etika dalihan natolu dalam masyarakat batak muslim

90
ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh: Suhaimy Pasaribu NIM: 11150331000029 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M/1441 H

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK

MUSLIM

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi

Persyaratan Mendapatkan Gelar

Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Suhaimy Pasaribu

NIM: 11150331000029

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M/1441 H

Page 2: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

ii

ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK

MUSLIM

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi

Persyaratan Mendapatkan Gelar

Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Suhaimy Pasaribu

NIM: 11150331000029

Dosen Pembimbing

Drs. Ramlan Abdul Gani, M.A.

NIP. 19610614 1992 03 1002

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M/1441 H

Page 3: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Suhaimy Pasaribu

NIM : 11150331000029

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ETIKA DALIHAN NA

TOU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM adalah benar merupakan

karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunannya.

Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah saya cantumkan

sumber kutipannya dalam skripsi. Saya bersedia melakukan proses yang

semestinya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku jika ternyata

skripsi ini sebagian atau keseluruhan merupakan plagiat dari karya orang lain.

Jakarta, 20 Agustus 2020

Suhaimy Pasaribu

NIM.11150331000029

Page 4: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

iv

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Menyatakan bahwa:

Nama : Suhaimy Pasaribu

NIM : 11150331000029

Program Studi : Aqidah dan Filsafat Islam

Judul Skripsi : ETIKA DALIHAN NA TOLU DALAM

MASYARAKAT BATAK MUSLIM

Dengan ini menyatakan bahwa mahasiswa tersebut di atas telah menyelesaikan

penulisan skripsi (bab 1-5) dan telah menjalani bimbingan skripsi selama ini. Oleh

karena itu, mahasiswa tersebut telah disetujui untuk maju ke tahap sidang skripsi.

Jakarta, 20 Agustus 2020

Dosen Pembimbing

Drs. Ramlan Abdul Gani, M.A.

NIP. 19610614 1992 03 1002

Page 5: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

v

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “Etika Dalihan Na Tolu dalam Masyarakat Batak Muslim”

telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tanggal Juni 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai

salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag.) pada Program

Studi Aqidah dan Filsafat Islam.

Jakarta, 20 Agustus 2020

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota

Dra. Tien Rohmatin, MA Dra. Banun Binaningrum, M.Pd

NIP. 19680803 199403 2 002 NIP. 19680618 199903 2 001

Penguji I, Penguji II,

Dr. Kusen, Ph.D., M.A. Hanafi, S.Ag., M.A.

NIP. NIP.19691216 1996 03 1002

Pembimbing,

Drs. Ramlan Abdul Gani, M.A.

NIP. 19610614 1992 03 1002

Page 6: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

vi

ABSTRAK

Suhaimy Pasaribu, “Etika Dalihan Na Tolu Dalam Masyarakat Batak

Muslim”, 2020

Tulisan ini fokus pada etika Dalihan na Tolu dalam masyarakat Batak Muslim.

Dalihan Na Tolu telah memberikan ajaran dan aturan terhadap unsur-unsur yang

terlibat, baik itu pihak kahanggi, anak boru, dan mora. Hal ini bertujuan untuk

menjaga hubungan baik antara pihak maupun dalam masyarakat. Adapun

permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai ajaran etika

Dalihan Na Tolu sehingga menjadi falsafah hidup suku Batak Muslim, nilai inti

yang ditanamkan dalam Dalihan Na Tolu, nasehat-nasehat antar kerabat, serta

praktek ajaran Dalihan Na Tolu dengan ajaran Islam. Metode pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah didasarkan pada riset yakni menemukan

dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah penelitian, seperti: merujuk

pada buku-buku, skripsi, jurnal, dan internet yang membahas tentang Dalihan Na

Tolu.

Adapun hasil penelitiannya, Dalihan Na Tolu menjadi falsafah hidup suku Batak.

Bahwa sistem kekerabatan ini lahir dari Dalihan Na Tolu karena ada perkawinan

dan lahir juga dari adanya marga. Hal ini juga bermaksud agar antara pihak saling

mengetahui tatakrama dan sopan santun dalam bertutur kata. Maka akan timbul

sikap saling menghormati diantara mereka. Ada tujuh nilai-nilai yang harus

ditanamkan oleh masyarakat batak yakni: Kekerabatan (hubungan kekerabatan),

nilai keagamaan, hagabeon (panjang umur), hamoraon (kehormatan), uhum dan

ugari (hukum dan adat), pengayoman (perlindungan), dan marsisarian (saling

mengerti). Adapula keutamaan yang ditanamkan kepada pihak yang terlibat dalam

Dalihan Na Tolu agar mencapai kebahagiaan yakni: manat markahanggi (saling

tenggang rasa kepada pihak kahanggi/semarga), elek maranak boru (bisa

mengambil hati/pihak mora harus mengambil hati anak borunya), dan somba

marmora (hormat kepada pihak mora/pihak anak boru harus hormat kepada pihak

mora). Adapun praktek ajarannya bahwa antara pihak yang terlibat dalam Dalihan

Na Tolu agar senantiasa tolong menolong, saling menghargai, dan saling

menghormati. Agar kehidupan di masyarakat Batak Muslim menjadi harmonis

dan sesuai juga dengan ajaran Islam.

Kata Kunci: Dalihan Na Tolu, nilai-nilai inti, keutamaan dan kebahagiaan,

ajaran

Page 7: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

vii

KATA PENGANTAR

Dalam setiap hela nafas yang dihembuskan setiap manusia tidak bisa

dipungkiri bahwa itu adalah sebagian kecil dari nikmat Tuhan Yang Maha Esa.

Kebesaran Tuhan beserta nikmat-nikmat itu diberikan kepada setiap makhluk-Nya

tanpa terkecuali. Untuk itulah, selayaknya setiap manusia senantiasa bersyukur

atas setiap nikmat yang telah dianugerahkan oleh-Nya.

Shalawat beserta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

yang menjadi uswah hasanah bagi umatnya. Ia merupakan nabi yang tidak hanya

berdakwah melalui dialog dan ceramah-ceramah, namun ia juga tampil sebagai

sosok teladan.

Penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Agama (S.Ag.) pada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan

bantuan baik berupa materi dan immateril. Oleh karena itu penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A., selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Yusuf Rahman, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Pembantu Dekan Bagian

Akademik.

3. Dra. Tien Rohmatin, M.A., selaku ketua Program Studi Aqidah dan

Filsafat Islam dan Dra. Banun Binaningrum, M.Pd., selaku sekretaris

Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Drs. Ramlan Abdul Gani, MA., selaku dosen pembimbing skripsi, yang

telah bersedia meluangkan waktunya dan sabar membimbing penulis.

Terima kasih atas semua kritik dan saran yang membangun sehingga

penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap Bapak dan Ibu Dosen khususnya Program Studi Aqidah dan

Filsafat Islam, Staff Perpustakaan Fakultas Ushuluddin yang telah setia

melayani penulis dalam segala keperluan dalam penyelesaian skripsi ini.

Page 8: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

viii

6. Terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua, Ayah

Salahuddin Pasaribu dan Umak Purnama Rambe yang telah memberikan

cinta dan kasih sayangnya selama ini, serta doa yang tulus sehingga skripsi

ini dapat selesai. Tak lupa kepada kedua adik tercinta Nur Hafifah Putri

Pasaribu dan Abdullah Dzil Ilmi Hasan Pasaribu yang telah menjadi

pemacu semangat.

7. Terimakasih kepada Etek Mariama Rambe dan Uda Jemy Aprianto yang

telah menjadi orang tua penulis selama menyelesaikan studi.

8. Terimakasih kepada Mamak Zuhruf Rambe dan Nantulang Eka yang telah

menjadi orang tua penulis selama menyelesaikan studi.

9. Terimakasih kepada calon istri penulis yakni Aisyah Hizzatul Hayati.

10. Terimakasih kepada keluarga besar Aqidah dan Filsafat Islam angkatan

2015, yang telah menemani berjuang dan belajar bersama di kampus

tercinta ini.

Terimakasih atas bantuan kepada semua pihak yang tidak bisa penulis

sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini,

semoga Allah memberikan balasan yang berlipat ganda dan menjadikan amal

jariyah, Amin. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya dan para pembaca umumnya.

Jakarta, 20 Agustus 2020

Penyusun

Suhaimy Pasaribu

NIM.11150331000029

Page 9: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

ix

DAFTAR ISI

Lembar Judul .................................................................................................. i

Lembar Persetujuan ........................................................................................ ii

Lembar Pernyataan Keaslian Karya .............................................................. iii

Lembar Pengesahan Pembimbing .................................................................. iv

Lembar Pengesahan Panitia Ujian ................................................................. v

Abstrak ........................................................................................................... vi

Kata Pengantar ............................................................................................... vii

Daftar Isi......................................................................................................... ix

Pedoman Transliterasi .................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 6

C. Batasan dan Rumusan Masalah .......................................................... 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ........................................................................ 7

F. Metodologi Penelitian ........................................................................ 10

G. Sistematika Penulisan ........................................................................ 11

BAB II TEORI ETIKA DAN ETIKA ISLAM ......................................... 13

A. Pengertian Etika ................................................................................. 13

B. Teori Etika .......................................................................................... 14

1. Etika Normatif .............................................................................. 14

2. Etika Deontologi .......................................................................... 15

3. Etika Teleologi ............................................................................. 16

C. Ukuran Baik dan Buruk Perspektif Aliran-Aliran Etika .................... 17

1. Aliran Naturalisme ...................................................................... 18

2. Eudaemonisme ............................................................................. 19

3. Vitalisme ...................................................................................... 20

4. Idealisme ...................................................................................... 21

Page 10: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

x

5. Utilitarisme ................................................................................... 22

D. Etika dalam Islam ............................................................................... 22

1. Pengertian Etika dalam Islam....................................................... 22

2. Karakteristik Etika Islam.............................................................. 25

3. Kedudukan Akal dan Naluri......................................................... 26

4. Keutamaan Akhlak Terpuji .......................................................... 27

BAB III SUKU BATAK MUSLIM DAN DALIHAN NA TOLU ........... 30

A. Sejarah Suku Batak Muslim dan Penyebarannya............................... 30

1. Asal Usul Suku Batak dan Penyebarannya .................................. 30

2. Masuknya Agama Islam ke Tapanuli Selatan .............................. 32

B. Pengertian dan Terbentuknya Masyarakat Dalihan Na Tolu ............. 34

1. Pengertian Dalihan Na Tolu ......................................................... 34

2. Terbentuknya Masyarakat Dalihan Na Tolu ................................ 35

C. Unsur-unsur Dalihan Na Tolu ............................................................ 37

1. Suhut/Kahanggi ............................................................................ 37

2. Anak Boru .................................................................................... 38

3. Mora ............................................................................................. 39

D. Sistem Kekerabatan (Marga).............................................................. 40

1. Pengertian Marga ......................................................................... 40

2. Tarombo (Silsilah) ....................................................................... 41

3. Partuturon (Tutur Sapa) ............................................................... 42

BAB IV INTI AJARAN DALIHAN NA TOLU DAN KESELARASANNYA

DENGAN AJARAN ISLAM ....................................................................... 46

A. Dalihan Na Tolu Sebagai Falsafah Hidup ......................................... 46

B. Nilai-Nilai Dalihan Na Tolu .............................................................. 47

1. Kekerabatan.................................................................................. 48

2. Agama .......................................................................................... 49

3. Hagabeon ..................................................................................... 51

4. Harmoraon ................................................................................... 52

5. Uhum dan Ugari ........................................................................... 53

Page 11: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

xi

6. Pengayoman ................................................................................. 55

7. Marsisarian .................................................................................. 56

C. Keutamaan dan Kebahagiaan ............................................................. 57

1. Manat Markahanggi .................................................................... 57

2. Elek Maranak Boru ...................................................................... 58

3. Somba Marmora .......................................................................... 58

D. Ajaran Etika Dalihan Na Tolu dengan Ajaran Islam ......................... 59

1. Tolong Menolong ......................................................................... 59

2. Saling Menghargai ....................................................................... 61

3. Saling Menghormati ..................................................................... 63

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 65

A. Kesimpulan ........................................................................................ 65

B. Saran ................................................................................................... 67

Daftar Pustaka ............................................................................................... 68

Glosarium ....................................................................................................... 71

Page 12: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

xii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman

pada buku pedoman penulisan skripsi yang terdapat dalam buku Pedoman

Akademik Program Strata 1 Tahun 2017 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

A. Padanan Aksara

Huruf

Arab

Huruf

Latin

Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b Be ب

t Te ث

ts te dan es ث

j Je ج

h h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha ر

d De د

dz de dan zet ذ

r Er ر

z Zet ز

s Es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

d de dengan garis di bawah ض

t te dengan garis dibawah ط

z zet dengan garis bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع

gh ge dan ha غ

f Ef ف

q Ki ق

k Ka ك

l El ل

m Em م

n En ى

w We و

h Ha ھـ

Apostrof ` ء

y Ye ي

Page 13: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

xiii

B. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti dalam bahasa Indonesia, terdiri dari

vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Vokal Tunggal

Vokal Panjang Vokal Rangkap

Fathah : a أ : â ى...´ : ai

Kasrah : i ى : î و....´ : au

Dhammah : u و : û

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي Ai a dan i

و Au a dan i

C. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

 a dengan topi di atas ىآ

Î i dengan topi di atas ىي

Û u dengan topi di atas ىى

huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijal, bukan ar-

rijal, al-diwân bukan ad-diwân.

D. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda ( ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi syaddah itu. Akan tetapi hal ini tidak

berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang

Page 14: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

xiv

yang diikuti oleh huruh-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis aḏ-

darûrah melainkan al-ḏarûrah, demikian seterusnya.

E. Ta Marbûṯah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûṯah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah ini). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûṯah tersebut

diikuti oleh datkata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûṯah

diikuti kata benda), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat

contoh 3).

No Tanda Vokal Latin Keterangan

ṯarîqah طريقت 1

al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah الجاهعت الإسلاهيت 2

waẖdat al-wujûd وددة الىجىد 3

F. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam

alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan

yang berlaku Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan

permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.

Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf

kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata

sandangnya. Contoh: Abû Hâmid Al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid al-Ghazâlî, al-

Kindi bukan Al-Kindi.

Beberapa ketentuan lain dari EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam

alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak

tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka

demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal

dari dunia nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar

katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani,

tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin alRaniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

Page 15: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

xv

G. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism), maupun huruf (harf)

ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-

kalimat dalam Bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan di atas.

Kata Arab Alih Aksara

dzahaba al-ustâdzu ذھة الأستاذ

tsabata al-ajru ثبج الأجر

al-ẖarakah al-‘asriyyah الذرمت العصريت

asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh أشهد اى لا إله إلا الله

maulâna Malik al-sâliẖ هىلانا هلل الصالخ

yu’atstsirukum Allâh يؤثرمن الله

العقليتالوظاھر Al-maẕâhir al-‘aqliyyah

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.

Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu

dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd; Mohamad

Roem, bukan Muhammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan Fadl al-Rahmân.

Page 16: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki wilayah yang luas dari Sabang hingga Merauke dan

memiliki penduduk yang sangat banyak, serta mempunyai adat budaya beragam

yang terbagi di beberapa pulau di Indonesia. Seperti adat budaya Batak, adat

budaya Minangkabau, adat budaya Melayu, adat budaya Jawa dan masih banyak

budaya yang lain. Di antara banyak adat budaya terdapat salah satu memiliki

banyak khas yaitu adat budaya Batak di Sumatera Utara. Kekhasan itu bisa

langsung terlihat dari perkawinan, kekerabatan, dan cara mereka bersosialiasi

dengan adat budaya lain serta yang paling penting adalah prinsip dan falsafah

hidup mereka.

