eksperimentasi model pembelajaran kooperatif tipe · adalah instrumen angket minat belajar...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
EKSPERIMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN STUDENT TEAMS
ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA MATERI
FAKTORISASI SUKU ALJABAR
SISWA KELAS VIII SMP DITINJAU DARI
MINAT BELAJAR SISWA
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Yudom Rudianto
NIM S851008057
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Yudom Rudianto. S851008057. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Student Teams Achievement Division (STAD) pada Materi Faktorisasi Suku Aljabar Siswa Kelas VIII SMP Ditinjau dari Minat Belajar Siswa. Pembimbing I: Dr. Riyadi, M.Si. Pembimbing II: Drs. Gatut Iswahyudi, M.Si. Tesis: Program Studi Magister Pendidikan Matematika. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Manakah yang memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe NHT atau model pembelajaran kooperatif tipe STAD, (2) Manakah yang memiliki prestasi belajar matematika lebih baik, siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, minat belajar matematika sedang, atau minat belajar matematika tinggi, (3) Pada kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT, manakah yang memiliki prestasi belajar matematika lebih baik, siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, minat belajar matematika sedang, atau minat belajar matematika tinggi, (4) Pada kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, manakah yang memiliki prestasi belajar matematika lebih baik, siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, minat belajar matematika sedang, atau minat belajar matematika tinggi, (5) Pada kelompok siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, model pembelajaran kooperatif manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik, NHT atau STAD, (6) Pada kelompok siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang, model pembelajaran kooperatif manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik, NHT atau STAD, (7) Pada kelompok siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi, model pembelajaran kooperatif manakah yang memberikan prestasi belajar matematika lebih baik, NHT atau STAD.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu dengan desain faktorial 2x3. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2011/2012. Pengambilan sampel dilakukan secara stratified cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 240 siswa dengan rincian 120 siswa pada kelas eksperimen satu dan 120 siswa pada kelas eksperimen dua. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah instrumen angket minat belajar matematika siswa dan instrumen tes prestasi belajar matematika. Uji coba instrumen angket minat belajar matematika siswa meliputi validitas isi, konsistensi internal, dan reliabilitas. Uji coba instrumen tes prestasi belajar matematika siswa meliputi validitas isi, tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kesukaran, daya pembeda, dan reliabilitas. Uji prasyarat meliputi uji normalitas populasi menggunakan metode Lilliefors dan uji homogenitas variansi populasi menggunakan metode Bartlett. sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai variansi yang homogen. Uji keseimbangan terhadap data kemampuan awal matematika dengan menggunakan uji-t diperoleh simpulan bahwa kedua kelas eksperimen mempunyai kemampuan awal matematika yang seimbang. Pengujian hipotesis menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh simpulan bahwa (1) Tidak terdapat perbedaan efek model pembelajaran NHT dan model pembelajaran STAD terhadap prestasi belajar matematika, (2) Siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, dan siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang memiliki prestasi belajar matematika yang sama baik dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi, (3) Pada kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT, siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, siswa yang memiliki minat belajar matmatika rendah memiliki prestasi belajar matematika yang sama baik dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi, dan siswa yang memiliki minat belajar sedang memiliki prestasi belajar matematika yang sama baik dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi, (4) Pada kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah memiliki prestasi belajar matematika yang sama baik dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang, siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, dan siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi memiliki prestasi belajar matematika yang sama baik dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang, (5) Pada kelompok siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, model pembelajaran kooperatif NHT dan model pembelajaran kooperatif STAD memberikan prestasi belajar matematika yang sama baik, (6) Pada kelompok siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang, model pembelajaran kooperatif NHT dan model pembelajaran kooperatif STAD memberikan prestasi belajar matematika yang sama baik, (7) Pada kelompok siswa yang memiliki minat belajar matematika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tinggi, model pembelajaran kooperatif NHT dan model pembelajaran kooperatif STAD memberikan prestasi belajar matematika yang sama baik.
Kata kunci: NHT, STAD, Minat Belajar Matematika, Prestasi Belajar Matematika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Yudom Rudianto. S851008057. An Experimental Study of Cooperative Learning Model Type of Numbered Heads Together (NHT) and Student Teams Achievement Division (STAD) in Factorization of Algebra Material for the Eight Years Students of Junior High Learning Interest. First Advisor: Dr. Riyadi, M.Si. Second Advisor: Drs. GatutIswahyudi, M.Si. Thesis: Mathematics Master of Education Program. Post Graduate Program of Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2012.
The purpose of this research is to know: (1) which one is giving better mathematics learning achievement, whether cooperative learning model NHT or cooperative learning model STAD, (2) which one are having better learning achievement in mathematics, whether students having low-learning interest in mathematics, moderate-learning interest in mathematics, or high-learning interest in mathematics, (3) For the group of students who taught by using cooperative learning model NHT with visual aid, which one are having better learning achievement in mathematics, whether low-learning interest students, moderate-learning interest students, or high-learning interest students, (4) For the group of students who taught by using cooperative learning model STAD, which is are having better learning achievement in mathematics, whether low-learning interest students, moderate-learning interest students, or high-learning interest in mathematics, (5) For the group of students having low-learning interest in mathematics, which one is giving better learning achievement in mathematics, whether NHT or STAD, (6) For the group of students having moderate-learning interest in mathematics, which one is giving better learning achievement in mathematics, whether NHT or STAD, (7) For the group of students having high-learning interest in mathematics, which one is giving better learning achievement in mathematics, whether NHT or STAD.
This research is pre experimental research with 2x3 factorial design. The population of this research is the eight years students of junior high school in Klaten in the academic year of 2011/2012. In this research, the writer use stratified cluster random sampling. The sample of this research consists with 240 students, 120 students in first experimental class and 120 students in second experimental class. This research use two kinds of test instrument, they are
achievement test in learning mathematics. The try-out of questionnaire in
internal consistency, and reliability. The try-out of learning achievement test
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
posses four qualities, they are: validity, level of difficulty, discrimination power, and reliability. Prerequisite test consist with the normality of population by using Lilliefors method and homogeneity variance of population by using Bartlett method. As .05, the conclusion is the sample based on population which have normal distribution and homogeneity variance
T- capability in mathematics, and the conclusion is both experiment class are having a balance basic capability in mathematics. The hypothesis test uses two ways variance analysis with two different cells.
Based on the result of hypothesis test, the conclusions are: (1) there is no different effect on NHT learninlearning achievement in mathematics, (2) students having moderate-learning interest in mathematics have better learning achievement than students having low-learning interest in mathematics, students having high-learning interest have better learning achievement than students having low-learning interest, and students having moderate-learning interest have the same learning achievement with high-learning interest students, (3) for the group of students who taught by using cooperative learning model NHT, students having moderate-learning interest have better learning achievement in mathematics than students having low-learning interest, students having low-learning interest having the same learning achievement with high-learning interest students, and students having moderate-learning interest have the same learning achievement with high-learning interest students, (4) for the group of students who taught by using cooperative learning model STAD, low-learning interest students have the same learning achievement with moderate-learning interest students, students having high-learning interest have better learning achievement than students having low-learning interest, and students having high-learning interest have the same learning achievement with students having moderate-learning interest in mathematics, (5) for the group of students with low-learning interest in mathematics, cooperative learning model NHT and cooperative learning model STAD giving the same learning achievement in mathematics, (6) for the group of students with moderate-learning interest in mathematics, cooperative learning model NHT and cooperative learning model STAD giving the same learning achievement in mathematics, (7) for the group of students with high-learning interest in mathematics, cooperative learning model NHT and cooperative learning model STAD giving the same learning achievement in mathematics.
Key words: NHT, STAD, learning interest in mathematics, learning achievement in mathematics
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii
ABSTRAK ....................................................................................................... xviii
ABSTRACT .......................................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 10
C. Pemilihan Masalah .................................................................................. 13
D. Pembatasan Masalah ............................................................................... 14
E. Rumusan Masalah ................................................................................... 17
F. Tujuan Penelitian .................................................................................... 19
G. Manfaat Penelitian .................................................................................. 20
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR. ....................................... 21
A. Tinjauan Pustaka. .................................................................................... 21
1. Pembelajaran Matematika ................................................................ 21
a. Matematika ................................................................................ 21
b. Pembelajaran ............................................................................. 23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Prestasi Belajar Matematika ...................................................... 29
2. Model Pembelajaran ......................................................................... 31
3. Model Pembelajaran Kooperatif ...................................................... 33
4. Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT ...................................... 37
5. Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD .................................... 43
6. Minat Belajar Siswa pada Pelajaran Matematika ............................. 48
7. Alat Peraga ....................................................................................... 54
a. Pengertian Alat Peraga .............................................................. 54
b. Tujuan Penggunaan Alat Peraga ............................................... 56
c. Persyaratan Alat Peraga ............................................................ 59
d. Pemilihan Alat Peraga ............................................................... 60
e. Kegagalan Alat Peraga .............................................................. 61
8. Langkah Pembelajaran Kooperatif ................................................... 61
B. Penelitian yang Relevan .......................................................................... 64
C. Kerangka Pikir ........................................................................................ 67
D. Hipotesis Penelitian ................................................................................. 70
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................... 72
A. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian .................................................. 72
1. Tempat dan Subyek Penelitian ......................................................... 72
2. Waktu Penelitian .............................................................................. 72
B. Jenis dan Desain Penelitian ..................................................................... 73
1. Pendekatan Penelitian ...................................................................... 73
2. Rancangan Penelitian ....................................................................... 74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel .............................. 75
1. Populasi ............................................................................................ 75
2. Sampel .............................................................................................. 75
3. Teknik Pengambilan Sampel ............................................................ 76
D. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 78
1. Variabel Penelitian ........................................................................... 78
a. Variabel Bebas .......................................................................... 78
b. Variabel Terikat ........................................................................ 79
2. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 79
a. Metode Dokumentasi ................................................................ 80
b. Metode Angket .......................................................................... 80
c. Metode Tes ................................................................................ 81
3. Uji Coba Instrumen Angket Minat Belajar Matematika .................. 81
a. Uji Validitas .............................................................................. 82
b. Uji Konsistensi Internal............................................................. 83
c. Uji Reliabilitas .......................................................................... 83
4. Uji Coba Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ..................... 84
a. Uji Validitas .............................................................................. 84
b. Uji Tingkat Kesukaran .............................................................. 85
c. Uji Daya Pembeda..................................................................... 85
d. Uji Reliabilitas .......................................................................... 86
E. Teknik Analisa Data ................................................................................ 87
1. Uji Prasyarat Analisis ....................................................................... 87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Uji Homogenitas Variansi Populasi .......................................... 87
b. Uji Normalitas ........................................................................... 88
2. Uji Keseimbangan ............................................................................ 89
3. Uji Hipotesis ..................................................................................... 90
4. Uji Lanjut Pasca Anava .................................................................... 95
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 100
A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 100
1. Hasil Uji Coba Instrumen ................................................................ 100
a. Uji Coba Instrumen Angket Minat Belajar Siswa.................... 100
1) Validitas Isi ....................................................................... 100
2) Konsistensi Internal........................................................... 101
3) Reliabilitas ........................................................................ 102
4) Penetapan Instrumen Angket Minat Belajar Matematika
Siswa ................................................................................. 102
b. Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika Siswa .................. 103
1) Validitas Isi ....................................................................... 103
2) Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal ..................................... 104
3) Uji Daya Pembeda ............................................................ 104
4) Uji Reliabilitas .................................................................. 105
5) Penetapan Instrumen Tes Prestasi Beljar Siswa ............... 106
2. Deskripsi Data Kemampuan Awal .................................................. 106
3. Uji Keseimbangan ........................................................................... 107
a. Uji Homogenitas ...................................................................... 107
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Uji Normalitas .......................................................................... 107
c. Hasil Uji Keseimbangan .......................................................... 108
4. Deskripsi Data Penelitian ................................................................ 109
a. Data Prestasi Belajar Matematika Siswa.................................. 109
b. Data Skor Minat Belajar Siswa ................................................ 110
5. Uji Prasyarat untuk Pengujian Hipotesis ......................................... 111
a. Uji Homogenitas Variansi Data Nilai Prestasi Belajar Siswa .. 111
b. Uji Normalitas Data Nilai Prestasi Belajar Siswa .................... 112
6. Uji Hipotesis Penelitian ................................................................... 113
a. Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama .............................. 113
b. Uji Komparasi Ganda ............................................................... 115
1) Uji Komparasi Rerata Antar Kolom ................................. 115
2) Uji Komparasi Rerata Antar Sel ....................................... 116
B. Pembahasan Hasil Analisis Data ............................................................ 117
1. Hipotesis Pertama ............................................................................ 117
2. Hipotesisi Kedua ............................................................................. 118
3. Hipotesisi Ketiga ............................................................................. 119
4. Hipotesis Keempat .......................................................................... 119
5. Hipotesisi Kelima ............................................................................ 120
6. Hipotesisi Keenam .......................................................................... 121
7. Hipotesisi Ketujuh ........................................................................... 122
C. Kelemahan Penelitian............................................................................. 123
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ..................................... 125
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
A. Kesimpulan ............................................................................................ 125
B. Implikasi ................................................................................................. 127
C. Saran ....................................................................................................... 127
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 129
LAMPIRAN ....................................................................................................... 133
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan
tersusunnya Kurikulum pada Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jenjang
pendidikan dasar dan menengah dengan mengacu kepada standar isi dan
standar kompetensi lulusan serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan
dari jenjang sekolah dasar sampai jenjang perguruan tinggi adalah
matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang
memegang peranan dalam dunia modern yang berhubungan dengan
perkembangan ilmu dan teknologi. Matematika mempunyai peranan yang
sangat penting dalam berbagai disiplin ilmu lain dan memajukan daya pikir
manusia. Sampai saat ini matematika menjadi kajian secara terus menerus, hal
ini sejalan dengan kenyataan bahwa matematika merupakan momok bagi
sebagian siswa. Bahkan tidak jarang, matematika menjadi kambing hitam dari
berbagai kegagalan dalam pendidikan antara lain dalam Ujian Nasional.
Rendahnya penguasaan matematika oleh pelajar di Indonesia
tercermin dari rendahnya prestasi siswa Indonesia di ajang internasional.
Berdasarkan skor matematika rata-rata internasional pada Trend In
International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2003, Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berada pada peringkat 34 dari 45 negara peserta dengan skor rata-rata sebesar
411, jauh dari skor rata-rata internasional yang sebesar 466, sedangkan pada
TIMSS tahun 2007 yang meliputi ruang lingkup materi bilangan sebesar 30%,
aljabar sebesar 30%, geometri sebesar 20%, dan peluang sebesar 20%,
Indonesia berada pada peringkat 36 dari 48 negara peserta dengan skor rata-
rata sebesar 397 dari skor rata-rata international sebesar 500 (Puji Iryanti,
2009: 2-3). Berdasarkan data TIMSS tahun 2007 tersebut, skala matematika
TIMSS-Benchmark Internasional menempatkan kemampuan matematika
siswa Indonesia berada pada skala rendah (peringkat bawah), siswa Malaysia
berada pada skala antara menengah dan tinggi (peringkat tengah), dan siswa
Singapura berada pada skala lanjut (peringkat atas) (Fadjar Shadiq, 2007: 1-2).
Berdasar pada data TIMSS tersebut, kemampuan matematika siswa Indonesia
lebih rendah dibandingkan kemampuan matematika siswa negara-negara
tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.
Bagi siswa SMP, hasil Ujian Nasional digunakan sebagai salah satu
syarat seleksi masuk SMA, akan tetapi berdasarkan fakta di atas, dan dari data
yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan bahwa pada tahun
2010 tingkat kelulusan SMP menurun dari 95,05 % pada tahun 2009 menjadi
hanya 90,27 % pada tahun 2010 sehingga ada sebanyak 350.798 siswa SMP
yang mengikuti ujian ulangan, serta sebagian besar siswa SMP gagal dalam
Ujian Nasional pada mata pelajaran matematika, hal ini secara implisit berarti
bahwa banyak siswa yang gagal dalam memahami topik-topik dalam
matematika (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2010). Pendapat umum di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Indonesia menyatakan bahwa pendidikan belum memberikan hasil seperti
yang diharapkan karena beberapa faktor, antara lain guru yang kurang
kompeten, dari model pembelajaran yang digunakan, metode mengajar,
maupun kelengkapan sarana dan prasarana.
Salah satu indikator kegagalan siswa dalam memahami topik
matematika ini dapat ditemukan salah satunya di Kabupaten Klaten Propinsi
Jawa Tengah. Hal ini dapat dilihat dari data prestasi belajar matematika siswa
SMP yang ada di Kabupaten Klaten pada Ujian Nasional tahun pelajaran
2009/2010, seperti disajikan pada tabel berikut:
Tabel 1.1. Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP pada Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2009/2010
Tingkat
Komponen
Kabupaten Klaten
Propinsi Jawa Tengah
Nasional
Rerata 6,64 6,70 7,29
Nilai tertinggi 10,00 10,00 10,00
Nilai terendah 1,00 0,50 0,25
Simpangan baku 1,67 1,71 1,60
(Sumber: Badan Standar Nasional Pendidikan)
Salah satu materi yang harus dikuasai oleh siswa kelas IX SMP adalah
pokok bahasan faktorisasi suku aljabar di mana materi tersebut mulai
diberikan pada saat siswa berada pada kelas VIII SMP. Pokok bahasan
(standar kompetensi) faktorisasi suku aljabar ini terdiri dari 6 kompetensi
dasar yang harus dikuasai oleh siswa. Berdasarkan angket yang diisi oleh
anggota MGMP di beberapa kabupaten di Propinsi Jawa Tengah pada waktu
dilaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi program Better Education
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Through Reformed Management and Universal Teacher Upgrading
(BERMUTU) tahun 2010 oleh Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika Yogyakarta,
materi faktorisasi suku aljabar khususnya pemfaktoran bentuk aljabar masih
sulit dipahami siswa dan menjadi permasalahan dalam proses pembelajaran
bagi guru, hal ini dimungkinkan karena sulitnya guru menyampaikan materi
ini dengan melibatkan siswa secara aktif, dan sulitnya guru menemukan
metode mengajar serta model pembelajaran yang tepat dalam menyampaikan
materi ini.
Hal tersebut menyebabkan prestasi belajar matematika siswa pada
materi faktorisasi suku aljabar cenderung kurang memuaskan. Hal ini
dipertegas oleh hasil analisis daya serap siswa SMP di Kabupaten Klaten pada
Ujian Nasional tahun pelajaran 2009/2010. Hasil analisis daya serap terhadap
dua dari tiga kemampuan yang berkaitan dengan materi faktorisasi suku
aljabar yang diujikan pada Ujian Nasional tahun pelajaran 2009/2010
menunjukkan bahwa penguasaan konsep faktorisasi suku aljabar oleh siswa
SMP di Kabupaten Klaten masih rendah.
Rendahnya penguasaan konsep siswa SMP di Kabupaten Klaten
terhadap dua dari tiga kemampuan yang berkaitan dengan materi faktorisasi
suku aljabar yang diujikan pada Ujian Nasional tahun pelajaran 2009/2010
disajikan pada tabel berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 1.2. Penguasaan Konsep Siswa SMP di Kabupaten Klaten Terhadap Dua Kemampuan yang Berkaitan dengan Materi Faktorisasi
Suku Aljabar yang Diujikan pada Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2009/2010
No. Soal
Kemampuan yang Diuji
Persentase Penguasaan Konsep (dalam %)
Tingkat Rayon
Tingkat Propinsi
Tingkat Nasional
9. Menentukan hasil operasi (+,-,:,x) atau kuadrat bentuk aljabar.
66,74 68,43 78,55
10. Menyederhanakan bentuk pembagian bentuk aljabar dengan memfaktorkan.
53,89 60,59 76,39
(Sumber: Badan Standar Nasional Pendidikan)
Berdasarkan pada data analisis daya serap tersebut, persentase
penguasaan konsep siswa SMP di Kabupaten Klaten terhadap materi
faktorisasi suku aljabar lebih rendah dibandingkan persentase penguasaan
konsep siswa SMP di tingkat Propinsi Jawa Tengah maupun tingkat nasional.
Dengan demikian, sebagian besar siswa SMP di Kabupaten Klaten mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan konsep
faktorisasi suku aljabar.
Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa SMP di Kabupaten
Klaten dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan konsep
faktorisasi suku aljabar dimungkinkan karena konsep-konsep tentang materi
tersebut belum benar-benar dikuasai oleh siswa. Kesulitan-kesulitan tersebut
hanya dikerjakan sendiri tanpa dikomunikasikan dengan siswa lain atau guru
matematika yang mengajar. Selain itu, sebagian besar guru matematika masih
menerapkan model pembelajaran konvensional, yaitu dengan
menginformasikan rumus matematika kepada siswa, dilatihkan melalui latihan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
soal, dan diakhiri dengan memberikan tugas rumah. Secara garis besar, selama
kegiatan pembelajaran, guru aktif menyampaikan informasi di depan kelas,
sedangkan siswa hanya menyimak, mencatat, dan mengerjakan latihan soal.
Hal ini membuat siswa cenderung pasif dan hanya menerima penjelasan dari
guru. Kondisi ini menyebabkan tujuan pembelajaran cenderung tidak tercapai
secara optimal.
Selama ini, proses pendidikan masih didominasi oleh pandangan
bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal.
Pengajaran masih berpusat pada guru sebagai satu-satunya narasumber
pengetahuan. Pandangan seperti ini tentu saja harus diubah. Salah satu upaya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang dapat dilakukan oleh guru
adalah melalui kualitas pembelajaran. Perbaikan kualitas pembelajaran dapat
dilakukan melalui peningkatan kemampuan guru, serta kemauan guru
melakukan inovasi dalam pembelajaran. Inovasi dalam pembelajaran ini
penting dikarenakan setiap siswa mempunyai cara sendiri untuk mengerti
pelajaran matematika, dan cara yang cocok untuk mengkonstruksikan bahan
matematika yang kadang berbeda dengan teman-teman yang lain. Sehubungan
dengan hal itu, setiap siswa dimungkinkan untuk mencoba bermacam-macam
cara belajar yang sesuai. Dengan demikian sangat penting bagi guru untuk
dapat menggunakan ataupun menciptakan bermacam-macam metode
mengajar, maupun model pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk
memahami materi matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Agar tujuan pembelajaran tercapai secara optimal, seorang guru harus
cermat dalam memilih suatu model pembelajaran yang akan diterapkan dalam
pembelajaran di kelas. Hal ini disebabkan karena setiap model pembelajaran
mempunyai spesifikasi tersendiri. Artinya, suatu model pembelajaran tertentu
mungkin cocok untuk diterapkan pada suatu karakteristik kelas tertentu,
namun belum tentu cocok untuk diterapkan pada karakteristik kelas yang lain.
