enkapsulasi probiotik lactobacillus sp. menggunakan
TRANSCRIPT
Serambi Engineering, Volume VI, No. 2, April 2021 hal 1814 - 1825
1814
p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934
Enkapsulasi Probiotik Lactobacillus sp. Menggunakan
Biopolimer Alginat dan Kitosan dengan Metode Satu Tahap
Tazkia Nur Hidayah1*
, Djaenudin2, Novriyanti Lubis
3
1,3
Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Garut, Garut. 2Loka Penelitian Teknologi Bersih, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
*Koresponden email: [email protected]
Diterima: 27 Februari 2021 Disetujui: 15 Maret 2021
Abstract
Lactobacillus sp are gram-positive bacteria that cannot survive in acidic conditions, such as stomach
acid conditions (pH 1.5- pH 2.5) so that a carrier is needed so that Lactobacillus sp can survive when
colonizing the intestine. One way to protect Lactobacillus sp in acidic conditions is by encapsulation.
The core material used for Lactobacillus encapsulation uses a mixture of Na-alginate and chitosan.
The mixture formed then becomes microcapsules using an electrospinning device. One of the
components of the electrospinning device is a syringe that provides pressure to form droplets that fall
into a solution of CaCl2 and chitosan with a concentration of 1.2%; 1.6% and 2%. Lactobacillus sp.
The encapsulated viability was tested for viability in simulated gastric acid (0.2% NaCl pH 1.2 and
pH 3) for 1 minute, 60 minutes, and 120 minutes using the Total Plate Count (TPC) method. After the
viability test was carried out, it was found that Lactobacillus sp. encapsulation results with a 2%
chitosan matrix with the number of colonies in the simulated gastric acid pH 3 for 1 minute is 4x109
cfu / g, for 60 minutes 3x109 cfu / g and for 120 minutes is 1x9 cfu /g.
Keywords: encapsulation, chitosan, lactobacillus sp., Na-Alginate, electrospinning
Abstrak
Lactobacillus sp. merupakan bakteri gram positif yang tidak dapat bertahan hidup dalam kondisi
asam, seperti kondisi asam lambung (pH 1,5- pH 2,5) sehingga diperlukan zat pembawa agar
Lactobacillus sp. dapat bertahan hidup ketika berkoloni di usus. Salah satu cara untuk melindungi
Lactobacillus sp. dalam keadaan asam dengan melakukan enkapsulasi. Bahan inti yang digunakan
untuk enkapsulasi Lactobacillus menggunakan bahan campuran Na-alginat dan kitosan. Campuran
yang terbentuk tersebut selanjutnya menjadi mikrokapsul menggunakan alat elektrospinning. Salah
satu komponen alat elektrospinning yaitu jarum suntik yang memberikan tekanan sebagai pembentuk
tetesan yang jatuh ke dalam larutan CaCl2 dan kitosan dengan konsentrasi 1,2%; 1,6% dan 2%.
Lactobacillus sp. yang telah terenkapsulasi diuji viabilitas dalam simulasi cairan asam lambung (0,2%
NaCl pH 1,2 dan pH 3) selama 1 menit, 60 menit, dan 120 menit dengan metode TPC (Total Plate
Count). Setelah dilakukan uji viabilitas didapatkan Lactobacillus sp. Hasil enkapsulasi dengan matriks
kitosan 2% dengan jumlah koloni pada simulasi cairan asam lambung pH 3 selama 1 menit adalam
4x109 cfu/g, selama 60 menit 3x10
9 cfu/g dan selama 120 menit adalah 1x9 cfu/g.
Kata kunci: enkapsulasi, kitosan, lactobacillus sp., Na-Alginat, elektrospinning
1. Pendahuluan
Salah satu bentuk pengembangan makanan fungsional berbasis produk susu adalah yogurt
probiotik atau sering disebut Bio-yogurt. Menurut FAO/WHO probiotik adalah mikroorganisme non-
patogenik yang dapat memberikan efek menguntungkan apabila dikonsumsi dalam jumlah tertentu,
seperti dapat menjaga keseimbangan mikroba usus, dan dapat meningkatkan resisten terhadap
penyakit infeksi salah satunya diare [1]. Golongan mikroba yang menguntungkan adalah BAL
(Bakteri Asam Laktat). BAL dikelompokan menjadi beberapa genus diantaranya Streptococcus,
Leuconostoc, Pediococcus, dan Lactobacillus [2].
Lactobacillus sp. merupakan genus dari Lactobacillus yang memiliki manfaat diantaranya dapat
menstimulasi sistem imun pada usus, mengurangi keparahaan pada saat diare, dan memiliki sifat anti
mikroba [3]. Lactobacillus sp. tidak dapat bertahan hidup dalam kondisi asam, seperti pada kondisi
asam di lambung (pH 1,5-2,5) dan pada suhu yang tinggi dalam proses pengolahan [4]. Sehingga
Serambi Engineering, Volume VI, No. 2, April 2021 hal 1814 - 1825
1815
p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934
diperlukan penambahan zat pembawa agar probiotik Lactobacillus sp. dapat bertahan hidup ketika
melewati usus dan dapat berkoloni di usus [5].
Namun penggunaan probiotik dalam bahan pangan memiliki beberapa permasalahan
diantaranya dapat menurunkan viabilitas bakteri sehingga jumlahnya tidak mencukupi ketika sampai
di usus menurut FAO/WHO nilai minimum yang harus dipenuhi sekitar 106-10
7 CFU (Colony
Forming Units)/gram bakteri dalam sediaan probiotik yang dapat berkoloni di usus sehingga dapat
memberikan manfaat [6]. Salah satu cara untuk mencegah kerusakan dan berkurangnya viabilitas
bakteri asam laktat di dalam usus dengan memberikan perlindungan melalui proses enkapsulasi [7].
