilitas buih
akan menurun seiring dengan meningkatnya kandungan s-ovalbumin (Alleoni dan
Antunes, 2004). Ovalbumin dapat membentuk busa paling baik pada pH sekitar 3,7-
4,0 sedangkan protein yang lain dapat membentuk busa paling baik pada pH sekitar
6,5-9,5. Peningkatan pH putih telur dari 5,5 menjadi 11,0 akan meningkatkan volume
busa dari 688% menjadi 982% (Sirait, 1986).
Globulin
Globulin merupakan protein yang menentukan kekentalan putih telur dan
mengurangi pencairan buih. Globulin mempunyai tegangan permukaan yang rendah
sehingga membantu tahapan pembentukan buih. Tegangan permukaan yang rendah
cenderung memperkecil ukuran gelembung dan meratakan tekstur buih. Kurangnya
globulin dalam putih telur membutuhkan waktu pengocokan lebih lama untuk
mencapai volume tertentu. Komposisi globulin sekitar 4% dari protein putih telur
(Stadelman dan Cotterill, 1995).
Stadelman dan Cotterill (1995) menyatakan bahwa besarnya nilai Haugh
Units dipengaruhi lama penyimpanan. Telur yang disimpan terlalu lama akan
menurunkan kekentalan putih telur sehingga nilai Haugh Units akan menurun.
Daya dan Kestabilan Buih Putih Telur
Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih
jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persen terhadap putih telur. Buih
terbentuk karena terbukanya ikatan polipeptida dalam molekul protein pada waktu
pengocokan telur sehingga rantai protein menjadi lebih panjang, kemudian udara
masuk diantara molekul-molekul protein yang rantainya telah terbuka dan tertahan
sehingga volume bagian putih telur menjadi bertambah. Udara yang semakin banyak
terperangkap di dalam putih telur akan menyebabkan buih yang terbentuk semakin
kaku dan kehilangan sifat alirnya (Stadelman dan Cotterill, 1995). Telur yang baik
mempunyai daya buih sebesar 6 sampai 8 kali dari volume awal putih telur
(Georgian Egg Commission, 2005). Mekanisme pembentukan buih disajikan pada
Gambar 2.
Protein putih telur
Denaturasi (perentangan rantai polipeptida)
Adsorpsi (pembentukan lapisan monolayer)
Penangkapan udara, membentuk busa
Adsorpsi kontinyu untuk membentuk monolayer kedua untuk menggantikan lapisan yang terdenaturasi
Lapisan protein saling mengikat untuk mencegah cairan keluar
Koagulasi (gaya interaksi polipeptida naik dan menyebabkan agregasi,
sehingga melemahkan lapisan yang terbentuk)
Gambar 2. Mekanisme Pembentukan Buih (Cherry dan Watters, 1981)
Perubahan putih telur menjadi buih disebabkan denaturasi protein, yaitu
proses yang mengubah struktur molekul protein tanpa memutuskan ikatan kovalen
(Belitz dan Grosch, 1999). Denaturasi protein dapat diakibatkan bukan hanya oleh
panas, tetapi juga oleh pH ekstrim; beberapa pelarut organik seperti alkohol atau
aseton; zat terlarut tertentu seperti urea; detergen atau hanya dengan pengguncangan
intensif (mekanik) larutan protein yang bersinggungan dengan udara sehingga
terbentuk busa (Lehninger, 1982). Winarno (1997) menambahkan bahwa masing-
masing cara mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi protein.
Gambar 3 menyajikan perubahan struktur protein akibat denaturasi.
Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk bertahan
kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu (Stadelman dan Cotteril, 1995).
Kestabilan buih ternyata berbanding terbalik dengan tirisan buih. Kestabilan buih
yang tinggi dicirikan oleh rendahnya tirisan buih dan sebaliknya (Kurniawan, 1991).
Struktur buih yang stabil umumnya dihasilkan oleh putih telur yang mempunyai
elastisitas tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur yang
mempunyai elastisitas rendah. Elastisitas akan hilang jika putih telur terlalu banyak
dikocok atau diregangkan seluas mungkin (Stadelman dan Cotteril, 1995).
Gambar 3. Perubahan Struktur Protein Akibat Denaturasi (Mesier, 1991)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya dan Kestabilan Buih
Daya dan kestabilan buih dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut yaitu umur telur, pengocokan dan penambahan bahan-bahan kimia atau
stabilisator (Stadelman dan Cotterill, 1995), konsentrasi protein, komposisi protein,
pH, adanya garam dan komposisi fase cair yang mungkin mengubah konfigurasi dan
stabilisitas molekul protein (Alleoni dan Antunes, 2004).
