etika prevalensi dan etika terbaik

3
UTS Etika Bisnis dan Profesi Nama : Raditya Shinta NIM : 125020300111096 Kelas : CD Teori Etika: Teori Prevalensi VS Teori yang Terbaik Menurut Darmaputera (1997), dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan dilakukan. Teleologi memberikan penjabaran tentang sesuatu yang benar dan yang salah, tetapi bukan untuk dijadikan hasil akhir.Teori ini menekankan pada tujuan dan akibat. Menurut teori ini, aspek lain yang terkandung dalam suatu tindakan akan dinomorduakan karena yang terpenting adalah tindakan tersebut bertujuan dan berakibat baik. Dengan dasar ini dapat dikatakan bahwa teleologi lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibat suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu. Sebagai contoh, seseorang yang curang dalam berdagang dinilai melanggar hukum, namun motif dibalik orang tersebut melakukan hal itu adalah untuk membantu membiayai uang sekolah saudaranya agar dapat melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Walaupun tindakan tersebut adalah salah menurut hukum dan termasuk tindakan yang berdosa menurut agama, tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu akan dinilai baik menurut perspektif orang itu. Akibatnya tidak sedikit dampak negatif yang timbul dari penerapan teori ini, salah satunya adalah pemikiran untuk melakukan segala upaya dalam rangka mencapai tujuan pribadi dan tidak memperhitungkan dampaknya bagi orang lain. Dengan kata lain, teori ini lah yang menjadi salah satu pemicu tumbuhnya kapitalisme yang sekarang sedang merajalela. Semua orang berlomba-lomba untuk mensejahterakan dirinya sendiri dan mengesampingkan kepentingan kelompok. Begitulah fenomena yang sedang terjadi dalam dunia bisnis saat ini. Penerapan teori etika ini dalam kegiatan bisnis perusahaan mengakibatkan perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang sengaja dirancang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Tujuan utama kebanyakan perusahaan swasta dan multinasional adalah memaksimalkan kekayaan

