eksplorasi potensi (aktivitas dan bioaktivitas
TRANSCRIPT
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 20
EKSPLORASI POTENSI (AKTIVITAS DAN BIOAKTIVITAS) SENYAWA ORGANIK BAHAN ALAM DENGAN PENDEKATAN
BERBASIS STRUKTUR dan IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN KIMIA ORGANIK di PERGURUAN TINGGI
Sutrisno
Kelompok Bidang Keilmuan Kimia Organik Bahan Alam, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Malang Jl. Semarang 5 Malang – Jawa Timur 65145
Korespondensi: [email protected]
ABSTRAK Sejak dikenalkannya ilmu kimia, sudah menjadi kesepakatan ilmiah bahwa kimia adalah ilmu natural (natural science) yang mengkaji tentang struktur, sifat, perubahan (rekasi kimia), dan energi yang menyertai reaksi tersebut. Berdasarkan konsep atau definisi ini, maka pemahaman tentang struktur memegang peranan penting untuk menentukan sifat suatu senyawa. Senyawa organik (dalam domain yang lebih terbatas dibanding dengan struktur senyawa kimia pada umumnya) merupakan penggolongan senyawa yang mempunyai keragaman struktur yang lebih bervariasi. Oleh karenanya, dalam senyawa organik dikenal dengan konsep isomer. Fakta menunjukkan bahwa senyawa organik dengan isomer yang berbeda menunjukkan sifat atau karakter yang berlainan dan tentunya dari aspek kemanfaatan dan kegunaan akan berbeda juga. Sejauh yang teridentifikasi selama ini riset manfaat, kegunaan, dan potensi berbasis pada pengalaman yang berkembang di masyarakat kemudian ditelaah secara molekular kimiawi seperti antikanker-antitumor-sitotoksik, antibakteri, antijamur, antioksidan, dan antimikroba lainnya. Makalah ini menyampaikan riset senyawa organik bahan alam yang berpotensi sebagai antioksidan, sunscreen, antikoagulan, sitotoksik, dan antimikroba dengan pendekatan struktur (yang diawali dengan pendekatan gugus fungsional) dari alga merah, biji alpukat, dan biji asam jawa di Kimia Organik Bahan Alam Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Malang melalui uji aktvitas dan/atau bioaktivitasnya. Kata kunci: senyawa organik bahan alam, aktivitas dan bioaktivitas, alga mereah,
biji alpukat, dan biji asam jawa.
PENDAHULUAN
Senyawa (organik) bahan
alam (English: natural product)
adalah suatu senyawa organik atau
zat-zat organik yang dibentuk atau
dihasilkan oleh organisme hidup.
Konsep senyawa organik bahan alam
pada awalnya hanya dikenal sebagai
senyawa bahan alam yang selaras
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 21
dengan bahasa Inggrisnya, yakni
natural product. Pada awal
perkembangannya, kimia organik
diturunkan atau barasaI dari kajian
secara alami (naturally) terjadinya
zat-zat kimia, artinya zat-zat kimia
dihasilkan dari organisme hidup; dan
hal ini hingga kini tetapi sebagai
sumber informasi ilmiah dan
dinamika intelektual para ilmuwan
kimia. Dalam perkembangannya, kini,
dan diyakni di masa yang akan
datang, bahwa organisme (tumbuhan
tinggi ataupun mikroorganisme)
merupakan sumber utama zat-zat
kimia (yang unik dan menantang).
Zat-zat kimia yang dihasilkan secara
alamiah oleh organisme (hidup)
inilah yang selanjutnya dikenal
sebagai senyawa (organik) bahan
alam atau natural product compound.
Kimia yang mengkaji senyawa-
senyawa bahan alam dikenal sebagai
Kimia Bahan Alam (Natural Product
Chemistry). Dari sekelumit informasi
ini tampak bahwa pada awalnya,
kimia yang mempelajari senyawa
organik bahan alam dikenal sebagai
Kimia Bahan Alam, namun dalam
perkembangannya di Indonesia lebih
ditegaskan dengan Kimia Organik
Bahan Alam untuk Natural Product
Chemistry dan kelompok bidang
keimuannya dikenal sebagai Kimia
Organik Bahan Alam. (Osbourn &
Lanzetti, 2009 & Cooper & Nicola,
2015) ) Sejarah senyawa organik
bahan alam telah berkembang sangat
lama dan sejalan dengan
perkembangan kimia organik itu
sendiri. Senyawa organik bahan alam
dikaji karena kekhasannya dan begitu
ragamnya struktur yang ada.
Senyawa ini ditemukan dan
dieksplorasi karena mempunyai
aktivitas farmakologik dan biologik.
Keragaman dan keunikan struktur
senyawa organik bahan alam, banyak
memberikan inspirasi untuk
menemukan dan merancang obat-
obatan dan dilanjutkan dengan
sintesis senyawa organik secara total
atau parsial.
Senyawa bahan alam
merupakan senyawa kimia atau zat
yang dihasilkan oleh organisme
hidup, biasanya mempunyai aktivitas
farmakologi atau aktivitas biologi,
bermanfaat untuk penyelidikan atau
rancangan obat. Akhir-akhir ini,
bahan alam telah dapat diproduksi
melalui teknik sintesis total maupun
sintesis parsial. Senyawa bahan alam
jika dipandang sebagai bagian dari
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 22
biomolekul secara keseluruhan maka
tergolong sebagai molekul kecil
(small molecule) jika dibanding
dengan protein, karbohidrat, asam
deoksiribo nukleat (DNA, deoxyribo
nucleic acid), dan sebagainya. Namun
demikian, molekul kecil ini
memberikan atau menyediakan
sumber inspirasi yang sangat
bermakna untuk penyelidikan obat.