Suhu
Pemanasan pada suhu 50oC selama 30 menit tidak akan berpengaruh pada
kualitas buih, tetapi pemanasan pada suhu 60-65oC akan mengurangi kestabilan buih
putih telur. Kestabilan buih putih telur pada suhu 20oC sama dengan pada suhu 34oC
(Stadelman dan Cotterill, 1995).
pH
Stadelman dan Cotterill (1995) menyatakan bahwa pada saat pH meningkat
menjadi sekitar 9 terjadi interaksi antara ovomucin dan lysozime yang menyebabkan
putih telur menjadi encer. Putih telur yang encer lebih mudah menangkap udara dari
pada putih telur kental. Hal ini disebabkan cairan putih telur yang encer akan lebih
mudah menyebar dari pada putih telur yang kental bila dikocok dan selanjutnya akan
lebih cepat pula dalam mengikat udara (Kurniawan, 1991). Peningkatan pH putih
telur akan memperbesar volume buih. Volume buih tertinggi terjadi pada pH sekitar
8,0 dan kestabilan buih yang tinggi pada pH kurang dari 8,0 (Stadelman dan
Cotterill, 1995).
Pengocokan
Kurniawan (1991) menjelaskan bahwa tingkat gerakan pengocokan dan
jenisnya akan mempengaruhi pengikatan udara dalam buih. Pengocokan dengan
menggunakan pengocok elektrik ternyata memerlukan waktu yang lebih singkat
untuk membentuk buih putih telur. Dinyatakan pula bahwa buih akan mudah runtuh
disekeliling pengocok dengan sumbu tetap. Penambahan waktu pengocokan akan
meningkatkan volume buih tapi tidak akan memperbaiki volume cakes (Stadelman
dan Cotterill, 1995).
Umur dan Kualitas Telur
Umur telur yang semakin lama akan menurunkan kualitas telur karena terjadi
penguapan CO2 dan H2O. Hal ini menyebabkan pH putih telur meningkat dari 7,6
(telur segar) menjadi basa dan dapat mencapai 9,0-9,7. pH yang meningkat
(mencapai 9,0) dengan makin lamanya umur telur mengakibatkan terjadi ikatan
kompleks ovomucin-lysozime yang menyebabkan putih telur menjadi encer
(Stadelman dan Cotterill, 1995). Hasil penelitian Jahja (1972) dan Sugandi et al.
(1978) terhadap telur itik yang disimpan pada suhu ruang menunjukkan bahwa
volume buih tertinggi dihasilkan dari telur yang berumur 7 hari dan semakin
menurun dengan bertambahnya umur telur.
Haugh Units (HU) adalah ukuran kualitas telur bagian dalam yang didapat
dari hubungan antara tinggi putih telur dengan bobot telur (Ewing, 1963). Semakin
tinggi nilai Haugh Units, maka semakin tinggi kualitas putih telurnya (Stadelman dan
Cotteril, 1995).
USDA membagi telur dalam tingkatan kualitas berdasarkan nilai Haugh Units
yaitu kualitas AA, A dan B. Nilai Haugh Units sebesar 72 atau lebih termasuk
kualitas AA, 60 sampai kurang dari 72 termasuk kualitas A, dan kurang dari 60
termasuk kualitas B (Stadelman dan Cotteril, 1995).
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Oktober
2005.
Materi
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah telur itik lokal sebanyak 224
butir yang terdiri dari 67 butir telur kualitas AA, 87 butir telur kualitas A dan 70 butir
telur kualitas B.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi egg tray, meja kaca,
spatula, tripod micrometer, gelas ukur 500 cc, timbangan elektrik 120 g, hand mixer
merk Philips (680-700 rpm), wadah, kertas tisu dan stopwatch.
Prosedur
Telur itik yang digunakan ditimbang dengan menggunakan timbangan
elektrik kapasitas 120 g. Telur dipecah di atas meja kaca dan diukur tinggi putih
telurnya dengan tripod micrometer. Putih telur dipisahkan dari kuning telur,
kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur dan diukur volumenya. Putih telur
dikocok selama 5 menit dengan menggunakan hand mixer elektrik merk Philips
dengan kecepatan 680-700 rpm. Buih yang terbentuk diratakan permukaannya
kemudian diukur dan dicatat volume buihnya. Buih didiamkan selama satu jam dan
diukur volume tirisan yang terbentuk.
Data-data yang diperoleh kemudian dihitung nilai Haugh Units, daya buih
dan kestabilan buihnya. Nilai Haugh Units dihitung dengan menggunakan rumus
yang dibuat oleh Raymond Haugh pada tahun 1937 (Nesheim et al., 1979) yaitu:
Haugh Units = 100 log (H+7.57-1.7 W0.37)
Keterangan: H = Tinggi Putih Telur (mm) W = Bobot telur (gram/butir)
Daya buih dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh
Stadelman dan Cotterill (1995) yaitu:
%100TelurPutih Volume
Buih Volume Buih Daya ×
=
Kestabilan buih dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan
oleh Stadelman dan Cotterill (1995) yaitu:
% 100 Buih Volume
Tirisan Volume - 100% Buih Kestabilan
×=
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, daya buih dan kestabilan buih
dikelompokkan sesuai dengan tingkatan kualitasnya.
