estimasi asupan zat besi dari pangan berbasis … · jenis pangan olahan terigu yang paling banyak...

48
ESTIMASI ASUPAN ZAT BESI DARI PANGAN BERBASIS TEPUNG TERIGU PADA MAHASISWI TPB IPB AMALIA ARDIYANTI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: doannhu

Post on 05-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ESTIMASI ASUPAN ZAT BESI DARI PANGAN BERBASIS

TEPUNG TERIGU PADA MAHASISWI TPB IPB

AMALIA ARDIYANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Asupan Zat

Besi dari Pangan Berbasis Tepung Terigu pada Mahasiswi TPB IPB adalah benar

karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa

pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Amalia Ardiyanti

NIM I14100091

ABSTRAK

AMALIA ARDIYANTI. Estimasi Asupan Zat Besi dari Pangan Berbasis Tepung

Terigu pada Mahasiswi TPB IPB. Dibimbing oleh DRAJAT MARTIANTO.

Masalah anemia zat gizi besi (AGB) adalah masalah kurang zat gizi mikro

terbesar di dunia saat ini. Fortifikasi pangan terbukti sebagai salah satu strategi

terbaik untuk meningkatkan asupan zat besi dalam tubuh melalui makanan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi konsumsi pangan, menganalisa

tingkat konsumsi pangan, dan mengestimasi asupan zat besi dan zat gizi lain dari

pangan berbasis tepung terigu yang telah difortifikasi secara wajib dengan zat besi

dan zat gizi lain pada mahasiswi TPB IPB. Penelitian dilakukan di Asrama Putri

TPB IPB pada bulan April - Mei 2014. Desain yang digunakan dalam penelitian

ini adalah cross-sectional study dengan jumlah contoh 100 mahasiswi TPB IPB

berusia 17-20 tahun. Rata-rata asupan zat besi contoh adalah 5.71 ± 2.68 mg,

dengan tingkat kecukupan sebesar 21.96%. Rata-rata kontribusi konsumsi pangan

olahan terigu terhadap asupan zat besi contoh adalah 0.85 mg atau 14.8% dari

konsumsi total. Jenis pangan olahan terigu yang paling banyak disukai oleh

contoh adalah roti (47%), yang paling sering, dan paling banyak dikonsumsi

adalah kue kering/biskuit dengan frekuensi dikonsumsi hampir setiap hari (rata-

rata 25.74 39.88) (38.9 144.7 g/kap/hari).

Kata kunci: anemia, asupan, mahasiswi, terigu, zat besi

ABSTRACT

AMALIA ARDIYANTI. Estimation Iron Intake from Wheat Flour Based Foods

among First Common Year Female Students of Bogor Agricultural University.

Supervised by DRAJAT MARTIANTO.

Nowadays, iron deficiency anemia (IDA) is a major micronutrient problem

deficiency in the world. Fortification is the best strategy to increase iron intake

through food based approached. Research purposes were to identify food

consumption, to evaluate nutrients adequacy levels, and to estimate iron intake

and other nutrients based on wheat flour compulsorily fortified with iron and other

nutrients among First Common Year Female Students of Bogor Agricultural

University. The research was conducted at Dormitory of Bogor Agricultural

University during April to May 2014. This is a cross-sectional study with 100

sample size of female students aged 17-20 years. The study found that average of

iron intake was 5.71 ± 2.68 mg with adequacy level of iron was 21.96%. The

average iron contribution of various wheat flour based foods to total iron intake

was 0.85 mg or 14.8% of the total intake. Type of wheat flour based food that

mostly preffered consumed by subjects is bread (47%), most often consumed, and

the most widely consumed was cookies/biscuits which was consumed every day

(on average 25.74 39.88) (38.9 ± 144.7 g/person/day).

Keywords: anemia, intake, iron, student, wheat flour

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

ESTIMASI ASUPAN ZAT BESI DARI PANGAN BERBASIS

TEPUNG TERIGU PADA MAHASISWI TPB IPB

AMALIA ARDIYANTI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Estimasi Asupan Zat Besi dari Pangan Berbasis Tepung Terigu

pada Mahasiswi TPB IPB

Nama : Amalia Ardiyanti

NIM : I14100091

Disetujui oleh

Dr Ir Drajat Martianto, MSi

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Rimbawan

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan sebagai salah

satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi

Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Dalam

kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga karya

ilmiah ini dapat terselesaikan, antara lain:

1. Bapak Dr Ir Drajat Martianto, MSi selaku dosen pembimbing akademik

dan skripsi yang tidak pernah bosan meluangkan waktunya untuk

memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan motivasi kepada penulis.

2. Ibu Dr Ir Sri Anna Marliyati, MS selaku dosen pemandu seminar

sekaligus penguji skripsi yang sabar dalam memberikan arahan,

masukan, dan motivasi kepada penulis.

3. Kedua orang tua penulis yang tercinta, Mamah Juminah dan Papah

Kusnardi, adik-adik tersayang Dewi Suci Ariyani dan Ananda Raihan

Adyatma yang selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis, memberi

doa, kasih sayang, dan motivasi yang tiada henti. Semoga ini menjadi

persembahan terbaik untuk keluarga.

4. Mas Abdullah Marzuqi sebagai kekasih dan sahabat terbaik yang luar

biasa senantiasa selalu memberikan kasih tulus dan menyemangati

penulis setiap saat.

5. Keluarga besar di Tegal atas segala doa dan bantuan yang tercurahkan

selama ini.

6. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI atas beasiswa dan segenap

motivasi selama pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

7. Teman-teman Asrama Putri Darmaga, Lorong 3 Asrama A1, Kelas B10

TPB atas kepedulian dan semangat kalian yang tak pernah berkurang.

8. Teman-teman seperjuangan Gizi Masyaratakat Institut Pertanian Bogor

(IPB) angkatan 47 atas kebersamaan yang manis.

9. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu atas bantuan dan

dukungannya hingga karya ilmiah ini selesai.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2014

Amalia Ardiyanti

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

Kerangka Pemikiran 4

METODE 6

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 6

Teknik Penarikan Contoh 6

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Karakteristik Contoh 10

Pengetahuan Gizi 12

Pola Konsumsi Pangan 14

Konsumsi Pangan Olahan Terigu 14

Preferensi dan alasan contoh 15

Asupan Zat Besi dan Zat Gizi 18

Tingkat Kecukupan Zat Gizi 20

Kontribusi Konsumsi Pangan Olahan Terigu 21

Uji Hubungan Antar Variabel 22

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 27

DAFTAR TABEL

1 Data primer dan sekunder dalam penelitian 7 2 Faktor konversi terigu dari pangan olahan terigu 8 3 AKG bagi perempuan Indonesia tahun 2013 8 4 Sebaran usia contoh 10

5 Besar keluarga contoh 10 6 Sebaran contoh berdasarkan sumber biaya pendidikan 11 7 Sebaran contoh berdasarkan uang saku per bulan 11 8 Sebaran alokasi pengeluaran pangan per bulan 12 9 Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar dari pengetahuan gizi 13

10 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat pengetahuan gizi. 13 11 Konsumsi pangan olahan terigu contoh 15 12 Sebaran contoh berdasarkan alasan prioritas pada beberapa keadaan 17

13 Asupan zat besi dan zat gizi berdasarkan hari konsumsi 19 14 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi dan

protein 20

15 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi 21 16 Kontribusi konsumsi pangan olahan terigu terhadap kecukupan gizi

contoh 21

17 Hasil uji hubungan karakteristik contoh dengan asupan rata-rata zat besi

dari pangan olahan terigu 22

18 Hasil uji hubungan kontribusi pangan olahan terigu dengan tingkat

kecukupan zat besi contoh 23

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 5 2 Sebaran contoh berdasarkan preferensi terhadap jenis pangan olahan

terigu 15

3 Sebaran contoh berdasarkan alasan dalam memilih pangan olahan terigu

yang disukai 16

4 Sebaran contoh berdasarkan pilihan utama pangan pokok pada berbagai

keadaan 16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner penelitian 27

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap manusia membutuhkan pangan untuk mempertahankan hidup dan

melakukan aktivitas sehari-hari. Tubuh manusia memerlukan pangan yang

beraneka ragam untuk dapat memenuhi kebutuhan zat gizi seperti energi, protein,

lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Karbohidrat adalah zat gizi yang

menjadi sumber utama energi dan paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat

sebagai pangan pokok. Sumber pangan yang menjadi sumber utama karbohidrat

adalah beras, jagung, ubi, dan sagu. Pemenuhan pangan merupakan bagian dari

hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya

manusia yang berkualitas. Dengan demikian, terpenuhinya kebutuhan pangan bagi

setiap manusia merupakan hal yang mutlak. Hal ini terkait pada jumlah populasi

yang setiap tahun cenderung meningkat, maka kebutuhan pangan suatu bangsa

pun akan mengalami peningkatan. Harga pangan yang semakin melambung

menuntut setiap manusia untuk dapat memilih dan memperoleh bahan pangan

yang aman dan bergizi dengan harga terjangkau agar asupan zat gizi dalam tubuh

terpenuhi. Zat gizi yang kurang ataupun lebih dari kebutuhan akan berpotensi

menimbulkan masalah gizi.

Masalah gizi di Indonesia masih banyak ditemukan, baik masalah akibat

kekurangan maupun kelebihan zat gizi. Salah satu masalah gizi akibat kekurangan

zat gizi adalah anemia. Anemia merupakan suatu keadaan kadar hemoglobin

dalam darah kurang dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan

jenis kelamin. Pengelompokan anemia untuk remaja putri (<12 g/dl)

dikategorikan sebagai anemia. Anemia pada umumnya disebabkan kekurangan zat

besi sehingga sering disebut anemia zat gizi besi (Supriyono 2012).

Masalah anemia zat gizi besi adalah masalah kurang zat gizi mikro terbesar

di dunia saat ini. Anemia berkontribusi terhadap kematian ibu sebesar 20% (WHO

2011). Berdasarkan Anggraeni (2004) prevalensi anemia defisiensi zat besi pada

mahasiswi TPB IPB mencapai 48.1%. Prevalensi ini tinggi pada remaja putri

karena pada masa ini sedang terjadi puncak pertumbuhan dan mengalami

menstruasi sehingga banyak zat besi yang terbuang. Cara mengatasi anemia zat

gizi besi yaitu dengan mengonsumsi pangan tinggi zat besi. Salah satu peran

pemerintah yaitu fortifikasi pangan dapat membantu mengatasi anemia zat gizi

besi.

