evaporasi 7kp

47
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIKUM UNIT OPERASI PROSES 2 EVAPORASI KELOMPOK 7KP ANGGOTA: Abdi Ridholloh Farry (1406643053) Ivander Christian Sihombing (1306449126) Linggar Anindita (1306392954) Mariny Altyra Fakhri (1306392986) DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, APRIL 2016

Upload: meinyeky

Post on 12-Jul-2016

74 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

evaporasi

TRANSCRIPT

Page 1: Evaporasi 7KP

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTIKUM UNIT OPERASI PROSES 2

EVAPORASI

KELOMPOK 7KP

ANGGOTA:

Abdi Ridholloh Farry (1406643053)

Ivander Christian Sihombing (1306449126)

Linggar Anindita (1306392954)

Mariny Altyra Fakhri (1306392986)

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, APRIL 2016

Page 2: Evaporasi 7KP

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................... i

Bab I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Tujuan Percobaan ........................................................................................ 1

1.2 Teori Dasar ................................................................................................. 1

1.2.1 Pengertian Evaporasi ............................................................................. 2

1.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Evaporasi.......................................... 4

1.2.3 Prinsip Kerja Evaporator ........................................................................ 5

1.2.4 Jenis-jenis Evaporator............................................................................. 5

1.2.5 Metode Pengoperasian Evaporator .......................................................... 9

BAB II PERCOBAAN .................................................................................. 15

2.1 Prosedur Percobaan .................................................................................... 15

2.2 Data Pengamatan ....................................................................................... 16

2.2.1 Sirkulasi Alami ..................................................................................... 17

2.2.2 Sirkulasi Paksa ..................................................................................... 18

BAB III PENGOLAHAN DATA .................................................................. 19

3.1 Variasi Tekanan Sistem terhadap Laju Evaporasi Air ................................. 19

3.2 Variasi Laju Sirkulasi dan Evaporasi dengan Perbedaan Suhu .................... 25

3.3 Perhitungan Keekonomian untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa ....... 27

3.4 Neraca Energi untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa .......................... 29

BAB IV ANALISIS ........................................................................................ 33

4.1 Analisis Percobaan ..................................................................................... 33

4.2 Analisis Hasil Percobaan ............................................................................ 35

4.2.1 Variasi Tekanan Sistem terhadap Laju Evaporasi Air ........................... 35

4.2.2 Variasi Laju Sirkulasi dan Evaporasi dengan Perbedaan Suhu .............. 40

4.2.3 Perhitungan Keekonomian untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa .. 41

4.2.4 Neraca Energi untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa ..................... 42

4.3 Analisis Kesalahan ..................................................................................... 43

BAB V KESIMPULAN.................................................................................. 44

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 45

Page 3: Evaporasi 7KP

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan

Berikut ini merupakan tujuan dari praktikum evaporasi yang telah

dilakukan oleh praktikan:

1. Memahami prinsip evaporasi secara keseluruhan baik faktor-faktor yang

mempengaruhi evaporasi maupun fenomena-fenomena yang terjadi dalam

proses evaporasi

2. Mengetahui variabel-variabel proses seperti tekanan sistem dan perbedaan

suhu sistem dengan steam terhadap proses evaporasi

3. Membandingkan jenis evaporasi sirkulasi alami dan sirkulasi paksa

1.2. Teori Dasar

1.2.1. Pengertian Evaporasi

Evaporasi merupakan suatu proses penguapan sebagian dari pelarut

sehingga didapatkan larutan zat cair pekat yang konsentrasinya lebih tinggi.

Tujuan dari evaporasi adalah untuk memekatkan larutan yang terdiri dari zat

terlarut yang tak mudah menguap dan pelarut yang mudah menguap. Dalam

kebanyakan proses evaporasi, pelarutnya adalah air. Evaporasi tidak sama dengan

pengeringan, dalam evaporasi sisa penguapan adalah zat cair, kadang-kadang zat

cair yang sangat viskos, dan bukan zat padat. Begitu pula, evaporasi berbeda

dengan distilasi, karena disini uapnya biasanya komponen tunggal, dan walaupun

uap itu merupakan campuran, dalam proses evaporasi ini tidak ada usaha untuk

memisahkannya menjadi fraksi-fraksi. Biasanya dalam evaporasi, zat cair pekat

itulah yang merupakan produk yang berharga dan uapnya biasanya

dikondensasikan dan dibuang.

Evaporasi dapat diartikan sebagai proses penguapan liquid (cairan) dengan

penambahan panas. Terdapat dua kondisi dalam evaporasi, yaitu evaporasi yang

berarti proses penguapan yang terjadi secara alami dan evaporasi yang

dimaknai proses penguapan yang timbul akibat diberikan uap panas (steam)

dalam suatu peralatan. Panas disuplai dengan berbagai cara, diantaranya secara

alami ataupun penambahan uap (steam).

Page 4: Evaporasi 7KP

2

Proses evaporasi merupakan proses yang kerap kali dilakukan di industri-

industri baik itu industri skala kecil maupun besar. Proses evaporasi dilakukan

oleh peralatan yang disebut evaporator yang akan mengubah cairan atau liquid

menjadi keadaan gas sehingga dapat dikatakan evaporator memiliki prinsip kerja

yan berlawanan dengan condenser.

1.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Evaporasi

Evaporasi merupakan salah satu fenomena perpindahan massa yang

biasanya dilakukan dengan melakukan pemanasan terhadap zat (biasanya

berbentuk larutan) untuk dikentalkan atau dengan kata lain meningkatkan

konsentrasi suatu zat. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kecepatan

penguapan pada proses evaporasi. Beberapa hal yang mempengaruhi laju

evaporasi antara lain sebagai berikut.

1. Konsentrasi larutan yang akan dievaporasi

Tujuan utama dari proses evaporasi umumnya adalah untuk meningkatkan

konsentrasi suatu zat dalam larutan. Konsentrasi amat berkaitan dengan persentase

zat terlarut dengan pelarutnya. Dalam hal ini, pelarut yang digunakan biasanya

adalah air. Semakin tinggi persentase jumlah air dalam larutan tersebut maka

semakin encer larutannya. Ini berarti akan semakin banyak juga air yang akan

dihilangkan dari larutan dalam proses evaporasi. Selain konsentrasi awal larutan,

konsentrasi akhir yang ingin dituju juga menjadi hal yang amat berpengaruh.

Semakin tinggi konsentrasi akhir yang ingin dicapai maka juga membutuhkan

waktu serta jumlah kalor yang semakin banyak pula.

2. Jumlah panas yang disediakan dalam operasi

Evaporasi merupakan salah satu proses yang menggunakan energi dalam

hal ini kalor untuk mendorong terjadinya perpindahan massa. Perpindahan massa

yang terjadi biasanya adalah perpindahan massa air dari fasa cairan ke fasa

uapnya. Driving force dari evaporasi selain adanya perbedaan konsentrasi air

antara kedua fasa tetapi juga karena faktor panas yang diberikan, maka jumlah

panas akan sangat mempengaruhi proses. Semakin banyak kalor yang diberikan,

akan semakin memudahkan terjadinya penguapan air. Sehingga untuk

memperoleh konsentasi yang tinggi dari suatu zat tentunya akan lebih banyak air

Page 5: Evaporasi 7KP

3

yang dihilangkan sehinga butuh jumlah panas yang lebih banyak pula. Hubungan

antara laju evaporasi dengan laju panas atau dalam hal ini jumlah panas yang

disediakan digambarkan pada persamaan di bawah ini.

E = Laju evaporasi (kg/jam)

Q = Laju kalor (kJ/jam)

H = Panas laten dari penguapan air pada P tertentu (kJ/kg)

3. Kondisi operasi

Suhu evaporasi berpengaruh pada kecepatan penguapan. Makin tinggi

suhu evaporasi maka penguapan yang terjadi semakin cepat. Hal tersebut karena

energi yang disediakan pada proses evaporasi biasanya berbanding lurus dengan

suhu operasi. Semakin tinggi suhu maka semakin banyak energi yang disediakan.

Namun, penggunaan suhu yang tinggi dapat menyebabkan beberapa bahan

yang sensitif terhadap panas mengalami kerusakan. Untuk memperkecil resiko

kerusakan tersebut maka suhu evaporasi yang digunakan harus rendah. Suhu

evaporasi dapat diturunkan dengan menurunkan tekanan evaporator. Tekanan

yang rendah selain menyebabkan suhu juga menurun ternyata juga akan

menyebabkan air akan lebih mudah mengalami penguapan. Dalam proses ini,

menurunkan tekanan dapat dilakukan dengan cara mengalirkan uap hasil

evaporasi dan mengkondensasikan serta mengumpulkannya di dalam wadah

terpisah.

Selain berpengaruh pada proses operasi, kondisi seperti suhu dan tekanan

juga dapat berpengaruh pada alat proses. Seperti yang kita ketahui, suhu yang

tinggi dapat mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dari logam yang sering

disebut sebagai creep. Selain itu tekanan yang tinggi juga merupakan stress yang

diterima oleh material logam. Namun, proses evaporasi biasanya tidak berada

pada suhu dan tekanan yang sangat tinggi seperti halnya proses distilasi. Sehingga

tekanan yang dialami oleh material juga tidak terlalu besar.

