esc guidelines for hf 2012

71
PEDOMAN ESC Pedoman ESC untuk diagnosis dan penatalaksanaan gagal jantung akut dan kronis 2012 The Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012 of the European Society of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart Failure Association (HFA) of the ESC oleh John J.V. McMurray, Stamatis Adamopoulos, Stefan D. Anker, et al. Preambule Pedoman ini merangkum dan mengevaluasi semua bukti yang ada pada saat penulisan, tentang masalah tertentu dengan tujuan untuk membantu dokter dalam memilih strategi penatalaksanaan yang paling baik untuk pasien secara individual, dengan kondisi tertentu, dengan mempertimbangkan dampak outcome, serta rasio resiko-manfaat dari metode diagnostik atau terapi tertentu. Pedoman ini bukan pengganti, tetapi merupakan komplemen dari buku teks dan mencakup semua topic kurikulum inti the European Society of Cardiology (ESC). Pedoman dan rekomendasi ini akan membantu dokter untuk mengambil keputusan dalam praktek sehari-hari. ESC dan berbagai perhimpunan dan organisasi lainnya telah menerbitkan banyak pedoman. Karena dampaknya terhadap praktek sehari-hari, kriteria kualitas untuk mengembangkan pedoman disusun agar semua langkah dapat dilihat oleh pengguna. Rekomendasi untuk menyusun dan menerbitkan pedoman ESC dapat ditemukan di website ESC (http://www.escardio.org/guidelinessurveys/escguidelines/about/Pages/rules-writing.aspx). Pedoman ESC melambangkan posisi resmi ESC dalam topic tertentu dan di update secara rutin. Anggota Task Force ini dipilih oleh ESC untuk mewakili para ahli yang terlibat dalam perawatan medis pasien dengan patologi ini. Ahli-ahlit terpilih dalam bidangnya menyusun sebuah tinjauan komprehensif dari berbagai tulisan tentang diagnosis, manajemen, dan/atau pencegahan kondisi tertentu berdasarkan kebijakan ESC Committee for Practice Guidelines (CPG). Prosedur-prosedur diagnostik dan terapi dievaluasi dengan kritis, juga termasuk penilaian rasio resiko-manfaat. Selain itu, dilakukan prakiraan keluaran kesehatan untuk populasi yang lebih besar, jika datanya tersedia. Tingkat bukti dan kekuatan rekomendasi untuk pilihan terapi tertentu dipertimbangkan dan diklasifikasikan berdasarkan skala yang telah ditentukan sebelumnya, seperti yang disebutkan dalam tabel A dan B. Para ahli yang berada dalam panel penulis dan peninjau mengisi formulir pernyataan dari semua hubugan yang merupakan atau dapat menjadi sumber dari conflicts of interest. Formulir ini dikumpulkan dalam satu file dan dapat dilihat dalam website ESC (http://www.escardio.org/guidelines). Perubahan apapun dari pernyataan tersebut yang timbul

Upload: enzotyo

Post on 10-Apr-2016

58 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

Medical

TRANSCRIPT

Page 1: ESC Guidelines for HF 2012

PEDOMAN ESC

Pedoman ESC untuk diagnosis dan penatalaksanaan gagal jantung akut dan kronis 2012

The Task Force for the Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012 of the

European Society of Cardiology. Developed in collaboration with the Heart Failure Association (HFA)

of the ESC oleh John J.V. McMurray, Stamatis Adamopoulos, Stefan D. Anker, et al.

Preambule

Pedoman ini merangkum dan mengevaluasi semua bukti yang ada pada saat penulisan, tentang

masalah tertentu dengan tujuan untuk membantu dokter dalam memilih strategi penatalaksanaan

yang paling baik untuk pasien secara individual, dengan kondisi tertentu, dengan

mempertimbangkan dampak outcome, serta rasio resiko-manfaat dari metode diagnostik atau

terapi tertentu. Pedoman ini bukan pengganti, tetapi merupakan komplemen dari buku teks dan

mencakup semua topic kurikulum inti the European Society of Cardiology (ESC). Pedoman dan

rekomendasi ini akan membantu dokter untuk mengambil keputusan dalam praktek sehari-hari.

ESC dan berbagai perhimpunan dan organisasi lainnya telah menerbitkan banyak pedoman. Karena

dampaknya terhadap praktek sehari-hari, kriteria kualitas untuk mengembangkan pedoman

disusun agar semua langkah dapat dilihat oleh pengguna. Rekomendasi untuk menyusun dan

menerbitkan pedoman ESC dapat ditemukan di website ESC

(http://www.escardio.org/guidelinessurveys/escguidelines/about/Pages/rules-writing.aspx).

Pedoman ESC melambangkan posisi resmi ESC dalam topic tertentu dan di update secara rutin.

Anggota Task Force ini dipilih oleh ESC untuk mewakili para ahli yang terlibat dalam perawatan

medis pasien dengan patologi ini. Ahli-ahlit terpilih dalam bidangnya menyusun sebuah tinjauan

komprehensif dari berbagai tulisan tentang diagnosis, manajemen, dan/atau pencegahan kondisi

tertentu berdasarkan kebijakan ESC Committee for Practice Guidelines (CPG). Prosedur-prosedur

diagnostik dan terapi dievaluasi dengan kritis, juga termasuk penilaian rasio resiko-manfaat. Selain

itu, dilakukan prakiraan keluaran kesehatan untuk populasi yang lebih besar, jika datanya tersedia.

Tingkat bukti dan kekuatan rekomendasi untuk pilihan terapi tertentu dipertimbangkan dan

diklasifikasikan berdasarkan skala yang telah ditentukan sebelumnya, seperti yang disebutkan

dalam tabel A dan B. Para ahli yang berada dalam panel penulis dan peninjau mengisi formulir

pernyataan dari semua hubugan yang merupakan atau dapat menjadi sumber dari conflicts of

interest. Formulir ini dikumpulkan dalam satu file dan dapat dilihat dalam website ESC

(http://www.escardio.org/guidelines). Perubahan apapun dari pernyataan tersebut yang timbul

Page 2: ESC Guidelines for HF 2012

selama masa penulisan harus diberitahukan kepada ESC dan di update. Task Force mendapatkan

dukungan finansial dari ESC tanpa adanya keterlibatan dari industri kesehatan apapun.

ESC CPG mengawasi dan mengkoordinir persiapan pedoman baru yang dihasilkan oleh Task Force,

kelompok ahli, atau panel consensus. Komite ini juga bertanggungjawab atas proses persetujuan

pedoman ini. Pedoman ESC juga melewati proses peninjauan yang ekstensif oleh CPG dan para ahli

eksternal. Setelah revisi yang sesuai, pedoman tersebut disetujui oleh semua ahli yang terlibat

dalam Task Force. Dokumen terakhirnya disetujui oleh CPG untuk dipublikasikan dalam the

European Heart Journal.

Table A Kelas-kelas rekomendasi

Proses pengembangan pedoman ESC tidak hanya mencakup integrasi dari penelitian terbaru, tetapi

juga pembuatan alat-alat pendidikan dan program-program implementasi untuk rekomendasinya.

Untuk menerapkan pedomannya, dibuatlah versi buku saku pedoman, slide-slide ringkasan, booklet

dengan pesan-pesan inti, dan versi elektronik untuk aplikasi digital (smartphones, dsb). Ini

merupakan versi singkat, tetapi jika diperlukan, sebaiknya pembaca merujuk kepada versi penuh

yang dapat diunduh secara gratis di website ESC. Semua perhimpunan nasional ESC didukung untuk

merangkat, menerjemahkan, dan menerapkan pedoman ESC. Program-program implementasi

dibutuhkan, karena terbukti bahwa penggunaan rekomendasi yang terdapat dalam pedoman ini

dapat memberikan pengaruhi positif terhadap keluaran penyakit. Dibutuhkan survey dan

pendataan untuk memverifikasi bahwa praktek sehari-hari sesuai dengan rekomendasi pedoman,

yang akan melengkapi rantai antara riset klinis, penulisan pedoman, dan penerapannya dalam

praktek klinis.

Namun, pedoman ini tidak melangkahi tanggungjawab professional untuk mengambil keputusan

yang sesuai berdasarkan kondisi individu pasien, dalam konsultasi dengan pasien tersebut, dan, jika

diperlukan, wali atau perawat pasien. Dokter juga bertanggungjawab untuk memverifikasi

peraturan yang sesuai untuk obat dan peralatan pada saat terapi disusun.

Pendahuluan

Tujuan dari dokumen ini adalah untuk membberikan pedoman praktis dan berdasarkan bukti ilmiah

untuk diagnosis dan penatalaksanaan gagak jantung (HF). Perubahan-perubahan utama dari

pedoman 2008 berhubungan dengan:1

(i) Perluasan indikasi penggunaan antagonis reseptor mineralokortikoid (aldosteron) (MRAs);

(ii) Indikasi baru untuk inhibitor nodus sinus, ivabradine;

Page 3: ESC Guidelines for HF 2012

(iii) Perluasan indikasi dari penggunaan cardiac resynchronization therapy (CRT);

(iv) Informasi baru tentang peran revaskulerisasi coroner dalam HF;

(v) Pengakuan bahwa alat-alat bantu ventrikuler semakin luas digunakan; dan

(vi) Munculnya berbagai interventi katup transkateter.

Selain itu, juga terdapat perubahan struktur dan format dari pedoman. Rekomendasi terapi

sekarang menyatakan bahwa efek terapi didukung oleh kelas dan tingkat rekomendasi dalam

format tabel; dalam kasus gagal jantung kronik karena disfungsi sistolik ventrikel kiri,

rekomendasinya menitikberatkan pada mortalitas dan morbiditas. Ringkasan terperinci dari bukti-

bukti kunci yang mendukung terapi yang direkomendasikan telah tersedia. Panduan praktis disusun

untuk berbagai obat-obatan penting yang dapat memodifikasi penyakit dan diuretik. Jika

memungkinkan, pedoman relevan lainnya, pernyataan consensus, dan makalah-makalah telah

dikutip untuk menghindari penjelasan yang berkepanjangan. Semua tabel sebaiknya dibaca dengan

teks penyertanya dan tidak hanya tabelnya saja yang dibaca.

3. Definisi dan diagnosis

3.1 Definisi gagal jantung

Gagal jantung didefinisikan sebagai abnormalitas struktur atau fungsi jantung yang menyebabkan

kegaglaan jantung untuk mengirimkan oksigen dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan

metabolisme jaringan, walaupun dengan tekanan pengisian jantung yang normal (atau dengan

tekanan pengisian yang meningkat).1 Untuk pedoman ini, HF didefinisikan secara klinis sebagai

sindrom dimana pasien memiliki gejala khas (contoh, kesulitan bernafas, pembengkakan

pergelangan kaki, dan lelah) dan tanda (seperti peningkatan tekanan vena jugularis, pulmonary

crackles, dan perubahan posisi denyut apeks) yang disebabkan oleh abnormalitas struktur atau

fungsi jantung. Diagnosis HF mungkin sulit didapat (lihat bagian 3.6). sebagai nbesar gejala HF tidak

spesifik dan, oleh karena itu, memiliki nilai diagnostik yang rendah.2-6

Sebagian besar tanda-tanda gagal jantung diakibatkan oleh retensi natrium dan air, dan akan

menghilang dengan cepat dengan pemberian terapi diuretik, sehingga mungkin tidak ada pada

pasien yang sudah diberikan terapi diuretik. Oleh karena itu, pembuktian dari penyebab dasar

jantung merupakan inti dari diagnosis HF (lihat bagian 3.6). ini biasanya merupakan penyakit

miokardium yang menyebabkan disfungsi ventrikuler sistolik. Namun, abnormalitas fungsi diastolik

ventrikel atau abnormalitas katup, pericardium, endokardium, ritme jantung, dan konduksi jantung

Page 4: ESC Guidelines for HF 2012

juga dapat menyebabkan gagal jantung (dan bisa terdapat lebih dari satu abnormalitas) (lihat

bagian 3.5). Identifikasi dari masalah jantung yang mendasari juga penting untuk terapi, karena

patologi tertentu menentukan terapi yang digunakan (seperti pembedahan katup jantung untuk

penyakit katup, terapi farmakologis untuk disfungsi sistolik ventrikel kiri, dsb).

3.2 Terminologi yang berhubungan dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri

Terminologi utama yang digunakan untuk menggambakan gagal jantung bersifat historis dan

berdasarkan pengukuran fraksi ejeksi (FE) ventrikel kiri. Secara matematis, FE adalah stroke volume

(yang merupakan volume akhir diastol dikurangi volume akhir sistol) yang dibagi dengan volume

akhir diastol. Pada pasien-pasien dengan penurunan kontraksi dan pengosongan ventrikel kiri

(yaitu disfungsi sistolik), stroke volume dipertahankan dengan meningkatkan volume akhir diastole

(karena ventrikel kiri membesar/berdilatasi), yang berarti, jantung mengeluarkan bagian yang lebih

kecil dari volume yang lebih besar. Lebih berat disfungsi sistolik yang terjadi, lebih kecil FE dari

normal, dan secara umum, lebih besar volume akhir diastol dan volume akhir sistol.

FE penting dalam HF, bukan hanya karena kemampuan prognotiknya (lebih rendah nilai FE, lebih

buruk harapan hidup pasien), tetapi karena sebagian besar uji klinis memilih pasien berdasarkan

nilai FE-nya (biasanya diukur dengan menggunakan teknik radionuklida atau echokardiografi). Uji

klinis besar pada pasien HF dan penurunan FE (HF-REF), atau ‘HF sistolik’, biasanya

mengikutsertakan pasien dengan FE ≤35%, dan hanya pasien-pasien tersebut yang memiliki bukti

ilmiah terapi yang efektif. Uji klinis lain yang lebih baru memasukkan pasien dengan HF dan FE ≤40-

45%, serta tanpa abnormalitas jantung lainnya (seperti penyakit katup atau perkardium). Beberapa

pasien ini tidak memiliki FE yang normal (50%), tetapi juga tidak memiliki penurunan fungsi sistolik

yang besar. Oleh karena itu, dibuatlah istilah HF dengan ‘preserved’ EF (HF-PEF). Pasien dengan FE

antara 35-50% termasuk didalam area ‘abu-abu’ dan kemungkinan besar memiliki disfungsi sistolik

ringan.

Membuat diagnosis HF-PEF lebih sulit daripada HF-REF, karena merupakan diagnosis eksklusi,

dimana semua penyebab non-cardiac (seperti anemia atau penyakit paru kronik) harus disingkirkan

terlebih dahulu (tabel 1).7,8 Biasanya pasien-pasien ini belum mengalami pembesaran jantung dan

seringkali memiliki penebalan dinding ventrikel kiri (LV) dan pembesaran ukuran atrium kiri (LA).

Sebagian besar pasien memiliki tnada-tanda terjadinya disfungsi diastolik (lihat bagian 4.1.2), yang

Page 5: ESC Guidelines for HF 2012

umumnya diterima sebagai penyebab paling mungkin dari gagal jantung pada pasien-pasien ini (dan

karena itu disebut sebagai ‘diastolik HF’).7,8

Perlu dicatat bahwa nilai FE dan cakupan normal tergantung pada teknik pencitraan yang dipakai,

metode analisis, dan operator. Cara-cara lain untuk mengukur fungsi sistolik yang lebih sensitive

mungkin akan memperlihatkan abnormalitas pada pasien dengan FE yang normal atau terjaga (lihat

bagian 4.1.1), oleh karena itu istilah ‘preserved’ atau normal FE lebih sering digunakan daripada

fungsi sistolik yang ‘preserved’ atau menurun.9,10

3.3 Terminologi yang berhubungan dengan perjalanan waktu gagal jantung

Istilah yang digunakan untuk menggambarkan tipe-tipe gagal jantung yang berbeda mungkin akan

membingungkan. Seperti yang dijelaskan diatas, dalam pedoman ini, istilah HF digunakan untuk

menggambarkan sindrom simptomatik, yang diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi fungsional New

York Heart Association (NYHA) (lihat bagian 3.4 dan tabel 2), walaupun pasien dapat menjadi

asimptomatik setelah diberikan terapi. Dalam pedoman ini, pasien yang belum pernah

menunjukkan tanda-tanda atau gejala khas HF disebut memiliki disfungsi sistolik LV asimptomatik

(atau abnormalitas jantung yang mendasarinya). Pasien yang menderita HF selama beberapa watu

seringkali disebut memiliki gagal jantung kronis (CHF). Pasien yang memiliki gejala dan tanda HF

yang sudah menjalani terapi selama paling tidak satu bulan dan tidak mengalami perubahan

kondisi, dianggap sebagai pasien ‘stabil’. Jika pasien dengan CHF stabil mengalami perburukan,

keadaan tersebut disebut sebagai ‘dekompensata’, dan ini dapat terjadi secara mendadak (‘akut’),

yang biasanya akan menyebabkan rawat inap di rumah sakit, sebuah kejadian yang cukup

bermakna dalam menentukan prognosis. HF yang baru (‘de novo’) dapat terjadi secara akut,

misalkan sebagai akibat dari infark miokard akut, atau secara subakut (perlahan), misalkan pada

pasien dengan disfungsi jantung asimptomatik, seringkali dalam periode yang tidak ditentukan, dan

dapat persisten atau menyembuh (pasien menjadi ‘compensated’). Walaupun tanda dan gejala

dapat menghilang dalam pasien tersebut, disfungsi jantung yang mendasarinya kemungkinan tidak

sembuh, dan pasien tersebut tetap akan beresiko merjadi ‘dekompensata’ kembali. Tetapi kadang

kada, pasien menderita HF karena masalah yang sembuh secara total (seperti mioperikarditis viral

akut). Beberapa pasien, terutama dengan kardiomiomati dilatasi idiopatik, juga dapat mengalami

perbaikan fungsi sistolik LV yang bermakna atau total dengan digunakannya terapi yang

memodifikasi penyakit terkini [termasuk penggunaan angiotensin converting enzyme inhibitor

(ACEI), beta-blocker, dan agonis reseptor mineralokortikoid (MRA)].

Page 6: ESC Guidelines for HF 2012

Gagal jantung kongestif adalah sebuah istilah yang kadang masih digunakan, terutama di AS, dan

data menggambarkan HF akut atau kronis dengan tanda-tanda terjadinya kongesti (retensi garam

natrium dan air). Kongesti, dan bukan gejala HF lainnya (seperti lelah), dapat menghilang dengan

terapi diuretik. Sebagian besar atau seluruh istilah-istilah ini dapat diterapkan secara akurat pada

pasien yang sama dalam waktu yang berbeda, tergantung derajat penyakitnya.

3.4 Terminologi yang berhubungan dengan derajat beratnya gejala gagal jantung

Klasifikasi fungsional NYHA (Table 2) telah digunakan untuk menyeleksi pasien dalam hampir semua

uji klinis acak untuk terapi HF, oleh karena itu, untuk menggambarkan paisen mana saja yang akan

mendapatkan manfaat dari terapi yang efektif. Pasien-pasien dengan kelas I NYHA tidak mengalami

gejala apapun yang berhubungan dengan penyakit jantung; pasien dengan kelas II, III, dan IV NYHA

masing-masing memiliki gejala yang ringan, sedang, dan berat.

Namun, perlu dicatat bahwa derajat beratnya gejala tidak berhubungan erat dengan fungsi

ventrikel dan walaupun terdapat hubungan yang nyata antara derajat gejala dengan harapan hidup,

pasien dengan gejala yang ringan mungkin masih memiliki resiko yang relatif tinggi mengalami

rawat inap dan kematian.11-13 Gejalanya juga dapat berubah dengan cepat; contohnya, pasien

pasien stabil dengan gejala ringan dapat tiba-tiba menjadi susah nafas saat istirahat pada onset

aritmia dan pasien dengan kondisi tidak bagus akut dengan edema pulmoner dan kelas IV NYHA

dapat membaik dengan cepat saat diberikan diuretik. Perburukan gejala menandakan terjadinya

peningkatan resiko rawat inap dan kematian, dan merupakan tanda untuk mencari pertolongan

medis yang segera. Tentu saja perbaikan gejala (sebaiknya hingga asimptomatik) merupakan salah

satu target utama terapi HF (target lainnya adalah menurunkan morbiditas, termasuk angka rawat

inap, dan mortalitas). Klasifikasi Killip dapat digunakan untuk menjelaskan derajat beratnya kondisi

pasien pada kondisi akut setelah infark miokard.14

Tabel 1 Diagnosis gagal jantung

Diagnosis HF-REF memiliki tiga syarat utama, yaitu:

1. Gejala-gejala tipikal HF

2. Tanda-tanda tipikal HF

3. Penurunan FEVK

Diagnosis HF-PEF memiliki empat syarat utama, yaitu:

1. Gejala-gejala tipikal HF

Page 7: ESC Guidelines for HF 2012

2. Tanda-tanda tipikal HF

3. FEVK normal atau menurun sedikit dan LV tidak membesar (dilatasi)

4. Penyakit struktur jantung yang relevan (hipertrofi LV/pembesaran LA), dan/atau disfnugsi

diastolik (lihat bagian 4.1.2)

Tanda-tanda yang mungkin tidak terlihat pada stadium awal HF (terutama pada HF-PEF) dan pada

pasien-pasien yang diberikan diuretik (lihat bagian 3.6).

3.5 Epidemiologi, etiologi, patofisiologi, dan perkembangan penyakit gagal jantung

Kurang lebih 1–2% orang dewasa di Negara maju menderita HF, dengan prevalensi yang meningkat

hingga ≥10% pada usia ≥ 70 tahun.15 Gagal jantung disebabkan oleh banyak hal dan penyebab

tersebut berbeda-beda pada bagian bumi yang berbeda (Web Table 3). Setidaknya setengah pasien

dengan HF memiliki FE yang rendah (HF-REF). HF-REF ada tipe HF yang paling banyak diketahui

patofisiologi dan terapinya, dan ini merupakan fokus dari berbagai pedoman yang ada. Penyakit

arteri coroner (CAD) merupakan penyebab dari 2/3 kasus HF sistolik, walaupun hipertensi dan

diabetes juga kemungkinan merupakan factor penyerta dalam banyak kasus. Ada banyak penyebab

lainnya adari HF sistolik (Web Table 3), diantaranya adalah riwayat infeksi virus (disadari ataupun

tidak), penyalahgunaan alkohol, keoterapi (misalkan dengan doxorubicin atau trastuzumab), dan

kardiomiopati dilatasi idiopatik (walaupun penyebabnya masih belum diketahui pasti, dalam

beberapa kasus, kemungkinan kelainan genetic dapat menjadi factor predisposisinya).16

HF-PEF tampaknya memiliki profil epidemiologis dan etiologi yang berbeda dengan HF-REF.17,18

Pasien dengan HF-PEF berusia lebih tua, lebih banyak wanita dan lebih obese dariapda pasien HF-

REF. Penderita HF-PEF juga lebih jarang menderita penyakit jantung coroner dan lebih mungkin

menderita hipertensi dan fibrilasi atrium (AF). Pasien HF-PEF memiliki prognosa yang lebih baik

daripada pasien dengan HF-REF (lihat dibawah).19

Pada pasien dengan disfungsi sistolik LV, perubahan maladaptive yang terjadi pada miosit yang

tersisa dan matriks ekstraseluler setelah cedera miokard (seperti pada infark miokard) akan

menyebabkan remodeling patologis ventrikel dengan dilatasi dan kemampuan berkontraksi yang

terganggu, yang dapat diukur, antara lain dengan menggunakan FE.11,20 Karakteristik dari disfungsi

sistolik yang tidak diobati adalah perburukan progressif dari perubahan-perubahan ini seiring

dengan berjalannya waktu, dengan pembesaran LV yang semakin buruk dan penurunan FE yang

Page 8: ESC Guidelines for HF 2012

semakin buruk, walaupun pada awalnya pasien asimptomatik. Ada dua mekanisme yang

diperkirakan menyebabkan progresi ini, yang pertama adalah terjadinya peristiwa-peristiwa yang

menyebabkan kematian miosit lebih banyak (seperti infark mriokard rekuren). Yang kedua adalah

respons sistemik yang disebabkan oleh penurunan fungsi sistolik, terutama aktivasi neurohormonal.