Di antara model pembelajaran yang ada, salah satu model pembelajaran
inovatif yang dapat diterapkan dalam pembelajaran di kelas adalah model
pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran
kelompok yang menghendaki adanya kerja sama antar anggota kelompok
dalam mempelajari suatu konsep. Melalui model pembelajaran kooperatif,
diharapkan siswa secara aktif mengkonstruksi pemahamannya secara
berkelompok. Siswa secara kooperatif mengkonsultasikan kesulitan yang
dialaminya kepada siswa lain ataupun guru sehingga melalui model
pembelajaran kooperatif sangat dimungkinkan bagi siswa untuk dapat
mengatasi kesulitan-kesulitan tersebut.
Model pembelajaran kooperatif yang dapat membuat siswa saling
berinteraksi secara aktif antara lain adalah model pembelajaran kooperatif tipe
Numbered Heads Together (NHT) dan model pembelajaran kooperatif tipe
Student Teams Achievement Division (STAD). NHT dan STAD adalah contoh
model pembelajaran yang membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang
memberi kesempatan kepada anggotanya untuk saling membagi ide dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, model
pembelajaran ini dapat mendorong siswa untuk meningkatkan kerja sama
mereka dan meningkatkan aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan
melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di
depan kelas sehingga model pembelajaran ini diharapkan cocok diterapkan
pada pembelajaran yang menekankan interaksi dan menuntut keaktifan siswa.
Perbedaan dari dua model pembelajaran ini adalah saat siswa
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, di mana NHT lebih ditekankan
pada penunjukkan siswa, sedangkan STAD lebih ditekankan untuk
menawarkan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya.
Dengan adanya pembelajaran matematika di sekolah, diharapkan
siswa mampu menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam
kehidupan sehari-hari yang selanjutnya siswa dapat berpikir logis, kritis, dan
praktis, serta bersikap positif, dan berjiwa kreatif, maupun dapat membentuk
pola pikir siswa dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan. Akan tetapi,
pentingnya peranan matematika ternyata tidak didukung keberhasilan dalam
dunia pendidikan. Sebenarnya matematika tidak sepenuhnya merupakan
pelajaran yang sulit, hanya saja rasa takut terhadap matematika terkadang
menjadikan siswa kurang berminat untuk belajar matematika. Hal ini
dimungkinkan menjadi salah satu penyebab prestasi belajar matematika siswa
masih tergolong rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) Matematika
unit Mathematics Playground pada tahun 2009 menyebutkan bahwa terdapat
perbedaan prestasi belajar pada siswa yang memiliki minat belajar yang
berbeda, namun hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan secara umum
karena sampel yang diambil hanya terdiri dari satu kelas siswa kelas VIII SMP
yang mengunjungi unit Mathematics Playground. Dari hasil penelitian ini,
dimungkinkan minat menjadi faktor penyebab perbedaan prestasi belajar
matematika.
Hal ini juga sejalan dengan kenyataan bahwa pada diri siswa sering
terjadi kejenuhan dalam belajar matematika. Untuk itu salah satu upaya yang
dapat dilakukan guru adalah dengan memanfaatkan alat peraga pembelajaran.
Dalam pemanfaatan alat peraga pembelajaran terkadang hanya untuk
verbalisme saja sehingga sifat alat peraga yang digunakan hanya sebagai alat
bantu siswa dan siswa hanya sebagai penonton dari alat peraga yang
digunakan. Oleh karena itu, alat peraga yang akan digunakan sebaiknya
bersifat sebagai alat bantu pembelajaran dan dapat meningkatkan partisipasi
siswa dalam proses pembelajaran. Alat peraga pembelajaran yang baik
diharapkan dapat mencakup aspek visual, auditif dan motorik, hal ini
bertujuan agar memudahkan siswa dalam belajar dan menanamkan konsep.
Dengan penggunaan alat peraga pembelajaran yang sesuai, diharapkan daya
tangkap siswa dan daya serap siswa pada usia SMP pada materi yang
diajarkan akan lebih mudah tercapai. Untuk mencapai hasil yang optimal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
seorang guru harus memiliki keterampilan untuk mendesain dan menggunakan
alat pembelajaran, serta siswa ikut dilibatkan secara aktif di dalam proses
mendapatkan rumus sehingga mampu menimbulkan sikap yang positif
terhadap matematika.
Berdasarkan permasalahan yang cukup kompleks di atas, maka jika
diidentifikasikan permasalahan selanjutnya yang mempengaruhi prestasi
belajar siswa, akan ditemukan masalah yang sedemikian kompleks, termasuk
adanya faktor-faktor yang tidak teridentifikasi tetapi ikut mempengaruhi
prestasi belajar siswa, sehingga diharapkan dari penelitian ini akan mampu
mengukur pengaruh minat belajar siswa, penggunaan model pembelajaran
yang tepat, serta penggunaan alat peraga pembelajaran untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa. Penelitian ini penting dilakukan
karena materi aljabar sendiri memiliki banyak sub materi yang harus dipahami
oleh siswa, sehingga pemahaman mengenai materi faktorisasi suku aljabar
diharapkan dapat memperkuat pondasi belajar siswa dalam memahami materi-
materi selanjutnya.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat
diidentifikasi beberapa masalah penelitian sebagai berikut:
1. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa, dimungkinkan karena
pemilihan model pembelajaran yang tidak tepat, di mana selama ini guru
cenderung menerapkan model pembelajaran konvensional yang belum
dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Terkait
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan hal ini dapat diteliti apakah jika model pembelajaran yang
diterapkan oleh guru menjadi model pembelajaran kooperatif, maka
prestasi belajar matematika siswa akan menjadi lebih baik.
2. Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa SMP di Kabupaten Klaten
dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan konsep faktorisasi
suku aljabar dimungkinkan karena kesulitan-kesulitan tersebut hanya
dikerjakan sendiri tanpa dikomunikasikan dengan siswa lain atau guru
matematika yang mengajar. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar
matematika siswa pada materi faktorisasi suku aljabar disebabkan karena
selama pembelajaran berlangsung, belum ada penyelesaian masalah secara
kooperatif oleh siswa. Untuk itu, perlu dilakukan inovasi pada
pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif. Terkait dengan hal ini, dapat diteliti model pembelajaran
kooperatif manakah yang efektif diterapkan untuk mengoptimalkan
prestasi belajar matematika siswa pada materi faktorisasi suku aljabar.
3. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa SMP di Kabupaten Klaten
dimungkinkan tidak hanya disebabkan oleh model pembelajaran yang
digunakan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor lain. Mengingat setiap
siswa mempunyai minat belajar yang berbeda-beda, dimungkinkan bahwa
perbedaan prestasi belajar matematika disebabkan oleh perbedaan minat
belajar tersebut. Terkait hal ini dapat diteliti apakah benar masing-masing
kategori minat belajar memberikan prestasi belajar matematika yang
berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Dominasi guru dalam pembelajaran matematika di kelas memaksa siswa
hanya sebagai pendengar, pencatat serta mengerjakan latihan yang
diberikan oleh guru sehingga membuat siswa cenderung pasif dan
mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada soal yang lebih bervariasi.
Permasalahan selanjutnya adalah apakah dengan penggunaan alat peraga
pembelajaran yang tepat dan sesuai, mampu menumbuhkan keaktifan
siswa dan lebih mendalami materi sehingga dapat mempengaruhi prestasi
belajar siswa.
5. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa
disebabkan oleh rendahnya minat belajar siswa. Berkaitan dengan hal ini,
jika pemilihan alat pembelajaran yang digunakan oleh guru dapat
meningkatkan minat belajar siswa, apakah prestasi belajar siswa menjadi
lebih baik.
6. Adanya perbedaan karakteristik siswa dimungkinkan mempengaruhi
efektivitas penerapan suatu model pembelajaran tertentu. Suatu model
pembelajaran tertentu mungkin cocok bagi siswa dengan karakteristik
tertentu, tetapi tidak cocok bagi siswa dengan karakteristik lain. Dengan
kata lain, suatu model pembelajaran mungkin cocok untuk siswa yang
memiliki minat belajar tertentu, tetapi tidak cocok untuk siswa yang
memiliki minat belajar yang lain. Terkait hal ini, perlu diteliti apakah
efektivitas penerapan suatu model pembelajaran tertentu bergantung pada
minat belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Pemilihan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, agar penelitian dapat terfokus pada
masalah dan hasil yang akurat, maka penelitian ini akan meneliti
permasalahan:
1. Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa SMP di Kabupaten Klaten
dalam menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan konsep faktorisasi
suku aljabar dimungkinkan karena kesulitan-kesulitan tersebut hanya
dikerjakan sendiri tanpa dikomunikasikan dengan siswa lain atau guru
matematika yang mengajar. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar
matematika siswa pada materi faktorisasi suku aljabar disebabkan karena
selama pembelajaran berlangsung, belum ada penyelesaian masalah secara
kooperatif oleh siswa. Untuk itu, perlu dilakukan inovasi pada
pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif. Terkait dengan hal ini, dapat diteliti model pembelajaran
kooperatif manakah yang efektif diterapkan untuk mengoptimalkan
prestasi belajar matematika siswa pada materi faktorisasi suku aljabar.
Model pembelajaran yang dibandingkan adalah model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together dan model pembelajaran
kooperatif tipe Student Teams Achievement Division.
2. Rendahnya prestasi belajar matematika siswa SMP di Kabupaten Klaten
dimungkinkan tidak hanya disebabkan oleh model pembelajaran yang
digunakan tetapi juga disebabkan oleh faktor-faktor lain. Mengingat setiap
siswa memiliki minat belajar yang berbeda-beda, dimungkinkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perbedaan prestasi belajar matematika disebabkan oleh perbedaan minat
belajar tersebut. Perbedaan prestasi belajar yang dimaksud adalah, apakah
siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, minat belajar
matematika sedang, dan minat belajar matematika tinggi berbeda prestasi
belajar matematikanya pada materi faktorisasi suku aljabar.
3. Adanya perbedaan karakteristik siswa dimungkinkan mempengaruhi
efektivitas penerapan suatu model pembelajaran tertentu. Suatu model
pembelajaran tertentu mungkin cocok bagi siswa dengan karakteristik
tertentu, tetapi tidak cocok bagi siswa dengan karakteristik lain. Dengan
kata lain, suatu model pembelajaran mungkin cocok untuk siswa yang
memiliki minat belajar tertentu, tetapi tidak cocok untuk siswa yang
memiliki minat belajar yang lain. Dalam hal ini, apakah masing-masing
model pembelajaran kooperatif memberikan prestasi belajar yang sama
pada masing-masing kategori minat belajar.
D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pemilihan masalah di atas terdapat tiga hal yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini yaitu: (1) apakah penerapan dua model
pembelajaran kooperatif yang berbeda memberikan prestasi belajar
matematika yang berbeda, (2) apakah siswa dengan masing-masing kategori
minat belajar memiliki prestasi belajar matematika yang berbeda, (3) apakah
efektivitas suatu model pembelajaran kooperatif tertentu bergantung pada
masing-masing kategori minat belajar matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Agar penelitian ini dapat dilakukan dengan benar, terarah, dapat dikaji
lebih mendalam, dilakukan pembatasan-pembatasan sebagai berikut:
1. Pembelajaran yang dilakukan adalah dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD.
Alasan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD
dalam penelitian ini adalah karena kedua model pembelajaran ini
menekankan pada interaksi antar siswa sehingga menuntut keaktifan siswa
dalam mengkonstruksi pemahaman suatu konsep matematika melalui
diskusi kelompok. Di samping itu, menurut beberapa guru di Kabupaten
Klaten, model pembelajaran kooperatif NHT dan STAD adalah salah satu
model pembelajaran kooperatif yang paling mudah dilakukan oleh guru.
Dengan demikian, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dan STAD ini diharapkan mampu mengoptimalkan prestasi belajar
matematika siswa dan dapat dilakukan oleh guru matematika yang
mengajar.
Selain itu, beberapa penelitian yang telah dilakukan peneliti lain
sebelumnya menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dan STAD lebih efektif dibandingkan penerapan
model pembelajaran konvensional yang selama ini masih banyak
diterapkan oleh guru dalam pembelajaran matematika.
Terkait dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Robertus Margana (2010)
menyimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang dikenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik dibandingkan prestasi
belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran konvensional.
Terkait dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD,
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hadi Wiyono (2010)
menyimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang dikenai
model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dibandingkan
prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model pembelajaran
langsung.
2. Dalam penelitian ini, minat belajar dibagi menjadi 3 kategori yaitu minat
belajar matematika rendah, minat belajar matematika sedang, dan minat
belajar matematika tinggi.
Alasan ditelitinya minat sebagai salah satu hal yang mungkin berpengaruh
pada prestasi belajar siswa adalah merupakan penelitian lanjutan dari yang
sudah dilakukan oleh unit Mathematics PlayGround PPPPTK Matematika
Yogyakarta. Dengan mengetahui model pembelajaran yang efektif untuk
untuk setiap kategori minat belajar, diharapkan dapat mengoptimalkan
prestasi belajar matematika siswa.
3. Penelitian ini dilakukan pada siswa SMP di Kabupaten Klaten Propinsi
Jawa Tengah.
Alasan dilakukannya penelitian pada siswa SMP di Kabupaten Klaten
Propinsi Jawa Tengah ini adalah karena masih rendahnya prestasi belajar
matematika siswa. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya prestasi belajar
matematika siswa SMP di Kabupaten Klaten pada Ujian Nasional SMP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tahun pelajaran 2009/2010. Pada Ujian Nasional SMP tahun pelajaran
2009/2010, rerata prestasi belajar matematika siswa SMP di Kabupaten
Klaten lebih rendah dibandingkan rerata prestasi belajar matematika siswa
SMP di Propinsi Jawa Tengah maupun tingkat nasional.
4. Prestasi belajar matematika siswa yang dimaksud adalah nilai yang
diperoleh siswa kelas VIII semester ganjil di SMP Kabupaten Klaten pada
materi faktorisasi suku aljabar.
Alasan dilakukannya penelitian pada siswa kelas VIII semester ganjil SMP
di Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2011/2012 pada materi faktorisasi
suku aljabar adalah karena hasil analisis daya serap terhadap prestasi
belajar matematika pada Ujian Nasional SMP tahun pelajaran 2009/2010
menunjukkan persentase penguasaan konsep siswa SMP di Kabupaten
Klaten terhadap kemampuan yang berkaitan dengan materi faktorisasi
suku aljabar tergolong rendah dibandingkan dengan tingkat nasional.
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pemilihan
masalah dan batasan masalah tersebut di atas, maka masalah dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik, pembelajaran
matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT atau
pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD pada siswa kelas VIII SMP materi faktorisasi suku aljabar?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Manakah yang memiliki prestasi belajar lebih baik, siswa yang memiliki
minat belajar matematika rendah, minat belajar matematika sedang, atau
minat belajar matematika tinggi pada siswa yang dikenai model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD pada siswa kelas VIII SMP materi faktorisasi suku aljabar?
3. Pada kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe
NHT, manakah yang memiliki prestasi belajar lebih baik, siswa yang
memiliki minat belajar matematika rendah, minat belajar matematika
sedang, atau minat belajar matematika tinggi?
4. Pada kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe
STAD, manakah yang memiliki prestasi belajar lebih baik, siswa yang
memiliki minat belajar matematika rendah, minat belajar matematika
sedang, atau minat belajar matematika tinggi?
5. Pada kelompok siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah,
model pembelajaran kooperatif manakah yang memberikan prestasi belajar
lebih baik, NHT atau STAD?
6. Pada kelompok siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang,
model pembelajaran kooperatif manakah yang memberikan prestasi belajar
lebih baik, NHT atau STAD?
7. Pada kelompok siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi,
model pembelajaran kooperatif manakah yang memberikan prestasi belajar
lebih baik, NHT atau STAD?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
F. Tujuan penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini
dapat dituliskan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui manakah yang memberikan prestasi belajar matematika
yang lebih baik, model pembelajaran kooperatif tipe NHT atau STAD.
2. Untuk mengetahui manakah yang memiliki prestasi belajar matematika
lebih baik, siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, minat
belajar matematika sedang, atau minat belajar matematika tinggi.
3. Untuk mengetahui pada kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran
kooperatif tipe NHT, manakah yang memiliki prestasi belajar matematika
lebih baik, siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, minat
belajar matematika sedang, atau minat belajar matematika tinggi.
4. Untuk mengetahui pada kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, manakah yang memiliki prestasi belajar
matematika lebih baik, siswa yang memiliki minat belajar matematika
rendah, minat belajar matematika sedang, atau minat belajar matematika
tinggi.
5. Untuk mengetahui pada kelompok siswa yang memiliki minat belajar
matematika rendah, model pembelajaran kooperatif manakah yang
memberikan prestasi belajar matematika lebih baik, NHT atau STAD.
6. Untuk mengetahui pada kelompok siswa yang memiliki minat belajar
matematika sedang, model pembelajaran kooperatif manakah yang
memberikan prestasi belajar matematika lebih baik, NHT atau STAD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7. Untuk mengetahui pada kelompok siswa yang memiliki minat belajar
matematika tinggi, model pembelajaran kooperatif manakah yang
memberikan prestasi belajar matematika lebih baik, NHT atau STAD.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dituliskan sebagai berikut:
1. Temuan atau hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumbangan
referensi khususnya dalam rangka mengembangkan pembelajaran
matematika.
2. Dapat dijadikan sebagai salah satu sumber acuan dalam penelitian lanjutan
yang berhubungan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif
dalam pembelajaran matematika.
3. Digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan
pembinaan kemampuan guru khususnya yang berkaitan dengan
kemampuan melaksanakan pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembelajaran Matematika
a. Matematika
Matematika sebagai ilmu dasar dewasa ini telah berkembang dengan pesat,
baik materi maupun kegunaannya, sehingga dalam perkembangannya atau
pembelajarannya di sekolah, harus diperhatikan perkembangan-
perkembangannya, baik di masa lalu, masa sekarang, maupun kemungkinan-
kemungkinannya di masa mendatang. Sebelum dibahas lebih jauh mengenai
matematika sekolah, berikut ini pengertian dasar mengenai matematika, dengan
-beda
tergantung pada bilamana pertanyaan itu dijawab, di mana dijawab, siapa yang
menjawab, dan apa sajakah yang termasuk dalam matematika (Erman Suherman
dkk, 2003: 15).
Berbagai pendapat muncul tentang pengertian matematika tersebut,
dipandang dari pengetahuan dan pengalaman masing-masing yang berbeda.
Menurut Erman Suherman, (dalam Estina Ekawati, 2009: 11) matematika
merupakan bahasa simbol; matematika adalah bahasa numerik; matematika
adalah bahasa yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional;
matematika adalah metode berpikir logis; matematika adalah ratunya ilmu dan
sekaligus menjadi pelayannya; matematika adalah sains yang memanipulasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
simbol; matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang; matematika adalah
ilmu yang mempelajari pola, bentuk, dan struktur; matematika adalah ilmu yang
abstrak dan deduktif; matematika adalah aktivitas manusia.
Secara etimologis, kata matematika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan
yang diperoleh dengan bernalar (Erman Suherman, dkk, 2003: 16). Hal ini
dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan
tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio
(penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau
eksperimen di samping penalaran. Matematika terbentuk sebagai hasil pemikiran
manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Pada tahap awal
matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris,
karena matematika sebagai aktivitas manusia kemudian pengalaman itu diproses
dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran di dalam
struktur kognitif, sehingga sampailah pada suatu kesimpulan tentang konsep-
konsep matematika. Agar konsep-konsep matematika yang telah terbentuk itu
dapat dipahami oleh orang lain dan dapat dengan mudah dimanipulasi secara
tepat, maka digunakan notasi dan istilah, yaitu hasil kesepakatan bersama secara
global (universal) yang dikenal dengan bahasa matematika. Menurut Reyt dalam
Budi Usodo (2010), matematika adalah (1) studi pola dan hubungan (study of
patterns and relationships), dengan demikian masing-masing topik itu akan saling
berjalinan satu dengan yang lain yang membentuknya, (2) Cara berpikir (way of
thinking) yaitu memberikan strategi untuk mengatur, menganalisis dan mensintesa
data atau semua yang ditemui dalam masalah sehari-hari, (3) Suatu seni (an art)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yaitu ditandai dengan adanya urutan dan konsistensi internal, dan (4) sebagai
bahasa (a language) dipergunakan secara hati-hati dan didefinisikan dalam
kondisi dan simbol yang akan meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi
dengan sains, keadaan kehidupan riil, dan matematika itu sendiri, serta (5) sebagai
alat (a tool) yang dipergunakan oleh setiap orang dalam menghadapi kehidupan
sehari-hari. Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
matematika merupakan suatu ilmu yang menggambarkan suatu pola hubungan
yang diperoleh melalui proses bernalar.
b. Pembelajaran
Pengertian belajar dalam pembelajaran matematika kontemporer adalah
proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari
pengalaman, sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan
yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara
optimal (Erman Suherman, dkk, 2003: 9). Hal ini berarti bahwa proses belajar
bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa, sedang proses pembelajaran
bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku.
Peristiwa belajar disertai dengan proses pembelajaran akan lebih terarah
dan sistematik daripada belajar yang hanya semata-mata dari pengalaman dalam
kehidupan sosial di masyarakat. Belajar dengan proses pembelajaran ada peran
guru, bahan belajar, dan lingkungan kondusif yang sengaja diciptakan.
Menurut konsep sosiologi (Erman Suherman, dkk: 2003: 10), belajar
adalah jantungnya proses sosialisasi, sedangkan pembelajaran adalah rekayasa
sosio-psikologis untuk memelihara kegiatan belajar tersebut sehingga tiap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
individu yang belajar akan belajar secara optimal dalam mencapai tingkat
kedewasaan dan dapat hidup sebagai anggota masyarakat yang baik. Dalam arti
sempit, proses pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup
persekolahan, sehingga arti dari proses pembelajaran adalah proses sosialisasi
individu siswa dengan lingkungan sekolah, seperti guru, sumber atau fasilitas
belajar, dan teman sesama siswa.
Menurut Diaz Santika (2003: 175), pembelajaran adalah proses
komunikasi fungsional antara siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa dalam
rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa
yang bersangkutan. Guru berperan sebagai komunikator, siswa sebagai
komunikan, dan materi yang dikomunikasikan berisi pesan berupa ilmu
pengetahuan.
Oemar Hamalik (1990: 21) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu
bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam
cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Bila
dikaitkan dengan matematika, maka belajar matematika merupakan suatu
pengalaman yang diperoleh siswa melalui interaksi dengan matematika dalam
konteks kegiatan belajar mengajar. Hal ini tidak terlepas dari karakteristik
matematika sebagai bahan pelajaran.