Enkapsulasi adalah suatu proses pembungkusan (coating) bahan inti yang bertujuan untuk
meningkatkan viabilitas dan melindungi bahan inti dari kondisi yang merugikan. Bahan inti yang
digunakan dalam proses enkapsulasi adalah bakteri probiotik dan polimer yang digunakan dalam
proses enkapsulasi adalah Na-Alginat dan Kitosan [8].
Alginat merupakan polisakarida yang diekstrak dari rumput laut yang menjadi salah satu bio-
polimer yang paling umum digunakan dalam proses enkapsulasi probiotik [9]. Keuntungan dari
alginat diantaranya tidak toksik dan dapat membentuk matriks gel untuk menangkap mikroba dalam
larutan CaCl2 [10]. Mikrokapsul alginat berbentuk porous, sehingga zat aktif didalamnya dapat
mengalami kebocoran (leakage). Untuk mencegah keluarnya zat aktif dalam mikrokapsul alginat
maka dapat disalut menggunakan lapisan luar yang tidak mengandung zat aktif [11]. Salah satu
polimer alami yang dapat menjadi penyalut dalam mikrokapsul alginat adalah kitosan. Kitosan
merupakan jenis polimer alami yang dihasilkan dari proses deasetilasi kitin, bersumber dari cangkan
hewan vertebrata [12].
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan pembuatan enkapsulasi probiotik Lactobacillus
sp. menggunakan biopolimer Alginat 1% dan matriks Kitosan dengan konsetrasi 1,2%, 1,6%, dan 2%
terhadap waktu dalam simulasi cairan asam lambung dengan metode satu tahap (pencampuran
langsung antara CaCl2 dan Kitosan). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui viabilitas, morfologi,
bentuk dimensi Lactobacillus sp. yang telah menggunakan campuran biopolimer Alginat dan Kitosan
pada simulasi cairan asam lambung dengan menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy), dan
mengetahui gugus fungsi yang terkandung dalam enkapsulasi menggunakan FTIR.
2. Metode Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioproses dan Laboratorium Nanoteknologi yang
bertempat di Gedung Loka Penelitian Teknologi Bersih (LPTB), Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) pada tanggal 8 Februari 2020 – 27 Agustus 2020. Pada penelitian ini terdapat
berbagai rangkaian proses, yaitu proses enkapsulasi, proses peredaman mikrokapsul yang
mengandung probiotik tanpa simulasi larutan asam lambung dan dalam simulasi larutan asam
lambung, dan proses pengukuran viabilitas probiotik yang telah terenkapsulasi. Uraian metode yang
digunakan sebagai berikut:
Prosedur Kerja
1. Preparasi Bakteri Lactobacillus sp.
Peremajaan bakteri Lactobacillus sp. pada media Agar dilakukan dengan cara menggoreskan satu
hingga dua bulatan ose yang telah mengandung bakteri Lactobacillus sp. secara zigzag pada media
MRS Agar miring di dalam tabung reaksi steril. Kemudian tabung media ditutup menggunakan
kapas. Diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam didapatkan kultur stock [13].
2. Preparasi proses Enkapsulasi
- Pembuatan Suspensi Bakteri
Sebanyak 1-2 bulatan ose kultur stock Lactobacillus sp. dimasukkan ke dalam 50 mL MRS
Broth, lalu diinkubasi selama 24 jam pada shaker incubator dengan kecepatan 120 rpm
dengan suhu 30-37oC [14].
- Pembuatan Larutan Kitosan
Pembuatan larutan kitosan dibuat dalam tiga konsentrasi, yaitu konsentrasi 1,2%, 1,6%, dan
2% dalam 100 mL asam asetat 1% [16].
- Pembuatan Larutan Natrium Alginat
Sebanyak 0,1 gram natrium alginat ditimbang kemudian dilarutkan dengan aquadest yang
telah dihangatkan pada suhu 60oC sebanyak 100 mL [14].
Serambi Engineering, Volume VI, No. 2, April 2021 hal 1814 - 1825
1816
p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934
- Pembuatan Larutan CaCl2 0,1M
Sebanyak 32 gram CaCl2 ditimbang kemudian dilarutkan dengan aquadest sebanyak 1 L,
setelah larut sempurna kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC, tekanan 1 atm
selama 15 menit [14].
3. Proses Enkapsulasi
Proses enkapsulasi dilakukan dengan metode ekstrusi menggunakan diameter noozel 29,70
mm dengan Q = 1 mL/menit dan V = 0 kV. Diperoleh hasil enkapsulasi berupa mikrokapsul
dan ditampung dengan wadah berisi 125 mL larutan CaCl2 0,1 M dan larutan kitosan dengan
variasi konsentrasi 1,2%, 1,6%, 2% sebanyak 50 mL, kemudian diaduk selama 30 menit, jarak
antara ujung eksuder dengan larutan ± 6 cm [14].
4. Perhitungan Lactobacillus sp. yang terenkapsulasi
Diambil pada setiap seri pengenceran 1000 µL dan di pipet ke dalam cawan petri lalu
dituangkan MRS Agar ke dalam cawan petri tersebut lalu inkubasi selama 48 jam pada suhu
37oC [17].
5. Peredaman mikrokapsul mengandung probiotik dalam simulasi larutan asam lambung
sebanyak 0,2 gram NaCl dilarutkan di dalam 100 mL aquadest, kemudian diasamkan dengan
HCl 0,5 M hingga pH 1,5 (20 tetes) lalu pipet 9 mL larutan dan disimpan ke dalam tabung
ulir.