Dua sistem neurohormonal penting yang teraktivasi pada HF adalah sistem renin-angiotensin-

aldosteron dan sistem saraf simpatis. Selain menyebabkan cedera miokard lebih lanjut, respons

sistemik ini berakibt buruk pada pembuluh darah, ginjal, otot, sumsum tulang, paru-paru, lhepar,

dan menyebabkan ‘siklus berbahaya’ yang patologis. Ini bertanggungjawab atas banyak fitur klinis

dari sindrom HF, diantaranya adalah instabilitas listrik miokard. Interupsi dari dua proses unci ini

adalah dasar dari berbagai terapi efektif gagal jantung.11,20

Secara klinis, perubahan-perubahan tersebut berhubungan dengan perkembangan gejala dan

perburukan gejala tersebut seiring dengan berjalannya waktu, yang menyebabkan penurunan

kualitas hidup, penurunan kemampuan fungsional, episode-episode dekompensasi nyata yang

berakhir pada perawatan inap di rumah sakit (yang seringkali rekuren dan memakan biaya besar),

serta kematian premature, yang biasanya disebabkan oleh kegagalan pompa atau aritmia ventrikel.

Cardiac reserve yang terbatas pada pasien-pasien seperti itu juga tergantung dari kontraksi atrium,

kontraksi ventrikel kiri yang sinkron, dan internaksi normal antara ventrikel kiri dan kanan. Apapun

yang mempengaruhi hal-hal tersebut [misalkan terjadinya AF atau abnormalitas konduksi, seperti

left bundle branch block (LBBB)] atau menambah beban hemodinamik pada jantung yang sedang

mengalami kegagalan (seperti pada anemia) dapat menyebabkan dekompensasi akut.

Sebelum era 1990an, 60-70% pasien akan meninggal dalam 5 tahun setelah diagnosis, dan angka

rawat inap di rumah sakit karena perburukan gejala sangat tinggi dan rekurensinya tinggi. Ini

menyebabkan epidemic rawat inap karena gagal jantung dibanyak Negara. 21-23 Terapi efektif telah

memperbaiki kedua keluaran ini, menyebabkan penurunan relatif tingkat rawat inap sebesar 30-

50% dalam beberapa tahun terakhir dan penurunan angka mortalitas yang kecil tetapi bermakna.21-

23

3.6 Diagnosis gagal jantung

3.6.1 Gejala dan tanda

Diagnosis HF tidak mudah, terutama pada stadium awal penyakit. Walaupun gejala yang diderita

dapat membawa pasien ke dokter, sebagian besar gejala HF (tabel 4) tidak spesifik, oleh karena itu,

Page 9: ESC Guidelines for HF 2012

sulit menjadi pembeda antara HF dan masalah lainnya. Gejala-gejala yang lebih spesifik (seperti

ortopneu dan paroxysmal nocturnal dyspnoea) tidak begitu sering ditemui, terutama pada pasien-

pasien dengan gejala yang ringan, dan oleh karena itu, tidak dikenali.2-6

Banyak tanda HF berasal dari retensi natrium dan air, oleh karena itu tidak spesifik. Edema perifer

juga memiliki penyebab lainnya, dan sangat tidak spesifik. Tanda-tanda yang disebabkan oleh

retensi natrium dan air (seperti edema perifer) akan sembuh dengan cepat dengan terapi diuretik

(maksudnya, mungkin tidak terdapat gejala pada pasien yang diberikan terapi tersebut, sehingga

penilaian pasien lebih sulit). Tanda-tanda yang lebih spesifik, seperti peningkatan tekanan vena

jugularis dan pergeseran denyut apeks (apical impulse), lebih sulit untuk dideteksi dan didiagnosa

(dokter yang berbeda mungkin akan mendapatkan temuan yang berbeda).2-6 Gejala dan tanda

mungkin akan sangat sulit untuk diidentifikasi dan diinterpretasi pada pasien-pasien obese, lansia,

dan pada pasien dengan penyakit paru kronis.24-26

Riwayat penyakit dahulu pasien juga penting. HF jarang terjadi pada pasien tanpa riwayat penyakit

lainnya yang relevan dengan HF (seperti kemungkinan penyebab kerusakan jantung), dan fitur-fitur

tertentu, terutama riwayat infark miokard, akan sangat memperbesar kemungkinan terjadi HF pada

pasien dengan gejala dan tanda yang sesuai.2-5 Poin-poin ini menekankan pentingnya butki-bukti

objektif tanda adanya abnormalitas structural atau fungsional yang diperkirakan dapat

menyebabkan gejala-gejala dan tanda-tanda yang dikeluhkan pasien dalam diagnosis HF (lihat

dibawah).

Table 2 Klasifikasi fungsional the New York Heart Association yang berdasarkan derajat keparahan

gejala dan aktivitas fisik.

Kelas I

Tidak terdapat batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan susah nafas, rasa

lelah, atau palpitasi yang tidak wajar.

Kelas II

Keterbatasan ringan aktivitas fisik. Nyaman pada saat istirahat, tetapi aktivitas fisik biasa dapat

menyebabkan kesulitan bernafas, rasa lelah, atau palpitasi yang tidak wajar.

Kelas III

Keterbatasan bermakna aktivitas fisik. Nyaman pada saat istirahat, tetapi aktivitas fisik ringan dapat

menyebabkan kesulitan bernafas, rasa lelah, atau palpitasi yang tidak wajar.

Page 10: ESC Guidelines for HF 2012

Kelas IV

Tidak mampu melaksanakan aktivitas fisik apapun dengan nyaman. Gejala dapat timbul pada saat

istiraat. Jika melakukan aktivitas fisik apapun, rasa tidak nyaman akan meningkat.

Jika diagnosis HF telah disusun, penting untuk mencari penyebabnya, terutama penyebab yang

dapat dikoreksi (Web Table 3). Gejala dan tanda penting untuk mengawasi respons pasien terhadap

terapi dan stabilitas seiring dengan berjalannya waktu. Gejala yang persisten walau telah diterapi,

biasanya menandakan perlunya terapi tambahan, dan perburukan gejala merupakan

perkembangan yang penting (membuat pasien beresiko untuk dirawat inap segera dan kematian)

dan membutuhkan pertolongan medis segera.

3.6.2 Uji diagnostik umum pada pasien-pasien dengan suspek gagal jantung.

Karena mengklasifikasi bukti-bukti untuk uji diagnostik itu sangat sulit dilakukan, semua

rekomendasi diagnostik dimasukkan ke kategori tingkat bukti C.

3.6.3 Investigasi awal yang penting: echokardiogram, elektrokardiogram, dan uji laboratorium.

Echokardiogram dan elektrokardiogram (ECG) adalah tes yang paling bermanfaat dalam pasien-

pasien suspek HF. Echokardiogram memberikan informasi segera tentang volume ruang jantung,

fungsi sistolik dan diastolik, ketebalan dinding, dan fungsi katup.7-10,27-34 Informasi ini penting untuk

menentukan terapi yang sesuai dengan kebutuhan (misalkan ACEI dan beta-blocker untuk disfungsi

sistolik atau pembedahan untuk stenosis aorta). Echokardiografi dibahas dengan lebih lanjut dalam

bagian 4. ECG menunjukkan ritme jantung dan konduksi listriknya, yaitu apakah terdapat penyakit

sinoatrial, atrioventricular (AV) block, atau konduksi intraventricular yang abnormal (lihat tabel 5).

Temuan-temuan ini juga penting untuk mengambil keputusan tentang terapi (seperti kontrol

denyut dan antikoagulan untuk AF, pacing untuk bradikardia, atau CRT jika pasien menderita LBBB)

(lihat bagian 9.2 tentang terapi). Tanda-tanda hipertrofi LV atau gelombang Q juga dapat terlihat

pada ECG (ini menandakan hilangnya jaringan miokardium yang sehat), sehingga memberikan

indikasi tentang etiologi HF. HF sangat jarang terjadi (kemungkinannya hanya 2%) pada pasien-

pasien dengan gejala akut dan dengan ECG yang seluruhnya normal.2,3,35-38 Pada pasien-pasien

dengan gejala non-akut, EKG yang normal hanya memiliki nilai prediktif positif yang rendah

(kemungkinannya sebesar 10–14%).

Page 11: ESC Guidelines for HF 2012

Informasi yang disediakan oleh kedua tes ini memungkinkan penyusunan diagnosis kerja dan

rencana penatalaksanaan awal pada sebagian besar pasien. Pemeriksaan biokimiawi dan

hematologis rutin juga penting, untuk menentukan apakah blockade renin-angiotensin-aldosteron

dapat dimulai dengan aman (fungsi ginjal dan natrium) dan untuk menyingkirkan anemia (yang

memiliki gejala yang mirip dengan HF dan dapat memperberat HF) dan karena akan memberikan

informasi penting lainnya (lihat bagian 3.6.6).

Pemeriksaan lainnya secara umum hanya dibutuhkan jika diagnosisnya masih belum jelas (misalkan

jika gambaran echokardiografisnya suboptimal atau jika terjadi kecurigaan penyebab cardiac yang

jarang terjadi atau penyebab non-cardiac) atau jika dibutuhkan evaluasi lebih lanjut untuk

memeriksa masalah jantung pasien (misalkan perfusion imaging atau angiografi pada suspek CAD

atau biopsy endomiokardium pada penyakit miokardium tertentu). Pemeriksaan khusus dibahas

lebih lanjut pada bagian 4 dan 5.

3.6.4 Peptida natriuretik

Karena tanda dan gejala HF sangat tidak spesifik, banyak pasien dengan suspek HF dirujuk untuk

echokardiografi tidak ditemukan memmiliki abnormalitas jantung yang penting. Jika

echokardiografi tidak memungkinkan, pendekatan alternatif adalah untuk mengukur konsentrasi

peptida natriuretik dalam darah. Peptida natriuretik adalah sekelompok hormon yang disekresikan

dalam jumlah yang lebih besar jika jantungnya bermasalah atau beban ruang jantung manapun

meningkat (misalkan karena AF, emboli pulmoner, dan pada beberapa kondisi non-kardiovaskuler,

diantaranya gagal ginjal).39-42 Kadar peptida natriuretik juga akan meningkat dengan bertambahnya

usia, tetapi dapat menurun pada pasien obese.26 Kadar peptida natriuretik yang normal pada pasien

yang tidak diterapi biasanya menyingkirkan penyakit jantung yang berat, sehingga echokardiogram

tidak dibutuhkan (pemeriksaan untuk penyebab non-cardiac dari penyakit pasien tampaknya lebih

bermanfaat pada pasien-pasien seperti itu).39,42 Penggunaan peptida natriuretik sebagai cara untuk

menyingkirkan diagnosis HF dibahas dibagian lainnya.39-50 Berbagai penelitian telah memeriksa

konsentrasi ambang yang dapat menyingkirkan HF untuk dua jenis peptida natriuretik yang paling

umum, yaitu B-type natriuretik peptida (BNP) dan N-terminal pro B-type natriuretik peptida (NT-

proBNP).43-50 Ambang eksklusinya berbeda untuk pasien-pasien dengan gejala akut atau gejala yang

memberat (misalkan pada kunjungan ke IGD rumah sakit) dan pada pasien dengan onset gejala

yang lebih perlahan.

Page 12: ESC Guidelines for HF 2012

Untuk pasien-pasien yang datang dengan onset akut atau gejala yang memberat, nilai potong untuk

eksklusi yang optimal adalah sebesar 300 pg/mL untuk NT-proBNP dan 100 pg/ml untuk BNP.

Dalam penelitian lain, mid-regional atrial (atau A-type) natriuretik peptida (MR-proANP), pada nilai

potong sebesar 120 pmol/L, tampaknya setara dengan nilai ambang untuk BNP dan NT-proBNP

pada tahap akut.

Untuk pasien-pasien dengan gejala non-akut, nilai potong eksklusi yang optimum adalah sebesar

125 pg/mL untuk NT-proBNP dan 35 pg/mL untuk BNP. Sensitivitas dan spesifitas BNP dan NT-

proBNP dalam diagnosis HF lebih rendah pada pasien non-akut.43-50

Table 4 Gejala dan tanda yang tipikal untuk gagal jantung

Rekomendasi untuk pemeriksaan diagnostik pada pasien-pasien gawat darurat dengan suspek

gagal jantung.

Rekomendasi Kelas A Level B

Pemeriksaan yang seharusnya dipertimbangkan untuk semua pasien

Echokardiografi transtorasik direkomendasikan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi jantung,

termasuk fungsi diastolik (bagian 4.1.2), dan untuk mengukur FEVK untuk membuat diagnosis HF,

membantu dalam menyusun dan mengawasi penatalaksanaan, serta untuk mendapatkan informasi

tentang prognosis.

I

ECG 12-lead direkomendasikan untuk menentukan ritme jantung, denyut jantung, morfologi QRS,

dan durasi QRS, serta untuk mendeteksi abnormalitas lainnya yang relevan (tabel 5). Informasi ini

juga membantu dalam merencanakan penatalaksanaan dan menentukan prognosis. ECG yang

seluruhnya normal membuat HF sistolik tidak mungkin.

I C

Pengukuran kimia darah (termasuk natrium, kalsium, urea/blood urea nitrogen,

creatinine/estimated glomerular filtration rate, enzim-enzim hepar dan bilirubin, ferritin/TIBC) dan

fungsi tiroid direkomendasikan untuk:

(i) Mengevaluasi kecocokan pasien untuk terapi diuretik, antagonis renin–angiotensin–aldosterone,

dan antikoagula (dan untuk memonitor terapi).

(ii) Mendeteksi penyebab HF yang reversibel/dapat diobati (seperti hipokalsemia, disfungsi tiroid)

dan komorbiditas (seperti defisiensi besi).

(iii) Mendapatkan informasi prognostik.

Page 13: ESC Guidelines for HF 2012

I C

Hitung darah lengkap direkomendasikan untuk:

(i) Mendeteksi anemia, yang merupakan penyebab alternatif dari gejala dan tanda pasien, serta

dapat memperberat HF.

(ii) Mendapatkan informasi prognostik.

I C

Pengukuran peptida natriuretik (BNP, NT-proBNP, atau MR-proANP) sebaiknya dipertimbangkan

untuk:

(i) Menyingkirkan penyebab alternatif dispneu (jika nilainya dibawah nilai potong eksklusi, lihat

gambar 1, HF sangat tidak mungkin)

(ii) Mendapatkan informasi prognostik.

IIa C

Foto toraks (X-ray) sebaiknya dipertimbangkan untuk mendeteksi/menyingkirkan beberapa tipe

penyakit paru, seperti kanker (tidak menyingkirkan asma/PPOK). Ini juga dapat mengidentifikasi

kongesti/edema pulmoner dan lebih bermanfaat pada pasien-pasien suspek HF pada kondisi akut.

IIa C

Pemeriksaan yang sebaiknya dipertimbangkan pada pasien-pasien tertentu

CMR imaging direkomendasikan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi jantung, untuk mengukur

FEVK, serta untuk mendapatkan gambaran tentang jaringan jantung, terutama pada pasien-pasien

dengan gambaran echokardiografis yang tidak memuaskan atau temuan echokardiografisnya tidak

konklusif atau tidak lengkap (tetapi juga mempertimbangkan kontraindikasi/penggunaan hati-hati

untuk CMR).

I C

Angiografi coroner direkomendasikan pada pasien-pasien dengan angina pectoris, yang dianggap

cocok untuk revaskulerisasi coroner, untuk mengevaluasi anatomi koroner.

I C

Pencitraan perfusi/iskemia miokard (echokardiografi, CMR, SPECT, atau PET) sebaikyna

dipertimbangkan pada pasien-pasien yang tampaknya menderita CAD, dan yang dianggap cocok

untuk revaskulerisasi coroner, untuk menentukan apakah iskemia miokardnya reversibel dan

menilai miokard yang masih baik.

Page 14: ESC Guidelines for HF 2012

IIa C

Kateterisasi jantung kiri dan kanan direkomendasikan untuk pasoen-pasien yang sedang dievaluasi

untuk tranplantasi antung atau dukungan sirkulasi mekanik, untuk mengevaluasi fungsi jantung kiri

dan kanan, serta tahanan arteri pulmoner.

I C

Sebaiknya pertimbangkan test kemampuan berolahraga:

(i) Untuk mendeteksi iskemia miokard reversibel.

(ii) Sebagai bagian dari evaluasi untuk pasien tranplantasi jantung dan dukungan sirkulasi mekanis.

(iii) Untuk membantu merencanakan program olahraga.

(iv) Untuk mendapatkan informasi prognostik.

IIa C

BNP: B-type natriuretik peptida;CAD : coronary artery disease;CMR: cardiac magnetic

resonance;COPD: chronic obstructive pulmonary disease;ECG: electrocardiogram; HF: heart failure;

LV: left ventricular; LVEF: left ventricular ejection fraction; MR-proANP: mid-regional pro atrial

natriuretik peptida; NT-proBNP: N-terminal pro B-type natriuretik peptida; PET: positron emission

tomography; SPECT: single photon emission computed tomography; TIBC: total iron-binding

capacity.

3.6.5 X-ray Toraks

Foto toraks memiliki manfaat yang terbatas dalam proses diagnosis pasien yang dicurigai dengan

gagal jantung. Pemeriksaan ini paling berguna dalam mengidentifikasi penyebab

pulmoner/alternatif dari gejala dan tanda yang diderita pasien. Namun dapat menunjukkan adanya

ongesti pulmoner atau edema pulmoner pada pasien dengan HF. Perlu untuk diingat bahwa

disfungsi Ventrikel kiri yang bermakna dapat terjadi tanpa adanya kardiomegali pada foto toraks.

3.6.6 Pemeriksaan laboratorium rutin.

Selain pemeriksaan biokimia standar [natrium, kalium, creatinine/estimated Glomerular Filtration

Rate (eGFR)] dan hematologi standar (hemoglobin, hematokrit, ferritin, leukosit, dan platelet),

pemeriksaan kadar thyroid-stimulating hormon (thyrotropin/TSH) juga penting, karena gangguan

tiroid dapat memiliki gejala dan tanda yang sama dengan HF atau memperberat HF (tabel 6). Kadar

glukosa juga sebaiknya diberiksa. Karena pasien HF seringkali juga menderita diabetes yang belum

Page 15: ESC Guidelines for HF 2012

diketahui sebelumnya. Enzim liver juga dapat menjadi abnormal pada HF (ini penting, juga akan

menggunakan amiodarone atau warfarin).

Selain pemeriksaan sebelum terapi, monitoring biokimiawi juga penting setelah mulai penggunaan

renin–angiotensin system blockers, sewaktu dosis sedang dinaikkan perlahan (up-titrated) (lihat

bagian 7.2) dan selama periode tindak lanjut yang lebih lama, terutama jika terjadi gangguan

selama pengobatan yang menyebabkan kehilangan natrium dan cairan (seperti diare dan muntah)

atau penggunaan obat lainnya yang dapat mempengaruhi keseimbangan narium dan cairan atau

fungsi ginjal atau jika dosisnya diubah [seperti penggunaan obat-obatan anti-inflamatorik

nonsteroid (OAINS) atau diuretik]. Ada berbagai pemeriksaan laboratorium rutin yang dapat

memberikan informasi prognostik yang berharga (lihat bagian 6).

Table 5 Abnormalitas EKG yang paling sering terjadi pada gagal jantung.

Table 6 Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang sering terjadi pada gagla jantung.

3.6.7 Algoritme untuk diagnosis gagal jantung

Algoritme untuk diagnosis HF atau disfungsi LV dapat dilihat dalam gambar 1.

Pada pasien-pasien yang datang ke IGD rumah sakit dengan suspek gagal jantung dan onset gejala

yang akut, direkomendasikan untuk dilakukan echokardiografi secepat mungkin (dan

echokardiografi segera pada pasien-pasien dengan syok atau gangguan hemodinamika yang berat).

Jika dilakukan pengukuran peptida natriuretik, sebaiknya digunakan nilai potong eksklusi yang

tinggi.39-50 Pada pasien-pasien bukan gawat darurat di pelayanan primer, atau klinik rawat jalan

rumah sakit, dengan onset gejala (dan tanda) yang lambat yang sugestif HF, dapat dilakukan

pemeriksaan EKG dan peptida natriuretik sebagai cara untuk mengidentifikasi pasien yang paling

membutuhkan echookardiografi (echokardiogram diindikasikan jika kadar peptida natriuretik

berada diatas ambang eksklusi atau EKGnya abnormal). Pada pasien-pasien seperti ini, sebaiknya

digunakan nilai potong peptida natriuretik yang lebih rendah untuk mencegah terjadinya negatif

palsu dalam diagnosis HF.39-50 Pasien-pasien dengan kemungkinan HF yang tinggi sebelum

pemeriksaan laboratorium/EKG, seperti pada pasien yang memiliki riwayat infark miokard, dapat

dirujuk langsung untuk dilakukan echokardiografi.

Gambar 1 Diagram alur diagnostik untuk pasien dengan suspek gagal jantung – pendekatan

alternatif dimana dilakukan echokardiogradi dulu (biru) atau pemeriksaan peptida natriuretik dulu

(merah).

Page 16: ESC Guidelines for HF 2012

4. Peran pencitraan jantung dalam evaluasi pasien dengan suspek gagal jantung atau sudah

terdiagnosa gagal jantung.

Pencitraan memiliki peran penting dalam diagnosis HF dan dalam mengarahkan terapi. Dari

berbagai modalitas pencitraan yang dapat dilakukan, echokardiografi adalah metode pilihan untuk

pasien-pasen dengan suspek HF karena akurat, mudah diakses (dan dibawa-bawa), aman, dan

murah.27-34 Cara ini dapat dibantu dengan modalitas lainnya, yang dipilih berdasarkan

kemampuannya untuk memberikan informasi klinis tertentu dan juga mempertimbangkan

kontraindikasi dan resiko dari pemeriksaan tertentu (lihat tabel 7).9,10,52-60 Semua jenis pencitraan,

tipe apapun, hanya boleh dilakukan oleh orang yang berkompeten dan berpengalaman dalam

teknik tersebut.32

4.1 Echokardiografi

Echokardiografi adalah istilah yang digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasonografi

jantung, termasuk echokardiografi dua/tiga dimensi, pulsed dan continuous wave

Doppler, colour flow Doppler, dan pencitraan jaringan Doppler (TDI).8,27-34,61-64 Echokardiografi

memberikan informasi tentang anatomi jantung (seperti volume, geometri, massa) dan fungsi

jantung (seperti fungsi LV dan gerak dinding, fungsi katup, fungsi ventrikel kanan, tekanan arteri

pulmoner, pericardium).

4.1.1 Penilaian disfungsi sistolik ventrikel kiri,

FEVK bukan merupakan indeks kontraktilitas, karena tergantung dari volume, preload, afterload,

denyut jantung, dan fungsi katup, serta tidak sama dengan stroke volume. Stroke volume dapat

dijaga oleh dilatasi ventrikel kiri pada pasien dengan HF-REF, tetapi dapat berkurang pada pasien

dengan HF-PEF dan hipertrofi LV konsentris. FE juga dapat dipertahankan (dan stroke volume

berkurang) pada pasien-pasien dengan regurgitasi mitral yang bermakna. Oleh karena itu, FE harus

diinterpretasi berdasarkan konteks klinisnya.