Kondisi pola konsumsi pangan masyarakat yang bergeser cukup dinamis

dipengaruhi oleh berbagai hal seperti kondisi sosial, budaya, ekonomi, preferensi,

dan ketersediaan (BKP 2012). Seiring dengan berjalannya waktu, perubahan pola

hidup masyarakat semakin modern karena pada awalnya masyarakat

mengonsumsi makanan pokok tunggal (beras), telah bergeser mengonsumsi terigu

beserta produk turunannya (Ariani 2010). Tepung terigu merupakan salah satu

produk sumber karbohidrat yang dibuat dari endosperma biji gandum Triticum

aestivum L. (club wheat) dan atau Triticum compactum Host atau campuran dari

keduanya dengan penambahan zat besi, seng, vitamin B1, vitamin B2, dan asam

folat sebagai fortifikan (BSN 2009). Fortifikasi pangan merupakan salah satu

strategi baik untuk meningkatkan asupan zat besi dalam tubuh melalui makanan.

2

Standar Nasional Indonesia (SNI) mewajibkan tepung terigu difortifikasi

dengan zat besi, seng, vitamin B1, dan vitamin B2 pada tahun 2001. Penetapan

pemberlakuan SNI tepung terigu ini sesuai dengan Peraturan Menteri

Perindustrian Nomor 49/M-IND/PER/7/2008 tentang pemberlakuan SNI tepung

terigu sebagai bahan makanan secara wajib. Perkembangan produk olahan

berbasis tepung terigu juga semakin banyak berkembang, namun konsumsi zat

besi pada terigu yang difortifikasi perlu dilihat lagi penyebaran konsumsinya.

Kandungan zat gizi tepung terigu berdasarkan Daftar Komposisi Bahan

Makanan (2010) lebih tinggi dibandingkan dengan pangan pokok lainnya. Tepung

terigu memiliki kandungan karbohidrat 365 kkal, protein 8.9 gram, lemak 1.3

gram, zat besi 1.2 mg dalam 100 gram, sedangkan beras memiliki kandungan

karbohidrat 360 kkal, protein 6.8 gram, lemak 0.7 gram, zat besi 0.8 mg dalam

100 gram. Berdasarkan jumlah zat besi yang terkandung dalam 100 gram tepung

terigu dapat memenuhi sekitar 5% kecukupan zat besi harian mahasiswi usia 16-

21 tahun berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013. Pola konsumsi

pangan pokok di Indonesia berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional

(Susenas) tahun 2002, 2005 dan 2008 menunjukkan kecenderungan penurunan

konsumsi beras yaitu 115.5 kg per kapita pada tahun 2002 menurun menjadi 105.2

kg per kapita pada tahun 2005 dan 104.9 kg per kapita pada tahun 2008.

Konsumsi jagung juga mengalami penurunan dari 3.4 kg per kapita pada tahun

2002 menjadi 2.9 kg per kapita pada tahun 2008. Menurut Ariani (2010) terjadi

peningkatan konsumsi pangan olahan terigu dari 8.5 kg per kapita pada tahun

2002 menjadi 11.2 kg per kapita pada tahun 2008.

Konsumsi tepung terigu dan produk turunannya rata-rata mengalami

peningkatan yang cukup signifikan (Deptan 2009). Hal ini didorong oleh

kebijakan orde baru yang memperbolehkan impor gandum menjadi tepung terigu

sehingga harga tepung terigu tergolong murah, 50% lebih rendah dari harga

internasional (Ariani 2010) dan kebijakan yang memberi kemudahan bagi

produsen pengolahan terigu. Pengolahan terigu yang mudah dan cepat disajikan

dengan berbagai variasi olahan juga meningkatkan konsumsi terhadap terigu

(Hardinsyah dan Amalia 2007). Karena kepraktisannya maka pangan olahan

terigu banyak dikonsumsi khalayak masyarakat yang mempunyai aktivitas padat

dan waktu yang terbatas. Sebagian besar mahasiswi TPB IPB memiliki aktivitas

yang cukup padat. Padatnya aktivitas sehari-hari mahasiswi TPB IPB yang

bertempat tinggal di Asrama membuat perilaku mahasiswa cenderung memilih

hal-hal yang serba instan dan praktis, termasuk dalam memilih makanan.

Mahasiswi dengan rutinitas yang padat seringkali melupakan pola hidup yang

sehat seperti pola makan yang tidak teratur, konsumsi makanan yang tidak

seimbang dan tidak aman. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti aktivitas

yang padat dan status sosial ekonomi.

Mahasiswi TPB IPB berdasarkan kategori umurnya tergolong remaja.

Mahasiswi sebagai kaum intelektual dianggap mampu berpikir kritis. Peran

mahasiswi sebagai penerus perjuangan para pendahulu untuk membangun bangsa

sangat diharapkan. Kualitas hidup mahasiswi yang baik sangat diperlukan karena

mahasiswa sangat erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia yang

tinggi. Kualitas sumber daya manusia diukur dengan menggunakan Indeks

Pembangunan Manusia (IPM). Indeks Pembangunan Manusia mengukur kualitas

manusia dari tiga dimensi dasar pembangunan manusia. Kesehatan merupakan

3

komponen utama selain pendidikan dan pendapatan (Bappenas 2009) sehingga

kesehatan dan gizi sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Kemudahan

pelayanan kesehatan dan pemenuhan zat gizi yang sesuai menjadi hal utama untuk

dapat memajukan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa.

Kegiatan dan aktivitas fisik mahasiswi yang cukup padat dapat

meningkatkan kebutuhan zat gizi dalam tubuh. Kecukupan asupan zat gizi dalam

tubuh meliputi zat gizi makro (karbohidrat, lemak, dan protein) dan zat gizi mikro

(mineral dan vitamin). Zat besi merupakan salah satu zat gizi mikro yang sangat

dibutuhkan oleh tubuh. Zat besi harus diperoleh dari luar tubuh, baik berupa

makanan maupun suplemen (Almatsier 2004). Berdasarkan hal tersebut maka

penelitian mengenai Estimasi Asupan Zat Besi dari Pangan Berbasis Tepung

Terigu pada Mahasiswi TPB IPB penting untuk dilakukan.

Perumusan Masalah

Hingga saat ini, pola konsumsi pangan berbasis terigu dan perkiraan

kontribusi zat gizi dari fortifikasi belum banyak diungkap melalui studi. Studi ini

bermaksud menganalisis pola konsumsi pangan berbasis tepung terigu pada

golongan tertentu yaitu mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Mahasiswi TPB IPB

mempunyai latar belakang sosial ekonomi yang beragam. Jenis pangan berbasis

tepung terigu banyak beredar di pasaran, namun jenis-jenis pangan tersebut

dikonsumsi dengan memperhatikan kebiasaan makan. Berdasarkan hal tersebut

perlu dilihat sebaran jenis pangan olahan berbasis tepung terigu yang sering

dikonsumsi oleh mahasiswi TPB IPB. Hal ini karena pangan berbasis tepung

terigu merupakan bahan substitusi yang paling dekat dengan beras, praktis, dan

harga terjangkau sehingga dijadikan alternatif pengganti pangan pokok.

Berdasarkan berbagai hal yang telah diuraikan diatas, maka studi

ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa saja jenis pangan berbasis tepung terigu yang biasa dikonsumsi

oleh mahasiswi TPB IPB?

2. Berapa dan bagaimana kontribusi jumlah konsumsi pangan berbasis

tepung terigu terhadap kecukupan zat besi dan zat gizi lain mahasiswi

TPB IPB?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah memperkirakan asupan zat besi dan zat

gizi lain dari pangan berbasis tepung terigu yang telah difortifikasi secara wajib

dengan zat besi dan zat gizi lain pada mahasiswi TPB IPB.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:

1. Mengidentifikasi konsumsi pangan berbasis tepung terigu pada contoh.

2. Menganalisis tingkat konsumsi zat gizi contoh.

4

3. Menganalisis kontribusi konsumsi pangan olahan terigu terhadap tingkat

kecukupan zat besi dan zat gizi contoh.

4. Melakukan estimasi asupan zat besi dan zat gizi lain dari pangan berbasis

tepung terigu yang telah difortifikasi secara wajib dengan zat besi dan zat gizi

lain pada mahasiswi TPB IPB angkatan 50 (tahun ajaran 2013/2014).

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

estimasi konsumsi dan evaluasi asupan zat besi dari pangan berbasis tepung terigu

pada mahasiswi TPB IPB angkatan 50 (tahun ajaran 2013/2014) sebagai salah

satu instrumen evaluasi fortifikasi terigu.

Kerangka Pemikiran

Pangan dan gizi merupakan kebutuhan dasar yang sangat penting bagi

manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Ketersediaan pangan dan keadaan sosial

ekonomi keluarga sangat berpengaruh terhadap konsumsi pangan suatu kelompok

atau individu. Kebutuhan pangan suatu wilayah selain dipengaruhi oleh

pertumbuhan ekonomi juga dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk. Konsumsi

pangan dan intik zat gizi yang baik akan mempengaruhi tingkat kecukupan gizi

suatu kelompok atau individu yang selanjutnya berpengaruh pada masyarakat

tersebut.

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam

tubuh manusia. Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia gizi besi yang

ditandai dengan kulit pucat, lemah/ letih, dan nafasnya pendek akibat kekurangan

oksigen. Kekurangan unsur besi dapat terjadi karena meningkatnya kebutuhan,

menurunnya asupan makanan, berkurangnya penyerapan dan penggunaan besi,

kehilangan darah, serta kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Tepung terigu

merupakan salah satu bahan makanan yang difortifikasi zat besi di Indonesia.

Estimasi dibuat adalah dalam rangka memberi masukan bagi para pengambil

kebijakan.

Fortifikasi terigu dilakukan sebagai salah satu cara untuk menanggulangi

masalah defisiensi zat gizi mikro, khususnya penyebab anemia zat gizi besi

(AGB) pada masyarakat terutama pada golongan menengah ke bawah. Pola

konsumsi pangan pokok di Indonesia yang didominasi oleh beras, bahkan

selama beberapa waktu beras telah menjadi pangan pokok tunggal, telah bergeser

dengan hadirnya terigu menjadi makanan pokok kedua. Konsumsi terigu yang

menyaingi konsumsi beras ini perlu dikaji lebih lanjut dari aspek pelaku

konsumsi. Salah satu kajian yang perlu dilakukan adalah konsumsi terigu pada

berbagai kelompok umur, termasuk mahasiswa yang banyak menghabiskan waktu

dan melakukan konsumsi di luar rumah serta berorientasi pada kepraktisan

penyajian makanan.

Umumnya mahasiswi mendapat pemasukan untuk pangan dari uang saku

yang diberikan keluarga ataupun beasiswa. Karakteristik sosial rumah tangga dan

besaran uang saku yang didapatkan akan mempengaruhi pola konsumsi pangan

5

olahan terigu. Uang saku, preferensi, ketersediaan, nilai sosial, dan kepraktisan

pangan pokok lainnya selain terigu akan mempengaruhi pola konsumsi

pangan terigu. Pola konsumsi pangan olahan terigu akan mempengaruhi tingkat

kecukupan zat gizi harian contoh khususnya untuk kecukupan zat gizi mikro

yang difortifikasi pada terigu.