Di samping itu, senyawa bahan alam
memegang peran penting dalam
mempertahankan kondisi dan
keberlangsungan kehidupan
organisme, khususnya akibat tekanan
lingkungan, mempertahankan diri
dari serangan penyakit, dan
sebagainya.
Secara alamiah terbentuknya
senyawa organik bahan alam
dihasilkan dari tiga kategori.
Pertama, senyawa-senyawa yang
terbentuk dalam semua sel dan
berperan sebagai pusat pengatur
(central role) atau pengendali dalam
metabolisme dan reproduksi sel
tersebut. Senyawa yang tergolong
dalam kategori ini adalah asam
nukleat, berbagai asam-asam amino,
dan gula atau sakarida, dan dikenal
sebagai metabolit primer. Kedua,
material organik yang mempunyai
bobot molekul tinggi dan bersifat
polimerik, seperti selulosa, lignin, dan
protein. Zat-zat ini sebagai
pembangun seluler. Ketiga, senyawa-
senyawa “kecil” (small molecule) yang
khas dan dalam jumlah terbatas
dalam setiap spesies organisme.
Golongan senyawa dalam kategori ini
dikenal sebagai senyawa-senyawa
metabolit sekunder. Golongan
senyawa metabolit sekunder inilah
yang mempunyai efek biologik
terhadap sel atau organisme dan
bertanggung jawab untuk
produksinya. Metabolit sekunder ini
memang tidak secara langsung
terlibat dalam pertumbuhan yang
normal dari organisme,
pengembangan, atau reproduksi
organisme. Namun demikian, tidak
seperti pada metabolit primer,
ketidaktersedian metabolit sekunder
dalam organisme tidak
mengakibatkan kematian segera,
tetapi lebih mengakibatkan
kerusakan jangka panjang seperti
menyangkut kelangsungan hidup,
kesuburan, atau estetika, atau
barangkali tidak ada perubahan
penting sama sekali pada organisme
tersebut.
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 23
Di samping itu, senyawa-
senyawa metabolit sekunder juga
mempunyai karakter menyerang
yang disebabkan oleh pengaruh
biologiknya terhadap organisme lain.
Dalam perkembangannya, Kimia
Organik Bahan Alam memperluas
bidang kajiannya meliputi obat-
obatan, sifat racun, feromon dan
atraktan, warna, rasa, bau, dan
penyakit pada tanaman. Semua kajian
ini dilandasi oleh perkembangan
kimia organik pada umumnya.
Kesemuanya ini diperankan oleh
senyawa organik bahan alam
golongan senyawa metabolit
sekunder. Sampai saat ini terdapat
tidak kurang dari 40% obat atau
bahan obat-obatan dihasilkan dari
senyawa organik bahan alam.
Berbagai ragam program penapisan
(screening program) senyawa-
senyawa bioaktif saat ini mengarah
pada obat baru dan digunakan untuk
pengobatan berbagai jenis kanker. Di
samping itu, senyawa organik bahan
juga mempunyai peran dalam
mengatur interaksi antara tanaman,
mikroorganisme, insekta, dan
binatang. Perkembangan terkini,
senyawa organik bahan alam juga
berperan dalam mengembangkan
taksonomi tumbuhan yang dikenal
dengan kemotaksonomi
(chemotaxonomy). Kemotaksonomi
melibatkan penggunaan senyawa
organik bahan alam untuk
mengklasifikasi spesies, sedang
senyawa organik bahan alam yang
dihasilkan atau diproduksi oleh
tumbuhan dikenal juga dengan
senyawa fitokimia (phytochemistry
compound). Melalui survey fitokimia
telah dikembangkan senyawa organik
bahan alam sebagai “marker”
hubungan antara sifat botanik
tumbuhan dan evolusinya. Jadi,
manusia mengeksploitasi bahan alam
sebagai sumber obat/bahan obat-
obatan, agen pengharum dan
pewangi, perasa, dan masih banyak
lagi manfaat yang sangat luas untuk
aplikasi-aplikasi lainnya. Kemajuan
pesat telah dicapai dalam satu sampai
dekade terakhir yang berkaitan
dengan sintesis bahan alam, regulasi
dan fungsi, serta evolusi diversitas
metabolit. Kondisi ini juga telah
membawa informasi secara bersama
untuk kemajuan di bidang kimia,
biologi tumbuhan, ekologi, agronomi,
dan kesehatan yang menyediakan
guide komprehensif terhadap kimia
bahan alam yang diturunkan dari
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 24
tumbuhan (plant-derived natural
product).