Metode echokardiografis yang direkomendasikan untuk mengukur FE adalah apical biplane

method of discs (the modified Simpson’s rule).8,27-34,61 Namun, karena metode ini tergantung dari

penukuran batas endocardium yang akurat, penggunakan bahan kontras untuk mendapatkan batas

endokardial yang lebih jelas direkomendasikan ketika kualitas gambarnya tidak baik atua

suboptimal (misalkan batas endokardialnya hanya terlihat 80%).61 Metode-metode Teichholz dan

Quinones untuk menghitung FE dari dimensi linier mungkin tidak akurat, terutama pada pasien-

Page 17: ESC Guidelines for HF 2012

pasien dengan disfungsi LV regional, hal sama juga berlaku untuk fractional shortening – teknik lain

untuk menilai fungsi sistolik LV. Penilaian FE jenis tersebut dan yang berdasarkan penglihatan saja

(‘eye-balling’) tidak direkomendasikan.61 Echokardiografi tiga dimensi dengan kualitas yang baik

akan meningkatkan kualitas perhitungan volume ventrikel dan FE.61 Indeks nilai gerak dinding LV

dapat menjadi alternatif yang baik untuk FE, tetapi ini tidak umum digunakan. Indeks-indeks lainnya

dari fungsi sistolik LV antara lain adalah AV plane systolic excursion, kecepatan sistolik jaringan

Doppler, dan pengukuran deformitas yang terjadi (strain dan strain rate). Pencitraan deformitas

lebih sensitive daripada FE dalam mendeteksi perubahan-perubahan minor pada fungsi sistolik LV.

Namun, terdapat masalah dalam pengulangan dan standarisasi, sehingga membatasi

penggunaannya dalam praktek sehari-hari. Stroke volume dan surah jantung juga dapat

diperhitungkan dengan menggunakan kecepatan velocity time integral at the LV outflow tract

area. Abnormalitas echokardiografis yang paling umum terjadi pada pasien HF dan makna klinisnya

dapat dilihat pada tabel 8.

4.1.2 Penilaian disfungsi diastolik ventrikel kiri.

Disfungsi diastolik LV dianggap merupakan abnormalitas patofisiologis yang mendasari HF-PEF,

sehingga identifikasinya penting dalam diagnosis HF tipe ini (tabel 9).7,8,27-34,63,64 Indeks diastolik

echokardiografi Doppler yang umum diukur pada pasien HF dapat dilihat pada tabel 9. Perlu

dicatat, nilai normal indeks echokardiografi fungsional dari disfungsi diastolik LV juga dipengaruhi

oleh usia, frekwensi denyut jantung, dan ukuran tubuh.63,64 Selain itu, tidak ada satu parameter

echokardiografis yang cukup akurat dan dapat diulangi kembali untuk digunakan sendirian dalam

diagnosis disfungsi diastolik LV. Oleh karena itu, direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan

echokardiografis yang komprehensif yang juga termasuk semua data Doppler dan data dua dimensi

yang relevan.8,63,64 Ini termasuk evaluasi structural (hipertrofi LV, dilatasi LA) dan abnormalitas

fungsional (tabel 1). Tissue Doppler imaging-derived early diastolic myocardial velocities (e’), yang

diukur pada annulus mitral, memungkinkan penilaian relaksasi miokard. Nilai e’ yang normal (0,8

cm/s septal, 0,10 cm/s lateral, atau 0,9 cm/s rata-rata, diukur dengan menggunakan real-time

pulsed TDI) sangat jarang ditemui pada pasien dengan HF. Rasio E/e’ berhubungan dengan tekanan

pengisian LV.63,64 (Tabel 9).

Oleh karena itu, bukti echokardiografis dari disfungsi diastolik LV dapat terdiri dari berkurangnya e’

(e’ rata-rata 0,9 cm/s) atau meningkatkan rasio E/e’ (0,15), atau kombinasi dari parameter-

Page 18: ESC Guidelines for HF 2012

parameter tersebut (Tabel 9). Adanya paling tidak dua hasil pengukuran yang abnormal dan/atau

AF meningkatkan kemungkinan terjadinya diagnosis HF.

4.2 Transoesophageal echokardiografi

Transoesophageal echocardiography (TOE) tidak diperlukan dalam penilaian disagnostik rutin,

kecuali jika transthoracic ultrasound window-nya tidak mencukupi (misalkan karena obesitas,

penyakit paru kronis, ventilated patients) dan tidak ada modalitas alternatif [seperti pencitraan

dengan cardiac magnetic resonance (CMR)] yang dapat dilakukan.

Namun TOE berguna pada pasien-pasien dengan penyakit katup yang kompleks (terutama penyakit

katup mitral dan katup prostetik), suspek endokarditis, dan pada pasien dengan penyakit jantung

kongenitala. TOE juga digunakan untuk memeriksa adanya thrombus pada atrium kiri pasien-pasien

dengan AF.

Table 7 Aplikasi berbagai teknik pencitraan yang mungkin dilakukan dalam diagnosis HF.

Echo CMR Cath SPECT MDCT PET

4.3 Stress echocardiography

Echokardiografi olahraga atau stress farmakologis dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya

dan derajat iskemia yang dapat diinduksi dan untuk menentukan apakah miokardium yang tidak

berkontraksi masih baik (lihat bagian 13).34 Teknik ini mungkin akan berguna dalam mengevaluasi

pasien dengan suspek stenosis aorta berat, FE yang berkurang, dan low transvalvular gradient

(lihat bagian 13.3.1). Pemeriksaan stress diastolik adalah prosedur baru untuk mengidentifikasi HF-

PEF pada pasien dengan gejala HF pada aktivitas fisik, FE normal, dan parameter-parameter fungsi

diastolik yang tidak meyakinkan pada saat istirahat.63

4.4 Cardiac magnetic resonance

CMR adalah teknik non-invasif yang memberikan sebagian besar informasi anatomis dan fungsional

dari echokardiografi, termasuk evaluasi iskemia dan viabilitas, dan juga penilaian tambahan lainnya.52,57,65 CMR dianggap sebagai standar emas atas akurasi dan kemampuan pengulangan volume,

massa, dan gerak dinding. Karena CMR memberikan kualitas gambar yang baik, ini merupakan

modalitas pencitraan alternatif yang terbaik pada pasien-pasien dengan pemeriksaan

echokardiografis non-diagnostik.

Page 19: ESC Guidelines for HF 2012

CMR sangat berguna dalam mengidentifikasi kondisi-kondisi inflamatorik dan infiltratif, serta dalam

prakiraan prognosis untuk pasien-pasien tersebut (tabel 7).65 CMR juga berguna dalam proses

penilaian pasien dengan suspek kardiomiopati, aritmia, tumor januntg (atau tumor yang juga

melibatkan jantung), atau penyakit pericardial, dan merupakan metode pencitraan pilihan untuk

pasien dengan penyakit jantung kongenital yang kompleks.66

Keterbatasannya antara lain adalah availibilitas, ketidakmampuan untuk digunakan pasien dengan

implant logam tertentu (termasuk banyak macam alat pacu jantung), dan biayanya yang besar.

Selain itu, akurasi analisis fungsionalnya terbatas pada pasien dengan aritmia atrium. Beberapa

pasien tidak dapat mentolerir prosedurnya, seringkali karena klaustrofobia.

Linear gadolinium chelates dikontraindikasikan pada pasien dengan GFR sebesar 30 mL/min/m2,

karena dapat menyebabkan nephrogenic systemic fibrosis, walaupun jarang terjadi (ini lebih jarang

terjadi pada macrocyclic gadolinium chelates yang lebih baru).67,68

Table 8 Abnormalitas echokardiografis yang umum terjadi pada pasien gagal jantung.

4.5 Single-photon emission computed tomography dan radionuclide ventriculography

Single-photon emission computed tomography (SPECT) dapat berguna dalam menilai iskemia dan

viailitas jaringan jika terjadi kecurigaan CAD, selain itu juga memberikan informasi prognostik dan

diagnostik (tabel 7).54 Gated SPECT juga dapat membeirkan informasi tentang volume dan fungsi

ventrikel, tetapi pasien akan terpapar radiasi pengion.

4.6 Pencitraan positron emission tomography (tomografi emisi positron??)

Positron emission tomography (PET) [tunggal atau dengan computed tomography (CT)] dapat

digunakan untuk menilai iskemia dan viabilitas jaringan, tetapi flow tracers-nya (N-13 ammonia or

O-15 air) membutuhkan on-site cyclotron.58,60,69 Rubidium adalah tracer alternatif untuk

pemeriksaan iskemia dengan PET, yang dapat diproduksi secara local dengan biaya yang relatif

rendah (tabel 7). Kekurangan utamanya adalah karena kurangnya availibilitas, paparan radiasi, dan

biayanya.

4.7 Coronary angiography (Angiografi koroner??)

Coronary angiography sebaiknya dipertimbangkan untuk pasien-pasien dengan angina pectoris

atau riwayat jenti jantung, jika pasien cocok untuk dilakukan revaskulerisasi koroner. Sebaiknya

dilakukan angiografi pada pasien-pasien dengan tanda terjadinya iskemia miokard reversibel pada

Page 20: ESC Guidelines for HF 2012

pemeriksaan non-invasif, terutama jika FE berkurang (karena pembedahan bypass arteri koroner

mungkin akan bermanfaat) (bagian 13). Penilaian non-invasif dari viabilitas miokard juga dapat

dilakukan sebelum angiografi, karena ada beberapa observasi bahwa angiografi coroner hanya

sedikit bermanfaat dan resikonya cukup besar, jika jaringan yang masik baik hanya sedikit. Pada

kasus-kasus dimana informasi tentang iskemia kurang, dapat digunakan fractional flow reserve

untuk mendapatkan informasi tentang relevansi hemodinamika lesi tersebut.70

Coronary angiography mungkin akan diperlukan, dengan segera, pada pasien dengan HF akut

(AHF) (syok atau edema pulmoner akut), terutama pada pasien dengan sindrom coroner akut (lihat

bagian 12.7.1 dan pedoman revaskulerisasi71). Coronary angiography juga dapat diindikasikan pada

pasien-pasien dengan penyakit katup, jika ada rencana untuk koreksi bedah.

4.8 Cardiac computed tomography

Fungsi utama CT pada pasien HF adalah sebagai cara non-invasif untuk menggambarkan anatomi

koroner.59 Perbandingan resiko vs. manfaat prosedur ini sebaiknya dipertimbangkan, seperti yang

telah dibahas sebelumnya dalam coronary angiography (Bagian 4.7).

5. Pemeriksaan lainnya

5.1 Kateterisasi jantung dan biopsy endomiokard

Pada pasien-pasien dengan suspek kardiomiopati kontriktif atau restriktif, kombinasi kateterisasi

jantung dengan teknik pencitraan non-invasif lainnya dapat membantu membangun diagnosis yang

tepat (lihat tabel 7). Pada pasien dengan suspek miokarditis dan penyakit infiltratif (seperti

amiloidosis, lihat tabel 7), mungkin akan dibutuhkan biopsi endomiokard untuk mengkonfirmasi

diagnosis. Penggunaan prosedur ini dijelaskan dengan lebih detail pada pedoman lainnya.72

Table 9 Nilai-nilai echokardiografis yang umum ditemui pada disfungsi diastolik ventrikel kiri pada

pasien dengan gagal jantung.

5.2 Exercise testing (pemeriksaan olahraga??)

Exercise testing memungkinkan evaluasi objektif dari kemampuan olahraga dan gejala-gejala

karena usaha yang berlebih, seperti dispneu dan kelelahan.73 6-min walk test (uji berjalan 6

menit?) dan berbagai protokol treadmill dan sepeda dapat digunakan. Analisis pertukaran gas juga

membantu membedakan antara penyebab jantung atau respiratorik dari dispneu, menunjukkan

apakah ambang anaerobiknya telah tercapai, dan memberikan informasi prognostik (konsumsi

Page 21: ESC Guidelines for HF 2012

oksigen puncak/peak oxygen consumption seringkali diukur sebagai bagian dari penilaian pasien

kandidat transplantasi jantung). Kemampuan olahraga yang normal pada pasien yang tidak

mendaptkan terapi akan menyingkirkan diagnosis HF simptomatik, walaupun harus diingat bahwa

kemampuan olahraga pasien berhubungan lemah dengan tolak ukur hemodinamik saat istirahat,

termasuk FE.

5.3 Pemeriksaan genetik

Munculnya pemeriksaan genetic dalam kardiomiopati dilatasi idiopatik dan hipertrofik dijelaskan

pada bagian lainnya.16 Saat ini, pemeriksaan genetic direkomendasikan pada pasien-pasien dengan

kardiomiopati dilatasi dan AV blok atau dengan riwayat kematian mendadak yang premature,

sebagai karena mungkin akan membutuhkan implantable cardioverter defibrillator (ICD) sebagai

profilaksis.

5.4 Monitoring electrokardiografis ambulatorik

Monitoring EKG embulatorik sangat bermanfaat dalam penilaian pasien-pasien dengan gejala-gejala

yang sugestif dengan aritmia atau bradikardia (seperti palpitasi atau sinkop) dan dalam monitoring

kontrol frekwensi denyut ventrikel pada pasien dengan AF. Ini akan berguna dalam identifikasi tipe,

frekwensi, dan durasi aritmia atrium dan ventrikel, episode-episode iskemia dan bradikardia yang

tidak bergejala, serta gangguan konduksi, yang dapat menyebabkan atau memperberat HF.

6. Prognosis

Ada banyak variabel yang memberikan informasi prognosis (Web Table 10), walaupun sebagian

besar dari informasi tersebut dapat diperoleh dari data yang muda didapat, seperti usia, etiologi,

kelas NYHA, FE, komorbiditas penting (disfungsi ginjal, diabetes, anemia, hiperurisemia), dan

konsentrasi peptida natriuretik plasma.74-80 Tentu saja, variabel-variabel ini berubah seiring dengan

berjalannya waktu, sama seperti prognosis. Penilaian prognosis sangat penting ketika memberikan

informasi kepada pasien, keluarganya, dan perawat tentang alat-alat dan pembedahan (termasuk

transplantasi) serta dalam perawatan paliatif (end-of-life care).

7. Terapi farmakologis gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang berkurang (gagal jantung sistolik)

7.1 Objektif dalam penatalaksanaan gagal jantung

Page 22: ESC Guidelines for HF 2012

Tujuan terapi untuk pasien yang telah dinyatakan menderita gagal jantung adalah untuk

meringankan gejala dan tanda (seperti edema), mencegah rawat inap, dan meningkatkan harapan

hidup. Walaupun fokus sebelumnya dari uji klinis adalah mortalitas, sekarang telah diketahui bahwa

mencegah rawat inap karena HF sangat penting untuk pasien dan sistem pelayanan kesehatan.81

Penurunan angka mortalitas dan rawat inap mencerminkan kemampuan terapi efektif untuk

memperlambat atau mencegah perburukan progresif HF. Ini seringkali disertai dengan reverse

remodeling LV dan penurunan kadar peptida natriuretik sirkulatorik.82,83

Berkurangnya gejala, peningkatan kualitas hidup, dan perbaikan kapasitas fungsional juga sangat

penting untuk pasien, tetapi bukan merupakan keluaran utama sebagian besar uji klinis.84 Ini

dikarenakan hal-hal tersebut sulit untuk diukur dan akrena beberapa terapi yang sebelumnya

terbukti memperbaiki keluaran tersebut, ternyata juga menurunkan angka harapan hidup.85,86

Namun terapi farmakologis yang efektif dan CRT dapat memperbaiki keluaran ini, selain itu juga

menurunkan mortalitas dan angka rawat inap.

Gambar 2 memperlihatkan strategi penatalaksanaan untuk obat-obatban (dan alat) pada pasien

dengan HF-REF; rekomendasi untuk tiap jenis terapi dirangkum dibawah. Tiga jenis antagonis

neurohormonal – ACEI [atau angiotensin receptor blocker (ARB)], beta-blocker, dan MRA – berperan

besar dalam memperbaiki perkembangan HF sistolik dan sebaiknya dipertimbangkan untuk semua

pasien. Obat-obatan ini umumnya digunakan bersamaan dengan diuretik untuk mengurangi gejala-

gejala dan tanda-tanda kongesti. Teks dibawah ini merangkum bukti-bukti yang mendukung

rekomendasi dalam bagian ini, dalam Web Tables 11–13 dan gambar 2. Dosis yang

direkomendasikan untuk obat-obatan ini dapat dilihat pada tabel 14. Rekomendasi yang terdapat

dalam bagian 7.4 merangkum obat-obatan yang sebaiknya dihindari pada pasien dengan HF-REF.

7.2 Terapi-terapi yang direkomendasikan pada hampir semua pasien dengan gagal jantung

sistolik.

7.2.1 Angiotensin-converting enzyme inhibitors dan beta-blockers

Berbagai uji klinis penting telah dilakukan dengan beta-blockers pada pasien-pasien dengan gejala

yang persisten dan FE yang persisten rendah, walaupun telah diberikan terapi ACEI, dan dalam

sebagian besar kasus, diuretik. Walaupun begitu, ada sebuah consensus yang menyatakan bahwa

terapi ini merupakan terapi komplementer dan sebaiknya beta-blocker dan ACEI digunakan secepat

Page 23: ESC Guidelines for HF 2012

mungkin setelah terdiagnosis HF-REF. Ini dikarenakan ACEI hanya sedikit memperbaiki LV

remodeling dan beta-blocker seringkali menyebabkan perbaikan FE yang bermakna. Selain itu, beta-

blocker bersifat anti-iskemia dan kemungkinan lebih efektif dalam mengurangi resiko kematian

mendadak karena penyakit jantung, serta menyebabkan penurunan mortalitas total yang sangat

besar dan cepat.

Bukti-bukti kunci yang mendukung penggunaan ACEI:

Dua uji klinis terkontrol penting [Cooperative North Scandinavian Enalapril Survival Study

(CONSENSUS)87 dan Studies of Left Ventricular Dysfunction (SOLVD)-Treatment]88 yang

melibatkan 2800 pasien dengan HF simptomatis derajat ringan hingga berat yang diberikan

plasebo atau enalapril. Sebagian besar peserta juga diberikan diuretik dan digoksin, tetapi

10% peserta diberikan beta-blocker. 53% peserta penelitian CONSENSUS, yang melibatkan

pasien dengan HF berat, dibeirkan spironolakton.

Kedua RCTs tersebut membuktikan bahwa pemberian ACEI menurunkan mortalitas [relative

risk reduction (RRR) 27% dalam CONSENSUS dan 16% dalam SOLVD-Treatment]. Dalam

SOLVDTreatment juga terjadi penurunan RR sebesar 26% dalam angka rawat inap karena

HF. Manfaat ini merupakan manfaat tambahan dari yang didapat dari terapi konvensional

pada saat itu (yaitu diuretik, digoksin, dan spironolakton).

Absolute risk reduction (ARR) dalam mortalitas pada pasien dengan HF ringan atau sedang

(SOLVD-Treatment) sebesar 4,5%, setara dengan number needed to treat (NNT) sebesar 22

untuk memperlambat satu kematian (selama masa rata-rata 41 bulan). Nilai yang setara

untuk HF berat (CONSENSUS) adalah 14,6% untuk ARR dan 7 untuk NNT (selama rata-rata

masa 6 bulan).

Temuan-temuan ini didukung oleh sebuah meta-analisis dari uji klinis acak terkontrol

plaseco berjangka pendek skala lebih kecil, yang menunjukkan adanya penurunan angka

mortalitas yang terlihat nyata dalam 3 bulan penggunaan.89 RCT ini juga menunjukkan

bahwa ACEI memperbaiki gejalan, toleranasi olahraga, kualitas hidup, dan kemampuan

berolahraga.

Dalam uji klinis Assessment of Treatment with Lisinopril And Survival (ATLAS),90 3164 pasien

dengan (sebagian besar) HF sedang hingga berat diberikan lisonopril dosis rendah atau

tinggi secara acak. Didapatkan RRR sebesar 15% pada resiko kematian atau rawat inap

Page 24: ESC Guidelines for HF 2012

karena HF pada kelompok yang diberikan lisinopril dosis tinggi dibandingkan dengan

kelompok dosis rendah.

Dukungan tambagan untuk penggunaan ACEI berasal dari sebuah RCT yang melibatkan

pasien dengan FE rendah tetapi tanpa gejala HF (‘disfungsi sistolik LV asimptomatik’) dan

tiga uji klinis acak terkontrol plasebo berskala besar yang melibatkan 5966 pasien dengan

HF, disfungsi sistolik LV, atau keduanya setelah infark miokard akut.91 Dalam uji klinis

SOLVD-Prevention, (yang mengacak 4228 pasien dengan disfungsi sistolik LV asimptomatik),

ditemukan RRR sebesar 20% untuk kematian atau rawat inap karena HF. Pada uji klinis

infark miokard yang menggunakan captopril [Survival and Ventricular Enlargement (SAVE)],

ramipril [Acute Infarction Ramipril Efficacy (AIRE)], dan trandolapril [TRAndolapril Cardiac

Evaluation (TRACE)], ditemukan RRR sebesar 26% untuk kematian dan rawat inap karena

HF.101

ACEI kadang dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hyperkalemia, hipotensi

simptomatik, batuk, dan angioedema (jarang). Sebaiknya ACEI hanya diberikan pada aspein

dengan fungsi ginjal yang baik (creatinine ≤221 mmol/L atau ≤2.5 mg/dL atau eGFR ≥30

mL/min/1.73 m2) dan kadar kalium serum yang normal (lihat Web Table 11). Pedoman

praktis penggunaan ACEI dapat dilihat pada Web Table 11.102

BUkti kunci yang mendukung penggunaan beta-blocker.

Beta-blocker memiliki lebih banyak RCT daripada ACEI dalam penggunaannya untuk pasien

dengan HF.

Tiga uji klinis kunci [Cardiac Insufficiency Bisoprolol Study II (CIBIS II), Carvedilol Prospective

Randomized Cumulative Survival (COPERNICUS), dan Metoprolol CR/XL Randomised

Intervention Trial in Congestive Heart Failure (MERIT-HF)] memberikan plasebo atau beta-

blocker (bisoprolol, carvedilol, atau metoprolol suksinat CR/XL) secara acak kepada hampir

9000 pasien dengan gagal jantung simptomatik,92-96 Lebih dari 90% peserta juga dibeirkan

ACEI atau ARB.

Ketiga uji klinis ini menunjukkan bahwa penggunaan beta-blocker dapat menurunkan angka

mortalitas (RRR: 34% pada tiap uji klinis) dan angka rawat inap karena HF (RRR 28–36%)

dalam 1 tahun setelah tearpi dimulai. Selain itu, juga terjadi perbaikan kondisi umum pasien

Page 25: ESC Guidelines for HF 2012

dalam penelitian COPERNICUS dan MERIT-HF. Manfaat-manfaat ini merupakan tambahan

dari yang didapat dengan tearpi konvensional, antara lain dengan ACEI.

ARR mortalitas (setelah terapi selama 1 tahun) pada pasien dengan HF ringan hingga sedang

(pada gabungan CIBIS II dan MERIT-HF ) adalah sebesar 4,3%, setara dengan NNT (1 tahun

untuk memperlambat 1 kematian) sebesar 23. Nilai yang setara untuk HF berat

(COPERNICUS) adalah ARR sebesar 7,1% dan NNT 14.

Temuan-temuan ini didukung oleh sebuah uji klinis acal terkontrol plasebo [Study of Effects

of Nebivolol Intervention on Outcomes and Rehospitalization in Seniors With Heart Failure

(SENIORS)] yang melibatkan 2128 pasien lansia (≥70 tahun), 36% darinya memiliki FEVK ≤

35%. Penggunaan nebivolol menghasilkan RRR sebesar 14% pada primary composite

endpoint yang terdiri dari kematian atau rawat inap karena gangguan kardiovaskuler, tetapi

tidak mengurangi mortalitas.97 Terapi farmakologis diindikasikan pada hampir semua pasien

dengan gagal jantung sistolik simptomatis (kelas fungsional NYHA II-IV).