Penelitian ini akan melihat bagaimana peran pangan olahan terigu sebagai

makanan dalam menu harian mahasiswi. Dari keseluruhan total konsumsi pangan

olahan terigu akan dilihat persentasenya terhadap angka kecukupan gizi (AKG)

dan tingkat kecukupan gizi dari zat gizi yang difortifikasi pada terigu.

Keterangan:

Variabel yang diteliti :

Variabel yang tidak diteliti :

Hubungan yang dianalisis :

Hubungan yang tidak dianalisis:

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Konsumsi pangan

Konsumsi pangan lain Konsumsi pangan olahan terigu

AGB

Intake zat besi

Suplementasi Fortifikasi

Tingkat kecukupan zat besi

dan zat gizi lain

AKG

6

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-

sectional study dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik

sosio demografi dan konsumsi pangan berbasis tepung terigu pada mahasiswi

TPB IPB yang diteliti dalam sekali waktu pengukuran. Penetapan lokasi

penelitian tersebut dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa di

perguruan tinggi tersebut terdapat populasi mahasiswi yang mengonsumsi pangan

berbasis tepung terigu. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei

2014 di Asrama Putri TPB IPB.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi merupakan unit pengukuran outcome yang mempunyai kriteria

tertentu. Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap dapat mewakili

populasi. Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Mahasiswa TPB IPB tahun ajaran 2013/2014.

2. Mahasiswa berstatus aktif.

3. Mahasiswa bersedia menjadi contoh

Penarikan contoh dilakukan secara secara acak sederhana (simple random

sampling) karena sampel yang diteliti relatif homogen. Jumlah mahasiswi TPB

IPB secara keseluruhan adalah 2162 orang, yang terdiri dari mahasiswi jalur

SNMPTN, SBMPTN, PIN, BUD, UTM, Mahasiswi Internasional, dan Adik

Papua-Kalbar. Total contoh pada penelitian ini adalah 100 orang. Jumlah contoh

minimal dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus Slovin (Setiawan

2007).

Keterangan:

n = Jumlah contoh

N = Jumlah populasi

d = Tingkat kesalahan yang dapat ditolerir (10%)

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode kuantitatif

dengan menggunakan instrumen kuesioner yang ditujukan untuk menggali

informasi dari contoh. Data-data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara melalui

pengisian kuesioner yang telah disiapkan untuk mengidentifikasi karakteristik

sosio demografi contoh dan konsumsi pangan berbasis tepung terigu pada contoh.

Data konsumsi pangan berbasis tepung terigu dikumpulkan melalui wawancara

yang dilakukan oleh enumerator dengan metode food frequency questionnaire

(FFQ) yang telah dimodifikasi selama penelitian.

7

Adapun variabel karakteristik contoh yang digunakanyaitu usia, jenis

kelamin, jumlah anggota keluarga, semester yang sedang ditempuh saat penelitian

berlangsung, alamat asal, alamat sekarang, pengeluaran perbulan, dan sumber

penghasilan perbulan diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan

kuesioner. Variabel konsumsi pangan berbasis tepung terigu contoh diperoleh

melalui metode FFQ. Metode FFQ dipilih karena bertujuan untuk mengetahui

pola konsumsi pangan berbasis tepung terigu contoh. Metode FFQ dilakukan

pencatatan frekuensi penggunaan pangan yang biasa dikonsumsi dalam periode

tertentu (harian, mingguan atau bulanan) dan juga jenis pangan berbasis tepung

terigu yang ditanyakan pada FFQ tidak terlalu banyak sehingga tidak

membosankan baik bagi pengumpul data maupun contoh sehingga akurasi yang

didapatkan baik.

Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dari instansi

terkait untuk menunjang analisa data primer yang dihasilkan pada penelitian ini.

Data sekunder yang digunakan yaitu letak geografis lokasi penelitian, jumlah

mahasiswi TPB IPB. Jenis, sumber, dan cara pengumpulan data yang dilakukan

dalam penelitian ini secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Data konsumsi pangan

contoh dikumpulkan dengan metode recall 1x24 jam yang dilakukan selama dua

hari (hari kuliah dan hari libur) dan food frequency questionnaire (FFQ). Pangan

yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah semua jenis pangan yang

dikonsumsi oleh contoh saat dilakukan recall. Koreksi yang dilakukan terhadap

jumlah pangan yang dikonsumsi menggunakan nutrisurvey 2007.

Tabel 1 Data primer dan sekunder dalam penelitian

Jenis data Sumber Cara pengumpulan

Data primer :

a. Karakteristik sosial

demografi keluarga (besar

keluarga, pendapatan,

pengeluaran, usia)

Contoh Menggunakan alat kuesioner

b. Konsumsi pangan

mahasiswi (konsumsi

terigu dan pangan

olahannya)

Contoh Wawancara langsung dengan

menggunakan metode food

recall 1 x 24 jam selama dua

hari (hari kuliah dan hari libur)

dan FFQ

c. Pengetahuan gizi Contoh Menggunakan alat kuesioner

dengan pertanyaan terbuka

Data sekunder :

a. Jumlah mahasiswi TPB

IPB

TPB dalam

angka

Pengumpulan dan pencatatan

dokumen

b. Faktor konversi olahan

terigu ke terigu

Hasil survei

Susenas

Pengumpulan dan pencatatan

dokumen

Pengolahan dan Analisis Data

Seluruh data yang diperoleh dari kuesioner selanjutnya diolah dan

dianalisis menggunakan program komputer Microsoft Excell dan Statistical

8

Program for Social Science (SPSS) versi 16 for Windows. Proses pengolahan data

meliputi entry, coding, editing, dan analisis data yang didapat. Analisis data

dilakukan secara deskriptif dan statistik. Adapun jenis uji yang digunakan adalah

uji beda t-test dan uji korelasi Spearman. Langkah awal yang dilakukan adalah

memasukkan data (entry) ke komputer sesuai dengan kebutuhan analisis

kemudian dilakukan pengkodean (coding) pada data tersebut agar lebih mudah.

Langkah selanjutnya adalah mengedit kembali (editing) mengoreksi kesalahan-

kesalahan yang ditemui.

Data konsumsi pangan berbasis tepung terigu meliputi konsumsi dalam bentuk

pangan olahan terigu yang dilakukan konversi terlebih dahulu ke wujud asal terigu

dengan menggunakan faktor konversi berdasarkan acuan pangan olahan terigu

dari Susenas (Hardinsyah dan Amalia 2007).

Tabel 2 Faktor konversi terigu dari pangan olahan terigu

No Pangan olahan Persentase terigu (%)

1 Tepung terigu 1.00

2 Mie basah 0.33

3 Mie instan 0.92

4 Makaroni 0.92

5 Roti tawar 0.68

6 Roti manis 0.68

7 Kue kering/biskuit 1.00

8 Kue basah 0.47

9 Makanan gorengan 0.25

10 Mie bakso 0.33

11 Makanan ringan anak 0.92

Konsumsi pangan olahan berbasis terigu dihitung dan ditentukan

kontribusinya terhadap pemenuhan angka kecukupan gizi harian contoh.

Kecukupan zat gizi harian yang diperhatikan meliputi zat besi dan zat gizi lain.

Penentuan kontribusi konsumsi pangan berbasis tepung terigu akan dilakukan

dengan mengacu pada Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2013 hasil

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). Angka kecukupan untuk

masing-masing individu akan dikoreksi kembali dengan berat badan mahasiswi.

Besaran kontribusi tepung terigu adalah perbandingan antara zat gizi yang

dikonsumsi dari tepung terigu dengan kecukupan zat gizi harian individu.

Tabel 3 AKG bagi perempuan Indonesia tahun 2013

Umur

(tahun)

BB

(kg)

E

(kkal)

P (g) Vit. B1

(mg)

Vit. B2

(mg)

Asam folat

(µg)

Zat besi

(mg)

Seng

(mg)

16-18 50 2125 50 1.1 1.3 400 26 14

19-29 54 2250 56 1.1 1.4 400 26 10

Definisi Operasional

Contoh adalah mahasiswi TPB IPB berstatus aktif pada tahun ajaran 2013/2014.

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang

9

diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau

minuman bagi konsumsi manusia. Keadaan sosial ekonomi adalah keadaan contoh yang meliputi asal daerah dan

suku bangsa, pekerjaan, dan pendidikan orang tua, pendapatan,

pengeluaran untuk pangan dan non pangan.

Pendapatan adalah sejumlah uang yang diterima contoh baik dari orang tua

atau wali, keluarga, beasiswa maupun hasil usaha sendiri dalam rupiah

perbulan.

Pengeluaran untuk pangan dan non pangan adalah semua biaya yang

dikeluarkan contoh dari penerimaan untuk memperoleh komoditas pangan

dan non pangan dalam rupiah per bulan. Pengeluaran pangan meliputi nasi,

lauk pauk, sayur, buah, susu, teh, gula, makanan jajanan, dan minuman.

Pengeluaran non pangan meliputi perumahan, transportasi, pendidikan,

pakaian, kesehatan, rekreasi, tabungan, dan lain-lain.

Kebiasaan makan adalah cara contoh memilih dan mengkonsumsi makanan

sehari-hari yang meliputi frekuensi makan per hari, frekuensi

konsumsi jenis menu makanan, frekuensi konsumsi jenis bahan pangan,

makanan kesukaan, dan makanan pantangan.

Pangan olahan terigu adalah semua jenis pangan mengandung terigu baik

sebagai sumber utama atau bahan pendukung yang terdapat dalam susunan

yang meliputi mie basah, mie instan, makaroni, roti tawar, roti manis, kue

kering/biskuit, kue basah, makanan gorengan, mie bakso, dan makanan

ringan yang dikonsumsi contoh.

Asupan zat gizi adalah banyaknya zat gizi yang dikonsumsi (meliputi energi,

protein, vitamin B1, vitamin B2, zat besi, dan seng).

Zat besi adalah mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia

dan hewanyaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh dewasa.

Angka kecukupan gizi mahasiswa adalah rata-rata jumlah zat gizi harian

(meliputi energi, protein, vitamin B1, vitamin B2, asam folat, zat besi, dan

seng) yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan gizi contoh sesuai

kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologisnya, berdasarkan

acuan Angka Kecukupan Gizi (AKG) hasil Widyakarya Nasional Pangan

dan Gizi tahun 2013.

Kontribusi terigu terhadap kecukupan gizi mahasiswa adalah perbandingan

antara jumlah zat gizi (energi, protein, vitamin B1, B2, asam folat, zat besi,

dan seng) yang terkandung dalam terigu hasil konversi pangan olahan

terigu yang dikonsumsi contoh dengan kecukupan zat gizi harian, yang

dinyatakan dengan satuan persen (%).

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Contoh

Usia

Contoh yang diambil pada penelitian ini merupakan mahasiswi TPB IPB

berjumlah 100 orang. Usia contoh pada penelitian ini berkisar antara 17 hingga

20 tahun (Tabel 4). Berdasarkan kisaran usia tersebut bahwa mahasiswi TPB IPB

berada dalam batasan remaja lanjut (Briawan 2008) yang memiliki periode

perkembangan paling optimal dibandingkan dengan periode kehidupan lainnya.