6. Uji Viabilitas Probiotik Hasil Enkapsulasi
Manik hasil enkapsulasi ditimbang sebanyak 1 gram dalam Laminar Air Flow (LAF) lalu
direndam dalam larutan Na sitrat 1% sebanyak 9 mL dalam gelas kimia 30 mL dan diaduk
menggunakan magnetic stirrer selama ± 2 jam pada suhu kamar [19]. Pada setiap
pengenceran, diambil 1 mL larutan dan dimasukkan ke dalam cawan petri, pada tahap ini
dilakukan secara triplo. Setelah itu, tuangkan MRS Agar sebanyak 20 mL ke dalam masing-
masing cawan petri yang sudah berisi campuran larutan mikrokapsul dan pepton 0,1%.
Selanjutnya, tahap inkubasi, cawan petri yang berisi media dan bakteri diinkubasi dalam
inkubator dengan suhu 37oC selama 48 jam. Kemudian dihitung jumlah koloni yang tumbuh
dengan prinsip metode TPC [15].
7. Morfologi mikrokapsul diketahui dengan pengujian Scanning Electron MicroscrophI (SEM)
dan gugus fungsi yang terkadung dalam mikrokapsul diketahui dengan pengujian FTIR
3. Hasil dan Pembahasan Bakteri Lactobacillus sp. merupakan genus terbesar dalam bakteri asam laktat. Termasuk ke
dalam bakteri gram positif yang tumbuh pada pH 4,5-8,5, katalase negatif, anaerobik fakultatif, dan
heterofermentatif fakultatif terdapat dalam yoghurt, keju, dan produk olahan susu lainnya. Memiliki
karakteristik diantaranya, berbentuk batang dengan panjang 2-4 µm dengan lebar 0,7-1,1 µm, dan
tidak berspora. Lactobacillus sp. mengalami pertumbuhan pada suhu 30-370C [20].
Lactobacillus sp. tidak bersifat patogen dalam tubuh host yang sehat dan dianggap penting
untuk mempertahankan kesehatan saluran cerna. Namun, bakteri ini tidak tahan dalam keadaan asam
lambung, sementara bakteri memberikan manfaat saat mencapai usus dan berkoloni di usus dengan
mengandung ± 10
-6-10
-7 CFU/g. Maka dilakukan teknik enkapsulasi agar bakteri dapat melewati
lambung sehingga bermanfaat dalam usus [6][7].
Gambar 1 merupakan hasil SEM dari probiotik Lactobacillus sp yang belum mengalami
proses enkapsulasi dan proses peredaman dalam cairan simulasi asam lambung, menunjukan bahwa
Lactobacillus sp memiliki bentuk batang dengan ujung persegi cenderung membentuk rantai. Ketika
Lactobacillus sp. dienkapsulasi, harus dipastikan dua kondisi agar enkapsulasi berjalan dengan
optimal. Yang pertama, lapisan pelindung probiotik dapat mempertahankan kelangsungan hidup
bakteri dalam simulasi cairan asam lambung, dan yang kedua probiotik yang terbungkus dapat
dilepaskan pada saat simulasi cairan usus [21]. Enkapsulasi bertujuan untuk menstabilkan sel, untuk
meningkatkan kelangsungan dan stabilitas zat aktif selama di produksi, penyimpanan dan penanganan
[21]. Dalam enkapsulasi yang telah dilakukan menggunakan metode ekstrusi. Metode ini dipilih
karena menggunakan alat yang sederhana berupa jarum suntik dan untuk menghindari suhu ekstrim
saat proses enkapsulasi yang dapat menyebabkan berkurangnya jumlah dan viabilitas bakteri probiotik
[22].
Serambi Engineering, Volume VI, No. 2, April 2021 hal 1814 - 1825
1817
p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934
Gambar 1. Hasil SEM Lactobacillus sp. dengan perbesaran 10000x
Sumber: Data penelitian, 2020
Proses enkapsulasi yang dilakukan terhadap bakteri probiotik kali ini menggunakan biopolimer
alginat 1% dan kitosan dengan variasi 1,2%; 1,6%; dan 2% [23]. Alat yang digunakan dalam proses
enkapsulasi yaitu electrospinning dengan proses electrohydrodinamic. Electrohydrodinamic
merupakan proses dari electrospraying yang mudah, fleksibel. Prinsip dari alat tersebut adalah larutan
polimer disemprotkan dengan mengaplikasikan potensial listrik dengan tegangan tinggi untuk
memperoleh partikel dengan ukuran mikron, submikron atau rentang nano [24]. Tegangan listrik pada
alat electrospinning berfungsi untuk menarik tetesan dari ujung needle menuju larutan CaCl2. Voltase
yang digunakan pada proses enkapsulasi yaitu 0 kV tetesan yang keluar memakan waktu yang lama
sesuai dengan settingan pada laju alir 1 mL/ menit dalam volume 50 mL sehingga waktu yang
dibutuhkan untuk proses pembuatan mikrokapsul selama 50 menit sementara diameter noozel yang
digunakan ± 0,394 mm.