Analisis Data
Setiap pasangan data yang diperoleh (tinggi putih telur itik, daya/kestabilan
buih), digambarkan dalam bentuk sebaran data. Berdasarkan tebaran data tersebut,
kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linier dan non-linier
(kuadratik). Menurut Hasan (2003), model persamaan yang digunakan adalah:
Regresi Linier
Y = a + bx
Keterangan : Y = daya/kestabilan buih (%)
x = tinggi putih telur itik (mm)
a = intersep/perpotongan dengan sumbu tegak
b = kemiringan/gradien
Regresi Kuadratik
Y = a + bx + cx2
Keterangan : Y = daya/kestabilan buih (%)
x = tinggi putih telur itik (mm)
a,b,c = konstanta
Berdasarkan hasil analisis regresi di atas, dipilih model regresi yang terbaik
berdasarkan koefisien korelasinya (r) yang terbesar. Kemudian ditentukan kekuatan
hubungannya sebagai berikut : r = 0 (tidak ada korelasi); 0 < r ≤ 0,20 (korelasi sangat
lemah); 0,20 < r ≤ 0,40 (korelasi lemah); 0,40 < r ≤ 0,70 (korelasi yang cukup
berarti); 0,70 < r ≤ 0,90 (korelasi kuat); 0,90 < r < 1,00 (korelasi sangat kuat); r = 1
(korelasi sempurna).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Pada Kualitas yang Sama
Hubungan antara tinggi putih telur dengan daya buih telur itik lokal pada
kualitas yang sama disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Pada Kualitas yang Sama
Kualitas Telur
Model Regresi Persamaan Regresi
Koefisien Determinasi
(R2)
Koefisien Korelasi
(r) AA
A
B
Linier Kuadratik
Linier Kuadratik
Linier Kuadratik
Y = 9,07x + 339,72 Y = -4,84x2 + 88,14x � 41,07
Y = 49,8x + 110,5 Y = 50,8x2 � 429,7x + 1233
Y = 40,2x + 187,2 Y = -2,8x2 + 60,1x + 153
0,032
0,063
0,036* 0,036
0,069* 0,055
0,179 0,251
0,190* 0,190
0,263* 0,235
Keterangan : * Berbeda nyata
Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa pada tingkatan kualitas AA, hubungan
antara tinggi putih telur dengan daya buih tidak berbeda nyata baik linier maupun
kuadratik. Hal ini menunjukkan bahwa pada kualitas telur AA, tinggi putih telur
tidak berpengaruh terhadap daya buih.
Tinggi putih telur kualitas AA yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar
antara 5,10-11,30 mm dengan rataan 6,79±1,77 mm. Rataan daya buih yang
diperoleh adalah 401,3±83,5% yang berarti pada tingkatan kualitas AA, tinggi putih
telur antara 5,10-11,30 mm daya buihnya relatif konstan yaitu sekitar 401,3±83,5%.
Hal ini karena telur itik kualitas AA masih memiliki ikatan protein yang kuat
sehingga sulit untuk membuka ikatan polipeptida dalam molekul protein pada waktu
pengocokan putih telur, sehingga buih yang terbentuk dari putih telur kualitas AA
yang mempunyai tinggi dari 5,10-11,30 mm relatif sama.
Berdasarkan Tabel 3 maka model regresi antara tinggi putih telur dengan
daya buih telur itik lokal kualitas A dan kualitas B yang memiliki nilai koefisien
korelasi (r) yang lebih besar adalah model regresi linier.
Tinggi putih telur kualitas A yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar
antara 3,66-5,50 mm dengan rataan 4,73±0,41 mm. Rataan daya buih yang diperoleh
adalah 346,2±93,9%.
Y = 49,8x + 110,5R2 = 0,036
0.00
100.00
200.00
300.00
400.00
500.00
600.00
700.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
Tinggi Putih Telur (mm)
Day
a Bu
ih (%
)
Hubungan antara tinggi putih telur dengan daya buih telur itik lokal kualitas
A disajikan pada Gambar 4. Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y = 49,8x
+ 110,5. Semakin tinggi putih telur itik kualitas A, maka daya buih telur itik akan
semakin tinggi (P<0,05). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan
tinggi putih telur itik satu milimeter dari 3,66-5,50 mm, maka akan meningkatkan
daya buih sebesar 49,8%.
Gambar 4. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas A
Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,036 menunjukkan bahwa keragaman
daya buih yang disebabkan oleh tinggi putih telur itik kualitas A adalah sebesar
3,6%. Koefisien korelasi (r) sebesar 0,190 (P<0,05) menunjukkan bahwa korelasi
antara tinggi putih telur kualitas A dengan daya buihnya sangat lemah.
