evaluasi pelaksanaan program rumah tinggal layak...
TRANSCRIPT
i
EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM
RUMAH TINGGAL LAYAK HUNI
( RTLH ) (Studi pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Kabupaten Tuban)
SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Ujian Skripsi pada Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya
AMIR HASAN ARROSYID
135030107111078
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2017
ii
MOTTO
“Keluruhan budi pekerti seseorang akan terlihat pada
ucapan dan tindakan orang itu sendiri ”
(Nabi Muhammad SAW)
“Istighfar untuk masa lalu.
Bersyukur untuk hari ini.
Berdo’a untuk esok”
(Amir Hasan Arrosyid)
v
vi
RINGKASAN
Amir Hasan Arrosyid. 2017. Evaluasi Pelaksanaan Program Rumah Tinggal
Layak Huni (Studi pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban). Ketua Komisi Pembimbing: Dr. Sarwono,
M.Si (179+xix).
Paradigma good governance yang menggabungkan konsep-konsep seperti
reformasi yang lebih luas dan menjadikan pemerintahan lebih terbuka, responsive,
akuntabel dan demokratis. Salah satu penerapan good governance di Kabupaten
Tuban Jawa Timur adalah pelaksanaan program Rumah Tinggal Layak Huni yang
ada pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman merupakan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menangani program tersebut. Adapun
bidang yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan program Rumah Tinggal
Layak Huni adalah pada Bidang Perumahan dan Permukiman pada Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban yang memiliki
fungsi pengembangan dan pembangunan perumahan, pengembangan dan
penataan infrastruktur permukiman serta pengelolaan data dan pengendalian
pembangunan perumahan permukiman.
Pemerintah Kabupaten Tuban melalui Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban, dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
RI Nomor 42 Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
Provinsi dan Kabupaten atau Kota, dimana Kabupaten Tuban melaksanakan
kegiatan pemugaran rumah tidak layak huni dalam rangka peningkatan kualitas
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Tuban, program ini dilatarbelakangi untuk
memenuhi hak dasar memiliki rumah yang layak. Penelitian yang berjudul
Evaluasi Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak Huni (RTLH) (Studi pada
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban) ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana evaluasi pelaksanaan program rumah
tinggal layak huni yang dikelolah oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban dilihat dari enam kriteria evaluasi yaitu efektifitas,
efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas, ketepatan, kemudian melihat
bagaimana dinamika penanganan program yang ada pada Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban serta melihat tantangan ke
depan dalam pelaksanaan program rumah tinggal layak huni di Kabupaten Tuban.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan
dokumentasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
interaktif yang dikembangkan oleh Miles, Huberman & Saldana yaitu kondensasi
data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program rumah
tinggal layak huni oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Kabupaten Tuban sebagai pelaksana belum memenuhi keenam kriteria evaluasi
menurut Dunn (2003:610). Kriteria yang terpenuhi adalah kriteria pemerataan,
vii
kriteria responsivitas dan kriteria ketepatan. Sedangkan kriteria efektivitas,
efisiensi dan kecukupan pada pelaksanaan program rumah tinggal layak huni
belum terpenuhi. Dalam pelaksanaan program rumah tinggal layak huni terdapat
dinamika penanganan dimulai dari pengajuan proposal, Dinas Perumahan Rakyat
dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban memberikan tembusan ke
BAPPEDA dan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Tuban, Bupati atau Sekretaris Daerah mendapatkan rekomendasi dari
BAPPEDA dan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
Kabupaten Tuban, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Kabupaten Tuban melakukan pengecekan persyaratan, survei lokasi, penetapan
usulan lokasi, pengajuan anggaran, perencanaan pembangunan, lelang pengadaan,
pelaksanaan pembangunan, pengawasan, pemeliharaan, serah terima. Tantangan
kedepan pada pelaksanaannya program rumah tinggal layak huni adalah sarana
dan prasarana, Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang, sumber dana program
rumah tinggal layak huni, evaluasi program rumah tinggal layak huni dan data
base dalam penunjang pelaksanaan program rumah tinggal layak huni.
Kata Kunci: Good Governance, Evaluasi Program, Rumah Tinggal Layak Huni
viii
SUMMARY
Amir Hasan Arroyisd, 2017, The Evaluation of the Rumah Tinggal Layak Huni
(RTLH) Programme (study at Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman of Tuban). Advisor Commission Chairman: Dr. Sarwono, M.Si
(179+xix).
The paradigm of good governance that incorporates with concepts like broader
reform will make the government more open, responsive, accountable and
democratic. One of good governance implementation in Tuban Regency, East
Java is implementation of Rumah tinggal layak huni program by Dinas
perumahan rakyat dan kawasan pemukiman satuan kerja perangkat daerah
(SKPD). The division that responsible for this program implementation is
Perumahan dan pemukiman division which is part of Dinas perumahan rakyat dan
kawasan pemukiman in Tuban District. This division has duties that are housing
development, developing and structuring housing infrastructure and also
maintaining the data and controlling the housing development.
The government of Tuban District through Dinas perumahan rakyat dan
kawasan pemukiman in Tuban District, in Minister of Home Affairs regulation of
Republic of Indonesia No 42, 2010 about handling poverty coordination team of
province and District or city, where Tuban District implement the house
renovation activities for unlivable house in order to increase the welfare quality
of Tuban District society. This program has background to fulfill the basic right
for people in having the livable house. The research having title Evaluasi
Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak Huni (RTLH) (Studi pada Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban) has aim to
understand how the evaluation from Rumah tinggal layak huni program that is
managed by Dinas perumahan rakyat dan kawasan pemukiman in Tuban District.
The evaluation criteria can be seen by using six measurements, first is
effectiveness and then efficiency, sufficiency, distribution, responsiveness, and
accuracy and then view how the dynamics of handling program which is exists in
dinas perumahan rakyat dan kawasan pemukinan in Tuban District. The
evaluation also could be seen in challenges facing in implement the program. This
research is using descriptive method with qualitative approach. The data collected
using observation, interview and documentation. Analysis data of this research is
interactive model developed by Miles, Huberman & Saldana and the steps are
condensation of the data, the presentation of the data and the conclusion.
The result of this research shows that implementation of Rumah tinggal
layak huni program not fulfill the evaluation criteria yet according to Dunn
(2003:610). The criteria fulfilled are distribution, responsiveness, and accuracy,
while effectiveness, efficiency and sufficiency criteria in this program are not
fulfilled yet. In the implementation of Rumah tinggal layak huni program, there is
dynamics handling. Starting from submission of the proposal, Dinas perumahan
Rakyat dan kawasan pemukiman in Tuban District gives the copy to BAPPEDA
and Dinas pendapatan Tuban District. And then regent (Bupati) or regional
secretary gets recommendation from Dinas pendapatan dan pengelolaan
ix
Keuangan dan Aset Daerah, then Dinas perumahan Rakyat dan kawasan
pemukiman in Tuban District checked the requirements, survey the location,
assignment the proposal location, budgeting submission, planning development,
procurement auctions, control, maintenance, and handover. The future challenge
for this program is facilities and infrastructures, lacking of Human resource, fund
resource of this program, evaluation of this program and database in order to
supports the implementation of Rumah tinggal layak huni program.
Key Words: Good Governance, Evaluation Of Programs, rumah tinggal layak
huni
x
KUPERSEMBAHKAN KARYAKU INI
KEPADA ABAH ROSYID DAN ALM. UMI MURSIYAH
SAUDARAKU NURUL AFIFAH
CHOIRUL ANAM
xi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat
serta rezekinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Evaluasi Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak Huni (Studi pada
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban)”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat
dalam memperoleh gelar Sarjana Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang. Penulis menyadari bahwa
penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan motivasi
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terimakasih kepada:
1. Kedua orangtua tercinta (Abah Rosyid dan Alm. umi Mursiyah) yang
selalu memberikan motivasi, dukungan, doa dan kasih sayang yang
tulus dan luar biasa. Kedua keluarga kecil kakak saya (Nurul Afifah,
Mampuri, Nayla Nur Azkya, Adiba Azzahra Maulida) dan (Choirul
Anam, Istiqomah, Fadhil Muhamad Faqih) yang selalu memberikan
motivasi dan doa yang tulus ketika saudaranya berjuang menyelesaikan
skripsi ini.
2. Bapak Prof. Bambang Supriyono, M.S selaku Dekan Fakultas Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang.
3. Bapak Dr. Choirul Saleh, M.Si selaku Ketua Jurusan Administrasi
Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang
xii
4. Ibu Dr. Lely Indah Mindarti, M.Si selaku Ketua Prodi Jurusan
Administasi Publik Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
Malang
5. Bapak Dr. Sarwono, M.Si selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan tenaga untuk memberikan bimbingan dan
arahan dalam proses mengerjakan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Administari Universitas Brawijaya
Malang yang telah mengajar, mendidik dan membagi ilmunya kepada
penulis selama ini.
7. Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Bapak/Ibu
pegawai Bidang Perumahan dan Permukiman dan kepada seluruh
pegawai/staff Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membantu peneliti dalam
memperoleh data penelitian.
8. Kepala Bidang Permukiman dan Prasarana wilayah, Kepala Bidang
Sosial dan Budaya dan Kepala Bidang Umum BAPPEDA Kabupaten
Tuban, Kepala Bagian Persidangan dan Undang-Undang, Bagian
Umum DPRD Kabupaten Tuban, Kantor Kecamatan Tuban, Kantor
BAKESBANGPOL Kabupaten Tuban, ketua RT Sukolilo serta
Bapak/Ibu pegawai pada dinas tersebut dan masyarakat penerima
bantuan yang memberikan kemudahan dalam proses penelitian.
xiii
9. Sahabat saya Tiffany, Tetty, Adnan, Dessy yang telah memberikan
support yang tulus, memberikan kebahagiaan melalui canda dan tawa
setiap kali jenuh dalam mengerjakan skripsi ini.
10. Sahabat dan teman-teman keluarga besar Evension serta keluarga besar
Administratio Choir dan Kepengurusan Administratio Choir 2016 yang
telah memberikan kebahagiaan, pengalaman baru, canda dan tawa
dalam mengerjakan skripsi ini.
11. Kepada teman-teman seperjuangan Administrasi Publik 2013 dan
pihak-pihak yang turut membantu kelancaran pengerjaan proposal
skripsi hingga skripsi ini selesai.
Dengan segala keterbatasan dan kekurangan peneliti menyadari bahwa
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, masih perlu adanya koreksi,
saran, dan kritik yang konstruktif dan sifatnya membangun agar dapat berhasil
dalam penelitian selanjutnya. Akhirnya penulis berharap dengan skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya. Terimakasih.
Malang, April 2017
Penulis
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
MOTTO .......................................................................................................... ii
SURAT TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI .............................................. iii
TANDA PENGESAHAN SKRIPSI .............................................................. iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI ............................................... v
RINGKASAN ................................................................................................. vi
SUMMARY .................................................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... x
KATA PENGANTAR .................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 15
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 15
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 16
E. Sistematika Penulisan ................................................................. 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Good Governance ....................................................................... 19
1. Ciri-ciri Good Governance ................................................... 24
B. Kebijakan Publik ......................................................................... 26
1. Konsep Kebijakan Publik ...................................................... 26
2. Tahap-tahap Kebijakan Publik .............................................. 27
C. Teori Program ............................................................................. 31
1. Pengertian Program ............................................................. 31
2. Evaluasi Program ................................................................ 34
a. Model evaluasi .............................................................. 35
b. Kriteria evaluasi ............................................................ 40
c. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Program ........................... 42
D. Evaluasi Deliberatif ..................................................................... 44
1. Definisi Deliberatif................................................................ 44
2. Definisi Evaluasi Deliberatif ................................................. 46
E. Pengertian Rumah, Perumahan dan Permukiman ....................... 48
1. Pengertian Rumah ................................................................. 48
2. Pengertian Perumahan ........................................................... 48
3. Pengertian Permukiman ........................................................ 48
F. Rumah Tinggal Layak Huni ........................................................ 48
xv
G. Kebijakan Permukiman dan Perumahan Restras Puslitbang Tahun
2015-2019 ................................................................................... 50
1. Visi, Misi dan Tujuan Nasioanal Pembangunan Perumahan.. 50
2. Arah Kebijakan ..................................................................... 52
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................................................................ 54
B. Fokus Penelitian .......................................................................... 55
C. Lokasi dan Situs Penelitian ......................................................... 56
D. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 58
E. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 59
F. Instrumen Penelitian.................................................................... 61
G. Analisis Data ............................................................................... 62
BAB IV Hasil dan Pembahasan
A. Gambaran Lokasi Penelitian ....................................................... 65
1. Gambaran Umum Kabupaten Tuban .................................... 65
a. Aspek Geografis ............................................................. 65
b. Aspek Demografis .......................................................... 70
c. Sebaran Bangunan Rumah Layak Huni dan Tidak
Layak Huni ..................................................................... 71
d. Visi dan Misi Kabupaten Tuban .................................... 73
2. Gambaran Umum Dinas Perumahn Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban ............................................ 75
a. Gambaran Umum ........................................................... 75
b. Visi Dinas Perumahn Rakyat dan Kawasan Permukiman 78
c. Misi Dinas Perumahn Rakyat dan Kawasan Permukiman 78
d. Bagan Struktur Dinas Perumahn Rakyat dan Kawasan
Permukiman .................................................................. . 79
B. Penyajian Data Fokus Penelitian ................................................. 80
1. Evaluasi Pelaksanaan Program RTLH di Kecamatan Tuban . 80
a. Efektivitas Pelaksanaan Program RTLH ..................... 82
b. Efisiensi Pelaksanaan Program RTLH ......................... 89
c. Kecukupan Pelaksanaan Program RTLH .................... 96
d. Pemerataan Pelaksanaan Program RTLH .................... 99
e. Responsivitas Pelaksanaan Program RTLH ................ 101
f. Ketepatan Pelaksanaan Program RTLH ...................... 105
2. Dinamika Penanganan Program RTLH ................................. 108
3. Tantangan dalam Menyelesaikan Target pada Program RTLH 117
1. Sarana dan Prasarana .................................................... 118
2. Sumber Daya Manusia ................................................. 120
3. Data Base ..................................................................... 121
4. Sumber Dana Program Rumah Tinggal Layak Huni .... 122
5. Evaluasi Program Rumah Tinggal Layak Huni ............ 124
C. Analisis Data Fokus Penelitian ................................................... 127
xvi
1. Evaluasi Pelaksanaan Program RTLH di Kecamatan Tuban.. 127
a. Efektivitas Pelaksanaan Program RTLH ..................... 135
b. Efisiensi Pelaksanaan Program RTLH ......................... 137
c. Kecukupan Pelaksanaan Program RTLH .................... 140
d. Pemerataan Pelaksanaan Program RTLH .................... 141
e. Responsivitas Pelaksanaan Program RTLH ................ 143
f. Ketepatan Pelaksanaan Program RTLH ...................... 144
2. Dinamika Penanganan Program RTLH ............................. 145
3. Tantangan dalam Menyelesaikan Target pada Program
RTLH ................................................................................. 149
1. Sarana dan Prasarana .................................................... 149
2. Sumber Daya Manusia ................................................. 151
3. Data Base ..................................................................... 151
4. Sumber Dana Program Rumah Tinggal Layak Huni .... 152
5. Evaluasi Program Rumah Tinggal Layak Huni ............ 153
BAB V Penutup
A. Kesimpulan .................................................................................. 156
B. Saran ........................................................................................... 161
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 161
LAMPIRAN ........................................................................................... 164
xvii
DAFTAR TABEL
No Judul Tabel
Halaman
1 Jumlah Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Tuban............... 7
2
3
Gambaran Meyeluruh dari Masing-masing Model......................
Kriteria Evaluasi Menurut Dunn (2003).......................................
38
42
4 Kondisi Tata Ruang Kabupaten Tuban....................................... 66
5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Kab. Tuban
2015........................................................................................... 2015.................................................................................
71
6 Data Rumah Tidak Layak Huni 2016 .......................................... 72
7 Jumlah Unit Rumah Tidak Layak Huni telah Terbangun
Kec. Tuban 2011/2016 Kab. Tuban..............................................
83
8
9
10
Dokumen Data RTLH Terbangun Kecamatan Tuban..................
Komposisi Pegawai Menurut Jenjang Pendidikan dann Jenis
Kelamin tahun 2016......................................................................
Pengumpulan Data Rumah Tidak Layak Huni 2016....................
88
92
103
11
Dokumen Data RTLH Terbangun Kec. Tuban............................ 131
xviii
DAFTAR GAMBAR
No Judul Gambar
Halaman
1 Grafik Kondisi Bangunan Hunian Kecamatan ……………... 11
2
3
Tahap-tahap atau Proses Kebijakan Publik..............................
Analisis Data Model Interaktif................................................
29
64
4 Peta Pola Ruang Kabupaten Tuban......................................... 66
5 Bagan Struktur Susunan Organisasi Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban……....
79
6 Rangkuman Prosedur Mendapatkan bantuan program
RTLH.......................................................................................
110
7
8
9
10
Contoh Proposal Pengajuan Bantuan Program RTLH............
Rancangan Pembangunan Rumah Tinggal Layak Huni..........
Berita Acara Serah Terima Bantuan Sosial.............................
Perbandingan Target dan Realisasi Pembangunan RTLH
Kabupaten Tuban 2013-2016...................................................
111
115
116
134
xix
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Lampiran
Halaman
1 Surat Rekomendasi Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa
dan Politik Kabupaten Tuban..................................................
167
2 Kerangka Acuan Kegiatan Program Rumah Tinggal Layak
Huni Kabupaten Tuban............................................................
168
3 Contoh Proposal Permohonan Pembangunan Rumah Tidak
Layak Huni..............................................................................
171
4 Berita Acara Serah Terima Bantuan Sosial............................. 178
5
6
7
Rancangan Pembanguna Rumah Tinggal Layak Huni............
Kondisi Rumah Tinggal Layak Huni.......................................
Wawancara dengan Penerima Bantuan dan Pegawai Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman.......................
179
180
181
xx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan yang ada di Indonesia
yang terjadi akibat faktor-faktor yang ada di lingkungan sekitar. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk Indonesia yang berada di
bawah garis kemiskinan dari tahun ke tahun semakin berkurang namun
angkanya masih cukup besar yaitu sebanyak 8,01 juta orang pada Maret 2016
(bps.go.id). Kemiskinan sendiri terjadi akibat ketidakmampuan masyarakat
bersaing dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomi serta bisa timbul
akibat tidak adanya peluang bersaing dalam dunia pekerjaan. Masyarakat harus
menempuh pendidikan yang tidak gratis meskipun terdapat program wajib
belajar sembilan tahun tetap masih ada pungutan-pungutan lain yang masih
memberatkan masyarakat dengan ekonomi rendah, ditambah lagi pendidikan
sembilan tahun pada saat ini sebenarnya masih belum siap untuk menghadapi
kerasnya dunia pekerjaan dan kesiapan untuk bersaing di dunia pekerjaan.
Permasalahan kemiskinan identik dengan permasalahan seperti
permukiman yang padat, pada kelompok masyarakat perkotaan yang tergolong
kurang mampu biasanya menempati lingkungan yang tidak diperuntukkan
2
untuk tempat permukiman dan mempunyai lingkungan tempat tinggal yang
tidak memadai, keadaan yang ada di perkotaan kerap harus mengorbankan
fungsi kota lainnya. Kota sebagai pusat pertumbuhan ekonomi tentu saja
memerlukan lahan untuk pengembangan kepentingan yang lain. Persoalan
yang muncul adalah persoalan ruang dan wilayah perkotaan, jumlah dan luas
ruang wilayah tetap akan tetapi jumlah penduduk bisa terus bertambah seiring
dengan kondisi lingkungan yang ada, sehingga untuk kepentingan ekonomi
harus menggunakan fungsi ruang wilayah, permasalahan perkotaan yang lain
akan muncul seperti permukiman kumuh, sanitasi yang buruk, drainase yang
tidak tertata, polusi udara yang mempengaruhi kualitas udara di perkotaan,
ketersedian air bersih serta berbagai gangguan kesehatan lainnya. Kota sebagai
pusat kehidupan sosial, ekonomi dan politik, menjadi suatu tempat yang sangat
diinginkan oleh orang-orang yang mempunyai keinginan untuk memperbaiki
garis kehidupan, maka kota pun di pandang sebagai wilayah yang bisa
merubah kehidupan masyarakat.
Proses perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain (migrasi)
penduduk desa ke kota yang sering kali disebut dengan istilah (urbanisasi) ini
mengakibatkan semakin tinggi angka pertumbuhan penduduk di wilayah
perkotaan, akibatnya muncul berbagai permasalahan sosial yang saling terkait
satu sama lain dan sulit untuk terselesaikan. Selain itu sistem sosial masyarakat
perkotaan yang bersifat lebih terbuka terhadap budaya luar mengakibatkan
cultural shock di kalangan masyarakat, hal tersebut biasanya berujung pada
tingkah laku penyimpangan sosial. Perkotaan umumnya memiliki
3
permasalahan yang sama seperti kondisi lingkungan yang kumuh di beberapa
wilayah kota. Kepadatan permukiman diakibatkan semakin meningkatnya
jumlah orang yang datang ke kota sehingga cenderung melebihi daya tampung
dan daya dukung lingkungan, serta kondisi sosial yang dapat mempengaruhi
pribadi masyarakat yang berada pada permukiman di kawasan kota. Kualitas
perumahan dan permukiman yang buruk di daerah perkotaan diakibatkan
semakin menipisnya wilayah permukiman masyarakat serta di dukung
banyaknya lapangan pekerjaan yang ada di perkotaan menjadikan daya tarik
masyarakat pada umumnya sehingga lebih memilih untuk berpindah dari desa
ke kota (urbanisasi).
Pertumbuhan penduduk yang menunjukkan tingginya angka kepadatan
penduduk di perkotaan yang munculnya tidak diimbangi dengan kawasan
permukiman yang luas mengakibatkan kawasan pinggiran seperti kawasan
jalur kereta api, tepi sungai, dan kawasan yang lain dimana secara penggunaan
Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) bukan diperuntukkan untuk daerah
permukiman menjadi daerah kawasan permukiman baru. Sehingga timbul
permasalahan lain dan berkelanjutan apabila tidak ditata ulang oleh
pemerintah. Terbentuknya permukiman baru yang sebenarnya tidak
diperuntukkan untuk daerah permukiman mengakibatkan terbentuknya
kawasan permukiman liar. Hal ini jika tidak dapat diatasi secara serius dan
cepat oleh pemerintah maka akan berdampak pada meluasnya kawasan
permukiman liar yang pasti akan muncul lingkungan permukiman kumuh.
Permukiman kumuh pada dasarnya disebabkan oleh ketidakteraturan tata
4
bangunan perumahan yang ada dan pasti tidak sesuai dengan peraturan yang
mengharuskan kriteria dalam pembangunan suatu rumah. Sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman mendefinisikan tentang permukiman kumuh mengenai,
permukiman kumuh adalah permukiman yang dikarenakan ketidak teraturan
bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan
serta sarana dan prasarana yang tidak layak atau memenuhi syarat.
Munculnya pemukiman kumuh (slums area) di bagian dalam kota
merupakan konsekuensi spasial karena adanya kepadatan bangunan di daerah
permukiman yang tidak terkontrol. Menurut Rencana Strategis Kementerian
Perumahan Rakyat Tahun 2010-2014, pembangunan perumahan dan
permukiman masih dihadapkan pada tiga permasalahan pokok yaitu:
a. Keterbatasan penyediaan rumah,
b. Peningkatan jumlah rumah tangga yang menempati rumah yang
tidak layak huni dan tidak didukung oleh prasarana, sarana
lingkungan dan utilitas umum yang memadai,
c. Permukiman kumuh yang semakin meluas
Permukiman kumuh yang ada di perkotaan menimbulkan kesan kegagalan
pemerintah dalam memberikan pelayanan dan menyediakan layanan publik
kepada masyarakat dan bisa dianggap sebagai ketidaksanggupan pemerintah
daerah dalam mangatur tata ruang yang baik dan bermanfaat. Kebutuhan
perumahan dan permukiman yang layak untuk masyarakat kurang mampu
menjadi tanggungjawab pemerintah, sebagaimana dalam Undang Undang
Dasar (UUD) 1945 dan pasal 28H Amandemen UUD 1945, rumah adalah
5
salah satu hak dasar setiap rakyat Indonesia, maka setiap warga negara berhak
untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Serta berdasarkan Undang-Undang No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman, rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai
tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat
dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Upaya mengatasi
permasalahan tersebut pembangunan perumahan dan permukiman harus
didukung oleh suatu kebijakan, strategi dan program yang komprehensif dan
terpadu sehingga selain mampu memenuhi hak dasar rakyat juga akan
menghasilkan suatu lingkungan perumahan dan permukiman yang sehat,
serasi, harmonis, aman dan nyaman.
Arah kebijakan dan strategi Kementerian perumahan Perumahan Rakyat
dalam Rencana Strategis Kementerian Perumahan Rakyat Tahun 2010-2014
adalah sebagai berikut:
a. Pengembangan regulasi dan kebijakan untuk menciptakan iklim
yang kondusif, serta koordinasi pelaksanaan kebijakan di tingkat
Pusat dan Daerah dalam rangka pelaksanaan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Bidang Perumahan dan Permukiman.
b. Peningkatan pemenuhan kebutuhan Rumah Layak Huni (RLH)
yang didukung dengan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) serta
kepastian bermukim bagi masyarakat berpenghasilan menengah-
bawah.
c. Pengembangan sistem pembiayaan perumahan dan permukiman
bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah (MBM).
d. Peningkatan pendayagunaan sumberdaya pembangunan perumahan
dan permukiman serta pengembangan dan pemanfaatan hasil-hasil
penelitian dan pengembangan teknologi maupun sumber daya dan
kearifan lokal.
e. Peningkatan sinergi pusat-daerah dan pemberdayaan pemangku
kepentingan lainnya dalam pembangunan perumahan dan
permukiman.
6
(Dokumen rencana strategis Kementerian Perumahan Rakyat tahun
2010-2014)
Kebijakan Nasional tersebut dijabarkan ke dalam strategi-strategi yang
kemudian diimplementasikan di seluruh wilayah Indonesia, Kabupaten Tuban
sendiri juga mempunyai fokus kewenangan dalam hal perumahan, penataan
ruang dan perencanaan pembangunan. Dalam hal pembangunan perumahan
diarahkan untuk peningkatan sarana-prasarana perumahan dan permukiman
dengan, pemeliharaan lingkungan sehat melalui pembangunan sanitasi
lingkungan serta bantuan rumah layak huni bagi masyarakat tidak mampu dan
akibat bencana. Terkait penataan ruang diarahkan untuk penyusunan dan
penyediaan dokumen rencana tata ruang sesuai perkembangan serta
mengadakan pengendalian terhadap pemanfaatan ruang melalui sosialisasi tata
ruang wilayah dan pelatihan pengendalian pemanfaatan tata ruang. Serta di
lingkup perencanaan pembangunan pemerintah Kabupaten Tuban
mengarahkan untuk meningkatkan fungsi perencanaan pembangunan daerah di
bidang ekonomi, sosial budaya, prasarana wilayah dan sumber daya alam serta
evaluasi pelaksanaan pembangunan sebagai acuan penyusunan perencanaan
tahun berikutnya. Salah satu Kabupaten di Indonesia yang melakukan
pembangunan daerah mengacu pada kebijakan nasional mengenai perumahan,
penataan ruang dan perencanaan pembangunan adalah Kabupaten Tuban.
Kabupaten Tuban ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang
berfungsi untuk mendorong sistem kota-perkotaan sebagai pusat pelayanan
sekunder dan pengembangan atau peningkatan fungsi revitalisasi dan
percepatan pengembangan kota-kota pusat pertumbuhan nasional. Kabupaten
7
Tuban merupakan wilayah pengembangan Germakertosusila Plus. Kawasan
Tuban-Bojonegoro merupakan kawasan andalan dengan sektor unggulan
pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan, industri dan pariwisata,
memiliki pengembangan jaringan jalan bebas hambatan Gresik-Tuban dan
Demak-Tuban, serta pengembangan wilayah sungai Bengawan Solo yang
merupakan wilayah sungai lintas provinsi sebagai konservasi sumber daya
alam, pendayagunaan sumber daya alam dan pengendalian daya rusak air.
Tabel 1 Jumlah Penduduk per Kecamatan di Kabupaten Tuban
9
ketersediaan ruang untuk lahan permukiman masyarakat. Jika lahan
permukiman semakin berkurang maka akan menyebabkan pembentukan lahan
permukiman yang baru secara legal maupun illegal, gejala yang lainya bisa
seperti kepadatan bangunan perumahan di beberapa titik permukiman yang
ada. Apabila permasalahan ini terus terjadi dan tidak di atasi ataupun di kontrol
oleh Pemerintah Kabupaten Tuban maka yang bisa terjadi adalah kurang
tertatanya kawasan permukiman yang padat penduduk atau padat perumahan
serta pemenuhan sarana dan prasarana kawasan permukiman.