Mikrokapsul yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam plastik zipper dan disimpan di dalam
lemari pendingin dengn suhu 40C dengan alasan penggunaan suhu yang rendah dapat menyebabkan
penurunan tingkat reaksi kimia yang merugikan, seperti oksidasi asam lemak [25]. Mikrokapsul yang
terbentuk bulatan gel terjadi karena peredaman tetesan dari alginat ke dalam larutan CaCl2 dan
kitosan. Ion kalsium dalam CaCl2 akan mengikat silang polimer dan menggantikan ion natrium dalam
polimer alginat, ion kalsium menempelkan satu sama lain pada banyak titik dalam polimer. Proses ini
disebut dengan tautan silang dan menghasilkan bentuk bulat yang tidak larut air. Setiap ion kalsium
dapat berkaitan dengan dua rantai polimer alginat [26].
Tabel 1. Pemeriksaan organoleptik enkapsulasi Lactobacillus sp. menggunakan variasi konsentrasi
matriks kitosan
Konsentrasi Kitosan Organoleptis Jumlah
mikrokapsul Bentuk Warna Bau
1,2% Bulat sempurna Putih Tidak berbau 37,3 g.
1,6% Bulat sempurna Putih Tidak berbau 33,4 g.
2% Bulat sempurna Putih Tidak berbau 25,8 g.
Sumber: Data penelitian, 2020
Gambar 2. (a) Kitosan 1,2%, (b) Kitosan 1,6%, (c) Kitosan 2%
Sumber: Data penelitian, 2020.
b a c
Serambi Engineering, Volume VI, No. 2, April 2021 hal 1814 - 1825
1818
p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934
Gambar 2 menunjukkan bahwa organoleptis dari enkapsulasi probiotik Lactobacillus sp
yang dihasilkan dengan metode 1 tahap (larutan CaCl2 bersamaan dengan larutan kitosan) memiliki
bentuk bulat dengan permukaan yang halus, berwarna putih, dan tidak berbau. Mikrokapsul yang
dihasilkan dari setiap konsentrasi kitosan berbeda-beda, diantaranya kitosan 1,2% menghasilkan,
mikrokapsul sebanyak 37,3 g, kitosan 1,6% menghasilkan mikrokapsul sebanyak 33,4 g, dan kitosan
2% menghasilkan mikrokapsul sebanyak 25,8 g. Konsentrasi kitosan yang semakin kecil
menyebabkan mikrokapsul yang dihasilkan semakin banyak, hal ini disebabkan karena kitosan 1,2%
memiliki larutan yang tidak terlalu kental dibandingkan kitosan 1,6% dan 2%. Karakteristik
mikrokapsul yang dihasilkan ditentukan oleh jenis dan komposisi biopolimer yang digunakan dalam
proses enkapsulasi dan akan mempengaruhi diameter serta bentuk mikrokapsul yang dihasilkan.
Komposisi biopolimer juga mempengaruhi viabilitas probiotik yang dienkapsulasi.
Gambar 3. Reaksi pembentukan mikrokapsul
Sumber: Data penelitian, 2020.
Gambar 3 menunjukan reaksi pembentukan mikrokapsul yang berbentuk bulat, tautan silang
ini menghasilkan padatan gel yang bersifat fleksibel dan lunak. Semakin lama perendaman maka akan
menyebabkan lebih banyak ikatan silang ion kalsium dengan polimer alginat dan menghasilkan
tekstur semakin padat. Kitosan digunakan sebagai penambahan lapisan pelindung pada permukaan
mikrokapsul sehingga meningkatkan kekuatan dan kestabilan mikrokapsul. Peningkatan stabilitas dan
perlindungan yang efisien pada mikrokapsul disebabkan adanya interaksi ionik yang kuat antara
alginat dengan kitosan. Ketika mikrokapsul disalut menggunakan kitosan akan menghasilkan
kompleks elektrolit. Kompleks polielektrolit merupakan kompleks asosiasi yang terbentuk antara
poliion dengan muatan yang berlawanan karena adanya interaksi elektrostatik antara poliion
bermuatan tersebut. Muatan negatif gugus asam karboksilat dari alginat akan berikatan dengan
muatan positif gugus amino dari kitosan secara ionik [27].
Pelapisan mikrokapsul menggunakan alginat dan kitosan dapat mengurangi porositas alginat,
mengurangi kebocoran ketika mengenkapsulasi bakteri, dan akan stabil pada beberapa rentang pH.
Pencampuran kitosan dengan CaCl2 mengakibatkan mikrokapsul yang terbentuk menjadi lebih
banyak dibandingkan dengan menggunakan metode yang tidak dimodifikasi dikarenakan larutan
CaCl2 langsung bercampur dengan larutan kitosan. Untuk mengetahui keberhasilan dari pembuatan
enkapsulasi probiotik Lactobacillus sp. menggunakan metode 1 tahap (larutan CaCl2 dicampurkan
dengan larutan kitosan) maka dilakukan uji viabilitas dengan metode TPC (Total Plate Count).
Metode ini digunakan untuk menghitung jumlah bakteri pada sampel yang akan diuji [28].
Larutan natrium alginat dan lactobacillus sp. Ion kalsium CaCl2 menggantikan ion
natrium pada alginat
Mikrokapsul yang dilapisi alginat dan kitosan
Serambi Engineering, Volume VI, No. 2, April 2021 hal 1814 - 1825
1819
p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934
Larutan yang digunakan untuk pengenceran yaitu larutan Pepton 0,1% yang berfungsi sebagai
sumber nitrogen pada media pembiakan mikroorganisme untuk tumbuh. Sedangkan natrium sitrat
yang digunakan untuk merendam mikrokapsul berfungsi untuk membuka penyalutan bakteri,
sehingga dapat dijadikan sebagai pembuktian apakah adanya penyalutan dapat memperlambat atau
dapat mempertahankan jumlah koloni bakteri yang seharusnya tetap saat berada dalam kondisi
ekstrim.