Tinggi putih telur kualitas B yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar
antara 2,27-4,65 mm dengan rataan 3,56±0,51 mm. Rataan daya buih yang diperoleh
adalah 330,25±71,12%.
Hubungan antara tinggi putih telur dengan daya buih telur itik lokal kualitas
B disajikan pada Gambar 5. Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y = 40,2x
+ 187,2. Semakin tinggi putih telur itik kualitas B, maka daya buih telur itik akan
Y = 40,2x + 187,2R2 = 0,069
0.00
100.00
200.00
300.00
400.00
500.00
600.00
0 1 2 3 4 5
Tinggi Putih Telur (mm)
Day
a Bu
ih (%
)
semakin tinggi (P<0,05). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan
tinggi putih telur itik satu milimeter dari 2,27-4,65 mm, maka akan meningkatkan
daya buih sebesar 40,2%.
Gambar 5. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas B
Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,069 menunjukkan bahwa keragaman
daya buih yang disebabkan oleh tinggi putih telur itik kualitas B adalah sebesar
6,9%. Koefisien korelasi (r) sebesar 0,263 (P<0,05) menunjukkan bahwa korelasi
antara tinggi putih telur kualitas B dengan daya buihnya lemah.
Semakin rendah ketinggian putih telur kualitas A dan kualitas B
menunjukkan bahwa kualitas telur semakin menurun. Penurunan kualitas telur dapat
terjadi akibat penguapan CO2 dan H2O. Penurunan kualitas telur dapat menyebabkan
perubahan struktur pada protein putih telur. Perubahan struktur tersebut ditemukan
pada jala-jala ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur
seperti yang disampaikan oleh Stadelman dan Cotterill (1995). Perubahan struktur
jala-jala ovomucin mengakibatkan air dari protein putih telur akan keluar dan putih
telur menjadi encer (Heath, 1977) dan terjadi kompleks ovomucin-lysozime atau
perubahan struktur ovalbumin menjadi s-ovalbumin (Alleoni dan Antunes, 2004).
Semakin encer putih telur maka semakin rendah ketinggian putih telur. Semakin
rendah ketinggian putih telur, maka daya buih akan semakin rendah.
Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Pada Kualitas yang Sama
Hubungan antara tinggi putih telur dengan kestabilan buih telur itik lokal
pada kualitas yang sama disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Pada Kualitas yang Sama
Kualitas Telur
Model Regresi Persamaan Regresi
Koefisien Determinasi
(R2)
Koefisien Korelasi
(r) AA
A
B
Linier Kuadratik
Linier Kuadratik
Linier Kuadratik
Y = 0,09x + 93,97 Y = -0,24x2 + 3,93x + 79,48
Y = 4,73x + 67,89 Y = 2,98x2 - 23,4x + 133,73
Y = 3,30x + 77,9 Y = -1,71x2 + 15,3x + 57,24
0,0
0,028
0,060* 0,055*
0,061* 0,054
0,0 0,17
0,25* 0,24*
0,25* 0,23
Keterangan : * = Berbeda nyata
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa pada tingkatan kualitas AA, hubungan
antara tinggi putih telur dengan kestabilan buih tidak berbeda nyata baik linier
maupun kuadratik. Hal ini menunjukkan bahwa pada kualitas telur AA, tinggi putih
telur tidak berpengaruh terhadap kestabilan buih.
Tinggi putih telur kualitas AA yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar
antara 5,10-11,30 mm dengan rataan 6,79±1,77 mm. Rataan kestabilan buih yang
diperoleh adalah 94,59±2,72% yang berarti pada tingkatan kualitas AA, tinggi putih
telur antara 5,10-11,30 mm kestabilan buihnya relatif konstan yaitu sekitar
94,59±2,72%. Hal ini karena putih telur itik kualitas AA masih memiliki ikatan
protein yang cukup kuat sehingga sulit untuk membuka ikatan polipeptida dalam
molekul protein, sehingga kestabilan buih dari putih telur kualitas AA yang
mempunyai tinggi 5,10-11,30 mm relatif sama.
Berdasarkan Tabel 4 maka model regresi yang digunakan untuk mengetahui
hubungan antara tinggi putih telur dengan kestabilan buih telur itik lokal kualitas A
dan kualitas B adalah model regresi linier. Hal ini karena model regresi linier
Y = 4,73x + 67,89R2 = 0,06
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00
Tinggi Putih Telur (mm)
Kes
tabi
lan
Buih
(%)
memiliki nilai koefisien korelasi (r) yang lebih besar dari pada model regresi
kuadratik.
Tinggi putih telur kualitas A yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar
antara 3,66-5,50 mm dengan rataan 4,73±0,41 mm. Rataan kestabilan buih yang
diperoleh adalah 90,28±7,29%.