Terapi farmakologis diindikasikan pada hampir semua pasien dengan gagal jantung sistolik

simptomatis (kelas fungsional NYHA II-IV).

Gambar 2 Pilihan terapi untuk pasien-pasien dengan gagal jantung sistolik simptomatik kronis (kelas

fungsional NYHA II-IV).

Hal-hal yang ditemukan dalam penelitian tersebut jika didukung oleh berbagai penelitian

sebelumnya yang menggunakan carvedilol (US carvedilol studies), sebuah meta-analisis dari

berbagai uji klinis beta-blocker berskala kecil dan uji klinis acak terkontrol plasebo pada

1959 pasien dengan FEVK ≤40% setelah infark miokard akut dimana RRR untuk mortalitas

dengan penggunaan carvedilol adalah sebesar 23% selama masa tindak lanjut rata-rata 1,3

tahun.98

Sebuah RCT berskala besar [Beta-Blocker Evaluation of Survival Trial (BEST)] yang

menggunakan bucindolol, sebuah beta-blocker yang bersifat agonis parsial, tidak

menunjukkan terjadinya penurunan mortalitas yang bermakna, walaupun secara umum

temuannya konsisten dengan penelitian-penelitian diatas.103

Sebuah RCT lain [Carvedilol or Metoprolol European Trial (COMET)] menunjukkan bahwa

penggunaan carvedilol meningkatkan angka harapan hidup dibandingkan dengan

menggunakan metoprolol tartrat jangka pendek (berbeda dengan formula suksinat yang

berjangka panjang yang digunakan dalam MERIT-HF).104

Page 26: ESC Guidelines for HF 2012

Beta-blockers sebaiknya mulai digunakan pada pasien yang stabil dan digunakan secara hati-

hati pada pasien yang baru mengalami dekompensasi (pada pasien-pasien seperti ini, hanya

boleh mulai digunakan saat rawat inap). Namun, pada penelitian COPERNICUS, inisiasi

penggunaan beta-blocker pada pasien-pasien yang baru mengalami dekompensasi tidak

mengalami masalah.105

Dalam satu RCT, penerusan penggunaan beta-blocker selama episode dekompensasi

terbukti aman, walaupun mungkin membutuhkan pengurangan dosis.106 Pada pasien-pasien

dengan syok atau hipoperfusi berat dianjukan untuk menghentikan menggunakan obat

tersebut secara sementara. Terapi sebaiknya dimulai kembali sebelum pasien dipulangkan.

Pedoman praktis penggunaan beta-blocker dapat dilihat pada Web Table 12.102

7.2.2 Mineralocorticoid/aldosterone receptor antagonists (MRAs)

Spironolakton dan eplerenon menghambat reseptor yang mengikat aldosteron dan kortikosteroid

lainnya, dan paling baik disebut sebagai MRAs. Walaupun pasien-pasien dalam penelitian

Eplerenone in Mild Patients Hospitalization and Survival Study in Heart Failure (EMPHASIS-HF)100

diwajibkan untuk memiliki fitur-fitur lainnya yang dapat menaikkan resiko (baru dirawat inap

karena gangguan kardiovaskuler atau kadar peptida natriuretik yang tinggi), manfaat MRAs

mungkin dapat dialami oleh semua pasien dengan gagal ajntung sistolik, terutama jika dua RCT

dalam CHF didukung oleh sebuah RCT dengan pasien yang mengalami infark miokard akut.99-100,107

Bukti kunci yang mendukung penggunaan MRAs.

Uji klinis Randomized Aldactone Evaluation Study (RALES)99 melibatkan pasien dengan gagal

jantung berat yang diberikan spironolakton.

Dalam penelitian RALES, 1663 pasien dengan FE ≤35% dan kelas fungsional III NYHA (pernah

masuk ke dalam kelas IV dalam 6 bulan terakhir) berikan plasebo atau spironolakton 25-

50mg sekali sehari sebagai tambahan dari terapi konvensional secara acak. Pada saat uji

klinis tersebut dilakukan, beta-blocker belom digunakan secara luas sebagai terapi HF, dan

hanya 11% pasien yang sebelumnya diberikan beta-blocker.

Terapi dengan spironolakton menyebabkan RRR mortalitas sebesar 30% dan RRR untuk

rawat inap karena HF sebesar 35% dalam waktu rata-rata 2 tahun setelah terapi dimulai.

Manfaat-manfaat ini merupakan tambahan dari yang didapat dengan terapi konvensional,

termasuk ACEI.

Page 27: ESC Guidelines for HF 2012

ARR mortalitas (setelah waktu rata-rata 2 tahun terapi) pada pasien dengan HF berat adalah

11,4%, setara dengan NNT (selama 2 tahun untuk memperlambar satu kematian) sebesar 9.

Penelitian EMPHASIS-HF100 yang lebih baru melibatkan pasien HF sistolik dengan gejala

ringan.

Penelitan EMPHASIS-HF melibatkan 2737 pasien berusia ≥55 dengan kelas fungsional II

NYHA dan FE ≤30% (≤35% jika surasi QRS = 0,130 ms). Pasien pernah dirawat inap karena

gangguan kardiovaskuler dalam 6 bula nterakhir atau memiliki kadar peptida natriuretik

plasma yang meningkat dan telah diberikan terapi ACEI, ARB, atau keduanya, dan satu beta-

blocker.

Terapi dengan eplerenon (hingga 50 mg sekali sehari) menyebabkan RRR sebesar 37% dalam

kematian karena gangguan kardiovaskuler atau angka rawat inap karena HF. Selain itu juga

terjadi penurunan angka mortalitas total (24%), kematian kardiovaskuler (24%), angka rawat

inap total (23%), dan angka rawat inap karena HF (42%). Manfaat-manfaat ini didapatkan

dalam waktu rata-rata 21 bulan setelah terapi dimulai dan merupakan tambahan dari yang

didapat dari terapi konvensional, termasuk ACEI dan.

Tabel 14 Dosis-dosis berdasarkan bukti ilmiah dari obat-obatan yang dapat mempengaruhi penyakit

yang digunakan dalam uji klinis acak penting untuk gagal jantung (atau setelah infark miokard)

Nilai ARR dalam primary composite mortality–morbidity endpoint pada pasien-pasien

dengan gejal ringan adalah sebesar 7,7% yang setara dengan NNT (untuk waktu rata-rata 21

bulan untuk memperlambat satu kejadian) sebesar 13. Nilai ARR untuk mortalitas sebesar

3%, setara dengan NNT sebesar 33.

Temuan-temuan ini didukung oleh satu RCT lain [Eplerenone Post-Acute Myocardial

Infarction Heart Failure Efficacy and Survival Study (EPHESUS)], yang melibatkan 6632 pasien

selama 3–14 hari setelah infark miokard akut, dengan FE ≤40% dan HF atau diabetes.107

Pasien diberikan plasebo atau eplerenon 25-50 mg sekali sehari sebagai tambahan terapi

konvensional [ACEI/ARB (87%) dan beta-blocker (75%)] secara acak. Pemberian eplerenon

menyebabkan RRR untuk mortalitas sebesar 15%.

Spironolakton dan eplerenon dapat menyebabkan hiperkalaemia dan penurunan fungsi

ginjal, yang jarang terjadi dalam RCTs, tetapi mungkin lebih sering terjadi pada praktek klinis

sehari-hari, terutama pada lansia. Kedua obat ini sebaiknya hanya diberikan pada pasien

Page 28: ESC Guidelines for HF 2012

dengan fungsi ginjal yang baik dan kadar kalium serum normal; jika salah satunya

digunakan, harus dilakukan pemeriksaan elektrolit serum dan fungsi ginjal secara berkala.

Spironolakton juga dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada payudara dan pembesaran

payudara pada pria (10% dibandingkan 1% pada plasebo, menurut RALES99); efek samping

ini jarang terjadi pada penggunaan eplerenon.

Pedoman praktis penggunaan MRAs dapat dilihat pada Web Table 13.102

7.2.3 Terapi lain yang direkomendasikan untuk pasien-pasien tertentu dengan gagal jantung

sistolik.

Bagian ini menjelaskan terapi-terapi lainnya yang bermanfaat pada gagal jantung sistolik. Tetapi,

terapi tersebut belum terbukti nyata dapat menurunkan mortalitas total [atau dalam kasus

hidralazin dan isosorbid dinitrat (H-ISDN), hanya terbukti pada etnis kulit hitam America]. Sebagian

besar obat-obatan ini memiliki manfaat yang meyakinkan untuk mengurangi gejala, angka rawat

inap karena HF, atau keduanya, serta merupakan terapi alternatif atau tambahan untuk gagal

jantung.

(Tabel hal 1808) Terapi lainnya dengan manfaat yang kurang meyakinkan untuk pasien dengan

gagal jantung sistolik simptomatis (kelas II-IV NYHA).

7.2.4 Angiotensin receptor blockers (ARBs)

ARBs tetap merupakan terapi alternatif rekomendasi untuk pasien-pasien yang tidak tahan dengan

ACEI.109 Namun ARBs sudah bukan merupakan rekomendasi lini pertama pada pasien HF dengan FE

≤40% yang tetap simptomatis walaupun dengan terapi ACEI dan beta-blocker yang optimal.

Didalam penelitian EMPHASIS-HF, ditemukan bahwa eplerenon menyebabkan penurunan angka

mortalitas yang lebih besar daripada uji klinis ARB sebagai ‘add-on’ therapy yang dibahas dibawah

ini. Juga karena dalam penelitian Randomized Aldactone Evaluation Study (RALES) dan EMPHASIS-

HF, penggunaan MRA terbukti menurunkan mortalitas total, sementara terapi ‘add-on’ ARB tidak.

Bukti kunci:

Dua uji klinis acak terkontrol plasebo yang penting [Valsartan Heart Failure Trial (Val-HeFT)

dan CHARM-Added] memberikan plasebo atau ARB (valsartan dan candesartan) kepada

7600 pasien dengan HF simptomatis ringan hingga berat sebagai tambahan dari terapi

dengan ACEI (pada 93% peserta Val-HeFT dan semua peserta CHARM-Added).110,111 35%

peserta Val-HeFT dan 55% peserta CHARM-Added juga diberikan sebuah beta-blocker.

Page 29: ESC Guidelines for HF 2012

Kedua uji klinis diatas menunjukkan bahwa penggunaan ARB dapat menurunkan resiko

rawat inap karena HF (RRR 24% pada Val-HeFT dan 17% pada CHARM-Added), tetapi tidak

menurunkan angka rawat inap total. Selain itu, terjadi RRR sebesar 16% pada resiko

kematian karena gangguan kardiovaskuler dengan penggunaan candesartan pada penelitian

CHARM-Added. Manfaat ini merupakan manfaat tambahan dari terapi konvensional, yang

termasuk diuretik, digoksin, ACEI, dan sebuah beta-blocker (beberapa pasien diberikan

sebuah MRA).

Nilai ARR pada primary composite mortality–morbidity endpoint pada pasien-pasien

dengan HF ringan hingga sedang sebesar HF 4,4%, setara dengan NNT (untuk waktu rata-

rata 41 bulan untuk memperlambat satu kejadian) sebesar 23 pada penelitian CHARM-

Added. Dalam penelitian Val-HeFT nilai ARR yang didapatkan adalah 3,3% dan NNT 30

(selama rata-rata 23 bulan).

Uji klinis CHARM dan Val-HeFT juga membuktikan bahwa ARBs memperbaiki gejala dan

kualitas hidup pasien. Pada uji klinis lain, terbukti bahwa agen-agen tersebut juga

memperbaiki kemampuan berolahraga.

CHARM-Alternatif adalah sebuah uji klinis acak terkontrol plasebo yang menggunakan

candesartan pada 2028 pasien dengan FEVK ≤40%, yang tidak tahan ACEI. Pemberian

candesartan menyebabkan RRR kardiovaskuler atau rawat inap karena HF sebesar 23% (ARR

7%, NNT 14, selama 34 bulan tinjak lanjut).108 Valsarta juga terbukti bermanfaat pada

kelompok pasien dalam Val-HeFT yang tidak diberikan ACEI.109

Sebuah penelitian lain [Evaluation of Losartan In The Elderly (ELITE) II 118] gagal untuk

membuktikan bahwa pemberian losartan 50 mg sehari memiliki efektivitas yang salam

dengan captopril 50 mg tiga kali sehari. Namun RCT lain [Heart failure Endpoint evaluation

of Angiotensin II Antagonist Losartan (HEAAL)119] menunjukkan bahwa pemberian losartan

150 mg sehari lebih baik daripada 50 mg sehari, yang mendukung temuan yang serupa

dalam the Assessment of Treatment with Lisinopril And Survival (ATLAS) trial yang

mengugnakan ACEI, lisinopril—lihat diatas. Dalam HEAAL, terjadi RRR sebesar 10% dalam

angka mortalitas atau rawat inap karena HF pada kelompok losartan dosis tinggi (P = 0,027)

selama masa tindak lanjut median 4,7 tahun. Hasil dari kedua uji klinis tersebut, ATLAS90 dan

HEAAL119, mengindikasikan bahwa dosis renin–angiotensin system blockers dengan dosis

Page 30: ESC Guidelines for HF 2012

yang lebih tinggi memberikan manfaat yang lebih besarm dan menggarisbawahi pentingnya

untuk mencapai dosis target yang terbukti bermanfaat dalam RCT penting.

Dukungan tambahan dari penggunaan ARBs didapat dari penelitian the Valsartan In Acute

myocardial infarction trial (VALIANT),120 sebuah uji klinis acak yang melibatkan 14.703

pasien gagal jantung, disfungsi sistolik LV, atau keduanya setelah infark miokard akut untuk

diberikan captopril, valsartan, atau kombinasi keduanya. Dalam penelitian tersebut

ditemukan bahwa valsartan tidak kalah dengan captopril. Dalam penelitian lain yang mirip

[Optimal Therapy in Myocardial infarction with the Angiotensin II Antagonist Losartan

(OPTIMAAL)121], pemberian losartan 50 mg sekali sehari tidak menunjukkan non-inferioritas

ketika dibandingkan dengan captopril.

Pedoman praktis penggunaan ARB dapat dilihat pada Web Table 11.102

7.2.5 Ivabradine

Ivabradine adalah obat yang menekan saluran If pada nodus sinus. Satu-satunya efek

farmakologisnya yang diketahui adalah obat ini memperlambat denyut jantung pada pasien dengan

ritme sinus (tidak denyut ventrikuler pada AF).

Bukti kunci:

The Systolic Heart failure treatment with the If inhibitor ivabradine Trial (SHIFT) melibatkan

6588 pasien dengan kelas fungsional II-IV NYHA, dengan ritme sinus ≥70 b.p.m. dan FE

≤35%.112 Pasien juga harus memiliki riwayat rawat inap karena HF selama 12 bulan terakhir.

Peserta diberikan ivabradine (up-titrated hingga dosis maksimal 7,5 mg dua kali sehari) atau

plasebo secara acak, sebagai tambahan dari terapi diuretik (pada 84% peserta), digoksin

(22%), ACEI (79%), ARB (14%), beta-blocker (90%), dan MRA (60%). Tetapi, hanya 26%

pasien yang diberikan beta-blocker dosis maksimal. Waktu tindak lanjut median adalah 23

bulan. Nilai RRR pada primary composite outcome yang berupa kematian karena gangguan

kardiovaskuler atau rawat inap karena gagal jantung adalah sebesar 18% (P = 0,0001);

penurunan mortalitas kardiovaskuler (atau kematian total) tidak bermakna, tetapi RRR

untuk rawat inap karena HF adalah sebesar 26%. Nilai ARR pada primary composite

mortality–morbidity endpoint adalah sebesar 4,2%, setara dengan NNT (untuk rata-rarta 23

bulan untuk memperlambat satu kejadian) sebesar 24. Ivabradine juga memperbaiki fungsi

LV dan kualitas hidup.

Page 31: ESC Guidelines for HF 2012

5% pasien yang diberikan ivabradine mengalami bradikardia simptomatik dibandingkan

kelompok plasebo ynag hanya 1% (P = 0,0001). Efek samping visual (phosphenes) dilaporkan

terjadi apda 3% pasien yang diberikan ivabradine dan 1% pada plasebo (P = 0,0001).

Bukti keamanan ivabradine lainnya berasal dari uji klinis the MorBidity-mortality

EvAlUaTion of the If inhibitor ivabradine in patients with coronary disease and left

ventricULar dysfunction (BEAUTIFUL), sebuah RCT yang melibatkan 10.917 pasien penyakit

jantung coroner dengan FE ≤40% yang diberikan ivabradine 7,5 mg dua kali sehari atau

plasebo, dan diikuti selama waktu median 19 bulan. Walaupun penggunaan ivabradine tidak

mengurangi primary outcome yang terdiri dari kematian karena gangguan kardiovaskuler,

infark miokard, atau rawat inap karena HF, obat ini ditoleransi dengan baik.122

7.2.6 Digoksin dan glikosida digitalis lainnya

Pada pasien-pasien dengan HF simptomatik dan AF, digoksin dapat digunakan untuk

memperlambat frekwensi denyut ventrikel, walaupun terapi lainnya lebih dianjurkan (lihat bagian

10.1). Digoksin juga dapat digunakan pada pasien-pasien dengan ritme sinus dengan HF

simptomatik dan FEVK ≤40%, seperti yang direkomendasikan dibawah ini, berdasarkan bukti-bukti

yang dirangkum dibawah.113

Bukti kunci:

Sebuah RCT berskala besar yang menilai angka morbiditas dan mortalitas [Digitalis

Investigation Group (DIG)] untuk pasien-pasien gagal jantung simptomatis dengan FE yang

rendah yang diberikan digoksin telah dilakukan.113

Dalam uji klinis DIG, 6800 pasien dengan FE ≤45% dan kelas fungsional II-IV NYHA diberikan

plasebo atau digoksin (0.25 mg sekali sehari) secara acak sebagai tambahan dari diuretik

atau ACEI. Uji klinis ini dilakukan sebelum beta-blocker umum digunakan untuk HF.113

Terapi dengan digoksin tidak mengubah angka mortalitas total, tetapi menyebabkan RRR

untuk rawat inap karena perburukan HF sebesar 28% dalam waktu rata-rata 3 tahum

setelah terapi dimulai. Nilai ARR absolut yang didapat adalah 7,9%, setara dengan NNT

(untuk 3 tahun untuk memperlambat rawat inap satu pasien) sebesar 13.

Temuan-temuan ini didukung oleh sebuah meta-analysis berbagai uji klinis berskala kecil

yang mengindikasikan bahwa digoksin dapat memperbaiki gejala dan mencegah perburukan

kondisi penyakit.123

Page 32: ESC Guidelines for HF 2012

Digoksin dapat menyebabkan aritmia atrium dan ventrikel, terutama jika terjadi

hypokalemia, sehingga pemeriksaan elektrolit serum dan fungsi ginjal wajib dilakukan

secara berkala.

Efikasi dan keamanan glikosida digitalis lainnya seperti digitoksin dalam gagal jantung belum

pernah diteliti dengan sungguh-sungguh sebelumnya.

7.2.7 Kombinasi hidralazin dan isosorbid dinitrat (H-ISDN)

Idalam satu RCT yang relatif kecil yang dilakukan pada pasien pria saja (dan sebelum ACEI atau

beta-blocker digunakan untuk mengobati HF), kombinasi vasodilator ini menyebabkan sedikit

penurunan mortalitas dibandingkan dengan plasebo.114-116 dalam sebuah RCT lain, penambahan H-

ISDN terhadap terapi konvensional (ACEI, beta-blocker, dan MRA) mengurangi morbiditas dan

mortalitas (dan mengurangi gejala) ada pasien kulit hitam Amerika dengan HF.116 Dalam populasi

pasien tertentu yang diteliti, ukuran RCT yang relatif kecil, dan terminasi awal (karena mortalitas)

memunculkan keraguan tentang nilai dari terapi kombinasi ini, terutama dalam populasi bukan kulit

hitam.

Bukti kunci:

Terdapat dua uji klinis acak terkontrol plasebo (V-HeFT-I dan A-HeFT) dan satu RCT

terkontrol aktif (V-HeFT-II) yang menggunakan H-ISDN.114-116

Dalam V-HeFT-I, 642 pria diberikan plasebo, prazosin, atau H-ISDN secara acak sebagai

tambahan diuretik atau digoksin.114 Tidak ada pasien yang diberikan beta-blocker atau ACEI

(penggunaan MRAs tidak didokumentasikan). Tingkat mortalitas tidak berbeda pada

kelompok plasebo dan prazosin. Dalam kelompok H-ISDN, terjadi kecenderungan

penurunan mortalitas total selama periode tindak lanjut keseluruhan (mean 2,3 tahun): RRR

22%; ARR 5,3%; NNT 19. H-ISDN meningkatkan kemampuan berolahraga dan FEVK

dibandingkan dengan plasebo.

Dalam penelitian A-HeFT, 1050 pria dan wanita kulit hitam Amerika dengan keas III-IV NYHA

diberikan plasebo atau H-ISDN secara acak, sebagai tambahan diuretik (90%), digoksin

(60%), ACEI (70%), ARB (17%), beta-blocker (74%), dan spironolakton (39%).116 Dosis awal

terapi adalah 20 mg ISDN/37.5 mg hidralazin tiga kali sehari, dan ditingkatkan hingga dosis

target sebesar 40 mg/75 mg tiga kali sehari. Uji klinis ini dihentikan secara premature,

setelah waktu tindak lanjut median 10 bulan, karena terjadi penurunan mortalitas yang

Page 33: ESC Guidelines for HF 2012

bermakna (RRR 43%; ARR 4,0%; NNT 25). H-ISDN juga mengurangi resiko rawat inap karena

HF (RRR 33%) dan memperbaiki kualitas hidup.

Dalam V-HeFT-II, 804 pria yang sebagian besar merupakan kelas II/III NYHA, diberikan

enalapril atau H-ISDN secara acak sebagai tambahan dari diuretik atau digoksin.115 Tidak ada

pasien yang diberikan beta-blocker. Terjadi kecenderungan peningkatan mortalitas total

pada kelompok H-ISDN selama masa tindak lanjut total (mean 2,5 tahun): peningkatan

relatif resiko adalah sebesar 28%.

Efek samping yang paling umum terjadi pada pemberian H-ISDN dalam uji klinis tersebut

adalah sefalgia, rasa pusing/hipotensi, dan rasa mual. Arthralgia dapat menyebabkan

penghentian atau penurunan dosis H-ISDN terjadi pada 5–10% pasien dalam V-HeFT I dan II,

serta menyebabkan peningkatan antinuclear antibody pada 2–3% pasien (tetapi lupus-like

syndrome jarang terjadi).

7.2.8 Omega-3 polyunsaturated fatty acids

Penggunaan ɷ-3 polyunsaturated fatty acids (PUFAs) memberikan sedikit manfaat, yang terlihat

dalam penelitian Gruppo Italiano per lo Studio della Sopravvivenza nell’Infarto miocardico-heart

failure (GISSI-HF) dan hanya terdeteksi setelah penyesuaian kovariat dalam analisis statistic, serta

tidak mempengaruhi angka rawat inap karena HF.117 Efek PUFAs setelah infark miokard tidak pasti.

Bukti kunci:

Dalam uji klinis GISSI-HF PUFA trial, 6975 pasien dengan gejala kelas II-IV NYHA dan FE ≤40%

(atau <40%, dirawat inap karena HF dalam setahun sebelumnya) diberikan plasebo atau

PUFA ɷ-3 sebanyak 1 gram secara acak sebagai tambahan dari terapi standar (ACEI/ARB

pada 94% pasien, beta-blocker pada 65% pasien, dan spironolakton pada 39% pasien).117

Waktu tindak lanjut median adalah 3,9 tahun. Pemberian ɷ-3 PUFA menyeabbkan RRR

sebesar 8% pada co-primary composite outcome dari kematian atau rawat inap karena

gangguan kardiovaskuler dalam sebuah analisis yang disesuaikan (adjusted P = 0,009). Tidak

ditemukan penurunan angka rawat inap karena HF, tetapi terjadi RRR sebesar 10% pada

mortalitas kardiovaskuler (adjusted P = 0,045) dan 7% pada angka rawat inap kardiovaskuler

(adjusted P = 0,026).