Page 6: Evaporasi 7KP

4

4. Waktu operasi

Waktu operasi menjadi salah satu faktor yang amat penting dalam proses

evaporasi. Semakin lama waktu operasi, maka akan semakin banyak air yang

diuapkan dari larutan yang diproses. Akan tetapi perlu diketahui bahwa hal

tersebut juga berakibat dari meningkatnya suhu di dalam alat evaporator. Selain

itu, dengan pemanasan yang lama juga membuat komponen di dalam larutan juga

ikut mengalami penguapan. Hal ini akan menyebabkan hilangnya zat yang ingin

kita pisahkan dari air. Jadi, waktu pengoperasian harus diatur sedemikian rupa

agar zat selain air tidak ikut mengalami penguapan.

5. Luas permukaan

Saat sedang menjemur pakaian, orang akan selalu merentangkan pakaian

tersebut selebar mungkin. Hal ini bertujuan untuk mempercepat keringnya

pakaian tersebut. Ilustrasi tadi merupakan contoh nyata dari pengaruh luas

permukaan terhadap proses penguapan atau evaporasi. Semakin besar luas

permukaan, maka akan semakin tinggi laju penguapannya karena akan semakin

banyak air yang mengalami kontak dengan panas.

Pada percobaan kali ini, yang dievaporasi bukanlah pakaian tetapi suatu

larutan. Dengan volume yang sama, namun luas permukaan yang berbeda, maka

ketebalan dari larutan akan semakin kecil jika luas permukaannya lebih besar.

Ketebalan dari cairan merupakan hal yang penting dalam konteks perpindahan

kalor. Semakin tipis, maka akan semakin mudah menerima kalor.

6. Jenis zat terlarut dan viskositas larutan

Jenis zat dan juga konsentrasinya mempengaruhi kekentalan atau

viskositas dari larutan yang akan dievaporasi. Semakin kental larutan tersebut,

maka akan menyebabkan perpindahan panas menjadi semakin sulit sehingga laju

evaporasi juga akan menjadi lebih lambat. Selama proses evaporasi, viskositas

larutan akan mengalami kenaikan karena meningkatnya konsentrasi. Inilah

penjelasan mengapa laju evaporasi biasanya amat tinggi pada saat konsentrasi

awal kemudian perlahan-lahan berkurang seiring meningkatnya konsentrasi.

Page 7: Evaporasi 7KP

5

1.2.3. Prinsip Kerja Evaporator

Larutan yang mengandung produk yang diinginkan diumpankan ke dalam

evaporator dan akan melewati sumber panas. Panas yang diberikan akan

mengubah air dalam larutan menjadi uap. Uap dipindahkan dari larutan dan

dikondensasikan sedangkan larutan dengan konsentrasi yang baru akan masuk ke

evaporator kedua untuk mendapatkan larutan yang lebih pekat namun dapat juga

langsung diambil atau dipindahkan bila telah mencapai konsentrasi yang

diinginkan. Evaporator sebagai suatu sistem peralatan umumnya terdiri dari empat

bagian, yaitu:

Bagian pemanasan berisi media pemanas. Uap diumpankan di bagian ini.

Medium yang paling umum digunakan terdiri dari parallel tube tetapi ada

pula yang berbentuk pelat atau coil

Bagian pemekatan dan bagian separasi yang akan memindahkan uap yang

dihasilkan dari larutan.

Bagian pengembunan / kondensasi yang akan mengembunkan uap yang

terpisah.

Pompa akan memberikan tekanan untuk meningkatkan sirkulasi.

1.2.4 Jenis-Jenis Evaporator

1. Evaporator Sirkulasi Alami/Paksa

Evaporator sirkulasi alami didasarkan pada sirkulasi alami produk akibat

perbedaan densitas yang timbal akibat pemanasan. Pada evaporator , setelah air

mulai mendidih , gelembung akan muncul dan menyebabkan sirkulasi yang akan

membantu terjadinya pemisahan cairan dan uap pada bagian atas tube pemanasan.

Besarnya evaporasi yang terjadi bergantung pada perbedaan temperatur antara

steam dan larutan. Masalah dapat terjadi jika tube tidak tercelup dengan baik di

dalam larutan. Jika hal ini terjadi, sistem akan kering dan dapat membahyakan.

Untuk menghindari hal ini, sirkulasi paksa dapat digunakan dengan memasukkan

pompa untuk meningkatkan tekanan dan sirkulasi.

Page 8: Evaporasi 7KP

6

Gambar 1.1. Evaporator Alami

(Sumber: http://www.google.com/natural_evaporator)

Sirkulasi paksa terjadi ketika head hidrostatik menghalangi terjadinya

pendidihan di permukaan pemanasan. Pompa juga dapat digunakan untuk

menghindari fouling atau pengotoran yang diakibatkan oleh mendidihnya liquid

pada tube dengan memecah gelembung yang terbentuk. Kecepatan aliran di dalam

tube harus tinggi dan pompa yang dibutuhkan harus memiliki kapasitas yang

tinggi. Berikut ini adalah gambar dari sistem evaporator sirkulasi paksa.

Gambar 1.2. Evaporator Sirkulasi Paksa

(Sumber: http://google.com/forced_evaporator)

Page 9: Evaporasi 7KP

7

2. Falling Film Evaporator

Evaporator jenis ini biasanya diaplikasikan untuk larutan yang memiliki

viskositas yang tinggi sehingga umumnya digunakan di industri kimia, makanan,

dan fermentasi. Evaporator jenis ini umumnya terbuat dari tube /silinder panjang (

4-8meter) yang ditutupi oleh jaket steam. Distribusi larutan yang seragam

merupakan hal yang penting dalam penggunaan evaporator ini. Larutan yang

masuk akan mengalami pertambahan kecepatan begitu mengalir ke bawah dan

disini larutan akan mengalami pemanasan oleh medium pemanas.

Gambar 1.3. Evaporator Falling Film

(Sumber: http://google.com/falling_film_evaporator)

3. Plate Evaporator

Plate evaporator memiliki luas permukaan yang relatif besar. Pelat

umumnya berbentuk agak berombak dan ditunjang oleh frame. Selama evaporasi,

steam mengalir melalui saluran yang terbentuk di antara pelat . Steam secara

bergantian akan mendaki dan jatuh secara paralel terhadap larutan yang akan

dikonsentratkan. Konsentrat dan uap akan diumpankan ke tahapan separasi

dimana uap akan dikirim ke kondenser. Plate evaporator umumnya diaplikasikan

Page 10: Evaporasi 7KP

8

pada industri susu dan fermentasi karena fleksibilitas tempatnya. Hal negatif dari

jenis ini yaitu terbatasnya kemampuan evaporator untuk larutan yang kental dan

mengandung solid.

Gambar 1.4. Evaporator Plate

4. Evaporator film aduk (agitated film)

Evaporator ini merupakan modifikasi daripada evaporator film jatuh

(falling film) yang mempunyai tabung tunggal bermantel, dimana di dalam tabung

itu terdapat sebuah pengaduk. Umpan masuk dari puncak bagian bermantel dan

disebarkan menjadi film tipis yang sangat turbulen dengan bantuan daun-daun

vertikal agitator (pengaduk) itu. Konsentrat keluar dari bawah bagian bermantel,

uap naik dan zone penguapan masuk ke dalam bagian tak bermantel yang

diameternya agak lebih besar dari tabung evaporasi. Di dalam separator, zat cair

yang terbawa-ikut lalu dilemparkan ke arah luar oleh daun-daun agitator.

Keunggulan utama dari evaporator flim-aduk ialah kemampuannya menghasilkan

laju perpindahan kalor yang tinggi pada zat cair viskos. Produk evaporasi bisa

mencapai viskositas sampai setinggi 1.000 P pada suhu evaporasi. Koefisien

menyeluruh turun dengan cepat bila viskositas naik, tetapi dalam rancangan ini,

penurunan itu cukup lambat.

Page 11: Evaporasi 7KP

9

Gambar 1.5. Evaporator film-aduk

(Sumber: http://google.com/evaporator_agitated_film)

Evaporator film-aduk sangat efektif dengan produk viskos yang peka-

panas, seperti gelatin, lateks karet, antibiotika, dan sari buah. Kelemahannya ialah

biayanya yang tinggi, adanya bagian-bagian dalam yang bergerak, yang mungkin

memerlukan perawatan dan pemeliharaan dan kapasitas setiap unitnya kecil, jauh

di bawah kapasitas evaporator bertabung banyak.