Riset senyawa-senyawa bahan
alam yang dilakukan oleh para
natural product organic chemist yang
paling sering dilakukan adalah
melakukan ekstraksi yang diikuti
dengan penapisan (screening)
aktivitas dan/atau bioaktivitasnya,
seperti sitotoksik, anti tumor,
antimikroba (bakteri, jamur, dan
sebaginya), dan antioksidan yang
dilanjutkan dengan pemisahan-
pemurnian untuk ditetapkan struktur
senyawa yang bersangkutan. Sebagai
guide untuk memperoleh “informasi”
tentang keberadaan senyawa dan
aktivitasnya, hal ini sudah menjadi
kelaziman dan dibenarkan. Namun
demikian, kurang memberikan alur
yang lebih sistematik yang selaras
dengan karakteristik senyawa bahan
alam tersebut. Sebagaimana telah
dideskripsikan sebelumnya, senyawa
bahan alam merupakan senyawa
organik. Karakteristik senyawa
organik adalah gugus fungsional,
dimana karakter ini berbeda dengan
bukan senyawa organik. Gugus
fungsional senyawa organik
merupakan penentu golongan, pusat
kereaktifan, dan penciri lain sifat-sifat
materi lainnya (sifat fisik, kimia, dan
biologiknya). Pada tulisan ini
dipaparkan eksplorasi senyawa
organik bahan alam berdasarkan
pendekatan gugus fungsional dan
implikasinya dalam pembelajaran
kimia orgnik, baik di jenjang
pendidikan menengah maupun
pendidikan tinggi.
PEMBAHASAN
1. Struktur Senyawa Organik
sebagai Basis Penentu
(Bio)Aktivitasnya
Mengkaji senyawa organik tidak
dilepaskan dengan karakkteristik
senyawa ini, yakni rumus empirik
(formula empirik), rumus molekul
(formula molekular), dan struktur
(rumus struktur atau formula
struktur). Ketiga karakter inilah yang
membedakannya dengan senyawa
anorganik. Sejak dikenalkan atau
dipelajarinya senyawa organik atau
Kimia Organik dalam level makro,
mempelajari apa yang dikenal dengan
isomer merupakan keniscayaan.
Kajian senyawa organik sangat sarat
dengan ragam struktur walaupun
mempunyai rumus molekul yang
sama, dan disinilah konsep tentang
isomer mulai dikenalkan dan dikaji
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 25
dengan tingkat kajian sesuai dengan
tingkat kematangan peserta didik dan
jenjang pendidikannya. Keisomeran
(isomeri) yang menghadirkan isomer
dengan berbagai ragamnya, pada
dasarnya disebabkan oleh perbedaan
strukturnya, baik dari sisi susunan
atom dalam setiap molekul maupun
bentuk molekul secara keseluruhan.
Secara umum kajian struktur
senyawa organik didasarkan atas dua
kategori utama, yakni gugus
fungsional senyawa organik dan
bentuk keseluruhan molekul secara
keseluruhan. Gugus fungsional
senyawa organik menggambarkan
kelompok atau golongan suatu
senyawa organik, menjadi penciri
senyawa, menjadi pusat kereaktifan
dan pusat aktivitasnya. Sebagai
contoh tentang hal ini dapat
dideskripsikan sebagai berikut.
Ikatan rangkap karbon-karbon
mencirikan sebagai alkena, alkuna,
alkadiena, alkapoliena, dan
sejenisnya. Ikatan rangkap ini
menjadi pusat kereaktifan dan pusat
keaktifannya. Terdapatnya gugus
hidroksil (-OH), karbonil (C=O), dan
karboksil (COO), mencirikannya
sebagai golongan alkohol, aldehida
dan keton, dan asam karboksilat atau
turunannya. Demikian juga dengan
adanya kromofor aromatik (benzena
dan turunannya) mencirikan
karakteristik sebagai senyawa
aromatik dengan kekhasannya.
Selanjutnya, geometri molekul seperti
kemeruahan molekul, kiralitas atom
dalam molekul dan kiralitas molekul
menentukan bentuk dan ukuran
molekul secara keseluruhan yang
mempengaruhi mekanisme kerja
molekul tersebut, khususnya kerja
terhadap sel.
Ilmu kimia merupakan ilmu yang
mempelajari struktur, sifat,
perubahan (reaksi kimia), dan energi
yang menyertai perubahan.
Berdasarkan batasan yang sederhana
ini maka dengan diketahui struktur
molekul baik secara keseluruhan
maupun parsialnya dapat digunakan
untuk memprediksi atau menentukan
sifat senyawa yang bersangkutan.
Demikian juga dengan sifat yang
ditunjukkan oleh senyawa tersebut
dapat digunakan sebagai pengarah
atau indikasi diperolehnya struktur
molekul senyawa tersebut. Sebagai
ilustrasi tentang bagaimana suatu
sifat (kereaktifan) dapat digunakan
untuk menentukan (perubahan)
struktur molekul tersebut
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 26
O
OH
HO
OH
OH
O
ditunjukkan oleh perubahan pH pada
pelargonidin (1), suatu senyawa yang
diperoleh dari kelopak merah bunga
lavender (Gambar 1) (Ratcliff, et al.,
2004). Terdapatnya ion hidrogen
atau hidroksida dapat mengubah
strukturnya yang menghasilkan
perubahan warnanya. Ion hidrogen
menyebabkan pelargonidin menjadi
bentuk kationnya (2), dan ion
hidroksida menjadikan pelargonidin
dalam bentuk anionnya (3). Ilustrasi
lain adalah fenomena perubahan
warna fenolftalein (yang lebih sering
dikenal dengan pp) sebagai indikator
dalam titrasi asam-basa (Gambar 2).
Pada pH kurang dari 8,2, struktur
molekul tiga cincin benzena yang
terpisah, masing-masing dengan
elektron terdelokalisasinya pada
suatu bidang datar yang berbeda
dengan dua lainnya. Dalam larutan
basa terjadi perubahan struktur:
terbentuk ion planar dengan elektron
terdelokalisasi memperpanjang pada
hampir seluruh struktur. Sistem
elektron terdelokalisasi ini mejadi
lebih diperpanjang dan
mengakibatkan cahaya dalam
spektrum terlihat, sehingga
larutannya menjadi berwarna merah
muda (Ratcliff, et al., 2004).