Pemerintah Kabupaten Tuban menargetkan untuk menurunkan angka
kemiskinan yang ada, pada tahun 2015 angka kemiskinan sebanyak 15,26
dengan hasil realisasi kinerja tahun 2015 sebanyak 6,64 yang artinya
pemerintah Kabupaten Tuban tidak bisa memaksimalkan target yang disusun.
Akan tetapi pada tahun-tahun sebelumnya angka kemiskinan dari tahun 2003
sampai dengan tahun 2015 menunjukkan perkembangan yang cukup baik,
tentunya hal tersebut tidak lepas dari upaya dan komitmen untuk menurunkan
angka kemiskinan.
Permasalahan kemiskinan yang ada di Kabupaten Tuban ini diupayakan
pemerintah Kabupaten Tuban dengan membuat program Gerakan Bersama
Membantu Masyarakat Miskin (GEMATUMASKIN) yang merupakan
program prioritas untuk mengentaskan kemiskinan. Program ini sudah berjalan
dari tahun 2013 sampai 2016 dengan hasil yang baik. Program tersebut
memiliki beberapa kluster, salah satunya pada kluster IV bentuknya yaitu
10
program murah untuk rakyat seperti, rumah tidak layak huni, pasar murah serta
desa model pengentasan kemiskinan.
Program rumah tinggal layak huni mempunyai kriteria masyarakat yang
berhak menerima bantuan, berdasar atas kriteria penerima bantuan dari
program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (PU.go.id)
1.) Penerima bantuan haruslah Warga Negara Indonesia
2.) MBR dengan penghasilan dibawah UMP rata-rata nasional
3.) Sudah berkeluarga
4.) Memiliki atau menguasai tanah
5.) Belum memiliki rumah atau memiliki dan menghuni rumah tidak
layak huni
6.) Belum pernah menerima bantuan perumahan dari pemerintah
7.) Didahulukan bagi yang memiliki rencana pembangunan atau
peningkatan kualitas rumah, dibuktikan dengan adanya:
1. Memiliki tabungan bahan bangunan,
2. Telah memulai pembangunan rumah sebelum memperoleh
bantuan,
3. Memiliki aset lain yang dapat dijadikan danatambahan BSPS,
4. Memiliki tabungan uang yang dijadikan dana tambahan BSPS.
8.) Bersungguh-sungguh mengikuti program BSPS
9.) Dapat bekerja secara berkelompok
Kriteria Objek Bantuan
1. Rumah tidak layak huni yang berada di atas tanah:
1. Dikuasai secara fisik dan jelas batas-batasnya
2. Bukan merupakan tanah warisan yang belum dibagi
3. Tidak dalam status sengketa dan
4. Penggunaannya sesuai dengan rencana tata ruang
2. Bangunan yang belum selesai dari yang sudah diupayakan oleh
masyarakat sampai paling tinggi struktur tengah dan luas lantai
bangunan paling tinggi 45 meter persegi
3. Terkena kegiatan konsolidasi tanah atau relokasi dalam rangka
peningkatan kualitas perumahan dan kawasan permukiman,
dan/atau
4. Terkena bencana alam, kerusuhan sosial dan/atau kebakaran.
Definisi Rumah Tidak Layak Huni
a. Bahan lantai berupa tanah atau kayu kelas IV
b. Bahan dinding berupa bilik bambu/kayu/rotan atau kayu kelas
IV, tidak/kurang mempunyai ventilasi dan pencahayaan
12
sebanyak 400 rumah yang dengan setiap kecamatan di Kabupaten Tuban yang
berjumlah 20 kecamatan dengan jumlah 20 pembangunan rumah layak huni.
Dalam mencapai target tersebut, Pemerintah Kabupaten Tuban mengadakan
beberapa penanganan program yang serupa, antara lain :
a. Program pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman
b. Program lingkungan sehat perumahan
c. Program Pemberdayaan Masyarakat Mandiri perkotaan dan
pedesaan
d. Program rumah tinggal layak huni
e. Program kota tanpa kumuh
Program dan bantuan-bantuan yang dilakukan pemerintah Kabupaten
Tuban tersebut dilakukan dalam rangka menangani masalah pemberdayaan
masyarakat, lingkungan permukiman, menata permukiman-permukiman
kumuh dan masalah rumah tidak layak huni di Kabupaten Tuban. Program
perbaikan rumah tinggal layak huni merupakan bantuan yang diberikan kepada
masyarakat miskin yang menempati atau yang mempunyai rumah tidak layak
huni dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup serta menjaga kualitas
lingkungan kesehatan masyarakat miskin yang ada di wilayah permukiman
Kabupaten Tuban, karena permukiman padat seringkali identik dengan
permukiman kumuh sehingga kesehatan di lingkungan tersebut sangat rendah.
Pelaksanaan program rumah tinggal layak huni Kabupaten Tuban sudah
berjalan selama 5 tahun, di mulai tahun 2011-2016 dengan target Kabupaten
Tuban membangun rumah sebnayak 1.000 unit rumah.
13
Dinamika penanganan bantuan sosial ini berupa perbaikan rumah warga,
program yang dianggarkan oleh kementerian sosial dengan nominal 10 juta per
unit rumah, diharapkan mampu memberi manfaat bagi keluarga kriteria rumah
yangauh dari kelayakan. Menurut Sekretaris Pelaksana RTLH Kelurahan
Sukolilo, Sutrisno (dalam bloktuban.com)
“Warga Kelurahan Sukolilo mendapatkan anggaran perbaikan rumah
sebesar 500 juta dari Kemensos, anggaran tersebut untuk perbaikan rumah
warga yang tidak layak huni. Ada sebanyak 50 rumah warga yang akan
diperbaiki, terdiri dari 50 Kartu Keluarga yang menerima bantuan tersebut,
masing-masing tiap rumah mendapatkan bantuan senilai 10 juta, jadi total
keseluruhan anggaran adalah 500 juta,"
Pengerjaan proyek rumah tinggal layak huni di Kelurahan Sukolilo
Kecamatan Tuban mencapai 80 persen, program dari Kementerian Sosial
tersebut ditargetkan selesai per 31 Desember 2015. Pengerjaan rumah tinggal
layak huni di kelurahan Sukolilo sejak awal bulan Desember 2015 terus
dikebut, tercatat dari 50 rumah warga yang sudah didata menerima bantuan
rumah tinggal layak huni ada sedikitnya lima rumah dibongkar total, dan
lainnya diperbaiki beberapa bagiannya mulai dari atap, dinding, maupun
lantainya. Memasuki minggu ketiga sudah 46 rumah yang sudah selesai
diperbaiki, dan siap dihuni oleh pemiliknya.
Evaluasi pelaksanaan program perbaikan rumah tinggal layak huni di
Kabupaten Tuban ini dilakukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan
program tersebut, untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan berdasarkan
Dunn (2003) sebagai tolak ukur keberhasilan program yaitu efektivitas
program, efisiensi program, kecukupan program, responsivitas program,
14
ketepatan program, dan pemerataan program Sehingga, dengan adanya
evaluasi pelaksanaan program perbaikan rumah tinggal layak huni di
Kabupaten Tuban dapat memberikan informasi serta rekomendasi atau usulan
pengembangan program ini ataupun program selanjutnya yang berhubungan.
Persoalan yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah
Kabupaten Tuban yaitu jumlah dari rumah tinggal layak huni terhitung dalam
kurun waktu 5 tahun program ini berjalan, setiap tahun muncul jumlah rumah
yang tidak layak huni menjadikan perlu adanya evaluasi yang dilakukan karena
bisa jadi program ini mengalami hambatan secara tidak langsung yang
disebabkan karena pemerintah Kabupaten Tuban bekerja secara top-down.
Dinamika penanganan program rumah tinggal layak huni selama ini kurang
evaluasi dari pihak lain dengan cara musyawarah untuk mendapat masukan
atas program yang sudah berjalan, dengan cara ini diharapkan program rumah
tinggal layak huni Kabupaten Tuban bisa menjadi lebih baik, untuk dapat
memastikannya maka perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh.
15
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, maka
penentuan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Sejauh mana keberhasilan pelaksanaan program perbaikan rumah
tinggal layak huni yang dilaksanakan di Kecamatan Tuban ?
2. Bagaimana dinamika penanganan program rumah tinggal layak huni?
3. Apa saja tantangan ke depan dalam program rumah tinggal layak
huni?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian adalah
sebagai berikut.
1. Mengevaluasi pelaksanaan program perbaikan rumah tinggal layak huni
yang dilaksanakan di Kecamatan Tuban
2. Untuk mengetahui proses penanganan program rumah tinggal layak
3. Untuk mengetahui tantangan ke depan dalam program rumah tinggal
layak huni.
16
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki berbagai manfaat antara lain
sebagai berikut :
1. Bagi disiplin Ilmu Administrasi Publik, produk studi dapat
digunakan sebagai masukan terhadap konsep dan teori mengenai
pelaksanaan program perbaikan rumah tak layak huni.
2. Bagi Pemerintah Kabupaten Tuban, hasil studi akan memberikan
sumbangan mengenai hal-hal yang perlu dikembangkan dalam
pelaksanaan program perbaikan rumah tak layak huni.
3. Bagi Masyarakat setempat, hasil evaluasi akan menyadarkan
mengenai pentingnya pemahaman terhadap rumah tinggal layak
huni dan manfaat program perbaikan rumah tinggal layak huni
E. Sistematika Penulisan
Skripsi ini akan disajikan dalam lima pokok bahasan yang
semuanya merupakan satu kesatuan, diantaranya adalah:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi latar belakang permasalahan yang berisi tentang
alasan penulisan skripsi terhadap Evaluasi Pelaksanaan Program
Rumah Tinggal Layak Huni dalam Perspektif Good Governance,
rumusan masalah menjelaskan masalah apa yang akan diteliti
sesuai dengan judul, tujuan penelitian menerangkan tujuan yang
17
hendak dicapai terhadap penelitian skripsi ini dan sedangkan
kontribusi peneliti bahwa penelitian ini dipersembahkan atau dapat
dimanfaatkan untuk siapa saja dan hal apapun, serta sistematika
penelitian yang memperlihatkan apa saja bagian-bagian dalam
penelitian skripsi ini.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini berisi teori-teori yang berhubungan masalah
penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang ada
pada penelitian. Peneliti menggunakan beberapa teori para ahli
sebagai berikut:
1. Good Governance
2. Teori Kebijakan Publik
3. Teori Evaluasi program
4. Teori evaluasi deliberatif
5. Teori Rumah, Perumahan dan Permukiman
6. Teori Rumah Tinggal layak Huni
BAB III : METODE PENELITIAN
Dalam bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang
digunakan penulis dalam penelitian termasuk di dalamnya jenis
penelitian, fokus penelitian digunakan untuk memfokuskan data
apa yang ingin diambil disaat penelitian lapangan, lokasi dan situs
penelitian adalah tempat dimana peneliti melakukan penelitian,
18
jenis dan sumber data adalah data yang yang ingin diambil oleh
peneliti berasal dari mana, teknik pengumpulan data menjelaskan
cara-cara peneliti mendapatkan data penelitian, instrumen
penelitian menerangkan alat-alat yang digunakan dalam
penelitiannya dan analisis data menerangkan tentang bagaimana
peneliti mengolah data yang telah didapat selama penelitian.
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini menguraikan tentang gambaran umum lokasi
dan situs penelitian serta menjelaskan tentang data-data yang telah
diperoleh selama penelitian dilapangan baik data dari hasil
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya menguraikan
analisis yang merupakan penganalisaan data yang telah disajikan
dan kemudian diinterpretasikan.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dari hasil
penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan serta memberikan
saran terkait masalah-masalah yang ditemukan pada saat
penelitian.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Good Governance
Secara terminologis governance sebagai kepemerintahan, sehingga masih
banyak yang beranggapan bahwa governance adalah persamaan government.
Interpretasi dari praktik-praktik governance selama ini memang lebih banyak
mengacu pada perilaku dan kapasitas pemerintah, sehingga good governance
seolah-olah otomatis akan tercapai apabila ada good government. Governance
diarahkan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah dalam menjalankan
kebijakan publik dan mendorong adanya pemerintah yang bersih
(menghilangkan korupsi) governance dan good governance mempunyai
beberapa pengertian yang dikemukakan oleh banyak ahli, seperti dalam
Sumarto (2009:15)
“good governance adalah mekanisme, praktik dan tata cara pemerintah
dan warga mengatur sumber daya dan memecahkan masalah-masalah
publik. Kualitas governance dinilai dari kualitas interaksi yang terjadi
antara komponen governance yaitu pemerintah, civil society dan sector
swasta. Governance yang baik memiliki unsur-unusr akuntabilitas,
partisipasi, predictability dan transparansi.”
Selanjutnya dijelaskan oleh Sumarto (2009:1) istilah governance
diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga
mengatur sumber daya serta memecahkan masalah-masalah publik. Serta
20
konsep governance harus dipahami sebagai suatu proses menurut Leach dan
Percy-Smith (2001) dalam Sumarto (2009:2) government mengandung
pengertian politisi dan pemerintahlah yang mengatur, melakukan sesuatu,
memberikan pelayanan, sementara governance meleburkan perbedaan antara
pemerintah dan yang diperintah, kita semua adalah bagian dari proses
governance. Diperjelas dengan definisi dari World Bank (1992) dalam
Mindarti (2007:179). Definisi governance sebagai
“the way state power is used in managing economic and social resources
for development of society (suatu tata cara penggunaan kekuasaan negara
dalam mengelola sumber daya ekonomi dan sosial bagi pembangunan
masyarakat)”.
Konsep Governance diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Governance
merupakan cara interaksi antara pemerintah dengan pihak masyarakat dalam
berbagai bidang serta didalamnya mempunyai kepentingan masyarakat dan
pemerintah mempunyai tanggungjawab dalam pelaksanaan pemerintahan yang
baik. Setiap pemerintahan yang baik dijalankan pasti mempunyai konsep-
konsep yang menjadikan landasan untuk menjalankan roda pemerintah yang
baik pula, berikut ini terdapat 4 konsep governance, dalam Mindarti (2007:
176-177) yaitu:
1. Change in the meaning of government (perubahan dalam makna
pemerintahan),
2. Referrimg a new process of governing (mengacu pada sebuah proses
baru dalam memerintah),
3. A change condition of ordered rule (perubahan kondisi dalam tata
pengaturan)
4. The new method by which society is governed (metode baru bagaimana
masyarakat diperintah
21
Konsep diatas jika ditarik kesimpulan berarti didalam governance
pemerintah menjalankan pemerintahanya harus memikirkan keefektifan
maupun keefisienan serta lebih pada proses penyelenggaraan pemerintahan
yang menekankan pada kesadaran akan pentingnya pemerintahan yang baik.
Pemerintah bisa menirukan gaya pekerja pihak swasta yang mementingkan
konsumen, dalam pemerintahan seharusnya dilakukan konsep tersebut yakni
pemerintah sebagai pelayan masyarakat dan masyarakat sebagai konsumen
yang mendapatkan fasilitas pelayanan serta pemerintah harus memiliki
jaringan luas yang bisa bekerjasama untuk kepentingan masyarakat, harus ada
pihak yang ada didalamnya yang berusaha untuk bekerjasama dalam
pembangunan yang lebih baik, ketiga pihak yang biasa disebut dengan aktor
yakni pemerintah, swasta dan masyarakat. Antara pihak satu dengan pihak
yang lain mempunyai peran masing-masing dan bertugas sesuai dengan
tugasnya sendiri.
Terdapat tiga aktor dalam konsep governance menurut Mindarti
(2007:180) mencakup negara (state), swasta (privatesector) dan masyarakat
sipil (civil society). Peran masing-masing aktor tersebut antara lain: negara,
yang memiliki tugas penting yakni mewujudkan pembangunan manusia yang
berkelanjutan dengan mengartikan peran pemerintah dalam mengintegrasikan
kehidupan sosial, ekonomi dan perlindungan lingkungan, melindungi
masyarakat dari kerentanan, menciptakan komitmen politik, menyediakan
infrastruktur, melakukan desentralisasi dan demokrasi pemerintahan,
memperkuat finansial dan kapasitas administratif pemerintahan lokal, yakni
22
kota dan metropolitan. Swasta (private sector) memiliki peran dalam hal
pembangunan dengan menggunakan pendekatan pasar, pendekatan untuk
pembangunan ekonomi berkaitan dengan menciptakan kondisi yang kondusif
sehingga produksi barang dan jasa berjalan dengan baik. Masyarakat sipil
(civil societu) berperan dalam hal terwujudnya pembangunan manusia yang
berkelanjutan untuk terlibat aktivitas sosial, ekonomi dan politik. Ketiga unsur
aktor tersebut harus berhubungan secara harmonis untuk mencapai adanya
sinergi, dengan cara saling melakukan control yang efektif satu sama lain.
Setelah diatas dijelaskan mengenai governance selanjutnya, dalam
governance terdapat paradigma good governance yang menggabungkan
konsep-konsep seperti reformasi yang lebih luas dan menjadikan pemerintahan
lebih terbuka, responsive, akuntabel dan demokratis. M. Adil Khan (1966)
dalam Mindarti (2007:182) menyatakan dari sisi administrasi pembangunan
good governance didefinisikan sebagai berikut:
“…. an overall institutional framework, withun which its citizens are
allowed to interact and transact freely, at different levels, to fulfill its
political, economic and social aspiration. Basically, governance has
there aspect: (i) the ability of citizens to express views and access
decision making friendly: (ii) the capacity of the government agencies
(both political and bureaucratic) to translate these view into realistic
plans and to implement them cost effectively: and (iii) the ability of
citizens and institutions to compare what has been asked for with what
has been planned, and to compare what has been planned with what has
been planned, and to compare what has been planned with what has
been implemented” (Tjokrowinoto, 2001:3)
Berikutnya adalah Asian Development Bank dalam Sumarto (2009:2),
ADB sejak tahun 1995 telah memiliki policy paper bertajuk Governance:
Sound Development Management. Kebijakan ADB mengartikulasikan empat
23
elemen esensial dari good governance yaitu accountability, participation,
predictability, dan transparency. Kemudian UNDP membuat definisi tentang
governance yang meliputi pemerintah, pihak swasta dan civil society serta
interaksi antara ketiga elemen tersebut.
Selanjutnya dalam Mindarti (2007:182) bahwa good governance
mengandung 2 (dua) makna yaitu sebagai berikut: pertama, mengandung
makna tentang orientasi ideal Negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan
negara yang menjunjung tinggi kehendak rakyat dan nilai-nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan rakyat dalam kemandirian, pembangunan
berkelanjutan, keadilan sosial, demokratisasi dalam kehidupan bernegara
secara legitimasi, akuntabilitas, perlindungan hak asasi manusia, otonomi, dan
devolusi kekuasaan, pemberdayaan masyarakat sipil dan sebagainya. Kedua,
mengandung makna aspek-aspek fungsional pemerintahan yang efektif dan
efisien dalam upaya pencapaian tujuan nasional. Hal ini sangat tergantung
kepada sejauh mana pemerintah mempunyai kompetensi serta sejauh mana
struktur dan mekanisme politik serta administrasi mampu berfungsi secara
efektif dan efisien.
Berbagai definisi menurut para ahli diatas jika disimpulkan bahwa good
governance merupakan suatu usaha perbaikan kinerja di sektor publik yang
bisa dilakukan dengan pengembangan ataupun penguatan hubungan antara
pemerintah, swasta dan masyarakat, dan didukung dengan adanya penataan
kembali atau reformasi dalam lembaga pemerintahan, serta bisa dengan cara
24
pendayagunaan sumberdaya ekonomi dan sosial untuk kepentingan
pembangunan berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat.
1. Ciri-ciri Good Governance
Proses penyelenggaraan pemerintahan yang baik perlu adanya kerja
sama yang baik antara aktor pemerintah, swasta dan masyarakat dalam
mewujudkan tujuan bersama yang bermanfaat dan dapat mensejahterakan
masyarakat luas. Ketiga aktor tersebut harus mempunyai hubungan yang
saling mendukung dan saling bekerjasama, menurut UNDP
memformulasikan ciri-ciri sekaligus sebagai prinsip utama untuk
mewujudkan good governance dikutip Mindarti (2007:184-185) sebagai
berikut:
a. Participation, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan,
baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga
perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tesebut
dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta
berpartisipasi secara kontruktif.
b. Rule of low, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa
pandang bulu
c. Transparency, adanya keterbukaan yang dibangun atas dasar
kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan
kepentingan publik dapat diperoleh secara langsung dan tepat waktu
bagi yang membutuhkan
25
d. Responsiveness, lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap
dalam melayani stakeholder
e. Consensus Orientation, berorientasi pada kepentingan masyarakat
yang lebih luas
f. Equity, setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk
meperoleh kesejahteraan dan keadilan
g. Efficency and Effectiveness, pengelolaan sumber daya publik
dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna
h. Accountability, pertanggungjawaban kepada publik atas setiap
aktivitas yang dilakukan
i. Strategy vision, penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat
harus memiliki visi jauh ke depan (Mardiasmo: 2002:24)
Ciri-ciri good governance diatas menunjukkan bahwa pemerintahan yang
baik dalam membuat suatu kebijakan harus memikirkan dengan baik dan
kedepan yang artinya dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah apakah
bermanfaat kedepanya, serta transparan menjadi kewajiban pemerintah dalam
segala hal agar terhindar dari perilaku yang tidak diingnkan. Pembuatan
kebijakan pemerintah harus mengikutsertakan masyarakat yang dalam hal ini
sebagai tujuan dari pemerintah serta kebijakan atau program yang nantinya
dikeluarkan harus mempunya keefektifan serta efisien dalam menentukan
kebijakan.
26
B. Kebijakan Publik
1. Konsep Kebijakan Publik
Kebijakan publik pada hakikatnya merupakan sebuah aktivitas yang
khas (a unique activity) dalam artian bahwa kebijakan publik memiliki ciri-
ciri tertentu yang agaknya tidak dimiliki oleh kebijakan jenis lain, hal ini
diungkapkan oleh Wahab (2012:18), yang menyebutkan bahwa:
“ciri-ciri khusus yang melekat pada kebijakan-kebijakan publik
bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu lazimnya dipikirkan,
didesain, dirumuskan, dan diputuskan oleh mereka yang oleh David
Easton (153:1965) disebut sebagai orang-orang yang memiliki otoritas
(public authorities) dalam sistem politik”
Kebijakan publik berasal dari kata kebijakan dan publik. Dari segi asal
kata, kebijakan merupakan kata yang berasa dari Bahasa Yunani polis yang
berarti negara/kota, dan dalam Bahasa Latin disebut pilitia yang berarti
negara. Sedangkan kata publik berasal dari Bahasa Inggris yakni public
yang berarti masyarakat negara atau umum. Berdasarkan asal kata tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan keputusan
yang dikeluarkan yang menyangkut kepentingan masyarakat umum.
Beberapa ahli yang menyatakan pendapatan tentang konsep kebijakan
publik, salah satunya adalah Hamdi (2014:37) yang menyebutkan bahwa:
“kebijakan publik merupakan pola tindakan yang ditetapkan oleh
pemerintah dan terwujudnya dalam bentuk peraturan perundang-
undangan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
Karakter utama dari kebijakan publik adalah sebagai berikut:
- Setiap kebijakan publik selalu memiliki tujuan, yakni untuk
menyelesaikan masalah publik.
- Setiap kebijakan publik selalu merupakan pola tindakan yang
terjabarkan dalam program dan kegiatan.
- Setiap kebijakan publik selalu termuat dalam hukum positif”
28
a. Tahap Penyusunan Agenda. Proses penyusunan agenda dimulai dari
kegiatan pendefinisian masalah, yakni kegiatan yang berkaitan dengan
pengenalan dan perumusan isu-isu yang perlu untuk diperhatikan oleh
pemerintah. Isu-isu tersebut senyatanya merupakan keadaan yang
berkembang di dalam masyarakat. Keadaan tersebut dirasakan oleh
masyarakat atau sebagaian besar masyarakat sebagai suatu
ketidaknyamanan, yang kemudian memunculkan kesadaran dan
kebutuhan masyarakat untuk mengubah keadaan tersebut melalui
tindakan-tindakan pemerintah.
b. Tahap Formulasi Kebijakan. Formulasi kebijakan menunjuk pada proses
perumusan pilihan-pilihan atau alternatif kebijakan yang dilakukan
dalam pemerintahan. Menurut Kraft & Furlong seperti yang dikutip
dalam Hamdi (2014:87) menyebutkan bahwa formulasi kebijakan
merupakan desain dan penyusunan rancangan tujuan kebijakan serta
stategi untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut.
c. Tahap Penetapan Kebijakan. Penetapan kebijakan pada dasarnya adalah
pengambilan keputusan terhadap alternatif kebijakan yang tersedia.
Penetapan kebijakan (policy legitimation) menurut Kraft & Furlong pada
Hamdi (2014:94) merupakan mobilisasi dari dukungan politik dan
penegasan (enactment) kebijakan secara formal termasuk justifikasi
untuk tindakan kebijakan.
d. Tahap Pelaksanaan Kebijakan. Pelaksanaan atau implementasi kebijakan
bersangkut paut dengan ikhtiar-ikhtiar untuk mencapai tujuan dari
29
ditetapkannya suatu kebijakan tertentu. Tahap ini pada dasarnya
berkaitan dengan bagaimana pemerintah bekerja atau proses yang
dilakukan oleh pemerintah untuk menjadikan kebijakan menghasilkan
keadaan yang direncanakan. Pelaksanaan kebijakan dapat melibatkan
penjabaran-penjabaran lebih lanjut tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
tersebut oleh pejabat atau instansi pelaksana.
Pelaksanaan suatu kebijakan maupun program bukanlah sebuah
proses yang sederhana. Dalam pelaksanaannya terdapat banyak faktor
yang mempengaruhinya, baik faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor
penghambat. Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh
banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling
berhubungan satu sama lain. Dalam pandangan Edwars III, implementasi
kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yakni: (1) komunikasi, (2)
sumberdaya, (3) disposisi, (4) struktur birokrasi (Subarsono.2012:90).
1. Komunikasi
Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar
implementator mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang
menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada
kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi
distorsi implentasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan
tidak jelas atau bahkan tidak diketahui oleh kelompok sasaran,
maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.
2. Sumber Daya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan
konsisten, tetapi apabila implementator kekurangan sumber daya
untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan dengan
30
efektif. Sumber daya tersebut kompetensi implementator dan
sumber daya finansial. Sumber daya adalah faktor penting untuk
implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumber daya, kebijakan
hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja.
3. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementator, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis.
Apabila implemntator memiliki disposisi yang baik, maka dia akan
dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang
diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator
memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuatan
kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga tidak efektif.
4. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi
kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap
organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (Standard
Operating Procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi
setiap implementator dalam bertindak.
e. Tahap Evaluasi Kebijakan. Evaluasi atau penilaian kebijakan menyangkut
pembahasan kembali terhadap implementasi kebijakan. Tahap ini berfokus
pada identifikasi hasil-hasil dan akibat-akibat dari implementasi kebijakan.
Dengan fokus tersebut, evaluasi kebijakan akan menyediakan umpan-balik
bagi penentuan keputusan mengenai apakah kebijakan yang ada perlu
diteruskan atau dihentukan. Namun, terdapat juga pandangan bahwa
evaluasi kebijakan tidak sekedar menentukan berhasil tidaknya suatu
implementasi kebijakan.
31
C. Teori Program
1. Pengertian Program
Menurut Arikunto (2014:3) program dapat dipahami dalam dua
pengertian yaitu secara umum dan khusus. Secara umum, program dapat
diartikan dengan rencana atau rancangan kegiatan yang akan dilakukan
oleh seseorang di kemudian hari. Menurut PP No 39 Tahun 2006 tentang
Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan,
program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan
yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah atau lembaga untuk mencapai
sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan
masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Sedangkan
pengertian khusus dari program biasanya jika dikaitkan dengan evaluasi
yang bermakna suatu unit atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi
atau implementasi dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses
berkesinambungan dan terjadi dalam satu organisasi yang melibatkan
sekelompok orang. Pengertian ini sejalan dengan pengertian program
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang menyebutkan
bahwa program itu sendiri terdiri dari dua hal yaitu:
a. program adalah rencana
b. program adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama.