Tabel 4 Sebaran usia contoh

Usia (tahun) n Persentase (%)

17 5 5.0

18 43 43.0

19 50 50.0

20 2 2.0

Total 100 100.0

Rata-rata ± SD 18.49 ± 0.63

p 0.000

Rata-rata usia contoh adalah 18.49 ± 0.63 tahun. Jumlah contoh terbesar

terdapat pada usia 19 tahun (50%), sedangkan jumlah contoh terkecil berada pada

usia 20 tahun (2%). Menurut laporan TPB dalam Angka (2013) menunjukkan

bahwa sebagian besar usia mahasiswa TPB IPB adalah 18 tahun. Hal ini sesuai

dengan rata-rata contoh.

Besar Keluarga

Menurut BKKBN (1998), besar keluarga dapat dikategorikan menjadi

keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5 ─ 6 orang), dan keluarga besar

(≥ 7 orang). Besar keluarga contoh berkisar antara 3 sampai 8 orang dengan rata-

rata 4.83 ± 1.41 orang dan termasuk dalam kategori keluarga sedang. Hal ini

sedikit lebih besar dengan rata-rata jumlah anggota keluarga di Indonesia pada

tahun 2004 yaitu sebesar 4.09. Sebagian besar jumlah anggota keluarga contoh

berada dalam kategori keluarga kecil (45.0%) (Tabel 5).

Tabel 5 Besar keluarga contoh

Besar keluarga n Persentase (%)

Kecil 45 45.0

Sedang 43 43.0

Besar 12 12.0

Total 100 100.0

Rata-rata ± SD 4.83 ± 1.41

p 0.000

11

Semakin besar keluarga maka makanan untuk setiap orang akan

berkurang, namun dalam penelitian ini besar keluarga tidak menjadi faktor utama

yang berpengaruh besar terhadap konsumsi pangan mahasiswi. Hal ini karena

mahasiswi yang menjadi contoh dalam penelitian ini sebagian besar mendapatkan

uang saku dari beasiswa dan sebagian lagi mendapatkan uang saku dari orang tua

yang diduga berasal dari keluarga dengan tingkat pendapatan orang tuanya

tergolong menengah ke atas karena hampir setengah dari contoh biaya pendidikan

maupun biaya hidup diperoleh sepenuhnya dari orang tua.

Biaya Pendidikan

Sebagian besar biaya pendidikan contoh diperoleh dari beasiswa. Jumlah

contoh yang memperoleh beasiswa sebanyak 55 orang (55.0%) (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan sumber biaya pendidikan

Biaya pendidikan n Persentase (%)

Beasiswa 55 55.0

Orangtua 45 45.0

Total 100 100.0

Rata-rata ± SD 50 ± 7.07

P 0.000

Uang Saku

Uang saku contoh adalah jumlah uang saku yang diterima oleh contoh

untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan selama sebulan dengan

satuan rupiah (Rp). Uang saku dalam penelitian ini merupakan penjumlahan dari

uang yang diterima dari orangtua, beasiswa, atau sumber lainnya. Uang saku yang

diterima contoh per bulan tidak termasuk uang yang digunakan untuk membayar

SPP dan sewa kamar. Batas interval uang saku per bulan pada penelitian ini

diambil berdasarkan rumus statistik interval kelas menurut Slamet (1993). Rata-

rata uang saku contoh sebesar Rp840 750 ± 319 517.77. Sebagian besar contoh

penelitian mendapatkan uang saku antara Rp500 001 ─ 1 000 000 per bulan

(81.0%) (Tabel 7).

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan uang saku per bulan

Uang saku (Rp) n Persentase (%)

≤ 500 000 9 9.0

500 001 ─ 1 000 000 81 81.0

> 1 000 000 10 10.0

Total 100 100.0

Rata-rata ± SD 840 750 ± 319 517.77

P 0.000

Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Susilo

(2006) yang menyatakan bahwa pengeluaran per bulan mahasiswi TPB IPB

sebesar Rp200 000 ─ 500 000. Hal tersebut diduga karena harga kebutuhan baik

12

pangan maupun non pangan setiap tahun semakin tinggi. Menurut Martianto dan

Ariani (2004) bahwa tingkat pendapatan seseorang memiliki pengaruh terhadap

jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi.

Alokasi Pengeluaran Pangan dan Non Pangan

Pengeluaran pangan adalah jumlah pengeluaran yang berasal dari uang

saku digunakan untuk membeli kebutuhan pangan dalam sebulan. Batas interval

alokasi pengeluaran pangan pada penelitian ini diambil berdasarkan rumus

statistik interval kelas menurut Slamet (1993). Sebanyak 94.0% contoh memiliki

pengeluaran pangan diatas Rp350 000 dengan rata-rata pengeluaran pangan

contoh adalah Rp522 600 ± 127 901.64 (Tabel 8). Hal tersebut menunjukkan

bahwa alokasi pengeluaran uang saku sebagian besar digunakan untuk membeli

pangan. Hasil penelitian ini lebih besar daripada hasil penelitian Fani (2013) yaitu

sebanyak Rp499 294. Menurut Suhardjo (1989) menyatakan bahwa pengeluaran

pangan yang tinggi tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan karena

perubahan yang terjadi pada kebiasaan makan adalah harga pangan yang tinggi.

Tabel 8 Sebaran alokasi pengeluaran pangan per bulan

Pengeluaran pangan (Rp) n Persentase (%)

≤ 350 000 6 6.0

> 350 000 94 94.0

Total 100 100.0

Rata-rata ± SD 522 600 ± 127 901.64

P 0.006

Pengeluaran non pangan adalah jumlah pengeluaran berasal dari uang saku

yang digunakan untuk membeli kebutuhan selain pangan dalam sebulan. Rata-rata

pengeluaran non pangan contoh adalah Rp237 500±198 750.52. Berdasarkan uji

beda Paired Samples t-test, terdapat perbedaan yang nyata antara pengeluaran

pangan dan non pangan (p < 0.05).

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi contoh dapat diukur dari kemampuan contoh dalam

menjawab pertanyaan berkaitan dengan gizi yang telah disiapkan dalam bentuk

kuesioner. Kuesioner terdiri atas 17 buah pertanyaan terbuka (best-answer test).

Tabel 9 menjelaskan mengenai persentase jawaban dari setiap pertanyaan yang

dijawab benar oleh contoh. Pertanyaan yang relatif tidak dapat dijawab oleh

contoh adalah pertanyaan nomor 4 yaitu kandungan gizi pada terigu lebih tinggi

dari pangan pokok lainnya. Sebagian contoh menjawab salah dengan menjawab

lebih tinggi kandungan gizi pada pangan pokok seperti beras dan jagung,

sedangkan jawaban benar sebanyak 14.7 %. Pertanyaan lain yang tidak dapat

dijawab oleh sebagian besar contoh adalah pertanyaan terkait fortifikasi. Skor

yang diberikan antara 0 ─ 3 dimana penilaian dengan skor terkecil hingga terbesar

diberikan pada jawaban dengan urutan tidak tahu/tidak tepat/kurang tepat/tahu

dengan tepat, sehingga total skor adalah 51. Kategori tingkat pengetahuan gizi

menurut Khomsan (2000) dibagi menjadi tiga yaitu tingkat pengetahuan rendah

13

(< 60%), sedang (60─80%), dan tinggi (80%). Sebaran contoh berdasarkan

kategori tingkat pengetahuan gizi (Tabel 10).

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar dari pengetahuan gizi

No Pengetahuan gizi Total (%)

Terigu dan pangan pokon non terigu

1 Pengetahuan tentang terigu 44.7

2 Jenis zat gizi yang terkandung dalam terigu 38.0

3 Tiga jenis pangan pokok 92.3

4 Kandungan gizi pada terigu lebih tinggi dari pangan

pokok lainnya

14.7

Fortifikasi dan fortifikasi terigu

5 Pengetahuan terkait fortifikasi 30.3

6 Program fortifikasi 28.7

7 Zat gizi yang difortifikasi pada terigu 18.3

8 Alasan fortifikasi pada terigu perlu dilakukan 19.0

Zat Besi

9 Pengetahuan tentang zat besi 34.0

10 Fungsi zat besi bagi tubuh 36.0

11 Jenis makanan sumber zat besi 67.3

12 Penyakit yang ditimbulkan akibat kurang zat besi 64.7

Anemia

13 Pengetahuan tentang anemia 58.3

14 Penyebab anemia 52.0

15 Gejala anemia 65.7

16 Cara menanggulangi anemia 57.7

17 Alasan anemia paling banyak terjadi pada remaja

perempuan

46.7

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat pengetahuan gizi.

Pengetahuan Gizi n Persentase (%)

Kurang 75 75.0

Sedang 21 21.0

Baik 4 4.0

Total 100 100.0

Rata-rata ± SD 45.20 ± 19.76

p 0.735

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pengetahuan gizi

contoh masih dalam kategori kurang (75.0%) karena rata-rata skor pengetahuan

gizi yang diperoleh menunjukkan penguasaan materi terkait gizi masih kurang

dari 60.0%. Hal tersebut diduga karena contoh dalam penelitian ini adalah

mahasiswi yang berada pada tahun pertama menempuh pendidikan di perguruan

tinggi, sehingga pengetahuan terkait gizi yang dimiliki contoh berasal dari

pelajaran saat SMA yang masih umum. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Sebayang (2012) yang menyatakan bahwa

14

pengetahuan mahasiswa terkait gizi masih tergolong rendah karena kurangnya

keinginan mahasiswa dalam mencari informasi terkait gizi dan sosialisasi terkait

gizi yang kurang di lingkungan mahasiswa.

Pola Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang

dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang (keluarga atau rumah tangga) pada

waktu tertentu (Hardinsyah dan Martianto 1998 dalam Lusiana 2007). Pola

konsumsi seseorang terkait dengan kebiasaan makan yang dilakukannya. Pola

konsumsi pangan merupakan kebiasaan seseorang atau sekelompok orang di

wilayah tertentu dalam mengkonsumsi makanan atau jenis makanan sebagai

refleksi keadaan lingkungan, sosial dan budaya masyarakat (Junaidi 1997 dalam

Cahyaningsih 2008). Pola konsumsi pangan merupakan gambaran mengenai

jenis pangan, frekuensi, dan banyaknya jumlah makanan yang dikonsumsi (Basri

2011). Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia didominasi oleh beras

(Rahmi 2008). Menurut Ariani (2010) perubahan pola hidup masyarakat telah

bergeser dari pangan non terigu ke pangan terigu beserta produk turunannya.