Etika di Indonesia beragam, ada daerah yang kuat dengan etikanya

berpangkal kepada adatnya dan ada yang kuat dengan etikanya berpangkal

kepada agama yang berpengaruh di daerah itu.1 Etika secara umum mencakup

semua aktifitas manusia, dalam hal ini manusia di tuntut bagaimana dituntut

untuk hidup menjadi baik di masyarakat. Etika Dalihan Na Tolu lahir di Suku

Batak sebagai solusi terbaik dalam menjalankan hidup. Sehingga Suku Batak

memiliki pola hidup yang unik dibanding dengan suku yang lainnya di

Indonesia. Hal itu terlihat dalam sistem kekerabatannya.

Suku Batak berada di Pulau Sumatra yang terletak di provinsi Sumatra

Utara. Suku Batak terbagi lagi menjadi beberapa sub suku dan masing-masing

mempunyai wilayah masing-masing. Adapun sub sukunya sebagai berikut :

1Sahat Simamora, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987), h.11

Page 17: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

2

1. Batak Mandailing, yang mendiami wilayah Mandailing Natal dan

Panyabungan.

2. Batak Angkola, yang mendiami wilayah induk Angkola, Padang

Sidempuan, Sipirok, Padang Lawas, Batang Toru, Sibolga, dan Tapanuli

Tengah.

3. Batak Toba, yang mendiami wilayah daerah tepian Danau Toba, Pulau

Samosir, Si Borong-Borong, Sibolga, dan meliputi dataran tinggi Toba.

4. Batak Pak-Pak, yang mendiami wilayah Dairi, sebagian Tanah Alas, dan

Gayo.

5. Batak Simalungun, yang mendiami wilayah Simalungun.

6. Batak Karo, yang mendiami wilayah datarang tinggi Karo, Deli, Langkat,

Hulu, dan sebagian Tanah Dairi.2

Penduduk Muslim Batak yang mempunyai rata-rata penduduk terbanyak

mendiami wilayah Tapanuli Bagian Selatan: meliputi daerah Mandailing Natal,

Panyabungan, Tapanuli Selatan, Padang Sidempuan, Padang Lawas, Sibolga,

dan Tapanuli Tengah.

Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, masyarakat Batak

sekarang ini sudah dapat ditemui diberbagai wilayah di Indonesia. Hal ini

disebabkan karena masyarakat Batak memiliki tradisi merantau guna

mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Akan tetapi meskipun sudah tidak

tinggal di wilayahnya, masyarakat Batak tetap memegang teguh adat Dalihan Na

Tolu dan Marga. Dalihan Na Tolu lah yang menjadi pedoman hidup masyarakat

orang Batak, atau tinggal di wilayah yang didiami sendiri dan di perantauan.

2 Nalom Siahaan, Dalihan Na Tolu Prinsip dan Pelaksanannya, (Jakarta: Tulus Jaya, 1982),

h. 10

Page 18: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

3

Setiap suku memiliki falsafah hidup masing-masing. Begitu juga suku

Batak Muslim menjadikan falsafah hidup mereka dengan falsafah Dalihan Na

Tolu, yang disebut “Tungku nan Tiga”. Dalihan Na Tolu adalah tungku masak

berkaki tiga, diibaratkan sebagai simbol dari tatanan sosial kemasyarakatan

orang Batak. Ketiga kaki itu sama tinggi dan sama besar supaya ada

keseimbangan. Dalihan na Tolu lah yang menyatukan hubungan kekeluargaan

pada suku Batak. Ada tiga unsur hubungan kekeluargaan yakni Suhut dan

Kanggi, Anak boru, dan Mora. Ketiga unsur ini selalu bergerak serta saling

berhubungan dan tetap tegu dengan adanya sistem kekerabatan ini.3

Sistem kekerabatan yang dimaksud dalam tatanan sosial adalah pola

tingkah laku berdasarkan pengalaman dan penghayatan yang menyatu secara

terpadu dalam wujud fisik dan ideal kebudayaan. Nilai Budaya merupakan

realitas yang ia pegang dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat yang

menyangkut hubungan antara anak dengan ayah, anak dengan ibu, dan pada

hubungan individu dengan individu lainnya serta kelompok. Sebagai sistem

kekerabatan, Dalihan Na Tolu dijadikan pedoman berkomunikasi (berbahasa dan

bertutur), bertindak dan menyelesaikan masalah sosial. Dalam pelaksanaannya

Dalihan Na Tolu lebih sering digunakan dalam acara perkawinan dan kematian.

Kebudayaan Batak Muslim itu memiliki nilai-nilai kehidupan di waktu-

waktu mendatang yakni penerusan dari nilai-nilai kehidupan lampau yang

menjadi faktor penentu sebagai identitasnya. Dalam menjalankan kehidupan,

suku Batak dalam interaksinya sesama manusia dibuatlah nilai-nilai, etika

maupun estetika. Suku Batak mempunyai sistem kekerabatan yang dikenal dan

3Doangsa P.L. Situmeang, Dalihan Na Tolu Sistem Sosial Kemasyarakatan Batak Toba,

(Jakarta: Kerabat, 2007), h. 205

Page 19: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

4

hidup hingga sekarang yang dikenal dengan istilah Partuturon (Bertutur).

Peradaban suku Batak di Sumatera Utara maupun yang ada di luar

Sumatra Utara sangat memegang erat sistem kekerabatan. Sistem kekerabatan ini

adalah tradisi peninggalan nenek moyang suku Batak terdahulu yang mana

bertujuan untuk menjaga keharmonisan di dalam kehidupan masyarakat. Maka

dari itu sistem kekerabatan inilah disebut Dalihan Na Tolu. Solidaritas yang

terdapat di suku Batak yakni wujud dari kesadaran masyarakat dalam

melakukan hubungan sosial serta untuk menjaga perdamaian dan keharmonisan.

Di kehidupan masyarakat Batak, Dalihan Na Tolu dijadikan sebagai patokan

dalam bermasyarakat serta juga menimbulkan sikap toleransi, menghargai,

menghormati dan tolong menolong. 4

Melaksanakan ajaran adat Dalihan Na Tolu akan memberikan

pengharapan bagi warga Batak untuk mampu mencapai derajat hatuaon, yakni

ini merupakan konsep kebahagiaan dalam wujud kehormatan dalam diri

seseorang di dalam suatu masyarakat. Hal ini terbukti dari kenyataan hidup

sehari-hari masyarakat Batak yang telah mampu mengatur kehidupannya dengan

mempraktekkan nilai-nilai luhur yang dalam pada Dalihan Na Tolu.5

Prinsip Dalihan Na Tolu dijadikan sebagai konsep dasar suku Batak

mau itu di kampung Halaman dan desa perantauan. Eratnya rasa kekeluargaan

merupakan warisan turun temurun dari nenek moyang ke setiap anak yang

dilahirkan dari suku Batak. Salah satu yang membuat erat rasa kekeluargaannya

adalah adanya marga disetiap tali turunan. Dengan margalah diketahui kita

4Muhammad Novriansyah Lubis, dkk, “Dalihan Na Tolu Sebagai Kontrol Sosial dalam

Kemajuan Teknologi”, Jurnal Sejarah dan Kebudayaan, Vol. 13, No. 01, 2019, h. 25 5Mangapul Sagala, Injil dan Adat Batak, (Jakarta : Yayasan Bina Dunia, 2018), Cet 2,

h. 51

Page 20: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

5

berasal dari tali keturunan siapa. Di dalam buku Horja (Adat Istiadat Dalihan

Na Tolu), Parsadaan Marga Harahap Dohot Anakboru yang diterbitkan pada

tahun 1993, yakni sejak kecil orang Batak sudah dididik untuk senantiasa

memelihara kemesraan dan kehangatan hubungan dengan saudara, kerabat dekat

dan masyarakat. Orang batak merasakan kebahagiaan dan rasa aman apabila

memiliki orang-orang yang dicintainya seperti satu marga. Kekuatan ikatan

kekeluargaan terjadi antara orang dalam satu marga yang berasal dari satu darah

(kandung) maupun satu marga dari keluarga yang berbeda.

Dalihan Na Tolu masih dijalankan oleh masyarakat Batak serta masih

relevan dijalankan pada masa sekarang, karena di dalamnya terkandung aspek

kebersamaan dalam keluarga sesuai dengan tanggung jawab masing-masing.

Didalamnya juga terdapat aspek melayani dan menolong. Jika masyarakat Batak

tetap menerapkan Dalihan Na Tolu maka akan menumbuhkan rasa kasih sayang

yang tinggi satu sama lain. Dilihat dari perkembangan zaman, hilangnya

pengetahuan dan kesadaran pada generasi muda terhadap budayanya sendiri.

Apalagi tidak diajarkannya pelajaran ini di sekolah-sekolah. Sebenarnya masih

banyak terdapat nilai-nilai serta keutamaan-keutamaan yang mesti ditanamkan

oleh generasi muda.

Oleh karena itu, berdasarkan gambaran di atas sangatlah menarik untuk

dijadikan sebagai bahan untuk dibahas lebih lanjut maka penulis menelaahnya ke

dalam skripsi yang berjudul, "Etika Dalihan Na Tolu dalam Masyarakat

Batak Muslim".

Page 21: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

6

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka muncul beberapa hal yang ingin

diketahui oleh penulis dalam penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui Ajaran etika Dalihan Na Tolu menjadi falsafah hidup Suku

Batak Muslim.

2. Mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam Dalihan Na Tolu.

3. Mengetahui keutamaan dan kebahagiaan dalam Dalihan Na Tolu.

4. Mengetahui keselarasan antara ajaran etika Dalihan Na Tolu dengan

ajaran Islam.

C. Batasan dan Rumusan Masalah

Agar proposal skripsi ini terarah, tersistemasi, penulis ingin memberi

batasan masalah yang akan dianalisis. Untuk itu pembatasan penulisan skripsi ini

adalah tentang etika Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Muslim.

Dengan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, untuk mengetahui

jawaban dan masalah secara terarah maka dibuat sebuah pertanyaan :

1. Bagaimana Dalihan Na Tolu sehingga menjadi falsafah hidup Suku Batak

Muslim?

2. Apa saja nilai-nilai yang ada pada Dalihan Na Tolu?

3. Bagaimana keutamaan dan kebahagiaan Dalihan Na Tolu?

4. Apakah ajaran Dalihan Na Tolu ini selaras dengan ajaran Islam?

Page 22: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam hal ini, penulis mengambil judul skripsi “Etika Dalihan Na Tolu

dalam Masyarakat Batak Muslim”, yang bertujuan untuk menceritakan secara luas

tentang Dalihan Na Tolu, yang terbentuk bukan karena kesepakatan, akan tetapi

Dalihan Na Tolu muncul sebagai kodrat karena adanya pernikahan dan marga.

Dalihan Natolu ini bagi masyarakat Muslim Batak disebut budaya yang tidak

lapuk karena panas dan tidak luntur karena hujan, tahan uji, selalu relevan, dan

sudah mendarah daging. Sehingga Dalihan Na Tolu disebut sebagai etika

deep culture.

Penelitian ini juga dilakukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh

gelar Sarjana Strata Satu (S1), namun juga memberikan manfaat pada para

pembaca dengan memperkaya pengetahuan falsafah khususnya Etika Dalihan Na

Tolu pada Masyarakat Muslim Batak. Penulis berharap penelitian ini memberikan

pengetahuan dan wawasan sehingga bisa diaplikasikan dalam masyarakat,

sehingga menjadi manusia yang bermoral.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam melakukan tinjauan pustaka, penulis telah menemukan beberapa

buku yang membahas tentang Dalihan Na Tolu, seperti buku yang berjudul Adat

Dalihan Na Tolu Prinsip dan Pelaksanaannya, yang ditulis oleh Drs. Nalom

Siahaan. Di dalam bukunya ia memaparkan tentang adat Batak Dalihan Na

Tolu, dan buku tersebut membahas keistimewaan orang Batak Karena adat

Dalihan Na Tolu. Diantara keistimewaan itu ialah, Pertama: orang Batak adalah

martutur (bertutur) sesamanya, artinya berdasarkan Dalihan Na Tolu merasa

Page 23: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

8

berkerabat. Kedua: supaya absah menurut Dalihan Na Tolu maka pernikahan

orang Batak haruslah diresmikan secara adat Batak. Ketiga: marga adalah

warisan suci, dalam arti adat Dalihan Na Tolu tegas melarang diadopsi seorang

yatim piatu (orang Batak) oleh siapapun, kecuali yang semarga dengan sianak.

Selanjutnya yaitu buku yang berjudul Horja (Adat Istiadat Dalihan Na

Tolu), yang ditulis oleh Basyral Hamidy Harahap yang diterbitkan pada tahun

1993. Di dalam bukunya membahas sejak kecil suku Batak sudah dididik untuk

senantiasa memelihara kemesraan dan kehangatan hubungan dengan saudara,

kerabat dekat, dan masyarakat setempat. Letak kebahagiaan bagi orang Batak

adalah apabila memiliki orang-orang yang dicintainya seperti satu marga

dengannya. Kekuatan ikatan kekerabatan terjadi antara orang dalam satu marga

yang berasal dari satu darah maupun satu marga dari keluarga yang berbeda.

Selain buku-buku dan karya-karya, penulis juga telah menemukan karya

akademik dalam bentuk skripsi. Skripsi tersebut ditulis oleh Shinta Romaulina

Nainggolan mahasiswa Universitas Negeri Semarang Fakultas Ilmu Sosial

Program Studi Hukum dan Kewarganegaraan, angkatan 2007. Adapun skripsi

tersebut berjudul “Eksistensi Adat Budaya Batak Dalihan Na Tolu pada

Masyarakat (Studi Kasus Masyarakat Batak Perantauan di Kabupaten Brebes)”.

Di dalam skripsinya, ia membahas bagaimana eksistensi ada budaya Dalihan Na

Tolu sebagai falsafah hidup masyarakat Batak perantauan di kabupaten Brebes?

Adapun hasil penelitiannya ialah masyarakat perantau di kabupaten Brebes

sangat menjunjung tinggi adat budaya yang mereka miliki mulai dari adat

perkawinan, adat kematian, sistem kekerabatan, dan falsafah hidup mereka.

Dalihan Na Tolu ini dijadikan sebagai sarana pengikat tali silaturahmi antar

Page 24: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

9

masyarakat Batak.

Tidak hanya itu, penulis juga menemukan karya akademik dalam bentuk

skiripsi yang lain. Skripsi tersebut ditulis oleh Eric Evonsus Simbolon

mahasiswa Universitas Lampung Fakultas Hukum Program Studi Hukum

Perdata, angkatan 2013. Skripsi tersebut berjudul “Peranan Dalihan Na Tolu

dalam Hukum Perkawinan Adat Batak Toba (Studi pada Perkumpulan

Masyarakat Adat Batak Toba di Bandar Lampung)”. Di dalam skripsinya ia

menjelaskan bahwa hukum perkawinan masyarakat adat Batak mengatur tentang

peranan Dalihan Na Tolu. Peranan Dalihan Na Tolu ini merupakan hal yang

tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam suatu

perkawinan yang sah, Dalihan Na Tolu telah menggariskan dan menetapkan

aturan dan ketentuan rinci mengenai berbagai hubungan sosial baik antara suami

dengan istri, antara orang tua dengan saudara-saudara kandung dari masing-

masing pihak. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa prinsip Dalihan Na

Tolu sangat mementingkan kerjasama antar peran dari unsur-unsur Dalihan Na

Tolu itu sendiri yaitu Kahanggi, Anak Boru, Mora.