Arends (2012: 17) mengemukakan bahwa learning is a social and cultural
activity in which learners construct meaning that is influenced by the interaction
of prior knowledge and new learning events, belajar adalah aktivitas sosial dan
budaya di mana siswa membangun makna yang dipengaruhi oleh interaksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pengetahuan sebelumnya serta peristiwa baru. Howie dan Plomp (2006: 84)
mengemukakan bahwa learning is active and constructive and stresses the
importance of the contextual character of human cognition, belajar adalah aktif
dan konstruktif serta menekankan pentingnya karakter kontekstual
kognisi manusia. Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru, dan siswa
dengan siswa yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat
pengalaman dan latihan. Lebih lanjut, Arends (2012: 17) mengemukakan bahwa
learning is viewed not as students passively receiving information from the
teacher but rather as students actively engaging in relevant experiences and
having opportunities for dialogue so that meaning can evolve and be
constructed, pembelajaran tidak memandang siswa sebagai pihak yang pasif
dalam menerima informasi dari guru, melainkan siswa ikut aktif terlibat dalam
pengalaman yang relevan dan berkesempatan untuk berdialog sehingga dapat
membangun dan mengembangkan pola pemikirannya. Berdasarkan beberapa
uraian di atas, maka belajar dapat didefinisikan sebagai aktivitas sosial yang
berupa perubahan tingkah laku individu yang diperoleh berkat pengalaman dan
latihan, sedangkan pembelajaran dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi
fungsional antara siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa sebagai upaya
penataan lingkungan sehingga siswa dapat membangun dan mengembangkan
pola pemikirannya.
Pola interaksi antara guru dengan siswa pada hakikatnya adalah hubungan
antara dua pihak yang setara, yaitu interaksi antara dua manusia yang tengah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mendewasakan diri, meskipun yang satu telah berada pada tahap yang
seharusnya lebih maju dalam aspek akal, moral, maupun emosional (Erman
Suherman, dkk, 2003: 10). Dengan kata lain, guru dan siswa merupakan subjek,
karena masing-masing memiliki kesadaran dan kebebasan secara aktif. Dengan
menyadari pola interaksi tersebut akan memungkinkan keterlibatan mental siswa
secara optimal dalam merealisasikan pengalaman belajar. Pengertian inilah yang
pada hakikatnya dapat dikembalikan pada tujuan pendidikan yang hakiki, yaitu
untuk peningkatan martabat kemanusiaan.
Matematika sebagai bahan pelajaran objeknya berupa fakta, konsep,
operasi, dan prinsip yang kesemuanya adalah abstrak. Oleh sebab itu, belajar
matematika memerlukan berbagai kegiatan psikologis seperti melakukan
abstraksi, klasifikasi, dan generalisasi. Mengabstraksi berarti memahami
kesamaan dari berbagai objek yang berbeda, mengklasifikasi berarti memahami
pengelompokan dari berbagai objek berdasarkan kesamaannya, dan
menggeneralisasi berarti menyimpulkan suatu objek berdasarkan pengetahuan
yang dikembangkan melalui contoh-contoh khusus.
Matematika selain objeknya yang abstrak dan strukturnya yang berpola
deduktif, juga menggunakan bahasa yang merupakan bahasa simbolis. Dengan
demikian, belajar matematika berarti belajar menggunakan dan memanipulasi
simbol-simbol. Perlu ditekankan bahwa sebelum memanipulasi simbol-simbol itu
yang paling penting adalah memahami arti ide yang disimbolkan itu. Mempelajari
matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-
operasinya melainkan matematika juga berkenaan dengan ide-ide, struktur-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
struktur, dan hubungannya yang diatur secara logik sehingga matematika itu
berkaitan dengan konsep-konsep yang abstrak.
Sebagai suatu struktur dan hubungan-hubungan, matematika memerlukan
simbol-simbol untuk membantu memanipulasi aturan-aturan dengan operasi yang
ditetapkan. Simbolisasi berfungsi sebagai komunikasi yang dapat diberikan
keterangan untuk membentuk suatu konsep baru. Konsep tersebut dapat terbentuk
apabila sudah memahami konsep sebelumnya. Misalnya, seorang siswa
mempelajari konsep B yang berdasarkan konsep A, maka siswa tersebut terlebih
dahulu harus memahami konsep A, sebab tanpa memahami konsep A maka siswa
itu tidak mungkin memahami konsep B. Ini berarti memahami konsep-konsep
dalam matematika haruslah bertahap dan berurutan serta berdasarkan pengalaman
belajar yang lalu. Matematika yang berkenaan dengan ide-ide abstrak yang diberi
simbol-simbol itu tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif, sehingga
belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi.
Pemikiran bahwa pembelajaran matematika lebih utama dibandingkan
dengan pengajaran matematika dan bahwa matematika penting serta harus
dikuasai oleh siswa secara komprehensif dan holistik, mengandung konsekuensi
bahwa pembelajaran matematika sebaiknya mengoptimalkan keberadaan dan
peran siswa sebagai pembelajar. Karena filosofi antara pengajaran dan
paradigmanya, yaitu: (1) dari teacher centered menjadi learner centered; (2) dari
teaching centered menjadi learning centered; (3) dari content based menjadi
competency based; (4) dari product of learning menjadi process of learning; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(5) dari summative evaluation menjadi formative evaluation (Erman Suherman,
dkk, 2003: 300).
Guru semestinya memandang kelas sebagai tempat dengan berbagai
masalah-masalah yang menarik untuk dieksplorasi oleh siswa dengan
menggunakan ide-ide matematika. Sebagai contoh, seorang siswa dapat mengukur
benda-benda nyata secara langsung, mengumpulkan informasi dan menjelaskan
apa yang mereka kumpulkan dengan menggunakan statistik atau menjelajahi
sebuah fungsi melalui pengujian grafiknya. Dengan berlandaskan pada prinsip
pembelajaran matematika yang tidak sekedar learning to know (kemampuan siswa
dalam pemahaman dan penalaran yang bermakna terhadap produk dan proses
matematika), melainkan juga harus meliputi learning to do (kemampuan siswa
dalam keterampilan dan dapat melaksanakan proses matematika untuk
meningkatkan perkembangan intelektualnya), learning to be (kemampuan siswa
menghargai nilai-nilai dan keindahan akan produk dan proses matematika yang
ditunjukkan dengan sikap senang, disiplin, memiliki keinginan untuk berprestasi
tinggi, dan rasa percaya diri) , hingga learning to live together (kemampuan siswa
dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dalam matematika), maka pembelajaran
matematika seyogyanya bersandarkan pada pemikiran bahwa siswa yang harus
belajar dan semestinya dilakukan secara komprehensif dan terpadu (Sugiman,
2006: 1).
Sasaran substantif dan efek iringan dari pembelajaran matematika seperti
yang telah dikemukakan di atas perlu mendapat perhatian dari guru. Melalui
pencapaian sasaran substantif pembelajaran matematika, siswa diarahkan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memahami dan menguasai konsep, dalil, teorema, generalisasi, dan prinsip-prinsip
matematika secara menyeluruh. Sementara, melalui pencapaian sasaran efek
iringan, siswa diharapkan mampu berpikir logis, kritis, dan sistematis. Melalui
sasaran inipun siswa diharapkan lebih memahami keterkaitan antar topik dalam
matematika dan keterkaitan serta manfaat matematika bagi bidang lain. Mereka
juga dituntut untuk selalu hidup tertib dan disiplin, mencintai lingkungan
sekitarnya, dan mampu memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-
hari, khususnya yang berkaitan dengan matematika.
c. Prestasi Belajar Matematika
Prestasi belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan
sebagai penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh
mata pelajaran yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang
diberikan oleh guru. Selain adanya perubahan tingkah laku, keberhasilan dalam
pembelajaran juga dapat dilihat dari prestasi belajar atau hasil belajar dari siswa
(Tirtonegoro, 1984: 43). Pendapat lain mengenai prestasi belajar dikemukakan
oleh Saifuddin Azwar (1999: 164) yang menyatakan bahwa prestasi belajar dapat
dilihat dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi studi,
angka kelulusan predikat keberhasilan, dan semacamnya, selain itu prestasi dapat
juga diartikan sebagai penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan
dalam bentuk simbol, angka, huruf ataupun kalimat yang dapat mencerminkan
hasil yang dicapai setiap siswa dalam suatu periode tertentu. Penilaian prestasi
dapat dipersingkat atau diperluas dalam bentuk pertanyaan terbuka (open-ended
question) atau bentuk pilihan berganda (multiple choice), dalam pengertian lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
luas, penilaian prestasi dapat berupa membaca, menulis, proyek, proses,
pemecahan masalah, tugas analisis, atau bentuk tugas-tugas lain yang
memungkinkan siswa untuk mendemonstrasikan kemampuannya dalam
memenuhi tujuan dan outcome tertentu. Berdasarkan beberapa uraian di atas,
prestasi belajar apabila dikaitkan dengan matematika dapat didefinisikan sebagai
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dapat dinyatakan dalam bentuk
indikator yang diperoleh dari hasil belajar matematika.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah segala sesuatu
yang mempengaruhi proses pembelajaran. Menurut Slameto (dalam Nani Sumarni
2010: 11-12), proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal, antara lain:
1) Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar. Faktor internal meliputi:
a) Faktor jasmaniah yaitu kesehatan dan cacat tubuh.
b) Faktor psikologis yaitu intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan dan kesiapan.
c) Faktor kelelahan.
2) Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu yang meliputi:
a) Faktor keluarga yaitu cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua,
dan latar belakang kebudayaan.
b) Faktor sekolah yaitu metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan
siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas
rumah.
c) Faktor masyarakat yaitu kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa,
teman bergaul, dan kehidupan masyarakat.
2. Model Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki
kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk
membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2)
strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; dan (4) model pembelajaran
(Fadjar Shadiq, 2009: 6). Adi Wijaya (2008: 15) mengemukakan bahwa
pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang
terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoritis tertentu. Lebih lanjut, Adi Wijaya (2008: 16) mengemukakan, dari
pendekatan pembelajaran dapat diturunkan ke dalam strategi pembelajaran.
Supinah (2008: 7) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah perpaduan
dari: (1) urutan kegiatan, cara pengorganisasian materi pelajaran, dan siswa, (2)
metode atau teknik pembelajaran, (3) media pembelajaran yaitu berupa peralatan
dan bahan pembelajaran, dan (4) waktu yang digunakan dalam proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.
Pendapat lain mengenai strategi pembelajaran dikemukakan oleh Gerlach dan Elly
(1980:15) yang menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah cara yang dipilih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu,
yang meliputi lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman
belajar kepada siswa. Gerlach dan Ely (1980: 14) mengemukakan bahwa metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai rencana yang sistematis untuk
menyampaikan informasi, metode pembelajaran dapat juga diartikan sebagai cara
yang telah terpola tetap untuk memperoleh pengetahuan. Apabila antara
pendekatan, strategi, metode, pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan
yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi,
model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan
kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan
suatu pendekatan, metode, dan strategi pembelajaran (Fadjar Shadiq, 2009: 8).
Pendapat lain mengenai model pembelajaran ini dikemukakan oleh Toeti
Soekamto dan Winataputra (1995: 78) yang mendefinisikan model pembelajaran
sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar
mengajar. Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka model pembelajaran dapat
didefinisikan sebagai bentuk pembelajaran yang sistematis tergambar dari awal
sampai akhir yang disajikan secara khas untuk mencapai tujuan pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Model Pembelajaran Kooperatif
Rita Rani Mandal (2009: 96) mengemukakan bahwa:
Cooperative learning is an instructional strategy based on the human instinct of cooperation. It is the utilization of the psychological aspects of cooperation and competition for curricular transaction and student learning. The concept of cooperative learning refers to instructional methods and techniques in which students work in small groups and are rewarded in some way for performance as a group. The idea behind the cooperative learning method is that when group rather than individuals are rewarded students will be motivated to help one another to master academic materials. Cooperative learning is a successful teaching strategy in which small teams, each with students of different levels of ability, use a variety of learning activities to improve their understanding of a subject. Each member of a team is responsible not only for learning what is taught but also for helping teammates learn, thus creating atmosphere of achievement.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang
didasarkan pada naluri manusia untuk bekerjasama. Pembelajaran ini
memanfaatkan aspek-aspek psikologis dari kerjasama dan persaingan dalam
pembelajaran siswa. Konsep pembelajaran kooperatif mengacu pada model
pembelajaran dan teknik di mana siswa bekerja dalam kelompok kecil dan
mendapat penghargaan atas prestasi mereka di dalam kelompok. Ide di balik
model pembelajaran kooperatif adalah ketika kelompok mendapatkan
penghargaan, maka siswa akan lebih termotivasi untuk membantu anggota
kelompok yang lain. Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang
sukses diterapkan pada kelompok-kelompok kecil, di mana setiap anggota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kelompok memiliki kemampuan yang berbeda. Setiap anggota tim bertanggung
jawab tidak hanya untuk belajar apa yang diajarkan oleh guru, tetapi juga untuk
membantu teman dalam satu kelompoknya, sehingga dapat meningkatkan prestasi
belajar.
Krismanto (2000: 16) mengemukakan bahwa pada kegiatan pembelajaran
kooperatif, sekelompok siswa belajar dengan porsi utamanya mendiskusikan
tugas-tugas matematika, dalam arti saling membantu menyelesaikan tugas
ataupun memecahkan masalah dalam kelompoknya. Pendapat yang senada
dengan kedua pendapat diatas dikemukakan oleh Slavin (2010: 4), yang
menyatakan pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam model
pembelajaran di mana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk
saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dari
beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan suatu model belajar di mana siswa belajar pada kelompok kecil yang
memiliki tingkat kemampuan berbeda. Pada pembelajaran kooperatif, siswa
belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam siswa
dengan tingkat kemampuan yang berbeda, dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling
membantu untuk memahami bahan pelajaran, belajar dikatakan belum selesai jika
salah satu anggota dalam kelompok belum menguasai materi pelajaran.
Cohen dalam Robyn dan Adrian (2005: 13) mengemukakan bahwa co-
operative learning is well recognized as a pedagogical practice that promotes
learning, higher level thinking, prosocial behaviour, and a greater understanding
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
of children with diverse learning, social and adjustment needs, pembelajaran
kooperatif diakui sebagai praktek pedagogis yang mempromosikan pembelajaran,
berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, berperilaku prososial, dan pemahaman
yang lebih besar pada siswa dengan belajar beragam, sosial serta penyesuaian
kebutuhan. Kagan (2009: 1.11) mengemukakan bahwa learning is an excellent
vehicle for that learning because it emphasizes basic social skills (taking turns,
expressing appreciation, requesting rather than grabbing) as well as skills
necessary for academic success (listening, following directions, staying on task).
Many structures are used successfully with early learners, pembelajaran
kooperatif merupakan sebuah kendaraan yang sangat baik dalam pembelajaran
karena menekankan keterampilan sosial dasar serta keterampilan yang diperlukan
untuk keberhasilan akademik. Lebih lanjut, Kagan (2009: 1.12) mengemukakan
bahwa cooperative learning is also very powerful in developing higher-level
thinking skills, pembelajaran kooperatif juga sangat baik dalam mengembangkan
kemampuan berpikir tingkat lanjut. Pendapat lain dikemukakan oleh Adi Wijaya
(2010: 7) yang menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif memiliki
beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif memberikan pengaruh yang positif bagi siswa.
Fadjar Shadiq (2009: 23-24) memberikan ciri-ciri pembelajaran kooperatif
sebagai berikut:
a. Sikap ketergantungan positif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang dapat
mendorong siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling
membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan yang
positif.
b. Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok
sehingga mereka akan berdialog. Interaksi semacam ini sangat penting karena
siswa akan merasa lebih mudah belajar dari teman sekelasnya.
c. Akuntabilitas individu
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok.
Penilaian ini ditunjukkan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap
materi secara individual. Hasil penilaian secara individual selanjutnya
disampaikan oleh guru kepada kelompok supaya semua anggota kelompok
yang bisa memberikan bantuan dapat memberikan bantuan bagi siapa saja
yang memerlukan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil
belajar semua anggotanya, oleh karena itu tiap anggota kelompok harus
memberikan sumbangan demi kemajuan kelompoknya.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman,
mengkritik ide bukan mengkritik teman, berani mempertahankan logis, tidak
mendominasi orang lain, dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam
menjalin hubungan antar pribadi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Model pembelajaran kooperatif mempunyai kelebihan serta kekurangan
sebagai berikut:
a. Kelebihan model pembelajaran kooperatif
1) Mampu meningkatkan pencapaian prestasi belajar siswa.
2) Mengembangkan hubungan antar kelompok.
3) Penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik.
4) Meningkatkan rasa percaya diri.
5) Membuat perbedaan menjadi bahan pembelajaran, bukan menjadi
masalah.
6) Mengembangkan hubungan pribadi antar siswa.
7) Mengembangan keterampilan kerjasama.
b. Kekurangan model pembelajaran kooperatif
1) Jika tidak dirancang dengan baik dan benar, maka dapat memicu
munculnya pembonceng, di mana sebagian anggota kelompok
melakukan semua atau sebagian besar dari pekerjaan, sementara yang
lain tinggal mengendarainya.
2) Apabila kontrol dari guru kurang, maka bisa dimungkinkan terjadinya
kesalahan konsep yang dapat ditularkan kepada siswa yang lain.
3) Pelaksanaannya memerlukan persiapan yang rumit. Fadjar Shadiq (2009:
28-29)
4. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
Teknik belajar mengajar kepala bernomor (Numbered Heads Together) ini
dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993). Teknik ini melibatkan banyak siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam mereview materi pelajaran serta memberikan kesempatan kepada siswa
untuk saling membagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja
sama mereka. Teknik ini juga bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan
untuk semua tingkatan usia anak didik.
Arends (2012: 371) mengemukakan bahwa Numbered Heads Together is
an approach developed by Spencer Kagan (1993) to involve more students in the
review of materials covered in a lesson and to check their understanding of a
Model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh Spencer
Kagan (1993) ini melibatkan lebih banyak siswa dalam melihat kembali konsep
yang tercakup dalam suatu pelajaran dan memeriksa pemahaman siswa mengenai
konsep pelajaran yang sedang dipelajarinya.
Menurut Trianto (2007: 62) dalam menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT, guru menggunakan empat fase struktur sebagai sintaks
NHT:
a. Fase 1: Penomoran (Numbering)
Pada fase ini, guru membagi siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan
3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai
5.
b. Fase 2: Mengajukan pertanyaan (Questionering)
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa, pertanyaan dapat amat
spesifik atau dalam bentuk kalimat tanya terbuka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Fase 3: Berpikir bersama (Heads Together)
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan
meyakinkan tiap anggota dalam timnya untuk mengetahui jawaban tim.
d. Fase 4: Menjawab petanyaan (Answering)
Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya
sesuai mengangkat tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk
disampaikan kepada seluruh kelas.
Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Arends (2012: 371) yang
menyatakan bahwa terdapat empat langkah penting dalam model pembelajaran
kooperatif tpe NHT yaitu:
Step 1 Numbering: Teachers devide students into three-to five-number teams and have them number off so each student on the team has a different number between 1 and 5.
Step 2 Questioning: Teachers ask students a question. Questions can vary. They can be very specific and in question form.
Step 3 Heads Together: Students put their heads together to figure out and make sure everyone knows the answer.
Step 4 Answering: The teacher calls a number and students from each group with that number raise their hands and provide answers to the whole class.
Langkah 1 Penomoran: guru membagi siswa ke dalam tiga sampai lima
kelompok, dan memberikan siswa nomor yang berbeda antara satu sampai lima
pada masing-masing kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Langkah 2 Pengajuan Pertanyaan: guru mengajukan pertanyaan kepada
siswa, pertanyaan dapat berupa pertanyaan yang sangat spesifik ataupun kalimat
tanya terbuka.
Langkah 3 Berpikir Bersama: Siswa menyatukan pendapatnya terhadap
jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya untuk
mengetahui jawaban tim.
Langkah 4 Menjawab Pertanyaan: Guru memanggil suatu nomor
tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengangkat tangannya dan
mencoba menjawab pertanyaan untuk disampaikan kepada seluruh kelas.
Menurut Lie (2004: 48) supaya pembelajaran menggunakan model
kooperatif Numbered Heads Together (NHT) dapat berjalan lancar serta efektif
maka perlu ditanamkan unsur pembelajaran yang harus diterapkan dan perlu
ditanamkan kepada siswa agar hasil pembelajaran maksimal, diantaranya:
a. Saling ketergantungan positif.
b. Tanggung jawab perseorangan.
c. Tatap muka.
d. Komunikasi antar anggota.
e. Evaluasi proses kelompok.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah:
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok secara heterogen. Setiap siswa dalam
kelompok mendapat nomor yang berbeda satu sama lain.
c. Guru mempresentasikan materi secara garis besar di depan kelas.
d. Guru memberikan tugas yang harus dikerjakan secara berkelompok.
e. Siswa memposisikan dirinya sehingga duduk berdekatan dengan teman yang
sekelompok.
f. Siswa mendiskusikan persoalan yang diberikan dan bersama-sama
memecahkan persoalan yang diberikan.
g. Selama diskusi kelompok, guru bertindak sebagai motivator dan
membimbing siswa untuk belajar.
h. Kelompok merangkum semua hasil diskusi dan memastikan setiap anggota
kelompok mengetahui atau memahami hasil diskusi tersebut.
i. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas.
j. Siswa dari kelompok lain yang masih belum paham atau berbeda pendapat
menyampaikan pertanyaan atau pendapatnya, yang dibimbing oleh guru.
k. Guru bersama dengan siswa membuat rangkuman tentang hasil presentasi
siswa.
l. Guru mengadakan kuis atau tugas secara individu.
m. Guru memberikan pujian/penghargaan kepada masing-masing kelompok.
Dalam penelitian ini, langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan
kriteria penghargaan kelompok adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Menentukan skor awal masing-masing siswa. Skor awal ini berupa nilai yang
diperoleh siswa pada ujian sebelumnya.
b. Menentukan skor kuis yang dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam
kelompok, yang kemudian disebut nilai skor terkini.
c. Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan
berdasarkan selisih skor terkini dengan skor awal masing-masing siswa dengan
menggunakan kriteria yang disampaikan pada Tabel berikut.
Tabel 2.1. Kriteria Penentuan Nilai Peningkatan Hasil Belajar
Skor Kuis Terakhir Poin Peningkatan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5
1 10 poin di bawah skor awal 10
Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20
Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30
Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 40
(Slavin, 2010: 159)
Dalam penelitian ini, rumus yang digunakan dalam menentukan poin
peningkatan kelompok (Nk) adalah sebagai berikut.
kelompokanggotaBanyaknyakelompokanggotasetiapkenaikanJumlah
Nk
Kelompok yang mendapatkan poin sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan berhak memperoleh penghargaan. Berdasarkan poin peningkatan
kelompok tersebut, terdapat tiga tingkat penghargaan yang dapat diberikan.