Konsumsi Pangan Olahan Terigu

Pola konsumsi pangan pokok di Indonesia berdasarkan data Survei Sosial

Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2002, 2005, dan 2008 menunjukkan

kecenderungan penurunan konsumsi beras. Namun, pada tahun yang sama terjadi

peningkatan konsumsi pangan olahan terigu dari 8.5 kg per kapita pada tahun

2002 menjadi 11.2 kg per kapita pada tahun 2008 (Ariani 2010). Menurut Deptan

(2009) menyatakan bahwa konsumsi tepung terigu dan produk turunannya rata-

rata mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini didukung oleh

pernyataan Sawit (2003) bahwa di Indonesia, pada kelompok rendah dan

menengah, beralihnya pangan dari non terigu ke terigu atau produk olahannya

begitu cepat dibandingkan di negara-negara Asia.

Konsumsi pangan olahan terigu contoh pada penelitian ini didapatkan

melalui metode food frequency. Data jenis dan jumlah pangan olahan terigu yang

dikonsumsi oleh contoh (Tabel 11). Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa

jenis pangan olahan terigu yang paling sering dikonsumsi adalah kue

kering/biskuit dengan frekuensi hampir dikonsumsi setiap hari (rata-rata

25.74±39.88). Hasil tersebut sejalan dengan data survei nasional yang diperoleh

bahwa sebanyak 13.4% (usia > 10 tahun) mengonsumsi biskuit setiap hari (FFI

2014). Hal ini diduga karena contoh sering menyetok kue kering/biskuit. Faktor

utama yang mendorong contoh lebih memilih kue kering/biskuit yang distok

karena faktor kepraktisan dan daya tahan relatif lama dibandingkan dengan

pangan olahan lainnya.

Selain kue kering/biskuit, pangan olahan terigu yang paling sering

dikonsumsi adalah makanan ringan dan gorengan, masing-masing dengan rata-

rata pangan olahan terigu tersebut sebesar 18.21±22.58 dan 12.72±18.52. Tabel 11

juga menyajikan berat pangan yang dikonsumsi contoh dalam sebulan terakhir.

Jenis pangan olahan terigu yang paling banyak dikonsumsi contoh adalah kue

kering/biskuit dan makanan ringan. Selain dua pangan tersebut, jenis pangan

15

olahan yang tinggi konsumsinya adalah gorengan dan mie instan. Tingkat

konsumsi jenis pangan olahan terigu yang paling rendah yaitu makaroni. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian Hardinsyah dan Amalia (2007) yang menyatakan

bahwa pangan olahan terigu yang paling rendah adalah makaroni (0.2 g/kap/hr)

dengan laju pertumbuhan yang bervariasi. Namun, konsumsi pangan olahan terigu

paling tinggi dalam penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Hardinsyah dan

Amalia (2007) yang menyatakan bahwa pangan olahan terigu yang paling banyak

dikonsumsi adalah mie instan (10.7 g/kap/hr) dan gorengan (10.6 g/kap/hr).

Tabel 11 Konsumsi pangan olahan terigu contoh

Jenis pangan

Rata-rata

frekuensi

(kali/kap/bulan)

Rata-rata berat

pangan

(gram/kap/bulan)

Rata-rata berat

pangan

(gram/kap/hari)

Mie basah 1.83.7 169.2363.6 5.612.1

Mie instan 6.19.3 521.8795.0 17.426.5

Makaroni 0.82.7 33.8121.1 1.14.0

Roti tawar 10.323.3 399.4906.6 13.330.2

Roti manis 6.314.9 354.3704.5 11.823.5

Kue kering/ biskuit 25.739.9 1167.34342.3 38.9144.7

Kue basah 9.110.7 326.4442.4 10.914.7

Makanan gorengan 12.718.5 509.8763.8 17.025.4

Mie bakso 2.54.0 239.2423.9 8.014.1

Makanan ringan 18.222.6 937.41640.0 31.254.7

Preferensi dan Alasan Contoh

Menurut Assael (1992) menyatakan bahwa preferensi adalah derajat

kesukaan, pilihan, atau sesuatu hal yang lebih disukai oleh konsumen. Preferensi

pada penelitian ini diukur dengan melihat kepentingan berbagai atribut pada

pangan pokok olahan seperti pangan olahan terigu yang paling disukai, pilihan

utama pangan pokok saat ada uang, saat sibuk, saat santai, berada di kampus,

berada di lingkungan asrama, dan berada di luar kampus. Ketersediaan suatu

pangan dapat mempengaruhi tingkat kesukaan seseorang (Gibney et al. 2008).

Alasan contoh memilih pangan pokok dikelompokkan menjadi empat kategori

yaitu ketersediaan, suka, praktis, dan gengsi. Sebaran contoh berdasarkan

preferensi terhadap pangan olahan terigu (Gambar 2).

Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan preferensi terhadap jenis pangan olahan

terigu

47

17

10 12

5 9

0

10

20

30

40

50

Roti Mie instan Gorengan Donat Kue Lainnya

Per

sen

tase

Jenis pangan olahan terigu

16

Jenis pangan olahan terigu yang paling banyak disukai oleh contoh adalah

roti (47.0%). Hal ini terlihat pada tingginya total persentase kesukaan pada roti

dibandingkan dengan pangan olahan terigu lainnya. Roti disukai karena memiliki

cita rasa dan tekstur yang khas, serta memiliki daya simpan yang relatif lama

(Farida 2001).

Berdasarkan hasil pengisian kuesioner contoh yang sebagian besar memilih

roti sebagai pangan olahan terigu yang disukai karena enak. Hal ini sesuai dengan

penelitian Farida (2001) yang menemukan bahwa prioritas utama dalam

pembelian roti oleh konsumen adalah rasa. Sebaran contoh berdasarkan alasan

dalam memilih pangan olahan terigu yang disukai (Gambar 3).

Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan alasan dalam memilih pangan olahan

terigu yang disukai

Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan pilihan utama pangan pokok pada berbagai

keadaan

44.7

35.3

10

30

80 77.8

25.5

10 21

0,0

10 17 11.8

40

11.1 85

30

40

20

2.1 5.9

10 10

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Per

sen

tase

Jenis pangan olahan terigu

Enak

Mengenyangkan

Murah

Praktis

Suka

Tersedia

63

15

39

44

85

54

1 1 3

6 5 4

22

1 2 4

31

80

36

55

13

36

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Saat ada

uang

Sibuk Santai di kampus di

lingkungan

asrama

di luar

asrama

Per

sen

tase

Keadaan contoh

Beras

Jagung

Umbi

Terigu

17

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pangan olahan berbahan

dasar beras lebih diprioritaskan oleh contoh saat mempunyai uang. Makanan

pokok masyarakat Indonesia saat ini adalah beras (Rahmi 2008). Adapun alasan

contoh dalam memilih beras sebagai pilihan utama pangan pokok saat contoh

mempunyai uang karena suka dan ketersediaan (Tabel 12). Hal ini karena contoh

tinggal di asrama yang tidak disediakan fasilitas dapur, sehingga contoh membeli

makanan yang tersedia di sekitar asrama maupun kampus.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan alasan prioritas pada beberapa keadaan

Alasan prioritas Persentase (%)

Beras Jagung Umbi Terigu

Saat ada uang

Ketersediaan 42.8 0.0 20.0 38.7

Suka 49.2 100.0 80.0 41.9

Praktis 18.5 0.0 0.0 19.4

Gengsi 0.0 0.0 0.0 0.0

Sibuk

Ketersediaan 13.3 0.0 0.0 2.5

Suka 6.7 0.0 25.0 7.5

Praktis 80.0 100.0 75.0 90.0

Gengsi 0.0 0.0 0.0 0.0

Santai

Ketersediaan 18.0 0.0 9.1 38.9

Suka 74.4 100.0 81.8 50.0

Praktis 7.7 0.0 9.1 11.1

Gengsi 0.0 0.0 0.0 0.0

di kampus

Ketersediaan 54.6 0.0 0.0 38.2

Suka 20.4 0.0 0.0 30.9

Praktis 25.0 0.0 100.0 30.9

Gengsi 0.0 0.0 0.0 0.0

di lingkungan asrama

Ketersediaan 67.1 0.0 0.0 69.2

Suka 27.1 0.0 100.0 23.1

Praktis 5.9 0.0 0.0 7.7

Gengsi 0.0 0.0 0.0 0.0

di luar asrama

Ketersediaan 63.0 16.7 0.0 2.8

Suka 35.2 66.7 75.0 61.1

Praktis 1.8 0.0 25.0 30.6

Gengsi 0.0 16.7 0.0 9.1

Padatnya aktivitas mahasiswa menyebabkan mahasiswa cenderung

menjadikan pangan olahan berbahan dasar terigu sebagai pilihan utama. Hal ini

18

karena pangan olahan terigu merupakan sajian pangan yang instan, sehingga

sejalan dengan pola hidup mahasiswa yang mengutamakan kepraktisan (Tabel

12). Menurut Erfan (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

mengkonsumsi makanan yang praktis dapat membuat waktu yang digunakan lebih

efisien.

Selama menjalani aktivitas kampus yang padat, ada saatnya mahasiswa

membutuhkan waktu santai untuk rehat sejenak dari rutinitas. Singkatnya waktu

santai yang dilewati oleh mahasiswa membuat sebagian besar mahasiswa memilih

mengkonsumsi pangan pokok berbahan dasar beras, lalu disusul dengan terigu.

Alasan mahasiswa memilih pangan pokok ini saat santai adalah karena suka

(Tabel 12). Hal ini mengacu pada pernyataan Rahmi (2008) bahwa makanan

pokok masyarakat Indonesia saat ini adalah beras.

Prioritas utama mahasiswa dalam memilih pangan pokok ketika berada di

kampus mayoritas memilih pangan pokok olahan berbahan dasar terigu. Hal ini

karena saat di kampus kondisi mahasiswa tidak mempunyai banyak waktu luang,

sehingga hal ini menjadi salah satu alasan mahasiswa untuk memilih pangan

olahan berbahan dasar terigu (Tabel 12).

Asupan Zat Besi dan Zat Gizi

Data konsumsi pangan contoh dikumpulkan dengan metode recall 1 x 24

jam yang dilakukan selama dua hari yaitu satu hari kuliah dan satu hari libur.

Pemilihan hari kuliah dan hari libur dilakukan untuk mencerminkan rata-rata

konsumsi pangan contoh yang kemungkinan ada perbedaan pada hari kuliah dan

hari libur. Metode recall dilakukan minimal 2 kali recall 1 x 24 jam tidak

berturut-turut agar dapat menghasilkan gambaran asupan gizi lebih optimal dan

memberikan variasi yang lebih besar terkait asupan harian individu (Supariasa et

al. 2001).

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh

manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh dewasa. Zat besi

mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh, yaitu sebagai alat

angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut electron di

dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringn

tubuh (Almatsier 2004). Kekurangan zat besi dalam jangka panjang akan

mengakibatkan terjadinya anemia gizi besi (iron deficiency anemia/ IDA).