Hubungan antara tinggi putih telur dengan kestabilan buih telur itik lokal
kualitas A disajikan pada Gambar 6. Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y =
4,73x + 67,89. Semakin tinggi putih telur itik kualitas A, maka kestabilan buih telur
itik akan semakin tinggi (P<0,05). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap
kenaikan tinggi putih telur itik satu milimeter dari 3,66-5,50 mm, maka akan
meningkatkan kestabilan buih sebesar 4,73%.
Gambar 6. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas A
Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,060 menunjukkan bahwa keragaman
kestabilan buih yang disebabkan oleh tinggi putih telur itik kualitas A adalah sebesar
6,0%. Koefisien korelasi (r) sebesar 0,25 (P<0,05) menunjukkan bahwa korelasi
antara tinggi putih telur kualitas A dengan kestabilan buihnya lemah.
Y = 3,3x + 77,91R2 = 0,061
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
0 1 2 3 4 5
Tinggi Putih Telur (mm)
Kes
tabi
lan
Buih
(%)
Tinggi putih telur kualitas B yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar
antara 2,27-4,65 mm dengan rataan 3,56±0,51 mm. Rataan kestabilan buih yang
diperoleh adalah 89,63±6,15%.
Hubungan antara tinggi putih telur dengan kestabilan buih telur itik lokal
kualitas B disajikan pada Gambar 7. Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y =
3,3x + 77,91. Semakin tinggi putih telur itik kualitas B, maka kestabilan buih telur
itik akan semakin tinggi (P<0,05). Persamaan tersebut menunjukkan bahwa setiap
kenaikan tinggi putih telur itik satu milimeter dari 2,27-4,65 mm, maka akan
meningkatkan kestabilan buih sebesar 3,3%.
Gambar 7. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas B
Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,061 menunjukkan bahwa keragaman
kestabilan buih yang disebabkan oleh tinggi putih telur itik kualitas B adalah sebesar
6,1%. Koefisien korelasi (r) sebesar 0,25 (P<0,05) menunjukkan bahwa korelasi
antara tinggi putih telur kualitas B dengan kestabilan buihnya lemah.
Tinggi putih telur dipengaruhi oleh kekentalan putih telur. Semakin kental
putih telur maka semakin tinggi putih telur. Perbedaan putih telur kental dan putih
telur encer terutama pada kandungan ovomucin. Ovomucin merupakan protein yang
mempengaruhi kekentalan putih telur dan mampu mencegah buih mencair kembali.
Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), ovomucin pada putih telur kental kira-kira
empat kali lebih besar daripada diputih telur encer. Kestabilan buih putih telur kental
yang mengandung lebih banyak ovomucin lebih tinggi daripada putih telur encer
(Kurniawan, 1991).
Kestabilan buih terendah diperoleh dari telur itik yang memiliki tirisan buih
tertinggi. Penurunan kualitas telur dipengaruhi oleh umur penyimpanan. Semakin
lama telur disimpan maka kualitasnya akan turun sehingga kestabilan buihnya
rendah. Hal ini dapat terjadi karena menurut Heath (1977), selama penyimpanan
terjadi penguapan H2O dan CO2 yang menyebabkan serabut protein yang membentuk
jala di dalam putih telur yaitu ovomucin akan berubah strukturnya dan pecah
sehingga air dari protein putih telur akan keluar dan putih telur menjadi encer.
Semakin encer putih telur mengakibatkan protein putih telur tidak mampu mengikat
udara. Hal ini menunjukkan semakin rendahnya kestabilan buih.
KESIMPULAN
Pada telur itik lokal berkualitas AA (5,10-11,30 mm), tinggi putih telur tidak
mempengaruhi daya dan kestabilan buihnya, sedangkan pada telur berkualitas A dan
B, tinggi putih telur nyata mempengaruhi daya dan kestabilan buihnya. Semakin
tinggi putih telur kualitas A (3,66-5,50 mm) dan kualitas B (2,27-4,65 mm), maka
semakin tinggi daya dan kestabilan buihnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Penguasa semesta
alam yang menguasai ilmu pengetahuan atas bumi dan langit-Nya. Shalawat dan
salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya
kebenaran bagi seluruh umat manusia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Rukmiasih, MS dan Ir. Hj.
Niken Ulupi, MS yang telah banyak membimbing penulis dari pembuatan proposal
penelitian sampai dengan tahap terakhir pada penulisan skripsi. Selain itu ucapan
terima kasih disampaikan kepada Ir. B.N. Polii, SU dan Ir. Dwi Margi Suci, MS yang
telah menguji, mengkritik, dan banyak memberikan sumbangan pemikiran serta
masukan yang dapat membantu dalam penyelesaian skripsi ini, serta kepada Dr. Ir.