32
Melihat garis besar pengertian diatas, sebuah program tidak hanya
terdiri dari satu kegiatan melainkan rangkaian kegiatan lain yang
membentuk satu sistem yang saling terkait satu dengan lainnya dengan
melibatkan lebih dari satu orang untuk melaksanakan. Serta program
merupakan cara pemerintah untuk melaksanakan kebijakan yang disusun
dalam masa jabatan dan mempunyai tujuan tertentu, dari program yang
ada masyarakat bisa mengerti apa yang sedang dilakukan oleh pemerintah
serta masyarakat bisa menilai program yang dikeluarkan pemerintah
dengan cara-cara yang ada.
Berdasarkan Stufflebeam (1971, dalam fernandes 1984) dalam
Arikunto (2009:2) evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian,
dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil
keputusan dalam melakukan alternatif keputusan. Sedangkan menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pasal 1 ayat (16) program
merupakan “instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang
dilaksanakan oleh instansi pemerintah atau lembaga untuk mencapai
sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan
masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi masyarakat”.
Berdasarkan penjelasan dapat disimpulkan bahwa, program merupakan
bentuk atau tahapan perencanaan yang didalamnya memiliki sasaran
kebijakan, prosedur, anggaran dan waktu pelaksanaan, program
merupakan unsur penting demi terciptanya suatu kegiatan. Program ada
33
apabila dalam suatu daerah membutuhkan dan biasanya memiliki tujuan
agar bisa lebih baik, program juga merupakan bagian dari kebijakan
publik, yang mana program merupakan salah satu alternatif pemerintah
untuk mewujudkan tujuan dari kebijakan publik
Pengertian program menurut Arikunto dan Jabar (2004:34) “yaitu
suatu rencana yang melibatkan berbagai unit yang berisi kebijakan dan
rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam kurun waaktu tertentu
secara berkesinambungan”. Dalam sebuah program terdapat banyak aspek
yaitu berupa tujuan kegiatan, aturan yang harus dipegang dalam kegiatan,
anggaran atau biaya yang digunakan, dan strategi pelaksanaan kegiatan.
Melalui program segala sesuatu rencana yang telah disusun dapat
dioperasionalkan dengan mudah dan teratur. Selanjutnya Arikunto dan
Jabar (2004:4) menyebutkan bahwa ada tiga pengertian penting dan perlu
ditekankan dalam menentukan suatu program, yaitu:
a. Realisasi atau implementasi suatu kebijakan
b. Terjadi dalam waktu yang relatif lama, bukan kegiatan tunggal
tetapi jamak berkesinambungan
c. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang
Pelaksanaan suatu program harus memperhatikan unsur pelaksanaan
program yang dimana bertanggung jawab dari awal sampai selesai
program serta bagaimana program itu berjalan tepat sasaran sehingga
muncul manfaat dari program yang ada, ketika program tersebut berjalan
34
unsur yang berperan adalah masyarakat sekitar dan yang menilai apakah
dari program tersebut terdapat perubahan atau ada peningkatan.
2. Evaluasi Program
Menurut Sudjana (2006:17) evaluasi program sering disalahartikan
dan dianggap sebagai kegiatan untuk mencari kesalahan atau kelemahan
program, seseorang atau kelompok pelaksana program. Evaluasi program
bukanlah kegiatan untuk menetapkan baik dan buruknya suatu program
tetapi meminimalisir dampak negatif ataupun kekurangan suatu program
untuk tujuan perbaikan dimasa mendatang. Definisi yang lain dari ahli
evaluasi yaitu Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) dalam Arikunto
(2009:5) evaluasi program adalah upaya menyediakan informasi untuk
disampaikan kepada pengambil keputusan.
Evaluasi program ini merupakan sebuah dasar yang digunakan untuk
menilai atau mengukur secara sistematis kelebihan maupun kelemahan
suatu program yang digunakan untuk memutuskan apakah program layak
dilanjutkan atau diperbaiki. Evaluasi program adalah suatu rangkaian
kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat
keberhasilan program. Evaluasi program merupakan proses penetapan
secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektifitas atau kecocokan sesuatu
sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk
35
mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari suatu kegiatan atau
proyek.
Pedoman Evaluasi yang diterbitkan oleh Direktorat Ditjen PLS
Depdiknas (2002:2) memberikan pengertian bahwa evaluasi program
adalah “proses pengumpulan dan penelaahan data secara berencana,
sistematis dan dengan menggunakan metode dan alat tertentu untuk
mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan program dengan
menggunakan tolak ukur yang telah ditentukan.”
Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi program
merupakan sebuah proses yang dilaksanakan untuk memberikan informasi
dan nilai pada suatu pelaksanaan rencana kegiatan pemerintah dengan
membandingkan antara tujuan dan hasil yang diperoleh, atau dengan
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
a. Model Evaluasi
Berikut merupakan tipologi model-model evaluasi dalam Wahab
(2011: 134) terdapat enam model evaluasi sebagi berikut:
1. Model-model yang berorientasi pada hasil, kadang disebut juga
sebagai summative evaluation. Model-model ini memfokuskan diri
pada hasil berupa kinerja, program atau organisasi tertentu. Pada
model ini ada beberapa kategori, pertama yang disebut model
pencapaian tujuan. Model ini yang hakikatnya merupakan model
36
klasik dalam evaluasi program dan evaluasi organisasi, hasil-hasil
hanya akan dinilai dalam kaitanya dengan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Evaluator dalam hal ini mencermati obyek
yang dievaluasi terkait dengan tujuan tersebut. Kedua model
akibat. Ini merupakan model yang cakupan ruang lingkup cukup
luas, model ini dimaksudkan untuk menjelaskan semua akibat atau
konsekuensi dari obyek yang menjadi subyek evaluasi.
2. Model proses, fokusnya pada proses-proses yang sedang
berlangsung dan upaya-upayanya, model evaluasi proses
eksplanatoris mengikuti intervensi dari sejak tahap awal berupa
gagasan hingga saat keputusan implementasinya, juga
implementasi dan daya penerimaanya diatara klien dan pemangku
kepentingan lainya.
3. Model sistem berorientasi sepenuhnya pada perspektif sistem,
yakni menganalisis masukan (input), struktur, proses dan hasil
akhir (outcome) dari sudut hasil. Penilainya dapat dilakukan
dengan memperbandingkan antara masukan yang direncanakan
dan realisasinya, struktur, proses dan hasil-hasilnya atau dengan
menggunakan benchmarking tertentu, yakni dengan
membandingkan hasil-hasil yang dicapai dengan program-
program atau organisasi serupa yang dianggap unggul.
4. Model ekonomi, pada dasarnya juga bersandar pada logika dan
perspektif model sistem, meskipun demikian model-model ini
37
cenderung berbeda dengan sistem pada umumnya, dalam artian
bahwa model-model tersebut memandang obyek evaluasinya yaitu
program atau organisasi sebagai sebuah kotak hitam dengan
membandingkan penilaian atas hasil-hasil yang diperoleh, baik
berupa kinerja dalam masukan, dampak maupun manfaat, dengan
keseluruhan pengeluarannya (input).
5. Model aktor, pada umunya mendasarkan kriteria penilaianya pada
kriteria yang dibangun oleh sang aktor sendiri. Model yang
berorientasi pada klien atau pelanggan.
6. Model teori program, pada model ini kriteria penilaianya pada
validitas teori yang telah digunakan dalam melakukan intervensi
atau membangun organisasi. Model ini bisa dikatakan sebagai
perluasan dari model hasil (result model). Bedanya pada model
hasil klasik hanya memfokuskan diri pada tujuan-tujuan atau
akibat konkret terkait intervensi atau organisasi, dan bermaksud
mengevaluasi hasilnya. Tujuan dari model ini ialah untuk
memperbaiki dan mengembangkan lebih lanjut teori program, dan
dengan cara demikian akan dapat dipetik pelajaran mengenai apa
yang sesungguhnya bekerja dengan baik, untuk kepentingan siapa
dan dalam konteks yang bagaimana.
38
Tabel 2 Gambaran menyeluruh dari masing-masing model
Model-model
Evaluasi
Pertanyaan
Kriteria yang
digunakan untuk
mengevaluasi
Model-model
berorientasi hasil
(Result Models)
a) Model
pencapaian
tujuan (Goal
Attainment
model)
b) Model
dampak/aki
bat (effects
model)
a) Seberapa jauh
derajat atau
tingkat
pencapaian
tujuan ?
b) Dampak
manakah
yang dapat
diungkap
a) Berasal dari
tujuan
b) Terbuka, semua
akibat atau
dampak harus
dapat
diungkapkan
Model
Eksplanatoris
(Explanatory
process model)
Apakah tingkatan
aktivitasnya benar-
benar memuaskan?
Adakah masalah-
masalah
implementasi?
Kinerja dianalisi dari
sudut gagasan dan
pengambilan keputusan
dan implementasinya,
serta reaksi-reaksi yang
dialamatkan kepadanya
Model sistem
(System model)
Secara keseluruhan
bagaimanakah
kinerja telah
berfungsi
Dimensi-dimensi input,
proses struktur dan
hasil akhir dinilai
dengan cara
disandingkan atau
dibandingkan dengan
tujuan
Model ekonomi
(Economics
models)
a) Cost-
efficiency
b) Cost-
effectiveness
a) Apakah para
palanggan
terpuaskan ?
b) Apakah para
pemangku
kpenetingan
terpuaskan?
a) Mengukur
keluaran
(output)
dibandingka
dengan ongkos
b) Mengukur
dampak yang
ditimbulkan
39
c) Cost-benefit c) Apakah
tingkat
pemanfaatan
terpuaskan?
c) Megukur
manfaat
dibandingkan
dengan keluaran
Model-model
aktor
(Actor models)
a) Model
berorientasi
pada klien
b) Model
pemangku
kepentingan
c) Peer revies
model
a) Apakah para
pelanggan
terpuaskan
b) Apakah para
pemangku
kepentingan
terpuaskan
c) Apakah
kualitas
profesionalny
a sesuai?
a) Dirumuskan
oleh pelanggan
b) Dirumuskan
oleh para
pemangku
kepentinga
c) Dirumuskan
oleh sesame
sejawat
Model teori
program
(Programme theory
model) atau theory
based evaluation
Pekerjaan macam
apakah yang
dilakukan oleh siapa
dan dalam konteks
yang mana?
Apakah
memungkinkan
menetapkan derajad
kesalahan dalam
teori program
Teori program
direkonstruksi dan
dinila melalui analisi
empiris
Sumber: Hansen, Choosing Evaluation Models: A Discussion on
Evaluation Models. Sage Publication, London, 2005 dalam Wahab
(2011:134)
Pemaparan model-model evaluasi diatas peneliti tertarik untuk
menggunakan model evaluasi berorientasi hasil, dikaitkan dengan
implementasi good governance bagi pemerintahan yang
mengamanatkan agar dalam membuat kebijakan untuk perbaikan
kinerja di sektor publik yang bisa dilakukan dengan pengembangan
atau penguatan hubungan antar pemerintah, swasta dan masyarakat,
40
serta didukung dengan adanya penataan kembali atau reformasi dalam
lembaga pemerintahan.
b. Kriteria Evaluasi
Adapun kriteria-kriteria dalam rangka mengevaluasi suatu
kebijakan yang dikemukakan oleh Dunn (2003) meliputi 6 tipe yaitu:
1. Effectiveness. Kriteria ini berkenaan dengan apakah suatu
alternatif mencapai hasil akibat yang diharapkan atau mencapai
tujuan diadakannya tindakan.
2. Efficiency. Kriteria ini berkenaan dengan rasionalitas ekonomi,
yakni hubungan antara efektivitas dan usaha yang terakhir
umumnya diukur dari ongkos moneter.
3. Adequancy. Kriteria ini berkenaan dengan seberapa jauh suatu
tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau
kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah.
4. Adequity. Kriteria ini berkenaan dengan rasionalitas legal dan
sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara
kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat.
Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan
yang akibatnya (misalnya unit pelayanan atau manfaat moneter)
secara adil didistribusikan.
5. Responsiveness. Kriteria ini berkenaan dengan seberapa jauh
suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau
nilai kelompok-kelompok masyarakat tertentu.
41
6. Appropriateness. Kriteria ini berkenaan dengan rasionalitas
substantif, karena pertanyaan tentang ketepatan kebijakan tidak
berkenaan dengan suatu kriteria individu tetapi dua atau lebih
kriteria secara bersama-sama.
Tabel 3 Kriteria Evaluasi
No Tipe Kriteria
(Kategori)
Pertanyaaan Ilustrasi
1. Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah
tercapai?
Unit pelayanan
2. Efisiensi Seberapa banyak usaha yang diperlukan
untuk mencapai hasil yang diinginkan?
Unit biaya,
Manfaat bersih,
Rasio cost-
benefit
3. Kecukupan Seberapa pencapaian hasil yang
diinginkan untuk memecahkan
masalah?
Biaya tetap.
Efektivitas
tetap.
4. Perataan Apakah biaya dan manfaat
didistribusikan secara merata kepada
kelompok-kelompok yang berbeda?
Kriteria Pareto,
Kriteria Kaldor
Hicks, Kriteria
Rawls.
5. Responsivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan
kebutuhan, prefrensi, atau nilai
kelompok-kelompok tertentu?
Konsistensi
dengan survei
warga negara
6. Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan
benar-benar berguna dan bernilai?
Program publik
harus merata
dan efisien.
Sumber : William Dunn (2003:610)
Berdasarkan penjelasan diatas, untuk menilai dan
mengukur keberhasilan pelaksanaan program peneliti akan
menggunakan kriteria evaluasi Dunn (2003:610) sebagai tolak ukur
keberhasilan program yaitu efektivitas program, efisiensi program,
42
kecukupan program, responsivitas program, ketepatan program,
dan pemerataan program.
c. Fungsi dan Tujuan Evaluasi Program
Evaluasi memegang peranan utama dalam setiap analisis
kebijakan atau program, secara umum fungsi evaluasi adalah
sebagai berikut :
a. Memberikan informasi yang valid mengenai kinerja kebijakan
atau program, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai, dan
kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik, dalam
hal ini evaluasi mengungkapkan seberapa besar tujuan telah
dicapai.
b. Melakukan klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang
medasari pemilihan tujuan dan target.
c. Evalusai memberikan sumbangan pada aplikasi metode-
metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan
masalah dan rekomendasi.
Sedangkan tujuan dari pelaksanaan evaluasi ada dua, yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada
program secara keseluruhan sedangkan tujuan khusus lebih
difokuskan pada masing-masing komponen. Implementasi program
harus senantiasa di evaluasi untuk melihat sejauh mana program
tersebut telah berhasil mencapai maksud pelaksanaan program
yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi,
program-program yang berjalan tidak akan dapat dilihat
efektifitasnya. Dengan demikian kebijakan-kebijakan baru
sehubungan dengan program itu tidak akan didukung oleh data.
Karenanya, evaluasi program bertujuan untuk mengetahui
43
pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui
keterlaksanaan kegiatan program, Arikunto (2009:18).
Rossi dan Freeman menyebutkan bahwa ada 4 tujuan
dilaksanakannya suatu evaluasi seperti yang dikutip dalam Hamdi
(2014:108). Adapun keempat tujuan tersebut antara lain yaitu:
a. Evaluasi dilakukan untuk menilai kelayakan program yang
sedang berlangsung dan untuk mengestimasi kemanfaatan
upaya-upaya untuk memperbaikinya.
b. Evaluasi dilakukan untuk menaksir kemanfaatan dari inisiatif
dan program yang bersifat inovatif.
c. Evaluasi dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dari
administrasi dan manajemen program.
d. Evaluasi dilakukan untuk memenuhi berbagai persyaratan
akuntabilitas.
Selain tujuan, evaluasi kebijakan publik juga memiliki fungsi.
Ada beberapa fungsi dari evaluasi menurut Wibawa, dkk dalam
Nugroho (2009:541) yaitu:
a. Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas
pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi
tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas
yang diamatinya. Dari evaluasi ini, evaluator dapat
mengidentifikasikan masalah, kondisi dan aktor yang
mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan.
b. Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan
yang dilakukan oleh pelaku, baik birokrasi maupun pelaku
lainnya, sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan
oleh kebijakan.
c. Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui, apakah output benar-
benar sampai ketangan kelompok sasaran kebijakan, atau
justru ada kebocoran dan penyimpangan.
d. Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui akibat sosial-
ekonomi dari kebijakan tersebut.
44
Berdasarkan penjelasan kegiatan evaluasi program sangat
berguna bagi pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan dari
program, karena dari masukan hasil evaluasi program itulah para
pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut dari program
yang sedang atau telah dilaksanakan, wujud dari hasil evaluasi
adalah sebuah rekomendasi. Evaluasi program, memegang peranan
besar dalam suatu proses kebijakan publik, dengan dilakukannya
suatu tahap evaluasi maka penyelenggara pelayanan publik dalam
hal ini adalah pemerintah dapat mengetahui sejauh mana suatu
kebijakan berjalan.
D. Evaluasi Deliberatif
1) Definisi Deliberatif
Indonesia merupakan negara yang demokratis dan menganut
kebijakan desentralisasi dimana masyarakat atau rakyat memiliki
kedaulatan penuh dalam berpartisipasi dalam pemerintahan yang ada dan
dikenal dengan istilah deliberatif. Seperti dikutip dalam buku Hardiman
(2009:128)
“istilah deliberasi berasal dari kata latin deliberatio yang lalu di dalam
bahasa Inggris menjadi deliberation. Istilah ini berarti
„konsultasi”,‟menimbang-nimbang” atau – kita telah memiliki kosa
kata politis ini – “musyawarah”. Semua arti leksikal ini harus
ditempatkan dalam konteks “publik” atau “kebersamaan secara
politis‟ untuk memberi pengertian yang penuh sebagai sebuah konsep
dalam teori diskursus.
Dari definisi diatas bahwa konsep deliberatif memandang bahwa
komunikasi antara pihak pemerintah dan stakeholder lainya penting
45
dilaksanakan, karena dengan adanya komunikasi pemerintahan sebagai
alat untuk mencapai tujuan, dan persamaan persepsi di antara masyarakat
dan pemerintah terhadap suatu kebijakan. Konsep deliberatif ini
memusatkan pada ruang publik di setiap pengambilan keputusan-
keputusan kolektif sebuah kebijakan.
Dalam Hardiman (2009:18) menjelaskan tentang pengertian
demokrasi deliberatif sebagai berikut:
…Demokrasi bersifat deliberatif, jika proses pemberian alasan atas
suatu kandidat kebijakan publik diuji lebih dahulu lewat konsultasi
publik atau lewat – dalam kosakata teoritis Habernas – “diskursus
publik”, Demokrasi deliberatif ingin meningkatkan intensitas
partisipasi warga negara dalam pembentukan aspirasi dan opini
(oefentlicher Meinungs-und Willensbildungsprozess) agar
kebijakan-kebijakan dan undang-undang yang dihasilkan oleh
pihak yang memerintah semakin mendekati harapan pihak yang
diperintah
Penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, demokrasi yang bersifat
deliberatif dalam membuat kebijakan harus melewati tata cara prosedural
untuk mencapai tujuan dasar yang dilakukan dengan menggunakan aturan
argumentatif dan naratif, sehingga pada akhirnya mampu menyediakan
ruang bagi masyarakat dalam berpartisipasi untuk ikut dalam mencapai
tujuan bersama. Dalam hal ini demokrasi memiliki sifat deliberasi dimana
keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi mengurusi negara dalam
proses demokrasi. Ditandai juga dengan adanya ruang publik untuk
bertukar pendapat seperti musyawarah, usl dan kritik.
46
2) Definisi Evaluasi Deliberatif
Berdasarkan pengertian evaluasi dan pengertian deliberatif yang telah
dijelaskan sebelumnya, berarti merupakan suatu proses agar terciptanya
deliberatif yang berkualitas tanpa adanya paksaan dari pihak manapun
serta evaluasi deliberatif merupakan metode untuk menilai hasil
pelaksanaan suatu program dan untuk melihat sejauh mana program
tersebut tercapai sesuai dengan tujuan awal melalui cara bermusyawarah
dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder). Evaluasi ini
mempunyai bentuk proses deliberatif, menurut Habermas (1996:305-306)
antara lain:
1. Proses deliberatif meletakkan pada bentuk argumentasi melalui
bertukarnya informasi maupun alasan sebagai suatu kritk yang
akan disampaikan
2. Deliberatif berifat inklusi dan publik. Semua partisipan yang ada
memiliki kesempatan dan peluang untuk mempengaruhi suatu
keputusan yang akan diambil
3. Deliberatif bersifat bebas, yang berarti tanpa adanya paksaan dari
luar atau eksternal, para partisipan hanya terkait dengan aturan cara
berargumentasi
4. Proses deliberatif juga bebas tanpa adanya paksaan dari pihak
internal dalam dalam yang dapat mengurangi kesetaraan para
partisipan, partisipan memiliki kesempatan yang sama untuk
mendengar, memahami topik, memberikan kontribusi, memberikan
47
saran dan juga kritik, sehingga argumenya berdasarkan jawaban ya
atau tidak.
Proses deliberatif dari yang pertama sampai yang keempat dapat
diambil kesimpulan bahwa proses deliberatif ini merupakan proses agar
saat bermusyawarah tidak ada paksaan dari sisi manapun sehingga
terciptanya proses deliberatif yang berkualitas. Model evaluasi deliberatif
ini nantinya dapat dijadikan sebagai acuan terkait saran ke depan untuk
pemerintah Kabupaten Tuban pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman sebagai inovasi dalam melakukan evaluasi dari program
rumah tinggal layak huni agar lebih partisipatif.
E. Pengertian Rumah, Perumahan dan Permukiman
1. Pengertian Rumah
Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat
tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat
dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya (UU No.1 tahun
2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman).
2. Pengertian Perumahan
Perumahan menurut UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan
48
prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan
rumah yang layak huni.
3. Pengertian Permukiman
Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di
luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun
perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan
dan penghidupan (UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
Permukiman).
F. Rumah Tinggal Layak Huni
Berdasarkan Permenpera nomor 22/Permen/M/2008, Rumah Tinggal
Layak Huni adalah rumah yang tak memenuhi persyaratan teknis keselamatan
bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan
penghuninya. Berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah nasional
(RPJMN) 2015-2019, pemerintah menargetkan mampu membantu
pembedahan sebanyak 1,75 juta unit rumah untuk ditingkatkan kualitasnya.
Untuk Mendapatkan bantuan rehabitasi rumah tidak layak huni ada beberapa
kriteria rumah yang bisa dilihat apakah layak untuk mendapatkan bantuan
bedah rumah atau tidak didasarkan atas kriteria bangunan rumah tersebut
namun, bantuan pemerintah tersebut ditujukan hanya bagi kelompok
masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Program yang dikenal sebagai
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) ini berupa bantuan maksimum
49
Rp15 juta untuk peningkatan kualitas dan maksimum Rp30 juta untuk
pembangunan baru.
Berikut ini kriteria masyarakat yang berhak menerima bantuan tersebut
(pu.go.id)
1. Penerima bantuan haruslah Warga Negara Indonesia
2. MBR dengan penghasilan dibawah UMP rata-rata nasional
3. Sudah berkeluarga
4. Memiliki atau menguasai tanah
5. Belum memiliki rumah atau memiliki dan menghuni rumah tidak
layak huni
6. Belum pernah menerima bantuan perumahan dari pemerintah
7. Didahulukan bagi yang memiliki rencana pembangunan atau
peningkatan kualitas rumah, dibuktikan dengan adanya:
1. Memiliki tabungan bahan bangunan,
2. Telah memulai pembangunan rumah sebelum memperoleh
bantuan,
3. Memiliki aset lain yang dapat dijadikan dana tambahan BSPS,
4. Memiliki tabungan uang yang dijadikan dana tambahan BSPS.
8. Bersungguh-sungguh mengikuti program BSPS
9. Dapat bekerja secara berkelompok
Kriteria Objek Bantuan
1. Rumah tidak layak huni yang berada di atas tanah:
1. Dikuasai secara fisik dan jelas batas-batasnya
2. Bukan merupakan tanah warisan yang belum dibagi
3. Tidak dalam status sengketa dan
4. Penggunaannya sesuai dengan rencana tata ruang
2. Bangunan yang belum selesai dari yang sudah diupayakan oleh
masyarakat sampai paling tinggi struktur tengah dan luas lantai
bangunan paling tinggi 45 meter persegi
3. Terkena kegiatan konsolidasi tanah atau relokasi dalam rangka
peningkatan kualitas perumahan dan kawasan permukiman, dan
atau
4. Terkena bencana alam, kerusuhan sosial dan/atau kebakaran.
Definisi Rumah Tidak Layak Huni
1. Bahan lantai berupa tanah atau kayu kelas IV
2. Bahan dinding berupa bilik bambu/kayu/rotan atau kayu kelas IV,
tidak/kurang mempunyai ventilasi dan pencahayaan
3. Bahan atap berupa daun atau genteng plentong yang sudah rapuh
4. Rusak berat dan/atau
50
5. Rusak sedang dan luas bangunan tidak mencukupi standar minimal
luas per anggota keluarga, yaitu 9 meter persegi.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
pemerintah memiliki kriteria sendiri untuk mendapatkan bantuan program
rumah tinggal layak huni, adanya kriteria yang ditetapkan agar pemerintah
menyalurkan bantuan kepada pihak yang tepat sasaran, dengan adanya
kriteria ini dapat semaksimal mungkin untuk tidak salah dalam memberikan
bantuan, seperti kita ketahui sekarang ini banyak bantuan yang salah sasaran
pihak yang seharusnya mendapat bantuan akan tetapi tidak mendapatkan,
yang terjadi pihak yang seharusnya tidak berwenang mendapat bantuan
kenyataanya mendapat bantuan, untuk itulah kriteria ini diberikan.
G. Kebijakan Permukiman dan Perumahan RENSTRA PUSLITBANG
TAHUN 2015-2019
1. Visi, Misi dan Tujuan Nasional Pembangunan Perumahan
Untuk mewujudkan pembangunan visi pembangunan nasional tahun
2015-2019 menjadi Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian
berlandaskan gotong royong melalui pembangunan nasional yang lebih
cepat, kuat, inklusif serta berkelanjutan, maka Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat menjabarkan visi pembangunan
nasional tersebut ke dalam visi, misi, tujuan dan sasaran Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sesuai dengan peran, tugas
dan fungsinya serta dengan mempertimbangkan pencapaian
pembangunan bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat periode
tahun 2010-2014, potensi dan permasalahan, tantangan utama
51
pembangunan yang dihadapi lima tahun kedepan serta sasaran utama
dan arah kebijakan pembangunan nasional dalam RPJMN tahun 2015.
Oleh karena itu visi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat tahun 2015-2019 adalah: “Terwujudnya infrasturktur pekerjaan
umum dan perumahan rakyat yang handal dalam mendukung Indonesia
yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong”.
Misi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang
merupakan rumusan upaya-upaya yang akan dilaksanakan selama periode
Renstra 2015–2019 dalam rangka mencapai visi serta mendukung upaya
pencapaian target pembangunan nasional, berdasarkan mandat yang
diemban oleh Kementerian PU dan Perumahan Rakyat sebagaimana yang
tercantum di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 165 Tahun 2014 tentang
Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja, amanat RPJMN tahap ketiga
serta perubahan kondisi lingkungan strategis yang dinamis adalah sebagai
berikut :
1. Mempercepat pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan
perumahan rakyat secara terpadu dari pinggiran didukung industri
konstruksi yang berkualitas untuk keseimbangan pembangunan
antar daerah terutama, dikawasan tertinggal, kawasan perbatasan,
dan kawasan perdesaan, dalam kerangka NKRI.
2. Mempercepat pembangunan infrastruktur sumber daya air
termasuk sumber daya maritim untuk mendukung ketahanan air,
kedaulatan pangan, dan kedaulatan energi, kedaulatan pangan,
dan ketahanan energi, guna menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik dalam rangka kemandirian ekonomi.
3. Mempercepat pembangunan infrastruktur jalan untuk mendukung
konektivitas guna meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan
pelayanan sistem logistik nasional bagi penguatan daya saing
bangsa di lingkup global yang berfokus pada keterpaduan
konektivitas daratan dan maritim
52
4. Mempercepat pembangunan infrastruktur permukiman dan
perumahan rakyat untuk mendukung layanan infrastruktur dasar
yang layak dalam rangka mewujudkan kualitas hidup manusia
Indonesia sejalan dengan prinsip „infrastruktur untuk semua‟.