1.2.5. Metode Pengoperasian Evaporator

1. Single effect evaporator

Pada single-effect evaporator, umpan masuk pada Tf dan steam jenuh

pada suhu TS masuk ke bagian heat exchanger. Steam yang terkondensasi keluar

sebagai kondensat (tetesan). Karena larutan dalam evaporator dianggap tercampur

sempurna, maka produk konsentrat dan larutan dalam evaporator memiliki

komposisi yang sama dan temperatur T1 yang merupakan titik didih larutan. Suhu

uap juga sama dengan T1 karena berada pada kesetimbangan dengan larutan yang

mendidih. Tekanan adalah P1 yang merupakan tekanan uap larutan pada T1.

Jika larutan yang dievaporasikan dianggap encer seperti air, maka 1 kg

steam akan mengevaporasikan sekitar 1 kg uap. Ini akan terjadi jika umpan yang

masuk memiliki temperatur Tf mendekati titik didih. Konsep dari koefisien

Page 12: Evaporasi 7KP

10

transfer panas keseluruhan digunakan dalam perhitungan laju transfer panas pada

evaporator. Persamaan umumnya dapat ditulis sebagai berikut:

q = U A T = U A (Ts – T1) ... (2)

dimana q adalah laju adalah laju transfer panas dalam W (btu/hr), U adalah

koefisien transfer panas keseluruhan dalam W/m2.K (btu/hr.ft

2.K), A adalah luas

transfer panas dalam m2 (ft

2), Ts adalah suhu steam dalam K, dan T1 adalah titik

didih cairan dalam K.

Evaporator efek tunggal biasa digunakan pada saat dibutuhkan kapasitas

operasi yang relatif kecil dan harga steam yang relatif murah jika dibandingkan

dengan biaya evaporator. Pada kapasitas operasi yang lebih besar, penggunaan

lebih dari satu efek akan mengurang biaya steam.

2. Multiple-effect evaporator

Lihat gambar 2.8 Gambar itu menunjukkan tiga buah evaporator sirkulasi

alamiah tabung panjang yang saling dihubungkan untuk mendapatkan sistem efek

tiga. Uap dari satu efek berfungsi sebagai medium pemanas bagi efek berikutnya.

Efek pertama berfungsi sebagai tempat pengumpanan uap mentah di mana

tekanan ruang uap cairannya maksimum. Sedangkan tekanan ruang uap cairan

minimum terdapat pada efek terakhir. Tekanan di setiap efek lebih rendah dari

tekanan efek tempat menerima uap dan lebih tinggi dari tekanan efek tempat

memberikan uap. Setiap efek beroperasi sebagai evaporator efek tunggal dan

masing-masing mempunyai beda suhu melintas permukaan pemanasan yang

berkaitan dengan penurunan tekanan di dalam efek itu.

Pada gambar 2.8 terlihat umpan encer masuk pada efek pertama dan

dipekatkan sedikit. Cairan lalu mengalir ke efek kedua untuk dipekatkan lagi, dan

mengalir lagi ke efek ketiga untuk pemekatan akhir. Kemudian cairan pekat ini

dipompa keluar dari efek ketiga. Pada keadaan stedi, laju aliran dan laju

penguapan diatur sehingga tidak ada penumpukan atau pengurangan pelarut

maupun zat terlarut.

Page 13: Evaporasi 7KP

11

Gambar 1.6. Evaporator efek tiga : (I, II, III, efek petama, kedua, ketiga; F1, F2,

F3, katup kendali umpan atau cairan; S1, katup uap; ps, p1, p2, p3, tekanan; Ts, T1,

T2, T3, suhu.

Konsentrasi cairan pekat hanya dapat diubah dengan mengubah laju

aliran umpan. Jika cairan pekat terlalu encer, maka laju umpan efek pertama

dikurangi. Jika cairan pekat terlalu tinggi konsentrasinya, maka laju umpan

ditambah. Konsentrasi cairan pekat yang keluar akan mencapai keadaan stedi

pada tingkat yang diinginkan. Permukaan pemanasan pada efek pertama akan

mengalirkan kalor yang jumlahnya berdasarkan persamaan:

q1 = A1 U1 T1 ...(3)

Jika dianggap bahwa semua kalor muncul sebagai kalor laten di dalam uap

yang keluar dari efek pertama, maka pada keadaan stedi seluruh kalor yang

digunakan untuk membuat uap pada efek pertama harus diserahkan lagi ketika

uap ini dikondensasi pada efek kedua. Kalor yang ditransmisi pada efek kedua,

diberikan pada persamaan:

q2 = A2 U2 T2 ...(4)

Terlihat bahwa q1 dan q2 hampir sama, sehingga:

A1 U1 T1 = A2 U2 T2 ...(5)

Penalaran selanjutnya menjadi:

A1 U1 T1 = A2 U2 T2 = A3 U3 T3 ...(6)

Persamaan di atas merupakan persamaan pendekatan yang masih perlu

ditambahkan suku-suku lain yang nilainya relatif kecil. Luas permukaan

pemanasan di setiap efek dalam evaporator efek berganda adalah sama agar

Page 14: Evaporasi 7KP

12

mendapatkan ekonomi dalam konstruksi. Persamaan tersebut diperoleh karena q1

= q2 = q3 = q.

U1 T1 = U2 T2 = U3 T3 = q/A ...(7)

Jadi, penurunan suhu dalam masing-masing efek berganda adalah berbanding

terbalik dengan koefisien perpindahan kalornya.

Cara Pengumpanan

Ada 4 jenis metode pengumpanan yang umumnya digunakan :

- Metode umpan maju (forward feed)

Dengan cara memompakan zat cair encer ke dalam efek pertama dan dialirkan

terus ke efek-efek berikutnya hingga mencapai efek terakhir. Konsentrasi zat cair

meningkat dari efek pertama sampai efek terakhir. Diperlukan sebuah pompa

untuk mengumpankan zat cair ke efek pertama. Pada perpindahan antara efek

berlangsung tanpa pompa dan hanya diperlukan sebuah katup kendali di dalam

pipa penghubung antar efek (gambar 6a).

- Metode umpan mundur (backward feed)

Dengan cara memompakan zat cair ke efek yang terakhir, kemudian dialirkan

secara berurutan hingga ke efek pertama. Diperlukan sebuah pompa di antara

setiap pasangan efek yang bersebelahan di samping pompa cairan pekat, karena

aliran berlangsung dari tekanan rendah ke tekanan tinggi. Metode ini akan

menghasilkan kapasitas yang lebih besar bila cairan pekat itu viskos, tapi akan

menghasilkan ekonomi yang lebih rendah dari umpan maju jika cairan umpannya

dingin (gambar 6b).

Page 15: Evaporasi 7KP

13

Gambar 1.7. Pola aliran zat cair dalam evaporator efek berganda : (a) umpan

maju; (b) umpan mundur; (c) umpan campuran; (d) umpan paralel

- Metode umpan campuran (mixed feed)

Zat cair encer masuk ke efek antara, mengalir ke ujung deret, lalu dipompakan

kembali ke efek pertama untuk pemekatan akhir. Dengan metode ini, sebagian

dari pompa yang digunakan pada umpan mundur tidak digunakan lagi.

Pelaksanaan operasi akhir masih dapat dilakukan pada suhu tertinggi (gambar 6c).

- Metode umpan paralel (paralel feed)

Biasa digunakan dalam evaporator kristalisasi, dimana dihasilkan lumpur

kristal dan cairan induk. Umpan dimasukkan secara paralel langsung ke setiap

efek. Tidak terdapat perpindahan zat cair dari efek yang satu ke efek yang lain

(gambar 6d).

Kapasitas dan Ekonomi Evaporator Efek Berganda

Penurunan kapasitas merupakan akibat dari penggunaan evaporator efek

berganda. Kapasitas total evaporator efek berganda tidak lebih besar dari

evaporator efek tunggal yang luas permukaanya sama dengan salah satu efek itu

dan beroperasi pada kondisi akhir yang sama. Jika kenaikan titik didih diabaikan,

T menyeluruh efektif sama dengan jumlah T pada masing-masing efek.

Banyaknya air yang diuapkan per satuan luas permukaan pada evaporator efek

Page 16: Evaporasi 7KP

14

berganda dengan N efek adalah kira-kira (1/N) kali pada efek tunggal. Jika beban

pemanasan dan kalor pengenceran diabaikan, kapasitas evaporator berbanding

langsung dengan laju perpindahan kalor. Kalor yang berpindah di dalam tiga efek

:

q1 = A1 U1 T1 q2 = A2 U2 T2 q3 = A3 U3 T3 ...(8)

Kapasitas total sebanding dengan laju total perpindahan kalor qT :

qT = q1 + q2 + q3 = A1 U1 T1 + A2 U2 T2 + A3 U3 T3 ...(9)

Anggap luas permukaan setiap efek adalah A ft2, dan koefisien

menyeluruh U sama pada tiap efek, maka persamaan di atas menjadi :

qT = UA (T1 + T2 + T3) = U A T ...(10)

dimana T adalah penurunan suhu total antara uap pemanas dalam efek pertama

dengan uap cairan dalam efek terakhir.