Kemudian, penulis juga menemukan karya akademik dalam bentuk

junal. Jurnal tersebut ditulis oleh Lelya Hilda yang dikeluarkan pada jurnal

Miqot, Vol. 40, No. 1, Tahun 2016. Jurnal tersebut berjudul “Revitalisasi

Kearifan Lokal Dalihan Na Tolu Masyarakat Muslim Mandailing Dalam

Menjaga Harmonisasi Lingkungan Hidup”. Di dalam jurnalnya ia menjelaskan

bahwa keharmonisan lingkungan hidup masyarakat Mandailing dengan kearifan

lokal Dalihan Na Tolu yang melindungi lingkungan, seperti: Marsialapai,

harangan rarangan, lubuk larangan, dan bahasa daun harus dijaga

Page 25: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

10

kelestariannya. Kearifan lokal ini perlu disosialisasikan untuk kalangan pemuda

dengan memperlajarinya dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi sehingga

kelestariannya tetap terjaga. Penanaman nilai-nilai agama juga merupakan

faktor utama dalam mempertahankan kearifan lokal Dalihan Na Tolu.

Adapun yang membedakan tulisan skripsi ini dengan tulisan-tulisan di

atas adalah bahwa penulis memfokuskan tulisan pembahasan terhadap Etika

Dalihan Na Tolu dalam Masyarakat Batak Muslim.

F. Metodologi Penelitian

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini didasarkan pada riset

(library research) yakni proses pengidentifikasian secara sistematis penemuan-

penemuan dan analisis dokumen-dokumen yang membuat informasi berkaitan

dengan masalah penelitian.6

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Primer,

Sekunder, dan lainnya. Data primer merujuk kepada buku berjudul Hukum Adat

Dalihan Na Tolu dan Buku berjudul Horja . Data sekunder, berupa tulisan-tulisan,

baik dalam bentuk buku ataupun artikel yang mengandung pembahasan Dalihan

Na Tolu yang di tulis oleh para Sarjana, peneliti, dan cendikiawan. Data yang lain

adalah jurnal, internet dan lain-lain. Metode yang digunakan oleh penulis yaitu

metode pendekatan kualitatif.

Teknik penulisan skripsi ini disesuaikan dengan pedoman penulisan

skripsi yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Buku Pedoman

Akademik tahun 2015.

6Consuelo G Sevilla dkk., Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: UI Press, 1930),

h. 37

Page 26: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

11

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penelitian dan memperoleh gambaran secara jelas,

maka dalam skripsi ini, dikelompokkan menjadi beberapa bab dengan sistematika

penulisan sebagai berikut:

Pada bab pertama memuat tentang Pendahuluan yang terdiri dari: latar

belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, tinjauan kepustakaan, metodologi penelitian dan sistematika

penulisan. Pada bab ini dimaksudkan sebagai acuan dalam penyusunan skripsi,

sehingga dalam penyusunannya dapat dijelaskan secara sistematis sesuai dengan

yang telah ditentukan.

Pada bab kedua memuat tentang Teori Etika dan Etika Islam, pada bab ini

diuraikan tentang pengertian etika, teori etika, ukuran baik dan buruk perspektif

aliran-aliran etika, etika dalam Islam. Sehingga dapat memberikan penjelasan

tentang etika dan etika Islam.

Pada bab ketiga memuat tentang suku Batak Muslim dan Dalihan Na Tolu.

Pada bab ini diuraikan sejarah suku batak muslim dam penyebarannya, sistem

kekerabatan, Pengertian dan terbentuknya masyarakat Dalihan Na Tolu, unsur-

unsur Dalihan Na Tolu dan sistem kekerabatan (marga). Sehingga dapat

memberikan penjelasan hal-hal yang berkaitan sejarah suku batak dan

terbentuknya adat Dalihan Na Tolu.

Pada bab keempat memuat tentang inti ajaran Dalihan Na Tolu dan

keselarasannya dengan ajaran Islam. Pada bab ini diuraikan Dalihan Na Tolu

sebagai falsafah hidup, nilai-nilai Dalihan Na Tolu, keutamaan dan kebahagiaan,

dan ajaran etika Dalihan Na Tolu dengan Ajaran Islam. Sehingga dapat

Page 27: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

12

memberikan penjelasan inti dari ajaran etika Dalihan Na Tolu yang ajarannya

sesuai dengan ajaran Islam.

Pada bab kelima dalam penelitian skripsi ini merupakan penutupan dari

hasil penelitian yang berisi kesimpulan dan saran.

Page 28: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

13

BAB II

TEORI ETIKA DAN ETIKA ISLAM

A. Pengertian Etika

Secara etimologi “etika” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua

kata yakni ethos dan ethikos. Ethos artinya watak, sifat, kebiasaan, dan tempat

yang biasa. Ethikos artinya keadaban, susila, kelakukan, dan perbuatan yang

baik.1 Istilah moral berasal dari kata latin yakni mores, merupakan bentuk jamak

dari mos, yang berarti adat istiadat atau kebiasaan watak, kelakuan, tabiat, dan

cara hidup.2 Sedangkan dalam bahasa Arab etika dikenal dengan istilah akhlak,

yang berarti budi pekerti. Sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut tata susila.3

K Bertens dalam buku etikanya menjelaskan lebih jelas bahwa etika berasal dari

bahasa Yunai kuno. Kata Yunani ethos mempunyai banyak arti: tempat tinggal

yang biasa; padang. dalam bentuk jamak artinya adalah adat kebiasaan. maka dari

itu, etika berkaitan denga kebiasaan hidup yang baik dan tata cara hidup baik, baik

pada diri sendiri atau kepada masyarakat.

Etika se rumput; kandang; kebiasaan; adat; akhlak, watak; perasaan, sikap,

dan cara berfikir ring diidentikkan dengan moral (moralitas). Meskipun sama-

sama berkaitan dengan baik dan buruk suatu tindakan manusia, etika dan moral

memiliki perbedaan pengertian. Adapun moral lebih condong pada nilai baik dan

buruk suatu perbuatan manusia. Sedangkan Etika berarti ilmu yang mempelajari

tentang baik dan buruk. Dalam filsafat, etika dan moral terkadang disamakan.4

Etika membatasi diri dari disiplin ilmu lain dengan perntanyaan apa itu moral? hal

1Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 2000), h. 217.

2 Lorens Bagus, Kamus Filsafat, h. 672.

3 Hasbullah Bakry, Sistematika Filsafat, (Jakarta: Wijaya, 1978), h.9.

4 Haidar Baqir, Buku Saku Filsafat Islam, (Bandung: Mizan, 2005), h. 189-190

Page 29: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

14

ini merupakan bagian terpenting dari pertanyaan-pertanyaan seputar etika. Tetapi

di samping itu tugasnya adalah menyelidiki apa yang harus dilakukan manusia.

Semua cabang filsafat berbicara tentang yang ada, sedangkan filsafat etika

memabahas yang harus dilakukan.5

Jadi, dapat disimpulkan bahwa etika yaitu suatu ilmu yang membahas

tentang arti baik dan buruk, benar dan salah suatu tindakan manusia

menggunakan akal dan hati nuraninya untuk mencapai tujuan hidup yang dan

benar sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.

B. Teori Etika

Dalam Menelaah ukuran baik dan buruk suatu perbuatan manusia di dalam

masyarakat, ada beberapa teori etika, yaitu :

1. Etika Normatif

Etika ini mendasarkan diri pada sifat hakiki kesusilaan bahwa dalam

perilakunya, manusia menjadikan norma-norma kesusilaan sebagai

panutannya. Tetapi tidak memberikan tanggapan mengenai kelayakan

ukuran-ukuran kesusilaan. Benar atau tidaknya norma-norma tidak

dipersoalkan, yang diperhatikan hanya kelakukannya. Etika normatif

menunjukkan perilaku manakah yang baik dan dan perilaku manakah yang

buruk. Yang demikian ini kadang-kadang disebut ajaran kesusilaan. Etika

normatif memperhatikan kenyataan-kenyataan yang tidak dapat ditangkap

dan diverifikasi secara empirik.6

5 K Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia, 1993), h.27.

6 H. De Vos, Pengantar Etika, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1987), h. 10-13.

Page 30: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

15

Etika normatif juga berusaha menelaah dan memberikan penilaian suatu

tindakan etis atau tidak, hal itu tergantung dengan kesesuaian terhadap

norma-norma yang sudah dilakukan di masyarakat. adapun norma rujukan

yang digunakan untuk menilai tindakan wujudnya bisa berupa tata tertib dan

juga kode etik. Contohnya: kebiasaan seseorang minum-minuman keras

harus ditolak, sebab dapat menghilangkan kesadaran dan merusak organ

tubuh.

2. Etika Deontologi

Pada dasarnya teori etika deontologi lebih kepada kewajiban moral

yang mana terkait dengan tugas wajib, keharusan, kebenaran, dan kecocokan.

Kewajiban ini menimbulkan suatu keharusan dalam melakukan suatu

tindakan, dalam artian tindakan ini dilakukan secara mutlak. Saya diharuskan

melakukan tugas wajib, hal ini diperlukan bertindak sebagai pernghormatan

kepada hukum moral.7

Etika deontologi merupakan suatu tindakan dinilai baik atau buruk

berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Dengan

kata lain, suatu tindakan dianggap baik karena tindakan itu memang baik,

sehingga merupakan kewajiban yang harus dilakukan. Juga sebaliknya suatu

tindakan dinilai buruk secara moral sebab tindakan itu memang buruk secara

moral, sehingga tidak menjadi kewajiban untuk dilakukan. Etika deontologi

tidak mempersoalkan akibat tindakan tersebut baik atau buruk. akibat dari

suatu tindakan juga tidak pernah diperhitungkan untuk menentukan kualitas

7 Milton D. Hunnex, Peta Filsafat: Pendekatan Kronologis dan Tematik, Terj. Zubair,

(Jakarta: Teraju, 2004), h. 62.

Page 31: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

16

moral suatu tindakan. Sebab dasar itu etika deontologi sangat menekankan

motivasi, kemauan baik, dan watak yang kuat untuk melakukan tindakan

sesuai dengan kewajiban. 8

Etika deontologi sangat menekankan kewajiban manusia untuk

bertindak dengan baik. Maka, etika deontologi yaitu tindakan dikatakan baik

bukan karena tindakan itu mendatangkan akibat baik, melainkan berdasarkan

tindakan itu baik untuk dirinya sendiri.

Contohnya: Murid diberikan tugas dan melaksanakannya sesuai dengan

tugas, maka hal itu dianggap benar. hal itu dianggap salah jika tidak

melaksanakan tugas.

3. Etika Teleologi

Etika teleologi menilai baik atau buruk suatu tindakan berdasarkan

tujuan atau akibat dari tindakan tersebut. Suatu tindakan dinilai baik kalau

bertujuan baik dan mendatangkan akibat baik. Dapat dikatakan bahwa etika

teleologi lebih bersifat situasional dan subyektif. Tindakan kita bisa berbeda

dalam situasi yang lain tergantung dari penilaian kita tentang akibat dari

tindakan tersebut. Suatu tindakan yang jelas bertentangan secara norma dan

moral bisa dibenarkan hanya karena tindakan itu membawa akibat yang baik.9

Teleologi mengerti yang benar dan mana yang salah, tetapi hal ni

bukan ukuran yang terakhir. Sebab yang lebih penting adalah tujuan dan

akibat. Hal ini pertimbangan nilai moral menjadi prioritas daripada

8 A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), h.8-9.

9 A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan, h. 15.

Page 32: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

17

pertimbangan kewajiban moral.10

Meskipun suatu tindakan dinilai salah

menurut hukum, tetapi jika bertujuan dan berakibat baik, maka tindakan itu

dinilai baik. contohnya: Seorang ibu mencuri untuk membeli susu buat

bayinya. tindakan ini baik secara moral dan kemanusiaan, tetapi dilihat dari

aspek hukum tindakan ini melanggar hukum.

Teori teologis cenderung mengembangkan suatu kebaikan sebagai

standar moral. Hal ini untuk mencapai kebahagiaan. Penentuan baik atau

tidak baiknya suatu perbuatan dilihat dari hasil akhir yang hanya bersifat

duniawi.11

C. Ukuran Baik dan Buruk Perspektif Aliran-Aliran Etika

Kebaikan adalah sesuatu yang yang berhubungan dengan yang luhur,

bermartabat, menyenangkan, dan disukai oleh manusia. Sedangkan yang buruk

sesuatu yang tidak baik, tidak sempurna dalam kualitas, dan tidak disukai oleh

manusia. Baik dan buruk itu relatif karena bergantung pada penilaian masing-

masing orang. Ukuran adat istiadat tentu saja berbeda disetiap tempat. sebab,

sangat diperngaruhi oleh faktor geografis dan lingkungan yang berbeda antara

satu dan lainnya. Hal itu lah tidak heran jika muncul berbagai aliran etika yang

mempunyai standar masing-masing dalam mengukur baik dan buruknya suatu

perbuatan. 12

Adapun aliran-aliran etika yaitu:

10

Milton D. Hunnex, Peta Filsafat: Pendekatan Kronologis dan Tematik, Terj. Zubair, h.

60. 11

Milton D. Hunnex, Peta Filsafat: Pendekatan Kronologis dan Tematik, Terj. Zubair, h.

60-61. 12

Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag., Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h.

72.

Page 33: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

18

1. Aliran Naturalisme

Naturalisme adalah aliran filsafat yang menerima “natura” sebagai

keseluruhan realitas. Istilah “natura” dalam dunia fisika adalah yang dapat

dilihat manusia sampai total dari fenomena ruang dan waktu. Natura

diungkapkan kepada kita oleh sains dan alam.13

Menurut aliran Naturalisme, ukuran baik dan buruk yaitu sesuatu itu

sesuai dengan fitrah (naluri) manusia, baik fitrah lahir maupun batin. Apabila

sesuai dengan fitrah belarti dikatakan baik, sedangkan kalau tidak dipandang

buruk. Aliran ini menganggap bahwa kebahagiaan yang menjadi tujuan setiap

manusia dalam hidup. Adapun pola pemikiran pada aliran ini menyangkut

baik dan buruk didasarkan pada adanya kelangsungan hidup di dunia ini.

Sebab manusia diberi akal, maka ia akan mampu bertahan hidup lebih lama di

dunia ini jika dia memenuhi suatu panggilan naturnya ke arah kesempurnaan

yang abadi. 14

Beberapa pandangan aliran Naturalisme yakni:

a. Segala sesuatu dalam dunia ini menuju pada tujuan tertentu.

Memenuhi panggilan natur setiap sesuatu dapat mengantarkan pada

kesempurnaan. Tumbuh-tumbuhan dan benda-benda menuju pada

satu tujuan, tetapi dapat dicapai secara otomatis tanpa pertimbangan

dan perasaan.

b. Hewan mencapai tujuannya melalui naluri dan manusia mencapai

tujuannya melalui akal. Sebab akal itulah yang menjadi perantara

13

Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag., Akhlak Tasawuf, h. 72. 14

Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag., Akhlak Tasawuf, h. 72-73

Page 34: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

19

baginya untuk mencapai kesempurnaan. Atas dasar itu manusia

harus berpedoman kepada akal. 15

Adapun ukuran baik dan buruk yang digunakan oleh aliran Naturalisme

adalah apakah sesuatu itu sudah sesuai dengan fitrahnya atau tidak. Jika

sesuai dengan fitrah, sesuatu itu baik, begitu sebaliknya.

2. Eudaemonisme

Eudaemonisme atau Eudamonia berasal dari bahasa Yunani Kuno,

eudemonia yang berarti “bahagia” atau “kebahagiaan yang lebih tertuju pada

rasa bahagia”. Eudaemonia adalah konsep sentral dari ajaran etika Yunani

Kuno. Beberapa filsuf meyakini bahwa Eudamonia mengajarkan tujuan

tertinggi yang hendak dicapai manusia. Aliran ini ditemukan oleh Aristoteles.