Henny Nuraini, MSi selaku dosen pembimbing akademik.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang
banyak membantu baik dalam memotivasi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi
ini, maupun kasih sayang yang selalu diberikan kepada penulis sehingga penulis
terpacu untuk menulis. Terima kasih juga untuk kedua adik saya Dede dan Nuni atas
semua motivasi yang diberikan kepada penulis.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ana, Anwar, Dian, Edgar,
Esha, Handi, Heidy, Midah, Nanda, Novi, Ochi, Ratih, Ratna, Sam, Umi, Wian,
Zaki, THT 39, yang telah memberikan banyak dukungan kepada penulis, terima
kasih juga untuk semua kebersamaan kita, semoga kita selalu menjadi sebuah kisah
manis untuk masa depan. Tidak lupa juga teman-teman Ikatan Keluarga dan
Mahasiswa Sukabumi (Ikamasi) yang telah memberikan banyak dorongan dan
semangat selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
Terakhir penulis ucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah
banyak membantu penulisan skripsi ini, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita
semua.
Bogor, Februari 2007
Penulis
DAFTAR PUSTAKA
Alleoni, A. C. C. and Antunes A. J. 2004. Albumen Foam Stability and S-Ovalbumin Contents in Eggs Coated with Whey Protein Concentrate. Universidade do Norte do Paraná, UNOPAR, Londrina.
Belitz, H. D. 1987. Food Chemistry. Grosch-Heidenberg: Spinger-Verlag, Berlin.
Belitz, H. D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Spinger, Berlin.
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, and M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Buttery, P. J. and D. B. Lindsay. 1980. Protein Depositions in Animal. Butterworths, London.
Cherry, J. P. and K. H. Mc. Watters. 1981. Whippability and Aeration. In : J. P. Cherry. Protein Fuctionality in Foods. American Chemical Society, Washington, D. C.
Charley, H. 1982. Food Science. John Wiley & Sons, Inc., New York.
Davis, C. and R. Reeves. 2002. High Value Opportunities from the Chicken Egg. Rural Industries Research & Development Corporation, Hamilton.
Ewing, W. R. 1963. Poultry Nutrition. 5th Ed. The Ray Ewing Company. Pasadena, California.
Georgia Egg Commission. 2005. Albumen. http://www.georgiaeggs.org/pages/ albumen.html. [4 Maret 2006]
Hasan, M. I. 2003. Pokok-Pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Edisi Kedua. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Heath, J. L. 1977. Chemical and related osmotic changes in egg albumen during storage. J. Poultry Sci. 56: 822-828.
Jahja, M. 1972. Daya buih albumen telur unggas segar dan yang telah dikeringkan. Karya Ilmiah. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kurniawan, I. 1991. Pengaruh penambahan asam atau garam asam terhadap daya dan kestabilan buih putih telur itik Tegal umur satu dan empat belas hari. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lehninger, A. L. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Jilid 1. Terjemahan. M. Thenawijaya. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Messier, P. 1991. Protein chemistry of albumen photographs. Albumen. 4:124-135.
Medved, E. 1986. Food: Preparation and Theory. Prentice-Hall. Englewood Cliffs, New Jersey.
Nakai, S. dan W. Modler. 2000. Food protein Processing Applications. Whey-VHC, Inc., Ottawa.
Nesheim, M. C., R. E. Austic and L. E. Card. 1979. Poultry Production. 12th Edition. Lea and Febiger, Philadelphia.
Romanoff, A. L. dan A. F. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Wiley and Sons. Inc., New York.
Silverside F. G. and K. Budgell. 2004. The effect of storage and strain of hen on egg quality. J. Poultry Sci. 79: 1725-1729.
Sikorski, Z. E. 2001. Chemical & Functional Properties of Food Protein. Technomic Publishing Co., Inc., Lancaster.
Sirait, C. H. 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.
Stadelman, W. F. and O. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th Edition. Food Products Press., An Imprint of the Haworth Press, Inc., New York.
Sugandi, D., Peni, S.H, dan D.J. Samosir. 1978. Laporan survey masalah pengamanan telur. Direktorat Bina Produksi Peternakan. Ditjen Peternakan dan Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Whitaker, J.R.and S.R. Tannenbaum. 1977. Food Protein. AVI Publishing Compani, inc., Westport, Connecticut.
Winarno, F. G., dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannnya. M-Brio Press, Bogor.
