epi lepsi
TRANSCRIPT
EPILEPSI1.1 Definisi
Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan tidak
terkontrol yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.(1-3)
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for
epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang
ditandai oleh adanya factor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik,perubahan
neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi social yang diakibatkannya.
Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epileptik sebelumnya.(4)
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi >30 menit atau kejang berulang
tanpa disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.(4)
1.2 Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi. Sekitar
lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsy lebih tinggi di
negara berkembang.Insiden epilepsy di negara maju ditemukan sekitar 50/100.000.sementara
di Negara berkembang mencapai 100/100.000. (5)
Di Negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan
apapun.(6) penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun dan usia lanjut di atas
65 tahun.
1.3 Etiologi
Ditinjau dari penyebab, epilepsy dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: (7)
Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ±50% dari penderita
epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetic, awitan biasanya pada
usia >3tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan alat-alat diagnostic yang
canggih kelompok ini semakin sedikit.
Epilepsi simptomatik : disebabkan oleh kelainan / lesi pada susunan saraf pusat.
Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan
metabolic, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang,
gangguan peredaran darah otak, toksik serta kelainan neurodegenerative.
Epilepsy kriptogenik : dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui,
termasuk disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsy
mioklonik.
1
1.4 Klasifikasi
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 1989, epilepsi diklasifikan
menurut bangkitan epilepsi dan berdasarkan sindrom epilepsi.
1. Fokal / Partial (localized related)
1.1. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1.1.1. Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah sentrotemporal
(childhood epilepsy with centrotemporal spikes)
1.1.2. Epilepsy benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah oksipital
1.1.3. Epilepsi primer saat membaca (primary reading epilepsy)
1.2. Simtomatik
1.2.1. Epilepsi parsial kontinua yang kronik progresif pada anak – anak
(Kojenikow’s Syndrome)
1.2.2. Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan
(kurang tidur, alcohol, obat-obatan, hiperventilasi, refleks epilepsy,
stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
1.2.3. Epilepsi lobus temporal
1.2.4. Epilepsi lobus frontal
1.2.5. Epilepsi lobus parietal
1.2.6. Epilepsi lobus oksipital
1.3. Kriptogenik
2. Epilepsi Umum
2.1. Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
2.1.1. Kejang neonatus familial benigna
2.1.2. Kejang neonatus benigna
2.1.3. Kejang epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.4. Epilepsi lena pada anak
2.1.5. Epilepsi lena pada remaja
2.1.6. Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7. Epilepsi dengan bangkitan umum tonik – klonik pada saat terjaga
2.1.8. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di atas
2.1.9. Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang spesifik
2.2. Kriptogenik atau Simtomatik (berurutan sesuai dengan peningkatan usia)
2.2.1. Sindrom West (spasme infantiil dan spasme salam)
2.2.2. Sindrom Lencox – Gastaut
2
2.2.3. Epilepsi Mioklonik astatic
2.2.4. Epilepsi mioklonik lena
2.3. Simtomatik
2.3.1. Etiologi non spesifik
Ensefalopati mioklonik dini
Ensefalopati pada infantiil dini dengan burst supresi
Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk di atas
2.3.2. Sindrom Spesifik
2.3.3. Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain
3. Epilepsi dan Sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
3.1. Bangkitan Umum dan fokal
3.1.1. Bangkitan neonatal
3.1.2. Epilepsi mioklonik berat pada bayi
3.1.3. Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu selama tidur dalam
3.1.4. Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau – Kleffner)
3.1.5. Epilepsi yang tidak termasuk dalam klasifikasi diatas
3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom Khusus
4.1. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
4.1.1. Kejang demam
4.1.2. Bangkitan kejang / status epileptikus yang timbul hanya sekali( isolated)
4.1.3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic akut, atau
toksis, alcohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi non ketotik
4.1.4. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)
Bangkitan Umum (konvulsi atau non konvulsi)
A. Absence / lena / petit mal
Bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak (absence) dalam
beberapa detik (sekitar 5-10 detik) dimana motorik terhenti dan penderita diam tanpa
reaksi.Seragan ini biasanya timbul pada anak-anak yang berusia antara 4 sampai 8
tahun.Pada waktu kesadaran hilang, tonus otot skeletal tidak hilang sehingga
penderita tidak jatuh. Saat serangan mata penderita akan memandang jauh ke depan
atau mata berputar ke atas dan tangan melepaskan benda yang sedang dipegangnya.