Temuan-temuan ini didukung oleh satu RCT post-infark miokard (GISSI-Prevenzione124),

tetapi tidak oleh RCT lainnya (OMEGA125). Dalam penelitian GISSI-Prevenzione, 11.324

Page 34: ESC Guidelines for HF 2012

pasien diberikan plasebo atau ɷ-3 PUFA sebanyak 1 gram/hari secara acak, dalam waktu ≤3

bulan setelah infark miokard. Kelompok yang diberikan ɷ-3 PUFA mengalami RRR sebesar

10% dalam primary composite outcome yang berupa kematian, infark miokard, atau stroke

(yang dipengaruhi kkuat oleh penurunan dalam kematian kardiovaskuler).

OMEGA memberikan plasebo atau 1 g ɷ-3 PUFA per hari secara acak kepada 3851 pasien

dalam 3–14 hari setelah infark miokard akut selama setahun. Kelauran tidak berbeda antara

kedua kelompok perlakuan.

Sediaan ɷ-3 PUFA berbeda dalam komposisi dan dosisnya mungkin juga berpengaruh.

Efek samping utama dari pemberian ɷ-3 PUFA yang terjadi dalam uji klinis tersebut adalah

rasa mual dan gangguan saluran pencernaan minor lainnya.

7.3 Terapi yang tidak direkomendasikan (tidak terbukti bermanfaat)

7.3.1 3-Hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A reductase inhibitors (‘statins’)

Walaupun terdapat banyak bukti yang mendukung peran statin dalam penyakit arterosklerosis

(arterial), sebagian besar uji klinis tidak mengikutsertakan asien dengan HF (karena manfaatnya

masih belum pasti).126 Dua uji klinis terbaru meneliti terapi statin untuk masih dengan CHF, tetapi

dari hasil penelitian tersebut, tidak didapatkan bukti kuat atas manfaat statin untuk CHF (walaupun

hanya sedikit bukti bahwa pemakaian statin membahayakan).127,128 Walaupun terdapat banyak

bukti dari manfaat statin dalam masalah kardiovakuler lainnya, bukti yang ada tidak cukup untuk

mendukung penggunaan statin dalam CHF.

Bukti kunci:

The Controlled Rosuvastatin Multinational Trial in Heart Failure (CORONA) dan GISSI-HF

membandingkan penggunaan rosuvastatin dengan plasebo pada pasien dengan HF

simptomatis.127,128

CORONA melibatkan 5011 pasien lansia (≥60 tahun) dengan HF simptomatik (kelas II-IV

NYHA) dengan etiologi iskemia dengan FE ≤40%, yang oleh peneliti dianggap tidak

membutuhkan terapi penurun kolesterol. Rosuvastatin tidak menurunkan primary endpoint

(kematian kardiovaskuler, infark miokard, atau or stroke) atau mortalitas total.127

Uji klinis statin GISSI-HF melibatkan 4574 pasien dengan HF simptomatik (kelas II-IV NYHA)

dengan etiologi iskemia atau non-iskemik. Nilai FE pasien ≤40% (atau jika >40%, pernah

dirawat inap karena HF dalam setahun sebelumnya) dan diberikan plasebo atau rosuvastatin

Page 35: ESC Guidelines for HF 2012

10 mg sehari secara accak, sebagai tambahan dari terapi standar yang termasuk ACEI/ARB

pada 94% pasien, beta-blocker pada 63% pasien, dan spironolakton pada 40% pasien. Wakti

tindak lanjut median adalah 3,9 tahun. The co-primary endpoints yang berupa mortalitas

total dan komposit dari mortalitas total atau rawat inap kardiovaskuler tidak berkurang

dengan penggunaan rosuvastatin.

7.3.2 Renin inhibitors

Saat ini sedang dilakukan evaluasi untuk satu jenis direct renin inhibitor (aliskiren) dalam dua buah

morbidity–mortality RCTs. Obat ini masih belum direkomendasikan sebagai alternatif ACEI atau

ARB.129,130

7.3.3 Agen antikoagulan oral

Selain pasien dengan AF (baik HF-REF dan HF-PEF), tidak ada bukti yang menyatakan bahwa

penggunaan antikoagulan oral akan menurunkan angka mortality–morbidity dibandingkan dengan

plasebo atau aspirin (lihat bagian 10.1).130a

7.4 Terapi yang tidak dianjurkan (yang dianggap membahayakan)

Terapi (atau kombinasi terapi) yang dapat membahayakan pasien dengan pasien dengan gagal

jantung sistolik simptomatik (kelas II-IV NYHA).

7.5 Diuretik

Efek diuretik terhadap mortalitas dan morbiditas belum pernah diteliti pada pasien dengan HF,

tidak seperti ACEI, betablockers, dan MRAs (dan terapi lainnya). Namun, diuretik dapat

meringankan dispneu dan edema, serta direkomendasikan untuk pasien dengan gejala dan tanda

kongesti, tanpa memperdulikan FE.

Loop diuretiks meyebabkan diuresis yang lebih intensif dan lebih singkat dibandingkan dengan

tiazid yang menyebabkan diuresis yang lebih perlahan dan lama. Tiazid mungkin tidak memiliki

tingkat efektivitas yang sama pada pasien dengan fungsi ginjal yang menurun. Loop diuretiks

biasanya lebih dipilih dibandingkan dengan tiazid pada pasien dengan HF-REF, walaupun berfungsi

sinergistik dan kombinasinya dapat digunakan (biasanya sementara) untuk mengobati edema yang

resisten.

Page 36: ESC Guidelines for HF 2012

Tujuan menggunakan diuretik adalah untuk mencapat dan menjaga keadaan euvolemia (‘berat

kering’ pasien) dengan penggunaan dosis yang serendah mungkin. Ini berarti harus dilakuan

penyesuaian dosis, terutama setelah ‘berat kering’ tubuh pasien kembali, untuk mencegah

terjadinya dehidrasi yang menyebabkan hipotensi dan disfungsi ginjal. Ini dapat menyebabkan

penurunan curah jantung pada pasien dengan HF-PEF dan seringkali mencegah penggunan (atau

pencapaian dosis target) terapi lain yang memodifikasi penyakit, seperti ACEI (atau ARBs) dan MRAs

pada pasien dengan HF-REF. Banyak pasien dapat dilatih untuk menyesuaikan dosis diuretik mereka

sendiri, berdasarkan tanda dan gejala kongesti yang dirasakan dan pengukuran berat badan harian.

Pedoman praktis penggunaan diuretik dapat dilihat pada Web Table 15 dan dosis umum diuretik

dapat dilihat pada tabel 16.

Penggunaan diuretik hemat kalium dan suplemen kalium:

Jika diuretik boros kalim digunakan bersamaan dengan ACEI atau MRA (atau ARB), biasanya

tidak dibutuhkan suplemen kalium.

Hiperkalemia berat dapat terjadi pada penggunaan diuretik hemat kalium atau suplemen

kalium yang diminum bersanaan dengan ACEI (atau ARB) dan MRA.

Penggunaan ACEI, MRA dan ARB (ketiganya) secara bersamaan tidak direkomendasikan.

8. Terapi farmakologis HF-PEF (gagal jantung diastolik)

Belum ada tearpi yang terbukti secara pasti dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pada

pasien-pasien dengan HF-PEF. Diuretik digunakan untuk mengontrol retensi natrium dan air, serta

untuk meringankan dispneu dan edema seperti pada HF-PEF. Terapi hipertensi dan iskemia miokard

yang adekuat juga dianggap pentung, sama seperti kontrol denyut ventrikel pada pasien dengan AF

(lihat bagian 11). Dua uji klinis dengan skala sangat kecil (masing-masing dengan 30 pasien)

membuktikan bahwa calcium-channel blocker (CCB) verapamil dapat menekan denyut jantung,

sehingga memperbaiki kemampuan berolahraga dan gejala pasien.137,138 Rate-limiting CCBs

mungkin juga bermanfaat dalam mengontrol denyut ventrikel pada pasien AF dan pada terapi

hipertensi dan iskemia miokard (tetapi bukan ini permasalahannya padda pasien HF-REF, dimana

fungsi inotropik negatifnya dapat membahayakan). Beta-blockers juga dapat digunakan untuk

mengontrol denyut ventrikel pada pasien dengan HF-PEF dan AF.

Obat-obatan yang sebaiknya dihindari pasien HF-REF (lihat bagian 7.4) sebaiknya juga dihindari oleh

pasien HF-PEF, kecuali CCB.

Page 37: ESC Guidelines for HF 2012

Uji klinis mortalitas-morbiditas penting hingga saat ini antara lain adalah:

The 3023-patient Candesartan in Heart Failure: Assessment of Reduction in Mortality and

Morbidity (CHARM)-Preserved trial, yang terbukti tidak menurunkan primary composite

endpoint (kematian kardiovaskuler atau rawat inap karena HF).139

The 850-patient Perindopril for Elderly People with Chronic Heart failure trial (PEP-CHF), yang

membuktikan bahwa tidak terjadi penurunan primary composite endpoint yang berupa

kematian atau rawat inap karena HF.140

The Irbesartan in heart failure with preserved systolic function trial (I-Preserve) yang

melibatkan 4128 pasien menunjukkan bahwa tidak terjadi penurunan primary composite

outcome dari kematian atau rawat inap kardiovaskuler (terutama HF, infark miokard,

unstable angina, aritmia, atau stroke).141

Tabel 16 Dosis diuretik yang umum digunakan untuk mengobati gagal jantung (dengan/tanpa fraksi

ejeksi normal, kronis dan akut).

9. Terapi alat non-bedah untuk HF-REF (gagal jantung sistolik)

Bagian ini membahas penggunaan ICD dan CRT. Walaupun belum ada RCT tentang ICD yang baru

sejak pedoman 2008 diterbitkan,1 terdapat beberapa RCT penting yang meneliti penggunaan CRT

yang mengubah rekomendasinya (lihat dibawah). Teknologi lain, seperti rompi defibrillator yang

dapat dipakai142 dan monitor yang dapat ditanam (sendiri atau digabungkan dengan alat lainnta),

perlu diteliti lebih lanjut, tetapi masih belum terdapat bukti yang cukup untuk direkomendasikan

dalam pedoman.

9.1 Implantable cardioverter-defibrillator (ICDs)

Kurang lebih setengah kematian pasien HF, terutama pada pasien dengan gejala ringan, terjadi

secara tiba-tiba, dan banyak diantaranya atau sebagian besar, berhubungan dengan aritmia

ventrikel (yang lain dapat berhubungan dengan bradikarsia dan asistol). Oleh karena itu,

pencegahan kematian mendadak menjadi salah satu target terapi yang penting dalam penanganan

HF. Walaupun penggunaan antagonis neurohumoral yang memodifikasi penyakit penting dalam

mengurangi resiko kematian mendapat, obat-obatan tersebut tidak mencegahnya. Obat-obatan

antiaritmia tertentu tidak mengurangi resiko ini (dan bahkan dapat meningkatkannya).143 Inilah

alasan mengapa ICD berperan penting dalam mengurangi resiko kematian karena aritmia ventrikel.

Page 38: ESC Guidelines for HF 2012

9.1.1 Pencegahan sekunder dari kematian mendadak karena jantung.

Bukti kunci

ICDs dapat menurunkan angka mortalitas pada pasien-pasien dengan riwayat ghenti jantung dan

pada pasien dengan aritmia ventrikel simptomatis yang persisten. Oleh karena itu, ICD

direkomendasikan pada pasien-pasien tersebut, tidak memperdulikan FE, dengan status fungsional

yang baik, dengan harapan hidup >1 tahun, dan dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan

angka harapan hidup.144,147

9.1.2 Pencegahan primer dari kematian mendadak karena jantung.

Bukti kunci

The Sudden Cardiac Death in Heart Failure Trial (SCD-HeFT) melibatkan 2521 pasien dengan

kardiomiopati dilatasi non-iskemia atau HF iskemik, tanpa riwayat aritmia venrtikel

simptomatik, dan FE ≤35% dengan kulas fungsional II atau III NYHA. Pasien-pasien tersebut

dibeirkan plasebo, amiodaron, atau sebuah ICD secara acak, sebagai tambahan dari terapi

konvensional, yang termasuk diantaranya ACEI atau ARB (96%) dan satu beta-blocker (69%);

penggunaan MRA tidak dilaporkan.149

Penggunaan ICD menyebabkan RRR kematian sebesar 23% (P = 0,007) dengan waktu tindak

lanjut median selama 45,5 bulan. Manfaat ini merupakan tambahan dari yang didapat

dengan terapi konvensional, termasuk ACEI dan beta-blocker. Amiodaron tidak mengurangi

mortalitas.

Nilai ARR mortalitas dengan ICD adalah sebesar 6,9%, setara dengan NNT (untuk 45.5 bulan

untuk memperlambat satu kematian) sebesar 14.

Dukungan tambahan untuk penggunaan ICD berasal dari the Multicenter Automatic

Defibrillator Implantation Trial II (MADIT-II),148 sebuah RCT yang melibatkan pasien dengan

rawayat infark miokard dan FE ≤30% (59% dari peserta adalah kelas II atau III NYHA)

diberikan terapi konvensional atau terapi konvensional ditambah ICD secara acak.

Penggunaan ICD menyebabkan RRR mortalitas sebesar 31%. Dua uji klinis acak lainnya tidak

memperlihatkan manfaat pada pasien yang diberikan ICD lebih awal (≤40 hari) setelah infark

miokard.150,151 Inilah alasan mengapa penggunaan ICd pada pasien dengan penyakit jantung

koroner mendapatkan level of evidence A, tapi hanya pada pasien >40 hari setelah infark

miokard akut.

Page 39: ESC Guidelines for HF 2012

Terdapat lebih sedikit bukti pada pasien dengan HF non-iskemik, hanya satu uji klinis

berskala sedang [Defibrillators in Non-ischemic Cardiomyopathy Treatment Evaluation

(DEFINITE), n = 458] yang menunjukkan adanya kecenderungan penurunan mortalitas yang

tidak bermakna; oleh karena itu mendapatkan level of evidence B.152

Implantasi ICD sebaiknya dipertimbangkan setelah periode optimalisasi terapi medis

tertentu (minimal 3 bulan) dan hanya jika FE tetap persisten rendah.

Terapi ICD tidak diindikasikan pada pasien dengan kelas IV NYHA dengan gejala-gejala yang

berat dan drug-refractory (tahan obat-obatan??), yang tidak merupakan kondidat CRT,

sebuah alat pembantu ventrikuler, atau transplantasi jantung (karena pasien-pasien

tersebut memiliki lama harapan hidup yang sangat terbatas dan lebih cenderung meninggal

karena kegagalan pompa jantung).

Pasien yang sebaiknya diberi pengetahuan tentang ICD dan komplikasinya [predominantly

inappropriate shocks (sebagian besar merupakan kejutan listrik yang tidaks eharusnya

terjadi??)].153

Jika HF memburuk, dapat dipertimbangkan untuk deaktivasi ICD setelah didiskusikan

dengan pasien dan perawat pasien.

Rekomendasi untuk penggunaan ICDs pada pasien dengan gagal jantung.

9.2 Cardiac resynchronization therapy(CRT) atau terapi resinkronisasi jantung

Telah dilakukan dua RCT berskala besar yang membuktikan bahwa CRT bermanfaat pada pasien

dengan gejala ringan (kelas II NYHA)154,155 dan pada pasien dengan gejala yang lebih berat.156.157

Sedikit keraguan bahwa pasien dapat hidup >1 tahun dengan status fungsional yang baik jika

menerima CRT dengan ritme sinus, FEVK rendah (≤30%), durasi QRS sangat memanjang (≥150 ms),

dan EKG yang menunjukkan morfologi left bundle branch, tanpa memperdulikan beratnya gejala.

Terdapat lebih sedikit consensus tentang pasien-pasien dengan right bundle branch block atau

interventricular conduction delay (berdasarkan analisis subgrup) dan dengan AF (karena pasien-

pasien seperti ini biasanya tidak dimasukkan dalam uji klinis dan karena frekwensi denyut ventrikel

yangtinggi dapat mencegah resinkronisasi). Hal lain yang masih diperdebatkan adalah apa yang

harus dilakukan pada pasien dengan HF-REF tanpa indikasi CRT yang membutuhkan pacemaker

konvensional.158 ada kemungkinan pasien dengan durasi QRS >120 ms memiliki disinkronisasi

Page 40: ESC Guidelines for HF 2012

mekanik (yang dapat terdeteksi oleh pencitraan) dan mendapatkan manfaat dari CRT adalah satu

area riset yang belum terbukti.159,160

Rekomendasi untuk penggunaan CRT dimana buktinya kuat – pasien dengan ritme sinus dengan

gagal jantung kelas fungsional III dan IV ambulatorik NYHA dan fraksi ejeksi menurun secara

persisten, walaupun dengan terapi farmakologis optimal.

9.2.1 Rekomendasi untuk CRT dengan bukti yang pasti

Bukti kunci yang mendukung penggunaan CRT

Gagal jantung simptomatik derajat sedang hingga berat:

Dua RCTs terkontrol plasebo yang penting [Comparison of Medical Therapy, Pacing, and

Defibrillation in Heart Failure (COMPANION) dan Cardiac Resynchronization in Heart Failure

Study (CARE-HF)] memberikan terapi medis optimal atau terapi medis optimal ditambah

dengan CRT pada 2333 pasien dengan HF simptomatik derajat sedang hingga berat (kelas III

atau IV NYHA) secara acak.156,157 Peserta COMPANION diwajibkan untuk memiliki ritme

sinus, FE ≤35% dan durasi QRS minimal 120 ms, serta riwayat rawat inap karena HF atau

setara dalam setahun sebelumnya. Pasien dalam CARE-HF diwahibkan untuk memiliki ritme

sinus, FE ≤35%, durasi QRS ≥120 ms (jika durasi QRS antara 120–149 ms kriteria

disinkronisasi echokardiografis lainnya harus ada), dan dimensi akhir diastole ventrikel kiri

minimal 30 mm (berdasarkan indeks tinggi).

Kedua uji klinis ini membuktikan CRT mengurangi resiko kematian karena penyebab apapun

dan resiko rawat inap karena perburukan HF [RRR kematian sebesar 24% dengan

penggunaan CRT-pacemaker (CRT-P) dan sebesar 36% dengan penggunaan CRT-defibrillator

(CRT-D) dalam penelitian COMPANION, serta sebesar 36% dengan CRT-P dalam CARE-HF].

Dalam CARE-HF, nilai RRR rawat inap karena HF dengan CRT-P adalah 52%. Manfaat ini

merupakan tambahan dari yang didapat dengan terapi konvensional, termasuk diuretik,

digoksin, ACEI, beta-blocker, dan MRA.

Nilai ARR dengan CRT-D dalam composite outcome kematian kardiovaskuler atau rawat inap

kardiovaskuler dalam COMPANION adalah 8.6%, setara dengan NNT (selama waktu tindak

lanjut median 16 bulan) untuk memperlambat satu kejadian adalah 12. Nilai yang didapat

untuk penggunaan CRT-P dalam CARE-HF (selama masa tindak lanjut mean 29 bulan) adalah

ARR sebesar 16,6% dan NNT sebesar 6.

Page 41: ESC Guidelines for HF 2012

Uji klinis tersebut juga membuktikan bahwa CR memperbaiki gejala, kualitas hidup, dan

fungsi ventrikel. Uji klinis lainnya membuktikan bahwa agen-agen ini memperbaiki

kemampuan berolahraga.

Karena pasien-pasien dengan gejala yang berat ini mendapatkan banyak manfaat, dank

arena tidak terdapat subgroup pasien yang tidak mendapatkan manfaat secara jelas dari

CRT, pasien-pasien dengan kelas fungsional III dan IV NYHA diberikan indikasi CRT paling

luas.

HF simpatomatik ringan hingga sedang

Ada dua RCT terkontrol plasebo penting yang memberikan terapi medis optimal ditambah

dengan ICD atau terapi medis optimal ditambah dengan CRT-D secara acak pada 3618

pasien dengan gagal jantung simptomatik derajat ringan (MADIT-CRT, 15 % dalam kelas I

NYHA dan 85% dalam kelas III NYHA) hingga sedang [Resynchronization/Defibrillation for

Ambulatory Heart Failure Trial (RAFT), 80% dalam kelas II NYHA dan 20% dalam kelas III

NYHA].154-155 Peserta MADIT-CRT memiliki FE ≤30%, durasi QRS ≥130 ms, dan ritme sinus.

Peserta RAFT memiliki FE ≤30% dan durasi QRS ≥120 ms (13% peserta menderita AF dengan

denyut ventrikel yang terkontrol baik).

Kedua uji klinis ini menunjukkan bahwa CRT menurunkan resiko primary composite

endpoint dari kematian atau rawat inap karena HF (kejadian HF dalam MADIT-CRT) (RRR

sebesar 34% dalam MADIT-CRT dan 25% dalam RAFT). Terjadi penurunan sebesar 25%

dalam mortalitas total RAFT (P = 0,003), tetapi tidak terjadi penurunan mortalitas dalam

MADIT-CRT. Manfaat ini merupakan tambahan dari yang didapat dengan terapi

konvensional, termasuk diuretik, digoksin, ACEI, beta-blocker, MRA, dan ICD.

Nilai ARR dari primary composite mortality–morbidity endpoint dalam MADIT-CRT adalah

sebesar 8,1%, setara dengan NNT (untuk rata-rata 2,4 tahun untuk memperlambat satu

kejadian) adalah sebesar 12. Untuk RAFT didapatkan ARR sebesar 7,1% dan NNT sebesar 14

(selama rata-rata 40 bulan).

Kedua uji klinis tersebut membuktikan bahwa CRT memperbaiki gejala, kualitas hidup, dan

fungsi ventrikel. Uji klinis lainnya membuktikan bahwa agen-agen tersebut meningkatkan

kemampuan berolahraga.

Baik MADIT-CRT maupun RAFT menunjukkan terjadinya interaksi terapi per sub-grup yang

bermakna dimana durasi QRS disesuaikan dengan efek terapi (CRT tampaknya lebih efektif

Page 42: ESC Guidelines for HF 2012

pada pasien dengan QRS ≥150 ms) dan pasien-pasien dengan LBBB tampaknya juga

mendapatkan manfaat yang lebih banyak daripada yang dengan right bundle branch block

atau dengan gangguan konduksi interventrikuler (kedua kelompok ini saling bersilangan

secara bermakna, karena pasien dengan LBBB memiliki kecenderungan lebih besar memiliki

durasi QRS ≥150 ms). Temuan-temuan ini didukung oleh analisis echokardiografis.161 Inilah

alasan mengapa pada pasien dengan gejala yang lebih ringan, CRT direkomendasikan hanya

pada yang memiliki durasi QRS ≥150 ms atau ≥130 ms plus pola LBBB.

9.2.2 Rekomendasi untuk CRT dimana buktinya tidak pasti

Dua jenis situasi klinis yang umum ditemukan dimana bukti untuk mendapatkan atau tidak

mendapatkan CRT hanya sedikit adalah AF dan pasien dengan FE berkurang dengan indikasi

pemberian pacemaker konvensional dan tidak ada indikasi lain CRT.