Misal ada evaporator efek tunggal yang luas permukaannya A beroperasi

pada penurunan suhu total yang sama. Jika koefisien menyeluruhnya sama dengan

koefisien menyeluruh di setiap efek dalam evaporator efek tiga itu, maka laju

perpindahan kalor dalam efek tunggal itu :

qT = U A T ... (11)

Persamaan ini sama dengan persamaan pada evaporator berganda.

Kapasitas efek berganda tidak akan lebih besar daripada efek tunggal jika nilai

koefisien menyeluruhnya dan luas permukaan tiap-tiap efek sama dengan yang

dimiliki oleh efek tunggal, sebanyak apapun jumlah efeknya. Kenaikan titik didih

akan cenderung membuat kapasitas evaporator efek berganda lebih kecil dari efek

tunggal yang sebanding. Koefisien rata-rata untuk evaporator efek tiga akan lebih

dari koefisien pada efek tunggal.

Page 17: Evaporasi 7KP

15

BAB II

PERCOBAAN

2.1. Prosedur Percobaan

Gambar 2.1. Skema Peralatan Evaporator

Tahap #1 : Persiapan

a. Mengosongkan tangki kondensat (L2 dan L3) dan memastikan bahwa

sumber listrik, steam, dan air pendingin telah tersedia.

b. Membuka valve V1, V4, V6, V8, C1, C4

c. Menutup valve V2, V3, V5, V7, C5, C6, C7, C9

Tahap #2 : Start-Up

a. Menyalakan feed pump (S5) dan S2 serta membuka penuh C8

b. Menyalakan feed pre-heater (S3)

c. Menyesuaikan C8 untuk mendapatkan laju feed yang diinginkan pada F2,

ketika cairan telah terlihat di aliran F2

d. Membuka dan menyesuaikan C2 untuk mengatur aliran di F1, dimana F1

= 40xF2

e. Mengatur besaran tekanan sistem yang diinginkan pada P2 dengan C10

f. Menyalakan recirculation pump (S4) saat aliran terliaht pada level vessel

(10)

Page 18: Evaporasi 7KP

16

g. Mengatur termostat pada feed pre-heater (S3) sehingga temperatur T6

dan T7 sedekat mungkin

h. Menyalakan vacuum pump (S5) untuk kondisi vakum lalu menyesuaikan

C1 untuk mengatur tekanan sistem yang diinginkan pada P1.

Membiarkan C1 terbuka penuh untuk kondisi tekanan sistem pada

tekanan atmosfer

i. Sirkulasi Alami: Membuka V5 sehingga mendapatkan hasil yang

diinginkan pada F2

j. Sirkulasi Paksa: Membuka V7 dan menyesuaikan C4 dan C5 sehingga

menghasilkan laju resirkulasi yang diinginkan pada F3.

Tahap #3 : Pengesetan Variabel

2. Mengatur P1 = 0 mmHg; F2 = 10 lt/hr; F1 = 40 x F2; F3 = 5 lt/hr

3. Mencatat nilai :

o L1, L2 dan L3

o T3, T5, T7 dan T8

o P2

o Jumlah steam yang terkondensasi

4. Mengulangi prosedur di atas untuk sirkulasi alamiah dan sirkulasi paksa

untuk P1 = 0, 100 dan 200 mmHg. Mengambil data setiap 2 menit.

2.2 Data Pengamatan

Page 19: Evaporasi 7KP

17

2.2 Sirkulasi Alami

P1 (mmHg)

Waktu (menit)

Feed Circulation Evaporator Condenser Condensate Concentrate Volume Condensate

L1

(liter)

F2 T5 T8 P2

(lb/in2)

T7 T3 L2 (ml) L3 (ml)

0 0 20 10 64 55 10 102 102 0 0 0

2 21 10 63 68 9 101 101 69 134 280

4 21 10 70 75 8 101 101 100 157 290

6 21 10 70 78 8,5 101 101 115 170 290

8 21 10 67 77 8 102 102 125 185 300

10 21 10 64 78 8,5 102 102 138 195 290

100 0 21 10 68 82 7 98 99 200 0 205

2 22 10 70 80 6,5 97 98 210 215 270

4 22 10 68 80 6 98 98 225 228 340

6 22 10 64 81 6 96 96 239 243 350

8 22 10 71 81 6 96 97 260 264 380

10 22,5 10 70 80 5,5 96 97 270 281 400

200 0 22,5 10 68 79 3,5 90 91 275 290 0

2 22,5 10 62 77 4 87 87 295 310 240

4 22,5 10 70 75 3,5 94 95 300 315 270

6 22,5 10 69 74 3 85 86 315 325 260

8 22,5 10 67 73 2,5 86 86 335 340 300

10 22,5 10 64 74 2 91 92 343 355 310

Page 20: Evaporasi 7KP

18

2.2.2. Sirkulasi Paksa

P1

(mmHg)

Waktu

(menit)

Feed Circulation Evaporator Condenser Condensate Concentrate Volume

Condensate L1 (liter)

F2 T5 T8 P2 (lb/in2)

T7 T3 L2 (ml) L3 (ml)

0 0 23 10 67 73 9 103 103 0 0 0 2 23 10 68 63 8 101 101 70 50 350 4 23 10 67 63 8 101 101 90 70 300 6 23 10 65 63 8 101 101 102 85 310 8 23 10 65 63 8 101 100 115 95 300

10 23,5 10 66 63 7,5 101 100 125 100 290

100

0 23,5 10 69 64 7 96 95 135 120 0 2 23,5 10 72 61 7 93 93 145 135 330

4 23,5 10 72 61 7 93 93 152 150 310

6 23,5 10 71 61 7 93 93 165 156 300

8 23,5 10 71 61 7 93 92 174 164 290

10 23,5 10 72 60 6 93 92 186 176 310

200

0 23,5 10 71 58 4 91 91 190 187 0

2 23,5 10 70 55 3,5 93 93 205 198 310

4 23,5 10 70 55 3,5 89 91 216 204 320

6 23,5 10 70 55 3,5 89 91 227 218 310

8 23,5 10 69 54 3 89 91 235 225 330

10 23,5 10 71 54 3 89 91 242 234 290

Page 21: Evaporasi 7KP

19

BAB III

PENGOLAHAN DATA

3.1 Variasi Tekanan Sistem terhadap Laju Evaporasi Air

Berikut ini adalah langkah-langkah perhitungan yang akan dilakukan:

1. Menghitung tekanan system rata-rata (P2) dan mencari suhu steam (Ts) pada

tekanan tersebut dengan menggunakan steam table.

2. Menghitung titik didih (T7) rata-rata.

3. Menghitung perbedaan tekanan suhu dnegan menggunakan persamaan:

4. Membuat grafik yang menghubungkan level tangki kondensat (L2) di sumbu-

y terhadap waktu (t) di sumbu-x. Kemudian menentukan slope dari

grafik yang terbentuk.

5. Menghitung laju penguapan rata-rata (E) untuk setiap nilai tekanan dengan

menggunakan persamaan:

Dimana adalah faktor kalibrasi untuk tangki kondensat, yaitu sebesar 17.6

kg/m.

6. Membuat grafik yang menghubungkan laju penguapan rata-rata (E) di

sumbu-y terhadap tekanan sistem di sumbu-x.

7. Melakukan langkah penghitungan di atas untuk variasi tekanan 0 mmHg, 100

mmHg dan 200 mmHg, dpada percobaan sirkulasi alamiah dan sirkulasi

paksa.

Page 22: Evaporasi 7KP

20

Berikut adalah steam table yang dapat digunakan dalam pencarian suhu steam

masing-masing

Hasil Perhitungan Konveksi Alami

0 mmhg

P1 (mmHg)

P2 (lb/in2) T7 L2 (m) Waktu (menit)

L2 (mm)

0 10 102 0 0 0

9 101 0.069 2 69

8 101 0.1 4 100

8.5 101 0.115 6 115

Ts 8 102 0.125 8 125

85.82475 8.5 102 0.138 10 138

Average 8.66666667 101.5 Slope 0.0073

P2 average (bar)

0.5975 C2 17.6

delta Ts 15.67525 E 7.7088

Tabel 3.1. Steam Table

(Sumber: Holman, 2011. Perpindahan Kalor Jilid 3. Jakarta: Erlangga)

Page 23: Evaporasi 7KP

21

P (bar) Ts ( C )

0.5 81.33

0.5975 85.82475

0.6 85.94

100 mmhg

P1 (mmHg)

P2 (lb/in2) T7 L2 (m) Waktu (menit)

L2 (mm)

100 7 98 0.2 0 200

6.5 97 0.21 2 210

6 98 0.225 4 225

Ts 6 96 0.239 6 239

6 96 0.26 8 260

77.24592 5.5 96 0.27 10 270

Average 6.16666667 96.8333333 Slope 0.0125

P2 average (bar)

0.4252 C2 17.6

delta Ts 19.58741333 E 13.2

P (bar) Ts ( C )

0.4 75.87

0.4252 77.24592

0.5 81.33

200 mmhg

P1 (mmHg)

P2 (lb/in2) T7 L2 (m) Waktu (menit)

L2 (mm)