Tabel 2. Hasil perhitungan Lactobacillus sp. hasil enkapsulasi matrik Kitosan
Konsentrasi Kitosan Free cell Lactobacillus sp.
(cfu/mL)
Lactobacillus sp. hasil enkapsulasi
(cfu/g)
1,2% 5x1010
5,6x109
1,6% 5x1010
3x1010
2% 5x1010
7x1010
Sumber: Data penelitian, 2020.
Gambar 4 menunjukkan konsentrasi kitosan 1,6% memiliki nilai persentase yield yang tinggi
dibandingkan dengan kitosan (1,2%). Maka dapat dikatakan bahwa konsentrasi kitosan 1,6% yang
paling optimum karena memiliki % yield yang tinggi, semakin tinggi % yield maka semakin tinggi
juga jumlah sel bakteri yang bertahan dan terenkapsulasi.
Gambar 4. Grafik nilai persen yield dari berbagai variasi konsentrasi enkapsulasi Lactobacillus sp.
Sumber: Data penelitian, 2020.
Pengujian viabilitas mikrokapsul hasil enkapsulasi dengan matrik kitosan dalam simulasi cairan
asam lambung dan usus halus dilakukan variasi terhadap waktu dan konsentrasi cairan asam lambung.
Waktu inkubasi mikrokapsul di dalam simulasi cairan asam lambung berlangsung selama 1, 60, dan
120 menit. Sementara, pH yang digunakan untuk simulasi cairan asam lambung yaitu pH 1,2 dan pH
3. Setelah mikrokapsul melalui proses inkubasi selama 1, 60, dan 120 menit pada larutan simulasi pH
1,2 dan pH 3, mikrokapsul direndam dalam larutan pepton sebagai sumber nitrogen untuk bakteri,
selanjutnya direndam kembali dalam simulasi larutan garam empedu sambil di stirrer sampai hancur,
dan disuspensikan ke dalam larutan pepton 0,1% dan dilakukan pengenceran bertingkat.
Tabel 3. Jumlah koloni bakteri pada free cell dan koloni bakteri setelah proses enkapsulasi diinkubasi alam
simulasi cairan asam lambung
Konsentrasi
Kitosan
pH 3 pH 1,2
Free cell (cfu/mL) Mikrokapsul (cfu/g) Free cell (cfu/mL) Mikrokapsul
(cfu/g)
1’ 60’ 120’ 1’ 60’ 120’ 1’ 60’ 120’ 1’ 60’ 120’
1,2% 7x109 1x10
6 2x10
5 3,6x10
7 3x10
5 1x10
5 0 0 0 0 0 0
1,6% 7x109 1x10
6 2x10
5 2x10
10 2x10
9 1x10
8 0 0 0 0 0 0
2% 7x109 1x10
6 2x10
5 4x10
9 3x10
9 1x10
9 0 0 0 0 0 0
Sumber: Data penelitian, 2020.
84%
86%
88%
90%
92%
94%
96%
98%
Alginat + kitosan
1,2%
Alginat + kitosan
1,6%
Alginat + kitosan 2%
91,29%
96,79%
89%
Serambi Engineering, Volume VI, No. 2, April 2021 hal 1814 - 1825
1820
p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934
Gambar 5 menunjukan bahwa survivabilitas dari variasi konsentrasi kitosan 2% merupakan
konsentrasi yang paling optimum karena pada proses perendaman enkapsulasi dalam simulasi asam
lambung pada waktu 120 menit masih tidak terjadi penurunan yang signifikan dan masih dalam range
90%, hal tersebut sesuai dengan tujuan dilakukannya enkapsulasi untuk melindungi bakteri dari
faktor-faktor lingkungan yang berbahaya bagi bakteri [6].
Gambar 5. Grafik survivabilitas dari variasi konsentrasi enkapsulasi Lactobacillus sp.
Sumber: Data penelitian, 2020.
77,5%
56,2% 51,3%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
1' 60' 120'
Survivabilitas enkapsulasi Kitosan 1,2% (pH 3)
Waktu inkubasi (menit)
Surv
ivab
ilit
as (
%)
98,3%
88,8%
76,3%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
1' 60' 120'
Survivabilitas enkapsulasi Kitosan 1,6% (pH 3)
Waktu inkubasi (menit)
Surv
ivab
ilita
s (%
)
96%
94,7%
90%
86%
88%
90%
92%
94%
96%
98%
1' 60' 120'
Survivabilitas enkapsulasi Kitosan 2% (pH 3)
Waktu inkubasi (menit)
Surv
ivab
ilit
as (
%)
Serambi Engineering, Volume VI, No. 2, April 2021 hal 1814 - 1825
1821
p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934
Setelah pengujian didapati bahwa mikrokapsul hanya tumbuh dalam simulasi cairan asam
lambung pH 3, sedangkan pada pH 1,2 tidak terjadi pertumbuhan bakteri sama sekali. Lamanya waktu
inkubasi yang dilakukan dalam simulasi cairan asam lambung pH 3 memiliki hasil penurunan yang
tidak signifikan atau sangat kecil. Namun, pada konsentrasi kitosan 1,2% dengan nilai koloni pada
waktu 120 menit yaitu 1 x 105 tidak memenuhi range standar nilai minimum oleh FAO yaitu 10
6-10
7
cfu (colony forming units) hal ini disebabkan karena konsentrasi kitosan 1,2% tidak optimum dalam
perlindungan enkapsulasi [6].
Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM) dilakukan untuk mengetahui bentuk dan
morfologi dali Lactobacillus sp. hasil enkapsulasi tanpa simulasi cairan asam lambung sebagai kontrol
dibandingkan dengan hasil enkapsulasi yang telah direndam dalam simulasi cairan asam lambung
pada pH 1,2 dan 3 dengan waktu inkubasi 120 menit. Uji foto SEM dilakukan pada konsentrasi 2%
yang merupakan konsentrasi optimum karena penurunan viabilitas yang terjadi sangat sedikit.
Gambar 6. Uji Foto SEM mikrokapsul hasil enkapsulasi pada pembesaran 80x dan 50x
Sumber: Penelitian, 2020. Keterangan: a)Mikrokapsul tanpa diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung, b)Mikrokapsul diinkubasi
120 menit dalam simulasi cairan asam lambung pH 3, dan c)Mikrokapsul diinkubasi 120 menit dalam simulasi
cairan asam lambung pH 1,2.
Berdasarkan Gambar 6 dari hasil analisa SEM diketahui bahwa ukuran mikrokapsul
Lactobacillus sp dengan kitosan 2% memiliki ukuran yang berbeda-beda, untuk mikrokapsul tanpa
simulasi cairan asam lambung dengan pembesaran 80x memiliki diameter 818,8µm, sementara untuk
simulasi cairan asam lambung pada pH 3 dengan pembesaran 50x memiliki diameter 297,4 µm, dan
untuk simulasi cairan asam lambung pada pH 1,2 dengan pembesaran 50x memiliki diameter 406-550
µm. Hasil SEM pada pH 1,2 menunjukkan mikrokapsul sudah tidak berbentuk, ini disebabkan karena
semakin tinggi asam maka mikrokapsul akan semakin larut. Ukuran mikrokapsul yang lebih besar (2-
4 mm) dengan teknik ekstrusi pada penelitian Muthukumarasamy dkk (2006), dapat lebih melindungi
bakteri Lactobacillus reuteri dibandingkan dengan ukuran mikrokapsul 20-1000 µm.
Hasil SEM pada diameter mikrokapsul tidak sesuai dengan teori, mungkin hal ini disebabkan
adanya pengaruh pencampuran CaCl2 dengan kitosan 2% yang menyebabkan diameternya kecil.
Sedangkan bila diamati pada perbesaran yang lebih besar yaitu pada 5000x yang terlihat pada
Gambar 7 bahwa bahan pengapsul mengalami pengerutan diakibatkan oleh simulasi cairan asam
lambung, sehingga muncul ikatan hidrogen yang lebih kuat dan struktur dari bahan pengapsul menjadi
lebih rapat. Pada mikrokapsul tanpa simulasi cairan asam lambung masih terdapat rongga, sementara
pada simulasi cairan asam lambung pH 3 mikrokapsul sudah mulai tidak melindungi lagi, dan pada
simulasi cairan asam lambung pada pH 1,2 mikrokpasul sudah tidak melindungi lagi hal ini
disebabkan karena waktu inkubasi yang lama dan pH yang tinggi menyebabkan mikrokapsul tidak
stabil lagi. Hal ini sesuai dengan uji viabilitas bakteri hasil enkapsulasi pada simulasi cairan asam
lambung dengan pH 1,2 bahwa tidak didapati pertumbuhan koloni bakteri pada media MRS Agar
karena bakteri sudah dalam keadaan bebas tidak ada lapisan yang melindunginya dari paparan kondisi
ekstrim.
a b c
Serambi Engineering, Volume VI, No. 2, April 2021 hal 1814 - 1825
1822
p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934
Gambar 7. Uji foto SEM mikrokapsul hasil enkapsulasi pada pembesaran 5000x
Sumber: Data penelitian, 2020.
Keterangan: a) Mikrokapsul tanpa diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung, b) Mikrokapsul diinkubasi
120 menit dalam simulasi cairan asam lambung pH 3, dan c) Mikrokapsul diinkubasi 120 menit dalam simulasi
cairan asam lambung pH 1,2.
Gambar 8. Spektrum EDS enkapsulasi
Sumber: Data penelitian, 2020. Keterangan: a) Mikrokapsul tanpa diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung, b) Mikrokapsul diinkubasi
120 menit dalam simulasi cairan asam lambung pH 3, dan c) Mikrokapsul diinkubasi 120 menit dalam simulasi
cairan asam lambung pH 1,2.
Spektrum EDS memberikan informasi mengenai komposisi unsur-unsur yang terkandung pada
enkapsulasi probiotik Lactobacillus sp. tanpa menggunakan simulasi cairan asam lambung dan
dengan menggunakan simulasi cairan asam lambung pada pH 3 dan pH 1,2 secara kualitatif serta
untuk mengetahui pola sebaran bahan yang digunakan dalam proses enkapsulasi. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan secara FTIR untuk melihat gugus fungsi pada enkapsulasi yang menggunakan
biopolimer alginat dan kitosan dengan konsentrasi 2%. Rentang waktu 120 menit pada mikrokapsul
tanpa menggunakan simulasi cairan asam lambung dengan menggunakan simulasi cairan asam
lambung pada pH 3 dan pH 1,2. Analisis FTIR bertujuan untuk melihat apakah dalam keadaan asam
mempengaruhi gugus fungsi.
b
a b c
a
c
Serambi Engineering, Volume VI, No. 2, April 2021 hal 1814 - 1825
1823
p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934
Tabel 4. Presentasi bahan yang terkandung dalam enkapsulasi
Element
Mikrokapsul tanpa
simulasi asam lambung Mikrokaspsul pH 3 Mikrokapsul pH 1,2
Wt% Wt% Sigma Wt% Wt% Sigma Wt% Wt% Sigma
C 60,12 0,42 24,69 1,35 26,34 1,36
O 33,35 0,42 13,69 0,42 12,70 0,44
Na - - 25,58 0,50 23,79 0,48
Cl 3,40 0,08 34,98 0,66 37,17 0,72
Ca 3,13 0,09 1,07 0,09 - -
Total 100 100 100
Sumber: Data penelitian, 2020.