Atrial fibrillation (AF)

Satu uji klinis buta berskala kecil [Multisite Stimulation in Cardiomyopathies (MUSTIC)] meilibatkan

59 pasien HF-REF dengan AF persisten/permanen, denyut ventrikuler yang lambat yang

membutuhkan permanent ventricular pacing, dan durasi paced QRS ≥200 ms.162 Penelitian

tersebut menggunakan crossover design (3 bulan pacing konvensional vs. 3 bulan CRT). Terjadi

angka drop-out yang tinggi (42%) dan tidak ditemukan perbedaan dalam primary endpoint dalam

jarak berjalan 6-menit. Semua RCT berskala besar CRT mengeksklusikan pasien dengan AF, kecuali

RAFT.158 RAFT mengikutsertakan 229 pasien dengan AF atau flutter permanen dengan denyut

ventrikel yang terkontrol (≤60 b.p.m. saat istirahat dan ≤90 b.p.m. selama uji berjalan 6 menit) atau

yang direncanakan ablasi AV junction. Analisis lebih lanjut tidak menujukkan adanya interaksi yang

bermakna antara ritme dasar dan efek terapi, tetapi subgroup ini hanya mewakili sebagian kecil

populasi. Data lain yang mengindikasikan bahwa pasien dengan AF (tanpa ablasi nodus AV)

mungkin mendapatkan manfaat dari CRT dibatasi karena bersifat observasi saja.163

Pasien dnegan indikasi pacing konvensional:

Semua RCT penting dari CRT, kecuali RAFT, mengeksklusikan pasien dengan indikasi konvensional

pacing. RAFT mengikutsertakan 135 pasien dengan durasi paced QRS ≥200 ms, subgroup yang

terlalu kecil untuk dianalisis secara bermakna.155 namun, conventional right ventricular pacing,

mengubah urutan normal aktivasi jantung dalam cara yang mirip dengan LBBB, selain itu data

eksperimental dan observasional mengindikasikan bahwa ini dapat menyebabkan penurunan fungsi

Page 43: ESC Guidelines for HF 2012

sistolik LV.164,165 Inilah alasan mengapa CRT direkomendasikan sebagai alternatif dari conventional

right ventricular pacing pada pasien-pasien dengan HF-REF yang memiliki indikasi standar untuk

pacing atau yang membutuhkan penggantian generator atau revisi pacemaker konvensional.

10. Aritmia, bardikardia, dan atrioventricular block pada pasien HF-REF dan pasien PF-PEF

Penatalaksaan aritmia dibahas dalam pedoman ESC lainnya,143,166 dan bagian ini hanya membahas

aspek-aspek yang berhubungan dengan pasien HF.

10.1 Atrial fibrillation (AF)

AF adalah aritmia yang paling sering terjadi pada HF; AF meningkatkan resiko terjadinya komplikasi

trombo-emboli (terutama stroke) dan dapat menyebabkan perburukan gejala. Apakah AF

merupakan predictor mortalitas yang mandiri atau dapat menyebabkan HF sistolik

(takikardiomiopati) masih belum begitu pasti.

AF sebaiknya diklasifikasikan dan ditangani dengan menggunakan pedoman penatalaksanaan AF

yang terkini (yaitu berdasarkan episode pertama, paroksismal, persisten, longstanding persisten,

atau permanen), juga mempertimbangkan ketidakpastian durasi episode yang sebenarnya dan

episode-episode yang tidak terdeteksi.166

Masalah-masalah berikut harus dipertimbangkan pada pasien HF dengan AF, terutama jika baru

mengalami episode pertama AF atau AF paroksismal:

Identifikasi penyebab yang dapat diperbaiki (seperti hipertiroidisme, gangguan elektrolit,

hipertensi tidak terkontrol, penyakit katup mitral).

Identifikasi factor-faktor presipitasi potensial (seperti baru mengalami pembedahan, infeksi

dada atau eksaserbasi PPOK/asma, iskemia miokard akut, alcohol bingekadang meminum

alkohol berlebihan??) karena ini dapat menentukan apakah strategi pengontrol ritme lebih

baik daripada strategi pengontrol denyut.

Penilaian untuk menggunakan profilaksis tromboembolisme.

10.1.1 Kontrol denyut

Pendekatan yang mengontrol denyut ventrikuler pada pasien HF dengan AF dapat dilihat dalam

Gambar 3. Rekomendasi untuk terapi individual per langkah untuk pasien HF-REF dapat dilihat

dibawah ini.

Page 44: ESC Guidelines for HF 2012

Untuk mengontrol denyut pada pasien dengan HF-REF, lebih baik menggunakan beta-blokcer

daripada digoksin, karena digoksin tidak dapat mengontrol denyut pada saat berolahraga.167 Selain

itu, beta-blocker memang bermanfaat menurunkan mortalitas dan morbiditas pada HF sistolik (lihat

sebelumnya). Kombinasi digoksin dan beta-blocker lebih efetif dari beta-blocker saja dalam

mengontrol denyut ventrikel pada saat istirahat.168

Pada pasien dengan HF-PEF, rate-limiting CCBs (verapamil dan diltiazem) merupakan alternatif

beta-blocker yang efektif (tetapi tidak direkomendasikan untuk digunakan pada pasien dengan HF-

REF karena fungsi inotropik negatifnya dapat memperberat disfungsi sistolik LV yang terjadi).134,167

Kombinasi digoxin dan penyekat kanal kalsium lebih efektif daripada penggunaan penyekat kanal

kalisum sendiri dalam mengontrol laju ventrikel saat istirahat.169

Penilaian dalam mengontrol laju

ventrikel saat latihan membutuhkan pemantauan EKG. Laju ventrikel optimal pada pasien gagal

jantung dan fibrilasi atrium tidak dapat dipastikan oleh karena pada suatu Randomized Controlled

Trial membandingkan kontrol laju hanya mengikutsertakan sangat sedikit pasien gagal jantung.170

Pada penelitiann the Atrial Fibrillation and Congestive Heart Failure (AF-CHF) (menunjukkan hasil

yang sama pada perbandingan antara strategi kontrol laju dengan kontrol irama). Targetnya adalah

80 b.p.m saat istirahat dan 110 b.p.m saat tes berjalan selama 6 menit.171

Pada kasus-kasus yang

ekstrim, ablasi nodus AV dan pacing mungkin dibutuhkan; pada situasi seperti ini, pasien dengan

gagal jantung sistolik, CRT lebih dipertimbangkan daripada pacing konvensional (lihat bagian

9.2).164

10.1.2 Kontrol Irama

Pada pasien gagal jantung kronik, strategi kontrol irama (termasuk, farmakologi dan kardioversi

elektrik) tidak menunjukkan hasil yang lebih unggul daripada strategi kontrol laju dalam

menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.171

Strategi ini mungkin lebih tepat untuk pasien dengan penyebab AF sekunder yang reversibel

(contohnya hipertiroidisme) atau faktor pencetus yang jelas (contohnya pneumonia) dan pada

pasien yang tidak toleran dengan AF setelah optimalisasi kontrol laju dan terapi gagal jantung.

Amiodaron merupakan satu-satunya antiaritmia yang digunakan pada pasien dengan gagal jantung

sistolik.172,173

Peran ablasi kateter dalam mengontrol irama pada gagal jantung masih belum jelas

Page 45: ESC Guidelines for HF 2012

sampai sekarang.174,175

Pada pasien gagal jantung akut, kardioversi darurat mungkin dibutuhkan

untuk memperbaiki instabilitas hemodinamik. (lihat Bagian 12.2).

10.1.3 Profilaksis Tromboemboli

Profilaksis trombo-emboli pada pasien dengan gagal jantung dan AF harus berdasarkan skor

CHA2DS2-VASc yang terdiri dari derajat gagal jantung, hipertensi, usia ≥75, diabetes, stroke-

penyakit vaskular, usia 65–74 dan jenis kelamin (lihat Tabel 17), sesuai dengan pedoman AF dari

ESC 2010.166,179 Sebagian besar pasien dengan gagal jantung sistolik memiliki indikasi untuk

pemberian antikoagulan oral, meskipun risiko perdarahn tetap harus dipertimbangkan. Skor HAS-

BLED (Tabel 18) yang terdiri dari hipertensi, fungsi ginjal/hati abnormal, stroke, riwayat perdarahan,

nilai INR, lansia (>65 tahun), kontaminasi obat/alkohol merupakan skor yang direkomendasikan

untuk menilai risiko perdarahan yang sesuai dengan pedoman AF dari ESC 2010.166,180

Pasien

gagal jantung dengan skor ≥3 harus dipertimbangkan secara hati-hati sebelum memberikan

antikoagulan oral dan pengawasan yang ketat dibutuhkan jika antikoagulan oral tersebut

diberikan.

Beberapa obat antikoagulan baru seperti inhibitor thrombin dan inhibitor faktor Xa merupakan

kontraindikasi dari gangguan ginjal berat (creatinine clearance < 30 mL/min).181–183

Hal ini harus

menjadi perhatian pada beberapa pasien gagal jantung dan jika obat tersebut diberikan,

pengawasan fungsi ginjal dibutuhkan. Tidak ada cara untuk mengembalikan efek obat antikoagulan

baru tersebut.

10.2 Aritmia Ventrikel

Aritmia ventrikel sering terjadi pada pasien gagal jantung, khususnya pada pasien dengan dilatasi

ventrikel kiri dan penurunan fraksi ejeksi. Rekaman EKG sering mendeteksi premature

ventricular complexes, dan non-sustained ventricular tachycardia.143

Penelitian menunjukkan

bahwa ‘complex ventricular arrhythmias’ (frequent premature ventricular complexes dan non-

sustained ventricular tachycardia.

Berhubungan dengan prognosis yang buruk pada gagal jantung. Rekomendasi pedoman dari the

American College of Cardiology/ American Heart Association/ESC mengenai tata laksana aritmia

Page 46: ESC Guidelines for HF 2012

ventrikel dan kematian mendadak yang berhubungan dengan gagal jantung dirangkum pada

bagian dibawah. Peran ablasi kateter pada pasien gagal jantung dalam mengatasi aritmia

ventrikel refrakter masih belum jelas.186

10.3 Bradikardia Simptomatik dan Atrioventrikular Blok

Meskipun indikasi pemasangan pacing untuk pasien gagal jantung sama dengan pasien yang

lain,165

ada beberapa hal spesifik yang harus diperhatikan pada pasien gagal jantung :

Sebelum pemasangan alat pacu jantung konvensional pada pasin dengan HF-REF, perlu

dipertimbangkan apakah ada indikasi untuk ICD,CRT-P atau CRT-D (lihat bagian 9.1 dan 9.2)

Oleh karena pacing ventrikel kanan dapat menyebabkan dyssynchrony dan perburukan

gejala, CRT harus dipertimbangkan daripada pacing konvensional pada pasien dengan HF-REF

(lihat bagian 9.2).

Pacing fisiologis untuk menjaga respon chronotropic yang adekuat dan menjaga koordinasi

atrium-ventrikel dengan sistem DDD lebih baik dari pacing VVI pada pasien dengan HF-REF

dan HF-PEF.165

Pemasangan pacing hanya untuk menginisiasi dan mentitrasi terapi penyekat beta tanpa

adanya indikasi yang jelas tidak direkomendasikan.

11. Arti dan tata laksana komorbiditas lain pada gagal jantung dengan penurunan

fraksi ejeksi dan pada gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal

11.1 Gagal jantung dan komorbiditas

Komorbiditas penting pada pasien gagal jantung untuk empat alasan utama. Pertama,

komorbiditas dapat mempengaruhi terapi gagal jantung (contohnya, terapi dengan inhibitor

sistem renin-angiotensin tidak mungkin diberikan pada pasien dengan disfungsi ginjal) (lihat

bagian 7.2) Kedua, obat-obatan yang dgunakan untuk mengobati komorbid dapat menyebabkan

perburukan gagal jantung (contohnya OAINS untuk arthritis) (lihat bagian 7.4). Ketiga, obat-

obatan yang digunakan untuk mengobati gagal jantung dan komorbiditas berinteraksi satu sama

lain [contohnya penyekat beta dan agonis beta untuk PPOK dan asma]. Terakhir, sebagian besar

komorbiditas berhubungan dengan perburukan status klinis dan menunjukan prognosis yang

buruk pada gagal jantung (contohnya diabetes).187

Tata laksana komorbiditas merupakan kunci

Page 47: ESC Guidelines for HF 2012

utama perawatan pasien gagal jantung (lihat bagian 14).

11.2 Anemia

Anemia (didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin <13 g/dL pada laki-laki dan <12 g/dL pada

perempuan) sering terjadi pada gagal jantung, khususnya pasien rawat inap. Anemia lebih sering

terjadi pada wanita, lansia dan pasien dengan gangguan ginjal. Anemia berhubungan dengan

perburukan status fungsional, risiko rawat inap pada gagal jantung yang lebih tinggi, dan penurunan

harapan hidup. Pemeriksaan diagnostik kerja standar harus dilakukan pada pasien anemia.

Penyebab anemia harus diatasi, meskipun tidak ada etiologi yang diidentifikasi pada beberapa

pasien. Koreksi defisiensi besi dengan menggunakan suplemen besi intravena telah diteliti pada

pasien gagal jantung (lihat bagian 11.14). Manfaat agen stimulasi eritropoietin untuk terapi

anemia dengan etiologi yang tidak jelas sampai saat ini belum jelas, namun saat ini penelitian

besar mengenai morbiditas dan mortalitas sedang dilakukan.187

11.3 Angina

Penyekat beta merupakan terapi yang efektif untuk angina dan gagal jantung sistolik. Obat

antiangina efektif lainnya telah diteliti pada sejumlah besar pasien dengan gagal jantung sistolik

dan terbukti aman (contohnya amlodipine,188,189

ivabradine,112,122dan nitrat

114 – 116). Obat

antiangina lain yang aman seperti nicorandil dan ranolazine belum jelas terbukti, sementara obat

lainnya seperti diltiazem dan verapamil telah terbukti tidak aman pada pasien dengan HF-REF

(meskipun dapat digunakan pada pasien HF-PEF).134

Revaskularisasi perkutaneus dan bedah

merupakan pendekatan alternatif untuk terapi angina (lihat bagian 13). Operasi Coronary artery

bypass graft dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien dengan HF-REF.

11.4 Asthma : lihat penyakit paru obstruksi kronis

Lihat Bag.11.7.

11.5 Cachexia

Suatu proses penurunan seluruh kompartemen tubuh [contohnya, jaringan yang rusak (otot

rangka), jaringan lemak (cadangan energi), dan jaringan tulang (osteoporosis)], dapat terjadi pada

Page 48: ESC Guidelines for HF 2012

10 – 15% pasien gagal jantung, terutama pada pasien HF-REF. Komplikasi serius ini berhubungan

dengan perburukan gejala dan kapasitas fungsional, rawat inap, dan penurunan harapan hidup.

Cachexia is secara spesifik didefinisikan sebagai penurunan berat badan non-edematosa ≥ 6% berat

tubuh total dalam waktu 6-12 bulan.192

Penyebab pasti belum diketahui, mungkin berhubungan dengan gizi buruk, malabsorpsi, gangguan

keseimbangan kalori dan protein, gangguan hormon, gangguan hormon, aktivasi imunitas pro

inflamasi, gangguan neurohormonal, dan penurunan proses anabolik. Terapi potensi berupa

stimulasi nafsu makan, latihan, obat anabolik (insulin, steroid anabolik) dikombinasi dengan

suplemen nutrisi, meskipun belum ada satu pun yang terbukti bermanfaat dan keamanannya mash

belum jelas.

11.6 Kanker

Obat kemoterapi tertentu dapat menyebabkan (atau memperburuk) disfungsi sistolik ventrikel kiri

dangagal jantung. Obat yang paling terkenal adalah anthracyclines (contohnya doxorubicin) dan

trastuzumab.193,194

Dexrazoxane dapat berfungsi sebagai kardioproteksi pada pasien yang

mendapatkan anthracyclines. Evaluasi fraksi ejeksi penting dilakukan pada pasien yang

mendapatkan kemoterapi yang bersifat kardiotoksik.193,194

Pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel

kiri seharusnya tidak mendapatkan kemoterapi lebih lanjut dan harus mendapatkan terapi standar

untuk HF-REF. Iradiasi mediastinum juga dapat menyebabkan beberapa komplikasi jantung, meskipun

berkurangnya frekuensi penggunaan dosis tinggi dan luas daerah radioterapi menurunkan komplikasi

ini.

11.7 Penyakit Paru Obstruksi Kronis

PPOK dan asma dapat menyebabkan kesulitan dalam penegakkan diagnosa gagal jantung, terutama

HF-REF.24,25

Kondisi ini berhubungan dengan perburukan status fungsional dan perburukan

prognosis. Penyekat beta merupakan kontraindikasi pada asma namun tidak pada PPOK, meskipun

antagonis adrenoseptor beta-1 selektif (contohnya bisoprolol, metoprolol succinate, atau

nebivolol) lebih dipilih.195

Kortikosteoid oral menyebabkan retensi natrium dan air, yang akan

menyebabkan perburukan gagal jantung, namun kortikosteroid inhalasi dipercayai tidak

menyebabkan masalah. PPOK merupakan prediktor perburukan dari gagal jantung.

Page 49: ESC Guidelines for HF 2012

11.8 Depresi.

Depresi sering terjadi dan berhubungan dengan perburukan status klinis dan prognosis yang

buruk pada gagal jantung. Hal ini juga menyebabkan isolasi sosial. Kecurigaan yang tinggi diperlukan

untuk menegakkan diagnosa, khususnya lansia. Skrining rutin dengan menggunakan questioner yang

telah divalidasi perlu dilakukan. Intervensi psikososial dan terapi pengobatan dapat membantu.

Selective serotonin reuptake inhibitors dianggap aman sedangkan antidepresan trisiklik tidak

karena dapat menyebabkan hipotensi, perburukan gagal jantung dan aritmia. 196

11.9 Diabetes

Disglikemia dan diabetes sering terjadi pada gagal jantung, dan diabetes berhubungan dengan

perburukan status fungsional dan prognosis. Diabetes dapat dicegah dengan terapi ARB dan

inhibitor ACE.197

Penyekat beta buka merupakan suatu kontraindikasi pada diabetes dan memiliki

efektifitas yang sama baik pada pasien diabetes dan non-diabetes, meskipun setiap penyekat beta

memiliki efek yang berbeda-beda.198

Thiazolidinediones (glitazones) menyebabkan retensi natrium dan

air dan meningkatkan risiko perburukan gagal jantung dan rawat inap, sehingga harus dihindari. (lihat

rekomendasi bagian 7.4).131–133

Metformin tidak direkomendasikan pada pasien dengan gangguan

ginjal dan hati berat karena risiko asidosis laktat namun tampaknya aman bila digunakan pada

pasien lain dengan gagal jantung199

Keamanan obat antidiabetes terbaru tidak diketahui.

11.10 Disfungsi Ereksi

Disfungsi ereksi harus ditangani dengan cara yang biasa; inhibitor phosphodiesterase V bukan

merupakan suatu kontraindikasi selain pada pasien dengan nitrat. Penelitian jangka pendek

menunjukkan bahwa obat ini memiliki efek hemodinamik yang menguntungkan dan efek lainnya

pada pasien dengan HF-REF.200 Namun, telah dilaporkan bahwa inhibitor phosphodiesterase v

menyebabkan perburukan obstruksi ventrikel kiri pada pasien dengan kardiomiopati hipertropi,

yang menjadi perhatian pada beberapa pasien dengan HF-REF.

11.12 Gout

Hiperuricemia/gout sering terjadi pada gagal jantung dan mungkin disebabkan oleh terapi diuretik,

Hiperuricemia berhubungan dengan prognosis yang buruk pada HF-REF. Inhibitor xantin oksidase

(allopurinol, oxypurinol) dapat digunakan untuk mencegah gout, meskipun keamanannya pada HF-

Page 50: ESC Guidelines for HF 2012

REF belum jelas.201

Serangan gout lebih baik diobati dengan kolkisin daripada OAINS (meskipun

kolkisin sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan disfungsi ginjal berat dan dapat

menyebabkan diare). Kortikosteroid intra-articular merupakan alternatif untuk gout monoarticular

namun kortikosteroid sistemik menyebabkan retensi natrium dan air.

11.13 Hiperlipidemia

Peningkatan kolesterol low-density lipoprotein jarang terjadi pada HF-REF; pasien dengan HF-REF

tahap lanjut sering mengalami konsentrasi low-density lipoprotein yang rendah, yang

berhubungan dengan prognosis yang buruk. Rosuvastatin tidak mengurangi mortalitas dan

morbiditas pada dua penelitian besar gagal jantung.127,128

11.14 Hypertension

Hipertensi berhubungan dengan peningkatan risiko gagal jantung; terapi antihipertensi

menurunkan insidensi gagal jantung (kecuali alpha-adrenoceptor blockers).202

Inotropik negatif CCBs (contohnya diltiazem dan verapamil) sebaiknya tidak digunakan untuk

mengobati hipertensi pada pasien HF-REF (namun aman pada HF-PEF) dan moxonidine juga harus

dihindari pada pasien dengan HF-REF karena meningkatkan mortalitas pada sebuah penelitian

RCT.203

Jika tekanan darah tidak dikontrol dengan inhibitor ACE (atau ARB), dapat ditambahkan

penyekat beta, MRA, diuretik, hidralazine dan amlodipine atau felodipine 204 yang terbukti aman

pada gagal jantung sistolik. Target tekanan darah direkomendasikan pada pedoman hipertensi

terhadap gagal jantung.205

Pada pasien dengan gagal jantung akut, pemberian nitrat intravena (atau

natrium nitroprusside) direkomendasikan untuk menurunkan tekanan darah (lihat bagian 12).

11.14 Defisiensi Besi

Defisiensi besi menyebabkan disfungsi otot pada gagal jantung dan menyebabkan anemia. Pada

suatu randomized controlled trial, 459 pasien dengan kelas NYHA II atau III atau gagal jantung sistolik

dengan konsentrasi hemoglobin antara 9.5 dan 13.5 g/dL, dan defisiensi besi diberikan ferric

carboxymaltose atau saline intravena. Pada penelitian ini, defisiensi besi didiagnosa saat feritin

serum <100 m/L atau saat konsentrasi feritin antara 100 and 299 mg/L dan saturasi transferin

<20%.208

Setelah 6 bulan, terapi besi meningkatkan perbaikan pada penilaian umum dan kelas

Page 51: ESC Guidelines for HF 2012

NYHA dan dapat dipertimbangkan sebagai terapi pada pasien ini. Efek pengobatan defisiensi besi

pada HF-PEF dan keamanan jangka panjang dari terapi besi ini belum diketahui.

11.15 Disfungsi Ginjal dan Sindrom Kardiorenal

Penurunan laju filtrasi glomelurus terjadi pada sebagian besar pasien gagal jantung, khususnya

pada stadium lanjut, dan fungsi ginjal merupakan prediktor kuat untuk prognosis gagal jantung.

Penyekat renin-angiotensin-aldosterone (inhibitor ACE, inhibitor renin, ARB, dan MRA) biasanya

menyebabkan penurunan laju filtrasi glomelurus, meskipun penurunannya biasanya kecil dan tidak

menyebabkan penghentian terapi. Penurunan laju filtrasi glomelurus yang cepat dan besar harus

dicurigai stenosis arteri ginjal. Deplesi natrium dan air (akibat diuresis yang berlebihan atau

kehilangan cairan akibat muntah/diare) dan hipotensi paling sering menyebabkan disfungsi ginjal

selain itu kelebihan cairan, gagal jantung kanan, dan kongesti vena ginjal juga dapat menyebabkan

disfungsi ginjal namun jarang. Penyebab lain disfungsi ginjal adalah obstruksi prostat dan obat

nefrotoksik seperti OAINS dan antibiotik tertentu (contohnya trimethoprim dan gentamicin),

semua ini harus dipertimbangkan (atau dihindari) pada pasien gagal jantung dengan perburukan

fungsi ginjal. Diuretik thiazid kurang efektif pada pasien dengan laju filtrasi glomelurus yang sangat

rendah dan obat-obatan yang disekresi di ginjal (contohnya digoxin, insulin, dan low molecular

weight heparin) dapat terakumulasi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Kadang-kadang

istilah “sindrom kardiorenal” digunakan untuk mendeskripsikan gagal jantung dan ginjal. (dan

kardiorenal-anemia bila disertai dengan anemia).209

11.16 Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko untuk gagal jantung dan menyulitkan penegakkan diagnosa

karena menyebabkan dispnea, intoleransi latihan, pembengkakan sendi serta kualitas gambaran

echocardiography yang buruk. Obesitas juga dapat menurunkan natriuretic peptide levels.