Kriteria penghargaan kelompok disajikan pada Tabel berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 2.2. Kriteria Penghargaan Kelompok
Rata-Rata Skor Kelompok Penghargaan
15 Nk < 20
20 Nk < 25
Nk 25
Tim Baik
Tim Sangat Baik
Tim Super
(Slavin, 2010: 160)
Melihat langkah-langkah dalam penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT, penomoran merupakan inti dari model pembelajaran ini. Melalui
penomoran ini, setiap siswa dituntut untuk selalu siap. Dalam arti, setiap siswa
harus mengerti dan memahami setiap pemecahan masalah. Hal ini disebabkan
karena setiap jawaban yang disampaikan pada saat presentasi (jika nomornya
terpilih oleh guru) maka akan mempengaruhi nilai kelompoknya. Dengan
demikian, penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini menuntut
tanggung jawab yang lebih besar dari setiap siswa untuk mengerti dan memahami
setiap pemecahan masalah yang diajukan oleh guru.
Keunggulan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
adalah sebagai berikut:
a. Keunggulan:
1) Dapat diterapkan pada setiap mata pelajaran di sekolah.
2) Dimungkinkan tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Setiap siswa dituntut untuk selalu siap dan bertanggung jawab penuh
terhadap diri sendiri dan juga kelompok terhadap suatu konsep ataupun
masalah yang diajukan oleh guru.
4) Siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dapat membantu
siswa yang memiliki kemampuan akademik kurang tinggi.
b. Kelemahan:
1) Pada saat pelaksanaan presentasi hasil diskusi kelompok, nomor yang
sudah dipanggil dimungkinkan akan dipanggil kembali oleh guru.
2) Pada pelaksanaan presentasi hasil diskusi kelompok, tidak semua anggota
kelompok dengan nomor tertentu dapat dipanggil oleh guru.
Untuk mengatasi kelemahan tersebut, seorang guru dapat membuat catatan
terkait dengan nomor-nomor yang sudah dipanggil dalam setiap pertemuan. Untuk
nomor yang belum dipanggil, dapat dipanggil pada pertemuan berikutnya.
5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement
Division)
STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif paling
sederhana, dan merupakan yang paling baik bagi guru yang baru menggunakan
model pembelajaran kooperatif. Arends (2012: 368) mengemukakan bahwa
Student Teams Achievement Divisions was developed by Robert Slavin and his
colleagues at the Johns Hopkins University and is perhaps the simplest and most
straightforward of the cooperative learning approaches. Model pembelajaran
kooperatif tipe STAD yang dikembangkan oleh Robert Slavin ini banyak
direkomendasikan bagi para guru yang belum terbiasa dalam menerapkan model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran di kelas. Menurut Surianta dalam
Adi Wijaya (2010: 5) model pembelajaran kooperatif STAD mampu
meningkatkan hasil belajar siswa.
Ide utama dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
memotivasi siswa untuk bekerjasama, saling membantu satu sama lain untuk
menguasai materi yang diajarkan. Untuk mendapatkan penghargaan pada tim
mereka, anggota kelompok harus saling membantu dalam mempelajari
materi/bahan ajar.
Pada sintaks pembelajaran kooperatif tipe STAD ini, terdapat beberapa
langkah yang harus dilakukan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD. Langkah-langkah dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD adalah sebagai berikut.
Students within a given class are devided into four-or five-number learning teams, with representatives on each team of both sexes, various radical or ethnic groups, and high, average, and low achievers. Team members use worksheets or ather study devices to master the academic materials and then help each other learn the materials through tutoring, quizzing one another, or carrying on team disccusions. Individually, students take weekly or biweekly quizzes on the academic materials. These
Arends (2012: 367)
Pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa dibagi
ke dalam kelompok belajar dengan memperhatikan heterogenitas jenis kelamin,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
suku, dan kemampuan akademik, berdiskusi untuk menyelesaikan masalah dalam
lembar kerja, mengerjakan kuis secara individual, dan diakhiri dengan
penghargaan kelompok berdasarkan skor peningkatan individual.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD yang dikemukakan
oleh Arend tersebut, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Slavin (2010:
143), di mana Slavin menyatakan terdapat lima komponen utama dalam
pembelajaran STAD sebagai berikut:
a. Presentasi kelas
Bahan ajar dalam STAD mula-mula diperkenalkan dalam presentasi kelas. Ini
merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan oleh guru.
Pada tahap ini, presentasi harus berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini
diharapkan siswa menyadari bahwa mereka harus memperhatikan dengan
sungguh-sungguh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan
sangat membantu mereka mengerjakan kuis dan skor kuis menentukan skor
tim mereka.
b. Tim
Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian kelas
dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras maupun etnis. Fungsi utama
dari tim ini adalah semua anggota tim harus benar-benar belajar, khususnya
lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis
dengan baik. Setelah guru menyampaikan materinya, tim berkumpul untuk
mempelajari lembar kegiatan atau materi lainnya. Yang paling sering terjadi
adalah pembelajaran itu melibatkan pembahasan masalah bersama,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
membandingkan jawaban, mengoreksi tiap kesalahan pemahaman apabila
ada anggota tim yang membuat kesalahan. Tim adalah fitur yang paling
penting dalam STAD. Pada tiap poinnya, yang ditekankan adalah membuat
anggota tim melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim harus melakukan
yang terbaik untuk membantu tiap anggotanya.
c. Kuis
Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan pembelajaran
dan periode praktek/presentasi tim, siswa akan mengerjakan kuis individual.
Siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis,
sehingga masing-masing siswa bertanggung jawab secara individual untuk
memahami materinya.
d. Skor kemajuan individual
Gagasan di balik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan tujuan
kinerja yang dapat dicapai siswa apabila mereka bekerja lebih giat daripada
sebelumnya. Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal
kepada timnya melalui skor ini. Tiap siswa diberikan skor awal, yang
diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam
mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin
untuk tim mereka. Gambaran untuk skor kemajuan individual seperti yang
disajikan pada Tabel 2.1.
e. Rekognisi tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila
skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Tiga macam tingkatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penghargaan bisa diberikan pada rekognisi tim ini, yang skornya dihitung
berdasarkan rata-rata kemajuan individu. Hal ini seperti yang disajikan pada
Tabel 2.2.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa.
b. Guru membentuk beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari empat
sampai lima siswa dengan kemampuan yang heterogen.
c. Guru menyampaikan materi pelajaran secara garis besar.
d. Bahan atau materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok
untuk mencapai kompetensi dasar.
e. Guru memanggil salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi
kelompoknya.
f. Perwakilan siswa dari kelompok mempresentasikan hasil diskusinya.
g. Guru memfasilitasi siswa dalam bentuk rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada pada materi pelajaran yang telah dipelajari.
h. Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individu.
i. Guru memberikan pujian/penghargaan kepada kelompok berdasarkan
perolehan nilai hasil belajar individu dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.
Keunggulan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
adalah sebagai berikut:
a. Keunggulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Dapat diterapkan pada setiap mata pelajaran.
2) Setiap siswa dituntut untuk selalu siap dan bertanggung jawab penuh
terhadap diri sendiri dan juga kelompok terhadap suatu konsep ataupun
masalah yang diajukan oleh guru.
3) Siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dapat membantu
siswa yang memiliki kemampuan akademik kurang tinggi.
b. Kelemahan
1) Siswa yang memiliki kemampuan akademik tinggi dapat mendominasi
kelompoknya.
2) Dalam penentuan anggota kelompok yang akan mempresentasikan hasil
diskusinya, dimungkinkan siswa yang memiliki kemampuan akademis
tinggi dibebani tugas untuk maju, sehingga siswa yang memiliki
kemampuan akademik tinggi dapat mendominasi diskusi/presentasi
kelas.
6. Minat Belajar Siswa pada Pelajaran Matematika
Minat merupakan salah satu hal yang menarik untuk dikaji oleh para
psikolog, karena memiliki peran yang cukup besar dalam pembentukan
kepribadian seseorang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, minat adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap suatu gairah keinginan. Menurut Slameto
(2003: 180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu
hal atau aktifitas tanpa ada yang menyuruh. Pendapat lain mengenai definisi minat
seperti dikutip dari belajarpsikologi.com, bahwa minat adalah gejala psikologis
yang menunjukan adanya pengertian subyek terhadap obyek yang menjadi sasaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
karena obyek tersebut menarik perhatian dan menimbulkan perasaan senang
sehingga cenderung kepada obyek tersebut. Berdasarkan beberapa uraian di atas,
minat apabila dikaitkan dengan belajar matematika dapat didefinisikan sebagai
kecenderungan rasa suka yang lebih yang menimbukan perasaan senang
mempelajari matematika.
Jika siswa memiliki minat yang tinggi terhadap mata pelajaran tertentu,
maka ia akan lebih bersemangat belajar sehingga dalam menyelesaikan
permasalahan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Sebaliknya apabila memiliki
minat yang rendah terhadap mata pelajaran tertentu, maka ia akan kesulitan dalam
mempelajari mata pelajaran tersebut. Rusyan dalam Marfuah (2009: 30)
menyatakan bahwa belajar dengan minat akan mendorong siswa untuk belajar
lebih baik daripada belajar tanpa minat. Minat akan timbul apabila siswa tertarik
pada sesuatu karena sesuai dengan kebutuhannya atau merasakan bahwa sesuatu
yang dipelajarinya dirasakan bermakna bagi dirinya, namun, bila minat itu tidak
disertai dengan usaha yang baik, maka belajar juga sulit untuk berhasil. Lebih
lanjut Marfuah (2009: 30-31) mengutip pernyataan Keller yang menyarankan,
bahwa untuk memelihara minat siswa, guru harus mengembangkan proses
pembelajaran dalam model pembelajaran yang memenuhi karakteristik ARCS,
yaitu:
a. Menarik perhatian siswa (Attention).
Perhatian merupakan elemen minat dan juga merupakan prasyarat untuk
belajar, oleh karena itu, tugas pertama seorang guru dalam proses
pembelajaran adalah menarik perhatian siswa. Semakin menarik suatu proses
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pembelajaran, semakin kuat keingintahuan siswa, sehingga perhatian siswa
akan lebih besar, namun demikian, menarik perhatian tidaklah cukup. Guru
hendaknya mengembangkan pembelajaran yang tidak saja menarik, tetapi
juga mampu memelihara perhatian siswa.
b. Berhubungan dengan kebutuhan individu (Relevance).
Hal ini mengacu pada persepsi siswa tentang pemuasan kebutuhan pribadi
yang berhubungan dengan proses pembelajaran. Berdasarkan kondisi ini,
guru sebaiknya mengembangkan aktifitas pembelajaran yang membantu
siswa melihat kesesuaian antara proses pembelajaran dengan kehidupan
pribadi. Jika siswa melihat hubungan antara yang dipelajari dengan tujuan
siswa tersebut, maka siswa akan termotivasi untuk terlibat dalam proses
belajar.
c. Meningkatkan keyakinan diri individu mengenai kemampuan siswa dalam
menyelesaikan tugas-tugas dengan berhasil (Confidence).
Hal ini berhubungan dengan sikap siswa terhadap keberhasilan dan kegagalan
dalam pembelajaran yang diikutinya, keyakinan diri siswa berpengaruh
terhadap tingkah lakunya. Semakin yakin siswa berpikir bahwa dirinya akan
berhasil dalam proses pembelajaran, maka semakin kuat usaha yang
dilakukannya untuk mencapai tujuan belajar, oleh karena itu, untuk
meningkatkan keyakinan siswa, guru sebaiknya menyajikan persyaratan
penguasaan dan kriteria evaluasi untuk membantu siswa memperkirakan
kemungkinan keberhasilan yang dapat dicapainya, menyediakan balikan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kesempatan untuk mengontrol, dan juga membantu siswa membuat hubungan
antara keberhasilan dan usaha.
d. Memberikan kepuasan dengan terpenuhinya harapan siswa serta memberikan
balikan yang sesuai (Satisfaction).
Hal ini mengacu pada perasaan puas siswa terhadap apa yang telah
dikuasainya. Kepuasan ini penting untuk memelihara minat, jika hasil usaha
siswa sesuai dengan harapan dirinya dan jika siswa merasa senang akan hasil
yang diperoleh, maka siswa tersebut mungkin akan terus termotivasi untuk
dapat terlibat dalam proses belajar.
Lebih lanjut Popham dalam Marfuah (2009: 1) menyatakan bahwa tidak
adanya minat seorang anak terhadap suatu pelajaran akan menimbulkan kesulitan
belajar. Belajar yang tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya,
tidak sesuai dengan kebutuhannya, tidak sesuai dengan kecakapan, tidak sesuai
dengan tipe-tipe khusus anak, banyak menimbulkan masalah pada dirinya, oleh
karena itu dalam proses pembelajaran tidak pernah terjadi proses dalam otak,
akibatnya timbul kesulitan belajar.
Minat akan lebih terpelihara jika siswa terlibat dalam aktivitas, dengan
memberi kesempatan berbuat untuk memenuhi keingintahuannya. Ada beberapa
faktor yang mempengarui minat, antara lain:
a. Faktor Fisiologis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Faktor fisiologis berhubungan dengan jasmani seseorang, jika jasmani
seseorang terganggu maka akan menyebabkan terganggunya kegiatan orang
tersebut.
b. Faktor Psikologis
Faktor psikologis yaitu faktor yang timbul dari dalam diri yang berhubungan
dengan psikis. Setiap orang memiliki psikis yang berbeda dengan orang lain,
sehingga keadaan belajar tiap orang tidaklah sama.
c. Faktor Sosiologis
Faktor sosiologis adalah faktor yang timbul dari luar diri seseorang yang
terdiri dari lingkungan hidup dan lingkungan tak hidup.
d. Faktor Intelektual
Faktor intelektual seseorang merupakan salah satu faktor yang ikut
menentukan berminat tidaknya seseorang untuk mempelajari suatu
pengetahuan.
Dalam proses pembelajaran, pendahuluan yang baik dapat meningkatkan
perhatian siswa sehingga motivasi dalam diri siswa terbangkitkan dan minat
terhadap bahan yang diajarkan mulai muncul. Kemunculan minat sebagai
landasan yang meyakinkan demi keberhasilan pembelajaran. Jika siswa memiliki
rasa ingin belajar, maka ia akan cepat mengerti dan memahaminya. Unsur dari
minat yang perlu dibangkitkan antara lain:
a. Kesadaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kesadaran dapat diartikan sebagai sifat yang termasuk dalam proses dan
kejadian tertentu pada suatu organisme yang hidup dan dianggap sebagai
sesuatu. Kesadaran dapat juga digambarkan sebagai suatu kemauan untuk
mengadakan pengamatan terhadap suatu proses atau kejadian sebagaimana
adanya.
b. Perhatian
Perhatian merupakan pemusatan seluruh aktivitas seseorang yang ditujukan
pada sesuatu atau sekelompok obyek.
c. Konsentrasi
Konsentrasi adalah pemusatan pikiran terhadap suatu hal dengan mengabaikan
semua hal lainnya yang tidak berhubungan. Konsentrasi merupakan akibat
dari perhatian yang bersifat spontan yang ditimbulkan oleh minat terhadap
suatu obyek. Setelah seseorang memperhatikan obyek yang diminati,
kemudian ia semakin tertarik maka akan timbul perhatian atau konsentrasi
pada obyek tersebut.
d. Kemauan
Kemauan sebagai dorongan kehendak yang terarah pada suatu tujuan hidup
tertentu dan dikendalikan oleh pertimbangan akal budi. Kemauan merupakan
dorongan untuk membentuk dan melestarikan diri dalam arti mengembangkan
segenap bakat dan kemampuannya.
e. Perasaan Senang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Seseorang yang telah memiliki perasaan positif terhadap suatu obyek maka ia
akan merasa senang terhadap obyek tersebut.
Dari pembahasan di atas, maka minat merupakan salah satu faktor yang
membantu dan mendorong pada suatu kegiatan yang sedang dan akan
dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan. Minat seseorang dapat bertambah kuat
atau melemah sesuai dengan pengalamannya. Minat belajar harus selalu
dibangkitkan karena minat berhubungan dengan dorongan, motif-motif tertentu,
dan respon-respon emosional siswa. Minat belajar siswa dapat mempengaruhi
prestasi belajar siswa setelah proses pembelajaran. Pelajaran yang menarik minat
siswa lebih mudah dipelajari atau disimpan karena minat menambah kegiatan
belajar. Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi hasil belajar, akibatnya siswa yang memiliki minat belajar
tinggi terhadap sesuatu, maka ia akan terus berusaha untuk melakukan perubahan
sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya yaitu
prestasi belajar yang baik.
7. Alat Peraga
a. Pengertian alat peraga
Menurut Moh. Uzer Usman, (1989: 132), alat peraga pengajaran adalah
alat-alat yang digunakan oleh guru ketika mengajar untuk membantu memperjelas
materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa dan mencegah terjadinya
verbalisme dalam diri siswa. Menurut Nasution (1989: 132) alat peraga adalah
alat yang dipergunakan oleh guru atau pendidik untuk membantu menerangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sesuatu kepada siswa sesuai dengan bahan pengajaran yang diajarkan. Alat peraga
adalah segala alat yang berguna untuk mempermudah atau membantu proses
belajar mengajar. Pendapat lain dikemukakan oleh Sukayati dan Agus Suharjana
(2009: 6) yang menyatakan bahwa alat peraga merupakan media pembelajaran
yang mengandung atau membawakan ciri-ciri konsep yang dipelajari. Dari uraian
di atas, dapat disimpulkan bahwa alat peraga adalah alat yang digunakan oleh
guru untuk mempermudah ketika mengajar untuk membantu memperjelas atau
menerangkan ciri-ciri konsep yang dipelajari kepada siswa.
Secara umum, perkembangan intelektual siswa SMP berada pada tahap
peralihan dari tahap operasional konkret menuju ke tahap operasional semi
konkret, tetapi itu tidak berarti bahwa semua siswa SMP sudah berada pada tahap
tersebut, mungkin saja ada yang belum mencapai tahap tersebut, sehingga
penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika SMP sangat diperlukan.
Hal ini perlu diketahui oleh guru, agar dapat membantu siswa yang bersangkutan
dengan cara yang berbeda dengan siswa lain, sehingga dari sini alat peraga
diharapkan dapat mempermudah pemahaman matematika serta meningkatkan
prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika, serta menumbuhkan citra
bahwa bahwa mata pelajaran matematika adalah mata pelajaran yang mudah dan
menyenangkan.
Pemberian contoh melalui benda sebenarnya atau benda pengganti berarti
memperagakan sesuatu. Salah satu tujuan memperagakan adalah memberi variasi
dalam pengajaran dengan lebih banyak menyediakan realitas. Mengajar dengan
peragaan berarti mengajar dengan menyediakan fasilitas alat peraga atau media.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Banyak sumber yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan antara alat peraga
dan media belajar, akan tetapi ada juga yang menggunakan istilah alat peraga dan
media saling bergantian untuk menunjuk pada suatu alat atau benda yang sama.
Perbedaan antara media belajar dan alat peraga lebih kepada fungsinya masing-
masing, bukan pada substansinya.
Sesuatu dikatakan alat peraga jika hanya berfungsi sebagai alat bantu saja
dan dikatakan media belajar jika sesuatu itu merupakan bagian dari seluruh
kegiatan belajar serta ada pembagian tugas kewenangan antara guru kelas dan
sumber lain. Dapat dikatakan bahwa alat peraga adalah bagian dari media belajar,
meskipun alat peraga sebagai alat bantu, namun alat peraga memegang peran
untuk meningkatkan hasil belajar dalam proses belajar mengajar.
Dengan pembelajaran menggunakan alat peraga, guru matematika
diharapkan dapat mendorong kreativitas siswa dengan cara membantu
menemukan ide dasar, aturan-aturan, dan prinsip matematika. Dengan penekanan
pada hal tersebut, diharapkan siswa pada akhirnya dapat menemukan hal-hal yang
menarik saat mempelajari matematika dan dapat menemukan, memeriksa serta
membuat generalisasi terhadap obyek yang dipelajari. Dalam mengajarkan
matematika, guru harus berusaha agar siswa memahami materi pelajaran,
sehingga minat belajar pada pelajaran matematika bertambah besar. Pengajaran
yang menggunakan banyak verbalisme tentu akan sangat membosankan bagi
siswa, sebaliknya pengajaran akan lebih menarik bila siswa gembira belajar atau
senang karena mereka merasa tertarik dan mengerti akan pelajaran yang
diterimanya. Siswa akan lebih besar minatnya pada matematika bila pelajaran itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diberikan dengan baik dan menarik. Dengan menggunakan alat peraga,
diharapkan siswa akan tertarik pada pelajaran matematika
b. Tujuan Penggunaan Alat Peraga
1) Memberikan wahana untuk meningkatkan kemampuan berpikir matematika
secara kreatif.
Bagi sebagian siswa, matematika tampak seperti suatu sistem yang kaku,
yang hanya berisi simbol-simbol dan sekumpulan dalil-dalil untuk
dipecahkan, padahal sesungguhnya matematika memiliki banyak hubungan
untuk mengembangkan kreatifitas.
2) Mengembangkan sikap.
Suasana pembelajaran matematika di kelas haruslah sedemikian rupa,
sehingga siswa dapat menyukai pelajaran tersebut, suasana semacam ini
merupakan salah satu hal yang dapat membuat siswa memperoleh
kepercayaan diri akan kemampuannya dalam belajar matematika melalui
pengalaman-pengalaman yang akrab dengan kehidupannya.
3) Menunjang matematika di luar kelas, yang menunjukkan penerapan
matematika dalam keadaan sebenarnya.
Siswa dapat menghubungkan pengalaman belajarnya dengan pengalaman
dalam kehidupan sehari-hari, siswa dapat menyelidiki atau mengamati benda-
benda di sekitarnya, kemudian mengorganisirnya untuk memecahkan suatu
masalah.
4) Memberikan motivasi dan memudahkan abstraksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dengan menggunakan alat peraga, diharapkan siswa dapat memperoleh
pengalaman-pengalaman yang baru dan menyenangkan, sehingga mereka
dapat menghubungkannya dengan matematika yang bersifat abstrak.
(Sukayati dan Agus Suharjana, 2009: 7)
Pendapat lain mengenai tujuan penggunaan alat peraga dikemukakan oleh
Moh. Uzer Usman (1989: 132) yang menyatakan bahwa tujuan penggunaan alat
peraga adalah sebagai berikut:
1) Meletakkan dasar-dasar konkret untuk berpikir, sehingga dapat mengurangi
verbalisme yaitu tahu istilah tetapi tidak tahu arti, tahu nama tetapi tidak tahu
bendanya.