Upload: raditya-shinta

Post on 14-Sep-2015

235 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

etika bisnis dan profesi akuntansi

TRANSCRIPT

UTS Etika Bisnis dan Profesi

Nama: Raditya ShintaNIM: 125020300111096Kelas: CD

Teori Etika: Teori Prevalensi VS Teori yang TerbaikMenurut Darmaputera (1997), dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya suatu tindakan dilakukan. Teleologi memberikan penjabaran tentang sesuatu yang benar dan yang salah, tetapi bukan untuk dijadikan hasil akhir.Teori ini menekankan pada tujuan dan akibat. Menurut teori ini, aspek lain yang terkandung dalam suatu tindakan akan dinomorduakan karena yang terpenting adalah tindakan tersebut bertujuan dan berakibat baik. Dengan dasar ini dapat dikatakan bahwa teleologi lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibat suatu tindakan bisa sangat tergantung pada situasi khusus tertentu. Sebagai contoh, seseorang yang curang dalam berdagang dinilai melanggar hukum, namun motif dibalik orang tersebut melakukan hal itu adalah untuk membantu membiayai uang sekolah saudaranya agar dapat melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi. Walaupun tindakan tersebut adalah salah menurut hukum dan termasuk tindakan yang berdosa menurut agama, tetapi jika itu bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu akan dinilai baik menurut perspektif orang itu. Akibatnya tidak sedikit dampak negatif yang timbul dari penerapan teori ini, salah satunya adalah pemikiran untuk melakukan segala upaya dalam rangka mencapai tujuan pribadi dan tidak memperhitungkan dampaknya bagi orang lain. Dengan kata lain, teori ini lah yang menjadi salah satu pemicu tumbuhnya kapitalisme yang sekarang sedang merajalela. Semua orang berlomba-lomba untuk mensejahterakan dirinya sendiri dan mengesampingkan kepentingan kelompok.Begitulah fenomena yang sedang terjadi dalam dunia bisnis saat ini. Penerapan teori etika ini dalam kegiatan bisnis perusahaan mengakibatkan perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang sengaja dirancang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Tujuan utama kebanyakan perusahaan swasta dan multinasional adalah memaksimalkan kekayaan perusahaan. Mereka memprioritaskan hasil akhir yang sudah ditargetkan dengan berbagai cara, terlepas dari benar salahnya cara yang mereka gunakan. Seperti yang diungkapkan dalam Nugroho (2012), contoh yang nyata terjadi pada kasus PT Dirgantara Indonesia tahun 1996. Dari kasus tersebut bisa kita simpulkan bahwa budaya organisasi yang terbentuk dapat mempengaruhi tindakan atau kebijakan para eksekutif maupun karyawannya, dan sayangnya mereka menghalalkan tindakan yang tidak etis. Pada keadaan seperti itu, kemungkinan untuk melanggar segala aturan atau regulasi akan lebih besar bahkan lebih parahnya adalah menyimpang dari nilai dan moral yang ada dalam suatu kelompok masyarakat. Dari penjelasan ini, saya berpendapat bahwa teori teleologi merupakan teori yang menjadi acuan perilaku etis sebagian besar masyarakat dunia saat ini.Terdapat satu teori etika yang bertolak belakang dengan teori teleologi yaitu teori deontologi. Merujuk pada buku Pengantar Etika Bisnis (Bertens, 1997), teori etika deontologi memiliki definisi berikut ini:Deontologi berasal dari kata Yunani deon, yang berarti sesuatu yang harus dilakukan atau kewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan norma sosial yang berlaku. Sesuatu itu dianggap baik karena tuntutan norma sosial dan moral, apapun dampaknya dan tidak tergantung dari apakah ketaatan atas norma itu membawa hasil yang menguntungkan atau tidak, menyenangkan atau tidak.Meneruskan definisi diatas, suatu tindakan dianggap bernilai moral karena tindakan itu dilaksanakan terlepas dari tujuan atau akibat dari tindakan itu. Dengan kata lain, nilai moral suatu tindakan bukan dinilai berdasarkan dampak setelahnya yang berupa hasil atau kebaikan yang akan diperoleh melainkan bergantung pada niat individu yang melakukan tindakan tersebut. Menurut Makhsin (2007), teori ini terbagi menjadi dua aspek yaitu deontologikal tindakan dan deontologikal peraturan. Deontologikal tindakan bermakna semua pertimbangan moral adalah keputusan spesifik dan menitik beratkan apa yang berlaku ataupun tindakan dalam situasi tertentu. Dengan begitu, individu bebas membuat keputusan moral dan tidak akan menerima apabila pilihan atau keputusannya dipengaruhi orang lain. Sedangkan deontologikal peraturan mementingkan kebaikan individu itu dibandingkan kepiawaian yang sesuai bagi dilakukan individu. Jadi suatu tindakan dianggap bermoral jika dilakukan dengan kerelaan hati atau tanggungjawab yang dimiliki oleh seseorang. Dengan kata lain, prinsip ini menekankan bahwa tanggungjawab dilaksanakan karena hal itu merupakan kewajiban yang dilakukan berdasarkan kerelaan hati.Kesimpulannya suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Oleh karena itu, etika deontologi mempertimbangkan baik buruknya perbuatan pada kewajiban. Dalam agama Islam, seseorang akan dianggap baik atau mukmin apabila ia melaksanakan kewajiban dari Allah SWT. Substansi dari konsep dan ajaran tersebut adalah serupa dengan apa yang menjadi fokus dari pendekatan deontologi. Agama lain pun akan mengatakan hal yang kurang lebih sama, sehingga teori ini dianggap searah dengan nilai-nilai kepercayaan atau agama. Menurut saya, terdapat tiga hal yang menjadi karakteristik dalam teori ini. Pertama, suatu tindakan harus dijalankan berdasarkan kewajiban agar dinilai memiliki nilai moral. Kedua, nilai moral dari tindakan ini tidak bergantung pada tercapai atau tidaknya tujuan dari tindakan itu melainkan bergantung pada niat baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu. Dan ketiga, sejalan dengan nilai agama, seseorang akan dinilai berdasarkan proses atau usaha yang dijalaninya, urusan hasil yang didapatnya bukanlah urusan manusia melainkan urusan Tuhan. Dari penjelasan diatas, teori etika yang paling baik menurut saya adalah teori deontologi, karena dalam teori ini terdapat unsur-unsur moral serta nilai agama yang berlandaskan kewajiban dan amanah namun tetap menjaga kebebasan individu atas suatu tindakan (tidak bersifat mengekang).

Referensi:Bertens. 1997. Pengantar Etika Bisnis.Darmaputera. 1987. Etika Sederhana Untuk Semua: Perkenalan Pertama. Jakarta: BPK Gunung Mulia.Makhsin, Mardzilah. 2007. Sains Pemikiran dan Etika. Jakarta: PTS ProfessionalNugroho, Mahendra Adi. 2012. Konsep Teori dan Tinjauan Kasus Etika Bisnis PT Dirgantara Indonesia (1960-2007). Jurnal Economia, Volume 8, Nomor 1, April 2012