Dalam bukunya Nicomedian Ethics, bahwa dalam setiap kegiatan manusia

mengejar suatu tujuan. Adapun tujuan tertinggi atau terakhir dalam hidup

manusia adalah kebahagiaan. Aristoteles beranggapan tidak semua hal bisa

diterima sebagai kebahagiaan. Ada yang menganggap keteranan sebagai

kebahagiaan dan ada pula yang menganggap kesenangan sebagai

kebahagiaan.16

Beberapa pandangan aliran Eudaemonisme:

a. Kesenangan dan kebahagiaan adalah satu-satunya hal yang baik dalam

dirinya, sedangkan kejahatan dianggap sebagai penyebab utama segala

bentuk rasa sakit dan kesedihan.

15

Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag., Akhlak Tasawuf, h. 73. 16

Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag., Akhlak Tasawuf, h. 74

Page 35: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

20

b. Tujuan hidup manusia adalah tercapainya kebahagiaan dan

kesejahteraan dalam hidup yang sifatnya hanya sementara.

c. Yang dikatakan baik secara moral adalah hal yang mendatangkan

kegunaan dan keuntungan dalam upaya mencapai cita-citanya, yaitu

kebahagiaan dan kesuksesan sementara.

Eudaemonisme ada dua macam, yaitu yang bersifat pribadi dan sosial.

Pertama, Eudaemonisme yang bersifat pribadi hanya berhubungan dengan

kebahagiaan dan kesenangan pribadi, sedangkan yang bersifat sosial memiliki

sasaran, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan kelompok.17

3. Vitalisme

Tokoh utama aliran Vitalisme adalah Friedrich Niettsche (1844-1900)

yang filsafatnya menonjolkan eksistensi manusia sebagai “Ubermensh”

(manusia sempurna) yang berkemauan keras menempuh hidup baru. Corak

filsafatnya bersifat atheistis, tidak percaya kepada Tuhan. Aliran ini

merupakan bantaan terhadap aliran Naturalisme. Sebab menurut paham

Vitalisme, ukuran baik dan buruk bukan alam, tetapi “vitae” atau hidup (yang

diperlukan dalam hidup.18

Adapun pandangan aliran Vitalisme tentang baik dan buruk yakni:

a. Ukuran baik dan buruk adalah daya kekuatan hidup. Manusia dikatakan

baik apabila memiliki daya kekuatan hidup yang kuat sehingga dapat

memaksa manusia yang lemah untuk mengikutinya.

17

Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag., Akhlak Tasawuf, h. 75. 18

Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag., Akhlak Tasawuf, h. 76.

Page 36: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

21

b. keburukan adalah ketika manusia tidak mempunyai daya kekuatan

hidup yang kuat yang memaksa manusia untuk mengikuti pola

kehidupan orang lain.19

4. Idealisme

Aliran ini sangat penting dalam perkembangan sejarah pemikiran

manusia. Awalnya dalam filsafat Barat yang ditemui dalam ajaran murni

Plato yang mengatakan bahwa alam dan citat-cita adalah kenyataan yang

sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanyalah berupa

bayangan dari alam ide. Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan

ajarannya yang menggambarkan alam ide adalah sebuah tenaga yang berada

dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu. Adapun

kaum agama dapat digolongkan sebagai penganut idealisme yang paling setia

sepanjang masa.20

Tokoh utama aliran ini adalah Immanuel Kant (1725-1804). Adapun

pandangannya yakni:

a. Wujud yang paling dalam dari kenyataan adalah kerohanian.

Seseorang berbuat baik bukan anjuran dari orang lain, melainkan atas

kemauan diri sendiri atau rasa kewajiban. Perbuatan baik itu dilakukan

karena adanya rasa kewajiban yang terdapat dalam nurani manusia.

b. Faktor penting yang paling memengaruhi manusia adalah kemauan

yang melahirkan tindakan yang konkret. Adapun pokoknya di sini

adalah kemauan baik.

19

Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag., Akhlak Tasawuf, h. 76. 20

Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag., Akhlak Tasawuf, h. 77.

Page 37: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

22

c. Kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan suatu hal yang

menyempurnakannya yaitu rasa kewajiban.21

5. Utilitarisme

Tokoh aliran ini adalah John Stuart Mill (1806 -1872). Aliran ini

dianggap sebagai etiksa sukses, yaitu etika yang menilai kebaikan orang dari

apakah perbuatannya menghasilkan sesuatu yang baik atau tidak. Adapun

pandangan aliran Utilitarisme adalah sebagai berikut:

a. Segala tingkah laku manusia selalu diarahkan pada perbuatan yang

membuahkan manfaat yang besar.

b. baik dan buruknya suatu perbuatan atas dasar besar dan kecilnya

manfaat yang ditimbulkan bagi manusia.

c. kebaikan yang tertinggi adalah utility (manfaat)

d. Tujuan dari perbuatan adalah kebahagiaan orang banyak. Pengorbanan

dipandang baik jika mendatangkan manfaat. Lain dari itu hanyalah sia-

sia belaka.22

D. Etika dalam Islam

1. Pengertian Etika dalam Islam

Ketika etika dihubungkan dengan Islam, selalu muncul pertanyaan

adakah sebenarnya yang disebut etika Islam itu? menurut Abdul Haq Anshari

dalam Islamic Ethics: Concepts and Prospect bahwa sesungguhnya etika

Islam sebuah disiplin ilmu yang mandiri tidak pernah ada pada hari ini.

21

Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag., Akhlak Tasawuf, h. 77-78. 22

Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag., Akhlak Tasawuf, h. 78-79.

Page 38: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

23

Maksudnya kita tidak pernah menjumpai karya-karya yang mendefenisikan

konsepnya, menggambarkan isu-isunya, dan mendiskusikan

permasalahannya. Apa yang ditemui justru diskusi yang dilakukan oleh

berbagai kalangan penulis, dari kelompok filosof, teolog, ahli hukum islam

dibidang mereka masing-masing tentang berbagai isu dan keilmuan mereka

yang relevan dengan etika Islam.23

Perkembangan pengertian etika tidak lepas dari substansinya bahwa

etika merupakan suatu ilmu yang membicarakan perbuatan atau tingkah laku

manusia yang dinilai mana yang baik dan mana yang jahat. Istilah lain dari

etika yaitu moral, susila, budi pekerti, dan akhlak. Etika dalam bahasa Arab

disebut akhlaq, merupakan jamak dari kata khuluq yang berarti adat

kebiasaan, perangai, tabiat, watak, adab, dan agama.24

Sedangkan dalam Wikipedia Indonesia, Etika Islam (bahasa Arab:

atau “adab dan akhlak Islamiyyah adalah etika dan moral yang (اخلق اسلامية

dianjurkan dalam ajaran Islam yang tercantum di dalam Al-Qur’an dan

Hadist, dengan mengikuti contoh teladan dari Nabi Muhammad SAW. yang

mana dalam akidah Islamiyyah dinyatakan sebagai manusia yang paling

sempurna akhlaknya.25

Adapun menurut Al-Kindi, merupakan seorang filsuf pertama di dunia

Islam, bahwa tujuan terakhir filsafat terletak pada moralitas, sedangkan tujuan

etika adalah untuk mengetahui kebenaran, kemudian berbuat sesuai dengan

23

Pradana Boy ZTF, Filsafat Islam: Sejarah Aliran dan Tokoh, (Malang: UMM Press,

2003), h. 64-65 24

Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., Filsafat Etika Islam, (Bandung: CV. Pustaka Media,

2011), h. 17. 25

http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_Islam, diakses tanggal 22 Maret 2020, pukul 18.59

WIB.

Page 39: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

24

kebenaran. Prinsip-prinsip utama etika Al-Kindi bersifat Platonis dan Islami.

maka kearifan, perbuatan, dan renungan merupakan aspirasi tertinggi manusia

yang terpadu dalam diri manusia. Orang bijaksana akan selalu memerhatikan

arahan-arahan kehidupan yang bermutu. Ia tidak perlu dipaksa karena orang

bijaksana akan tahu bahwa nilai terletak dimana dan kapan harus

dilaksanakan, sehingga ia menertibkan dirinya sendiri untuk hidup sampai

akhirnya nilai itu tercapai. Orang yang jahat dalam pandangan umum tidak

dikatakan jahat, tetapi dia tidak bijaksana atau bodoh.26

Dalam ranah agama Islam, kata “harus” tidak lagi dipakai karena tidak

memiliki otoritas yang pasti. padanya masih terdapat kemungkinan terjadinya

pelanggaran yang lolos dari sanksi. ia masi mengandung beberapa kelemahan.

Oleh sebab itu perkataan “harus” diganti dengan kata “wajib” yang memiliki

gambaran penentuan hukum yang lebih dalam, pasti, dan mutlak. Dengan

demikian, setiap kewajiban dalam artian agama mengandung arti bahwa

setiap pelaksanaan dan pelanggaran terhadap suatu norma pasti terkena

sanksi. Oleh karena itu, “kewajiban” berarti membebankan pada diri

seseorang secara mutlak, baik dia mau ataupun tidak, baik ikhlas maupun

tidak. Kata “wajib” itu tidak hanya suatu beban saja, tapi manusia mukmin

melihat kehormatan dibalik kewajiban yang dibebankan kepadanya dan

memiliki keyakinan dalam menjalankan kewajiban akan memperoleh

kebahagiaan.27

26

Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., Filsafat Etika Islam, h. 17-18. 27

Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., Filsafat Etika Islam, h. 22-23.

Page 40: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

25

2. Karakteristik Etika Islam

Etika Islam berdasarkan atas kekuatan Al-Qur’an dan Hadist, yang

mana di dalamnya terkandung unsur keimanan dan kepercayaan kepada hari

pembalasan. Ketika itu, perbuatan-perbuatan yang baik akan mempunyai arti

yang sangat penting, sedangkan perbuatan yang buruk akan mendapatkan

hukuman. Sebagaimana Al-Qur’an diyakini sebagai pedoman bagi umat

manusia dalam menjalankan kehidupannya agar tindakannya sesuai yang

diperintahkan oleh Allah Swt. Dalam ayat Al-Qur’an sangat jelas pemilihan

antara yang mana yang baik dan mana yang buruk, antara pahala dan dosa,

antara kebenaran dan kesalahan. Apabila ia melakukan tindakan-tindakan

yang melanggar sesuai ketentuan Ilahi, maka ia akan mendapatkan

hukuman.28

Tuhan menciptakan manusia dan merencanakan etika yang sesuai

dengan cara hidup manusia. Etika Islam tidak memerlukan pengawasan yang

keras terhadap yang ingin melanggarnya. pengawasan hanyalah melalui

keimanan dan ketakwaan diri kepada Allah SWT. Hal ini yang menjadikan

manusia berasa bersalah dan tertekan jika berbuat keji. Etika ini yang

bersumberkan Al-Qur’an dan Hadist serta berasaskan akidah dan syariah

yang mantap, sehingga mempunyai pengawasan yang menyeluruh meliputi

harta, sikap, dan hati.

Adanya kesadaran manusia bahwa hukum yang berasal dari Tuhan

bersifat tegas serta menjadikan Al-Qur’an sebagai furqon, keseimbangan, dan

harmonisasi, maka kehidupannya akan terpelihara. Maka dari itu manusia

28

Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., Filsafat Etika Islam, h. 71.

Page 41: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

26

akan menemukan kebahagiaan yang sejati di dunia dan dan akhirat. Doktrin

Al-Qur’an dan Hadist satu-satunya kekuatan yang memberikan pengetahuan

yang luas tentang etika dan moralitas manusia setelah ia mengimani Tuhan

dan Rasul-Nya. Dengan keimanan yang memadai dan melaksanakan amal

saleh hanya untuk Allah semata, maka kebahagiaan akan tercapai. Hal ini

hukum moral dalam Islam tidak hanya mengandalkan akal pikiran saja, akan

tetapi didasakan pada keimanan.29

3. Kedudukan Akal dan Naluri

Sebagaimana dalam teori etika yang mana memandang bahwa akal dan

nalurilah yang menjadi dasar untuk menentukan baik buruknya moral.

Adapun pandangan etika Islam berpendirian bahwa akal dan naluri manusia

merupakan anugerah dari Allah Swt. Akal manusia itu sangat terbatas

sehingga pengetahuan tentang yang maujud, manusia tidak akan mampu

memecahkannya.30

Al-Qur’an surah Al-Isra: 85, yakni:

...

Artinya:

“... Sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.”

Maka dari itu, akal masih membutuhkan bimbingan dan petunjuk dari sumber

kebenaran yang mutlak, yakni Al-Qur’an dan Hadist. Hanya akal yang dapat

dipancari oleh cahaya Al-Qur’an dan petunjuk Rasul-Nya, sehingga

memperoleh kedudukan yang tepat dan menemukan kedudukan yang tepat

29

Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., Filsafat Etika Islam, h. 71-73. 30

Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., Filsafat Etika Islam, h. 75.

Page 42: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

27

dan benar. Naluri manusia juga mendapatkan petunjuk dari Allah yang

dijelaskan dari kitab-Nya. Jika tidak, maka naluri akan salah dalam

penyalurannya. Contohnya: naluri makan, naluri seksual, dan lain-lain. Jika

kita memperturutkan saja maka akan menimbulkan kerusakan. Maka dari itu,

kedudukan akal dan naluri dalam pandangan Islam keduanya perlu

dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam bimbingan dan pengarahan dalam

Al-Qur’an dan Hadist.31

4. Keutamaan Akhlak Terpuji

Akhlak terpuji disebut dengan akhlaq al-karimah (akhlak mulia).

Menurut Ibnu Qayyim, akhlak terpuji merupakan ketundukan dan keinginan

yang tinggi. Ia memberikan gambaran tentang bumi yang tunduk pada

ketentuan Allah Swt. Ketika air turun menimpanya, maka bumi akan

merespon dengan kesuburan dan menumbuhkan tanaman-tanaman yang

indah. Begitu juga manusia, jika diliputi rasa ketundukan kepada Allah Swt.

Maka turun taufik dari Allah., ia akan meresponnya dengan sifat-sifat yang

terpuji.32

Ada beberapa macam akhlak terpuji yakni:

a. Aklah Terhadap Diri Sendiri

- Sabar

Yakni menahan diri dari dorongan hawa nafsu demi menggapai

keridaan Tuhannya.

31

Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., Filsafat Etika Islam, h. 75-76. 32

Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., Filsafat Etika Islam, h. 87-88.

Page 43: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

28

- Syukur

Sikap untuk tidak menggunakan nikmat yang telah diberikan oleh

Allah dalam melakukan kemaksiatan.

- Benar dan Jujur

Berlaku benar dan jujur baik itu dalam perkataan dan perbuatan.

- Memelihara Kesucian Diri

Menjaga diri dari segala tuduhan, fitnah, dan memelihara

kehormatan.33

b. Akhlak Terhadap Keluarga

- Berbakti kepada Kedua Orang Tua

Berbakti kepada orang tua merupakan faktor utama diterimanya doa

seseorang dan juga sebagai amal saleh yang harus dilakukan oleh

seorang Muslim.

- Bersikap Baik kepada Saudara

Hidup rukun dan damai dengan saudara akan dapat tercapai apabila

hubungan tetap terjalin dengan saling pengertian dan saling tolong

menolong. 34

c. Akhlak Terhadap Masyarakat

- Berbuat Baik kepada Tetangga

Dekat bukan belarti pertalian darah, dekat di sini merupakan orang

yang tinggal berdekatan dengan rumah kita.

33

Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., Filsafat Etika Islam, h. 96-104. 34

Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., Filsafat Etika Islam, h. 107-109

Page 44: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

29

- Suka Menolong Orang Lain

Hidup ini jarang sekali orang yang tidak memerlukan pertolongan

orang lain dan semuanya saling membutuhkan. 35

35

Drs. Muhammad Alfan, M.Ag., Filsafat Etika Islam, h. 111-113.