Gambar 9. Spektrum FTIR
Sumber: Data penelitian, 2020.
Keterangan: a) Mikrokapsul tanpa diinkubasi dalam simulasi cairan asam lambung, b) Mikrokapsul diinkubasi
120 menit dalam simulasi cairan asam lambung pH 3, dan c) Mikrokapsul diinkubasi 120 menit dalam simulasi
cairan asam lambung pH 1,2.
a
b
c
Serambi Engineering, Volume VI, No. 2, April 2021 hal 1814 - 1825
1824
p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934
Gambar 9 menunjukan bahwa kitosan dan alginat mempunyai kemiripan spektra dalam
analisis gugus fungsional dari IR, karena kitosan dan alginat memiliki gugus fungsi yang hampir
sama. Gugus fungsional pada mikrokapsul tanpa simulasi cairan asam lambung menunjukan
keberadaan gugus –NH2 dan –OH dari kitosan ditunjukkan oleh serapan bilangan gelombang 3332,10
cm-1
, sementara serapan pada bilangan gelombang 1633,39 menunjukkan keberadaan gugus C=O dari
alginat, dan keberadaan C-O ester ditunjukkan oleh dibilangan gelombang 1032,31 cm-1.Gugus C-O
muncul pada bilangan gelombang 1032,31 cm-1
dengan intensitas yang rendah artinya gugus C-O dari
alginat telah banyak yang berikatan dengan Ca2+
sebagai pengikat silang gugus –COO. Serapan pada
bilangan gelombang 1417,36 cm-1
menunjukkan terbentuknya garam karboksilat, artinya ada interaksi
gugus –NH2 kitosan dan –COO alginat yaitu interaksi kompleks polielektrolit [29]. Gugus fungsional
pada mikrokapsul dengan pH 3 dan pH 1,2 hasilnya tidak terlalu jauh dengan hasil FTIR mikrokapsul
tanpa simulasi cairan asam lambung.
4. Kesimpulan
Kitosan dengan konsentrasi 1,2%;1,6% dan 2% dapat digunakan sebagai matriks dalam proses
enkapsulasi bakteri Lactobacillus sp dengan nilai viabilitas pada waktu 120 menit setiap variasi
konsentrasi mendapatkan masing-masing nilai 1x105 cfu/g; 1x10
8 cfu/g dan 1x10
9 cfu/g. Setelah
dilakukan uji viabilitas probiotik terenkapsulasi dalam simulasi cairan asam lambung pada pH 1,2 dan
pH 3 dengan waktu inkubasi 1 menit, 60 menit, dan 120 menit, didapatkan konsentrasi penyalut yang
dapat mempertahankan viabilitas dalam enkapsulasi adalah kitosan 2% dengan viabilitas berturut-
turut 1x109 cfu/g; 4x10
9 cfu/g; 3x10
9 cfu/g; dan 1x10
9 cfu/g. Hasil yang diperoleh dari uji foto SEM
pada mikrokapsul dengan konsentrasi kitosan 2% tanpa diinkubasi dalam larutan simulasi cairan asam
lambung dan diinkubasi dalam larutan simulasi cairan asam lambung pada pH 1,2 dan pH 3 diameter
yang diperoleh 297,4 µm sampai 818,8µm dengan pembesaran 50x sampai 80x. Semakin asam
kondisi lingkungan maka semakin terbuka bahan pengapsul, sehingga mengakibatkan bakteri keluar
dari mikrokapsul.
5. Daftar Pustaka
[1] Food and Agriculture Organisation of the United Nations and World Health Organization, Health
and Nutrition Properties of Probiotics in Food including Powder Milk with Live Lactic Acid
Bacteria, Report of a joint FAO/WHO Expert Cpncultation on Evaluation of Health and Nutrion
Properties of Probiotics in Food including Powder Milk with Live Lactic Acid Bacteria. World
Health Organization, 2011.
[2] Simadibrata, Marcellus. 2011. Probiotik-Peranannya Dalam Dunia Medis. Jakarta : Divisi
Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RS. Cipto Mangunkusumo Indonesia.
[3] Figueroa-Gonzales, Ivonne, G. Quijano, G. Ramirez, “Probiotics and Prebiotics-Perspective and
Challenges,” J. Sci Food Agric, Vol. 91: 1341-1348, 2011.
[4] Mandal, S., A. K. Puniya., K. Singh, “Effect of alginate concentration on surival of
mivroencapsulated Lactobacillus casei NCDC-298,” Int. Dairy J.,, 16, 1190 – 1195, 2005.
[5] M.D. Piano, “Is microencapsulation the future of probiotic preparation? The increased officacy
of gastro-protected probiotics,” Gut Microbes. 2:2, 120-123, 2011.
[6] M, Firdaus, Setijawati D, Kartikaningsih, “The Effect of Lactobacillus Acidophilus Microcapsule
Which Encapsulated by Kappa Caragenan Toward In Vivo Functional Test,” Research Journal
of Life Science, E-ISSN: 2355-9926, Vol. 1 (1), 2014. http://rjls.ub.ac.id
[7] Carranza, P. Hernández, A. López-Malo, Maria-Teresa Jimėnez-Munguia, “Microencapsulation
Quality and Efficiency of Lactobacillus casei by Spray Drying Using Maltodextrin and
Vegetable Extracts,” J. of Food Research, Vol. 3 (1), ISSN 1972-0887 E-ISSN 1927-0895, 2014.