Obesitas lebih sering terjadi pada HF-PEF daripada HF-REF. Obesitas harus ditangani sesuai

rekomendasi.210

11.17 Obstruksi Prostat

Penyekat adrenoceptor alpha menyebabkan hipotensi, dan retensi natrium dan air, dan tidak aman

pada gagal jantung sistolik (lihat bagian 11.13).202,206,207

Oleh karena alasan ini, 5-alpha reductase

Page 52: ESC Guidelines for HF 2012

inhibitor lebih dipilih. Obstruksi prostat harus dipikirkan pada laki-laki dengan gangguan fungsi

ginjal.

11.18 Disfungsi Ginjal

Lihat Bag. 11.15.

11.19 Gangguan Tidur dan sleep-disordered breathing

Pasien gagal jantung biasanya mengalami gangguan tidur. Gangguan tidur dapat disebabkan oleh

kongesti paru (menyebabkan orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnoea) dan terapi diuretik

menyebabkan diuresis nokturnal. Ansietas dan masalah psikologis lain juga dapat menyebabkan

insomnia, sehingga riwayat pola tidur pasien merupakan bagian dari perawatan keseluruhan pada

pasien gagal jantung. (lihat bagian 14). Sekitar sepertiga pasien gagal jantung mengalami sleep-

disordered breathing.211,212

Sleep apnea harus diperhatikan pada pasien gagal jantung karena

dapat menyebabkan hipoksemia intermiten, hiperkapnia, dan eksitasi simpatik. Obstructive sleep

apnoea juga dapat menyebabkan tekanan intratoraksik negatif berulang dan meningkatkan

afterload ventrikel kiri. Hal ini lebih sering terjadi pada pasien obesitas dan dilaporkan bahwa

pasien mendengkur (pasien mungkin tidak menyadari hal ini). Meskipun begitu tidak semua

pasien dengan obstructive sleep apnoea tidak obesitas. Prevalensi central sleep apnoea (termasuk

pernafasan Cheyne-Stokes) pada gagal jantung masih belum jelas dan sudah mengalami

penurunan semenjak penggunaan secara luas penyekat beta dan CRT. Diagnosa kelainan ini

memerlukan polysomnography. Suplementasi oksigen nokturnal, continuous positive airway

pressure, bi-level positive airway pressure, dan adaptive servo-ventilation dapat digunakan untuk

mengatasi hipoksemia nokturnal.

12. Gagal Jantung Akut

Gagal jantung akut merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan gejala dan tanda

klinis gagal jantung dengan onset dan perubahan yang cepat. Kondisi ini mengancam nyawa dan

membutuhkan perhatian dan perawatan medis segera. Pada beberapa kasus, AHF berkembang

pada pasien dengan diagnosa gagal jantung sebelumnya (baik HF-REF atau HF-PEF). AHF

disebabkan oleh abnormalitas fungsi jantung. Pada pasien dengan riwayat gagal jantung terdapat

Page 53: ESC Guidelines for HF 2012

faktor pencetus (contohnya aritmia atau penghentian terapi diuretik pada pasien dengan HF-REF

dan voleme overload atau hipertensi berat pada pasien dengan HF-PEF) (Tabel 19).

Pada beberapa pasien, gagal jantung akut digambarkan sebagai penurunan fungsi jantung dalam

beberapa hari atau minggu (gejala sesak nafas dan oedema meningkat) namun beberapa pasien

yang laing dapat mengalami penurunan dalam beberapa jam sampai menit (contohnya

berhubungan dengan infark miokard akut). Pasien dapat menunjukan spektrum gejala dari

oedema pulmonal atau shock kardiogenik yang mengancam nyawa sampai perburukan oedema

pulmonal.

Diagnosis dan tata laksana bersifat paralel, khususnya pada pasien yang membutuhkan terapi

secepatnya. Pengawasan ketat fungsi vital pasien perlu dilakukan pada saat evaluasi awal dan

selama terapi (lihat bagian 12.3 dan 12.4) dan beberapa pasien membutuhkan perawatan yang

intensive. Meskipun tujuan terapi adalah untuk memperbaiki gejala dan menstabilisasi kondisi

hemodinamik pasien, tata laksana jangka panjang, termasuk perawatan berkelanjutan perting

untuk dilakukan untuk mencegah rekurensi dan meningkatkan prognosis pada HF-REF.

12.1 Penilaian dan Pengawasan Awal Pasien

Tiga penilaian ini paralel harus dilakukan saat evaluasi awal pasien

i. Apakah pasien memiliki riwayat gagal jantung atau ada penyebab alternatif lain dari gejala

dan tanda klinis (contohnya penyakit paru kronis, anemia, gagal ginjal, atau emboli paru)

ii. Jika pasien memiliki riwayat gagal jantung, adakah faktor presipitasi dan apakah

memburuhkan terapi atau koreksi secepatnya (contohnya aritmia atau sindrom koroner

akut)?

iii. Apakah kondisi pasien mengancam nyawa akibat hipoksemia atau hipotensi menyebabkan

gangguan perfusi organ-organ vital (jantung, ginjal, dan otak)?

12.2 Terapi Gagal Jantung Akut

Terapi harus dilakukan sesuai dengan diagnosa kerja (lihat algoritma terapi, Gambar 5). Kunci

utama terapi gagal jantung adalah oksigen, diuretik dan vasodilator. Opiat dan inotropik digunakan

secara selektif, dan dukungan mekanik sirkulasi jarang dibutuhkan. Ventilasi non invasif sering

digunakan pada beberapa pusat, namun ventilasi invasif hanya digunakan pada beberapa pasien.

Page 54: ESC Guidelines for HF 2012

Tekanan darah sistolik, irama dan laju jantung, saturasi oksigen perifer dengan pulse oksimeter,

urine output harus dimonitor secara ketat sampai pasien stabil. (lihat bagian 12.3 dan 12.4).

12.2.1 Terapi Farmakologis

12.2.1.1 Terapi Pasien Akut

Oksigen

Oksigen dapat mengatasi hipoksemia yang terjadi (SpO2<90%), yang berhubungan dengan

peningkatan risiko mortalitas. Oksigen sebaiknya tidak digunakan pada pasien non-hipoksemia

karena dapat menyebabkan vasokonstriksi dan menurunkan curah jantung.224

Diuretik

Pada sebagian besar pasien dengan dispnoea yang disebabkan oleh oedema pulmonal mengalami

perbaikan gejala setelah diberikan diuretik intravena, yang memberikan efek venodilator dan

mengeluarkan cairan. Dosis dan rute optimum pemberian diuretik ini masih belum jelas diketahui.

Baru-baru ini, sebuah penelitian RCT prospektif membandingkan pemberian secara injeksi bolus per

12 jam dengan continuous infusion dan dosis rendah (sama dengan dosis oral) dibandingkan dengan

dosis tinggi (×2.5 dosis oral) menggunakan desain 2x2 faktorial.213

Hasilnya didapatkan bahwa

tidak ada perbedaan pada kedua terapi tersebut. Dibandingkan dengan dosis rendah, dosis tinggi

berhubungan dengan perburukan fungsi ginjal.

Pada pasien dengan oedema perifer (dan ascites), kombinasi antara loop diuretik dan thiazid

(contohnya bendroflumethiazide) atau thiazide-like diuretic (metolazone) mungkin dibutuhkan

untuk mencapai diuresis yang adekuat.225,226

Kombinasi ini biasanya hanya dibutuhkan selama

beberapa hari dan membutuhkan pengawasan ketat untuk mencegah hipokalemia, disfungsi ginjal

dan hipovolemia.

Opiat

Opiat, contohnya morfin, dapat bermanfaat pada beberapa pasien dengan oedema paru akut

karena dapat mengurangi ansietas dan meringankan distres akibat dispnea. Opiate juga bersifat

sebagai venodilator, menurunkan preload, dan juga dapat menurunkan efek simpatik. Namun, opiat

menginduksi nausea (penting untuk memberikan antiemetik, salah satunya, cyclizine,227

Page 55: ESC Guidelines for HF 2012

memiliki efek vasokonstriktor) dan menyebabkan depresi pusat pernafasan, yang akan

meningkatkan kebutuhan akan ventilasi invasif.

Vasodilator

Meskipun vasodilator seperti nitrogliseride (Tabel 20) menurunkan preload dan afterload dan

meningkatkan stroke volume, tidak ada bukti yang menyatakan bahwa obat ini dapat meringankan

dispnea atau meningkatkan hasil klinis.218,220Vasodilator mungkin akan lebih bermanfaat pada

pasien dengan hipertensi dan harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 110

mmHg. Penurunan tekanan darah yang berlebihan harus dihindari karena hipotensi meningkatkan

mortalitas pada pasien gagal jantung akut. Vasodilator juga harus digunakan dengan pengawasan

ketat pada pasien dengan stenosis aorta atau mitral.

Nesiritide

Nesiritide— BNP manusia dengan efek utamanya sebagai vasodilator— yang berfungsi untuk

mengurangi dispnea saat ditambahkan dengan terapi konvensional (signifikan secara statistik).228

Inotropik

Penggunaan inotropik seperti dobutamine (Tabel 21) biasanya digunakan pada pasien dengan

penurunan curah jantung berat dengan perfusi organ vital yang masih baik. Inotropik dapat

menyebabkan sinus takikardi, iskemia miokard dan aritmia. Penggunaan levosimendan harus

dilakukan secara rasional (atau phosphodiesterase III inhibitor contohnya milrinone) jika dirasa perlu

untuk menghambat efek penyekat beta.

Vasopressors

Obat-obatan dengan efek sebagai vasokonstriktor arteri perifer contohnya norepinephrine (Tabel

21) yang diberikan kepada pasien dengan hipotensi berat. Obat ini diberikan untuk meningkatkan

tekanan darah dan meredistribusi curah jantung dari ekstremitas ke organ vital. Namun, obat ini

dapat meningkatkan LV afterload dan memiliki efek samping yang sama dengan inotropik.

Penggunaan obat ini tidak boleh digunakan pada pasien dengan hipoperfusi meskipun tekanan

pengisian jantung adekuat.

Page 56: ESC Guidelines for HF 2012

Dopamin

Dopamin dosis tinggi (>5 mg/kg/min) memiliki efek inotropik dan vasokonstriktor. Pada dosis yang

lebih rendah (<3 mg/kg/min) dopamine memiliki efek selective renal arterial vasodilator dan

menyebabkan natriuresis, meskipun hal ini masih belum jelas. Dopamine dapat menyebabkan

hipoksemia.229

Saturasi oksigen arteri harus dimonitor, dan oksigen harus segera diberikan jika

dibutuhkan.

Terapi farmakologis lain

Profilaksis thrombo-emboli dengan heparin atau antikoagulan lain harus diberikan, kecuali ada

kontraindikasi atau tidak diperlukan (karena sudah mendapat terapi dengan antikoagulan oral).214 –

216Tolvaptan (vasopressin V2-receptor antagonist) dapat digunakan untuk mengobati pasien

dengan hiponatremia (efek samping berupa rasa haus dan dehidrasi).230

12.2.1.2 Setelah Stabilisasi

Angiotensin-converting enzyme inhibitor/angiotensin receptor blocker

Pada pasien dengan penurunan EF yang belum mendapatkan inhibitor ACE (atau ARB), terapi ini

harus segera diberikan secepatnya, bila tekanan darah dan fungsi ginjal memungkinkan Dosis harus

dititrasi sebelum dihentikan.

Beta-blocker

Pada pasien dengan penurunan EF yang belum mendapatkan penyekat beta, terapi ini harus segera

diberikan secepatnya setelah stabilisasi, dan bila tekanan darah dan denyut jantung memungkinkan

Dosis harus dititrasi sebelum dihentikan. Hal ini menunjukkan bahwa penyekat beta dapat diberikan

terus-menerus pada beberapa pasien selama episode dekompensasi dan setelah episode

dekompensasi

Mineralocorticoid (aldosterone) receptor antagonist

Pasien dengan penurunan EF belum mendapatkan penyekat beta, terapi ini harus segera diberikan

secepatnya, bila fungsi ginjal dan kadar kalium memungkinkan. Oleh karena dosis MRA yang

digunakan untuk mengobati gagal jantung memiliki efek yang minimal pada gagal jantung,

Page 57: ESC Guidelines for HF 2012

meskipun pasien dengan hipotensi relatif, dapat mulai diberikan terapi ini saat mulai perawatan.

Dosis harus dititrasi sebelum dihentikan

Digoxin

Pada pasien dengan penurunan EF, digoxin dapat digunakan untuk mengontrol laju ventrikel pada

AF, khususnya jika tidak memungkinkan untuk menaikkan dosis titrasi penyekat beta. Digoxin juga

dapat memberikan manfaat pada gejala dan mengurangi risiko rawat inap pada pasien dengan gagal

jantung sistolik berat. (lihat rekomendasi pada bagian 7.2.6)

12.2.2 Terapi non-farmakologis/non-device

Pembatasan asupan natrium <2g/hari dan cairan 1,5-2 L/hari sering dilakukan, khususnya (pada

pasien hiponatremi) selama tata laksana awal episode akut gagal jantung yang berhubungan

dengan volume overload, meskipun belum ada bukti yang mendukung hal ini.

12.2.2.1 Ventilasi

Ventilation Non-invasif

Continuous positive airway pressure (CPAP) dan non-invasive positive pressure ventilation

(NIPPV) meringankan dispnea dan meningkatkan pengukuran fisiologis tertentu (contohnya saturasi

oksigen) pada pasien dengan edema paru akut. Namun, penelitian RCT besar baru-baru ini

menunjukkan bahwa tidak ada tipe ventilasi non-invasif atau intubasi endotrakeal yang

menurunkan mortalitas bila dibandingkan dengan terapi standar termasuk nitrat (pada 90%

pasien) dan opiat (pada 51% pasien).217

Hasil ini kontras dengan penemuan meta-analisis

sebelumnya, penelitian yang lebih kecil. Ventilasi non-invasif dapat digunakan untuk meringankan

gejala pada pasien edema paru dan distres pernafasan berat yang gagal dengan terapi farmakologis.

Kontraindikasi berupa hipotensi, muntah, pneumothorax dan gangguan kesadaran.

Intubasi Endotrakea dan Ventilasi Invasif

Indikasi utama untuk dilakukan intubasi endotrakea dan ventilasi invasif adalah gagal nafas yang

akan menyebabkan hipoksemia, hipercapnia, dan asidosis. Kelelahan fisik, penurunan kesadaran,

dan ketidakmampuan untuk mempertahankan jalan nafas merupakan alasan lain untuk

mempertimbangkan intubasi dan ventilasi.

Page 58: ESC Guidelines for HF 2012

12.2.2.2 Mechanical circulatory support

Intra-aortic balloon pump

Indikasi konvensional untuk intra-aortic balloon pump (IABP) adalah untuk memperbaiki sirkulasi

sebelum tindakan pembedahan specific acute mechanical problems (contohnya ruptur septal

interventricular dan mitral regurgitation mitral akut), dan selama during miokarditis akut berat dan

beberapa pasien dengan iskemia atau infark miokard akut sebelum, selama dan setelah revaskularisasi

perkutaneus atau pembedahan. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa IABP lebih bermanfaat

dari penyebab shock kardiogenik lain.231

Baru-baru ini, ballon pump (tipe lain dari alat sirkulasi

temporer) telah digunakan pada pasien sampai dilakukan implantasi ventricular assist device atau

transplantasi jantung (lihat bagian 13.5). Ventricular assist devices dan mechanical circulatory

support (MCS) lainnya dapat digunakan pada pasien tertentu (lihat bagian 13.5).

12.2.2.3 Ultrafiltrasi

Venovenous isolated ultrafiltration kadang-kadang digunakan untuk memindahkan cairan pada

pasien gagal jantung,232

biasanya dilakukan pada pasien yang tidak respon atau resisten terhadap

terapi diuretik.

12.3 Pengawasan Invasif

12.3.1 Jalur intra-arterial

Jalur intra-arterial harus dipertimbangkan pada pasien dengan gagal jantung persisten dan tekanan

darah sistolik rendah meskipun sudah diterapi.

12.3.2 Kateterisasi arteri pulmonal

Kateterisasi jantung kanan tidak umum dilakukan pada tata laksana gagal jantung, namun dapat

membantu pada beberapa pasien tertentu dengan gagal jantung akut atau kronik.233

Kateterisasi

arteri pulmonal hanya dapat dipertimbangkan pada pasien: (i) refrakter terhadap terapi

farmakologis; (ii) hipotensi persisten; (iii) tekanan pengisian ventrikel kiri tidak jelas; atau (iv) pasien

yang akan dilakukan operasi jantung. Perhatian utamanya adalah bahwa hipotensi yang terjadi (dan

perburukan fungsi ginjal) tidak disebabkan oleh tekanan pengisian ventrikel kiri yang tidak adekuat,

pada kasus ini terapi diuretik dan vasodilator harus dikurangi (penggantian cairan dibutuhkan).

Sebaliknya, tekanan pengisian ventrikel kiri yang tinggi strategi farmakologi alternatif (cth. terapi

Page 59: ESC Guidelines for HF 2012

inotropik atau vasodilator), tergantung pada tekana darah. Pengukuran resistensi vaskular paru

merupakan bagian rutin dari pemeriksaan sebelum dilakukan transplantasi jantung.

12.4 Pengawasan setelah stabilisasi

Denyut jantung, irama, tekanan darah, dan saturasi oksigen harus dimonitor paling tidak pada 24

jam pertama, dan kemudian setelahnaya. Gejala yang relevan dengan gagal jantung (cth. dispnea)

dan efek samping akibat terapi yang digunakan (cth. lemas) harus dinilai setiap hari.

Keseimbangan cairan, berat bada, dan tekanan vena jugular dan udemam paru dan perifer luas (dan

asites jika ada) harus dinilai setiap hari untuk mengevaluasi volume overload. Blood urea nitrogen,

kreatinin, kalium, dan natrim harus dimonitor setiap hari selama terapi dan dan saat antagonis

sistem renin-angiotensin-aldosteron diberikan atau jika terdapat perubahan dosis terapi.

12.5 Penilaian lain pada pasien

Setelah terapi awal pada episode akut, pasien harus dinilai terhadap kemungkinan penyebab gagal

jantung tersebut (jika gagal jantung baru terjadi) dan perburukan faktor presipitan (jika gagal jantung

sudah pernah didiagnosa). Fokusnya adalah untuk mendeteksi penyebab reversibel atau penyebab

yang dapat diobati. (Tabel 19).

12.6 Penghentian terapi

Sebelum penghentian dilakukan, episode akut gagal jantung harus ditangani dan khususnya

kongesti yang terjadi sudah tidak ada dan regimen diuretik oral sudah diberikan selama paling tidak

48 jam.234 – 236

Terapi modifikasi jangka panjang (termasuk penyekat beta) harus dioptimalisasi dan

edukasi harus diberikan kepada pasien dan keluarga. Tata laksana sebelum dan sesudah

penghentian harus mengikuti standar Heart Failure Association.236

Tujuan terapi dari tata laksana

pasien gagal jantung dirangkum pada tabel 22.

12.7 Populasi pasien khusus

12.7.1 Pasien dengan concomitant acute coronary syndrome

Pasien dengan concomitant acute coronary syndrome harus dinilai dan diterapi berdasarkan

pedoman acute coronary syndrome terbaru.237,238

Mereka harus menjalani angiografi koroner dan

Page 60: ESC Guidelines for HF 2012

revaskularisasi yang tepat. Prosedur ini harus dilakukan pada pasien dengan instabilitas

hemodinamik dan prosedur yang harus segera dilakukan pada pasien dengan shock kardiogenik.

Jika instabilitas hemodinamik tetapi terjadi meskipun sudah dilakukan terapi medis yang optimal,

IABP harus dilakukan sebelum angiografi koroner dan revaskularisasi. Instabilitas hemodinamik

persisten juga dapat disebabkan oleh komplikasi infark mekanik (cth. ruptur otot papillary katup

mitral), yang dapat diidentifikasi dengan menggunakan echocardiography dan membutuhkan

koreksi pembedahan.

12.7.2 Gagal ventrikel kanan terisolasi

Onset dari gagal ventrikel kanan terisolasi dapat terjadi akibat dari sindrom koroner akut dan

emboli paru masif (lihat pedoman emboli paru239

). Pada kedua situasi tersebut, diuretik dan

vasodilator harus digunakan secara hati-hati atau dihindari agar tidak mengurangi pengisian

ventrikel kanan. Gagal ventrikel kanan terisolasi progresif dapat terjadi pada pasien dengan

hipertensi pulmonal. Phosphodiesterase inhibitor tipe V, antagonis endotelin, dan analog

prostasiklin dapat membantu untuk menurunkan resistensi arteri pulmonal (lihat pedoman).240

12.7.3 Gagal jantung akut dengan ‘sindrom cardiorenal’

Perburukan gagal jantung akut, atau terapinya, atau keduanya dapat menyebabkan perburukan

fungsi ginjal akut (sindrom cardiorenal tipe 1) mencapai sepetiga pasien, dan berhubungan

dengan penurunan harapan hidup dan perpanjangan masa rawat.209

Sindrom renocardiac akut

(sindrom cardiorenal tipe 3), ditandai dengan perburukan fungsi jantung karena volume overload

akibat acute kidney injury, namun jarang terjadi. Tata laksana utama pada pasien ini adalah bahwa

disfungsi ginjal dapat membatasi penggunaan penghambat sistem dan uremia dan volume overload

progresif yang terjadi membutuhkan terapi penggantian ginjal.

12.7.4 Gagal jantung akut perioperatif

Gagal jantung akut dapat terjadi pada pasien sebelum (cth. akibat infark pre-operatif), selama

(failure to wean) , dan setelah (komplikasi mekanik dan tamponade pericardial harus disingkirkan)

operasi jantung. Tata laksana kelompok pasien ini dijelaskan di bagian yang lain dan membutuhkan

dukungan mekanik termasuk extracorporeal membrane oxygenation (ECMO).

Page 61: ESC Guidelines for HF 2012

12.7.5 Kardiomiopati peripartum

Kecurigaan yang tinggi dibutuhkan untuk menghindari keterlambatan diagnosa pada kondisi serius

ini, tata laksana dijelaskan dibagian lain.242,243

12.7.6 Penyakit Jantung Kongenital Dewasa

Pasien dengan penyakit jantung kongenital dewasa (adult congenital heart disease (ACHD) sangat

beragam pada populasi pasien. Diagnosa dan tata laksana gagal jantung pada pasien ini sangat

kompleks, dan membutuhkan kolaborasi dengan bidang lain.

Pasien dengan ACHD mengalami gagal jantung akibat dari penurunan EF ventrikel kiri sistemik,

penurunan EF ventrikel kanan sistemik, atau gagal ventrikel kanan sub-pulmonal terisolasi (lihat

bagian 12.7.2). Pasien dengan jantung univentrikular, baik yang tidak dapat dioperasi atau dengan

prosedur Fontan, sulit untuk dievaluasi dan diobati. CMR dan pemeriksaan kardiopulmonal bernilai

namun interpretasi data membutuhkan keahlian khusus.66,244

Kurangnya penelitian RCT untuk memandu terapi gagal jantung pada pasien dengan ACHD. Namun,

ada prinsip empiris umum dalam tata laksana : (i) lesi hemodinamik residual atau baru harus selalu

dicari pertama kali (ii) inhibitor ACE, ARB dan penyekat beta bersifat kontroversial dan dapat

membahayakan pada pasien tertentu, contohnya. Pasien dengan sirkulasi Fontan; (iii) vasodilator

arteri pulmonal dapat bermanfaat pada pasien tertentu dengan hipertensi pulmonal (lihat pedoman

ESC)240

; (iv) peran CRT tidak diketahui; dan (v) transplantasi jantung merupakan pilihan namun

dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti anatomi kardiovaskular kompleks, dan disfungsi hati

dan ginjal.