2) Memperbesar perhatian siswa.
3) Membuat pelajaran lebih menetap atau tidak mudah untuk dilupakan.
4) Memberikan pengalaman yang nyata yang dapat menumbuhkan kegiatan
berusaha sendiri di kalangan siswa.
5) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu.
6) Membantu tumbuhnya pengertian dan membantu perkembangan kemampuan
berbahasa.
Manfaat lain dari alat peraga dalam proses belajar mengajar adalah:
1) Sangat menarik minat siswa dalam belajar.
2) Mendorong siswa untuk bertanya dan berdiskusi karena ia ingin mengetahui
lebih banyak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) Menghemat waktu mengajar, karena guru tidak perlu menerangkan sesuatu
dengan banyak perkataan, tetapi dengan memperlihatkan suatu gambar, benda
yang sebenarnya, atau alat yang lain.
Oemar Hamalik (1994: 18) mengemukakan bahwa melalui media atau alat
peraga, siswa akan memperoleh pengalaman yang luas dan lebih kaya. Dengan
demikian persepsinya akan menjadi lebih tepat, dan akan menimbulkan
keinginan-keinginan serta minat belajar yang baru. Hal yang perlu diperhatikan
pada pembelajaran dengan menggunakan alat peraga adalah sebagai berikut:
1) Penanaman konsep
a) Siswa perlu mempunyai kesiapan pengetahuan dan keterampilan prasyarat.
b) Siswa perlu mendapat pengalaman mengoptimalkan fungsi panca
inderanya dengan memanfaatkan multimedia yang disediakan oleh guru.
c) Siswa perlu mempunyai pengalaman mengidentifikasi contoh, dan bukan
contoh konsep.
2) Pemahaman konsep
a) Siswa perlu mempunyai kesiapan tentang konsep yang dipelajari pada
tahap sebelumnya.
b) Siswa perlu mendapat pengalaman yang cukup dengan variasi konsep.
c) Siswa perlu belajar tentang ciri, sifat, dan cara penerapan konsep.
d) Siswa perlu diberi kesempatan mengkomunikasikan pendapatnya.
3) Pembinaan keterampilan
a) Siswa dilatih mengingat dan menerapkan konsep-konsep yang telah
dipelajari pada tahap kegiatan belajar mengajar sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b) Siswa dilatih bekerja hanya dengan menggunakan simbol, tidak ada alat
peraga yang digunakan lagi.
c) Latihan bekerja dengan menggunakan waktu terbatas untuk memperkecil
waktu maksimum yang biasa digunakan siswa.
d) Dalam rangka evaluasi.
c. Persyaratan alat peraga
Sukayati dan Agus Suharjana (2009: 10) mengemukakan bahwa dalam
memilih alat peraga yang akan digunakan, hendaknya memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1) Sesuai dengan konsep matematika.
2) Dapat memperjelas konsep matematika, baik dalam bentuk real, gambar atau
diagram dan bukan sebaliknya (mempersulit pemahaman konsep matematika)
3) Tahan lama (dibuat dari bahan-bahan yang cukup kuat).
4) Bentuk dan warnanya menarik.
5) Dari bahan yang aman bagi kesehatan siswa.
6) Sederhana dan mudah dikelola.
7) Ukuran sesuai atau seimbang dengan ukuran fisik siswa.
8) Alat peraga diharapkan menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir
abstrak bagi siswa, karena alat peraga tersebut dapat dimanipulasi (dapat
diraba, dipegang, dipindahkan, dipasangkan, dan sebagainya) agar siswa
dapat belajar secara aktif baik secara individual maupun kelompok.
9) Bila mungkin alat peraga tersebut dapat berfaedah banyak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
d. Pemilihan Alat Peraga
Sukayati dan Agus Suharjana (2009: 10) mengemukakan bahwa pemilihan
alat peraga yang tepat dan digunakan secara benar diharapkan dapat:
1) Mempermudah abstraksi.
2) Memudahkan, memperbaiki, atau meningkatkan penguasaan konsep atau
fakta.
3) Memberikan motivasi.
4) Memberikan variasi pembelajaran.
5) Meningkatkan efisiensi waktu.
6) Menunjang kegiatan matematika di luar kelas yang menunjukkan penerapan
matematika pada peristiwa nyata.
7) Meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran.
e. Kegagalan Alat Peraga
Menurut Sukayati dan Agus Suharjana (2009: 11), penggunakan alat
peraga tidak selamanya mampu meningkatkan hasil belajar, lebih menarik, dan
sebagainya, adakalanya alat peraga menyebabkan hal yang sebaliknya, yaitu
menyebabkan kegagalan siswa dalam belajar. Kegagalan itu akan nampak bila:
1. Generalisasi konsep abstrak dari representasi hal-hal yang konkret tidak
tercapai.
2. Alat peraga yang digunakan hanya sekedar sajian yang tidak memiliki nilai-
nilai yang tidak menunjang konsep-konsep dalam matematika.
3. Tidak disajikan pada saat yang tepat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Memboroskan waktu.
5. Diberikan pada siswa yang sebenarnya tidak memerlukannya.
6. Tidak menarik dan mempersulit konsep yang dipelajari.
8. Langkah Pembelajaran Kooperatif
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah sebagai
berikut:
a. Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa.
2) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok secara heterogen. Setiap siswa
dalam kelompok mendapat nomor yang berbeda satu sama lain.
3) Guru mempresentasikan materi secara garis besar di depan kelas
menggunakan alat peraga.
4) Guru memberikan tugas yang harus dikerjakan secara berkelompok.
5) Siswa memposisikan dirinya sehingga duduk berdekatan dengan teman
yang sekelompok.
6) Siswa mendiskusikan persoalan yang diberikan dan bersama-sama
memecahkan persoalan yang diberikan menggunakan bantuan alat peraga
yang telah dipersiapkan oleh guru jika memang diperlukan.
7) Selama diskusi kelompok, guru bertindak sebagai motivator dan
membimbing siswa untuk belajar.
8) Kelompok merangkum semua hasil diskusi dan memastikan setiap anggota
kelompok mengetahui atau memahami hasil diskusi tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas.
10) Siswa dari kelompok lain yang masih belum paham atau berbeda pendapat
menyampaikan pertanyaan atau pendapatnya, yang dibimbing oleh guru.
11) Guru bersama dengan siswa membuat rangkuman tentang hasil presentasi
siswa.
12) Guru mengadakan kuis atau tugas secara individu.
13) Guru memberikan pujian/ penghargaan kepada masing-masing kelompok.
14) Pada pertemuan kedua dan seterusnya, penggunaan alat peraga dapat
dihilangkan apabila konsep faktorisasi aljabar yang dimiliki oleh siswa
sudah terbentuk.
b. Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achievement Division
(STAD)
1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa.
2) Guru membentuk beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari empat
sampai lima siswa dengan kemampuan yang heterogen.
3) Guru menyampaikan materi pelajaran secara garis besar menggunakan alat
peraga.
4) Bahan atau materi termasuk alat peraga yang telah dipersiapkan
didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar.
5) Guru memanggil salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil
diskusi kelompoknya.
6) Perwakilan siswa dari kelompok mempresentasikan hasil diskusinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7) Guru memfasilitasi siswa dalam bentuk rangkuman, mengarahkan, dan
memberikan penegasan pada pada materi pelajaran yang telah dipelajari.
8) Guru memberikan tes/ kuis kepada siswa secara individu.
9) Guru memberikan pujian/ penghargaan kepada kelompok berdasarkan
perolehan nilai hasil belajar individu dari skor dasar ke skor kuis
berikutnya.
10) Pada pertemuan kedua dan seterusnya, penggunaan alat peraga dapat
dihilangkan apabila konsep faktorisasi aljabar yang dimiliki oleh siswa
sudah terbentuk.
B. Penelitian yang Relevan
1. Sri Supanti Nur Hayati (2004) dalam penelitiannya yang berjudul
Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Sikap Siswa Terhadap
.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran
tanpa alat peraga. Kesamaan penelitian yang dilakukan oleh Sri Supanti
Nur Hayati dengan yang dilakukan oleh peneliti adalah keduanya sama-
sama menggunakan alat peraga, sedangkan perbedaannya adalah pada
materi pelajaran yang diteliti.
2. Robertus Margana (2010) dalam penelitiannya yang berjudul
Numbered Heads
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Together terhadap Hasil Belajar Matematika ditinjau dari Kemampuan
Awal Siswa Kelas X SMA Negeri Surakarta Tahun Pelajaran 2009/
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe NHT lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran
konvensional. Kesamaan penelitian yang dilakukan oleh Robertus
Margana dengan yang dilakukan oleh peneliti adalah keduanya sama-sama
menggunakan model pembelajaaran kooperatif tipe NHT, sedangkan
perbedaannya adalah pada materi pelajaran yang diteliti.
3. Pembelajaran
Kooperatif tipe STAD pada Pokok Bahasan Faktorisasi Suku Aljabar
Ditinjau dari Partisipasi Orangtua pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri se-
Kabupaten Ponorogo tahun pelajaran 2007/
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model
kooperatif tipe STAD lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional. Kesamaan penelitian yang dilakukan oleh Hadi Wiyono
dengan yang dilakukan oleh peneliti adalah keduanya sama-sama
menggunakan model kooperatif tipe STAD dan meneliti materi faktorisasi
suku aljabar, sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian yang
dilakukan oleh Hadi Wiyono, model pembelajaran yang dibandingkan
adalah STAD dan konvensional, sedangkan peneliti membandingkan NHT
dengan STAD.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4.
Achievement and Attitude towards Mathematics oleh Effandi Zakaria, Lu
Chung Chin and Md. Yusoff Daud tahun 2010.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran yang efektif, sehingga guru perlu menggunakannya dalam
proses pembelajaran. Perbedaan yang mendasar dengan penelitian ini
adalah ukuran populasi, subyek, variabel yang diukur, materi pokok, dan
waktu penelitian.
5. Cooperative Learning in a Competitive Environment: Classroom
Applications oleh Simon Attle dan Bob Barker tahun 2007.
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa terdapat banyak manfaat saat
melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran kooperatif. Perbedaan
yang mendasar dengan penelitian ini adalah ukuran populasi, subyek,
variabel yang diukur, materi pokok, dan waktu penelitian.
6. Effects of Numbered Heads Together on The Daily Quiz Scores and On-
Task Behavior of Students with Disabilities oleh Haydon, Maheady, dan
Hunter tahun 2010.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe NHT memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan
prestasi belajar siswa. Perbedaan yang mendasar dengan penelitian ini
adalah ukuran populasi, subyek, variabel yang diukur, materi pokok, dan
waktu penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7. Effects of Student Teams Achievement Divisions Strategy and Mathematics
Knowledge on Learning Outcomes in Chemical Kinetics oleh Adesoji dan
Ibraheem tahun 2009.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan prestasi belajar siswa. Perbedaan yang mendasar dengan
penelitian ini adalah ukuran populasi, subyek, variabel yang diukur, materi
pokok, dan waktu penelitian.
8. The Effects of Numbered Heads Together With and Without an Incentive
Package on the Science Test Performance of a Diverse Group of Sixth
Graders oleh Maheady, Michielli-Pendl, Harper, dan Mallette tahun 2006.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dengan pemberian penghargaan lebih efektif dalam
meningkatkan kemampuan siswa sehingga berdampak pada peningkatan
prestasi belajar siswa dibandingkan penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT tanpa pemberian penghargaan. Perbedaan yang
mendasar dengan penelitian ini adalah ukuran populasi, subyek, variabel
yang diukur, materi pokok, dan waktu penelitian.
C. Kerangka Pikir
Model pembelajaran yang diterapkan guru merupakan salah satu faktor
penting yang mempengaruhi kualitas pembelajaran, termasuk pembelajaran
matematika. Model pembelajaran memang bukan satu-satunya faktor yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mempengaruhi pembelajaran, karena masih terdapat beberapa faktor lain yang
juga sangat mempengaruhi keterlaksanaan pembelajaran, misal: kurikulum,
ketersediaan sarana prasarana, kualitas guru, kualitas input (siswa), kultur
sekolah, dan lain-lain. Akan tetapi, keterpenuhan faktor pendukung lain dalam
pembelajaran tidak akan efektif apabila guru tidak mampu menerapkan model
pembelajaran yang tepat di kelas. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas
pembelajaran harus meliputi perbaikan model pembelajaran oleh guru.
Keberhasilan siswa dalam melakukan aktivitas belajar dapat dilihat salah
satunya dari hasil belajarnya. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD diharapkan dapat
memberikan nuansa yang menyenangkan bagi siswa sehingga transfer materi
pembelajaran tidak terasa menjemukan. Salah satu hal yang membedakan antara
NHT dan STAD adalah pada saat guru meminta siswa untuk mempresentasikan
hasil diskusi kelompok ke depan kelas. Pada NHT, guru hanya memanggil nomor
yang dimiliki siswa tanpa tahu siapa siswa yang akan melakukan presentasi, hal
ini menyebabkan siswa memiliki kemungkinan yang sama untuk maju, sehingga
siswa dimungkinkan akan mempersiapkan diri lebih baik sebagai bentuk
antisipasi kalau dirinya yang harus maju. Hal yang berbeda pada STAD, di mana
guru meminta siswa untuk maju sebagai perwakilan kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusi, sehingga dimungkinkan yang maju adalah siswa
yang paling siap atau siswa yang memiliki kemampuan akademik lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa lain dari kelompok tersebut. Hal ini menyebabkan
tidak semua siswa mempersiapkan diri dengan baik karena ada sedikit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ketergantungan pada siswa yang dianggap paling pandai di kelompoknya. Dari
sini dapat diduga bahwa siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe
NHT memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang
dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi dimungkinkan akan
bertambah ketertarikannya terhadap mata pelajaran matematika dibandingkan
dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang ataupun rendah, hal
ini dikarenakan siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi adalah siswa
yang biasanya mempunyai rasa suka terhadap mata pelajaran matematika, oleh
karena itu diduga siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi lebih baik
prestasi belajarnya dibandingkan siswa yang memiliki minat belajar matematika
sedang maupun minat belajar matematika rendah, dan siswa yang memiliki minat
belajar matematika sedang lebih baik prestasi belajarnya dibandingkan dengan
siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah.
Siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi biasanya adalah
siswa yang lebih menyukai matematika dibandingkan dengan siswa yang
memiliki minat belajar matematika sedang maupun siswa yang memiliki minat
belajar matematika rendah, selain itu siswa yang memiliki minat belajar
matematika sedang biasanya lebih menyukai matematika dibandingkan siswa
yang memiliki minat belajar matematika rendah. Dari sini dapat diduga bahwa
pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi lebih
baik prestasi belajarnya dibandingkan siswa yang memiliki minat belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
matematika sedang maupun minat belajar matematika rendah, dan siswa yang
memiliki minat belajar matematika sedang lebih baik prestasi belajarnya
dibandingkan dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah.
Perbedaan pada NHT dan STAD dalam menentukan siswa yang harus
maju mempresentasikan hasil diskusi kelompok membuat siswa yang dikenai
model pembelajaran kooperatif tipe NHT cenderung harus lebih mempersiapkan
diri dengan lebih baik dibandingkan siswa yang dikenai model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, dari sini dapat diduga pada siswa yang memiliki minat
belajar matematika rendah, minat belajar matematika sedang, dan minat belajar
matematika tinggi, model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan
pengaruh yang lebih baik dibanding model pembelajaran kooperatif tipe STAD
terhadap prestasi belajar matematika siswa.
D. Hipotesis Penelitian
1. Siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki
prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dikenai
model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi faktorisasi suku
aljabar siswa kelas VIII SMP di Kabupaten Klaten Jawa Tengah.
2. Siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi memiliki prestasi
belajar yang lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki minat belajar
matematika sedang maupun siswa yang memiliki minat belajar matematika
rendah, siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang memiliki
prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki minat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
belajar matematika rendah pada materi faktorisasi suku aljabar siswa kelas
VIII SMP di Kabupaten Klaten Jawa Tengah.
3. Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT, siswa yang memiliki minat
belajar matematika tinggi, memiliki prestasi belajar yang lebih baik
dibandingkan siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang dan
minat belajar matematika rendah, siswa yang memiliki minat belajar
matematika sedang, memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan
siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah pada materi faktorisasi
suku aljabar siswa kelas VIII SMP di Kabupaten Klaten Jawa Tengah.
4. Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa yang memiliki minat
belajar matematika tinggi, memiliki prestasi belajar yang lebih baik
dibandingkan siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang dan
minat belajar matematika rendah, siswa yang memiliki minat belajar
matematika sedang, memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan
siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah pada materi faktorisasi
suku aljabar siswa kelas VIII SMP di Kabupaten Klaten Jawa Tengah.
5. Pada siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, model
pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi belajar yang lebih
baik dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap
prestasi belajar pada materi faktorisasi suku aljabar siswa kelas VIII SMP di
Kabupaten Klaten Jawa Tengah.
6. Pada siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang, model
pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi belajar yang lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
baik dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap
prestasi belajar pada materi faktorisasi suku aljabar siswa kelas VIII SMP di
Kabupaten Klaten Jawa Tengah.
7. Pada siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi, model
pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi belajar yang lebih
baik dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap
prestasi belajar pada materi faktorisasi suku aljabar siswa kelas VIII SMP di
Kabupaten Klaten Jawa Tengah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat, Waktu, dan Subyek Penelitian
1. Tempat dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada SMP Negeri di Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah, dengan subyek penelitiannya adalah siswa kelas VIII semester 1 tahun
pelajaran 2011/2012.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran
2011/2012 dengan tahapan sebagai berikut:
Tabel 3.1. Tahapan Penelitian
No Tahapan Waktu
Pelaksanaan Kegiatan
1 Perencanaan Maret-Juli 2011 a. Penyusunan usulan penelitian b. Penyusunan perangkat
pembelajaran dan instrumen penelitian
2 Pelaksanaan Juli-September 2011
a. Pengajuan ujicoba dan ijin penelitian
b. Ujicoba instrumen c. Analisis data hasil ujicoba serta
revisi instrumen berdasarkan hasil uji coba
d. Pengambilan data e. Analisis data awal siswa f. Pelaksanaan eksperimen g. Pengumpulan data
3 Finalisasi Oktober 2011-Januari 2012
a. Analisis data hasil penelitian b. Pelaporan hasil penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Jenis dan Desain Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental semu (quasi
experimental research). Metode eksperimental semu dipilih karena peneliti tidak
mampu mengontrol semua variabel penelitian. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Budiyono (2003: 82-83) bahwa tujuan penelitian eksperimental
semu adalah untuk memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi
informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam
keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua
variabel yang relevan. Variabel, menurut Sugiyono (2010: 2) diartikan sebagai
segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Peneliti merancang pembelajaran matematika menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD kemudian melakukan percobaan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
prestasi belajar siswa.
Budiyono (2003: 83) mengemukakan bahwa penelitian eksperimental
semu secara khusus meneliti mengenai keadaan praktis yang di dalamnya tidak
mungkin untuk mengendalikan semua variabel yang relevan kecuali beberapa dari
variabel-variabel tersebut. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Budiyono (2003:
83) yang menyatakan bahwa, sulit untuk mengendalikan semua variabel pada
penelitian yang subyeknya adalah manusia (siswa), sehingga dalam penelitian ini
yang dikendalikan adalah kemampuan awal siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan faktorial 2×3, dengan dua variabel bebas yaitu penggunaan model
pembelajaran dan minat belajar matematika siswa, serta satu variabel terikat yaitu
prestasi belajar matematika siswa. Rancangan ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Tabel 3.2. Skema Rancangan Penelitian
Model Pembelajaran Minat Belajar
Rendah (b1) Sedang (b2) Tinggi (b3) NHT (a1) ab11 ab12 ab13
STAD (a2) ab21 ab22 ab23
Keterangan:
ab11 : Kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dan memiliki minat belajar matematika rendah.
ab12 : Kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dan memiliki minat belajar matematika sedang.
ab13 : Kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dan memiliki minat belajar matematika tinggi.
ab21 : Kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dan memiliki minat belajar matematika rendah.
ab22 : Kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dan memiliki minat belajar matematika sedang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ab23 : Kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dan memiliki minat belajar matematika tinggi.
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, populasi bukan hanya sekedar
jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari tetapi meliputi seluruh
karakteristik/sifat yang dimiliki subyek atau obyek yang diteliti itu (Sugiyono,
2010: 61). Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Budiyono (2009:
121), bahwa keseluruhan pengamatan yang ingin diteliti, berhingga atau tak
berhingga, membentuk apa yang disebut populasi (universum), dengan demikian,
populasi merupakan seluruh objek individu dengan karakteristik tertentu yang
hendak diteliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri
di Kabupaten Klaten, Jawa tengah semester ganjil tahun pelajaran 2011/2012
yang terdiri dari 65 sekolah. Daftar SMP Negeri di Kabupaten Klaten
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6.
2. Sampel
Sugiyono (2010: 62), mengemukakan bahwa sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi, Budiyono (2009: 121)
mendefinisikan sampel sebagai sebagian dari populasi yang diamati. Sampel yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diambil dalam penelitian ini sebanyak tiga sekolah dengan masing-masing
sebanyak dua kelas, di mana kelas pertama digunakan sebagai kelas eksperimen
satu, sedangkan kelas kedua digunakan sebagai kelas eksperimen dua.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Untuk menentukan sampel penelitian, peneliti melakukan sampling.
Menurut Sugiyono (2010: 62), sampling adalah teknik pengambilan sampel. Hal
ini juga sesuai dengan yang disampaikan oleh Budiyono (2009: 121) bahwa
sampling merupakan suatu proses pengambilan sampel. Dalam setiap penelitian,
sampling yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk memperoleh sampel
penelitian yang mewakili populasi. Dengan meneliti sampel yang mewakili
populasi, hasil penelitian diharapkan mampu digunakan untuk menggeneralisasi
populasi. Dalam penelitian ini, sampling dilakukan dengan menggunakan teknik
stratified cluster random sampling.
Tahapan sampling yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu dari 65 SMP
yang ada di Kabupaten Klaten terlebih dahulu diurutkan berdasarkan nilai rerata
mata pelajaran matematika siswa pada ujian nasional tahun pelajaran 2009/2010.
Selanjutnya, urutan tersebut dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yakni
kelompok tinggi, sedang, dan rendah. Pengelompokkan sekolah pada masing-
masing kelompok berdasarkan ketentuan sebagai berikut.
Kelompok tinggi, X.
Kelompok sedang, X .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kelompok rendah, X .