[8] Wu, Low Melt Encapsulation with High Laurated Canola Oil, US Patent 6,153,326, 2000.
[9] Rokka, Susanna, P. Rantamaki, “Protecting Probiotic Bacteria by Mircoencapsulation:
Challenges of Industrial Applications,” Eur Food Res Technol, Vol. 231:1-12, 2010.
[10] Cook MT, “Layer-by-layer coating of alginate matrices with chitosan-alginate for the improved
survival and targeted delivery of probiotic bacteria after oral administration,” J. Mater Chem,
B.1(1):52–60, 2013.
Serambi Engineering, Volume VI, No. 2, April 2021 hal 1814 - 1825
1825
p-ISSN : 2528-3561
e-ISSN : 2541-1934
[11] Ayuningtyas, Wildana. 2015. Ketahanan Bakteri Probiotik Bifidobacterium longum BF-1 yang
dienkapsulasi Nano Alginat terhadap Cairan Lambung dan Usus Halus Simulasi. Bogor:
Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institus Pertanian Bogor.
[12] Pradikaningrum, Henny. 2015. Uji Viabilitas Mikroenkapsulasi Lactobacillus casei
menggunakan Matrik Kitosan. Jakarta: Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Jakarta.
[13] Kholisoh G. 2016. Uji Viabilitas Enkapsulasi Lactobacillus casei Menggunakan Matriks Kappa
Karagenan Uji Viabilitas Enkapsulasi Lactobacillus casei. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah; p.
7–8.
[14] Li, X, Y., Chen, X, G., Cha, D, S., Park, H, J., Sun, Z, W, “Preparation of
alginate/chitosan/carboxymethyl chitosan complex microcapsules and application in
Lactobacillus casei ATCC 39,” J. of Carbohydrate Polymers, 83: 1479-1485, 2011.
[15] Woraharn, Sasimar, C. Chaiyasut, B. Sirithunyalug, J. Sirithunyalug, “Survival Enhancement of
Probiotic Lactobacillus plantarum CMU-FP002 by Granulation and Encapsulation Techniques,”
African J. of Microbiology Research, Vol. 4(20) pp. 2086-2093, 18 October, 2010. ISSN 1996-
0808 ©2010 Academic Journals. http://www.academicjournals.org/ajmr.
[16] Marzuki, Ismail. 2012. Pelepasan Terkendali Kalium Klorida dalam Mikrosfer Kitosan dengan
Metode Tautan Silang. Skripsi. Universitas Indonesia.
[17] N. Benderska, S. Chakilam, M. Hugle, J. Ivanovska, M. Gandesiri, L.J. Schulze, “Apoptosis
signalling activated by TNF in the lower gastrointestinal tract-riview,” Current Pgarmaceutical
Biotecnology, 2248-2258, 2012.
[18] O. Sandoval-Castilla, C. Lobato-Calleros, H. S. Garcia-Galindo, J. Alvarez-Ramirez, E. J.
Vernon-Carter, “Textural properties of alginate-pectin beads and survivability of entrapped
Lb.casei in Simulated Gastrointestinal Conditions and In Yoghurt,” Food Research International,
vol. 43 (1), 111-117, 2010.
[19] Benderska, N., Chakilam, S., Hugle, M., Ivanovska, J., Gandesiri, M. dan Schulze L.J. (2012).
Apoptosis signalling activated by TNF in the lower gastrointestinal tract-riview. Current
Pgarmaceutical Biotecnology. 2248-2258.
[20] Serna-cock L, Vallejo-castillo V. 2013. Probiotic Encapsulation
[21] Gbassi K, and Thierry Vandamme. 2012. Probiotic Encapsulation Technology: from
Microencapsulation to Release into the Gut. ISSN 1999-4923.
www.mdpi.com/journal/pharmaceutics
[22] Heidebach, T., Petra F., Ulrich. K. 2010. Influence of casein-based mircroencapsulation on
freeze-drying and strorage of probiotic cells. Journal of Food Engineering. 98, 309-316
[23] I. Marzuki, “Pelepasan Terkendali Kalium Klorida dalam Mikrosfer Kitosan dengan Metode
Tautan Silang,” Skripsi, Universitas Indonesia, 2012
[24] J.A. Bhushani, “Electrospinning and electrospraying techniques : Potential food based
applications,” Trends Food Sci Technol [Internet], 2016, Available from:
http://dx.doi.org/10.1016/j.tifs.`2014.03.004
[25] T. Heidebach, F. Petra, K. Ulrich, “Influence of casein-based mircroencapsulation on freeze-
drying and strorage of probiotic cells,” J. of Food Engineering, 98, 309-316, 2010.
[26] L. Serna-cock, V. E. Vallejo-castillo, “Probiotic Encapsulation,” African J. of Microbiology
Research, 7(40):4743, 2013.
[27] T. Pawestrisiwi, “Mikroenkapsulasi Double Coating Menggunakan Natrium Alginat dan
Kitosan,” Skripsi, Universitas Indonesia, Depok, 2011.
[28] Heidebach, T., Petra F., Ulrich. K. 2010. Influence of casein-based mircroencapsulation on
freeze-drying and strorage of probiotic cells. Journal of Food Engineering. 98, 309-316P.F.
[29] Umawiranda, S. E. Cahyaningrum, “Enkapsulasi Pirazinamid Menggunakan Alginat Dan
Kitosan,” J. of Chemistry, UNESA, Vol. 3 (3), 2014.