Winarno F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Lampiran 1. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas AA (Linier)
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuartil
Kuadrat Tengah Fhit P
Regresi
Galat
Total
1
65
66
16980
443171
460151
16979,8
6818,0
2,49 0,119
Lampiran 2. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas AA (Kuadratik)
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuartil
Kuadrat Tengah Fhit P
Regresi
Galat
Total
2
64
66
28271
431880
460151
14135,6
6748,1
2,09 0,131
Lampiran 3. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas A (Linier)
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuartil
Kuadrat Tengah Fhit P
Regresi
Galat
Total
1
85
86
35919
722062
757981
35919
8494,8
4,23 0,043*
Keterangan : * Berbeda nyata
Lampiran 4. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas A (Kuadratik)
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuartil
Kuadrat Tengah Fhit P
Regresi
Galat
Total
2
84
86
44230
713751
757981
22115,2
8497,0
2,60 0,080
Lampiran 5. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas B (Linier)
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuartil
Kuadrat Tengah Fhit P
Regresi
Galat
Total
1
68
69
28836
320170
349005
28835,6
4708,4
6,12 0,016*
Keterangan : * Berbeda nyata
Lampiran 6. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Daya Buih Telur Itik Lokal Kualitas B (Kuadratik)
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuartil
Kuadrat Tengah Fhit P
Regresi
Galat
Total
2
67
69
28889
320116
349005
14444,6
4777,9
3,02 0,06
Lampiran 7. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas AA (Linier)
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuartil
Kuadrat Tengah Fhit P
Regresi
Galat
Total
1
65
66
1,69
486,68
488,37
1,69
7,49
0,23 0,636
Lampiran 8. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas AA (Kuadratik)
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuartil
Kuadrat Tengah Fhit P
Regresi
Galat
Total
2
64
66
1,69
486,68
488,37
1,69
7,49
0,23 0,636
Lampiran 9. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas A (Linier)
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuartil
Kuadrat Tengah Fhit P
Regresi
Galat
Total
1
85
86
324,02
4250,00
4574,02
324,02
50,00
6,48 0,013*
Keterangan : * Berbeda nyata
Lampiran 10. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Kestabilan Buih Telur Itik Lokal Kualitas A (Kuadratik)
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuartil
Kuadrat Tengah Fhit P
Regresi
Galat
Total
2
84
86
352,61
4221,41
4574,02
176,31
50,26
3,51 0,034*
Keterangan : * Berbeda nyata
Lampiran 11. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Tirisan Buih Telur Itik Lokal Kualitas B (Linier)
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuartil
Kuadrat Tengah Fhit P
Regresi
Galat
Total
1
68
69
193,68
2412,89
2606,58
193,68
35,48
5,458 0,022*
Keterangan : * Berbeda nyata
Lampiran 12. Hubungan antara Tinggi Putih Telur dengan Tirisan Buih Telur Itik Lokal Kualitas B (Kuadratik)
Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuartil
Kuadrat Tengah Fhit P
Regresi
Galat
Total
2
67
69
213,23
2393,34
2606,58
106,62
35,72
2,98 0,06
Lampiran 13. Tinggi Putih Telur, Daya Buih (DB) dan Kestabilan Buih (KB) Telur Itik Lokal Kualitas AA
Tinggi Putih Tinggi Putih Umur
Telur DB KB Umur
Telur DB KB
0 11.3 466.67 3.81 5.52 297.30 9.09
n=14 11.3 466.67 3.81 14 n =11
6.97 6.39
342.86 475.00
5.00 4.21
11.08 333.33 9.00 6.21 400.00 1.88 11.08 333.33 9.00 5.97 325.00 3.85 11.06 500.00 3.50 5.74 466.67 3.33 11.06 500.00 3.50 5.73 433.33 5.38 10.58 350.00 7.14 5.66 371.43 3.85 9.91 475.00 4.74 5.53 342.86 3.33 9.91 475.00 4.74 5.5 470.59 3.75 9 337.50 7.41 5.42 342.86 1.67 7.97 350.00 7.14 5.25 457.14 6.25 7.10 350.00 6.43 15 n=1 5.45 266.67 12.50 6.80 566.67 2.94 18 5.83 357.14 10.00 6.45 475.00 2.63 n=2 5.58 333.33 8.00