200 3.5 90 0.275 0 275

4 87 0.295 2 295

3.5 94 0.3 4 300

Ts 3 85 0.315 6 315

2.5 86 0.335 8 335

61.19904 2 91 0.343 10 343

Average 3.08333333 88.8333333 Slope 0.0068

Page 24: Evaporasi 7KP

22

P2 average (bar)

0.2126 C2 17.6

delta Ts 27.63429333 E 7.1808

P (bar) Ts ( C )

0.2 60.06

0.2126 61.19904

0.3 69.1

Grafik 3.1. L2 terhadap Waktu pada Konveksii Alami

(Sumber: data praktikan)

Hasil Perhitungan Konveksi Paksa

0 mmhg

P1 (mmHg)

P2 (lb/in2) T7 L2 (m) Waktu (menit)

L2 (mm)

0 9 103 0 0 0

8 101 0.07 2 70

8 101 0.09 4 90

8 101 0.102 6 102

Ts 8 101 0.115 6 115

y = 0,0073x + 0,1973

y = 0,0068x + 0,2766

y = 0,0125x + 0,0288

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0,35

0,4

0 2 4 6 8 10 12

L2

Waktu (menit)

L2 vs Waktu

100 mmHg

200 mmHg

0 mmHg

Linear (100 mmHg)

Linear (200 mmHg)

Page 25: Evaporasi 7KP

23

83.97153 7.5 101 0.125 10 125

Average 8.08333333

101.333333

Slope 0.0051

P2 average

(bar)

0.5573 C2 17.6

delta Ts 17.36180333 E 5.3856

P (bar) Ts ( C )

0.5 81.33

0.5573 83.97153

0.6 85.94

100 mmhg

P1 (mmHg)

P2 (lb/in2) T7 L2 (m) Waktu (menit)

L2 (mm)

100 7 96 0.135 0 135

7 93 0.145 2 145

7 93 0.152 4 152

7 93 0.165 6 165

Ts 7 93 0.174 8 174

79.75206 6 93 0.186 10 186

Average 6.83333333

93.5 Slope 0.0116

P2 average (bar)

0.4711 C2 17.6

delta Ts 13.74794 E 12.2496

P (bar) Ts ( C )

0.4 75.87

0.4711 79.75206

0.5 81.33

Page 26: Evaporasi 7KP

24

200 mmhg

P1 (mmHg)

P2 (lb/in2) T7 L2 (m) Waktu (menit)

L2 (mm)

200 4 91 0.19 0 190

3.5 93 0.205 2 205

3.5 89 0.216 4 216

3.5 89 0.227 6 227

Ts 3 89 0.235 8 235

63.27824 3 89 0.242 10 242

Average 3.41666667

90 Slope 0.0052

P2 average (bar)

0.2356 C2 17.6

delta Ts 26.72176 E 5.4912

P (bar) Ts ( C )

0.2 60.06

0.2356 63.27824

0.3 69.1

Page 27: Evaporasi 7KP

25

Grafik 3.2 L2 terhadap Waktu pada Konveksi Paksa

(Sumber: data praktikan)

3.2 Variasi Laju Sirkulasi dan Evaporasi dengan Perbedaan Suhu

Langkah-langkah Perhitungan:

1. Menghitung tekanan steam rata-rata dan mencari suhu steam pada

tekanan tersebut dengan menggunakan steam table.

2. Menghitung titik didih rata-rata.

3. Menghitung perbedaan tekanan suhu dengan menggunakan persamaan:

4. Menghitung feed rata-rata dan laju sirkulasi ( dan ).

5. Menghitung rasio sirkulasi R dengan menggunakan persamaan:

6. Membuat grafik yang menghubungkan level kondensat ( ) di sumbu-y

dengan waktu (t) di sumbu-x. Kemudian menentukan slope ( ) dari grafik

yang terbentuk.

7. Menghitung laju penguapan rata-rata (E) dengan menggunakan persamaan:

y = 0,0051x + 0,1341

y = 0,0052x + 0,1934

y = 0,0116x + 0,0297

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0 2 4 6 8 10 12

L2

Waktu (menit)

L2 vs Waktu

100 mmHg

200 mmHg

0 mmHg

Page 28: Evaporasi 7KP

26

Dimana adalah faktor kalibrasi untuk tangki kondensat, yaitu sebesar 17.6 kg/m.

8. Membuat grafik yang menghubungkan log laju penguapan rata-rata (log E) di

sumbu-y terhadap log suhu (log T) di sumbu-x.

9. Melakukan langkah penghitungan di atas untuk variasi tekanan 0 mmHg, 100

mmHg, dan 200 mmHg pada percobaan sirkulasi alamiah dan sirkulasi paksa.

Hasil Perhitungan:

Tahap pengolahan data kedua memiliki kesamaan dengan pengolahan data

yang pertama, sehingga untuk tahapan 1-3, 6 dan 7 dapat dilihat dipengolahan

data sebelumnya. Sedangkan untuk perhitungan feed rata-rata dan laju sirkulasi

telah ditetapkan bahwa nilai keduanya berlangsung secara konstan, yaitu :

maka,

Selanjutnya, dalam pembuatan grafik hubungan log laju penguapan rata-rata

(log E) dengan log suhu (log T), dapat menggunakan data yang berasal dari

pengolahan data sebelumnya dan diolah kembali. Berikut adalah table pengolahan

datanya.

Konveksi Alami

T7 avg Ts Ts-T7,avg E log T log E

96.83 77.24592 19.5874133 13.2 1.29197709 1.12057393

88.83 61.19904 27.6342933 7.1808 1.44144836 0.85617283

101.50 85.82475 15.67525 7.7088 1.19521448 0.88698678

Konveksi Paksa

T7 avg Ts Ts-T7,avg E log T log E

93.50 79.75206 13.74794 12.2496 1.13823763 1.08812191

90.00 63.27824 26.72176 5.4912 1.42686506 0.73966726

101.33 83.97153 17.36180 5.3856 1.23959483 0.73123409

Page 29: Evaporasi 7KP

27

Sehingga grafik hubungan keduanya sebagai berikut:

Grafik 3.3. Hubungan log E dengan log T

3.3 Perhitungan Keekonomian untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa

Berikut merupakan langkah dan hasil perhitungannya:

1. Menghitung tekanan rata-rata steam dan tekanan rata-rata sistem ( dan ),

titik didih rata- rata ( ), serta laju alir rata-rata masukandan laju alir

sirkulasi sirkulasi ( dan ).

Jenis P1

(mmHg)

P2

(mmHg) T7 (⁰C)

F2

(L/jam)

F3

(L/Jam)

Alami

0 448.07 101.5 10 5

100 422.22 96.8 10 5

200 400.68 88.8 10 5

Paksa

0 417.9 101.3 10 5

100 400.68 93.5 10 5

200 392.1 90 10 5

2. Menghitung rasio sirkulasi rata-rata (R) dengan menggunakan persamaan:

3. Menghitung jumlah air yang terevaporasi dengan mengamati perubahan level

pada tangki kondensat ( ) dengan menggunakan persamaan:

Dimana adalah konstanta kalibrasi untuk tangki kondensat, yaitu sebesar

17,6 kg/m.

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

0 0,5 1 1,5

SirkulasiAlami

SirkulasiPaksa

Page 30: Evaporasi 7KP

28

Jenis P1 (mmHg) ΔL2 (cm) WE (kg/m)

Alami

0 69 12.144

100 70 12.32

200 68 11.968

Paksa

0 55 9.68

100 51 8.976

200 52 9.152

4. Menghitung jumlah total kondensat yang terkumpul (Q)

P1

Alami Paksa

Volum

Condensate

(ml)

Qc Volum

Condensate Qc

0

0 0 0 0

280 0.28 350 0.35

290 0.29 300 0.3

290 0.29 310 0.31

300 0.3 300 0.3

290 0.29 290 0.29

100

205 0.205 0 0

270 0.27 330 0.33

340 0.34 310 0.31

350 0.35 300 0.3

380 0.38 290 0.29

400 0.4 310 0.31

200

0 0 0 0

240 0.24 310 0.31

270 0.27 320 0.32

260 0.26 310 0.31

300 0.3 330 0.33

310 0.31 290 0.29

5. Menghitung keekonomisan ( ) dengan menggunakan persamaan:

Page 31: Evaporasi 7KP

29

Jenis P1

(mmHg) Qc

WE (kg/m) Ec (kg/m.L)

Alami

0 0.24167 12.144 50.2510345

100 0.32417 12.32 38.0051414

200 0.23 11.968 52.0347826

Paksa

0 0.25833 9.68 37.4709677

100 0.25667 8.976 34.9714286

200 0.26 9.152 35.2

6. Memplot grafik yang menghubungkan nilai keekonomisan ( ) sebagai

sumbu-y terhadap tekanan sistem ( ) sebagai sumbu-x.