Page 45: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

30

BAB III

SUKU BATAK MUSLIM DAN DALIHAN NATOLU

A. Sejarah Suku Batak Muslim dan Penyebarannya

1. Asal Usul Suku Batak dan Penyeberannya

Menurut sejarah, kakek moyang suku Batak awalnya berdiam disekitar

Danau Toba. Perkampungan leluhur Batak dahulunya berada di Sianjur Mula-

Mula, yang berada di kaki gunung Pusuk Buhit. Daerah ini tidak jauh dari

Kota Pangururan sekarang. Dari tempat inilah keturunan si Raja Batak mulai

menyebar hingga pergi ke selatan yang terkenal dengan daerah Tapanuli.1

Selama berabad-abad lamanya, pergaulan suku Batak semakin luas sehingga

masuklah pengaruh dunia luar melalui perdagangan. Karena ketika itu Bandar

Barus sebagai pelabuhan ekspor kapur barus yang terkenal di dunia sampai ke

Eropa.2

Selain dari Barus, ada yang datang dari sebelah selatan yang terkenal

dengan Tapanuli Selatan dengan kegiatan berdagang. Lambat laun suku

Batak mulai menyebar sampai ke daerah Tapanuli Selatan. Pada ketika itu,

Suku Batak masih menganut agama kedaerahan yang percaya kepada

animisme dan dinamisme. Adapun sistem pemerintahannya bersifat kerajaan

demokratis. Setiap huta (kampung) ada kerajaan kecil yang berdiri sendiri dan

rajanya dipilih sendiri oleh masyarakat di huta itu. Masyarkat hidup satu

1 JC. Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, (Yogyakarta: LkiS, 2004),

h. 1 2 Nalom Siahaan, Dalihan Na Tolu Prinsip dan Pelaksanannya, (Jakarta: Tulus Jaya,

1982), h. 1

Page 46: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

31

kampung dengan rasa kekeluargaan yang sangat erat dan silsilah dapat

dipelihara dengan baik.3

Seiring berjalannya waktu, kepadatan dan kecepatan pertumbuhan

penduduk di satu sisi dan melihat potensi sumber daya alam yang tersedia di

daerah lain yang masih kosong, menjadi pusat perhatian untuk menyebar ke

daerah-daerah sehingga menetap membuka huta-huta. Hal itu juga

disebabkan, pertambahan penduduk yang pesat hanya menimbulkan tekanan

terhadap lahan pertanian dan perkampungan. Sehingga dewasa ini, Suku

Batak terbagi-bagi menjadi beberapa sub suku dan masing-masing

mempunyai wilayah. Adapun sub sukunya sebagai berikut :

a. Batak Mandailing, yang mendiami wilayah Mandailing Natal dan

Panyabungan.

b. Batak Angkola, yang mendiami wilayah induk Angkola, Padang

Sidempuan, Sipirok, Padang Lawas, Batang Toru, Sibolga, dan

Tapanuli Tengah.

c. Batak Toba, yang mendiami wilayah daerah tepian Danau Toba, Pulau

Samosir, Si Borong-Borong, Sibolga, dan meliputi dataran tinggi Toba.

d. Batak Pak-Pak, yang mendiami wilayah Dairi, sebagian tanah alas, dan

Gayo.

e. Batak Simalungun, yang mendiami wilayah Simalungun.

f. Batak Karo, yang mendiami wilayah datarang tinggi Karo, Deli,

Langkat, Hulu, dan sebagian Tanah Dairi.4

3 Nalom Siahaan, Dalihan Na Tolu Prinsip dan Pelaksanannya, h.1

4 Nalom Siahaan, Dalihan Na Tolu Prinsip dan Pelaksanannya, h. 10

Page 47: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

32

2. Masuknya Agama Islam ke Tapanuli Selatan

Semasa Pemerintahan Sutan Naga Bosar, di Huta Na Godang, yaitu

nenek dari Raja Gadombang. Banyak orang Minangkabau datang dari Luak

Agam ke Hulu Pungkut yang dikepalai seorang penghulu yang bergelar

Datuk Naga Piring, membuka perusahaan pertambangan emas. Karena daerah

Hulu Pungkut merupakan negeri yang banyak mengandung emas. Salah

seorang dari mereka adalah yang terkemuka dari Paderi adalah Tuanku

Mudo5

Semasa di Huta Na Godang, Pemuka Paderi Tuanku Mudo berinisiatif

mancilok gadih rancak (melarikan gadis cantik) putri raja yang bernama

ngolngol yang baru berumur 12 tahun. Gadis ini untuk dia jadikan istri kelak

sudah besar. Putri Raja saudara kandung dengan Raja Gadombang. Setelah

Raja Gadombang berumur 25 tahun, maka dia pergi ke Bonjol untuk

berunding dengan Tuanku Imam Bonjol dan Tuanku Mudo untuk membawa

adiknya Ngolngol kembali ke Huta Na Godang. Kira-kira terlihatlah inisiatif

kaum Paderi untuk menguasai daerah Mandailing dan Tapanuli Selatan yang

bertindak secara paksa. Mereka mengatur sesuka hatinya dan merampas harta.

Timbullah keresahan bagi rakyat yang mengakibatkan adanya tantangan dan

perlawanan.6

Pada awal abad ke-19, tiga orang ulama Minangkabau pulang dari tanah

suci Mekkah, yaitu Haji Sumanik, Haji Miskin, dan Haji Piobang. Ulama dari

Minangkabau mempelajari dan mengembangkan aliran Wahabi yang telah

5Ch. Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam, Sejarah Masuknya Islam ke Tapanuli Selatan,

(Medan: CV. Mitra Medan, 2012), h. 16 6 Ch. Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam, Sejarah Masuknya Islam ke Tapanuli Selatan,

h. 17.

Page 48: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

33

mereka pelajari di tanah suci. Setelah itu dengan membawa ide pembaharuan

di Sumatera barat yaitu gerakan yang menghendaki agama Islam

dilaksanakan secara murni sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits. Mengajak

umat Islam untuk membersihkan kehidupan agama dari pengaruh kebudayaan

setempat yang dianggap menyalahi ajaran agama Islam.7 Maka terjadilah

konflik antara kaum agama (Paderi) dengan kaum adat. Hal itu disebabkan,

timbulnya kebiasaan-kebiasaan buruk seperti sabung ayam, perjudian, dan

minum-minuman keras. Kebiasan ini makin meluas dan mempengaruhi

kelompok pemudanya di Minangkabau. 8

Gerakan Paderi ini kemudian meluas hingga ke Tapanuli Selatan.

Mereka menyebarkan Islam dengan kekuatan tentara yang sudah terlatih.

Daerah Huta Na Godang, Kota Nopan, Panyabungan, Padang Sidempuan,

Sipirok, dan Marancar habis di gilas tentara Paderi. Perkampungan di bumi

hanguskan dan ternak-ternak dirampok. Untuk memperkuat tentaranya,

mereka mengumpulkan laki-laki dan melatih menjadi tentara di bukit

Pamelean Sipirok, yang sekarang letaknya di sekitar kantor Camat Sipirok.9

Setelah itu, Hindia Belanda pun melakukan penyerangan terhadap kaum

Paderi besar-besaran yang menyebabkan banyaknya kaum Paderi terbunuh.

Sehingga daerah Tapanuli Selatan dikuasai oleh pemerintahan Hindia

Belanda. Akan tetapi agama Islam tetap berdiri kokoh dan menyebar hingga

ke Sibolga meskipun di bawah pemerintah Belanda.

7 Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900, (Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 377 8 Marwati Djoened, Sejarah Nasional Indonesia IV, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984), hlm.

168 9 Ch. Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam, Sejarah Masuknya Islam ke Tapanuli Selatan,

h. 19-20.

Page 49: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

34

B. Pengertian dan Terbentuknya Masyarakat Dalihan Na Tolu

1. Pengertian Dalihan Na Tolu

Dalihan Na Tolu, yang disebut “Tungku nan Tiga”. Dalihan Na Tolu

adalah tungku masak berkaki tiga, diibaratkan sebagai simbol dari tatanan

sosial kemasyarakatan orang Batak. Ketiga kaki itu sama tinggi dan sama

besar supaya ada keseimbangan. Dalihan na Tolu lah yang menyatukan

hubungan kekeluargaan pada suku Batak. Ada tiga unsur hubungan

kekeluargaan yakni kahanggi, anak boru, dan mora. Ketiga unsur ini selalu

bergerak serta saling berhubungan dan tetap tegu dengan adanya sistem

kekerabatan ini.10

Di dalam adat, hubungan antara satu sama lain didasarkan kepada adat

Dalihan Na Tolu. Sesuai dengan sistem kekerabatan di suku Batak yang

sifatnya patrilineal. Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak mengandung

arti tiga kelompok masyarakat yang saling berkerabat. Ketiga unsur antara:

suhut/kahanggi, anak boru, dan mora mempunyai kedudukan yang berbeda-

beda satu sama lain. Perbedaan kedudukannya ditentukan apakah pada saat

itu berkedudukan sebagai suhut/kahanggi, anak boru, dan mora. Pada suatu

saat kedudukan dapat berubah-ubah sesuai dengan situasi, kondisi, dan

tempat.

Dalihan Na Tolu mempunyai fungsi sebagai mekanisme untuk

melaksanakan adat dalam kehidupan suku Batak. Adapun perwujudannya

dalam melaksanakan adat menggunakan sistem sosial Dalihan Na Tolu

sebagai mekanismenya. Hal itu dapat dilihat dalam upacara adat seperti:

10

Doangsa P.L. Situmeang, Dalihan Na Tolu Sistem Sosial Kemasyarakatan Batak Toba, h.

205

Page 50: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

35

pernikahan. terlaksananya acara adat jika didukung bersama kahanggi, anak

boru, dan mora. Dasar adat Dalihan Na Tolu sebagai pranata hidup

masyarakat suku Batak ialah holong (cinta dan kasih sayang), domu

(keakraban). holong antara sesama manusia melahirkan domu antara satu

sama lain. Adanya domu antara manusia sebagai bukti mereka hidup dengan

holong. 11

2. Terbentuknya Masyarakat Dalihan Na Tolu

Pada masa pemerintahan Raja Sisimangaraja I, berita tentang masa

kelabu itu, sampailah kepada Raja Malim/Raja Uti VII, yang bermukim di

Pulau Munsung Babi, maka dianjurkannya kepada Raja Sisimangaraja I

supaya mengundang para pemuka masyarakat Batak untuk berkumpul

bermusyawarah dan meletakkan aturan hidup masyarakat yang dapat

memberikan kebaikan kepada seluruh keluarga keturunan si Raja Batak.

Sesuai dengan undangan tersebut, pertama kalinya diadakanlah sidang

permusyawaratan di Bakkara pada awal abad ke-16. Para peserta sidang

disebut Ompu Raja Ijolo (Raja Napinajolo) yang berarti para pemuka

masyarakat. Dalam persidangan tersebut, ditetapkanlah sistem kekebaratan

dan ditetapkan pemakaian marga yang menjadi dasar pengelompokan

masyarakat Batak. Adapun pengelompokan itu yakni:

a. Kelompok semarga disebut kahanggi

b. Kelompok penerima istri disebut anak boru

c. Kelompok pemberi istri disebut mora.

11

http:www.gogle.co.id.Dalihan-natolu-dalam-adat-mandailing.com, Diakses 25 Maret

2020, Pukul 17.16 WIB.

Page 51: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

36

Seiring dengan pengelompokan itu, dijadikanlah tungku nan tiga

(Dalihan Na Tolu) sebagai simbol. Hal ini menggambarkan prinsip kerjasama

dalam tiga komponen masyarakat itu. Maka disebutlah masyarakat Dalihan

Na Tolu. Dalihan Na Tolu didirikan berdasarkan kesetaraan, duduk sama

rendah, berdiri sama tinggi, dan bertanggung jawab sesuai dengan peran dan

fungsi kerabatnya masing-masing. 12

Adapun Lembaga Dalihan Na Tolu sangat berperan dalam

penyelenggaraan adat. Kedudukan suhut/kahanggi, anak boru, dan mora yang

dalam situasi dan kondisinya yang berbeda akan memberikan kedudukan

yang berbeda, akan saling menghormati, saling mendengar satu sama lain,

dan saling menerima. Hubungan dalam tiga unsur Dalihan Na Tolu sudah

diatur dalam hukum adat. Bagi lembaga Dalihan Na Tolu tanggung jawab

untuk mensukseskan suatu pekerjaan merupakan hak dan kewajiban. Dalam

pelaksanaan adat seperti pernikahan, ketiga unsur Dalihan Na Tolu harus

mardomu ni tahi (selalu mengadakan musyawarah mufakat). Musyawarah

mufakat akan tercapai jika ada rasa kesatuan, tanggung jawab, dan saling

memiliki.13

Jadi, berhasilnya suatu pekerjaan ditentukan oleh: adanya rasa

persatuan, kesatuan, dan memiliki. Jika ketiga faktor ini tidak saling

mendukung, maka segala pelaksanaan adat tidak akan berhasil dengan baik.

Nilai-nilai inilah yang terus diterapkan oleh oleh masyarakat Batak sehingga

begitu terlihat kompak dalam melaksanakan kegiatan adat.

12

Nalom Siahaan, Adat Dalihan Na Tolu: Prinsip dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Grafindo,

1882), h.23-24 13

Pandapotan Nasution, Adat Budaya Mandailing dalam Tantangan Zaman, (Medan:

Forkala, 2005), h. 80.

Page 52: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

37

C. Unsur-Unsur Dalihan Na Tolu

1. Suhut/Kahanggi

Suhut /Kahanggi disebut sebagai dongan tubu, artinya kelompok

kerabat yang semarga berdasarkan garis keturunan dari pihak ayah. Dongan

tubu disebut sebagai teman sependeritaan dan sepenanggungan di dalam suka

maupun duka. Pada hal berkaitan dengan adat, dongan tubu adalah teman

saparadatan (satu adat). Sehingga sewaktu menerima dan membayar adat

jika sedang melaksanakan acara adat, mereka secara bersama-sama

menghadapi serta menanggung segala resiko.14

Adapun Suhut/Kahanggi terdiri dari:

a. Suhut

Yaitu mereka yang merupakan tuan rumah dalam pelaksanaan adat

(yang punya hajatan). Kelompok ini menjadi penanggung jawab

segala berkaitan dalam pelaksanaan acara adat.

b. Kahanggi

Yaitu keluarga semarga dengan suhut tetapi tidak satu nenek.

Kahanggi tidak hanya berasal dari kampung yang sama, tetapi dari

luar kampung yang masih mempunyai hubungan keluarga dan

semarga.

c. Kahanggi Pareban

Yaitu kelompok keluarga yang satu marga maupun yang bukan satu

marga yang sama-sama mengambil istri dari keluarga yang sama.

14

Hilderia Sitanggang, Dampak Modernisasi Terhadap Hubungan Kekerabatan Daerah

Sumatra Utara, (Jakarta: Depdikbud Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah,

1986), h. 40.

Page 53: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

38

Dalam status adat kahanggi pareban ini dianggap sebagai saudara

markahanggi berdasarkan perkawinan.

Suhut/Kahanggi diibaratkan seperti batang pohon yang saling

berdekatan saling menopang, walaupun saking dekatnya tetapi terkadang

saling gesek. Tapi pertikaian diantara mereka tidak membuat hubungan satu

marga menjadi terpisah. Diibaratkan air jika dibelah dengan pisau, maka akan

tetap menyatu. Namun dalam keluarga satu marga, dipesankan agar bijaksana

kepada saudara semarga. Tidak hanya itu, para pemuda batak jika pergi

merantau ke daerah lain selalu mempunyai keyakinan bahwa saudara semarga

akan memberikan bantuan jika seandainya dia mengalami kesulitan. Bahkan

Jika satu marga bertemu diperantauan yang belum kenal awalnya, maka

mereka akan solid dan merasa mereka ada keluarga. Memang suku batak

mempunyai rasa solidaritas dan persaudaraan yang kuat meskipun mereka

jauh dari daerah asalnya. Hal ini sesuai dengan falsafah yang dianut

masyarakat Batak yang tercermin dalam pepata sebagai berikut:

Tali papaut, tali panggoman

Taripar laut, sai tinanda do rupa ni dongan

artinya: sekalipun menyeberangi laut, namun kita tetap mengenal dongan

sabutuga (teman seperut) atau teman semarga.15

2. Anak Boru

Yaitu pihak keluarga yang menerima anak gadis (boru). Pihak anak

boru harus berlaku hormat kepada pihak mora.16

Pihak anak boru menempati

15

T.M. Sihombing, Filsafat Batak Tentang Kebiasaan-Kebiasaan Adat Istiadat, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1986), h. 75.