3 7.75 400.00 7.14 21 6.90 425.00 2.94 n=3 6.5 425.00 1.76 n=7 5.55 300.00 8.33
6.01 444.44 4.00 5.19 300.00 11.11 5.34 425.00 2.94 5.1 425.00 5.88
6 6.7 500.00 2.50 6.23 625.00 1.20 n=2 6.51 457.14 3.13 6.11 294.12 10.00
7 7.65 500.00 3.50 5.96 457.14 5.00 n=12 7.63 450.00 4.44 24 5.98 500.00 4.21
7.34 394.74 4.67 n=2 5.53 394.74 5.33 7.32 341.46 3.57 30 n=1 5.19 433.33 3.85 6.4 325.00 6.92 33 n=1 5.9 350.00 7.14 6.39 350.00 5.71 36 n=1 5.58 209.30 11.11 6.04 475.00 5.26 39 6.5 250.00 10.00 5.89 450.00 4.44 n=2 5.51 287.50 9.57 5.84 450.00 4.44 42 n=2 5.31 250.00 10.00 5.83 395.35 2.94
5.68 371.43 3.85
5.54 466.67 7.14
9 6.45 514.29 1.67
n=3 6.43 475.00 2.11
6.06 435.90 2.94
12 5.95 433.33 8.46
n=3 5.69 243.24 5.56
Lampiran 14. Tinggi Putih Telur, Daya Buih (DB) dan Kestabilan Buih (KB) Telur Itik Lokal Kualitas A
Tinggi Putih Tinggi Putih Umur
Telur DB KB Umur
Telur DB KB
6 5.21 450 2.78 4.24 325 7.69 n=2 5.15 400 5.71 4.21 447.37 4.71
7 5.43 416.67 5 4.19 325 7.69 n=4 5.24 437.5 5.14 24 5.25 394.74 6.67
5.16 275 6.36 n=4 5.12 225 22.22 4.73 380.95 5 4.5 200 12.5 9 5.24 275 3.64 4.4 210.53 28.75
n=2 4.85 562.5 2.22 27 5.32 325 11.54 12 5.48 450 2.78 n=7 5.09 233.33 21.43
n=2 4.32 342.11 2.31 4.94 450 2.78 14 5.5 285.71 3 4.88 275 18.18
n=11 5.39 422.22 2.63 4.84 250 18 5.2 600 3.89 4.45 225 22.22 5.2 355.56 6.25 4.25 300 8.33 5.15 574.47 2.59 30 4.45 275 17.27 5.12 441.86 4.21 n=4 4.45 342.86 8.33 4.99 228.57 25 4.41 300 10 4.93 428.57 3.33 4.2 175 28.57 4.79 350 5.71 33 5.31 375 7.33 4.76 314.29 9.09 n=5 4.7 250 20 3.99 421.88 3.7 4.68 400 8.33
15 4.84 371.43 3.85 4.4 250 10 n=5 4.63 600 2.78 3.66 314.29 16.36
4.5 285.71 18 36 4.96 371.43 3.85 4.07 500 3.33 n=4 4.6 266.67 9.17 4.02 447.37 1.18 4.4 225 20
18 5.34 225 16.67 4.12 257.14 27.78 n=4 4.94 261.9 18.18 39 4.89 350 7.14
4.64 225 27.78 n=4 4.76 342.86 4.17 4.6 300 8.33 4.57 500 3.33
21 5.45 400 4.17 4.5 342.86 8.33 n=19 5.22 450 2.78 42 5.19 300 16.67
5.22 450 2.78 n=10 4.81 257.14 16.67 5.01 325 6.15 4.78 342.86 12.5 5.01 325 6.15 4.74 300 11.11 4.92 400 2.5 4.71 468.75 3.33 4.9 410.26 3.13 4.49 271.43 10.53 4.63 350 5.71 4.46 281.25 11.11 4.58 450 5.56 4.4 325 13.85 4.54 250 11.25 4.33 250 19 4.5 425 2.94 3.92 300 13.33 4.45 300 8.33 4.43 400 3.13 4.38 371.43 8.46 4.38 263.16 9 4.33 300 22.22
Lampiran 15. Tinggi Putih Telur, Daya Buih (DB) dan Kestabilan Buih (KB) Telur Itik Lokal Kualitas B
Tinggi Putih Tinggi Putih Umur
Telur DB KB Umur
Telur DB KB
7 4.43 416.67 4 2.81 300 16.67 n=2 3.47 500 4.74 33 4.06 325 8.46
12 n=1 3.81 435.9 2.94 n=6 3.96 282.05 9.09 14 3.73 428.57 5.33 3.81 300 11.11
n=3 3.46 314.29 4.55 3.78 275 18.18 3.17 292.68 14.17 3.78 237.5 11.58
15 3.58 500 3.33 3.18 250 10 n=2 3.43 400 5 36 4.12 357.14 16.8 18 4.02 314.29 9.09 n=7 3.62 300 9.17
n=3 3.04 268.29 13.64 3.51 333.33 15 2.73 263.16 5 3.33 447.37 2.94
21 4.65 395.83 5.26 2.96 333.33 10 n=23 4.32 425 5.29 2.85 333.33 13
4.32 425 5.29 2.82 271.43 21.05 4.31 375 5.33 39 4 300 8.33 4.31 375 5.33 n=5 3.96 262.5 10.48 4.29 333.33 6.67 3.45 300 10 4.29 333.33 6.67 3.3 312.5 8 4.12 458.33 4.09 3.14 466.67 3.57 4.08 425 2.94 42 3.87 250 22.22 3.86 375 6.67 n=5 3.31 257.14 12.22 3.8 300 8.33 2.92 285.71 10 3.76 428.57 1.33 2.64 275 18.18 3.69 400 3.13 2.27 228.57 25 3.67 366.67 7.27 3.5 350 8.57 3.46 394.74 5.33 3.41 400 1.25 3.39 263.16 11 3.37 355 10.56 3.22 250 10 3.1 333.33 6.15 3 275 18.18 2.57 350 5
24 3.82 285.71 20 n=2 3.09 314.29 9.09 27 3.82 225 22.22
n=4 3.51 325 13.85 3.38 285.71 18 3.07 250 20
30 4.23 250 20 n=7 3.94 200 25
3.63 243.9 20 3.47 350 7.86 3.36 250 12.5 2.83 333.33 15