Gambar 1. Pengaruh ion hidrogen dan hidroksida pada pelargonidin
H+ OH-
kation pelargonidin molekul pelargonidin anion pelargonidin (merah) (ungu) (biru)
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 27
Gambar 2. Pengaruh kondisi keasaman (pH) pada fenolftalein
2. Riset Eksplorasi Senyawa
Organik Bahan Alam dengan
Pendekatan Struktur
Beberapa riset (eksplorasi) tentang
aktivitas dan/atau bioaktivitas dari
bahan alam telah dilakukan. Pakirizin
(pachyrrizin), suatu zat padat
berwarna kuning cerah dari golongan
flavonoid terdapat di dalam biji
bengkuang (Pahyrrhizus erosus
Urban) bersifat racun. Untuk
mengetahui bagaimana karakter sifat
racun ini dilakukan transformasi
dengan berbagai perlakuan, yakni
reduksi hidrogenasi katalitik dengan
katalis Pd/C, hidrolisis dengan
larutan natrium hidroksida yang
dilanjutkan dengan metilasi dengan
dimetil sulfat, dan alkoholisis dengan
larutan kalium hidroksida metanolik
yang dilanjutkan dengan
pengasaman. Dari ketiga perlakukan
ini dihasilkan tiga senyawa turunan
pakirizin, yakni dihidropakirizin
(turunan pakirizin_1), metil hidroksi
pakirizin (turunan pakirizin_2), dan
metil metoksi pakirizin (turunan
pakirizin_3). Selanjutnya dilakukan
skrining sitotoksiknya dengan sel
leukemia L1210 secara in-vitro.
Perubahan struktur ini terbukti
menyebabkan perubahan sifat
sitotoksinya (lihat Gambar 3).
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 28
Gambar 3. Sifat sitotoksik pakirizin dan turunannya (Sutrisno, 2000)
Riset lain uji bioaktivtas yang
didasarkan atas kemiripan struktur
ditinjau dari kerangka dasar dan
gugus samping dilakukan terhadap
karagenan (Sutrisno, et al., 2013).
Karagenan, suatu polisakarida
tersubstitusi sulfat diuji aktivitasnya
sebagai antikoagulan yang
didasarkan atas kemiripan
strukturnya dengan heparin. Heparin,
suatu poligalaktan sulfat telah
dikenali sebagai antikoagulan alami
yang bekerja dalam jaringan tubuh
sehingga darah dalam kondisi
berwujud cair dan dapat diedarkan
ke seluruh tubuh organ makhluk
hidup (Gambar 4). Zat ini terdapat
dalam hati (hepar).
Gambar 4. Struktur heparin, suatu antikoagulan alami
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 29
Gambar 5. Struktur karagenan dan variasinya
Berdasarkan sifat antikoagulan dari
heparin ini, karagenan yang
mempunyai kerangka dasar
poligalaktan sulfat (Gambar 5)
diyakini mempunyai aktivitas
antikoagulan sebagaimana yang
dimilki oleh heparin. Riset uji
aktivitas antikoagulan karagenan
dengan sitrat (antikoagulan ekstra
seluler) sebagai pembanding
menunjukkan bahwa karagenan
mempunyai aktivitas sebagai
antikoagulan walaupun aktivitasnya
lebih lemah dibanding sitrat. Uji
a(bio)aktivitas sebagai antikoagulan
dilakukan berdasarkan
mekanismeprolongasi terhadap APTT
(Activated Partial Thromboplastine
Time) dan PT (Prothrombine Time).
Karagenan dihasilkan dari rumput
laut kelompok alga merah.
3. Orientasi Uji (Bio)Aktivitas
KBK Kimia Organik Bahan Alam
di Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Negeri Malang
Eksplorasi senyawa organik bahan
alam Kelompok Bidang Keilmuan
Kimia Organik Bahan Alam di Jurusan
Kimia FMIPA Universitas Negeri
Malang saat diarahkan pada
(bio)aktivitasnya sebagai
antioksidan, sunscreen (tabir surya),
antibakteri, antimikroba, dan
n
CH2OH
OH
OH
O
O
O
O-O3SOCH2
(OSO3-) OH
OSO3-
OO
O
O
OOSO3-
OH
CH2OH
OSO3-n
nOH
CH2OH
OH
OSO3-
OO
O
O
O
OSO3-
OH
OSO3--O3SOCH2
O
O
O
O
OH
OH
CH2OH
n
OSO3-
OH
-O3SOCH2
O
O
O
O OH
CH2OH
n
Struktur ideal -karagenan
Struktur ideal -karagenan
-
-
-
-
-carrageenan
k- carrageenan
l- carrageenan
i-carrageenan
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 30
sitotoksik. Khusus untuk bioaktovitas
yang tiga terakhir bekerja sama
dengan laboratorium di luar Jurusan
Kimia FMIPA UM. Landasan
eksplorasi dan pengembangannya
berdasarkan ketersediaan fasilitas
pendukung.
Senyawa-senyawa antioksidan, baik
yang sintetik maupun alami didasari
pemahaman bahwa zat ini bertindak
melindungi zat lain untuk dioksidasi.