Pasca serangan, penderita akan sadar kembali dan biasanya lupa akan peristiwa yang
baru dialaminya. Pada pemeriksaan EEG akan menunjukan gambaran yang khas
3
yakni “spike wave” yang berfrekuensi 3 siklus per detik yang bangkit secara
menyeluruh.
B. Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan
multifokal yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik,
terlokalisasi , tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase
tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal
pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
C. Tonik
Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan
ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan
fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.
D. Tonik-klonik /Grand mal
Secara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai dengan teriakan, pernafasan terhenti
sejenak kemudian diiukti oleh kekauan tubuh. Setelah itu muncul gerakan kejang
tonik-klonik (gerakan tonik yag disertai dengan relaksaki). Pada saat serangan,
penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah atau bibirnya sendiri, dan bisa sampai
mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar secara perlahan dan merasakan
tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur setelahnya.
E. Mioklonik
Bangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involuntar sekelompok otot
skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya berlangsung
sejenak.Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.
F. Atonik
Bangkitan ini jarang terjadi. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan otot dan
terjatuh secara tiba-tiba.
1.5 Patofisiologi
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan dari
pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran
konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan menguatnya
sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas
serangan epileptik.Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler
dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron.
4
Silbernagl S. Color Atlas Pathopysiology. New York : Thieme.2000
Lima buah elemen fisiologi sel dari neuron–neuron tertentu pada korteks serebri
penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:
1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam merespon
depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan inaktivasi konduksi
Ca2+ secara perlahan.
2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection), yang memungkinkan
adanya umpan balik positif yang membangkitkan dan menyebarkan aktivitas kejang.
3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel piramidal pada
daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang bias dikatakan sebagai
tempat paling rawan untuk terkena aktivitas kejang. Hal ini menghasilkan daerah-daerah
potensial luas, yang kemudian memicu aktifitas penyebaran nonsinaptik dan aktifitas
elektrik.
4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut respon NMDA)
menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks.
5
5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren dihasilkan
dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal
mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara
tepat dan berulang-ulang. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik
dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara bersamasama, membentuk suatu badai
aktivitas listrik di dalam otak. Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-macam serangan
epilepsi yang berbeda (lebih dari 20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi otak yang
terkena dan terlibat.Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil dengan
manifestasi yang sangat bervariasi. Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terdiri dari 3
kategori yaitu :
1. Non Spesifik Predispossing Factor ( NPF ) yang membedakan seseorang peka tidaknya
terhadap serangan epilepsi dibanding orang lain. Setiap orang sebetulnya dapat
dimunculkan bangkitan epilepsi hanya dengan dosis rangsangan berbeda-beda.
2. Specific Epileptogenic Disturbances (SED). Kelainan epileptogenik ini dapat diwariskan
maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab atas timbulnya epileptiform activity di
otak. Timbulnya bangkitan epilepsi merupakan kerja sama SED dan NPF.
3. Presipitating Factor (PF). Merupakan faktor pencetus terjadinya bangkitan epilepsi pada
penderita epilepsi yang kronis.Penderita dengan nilai ambang yang rendah, PF dapat
membangkitkan reactive seizure dimana SED tidak ada.
Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah :
Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan ion klorida,
tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan demikian konsentrasi
yang tinggi ion kalium dalam sel ( intraseluler ), dan konsentrasi ion natrium dan kalsium
ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari Dean (Sodium pump), sel hidup mendorong ion
natrium keluar sel, bila natrium ini memasuki sel, keadaan ini sama halnya dengan ion
kalsium. Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang
tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls.
Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara serentak,
secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.
1. Fungsi jaringan neuron penghambat ( neurotransmitter GABA dan Glisin ) kurang optimal
hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.
2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat dan Aspartat ) berlebihan
hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.
6
Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi GABA
(gamma aminobutyric acid ) tidak normal. Pada otak manusia yang menderita epilepsi
ternyata kandungan GABA rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial
postsinaptik ( IPSPs = inhibitory post synaptic potentials) adalah lewat reseptor GABA.
Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktifitas epileptic disebabkan oleh hilang atau kurangnya
inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan neurotransmitter inhibitorik utama pada otak.
Ternyata pada GABA ini sama sekali tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset
membuktikan bahwa perubahan pada salah satu komponennya bias menghasilkan inhibisi tak
lengkap yang akan menambah rangsangan. Sinkronisasi dapat terjadi pada sekelompok kecil
neuron saja, sekelompok besar atau seluruh neuron otak secara serentak.Lokasi yang berbeda
dari kelompok neuron ini menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan epileptik.
Secara teoritis ada 2 penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat kurang optimal ( GABA )
sehingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, sementara itu fungsi jaringan
neuron eksitatorik ( Glutamat ) berlebihan. Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan
terjadinya perubahan keseimbangan antara neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan
heriditer, kongenital, hipoksia, infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin.Kelainan tersebut
dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi,
sehingga mudah timbul epilepsi bila ada rangsangan yang memadai. Daerah yang rentan
terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak antara lain di hipokampus. Oleh karena setiap
serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka serangan kejang
cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih luas.Pada
pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang mati selalu didapatkan kerusakan di daerah
hipokampus. Oleh karena itu tidak mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus
asalnya berada di lobus temporalis dimana terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal
epilepsi dapatan. Pada bayi dan anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah terkena
efek traumatik, gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan sebagainya.Efek ini
dapat berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sel glia atau kerusakan pada neuron atau
glia, yang pada gilirannya dapat membuat neuron glia atau lingkungan neuronal
epileptogenik.Kerusakan otak akibat trauma, infeksi, gangguan metabolisme dan sebagainya,
semuanya dapat mengembangkan epilepsi. Akan tetapi anak tanpa brain damage dapat juga
menjadi epilepsi, dalam hal ini faktor genetik dianggap penyebabnya, khususnya grand mal
dan petit mal serta benigne centrotemporal epilepsy.Walaupun demikian proses yang
mendasari serangan epilepsi idiopatik, melalui mekanisme yang sama.
1.6 Gejala
7
Kejang parsial simplek
Serangan dimana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa “déjà
vu” : perasaan dimana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya.
Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat di
jelaskan.
Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubuh
tertentu.
Gerakan yang tidak dapat di kontrol pada bagian tubuh tertentu
Halusinasi
• Kejang parsial (psikomotor) kompleks
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya
bertahanlebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan
mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi:
- gerakan seperti mencucur atau mengunyah
- melakukan gerakan yang sama berulang – ulang atau memainkan pakaiannya
- melakukn gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam keadaan
seperti sedang bingung
- gerakan menendang atau meninju yang berulang – ulang
- berbicara tidak jelas seperti menggumam
•Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).
Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap:
tahaptonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien
dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului
oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa :
merasa sakit perut , baal, kunang – kunang , telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien
dapat : kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang
menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah.
Pada saat fase klonik : terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol,
mengompol atau buang air besar tidak dapat di kontrol, pasien tampak sangat pucat,
pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan semacam
ini.
1.7 Diagnosa
Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi dapat dilakukan melalui
anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasilpemeriksaan EEG dan radiologis.Namun
8
demikian, bila secara kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi
(klinis) sudah dapat ditegakkan.(8)
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa
hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.Penjelasan perihal segala
sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya
serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci
diagnosis.Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan
tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekuensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
Anamnesa / Alloanamnesa Epilepsi umum :
Major :
Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe primer dan sekunder.Epilesi
grand mal ditandai dengan hilang kesadaran dan bangkitan tonik-klonik.Manifestasi klinik:
kedua golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaanterletak pada ada tidaknya aura
yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum serangankejang-kejang. Pada epilepsi grand mal
simtomatik selalu didahului aura yangmemberi manifestasi sesuai dengan letak fokus
epileptogen pada permukaan otak.Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu,
mencium bau-bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan
sebagainya.Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran sehingga aktivitas
penderitaterhenti. Kemudian penderita mengalami kejang tonik. otot-otot
berkontraksi sangathebat, penderita terjatuh, lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-
9
paruterdorong keluar dengan deras sehingga terdengar jeritan yang dinamakan
jeritanepilepsi.Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang klonik yang seolah-
olahmengguncang-guncang dan membanting-banting tubuh si sakit ke tanah.Kejangtonik-
klonik berlangsung 2 -- 3 menit.Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatif seperti
berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut berbuih dansianosis.Kejang
berhenti secara berangsur-angsur dan penderita dalam keadaanstupor sampai koma. Kira-kira
4-5 menit kemudian penderita bangun, termenungdan kalau tak diganggu akan tidur beberapa
jam. Frekuensi bangkitan dapat setiapjam sampai setahun sekali.