5. Meningkatkan tata kelola sumber daya organisasi bidang
pekerjaan umum dan perumahan rakyat yang meliputi sumber daya
manusia, pengendalian dan pengawasan, kesekertariatan serta
penelitian dan pengembangan untuk mendukung fungsi manajemen
meliputi perencanaan yang terpadu, pengorganisasian yang efisien,
pelaksanaan yang tepat, dan pengawasan yang ketat.
2. Arah Kebijakan
Arah kebijakan sejalan dengan Rencana Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005-2025, pembangunan perumahan beserta prasarana dan
sarana pendukungnya akan ditingkatkan, sehingga kebutuhan hunian
yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung terpenuhi bagi
seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan
jangka panjang yang market friendly, efisien, dan akuntabel serta
terwujud kota tanpa permukiman kumuh (cities without slum) sesuai
dengan Millennium Development Goals (MDGs). Sejalan dengan
pemenuhan hunian yang layak, pembangunan prasarana dan sarana
diarahkan pada peningkatan cakupan pelayanan air minum perpipaan
secara nasional hingga mencapai 100 persen, peningkatan proporsi
rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi dasar yang layak
hingga mencapai 100 persen, dan pengembangan sistem sanitasi
terpusat. Pemenuhan perumahan beserta prasarana dan sarana
pendukungnya diarahkan pada: (Peraturan Menteri Negara Perumahan
53
Rakyat Republik Indonesia nomor 13 tahun 2011 tentang Rencana
Strategis Kementerian Perumahan Rakyat tahun 2010-2014)
1. Penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan,
memadai, layak dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta
didukung oleh prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi
dan berkualitas yang dikelola secara profesional, credible, mandiri
dan efisien.
2. Penyelenggaraan pembangunan perumahan beserta prasarana dan
sarana pendukungnya yang mandiri, mampu membangkitkan
potensi pembiayaan yang berasal dari masyarakat dan pasar modal,
menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pemerataan dan
penyebaran pembangunan.
3. Pembangunan pembangunan perumahan beserta prasarana dan
sarana pendukungnya yang memperhatikan fungsi dan
keseimbangan lingkungan hidup
54
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong
(2004:6) adalah
“penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.”
Untuk menilai dan mengukur keberhasilan pelaksanaan program peneliti
akan menggunakan kriteria evaluasi Dunn (2003) sebagai tolak ukur
keberhasilan program yaitu efektivitas program, efisiensi program, kecukupan
program, responsivitas program, ketepatan program, dan pemerataan program.
Evaluasi pelaksanaan program perbaikan rumah tidak layak huni yang
dilaksanakan di Kabupaten Tuban ini dilakukan untuk melihat sejauh mana
keberhasilan program tersebut. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat
dari dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut. Evaluasi dilakukan
dengan menggunakan indikator dan tolak ukur yang didasarkan pada literatur
maupun peraturan formal, dan dikelompokkan berdasarkan kriteria evaluasi
yaitu efektifitas, efisiensi, kecukupan, responsibilitas, ketepatan dan
pemerataan.
55
Proses diawali dengan mengidentifikasi indikator dan tolak ukur yang
akan dievaluasi, identifikasi indikator dilakukan dengan menggunakan metode
studi literatur, yang meliputi teori-teori dan peraturan perundangan yang terkait
dengan perumahan dan permukiman. Selanjutnya, dengan menggunakan
indikator dan tolak ukur yang telah dihasilkan, dilakukan perbandingan
terhadap kondisi pelaksanaan program bantuan pembangunan atau perbaikan
rumah tinggal layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah di Kabupaten
Tuban. Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, akan didapat hasil evaluasi
pelaksanaan program perbaikan rumah tinggal layak huni yang dilaksanakan di
Kabupaten Tuban tersebut, sehingga dapat memberikan informasi serta
rekomendasi atau usulan pengembangan program ini.
Atas dasar tersebut, penelitian ini diharapkan dapat mendeskripsikan,
mengevaluasi, dan menganalisis suatu fenomena atau peristiwa yang sedang
terjadi pada pelaksanaan program rumah tinggal layak huni, serta mengetahui
tahapan penanganan program ini dan untuk mengetahui tantangan ke depan
dalam menyelesaikan target program rumah tinggal layak huni untuk
masyarakat berpenghasilan rendah di Kabupaten Tuban.
B. Fokus Penelitian
Tujuan dengan adanya fokus penelitian ini berguna untuk mempertajam
fokus yang akan diteliti, serta dapat mempermudah untuk dihubungkan dengan
keterkaitan antara peneliti dan fokus penelitian. Pada penelitian ini yang
56
menjadi fokus dari evaluasi program rumah tinggal layak huni Kecamatan
Tuban membahas mengenai sebagai berikut:
1. Pelaksanaan program rumah tinggal layak huni pada Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman yang terdiri dari 6 kriteria evaluasi
menurut William Dunn (2003) yaitu:
a. Efektivitas pelaksanaan program rumah tinggal layak huni
b. Efisiensi pelaksanaan program rumah tinggal layak huni
c. Kecukupan pelaksanaan program rumah tinggal layak huni
d. Kesamaan pelaksanaan program rumah tinggal layak huni
e. Responsivitas pelaksanaan program rumah tinggal layak huni
f. Ketepatan pelaksanaan program rumah tinggal layak huni
2. Dinamika penanganan program rumah tinggal layak huni pada Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman.
3. Tantangan ke depan yang dihadapi dalam program rumah tinggal layak
huni.
C. Lokasi dan Situs Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat atau letak dimana peneliti
memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan tema masalah serta
fokus penelitian yang telah ditetapkan. Adapun yang menjadi lokasi penelitian
ini berada di Kabupaten Tuban. Alasan peneliti memilih Kabupaten Tuban
sebagai lokasi penelitian dikarenakan Kabupaten Tuban merupakan salah satu
kota di Jawa Timur yang melaksanakan program pengurangan rumah tidak
57
layak huni serta dalam kurun waktu program ini berjalan, disetiap tahun pula
masih mucul data rumah tinggal tidak layak huni.
Sedangkan yang menjadi situs penelitian adalah Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban Jl. Pahlawan No. 10.
Tuban. Dipilihnya Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Kabupaten Tuban ini sebagai lokasi penelitian dikarenakan Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman ini merupakan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) yang mengelolah program tersebut.
Situs penelitian adalah Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Jl. Pahlawan No. 10. Tuban. Dipilihnya Dinas tersebut sebagai
lokasi penelitian dikarenakan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman ini merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang
berdasarkan Peraturan Bupati tuban Nomor : 64 Tahun 2016 Tentang Uraian
Tugas, Fungsi dan Tata Kerja disebutkan bahwa, Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban merupakan unsur pelaksana otonomi
daerah. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban
mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman berdasarkan asas otonomi dan
tugas pembantuan. Selanjutnya Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban diarahkan untuk meningkatkan prasarana
bidang perumahan dan permukiman, air minum dan sanitasi, serta kebersihan
pertamanan dan pemakaman.
58
D. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggali data dari berbagai sumber
baik data dari internal maupun eksternal Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban. Sumber data merupakan tempat
dimana data dan informasi diperoleh untuk diteliti sehingga memberikan
kesimpulan yang menyeluruh. Dalam proses pengumpulan data di lapangan,
peneliti berusaha memperoleh data yang akurat dari narasumber yang tepat
sehingga dapat dijadikan pegangan keakuratan hasil penelitian nantinya.
Adapun data yang dijadikan peneliti sebagai sumber data dalam penelitian ini
adalah:
1. Data Primer (Primary Data)
Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman dan berhubungan
dengan fokus penelitian dapat berupa kata-kata, tindakan orang-orang
yang diamati atau diwawancarai. Data primer yang digunakan dalam
penelitian ini adalah hasil wawancara dengan informan yang sekiranya
dapat memberikan informasi dan pernyataan terkait pelaksanaan
program rumah tinggal layak huni di Kabupaten Tuban.
2. Data Sekunder (Secondary Data)
Yaitu data pendukung yang berasal dari dokumen-dokumen,
catatan-catatan, laporan-laporan, serta arsip-arsip yang diperoleh
secara tidak langsung. Adapun data sekunder yang digunakan peneliti
dalam penelitian ini adalah:
59
a. Data yang berupa dokumen-dokumen resmi, arsip-arsip
maupun laporan hasil kerja pada Dinas Perumahan Rakyat
dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban, data tersebut
bisa terdiri atas : LAKIP, peraturan tentang program rumah
tinggl layak huni Kabupaten Tuban.
b. Situs dari internet berupa website resmi Pemerintah
Kabupaten Tuban, media massa, dan laporan dari hasil
penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara-cara yang tepat untuk
memperoleh atau mengambil data atau informasi dalam suatu kegiatan
penelitian tertentu. seperti yang diungkapkan oleh Pasalong (2012:130) bahwa
“pengumpulan data merupakan suatu langkah yang sangat penting dalam
metode ilmiah karena pada umumnya data yang terkumpul digunakan
dalam rangka analisis penelitian, kecuali untuk penelitian eksploratif,
untuk pengujian hipotesa. Pengumpulan data harus menggunakan prosedur
yang sistematik dan terstandar untuk memperoleh data yang diperlukan
dalam suatu penelitian”.
Sehingga untuk mengumpulkan data yang akurat dalam menjawab
permasalahan yang ada, maka teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti
dalam penelitian ini adalah:
1. Pengamatan (Observasi)
Teknik pengumpulan data melalui pengamatan atau observasi
dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan untuk melihat
60
secara langsung apa yang menjadi objek penelitian. Menurut Widi
(2010:236-237)
“observasi merupakan suatu cara yang sangat bermanfaat,
sistematik dan selektif dalam mengamati dan mendengarkan
interaksi atau fenomena yang terjadi”.
Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, maka peneliti
menggunakan observation non participant, yang mana peneliti tidak
terlibat secara langsung dengan kegiatan dan mengamati setiap
interaksi ataupun fenomena yang terjadi pada pelaksanaan program
rumah tingal layak huni.
2. Wawancara (interview)
Teknik wawancara atau interview ini mengharuskan peneliti
menyediakan kerangka dan garis besar pokok-pokok yang ditanyakan
dalam proses wawancara. Wawancara yang dilakukan peneliti pada
penelitian ini disesuaikan dengan perumusan masalah dan fokus
penelitian yaitu tentang evaluasi program rumah tinggal layak huni,
dinamika penanganan pada program, sertas tantangan kedepan dalam
program rumah tinggal layak huni. Adapun jenis wawancara yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur.
Seperti yang diungkapkan oleh Moleong (2004:191) bahwa:
“wawancara ini sangat berbeda dengan wawancara terstruktur
dalam hal waktu bertanya dan memberikan respons, yaitu jenis ini
jauh lebih bebas iramanya. Responden biasanya terdiri atas mereka
yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas. Biasanya mereka
memiliki pengetahuan dan mendalami situasi, dan mereka lebih
mengetahui informasi yang diperlukan”.
61
Berdasarkan teori diatas, maka pihak-pihak yang akan
diwawancara oleh peneliti terkait pelaksanaan program rumah tinggal
layak huni adalah Kepala bidang, pegawai/staff pada Dinas
Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta masyarakat Kabupaten
Tuban yang pernah mendapatkan bantuan program tersebut.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang umumnya
adalah data sekunder, seperti:
a. Dokumen, arsip dan juga artikel-artikel yang berhubungan
dengan perumusan masalah peneliti
b. Foto-foto yang dapat dijadikan sebagai gambaran untuk
mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan program rumah
tinggal layak huni
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang digunakan oleh
peneliti untuk memperoleh data atau informasi. Berkaitan dengan hal
tersebut, maka instrumen penelitian yang digunakan peneliti adalah:
1. Peneliti sendiri yaitu peneliti dapat menggunakan indera untuk
dapat melakukan pengamatan dan pencatatan semua fenomena
yang terjadi di lokasi penelitian.
62
2. Pedoman wawancara (interview guide), peneliti menggunakan
pedoman wawancara untuk mengarahkan peneliti dalam rangka
mencari data. Pedoman wawancara itu sendiri merupakan
serangkaian pokok-pokok pertanyaan yang hendak diajukan
kepada responden untuk mendapatkan keterangan dari informan
yang berguna dalam penelitian.
3. Peralatan Penunjang Lapangan: cacatan lapangan (field note),
catatan penting hasil pengamatan di lapangan baik berupa
wawancara ataupun dokumentasi yang telah dibuat. Alat tulis dan
alat-alat lain yang diperlukan untuk mengumpulkan data, seperti
tape recorder atau kamera yang digunakan untuk
mendokumentasikan dan mencatat berbagai informasi yang
relevan dengan masalah yang diteliti.
G. Analisis Data
Analisis data yang digunakan peneliti selama penelitian memiliki alur
kegiatan yang terdiri dari Data Collection, Data Display, dan Data
Condensation. Adapun tahapan dalam analisis data pada penelitian ini
sebagaimana dijelaskan oleh Miles, Hubberman, dan Saldana (2014:33)
adalah sebagai berikut:
1. Data Collection
Merupakan proses penilaian, pemilihan, pemusatan perhatian, dan
penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang
63
muncul dari catatan tertulis di lapangan. Data yang diperoleh dari
lapangan lalu direduksi oleh peneliti dengan cara pengkodean dan
klasifikasi data dan selanjutnya dilakukan pemilihan terhadap data
yang relevan dan mana yang tidak relevan dengan permasalahan pada
fokus penelitian. Reduksi data ini berlanjut terus sesudah penelitian di
lapangan sampai pada laporan akhir secara lengkap tersusun.
2. Data Display
Penyajian data dimaksud sebagai sekumpulan informasi yang
tersusun dan memberikan kemungkinan tentang adanya penarikan
kesimpulan dan mengambil tindakan. Dengan melihat penyajian data,
kita dapat memahami apa yang sedang terjadi, kapan terjadinya dan
apa yang harus dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah
peneliti melihat gambaran secara keseluruhan bagian-bagian tertentu
dari penelitian sehingga data tersebut dapat ditarik kesimpulan.
Penyajian data dalam penelitian dapat berupa tabel, gambar, skema
atau matriks dan dalam bentuk teks naratif yaitu kumpulan kalimat
singkat agar lebih mudah untuk dimengerti dan dipahami.
3. Data Condensation
Kondensasi data merujuk pada proses memilih,
menyederhanakan, mengabstrakkan, dan atau mentransformasikan data
yang mendekati keseluruhan bagian dari catatan-catatan lapangan
secara tertulis, transkip wawancara, dokumen-dokumen, dan materi-
materi empiris lainnya.
65
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Kabupaten Tuban
a. Aspek Geografis
Kabupaten Tuban merupakan bagian wilayah propinsi Jawa Timur yang
berada di sebelah barat dan berbatasan dengan propinsi Jawa Tengah,
secara astronomi terletak pada posisi 111030’-112035’ bujur timur dan
6º40’-7018’ lintang selatan, dengan batas-batas sebelah utara laut jawa,
sebelah timur Kabupaten Lamongan, sebelah barat Kabupaten Rembang
dan Blora Jawa Tengah, sebelah selatan Kabupaten Bojonegoro. Luas
wilayah Kabupaten Tuban 183.994.562 Ha yang secara administrasi
terbagi menjadi 20 Kecamatan dan 328 desa atau kelurahan yakni 311
desa dan 17 kelurahan. Kecamatan tersebut antara lain Kecamatan
Plumpang, Kecamatan Widang, Kecamatan Singgahan, Kecamatan
Rengel, Kecamatan Soko, Kecamatan Senori, Kecamatan Bangilan,
Kecamatan Bancar, Kecamatan Parengan, Kecamatan Merakurak,
Kecamatan Palang, Kecamatan Jatirogo, Kecamatan Jenu, Kecamatan
Tuban, Kecamatan Tambakboyo, Kecamatan Montong, Kecamatan
Semanding, Kecamatan Kenduruan, Kecamatan Kerek, dan Kecamatan
Grabagan.
67
Tabel 4 Kondisi Tata Ruang Kabupaten Tuban menurut penggunaannya
No Uraian Luas Ket
1 Luas Wilayah 183.994,562 Ha
2 Kawasan Budi Daya 181.478,172 Ha
Hutan Produksi 44.760,877 Ha
Lahan pertanian 863.965,499 Ha
Lahan perikanan 5.677,455 Ha
Lahan perkebunan 796,240 Ha
Lahan pariwisata 67,910 Ha
Kawasan pemukiman
pedesaan
23.841,622 Ha
Kawasan pemukiman
perkotaan
5.32,710 Ha
Lahan industri 4.907,000 Ha
Lahan pertambangan 8.485,000 Ha
3 Kawasan Non Budi Daya 2.516,420 Ha
Cagar alam 3.000 Ha
Taman wisata alam 42,700 Ha
Pantai berhutan bakau 572,500 Ha
Cagar budaya 9,200 Ha
Mata air 439,950 Ha
Waduk 59,660 Ha
Sungai 1.444,310 Ha
Kawasan pantai 572,500 Ha
4 Luas wilayah perairan
laut
22.608 Km2 ha
Sumber : Dokumen DPU, 2016
68
Secara geologi Kabupaten Tuban termasuk dalam cekungan Jawa
Timur bagian utara yang memanjang ke arah barat–timur mulai dari
Semarang sampai Surabaya, yang tersusun dari batuan sedimen dan kaya
akan sumberdaya alam berupa bahan tambang galian golongan C
diantaranya: pasir silica, clay, ball clay, phospat, dolomit dan trass serta
golongan A berupa minyak bumi. Secara geologi terdapat 3 (tiga) jenis
tanah yang dominan di Kabupaten Tuban yaitu :
a. Mediteran merah kuning berasal dari endapan batu kapur di daerah
bukit sampai gunung, terdapat di kecamatan Semanding, Montong,
Kerek, Palang, Jenu, sebagian Tambakboyo, Widang, Plumpang dan
Merakurak.
b. Aluvial berasal dari endapan di daerah daratan dan cekungan, terdapat
di kecamatan Tambakboyo, Bancar, Tuban, Palang, Rengel, Soko,
Parengan, Singgahan, Senori dan Bangilan.
c. Grumosol, berasal dari endapan batuan didaerah bergelombang,
terdapat di kecamatan Bancar, Jatirogo dan Senori.
Ketinggian daratan di Kabupaten Tuban berkisar antara 5-182 meter
diatas permukaan laut (dpl). Bagian utara berupa dataran rendah dengan
ketinggian 0–15 meter diatas permukaan laut, bagian selatan dan tengah
juga merupakan dataran rendah dengan ketinggian 5–500 meter. Daerah
yang berketinggian 0–25 m terdapat disekitar pantai dan sepanjang
Bengawan Solo sedangkan daerah yang berketinggian diatas 100 meter
terdapat di Kecamatan Kenduruan, Montong, Parengan dan Grabagan.
69
Kabupaten Tuban memiliki wilayah seluas 24.447,49 km2 yang terdiri
dari wilayah daratan seluas 1.839,95 km2 dan wilayah lautan seluas
22.608 km2, dengan kawasan pantai sepanjang 65 Km yang membentang
dari arah Timur di Kecamatan Palang sampai arah barat di Kecamatan
Bancar. Wilayah Kabupaten Tuban merupakan wilayah dataran dan
pegunungan, wilayah ini merupakan wilayah yang paling luas dengan
kondisi yang berbeda. Dari luas daerah menurut jenis lahan di wilayah
Kabupaten Tuban terdiri dari lahan kering (dry land) seluas 174.298,06 Ha
dan lahan cukup basah (wetland) seluas 9.696,51 Ha.
Di bagian utara merupakan kawasan pantai yang relatif kurang subur
untuk pertanian sehingga diarahkan untuk kawasan industri dan perikanan,
di bagian tengah merupakan kawasan gugusan pegunungan kapur yang
mempunyai kandungan bahan tambang galian golongan C yang cukup
potensial, diantaranya: pasir silica, clay, ball clay, phospat, dolomit dan
trass serta golongan A berupa minyak bumi, sedangkan bagian selatan
merupakan lahan pertanian yang subur penghasil padi yang potensial bagi
Kabupaten Tuban, dan bagian tenggara merupakan daerah aliran sungai
(DAS) Bengawan Solo.
Akibat letak astronomisnya, wilayah Kabupaten Tuban termasuk dalam
iklim tropis sedangkan akibat letak geografisnya memiliki dua musim
yaitu musim penghujan dan musim kemarau, dengan curah hujan kategori
sedang, curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Pebruari sebesar 292,88
mm dan terendah pada bulan Agustus sebesar 1,24 mm.
70
Pola penggunaan lahan kawasan di Kabupaten Tuban berdasarkan
Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2012-2023 terbagi
dalam kawasan budidaya dan kawasan lindung yang meliputi:
- Hutan produksi : 49. 942,52 Ha
- Sawah : 69. 253,96 Ha
- Semak belukar : 9. 752,03 Ha
- Tegalan : 36. 872,17 Ha
- Sungai : 502,50 Ha
- Pariwisata : 14,35 Ha
- Pemukiman : 11. 517,52 Ha
- Industri : 360,15 Ha
- Industri dan Perdagangan : 447,71 Ha
- Pertambangan : 1. 257,93 Ha
- Waduk : 681,29 Ha
- Empang : 2. 602,92 Ha
- PPI : 0,6I Ha
- Hutan lindung : 730,00 Ha
b. Aspek Demografis
Jumlah penduduk Kabupaten Tuban pada tahun 2015 mencapai
1.304.080 jiwa, dengan rincian jumlah penduduk laki – laki 653.413 jiwa
(50,11%) dan jumlah penduduk perempuan 650.667 jiwa (49,89%).
Tingkat kepadatan penduduk rata–rata 708,76 berarti setiap 1 km2 luas
71
daratan di Kabupaten Tuban dihuni oleh rata-rata sebanyak 709 jiwa
(0,14%) dari luas wilayah daratan sebesar 1.839,95 km².
Tabel 5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Kabupaten Tuban
Tahun 2015
No. Kelompok
Umur/Tahun
Laki-laki Perempuan Jumlah
1. 0 – 4 37.338 35.055 72.393
2. 5 – 9 48.013 44.710 92.723
3. 10 – 14 47.861 45.341 93.202
4. 15 – 19 51.004 48.371 99.375
5. 20 – 24 49.943 49.108 99.051
6. 25 – 30 64.585 62.718 127.303
7. 31 – 40 115.351 110.189 225.540
8. 41 – 50 97.556 97.560 195.116
9. 51 – 60 74.345 76.952 151.297
10. 61 – 70 41.589 41.909 83.498
11 71 25.832 38.750 64.582
JUMLAH 653.413 650.667 1.304.080
Sumber : Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Tuban
dalam LKjIP Tuban 2015
c. Sebaran Bangunan Rumah Layak Huni dan Tidak Layak Huni
Berikut adalah data rumah tidak layak huni Kabupaten Tuban tahun
2016.
72
Tabel 6 Data Rumah Tidak Layak Huni Tahun 2016
No Desa
Jumlah Rumah (Unit) Total
Rumah
(Unit) Layak
Huni
Tidak
Layak Huni
1 Kec. Parengan
15.634
724
16.358
2 Kec. Bancar
15.752
906
16.658
3 Kec. Singgahan
11.599
1.011
12.610
4 Kec. Rengel
17.019
2.033
19.052
5 Kec. Kenduruan 8.841
294
9.135
6 Kec. Plumpang
19.730
3.315
23.045
7 Kec. Widang 9.542
2.547
12.089
8 Kec. Tuban
21.838
959
22.797
9 Kec. Bangilan
12.940
1.063
14.003
10 Kec. Montong
14.034
596
14.630
11 Kec. Grabagan
11.668
296
11.964
12 Kec. Palang
23.381
617
23.998
13 Kec. Senori
12.293
160
12.453
14 Kec. Merakurak
17.145
455
17.600
15 Kec. Soko
22.304
2.591
24.895
16 Kec. Tambakboyo
10.332
1.400
11.732
17 Kec. Jenu
15.956
401
16.357
18 Kec. Semanding
33.033
2.356
35.389
19 Kec. Jatirogo
13.833
916
14.749
20 Kec. Kerek
8.491
187
8.678
JUMLAH TOTAL
315.365
22.827
338.192
Sumber : Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, 2017
73
Tabel diatas menunjukkan bahwa Kecamatan Tuban yang
wilayahnya terdapat di pusat administrasi Kabupaten Tuban masih
mempunyai jumlah rumah tidak layak huni cukup besar, sedangkan di
Kecamatan lain jumlah rumah tidak layak huni lebih sedikit jumlahnya.
Berikut tabel dan grafik mengenai jumlah rumah layak huni.
d. Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Tuban
Berdasarkan kondisi lingkungan saat ini, permasalahan dan
tantangan yang dihadapi di masa depan, serta dengan memperhitungkan
faktor strategis maupun potensi yang dimiliki oleh masyarakat, pemangku
kepentingan serta Pemerintah Daerah, maka Visi Kabupaten Tuban untuk
periode tahun 2016 – 2021 adalah sebagai berikut :
“ Kabupaten Tuban yang lebih Religius, Bersih, Maju dan Sejahtera”.
Pada visi tersebut terdapat empat kata kunci, yaitu religius, bersih ,
maju dan sejahtera. Penggunaan kata “lebih” pada visi tersebut merupakan
upaya untuk meningkatkan suatu keadaan yang lebih baik, dengan
penjabaran sebagai berikut :
a. Religius, yaitu kondisi masyarakat yang senantiasa menerapkan nilai–
nilai agama dalam kehidupan sehari–hari dan senantiasa meningkatkan
kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
serta berakhlak mulia yang berdampak terhadap keamanan, ketertiban
dan produktivitas yang tinggi.
b. Bersih, adalah sebagai perwujudan dari tata pemerintahan yang
transparan, akuntabilitas dan mampu memberikan layanan publik yang
74
memuaskan (satisfied public service) guna meningkatkan pelayanan
publik yang cepat, tepat dan pasti.
c. Maju, yaitu semakin meningkatnya kondisi kualitas sumber daya
manusia dan hasil – hasil pembangunan yang ditandai juga dengan
semakin meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM).
d. Sejahtera, yaitu keadaan masyarakat yang tercukupi kebutuhan
minimalnya, meliputi sandang, pangan, papan, pendidikan dan
kesehatan dalam situasi lingkungan yang aman dan damai.
Setelah diketahui Visi Kabupaten Tuban untuk periode tahun 2016
– 2021, maka perlu dirumuskan misi, dimana misi adalah rumusan umum
mengenai upaya – upaya untuk mewujudkan visi tersebut.
Adapun misi yang di emban oleh Pemerintah Kabupaten Tuban
adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan pengamalan nilai-nilai keagamaan dalam berbagai aspek
kehidupan dengan mengutamakan toleransi dan kerukunan antara
umat beragama
2. Peningkatan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang kreatif
dan bersih
3. Peningkatan pembangunan yang berkelanjutan dan optimal penataan
ruang guna mendorong kemajuan daerah
4. Membangun struktur ekonomi daerah yang kokoh berlandaskan
keunggulan lokal yang kompetitif
75
5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang merata dan
berkelanjutan
2. Gambaran Umum Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Kabupaten Tuban
a. Gambaran Umum
Di dalam penyelenggaraan organisasi Dinas Perumahan Rakyat
dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban sesuai Peraturan Bupati
Tuban Nomor: 64 Tahun 2016 Tentang Uraian Tugas, Fungsi dan Tata
Kerja disebutkan bahwa, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban merupakan unsur pelaksana otonomi
daerah yang dipimpin oleh kepala dinas yang berkedudukan dibawah dan
bertanggung jawab kepada bupati melalui sekretaris daerah.
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten
Tuban mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah di
bidang perumahan rakyat dan kawasan permukiman berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan. Selanjutnya Dinas Perumahan Rakyat
dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban diarahkan untuk
meningkatkan prasarana bidang perumahan dan permukiman, air minum
dan sanitasi, serta kebersihan pertamanan dan pemakaman.