Keterangan:
X = rerata nilai matematika pada ujian nasional tahun pelajaran 2009/2010
= rerata gabungan
= simpangan baku gabungan (Budiyono, 2011: 52).
Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rerata nilai matematika pada ujian
nasional tahun pelajaran 2009/2010, diperoleh nilai rerata sebesar 6,606, dan
simpangan baku sebesar 1,051. Dengan demikian, pengelompokkan sekolah pada
masing-masing kategori adalah sebagai berikut:
Kelompok tinggi, .
Kelompok sedang, .
Kelompok rendah, .
Pengelompokkan SMP pada masing-masing kategori selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 6.
Dari tiga kelompok SMP tersebut, diambil secara acak masing-masing satu
SMP sedemikian sehingga diperoleh satu SMP dari kelompok tinggi, satu SMP
dari kelompok sedang, dan satu SMP dari kelompok rendah, selanjutnya, dari
masing-masing SMP yang terpilih, diambil secara acak masing-masing dua kelas.
Dari dua kelas yang diperoleh, satu kelas digunakan sebagai kelas eksperimen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
satu dan satu kelas lain digunakan sebagai kelas eksperimen dua. Untuk
memenuhi asumsi acak, pemilihan sekolah, kelas ekperimen satu, dan kelas
eksperimen dua dilakukan melalui pengundian. Hasil pengundian terhadap
masing-masing SMP pada tiap kategori, dan kelas yang digunakan sebagai kelas
eksperimen satu dan eksperimen dua adalah sebagai berikut:
a. SMP Negeri 1 Manisrenggo Klaten sebagai SMP dari kelompok tinggi dengan
kelas VIII A sebagai kelas eksperimen satu, yakni kelas yang dikenai model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dan kelas VIII B sebagai kelas eksperimen
dua, yakni kelas yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
b. SMP Negeri 1 Kebonarum Klaten sebagai SMP dari kelompok sedang dengan
kelas VIII B sebagai kelas eksperimen satu, yakni kelas yang dikenai model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dan kelas VIII A sebagai kelas eksperimen
dua, yakni kelas yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
c. SMP Negeri 2 Jogonalan Klaten sebagai SMP dari kelompok rendah dengan
kelas VIII B sebagai kelas eksperimen satu, yakni kelas yang dikenai model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dan kelas VIII A sebagai kelas eksperimen
dua, yakni kelas yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Variabel Penelitian
Penelitian ini memiliki dua variabel bebas dan satu variabel terikat,
variabel bebas adalah model pembelajaran dan minat belajar matematika siswa,
sedangkan variabel terikat adalah prestasi belajar matematika siswa.
a. Variabel Bebas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Model pembelajaran
a) Definisi operasional: bentuk pembelajaran yang sistematis tergambar dari
awal sampai akhir yang disajikan secara khas untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
b) Simbol: ai, i = 1, 2; dengan a1= NHT, a2= STAD.
2) Minat belajar siswa pada pelajaran matematika
a) Definisi operasional: kecenderungan rasa suka yang lebih yang
menimbukan perasaan senang mempelajari matematika.
b) Skala pengukuran: skala interval yang diubah ke dalam skala ordinal yang
terdiri dari 3 kategori skor sebagai berikut.
minat belajar tinggi: .
minat belajar sedang: .
minat belajar rendah .
Dengan = rerata skor angket minat belajar siswa, dan s = simpangan
baku.
c) Simbol: bj, j = 1, 2, 3; dengan b1: minat belajar matematika rendah, b2:
minat belajar matematika sedang, dan b3: minat belajar matematika tinggi.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) Definisi operasional: penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dapat
dinyatakan dalam bentuk indikator yang diperoleh dari hasil belajar
matematika.
2) Skala pengukuran: skala interval.
3) Simbol: ab.
2. Metode Pengumpulan Data
Metode atau instrumen pengumpul data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.
a. Metode Dokumentasi
Budiyono (2003: 54) mengemukakan bahwa metode dokumentasi adalah
cara pengumpulan data dengan melihat dokumen-dokumen yang telah ada. Pada
penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data nilai
ulangan siswa yang dijadikan sebagai sampel penelitian pada mata pelajaran
matematika sebelum diadakan penelitian, yang untuk selanjutnya disebut data
kemampuan awal siswa. Data nilai siswa tersebut digunakan untuk uji
keseimbangan rerata antara kelompok eksperimen satu dengan kelompok
eksperimen dua, selain itu metode dokumentasi dipergunakan untuk mendapatkan
data mengenai rerata nilai matematika pada ujian nasional tahun 2009/2010, data
mengenai jumlah dan nama siswa yang dijadikan sampel penelitian pada SMP
yang terpilih pada masing-masing kelompok.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Metode Angket
Budiyono (2003: 47) mengemukakan bahwa metode angket adalah cara
pengumpulan data melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan tertulis kepada
subjek penelitian, responden, atau sumber data dan jawabannya diberikan pula
secara tertulis. Pada penelitian ini, metode angket dipergunakan untuk
memperoleh data mengenai minat belajar matematika siswa. Instrumen angket
minat belajar matematika siswa pada penelitian ini direncanakan sebanyak 30
butir soal, sehingga dalam uji coba instrumen angket minat belajar matematika
siswa diperlukan sebanyak 40 butir soal, hal ini sesuai dengan yang disampaikan
oleh Budiyono (2011: 29), di mana masing-masing butir soal instrumen angket
minat belajar siswa memiliki 4 alternatif pilihan jawaban yaitu sangat setuju,
setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Untuk pertanyaan yang bersifat positif
maupun negatif skor diberikan sebagai berikut:
Tabel 3.3. Pemberian Skor Angket Skala Likert
Pernyataan Positif Pernyataan Negatif Skor Sangat Setuju Sangat Tidak Setuju 4
Setuju Tidak Setuju 3 Tidak Setuju Setuju 2
Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju 1
Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Budiyono, (2011: 44).
c. Metode Tes
Budiyono (2003: 54) mengemukakan bahwa metode tes adalah cara
pengumpulan data yang menghadapkan sejumlah pertanyaan-pertanyaan atau
suruhan-suruhan kepada subyek penelitian. Pada penelitian ini, metode tes
dipergunakan untuk mengukur hasil belajar siswa, baik yang dikenai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT maupun
yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Metode tes ini diberikan
setelah siswa diberi perlakuan. Instrumen tes prestasi belajar matematika siswa
pada penelitian ini direncanakan sebanyak 30 butir soal, sehingga dalam uji coba
instrumen tes prestasi belajar matematika siswa diperlukan sebanyak 40 butir soal,
hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Budiyono (2011: 29).
3. Uji Coba Instrumen Angket Minat Belajar Matematika
Guna menjamin bahwa instrumen angket yang dipakai dalam penelitian ini
telah memenuhi kelayakan, sebelum digunakan angket akan diuji coba terlebih
dahulu. Adapun uji coba instrumen angket yang dilakukan adalah meliputi: uji
validitas, konsistensi internal, dan reliabilitas.
a. Uji Validitas
Budiyono (2003: 58) mengemukakan bahwa pada beberapa instrumen,
validitas bergantung pada ketepatan pemilihan sampel atas domain atau isi
tertentu suatu behaviour (tingkah laku). Validitas isi menunjukkan sejauh mana
item-item dalam angket mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur
oleh tes itu (isinya harus tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan
pengukuran). Pengujian validitas isi tidak melalui analisis statistika tetapi analisis
rasional yaitu dengan melihat apakah item-item angket telah ditulis sesuai dengan
blue-printnya yaitu telah sesuai dengan batasan domain ukur yang telah
ditetapkan semula dan memeriksa apakah masing-masing item telah sesuai
dengan indikator perilaku yang hendak diungkap, selain itu, Budiyono (2003: 59)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
juga mengemukakan bahwa untuk menilai apakah suatu angket mempunyai
validitas yang tinggi atau tidak, biasanya dilakukan melalui expert judgment yaitu
penelaahan validasi yang dilakukan oleh pakar. Dalam penyusunan dan
pengembangan berbagai tes ataupun angket, pengujian validitas suatu instrumen
dalam menjalankan fungsi ukurnya seringkali dapat dilakukan dengan melihat
sejauh mana kesesuaian antara hasil ukur instrumen tersebut dengan hasil
instrumen lain yang sudah teruji kualitasnya atau dengan ukuran-ukuran yang
dianggap reliabel. Penilaian instrumen angket mempunyai validitas isi yang tinggi
ataupun tidak, biasanya dilakukan oleh validator, sehingga suatu butir angket
dikatakan valid jika sudah dilakukan penilaian oleh validator.
b. Uji Konsistensi Internal
Untuk menentukan konsistensi internal masing-masing butir dilihat dari
korelasi antara butir-butir tersebut dengan skor totalnya. Adapun uji konsistensi
internal angket dalam penelitian ini menggunakan rumus dari Kearl Pearson
sebagai berikut (Budiyono, 2009: 270)
dengan
= indeks konsistensi internal untuk butir ke-i.
= banyak subyek yang dikenai tes instrumen.
= skor untuk butir ke-i dari subyek uji coba.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
= total skor dari subyek uji coba.
Setiap item pernyataan pada instrumen angket minat belajar matematika siswa
dikatakan konsisten apabila memenuhi kriteria indeks konsistensi internal ( )
, dan dikatakan tidak konsisten apabila tidak memenuhi kriteria indeks
konsitensi internal, sehingga penentuan butir pernyataan yang dapat digunakan
sebagai butir instrumen angket minat belajar matematika siswa adalah butir
tersebut harus konsisten atau memiliki indeks konsistensi internal ( ) .
c. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas instrumen angket ini menggunakan teknik Cronbach Alpha
(Budiyono, 2003: 70):
dengan
= indeks reliabilitas angket.
= banyaknya butir angket.
= variansi butir ke-i, i .
= variansi skor-skor yang diperoleh subyek uji coba.
Instrumen angket dikatakan reliabel apabila , sehingga suatu instrumen
angket dapat digunakan apabila memiliki indeks reliabilitas angket .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. Uji Coba Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika
a. Uji Validitas
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa instrumen dalam
penelitian ini meliputi instrumen minat belajar matematika siswa dan instrumen
pengumpul data yang berupa soal tes prestasi belajar matematika. Menurut Allen
dan Yen dalam Budiyono (2003: 60), terdapat dua hal utama dalam validitas isi,
yaitu validitas dari segi tampilannya (face validity) dan validitas logis (logical
validity). Guna memenuhi validitas tampilan digunakan teknik expert judgement
dan guna memenuhi validitas logisnya dibuat kisi-kisi Tabel spesifikasi tes yang
menggambarkan domain hasil belajar yang diukur. Pada uji coba instrumen tes
prestasi belajar matematika ini, validitas isi yang digunakan adalah validitas logis.
Para pakar yang dilibatkan dalam validasi instrumen adalah untuk melihat
kesesuaian antar soal dengan kunci jawaban, kesesuaian dengan kisi-kisi soal,
serta kesesuaian soal dengan indikator. Penilaian instrumen tes biasanya
dilakukan oleh validator, sehingga suatu butir tes dikatakan valid jika sudah
dilakukan penilaian oleh validator.
b. Uji Tingkat Kesukaran
Budiyono (2011: 30) mengemukakan bahwa tingkat kesukaran butir soal
menyatakan proporsi banyaknya peserta yang menjawab benar butir soal tersebut
terhadap seluruh peserta tes. Rumus indeks tingkat kesukaran yaitu:
dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
= indeks tingkat kesukaran suatu butir soal.
= banyak siswa yang menjawab benar.
= banyak peserta tes.
Butir soal dikatakan memiliki tingkat kesukaran yang baik apabila ,
sehingga butir soal memenuhi kriteria butir soal yang baik dan dapat
dipergunakan sebagai butir soal pada instrumen tes prestasi belajar apabila indeks
tingkat kesukaran butir soal berada pada interval .
c. Uji Daya Pembeda
Budiyono (2011: 31) mengemukakan bahwa daya pembeda suatu butir
soal dapat digunakan untuk membedakan siswa yang pandai dengan siswa tidak
pandai. Rumus indeks daya beda yang digunakan adalah:
dengan
= indeks daya pembeda butir soal.
= banyaknya responden.
= skor butir.
= Skor total.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Butir soal dikatakan memiliki indeks daya pembeda yang baik apabila ,
hal ini berarti suatu butir soal memenuhi indeks daya pembeda yang baik dan
dapat dipergunakan sebagai butir instrumen tes prestasi belajar siswa apabila
memiliki indeks daya pembeda .
d. Uji Reliabilitas
Instrumen tes prestasi belajar matematika yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tes obyektif jenis pilihan berganda dengan empat alternatif
pilihan jawaban, di mana setiap jawaban benar diberi skor 1 dan setiap jawaban
salah atau tidak menjawab diberi skor 0. Perhitungan reliabilitas instrumen tes
prestasi belajar siswa ini menggunakan rumus Kuder-Richardson dengan KR-20
dalam Budiyono (2003: 69), yaitu:
,
dengan
= indeks reliabilitas tes instrumen.
= banyaknya butir instrumen.
= variansi total.
= proporsi banyaknya subyek yang menjawab benar pada butir ke-i.
= 1- .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Suatu instrumen tes dikatakan reliabel apabila > 0, 70, hal ini berarti bahwa
suatu instrumen tes dikatakan reliabel dan dapat dipergunakan sebagai instrumen
tes prestasi belajar matematika apabila memiliki indeks reliabilitas tes > 0, 70.
E. Teknik Analisis Data
Sebelum melakukan eksperimen, terlebih dahulu dilakukan uji
keseimbangan terhadap kemampuan awal matematika siswa pada kelompok
eksperimen satu dan kelompok eksperimen dua. Uji keseimbangan ini
dilakukan dengan menguji kesamaan rerata kemampuan awal matematika,
yakni rerata nilai ulangan harian terakhir pada saat siswa berada pada kelas VII
tahun pelajaran 2010/ 2011. Untuk keperluan tersebut, data dianalisis meng-
gunakan uji-t, sebelum data dianalisis menggunakan uji-t, terhadap data
tersebut dilakukan uji prasyarat, sebagai tahapan dalam melakukan analisis
data statistik sebagai berikut:
1. Uji Prasyarat Analisis
Uji prasyarat untuk uji keseimbangan ini meliputi uji homogenitas variansi
populasi dan uji normalitas populasi. Uji homogenitas diperlukan untuk
mengetahui apakah variansi kedua kelompok sampel berasal dari populasi yang
homogen, sedangkan uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah kedua
kelompok sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
a. Uji Homogenitas Varinsi Populasi
Prosedur untuk melakukan uji homogenitas adalah sebagai berikut:
1) (variansi populasi homogen).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tidak semua variansi sama (variansi populasi tidak homogen).
2)
3) Statistik uji:
= banyaknya populasi= banyaknya sampel.
N = banyak seluruh nilai.
nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j.
fj = nj-1= derajat kebebasan untuk ; j .
f = = derajat kebebasan untuk RKG.
c = .
RKG = rerata kuadrat galat = .
SSj = .
4) Daerah kritik:
DK = .
5) Keputusan uji:
ditolak apabila statistik uji berada pada daerah kritik.
(Budiyono: 2009: 176)
b. Uji Normalitas
Prosedur untuk melakukan uji normalitas adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1) : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
: sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
2)
3) Statistik uji:
= proporsi cacah terhadap seluruh
4) Daerah kritik:
DK = , dengan n adalah banyaknya sampel.
5) Keputusan uji: ditolak apabila nilai statistik uji berada dalam daerah
kritik, Budiyono (2009: 170-171).
2. Uji Keseimbangan
Tahapan selanjutnya dalam melakukan analisis data setelah melakukan uji
homogenitas dan uji normalitas adalah melakukan uji keseimbangan dua
kelompok yang dijadikan subjek penelitian. Data nilai terakhir ulangan
matematika kelas VII semester 2 tahun ajaran 2010/ 2011 dipergunakan untuk
mengetahui apakah kedua kelompok dalam keadaan seimbang, hal ini bertujuan
untuk mengetahui apakah kedua populasi berada dalam keadaan awal yang
seimbang, sehingga apabila ada perubahan setelah penelitian benar-benar
dikarenakan karena adanya perlakuan, bukan karena faktor yang lain.
Prosedur untuk melakukan uji keseimbangan adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Hipotesis:
H0 : (Kedua populasi mempunyai kemampuan awal yang sama)
H1 : (Kedua populasi tidak mempunyai kemampuan awal yang
sama)
b.
c. Statistik uji:
Apabila sampel berasal dari populasi berdistribusi normal dan memiliki
variansi yang homogen, maka:
Apabila sampel berasal dari populasi berdistribusi normal dan tidak memiliki
variansi yang homogen, maka:
, dengan
= rerata kelompok pertama.
= rerata kelompok kedua.
= simpangan baku gabungan.
= banyaknya sampel pada kelompok pertama.
= banyaknya sampel pada kelompok kedua.
d. Daerah kritik:
Apabila variansi homogen:
DK=
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Apabila variansi tidak homogen:
DK={t t atau t }
e. Keputusan uji:
H0 ditolak apabila t hitung berada pada daerah kritik.
Hal ini sesuai yang dikemukakan Walpole dalam Budiyono (2009: 151).
3. Uji Hipotesis
Langkah selanjutnya setelah uji keseimbangan dipenuhi, maka data prestasi
belajar siswa dianalisis menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak
sama, namun sebelum dianalisis diperlukan uji prasyarat untuk analisis variansi
dua jalan dengan sel tak sama yang meliputi uji normalitas populasi dan uji
homogenitas variansi populasi dengan cara yang sama dengan uji normalitas
populasi dan homogenitas variansi populasi pada uji keseimbangan. Model untuk
data populasi pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.4 Tata Letak Data Sampel pada Anava Dua Jalan Sel Tak Sama
Minat Belajar
Model (B) Pembelajaran (A)
Rendah
(b1)
Sedang
(b2)
Tinggi
(b3)
NHT (a1)
X111
X112
...
X121
X122
...
X131
X132
...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
STAD (a2)
X211
X212
...
X221
X222
...
X231
X322
...
Model untuk data populasi pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak
sama adalah sebagai berikut:
dengan:
= data amatan ke-k pada baris ke-i kolom ke-j.
= rerata dari seluruh data.
= efek baris ke-i pada variabel terikat.
= efek kolom ke-j pada variabel terikat.
= interaksi baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat.
= deviasi data terhadap rerata populasinya ( yang berdistribusi
normal dengan rataan 0.
i = p; p = banyaknya baris.
j = q; q = banyaknya kolom.
k = 1, 2, nij; nij: banyak data amatan pada sel ij. (Budiyono, 2009: 209).
Prosedur dalam pengujian hipotesis adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Hipotesis
1) H0A : , untuk setiap i = 1, 2
H1A : paling sedikit ada satu
2) H0B : , untuk setiap j = 1, 2, 3
H1A : paling sedikit ada satu
3) H0AB : , untuk setiap i = 1, 2; j = 1, 2, 3
H1AB : paling sedikit ada satu
b. Komputasi
1) Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama didefinisikan notasi
sebagai berikut:
nij = ukuran sel ij (sel pada baris ke-i, dan kolom ke-j).
= banyaknya data amatan pada sel ij.
= frekuensi sel ij.
= rerata harmonik frekuensi seluruh sel = .
N = = banyak seluruh data amatan.
= jumlah kuadrat deviasi data amatan pada sel ij.
= rerata pada sel ij.
Ai = = jumlah rerata pada baris ke-i.
Bi = = jumlah rerata pada kolom ke-j.
G = = jumlah rerata semua sel.
untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besaran-besaran (1), (2), (3),
(4), dan (5) sebagai berikut:
(1) = .
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(2) = .
(3) .
(4) .
(5) .
2) Pada analisis variansi dua jalan terdapat lima jumlah kuadrat yaitu:
JKA = {(3) (1)}.
JKB = {(4) (1)}.
JKAB = {(1) + (5) (3) (4)}.
JKG = (2).
JKT = JKA + JKB + JKAB + JKG.
dengan
JKA = jumlah kuadrat baris.
JKB = jumlah kuadrat kolom.
JKAB = jumlah kuadrat interaksi antara baris dan kolom.
JKG = jumlah kuadrat galat.
JKT = jumlah kuadrat total.
3) Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat tersebut adalah
dkA = p 1.
dkB = q 1.
dkAB = (p 1)(q 1).
dkG = N pq.
dkT = N-1.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4) Rataan kuadrat
5) Statistik uji
Untuk H0A adalah FA = .
Untuk H0B adalah FB = .
Untuk H0AB adalah FAB = .
Dengan p adalah banyak baris, q adalah banyak kolom, dan N adalah banyaknya
sampel data. (Budiyono: 2009, 214).
6)
7) Daerah kritik:
Daerah kritik untuk FA adalah DK = {F F }
Daerah kritik untuk FB adalah DK = { F F }
Daerah kritik untuk FAB adalah DK = { F F }
8) Keputusan uji:
H0 ditolak apabila Fhitung terletak pada daerah kritik
9) Rangkuman analisis
Tabel 3.5. Rangkuman Analisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sumber JK dk RK Fhit FTabel p Baris (A) JKA p 1 RKA Fa FTabel atau
Kolom (B) JKB q 1 RKB Fb FTabel atau Interaksi (AB) JKAB (p 1)(q
1) RKAB Fab FTabel atau
Galat(G) JKG N pq RKG Total (T) JKT N 1
(Budiyono: 2009: 228-231).
4. Uji Lanjut Pasca Anava
Uji lanjut pasca anava merupakan uji tindak lanjut dari analisis variansi
apabila hasil analisis variansi menunjukkan terdapat hipotesis nol yang ditolak.
Dalam penelitian ini, uji lanjutan setelah analisis variansi menggunakan metode
Scheffe karena metode ini mampu
menghasilkan beda rerata dengan tingkat signifikan yang kecil, hal ini sesuai
dengan yang disampaikan oleh Fergunson dalam Budiyono (2009: 202). Langkah-
langkah metode Scheffe adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi semua pasangan komparasi rerata yang ada.
b. Merumuskan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi tersebut.
c. Menentukan taraf signifikansi sebesar 5%.
d. Mencari harga statistik uji F.
e. Menentukan daerah kritik.
f. Menentukan keputusan uji.
g. Menentukan kesimpulan dari keputusan uji yang ada.
1) Uji Komparasi Rerata Antar Baris
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penelitian ini hanya menggunakan dua kategori model pembelajaran, sehingga
apabila H0A ditolak, maka uji komparasi rerata antar baris tidak perlu
dilakukan, karena untuk mengetahui model pembelajaran mana yang
memberikan pengaruh lebih baik dapat dengan melihat rerata marginal dari
masing-masing model pembelajaran. Jika rerata marginal model pembelajaran
kooperatif tipe NHT lebih besar dibandingkan rerata marginal model
pembelajaran kooperatif tipe STAD, maka prestasi belajar matematika siswa
yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik
dibandingkan prestasi belajar matematika siswa yang dikenai model
pembelajaran kooperatif tipe STAD, demikian juga sebaliknya, hal ini sesuai
dengan yang disampaikan oleh Budiyono (2009: 220).