3.4 Neraca Energi untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa

Langkah Perhitungan :

0

10

20

30

40

50

60

0 50 100 150 200 250

Ec (

kg/m

.L)

P1 (mmHg)

Hubungan antara P1 dengan Ec

KonveksiAlami

KonveksiPaksa

Jenis Sirkulasi

P1 Rata-rata Entalpi (kJ/kg) keadaan saturated

T3 T5 T8 P2 hf T5

(liquid)

hs P2

(steam)

he T3

(steam)

hc T8

(liquid)

hs P2

(liquid)

Alami 0 101,4 66,8 70,6 10 279,57 2284,38 2253,30 295,284 374,92

100 98,2 68,2 76 10 285,44 2289,78 2261,88 318,00 366,10

Page 32: Evaporasi 7KP

30

1. Mencari data-data entalpi masukan dengan menggunakan steam table, yaitu:

pada , pada , pada , dan pada .

2. Menghitung perubahan level pada tangki masukan, kondensat, dan konsentrat

( , , ). Menghitung jumlah total kondensat yang terkumpul dengan

menggunakan persamaan:

Dimana dL2 adalah selisih antara ketinggian awal tangki dan

ketinggian akhir tangki di kondensat.

Jenis Sirkulasi

P1 Rata-rata

dL1 dL2 dL3 P2

Alami

0 4 125 185 10

100 1,5 60 134 10

200 1,5 60 58 10

Paksa

0 4 115 58 10

100 1,5 39 58 10

200 2,2 45 264 10

3. Menghitung massa air umpan, air yang terevaporasi, dan konsentrat

( , , ) dengan menggunakan persamaan:

Jenis Sirkulasi

P1 Rata-rata Wf

(kg/m) We

(kg/m) Wc (kg/m)

dL1 dL2 dL3

Alami

0 4 125 185 4,4 2,2 3,256

100 1,5 60 134 1,65 1,056 2,3584

200 1,5 60 58 1,65 1,056 1,0208

Paksa 0 4 115 58 4,4 2,024 1,0208

200 89 69 78,4 10 288,79 2295,40 2285,76 328,107 356,89

Paksa

0 101,2 67,8 79,4 10 283,77 2301,10 2253,83 332,315 347,54

100 93,2 71 80 10 297,17 2307,41 2274,88 334,88 337,14

200 91,4 70 80,8 10 292,98 2315,02 2279,616 338,243 324,50

Page 33: Evaporasi 7KP

31

100 1,5 39 58 1,65 0,6864 1,0208

200 2,2 45 264 2,42 0,792 4,6464

4. Dimana , , adalah konstanta kalibrasi masing-masing tangki, yaitu

sebesar 110 kg/m, 17.6 kg/m, dan 17.6 kg/m.

5. Menghitung neraca massa dengan menggunakan persamaan berikut:

6. Menghitung neraca energi dengan menggunakan persamaan berikut:

dimana:

massa air masukan ke evaporator (kg)

massa air terevaporasi (kg)

massa air konsentrat (kg)

massa steam terkondensasi (kg)

entalpi umpan pada (kJ/kg

entalpi uap air keluar dari evaporator (kJ/kg)

entalpi konsentrat pada (kJ/kg)

entalpi steam masuk jaket evaporator pada P2 (kJ/kg)

entalpi kondensat keluar dari jaket evaporator (kJ/kg)

7. Menghitung kesalahan relative dari neraca massa dengan menggunakan

persamaan berikut:

| |

8. Menghitung kesalahan relative dari neraca energy dengan menggunakan

persamaan berikut :

| |

Page 34: Evaporasi 7KP

32

hf T5

(liquid)

Hs P2

(steam)

he T3

(steam)

hc T8

(liquid)

hs P2

(liquid)

Neraca

Massa

Neraca

Energi

0 279,57 2284,38 2253,304 295,28 374,92 4,4 2,2 3,256 0,308 24 21,053

100 285,44 2289,78 2261,88 318 366,1 1,65 1,056 2,3584 0,296 10,933 18,64

200 288,79 2295,4 2285,76 328,1 356,89 1,65 1,056 1,0208 0,294 25,86 14,84

0 283,77 2301,103 2253,83 332,31 347,54 4,4 2,024 1,0208 0,294 30,8 15,8

100 297,17 2307,416 2274,88 334,88 337,14 1,65 0,6864 1,0208 0,295 3,4666 71,02

200 292,98 2315,02 2279,616 338,24 324,5 2,42 0,792 4,6464 0,304 12,72 14,01

Qc

KR (%)

P1

Entalpi (kJ/kg) keadaan saturated

Wf We Wc

Page 35: Evaporasi 7KP

33

BAB IV

ANALISIS

4.1. Analisis Percobaan

Tujuan percobaan evaporator ini yaitu salah satunya mempelajari prinsip

evaporasi keseluruhan serta faktor-faktor yang mempengaruhi proses evaporasi

tersebut.

Dalam percobaan ini, kami menggunakan fluida berupa air sebagai pelarut

yang akan diuapkan dan steam sebagai fluida panas untuk menguapkan pelarut.

Pemilihan air dikarenakan sifat air yang tidak korosif, tidak beracun dan tidak

berbahaya serta ketersediaan yang melimpah dan mudah didapatkan.

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah evaporator jenis climbing

film. Evaporator jenis ini beroperasi pada keadaan vakum menggunakan vacuum

pump. Vacuum pump ini berfungsi untuk menarik udara dari sistem sehingga

tercipta kondisi bertekanan rendah. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, salah

satu faktor yang mempengaruhi laju evaporasi adalah tekanan sistem. Umumnya,

semakin rendah tekanan sistem, maka akan laju evaporasi akan meningkat. Hal ini

dikarenakan uap air akan lebih mudah terbentuk pada tekanan yang rendah atau

titik didih air akan menurun seiring dengan penurunan tekanan sistem. Oleh

karena itu, dalam percobaan evaporator ini, kami melakukan variasi tekanan

sistem dengan menggunakan vacuum pump dengan variasi 0 mmHg, 100 mmHg

dan 200 mmHg. Seperti yang ada pada tujuan percobaan yang kedua dari

percobaan ini yaitu mengetahui pengaruh perubahan tekanan sistem terhadap laju

evaporasi dalam sistem.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sumber kalor yang digunakan

untuk menguapkan larutan adalah steam. Steam yang digunakan berada dalam

kondisi jenuh sehingga perpindahan kalor dari steam ke air akan

mengkondensasikan steam menjadi kondensat (fasa cair). Dalam percobaan ini,

kami mengukur jumlah kondensat yang terbentuk selama percobaan berlangsung.

Kemudian, larutan yang menerima kalor dari steam akan mengalami proses

evaporasi sehingga terjadi pemisahan antara zat terlarut dengan pelarutnya, dalam

hal ini air, menjadi larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat. Hal ini

Page 36: Evaporasi 7KP

34

dikarenakan zat terlarut yang memiliki titik didih yang jauh lebih besar

dibandingkan dengan pelarutnnya (air).

Selain dipengaruhi oleh tekanan operasi, laju evaporasi juga dipengaruhi

salah satunya oleh jenis aliran sirkulasi alami dan sirkulasi paksa. Pada percobaan

evaporasi, dilakukan pengambilan data percobaan dilakukan dalam dua kondisi

aliran, yaitu aliran alami dan aliran paksa. Pada percobaan aliran alami, valve C5

dibuka dan disesuaikan bukaannya untuk mendapatkan maksimum steady

recirculation rate, yang dapat dibaca pada F3. Sedangkan untuk aliran paksa,

prosedurnya sama dengan aliran alami namun valve V7 dibuka lalu valve C4 dan

C5 disesuaikan bukaannya untuk dapat menghasilkan laju alir aliran yang

diinginkan pada flowmeter.

Data-data yang diambil adalah P1, P2, F2, F3, L1, L2, L3, T3, T5, T7, T8, t

serta Qc. Pengambilan data didasarkan pada variasi nilai P1, yaitu 100 mmHg,

200 mmHg, dan 300 mmHg. Data-data diatas diambil setiap 2 menit sekali. Untuk

satu kali percobaan dengan satu variasi P1 pengambilan data dilakukan sebanyak

6 kali, yaitu pada saat t = 0 menit hingga t = 10 menit.

Pada percobaan 1 dan 2 dibutuhkan data P1, P2, T7, t, L2 untuk mengetahui

hubungan tekanan terhadap laju evaporasi. Oleh karena itu dibutuhkan data

tekanan sistem (P1) dan tekanan steam (P2) yang keluar dari evaporator. Variabel

yang divariasikan adalah tekanan sistem (P1), sedangkan variabel terikat yang

diamati adalah P2, T7, dan L2 untuk tiap waktu (t). Untuk menghitung laju

evaporasi dibutuhkan data suhu air yang keluar dari evaporator dan jumlah steam

yang tekondensasi. Pada percobaan ketiga dibutuhkan data-data F2 dan F3 untuk

menghitung rasio aliran. Untuk menghitung banyaknya air yang terevaporasi

dibutuhkan data volume kondensat. Selanjutnya volume kondensat yang tercatat

akan dibagi dengan waktu (t) untuk mengetahui laju evaporasi yang terjadi.