Penyelenggaraan tugas dimaksud Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban mempunyai fungsi :
76
1) Perumusan kebijakan teknis di bidang perumahan dan permukiman,
air minum dan sanitasi, serta kebersihan pertamanan dan pemakaman
2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di
bidang perumahan dan permukiman, air minum dan sanitasi, serta
kebersihan, pertamanan dan pemakaman
3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perumahan dan
permukiman, air minum dan sanitasi, serta kebersihan, pertamanan
dan pemakaman
4) Penyelenggaran urusan administrasi umum, kepegawaian, keuangan
serta program dan pelaporan
5) Perumusan kebijakan pengelolaan dan pengamanan barang milik
daerah yang menjadi tanggung jawab dinas
6) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Sedangkan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban
mempunyai struktur organisasi sebagai berikut :
1. Kepala Dinas, memimpin dinas yang berkedudukan dan bertanggung
jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah
2. Sekretariat, yang dipimpin oleh Sekretaris yang berkedudukan
dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas. Sekretariat
selanjutnya membawahkan dan mengkoordinasikan :
77
a. Sub Bagian Umum
b. Sub Bagian Program dan Pelaporan
c. Bidang Perumahan dan Permukiman yang dipimpin oleh Kepala
Bidang yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab
kepada Kepala Dinas. Bidang Perumahan dan Permukiman
selanjutnya membawahkan dan mengkoordinasikan :
1. Seksi Pengembangan dan Pembangunan Perumahan
2. Seksi Pengembangan dan Penataan infrastruktur
Permukiman
3. Seksi Pengelolaan Data dan Pengendalian Pembangunan
Perumahan Permukiman
d. Bidang Air Minum dan Sanitasi yang dipimpin oleh Kepala
Bidang yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab
kepada Kepala Dinas. Bidang Air Minum dan Sanitasi
selanjutnya membawahkan dan mengkoordinasikan :
1. Seksi pengelolaan air minum
2. Seksi penataan drainase
3. Seksi pengelolaan air limbah
e. Bidang Kebersihan dan Pertamanan yang dipimpin oleh Kepala
Bidang yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab
kepada Kepala Dinas. Bidang Kebersihan dan Pertamanan
selanjutnya membawahkan dan mengkoordinasikan :
78
1. Seksi kebersihan
2. Seksi pertamanan dan pemakaman
3. Seksi penerangan jalan umum
b. Visi Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Memperhatikan Visi Kabupaten Tuban untuk periode tahun 2017 –
2021 tersebut dan analisis permasalahan tugas pokok bidang urusan
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman dan Perumahan
Permukiman, maka dirumuskan Visi Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban adalah :
“Terwujudnya Kualitas Hidup Masyarakat yang Sehat dan Bersih ,
Maju dan Sejahtera Melalui Pembangunan dan Peningkatan
Infrastruktur Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman ”.
c. Misi Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Untuk mewujudkan Visi yang telah ditetapkan maka dirumuskan Misi
sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas PSU lingkungan permukiman yang layak
huni dan produktif sehingga perwujudan Universal akses Air
bersih. Pengurangan Kawasan Kumuh dan Sanitasi ( Air Limbah,
Drainase dan Sampah)
2. Mewujudkan kebersihan dan keindahan kota melalui manajemen
penataan kota yang berwawasan lingkungan.
3. Mewujudkan kawasan permukiman perdesaan yang tertata dengan
pemenuhan sarana dan prasarana yang memadahi.
79
d. Bagan Struktur Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban
B.
C.
D.
Gambar 5 Bagan Struktur Organisasi Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban
Sumber : Dokumen Draft RENSTRA Dinas PRKP 2017 - 2021
KEPALA DINAS
SUBAG UMUM
BIDANG AIR MINUM DAN SANITASI
BIDANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
SEKRETARIS
SEKSI PENGEMBANGAN DAN
PEMBANGUNAN PERUMAHAN
SUBAG PROGRAM & PELAPORAN
SEKSI PENGELOLA DATA DAN PENGENDALIAN
PEMBANGUNAN PERUMAHAN PERMUKIMAN
SEKSI PENGEMBANGAN DAN PENATAAN INFRASTRUKTUR
PERMUKIMAN
SEKSI PENGELOLAAN AIR MINUM
SEKSI PENATAAN DRAINASE
SEKSI PENGELOLAAN AIR LIMBAH
BIDANG KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN
SEKSI KEBERSIHAN
SEKSI PERTAMANAN DAN PEMAKAMAN
SEKSI PENERANGAN JALAN UMUM
80
B. Penyajian Data Fokus Penelitian
1. Evaluasi Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak Huni
(RTLH) di Kecamatan Tuban
Penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan kawasan
permukiman dilakukan secara desentralisasi oleh pemerintah pusat
dan pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat.
Pemerintah (baik pusat maupun daerah) akan lebih berperan sebagai
pembina, pengarah, dan pengatur, agar terus dapat tercipta suasana
yang semakin kondusif. Antara pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah, juga terdapat pembagian peran dalam pengaturan,
pembinaan, pelaksanaan dan pengendalian mengacu pada peraturan
perundangan yang berlaku, disamping itu agar terjadi efisiensi dan
efektivitas dalam pembangunan perumahan dan permukiman, baik di
kawasan perkotaan maupun di kawasan perdesaan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 42 Tahun 2010
tentang Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan
Kabupaten atau Kota, dimana Kabupaten Tuban melaksanakan
kegiatan pemugaran rumah tidak layak huni dalam rangka
peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat Kabupaten Tuban.
Setiap tahun Kecamatan Tuban terdapat pembangunan untuk rumah
tidak layak huni menjadi layak huni. Oleh karena itu, Pemerintah
Daerah dan Dinas-dinas terkait bekerjasama untuk memaksimalkan
program rumah tinggal layak huni di Kabupaten Tuban.
81
Penyelenggaraan program rumah tinggal layak huni (RTLH) di
Kecamatan Tuban pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban memiliki beberapa kendala dan
permasalahan dalam implementasinya. Untuk itu perlu adanya
evaluasi agar kedepan pelaksanaan program RTLH dapat berjalan
dengan baik, sesuai dengan apa yang menjadi tujuan pada
Pemerintahan Kabupaten Tuban. pelaksanaannya harus dilakukan
secara terpadu (baik sektor, pembiayaan, maupun pelaku) dan
dilakukan berdasarkan dokumen perencanaan pembangunan dan
penataan ruang yang berlaku, pembagian peran dan kewenangan
dalam pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman
secara luas.
Pembangunan dan pengembangan kawasan permukiman
melibatkan banyak pihak. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman merupakan aktor utama dalam pembangunan rumah
layak huni, namun bukan sebagai pelaku tunggal, perlu dipahami
bahwa pencapaian target pembangunan merupakan upaya dari
berbagai pemangku kepentingan baik pemerintah maupun
masyarakat. Program RTLH Kabupaten Tuban juga mempunyai
kriteria masyarakat yang berhak menerima bantuan, agar tidak ada
penerima bantuan yang bukan termasuk dari kriteria dan untuk
mengurangi kesalahan penerima bantuan program
82
kriteria masyarakat yang berhak menerima bantuan yang di
tetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Tuban, berikut ini (dokumen
laporan pelayan rumah sehat 2016) :
• Dinding rumah dari bambu/kayu sudah lapuk
• Lantai rumah tanah
• Warga miskin/Masyarakat berpenghasilan rendah
• Usia tidak produktif.
a. Efektivitas Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak
Huni
Efektivitas dalam indikator evaluasi program dapat
ditentukan dari hasil pencapaian program yang telah ditentukan
pada awal anggaran, dalam hal ini tujuan dari adanya
penyelenggaraan program rumah tinggal layak huni adalah
pemberian bantuan pembangunan atau perbaikan rumah tidak
layak huni yang diberikan kepada masyarakat miskin dengan
menempati atau mempunyai rumah tidak layak huni dalam
rangka meningkatkan kualitas hidup atau derajat kesejahteraan
dan kesehatan masyarakat miskin, serta memperluas akses
terhadap tempat tinggal yang layak dilengkapi dengan sarana
dan prasarana yang memadai untuk seluruh kelompok
masyarakat secara berkeadilan, melalui pengembangan multi-
sistem penyediaan perumahan secara utuh dan seimbang,
83
Sejalan dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005–2025 menetapkan bahwa sasaran pokok
pembangunan perumahan dan permukiman jangka panjang
adalah terpenuhi rumah layak huni dan terjangkau yang
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan yang
memadai yang didukung oleh sistem pembiayaan jangka
panjang yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk
mewujudkan kota tanpa kumuh.
Pelaksanaa program RTLH mulai dilaksakan pada tahun
2011 dengan target sampai tahun 2016 Kabupaten Tuban
membangun rumah layak huni sebanyak 1.000 unit rumah akan
tetapi setiap tahunya menyisakan target yang tidak terselesaikan.
Pembangunan rumah tingal layak huni masih menyisakan target
rumah yang harus dibangun, dibawah ini penjelasan dari Bapak
Agung Prasetyo Kepala Bidang Perumahanan dan Permukiman,
menyatakan:
“pelaksanaan program rumah tinggal layak huni Kabupaten
Tuban ini mentargetkan di setiap Kecamatan terdapat 20
obyek RTLH, jumlah kecamatan di Kabupaten Tuba nada
20 kecamatan berarti total ada 400 obyek RTLH, sedangkan
tenaga teknis kami cuma ada 5 orang mas... (Wawancara, 2
Maret 2017 di Ruang bidang Perumahan dan Permukiman)
Pendapat serupa berdasarkan wawancara dengan Bapak
Abdul Rakhmat Kasubid Permukiman dan Prasarana Wilayah
BAPPEDA Kabupaten Tuban.
84
“….implementasi program rumah tinggal layak huni di
Kabupaten Tuban ini untuk pembangunan rumah tinggal
layak huni sesuai kemampuan anggaran bisanya berapa
setiap tahun paling tidak ada 400 unit rumah per-tahunya
yang sudah dilaksanakan, karena sudah menjadi target di
setiap tahunya untuk membangun 400rumah tinggal layak
huni di Kabupaten Tuban” (Wawancara, 10 April 2017 di
Ruang Permukiman dan Prasarana Wilayah BAPPEDA
Kabupaten Tuban)
Sehubungan dengan pernyataan diatas mengenai target,
hasil wawancara dengan Bapak Danang kepala bidang Sosial
dan Budaya Bappeda Kabupaten Tuban bahwa:
“….kalau yang kerjasama dengan TNI setiap tahun itu
hampir 1000 itu yang melaksanakan TNI dari program
provinsi itu yang punya hanya Jawa Timur setahu saya.
Gubernur kerjasama dengan Pangdam, Pangdam
meneruskan tugas itu ke Dandim di semua Jawa Timur. Itu
sudah berjalan lama sejak 2006, kalau dari Kabupaten
sekitar 400 unit rumah lebih jelasnya tanya ke Dinas
Pekerjaan Umum” (Wawancara, 6 Februari 2017 di kantor
Bappeda)
Pada pembangunan program rumah tinggal layak huni di
Kecamatan Tuban tahun 2011 sampai dengan tahun 2016, tahun
2011 terdapat pembangunan RTLH di Kembangbilo dan
Sugiharjo membangun rumah tidak layak huni menjadi layak
huni sebanyak 10 unit, pada tahun 2012 membangun di desa
Mondokan, Sumurgung, Sidorejo, Sidomulyo, Kingking dengan
jumlah 23 unit rumah, pada tahun 2013 di Sumurgung,
Mondokan, Ronggomulyo, Kembangbilo, Sukolili, Perbon,
Sugiharjo dan Latsari berjumlah 17 unit rumah, tahun 2014
rumah layak huni yang telah terbangun sebanyak 24 unit dengan
87
Pembangunan RTLH di Kecamatan Tuban berdasarkan
data dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman di
tahun 2013 mengalami kendala yakni antara target dan realisasi
masih tidak terpenuhi, berikut ungkapan pegawai Bidang
Perumahanan dan Permukiman
“kalau target jumlah total rumah se Kabupaten ya tidak
bisa, kalau target tahunan ya bisa. Kalau total dari data base
tiap-tiap desa, kalau tahunan diambil dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten yang
setiap tahun kurang lebih 200 unit rumah” (Wawancara, 2
Maret 2017 di Ruang bidang Perumahan dan Permukiman)
Wawancara mengenai kuota untuk Kecamatan Tuban
dengan Bapak Agung Prasetyo selaku Kepala Bidang
Pengembangan Pembangunan Perumahan dan Permukiman
sebagai berikut
“….kuota per-Kecamatan di Kabupaten Tuban sebanyak 20
unit rumah, tapi kemarin ada Kecamatan yang hanya
mengirimkan 4 data rumah tidak layak huni, untuk seperti
itu selebihnya kuota diambil kecamatan lainya. Khusus
untuk Kecamatan Tuban 40 unit rumah karena terdapat 2
program yakni program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)
dan program RTLH ini….” (Wawancara, 2 Maret 2017 di
Ruang bidang Perumahan dan Permukiman)
Berdasarkan wawancara diatas setiap kecamatan di
Kabupaten Tuban mendapat kuota sebanyak 20 unit rumah yang
akan dibangunkan oleh Pemerintah Kabupaten Tuban, untuk
Kecamatan Tuban sendiri mendapatkan jumlah rumah lebih
banyak dikarenakan terdapat dua program yang berjalan di
Kecamatan Tuban yakni program kota tanpa kumuh dan
89
membangun rumah 20 unit akan tetapi realisasi masih kurang
dari harapan yakni sebanyak 15 unit rumah layak huni yang
terbangun.
Berdasarkan uraian data dan data pada tabel 4 tersebut,
menunjukkan realisasi pembangunan program rumah tinggal
layak huni di Kecamatan Tuban masih belum maksimal dengan
target yang sudah ditetapkan setiap tahun akan tetapi
realisasinya masih banyak yang belum terpenuhi.
b. Efisiensi Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak Huni
Efisiensi dalam indikator evaluasi suatu program digunakan
untuk menilai seberapa jauh usaha yang dikeluarkan agar dapat
mencapai hasil yang diinginkan pada suatu program, efisiensi
sangat berkaitan dengan indikator efektivitas. Salah satu
indikator yang digunakan peneliti untuk mengukur nilai efisiensi
dari pelaksanaan program rumah tinggal layak huni ini adalah
seberapa besar upaya sumber daya manusia dalam kegiatan yang
dilakukan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban serta bagaimana upaya tersebut
berdampak terhadap tujuan program.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 42
Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten atau Kota, program rumah
tinggal layak huni merupakan program dimana Kabupaten
90
Tuban melaksanakan kegiatan pemugaran rumah tidak layak
huni dalam rangka peningkatan kualitas kesejahteraan
masyarakat Kabupaten Tuban, sehingga yang terlibat dalam
pelaksanaan program ini adalah Pemeritah Kabupaten Tuban
dalam hal ini adalah Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman. Namun untuk pengembangan program Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman menggunakan
pengawas lapangan untuk mengawasi program RTLH yang
sedang berjalan.
Permasalahan yang terjadi selain masih terdapatnya rumah
layak huni yang belum terbangun, berdasarkan wawancara
dibawah ini penjelasan dari Ibu Fien Roekmini sebagai Kepala
Bagian Persidangan dan Undang-Undang DPRD Kabupaten
Tuban mengenai pembagian Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman sebagi berikut.
“….kalau untuk realisasi pembuatan rumah layak huninya
itu dari Dinas Pekerjaan Umum, karena kalau dulu
dikerjakan oleh Dinas PU untuk sekarang ini dibagi dua
artinya yang mengurusi OPD (Organisasi Perangkat
Daerah) itu dulu SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)
sekarang OPD itu yang mewadahi dan mengurusi dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman.”
(Wawancara, 21 Maret 2017 di Ruang bagian Persidangan
dan Undang-Undang).
Seperti halnya yang di sampaikan Bapak Agung Prasetya
selaku Kepala Bidang Perumahanan dan Permukiman mengenai
91
kendala pada sumber daya manusia saat ini dalam program
RTLH, menyatakan:
“Tepatnya sehubungan terjadi perubahan OPD (Organisasi
Perangkat Daerah) dan terjadi kekurangan tenaga teknis
yang mengawasi pelaksanaan RTLH mulai Kecamatan
Bancar sampai Kecamatan Widang yang totalnya ada 20
Kecamatan, sedangkan di setiap Kecamatan terdapat 20
obyek RTLH, berarti total ada 400 obyek RTLH,
sedangkan tenaga teknis kami Cuma ada 5 orang mas.
Kalau dulu sih enak diawasi pegawai UPTD Dinas
Pekerjaan Umum…. Terbatasnya pengawas teknis dan
SDM yang sangat kurang untuk program ini seharusnya ada
banyak tenaga pembantu yang menunjang program seperti
membantu administrasi, scan, foto. Unsur pegawai disini
juga kurang seperti halnya sekarang ada orang yang
maunya hanya desain rumah, untuk pengawas program
sekrang tidak ada pada waktu di pecah menjadi dua,
dinasnya di pecah tapi orang UPT tidak ikut disini.”
(Wawancara, 11 April 2017 di Ruang bidang Perumahan
dan Permukiman)
Permasalahan di atas muncul ketika Dinas Pekerjaan Umum
di bagi menjadi dua bagian yang artinya Dinas Pekerjaan Umum
berdiri sendiri dan di tambah dengan Dinas Perumahan Rakyat
dan Kawasan Permukiman, dari sinilah terjadi perubahan
Organisasi Perangkat Daerah atau OPD yang mengakibatkan
kurangnya tenaga teknis untuk mengawasi pelaksanaan RTLH,
sebelum OPD di bagi menjadi dua yang menjalankan
pengawasan program RTLH merupakan UPTD yang ada di
setiap Kecamatan, peran pengawas program sangat penting
karena di seluruh Kecamatan di Kabupaten Tuban terdapat
program pembangunan RTLH yang berjalan apabila pengawas
ini kurang atau tidak ada maka akan sangat menghambat kerja
92
dari stakeholder yang bersangkut di sini yang berperan yaitu
Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Bidang
Perumahanan dan Permukiman.
Berdasarkan data yang ada mengenai jumlah pegawai
pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman dalam
hal ini Bidang Perumahan dan Permukiman sebagai pelaksana
program rumah tinggal layak huni.
Tabel 9 Komposisi Pegawai Menurut Jenjang Pendidikan dan Jenis Kelamin
Tahun 2016.
JENJANG PENDIDIKAN
JENIS
KELAMIN
JENIS
PEGAWAI
JUMLAH
N
O
SEKRETARIAT/
BIDANG/UPTD S
2
S
1
D.II
I SLTA
SM
P SD
Laki -
Laki Perempuan PNS
Kont
rak
/Satg
as
Jumlah
1 Sekertariat - 6 - 12 - 1 13 6 19 1 20
2 Perumahan dan
Pemukiman 1 3 2 4 - - 9 1 10 - 10
3 Kebersihan dan
Pertamanan - 4 2 83 34 66 137 52 189 120 309
4 Air Minum dan
Sanitasi 3 2 1 4 1 - 9 2 11 - 11
TOTAL JUMLAH 4 15 5 103 35 67 168 61 229 121 350
Sumber : Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman .
Dalam melaksanakan tugas – tugas rutin Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban sampai
tahun 2016 didukung dengan sumber daya manusia seperti pada
93
tabel diatas yaitu 350 orang tenaga pegawai yang terdiri dari 229
orang PNS/CPNS, 51 orang tenaga kontrak dan 69 tenaga
outsorsing, dengan komposisi diatas Dinas Perumahan Rakyat
dan Kawasan Permukiman terutama pada bidang perumahan
yang menyangkut pelaksanaan program rumah tinggal layak
huni belum memenuhi harapan, hal ini yang menjadi kendala
dalam pelayanan.
Dalam indikator efisiensi bisa dilihat juga dari sisi dana
pengelolaan untuk mencapai hasil yang diinginkan, di program
RTLH ini sumber dana berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) untuk pelaksanaan program, seperti
dalam wawancara dengan Ibu Fien Roekmini Kepala Bagian
Persidangan dan Undang-Undang DPRD Kabupaten Tuban
“….Program RTLH masuk dalam APBD otomatis dengan
persetujuan DPRD Kabupaten Tuban… sekian rumah yang
harus di realisasi itu sudah masuk pembahasan antara
Badan Anggaran DPRD Kabupaten Tuban dan Tim
Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) itu sudah dilakukan
pembahasan, karena artinya untuk persetujuan APBD itu
harus ada rapat terlebih dahulu, jadi sudah pasti dilakukan
pembahasan dan DPRD Kabupaten Tuban menyetujui
karena terkait dengan visi dan misi Bupati Tuban saat ini”
(Wawancara, 21 Maret 2017 di ruang bagian persidangan
dan undang-undang).
Senada dengan yang di sampaikan oleh Bapak Abdul
Rakhmat Kasubid Permukiman dan Prasaranan Wilayah
BAPPEDA Kabupaten Tuban menjelaskan bahwa:
94
“sebetulnya program RTLH ini tidak hanya APBD tetapi
ada juga dana dari CSR, karena memang banyaknya rumah
tidak layak huni di Tuban sedangkan untuk mengandalkan
hanya dari dana APBD menurut saya kurang, APBD
disesuaikan anggaran untuk pembangunan rumah sesuai
kemampuan anggaran bisanya berapa setiap tahun….
Jumlah rumah tidak layak huni banyak sedangkan anggaran
dari APBD terbatas akhirnya meminta bantuan dari CSR
juga dan sangat membantu.” (Wawancara, 10 April 2017 di
ruang Permukiman dan Prasaranan Wilayah BAPPEDA
Kabupaten Tuban).
Hal serupa disampaikan oleh Bapak Agung Prasetyo selaku
Kepala Bidang Perumahan dan Permukiman mengenai
pendanaan program Rumah Tinggal Layak Huni yang berasal
APBD bahwa
“sumber pendanaan pakai APBD murni untuk program
Rumah Tinggal Layak Huni setiap tahun kan disuruh buat
hitungan dan juga setiap tahun harus target 400 unit rumah,
jadi kita buat setiap Kecamatan mendapat jatah RTLH 20,
kita hubungi pihak Kecamatan bahwa ada program RTLH
yang membutuhkan 20 data rumah tidak layak huni di
setiap Kecamatan, proposal masuk pada Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG).”
(Wawancara, 11 April 2017 di Ruang bidang Perumahan
dan Permukiman)
Berdasarkan wawancara diatas sumber dana program
Rumah Tinggal Layak Huni Kabupaten Tuban menggunakan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam
melakukan pembangunan rumah layak huni untuk masyarakat,
tetapi terkendala dengan jumlah APBD yang terbatas dengan
target jumlah pembangunan rumah layak huni 400 unit rumah
per-tahun, berdasarkan wawancara dengan Kasubid
Permukiman dan Prasaranan Wilayah BAPPEDA Kabupaten
95
Tuban untuk meminta kerjasama dengan pihak lainya dengan
pendanaan dari CSR. Pendanaan dari APBD ini bertujuan agar
program ini bisa lebih terkontrol karena menggunakan uang
negara yang harus ada pertanggungjawaban di setiap
pembangunan rumah layak huni yang terselesaikan.
Program RTLH Kabupaten Tuban menggunakan dana dari
APBD dengan anggaran program RTLH yang setiap daerah
berbeda-beda seperti yang disampaikan Bapak Agung Prasetyo
selaku Kepala Bidang Perumahan dan Permukiman.
“….setiap daerah beda anggaranya misal dengan ukuran
5x5 seperti contoh Kabupaten Bojonegoro 20 Juta kenapa
bisa beda itu dilihat material yang digunakan contoh dari
lantai yakni paving, untuk Kabupaten Tuban menggunakan
lantai keramik tetapi Kabupaten Tuban itu termasuk paling
tinggi kalau lainya 15-20 juta per unit anggaran. Tidak ada
peraturan yang mengikat tentang anggaran kalau namanya
bedah rumah tidak mungkin mewah” (wawancara 22 Maret
2017 di ruang Bidang Pengembangan Pembangunan
Perumahan dan Permukiman)
Pendapat mengenai anggaran untuk satu unit rumah
bantuan program RTLH disampaikan oleh Bapak Abdul
Rakhmat Kasubid Permukiman dan Prasarana Wilayah
BAPPEDA Kabupaten Tuban yakni
“….Bantuan rumah program RTLH ini dibangun sederhana
idealnya rumah itu ada fasilitas sanitasi dan air bersihnya
serta kamar mandi dengan anggaran Tuban per unit rumah
mendapatkan sekitar 35 juta belum bisa memberikan
fasilitas seperti itu, untuk sekarang masyarakat yang
menerima bantuan harus membangun fasilitas seperti kamar
mandi dan lain-lain sendiri.” (Wawancara, 10 April 2017 di
ruang Permukiman dan Prasaranan Wilayah BAPPEDA
Kabupaten Tuban).
96
Berdasarkan wawancara diatas anggaran per unit rumah
yang di bangun di setiap Kabupaten berbeda tergantung dari
daerahnya sendiri yang menentukan. Untuk Kabupaten Tuban
termasuk tinggi anggaran per unit rumah di karenakan untuk
memaksimalkan rumah yang dibangun dengan tujuan membuat
nyaman masyarakat dengan memberikan yang terbaik untuk
masyarakat. Akan tetapi dengan anggaran yang dikeluarkan
pemerintah Kabupaten Tuban sekitar tiga puluh lima juta per
unit rumah masih belum bisa memberikan bangunan rumah
dengan maksimal, masyarakat harus membangun sendiri
kebutuhan dasar seperti sanitasi, air bersih dan kamar mandi.
c. Kecukupan Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak
Huni
Kriteria evalusi selanjutnya terletak pada kecukupan
pelaksanaan program rumah tinggal layak huni dilihat dari
kecukupan fasilitas kelengkapan sarana dan prasarana yang
digunakan pegawai untuk memperlancar pendataan program
atau pelaksanaan program RTLH. Sarana dan prasarana yang
digunakan dalam pelaksanaan program ini sangat kurang, hal ini
diungkapkan oleh Bapak Riko Pramudia selaku pegawai bidang
Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban sebagai berikut.
97
“untuk sarana dan prasarana seperti komputer, internet
maupun gedung yang ada saat ini sangat kurang mas.
Seperti laptop harus bawa sendiri scan dan internet tidak
ada, kursi tidak memadai dan jumlahnya kurang.
Seharusnya untuk pendataan agar lebih cepat kan bisa
mengirimkan soft kopi dokumen terlebih dahulu lewat
email, tetapi untuk keadaan saat ini masih dengan cara
manual artinya masih harus mengantar dokumen ke kantor
terlebih dulu dan itu sangat berpengaruh dari kecepatan
pengerjaan dan kefalitan data RTLH. (Wawancara, 4 April
2017).
Hal yang sama dikatakan oleh Bapak Agung Prasetya
selaku kepala bidang Perumahan dan Permukiman perihal
sarana dan prasarana yang terdapat pada kantor Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman yakni.
“untuk sarana dan prasarana di kantor yang menunjang
program seperti sambungan internet tidak ada, komputer
tidak disediakan sehingga pegawai harus membawa laptop
sendiri. Sebenarnya kantor Dinas PRKP ini masih numpang
tempat kerja di Dinas Pekerjaan Umum, karena pada rapat
terakhir memang tidak boleh di pecah kantornya harus satu
lingkungan kalau mau ya keluar. Dengan kondisi seperti ini
kami tidak bisa memlihara, kan memelihara butuh anggaran
sedangkan ini kantor Dinas PU. Dari kita sudah
merencakan pindah kantor karena ada tanah di sana milik
Dinas, sekarang sudah pada tahap perencanaan kalau di
setujui tahun 2018 bisa pembangunan. (wawancara 11 April
2017 di ruang Bidang Perumahan dan Permukiman)
Berdasarkan observasi peneliti ke Dinas Perumahan Rakyat
dan Kawasan Permukiman melihat bahwa sarana dan prasarana
yang tersedia pada Bidang Pengembangan dan Pembangunan
Perumahan dan Permukiman sebagai bidang yang mengurusi
program RTLH sangat kurang, kondisi ruangan sebagai berikut:
98
a. Ruang kerja dilengkapi dengan AC
b. Komputer kantor tidak ada
c. Scan tidak ada
d. Koneksi internet tidak ada
e. Meja 14
f. Kursi 12 (kondisi kursi tidak memadai serta jumlahnya
terbatas).
Komputer dan koneksi internet merupakan sarana dan
prasarana yang paling dibutuhkan dalam menunjang program
RTLH, akan tetapi kondisi yang ada adalah pegawai harus
membawa laptop sendiri karena tidak disediakan komputer oleh
kantor padahal komputer dan koneksi internet sangat dibutuhkan
pegawai untuk pendataan agar bisa lebih cepat dengan
mengirimkan dokumen memalui email. Terkait kantor Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman yang masih
menumpang terjadi pada waktu pemecahan Organisasi
Perangkat Daerah, dulu masih menjadi satu dengan Dinas
Perkerjaan Umum untuk saat ini sudah di pisah sendiri yakni
Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman.
99
d. Pemerataan Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak
Huni
Indikator pemerataan dalam evaluasi suatu program yakni
mengukur apakah manfaat suatu program telah diberikan secara
merata kepada masyarakat. Pada pelaksanaan program rumah
tinggal layak huni pemerataan berkaitan dengan bagaimana
upaya Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Kabupaten Tuban dalam menyebarkan informasi kepada
masyarakat sebagai sasaran program. Sosialisasi kepada
masyarakat merupakan usaha atau cara yang digunakan oleh
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten
Tuban untuk memperkenalkan program rumah tinggal layak
huni. Pendapat mengenai sosialisasi yang dilakukan Bappeda
Kabupaten Tuban, dari Bapak Abdul Rakhmat Kasubid
Permukiman dan Prasarana Wilayah BAPPEDA Kabupaten
Tuban yakni.