Antioksidan bertindak sebagai
pelindung zat untuk dioksidasi
karena zat ini yang dioksidasi,
sehingga kemudahan untuk
dioksidasi lebih mudah terjadi pada
antioksidan dibanding zat yang
dilindungi. Antioksidan adalah
molekul yang menghambat oksidasi
molekul lain. Oksidasi adalah reaksi
kimia yang melibatkan hilangnya
elektron yang dapat menghasilkan
radikal bebas. Pada gilirannya,
radikal ini dapat memulai reaksi
berantai. Ketika reaksi berantai
terjadi dalam sel, dapat menyebabkan
kerusakan atau kematian sel.
Antioksidan menghentikan reaksi
berantai ini dengan menghapus
intermediet radikal bebas, dan
menghambat reaksi oksidasi lainnya.
Mereka melakukan ini dengan
menjadi teroksidasi sendiri, sehingga
antioksidan bertindak sebagai agen
pereduksi (reduktor). Antioksidan
yang selama ini telah dikenal dengan
baik adalah tiol, asam askorbat
(vitamin C), dan polifenol (Wikipedia
Ensiklopedia). Senyawa-senyawa
organik yang mengandung ikatan
ganda C=C merupakan senyawa yang
relatif paling mudah menjalani
oksidasi. Mekanisme oksidasi
terhadap senyawa dengan ikatan
ganda ini seperti tercantum pada
Gambar 6.
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 31
Gambar 6. Mekanisme reaksi oksidasi
Berdasarkan mekanisme reaksi
oksidasi seperti yang tercantum pada
Gambar 6, maka senyawa-senyawa
organik dengan gugus-gugus –OH dan
adanya ikatan ganda C=C atau ikatan
rangkap tiga karbon-karbon relatif
dapat dioksidasi. Karenanya,
senyawa-senyawa yang demikian
dengan sendirinya berpotensi sebagai
antioksidan. Untuk mendeteksi dini
apakah suatu zat organik bahan alam
bersifat sebagai antioksidan cukup
dilakukan uji keberadaan ikatan
rangkap karbon-karbon dengan
brom, sedang untuk adanya gugus
hidroksil melalui uji fenolik dengan
besi(III) klorida dan/atau uji
alkoholik dengan pereaksi Lucas
(ZnCl2/HCl). Secara garis besar,
senyawa-senyawa antioksidan dapat
dikelompokkan ke dalam enam
kategori, yakni vitamin, ko-faktor
vitamin dan mineral, hormon,
terpenoid–karotenoid, fenol alamiah:
flavonoid, asam fenolat dan esternya,
dan fenolat non-flavonoid (seperti
poliketida), dan antioksidan organik
lainnya. Beberapa zat organik sebagai
antioksidan alami dan sintetik
tercantum dalam Gambar 7.
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 32
Gambar 7. Beberapa antioksidan alami dan sintetik
Bagaimana dengan aktivitasnya
sebagai sunscreen? Senyawa yang
aktif sebagai sunscreen adalah
senyawa yang dapat menyerap
radiasi cahaya UV (utraviolet).
Sunscreen juga dikeal sebagai sun
screen, sunblock, suntan lotion,
sunburn cream, sun cream, dan block
out adalah suatu produk kosmetika
berwujud lotion (cairan kental),
spray, gel, atau bentuk lainnya yang
mengabsorpsi sebagian cahaya UV
matahari dan membantu
memproteksi “pembakaran kulit”
(sunburn) (Wikipedia Ensiklopedia).
Zat-zat kimia sunscreen
dikelompokkan menjadi tiga
golongan, yakni: (1) senyawa organik
yang mengabsorpsi cahaya UV, (2)
partikulat anorganik yang bekerja
merefleksikan, menghamburkan,
dan/atau mengabsorpsi cahaya UV,
dan (3) partikulat organik yang
bekerja secara identik dengan
partikulat anorganik. Gambar 8
mencantumkan beberapa senyawa
organik sebagai sunscreen.
Radiasi UV bekerja pada panjang
gelombang 200–400 nm, dan dari
daerah ini berdasarkan efek yang
ditimbulkan jika meradiasi kulit
dikelompokkan menjadi UV-A (400–
315 nm), UV-B (315–290 nm), dan
UV-C (290 – 200 nm). Bergantung
pada panjang-gelombang (UV-B, UV-
A, and UV-C) kerusakan yang terjadi
melalui mekanisme yang berbeda.
UV-A dapat menghasilkan spesies
oksigen reaktif (ROS) dan redikal
bebas melalui interaksi secara
fotosensitizer yang dapat
menyebabkan kerusakan DNA,
protein, khususnya jaringan kulit dan
lipid membran.
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 33
Gambar 8. Beberapa senyawa organik sebagai sunscreen Untuk menentukan potensi zat
organik bahan alam sebagai
sunscreen dilakukan analisis secara
spektroskopi UV. Senyawa organik
yang aktif menyerap radiasi UV
adalah senyawa yang dapat menjalani
transisi → * dari ikatan ganda C=C
terkonjugasi dan/atau menjalani
transisi n → * seperti gugus karbonil
(C=O), nitril (CN), dan tio-karbonil
(C=S). Munculnya spektrum pada
daerah 200–400 nm dari suatu zat
organik bahan alam mengindikasikan
berpotensi sebagai sunscreen dan
selanjutnya dianalisis hubungan
antara panjang gelombang dengan
absorbansinya untuk menentukan
potensi efektivitasnya sebagai
sunscreen.