Pada percobaan sirkulasi alami dan sirkulasi paksa, kita melihat bahwa

metode praktikum yang digunakan sama, hanya saja kita perlu membuka valve di

bagian bawah. Kita mengetahui bahwa sistem yang bekerja pada sirkulasi alami

bekerja dengan menambahkan sirkulasi yang terjadi akibat perbedaan densitas

karena pemanasan. Saat air mulai mendidih pada evaporator tabung, maka buih air

Page 37: Evaporasi 7KP

35

akan naik ke permukaan dan memulai sirkulasi yang mengakibatkan pemisahan

fasa cair dan uap air terjadi pada bagian atas tabung pemanas.

Sedangkan, pada sirkulasi paksa perbedaan temperatur uap dengan larutan

mempengaruhi jumlah kondensat namun seringkali terdapat keadaan dimana

proses pendidihan mengakibatkan sistem menjadi kering (berkurangnya uap air).

Untuk menghindari hal ini maka kita menggunakan sirkulasi secara paksa untuk

menaikkan tekanan, bukan dengan penggunaan pompa.

4.2 Analisis Hasil Percobaan

4.2.1. Variasi Laju Evaporasi dengan Tekanan Sistem

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tekanan sistem

terhadap laju evaporasi pada kondisi paksa dan juga alamiah. Variasi laju

evaporasi dapat ditinjau dari jumlah kondesat (L2) yang didapatkan pada selang

waktu tertentu (2-10 menit). Laju evaporasi dapat dianalisis berdasarkan seberapa

besar volume kondesat yang didapatkan. Variasi tekanan pada percobaan

dilakukan pada tekanan 0, 100, dan 200 mmHg. Pada pengolahan data ini

didapatkan bahwa L2 akan meningkat seiring dengan pertambahan waktu pada

setiap tekanan. Berikut ini merupakan hasil grafik L2 terhadap waktu pada variasi

tekanan.

Page 38: Evaporasi 7KP

36

Grafik 4.1 Grafik Hubungan antara L2 dengan Waktu dalam Sirkulasi

Alami

(Sumber: data praktikan)

y = 0,0073x + 0,1973

y = 0,0068x + 0,2766

y = 0,0125x + 0,0288

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0,35

0,4

0 2 4 6 8 10 12

L2

Waktu (menit)

L2 vs Waktu

100 mmHg

200 mmHg

0 mmHg

Linear (100 mmHg)

Linear (200 mmHg)

Page 39: Evaporasi 7KP

37

Grafik 4.2 Grafik Hubungan antara L2 dengan Waktu dalam Sirkulasi Paksa

(Sumber: data praktikan)

Selain itu, berikut ini adalah tabel yang membandingkan peningkatan tekanan

sistem terhadap laju evaporasi rata-rata.

Jenis Sirkulasi P1 (mmHg) E

Sirkulasi Alami

0 7.7088

100 13.2

200 7.1808

Sirkulasi Paksa

0 5.3856

100 12.2496

200 5.4912

Tabel diatas merupakan ringkasan pengolahan data mengenai pengaruh

tekanan sistem terhadap laju evaporasi. Secara teoritis seiring dengan

meningkatnya tekanan sistem maka laju evaporasi (E) akan semakin meningkat.

Hal ini dikarenakan semakin tinggi tekanan sistem maka konsentrasi air fasa

y = 0,0051x + 0,1341

y = 0,0052x + 0,1934

y = 0,0116x + 0,0297

0

0,05

0,1

0,15

0,2

0,25

0,3

0 2 4 6 8 10 12

L2

Waktu (menit)

L2 vs Waktu

100 mmHg

200 mmHg

0 mmHg

Page 40: Evaporasi 7KP

38

dalam gas semakin semakin besar, mendekati kondisi kesetimbangan uap-cair.

Akibatnya semakin sulit air akan terevaporasi. Tetapi pada hasil percobaan

terdapat keanehan yang diperlihatkan dengan naik turunnya laju evaporasi. Pada

kedua percobaan baik paksa maupun alami terdapat perubahan yang cukup

signifikan pada tekanan 100 mmHg.

Pada percobaan sirkulasi alami didapatkan bahwa dengan kenaikan

tekanan sistem maka laju evaporasi akan turun, namun pada saat tekanan

mencapai 100 mmHg dan 200 mmHg laju evaporasi kembali naik. Hal ini dapat

disebabkan karena ketidak konsistenan F1. F1 merupakan laju alir air, laju alir air

ini tentu akan memperngaruhi laju evaporasi pada tekanan 100 mmHg dan 200

mmHg dikhawatirkan nilai F1 semakin besar sehingga jumlah air akan semakin

banyak dan dengan jumlah steam yang sama maka steam akan sulit menguapkan

air.

Pada percobaan konveksi alamiah seharusnya juga didapatkan hasil yang

sama yaitu penurunan laju evaporasi seiring dengan kenaikan tekanan. Pada

tekanan 100 mmHg ke 200 mmHg terjadi penurunan. Namun pada tekanan 0

mmHg ke 100 mmHg terdapat kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini dapat

disebabkan karena belum stabilnya sistem pada saat kondisi 0 mmHg karena

perubahan tekanan dilakukan langsung.

Perlu diketahui juga bahwa P1 adalah tekanan sistem dan P2 adalah

tekanan dari steam. Dari data pula terlihat bahwa saat tekanan dari sistem (P1)

dinaikkan, maka P2 akan berkurang. Berkurangnya tekanan steam ini pula yang

menyebabkan adanya penurunan laju evaporasi. Hal ini disebabkan karena titik

didih steam turun seiring berkurangnya tekanan dari steam tersebut. Berkurangnya

tekanan dari steam juga menyebabkan penurunan dari suhu steam itu sendiri. Dari

data pula dapat dilihat bahwa penurunan suhu steam lebih besar daripada

penurunan titik didih air saat suhu diturunkan.

Berdasarkan hukum termodinamika, tekanan dan suhu saling berpengaruh.

Ketika tekanan dinaikkan, maka suhu akan naik atau sebaliknya. Dalam

percobaan ini, ketika tekanan steam turun, maka akan terjadi penurunan titik didih

dari steam yang digunakan. Berdasarkan rumus :

Page 41: Evaporasi 7KP

39

Jika nilai K1 dan UE konstan, laju evaporasi akan semakin kecil karena

nilai akan semakin kecil saat tekanan diturunkan. Penurunan tekanan akan

menurunkan kerja steam untuk mentransfer panas. Hal ini dapat diamati dari suhu

keluar steam (TS) akan lebih tinggi pada tekanan system (P1) yang rendah

dibanding TS pada P1 yang lebih tinggi. Suhu keluar steam yang tinggi

menunjukkan bahwa steam hanya mentransfer sedikit energi pada tube

evaporator.

Pengaruh sirkulasi terhadap laju evaporasi dapat dilihat pada grafik

dibawah ini

Grafik 4.3 Hubungan antara E terhadap P

Ketidak konsistenan penurunan laju evaporasi pada sirkulasi alami dan

paksa juga berdampak pada ketidak konsistenan pengaruh jenis sirkulasi.

Seharusnya sirkulasi pakasa akan menghasilkan laju evaporasi yang semakin

besar. Hal ini disebabkan perpindahan panas pada sirkulasi paksa lebih baik

daripada sirkulasi alami. Perpindahan panas pada sirkulasi paksa dibantu dengan

pompa yang mengalirkan air lebih baik dan lebih banyak sehingga gerakan

gelembung ke atas akan semakin cepat dan mempunyai luas permukaan kontak

yang lebih besar pula. Hal ini akan menggerakan cairan dengan cepat pula

sehingga waktu tinggal dalam daerah pemanasan cukup singkat dan perpindahan

panas akan lebih baik.

0

2

4

6

8

10

12

14

0 50 100 150 200 250

E

P

E vs P

Sirkulasi Alami

Sirkulasi Paksa

Page 42: Evaporasi 7KP

40

4.2.2. Variasi Laju Sirkulasi dan Evaporasi dengan Perbedaan Temperatur

Pada percobaan ini didapatkan grafik yang menghubungkan antara laju

evaporasi (E) dengan perbedaan suhu sistem dengan steam (ΔTE). Grafik tersebut

menunjukkan bahwa semakin besar perbedaan suhu maka semakin besar pula laju

evaporasi. Semakin besar perbedaan suhu maka semakin besar energi panas yang

ditransfer oleh steam. Tentunya ini akan berdampak pada peningkatan laju

evaporasi. Hal ini sesuai dengan teori yang dicerminkan oleh persamaan berikut:

EE TUKE

HQE

1

/

n

EE TU

1

2

n

ETKE

Grafik dibawah ini memperlihatkan pengaruh perbedaan suhu dengan laju

evaporasi pada sirkulasi ilmiah dan juga paksa.