Minor :
Epilepsi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah epilepsi umum
yangidiopatik. Meliputi kira-kira 3 -- 4% dari kasus epilepsi..
Bangkitan mioklonus.Bangkitan berupa gerakan involunter misalnya anggukan
kepala, fleksi lengan yang terjadi berulang-ulang.Bangkitan terjadi demikiancepatnya
sehingga sukar diketahui apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak.Bangkitan ini sangat
peka terhadap rangsang sensorik.(9)
Bangkitan akinetik.Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap tubuh
karenamenurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat sehingga penderita jatuh
ataumencari pegangan dan kemudian dapat berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini(petit
mal, mioklonus dan akinetik) dapat terjadi pada seorang penderita dan disebuttrias Lennox-
Gastaut.
Spasme infantil. Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai salaamspasm atau
sindromaWest. Timbul pada bayi 3 -- 6 bulan dan lebih sering pada anak laki-laki.
Penyebabyang pasti belum diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak
yangluas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi dan
gangguanpertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala kedepan atau keatas,
lenganekstensi, tungkai tertarik ke atas, kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan,miosis
atau midriasis pupil, sianosis dan berkeringat.
Bangkitan motorik.Fokus epileptogen terletak di korteks motorik.Bangkitan
kejangpada salah satu atau sebagian anggota badan tanpa disertai dengan hilang
kesadaran.Penderita seringkali dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai
padaujung jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh
lengan.Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marcheEpilepsi parsial ( 20% dari seluruh
kasus epilepsi).
10
Bangkitan sensorik Bangkitan yang terjadi tergantung dari letak fokus
epileptogenpada koteks sensorik. Bangkitan somato sensorik dengan fokus terletak di gyrus
postcentralis memberi gejala kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaanposisi
abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota badan.Aktivitas listrik pada bangkitan
ini dapat menyebar ke neuron sekitarnya dan dapat mencapai korteksmotorik sehingga terjadi
kejang-kejang.Epilepsi lobus temporalis. Jarang terlihat pada usia sebelum 10
tahun.Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas sekali. Manifestasi klinik fokalitas inisangat
kompleks karena fokus epileptogennya terletak di lobus temporalis dan bagian otak ini
meliputi kawasan pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan asosiatif antara ketiga indra
tersebut dengan kawasan penglihatan. Manifestasi yang kompleksini bersifat psikomotorik,
dan oleh karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsi psikomotor.
Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik lazimnyaberupa
automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai berikut: Kesadaran hilangsejenak, dalam
keadaan hilang kesadaran ini penderita masuk ke alam pikiran antarasadar dan mimpi
(twilight state), dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yangterdiri dari halusinasi dan
automatisme yang berlangsung beberapa detik sampaibeberapa jam. Halusinasi dan
automatisme yang mungkin timbul : Halusinasi denganautomatisme pengecap, halusinasi
dengan automatisme membaca, halusinasi denganautomatisme penglihatan, pendengaran atau
perasaan aneh.