2) Uji Komparasi Rerata Antar Kolom
Jika H0B ditolak, maka perlu dilakukan uji komparasi rerata antar kolom.
Prosedur untuk pengujian hipotesis pada uji komparasi rerata antar kolom
adalah sebagai berikut.
a) Hipotesis
H0 : µ.i = µ.j
H1 : µ.i .j
b)
c) Statisik uji
dengan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
= nilai Fhitung pada perbandingan kolomke-i dan kolom ke-j.
= rerata pada kolom ke-i.
= rerata pada kolom ke-j.
= rerata kuadrat galat
= ukuran sampel kolom ke-i.
= ukuran sampel kolom ke-j.
d) Daerah kritik:
DK = {F F }
e) Keputusan uji
H0 ditolak apabila Fhitung berada pada daerah kritik. (Budiyono, 2009:
216).
3) Uji Komparasi Rerata Antar Sel
Jika H0AB ditolak, maka perlu dilakukan uji komparasi rerata antar sel, baik
antar sel pada baris yang sama maupun antar sel pada kolom yang sama.
Prosedur untuk pengujian hipotesis pada uji komparasi rerata antar sel adalah
sebagai berikut.
a) Uji Komparasi Rerata Antar Sel pada Baris yang Sama
(1) Hipotesis
H0 : µij = µik
H1 : µij ik,
(2)
(3) Statisik uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan
= nilai Fhitung pada perbandingan rerata pada sel ij dan sel ik.
= rerata pada sel ij.
= rerata pada sel ik.
= rerata kuadrat galat.
= ukuran sel ij.
= ukuran sel ik.
(4) Daerah kritik
DK = {F F }.
(5) Keputusan uji
H0 ditolak apabila Fhitung berada pada daerah kritik.
(Budiyono, 2009: 217).
b) Uji Komparasi Rerata Antar Sel Pada Kolom yang Sama
(1) Prosedur hipotesis
H0 : µij = µkj
H1 : µij kj,
(2)
(3) Statisik uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan
= nilai Fhitung pada perbandingan rerata pada sel ij dan sel kj.
= rerata pada sel ij.
= rerata pada sel kj.
= rerata kuadrat galat.
= ukuran sel ij.
= ukuran sel kj.
(4) Daerah kritik:
DK = {F F }.
(5) Keputusan uji:
H0 ditolak apabila Fhitung berada pada daerah kritik.
(Budiyono, 2009: 216).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Sesuai dengan penelitian yang telah dilaksanakan, berikut akan diuraikan
hasil penelitian yang telah diperoleh.
1. Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi instrumen angket
minat belajar matematika siswa dan instrumen tes prestasi belajar matematika. Uji
coba instrumen ini dilakukan di SMP Negeri Prambanan 2 Klaten semester I
tahun pelajaran 2011/2012. Berdasarkan hasil uji coba instrumen, diperoleh data
sebagai berikut.
a. Uji Coba Instrumen Angket Minat Belajar Matematika Siswa
Instrumen angket minat belajar matematika siswa ini merupakan angket
tertutup yang disusun oleh peneliti berbentuk soal pilihan ganda sebanyak 40 item
pernyataan dengan empat pilihan jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju,
dan sangat tidak setuju. Instrumen angket minat belajar matematika siswa yang
diujicobakan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8, tahapan selanjutnya
dalam uji coba instrumen angket minat belajar matematika siswa sesuai dengan
yang direncanakan peneliti adalah sebagai berikut.
1) Validitas Isi
Kriteria penelaahan validitas isi instrumen angket minat belajar
matematika siswa ini meliputi aspek materi, konstruksi, dan bahasa. Penelahaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ini dilakukan dengan menggunakan lembar check list oleh Riyanto, S.Pd, guru
matematika SMP Negeri 2 Prambanan Klaten, Tri Rahajoe Saparini, S.Pd, guru
matematika SMP Negeri 2 Prambanan Klaten, dan Adkha Masita, S.Pd, guru
matematika SMP Negeri 2 Jogonalan.
Dari hasil validasi oleh validator diperoleh kesimpulan bahwa instrumen
angket minat belajar matematika siswa tersebut sudah sesuai dengan kriteria
penelaahan butir pernyataan yang baik dan layak digunakan untuk penelitian
ditinjau dari validitas isi. Hasil lembar check list penelaahan validitas isi
instrumen angket minat belajar siswa ini dapat dilihat pada Lampiran 9.
2) Konsistensi Internal
Dalam penelitian ini, butir pernyataan instrumen angket minat belajar
matematika siswa yang digunakan untuk mengumpulkan data minat belajar
matematika siswa adalah butir pernyataan yang memiliki konsistensi internal baik,
yakni dengan indeks konsistensi internal lebih dari atau sama dengan 0,3 (rxy
0,3). Hasil perhitungan indeks konsistensi internal butir pernyataan instrumen
angket minat belajar matematika siswa menunjukkan dari 40 butir pernyataan
yang diujicobakan terdapat 9 butir pernyataan, yaitu butir pernyataan nomor 2, 18,
22, 26, 27, 28, 30, 32, dan 36 yang memiliki indeks konsistensi internal kurang
dari 0,3, sehingga 9 butir pernyataan tersebut tidak bisa dipergunakan sebagai
butir instrumen angket minat belajar matematika siswa. Sedangkan ke-31 butir
pernyataan yang lainnya memiliki indeks konsistensi internal lebih dari atau sama
dengan 0,3 sehingga dapat dipergunakan sebagai butir instrumen angket minat
belajar matematika siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dilihat dari rancangan instrumen angket minat belajar matematika yang
direncanakan sebanyak 30 butir pernyataan, dengan menggunakan 31 butir
pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa instrumen angket minat belajar
matematika yang diperoleh masih memenuhi konstruk instrumen angket minat
belajar matematika siswa yang dapat digunakan untuk mengambil data. Dengan
demikian diperoleh instrumen angket minat belajar siswa dengan 31 butir
pernyataan yang memenuhi uji validitas dan memenuhi kriteria indeks konsistensi
internal butir yang layak digunakan untuk mengambil data. Data hasil perhitungan
uji konsistensi internal butir pernyataan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
10.
3) Reliabilitas
Dalam penelitian ini, instrumen angket minat belajar matematika siswa
yang dipergunakan untuk mengumpulkan data minat belajar siswa adalah
instrumen angket minat belajar siswa yang memiliki koefisien reliabilitas lebih
dari 0,70 (r11 > 0,70). Berdasarkan hasil perhitungan terhadap instrumen angket
minat belajar matematika siswa yang terdiri dari item-item pernyataan yang
tergolong valid ditinjau dari uji validitas dan uji konsistensi internal, diperoleh
koefesien reliabilitas sebesar 0,94. Perhitungan uji reliabilitas selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 11.
4) Penetapan Instrumen Angket Minat Belajar Matematika Siswa
Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas, instrumen angket ini
memiliki koefesien reliabilitas (r11) sebesar 0,94 sehingga instrumen angket minat
belajar matematika siswa ini ditetapkan sebagai instrumen angket minat belajar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
matematika siswa yang digunakan untuk mengumpulkan data minat belajar
matematika siswa, instrumen angket minat belajar matematika siswa
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.
b. Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika Siswa
Untuk memperoleh instrumen tes prestasi belajar matematika siswa yang
dipergunakan dalam penelitian, dilakukan uji coba instrumen tes prestasi belajar
matematika siswa yang terdiri dari 40 butir soal dengan masing-masing memiliki
empat pilihan jawaban. Instrumen tes prestasi belajar matematika siswa yang
diujicobakan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Langkah-langkah uji
coba instrumen tes prestasi belajar matematika siswa adalah sebagai berikut.
1) Validitas Isi
Kriteria penelaahan validitas isi instrumen tes prestasi belajar matematika
siswa ini meliputi aspek materi, konstruksi, dan bahasa. Penelahaan ini dilakukan
dengan menggunakan lembar check list oleh Riyanto, S.Pd, guru matematika
SMP Negeri 2 Prambanan Klaten, Tri Rahajoe Saparini, S.Pd, guru matematika
SMP Negeri 2 Prambanan Klaten, dan Adkha Masita, S.Pd, guru matematika
SMP Negeri 2 Jogonalan.
Dari hasil validasi oleh validator diperoleh kesimpulan bahwa instrumen
tes prestasi belajar matematika siswa tersebut sudah sesuai dengan kriteria
penelaahan butir soal yang baik dan layak digunakan untuk penelitian ditinjau dari
validitas isi. Hasil lembar check list penelaahan validitas isi instrumen tes
prestasi belajar matematika siswa ini dapat dilihat pada Lampiran 15.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2) Uji Tingkat Kesukaran Butir Soal
Dalam penelitian ini, butir soal yang dipergunakan untuk mengumpulkan
data prestasi belajar matematika siswa adalah butir soal yang memiliki tingkat
kesukaran sedang, yakni memiliki indeks kesukaran lebih dari atau sama dengan
0,3 dan kurang dari atau sama dengan 0,7 (0,30 0,70). Hasil perhitungan
tingkat kesukaran butir tes terhadap 40 butir tes yang diujicobakan menunjukkan
terdapat dua butir tes yang tergolong mudah yaitu butir nomor 36 dan 37, dan
sebanyak 38 butir soal yang lain tergolong sedang.
Berdasarkan kriteria tingkat kesukaran butir tes yang akan digunakan
untuk mengambil data, maka butir soal nomor 36 dan 37 tidak memenuhi kriteria
indeks tingkat kesukaran yang baik sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai
butir instrumen tes prestasi belajar matematika. Ditinjau dari rancangan instrumen
tes prestasi belajar matematika siswa yang direncanakan sebanyak 30 butir soal,
maka dengan menggunakan 38 butir soal tes tersebut dapat dilihat bahwa
instrumen tes prestasi belajar matematika siswa yang diperoleh masih memenuhi
konstruk tes yang akan digunakan untuk mengambil data. Data perhitungan uji
tingkat kesukaran butir soal selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16.
3) Uji Daya Pembeda
Dalam penelitian ini, butir soal yang dipergunakan untuk mengumpulkan
data prestasi belajar matematika siswa adalah butir soal yang memenuhi uji
validitas, memiliki tingkat kesukaran sedang, dan memiliki daya pembeda baik,
yakni dengan indeks daya pembeda lebih dari atau sama dengan 0,3 (rxy 0,3).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hasil perhitungan daya pembeda butir soal terhadap 38 butir soal yang baik
ditinjau dari uji validitas dan uji tingkat kesukaran menunjukkan terdapat 5 butir
soal dengan indeks daya pembedanya kurang dari 0,3 yaitu butir soal nomor 6, 7,
11, 14, dan 40, dengan demikian, dari 38 butir soal yang telah memenuhi uji
validitas dan uji tingkat kesukaran, diperoleh 33 butir soal yang memenuhi uji
validitas, uji tingkat kesukaran soal, dan uji daya pembeda. Dilihat dari rancangan
instrumen tes prestasi belajar matematika siswa, dengan menggunakan 33 butir
soal tes tersebut, dapat dilihat bahwa instrumen tes prestasi belajar matematika
siswa masih memenuhi konstruk tes yang akan digunakan untuk mengambil data,
perhitungan uji daya pembeda selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17.
4) Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini, instrumen tes prestasi belajar matematika siswa yang
digunakan untuk mengumpulkan data tes prestasi belajar siswa adalah instrumen
tes prestasi belajar siswa yang memiliki koefisien reliabilitas lebih dari 0,70 (r11 >
0,70). Perhitungan indeks reliabilitas instrumen tes dilakukan terhadap instrumen
tes prestasi belajar matematika siswa yang terdiri dari 30 butir yang akan
digunakan untuk mengambil data, yaitu dengan tidak menyertakan butir nomor 2,
6, 7, 11, 14, 31, 36, 37, 38, dan 40 dari instrumen tes prestasi belajar matematika
siswa yang telah diujicobakan dikarenakan butir tersebut tidak valid ditinjau dari
validitas isi, uji tingkat kesukaran, uji daya pembeda, dan juga peneliti
merencanakan hanya menggunakan 30 butir soal untuk digunakan dalam
instrumen tes prestasi belajar matematika siswa. Berdasarkan hasil perhitungan uji
reliabilitas, instrumen tes prestasi belajar matematika siswa tersebut memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
indeks reliabilitas sebesar 0,82. Perhitungan uji reliabilitas selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 18.
5) Penetapan Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika Siswa
Berdasarkan hasil perhitungan uji reliabilitas, instrumen tes prestasi
belajar matematika siswa ini memiliki koefisien reliabilitas (r11) sebesar 0,82
sehingga instrumen tes prestasi belajar matematika siswa ini ditetapkan sebagai
instrumen tes prestasi belajar matematika siswa. Instrumen tes prestasi belajar
matematika siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 19.
2. Deskripsi Data Kemampuan Awal
Dari kelompok siswa yang terpilih sebagai kelompok eksperimen 1
maupun eksperimen 2, selanjutnya peneliti mengambil data nilai ulangan
matematika siswa pada masing-masing kelas eksperimen tersebut, data yang
diambil adalah data nilai ulangan terakhir saat siswa berada pada kelas VII
semester 2 tahun ajaran 2010/2011. Statistik deskriptif data kemampuan awal
siswa (dalam skala nilai 0-100) untuk masing-masing kelompok eksperimen dapat
dilihat pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1. Statistik Deskriptif Data Kemampuan Awal Siswa
Kelompok
N
Interval nilai Nilai
terendah Nilai
tertinggi
Rerata
Simpangan baku
Eksperimen 1 120 0-100 56 90 73,32 8,5
Eksperimen 2 120 0-100 55 90 73,38 7,74
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Data kemampuan awal siswa untuk masing-masing kelompok eksperimen
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 20.
3. Uji Keseimbangan
Setelah diperoleh data kemampuan awal siswa pada masing-masing
kelompok eksperimen, langkah selanjutnya adalah menguji data kedua kelompok
tersebut apakah keduanya dalam keadaan yang seimbang sebelum dilakukan
penelitian, untuk memenuhi persyaratan uji keseimbangan kemampuan awal yang
dilakukan dengan menggunakan uji-t, terhadap setiap kelompok data dilakukan uji
homogenitas dan uji normalitas dengan menggunakan metode Lilliefors.
a. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah variansi populasi
dari kedua sampel homogen. Rangkuman hasil uji homogenitas data kemampuan
awal disajikan pada Tabel 4.2 berikut:
Tabel 4.2. Rangkuman Hasil Uji Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal Siswa
H0 DK Keputusan
Variansi populasi homogen
1,048 3,841 H0 tidak ditolak
Dari rangkuman hasil uji homogenitas data kemampuan awal siswa pada
Tabel 4.2, dapat dilihat bahwa nilai tidak lebih dari nilai sehingga H0
tidak ditolak, hal ini berarti bahwa variansi kedua kelompok data homogen.
Perhitungan uji homogenitas data kemampuan awal siswa selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 21.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Uji Normalitas
Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelompok
data berdistribusi normal. Rangkuman hasil uji normalitas data kemampuan awal
siswa disajikan pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Siswa
H0 Kelompok Lmaks Ltabel DK Keputusan Uji Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Eksperimen 1 0,0684 0,0808
H0 tidak ditolak
Eksperimen 2 0,0699 0,0808 H0 tidak ditolak
Dari rangkuman hasil uji normalitas data kemampuan awal siswa pada
Tabel 4.3, dapat dilihat bahwa nilai tidak melebihi nilai , sehingga H0
tidak ditolak, hal ini berarti bahwa masing-masing kelompok sampel data berasal
dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas data
kemampuan awal siswa selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 22.
c. Hasil Uji Keseimbangan
Berdasarkan hasil uji prasyarat untuk uji keseimbangan, yaitu uji
homogenitas dan uji normalitas di atas, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan uji keseimbangan kemampuan awal siswa antara kelompok
eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2, uji ini dilakukan untuk melihat apakah
kemampuan awal kedua kelompok dalam keadaan seimbang sebelum dilakukan
penelitian sehingga apabila ada perbedaan kemampuan setelah dilakukan
penelitian adalah benar-benar dikarenakan perlakuan yang diberikan pada saat
penelitian. Perhitungan uji keseimbangan menggunakan uji-t. Rangkuman hasil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perhitungan uji keseimbangan data kemampuan awal siswa pada masing-masing
kelompok disajikan pada Tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 Rangkuman Hasil Uji Keseimbangan Data Kemampuan Awal Siswa
H0 DK Keputusan uji
Kedua populasi mempunyai kemampuan awal yang seimbang
{
atau
}
H0 tidak ditolak
Dari rangkuman hasil perhitungan uji keseimbangan data kemampuan
awal siswa pada Tabel 4.4, dapat dilihat bahwa nilai tidak terletak pada
daerah kritik, sehingga H0 tidak ditolak. Hal ini berarti bahwa siswa pada
kelompok eksperimen 1 dan siswa pada kelompok eksperimen 2 memiliki
kemampuan awal yang sama, atau dengan kata lain ditinjau dari kemampuan awal
siswa kedua kelompok eksperimen dalam keadaan seimbang. Perhitungan uji
keseimbangan data kemampuan awal siswa selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 23.
4. Deskripsi Data Penelitian
Pengambilan data minat belajar siswa dan data nilai prestasi belajar siswa
dilakukan setelah proses pembelajaran pada materi faktorisasi suku aljabar selesai,
setelah data minat belajar dan data nilai prestasi belajar siswa dari setiap siswa
terkumpul, selanjutnya digunakan untuk menguji kebenaran hipotesis penelitian.
Uraian data penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
a. Data Prestasi Belajar Matematika Siswa
Sesuai dengan data nilai prestasi belajar matematika siswa pada materi
faktorisasi suku aljabar yang sudah diperoleh, selanjutnya data tersebut
dikelompokkan berdasarkan pada model pembelajaran yang digunakan, data yang
diperoleh disajikan pada Tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5. Statistik Deskriptif Data Prestasi Belajar Matematika Siswa
Kelompok
N
Interval nilai Nilai
terendah Nilai
tertinggi
Rerata
Simpangan baku
Eksperimen 1 120 0-100 50 97 73,52 11,08
Eksperimen 2 120 0-100 50 97 72,58 11,28
Data prestasi belajar matematika siswa untuk masing-masing kelompok
eksperimen selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 24.
b. Data Skor Minat Belajar Matematika Siswa
Sesuai dengan data minat belajar siswa yang sudah diperoleh, selanjutnya
data tersebut dikelompokkan berdasarkan pada model pembelajaran yang
digunakan, data yang diperoleh disajikan pada Tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6. Statistik Deskriptif Skor Minat Belajar Matematika Siswa
Kelompok
N
Interval skor Skor
terendah Skor
tertinggi
Rerata
Simpangan baku
Eksperimen 1 120 30-120 67 114 92,49 11,57
Eksperimen 2 120 30-120 72 113 93,39 11,41
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Selanjutnya data skor minat belajar tersebut dikelompokkan ke dalam tiga
kategori. Dari hasil perhitungan, diperoleh bahwa simpangan baku gabungan
11,47 dan rerata gabungan ( sebesar 92,94, sehingga pembagian
masing-masing kategori minat adalah sebagai berikut.
.
.
Minat belajar tinggi .
Minat belajar sedang .
Minat belajar rendah .
dengan adalah skor minat belajar siswa. Data skor minat belajar selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 25.
Berdasar skor angket minat belajar yang telah diperoleh, maka selanjutnya
data prestasi belajar siswa dapat dicari rerata marginal pada masing-masing
kategori minat belajar dan model pembelajaran, statistik deskriptif data prestasi
belajar siswa berdasar model pembelajaran dan minat belajar adalah sebagai
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.7. Deskripsi Data Rerata Prestasi Belajar pada Masing-Masing
Kategori Model Pembelajaran dan Minat Belajar
Model Pembelajaran Minat Belajar Matematika Rerata
Marginal Rendah Sedang Tinggi
NHT(Eksperimen 1) 67,33 78,29 72,34 73,52
STAD (Eksperimen 2) 67,45 71,79 77,70 72,58
Rerata Marginal 67,40 75,45 75,12
Data prestasi belajar selengkapnya pada masing-masing kategori model
pembelajaran dan minat belajar matematika dapat dilihat pada Lampiran 24.
5. Uji Prasyarat untuk Pengujian Hipotesis
Setelah data prestasi belajar siswa dan minat belajar siswa diperoleh, maka
selanjutnya dapat dilakukan uji hipotesis penelitian dengan sebelumnya
melakukan uji prasyarat untuk uji hipotesis yaitu uji homogenitas variansi
populasi dan uji normalitas populasi, uraian hasil perhitungan adalah sebagai
berikut.
a. Uji Homogenitas Variansi Data Prestasi Belajar Siswa
Uji homogenitas variansi dilakukan pada data variabel terikat yaitu nilai
prestasi belajar siswa, uji homogenitas variansi data penelitian ini menggunakan
metode Bartlett. Rangkuman hasil pengujian uji homogenitas variansi disajikan
pada Tabel 4.8 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.8. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas
H0 Kelompok 2 2 DK Kesimpulan Variansi populasi homogen
Model Pembelajaran
0,035 3,841
H0 tidak ditolak
Variansi populasi homogen
Minat Belajar Matematika
4,596 5,991
H0 tidak ditolak
Dari Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa nilai 2hitung masing-masing kelompok
tidak melebihi nilai 2Tabel, sehingga H0 tidak ditolak, hal ini berarti variansi
kedua populasi homogen. Perhitungan uji homogenitas selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 26.
b. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Siswa
Uji normalitas dilakukan pada data variabel terikat yaitu nilai prestasi
belajar matematika. Uji normalitas ini menggunakan metode Lilliefors. Uji
normalitas data prestasi belajar matematika siswa dilakukan terhadap masing-
masing kelompok data yaitu kelompok eksperimen 1 (kelompok baris A1),
kelompok eksperimen 2 (kelompok baris A2), kelompok minat belajar matematika
rendah (kelompok kolom B1), kelompok minat belajar matematika sedang
(kelompok kolom B2), dan kelompok minat belajar matematika tinggi (kelompok
kolom B3). Rangkuman hasil uji normalitas kelompok data tersebut disajikan pada
Tabel 4.9 berikut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.9. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika
No Kelompok Lmaks LTabel Keputusan Uji
1 Eksperimen 1(NHT) 0,0789 0,0808 H0 tidak ditolak 2 Eksperimen 2 (STAD) 0,0748 0,0808 H0 tidak ditolak 3 Minat Belajar Matematika Rendah 0,0962 0,107 H0 tidak ditolak 4 Minat Belajar Matematika Sedang 0,0738 0,0949 H0 tidak ditolak 5 Minat Belajar Matematika Tinggi 0,0603 0,0961 H0 tidak ditolak
Dari hasil uji normalitas data nilai prestasi belajar matematika yang
terangkum dalam Tabel 4.9 di atas, dapat dilihat nilai Lmaks untuk setiap kelompok
tidak melebihi nilai LTabel, yang berarti pada taraf signifikansi 5% hipotesis nol
untuk setiap kelompok tidak ditolak, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
data pada setiap kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
Perhitungan uji normalitas data prestasi belajar matematika masing-masing
kelompok selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 27.