13. Revaskularisasi dan pembedahan koroner, termasuk operasi katup, ventricular

assist devices, dan transplantasi

13.1 Revaskularisasi koroner

Pembedahan revaskularisasi koroner (dan perkutaneus) merupakan indikasi untuk mengatasi

angina pektoris pada pasien dengan HF-REF atau HF-PEF dan pembedahan revaskularisasi koroner

ini merupakan indikasi untuk alasan prognostik pada pasien lain dengan CAD berat, khususnya

three-vessel disease atau left-main stenosis.

Page 62: ESC Guidelines for HF 2012

Bagian ini fokus kepada perkembangan terbaru dari gagal jantung. Penelitian The Surgical

Treatment for Ischemic Heart Failure (STICH) membahas peran yang lebih besar dari

revaskularisasi pembedahan pada pasien dengan HF-REF dan CAD.191

Pasien dengan EF ≤35%

dan CAD yang cocok untuk dilakukan pembedahan diacak dan dilakukan coronary artery bypass

(CABG) ditambah dengan terapi medis dibandingkan dengan terapi medis saja. Pasien yang

terlibat berusia muda (rata-rata 60 tahun), sebagian besar pria (88%) dan kelas NYHA I (11%), II

(52%), atau III (34%) Kelas Canadian Cardiovascular Society Angina pasien tersebut 0 (36%), I (16%),

II (43%), III (4%) dan IV (1%). Sebagian besar pasien mengalami two-vessel (31%) atau three

vessel (60%) CAD dan 68% mengalami stenosis proximal left anterior descensing berat; dan

sekitar 2% mengalami left-main stenosis. Primary outcome (semua penyebab kematian) tidak

berkurang dengan CABG. Namun, mengurangi secondary outcomes dari kematian kardiovaskular

(RRR 19%) dan kematian dari penyebab atau rawat inap kardiovaskular (RRR 26%) .Penelitian ini

memperluas indikasi CABG untuk ‘STICH-like patient’ dengan two-vessel CAD, termasuk left anterior

descending stenosis, yang sesuai untuk dilakukan pembedahan dan dengan harapan hidup > 1 tahun dengan

status fungsional baik.

Risiko dan manfaat CABG pada pasien tanpa angina/iskemia atau tanpa miokardium yang viabel

masih belum jelas. Pasien dengan disfungsi > 10% namun memiliki miokardium ventrikel kiri yang

viabel mendapat manfaat dari revaskularisasi miokard (sedangkan bila ≤10% kurang mendapat

manfaat) meskipun pendekatan seleksi pasien untuk revaskularisasi tidak terbukti. Beberapa teknik

invasif dapat digunakan untuk menilai viabilitas miokardium (Tabel 7). Nuclear imaging memiliki

sensitifitas yang tinggi, sedangkan teknik evaluasi kontraktil memiliki sensitifitas yang rendah

namun spesifisitasnya tinggi. CMR baik sekali untuk menilai perluasan jaringan parut trasmural,

namun kurang untuk mendeteksi viabilitas atau memprediksi penyembuhan dinding. Pemilihan

antara intervensi koroner perkutaneus dan CABG harus diputuskan oleh tim, serta berdasarkan

perluasan CAD, penyakit valvular, dan adanya komorbiditas.

13.2 Rekonstruksi ventrikel

Manfaat pembedahan rekonstruksi ventrikel dengan menghilangan jaringan parut pada dinding

ventrikel kiri dan bertujuan untuk mengembalikan volume dan bentuk fisiologis ventrikel kiri tidak

jelas dan tidak menunjukkan manfaat pada STICH.246

Teknik ini tidak direkomendasikan untuk

Page 63: ESC Guidelines for HF 2012

penggunaan rutin dan didiskusikan lebih lanjut pada pedoman.71

13.3 Pembedahan katup

Penyakit katup jantung dapat memperburuk gagal jantung. Bagian ini membahas masalah yang

berhubungan dengan gagal jantung dan penjelasan selanjutnya terdapat pada pedoman

ESC/European Association for Cardio-Thoracic Surgery.247

Perhatian utama pada pasien dengan disfungsi LV sistolik adalah “low-flow, low gradient” stenosis

aorta (valve area < 1 cm2, EF < 40%, mean gradient < 40 mmHg) karena beberapa pasien

mengalami stenosis aorta berat dan yang lain mengalami ‘pseudo-aortic stenosis’ (cth. saat aliran

rendah yang melewati katup aorta bukan disebabkan oleh obstruksi berat namun disebabkan oleh

stroke volume yang rendah). Pada individu tersebut, pemberian dobutamin dosis rendah dan stress

echocardiography dapat membantu membedakan kedua tipe tersebut dan memberikan informasi

mengenai kontraktilitas untuk kepentingan prognostik. Pasien dengan stenosis aorta berat dan EF

yang rendah, individu dengan cadangan kontraktilitas memiliki mortalitas operatif yang rendah dan

prognosis jangka panjang yang lebih baik.

Jika mean gradient > 40 mmHg, EF tidak mengalami penurunan untuk dilakukan penggantian katup

aorta pada pasien dengan stenosis aorta berat. Namun, pemulihan fungsi LV hanya terjadi saat

penurunan EF disebabkan oleh afterload yang berlebihan dan bukan disebabkan oleh jaringan

parut. Terapi medis harus dioptimalisasi, meskipun vasodilator (inhibitor ACE, ARB, inhibitor renin,

CCB, hidralazine dan nitrat) dapat menyebabkan hipotensi pada pasien dengan stenosis aorta berat

dan dapat digunakan dengan pengawasan ketat. Terapi ini tidak boleh menunda keputusan akan

pembedahan. Pasien yang tidak mungkin dilakukan pembedahan (cth. karena penyakit paru berat),

transcatheter aortic valve replacement dapat dipertimbangkan.248,249

13.3.2 Regurgitasi aorta

Penggantian atau perbaiki katup aorta direkomendasikan pada semua pasien simptomatik dan

asimptomatik dengan regurgitasi berat dan EF < 50% yang memungkinkan untuk dilakukan tindakan

pembedahan. Pembedahan juga harus dipertimbangkan pada pasien dengan regurgitasi aorta berat

dan diameter end-sistolik LV > 70 mm atau diameter end-systolic >50 mm (atau > 25 mm/m2 area

Page 64: ESC Guidelines for HF 2012

permukaan tubuh jika postur kecil).31

Pembedahan diindikasikan untuk menurunkan risiko

kematian, dan HF dan fungsi LV mengalami perbaikan setelah perbaikan katup aorta. Penting untuk

tidak keliru antara inkompetensi aorta ringan sampai sedang akibat dilatasi ventrikel kiri serta

dilatasi ventrikel kiri dan disfungsi sistolik akibat regurgitasi aorta berat.

13.3.3 Regurgitasi mitral

Penilaian regurgitasi mitral sangat kompleks, khususnya pada pasien dengan disfungsi sistolik.

Membedakan antara regurgitasi mitral primer dan sekunder penting diketahui. Keputusan untuk

pembedahan harus berdasarkan gejala, usia, AF, penurunan fungsi sistolik LV, hipertensi pulmonal,

kesesuaian katup untuk diperbaiki, yang merupakan prediktor penting pada hasil pasca operasi.

Regurgitasi mitral primer (organik)

Regurgitasi mitral primer akibat “flail leaflets”, diameter end- systolic LV ≥40 mm berhubungan

dengan peningkatan mortalitas baik pasien yang diterapi dengan obat-obatan atau pembedahan

Saat EF<30%, pembedahan dapat memperbaiki gejala, meskipun effectnya pada harapan hidup

masih belum diketahui. Pada situasi ini keputusan operasi harus mempertimbangkan respon terapi

medis, comorbiditas, dan kemungkinan katup dapat diperbaiki.

Mitral Regurgitasi Sekunder

Hal ini terjadi akibat perbesaran dan remodelling LV menyebabkan gangguan penutupan katup.

Terapi medis efektif untuk mengembalikan remodelling LV dapat mengurangi regurgitasi mitral

fungsional, dan setiap usaha harus dilakukan untuk mengoptimalisasi terapi medis pada pasien ini.

Regurgitasi mitral iskemik merupakan tipe khusus dari mitral regurgitasi sekunder yang mungkin

lebih tepat untuk dilakukan pembedahan. Oleh karena kondisi dinamik ini sering terjadi, stress

testing penting pada saat evaluasi. Latihan menginduksi peningkatan regurgitant orifice (≥13 mm2)

yang berhubungan dengan perburukan prognosis. Kombinasi pembedahan katup dan koroner

harus dipertimbangkan pada pasien simptomatik dengan disfungsi sistolik LV, arteri koroner

yang sesuai untuk revaskularisasi dan bukti viabilitas. Prediktor kegagalan perbaikan katup

termasuk jarak otot interpapillary yang besar, severe posterior mitral leaflet tethering, dan dilatasi

LV (diameter end-diastolic >65 mm). Pada pasien ini, penggantian katup mitral lebih disarankan.

Adanya AF, ablasi atrial, dan left atrial appendage closure dapat dipertimbangkan saat operasi

Page 65: ESC Guidelines for HF 2012

katup mitral.

Peran operasi katup mitral pada pasien dengan regurgitasi mitral fungsional berat dan disfungsi

sistolik LV berat yang tidak dapat direvaskularisasi masih dipertanyakan, dan pada sebagian besar

pasien, terapi konvensional lebih dipilih. Pada pasien dengan indikasi perbaikan katup namun

memiliki risiko tinggi operasi, percutaneous edge-to-edge repair dapat dipertimbangkan untuk

memperbaiki gejala.250

13.4 Transplantasi Jantung

Transplantasi jantung merupakan terapi untuk gagal jantung tahap akhir.251,252

Meskipun

controlled trials belum pernah dilakukan, terdapat konsensus bahwa transplantasi dapat

meningkatkan harapan hidup, kapasitas latihan, kualitas hidup, dan kembali bekerja bila

dibandingkan dengan terapi konvensional. Selain mengenai masalah donor jantung, tantangan

utama pada transplantasi konsekuensi dari efektivitas yang terbatas dan terapi imunosupresif

jangka panjang (cth. Penolakan antibodi, infeksi, hipertensi, ggal ginjal, malignansi, dan vaskulopati

arteri koroner.

13.5 Mechanical circulatory support

MCS merupakan istilahuntuk menggambarkan beberapa teknik berbeda yang digunakan untuk pasien

gagal jantung akut maupun gagal jantung kronik.211,253

13.5.1 HF tahap akhir

Untuk pasien tertentu dengan gagal jantung tahap akhir, transplantasi tetap merupakan gold-

standard treatment, dengan harapan hidup jangka panjang yang baik. Namun, Namun, karena

peningkatan jumlah pasien dengan gagal jantung tahap akhir, keterbatasan donor organ, dan

teknologi yang berkembang, MCS dengan LV assist device (LVAD) atau biventricular assist device

(BiVAD meningkat sebagai alternatif terapi pada beberapa individu. Awalnya, MCS digunakan

sebagai terapi BTT jangka pendek (Tabel 24), namun sekarang digunakan untuk jangka panjang,

disebut dengan ‘destination therapy (DT) pada pasien yang tidak memenuhi syarat transplantasi.

Ventricular assist devices dapat menjadi alternatif umum dari tranplantasi, dengan rata-rata

harapan hidup 2-3 tahun pada pasien tertentu yang mendapatkan latest continuous flow devices

daripada hanya terapi medis saja.254,255

Namun, perdarahan, trombo-emboli, infeksi, dan kegagalan

Page 66: ESC Guidelines for HF 2012

alat tetap menjadi masalah yang signifikan; masalah ini dan tingginya harga membatasi penggunaan

secara luas. Pada beberapa pasien, perbaikan fungsional selama MCS memperbolehkan

penghentian ventricular assist devices (‘bridge-to-recovery, BTR). Hal ini sering terjadi pada pasien

dengan kardiomiopati non-iskemik.256

Konsep lain MCS untuk penyembuhan disfungsi organ, yang

disebut dengan ‘bridge to candidacy (BTC)’, agar pasien dapat memenuhi syarat untuk transplantasi.

Biasanya, pasien dengan gagal jantung tahap akhir yang dipertimbangkan untuk MCS mendapatkan

terapi inotropik terus- menerus (Tabel 25).211,253,257

Evaluasi fungsi ventrikel kanan penting dilakukan pasca operasi karena kegagalan ventrikel kanan

meningkatkan mortalitas dan menurunkan harapan hidupsebelum dan setelah transplantasi.

Implantasi ventricular assist device lebih awal pada pasien dengan sakit yang kurang berat (cth.

EF<25%, peak oxygen consumption <12 mL/kg/min, dan hanya membutuhkan inotropik intermiten)

dan sebelum kegagalan ventrikel kanan atau multiorgan terjadi, mendapatkan hasil yang lebih baik.

Pasien dengan infeksi aktif, disfungsi ginjal, paru, hati berat atau status neurologis tidak jelas

setelah henti jantung atau akibat shock kardiogenik biasanya bukan merupakan kandidat untuk BTT

atau DT, namun dapat menjadi kandidat untuk BTC.

13.5.2 Acute heart failure

Sebagai tambahan ventricular assist device, bentuk lain dari MCS temporer dapat digunakan pada

pasien tertentu dengan gagal jantung akut, termasuk intra-aortic balloon counterpulsation,

percutaneous cardiac support, dan ECMO. Sebagai tambahan yang sudah dijelaskan diatas

MCS, khususnya ECMO, dapat digunakan sebagai “bridge to desicion” (BTD) pada pasien dengan

gagal jantung akut dang mengalami perburukan yang cepat dimana evaluasi keseluruhan tidak

mungkin dilakukan dan kematian akan terjadi tanpa MCS. Namun, keputusan pengambilan

keputusan perlu dibuat jika pasien tidak memenuhi syarat untuk pembedahan koreksi konvensional

atau MCS jangka panjang.

14. Tata laksana holistik, termasuk latihan olahraga dan program tata laksana

multidisiplin, pengawasan pasien dan perawatan paliatif

Intervensi non-farmakologis atau non device/pembedahan pada tata laksana gagal jantung (HF-

REF dan HF-PEF) dirangkum pada Tabel 26 dan 27 dan rekomendasinya sudah dipublikasikan oleh

Page 67: ESC Guidelines for HF 2012

Heart Failure Association.259

Tidak ada bukti yang mengatakan bahwa hal ini dapat mempengaruhi

mortilitas dan morbiditas, dan beberapa pendekatan tidak bermanfaat, contohnya saran untuk

membatasi asupan natrium dan konseling.260,261

Oleh karena alasan ini, intervensi ini tidak

memberikan rekomendasi pada tingkat pembuktian.

14.1 Latihan Olahraga

Beberapa ulasan sistematik dan meta-analisis penelitian kecil menunjukan bahwa kondisi fisik dengan

olahraga meningkatkan toleransi latihan, kualitas hidup, dan rata-rata rawat inap pada pasien gagal

jantung. Baru-baru ini, sebuah single large RCT [Heart Failure : A Controlled Trial Investigating

Outcomes of Exercise Training (HF-ACTION)] menginvestigasi efek olahraga pada 2331 pasien

golongan relatif muda (usia rata-rata 59 tahun) yang secara medis stabil dengan gejala ringan

sampai sedang berat (kelas NYHA II 63% dan kelas III 35%) dan EF ≤35%.262

Intervensi terdiri dari

36 sesi yang diawasi pada 3 bulan pertama kemudian dilanjutkan dengan latihan dirumah. Median

follow-up selama 30 bulan. Pada analisis yang telah disesuaikan, olahraga menyebabkan penurunan

sebesar 11% pada hasil primer dari semua penyebab kematian dan semua penyebab rawat inap

(unadjusted P = 0.13; adjusted P= 0,03). Terdapat juga relative risk reduction sebesar 15% pada hasil

sekunder dari kematian kardiovaskuler atay rawat inap gagal jantung (unadjusted P= 0.06; adjusted

P=0.03). Tidak ada penurunan mortalitas, dan tidak ada masalah keamanan. Kepatuhan latihan

mulai menurun secara substansial setelah periode pengawasan latihan.

Bukti menunjukkan bahwa latihan fisik bermanfaat pada gagal jantung, meskipun pasien

lanjut usia tidak terlibat pada beberapa penelitian dan ‘prescription’ latihan optimal masih

belum jelas.

14.2 Perawatan dan program tata laksana multidisiplin

Tujuan tata laksana gagal jantung adalah untuk menyediakan sistem perawatan sehingga dapat

memastikan bahwa tata laksana setiap pasien sudah optimal, dari awal hingga akhir perjalanan

penyakit. Standar perawatan pasien gagal jantung telah dipublikasi oleh Heart Failure Association.236 Untuk mencapai tujuan ini, pelayanan lain seperti rehabilitasi jantung dan perawatan paliatif

harus terintegrasi kedalam keseluruhan perawatan pasien gagal jantung. Program perawatan ini

bersifat multidisiplin untuk meningkatkan hasil yang didapatkan sesuai dengan edukasi kepada pasien,

Page 68: ESC Guidelines for HF 2012

optimalisasi terapi medis, dukungan psikososial, dan peningkatan akses ke pelayanan kesehatan.264

Kunci kesuksesan program ini adalah koordinasi perawatan dari setiap bagian pada sistem

kesehatan. Hal ini membutuhkan kolaborasi dari kardiologis, perawat dan profesi kesehatan lainnya,

termasuk pharmacists, dieticians, physiotherapists, psychologists, dan pekerja sosial. Meskipun

program tata laksana gagal jantung berbeda-beda pada setiap negara dan pelayanan kesehatan,

pedoman pada tabel 26 dan 27 direkomendasikan.

14.3 Pengukuran natriuretic peptide serial

Konsentrasi natriuretic peptide yang tinggi berhubungan dengan prognosis yang buruk. Namun,

beberapa RCT yang mengevaluasi terapi natriuretic peptide memberikan hasil yang

bertentangan.265

Masih belum jelas apakah hasil yang didapatkan lebih baik dengan menggunakan

pendekatan ini daripada optimalisasi terapi (kombinasi dan dosis obat, devices) berdasarkan

pedoman.

14.4 Remote monitoring (menggunakan implanted device)

Tata laksana untuk mengawasi thorasic impedance (pengukuran cairan intrathoraks tidak langsung)

tidak menunjukkan perbaikan hasil. 266 Terapi yang dilakukan sebagai respon terhadap tekanan

arteri pulmonal yang diukur dengan menggunakan implanted monitor menurunkan angka rawat

inap akibat gagal jantung pada satu penelitian RCT.267

Namun aplikasi umum dari pendekatan ini

masih belum jelas.

14.5 Remote monitoring (no implanted device)

Pendekatan mengenai remote monitoring non-invasive masih belum jelas, dan penelitian RCT

memberikan hasil yang tidak konsistendan juga belum didukung oleh rekomendasi pedoman.268

14.6 Structured telephone support

Meskipun meta-analisis RCT menunjukkan bahwa structured tele phone support sebagai

tambahan perawatan konvensional dapat menurunkan risiko rawat inap pada pasien gagal

jantung, hanya sedikit individu yang menunjukkan manfaat ini, dan bukti tidak cukup kuat untuk

mendukung rekomendasi pedoman.268,269

Page 69: ESC Guidelines for HF 2012

14.7 Perawatan paliatif/suportif

Gagal jantung merupakan penyakit yang tidak dapat diprediksi perjalanan penyakitnya dan sulit

untuk mengidentifikasi waktu yang spesifik untuk mempertimbangkan terapi paliatif. Pertimbangan

perawatan paliatif terdapat Tabel 28 dan 29. Pada poin ini, terapi difokuskan untuk meningkatkan

kualitas hidup, mengontrol gejala, deteksi dini, dan terapi saat episode deteriorasi dan

mengupayakan pendekatan holistik untuk perawatan pasien, baik fisik, psikologi, sosial, dan

spiritual. Perawatan paliatif telah didiskusikan secara rinci dari Heart Failure Association.270

15. Gaps in evidence

Para klinisi bertanggung jawab dalam mengatur pasien gagal jantung untuk penentuan terapi tanpa

bukti yang adekuat atau konsensus dari pendapat ahli. Berikut ini merupakan daftar yang layak

untuk dibahas pada penelitian klinis di masa yang akan datang.

15.1 Diagnosis

Diagnosis HF-PEF tetap menjadi tantangan tertentu, dan pendekatan dari gejala klinis, tanda klinis,

imaging, biomarker dan pemeriksaan lain masih belum pasti.

Strain/speckle imaging — memiliki nilai untuk diagnostik dan prognostik HF-REF dan HF-PEF

Diastolic stress test—memiliki nilai untuk diagnosis HF-PEF?

15.2 Komorbiditas

Keamanan dan keberhasilan jangka panjang pada beberapa terapi komorbiditas tidak diketahui,

namun sangat menarik dan penting.

Anemia—erythropoiesis-stimulating agents, besi?

Depresi—selective serotonin reuptake inhibitors, terapi kognitif?

Diabetes—metformin, GLP-1 antagonis/analoque, DPP IV inhibitor, SGLT-2 inhibitor?

Gangguan nafas saat tidur—terapi tekanan positif?

15.3 Terapi non-farmakologis, non-intervensional

Restriksi garam—apakah ini efektif dan aman?

Cardiac cachexia—apakah ada terapi yang efektif dan aman?

Page 70: ESC Guidelines for HF 2012

15.4 Terapi farmakologi

Digoxin — keberhasilan dan keamanan pada era modern dari terapi farmakologi dan device?

Hydralazine dan ISDN — keberhasilan dan keamanan pada pasien non-black?

Inhibitor renin — apakah terapi alternatif yang aman dan aman untuk ditambahkan dengan

inhibitor ACE?

Antikoagulan oral baru — keberhasilan dan keamanan jika dibandingkan dengan aspirin pada

pasien dengan irama sinus?

Clopidogrel dan antiplatelet lain — keberhasilan dan keamanan bila dibandingkan dengan

aspirin pada pasien dengan irama sinus?

Dual neprilysin/angiotensin receptor inhibitors — keberhasilan dan keamanan bila

dibandingkan dengan inhibitor ACE?

15.5 Devices

CRT— keberhasilan dan keamanan CRT mash belum diketahui pada kelompok pasien tertentu.

pasien dengan durasi QRS normal namun pada echocardiography dyssynchrony?

pasien dengan RBBB dan IVCD?

pasien dengan AF?

LVAD—keberhasilan dan keamanan jangka panjang LVADs sebagai alternatif transplantasi jantung

atau terapi medis masih belum jelas.

Remote monitoring—keberhasilan dan keamanan strategi remote monitoring masih belum

jelas.

15.6 Gagal jantung akut

Terapi gagal jantung akut masih berdasarkan pendapat dengan bukti yang masih sangat sedikit

untuk memandu terapi.

Nitrat intravena—keberhasilan dan keamanan masih belum jelas

Levosimendan—keberhasilan dan keamanan masih belum jelas

Omecamtiv mecarbil—apakah ini aman dan efektif?

Ultrafiltration—keberhasilan dan keamanan belum diketahui?

Page 71: ESC Guidelines for HF 2012

15.7 Perawatan akhir hidup

Apakah perawatan paliatif sudah optimal?

Kapan sebaiknya perawatan paliatif dimulai?