Kekurangan unsur besi dapat terjadi karena meningkatnya kebutuhan,

menurunnya konsumsi makanan, berkurangnya penyerapan dan gangguan besi,

kehilangan darah, serta kombinasi dari faktor-faktor tersebut (Wirakusumah

2006).

Asupan zat besi dan zat gizi contoh dibedakan menjadi asupan zat besi dan

zat gizi contoh pada hari kuliah dan hari libur (Tabel 13). Rata-rata asupan zat

besi pada hari kuliah adalah 5.67±2.94 mg, sedangkan pada hari libur 5.81±3.68

mg. Rata-rata asupan zat besi contoh lebih rendah dibandingkan dengan

kecukupannya (Tabel 15). Belum terpenuhinya kecukupan zat besi dapat dilihat

dari tingkat kecukupan zat besi yang rendah (Tabel 15). Kebutuhan zat besi sulit

dipenuhi, meskipun mampu dipenuhi namun dengan adanya zat-zat penghambat

penyerapan zat besi menyebabkan ketersediaannya menurun. Zat besi yang mudah

19

diserap dalam tubuh yaitu dalam bentuk fero. Estimasi banyaknya senyawa zat

besi dalam sehari yang telah terbukti meningkatkan status zat besi diantaranya

NaFeEDTA, fero sulfat, fero fumarat, dan besi elektrolit (WHO 2014). Fero

banyak terkandung dalam bahan pangan hewani yang mengandung besi heme,

sedangkan pada pangan nabati mengandung besi non heme yang sulit untuk

diserap oleh tubuh (Florence & Setright 1994). Hasil tersebut (Tabel 15) diduga

karena contoh lebih banyak mengonsumsi zat besi yang berasal dari pangan nabati

(besi non heme). Konsumsi pangan yang tinggi zat besi merupakan cara

mengatasi anemia zat gizi besi. Salah satu peran pemerintah yaitu fortifikasi

pangan. Fortifikasi pangan terbukti sebagai salah satu strategi terbaik untuk

meningkatkan asupan zat besi dalam tubuh melalui makanan. Standar Nasional

Indonesia (SNI) mewajibkan tepung terigu difortifikasi dengan vitamin B1 min

2.5mg/kg, vitamin B2 min 4mg/kg, asam folat min 2mg/kg, zat besi min 50mg/kg,

dan seng 30mg/kg (SNI 2009).

Serangkaian penelitian telah dilakukan untuk menilai efektivitas fortifikasi

tepung terigu di Indonesia. Penelitian Sandjaja pada tahun 2008 menunjukkan

bahwa konsumsi harian terigu yang telah difortifikasi tidak ada hubungan yang

signifikan dengan prevalensi anemia. Penelitian lain terkait efektivitas fortifikasi

tepung terigu dilakukan oleh Kendrick pada tahun 2013 yang diperoleh hasil

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara alokasi pengeluaran pangan

olahan terigu dengan prevalensi anemia. Hal ini karena senyawa zat besi yang

digunakan dalam fortifikasi menggunakan zat besi yang mempunyai

bioavailabilitas rendah. Hingga saat ini SNI belum menentukan bentuk senyawa

standar zat besi yang harus digunakan dalam fortifikasi. Pentingnya ketentuan

fortifikasi yang direkomendasikan oleh WHO perlu diterapkan di Indonesia.

Fortifikasi terigu harus menggunakan salah satu senyawa besi yang efektif untuk

digunakan sebagai fortifikan yaitu besi fumarat atau besi sulfat. Hal ini

mengindikasikan bahwa SNI tepung terigu yang berlaku saat ini harus diperbarui

(FFI 2014).

Energi dalam tubuh dibutuhkan untuk memelihara fungsi dasar tubuh

(Soekirman 2000). Fungsi tubuh dapat terganggu jika kekurangan maupun

kelebihan energi. Oleh karena itu, kebutuhan energi yang cukup diperlukan agar

metabolisme tubuh berjalan dengan baik. Adapun peran penting protein dalam

tubuh adalah sebagai zat pembangun, berfungsi dalam pertumbuhan dan

pemeliharaan jaringan, menggantikan sel-sel yang mati, dan mengatur proses-

proses metabolisme dalam bentuk enzim dan hormon (Sediaoetama 2006).

Tabel 13 Asupan zat besi dan zat gizi berdasarkan hari konsumsi

Rata-rata asupan zat

besi dan zat gizi

Hari kuliah Hari libur p Rata-rata

Energi (kkal)

Protein (g)

Vitamin B1 (mg)

Vitamin B2 (mg)

Asam folat (µg)

Zat Besi (mg)

Seng (mg)

1586 ± 667.76

46.7 ± 23.10

0.47 ± 0.26

0.65 ± 0.36

107.64 ± 68.70

5.67 ± 2.94

5.62 ±2.94

1504 ± 633.66

45.05 ± 23.39

0.39 ± 0.19

0.55 ± 0.32

89.66 ± 59.71

5.81 ± 3.68

5.57 ± 3.12

0.375

0.644

0.006

0.018

0.025

0.621

0.995

1537 ± 544.30

45.7 ± 19.48

0.43 ± 0.18

0.60 ± 0.27

98.11 ± 52.81

5.71 ± 2.68

5.57 ± 2.54

20

Rata-rata asupan energi dan protein contoh adalah 1537 ± 544.30 kkal dan

45.7 ± 19.48 g. Rata-rata asupan energi dan protein contoh lebih rendah dari rata-

rata kecukupan energi yang harus terpenuhi oleh contoh. Vitamin dan mineral

termasuk zat gizi mikro yang penting bagi tubuh. Rata-rata asupan vitamin B1 dan

vitamin B2 contoh adalah 0.43 ± 0.18 mg dan 0.60 ± 0.27 mg. Rata-rata asupan

asam folat dan seng contoh adalah 98.11 ± 52.81 µg, dan 5.57 ± 2.54 mg.

Hasil uji beda Paired Samples t-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan

yang nyata antara asupan energi, protein, zat besi, dan seng pada hari kuliah

dengan hari libur (p>0.05). Berdasarkan uji beda Paired Samples t-test, terdapat

perbedaan yang nyata antara asupan vitamin B1, vitamin B2, dan asam folat pada

hari kuliah dengan hari libur (p<0.05). Hal ini diduga karena jenis pangan lauk

pauk seperti protein hewani yang dikonsumsi contoh berbeda pada hari kuliah dan

hari libur. Rata-rata asupan zat besi pada hari kuliah adalah 5.67±2.94 mg,

sedangkan pada hari libur 5.81±3.68 mg. Berdasarkan uji beda Paired Samples t-

test, tidak terdapat perbedaan yang nyata antara asupan zat besi hari kuliah dan

hari libur (p>0.05).

Tingkat Kecukupan Zat Besi dan Zat Gizi

Tingkat kecukupan gizi dapat diketahui dengan cara membandingkan antara

asupan gizi aktual dengan kecukupan zat gizi yang dianjurkan AKG (2013) yang

telah dikoreksi dengan berat badan mahasiswi. Tingkat kecukupan energi dan

protein dibedakan menjadi lima kategori yaitu defisit berat (TKG <70%), defisit

sedang (TKG 70-79%), defisit ringan (TKG 80-89%), normal (TKG 90-119%),

dan berlebih (TKG ≥120%) (Depkes 1996). Sebaran contoh berdasarkan

klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein (Tabel 14).

Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan energi dan

protein

Klasifikasi TKG Energi Protein

n % n %

Defisit tingkat berat 46 46.0 38 38.0

Defisit tingkat sedang 16 16.0 15 15.0

Defisit tingkat ringan 9 9.0 10 10.0

Normal 25 25.0 21 21.0

Berlebih 4 4.0 16 16.0

Total 100 100.0 100 100.0

Rata-rata±SD 74.66±28.20 84.61±38.31

P 0.615 0.227

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat kecukupan rata-

rata energi sebesar 74.66±28.20% dan tingkat kecukupan rata-rata protein sebesar

84.61±38.31%. Tingkat kecukupan energi contoh paling banyak pada kategori

defisit berat. Hal ini diduga bahwa contoh sering melewatkan sarapan atau makan

siang. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Story et al. (2002)

yang menyatakan bahwa waktu makan yang paling sering dilewatkan oleh remaja

perempuan adalah sarapan. Jadwal kuliah yang padat dan waktu istirahat yang

21

singkat menjadi alasan contoh sering melewatkan sarapan dan makan siang serta

cenderung memilih makanan yang praktis. Hal tersebut sesuai dengan penelitian

Fani (2013) bahwa alasan remaja melewatkan waktu sarapan yaitu karena

padatnya aktivitas. Kekurangan energi terjadi apabila energi melalui makanan

kurang dari energi yang dikeluarkan (Almatsier 2009).

Tingkat kecukupan zat gizi mikro dibedakan menjadi dua kategori yaitu

kurang (TKG <77%) dan cukup (TKG ≥77%) (Gibson 2005). Sebaran contoh

berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi mikro (Tabel 15).

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan zat gizi

Klasifikasi

TKG

Vit. B1 Vit. B2 Asam folat Zat besi Seng

n % n % n % n % n %

Kurang 98 98.0 93 93.0 93 93.0 100 100.0 86 86.0

Cukup 2 2.0 7 7.0 7 7.0 0 0.0 14 14.0

Total 100 100.0 100 100.0 100 100.0 100 100.0 100 100.0

Rata-

rata±SD

39.13±16.70 44.241±20.61 24.53±13.20 21.96±10.30 48.14±24.34

P 0.622 0.900 0.017 0.324 0.062

Tabel 15 menunjukkan rata-rata tingkat kecukupan rata-rata vitamin B1

adalah 39.13±16.70%, sedangkan untuk rata-rata tingkat kecukupan rata-rata

vitamin B2 sebesar 44.24±20.61%. Rata-rata tingkat kecukupan rata-rata asam

folat adalah 24.53±13.20%, sedangkan untuk rata-rata tingkat kecukupan rata-

rata zat besi sebesar 21.96±10.30%. Rata-rata tingkat kecukupan rata-rata seng

adalah 48.14±24.34%. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa tingkat

kecukupan zat gizi mikro contoh tergolong kurang. Hal ini disebabkan oleh

konsumsi pangan contoh masih belum seimbang dan dibawah kebutuhan.

Kontribusi Konsumsi Pangan Olahan Terigu

Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang digunakan adalah AKG tahun 2013

yang ditetapkan oleh Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG).