4. Riset Eksplorasi Senyawa
Organik Bahan KBK Kimia
Organik Bahan Alam di Jurusan
Kimia FMIPA Universitas Negeri
Malang
Selama satu dekade terakhir hingga
saat ini, telah dilakukan penelitian
untuk mengeksplorasi potensi
(bio)aktivitas senyawa organik bahan
alam yang berbasis pada biji-bijian.
Eksplorasi telah dilakukan terhadap
biji alpukat/avokad (Persea
americana Mill) dan asam jawa
(Tamarindus indica Linn), lihat
Gambar 9. Penelitian difokuskan
untuk mengeksplorasi/melacak
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 34
kandungan senyawa dan
karakteistiknya dalam biji kedua
tumbuhan ini melalui pemisahan dan
pemurnian (ekstraksi, isolasi –
kromatografi , dan metode klasik
lainnya) untuk memperoleh
“Senyawa Murni”. Selajutnya
mengkarakterisasi (sifat fisik dan
kimia) dan identifikasi kromofor
(spektroskopi UV) dan gugus
fungsional (spektroskopi IR) dan uji
aktivitas ANTIOKSIDAN (metode
DPPH) dan SUNSCREEN.
Adapun tujuannya adalah:
1. Menggali potensi bahan-bahan
lokal (melimpah terdapat di
alam) produk hayati,
khususnya yang selama ini
tergolong sebagai bahan
buangan (misalnya: biji
alpukat);
2. Memperoleh hubungan atau
kajian ilmiah antara
kandungan metabolit
sekunder suatu organisme dan
sifat bioaktivitasnya;
3. Memberdayakan hasil
samping produk-produk
hayati untuk dijadikan sebagai
sumber-sumber bahan kimia
yang lebih bermanfaat;
4. Dapat dihasilkan scientific
relationship antara satu bagian
dengan bagian lain dalam
suatu organisme atau antara
satu tanaman dengan tanaman
lainnya.
Gambar 9.Fokus riset untuk mengeksplorasi senyawa (bio)aktif
Objek Riset: Senyawa dan Aktivitasnya
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 35
Karakterisasi dan identifikasi ekstrak
dan/atau komponen (senyawa)
1. Karakterisasi fisik: wujud,
warna, titik lebur (untuk solid)
atau titik didih (untuk liquid),
indeks bias (liquid), kelarutan,
dan rotasi optik
2. Karakterisasi kimiawi melalui
reaksi/uji fotokimia: ketidak-
jenuhan, alkoholik, fenolik,
flavonoid.
3. Identifikasi: UV, IR, NMR (1H–
and/or 13C –NMR), & MS
4. Aktivitas dan Bioaktivitas:
antioksidan, sunscreen, dan
(sito)toksisitas (BSLT, P-388)
Hasil yang telah dicapai tercantum
dalam Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Senyawa-senyawa hasil eksplorasi dari biji P. americana Mill
Jenis Senyawa Karakteristik, Identitas, dan Aktivitas-Bioaktivitas
Senyawa-1 Zat padat putih kekuningan, t.l 63-65oC, larut dlm CHCl3, MeOH, dan EtOAc, tdk larut C6H14, memiliki gugus-gugus C=C, O-H. Suatu alkohol tidak jenuh dan rantai panjang.
Antioksidan: +++ (KP50 1271 mg.L-1), Sunscereen: NA, Sitotoksisitas: ++ (P-388), ++ (E coli)
Senyawa-2 Zat padat kuning, t.t 53-55˚C, larut dlm EtOAc, CHCl3, C6H14 (<<), tdk larut dlm MeOH dan air, lmaks 241 & 418 nm (a 10,48 & 3,65 cm2.mg-1), memiliki gugus –OH, C=O aldehida, -C≡CH, dan C-O fenol. Diduga: flavonoid.
Antioksidan:++++ (KP50 995 mg.L-1), Sunscereen: ++ (SPF 5,337), Sitotoksisitas: NA
Senyawa-3 Zat padat lembek, kuning kecoklatan, t.l 37-38 oC, tidak optik aktif, larut dlm MeOH, EtOAc, & CHCl3, C6H14 (<<), dan tdk larut dlm air. (MeOH λmaks 214 & 268 nm (a 8,60 & 2,627 cm2 mg-1). Gugus O–H sekunder, C–H sp3, –CH2– dan metil (–CH3)Diduga: terpenoid dengan ikatan rangkap terkonjugasi pendek,
Antioksidan: +++ (KP50 9578 mg.L-1), Sunscreen: + (SPF 1,116), Sitotoksisitas: NA
Senyawa-4 Zat padat lembek, coklat, t.l 63-65oC, tidak optik aktif, larut dlm CHCl3, EtOAc, MeOH, sukar larut dlm air, dan tidak larut dlm dalam n-heksana. Dalam MeOH λmaks 209 nm (a 3,8080 cm2.mg-1). Memiliki C=C terkonjugasi, gugus -CH2-, gugus O-H. Diduga terpenoid.
Antioksidan: + (KP50 4454,92 mg.L-1), Sunscreen: + (SPF 1,5838), Sitotoksisitas: NA
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 36
Senyawa-5 Senyawa-4
Zat padat lembek, kuning pucat, t.l 45-46 oC, tidak optik aktif, larut dalam CHCl3, EtOAc, MeOH, larut sebagian dalam n-heksana dan air. Dalam MeOH (200 mg.L-1) λmaks 210 & 266 nm (a 4,63 & 0,295 mL.cm-1.mg-1). Memilik C=C terkonjugasi, gugus O-H, C-H aromatik, dan -CH2-. Diduga terpenoid.