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
-Pada orang dewasa
Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa. Pada kulit dicariadanya
tanda neurofibromatosis berupa bercak-bercak coklat, bercak-bercak putih, danadenoma
seboseum pada muka pada sklerosi tuberose.Hemangioma pada muka dapat menjadi tanda
adanya penyakit Sturge-Weber.Pada toksoplasmosis, fundus okuli mungkin menunjukkan
tanda-tanda korio renitis.Mencari kelainan bawaan, asimetri pada kepala, muka,
tubuh,ekstrimitas.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium, natrium,
bilirubin, ureum dalamdarah. Yang memudahkan timbulnya kejang ialah keadaan
hipoglikemia, hypokalemia, hipomagnesia, hiponatremia, hypernatremia, hiperbilirubinemia,
dan uremia.Penting puladiperiksa pH darah karena alkalosis mungkin disertai kejang.(10)Pemeriksaan cairan otak dapat mengungkapkan adanya radang pada otak atau
11
selaputnya,toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia yang menyerang otak, metastasis
tumor ganas, adanya perdarahan otak atau perdarahan subaraknoid.
a. Pemeriksaan radiologis
Arteriografi dan pneumoensefalografi dilakukan bila perlu.Elektroensefalografi
(EEG) merupakan pemeriksaan penunjang yang informatif yang dapat memastikan
diagnosis epilepsy.Gelombang yang ditemukan pada EEG berupa gelombang runcing,
gelombang paku, runcing lambat, paku lambat.Pemeriksaan tambahanlain adalah
pemeriksaan foto polos kepala
b. Pemeriksaan psikologis atau psikiatris
Untuk diagnosis bila diperlukan uji coba yang dapat menunjukkan naik
turunnyakesadaran.
c. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis
epilepsi.Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi
struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan
abnormal:
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer
otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang
lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai
gambaran EEG yang khas, misalnya spasme infantile mempunyai gambaran EEG
hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus
per detik (3 spd), epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku /
tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).
d. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang
mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber
serangan.Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan
EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada.
12
Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum
diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter.Penentuan
lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan
operasi.
1.8 PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat
hidup normal dan tercapai kualitas hidup optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan
tersebut antara lain menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek
samping ataupun dengan efek samping seminimal mungkin serta menurunkan angka
kesakitan dan kematian.(10-13) Terapi pada epilepsi dapat berupa terapi farmakologi dan
nonfarmakologi.
PRINSIP TERAPI FARMAKOLOGI (11-17)
OAE diberikan bila :
o Diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun.
Selain itu pasien dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai
tujuan pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut.
o Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan tentang tujuan pengobatan.
o Penyandang dan/ atau keluarga telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping yang
timbul dari OAE.
o Bangkitan terjadi berulang walaupun factor pencetus sudah dihindari (misalnya: alcohol,
kurang tidur, stress, dll)
Terapi dimulai dengan monoterapi, menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan
(Tabel 1) dan jenis sindrom epilepsi (Tabel 2).
Pemberian obat dimulai dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif
tercapai atau timbul efek samping (Tabel 3).
Kadar obat dalam plasma ditentukan bila:
o Bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif
o Diduga ada perubahan farmakokinetik OAE (disebabkan oleh kehamilan, penyakit hati,
penyakit ginjal, gangguan absorpsi OAE)
o Diduga penyandang tidak patuh pada pengobatan
o Setelah penggantian dosis/regimen OAE
o Untuk melihat interaksi antara OAE atau obat lain.
Bila dengan penggunaan OAE pertama dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan,
maka diganti dengan OAE kedua. Caranya bila OAE telah mencapai kadar terapi, maka OAE
13
pertama diturunkan bertahap (tapering off). Bila terjadi bangkitan saat penurunan OAE
pertama maka kedua OAE tetap diberikan. Bila responsyang didapat buruk, kedua OAE
hareus diganti dengan OAE yan g lain. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan bila terdapat
respons dengan OAE kedua, tetapi respons tetap suboptimal walaupun pergunaan kedua OAE
pertama sudah maksimal.(17)
OAE kedua harus memiliki mekanisme kerja yang berbeda dengan OAE pertama
Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila
kemungkinan kekambuhan tinggi, yaitu bila: (18,19)
o Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG
o Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan
bangkitan; misalnya meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak ensafalitis herpes.
o Pada pemeriksaan neurologis dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan
otak
o Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua)
o Riwayat bangkitan simtomatis
o Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko kekambuhan tinggi seperti JME (Juvenile
Myoclonic Epilepsi)
o Riwayat trauma kepala terutama yang disertai penurunan kesadaran stroke, infeksi SSP
o Bangkitan pertama berupa status epileptikus
Efek samping OAE perlu diperhatikan (Tabel 4.4), demikian pula halnya dengan profil
farmakologis tiap OAE (Table 4.5) dan interaksi farmnakokinetik antar-OAE (Tabel 4.6)
Strategi untuk menceghah efek samping:
o Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik penyandang
o Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu pada sindrom
epilepsi dan karakteristik penyandang.