Page 54: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

39

posisi paling sebagai pelayan baik dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam

acara adat. Walaupun berfungsi sebagai pelayan, bukan berarti dapat

diperlakukan semena-mena. Melainkan pihak anak boru harus diambil

hatinya, dibujuk. dapat diistilahkan: elek marboru (harus selalu bersifat

membuju terhadap pihak si penerima anak gadis).

Dalam suku Batak, Anak boru ada dua macam yaitu hela (menantu) dan

bere (anak saudara perempuan) yang di dalam suku batak masuk pada unsur

boru mengikuti ibunya.

Menurut adat Batak, Pihak anak boru berkewajiban membantu mora

dalam segala hal, terutama dalam pekerjaan adat. Adat Batak

memperkenankan pihak mora untuk menerima sumbangan dari pihak

anak boru, sedangkan pihak anak boru akan selalu berusaha agar dapat

membantu moranya. Tetapi pihak mora harus memberikan imbalan kepada

pihak anak boru sebagai tanda kasih sayang.17

3. Mora

Yang dimaksud dengan mora yaitu pemberi anak gadis. Dalam arti

sempit, mora itu yaitu orang tua dari istri. Sedangkan dalam arti yang luas

adalah semua pihak yang semarga dengan orang tua istri. Pihak mora

mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dan terhormat, sehingga harusdi

hormati sekali oleh pihak anak boru.

16

Hilderia Sitanggang, Dampak Modernisasi Terhadap Hubungan Kekerabatan Daerah

Sumatra Utara, h. 41. 17

H. Sigalingging, Tinjauan Filosofi Tentang Dalihan Na Tolu sebagai Eksistensi

Masyarakat Batak, (Yogyakarta: Universitas Gajah mada, 2000), h. 17.

Page 55: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

40

Adapun pihak-pihak yang termasuk dalam kelompok mora yaitu:

a. Tulang/Simatua, yakni mertua beserta abang (adiknya) atau saudara-

saudaranya.

b. Tulang/Simatua ni Ama, yakni mertua dari ayah beserta abang dan

adiknya, saudara-saudaranya dan keturunannya laki-laki.

c. Tulang/Simatua ni Oppung, yakni mertua dari oppung beserta abang

dan adiknya serta keturunan laki-laki.

d. Mora Pangalapan Boru, mertua dari putra-putra kita yang telah

berumah tangga beserta abang dan adiknya, saudara-saudaranya serta

keturunannya laki-laki.18

Pihak Mora menempati kedudukan yang terhormat dalam masyarakat

Batak. Penghormatan mesti selalu ditunjukkan dalam sikap, perbuatan, dan

perkataan. Dalam suasana musyawarah dan mencari mufakat dalam kegiatan

adat, biasanya keputusan dari mora sulit ditentang.

D. Sistem Kekerabatan (Marga)

1. Pengertian Marga

Marga adalah bagian nama yang merupakan tanda dari keluarga mana

berasal. Orang Batak selalu memiliki nama marga dibelakang namanya.

Marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilinear) akan diteruskan

kepada keturunannya secara terus menerus. Marga juga menyangungkut

hubungan antar orang dalam pergaulan hidup. Dalam Suku Batak ada dua

bentuk kekerabatan yakni:

18

Marbun, M.A. dan I.M.T. Hutapea, Kamus Budaya Batak Toba, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1987), h. 61.

Page 56: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

41

a. Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi)

b. Bentuk kekerabatan berdasarkan sosiologis

Adapun bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi)

yaitu terlihat dari silsilah marga mulai dari si Raja Batak, yang mana semua

suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan bentuk kekerabatan

berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian pada marga tertentu maupun

karena perkawinan. 19

Dalam tradisi Batak, bahwa yang menjadi kesatuan

adat adalah ikataran sedarah dalam marga. Maksudnya ada marga Harahap,

kesatuan adatnya adalah marga Pasaribu, Batubara, Tanjung, Lubis, dan lain-

lain. Inilah yang disebut generasi si Raja Bor-Bor atau dalam suku batak

disebut bor-bor marsada.

2. Tarombo (Silsilah)

Dalam suku Batak, untuk dapat melihat silsilah garis keturunan marga

disebut tarombo. Suku Batak hingga kini masih meyakini bawah marga dan

tarombo penting untuk dicari dan diperjelas karena seluruh orang Batak,

mereka meyakini bahwa berasal dari rahim yang sama. Dengan Tarombo juga

kita dapat terlihat keturunan keberapa pada marga tersebut. Bagi mereka yang

tidak mengetahui silsilahnya maka akan dianggap sebagai orang batak yang

kesasar (nalilu).

Maka dari itu, orang Batak diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal

nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan teman semarganya. Hal

ini untuk mengetahui letak kekerabatan dalam suatu marga.

19

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak, diakses 27 Maret 2020, pukul 15.03 WIB.

Page 57: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

42

3. Partuturan (Tutur Sapa)

Dalam masyarakat Batak, pasti sangat banyak terjadi interaksi sosial

pada tetangga maupun masyarakat di kampung. Interaksi sosial dalam

bertutur sapa yang ada pada Suku Batak sangat banyak. Kita tidak bisa asal

panggil Bapak kepada orang lain, hal itu ada aturan yang berlaku dengan

sebutan sapa apa kita kepada lawan interaksi. Sebenarnya partuturan (tutur

sapa) ini terlahir dari Dalihan Na Tolu dan marga yang dimiliki.

Adapun sebutan partuturan (tutur sapa) ini adalah :

a. Amang

Panggilan kepada ayah kandung sehari-hari menggunakan kata Ayah

b. Inang

Panggilan kepada ibu kandung sehari-sehari menggunakan kata Umak

c. Amattua/Tobang

1) Panggilan kita terhadap saudara laki-laki yang lebih tua dari ayah

kita.

2) panggilan kita terhadap laki-laki yang semarga dengan kita yang

silsilah keturunannya setingkat dengan ayah kita. tetapi ayah kita

lebih muda dari dia.

3) Panggilan kita kepada suami dari kak perempuan ibu kita.

d. Inang Tua/Tobang

1) Panggilan terhadap istri dari saudara laki-laki yang lebih tua dari

ayah kita.

Page 58: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

43

2) Panggilan terhadap istri dari orang yang semarga dengan kita yang

silsila keturunannya setingkat dengan ayah kita tetapi lebih muda

darinya.

3) Panggilan terhadap kakak perempuan ibu kita.

e. Uda

1) Panggilan terhadap adik laki-laki dari ayah kita.

2) Panggilan terhadap laki-laki yang semarga dengan kita yang urutan

silsilahnya setara dengan ayah kita tetapi ayah kita lebih tua

darinya.

3) Panggilan terhadap suami dari adik perempuan ibu.

f. Etek/Nanguda

1) Panggilan terhadap istri dari adik laki-laki ayah.

2) Panggilan terhadap istri dari orang yang semarga dengan kita yang

silsilahnya setingkat dengan ayah, namun ayah kita lebih tua

darinya,

3) Panggilan terhadap adik perempuan ibu kita yang sering dipanggil

Etek.

g. Tulang (Paman)

1) Panggilan terhadap saudara laki-laki dari ibu.

2) Panggilan terhadap laki-laki yang semarga dengan ibu yang urutan

silsilahnya setingkat dengan ibu kita.

h. Nantulang

1) Panggilan terhadap istri dari tulang/paman kita

Page 59: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

44

i. Abang dan Akkang (Kakak)

1) Panggilan terhadap abang kandung maupun abang sepupu (anak

dari amattua) dan orang lain yang semarga dan setingkat dengan

abang-abang kita.

2) Panggilan kita kepada istrinya abang kita, biasa dipanggil

menggunakan akkang.

j. Anggi (Adik )

1) Panggilan terhadap adik kandung maupun adik sepupu (anak dari

uda) dan orang lain yang semarga dengan setingkatan dengan adik-

adik kita.

2) Panggilan kita kepada istrinya adik.

3) Panggilan kita kepad pariban kita yang lebih muda dari kita.

k. Bere (Keponakan)

1) Panggilan kita (laki-laki) terhadap anak dari saudara kita yang

perempuan.

2) Panggilan kita (laki-laki) terhadap anak dari saudara perempuan

suami kita.

l. Maen, Parumaen (menantu perempuan)

1) Panggilan kita (laki-laki) terhadap anak perempuan dari ipar kita.

2) Panggilan kita (perempuan) terhadap anak perempuan dari saudara

kita yang laki-laki.

3) Panggilan terhadap menantu perempuan (istri dari anak kita).

m. Amangboru

1) Panggilan kita terhadap suami dari saudara perempuan ayah.

Page 60: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

45

2) Panggilan terhadap suami dari perempuan yang merupakan

keturunan semarga kita yang silsilahnya setingkat dengan ayah kita,

n. Bou (Bibi)

1) Panggilan terhadap saudara perempuan ayah kita.

2) Panggilan terhadap perempuan yang merupakan keturunan semarga

yang silsilahnya setingkat dengan ayah kita.

3) Panggilan terhadap istri dari amangboru.

o. Oppung

1) Panggilan terhadap kedua orang tua ayah dan ibu. Secara umu,

Panggilan terhadap orang tua yang usianya setara dengan orang tua

dari ayah dan ibu kita.

Page 61: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

46

BAB IV

INTI AJARAN DALIHAN NA TOLU DAN KESELARASANNYA

DENGAN AJARAN ISLAM

A. Dalihan Na Tolu Sebagai Falsafah Hidup

1. Falsafah Hidup

Falsafah hidup suatu suku yaitu sebuah pencerminan kepribadian,

berbudi luhur, serta pandangan hidup suatu hidup yang telah mendarah

daging. Dengan adanya pegangan hidup dalam bermasyarakat sehingga suku

menjadi kuat, stabil, hidup rukun, dan harmonis. Dalihan Na Tolu dalam suku

Batak dijadikan sebagai pegangan hidup dan landasan hukum dalam

bermasyarakat yang diakui memiliki nilai-nilai yang terkandung di

dalamnya.1

Falsafah Dalihan Na Tolu berlaku terhadap semua masyarakat Batak

yang diatur menurut sistem kekerabatan atau garis keturunan Bapak.

Hubungan antara setiap orang didasarkan pada adanya jalinan persaudaraan

yang kuat. Hal ini dapat diketahui dengan adanya marga. Seperti, jika ada

seseorang yang saling berjumpa baik itu di kampung atau di rantau, tindakan

yang pertama mereka lakukan adalah saling menanyakan marga. Hal itu

bermaksud agar mereka saling mengetahui tatakrama dan sopan santun dalam

bertutur kata. Bila mereka sudah saling mengenal berdasarkan marganya,

barulah mereka dapat bergaul sesuai dengan kekeluargaan berdasarkan

Dalihan Na Tolu.2 Hal itu jika kita mendapati orang Batak yang bertemu di

rantau bisa akrab seperti keluarga dekat layaknya, padahal mereka tidak ada

1 R. Tambun, Hukum Adat Dalihan Na Tolu, (Medan: Mitra Medan, 2009), h. 35

2 R. Tambun, Hukum Adat Dalihan Na Tolu, h.35

Page 62: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

47

ikatan darah serta bukan satu kampung. Karena ada sistem kekerabatan

berdasarkan Dalihan Na Tolu lah itu bisa terjadi.

Dalam ajaran Islam juga diperintahkan agar menyambung tali

silaturahmi seperti sabda Nabi Muhammad SAW.

و صلىا بالليل لىا الارحاميا ايها الناس افشىا السلام واطعوىا الطعام واص

وصححو 1523الجنة بسلام )رواه ابن هاجو, رقن دحلىاوالناس نيام ت

الاءلباني في صحيح ابن هاجو(

Artinya:

“Wahai manusia, sebarkan salam, berikan makanan, sambung kerabat

(silaturahim), shalatlah malam hari dikala manusia tidur, maka kamu akan

masuksurga dengan selamat. (HR. Ibnu Majah, no. 3251, dinyatakan shahih

oleh Albani dalam Shahih Ibnu Majah).

Adapun inti dari ajaran Dalihan Na Tolu di sini yakni untuk menjadikan

masyarakat sebagai orang-orang yang saling bersaudara, saling mencintai dan

menyayangi, serta saling menasehati dalam kebaikan. Karena dengan inilah

antara unsur-unsur yang terlibat dalam Dalihan Na Tolu bersatu sehingga

tercapailah kebenaran. Dalihan Na Tolu sampai sekarang masih berperan kuat

dalam membina khususnya masyarakat Batak yang menyangkut pergaulan

hidupnya. 3

3 R. Tambun, Hukum Adat Dalihan Na Tolu, h.35

Page 63: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

48

2. Hombar Adat Dohot Ibadat

Bagi masyarakat Batak Muslim, Islam merupakan agama yang

akomodatif terhadap budaya lokal. Hombar adat dohot ibadat salah satu

bentuk perhubungan antara agama dan budaya. Agama tidak dapat dipisahkan

dari ruang lingkup budaya. Sehingga agama menjadi pedoman dalam setiap

tindakan. Falsafah di atas merupakan cerminan pandangan masyarakat Batak

mengenai fungsi Islam dalam kehidupan mereka. Adapun agama Islam

dijadikan sebagai:

a. Pedoman hidup yang paling mendasar, sumber keselamatan, dan

kesejahteraan hidup.

b. Islam sebagai sumber pemahaman kehidupan yang universal dan

bersifat promordial, serta Islam merupakan identitas yang esensial

dan primordial bagi masyarakat.4

Pandangan yang demikiran bisa saja benar apalagi mengacu terhadap

sumber pengetahuan Islam. Pengetahuan agama bagi masyarakat Batak dapat

diperoleh melalui pengajian-pengajian dan pengalaman pelaksanaan tata

budaya adat Batak sendiri seperti: pernikahan dan kematian. Bahwa tata

budaya Batak Muslim semuanya bersumber pada Islam. Jika ada yang

bersumber dari luar Islam, maka ia tidak dihapus dan diwarnai dengan Islam

atau diislamkan, Seperti budaya mangupa. Dengan demikiran, akultutrasi

4 Sumper Mulia Harahap, “Islam dan Budaya Lokal: Studi Terhadap Pemahaman ,

Keyakinan , dan Praktik Keberagaman Masyarakat Batak Angkola di Padang Sidempuan

Perspektif Antropologi, Toleransi: Media Komunikasi Umat Beragama,” Vol. 7, No. 2, 2015, h.

164.

Page 64: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

49

Islam dengan budaya batak sudah terjadi sejak awal, sehingga budaya Batak

menjadi dua hal yang inheren dalam kehidupan masyarakat.5

B. Nilai-Nilai Inti Dalihan Na Tolu

Dalam suku bangsa, bahwa nilai inti yang ada biasanya mencerminkan jati

diri suku tersebut. Sedangkan jati diri itu merupakan gambaran khusus seseorang

yang meliputi jiwa dan semangat daya gerak spritual. Di dalam suku Batak, ada

tujuh nilai inti yang mesti ditanamkan, diantaranya:6

1. Nilai Kekerabatan

Nilai kekerabatan atau keakraban diletakkan pada posisi paling utama

dari tujuh nilai inti yang ditanamkan oleh orang Batak. Hal ini terlihat pada

sub suku Batak seperti: Angkola, Mandailing, Toba, dan sub suku lainnya,

bahwa semua menempatkan nilai kekerabatan pada urutan yang paling pokok.