Grafik 4.4 Hubungan antara E terhadap P

Secara garis besar dapat dilihat bahwa kenaikan laju evaporator terjadi

dengan naiknya perbedaan suhu steam dengan suhu keluaran evaporator. Suhu

keluaran air dari tube evaporator menunjukkan titik didihnya pada tekanan yang

diuji pada percobaan.

Namun secara teoritis, akan lebih besar laju evaporasi pada sirkulasi paksa

karena sirkulasi paksa memberikan asupan kalor tambahan pada sistem melalui

sirkulasi cairan jenuh (konsentrat) yang merupakan hasil pemisahan dari uap dari

kolom evaporasi. Sirkulasi ini memiliki suhu yang lebih tinggi daripada feed.

Dengan kalor yang dibawa oleh sirkulasi tersebut, evaporasi akan semakin cepat.

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

0 0,5 1 1,5

SirkulasiAlami

SirkulasiPaksa

Page 43: Evaporasi 7KP

41

4.2.3. Keekonomian untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa

Percobaan ini bertujuan untuk menentukan ekonomi evaporator sirkulasi

alami dan sirkulasi paksa. Faktor utama yang mempengaruhi ekonomi sistem

evaporator adalah banyaknya perlakuan yang diberikan.

Ekonomi evaporator dipengaruhi suhu umpan (dalam percobaan ini T5). Jika

suhu umpan lebih rendah dari titik didih di dalam efek pertama, maka entalpi

penguapan pemanas sebagian akan digunakan untuk beban pemanasan tersebut,

dan hanya sebagian yang tersisa untuk evaporasi. Dalam percobaan ini, suhu

umpan lebih rendah dari titik didih, sehingga sebagian entalpi steam akan

digunakan untuk beban pemanasan tersebut.

Dari pengolahan data yang telah dilakukan, pada sirkulasi alami terjadi

penurunan kemudian penambahan ekonomi evaporator seiring dengan

pertambahan sistem sedangkan untuk sirkulasi paksa terlihat ekonomi evaporator

semakin besar walaupun perubahannya tidak signifikan. Hal ini disebabkan

karena tekanan akan mempengaruhi suhu sistem, dan suhu sistem ini akan

berpengaruh terhadap keekonomian dari evaporator. Semakin tinggi tekanan maka

akan semakinnya tinggi suhu umpan yang menyebabkan entalpi penguapan

semakin lama semakin banyak yang benar-benar digunakan untuk evaporasi.

Kenaikan tekanan sistem akan memperbesar keekonomisan karena tekanan sistem

akan memperbesar laju evaporasi yang akan mempengaaruhi nilai keekonomisan,

WE.

Berdasarkan teori, pada sirkulasi paksa laju evaporator lebih tinggi

dibandingkan pada sirkulasi alami. Ini disebabkan karena pada sirkulasi paksa

pada evaporator terjadi perpindahan panas yang lebih baik dibandingkan pada

sirkulasi alamiah. Pada sirkulasi paksa air yang terevaporasi akan lebih banyak

jumlahnya dibandingkan dengan pada sirkulasi alamiah sedangkan jumlah steam

terkondensasi akan tetap. Hal ini akan menyebabkan nilai keekonomisan pada

sirkulasi paksa akan lebih tinggi dibandingkan nilai keekonomisan pada sirkulasi

alamiah.

Namun pada percobaan ini, nilai ekonomi sirkulasi paksa lebih kecil

dibandingkan sirkulasi alami. Perbedaan hasil dengan teori mungkin disebabkan

Page 44: Evaporasi 7KP

42

karena laju evaporator pada sirkulasi paksa lebih kecil dibandingkan pada

sirkulasi alami sehingga air yang terevaporasi lebih sedikit dibandingkan pada

sirkulasi alami. Perbedaan hasil ini akan dibahas pada analisis kesalahan

4.2.4. Neraca Energi untuk Sirkulasi Alami dan Sirkulasi Paksa

Perhitungan neraca energi di atas mengasumsikan evaporator bekerja

secara tunak dengan tidak adanya panas yang hilang ke lingkungan dan persamaan

yang digunakan untuk menghitung neraca energi pada evaporator ini:

sCCEEsFF hQhWhWHQhW .....

Secara teoritis neraca kesetimbangan energi harus didapat dengan asumsi

tidak ada heat loss. Akan tetapi pada prakteknya heat loss tidak dapat dihindari

dan hanya dapat diminimalisasi. Dari hasil pengolahan data didapat bahwa neraca

energi kiri dan kanan tidak sama dan berbeda cukup besar yang menunjukkan

bahwa energi yang dilepaskan oleh steam tidak sama dengan energi yang diterima

oleh air untuk proses evaporasi. Energi tersebut kemungkinan hilang ke

lingkungan..

Pada neraca energi di atas terdapat besaran massa yang dapat dihitung

dengan persamaan neraca massa sebagai berikut:

CEF WWW

Dari keseluruhan hasil perhitungan dapat dilihat bahwa neraca massa dan

neraca energi tidak berlaku. Hal ini disebabkan kondisi sistem yang tidak steady

lagi. Padahal persamaan yang digunakan adalah persamaan untuk kondisi sistem

yang steady. Secara teoritis sirkulasi paksa akan memberikan steam loss yang

lebih sedikit dengan penambahan laju alir sirkulasi. Akan tetapi dengan

banyaknya air yang disirkulasi akan memberikan heat loss yang lebih besar karena

air lebih lama berada dalam sistem. Namun, hasil yang didapat dalam percobaan

tidak sepenuhnya sesuai dengan neraca massa dan energi di atas, tetapi terjadi

penyimpangan yang ditunjukkan dengan kesalahan relatif yang relatif besar, baik

untuk sirkulasi alami maupun sirkulasi paksa.

Page 45: Evaporasi 7KP

43

4.3 Analisis Kesalahan

Penyimpangan hasil pengolahan data terhadap teori dapat terjadi akibat

hal-hal berikut:

1. Laju alir steam yang tidak stabil dan tidak terkendali akan menyebabkan tidak

stabilnya panas yang diberikan oleh steam, sehingga akan menyebabkan

kesalahan pada perhitungan laju evaporasi.

2. Kualitas steam yang tidak diketahui dan dianggap saturated steam, padahal

bisa saja steam berfasa superheated. Tentu hal ini akan mempengaruhi

perhitungan terutama pada neraca energi dan pengaruh suhu terhadap laju

evaporasi.

3. Keluaran kondensat steam yang kontak dengan larutan pada HE shell and tube

tidak stabil sehingga dapat mengakibatkan tidak stabilnya nilai laju alir

kondensat steam (Qc) yang tercatat oleh praktikan.

4. Pengaturan tekanan sistem yang tidak stabil dan membuat terkadang tekanan

sistem berubah yang ditunjukan oleh pressure gauge yang jarumnya beberapa

kali menyimpang secara tiba-tiba saat percobaan dilakukan.

5. Asumsi bahwa steam dari keluaran shell evaporator adalah saturated liquid

tidak dapat diterima karena bisa jadi cairan berada dalam keadaan subcooled

liquid (cairan yang berada pada kondisi di bawah titik jenuhnya) atau dalam

keadaan dua fasa. Steam yang memiliki keadaan yang tidak sesuai asumsi akan

membuat energi yang diberikan ke feed menjadi berbeda dengan hasil

perhitungan.

6. Adanya heat loss secara konveksi ke udara dan konduksi ke pipa. Panas yang

hilang ini juga akan sulit dihitung dalam pengolahan data dan dianggap tidak

ada panas yang terbuang ke lingkungan atau keluar sistem.

Page 46: Evaporasi 7KP

44

BAB V

KESIMPULAN

1. Secara teoritis seiring dengan meningkatnya tekanan sistem maka laju

evaporasi (E) akan semakin meningkat. Tetapi pada hasil percobaan terdapat

keanehan yang diperlihatkan dengan naik turunnya laju evaporasi. Pada

kedua percobaan baik paksa maupun alami terdapat perubahan yang cukup

signifikan pada tekanan 100 mmHg.

2. Pada Variasi Laju Sirkulasi dan Evaporasi dengan Perbedaan Temperatur

didapatkan hasil semakin besar perbedaan suhu maka semakin besar pula laju

evaporasi.

3. Keekonomian pada sirkulasi paksa lebih kecil dibandingkan dengan sirkulasi

paksa

4. Untuk perhitungan neraca energy terjadi penyimpangan yang ditunjukkan

dengan kesalahan relatif yang relatif besar, baik untuk sirkulasi alami maupun

sirkulasi paksa dikarenakan adanya heat loss

Page 47: Evaporasi 7KP

45

DAFTAR PUSTAKA

Modul Petunjuk Praktikum Proses Operasi & Teknik II. Departemen Gas dan

Petrokimia Fakultas Teknik: Depok. 1995

L. Mc Cabe, Warren, Julian C.Smith, Peter Harriott. 1987. Operasi Teknik Kimia.

Penerbit Erlangga : Jakarta

Holman, 2011. Perpindahan Kalor Jilid 3. Jakarta: Erlangga

Rahayu, S.S., 2009. Pelaksanaan Proses Evaporasi. Online: chem-is-try.org.