JENIS OBAT ANTIEPILEPSI DAN MEKANISME KERJANYA
Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, dosis OAE, efek samping OAE, profil
farmakologi, interaksi antara OAE.
Tabel 4.1 Pemilihan OAE berdasarkan bentuk bangkitan (20-21)
14
15
16
17
PENGHENTIAN OAE (12,13,22)
Pada dewasa penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 3-5 tahun bebas bangkitan. OAE dapat dihentikan tanpa kekambuhan pada 60% pasien. Dalam hal penghentian OAE, maka ada hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu syarat umum untuk menghentikan OAE dan kemungkinan kambuhan bangkitan setelah OAE dihentikan. Syarat umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut: Setelah minimal 3 tahun bebas bangkitan dan gambaran EEG normal Penghentian OAE disetujui oleh penyandang atau keluarganya.
18
Harus dilakukan secara bertahap, 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangkat waktu 3-6 bulan
Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan utama. Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada keadaan
sebagai berikut (12,23,24) Semakin tua usia kemungkinan timbul kekambuhan semakin tinggi Epilepsi simtomatis Gambaran EEG yang abnormal Bangkitan yang sulit terkontrol dengan OAE Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang diderita, sangat jarang pada sindrom epilepsi
benigna dengan gelombang tajam pada daerah sentrotemporal, 5-25% pada epilepsi lena masa anak kecil,25-75%, epilepsi parsial kriptogenik/simtomatis, 85-95% pada epilepsi mioklonik pada anak, dan JME.
Penggunaan lebih dari satu OAE. Telah mendapat terapi 10 tahun atau lebih (kemungkinan kekambuhan lebih kecil pada
penyandang yang telah bebas bangkitan selama 3-5 tahun, atau lebih dari lima tahun).(23)
Bila bangkitan timbul kembali maka gunakan dosis efektif terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE), kemudian dievaluassi kembali. Rujukan ke spesialis epilepsi perlu ditimbangkan bila: (13) Tidak responsive terhadap 2 OAE pertama Ditemukan efek samping yang signifikan dengan terapi Berencana untuk hamil Dipertimbangkan untuk penghentian terapi.
TERAPI TERHADAP EPILEPSI RESISTEN OAE Yang dimaksud dengan epilepsi resisten OAE adalah kegagalan setelah mencoba dua
OAE pilihan yang dapat ditoleransi, dan sesuai dosis baik sebagai monoterapi atau kombinasi) yang mencapai kondisi bebas bangkitan. (24) Sekitar 25-30% penyandang akan berkembang menjadi epilepsi resisten OAE.(25) Penanganan epilepsi resisten OAE mencakup hal-hal sebagai beriku: (26) Kombinasi OAE Mengurangi dosis OAE ( pada OAE induced seizure) Dipikirkan penggunaan terapi nonfarmakologis.
Terapi NonFarmakologis Stimulasi N.Vagus (27,28)
Terapi ajuvan untuk mengurangi frekuensi bangkitan pada penyandang epilepsi refrakter usia dewasa dan anak-anak yang tidak memenuhi syarat operasi. Dapat digunakan pada bangkitan parsial dan bangkitan umum.
Deep Brain Stimulation Diet ketogenik8 Intervensi Psikologi
19
Relaksasi, behavioral cognitive therapy, dan biofeedback
Tabel 4.7 Kombinasi OAE yang dapat digunakan pada epilepsi resisten OAE(29)
DAFTAR PUSTAKA
1. Accessed on September 5th 2013 : http://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdf
2. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In : Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.2005. p119-127.
3. Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder,Pediatric Neurology: Essentials for General Practice. 1sted. 2007
20
4. Accessed on September 5th 2013 : http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf
5. Accessed on September 5th 2013 : http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm 6. Accessed on September 5th 2013 : http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-
dan-anak/pahami-gejala- epilepsi-pada-anak-2 7. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and Therapy in
Children and Adults. 2nd ed. America: Blackwell Publishing Ltd.20058 . P r i c e d a n W i l s o n . 2 0 0 6 . Patofisiologi: Konsep Klinis Proses -
Proses Penyakit.Ed: 6. Jakarta: EGC9. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6thed. New York: McGraw-Hill.10. Wilkinson I. Essential neurology. 4thed. USA: Blackwell Publishing. 200515.PERDOSSI. Pedoman
Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 200816.http://www.medscape.com/viewarticle/72680911. Lawrence J, Hirsch, Timothy A. Pedley. Goals of Therapy. In A Comprehensive
Textbook 2nd Ed.Vol.1. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.2008; 1125-1128.
12. Dulac O, Leppik IF. Initiating and Discontinuing Treatment in Comprehensive Textbook Epilepsi. Lippincott-Raven 1st ed. Philadelphia.1998; 1237-46
13. Brodie MJ,Schacter SC,Kwan P. Fast Facts: Epilepsi 3rd Ed. Health Press Limited. UK 2005:37-84
14. 14. Panayiotopoulos CP.General Aspects on the Diagnosis of Epileptic Seizures and Epileptic Syndrome in Clinical Guide to Epileptic syndrome and their Treatment. Based on the new ILAE diagnostic cheme. Ozfordshire: Blandon Medical Publishing, 2010, pp: 172-199
15. Cockerell OC.Shorvon OD.Epilepsi current concepts. London: current Medical Literature 1996.
16. National institute of clinical Excellence. The epilepsies: the diagnosis and management of the epilepsies in adult and children in primary and secondary car. NICE Clinical guideline 137. London January,2012
17. KwanP, Schacter SC, Brodie MJ. Drug resistant epilepsi. New England Journal Medicine 2011: 365: 919-26.
18. Gummit RJ. The Epilepsi Handbook: The practical management of seizure. 2nd ed. New York: Raven Press 1995: 12-22
19. Perucha E. General Principles of Mediacal Treatment. In Sorvon S, Perucha E, Fish D, Dodson E. The Treatment of Epilepsi 2nd ed. Blacwell science. USA 2004; 139-160
20. Menachem EB, French JA. Choice of antiepileptic drug. In in epilepsi A Comprehensive Textbook /editors Jerome Engel JR., Tomothy A. Pedley, 2nd ed, vol 1, Lippincot Williams & Wilkins, 2008,pp: 1295-1300
21. Tracy Glauser, Elinor Ben-Menachem, blaise burgeois, Avital Cnaan, CARLOS Guerreiro , Reeta Ka‘‘lvia‘‘inen, RICHARD matson, Jacquiline A. French,
22. Emilio Perruca, Torbjorn Tomson for the ILAE subcommission of AED Guideline updated ILAE evidence review of antiepileptic drug efficacy and effectiveness as initial monotherapy for epileptic seizure drug syndromes. Epilepsia: 1-13,2013.
23. Sorvon S Handbook Epilepsi of Treatment. Blacwell science. Toronto 2000;34-84
21
24. Medical Research Council anti epileptic dryg withdrawal in patients in remission. Lancet 1991;337:1175-80
25. Patrick Kwan, Alexis Arzimanoglou, Anne T berg, Martin J. Brodie w, Allen Hauser, Gary Mathern, Solomon L. Moshe‘, Emilio Perucca, Samuel Wiebe,
26. Jacqqquiline French. Definition of drug resistant epilepsi: Consensus Proposal by the ad hoc Task Force of the ILAE commission of theraupetic strategies epilepsia, 51(6): 1069-1077, 2010.
27. Leppik IE. Intractable Epilepsi In adult in intractable seizure. Diagnosis treatment and prevention. Advances in experimental medicine and biology.2002. Vol 497:1-7
28. National institute of clinical Excellence. The epilepsies: the diagnosis and management of the epilepsies in adult and children in primary and secondary car. NICE Clinical guideline 137. London January,2012
29. Morris GI, Gloss D. Buchhalter J, Mack KJ, Nickels K, Harden c. Evidence –based guideline update: Vagus nerve stimulation for the treatment of epilepsi. report of guideline development subcommittee of the American Academy of Neurology 2013: 81:1-7
22