Nilai inti kekerabatan ini terwujud dalam pelaksanaan adat Dalihan Na Tolu.

Hubungan kekerabatan ini dapat terlihat pada tutur sapa, baik karena adanya

hubungan darah maupun pertalian perkawinan.7

Dalam Islam, bahwa Allah telah menjadikan manusia berbangsa-bangsa

dan bersuku-suku yang mana diharapkan manusia itu bisa saling mengenal.

Allah berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 13:

5 Sumper Mulia Harahap, Islam dan Budaya Lokal: Studi Terhadap Pemahaman ,

Keyakinan , dan Praktik Keberagaman Masyarakat Batak Angkola di Padang Sidempuan

Perspektif Antropologi, Toleransi: Media Komunikasi Umat Beragama, h. 164-165. 6 H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,

(Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2017), h. 96. 7 H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,

h. 96.

Page 65: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

50

Artinya:

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-

laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan

bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang

paling mulia disisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.8

2. Nilai Agama

Nilai agama pada suku Batak sangat kuat. Sedangkan agama yang

dianut mereka sangat bervariasi. Menurut data (Departemen Agama Sumatera

Utara, 1999), bahwa wilayah yang mayoritas penduduknya menganut agama

Islam seperti: wilayah Agkola dan Mandailing di daerah Tapanuli bagian

selatan. Ada wilayah yang mayoritas penduduknya menganut agama Kristen

seperti wilayah Batak Toba yang meliputi daerah Tapanuli Utara hingga

bantaran danau Toba. Adapun wilayah Suku Batak yang presentase penganut

agamanya seimbang seperti wilayah Batak Simalungun. 9

Ajaran agama telah disosialisasikan kepada anak-anak Suku Batak sejak

masa kecilnya dengan penuh pengawasan. Adapun pengajaran agama

khususnya agama Islam yang diberikan ialah pembelajaran membaca atau

8 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,

(Bekasi: Cipta Bagus Segara, 2011), h. 514. 9 H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,

h. 97.

Page 66: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

51

mengaji Al-Qur’an sejak dini. Dalam acara perkawinan dan kematian sangat

menonjol. Dalam artian tidak ada yang dilebih-lebihkan dalam acara ini.

Apalagi masuknya Muhammadiyah sehingga acara-acara seperti pernikahan

meniadakan yang sifatnya lebih banyak mudhorat, seperti mangupa-upa

dalam prosesi adat (jamuan berupa kepala kambing, ikan mas, telur, dll), hal

ini merupakan ungkapan doa dan syukur agar keluarga senantiasa saling

menyayangi, bahagia, dan mendapatkan anak.

Fenomena kegamaan kadang-kadang menjadi lebih kuat daripada adat,

khususnya dilingkungan masyarakat Mandailing. Lebih dominannya agama

didukung oleh sarana pendidikan keagamaan yakni terdapat banyak pesantren

di daerah Mandailing, Angkola, Sipirok, dan Padanglawas. Bukti yang

terlihat pengaruh agama Islam dalam kehidupan masyarakat Batak

Mandailing yaitu diterimanya perjodohan atau pernikahan semarga. Padahal

pernikahan satu marga secara jelas melanggar adat karena masih berasal dari

satu tubuh. Hal itulah antara suku Batak Mandiling dan Batak Toba sangat

berbeda pendapat persoalan ini. Diterimanya kawin semarga oleh Batak

Mandailing dipengaruhi oleh keyakinan agama yang membolehkan itu. Hal

itu dalam Al-Quran Surah An-Nisa: 23:10

10

H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,

h. 97.

Page 67: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

52

Artinya:

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang

perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu

yang perepuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak

perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari

saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;

saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu

yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika

kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka

tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak

kandungmu (menantu); dan menghimpun (dalam perkawinan) dua perempuan

yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.11

3. Nilai Hagabeon

Hagabeon bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu. Nilai

budaya hagabeon diharapkan dapat menikah sehingga ia memperoleh anak,

11

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,

h. 81.

Page 68: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

53

kemudian mengawinkan anak-anaknya sehingga dapat memperoleh cucu.

Kebahagiaan dalam Suku Batak tidak lengkap jika belum memperoleh

keturunan. Terlebih dapat anak laki-laki sehingga kelak dapat melanjutkan

cita-cita orang tua dan marganya. Jika seseorang tidak memperoleh keturunan

anak laki-laki, maka terputuslah keturunannya.12

Dalam Islam pun dapat dilihat bahwa tujuan pernikahan tidak lain untuk

memperoleh keturunan yang tentu akan mengharapkan dapat keturunan yang

sholeh dan sholehah sehingga dapat membentuk generasi yang berkualitas,

serta berguna bermanfaat bagi masyarakat.

Allah berfirman dalam surah Al-Furqon ayat 74:

Artinya:

“ Dan orang-orang yang berkata: “ya Tuhan kami , anugrahkanlah kepada

kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan

jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”13

Adapun prakteknya hagabeon dalam suku Batak Muslim, yang mana

seseorang berkeinginan untuk dapat menunaikan ibadah haji ke tanah suci

(Mekkah). Apabila dia belum mampu dalam segi materi, maka anak-anaknya

12

H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,

h. 98. 13

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,

h. 366.

Page 69: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

54

dapat menunaikan cita-cita orang tuanya. sehinga terwujud keinginan untuk

dapat menunaikan ibadah haji.

4. Nilai Hamoraon

Hamoraon bermakna kehormatan. Nilai kehormatan dalam suku Batak

Muslim terletak pada aspek spritual, material, dan ilmu yang ada pada

seseorang. Banyak harta dan kedudukan jabatan yang tinggi tidak berarti jika

tidak ditopang dengan keutamaan spritual. Pengajarannya yaitu seseorang jika

mempunyai banyak harta, memiliki jabatan, mempunyai keturunan, harus

diiringi dengan jiwa keagamaan serta diiringi sifat tolong menolong. Maka

dia akan dipandang mora (terhormat). Hal ini di suku Batak Muslim sangat

menghormati orang yang memiliki ilmu keagamaan yang tinggi. 14

Dalam Islam, orang yang berilmu mendapatkan hak keistimewaan dari

Allah Swt. Dengan ilmu juga menjadikan kita lebih dihormati dan dihargai

oleh semua orang. Sebab dengan ilmu seseorang akan diangkat

derajatnya. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al-Mujadalah ayat 11:

Artinya:

“Wahai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “berlapang-

lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi

14

H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,

h. 98.

Page 70: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

55

kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “berdirilah kamu”, maka

berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di

antara kamu dan orang-orang yang beri ilmu pengetahuan beberapa derajat.

Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.15

5. Nilai Uhum dan Ugari

Uhum bermakna hukum dan ugari bermakna kebudayaan. Nilai uhum

(hukum) bagi suku Batak sangat mutlak ditegakkan dan diakui sehingga

penerapannya adalah untuk menegakkan keadilan. Nilai keadilan ditentukan

ketaatan kepada ugari serta setia pada janji. Orang Batak yang menghormati

uhum, ugari, dan janjinya dipandang sebagai manusia yang sempurna.

Berkhianat terhadap kesepakatan adat amat tercela dan mendapat sangsi

hukum secara adat. Maka dari itu, orang Batak selalu terang-terangan dan apa

adanya serta tidak banyak basa basi.16

Dalam Islam, adil merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh

setiap manusia dalam rangka untuk menegakkan kebenaran kepada

siapapun,walaupun itu merugikan dirinya sendiri. Adil belarti berpihak dan

berpegang kepada kebenaran.17

Allah berfirman dalam surah An-Nisa ayat 135:

15

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,

h. 543.

16

H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,

h. 99. 17

Anonim, Ensiklopedia Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996),

h.50-51.

Page 71: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

56

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar

penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri

atau ibu, bapak, dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka

Allah lebih tau kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa

nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar

balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah

adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.18

6. Nilai Pengayoman

Pengayoman bermakna perlindungan. Dalam suku Batak, pengayoman

wajib diberikan kepada lingkungan keluarga maupun masyarakat. Tugas ini

dipegang oleh semua unsur Dalihan Na Tolu. Pengayom ini utamanya berada

pada pihak mora dan yang diayomi adalah pihak anak boru. Sebenarnya

semua unsur yang terlibat dalam Dalihan Na Tolu, dipandang memilih daya

18

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,

h. 100.

Page 72: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

57

untuk saling melindungi. Semua orang menjadi pengayom dan mendapatkan

pengayoman dari sesama kerabatnya.19

Allah SWT berfiman dalam Surah An-Nisa ayat 29-30:

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan

harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan

yang berlaku dengan suka sama suka diantarakmu. Dan janganlah kamu

membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang

kepadamu.(29) Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan

aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam nereka. yang

demikian itu adalah mudah bagi Allah.(30)20

Dalam Masyarakat, potensi untuk berbuat jahat kepada orang lain

sangat besar jika mempunyai kesempatan. Agama Islam mengakui dan

melindungi hak milik seseorang. Maka tidak diperkenankan merampas,

menipu, mencuri, dan lain-lain yang dapat merugikan orang lain. Jadi sesama

19

H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,

h. 99.

20

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,

h. 83

Page 73: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

58

orang Batak yang terlibat mau itu posisinya pihak mora, mau itu pihak anak

boru, mereka harus jadi pengayom untuk mereka. Apabila perlindungan

terhadap hak milik dan nyawa dapat berjalan dengan baik, maka hidup

bermasyarakat menjadi tentram, damai, dan harmonis.

7. Nilai Marsisarian

Marsisarian bermakna saling mengerti, menghargai, dan saling

membantu. Dalam bermasyarakat terkhususnya dalam kerabat dekat harus

saling menghargai. Dalam hidup ini masing-masing orang mempunyai

kelebihan dan kekurangan sehingga butuh pengertian tanpa ada yang salah

menyalahkan antar sesama. Konflik memang kerab sering terjadi antar

kerabat dekat maupun orang lain. Hal ini yang harus dikedepankan ialah nilai

prinsip marsisarian.21

C. Keutamaan dan Kebahagiaan

Keutamaan dan Kebahagiaan hanya dapat dapat dimiliki oleh manusia

yang berakal budi. Bahwa mereka dapat menyadari dan mengerti kepuasan yang

mereka alami. Keutamaan selalu mengarahkan manusia serta menciptakan

kebaikan dan tindakan yang baik. Adapun keutamaan dalam hubungan tiga unsur

dalam Dalihan Na Tolu tetap dijaga dan dipelihara, serta hubungan antara unsur

berlangsung atas dasar keseimbangan yang serasi antara hak dan kewajiban.

21

H. Lebba Kadorre Pongsibanne, Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi Agama,

h. 100.

Page 74: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

59

Adapun keutamaan yang selalu dipegang teguh oleh suku Batak agar

keharmonisan hubungan antar unsur Dalihan Na Tolu tetap terpelihara, yaitu:22

1. Manat Markanggi

Manat mempunyai arti teliti, hati-hati, sabar, dan bertenggang rasa.

Sikap maupun perilaku ini harus diperlukan dalam pergaulan sehari-sehari

dengan kerabat kahanggi ini. Karena potensi konflik dalam kalangan kerabat

ini jauh lebih besar jika dibandingan dengan potensi konflik dengan anak

boru dan mora.

Adapun potensi konflik yang sering terjadi dikalangan kerabat ini yakni

biasanya yang berkaitan dengan harta pusaka, iri hati, dan dengki. Sifat ini

dapat terjadi karena bersumber adanya sifat gutgut (nyinyir) dalam hatinya.

Namun, konflik ini dapat terhindar apabila kalangan kerabat kahanggi bersifat

berprilaku teliti, hati-hati, dan sabar. Maka dalam suku Batak, para leluhur

selalu menasehatkan agar keturunannya manat-manat markahanggi.

2. Elek Maranak Boru

Elek mempunyai arti malo mambuat roha (pandai mengambil hati).

Adapun tujuannya agar yang diambil hatinya tetap senantiasa baik dan setia.

Elek maranak boru bermaksud agar dari pihak mora pandai menyenangkan

hati pihak anak borunya. Hal ini penting, sebab anak boru adalah tulang

punggung serta guru segala kegiatan adat dikalangan kerabat mora. Apabila

anak boru tidak ada atau mogok, pasti kegiatan adat semisal pesta pernikahan

akan gagal.

22

Basyral Hamidy Harahap, dkk, Horja: Adat Istiadat Dalihan Na Tolu, (Jakarta: Tim

Koreksi, 1993), h. 102-203.

Page 75: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

60

Anak boru bukan hanya sebagai tenaga kerja, pemberi bantuan modal,

dan material lainnya dalam menyukseskan kegiatan adat dalam kerabat mora.

akan tetapi anak boru memegang peranan penting sebagai juru damai dan

pemelihara ketentraman hidup untuk pihak moranya. Dalam menjaga agar

peranan ini berfungsi sebaik-baiknya, maka pihak mora harus elek kepada

anak borunya.

3. Somba Marmora

Somba Marmora maksudnya hormat kepada pihak mora. Yang mana

pihak anak boru harus senantiasa hormat dan tunduk kepada pihak moranya.

Mora dipandang sebagai sumber kehidupan serta kesejahteraan lahir dan

bathin bagi anak boru. Hal itu karena pihak mora telah memberikan anak

gadisnya kepada pihak anak boru yang kemudian melahirkan keturunan anak

boru.

Pihak mora menduduki posisi yang paling terhormat antara ketiga unsur

Dalihan Na Tolu. Leluhur orang Batak selalu menasehatkan keturunannya

agar selalu hormat kepada pihak mora agar kehidupan tetap serasi dan

harmonis. Hal ini dapat tercipta dengan cara senantiasa saling mencintai dan

menghormati.

Bahagia tidak hanya diukur dari kekayaan, kepintaran, dan punya jabatan

yang tinggi. Hidup yang baik selalu mensyaratkan tindakan yang baik, sebab

kodratnya manusia selalu menginginkan dan merindukan untuk berbuat baik.

Dalam halnya keutamaan yang selalu dipegang teguh oleh masyarakat Batak,

Page 76: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

61

sehingga menciptakan hubungan antara ketiga unsur menjadi baik, harmonis, serta

tidak akan timbul perpecahan jika selalu menanamkan keutamaan di atas. Hal ini

jika sudah tercipta keutamaan di atas, maka dari pihak-pihak kahanggi, anak boru,

dan mora maka ini merupakan kebahagiaan yang sejati.

D. Ajaran Etika Dalihan Na Tolu dengan Ajaran Islam

1. Tolong Menolong

Dalihan Na Tolu dikenal ajaran untuk saling tolong menolong antara

kerabat sesuai dengan fungsi masing-masing, apakah kedudukannya sebagai

kahanggi, anak boru, dan mora. Adapun bentuk ajarannya seperti: pada acara

pernikahan adanya kerjasama yang baik dari pihak anak boru untuk moranya

dalam menjalankan proses pernikahan. Ini sangat sesuai dengan ayat

Al-Qur’an yang menganjurkan kita untuk saling tolong menolong. Dalam

Surah Al-Maidah ayat 2:

...

Artinya:

“ dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa,

dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan

bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-

Nya”.23

23

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,

h. 106.

Page 77: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

62

Selain itu, Dalihan Na Tolu dijadikan sebagai landasan bermusyawarah

untuk mencapai mupakat yang lebih dikenal dengan mardomu ni tahi, artinya

jika ada keperluan dalam acara adat atau konflik, maka antara pihak anak

boru dan mora dapat bermusyawarah dan mencari mufakat. Dalam surah

As-Syura ayat 38:

Artinya:

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan

mendirikan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah

antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami

berikan kepada mereka”.24

Dari ayat di atas jelas bahwa musyawarah sangat dianjurkan, dilihat

dari mekanisme kerjanya ada rasa persatuan, rasa persaudaraan yang tinggi,

rasa tanggung jawab, dan musyawarah. Hal itu, supaya berat sama dipikul,

dan ringan sama dijinjing.