Antioksidan: ++ (KP50 3026 mg.L-1), Sunscreen: – (SPF 0,1398), Sitotoksisitas: NA
Senyawa-6 Zat padat dengan tekstur lembek berwarna warna coklat, larut dalam n-heksana, CHCl3, EtOAc, & MeOH. Dlm MeOH λmaks1 207, 276, 324, & 347 nm (a 19,34; 3,4; 2,24; & 1,06 cm2.mg-1). Identifikasi dengan IR: gugus C≡C, C-H sp2, C-H sp3, C=O ester, dan C-O ester. Diduga golongan terpenoid.
Antioksidan: + (KP50 2154,74 mg.L-1), Sunscreen: ++ (SPF 1,7669), Sitotoksisitas: NA
Tabel 2. Senyawa-senyawa hasil eksplorasi dari biji T. indicus Linn)
Jenis Senyawa Karakteristik, Identitas, dan Aktivitas-Bioaktivitas
Senyawa-1 Zat cair, berwarna hijau, indeks bias 1,478 (25ºC), massa jenis
0,920 g.mL-1
, viskositas 195,20 cSt, sebagai trigliserida (minyak), mengandung C=C, bil. asam 0,126, bil. penyabunan 0,089, dan bil. iod 0,025. Asam lemak penyusun: oktanoat (0,87%), dekanoat (1,68%), dodekanoat (25,18%), tetradekanoat (7,93%), heksadekanoat (16,06%), 9,12-oktadekadienoat (21,91%), 9-oktadekenoat (17,76%), oktadekanoat (3,82%), eikosanoat (0,39%), 11-eikosaenoat (1,03%), dokosanoat (1,00%), dan tetrakosanoat (1,92%).
Antioksidan: in-progress, Antibakterial: negatip (E. coli maupun S. aureus)
Senyawa-2 Zat cair, berwarna kuning, indeks bias 1,472 (25°C), massa jenis
0,84 g.mL-1
, viskositas 62,32 cSt, sebagai trigliserida (minyak), mengandung C=C, bil. asam 1,68, bil. penyabunan 392, dan bil. iod 54,61. Asam lemak penyusun: dodekanoat (12,66%), tetradekanoat (5,17%), heksadekanoat (9,90%), 9,12-oktadekadienoat (38,68%), 11-oktadekenoat (19,93%), oktadekanoat (4,80%), 11-eikosenoat (0,76%), eikosanoat (1,55%), dokosanoat (2,01%), dan tetrakosanoat (4,54%).
Antioksidan: in-progress, Antibakterial: negatip (E. coli maupun S. aureus)
Senyawa-3 Zat padat, putih, t.l 69-71 oC. Larut dlm CHCl
3, n-heksana, dan tidak
larut dalam EtOAc, MeOH, dan air. λmaks
250, 298, dan 309 nm (a
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 37
11,05; 13,4; dan 13,6 cm2.mg
-1). Spektrum IR: ikatan C=C
(terkonjugasi), C=C aromatik, gugus metilen C-H sp3, gugus O-H,
C=O ester, dan C-O. Diduga sebagai fenolik bergugus karbonil (ester fenolik).
Antioksidan: in-progress, Antibakterial: negatip (E. coli maupun S. aureus), Sunscreen: + (SPF = 1,47).
Senyawa-4 Zat padat lunak, kuning muda, t.l 45-47oC. Larut dlm n-heksana &
CHCl3, sedikit larut dlm EtOAc, tidak larut dlm MeOH dan air. λ
max
242, 266, dan 320 nm (a16,46; 16,36; dan 1,6 cm2.mg
-1) masing-
masing menindikasikan pp* terkonjugasi, pp
* benzenoid, dan
np*. Spektrum IR: gugus OH, gugus C=O, –C=C- terkonjugasi, dan
–C=C- aromatik.
Antioksidan: in-progress, Antibakterial: negatip (E. coli maupun S. aureus), Sunscreen: + (SPF 1,493)
5. Implikasi Riset Pada
Pembelajaran Kimia Organik
Berdasarkan riset yang dilaksanakan
dan dikembangkan di KBK Kimia
Organik Bahan Alam tersebut,
berimplikasi pada pembelajaran
terhadap matakuliah-matakuliah
yang bersinggungan atau dalam
lingkup Kimia Organik, khususnya
matakuliah Penentuan Struktur
(Senyawa) Organik, Sintesis Organik,
Kimia Organik Bahan Alam, dan
Pemisahan. Dengan mengacu pada
tradisi riset yang dilandasi penemuan
solusi terhadap masalah yang timbul
kemudian dilakukan analisis
rancangan pemecahannya. Dalam
konteks inilah, maka pemerolehan
konsep (sebagai konsep baru) bagi
peserta didik maka pembelajaran
yang lebih sesuai adalah pembelajar
secara inkuiri atau pembelajaran
berbasis inkuiri (inquiry-based
learning) dengan dipandu model
multiple representation, khususnya
triple representation. Triple
representation yang dimaksud adalah
sebagaimana yang tercantum pada
Gambar 10.
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 38
Gambar 10. Triple respresentation dalam pembelajaran
BAGAIMANA IMPLEMENTASI
RIILNYA DI KELAS? Secara garis
besar disarankan sebagai berikut:
1. Setiap pembelajaran Kimia
(Organik) hendaknya mampu
menghubungkan antara fakta,
fenomena, model (domain
makroskopik), konsepualisasi
(domain mikroskopik/sub-
mikroskopik/nanoskopik),
dan simboliknya (struktur,
formula, dsj.)