Tabel 16 Kontribusi konsumsi pangan olahan terigu terhadap kecukupan gizi

contoh

Zat Gizi

Rata-rata AKG

contoh

(kap/hari)

Kandungan zat gizi

dari terigu (kap/hari)

Kontribusi terigu

terhadap

kecukupan gizi

(%)

Energi (kkal)

Protein (g)

Vitamin B1 (mg)

Vitamin B2 (mg)

Asam folat (µg)

Zat Besi (mg)

Seng (mg)

2098

55.2

1.10

1.35

400.00

26.00

11.92

257

7.3

0.07

0.03

12.71

0.85

0.49

16.6

15.9

16.4

4.7

12.9

14.8

8.9

22

Penentuan kontribusi konsumsi pangan olahan terigu mengacu pada rata-

rata AKG masing-masing contoh. Kontribusi pangan olahan terigu dihitung dari

jumlah zat gizi rata-rata konsumsi pangan olahan terigu contoh dengan rata-rata

kecukupan gizi per kapita. Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa

kontribusi zat besi yang berasal dari konsumsi pangan olahan terigu contoh adalah

sebesar 14.8%. Hal ini menunjukkan bahwa pangan olahan terigu menjadi bagian

pola konsumsi pangan contoh dalam penelitian ini. Kontribusi terigu terhadap

kecukupan zat gizi mikro yang tertinggi adalah vitamin B1 dan zat besi.

Uji Hubungan Antar Variabel

Hubungan Karakteristik Contoh dengan Asupan Rata-Rata Zat Besi dari

Pangan Olahan Terigu

Hubungan antara karakteristik contoh yaitu uang saku contoh, pengeluaran

pangan per bulan, dan pengetahuan gizi contoh diuji dengan menggunakan uji

korelasi Spearman (Tabel 17).

Tabel 17 Hasil uji hubungan karakteristik contoh dengan asupan rata-rata zat besi

dari pangan olahan terigu

Variabel Asupan rata-rata zat besi dari pangan olahan terigu

P R

Uang saku 0.690 0.040

Pengeluaran pangan 0.750 -0.032

Pengetahuan gizi 0.697 0.039

Tabel 17 menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05)

antara uang saku contoh dengan dengan asupan rata-rata zat besi dari pangan

olahan terigu, karena rata-rata contoh memperoleh uang saku beragam. Namun,

ketersediaan pangan yang relatif homogen diduga jenis dan jumlah bahan pangan

yang dikonsumsi contoh relatif sama.

Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pengeluaran

pangan per bulan contoh dengan asupan rata-rata zat besi dari pangan olahan

terigu. Hasil ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Kendrick (2013)

dalam FFI (2014) bahwa tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara

konsumsi terigu menurut kelompok pengeluaran dengan prevalensi anemia.

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan

asupan rata-rata zat besi dari pangan olahan terigu (p>0.05). Hal ini menunjukkan

bahwa semakin baik pengetahuan gizi seseorang belum tentu memiliki asupan

rata-rata zat besi dari pangan olahan terigu yang tinggi juga dan sebaliknya.

Hubungan Kontribusi Pangan Olahan Terigu dengan Tingkat Kecukupan

Zat Besi Contoh

Uji korelasi antara kontribusi pangan olahan terigu dengan tingkat

kecukupan zat besi contoh dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman

(Tabel 18). Terdapat hubungan yang signifikan antara kontribusi pangan olahan

terigu dengan tingkat kecukupan zat besi contoh (p<0.05). Hal ini menunjukkan

adanya hubungan yang berarti antara kontribusi pangan olahan terigu dengan

23

tingkat kecukupan zat besi contoh. Menurut Hurrel et al. (2010) menyatakan

bahwa upaya saat ini terkait program fortifikasi terigu diharapkan telah

memberikan sedikit dampak terhadap tingkat kecukupan zat besi.

Tabel 18 Hasil uji hubungan kontribusi pangan olahan terigu dengan tingkat

kecukupan zat besi contoh

Variabel Tingkat kecukupan zat besi contoh

P r

Kontribusi pangan olahan terigu 0.000 0.526**

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jenis pangan olahan terigu yang dikonsumsi contoh yaitu mie basah, mie

instan, makaroni, roti tawar, roti manis, kue kering/biskuit, kue basah, gorengan,

mie bakso, dan makanan ringan. Jenis pangan olahan terigu yang paling disukai

adalah roti, namun yang paling sering dikonsumsi adalah kue kering/biskuit

dengan frekuensi dikonsumsi hampir setiap hari (rata-rata 25.7439.88) dengan

rata-rata berat 38.9144.7g/kap/hari. Rata-rata asupan zat besi contoh masih

belum memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan. Kontribusi zat besi yang

berasal dari konsumsi pangan olahan terigu contoh adalah sebesar 14.95%.

Kontribusi terigu terhadap kecukupan zat gizi mikro yang tertinggi adalah vitamin

B1 dan zat besi.

Saran

Perlu ditingkatkan asupan zat besi karena berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa tingkat asupan zat besi contoh tergolong defisit. Dengan

alokasi pengeluaran pangan yang tergolong cukup, disarankan sebaiknya

mahasiswa memilih makanan yang memiliki kandungan gizi yang baik. Untuk itu

diperlukan pendidikan gizi bagi mahasiswa di TPB.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Anggraeni D. 2004. Status anemia mahasiswa putri tingkat persiapan bersama IPB

tahun 2002/2003 dan hubungannya dengan indeks prestasi kumulatif

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

24

Ariani M. 2010. Diversifikasi konsumsi pangan pokok mendukung swasembada

beras. Di dalam: Prosiding Pekan Serealia Nasional. Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian Banten. ISBN: 978-979-8940-29-3.

Assael H. 1992. Customer Behavior and Marketing. Boston (US): Action.

Bappenas. 2009. Peningkatan akses masyarakat terhadap kesehatan yang lebih

berkualitas [Internet]. [diunduh 2014 Feb 8]. Tersedia pada:

http://www.bappenas.go.id/files/5413/5270/1901/bab-28kesehatan-

berkualitas__20090202212311__1757__27.pdf

Basri A F. 2011. Faktor yang berhubungan dengan anemia ibu hamil di wilayah

kerja Puskesmas Wajo Kota Bau-bau Provinsi Selawesi Tenggara [tesis].

Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2012. Roadmap Diversivikasi Pangan 2011-

2015. Jakarta (ID): Kementan.

Briawan D. 2008. Efikasi suplemen besi multivitamin terhadap perbaikan status

besi remaja wanita [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. Tepung Terigu sebagai Bahan

Makanan. SNI 3751. Jakarta (ID): BSN.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman praktis memantau status gizi

orang dewasa. Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2009. Analisis Konsumsi Pangan. Jakarta (ID):

Deptan.

Erfan M. 2010. Analisis proses keputusan pembelian mie instan orang tua murid

dan faktor-faktor yang mempengaruhi murid sekolah dasar dalam

mengkonsumsi mie instan (kasus sekolah alam Bogor) [skripsi]. Bogor (ID):

Institut Pertanian Bogor.

Fani I. 2013. Asupan energi dan protein serta aktivitas fisik pada mahasiswi

dengan status gizi normal dan gemuk [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Farida E. 2001. Preferensi konsumen terhadap produk roti dan implikasinya bagi

PT. Pangan Rahmat Buana [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[FFI] Food Fortification Initiative. 2014. Wheat Flour Fortification in Indonesia.

Assessment Report by the Flour Fortification Initiative.

Florence dan Setright. 1994. The Handbook of Preventive Medicine. Australia

(AU): Kingsclear Books.

Gibney et al. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): EGC.

Gibson RS. 2005. Principle of Nutritional and Assessment. Oxford University

Press. Newyork: 625.

Hardinsyah, Amalia L. 2007. Perkembangan Konsumsi Terigu dan Pangan

Olahannya di Indonesia 1993-2005. Jurnal Gizi dan Pangan. 2(1):8-15.

25

Hurrel et al. 2010. Revised recommendations for iron fortification of wheat flour

and an evaluation of the expected impact of current national wheat flour

fortification programs. Food and Nutrition Bulletin.Vol.31:1.

Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

Lusiana SA. 2007. Usia menarche, konsumsi pangan, dan status gizi anak

perempuan sekolah dasar di Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan. November

2007 2 (3): 26-35.

Martianto D dan Ariani M. 2004. Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola

Konsumsi Pangan Masyarakat dalam Dekade Terakhir. Di dalam: Prosiding

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 17-19 Mei. Jakarta (ID): LIPI.

[Menkes] Menteri Kesehatan RI. 2013. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan

bagi Bangsa Indonesia. Jakarta (ID): Menkes RI.

Rahmi F. 2008. Biaya dan manfaat pengelolaan hama di gudang beras (kajian

pengelolaan hama di gudang Perum Bulog Dirve DKI Jakarta Sunter)

[tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

Sawit. 2003. Kebijakan gandum/ terigu: harus mampu menumbuhkembangkan

industri pangan dalam negeri. Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 1 (2): 100-

109. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Sebayang AN. 2012. Gambaran pola konsumsi makanan mahasiswa di

Universitas Indonesia tahun 2012. [Skripsi]. Depok (ID): Universitas

Indonesia.

Sediaoetama A. 2006. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta (ID): PT.

Dian Rakyat.

Setiawan N. 2007. Penentuan ukuran sampel memakai rumus Slovin dan tabel

Krejcie-Morgan: telaah konsep dan aplikasinya [makalah]. Unpad (ID):

Universitas Padjadjaran.

Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo (ID): Dabora

Publisher.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.

Jakarta (ID): Depdiknas.

Story et al. 2002. Individual and environmental influences on adolescent eating

behavior. Journal American Diet Association 102 (3 suppl): S40b

Suhardjo. 1989. Sosio Bidang Gizi. Bogor (ID): Departemen Pendidikan Tinggi

dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat antar

Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Supariasa et al. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): EGC.

Supriyono. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia gizi besi pada tenaga

kerja wanita di PT. HM. SAMPOERNA [internet]. [diunduh 2013 Des 28].

Tersedia pada: http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/08/faktor-

faktor-yang-mempengaruhi-anemia-gizi-besi-pada-tenaga-kerja-wanita-di-

pt-hm-sampoerna.pdf.

26

Susilo A. 2006. Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi pangan

mahasiswa putri yang anemia dan non anemia [skripsi]. Bogor (ID): Institut

Pertanian Bogor.

[TPB IPB] Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor. 2013. TPB dalam

Angka. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[WHO] World Health Organization. 2011. Iron deficiency anemia [Internet].

[diunduh 2014 Mar 14]. Tersedia pada:

http://www.who.int/nutrition/topics/ida/en/.

[WHO] World Health Organization. 2014. Recommendations on Wheat and Maize

Flour Fortification. Meeting Report: Interim Consensus Statement. Geneva

(CH): WHO.

Wirakusumah. 2006. Buah dan Sayur untuk terapi. Jakarta (ID): Penebar

Swadaya.

27

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner penelitian

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KUESIONER PENELITIAN

ESTIMASI ASUPAN ZAT BESI DARI PANGAN BERBASIS

TEPUNG TERIGU PADA MAHASISWI TPB IPB

Assalamu’alaikum, wr.wb.