2. Saling Menghargai

Sikap menghargai berarti memberi harga, mengindahkan, memandang

penting. Adapun menghargai orang lain berarti mengindahkan hak asasi diri

sendiri dan orang lain. Sikap saling menghargai adalah kecenderungan

seseorang untuk bereaksi dalam memandang penting orang lain. Manusia

diciptakan oleh Tuhan dengan berbagai perbedaan. Dalam kehidupan

24

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,

h. 485.

Page 78: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

63

masyarakat, masing-masing orang dituntut untuk dapat hidup dengan orang

lain dengan berbagai perbedaan. Ada golongan kaya dan ada golongan

miskin. Perbedaan yang ada diri sendiri maupun orang lain dapat

dimanfaatkan untuk saling menyempurnakan.25

Dalam Dalihan Na Tolu, hubungan antar kerabat mau itu pihak

kahanggi, anak boru, dan mora harus saling menghargai. Adat akan

menindak bagi pelaku yang mencemarkan nama baik, baik itu penghinaan

secara lisan ataupun tulisan. Jika terdapat seseorang yang melakukan

pencemaran nama baik maka diberikan hukuman. Adapun yang sangat

berperan dalam persidangan penghukuman ini adalah hatobangon (yang

dituakan), pihak kahanggi dan beserta anak boru dari pihak korban dan

pelaku. Adapun hukumannya berupa: denda atau memberikan makan

masyarakat setempat, bahkan diusir dari kampung karena telah menodai

kesucian. Hal ini tergantung kesepakatan hatobangon. Allah berfirman dalam

surah Al-Hujurat ayat 11:

Artinya:

25

Eddy Soewardi Kartawidjaja, Mengukur Sikap Sosial: Pegangan Untuk Peneliti dan

Praktisi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 4

Page 79: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

64

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki

merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik

dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan

kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah

suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang

mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk

sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah

orang-orang yang zalim”.26

Allah juga berfirman dalam Al-Hujurat ayat 12:

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, jauhila kebanyakan purba-sangka

(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah

mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.

Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang

sudah mati? maka tentulah kami merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah

kepada Alla. Sesungguhnya Alla Maha Penerima taubat lagi Maha

Penyayang”.27

26

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,

h. 516.

27

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,

h. 517.

Page 80: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

65

3. Saling Menghormati

Saling menghormati yaitu sikap dan perilaku untuk menghargai dalam

hubungan antar individu dan kelompok berdasarkan norma dan tata cara yang

berlaku. Sikap saling menghormati merupakan prinsip moral seseorang

dalam kehidupannya. Dia dituntut agar senantiasa menunjukkan sikap hormat

kepada orang lain dalam berbicara maupun dengan bertata krama yang

berlaku agar kelangsungan tatanan sosial terjamin.28

Dalam unsur-unsur pihak yang terlibat dalam Dalihan Na Tolu, baik dia

berposisi sebagai anak boru, ataupun berposisi sebagai mora. Pihak mora

mesti lebih dihormati dalam kehidupan sehari-hari. Keberkahan yang

diperoleh jika menerapkan ajaran ini dan akan mendatangkan suka cita yang

tidak dapat dinilai dengan harta. Bagi mora, penghormatan yang diberikan

oleh pihak anak boru kepadanya menimbulkan kebahagiaan. Allah berfirman

dalam surah Al-Hujurat ayat 10:

Artinya:

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah

(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap

Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.29

28

Nurul Zuriah, Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 70. 29

Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah Per Kata,

h. 516.

Page 81: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

66

Dalam ayat diatas, Islam sangat menganjurkan agar selalu memperbaiki

hubungan terhadap orang lain. Hormat menghormati menjadi sikap yang

wajib dilakukan agar terciptanya perdamaian dalam kehidupan.

Page 82: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan tentang

etika Dalihan Na Tolu dalam masyarakat Batak Muslim, maka penulis

menyimpulkan yakni pertama, Dalihan Na Tolu adalah tungku masak berkaki

tiga, diibaratkan sebagai simbol dari tatanan sosial kemasyarakatan orang Batak.

Ketiga kaki itu sama tinggi dan sama besar supaya ada keseimbangan. Dalihan na

Tolu lah yang menyatukan hubungan kekeluargaan pada suku Batak.

Kedua, Dalihan Na Tolu menjadi falsafah hidup suku Batak. Bahwa

sistem kekerabatan ini lahir dari Dalihan Na Tolu karena ada perkawinan dan

lahir juga dari adanya marga. Hal ini juga bermaksud agar antara pihak saling

mengetahui tatakrama dan sopan santun dalam bertutur sapa kepada pihak

keluarga yang lain. Maka akan timbul sikap saling menghormati diantara mereka.

Ketiga, nilai-nilai inti Dalihan Na Tolu. Ada tujuh nilai yang harus

ditanamkan oleh masyarakat Batak yakni:

1. Nilai Kekerabatan, suku Batak meletakkan hubungan kekerabatan pada

posisi yang paling utama. Hubungan kekerabatan terlihat juga dari tutur

sapa, baik karena adanya hubungan darah maupun tali perkawinan.

2. Nilai Keagamaan, Posisi agama dalam suku Batak sangat kuat terutama

pada ajaran Islam. Ajaran agama telah disosialisasikan kepada anak-anak

suku Batak sejak masa kecil dengan penuh pengawasan.

Page 83: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

66

3. Nilai Hagabeon, bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu,

sehingga kelak dapat melanjutkan cita-cita orang tuanya dan mewariskan

marga yang dibawa.

4. Nilai Hamoraon, bermakna kehormatan, nilai kehormatan dalam suku

Batak Muslim terletak pada aspek spritual material, dan ilmu pengetahuan.

5. Niali Uhum dan Ugari, bermakna hukum dan adat. Hukum mutlak

ditegakkan dan adat ditaati sesuai dengan norma-norma yang berlaku di

masyarakat.

6. Nilai Pengayoman, pihak kerabat harus saling memberikan

perlindungan/saling melindungi antar kerabat),

7. Nilai marsisarian, bermakna saling mengerti dan saling menghargai. Pihak

antar kerabat harus saling menghargai dan tidak saling menyalahkan.

Keempat, keutamaan dan kebahagiaan. Ada keuatamaan yang ditanamkan

kepada pihak yang terlibat dalam Dalihan Na Tolu yakni: manat markahanggi

(saling tenggang rasa kepada pihak kahanggi/semarga), elek maranak boru (bisa

mengambil hati/pihak mora harus mengambil hati anak borunya), dan somba

marmora (hormat kepada pihak mora/pihak anak boru harus hormat kepada pihak

mora). Jika tercipta keutamaan ini, maka akan pihak keluarga akan merasa saling

senang sehingga ini merupakan kebahagiaan yang sejati.

Kelima, ajaran etika Dalihan Na Tolu dengan ajaran Islam. Bahwa antara

pihak yang terlibat dalam Dalihan Na Tolu agar senantiasa tolong menolong,

saling menghargai, dan saling menghormati. Agar kehidupan di masyarakat Batak

Muslim menjadi harmonis dan sesuai juga dengan ajaran Islam.

Page 84: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

67

B. Saran

Memahami akan budaya Batak terkait dengan etika Dalihan Na Tolu

sangat penting untuk di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini

juga kita harus menumbuhkan sikap cinta terhadap budaya atau adat istiadat yang

berlaku. adapun upaya nyata yang harus dilakukan untuk menumbuhkan rasa cinta

terhadap budaya atau istiadat yakni:

1. Hatobangon (yang dituakan di adat Batak) agar peduli dan memberikan

wawasan pada masyarakat Batak dan generasi penerus agar dapat

melestarikan ada dan budaya daerah. Dihimbau agar masyarakat selalu

ikut serta dan berperan dalam pelaksanaan adat. Sehingga menjadi lebih

tau terhadap pelaksanaan adat.

2. Masyarakat Batak agar dapat memberikan wawasan kepada keluarga

dekat, misalnya memberikan pengetahuan kepada anak-anak dan kerabat

keluarga yang tidak mengerti akan budaya. Serta memberitahukan silsilah

penomoran pada marganya. Hal itu agar menjaga nilai kekerabatan pada

kerabat yang masih ada pertautan darah.

3. Pemerintah agar dapat memberikan edukasi kepada masyarakat Indonesia

mengenai pelestarian akan budaya sebagai bangsa yang beraneka ragam.

Page 85: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

68

DAFTAR PUSTAKA

Alam, Ch. Sutan Tinggi Barani Perkasa. 2012. Sejarah Masuknya Islam ke

Tapanuli Selatan. Medan: CV. Mitra Medan.

Alfan, Muhammad. 2011. Filsafat Etika Islam. Bandung: CV. Pustaka Media.

Anonim. 1996. Ensiklopedia Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.

Anwar, Rosihon. 2010. Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia.

Bagus, Lorens. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Bakry, Hasbullah. 1978. Sistematika Filsafat. Jakarta: Wijaya.

Baqir, Haidar. 2005. Buku Saku Filsafat Islam. Bandung: Mizan.

Bertens, K. Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Djoened, Marwati. 1984. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta: PN Balai

Pustaka.

G Sevilla, Consuelo dkk. 1930. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: UI

Harahap, Basyral Hamidy dkk. 1993. Horja: Adat Istiadat Dalihan Na Tolu.

Jakarta: Tim Koreksi.

Hunnex, Milton D. 2004. Peta Filsafat: Pendekatan Kronologis dan Tematik,

Terj. Zubair. Jakarta: Teraju.

Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-. 1900.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Keraf, A. Sonny. 1991. Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis sebagai Profesi

Luhur. Yogyakarta: Kasnisius.

Keraf, A. Sonny. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Marbun dan I.M.T. Hutapea. 1987. Kamus Budaya Batak Toba. Jakarta: Balai

Pustaka.

Page 86: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

69

Nainggolan, Shinta Ramaulina. 2011. “Eksistensi Adat Budaya Batak Dalihan Na

Tolu Pada Masyarakat Batak (Studi Kasus Masyarakat Batak Perantauan

di Kabupaten Brebes)”. Skripsi diterbitkan Universitas Negeri Semarang.

Nasution, Pandapotan. 2005. Adat Budaya Mandailing dalam Tantangan Zaman,

Medan: Forkala.

P.L. Situmeang, Doangsa. 2007. Dalihan Natolu Sistem Sosial Kemasyarakatan

Batak Toba. Jakarta: Kerabat.

Pongsibanne, Lebba Kadorre. 2017. Islam dan Budaya Lokal: Kajian Antropologi

Agama. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.

Sagala, Mangapul. 2018. Injil dan Adat Batak. Jakarta: Yayasan Bina Dunia.

Siahaan, Nalom. 1982. Dalihan Natolu Prinsip dan Pelaksanaannya. Jakata:

Tulus Jaya

Sigalingging, H. 2000. Tinjauan Filosofi Tentang Dalihan Na Tolu sebagai

Eksistensi Masyarakat Batak. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Sihombing, T.M. 1986. Filsafat Batak Tentang Kebiasaan-Kebiasaan Adat

Istiadat. Jakarta: Balai Pustaka.

Simamora, Sahat. 1987. Pengantar Sosiologi. Jakarta: PT. Bina Aksara.

Sitanggang, Hilderia. 1986. Dampak Modernisasi Terhadap Hubungan

Kekerabatan Daerah Sumatra Utara. Jakarta: Depdikbud Proyek

Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.

Tambun, R. 2009. Hukum Adat Dalihan Na Tolu. Medan: Mitra Medan.

Vergouwen, JC. 2004. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Yogyakarta:

LkiS Yogyakarta.

Vos, H. De. 1987. Pengantar Etika. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya.

Page 87: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

70

ZTF, Pradana Boy. 2003. Filsafat Islam: Sejarah Aliran dan Tokoh. Malang:

UMM Press.

Sumber Lain:

Kementrian Agama RI. 2011. Al-Qur’an Transliterasi Per Kata dan Terjemah

Per Kata. Bekasi: Cipta Bagus Segara.

Muhammad Novriansyah Lubis, dkk, “Dalihan Na Tolu Sebagai Kontrol Sosial

dalam Kemajuan Teknologi”, Jurnal Sejarah dan Kebudayaan, Vol. 13,

No. 01, 2019, h. 25

Sumper Mulia Harahap, “Islam dan Budaya Lokal: Studi Terhadap Pemahaman ,

Keyakinan , dan Praktik Keberagaman Masyarakat Batak Angkola di

Padang Sidempuan Perspektif Antropologi, Toleransi: Media Komunikasi

Umat Beragama,” Vol. 7, No. 2, 2015, h. 164.

http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_Islam, diakses tanggal 22 Maret 2020, pukul

18.59 WIB.

http:www.gogle.co.id.Dalihan-natolu-dalam-adat-mandailing.com, Diakses 25

Maret 2020, Pukul 17.16 WIB.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak, diakses 27 Maret 2020, pukul 15.03

WIB.

Page 88: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

71

GLOSARIUM

Amang Ayah

Amang Boru Sapaan hormat kepada suami dari saudara perempuan

ayah.

Amattua Sapaan hormat kepada saudara laki-laki ayah yang lebih

tua.

Anak Boru Suami dari saudara perempuan dari ayah.

Anggi Adik

Bor-Bor Marsada Kelompok marga yang masih satu keturunan dengan si Raja

Bor-Bor, termasuk diantaranya: Harahap, Pasaribu,

Batubara, Tanjung, Lubis, dan lain-lain.

Bere Sapaan hormat kepada anak dari saudara perempuan.

Boru Gadis

Bou Sapaan hormat kepada saudara perempuan ayah.

Dalihan Na Tolu Tungku tempat memasak yang terdiri dari 3 (tiga) batu.

Dohot Dengan

Dongan Tubu Kelompok kerabat/satu keturunan semarga.

Elek Bujuk

Etek Sapaan hormat kepada saudara perempuan dari ibu yang

lebih muda.

Gadih Anak Gadis

Gutgut Nyinyir

Hagabeon Nilai Panjang umur

Page 89: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

72

Hamoraon Nilai kehormatan

Hatobangon Yang dituakan di kampung

Hela Menantu

Holong Kasih sayang

Hombar Hubungan

Huta Kampung

Ibadat Ibadah Islam

Inang Ibu

Inang Tua/Tobang Panggilan kepada istri dari saudara laki-laki ayah yang

lebih tua.

Kahanggi Keluarga satu marga

Kahanggi Pareban Kelompok keluarga yang sama-sama mengambil istri dari

keluarga yang sama.

Malo Pandai

Mambuat Berbuat

Marga Bagian yang lebih kecil dari suku

Marsisarian Nilai saling pengertian

Manat Teliti, hati-hati

Mancilok Mencuri

Mangupa-upa Jamuan dalam acara adat

Maranak Beranak

Mora Kelompok keluarga pemberi istri

Nalilu Kesasar

Nantulang Sapaan hormat kepada istri dari tulang/paman.

Page 90: ETIKA DALIHAN NATOLU DALAM MASYARAKAT BATAK MUSLIM

73

Oppung Sapaan hormat kepada ayah dari bapak dan ibu.

Paderi Gerakan keagamaan di Sumatera Barat.

Parumaen Menantu Perempuan

Patrilinear Garis keturunan ayah

Rancak Cantik

Roha Hati/Perasaan

Somba Hormat

Suhut Keluarga yang melaksanakan acara adat

Tarombo Silsilah

Tulang Sapaan hormat kepada saudara laki-laki ibu.

Tungku nan tiga Merupakan lambang jika dilihat dengan sistem sosial Batak

yang juga memiliki tiga tiang penopang.

Tutur Sapaan hormat kepada kerabat

Uda Sapaan hormat kepada saudara laki-laki ayah yang lebih

muda.

Ugari Adat

Uhum Hukum