“untuk proses sosialisasi yang mengadakan Bappeda
langsung biasanya sosialisai dari program nasional yang
menggunakan dana APBN dan kita sendiri langsung
mencari lokasi sedangkan yang menggunakan dana dari
APBD biasanya sudah ada proposal, yang melalakukan
Bappeda dan SKPD jadi kita mengundang perangakat desa
dan Kecamatan serta masyarakat yang menjadi sasaran
penganggaran, untuk sosialiasai dilakukan pas awal
anggaran, untuk tahun ini bulan Maret kemarin sosialisasi
untuk program Perumahan Swadaya yang dari nasional,
kalau RTLH usulan dari bawah karena dari APBD, untuk
bulan Maret kemaren sosialisasi terkait program RTLH dan
program BSPS walaupun beda anggaran yang satu dari
APBD dan satunya dari APBN tetapi dilakukan bersama
100
karena mempunyai tujuan sama yakni membantu
masyarakat dalam bidang membangun rumah yang layak
huni.” (Wawancara, 10 April 2017 di ruang Permukiman
dan Prasaranan Wilayah BAPPEDA Kabupaten Tuban).
Mengenai sosialisasi program berikut ini pendapat dari Bapak
Agung Prasetya selaku kepala bidang Perumahan dan
Permukiman Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban.
“sosialisasi pada saat MUSRENBANG jadi ada usulan-
usulan, Bappeda punya kegiatan MUSRENBANG dengan
Kecamatan-kecamatan, nah kita sekalian pada saat itu
sosialisasi Program RTLH, untuk MUSRENBANG sendiri
biasanya dilaksanakan pada awal tahun, disana bukan saya
saja ada Dinas-dinas lain yang sosialisasi tentang program
masing-masing Dinas.” (wawancara 11 April 2017 di ruang
Bidang Perumahan dan Permukiman)
Pendapat yang sama dijelaskan oleh Bapak Riko Pramudia
sebagai pegawai Bidang Perumahan dan Permukiman Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban
yakni
“untuk program rumah tinggal layak huni yang
bersangkutan dengan perihal, sosialisasi sebelum
pelaksanaan sosialisasinya sementara ini hanya kepala desa
atau lurah dan perwakilan Kecamatan se Kabupaten Tuban,
RTLH kan hanya masyarakat berpenghasilan rendah atau
miskin” (Wawancara, 4 April 2017).
Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa sosialisasi
yang dilaksanakan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban telah dilakukan. Sosialisasi
tentang program rumah tinggal layak huni dilakukan ketika ada
101
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG)
yang bertujuan untuk penjaringan aspirasi masyarakat dengan
keterlibatan Dinas-Dinas dan Kecamatan yang ada di Kabupaten
Tuban, selain itu adanya sosialisasi yang diperuntukkan untuk
SKPD dan pengurus kecamatan dan kelurahan tentang adanya
program rumah tinggal layak huni mempermudah penyebaran
penyampaian informasi. Sehingga kriteria pemerataan dalam
evaluasi program rumah tinggal layak huni dalam hal ini adalah
pemerataan informasi telah dijalankan.
e. Responsivitas Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak
Huni
Kriteria responsivitas mengacu pada daya tanggap atau
respon Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Bidang Pengembangan dan Pembangunan Perumahan
Permukiman sebagai pelaksana program RTLH dan di sisi lain
masyarakat yang memperoleh bantuan program rumah tinggal
layak huni. Program rumah tinggal layak huni merupakan salah
satu program Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban berupa pemberian bantuan
kepada masyarakat miskin yang menempati atau mempunyai
rumah tidak layak huni dengan tujuan meningkatkan kualitas
hidup serta menjaga kualitas lingkungan kesehatan masyarakat.
102
Program RTLH ini dikelolah oleh Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman yang kemudian pengajuan untuk
mendapatkan bantuan RTLH harus memenuhi kriteria dan syarat
yang sudah ditetapkan. Berikut pendapat dari Bapak Riko
Pramudia selaku pegawai Bidang Perumahanan dan
Permukiman mengatakan
“mengenai responsivitas atau daya tanggap dalam hal
pengajuan dari pihak Kepala Desa maupun Lurah biasanya
satu minggu sudah banyak yang mengirimkan proposal,
waktu satu minggu untuk perekapan kalau proposal sesudah
masuk semua kurang lebih tiga minggu.” (Wawancara, 4
April 2017).
Pendapat lain dijelaskan oleh Bapak Agung Prasetya selaku
kepala bidang Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban
“karena proposal sekarang menggunakan e-proposal jadi
ada yang masuk langsung di proses sesuai kuota, kalau
lebih nanti masuk deposito tahun depan, untuk e-proposal
yang masuk dua minggu ini terakhir tanggal 11 April 2017
ini yang masuk sebanyak 400 proposal dari setiap
Kecamatan di Kabupaten Tuban, dengan waktu kurang
lebih dua minggu ini masuk lebih dari 400 proposal.”
(wawancara 11 April 2017 di ruang Bidang Perumahan dan
Permukiman)
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakan untuk proses
masuknya proposal dari Kepala Desa atau Lurah harus
menunggu dua sampai tiga minggu karena harus menunggu
proposal masuk dan selanjutnya akan di lakukan perekapan data
yang masuk ke Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban untuk tahun 2017 ini proposal
104
Tabel diatas menunjukkan untuk Kecamatan Tuban sendiri
belum semua kelurahan terdata untuk rumah yang tidak layak
huni. Kriteria responsivitas selanjutnya mengacu pada daya
tanggap atau respon masyarakat yang memperoleh bantuan
program rumah tinggal layak huni. Masyarakat sebagai
penerima bantuan program RTLH secara langsung merasakan
efek yang didapat dari program RTLH. Dari wawancara dengan
penerima bantuan RTLH Ibu Yuli di Kelurahan Doromukti
Kecamatan Tuban sebagai berikut
“saya mengajukan dulu, rumahnya tidak begini rumahnya
dari seng (lampiran besi tipis) temboknya ikut tetangga, ini
sebenarnya rumah orang tua saya terus yang mengajukan
saya soalnya yang menempati. Pengajuanya langsung pada
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, saya
dulu mengajukan di balai desa tapi dari Kecamatan itu
diundur terus sampai akhirnya saya mengajukan langsung
ke Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman,
saya mengajukan dulu ke balai desa tapi dari Kecamatan
diundur terus, dari berbulan-bulan terus akhirnya saya
mengajukan langsung ke Dinas…. Ya saya senang sekali
akhirnya rumah saya jadi dan saya dapat bantuan.”
(Wawancara, 22 Maret 2017 di rumah penerima bantuan,
Kelurahan Doromukti Kecamatan Tuban).
Berikut merupakan tanggapan dari Ibu Ngaisah Kelurahan
Baturetno sebagai penerima bantuan program rumah tinggal
layak huni:
“saya dulu dapet dari rt terus mengajukan ke kelurahan,
nunggu lumayan lama untuk dapet bantuan rumah ini,
mengajukan tahun 2015 kalo tidak salah terus dibangunkan
akhir tahun 2016 3 bulan sebelum tahun baru mas, untuk
pembangunanya saya rasa sekitar 2 bulan pas langsung
105
jadi.” (Wawancara, 15 April 2017 di kios Ibu Ngaisah
Kelurahan Baturetno Kecamatan Tuban).
Hasil wawancara dengan penerima bantuan RTLH
menggambarkan bahwa pada indikator respon dilihat dari daya
tanggap yang dilakukan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban, untuk saat ini
pengumpulan proposal dari setiap kecamatan di Kabupaten
Tuban ke Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
menggunakan e-proposal yang bertujuan agar lebih cepat dan
efektif, berdasarkan wawancara diatas dengan menggunakan e-
proposal hanya butuh waktu kurang lebih dua minggu sudah
bisa terkumpul 400 proposal dari setiap kecamatan yang ada di
Kabupaten Tuban. Untuk respon masyarakat penerima bantuan
berdasarkan wawancara diatas tidak berjalan dengan baik karena
harus menunggu lama untuk bisa mendapatkan bantuan program
rumah tinggal layak huni.
f. Ketepatan Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak
Huni
Indikator yang terakhir yakni ketepatan dalam evaluasi
suatu program adalah dengan mengukur apakah hasil yang
dicapai benar-benar bermanfaat atau tidak. Apakah tujuan dari
program rumah tinggal layak huni benar-benar berguna,
106
mengacu pada peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 42
Tahun 2010 tentang Tim Koordinasi Penanggulangan
Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota, dimana Kabupaten
Tuban melaksanakan kegiatan pemugaran rumah tidak layak
huni dalam rangka peningkatan kualitas kesejahteraan
masyarakat Kabupaten Tuban. Seperti pada wawancara dengan
ketua RT Sukolilo Bapak Munif mengatakan bahwa:
“kalau saya menilai bantuan RTLH itu sangat diperlukan
untuk mensejahterakan warga itu sangat penting, soalnya
dari beberapa pertemuan kemarin itu ya sudah ada yang
terlaksana tetapi belum sepenuhnya dalam artian data yang
diinginkan sudah full semua. “kalau tepat sasaran saya kira
sudah tapi belum bisa terealisasi semua belum maksimal
seumpama kita mengajukan empat tiba-tiba hanya satu
yang dapat bantuan, masih ada tahapan dan seleksinya lagi
yang dilakukan kadang-kadang pemerataanya kurang,
disana juga dapat belum terealisasi masih dalam tahap
kemarin sudah perencanaan sudah ada tinjauan tapi belum
ditinjau ulang lagi.” (wawancara 22 Maret 2017, rumah
Bapak Munif)
Menyambung pada indikator ketepatan dalam evaluasi
suatu program adalah dengan mengukur apakah hasil yang
dicapai benar-benar bermanfaat atau tidak. Dari yang
diungkapkan Bapak Agung Prasetya selaku kepala bidang
Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban apakah program
RTLH ini sudah tepat sasaran atau malah sebaliknya.
107
“program ini bermanfaat untuk meningkatkan standar hidup
masyarakat Tuban dengan cara membuatkan rumah yang
nyaman untuk masyarakat, saya kira program ini penting
untuk masyarakat yang rumahnya benar-benar dalam
kategori tidak layak.” (wawancara 11 April 2017 di ruang
Bidang Perumahan dan Permukiman)
Berikut wawancara terkait respon masyarakat yang
memperoleh bantuan program Rumah Tinggal Layak Huni
wawancara dengan Ibu Yuni Kelurahan Doromukti Kecamatan
Tuban penerima bantuan.
“saya senang akhirnya bisa mendapatkan bantuan Program
rumah tinggal layak huni, karena sebelumnya saya tinggal
di rumah yang benar benar tidak layak menurut saya
dengan dinding kanan kiri yang numpang dengan dinding
tetangga. Program RTLH ini sangat membantu saya sebagai
masyarakat yang kurang mampu, dengan adanya bantuan
ini setidaknya saya bisa tinggal di rumah yang layak seperti
yang lainya.” (wawancara 22 Maret 2017 di rumah Ibu
Yuli)
Senada dengan yang disampaikan diatas, wawancara
dilakukan dengan penerima bantuan yakni Ibu Ngaisah Kelurahan
Baturetno Kecamatan Tuban, mengenai respon tentang program
rumah tinggal layak huni
“dulu tidak ada rumah belakang, terus ada RW yang kasih
tau kalau ada bantuan program RTLH. alhamdulilah senang
dibangunkan rumah layak huni, dulu tidak punya seperti ini
terus diajukan dari RT atau RW dan dapat, ya senang
rumahnya bagus.” (wawancara 15 April 2017 di Kios Ibu
Ngaisah)
Hasil wawancara diatas menunjukkan bahwa program
RTLH di Kecamatan Tuban belum maksimal dan terkendala
dari lamanya tahapan atau proses yang ada di Dinas terkait yang
108
harus menunggu lama untuk bisa mendapatkan bantuan program
RTLH, untuk kriteria tepat sasaran pada wawancara dengan Pak
Munif selaku RT yang wilahnya mendapat bantuan program
sudah dirasa tepat sasaran karena harus ada tahapan seleksi dan
dilakukan survey langsung kepada penerima bantuan agar
penerima bantuan benar-benar layak untuk mendapatkan
bantuan RTLH. Masyarakat yang mendapat bantuan program
RTLH merasa sangat senang karena dengan mendapat bantuan
masyarakat bisa lebih nyaman dan aman tinggal di rumah
bantuan yang layak.
2. Dinamika Penanganan Program Rumah Tinggal Layak Huni
Pembangunan rumah tinggal layak huni di Kabupaten Tuban
yang peruntukannya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)
indikator tersebut untuk menurunkan angka "backlog" rumah yang
kekurangan atau selisih antara jumlah Kepala Keluarga (KK) dengan
jumlah rumah (asumsi ideal satu rumah per kepala keluarga atau
lima orang) adalah ditujukan sebagai upaya untuk memenuhi
kebutuhan perumahan dan permukiman, baik di perkotaan maupun
di perdesaan melalui penyediaan perumahan yang layak huni. Untuk
mendapatkan bantuan program RTLH Kabupaten Tuban masyarakat
harus mengikuti prosedur RTLH serta harus sesuai dengan kriteria
yang berhak menerima bantuan RTLH, dapat dilihat dari hasil
109
wawancara dengan Bapak Agung Prasetyo selaku Kepala Bidang
Perumahan dan Permukiman
“kalau saya tangkap dulu waktu masih PU satu dia sesuai
dengan proposalnya yang masuk proposal dari kelurahan atau
desa yang mengajukan sekarang proposal ada di keuangan dia
kan menjadi dana hibah bansos istilahnya itu, nanti kasih
proposal terus kita ada proses administrasinya untuk sampai
penyerahan bantuan…. yang pasti ada tahapan atau prosesnya
sampai di bangun.” (wawancara 16 Februari 2017, di ruang
Bidang Perumahan dan Permukiman)
Berhubungan dengan prosedur yang harus dilewati masyarakat
untuk memperoleh bantuan program RTLH berikut wawancara
mengenai kriteria calon yang akan memperoleh bantuan program
RTLH berikut wawancara dengan Ibu Fien Roekmini Kepala
Bagian Persidangan dan Undang-Undang DPRD Kabupaten Tuban
“….karena kalau rumah layak huni ini di Perdakan nanti disitu
kan ada peraturan yang harus ditetapkan sedangkan kriteria
untuk layak huni seperti apa, sedangkan penilaian dari kacamata
DPRD dan dari kacamata eksekutif nanti kan berbeda tingkat
kemiskinan masyarakat yang seperti apa yang nanti akhirnya
ditetapkan sebagai ini lo warga dianggap tidak mampu dan
kriterinyanya itu seperti apa, apakah yang rumahnya hanya
lantai tanah apakah atapnya dari ijuk terus temboknya dari
anyaman bambu nah seperti itu apakah itu yang dimaksud
kriteria miskin, lalu apakah tidak mungkin orang yang
mempunyai kriteria seperti itu kadang-kadang mereka punya
hewan peliharaan, sawah dll jadikan kriteria miskin belum
terpenuhi karena dia masih punya sapi domba kerbau sawah,
seperti itu kalau di Perdakan saya kira sulit karena di Perda itu
nantinya harus betul-betul di patuhi karena Perda sifatnya
mengikat jadi mau tidak mau saya rasa kan harus mengikuti
senang atau tidak mereka harus mengikuti dan sifatnya mengikat
Perda itu baik ke dalam maupun ke luar.” (Wawancara, 21
Maret 2017 di ruang bagian persidangan dan undang-undang).
110
Proposal ke Bupati dan tembusan ke
Dinas PRKP
Dinas PRKP tembusan ke
BAPPEDA dan DISPENDA
BAPPEDA DAN DISPENDA memberikan
rekomendasi ke Bupati/Sekda
kembali ke BAPPEDA dan
DISPENDA untuk dikembalikan ke
Dinas PRKP
Dinas PRKP melakukan pengecekan
persyaratan sampai selesai
Kesimpulan dari wawancara diatas adalah masyarakat untuk
mendapatkan bantuan program RTLH tidak bisa langsung dapat itu
karena harus melalui proses panjang dari proposal sampai dibangun
rumah harus menempuh waktu yang panjang serta melewati
penilaian yang sesuai dengan kriteria serta syarat yang sudah
ditetapkan untuk masyarakat yang mengajukan bantuan program
RTLH, berikut gambar rangkuman tata cara mendapatkan bantuan.
Gambar 6 Rangkuman Prosedur Mendapatkan Pemugaran atau
Pembangunan Rumah Tinggal Layak Huni
Sumber : olahan penulis, 2017
Untuk pengajuan mendapatkan bantuan RTLH harus memenuhi
kriteria dan syarat yang sudah ditetapkan sebagai berikut prosedur
atau tata cara mendapatkan pemugaran atau pembangunan rumah
tinggal layak huni sebagai berikut:
112
Proposal tersebut harus mendapat tanda tangan yang
mengajukan dan mengetahui kepala desa atau lurah setempat dan
camat setempat. Dimulai dari pengajuan proposal dengan mendapat
tanda tangan yang mengajukan dan mengetahui kepala desa atau
lurah setempat dan camat setempat dalam wawancara dengan ketua
RT Sukolilo Bapak Munif
“biasanya pengajuan dari kelurahan atau BKM kalau ada
program dari pemerintah seperti ini itu kan nanti dari
kelurahan kemudian ke BKM setelah itu dirapatkan mau
ada usulan-usulan setelah itu dirapatkan di kelurahan,
pertemuan BKM tadi terus nanti ada menampung usulan
dari sana turun ke RT nanti RT mengusulkan apa saja nanti
disampaikan ke kelurahan atau BKM, kemudian kalau saya
sebagai RT mensurvei siapa saja yang membutuhkan siapa
yang layak mendapatkan bantuan…. Untuk pembuatan
proposal RT tidak kalau kelurahan iya jadi kelurahan yang
menyampaikan ke semua RT ini ada program, apakah ada
yang diusulkan.” (wawancara 22 Maret 2017, rumah Bapak
Munif)
Berdasarkan wawancara diatas adalah prosedur untuk tahap
yang pertama di mulai dari kelurahan yang mengadakan rapat untuk
mengetahui apakah ada usulan dari RT dalam hal pengajuan bantuan
program RTLH dilanjutkan dengan pembuatan proposal yang
dilakukan kelurahan dengan dilampiri fotocopy Kartu Tanda
Penduduk (KTP), fotocopy Kartu Keluarga (KK), fotocopy Gakin
atau Surat keterangan miskin, fotocopy sertifikat atau petok tanah
atas hak milik, foto rumah kondisi tidak layak, kemudian proposal
tersebut harus mendapat tanda tangan yang mengajukan bantuan
dalam hal ini masyarakat yang mengajukan bantuan program RTLH
113
dan mengetahui kepala desa atau lurah setempat dan camat setempat
untuk pengajuan ke Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman.
2. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
memberikan tembusan kepada Bappeda dan Dinas
Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.
1) Bappeda, Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah dan Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman melakukan rapat koordinasi
penentuan nilai anggaran, kemudian merekomendasikan
nilai anggaran pada APBD tahun anggaran 2017
Prosedur pada point ke dua ini dijelaskan dari hasil wawancara
dengan Bapak Abdul Rakhmat Kasubid Permukiman dan Prasarana
Wilayah BAPPEDA Kabupaten Tuban sebagai berikut.
“maksud pada point ini Bappeda bertujuan untuk
memastikan dalam rangka melakukan control evaluasi
pelaksanaan program, monitoring pelaksanaan. Kepastian
anggaran apakah sesuai atau tidak Bappeda memastikan
harus ada proposal dan itu sesuai ini kan dalam rangka
pembuatan proposal, proposal itu harus ada sebelum
anggaran di finalkan kita pastikan proposalnya dulu untuk
proposal itu anggaran 2017 berarti proposal tahun 2016 dan
itu disahkan akhir-akhir tahun 2016 kemarin, seperti itu
sudah tidak bisa berubah lagi. Dinas PRKP kalau mau
membangun menunggu proposal dari masyarakat ke
kelurahan kemudian kecamatan mengetahui camat setempat
nanti ditujukan ke dinas, setelah itu baru bisa mementukan
kegiatan, jadi masyarakat menunggu tidak bisa tahun ini
mengajukan tahun ini pula dibangun, usul sekarang tahun
depan dibangun.” (wawancara 10 April 2017, di ruang
Permukiman dan Prasarana Wilayah BAPPEDA Kabupaten
Tuban)
114
3. Bupati atau Sekretaris Daerah mendapat rekomendasi dari
Bappeda dan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
dan Aset Daerah.
1) Bupati atau Sekretaris Daerah menyetujui pagu anggaran
yang telah diajukan
Prosedur pada point ke tiga ini dijelaskan dari hasil wawancara
dengan Bapak Abdul Rakhmat Kasubid Permukiman dan Prasarana
Wilayah BAPPEDA Kabupaten Tuban sebagai berikut.
“untuk prosedur pada point ini bertujuan menyetujui
anggaran karena anggaran harus disetujui oleh Bupati ada
Perbup tentang APBD, otomatis untuk mendapatkan
persetujuan dari Bupati harus dilihat terlebih dahulu apakah
sudah lengkap persyaratanya setelah lengkap baru bisa
mendapat persetujuan dari Bupati, kalau sudah kita setujui
dalam hal ini sudah ada persetujuan dari Bupati ada
Perbupnya setelah itu dirapatkan di DPRD dan disetujui
setelah itu sudah tinggal dinas yang bersangkutan
melaksakan sampai selesai.” (wawancara 10 April 2017, di
ruang Permukiman dan Prasarana Wilayah BAPPEDA
Kabupaten Tuban)
4. Selanjutnya kembali ke Bappeda dan Dinas Pendapatan
untuk dikembalikan ke Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman
5. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
melakukan pengecekan persyaratan penerima bantuan,
antara lain:
1) Survei atau pengecekan lokasi usulan
2) Penetapan usulan lokasi
117
anggaran yang telah ditentukan yang didalamnya terdapat
pula anggaran untuk biaya ATK dan lain sebagainya,
setelah itu pemenang langsung melakukan pembangunan.
Tahapan selanjutnya serah terima yang dilakukan kepala
dinas ke perorangan yang menerima bantuan program
RTLH yang terakhir adalah evaluasi menurut saya evaluasi
disini dalam hal perbaikan rumah yang tidak layak huni dan
evaluasi mengenai kontruksi itu sambil jalan dilakukan.”
wawancara 11 April 2017 di ruang Bidang Perumahan dan
Permukiman)
Prosedur diatas berfungsi untuk mendapatkan pemugaran atau
pembangunan program rumah tinggal layak huni, dengan adanya
prosedur diatas bertujuan agar Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman meminimalisir kesalahan memberikan
bantuan program RTLH untuk masyarakat Kabupaten Tuban yang
membutuhkan.
3. Tantangan dalam Menyelesaikan Target pada Program Rumah
Tinggal Layak Huni
Tantangan ke depan dalam menyelesaikan target pada program
RTLH ini merupakan sama halnya dengan indikator faktor
pendukung dan faktor penghambat yang harus dipertahankan atau
ditingkatkan dan yang dapat dijadikan sebagai pemacu upaya
perbaikan kualitas pelaksanaan program. Dalam pelaksanaan
program rumah tinggal layak huni, ditemukan beberapa tantangan
dalam pelaksanaan program ini diantaranya adalah sebagai berikut:
118
1) Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana menjadi indikator dalam menyelesaikan
target program RTLH. Program Rumah Tingggal Layak Huni
yang dilaksanakan oleh Bidang Perumahan dan Permukiman
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman. Sarana dan
prasarana yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten Tuban
sangat tidak mendukung pelaksanaan program Rumah Tinggal
layak Huni, hal tersebut diungkapkan oleh Bapak Riko Pramudia
selaku pegawai Bidang Perumahan dan Permukiman menyatakan
bahwa:
“untuk sarana dan prasarana seperti komputer, internet
maupun gedung yang ada saat ini sangat kurang mas.
Seperti laptop harus bawa sendiri scan dan internet tidak
ada, kursi tidak memadai dan jumlahnya kurang.
Seharusnya untuk pendataan agar lebih cepat kan bisa
mengirimkan soft kopi dikumen terlebih daulu lewat email,
tetapi untuk keadaan saat ini masih dengan cara manual
artinya masih harus mengantar dokumen ke kantor terlebih
dulu dan itu sangat berpengaruh dari kecepatan pengerjaan
dan kefalitan data RTLH. (Wawancara, 4 April 2017).
Berdasarakan pengamatan peneliti, keadaan sarana dan
prasarana yang ada di ruangan Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman sebagai penunjang program Rumah
Tinggal Layak Huni pada ruangan Bidang ini antara lain:
a. Ruang kerja dilengkapi dengan AC
b. Komputer kantor tidak ada
c. Scan tidak ada
d. Koneksi internet tidak ada
119
e. Meja 14
f. Kursi 12 (kondisi kursi tidak memadai serta jumlahnya
terbatas)
Faktor lain diungkapkan berdasarkan wawancara dengan
Bapak Agung Prasetya selaku kepala bidang Perumahan dan
Permukiman perihal sarana dan prasarana yang terdapat pada
kantor Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman yakni.
“….sebenarnya kantor Dinas PRKP ini masih numpang
tempat kerja di Dinas Pekerjaan Umum, karena pada rapat
terakhir memang tidak boleh di pecah kantornya harus satu
lingkungan kalau mau ya keluar. Dengan kondisi seperti ini
kami tidak bisa memelihara, serta sarana prasarana ke
lapangan yang saya rasakan seperti mobil untuk
pengawasan tidak cukup layak.” (wawancara 11 April 2017
di ruang Bidang Perumahan dan Permukiman)
Sarana dan prasarana merupakan penunjang kegiatan yang
sangat berpengaruh pada pelaksanaan program rumah tinggal
layak huni, berdasarkan hasil wawancara serta observasi diatas
menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang ada sekarang
sangat tidak memadai seperti dengan pegawai harus
membawa laptop sendiri tidak adanya koneksi internet meja dan
kursi dengan jumlah yang tidak seimbang serta kantor yang masih
menumpang dengan Dinas Pekerjaan Umum yang disebabkan
karena dibagi menjadi dua yakni Dinas Pekerjaan umum berdiri
sendiri begitu pula Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman, serta sarana penunjang untuk pengawasan ke
120
lapangan dalam hal ini adalah mobil dinas yang dirasa tidak layak
lagi untuk dipakai.
2) Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor terpenting
dalam pelaksanaan suatu program, sumber daya manusia sebagai
aktor pelaksana. Akan tetapi pada Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban terkendala dengan
keterbatasan jumlah pegawai yang menunjang program rumah
tinggal layak huni. Seperti yang di sampaikan Bapak Agung
Prasetya selaku Kepala Bidang Perumahanan dan Permukiman
mengenai kendala pada sumber daya manusia saat ini dalam
program RTLH.
“Tepatnya sehubungan terjadi perubahan OPD (Organisasi
Perangkat Daerah) dan terjadi kekurangan tenaga teknis
yang mengawasi pelaksanaan RTLH mulai Kecamatan
Bancar sampai Kecamatan Widang yang totalnya ada 20
Kecamatan, sedangkan di setiap Kecamatan terdapat 20
obyek RTLH, berarti total ada 400 obyek RTLH,
sedangkan tenaga teknis kami Cuma ada 5 orang mas.
Kalau dulu sih enak diawasi pegawai UPTD Dinas
Pekerjaan Umum…. Terbatasnya pengawas teknis dan
SDM yang sangat kurang untuk program ini seharusnya ada
banyak tenaga pembantu yang menunjang program seperti
membantu administrasi, scan, foto.” (Wawancara, 11 April
2017 di Ruang bidang Perumahan dan Permukiman)
Permasalahan di atas muncul ketika Dinas Pekerjaan
Umum di bagi menjadi dua bagian yang artinya Dinas Pekerjaan
Umum berdiri sendiri dan di tambah dengan Dinas Perumahan
121
Rakyat dan Kawasan Permukiman, dari sinilah terjadi perubahan
Organisasi Perangakat Daerah atau OPD yang mengakibatkan
kurangnya tenaga teknis untuk mengawasi pelaksanaan RTLH,
sebelum OPD di bagi menjadi dua yang menjalankan pengawasan
program RTLH merupakan UPTD yang ada di setiap Kecamatan,
peran pengawas program sangat penting karena di seluruh
Kecamatan di Kabupaten Tuban terdapat program pembangunan
RTLH yang berjalan apabila pengawas ini kurang atau tidak ada
maka akan sangat menghambat kerja dari stakeholder yang
bersangkut di sini yang berperan yaitu Dinas Perumahan dan
Kawasan Permukiman Bidang Perumahanan dan Permukiman.