2. Pada Pebelajar KIMIA
PEMULA, alur di atas akan
lebih sesuai jika dimulai atau
diawali dari DOMAIN
MAKROSKOPIK berbasis
EKSPERIMEN/FENOMENA/M
ODEL dan berakhir pada
SIMBOLIK, sedang untuk
Pebelajar BUKAN PEMULA
(KIMIA LANJUT), maka dengan
MERANCANG REKAYASA
MOLEKULER pada “SIMBOL”
yang telah diperoleh untuk
DIPERLAKUKAN rancangan
rekayasa molekuler tersebut
menumbuhkan karakter
KREATIF-INOVATIF-SMART
dalam belajar ILMU KIMIA
3. Pendekatan, Model, Strategi,
Metode, dan/atau Teknik
dalam
PENGAJARAN/PEMBELAJARA
N, maka pembelajaran harus
berorientasi pada “BELAJAR
KIMIA (SAINS) SEBAGAIMANA
PARA KIMIAWAN (SAINTIS)
Micros-copic /
Nanoscopic/Konseptu
alisasi
Symbolic
Macroscopic/Eksperi
men
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 39
MENEMUKAN/MEMPEROLEH
ILMU/TEORI/KONSEP KIMIA
(SAINS)”
PENUTUP
Pendekatan struktur atau bagian dari
struktur untuk memperoleh senyawa
organik bahan alam yang berpotensi
sebagai antioksidan dan sunscreen
telah dilakukan, dan dirasa lebih
sistematik walaupun lebih sederhana.
Pemerolehan informasi yang relatif
masih permulaan, seperti ada-
tidaknya ikatan ganda C=C, gugus
karbonil, dan gugus hidroksi dapat
digunakan sebagai guide untuk studi
ilmu kimia lebih lanjut, khususnya
senyawa-senyawa kimia kelompok
metabolit sekunder. Biji alpukat
(Persea americana Mill) dan biji asam
jawa (Tamarindus indica Linn) telah
dicoba digunakan sebagai pemandu
studi ilmu kimia senyawa organik
bahan dengan potensi
(bio)aktivitasnya.
REFERENSI Anne E. Osbourn, A.E. & Lanzotti, V.
(eds). 2009. Plant-derived Natural Products: Synthesis, Function, and Application.
London & New York: Springer Science+Business Media.
Bhat, S.V., Nagasampagi, B.A., & Sivakumar, M. 2005. Chemistry of Natural Product. New Delhi: Narosa Publishing House.
Cooper, R. & Nicola, G. 2015. Natural Products Chemistry: Sources, Separations, and Structures. Boca Raton: Taylor & Francis Group, LLC.
Dutra, E.A., Gonçalves, D.A., da Costa e Oliveira, Hackmann, E.R.M.K., & Santoro, M.I.R.M. 2004. Determination of sun protection factor (SPF) of sunscreens by ultraviolet Spectrophotometry. Revista Brasileira de Ciências Farmacêuticas Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences. 40. 382-385.
Einbonda, L.S., Reynertsona, K.A., Xiao-DongLuo, Basileb, M.J., Kennellya, E.J. 2004. Rapid communication: Anthocyanin antioxidants from edible fruits. Food Chemistry 84. 23–28.
Müller, H.F., Champ, S., Kandzia, C., Jung, K., Seifert, M., T. Herrling, T. 2008. Strategy for Efficient Prevention from Photo-Ageing. SOWF Journal. 8. 23-32
Ratcliff, B., Eccles, H., Raffan, J., Nicholson, J., Johnson, D., Acaster, D., Matthews, P., & Newman, J. 2004. Chemistry: AS Level and A Level. Cambridge: Cambridge University Press.
Shivraj H. Nile, S.H. & Khobragade, C.N. 2010. Antioxidant activity and flavonoid derivatives of Plumbago zeylanica. Journal of Natural Products. 3.130-133
Sutrisno. 2000. Aktivitas sitotoksik pakirizin dan turunannya
Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya, ISBN : 978-602-0951-12-6 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 17 September 2016
A - 40
terhadap sel leukemia L1210. Disertasi tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung.
Sutrisno, Parlan, Al-Fath, H.N. 2013. Isolation Of Sulphate Polygalactan From Eucheum Alvarezii Doty And Its Anticoagulant Activity. Indonesian J. Pharm. 24/2 :86–92.
Sutrisno, Oktaviana, L., Marufu’ah. 2013. Eksplorasi Senyawa Bioaktif Metabolit Sekunder Dari Biji Alpukat (Persea americana Mill). Laporan Penelitian tidak Diterbitkan. Malang: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Negeri Malang.
----------. 2016. Antioxidant Chemicals. Wikipedia: Ensiklopedia Umum
----------. 2016. Sunscreen and Chemicals Sunscreen. Wikipedia: Ensiklopedia Umum
----------. 2009. A review of the scientific literature on the safety of nanoparticulate titanium dioxide or zinc oxide in sunscreens Australian Government, Department of Health and Ageing. OTC Medicines Section Therapeutic Goods Administration
Mohamad, H., Abasa, F., Permanaa, D., Lajisa, N.H, Alib, A.M., Sukaric, M.A., Hinc, T.Y.Y., Kikuzakid, H., & Nakatanid, N. 2004. DPPH Free Radical Scavenger Components from the Fruits of Alpinia rafflesiana Wall. ex. Bak. (Zingiberaceae). Verlag der Zeitschrift für Naturforschung. 811-815