Perkenalkan nama saya Amalia Ardiyanti, mahasiswi program regular

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

(IPB). Saat ini saya sedang melakukan penelitian untuk penyusunan skripsi

tentang “Estimasi Asupan Zat Besi dari Pangan Berbasis Tepung Terigu pada

Mahasiswi TPB IPB.” Untuk itu, saya mohon kesediaan teman-teman untuk

mengisi kuesioner ini dengan sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya. Jawaban

teman-teman akan terjaga kerahasiaannya dan tidak seorangpun akan

mengetahuinya karena data yang akan ditampilkan merupakan data kumulatif dari

seluruh sampel yang diambil.

Jika teman-teman bersedia, dimohon untuk menandatangani pernyataan di

bawah ini.

Dengan ini saya bersedia mengikuti penelitian ini dan bersedia mengisi

lembar kuesioner yang telah disediakan dibawah ini.

Tertanda,

(........................................)

Setelah menandatangani pernyataan di atas, saya mohon kesediaan teman-teman

untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jujur, tanpa bantuan

orang lain dan sesuai dengan keadaan sebenarnya. Atas perhatian dan

kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Amalia Ardiyanti

28

A.Sheet: Identitas Responden

No Sampel A1 : ..............................

Nama A2 : .........................../ No. Hp:..........................

Usia A3 : .............................

BB (kg)/ TB (cm) A4 : ..............................

Jurusan A5 : ............................

Alamat Asal A6 : Jalan ..................

A7 : No .......................

A8 : RT/RW.................

A9 : Kelurahan . .......................

A10 : Kota ......................

Gedung Asrama A11 : .............................

Beasiswa A12 : .............................

Tanggal Wawancara A13 : ..............................

Nama Enumerator A14 : ..............................

B. Sheet: Karakteristik Responden

Jumlah anggota keluarga, termasuk Anda B1 : ........ orang

Anak ke- B2 : .............

Sumber pendapatan per bulan B3 : Rp.............................

Orang tua/wali B4 : Rp.............................

Beasiswa B5 : Rp............................

Bekerja sambilan B6 :Rp............................

Pengeluaran per bulan B7 : Rp.............................

Transportasi B8 : Rp.............................

Biaya asrama B9 : Rp.............................

Konsumsi B10 : Rp.............................

Kebutuhan kuliah B11 : Rp.............................

Lain—lain (sebutkan) B12 : Rp............................

C. Sheet : Konsumsi Pangan Individu

I. Pola Konsumsi Pangan Pokok

1. Apa jenis produk (makanan) olahan terigu yang paling Anda sukai?

……….............................................................................................................

Alasan: ……….................................................................................................

2. Bila Anda punya uang saku/jajan pangan pokok (dibaca: olahan) berbahan

dasar apa yang anda konsumsi/beli sebagai pilihan utama?

a. Beras

b. Jagung

c. Ubi jalar/singkong/umbi-umbian lainnya

d. Terigu

Sebutkan nama makanannya: ……….............................................................

Alasan (lingkari salah satu pilihan dibawah ini):

Ketersediaan/Suka/Praktis/Gengsi

29

3. Bila Anda sedang sibuk, pangan pokok (dibaca: olahan) berbahan dasar

apa yang anda konsumsi sebagai pilihan utama?

a. Beras

b. Jagung

c. Ubi jalar/singkong/umbi-umbian lainnya

d. Terigu

Sebutkan nama makanannya: ……….........................................................

Alasan (lingkari salah satu pilihan dibawah ini):

Ketersediaan/Suka/Praktis/Gengsi

4. Bila Anda sedang santai, pangan pokok (dibaca: olahan) berbahan dasar

apa yang anda konsumsi sebagai pilihan utama?

a. Beras

b. Jagung

c. Ubi jalar/singkong/umbi-umbian lainnya

d. Terigu

Sebutkan nama makanannya: ………........................................................

Alasan (lingkari salah satu pilihan dibawah ini):

Ketersediaan/Suka/Praktis/Gengsi

5. Bila Anda sedang berada di kampus, pangan pokok (dibaca: olahan)

berbahan dasar apa yang anda konsumsi sebagai pilihan utama?

a. Beras

b. Jagung

c. Ubi jalar/singkong/umbi-umbian lainnya

d. Terigu

Sebutkan nama makanannya: ………......................................................

Alasan (lingkari salah satu pilihan dibawah ini):

Ketersediaan/Suka/Praktis/Gengsi

6. Bila Anda sedang berada di lingkungan asrama, pangan pokok (dibaca:

olahan) berbahan dasar apa yang anda konsumsi sebagai pilihan utama?

a. Beras

b. Jagung

c. Ubi jalar/singkong/umbi-umbian lainnya

d. Terigu

Sebutkan nama makanannya: ……….........................................................

Alasan (lingkari salah satu pilihan dibawah ini):

Ketersediaan/Suka/Praktis/Gengsi

7. Bila Anda sedang berada di luar asrama, pangan pokok (dibaca: olahan)

berbahan dasar apa yang anda konsumsi sebagai pilihan utama?

a. Beras

b. Jagung

c. Ubi jalar/singkong/umbi-umbian lainnya

d. Terigu

Sebutkan nama makanannya: ………..........................................................

Alasan (lingkari salah satu pilihan dibawah ini):

Ketersediaan/Suka/Praktis/Gengsi

30

II. Pengetahuan tentang terigu dan pangan pokok non terigu

1. Apa yang Anda ketahui tentang terigu?.................................................

................................................................................................................

2. Sebutkan kandungan zat gizi pada terigu yang Anda ketahui!..............

................................................................................................................

3. Sebutkan 3 pangan pokok yang Anda ketahui!.....................................

4. Menurut Anda, tinggi mana kandungan gizi pada terigu dengan pangan

pokok yang Anda sebutkan pada pertanyaan no.4?Mengapa?...............

................................................................................................................

III. Pengetahuan tentang fortifikasi dan fortifikasi terigu

1. Apa yang dimaksud dengan fortifikasi?.................................................

.................................................................................................................

2. Program fortifikasi apa yang Anda ketahui?...........................................

.................................................................................................................

3. Sebutkan zat gizi apa saja yang difortifikasi pada terigu!.......................

.................................................................................................................

4. Mengapa perlu dilakukan fortifikasi pada terigu?...................................

.................................................................................................................

IV. Pengetahuan tentang zat besi

1. Apakah zat besi itu?..................................................................................

...................................................................................................................

2. Apa fungsi zat besi bagi tubuh?.................................................................

...................................................................................................................

3. Sebutkan 3 jenis makanan sumber zat besi!..............................................

...................................................................................................................

4. Kekurangan zat besi dapat mengakibatkan penyakit................................

V. Pengetahuan tentang anemia

1. Apakah anemia itu?.................................................................................

.................................................................................................................

2. Apa penyebab anemia?............................................................................

.................................................................................................................

3. Apa gejala anemia yang Anda ketahui?..................................................

................................................................................................................

4. Bagaimana cara menanggulangi anemia?...............................................

................................................................................................................

5. Mengapa anemia paling banyak terjadi pada perempuan, khususnya

remaja?.....................................................................................................

.................................................................................................................

31

FOOD RECALL 2x24 jam

No. Responden............... Hari Kuliah

Waktu Nama

makanan

Jenis bahan

makanan

Banyaknya yang

dimakan (matang) Asal

pangan

*) URT Berat

(g)

Pagi

(06.00-

10.00)

Selingan

pagi

(10.00-

12.00)

Siang

(12.00-

15.00)

Selingan

sore

(15.00-

18.00)

Malam

(18.00-

21.00)

Keterangan:

*) 1. Hasil produk sendiri 2. Pembelian 3. Pemberian 4. Meminjam dari saudara

32

No. Responden............... Hari Libur

Waktu Nama

makanan

Jenis bahan

makanan

Banyaknya yang

dimakan (matang) Asal

pangan

*) URT Berat

(g)

Pagi

(06.00-

10.00)

Selingan

pagi

(10.00-

12.00)

Siang

(12.00-

15.00)

Selingan

sore

(15.00-

18.00)

Malam

(18.00-

21.00)

Keterangan:

*) 1. Hasil produk sendiri 2. Pembelian 3. Pemberian 4. Meminjam dari saudara

33

Pola Konsumsi Pangan Pokok (food frequency quitionaire)

No Jenis Pangan/Makanan

Frekuensi konsumsi

dalam sebulan

terakhir(tuliskan dengan

angka)

Rata-rata

konsumsi setiap

kali makan

Hari Minggu Bulan URT* Gram

A Pangan olahan Terigu

1. Mie basah

2. Mie Instan

2.1 Mie rebus

2.2 Mie goreng

3. Makaroni

4. Roti tawar

5. Roti Manis

6. Kue Kering/Biskuit

6.1 Wafer

6.2 Biskuit marie

6.3Malkis/crackers

6.4 Biskuit krim

6.5 Cookies

7. Kue Basah

7.1 Lapis

7.2 Donat

7.3 Papais

8. Makanan Gorengan

9. Mie bakso

10. Makanan ringan

34

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang bernama lengkap Amalia Ardiyanti atau yang sering

dipanggil Amel dilahirkan pada tanggal 25 Januari 1992 di Tegal (Jawa Tengah).

Penulis merupakan putri sulung dari tiga bersaudara pasangan Mamah Juminah

dan Papah Kusnardi. Pendidikan formal penulis yang telah ditempuh yaitu RA

Nurul Hikmah pada tahun 1995-1998. Tahun 2004 penulis menyelesaikan

pendidikan dasar di SD Negeri Penggung 1 dan menyelesaikan sekolah menengah

pertama di SMP Negeri 4 Kota Cirebon pada tahun 2007. Penulis melanjutkan

pendidikan di SMA Negeri 2 Kota Cirebon periode 2007-2010. Penulis diterima

sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI) dan masuk dalam mayor Departemen Gizi Masyarakat

Fakultas Ekologi Manusia Angkatan 2010 (47).

Selama masa kuliah penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan Dewan

Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia (DPM FEMA) sebagai anggota

Komisi III 2012 dan Sekretaris Umum 2013. Penulis menjadi siswa Leadership

and Entrepreneurship School (LES) 2011, dan menjadi divisi Hubungan

Masyarakat Asrama Putri Darmaga (APD) 2013. Penulis juga ikut aktif dalam

berbagai kepanitiaan seperti Ketua Divisi Acara DIES Asrama Putri Darmaga

2013 dan MC acara Open Recruitment APD 2013. Penulis pernah mendapatkan

juara 1 Kompetisi Basket Putri 2011 dan juara 3 tahun 2012.

Penulis mempunyai pengalaman lapang pada bulan Juli-Agustus 2013

penulis mengikuti Kuliah Kerja Profesi di Desa Penujah, Kecamatan Kedung

Banteng, Kabupaten Tegal dan Februari 2014 penulis mengikuti Internship

Dietetik (ID) di Rumah Sakit Dr. Marzoeki Mahdi Bogor. Penulis pernah

mengikuti Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang dilaksanakan oleh DIKTI

dan mendapat pendanaan dari DIKTI dalam bidang pengabdian masyarakat pada

tahun 2014.