3) Data Base
Lemahnya data base merupakan faktor yang menjadi
pengahambat dalam program rumah tinggal layak huni di
Kabupaten Tuban, sejalan dengan yang diungkapkan oleh Kepala
Bidang Perumahanan dan Permukiman Bapak Agung Prasetya
bahwa.
“….Selanjutnya dari data base yang masih minim dan
kurang sempurna, butuh data base yang valid antara
kebutuhan rumah se-Kabupaten dan RTLH yang belum
terbangun. Kemudian selain pengawas, kendala yang ada
dalam pelaksanaan pembangunan RTLH adalah kurang
banyaknya tenaga operator lapangan yang mencukupi
kebutuhan data calon-calon RTLH yang mau mendapat
bantuan, termasuk yang mengurusi semua proses
administrasi baik hibah dan bansos sampai selesai”.
122
(Wawancara, 2 Maret 2017 di Ruang bagian Perumahan
dan Permukiman).
Seperti halnya diungkapkan oleh Bapak Riko Pramudia pegawai
Bidang Perumahanan dan Permukiman mengenai permasalahan
data base yang masih kurang
“….data base kita yang belum punya, harusnya sudah
punya terus pengambilan nama dan alamatnya dari data
base itu mas, karena data base nantinya akan sangat
membantu dalam perekapan seluruh data selaa ini, agar
tidak mencari datanya dengan cara konvensional”
(Wawancara, 2 Maret 2017 di Ruang bagian Perumahan
dan Permukiman).
Permasalahan data base yang masih menggunakan cara
konvensional yang artinya harus mencari dengan membuka
proposal yang lama akan sangat berpengaruh pada kecepatan
pendataan dan kefalitan data tersebut disebabkan karena data
penerima RTLH sangat banyak.
4) Sumber Dana Program Rumah Tinggal Layak Huni
Dana pengelolaan untuk mencapai hasil yang diinginkan
pada program rumah tinggal layak huni ini berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pelaksanaan
program yang bertujuan untuk memaksimalkan pembangunan
program rumah tinggal layak huni di Kabupaten Tuban. Hal
tersebut didukung dengan pernyataan Kepala seksi Bidang Sosial
dan Budaya Bappeda.
123
“….dalam Tim Nasional Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (TNP2K) ada berbagai macam program-
program yang sifatnya untuk menanggulangi kemiskinan,
salah satunya itu ada program RTLH, bedah rumah.
Istilahnya kan macam-macam tapi intinya sama masalah
rumah, untuk rumah itu macam-macam juga dananya dari
APBN, APBD, CSR…. (Wawancara, 6 Februari 2017 di
Bappeda Kabupaten Tuban).
Pernyataan berikut mengenai dana APBD untuk program rumah
tinggal layak huni wawancara dengan Bapak Abdul Rakhmat
Kasubid Permukiman dan Prasarana Wilayah BAPPEDA
Kabupaten Tuban yakni.
“…. kalau RTLH usulan dari bawah karena dari APBD,
untuk bulan Maret kemaren sosialisasi terkait program
RTLH dan program BSPS walaupun beda anggaran yang
satu dari APBD dan satunya dari APBN tetapi dilakukan
bersama karena mempunyai tujuan sama yakni membantu
masyarakat dalam bidang membangun rumah yang layak
huni.” (Wawancara, 10 April 2017 di ruang Permukiman
dan Prasaranan Wilayah BAPPEDA Kabupaten Tuban).
Pendanaan dari APBD ini bertujuan agar program ini bisa
lebih terkontrol karena menggunakan uang negara yang harus ada
pertanggungjawaban di setiap pembangunan rumah layak huni.
Sumber dana program rumah tinggal layak huni Kabupaten Tuban
menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
dalam melakukan pembangunan rumah layak huni untuk
masyarakat, tetapi terkendala dengan jumlah APBD yang terbatas
dengan target jumlah pembangunan rumah layak huni 400 unit
rumah per-tahun.
124
5) Evaluasi Program Rumah Tinggal Layak Huni
Evaluasi program bukanlah kegiatan untuk menetapkan
baik dan buruknya suatu program tetapi meminimalisir dampak
negatif ataupun kekurangan suatu program untuk tujuan perbaikan
dimasa mendatang. evaluasi program adalah upaya menyediakan
informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan
Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) dalam Arikunto
(2009:5).
Adapun wawancara menurut Bapak Danang Kepala Bidang
Sosial dan Budaya Bappeda menjelaskan bahawa:
“evaluasi dari kita dalam arti saat itu kan kita minta laporan
perkembanganya seperti apa, kalau di RTLH yang di
APBD hamper tidak ada permasalahan, kalaupun ada itu
yang dulu Cuma sudah ditindak lanjuti…. Secara tugas
pokok dan fungsi sudah jelas tidak perlu memberikan
wewenang, jadi sesuai tugas pokok dan fungsi masing-
masing…. Kita maintain laporan yang sesuai dengan
kegiatan mereka, kegiatan juga macam-macam, harus
sering berkoordinasi dengan SKPD terkait… kalau masalah
RTLH masuk bidang Prasarana dan Fisik, kalo saya kan
bidang Budaya sifatnya kemiskinan. SKPD wajib
melaporkan kepada kita, saat ada permasalahan sifatnya
kurang pas dengan perencanaan tetapi selama ini tidak ada
masalah. (Wawancara, 6 Februari 2017 di Bappeda
Kabupaten Tuban).
Bedasarkan wawancara dengan Bapak Riko Pramudia pegawai
Bidang Perumahanan dan Permukiman bahwa:
“Itu rapat koordinasi evaluasi kegiatan per-tahunya, nanti
kan ada evaluasi dari pengawas lapanganya dan juga dari
Pejabat Pembuat Komitmen kita tampung nanti kita
bicarakan, pengerjaan di lapangan tahun ini yang menjadi
125
kendala apaevaluasi dalam program ini hanya ketika selesai
kegiatan setiap tahun pasti ada rapat evaluasi, rapatnya
seperti biasa tidak ada tahapanya. (Wawancara, 2 Maret
2017 di Ruang bagian Perumahan rakyat dan Kawasan
Permukiman)
Berdasarkan paparan dari kedua stakeholder diatas bahwa
sejauh ini evaluasi dari program RTLH dari Bappeda sendiri
hanya sebatas mengawasi program RTLH ini berjalan, untuk
masalah teknis yang menangani Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman. Evaluasi yang dilakukan Dinas
Perumahan dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban hanya
pada saat selesai pembangunan program rumah tinggal layak
huni. Dapat disimpulkan bahwa evaluasi pada program rumah
tinggal layak huni tidak berjalan dengan maksimal.
Dari penyajian data diatas dapat disimpulkan bahwa
terdapat beberapa faktor penghambat dalam pelaksanaan program
rumah tinggal layak huni pada Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman antara lain yaitu yang pertama terletak
pada sarana dan prasarana yang menunjang program yakni masih
kurang untuk keperluan sehari-hari yakni seperti tidak ada
komputer yang disediakan oleh kantor, fasilitas sambungan
internet tidak ada, meja dan kursi yang jumlahnya tidak
seimbang, mobil sebagai sarana pengawas lapangan yang sudah
tidak layak serta kantor Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman yang masih menumpang pada Dinas Pekerjaan
126
Umum, faktor selanjutnya terletak pada sumber daya manusia
yang terdiri dari pegawai dinas, pengawas lapangan, unit
pelayanan teknis di setiap kecamatan yang saat ini masih sangat
kurang untuk keperluan progam rumah tinggal layak huni dan
untuk keperluan data base yang masih minim dan kurang
sempurna, butuh data base yang valid antara kebutuhan rumah se-
Kabupaten dan RTLH yang belum terbangun. Tantangan kedepan
pada pelaksanaannya program rumah tinggal layak huni adalah
sarana dan prasarana, Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang,
sumber dana program rumah tinggal layak huni, evaluasi program
rumah tinggal layak huni dan data base dalam penunjang
pelaksanaan program rumah tinggal layak huni.
C. Analisis Data Fokus Penelitian
1. Evaluasi Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak Huni
(RTLH) di Kecamatan Tuban
Paradigma good governance yang menggabungkan konsep-
konsep seperti reformasi yang lebih luas dan menjadikan
pemerintahan lebih terbuka, responsive, akuntabel dan demokratis.
Menurut M. Adil Khan (1966) dalam Mindarti (2007:182)
menyatakan dari sisi administrasi pembangunan good governance
didefinisikan sebagai berikut:
127
“…. an overall institutional framework, withun which its
citizens are allowed to interact and transact freely, at different
levels, to fulfill its political, economic and social aspiration.
Basically, governance has there aspect: (i) the ability of citizens
to express views and access decision making friendly: (ii) the
capacity of the government agencies (both political and
bureaucratic) to translate these view into realistic plans and to
implement them cost effectively: and (iii) the ability of citizens
and institutions to compare what has been asked for with what
has been planned, and to compare what has been planned with
what has been planned, and to compare what has been planned
with what has been implemented” (Tjokrowinoto, 2001:3)
Berikutnya dalam Mindarti (2007:182) bahwa good governance
mengandung 2 (dua) makna yaitu sebagai berikut: pertama,
mengandung makna tentang orientasi ideal Negara yang diarahkan
pada pencapaian tujuan negara yang menjunjung tinggi kehendak
rakyat dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat
dalam kemandirian, pembangunan berkelanjutan, keadilan sosial,
demokratisasi dalam kehidupan bernegara secara legitimasi,
akuntabilitas, perlindungan hak asasi manusia, otonomi, dan
devolusi kekuasaan, pemberdayaan masyarakat sipil dan sebagainya.
Kedua, mengandung makna aspek-aspek fungsional pemerintahan
yang efektif dan efisien dalam upaya pencapaian tujuan nasional.
Hal ini sangat tergantung kepada sejauh mana pemerintah
mempunyai kompetensi serta sejauh maan struktur dan mekanisme
politik serta administrasi mampu berfungsi secara efektif dan efisien.
Salah satu penerapan Good Governance di Kabupaten Tuban
Jawa Timur adalah pelaksanaan program rumah tinggal layak huni
yang ada pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
128
merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menangani
program tersebut. Adapun bidang yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan program rumah tinggal layak huni adalah pada Bidang
Perumahan dan Permukiman pada Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban yang memiliki fungsi
pengembangan dan pembangunan perumahan, pengembangan dan
penataan infrastruktur permukiman serta pengelolaan data dan
pengendalian pembangunan perumahan permukiman.
Program rumah tinggal layak huni berjalan mulai tahun 2011,
hal ini berdasarkan wawancara dengan Bapak Riko Pramudia selaku
pegawai Bidang Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban. Program ini dikelolah oleh
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman mulai tahun
2011. Dalam sebuah program terdapat implementasi yang dilakukan
oleh stakeholder yang terkait dan program tersebut sudah berjalan
secara berkesinambungan, Selanjutnya Arikunto dan Jabar (2014:14)
menyebutkan bahwa ada tiga pengertian penting dan perlu
ditekankan dalam menentukan suatu program, yaitu:
a. Realisasi atau implementasi suatu kebijakan
b. Terjadi dalam waktu yang relatif lama, bukan kegiatan
tunggal tetapi jamak berkesinambungan
c. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang
129
Pelaksanaan suatu program harus memperhatikan unsur
pelaksanaan program yang dimana bertanggung jawab dari awal
sampai selesai program serta bagaimana program itu berjalan tepat
sasaran sehingga muncul manfaat dari program yang ada, ketika
program tersebut berjalan unsur yang berperan adalah masyarakat
sekitat dan yang menilai apakah dari program tersebut terdapat
perubahan atau ada peningkatan, untuk menilai suatu program perlu
diadakan evaluasi terkait program tersebut.
Tujuan evaluasi pelaksanaan program menurut Rossi dan
Freeman dalam Hamdi (2014:104) adalah evaluasi dilakukan untuk
menilai kelayakan program yang sedang berlangsung dan untuk
mengestimasi kemanfaatan upaya-upaya untuk memperbaikinya.
Dalam pelaksanaan program rumah tinggal layak huni peneliti
menemukan beberapa kekurangan, sehingga dibutuhkan beberapa
evaluasi agar pelaksanaan program rumah tinggal layak huni
diharapkan bisa berjalan dengan maksimal. Evaluasi ini diperlukan
untuk mengidentifikasi berbagai kelemahan secara menyeluruh dari
suatu program, baik yang berasal dari kelemahan strategi program
sendiri, maupun karena kelemahan dalam implementasi.
Sesuai dengan pendapat Suchman dalam Winarno (2012:233-
234), peneliti telah melakukan enam tahapan evaluasi pada evaluasi
pelaksanaan program rumah tinggal layak huni, yakni:
130
a. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi
Tujuan dari pelaksanaan program rumah tinggal layak huni
Kabupaten Tuban adalah mewujudkan keadilan bagi seluruh
masyarakat yang tidak mampu atau Masyarakat Berpenghasilan
Rendah (MBR) dalam pemenuhan kebutuhan dasar rumah layak
yang sehat, aman, serasi dan teratur serta mengurangi jumlah
rumah tidak layak huni. Program RTLH ini sangat
menguntungkan masyarakat secara umum karena masyarakat
merasa terbantu dengan adanya program rumah tinggal layak huni
karena mereke merasa terpenuhi atas hak mendapat bantuan
rumah layak huni dari pemerintah Kabupaten Tuban.
b. Analisis terhadap masalah
Menganalisis permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan
program rumah tinggal layak huni di Dinas Perumahan Rakyat
dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban. Dalam
pelaksanaanya terdapat permasalahan-permasalahan yang terjadi
dalam pelaksanaan program Rumah Tinggal Layak Huni yaitu
kurangnya jumlah pegawai, tenaga pengawas lapangan serta
sarana dan prasarana yang ada pada Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman untuk kebutuhan penunjang pelaksanaan
program Rumah Tinggal Layak Huni.
c. Deskripsi dan standarisasi kegiatan.
131
Peneliti menilai tentang standarisasi yang merupakan
penetapan batasan tertentu dalam suatu kegiatan. Kegiatan yang
dilakukan adalah mengevaluasi pelaksanaan program rumah
tinggal layak huni di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban, yang didasarkan pada enam
indikator evalusi program yaitu efektivitas, efisiensi, kecukupan,
pemerataan, responsivitas, dan ketepatan dengan melihat
pedoman wawancara yang berkaitan dengan fokus penelitian.
d. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi
Sebelum program rumah tinggal layak huni dilaksanakan pada
tahun 2011 jumlah sebaran rumah tidak layak huni jika dibandingkan
sampai akhir tahun 2016 terus mengalami penurununan karena
adanya target realisasi yang harus di bangun oleh Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban. Realisasi
tersebut menjadikan acuan pemerintah Kabupaten Tuban dalam hal
ini adalah Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
untuk terus mengurangi jumlah rumah tidak layak huni yang ada di
Kabupaten Tuban, dengan data realisasi pembangunan rumah tidak
layak huni menjadi layak huni dari tahun 2013 sampai dengan tahun
2016 sebagai berikut:
133
untuk di tindak lanjut dan diserahkan ke Dinas Perumahan Rakyat
dan Kawasan Permukiman. Tujuan dari di haruskannya melengkapi
dokumen yang menjadi syarat penerima bantuan adalah agar
pemberian bantuan program rumah tinggal layak huni tepat sasaran.
f. Indikator untuk menentukan suatu dampak
Untuk melihat bagaimana dampak ataupun perubahan yang
terjadi pada pelaksanaan program rumah tinggal layak huni
Kabupaten Tuban adalah dengan berpedoman pada keenam indikator
pelaksanaan program menurut Dunn yaitu efektivitas, efisiensi,
kecukupan, pemerataan, responsivitas, dan ketepatan. Berdasarkan
pedoman evaluasi yang diterbitkan oleh Direktorat Ditjen PLS
Depdiknas (2002:2) memberikan pengertian bahwa evaluasi program
adalah “proses pengumpulan dan penelaahan data secara berencana,
sistematis dan dengan menggunakan metode dan alat tertentu untuk
mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan program
dengan menggunakan tolak ukur yang telah ditentukan.”
Program rumah tinggal layak huni di Kabupaten Tuban
dilaksanakan sejak tahun 2011 hingga sekarang, setiap tahun
Pemerintah Kabupaten Tuban memiliki target untuk diselesaikan,
namun dalam pelaksanaanya belum terealisasikan sesuai dengan
target. Perbandingan target dan realisasi pembangunan RTLH
Kabupaten Tuban dapat dilihat pada diagram dibawah ini.
134
0
100
200
300
400
500
600
700
2013 2014 2015 2016TAHUN
PERBANDINGAN TARGET DAN REALISASI
PEMBANGUNAN RLTH KABUPATEN TUBAN
2013-2016
Target
Realisasi
Gambar 10. Perbandingan Target dan Realisasi Pembangunan RTLH
Kabupaten Tuban 2013-2016
Sumber: Olahan Penulis (2017)
Oleh karena itu, pada penelitian ini akan menggunakan indikator
evaluasi menurut William Dunn sebagai tolak ukur dalam
mengevaluasi pelaksanaan program rumah tinggal layak huni pada
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten
Tuban. Adapun indikator evaluasi menurut Dunn (2003:612) terdiri
dari 6 tipe sebagai berikut:
a. Efektivitas Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak
Huni
Indikator efektivitas merupakan indikator pertama dalam
kriteria evalusi program menurut Dunn (2003:612). Kriteria
efektivitas merujuk pada tercapai atau tidaknya hasil atau
tujuan dari sebuah program. Efektivitas berkenaan dengan
apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang
135
diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan.
Efektivitas berhubungan dengan rasionalitas, teknis dan selalu
diukur dari unit produk layanan. Penilaian efektivitas dalam
evaluasi pelaksanaan program rumah tinggal layak huni di
Kabupaten Tuban dapat ditentukan dari hasil pencapaian
program yang telah ditentukan pada awal anggaran, dalam hal
ini tujuan dari adanya penyelenggaraan program rumah tinggal
layak huni adalah pemberian bantuan pembangunan atau
perbaikan rumah tidak layak huni yang diberikan kepada
masyarakat miskin.
Data dibawah ini yang menunjukan realisasi pembangunan
program rumah tinggal layak huni di Kecamatan Tuban tahun
2011 sampai dengan tahun 2016, tahun 2011 terdapat
pembangunan RTLH di Kembangbilo dan Sugiharjo
membangun rumah tidak layak huni menjadi layak huni
sebanyak 10 unit, pada tahun 2012 membangun di desa
Mondokan, Sumurgung, Sidorejo, Sidomulyo, Kingking
dengan jumlah 23 unit rumah, pada tahun 2013 di Sumurgung,
Mondokan, Ronggomulyo, Kembangbilo, Sukolili, Perbon,
Sugiharjo dan Latsari berjumlah 17 unit rumah, tahun 2014
rumah layak huni yang telah terbangun sebanyak 24 unit
dengan sebaran berada di Kembangbilo, Karangsari,
Sidomulyo, Mondokan, pada tahun 2015 sebanyak 30 unit
136
rumah tersebar di Sidorejo, Doromukti, Karangsari, Mondokan,
lanjut pada tahun 2016 sebaran berada di Kembangbilo,
sugiharjo sebanyak 11 unit rumah, total keseluruhan rumah
tinggal layak huni yang terbangun di Kecamatan Tuban
sebanyak 82 unit rumah sepanjang tahun 2011 sampai dengan
tahun 2016.
Data yang menunjukan antara target dan realisasi
pembangunan rumah tinggal layak huni di Kecamatan Tuban
dengan realisasi pembangunan pada tahun 2013 target
sebanyak 25 unit rumah dan terbanguan 17 unit rumah layak
huni, tahun 2014 target 25 unit rumah yang terealisasi 24 unit,
pada tahun 2015 target membangun rumah layak huni sebanyak
30 unit dan yang terealisasi sesuai dengan jumlah target yakni
30 unit rumah layak huni, sedangkan untuk 2016 mempunyai
target membangun rumah 20 unit akan tetapi realisasi masih
kurang dari harapan yakni sebanyak 15 unit rumah layak huni
yang terbangun. Berikut data yang diperoleh dari Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman.
Berdasarkan data tersebut realisasi pembangunan RTLH di
Kecamatan Tuban dilihat dari kriteria efektivitas evaluasi
program menurut Dunn (2003) dapat dikatakan belum
maksimal dengan target yang sudah ditetapkan setiap tahun
dengan realisasinya masih banyak yang belum tercukupi.
137
Selain itu dilihat tenaga teknis pengelola Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban hanya
mempunyai lima pegawai lapangan yang harus menangani 20
Kecamatan dengan total 400 objek rumah tinggal layak huni.
Ketidakseimbangan antara pengelola dengan jumlah objek
RTLH yang harus dibangun menjadi salah satu penyebab
kriteria efektiktivitas tidak terpenuhi.
b. Efisiensi Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak Huni
Efisiensi dalam indikator evaluasi suatu program berkenaan
dengan jumlah usaha (sumber daya manusia, kegiatan
penunjang) yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat
efektifitas tertentu untuk menilai seberapa jauh usaha yang
dikeluarkan agar dapat mencapai hasil yang diinginkan pada
suatu program (Dunn, 2003:430), efisiensi sangat berkaitan
dengan indikator efektivitas. Salah satu indikator yang
digunakan peneliti untuk mengukur nilai efisiensi dari
pelaksanaan program rumah tinggal layak huni ini adalah
seberapa besar upaya sumber daya manusia dan kegiatan yang
dilakukan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban serta bagaimana upaya tersebut
berdampak terhadap tujuan program.
Sumber Daya Manusia merupakan salah satu aspek yang
perlu diperhatikan dalam evaluasi pelaksanaan program kriteria
138
efisiensi. Sumber Daya Manusia menjadi unsur pertama dan
utama dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Peralatan yang
andal/canggih tanpa peran aktif SDM, tidak berarti apa-apa
(Hasibuan.2009:244). Dalam pelaksanaan program rumah
tinggal layak huni, sumber daya manusia dalam hal ini adalah
pihak penyelenggara yaitu Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban belum dapat dikatakan
baik karena kekurangan tenaga teknis yang mengawasi
pelaksanaan RTLH di setiap Kecamatan yang ada di Kabupaten
Tuban dengan total di setiap Kecamatan terdapat 20 obyek
RTLH dengan jumlah semua terdapat 400 obyek RTLH di
Kabupaten Tuban setiap tahunya, sedangkan tenaga teknis yang
ada di Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukman
hanya berjumlah 5 orang. Terbatasnya pengawas teknis dan
SDM untuk program ini terdiri dari tenaga pembantu yang
menunjang program seperti membantu administrasi, scan, foto
dan lain-lain. Permasalahan tersebut ada ketika Dinas Pekerjaan
Umum di bagi menjadi dua bagian yang artinya Dinas Pekerjaan
Umum berdiri sendiri dan di tambah dengan Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman, dari sinilah terjadi
perubahan Organisasi Perangakat Daerah atau OPD yang
mengakibatkan kurangnya tenaga teknis untuk mengawasi
pelaksanaan RTLH, sebelum OPD di bagi menjadi dua yang
139
menjalankan pengawasan program RTLH merupakan UPTD
yang ada di setiap Kecamatan.
Indikator efisiensi dilihat juga kegiatan penunjang, peneliti
melihat dari sisi dana pengelolaan untuk mencapai hasil yang
diinginkan, dalam program RTLH sumber dana berasal dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang setiap
awal anggaran masuk pembahasan antara Badan Anggaran
DPRD Kabupaten Tuban dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah
(TAPD). Berdasarkan wawancara Kasubid Permukiman dan
Prasaranan Wilayah BAPPEDA Kabupaten Tuban menjelaskan
bahwa dana APBD untuk Program RTLH Kabupaten Tuban
belum mencukupi dengan demikian menggunakan bantuan dari
CSR. Program RTLH Kabupaten Tuban menggunakan dana dari
APBD dengan anggaran program RTLH yang setiap daerah
berbeda-beda, bantuan rumah program RTLH ini dibangun
sederhana dengan anggaran Tuban per unit rumah mendapatkan
sekitar 35 juta per pembangunan satu unit rumah.
Pemasalahan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi
menyebab pelaksanaan program rumah tinggal layak huni dapat
disimpulkan belum memenuhi kriteria efektif dalam evaluasi
pelaksanaan program, disebabkan karena faktor pecahnya OPD
dari yang menjadi satu di Dinas Pekerjaan Umum kemudian
pecah manjadi Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
140
Permukiman serta Dinas Pekerjaan Umum sendiri. Sumber dana
program rumah tinggal layak huni Kabupaten Tuban
menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) dalam melakukan pembangunan rumah layak huni
untuk masyarakat, tetapi terkendala dengan jumlah APBD yang
terbatas dengan target jumlah pembangunan rumah layak huni
400 unit rumah per-tahun, berdasarkan wawancara dengan untuk
itu meminta kerjasama dengan pihak lainya dengan pendanaan
dari CSR.
c. Kecukupan Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak
Huni
Kriteria kecukupan dalam evaluasi pelaksanaan program
rumah tinggal layak huni ini dilihat dari kecukupan sarana dan
prasarana yang disediakan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban Menurut Dunn
(2003:430), indikator kecukupan (adequacy) berkenaan dengan
seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan,
nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah.
Selain itu kriteria kecukupan dilihat dari ketersediaan fasilitas,
sarana dan prasarana dalam pelaksanaan suatu program.
Kecukupan sarana dan prasarana yang disediakan oleh
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten
Tuban sabagai penunjang pelaksanaan program ini tidak
141
memadai hal ini berdasarkan hasil wawancara dan observasi
yang dilakukan peneliti menemukan bahwa pada tempat kerja
bidang Perumahan dan Permukiman yang menangani program
rumah tinggal layak huni sarana dan prasarana yang ada seperti
laptop harus membawa sendiri scan dan sambungan internet
tidak ada, kursi tidak memadai dan jumlahnya kurang serta
kantor Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
masih menumpang tempat kerja di Dinas Pekerjaan Umum.
d. Pemerataan Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak
Huni
Dalam pelaksanaan program rumah tinggal layak huni,
indikator pemerataan atau kesamaan dapat dilihat dari seberapa
besar usaha yang dilakukan oleh pihak penyelenggara dalam hal
ini adalah Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
dalam memberikan informasi terkait program kepada seluruh
masyarakat sebagai objek dari program secara adil berdasarkan
indikator pemerataan atau kesamaan menurut Dunn (2003:435)
Sosialisasi merupakan salah satu cara yang efektif untuk
meningkatkan pelaksanaan suatu kebijakan ataupun program
pemerintah. Adanya sosialisasi membantu penyelenggara dalam
mendistribusikan informasi terkait program kepada masyarakat.
Menurut Arikunto dan Jabar (2004:34) “yaitu suatu rencana
yang melibatkan berbagai unit yang berisi kebijakan dan
142
rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam kurun waktu
tertentu secara berkesinambungan”. Dalam sebuah program
terdapat banyak aspek yaitu berupa tujuan kegiatan, aturan yang
harus dipegang dalam kegiatan, anggaran atau biaya yang
digunakan, dan strategi pelaksanaan kegiatan.
Strategi pelaksanaan kegiatan yang dilakukan Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman sebagai pihak
penyelenggara program mengambil sosialisasi sebagai cara
untuk mendistribusikan informasi terkait program ini, sosialisasi
bertujuan untuk memperkenalkan program rumah tinggal layak
huni kepada masyarakat. Sosialisasi terkait program rumah
tinggal layak huni ini dilakukan pada Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (MUSRENBANG) diprakarsai oleh Bappeda
Kabupaten Tuban yang bertujuan untuk penjaringan aspirasi
masyarakat dengan keterlibatan Dinas-Dinas dan Kecamatan
yang ada di Kabupaten Tuban, selain itu adanya sosialisasi yang
diperuntukkan untuk SKPD dan pengurus kecamatan serta
kelurahan tentang adanya program rumah tinggal layak huni
mempermudah penyebaran penyampaian informasi. Sehingga
kriteria pemerataan dalam evaluasi program rumah tinggal layak
huni dalam hal ini adalah pemerataan informasi telah dijalankan.
143
e. Responsivitas Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak
Huni
Berdasarkan indikator responsivitas menurut Dunn (2003)
responsivitas dalam suatu evaluasi kebijakan atau program
publik dapat dilihat dari respon masyarakat sebagai objek
terhadap suatu program, dan respon atau daya tanggap pelaksana
program terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat pada
pelaksanaan suatu program.