6. Uji Hipotesis Penelitian
Berdasarkan hasil uji prasyarat untuk uji hipotesis penelitian yang telah
dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji hipotesis untuk
menjawab pertanyaan penelitian. Uji hipotesis ini menggunakan uji anava dua
jalan dengan sel tak sama sebagai berikut.
a. Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama
Hasil perhitungan uji anava dua jalan dengan sel tak sama disajikan pada Tabel
4.10 sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.10. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama.
Sumber JK dk RK Fhit FTabel
Model Pembelajaran (A) 6,77 1 6,77 0,06 3,84
Minat Belajar (B) 3042,22 2 1521,11 14,09 3
Interaksi (AB) 1380,49 2 690,24 1 6,39 3
Galat (G) 25249 234 107,9 - -
Total 29678,23 239 - - -
Perhitungan uji anava dua jalan dengan sel tak sama selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 28.
Dari Tabel 4.10 di atas, dapat dilihat bahwa nilai FA hitung tidak melebihi
nilai FTabel, sehingga HOA tidak ditolak, nilai FB hitung tidak melebihi nilai FTabel,
sehingga HOB ditolak dan nilai FAB hitung tidak melebihi nilai FTabel, sehingga HOAB
ditolak, hal ini berarti:
1) HOA tidak ditolak, sehingga tidak terdapat perbedaan pengaruh model
pembelajaran terhadap prestasi belajar matematika siswa. Dengan kata lain,
siswa yang dikenai model pembelajaran NHT dengan memiliki prestasi
belajar yang sama baiknya dengan siswa yang dikenai model pembelajaran
STAD.
2) HOB ditolak, sehingga terdapat perbedaan pengaruh minat belajar matematika
terhadap prestasi belajar matematika. Dengan kata lain, terdapat perbedaan
prestasi belajar matematika antara siswa yang memiliki minat belajar
matematika rendah, minat belajar matematika sedang, dan minat belajar
matematika tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3) HOAB ditolak, sehingga terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan
minat belajar terhadap prestasi belajar matematika. Dengan kata lain,
perbedaan prestasi belajar matematika siswa pada masing-masing kategori
model pembelajaran tidak konsisten terhadap masing-masing kategori minat
belajar siswa atau perbedaan prestasi belajar matematika siswa pada masing-
masing kategori minat belajar tidak konsisten terhadap masing-masing
kategori model pembelajaran.
Berdasarkan hasil uji hipotesis, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan
pengaruh minat belajar terhadap prestasi belajar matematika, terdapat interaksi
antara model pembelajaran dengan minat belajar terhadap prestasi belajar siswa,
hal ini berarti diperlukan uji lanjut pasca anava untuk dapat menjawab hipotesis
penelitian.
b. Uji Komparasi Ganda (Scheffe`)
Uji komparasi ganda ini perlu dilakukan karena terdapat H0 yang ditolak
pada uji anava dua jalan dengan sel tak sama. Uraian uji komparasi ganda adalah
sebagai berikut.
1) Uji Komparasi Rerata Antar Kolom
Dari hasil perhitungan uji anava diperoleh keputusan uji bahwa HOB
ditolak, sehingga diperlukan uji lanjut untuk mengetahui siswa dengan minat
belajar yang bagaimanakah yang memiliki prestasi belajar lebih baik. Hasil
perhitungan uji komparasi rerata antar kolom disajikan pada Tabel 4.11 berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.11. Rangkuman Hasil Uji Komparasi Rerata Antar Kolom
No Interaksi F hitung F Tabel Keputusan Rerata Marginal
Kesimpulan
1 .1 vs .2 20,69 6,06 H0 ditolak .1 .2 2 .1 vs .3 20,39 6,06 H0 ditolak .1 .3 3 .2 vs .3 0,00008 6,06 H0 tidak ditolak
Dari Tabel 4.11, dapat dilihat terdapat H0 yang ditolak, dan berdasarkan
rerata marginal seperti yang disajikan pada Tabel 4.7, maka dapat disimpulkan
bahwa prestasi belajar matematika siswa dengan minat belajar matematika tinggi
lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa dengan minat belajar
matematika rendah, prestasi belajar matematika siswa dengan minat belajar
matematika sedang lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika siswa
dengan minat belajar matematika rendah, sedangkan prestasi belajar matematika
siswa dengan minat belajar matematika sedang sama baiknya dengan prestasi
belajar matematika siswa dengan minat belajar matematika tinggi. Perhitungan uji
komparasi rerata antar kolom selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 29.
2) Uji Komparasi Rerata Antar Sel
Selanjutnya karena HOAB ditolak, maka perlu dilakukan uji komparasi
rerata antar sel yang meliputi uji komparasi rerata antar sel pada baris yang sama,
dan uji komparasi rerata antar sel pada kolom yang sama. Rangkuman hasil
perhitungan uji komparasi rerata antar sel disajikan pada Tabel 4.12 berikut:
Tabel 4.12. Rangkuman Hasil Uji Komparasi Rerata Antar Sel
H0 Fobs FTabel Keputusan Rerata Marginal
Kesimpulan
µ11 = µ21 0,002 11,26 H0 tidak ditolak µ11 = µ21 µ12 = µ22 8,37 11,26 H0 tidak ditolak µ12 = µ22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
µ13 = µ23 5,66 11,26 H0 tidak ditolak µ13 = µ23 µ11 = µ12 20,69 11,26 H0 ditolak µ11 < µ12 µ11 = µ13 4,03 11,26 H0 tidak ditolak µ11 = µ13 µ12 = µ13 7,31 11,26 H0 tidak ditolak µ12 = µ13 µ21 = µ22 3,32 11,26 H0 tidak ditolak µ21 = µ22 µ21 = µ23 19,89 11,26 H0 ditolak µ21 < µ23 µ22 = µ23 6,61 11,26 H0 tidak ditolak µ22 = µ23
Dari Tabel 4.12, dapat dilihat bahwa terdapat H0 yang ditolak, dan
berdasarkan rerata marginal yang disajikan pada Tabel 4.7, maka dapat
disimpulkan bahwa pada masing-masing kategori minat, model pembelajaran
NHT dan model pembelajaran STAD memberikan prestasi belajar yang sama
baik, kemudian pada model pembelajaran NHT, siswa dengan minat belajar
matematika sedang memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan
dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, siswa dengan
minat belajar matematika rendah sama baik prestasi belajarnya dengan siswa yang
memiliki minat belajar matematika tinggi, dan siswa dengan minat belajar
matematika sedang memiliki prestasi belajar yang sama baik dengan siswa yang
memiliki minat belajar matematika tinggi. Pada model pembelajaran STAD, siswa
dengan minat belajar matematika rendah memiliki prestasi belajar yang sama baik
dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang, siswa yang
memiliki minat belajar matematika tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih
baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah,
dan siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi memiliki prestasi
belajar yang sama baik dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika
sedang. Perhitungan selengkapnya mengenai uji komparasi rerata antar sel dapat
dilihat pada Lampiran 29.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Pembahasan Hasil Analisis Data
1. Hipotesis Pertama
Berdasarkan hasil uji anava dua jalan sel tak sama diperoleh
FA =0.063 < 3,84 = FTabel. FA tidak terletak di daerah kritik, sehingga HOA tidak
ditolak yang berarti tidak terdapat perbedaan efek model pembelajaran NHT dan
model pembelajaran STAD terhadap prestasi belajar matematika. Hal ini
dimungkinkan karena pada proses pembelajaran menggunakan model
pembelajaran kooperatif STAD, dugaan peneliti bahwa akan terjadi
ketergantungan pada siswa yang paling pandai dalam kelompoknya ternyata tidak
terbukti. Hal ini dapat dilihat dari selama proses pembelajaran, siswa aktif untuk
berdiskusi dalam kelompok, dan juga pada saat diminta untuk maju
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, siswa berlomba-lomba untuk maju
mewakili kelompoknya, hal ini berarti siswa telah menyiapkan diri dengan baik.
Pada pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif NHT, siswa
juga memiliki tingkat keaktifan yang baik, hal ini dapat dilihat pada proses diskusi
dimana siswa memiliki antusiasme yang tinggi dalam berpendapat dalam
kelompoknya, demikian juga ketika siswa diminta untuk mempresentasikan hasil
diskusi kelompoknya, siswa ternyata mempersiapkan diri dengan baik.
2. Hipotesis Kedua
Berdasarkan hasil anava dua jalan sel tak sama diperoleh
FB = 14,09 > 3 = FTabel. FB terletak di daerah kritik, sehingga HOB ditolak yang
berarti terdapat perbedaan efek minat belajar matematika terhadap prestasi belajar
matematika. Setelah dilakukan uji Shceffe dapat dilihat bahwa siswa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memiliki minat belajar matematika sedang memiliki prestasi belajar matematika
yang lebih baik dibanding dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika
rendah, siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi memiliki prestasi
belajar matematika yang lebih baik dibanding dengan siswa yang memiliki minat
belajar matematika rendah, dan siswa yang memiliki minat belajar matematika
sedang memiliki prestasi belajar matematika yang sama baik dengan siswa yang
memiliki minat belajar matematika tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis
peneliti yang menyatakan bahwa siswa dengan minat belajar tinggi memiliki
prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki minat
belajar sedang, tidak terbukti. Hal ini dimungkinkan karena beberapa hal, antara
lain kurang tepatnya alat pengambil data yang digunakan oleh peneliti dalam hal
ini angket belajar siswa kurang dapat memenuhi indikator-indikator yang dapat
mengukur minat belajar siswa, sehingga penggolongan siswa ke dalam masing-
masing kategori minat belajar menjadi semu.
3. Hipotesis Ketiga
Berdasarkan hasil uji komparasi antar sel pada baris yang sama, dapat
dilihat bahwa pada kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran NHT,
siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang memiliki prestasi belajar
matematika yang lebih baik dibanding dengan siswa yang memiliki minat belajar
matematika rendah, siswa yang memiliki minat belajar matmatika rendah
memiliki prestasi belajar matematika yang sama baik dengan siswa yang memiliki
minat belajar matematika tinggi, dan siswa yang memiliki minat belajar sedang
memiliki prestasi belajar matematika yang sama baik dengan siswa yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
minat belajar matematika tinggi. Hal ini berarti hipotesis peneliti yang
menyatakan bahwa pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT, siswa dengan
minat belajar tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa
dengan minat belajar sedang dan minat belajar rendah, tidak terbukti, hal ini
dimungkinkan karena beberapa hal, antara lain kurang tepatnya alat pengambil
data yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini angket belajar siswa kurang dapat
memenuhi indikator-indikator yang dapat mengukur minat belajar siswa, sehingga
penggolongan siswa ke dalam masing-masing kategori minat belajar menjadi
semu.
4. Hipotesis Keempat
Berdasarkan hasil uji komparasi antar sel pada baris yang sama, dapat
dilihat bahwa pada kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran STAD,
siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah memiliki prestasi belajar
matematika yang sama baik dengan siswa yang memiliki minat belajar
matematika sedang, siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi
memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding dengan siswa
yang memiliki minat belajar matematika rendah, dan siswa yang memiliki minat
belajar matematika tinggi memiliki prestasi belajar matematika yang sama baik
dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang. Hal ini berarti
hipotesis peneliti yang menyatakan bahwa pada model pembelajaran kooperatif
tipe STAD, siswa dengan minat belajar tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih
baik dibandingkan siswa dengan minat belajar sedang, siswa dengan minat belajar
sedang memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
minat belajar rendah. Hal ini dimungkinkan karena beberapa hal, antara lain
kurang tepatnya alat pengambil data yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini
angket belajar siswa kurang dapat memenuhi indikator-indikator yang dapat
mengukur minat belajar siswa, sehingga penggolongan siswa ke dalam masing-
masing kategori minat belajar menjadi semu.
5. Hipotesis Kelima
Berdasarkan hasil uji komparasi antar sel pada kolom yang sama, dapat
dilihat bahwa pada kelompok siswa yang memiliki minat belajar matematika
rendah, model pembelajaran kooperatif NHT dan model pembelajaran kooperatif
STAD memberikan prestasi belajar matematika yang sama baik. Hal ini berarti
bahwa hipotesis peneliti yang menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe NHT memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD, tidak terbukti. Hal ini dimungkinkan karena
pada proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD,
dugaan peneliti bahwa akan terjadi ketergantungan pada siswa yang paling pandai
dalam kelompoknya ternyata tidak terbukti. Hal ini dapat dilihat dari selama
proses pembelajaran, siswa aktif untuk berdiskusi dalam kelompok, dan juga pada
saat diminta untuk maju mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, siswa
berlomba-lomba untuk maju mewakili kelompoknya, hal ini berarti siswa telah
menyiapkan diri dengan baik. Pada pembelajaran menggunakan model
pembelajaran kooperatif NHT, siswa juga memiliki tingkat keaktifan yang baik,
hal ini dapat dilihat pada proses diskusi dimana siswa memiliki antusiasme yang
tinggi dalam berpendapat dalam kelompoknya, demikian juga ketika siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, siswa ternyata
mempersiapkan diri dengan baik.
6. Hipotesis Keenam
Berdasarkan hasil uji komparasi antar sel pada kolom yang sama, dapat
dilihat bahwa pada kelompok siswa dengan minat belajar matematika sedang,
model pembelajaran kooperatif NHT dan model pembelajaran kooperatif STAD
memberikan prestasi belajar matematika yang sama baik. Hal ini berarti bahwa
hipotesis peneliti yang menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
NHT memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD, tidak terbukti. Hal ini dimungkinkan karena
pada proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD,
dugaan peneliti bahwa akan terjadi ketergantungan pada siswa yang paling pandai
dalam kelompoknya ternyata tidak terbukti. Hal ini dapat dilihat dari selama
proses pembelajaran, siswa aktif untuk berdiskusi dalam kelompok, dan juga pada
saat diminta untuk maju mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, siswa
berlomba-lomba untuk maju mewakili kelompoknya, hal ini berarti siswa telah
menyiapkan diri dengan baik. Pada pembelajaran menggunakan model
pembelajaran kooperatif NHT, siswa juga memiliki tingkat keaktifan yang baik,
hal ini dapat dilihat pada proses diskusi dimana siswa memiliki antusiasme yang
tinggi dalam berpendapat dalam kelompoknya, demikian juga ketika siswa
diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, siswa ternyata
mempersiapkan diri dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7. Hipotesis Ketujuh
Berdasarkan hasil uji komparasi antar sel pada kolom yang sama, dapat
dilihat bahwa pada kelompok siswa dengan minat belajar matematika tinggi,
model pembelajaran kooperatif NHT dan model pembelajaran kooperatif STAD
memberikan prestasi belajar matematika yang sama baik. Hal ini berarti bahwa
hipotesis peneliti yang menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe
NHT memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD, tidak terbukti. Hal ini dimungkinkan karena
pada proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif STAD,
dugaan peneliti bahwa akan terjadi ketergantungan pada siswa yang paling pandai
dalam kelompoknya ternyata tidak terbukti. Hal ini dapat dilihat dari selama
proses pembelajaran, siswa aktif untuk berdiskusi dalam kelompok, dan juga pada
saat diminta untuk maju mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, siswa
berlomba-lomba untuk maju mewakili kelompoknya, hal ini berarti siswa telah
menyiapkan diri dengan baik. Pada pembelajaran menggunakan model
pembelajaran kooperatif NHT, siswa juga memiliki tingkat keaktifan yang baik,
hal ini dapat dilihat pada proses diskusi dimana siswa memiliki antusiasme yang
tinggi dalam berpendapat dalam kelompoknya, demikian juga ketika siswa
diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya, siswa ternyata
mempersiapkan diri dengan baik.
C. Kelemahan Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ternyata terdapat perbedaan
antara hipotesis penelitian dengan hasil penelitian, hal ini dimungkinkan karena
keterbatasan peneliti dalam melakukan penelitian, antara lain:
1. Landasan teori yang kurang kuat
Perbedaan antara hasil penelitian dengan hipotesis yang telah disusun oleh
peneliti dimungkinkan karena landasan teori yang digunakan oleh peneliti
kurang tepat untuk digunakan dalam penelitian ini, dan juga kurangnya
sumber bacaan lain yang digunakan oleh peneliti sehingga peneliti tidak
mendapatkan informasi yang tepat berkaitan dengan penelitian yang telah
dilakukan.
2. Sampel penelitian
Perbedaan antara hasil penelitian dengan hipotesis yang telah disusun oleh
peneliti dimungkinkan karena kurang representatifnya sampel untuk mewakili
populasi, selain itu dimungkinkan sampel yang diambil terlalu kecil.
3. Alat pengambil data
Perbedaan antara hasil penelitian dengan hipotesis yang telah disusun oleh
peneliti dimungkinkan karena alat pengambil data yang digunakan oleh
peneliti kurang tepat untuk menggambarkan hasil dari proses pembelajaran
maupun mengenai minat belajar matematika siswa.
4. Cara mengambil data
Perbedaan antara hasil penelitian dengan hipotesis yang telah disusun oleh
peneliti dimungkinkan karena cara mengambil data yang dilakukan oleh
peneliti kurang tepat, di mana pengambilan data tidak bisa dilakukan dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
waktu yang sama pada masing-masing kelompok siswa yang dikenai model
pembelajaran NHT dan STAD, sehingga data yang diperoleh kurang bermutu
baik.
5. Perhitungan
Perbedaan antara hasil penelitian dengan hipotesis yang telah disusun oleh
peneliti dimungkinkan karena kesalahan peneliti dalam melakukan
perhitungan pada saat melakukan analisis data, baik dalam hal memasukkan
data maupun pada saat melakukan perhitungan menggunakan bantuan
komputer.
6. Variabel luaran
Perbedaan antara hasil penelitian dengan hipotesis yang telah disusun oleh
peneliti dimungkinkan karena adanya pengaruh variabel-variabel luaran yang
tidak dapat dikontrol oleh peneliti, sehingga data yang diperoleh bukanlah
data yang seharusnya dimaksudkan oleh peneliti.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan kajian teori dan didukung dengan adanya analisis serta
mengacu pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi belajar
matematika yang sama baik dengan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD.
2. Siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang memiliki prestasi
belajar matematika yang lebih baik dibanding dengan siswa yang memiliki
minat belajar matematika rendah, siswa yang memiliki minat belajar
matematika tinggi memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik
dibanding dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, dan
siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang memiliki prestasi
belajar matematika yang sama baik dengan siswa yang memiliki minat belajar
matematika tinggi.
3. Pada kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran NHT, siswa yang
memiliki minat belajar matematika sedang memiliki prestasi belajar
matematika yang lebih baik dibanding dengan siswa yang memiliki minat
belajar matematika rendah, siswa yang memiliki minat belajar matmatika
rendah memiliki prestasi belajar matematika yang sama baik dengan siswa
yang memiliki minat belajar matematika tinggi, dan siswa yang memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
minat belajar sedang memiliki prestasi belajar matematika yang sama baik
dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi.
4. Pada kelompok siswa yang dikenai model pembelajaran STAD, siswa yang
memiliki minat belajar matematika rendah memiliki prestasi belajar
matematika yang sama baik dengan siswa yang memiliki minat belajar
matematika sedang, siswa yang memiliki minat belajar matematika tinggi
memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding dengan siswa
yang memiliki minat belajar matematika rendah, dan siswa yang memiliki
minat belajar matematika tinggi memiliki prestasi belajar matematika yang
sama baik dengan siswa yang memiliki minat belajar matematika sedang.
5. Pada kelompok siswa yang memiliki minat belajar matematika rendah, model
pembelajaran kooperatif NHT dan model pembelajaran kooperatif STAD
memberikan prestasi belajar matematika yang sama baik.
6. Pada kelompok siswa dengan minat belajar matematika sedang, model
pembelajaran kooperatif NHT dan model pembelajaran kooperatif STAD
memberikan prestasi belajar matematika yang sama baik.
7. pada kelompok siswa dengan minat belajar matematika tinggi, model
pembelajaran kooperatif NHT dan model pembelajaran kooperatif STAD
memberikan prestasi belajar matematika yang sama baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. Implikasi
Berdasarkan pada kajian teori serta mengacu pada hasil penelitian ini,
maka penulis akan menyampaikan implikasi yang berguna baik secara teoritis
maupun secara praktis dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika.
1. Implikasi Teoritis
Dari hasil penelitian yang telah diperoleh, menunjukkan bahwa
pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dan STAD memberikan prestasi belajar matematika yang sama baik pada siswa
kelas VIII SMPN di Kabupaten Klaten, sehingga model pembelajaran ini perlu
diterapkan khususnya pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar. Minat belajar
matematika siswa termasuk salah satu faktor bagi keberhasilan siswa, siswa yang
memiliki minat belajar matematika tinggi atau sedang akan memiliki prestasi
belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa yang memiliki minat belajar
matematika rendah.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan calon
guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan juga prestasi belajar siswa.
Prestasi belajar siswa dapat ditingkatkan dengan memperhatikan model
pembelajaran yang digunakan secara tepat serta memperhatikan minat belajar
siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas, ada beberapa hal yang
perlu peneliti sarankan, yaitu:
1. Perlu adanya pemilihan model pembelajaran yang tepat dengan materi
pelajaran. Salah satunya dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
atau STAD pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar.
2. Karena minat belajar matematika berpengaruh terhadap prestasi belajar
matematika siswa, maka dalam pembelajaran matematika, guru hendaknya
mengetahui minat belajar matematika yang dimiliki siswa.
Semoga apa yang diteliti dapat dilanjutkan oleh peneliti lain dengan
penelitian yang lebih luas. Dalam penelitian ini, yang diteliti adalah model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD serta hanya pada pokok bahasan
faktorisasi suku aljabar sehingga dapat juga nanti diteliti untuk model
pembelajaran yang lain ataupun pada pokok bahasan yang berbeda. Harapan
peneliti yang lain adalah apa yang diteliti dapat memberikan manfaat dan
sumbangan pemikiran bagi pendidik pada umumnya dan peneliti pada khususnya.