Kriteria responsivitas mengacu pada daya tanggap atau
respon Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Bidang Perumahanan dan Permukiman sebagai pelaksana
program RTLH berdasakan kriteria evaluasi menurut Dunn yaitu
indikator responsivitas dapat dikatakan sudah tercapai. Pada
indikator ini responsivitas dinilai dari daya tanggap Bidang
Perumahan dan Permukiman Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman dalam hal merespon proposal bantuan
program yang masuk ke Dinas. Proposal sekarang ini
menggunakan e-proposal untuk penangananya yang masuk
langsung di proses sesuai kuota yang disediakan, akan tetapi jika
melebihi kuota yang sudah ditentukam akan masuk deposito
tahun depan, dalam implementasi tahun ini untuk e-proposal
yang masuk dua minggu dengan batas akhir tanggal 11 April
2017 proposal yang masuk pada Dinas Perumahan Rakyat dan
144
Kawasan Permukiman pada Bagian Perumahan dan
Permukiman sebanyak 400 proposal dari setiap Kecamatan di
Kabupaten Tuban.
f. Ketepatan Pelaksanaan Program Rumah Tinggal Layak
Huni
Kriteria ketepatan menurut Dunn (2003:610) adalah apakah
hasil (tujuan) yang diinginkan berguna atau bernilai atau suatu
program adalah dengan mengukur apakah hasil yang dicapai
benar-benar bermanfaat atau tidak. Dalam pelaksanaan program
rumah tinggal layak uni oleh Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman dapat dikatakan telah memenuhi
indikator ketepatan. Hal ini dapat dilihat dari latar belakang dan
tujuan program rumah tinggal layak huni adalah untuk
pemenuhan kebutuhan dasar rumah yang sehat, aman, serasi dan
teratur serta mengurangi jumlah rumah tidak layak huni.
Berdasarkan analisis peneliti melihat hasil wawancara
dengan beberapa informan yang mendapatkan bantuan program
rumah tinggal layak huni dapat disimpulkan bahwa program ini
memberikan dampak positif bagi masyarakat. Dilihat setelah
masyarakat mendapat bantuan program RTLH masyarakat
merasa terbantu karena dibangunkan rumah yang layak huni
sebab dulu rumah yang dimiliki tidak layak untuk di huni,
masyarakat yang memperoleh bantuan merasa senang bisa
145
mendapatkan bantuan program rumah tinggal layak huni,
masyarakat yang mendapat bantuan menilai rumah yang
dibangunkan bagus dan sesuai harapan.
Dari ke enam indikator evaluasi diatas berdasarkan analisis
peneliti menunjukkan pada pelaksanaan program rumah tinggal
layak huni oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban sebagai pelaksana belum
memenuhi keenam kriteria evaluasi menurut Dunn (2003:610).
Kriteria yang terpenuhi adalah kriteria pemerataan, kriteria
responsivitas dan kriteria ketepatan, sedangkan kriteria
efektivitas, efisiensi dan kecukupan pada pelaksanaan program
rumah tinggal layak huni belum terpenuhi.
2. Dinamika Penanganan Program Rumah Tinggal Layak Huni
Pelaksanaan program rumah tinggal layak huni tidak lepas dari
prosedur penanganan ataupun dinamika penanganan program yang
menjadi acuan kerja Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman sesuai prosedur yang ada. Berdasarkan Permenpera
nomor 22/Permen/M/2008, rumah tinggal layak huni adalah rumah
yang tak memenuhi persyaratan teknis keselamatan bangunan dan
kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya.
Berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah nasional
(RPJMN) 2015-2019 terdapat kriteria masyarakat yang berhak
146
menerima bantuan, berdasarkan RPJMN 2015-2019 Dinas
Perumahan dan Kawasan Permukiman membentuk dinamika
penanganan program RTLH untuk Kabupaten Tuban, hal ini dapat
membantu terlaksananya program ini dengan baik, dalam dinamika
penanganan program rumah tinggal layak huni yang dikelolah oleh
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman terdapat
beberapa prosedur yang harus dijalankan sesuai dengan Kerangka
Acuan Kegiatan (KAK) Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pengajuan proposal kepada Bupati Tuban dan tembusan ke
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukian Kabupaten
Tuban, pada proposal dilampiri :
1. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP)
2. Fotocopy Kartu Keluarga (KK)
3. Fotocopy Gakin / Surat keterangan miskin
4. Fotocopy Sertifikat / Petok tanah atas hak milik
5. Foto rumah kondisi tidak layak
2. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
memberikan tembusan kepada Bappeda dan Dinas Pendapatan.
* Bappeda, Dinas Pendapatan dan Dinas Perumahan Rakyat
dan Kawasan Permukiman melakukan rapat koordinasi
penentuan nilai anggaran, kemudian merekomendasikan nilai
anggaran pada APBD tahun anggaran 2017
147
3. Bupati atau Sekretaris Daerah mendapat rekomendasi dari
Bappeda dan Dinas Pendapatan
*Bupati atau Sekretaris Daerah menyetujui pagu anggaran
yang telah diajukan
4. Selanjutnya kembali ke Bappeda dan Dinas Pendapatan untuk
dikembalikan ke Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman
5. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
melakukan pengecekan persyaratan penerima bantuan, antara
lain:
Survei / pengecekan lokasi usulan
Melakukan perencanaan pembangunan
Melakukan lelang atau tender untuk pengerjaan rumah
bantuan
Pengecekan langsung ke lokasi
Pelaksanaan pembangunan rumah (berdasarkan denah
lokasi dan detail gambar bangunan)
Pengawasan
Pemeliharaan oleh kontraktor yang memenangkan
tender
Penerimaan hasil oleh masyarakat yang mendapatkan
bantuan
Serah terima bantuan sosial kepada penerima sesuai
nama dan alamat berdasarkan surat keputusan Bupati
148
Berdasarkan dinamika penanganan RTLH Kabupaten Tuban
menurut analisis peneliti dinamika penanganan yang ada saat ini
sudah berjalan sesuai dengan Kerangka Acuan Kegiatan (KAK)
yang di tetapkankan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman, yang berpengaruh terhadap kelompok sasaran yakni
masyarakat tidak mampu atau masyarakat berpengasilan rendah bisa
merasakan bantuan dari program rumah tinggal layak huni yang
sangat membantu dalam pemenuhan tempat tinggal karena tanpa ada
pungutan biaya dan bisa mendapat bangunan rumah baru yang tentu
layak huni.
Akan tetapi dinamika yang ada selama ini tergolong lambat,
disebabkan karena hanya mengandalkan anggaran program dari
Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah (APBD). penanganan
selama ini masih harus menunggu disahkan anggaran setiap tahun,
dan berarti masyarakat harus menunggu satu tahun untuk
mendapatkan bantuan pembangunan program rumah tinggal layak
huni. Dengan adanya dinamika penanganan program RTLH
diharapkan penerima bantuan program yang khusus untuk
masyarakat berpenghasilan rendah bisa tepat sasaran.
149
3. Tantangan ke Depan Dalam Menyelesaikan Target Program
Rumah Tinggal Layak Huni
Pelaksanaan suatu program tidak terlepas dari faktor-faktor yang
menjadi tantangan ke depan, tantangan ke depan ini bisa jadi
berpengaruh terhadap pelaksanaan program dalam hal tantangan ke
depan peneliti memfokuskan pada faktor penghambat yang
merupakan salah satu indikator yang menjadi penghambat pada
pelaksanaan program rumah tinggal layak huni. Dalam pelaksanaan
program rumah tinggal layak huni yang dikelolah oleh Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban
terdapat beberapa faktor-faktor penghambat.
1. Sarana dan Prasarana
Salah satu penunjang kelancaran proses penanganan
program rumah tinggal layak huni yang ada pada Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman yaitu adanya
sarana dan prasarana yang memadai yang disediakan oleh
institusi yang bersangkutan, sehingga pelaksanaan program
dapat terselenggara dengan baik. Dengan kata lain, suatu
program dapat berjalan dengan maksimal apabila didukung oleh
sarana dan prasarana yang memadai. Sarana menurut Moenir
(2006:119) adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan
fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama atau pembantu
dalam pelaksanaan pekerjaan, dan juga berfungsi sosial dalam
150
rangka kepentingan orang-orang yang sedang berkepentingan
dalam organisasi kerja itu.
Akan tetapi pada penunjang pelaksanaan program rumah
tinggal layak huni ini sarana dan prasarana yang ada tidak
memadai, untuk sarana dan prasarana seperti komputer, internet
maupun gedung yang ada saat ini sangat kurang. seperti laptop
harus bawa sendiri scan dan internet tidak ada, kursi tidak
memadai dan jumlahnya kurang serta kantor Dinas Perumahan
Rakyat dan Kawasan Permukiman untuk saat ini masih
menumpang tempat kerja di Dinas Pekerjaan Umum,
berdasarkan wawancara dengan kepala bidang perumahan dan
permukiman disebabkan karena terjadi pemisahan OPD antara
Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiaman, faktor lain yang ditemukan peneliti
berdasarkan wawancara yang dilakukan terletak pada sarana
prasarana ke lapangan yang dirasa kurang layak seperti mobil
untuk pengawasan kondisi yang ada sekarang tidak layak.
2. Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia merupakan salah satu faktor yang
dapat menunjang keberhasilan suatu program. Peralatan yang
andal/canggih tanpa peran aktif SDM, tidak berarti apa-apa
(Hasibuan.2009:244). Sumber daya manusia dilihat dari kualitas
merujuk pada potensi atau kemampuan yang dimiliki sumber
151
daya manusia dalam menganalisis dan menjalankan suatu
program, sedangkan kuantitas merujuk pada jumlah sumber
daya manusia dalam mengelolah suatu program. Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban
dalam penunjang atau pelaksanaan program rumah tinggal layak
huni memiliki hambatan dari segi tenaga teknis yang megawasi
program rumah tinggal layak huni, jumlahnya kurang padahal
dalam pelaksanaan RTLH seluruh Kecamatan dalam Kabupaten
Tuban totalnya ada 20 Kecamatan dengan di setiap Kecamatan
terdapat 20 obyek RTLH dengan total ada 400 obyek RTLH,
sedangkan tenaga teknis hanya ada 5 orang.
3. Data Base
Dalam menjalankan program rumah tinggal layak huni data
base sangat di butuhkan untuk menunjang kebenaran data yang
ada, akan tetapi pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban masih minim dan kurang
sempurna, dan menjadikan faktor pengahambat dalam program
rumah tinggal layak huni di Kabupaten Tuban, data base
berfungsi untuk pengambilan nama dan alamat masyarakat
penerima bantuan. Permasalahan data base berpengaruh pada
kecepatan pendataan dan kefalitan data keperluan data base yang
masih minim dan kurang sempurna, dibutuhkan data base yang
152
valid antara kebutuhan rumah se-Kabupaten dan RTLH yang
belum terbangun.
4. Sumber Dana Program Rumah Tinggal Layak Huni
Pendanaan dari APBD ini bertujuan agar program ini bisa
lebih terkontrol karena menggunakan uang negara yang harus
ada pertanggungjawaban di setiap pembangunan rumah layak
huni. Sumber dana untuk mencapai hasil yang diinginkan pada
program rumah tinggal layak huni ini, akan tetapi terkendala
jumlah APBD yang terbatas dengan target jumlah pembangunan
rumah layak huni 400 unit rumah per-tahun.
Dalam Dokumen Arah Kebijakan dan Strategi 2015 - 2019
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Bidang
Perumahan pada Strategi terdapat point yang menjelaskan
bahwa Program ini bertujuan untuk mendorong Pemerintah
daerah agar berperan sesuai kewenangannya dalam
pembangunan perumahan, baik ditingkat provinsi maupun
kabupaten atau kota didukung dengan mekanisme pendanaan
yang tepat. Berdasarkan lampiran V Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor
33/PRT/M/2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Dana
Alokasi Khusus Bidang Infrastriktur. Sumber Pendanaan berasal
dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
153
Dana Alokasi Khusus (DAK), dana Anggaran Pendpatan dan
Belanja Daerah (APBD), serta Dana Swadaya Masyarakat.
Pada Kabupaten Tuban program rumah tinggal layak huni
menggunakan dana APBD, akan tetapi di lapangan dana APBD
tidak bisa membantu dengan maksimal karena masih terdapat
data setiap tahun target dengan realisasi tidak sesuai yang
artinya masih ada rumah yang tidak terbangun. Lemahnya
pemerintah Kabupaten Tuban dalam bekerjasama dengan
perusahaan-perusahaan besar dengan mengandalkan dari segi
dana CSR (Coorporate Social Responsibilty) perusahaan yang
bisa menguntungkan pemerintah Kabupaten Tuban.
5. Evaluasi Program Rumah Tinggal layak Huni
Evaluasi program merupakan kegiatan yang dilakukan
dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program atau
proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan,
efektifitas atau kecocokan sesuatu sesuai dengan kriteria dan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya, kegiatan yang
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat
keberhasilan dari suatu kegiatan atau program yang ada. Pada
kegiatan program rumah tinggal layak huni Kabupaten Tuban
evaluasi yang selama ini dilakukan masih menggunakan cara
evaluasi yang bersifat birokratis yang artinya hanya berdasar
pada aturan yang ada terkait program serta evaluasi dengan cara
154
konvensional, pada era saat ini diperlukan evaluasi yang
melibatkan semua unsur yang ada dalam program rumah tinggal
layak huni dalam hal ini pemerintah dan masyarakat, apabila
melibatkan dana CSR evaluasi program bisa dengan melibatkan
pihak swasta. Pentingnya evaluasi dengan melibatkan masyrakat
karena saat ini dengan era modern masyarakat lebih cerdas,
lebih tanggap dan memiliki kapasitas kemampuan untuk ikut
membantu melakukan evaluasi bukan hanya masyarakat sebagai
obyek atau kelompok sasaran tetapi bisa terlibat dalam evaluasi
program rumah tinggal layak huni Kabupaten Tuban.
Evaluasi dengan mengacu pada aspirasi secara demokratis
yakni dengan partisipasi masyarakat secara aktif untuk
memberikan informasi mengenai opini publik secara
komunikatif dan obyektif dengan cara memasukkan berbagai
pandangan dan kepentingan, dilakukanya dialog dengan
masyarakat membantu menciptakan keterbukaan pada
pemerintah, evaluasi ini biasa di sebut dengan evaluasi
deliberatif yang menenkan pada musyawarah bersama antar
stakeholder bersangkutan yang berkaitan dengan program
rumah tinggal layak huni, komunikasi masyarakat atau warga
yang terdiri dari perhimpunan, organisasi dan gerakan yang
bersifat spontan dan menyaring kondisi yang terjadi sekarang di
wilayah-wilayah privat kemudian dibawa dalam ruang publik.
155
155
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Tuban Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban sesuai
Peraturan Bupati tuban Nomor : 64 Tahun 2016 Tentang Uraian Tugas, Fungsi
dan Tata Kerja disebutkan bahwa, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban merupakan unsur pelaksana otonomi daerah.
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban
mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman berdasarkan asas otonomi dan
tugas pembantuan. Selanjutnya Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman Kabupaten Tuban diarahkan untuk meningkatkan prasarana
bidang perumahan dan permukiman, air minum dan sanitasi, serta kebersihan
pertamanan dan pemakaman. Salah satu program Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban adalah program rumah tinggal layak
huni program ini telah terlaksana mulai tahun 2011. Berdasarkan data di
lapangan dan hasil analisa penulis serta berdasarkan teori yang berkaitan dapat
disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan program rumah tinggal layak huni
belum sepenuhnya berjalan dengan baik, karena dalam pelaksanaanya belum
memenuhi kriteria evaluasi menurut Dunn (2003) yaitu indikator efektivitas,
efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas, dan ketepatan.
156
1. Dari keenam indikator tersebut indikator pemerataan, indikator
responsivitas dan indikator ketepatan yang telah terpenuhi dalam
pelaksanaan program rumah tinggal layak huni. Selain itu, tiga
indikator dalam evaluasi pelaksanaan program menurut Dunn (2003)
yaitu indikator efektivitas, indikator efisiensi dan indikator
kecukupan belum terpenuhi.
a. Indikator efektivitas pada pelaksanaan program rumah tinggal
layak huni ini belum terpenuhi. Hal ini berdasarkan atas uraian
data realisasi pembangunan RTLH di Kecamatan Tuban masih
belum maksimal dengan target yang sudah ditetapkan setiap tahun
tetapi realisasinya masih banyak yang belum tercukupi.
b. Indikator efisiensi pada pelaksanaan program rumah tinggal layak
huni belum terpenuhi, hal ini disebabkan karena Sumber Daya
Manusia (SDM) yang ada pada Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban tidak terpenuhi karena
kurangnya tenaga teknis untuk mengawasi pelaksanaan RTLH.
c. Indikator kecukupan pada pelaksanaan program Rumah Tinggal
Layak Huni belum terpenuhi. Indikator kecukupan dilihat dari
sarana dan prasarana yang digunakan dalam penunjang ataupun
pelaksanaan program. Dalam pelaksanaan program rumah tinggal
layak huni, sarana dan prasarana yang disediakan belum terpenuhi
seperti komputer tidak disediakan kantor, pegawai harus
membawa laptop sendiri, tidak ada jaringan wireless fidelity (Wi-
157
Fi), tidak ada scan, jumlah meja dan kursi tidak seimbang dengan
kondisi yang tidak layak serta mobil yang berfungsi sebagai
penunjang kegiatan program kondisi tidak sudah tidak layak.
d. Indikator pemerataan pada pelaksanaan program Rumah Tinggal
Layak Huni sudah terpenuhi. Pemerataan dalam pelaksanaan
program ini dilihat dari distribusi informasi program secara
merata, pemberian informasi yang dilakukan oleh Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban
pada saat Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(MUSRENBANG) keterlibatan Dinas-Dinas dan Kecamatan yang
ada di Kabupaten Tuban, selain itu adanya sosialisasi yang
diperuntukkan untuk SKPD dan pengurus kecamatan dan
kelurahan tentang adanya program Rumah Tinggal Layak Huni
untuk mempermudah penyebaran penyampaian informasi.
e. Indikator responsivitas pada pelaksanaan program rumah tinggal
layakhuni sudah terpenuhi. Responsivitas dalam pelaksanaan
program ini dilihat dari daya tanggap penanganan proposal yang
masuk untuk program rumah tinggal layak huni. untuk saat ini
pengumpulan proposal dari setiap kecamatan di Kabupaten Tuban
menggunakan e-proposal yang bertujuan agar lebih cepat dan
efektif, berdasarkan wawancara dengan menggunakan e-proposal
hanya butuh waktu kurang lebih dua minggu sudah bisa
158
terkumpul 400 proposal dari setiap kecamatan yang ada di
Kabupaten Tuban.
f. Indikator ketepatan pada pelaksanaan program rumah tinggal
layak huni sudah terpenuhi. Hal ini dapat dilihat dari pelaksanaan
program tepat sesuai sasaran masyarakat yang membutuhkan
dengan klasifikasi berpengasilan rendah untuk penerima bantuan
program rumah tinggal.
2. Pelaksanaan program rumah tinggal layak huni terdapat dinamika
penangannan sesuai dengan Kerangka Acuan Kegiatan (KAK) yang
ditetapkan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman,
ditetapkannya kerangka acuan kegiatan yang didalamnya terdapat
dinamika penanganan dengan persyaratan yang telah ditetapkan
bertujuan agar masyarakat penerima bantuan program RTLH tepat
sasaran. Dinamika penanganan program RTLH terdiri dari pengajuan
proposal, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Kabupaten Tuban memberikan tembusan ke BAPPEDA dan Dinas
Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten
Tuban, Bupati atau Sekretaris Daerah mendapatkan rekomendasi dari
BAPPEDA dan Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah Kabupaten Tuban, Dinas Perumahan Rakyat dan
Kawasan Permukiman Kabupaten Tuban melakukan pengecekan
persyaratan, survei lokasi, penetapan usulan lokasi, pengajuan
159
anggaran, perencanaan pembangunan, lelang pengadaan, pelaksanaan
pembangunan, pengawasan, pemeliharaan, serah terima
3. Selanjutnya pada pelaksanaan program rumah tinggal layak huni ini
juga terdapat tantangan dalam proses pelaksanaannya yakni sarana
dan prasarana yang tidak memadai seperti tidak disediakan komputer
oleh kantor, tidak ada jaringan internet dan alat scan dan kursi, meja
jumlahnya tidak sesuai. Selanjutnya Sumber Daya Manusia (SDM)
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten
Tuban sebagai pelaksana program rumah tinggal layak huni yang
jumlahnya sangat terbatas dan kurang memadai. Data base
dibutuhkan untuk menunjang kebenaran data yang ada, akan tetapi
pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten
Tuban masih minim dan kurang sempurna, dan menjadikan faktor
penghambat dalam program rumah tinggal layak huni di Kabupaten
Tuban, data base berfungsi untuk pengambilan nama dan alamat
masyarakat penerima bantuan, selanjutnya sumber dana program
rumah tinggal layak huni terkendala jumlah yang terbatas. Evaluasi
program rumah tinggal layak huni hanya dijalankan dengan cara
konvensional tanpa melibatkan aktor yang terkait.
160
B. Saran
Dalam pelaksanaan program rumah tinggal layak huni oleh Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman masih ditemukan beberapa
permasalahan yang menghambat proses pelaksanaannya, oleh karena itu
diperlukan adanya beberapa perbaikan yang meliputi:
1. Disarankan untuk Pemerintah Kabupaten Tuban dalam Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman untuk bekerjasama
dengan pihak swasta yakni perusahaan-perusahaan maupun dengan
bank pemerintah maupun swasta yang ada di Kabupaten Tuban.
2. Diberlakukan kerjasama antara pemerintah dengan perusahaan dalam
bidang CSR serta membuat Peraturan Bupati tentang bantuan
perusahaan dengan menggunakan dana CSR Perusahaan.
3. Pemerintah Kabupaten Tuban lebih inisiatif melakukan dialog terbuka
dan partisipasi dengan masyarakat Kabupaten Tuban, dengan
membuat agenda mendengarkan aspirasi masyarakat terkait bantuan
program rumah tinggal layak huni.
4. Disarankan untuk melakukan evaluasi pada pelaksanaan program
rumah tinggal layak huni baik Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman sendiri atau melibatkan dinas-dinas terkait program dan
masyarakat Kabupaten Tuban
5. Penambahan dan peningkatan kualitas dan kuantitas Sumber Daya
Manusia (SDM) yang menangani program rumah tinggal layak huni di
161
Kabupaten Tuban untuk menunjang pelaksanaan program rumah
tinggal layak huni
6. Dalam upaya menambah dan meningkatkan sumber daya manusia
pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kabupaten
Tuban agar merencanakan anggaran untuk jasa konsultan baik untuk
pengawas program maupun tenaga administrasi sebagai penunjang
pelaksanaan program rumah tinggal layak huni
7. Diperlukan peningkatan data base untuk penyimpanan dan
pengelolaan data-data rumah tinggal yang tidak layak huni per-
kecamatan seperti nama dan alamat masyarakat, sehingga
mempermudah pihak pengelolah dalam membuat target dalam
program RTLH setiap tahunnya. Selain itu, data base yang valid
antara kebutuhan rumah di Kabupaten Tuban dan RTLH yang belum
terbangun akan berpengaruh pada percepatan realisasi target
pembangunan RTLH.
8. Dalam upaya meningkatkan hasil yang baik di Dinas Perumahan
Raykat dan Kawasan Permukiman pada program rumah tinggal layak
huni bisa dilakukan dengan memulai merencanakan anggaran pada
tahun ini untuk pengadaan konsultan pengendali dan pengembangan
kawasan permukiman perkotaan dan pedesaan.
9. Diperlukan pengadaan sarana dan prasarana yang ada di kantor Dinas
Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman sebagai penunjang
pelaksanaan program rumah tinggal layak huni, pengadaan sarana dan
162
prasaran tersebut meliputi diadakanya komputer serta alat
kelengkapan lainya untuk pegawai, diadakanya sambungan internet,
diadakan alat scan, memperbaharui meja dan kursi yang ada serta
meningkatkan jumlahnya agar sesuai dan berfungsi, serta mengganti
kendaraan yang lebih layak untuk pengawasan lapangan program
rumah tinggal layak huni.
163
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi dan Abdul Jabar. 2004. Evaluasi Program Pendidikan.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur. Dokumentasi
Hasil Pelaksanaan Pembangunan Kabupaten dan Kota se-Jawa Timur
Tahun 2015.
Depdiknas. 2002. Pedoman Evaluasi. Diakses pada tanggal 16 Desember 2016.
http://kemdikbud.go.id
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab. Tuban, dalam Dokumentasi Hasil
Pelaksanaan Pembangunan Kabupaten dan Kota Se-Jawa Timur Tahun
2015.
Dokumen Profil Permukiman Kabupaten Tuban
Dunn, William. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik edisi kedua.
Yogyakarta: Gajahmada University Press
Hamdi, Muchlis. 2014. Kebijakan Publik Proses, Analisis, dan Partisipasi.
Bogor: Ghalia.
Hardiman F, Budi. 2009. Demokrasi Deliberatif. Yogyakarta: Kanius
Hasibuan, Malayu S.P. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia: Edisi Revisi.
Jakarta: PT Bumi Aksara
Katalog BPS : 3101001.3523 Statistik Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Tuban
2015
Kebijakan dan Strategi Penyediaan Perumahan Tahun 2015-2019 Direktorat
Perencanaan Penyediaan Perumahan Direktoran Jenderal Penyediaan
Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Kebijakan Percepatan Perkembangan Tingkat Kemiskinan (Online),
(http://www.tnp2k.go.id), diakses 15 November 2016
Kebijakan perumahan dan permukiman dalam Rencana Strategis Pembangunan
Perumahan 2010-2014
Lampiran V Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor
33 /PRT/M/2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Dana Alokasi
Khusus Bidang Infrastuktur Mekanisme Perencanaan dan Pemrograman
serta Pelaksanaan Bidang Perumahan
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Kabupaten Tuban Tahun 2015
164
Laporan Pelayanan Rumah Sehat 2016, Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
permukiman
Makarau, Vicky H. 2011. Penduduk, Perumahan Pemukiman Perkotaan dan
Pendekatan Kebijakan. Jurnal Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota (PWK) Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Sam
Ratulangi Manado
Mindarti. 2007. Revolusi Administrasi Publik Aneka Pendekatan dan Teori Dasar.
Malang : Bayumedia Publishing
Miles, Metthew B, A. Michael Huberman and Johnny Saldana. 2014. Qualitative
Data Analysis, A Methods Sourcebook, Third Edition.Sage Publications,
Inc.
Moleong, Lexy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Nugroho, Riant. 2009. Public Policy. Teori Kebijakan, Analisis Kebijakan, Proses
Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi, Risk Management
dan Kebijakan Publik, Kebijakan sebagai The Fifth Estate, Metode
Penelitian. Jakarta: Elex Media
Pasalong, Harbani. 2012. Metode Penelitian Administrasi Publik. Bandung:
Alfabeta.
Pengerjaan Rtlh Sukolilo Capai 80 Persen (Online), (http://suarabanyuurip.com),
diakses 10 November 2016
Peraturan Daerah Kabupaten nomor 09 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Tuban Tahun 2012 – 2032
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia
nomor 39/PRT/M/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Perumahan Rakyat nomor 06 tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan
Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia No.
22/Permen/M/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Perumahan Rakyat
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia No 13 tahun
2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Perumahan Rakyat Tahun
2010-2014
165
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2006 Tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
PU-net 2016. Kementerian PUPR Berhasil Bedah 82.245 Unit Rumah
Masyarakat Diakses pada tanggal 16 November 2016.
http://www.pu.go.id
RENSTRA PUSLITBANG Perumahan dan Permukiman Tahun 2015-2019
Rencana Strategis Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Kabupaten Tuban Tahun 2016 – 2021
Sudjana, Djudju. 2006. Evaluasi program pendidikan Luar Sekolah. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Syarat Mendapatkan Bantuan Bedah Rumah Tahun 2016 (Online),
(http://rumahpantura.com), diakses 20 November 2016
Undang Undang Dasar (UUD) 1945 dan pasal 28H Amandemen UUD 1945
Undang-Undang No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Nasional
Visi dan Arah Pembangunan Jangka Panjang (PJP) Tahun 2005 – 2025 kantor
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional
Wahab, Solichin Abdul. 2011. Evaluasi Kritis. Malang: Universitas Brawijaya
Press (UB Press)
Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian Sebuah Pengenalan dan
Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Winarno, Budi, 2012, Kebijakan Publik, Teori, Proses, dan Studi Kasus,
Jogjakarta: CAPS.
Beberapa Permasalahan Perkotaan (Online),
(http://machsusth.blogspot.co.id), (2008), diakses 15 November 2016
Entas Kemiskinan Pemerintah Tuban Minta Sumbangan (Online),
(http://www.panturajatim.com), diakses 20 November 2016