ekonomi uang dan bank
TRANSCRIPT
Akuisisi Bank
Pengertian Akuisisi
Akuisisi merupakan pengambilalihan kepemilikan suatu bank yang berakibat
beralihnya pengendalian terhadap bank. Berbeda dengan merger, pada kasus akuisisi ini
tidak ada perusahaan yang melebur ke perusahaan lainnya. Jadi, setelah terjadi akuisisi,
kedua perusahaan masij tetap exist, hanya kepemilikannya yang telah berubah.
Dasar Hukum untuk Akuisisi Bank
a. Undang-Undan Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan
Pelaksanaannya.
Dalam Pasal 103 Undang-Undang Perseroan Terbatas yang mengatur secara khusus
mengenai akuisisi, salah satunya yaitu dalam ayat 1 yang berbunyi :
“pengambilalihan perseroan dapat dilakukan oleh badan hukum atau
perseorangan.”
b. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang telah di ubah
dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
c. Perundang-undangan di bidang perbankan selain Undang-Undang Perbankan.
d. Ketentuan-ketentuan lainnya.
Yang di maksud dengan ketentuan-ketentuan lainnya disini yaitu adanya ketentuan
dalam perundang-undangan di bidang pasar modal yang menyatakan bahwa apabila
akuisisi tersebut (dalam hal ini akuisisi saham) dilakukan terhadap perusahaan terbuka,
haruslah dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut :
Harus dilakukan lewat pasar modal, sungguhpunn biasanya juga dilakukan dengan
semacam “pengikatan” jual beli saham sebelum akuisisi tersebut dilakukan.
Pada prinsipnya harus dilakukan lewat mekanisme khusus untuk itu, yaitu apa yang
disebut “tender offer”.
Syarat-syarat Akuisisi
Hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam rangka akuisisi, yaitu :
1. Akuisisi yang dilakukan atas inisiatif bank yang bersangkutan maka sebelum
dilakukan akuisisi wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari pimpinan Bank Indonesia
(Pasal 4 ayat (1)).
2. Pelaksanaan akuisisi harus memerhatikan kepentingan bank, kreditur, pemegang
saham minoritas, dan karyawan bank juga kepentingan rakyat banyak dan persaingan
yang sehat dalam melakukan usaha bank (Pasal 5).
3. Akuisisi hanya dapat dilakukan dengan persetujuan RUPS atau rapat anggota yang
dihadiri oleh pemegang saham atau anggota koperasi yang mewakili sekurang-kurangnya
¾ dari jumlah seluruh saham dengan suara yang sah dan disetujui oleh sekurang-
kurangnya ¾ bagian dari jumlah suara pemegang saham yang hadir (Pasal 7 ayat (2)).
Tata Cara Akuisisi
Secara ringkas tata cara akuisisi yaitu :
1. Penyampaian maksud akuisisi kepada bank yang akan di akuisisi.
2. Menyusun usulan rencana akuisisi.
3. Menyusun rancangan akuisisi dan konsep akta akuisisi.
4. Pengumuman ringkasan rancangan akuisisi.
5. RUPS atau rapat anggota masing-masing bank.
6. Pembuatan akta akuisisi di hadapan notaris.
7. Permohonan izin akuisisi kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Menteri
Kehakiman.
8. Persetujuan atau penolakan permohonan izin akuisisi.
9. Pengumuman hasil akuisisi
Jenis-jenis Akusisi
Menurut Damodaran 2001, suatu perusahaan dapat diakuisisi perusahaan lain dengan
beberapa cara, yaitu :
Acquisistion of assets
Sebuah perusahaan membeli aset perusahaan lain melalui persetujuan pemegang saham
target firm.
Pembagian akuisisi tersebut berbeda menurut Ross, Westerfield, dan Jaffe 2002. Menurut
mereka hanya ada tiga cara untuk melakukan akuisisi, yaitu :
a. Merger atau konsolidasi
Merger adalah bergabungnya perusahaan dengan perusahaan lain. Bidding firm tetap
berdiri dengan identitas dan namanya, dan memperoleh semua aset dan kewajiban milik
target firm. Setelah merger target firm berhenti untuk menjadi bagian dari bidding firm.
Konsolidasi sama dengan merger kecuali terbentuknya perusahaan baru. Kedua
perusahaan sama-sama menghilangkan keberadaan perusahaan secara hukum dan
menjadi bagian dari perusahaan baru itu, dan antara perusahaan yang di-merger atau yang
me-merger tidak dibedakan.
b. Acquisition of stock
Akuisisi dapat juga dilakukan dengan cara membeli voting stock perusahaan, dapat
dengan cara membeli sacara tunai, saham, atau surat berharga lain. Acquisition of stock
dapat dilakukan dengan mengajukan penawaran dari suatu perusahaan terhadap
perusahaan lain, dan pada beberapa kasus, penawaran diberikan langsung kepada pemilik
perusahaan yang menjual. Hal ini dapat disesuaikan dengan melakukan tender offer.
Tender offer adalah penawaran kepada publik untuk membeli saham target firm, diajukan
dari sebuah perusahaan langsung kepada pemilik perusahaan lain.
c. Acquisition of assets
Perusahaan dapat mengakuisisi perusahaan lain dengan membeli semua asetnya. Pada
jenis ini, dibutuhkan suara pemegang saham target firm sehingga tidak terdapat halangan
dari pemegang saham minoritas, seperti yang terdapat pada acquisition of stock (p.817-
818).
Alasan-alasan Melakukan Akuisisi
Ada beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan melalui akuisisi, yaitu :
a. Pertumbuhan atau diversifikasi
Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham,
maupun diversifikasi usaha dapat melakukan merger maupun akuisisi. Perusahaan tidak
memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan merger
dan akuisisi, maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi
persaingan.
b. Sinergi
Sinergi dapat tercapai ketika merger menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of
scale). Tingkat skala ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan
pendapatan yang lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak merger.
Sinergi tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang
sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.
c. Meningkatkan dana
Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal,
tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan tersebut
menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi sehingga
menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan.
Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.
d. Menambah ketrampilan manajemen atau teknologi
Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi
pada manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat
mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan
teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen
atau teknologi yang ahli.
e. Pertimbangan pajak
Perusahaan dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai
kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat
melakukan akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan
kerugian pajak. Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan kombinasi
pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak dari
perusahaan yang diakuisisi. Bagaimanapun merger tidak hanya dikarenakan keuntungan
dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik.
f. Meningkatkan likuiditas pemilik
Merger antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih
besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih
mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil.
g. Melindungi diri dari pengambilalihan
Hal ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang tidak
bersahabat. Target firm mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai
pengambilalihannya dengan hutang, karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan
menjadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh bidding firm yang berminat (Gitman, 2003,
p.714-716).
Kelebihan dan Kekurangan Akuisisi
Kelebihan Akuisisi
Keuntungan-keuntungan akuisisi saham dan akuisisi aset adalah sebagai berikut:
a. Akuisisi Saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang saham
sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran Bidding firm, mereka dapat
menahan sahamnya dan tidak menjual kepada pihak Bidding firm.
b. Dalam Akusisi Saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung dengan
pemegang saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender offer sehingga tidak
diperlukan persetujuan manajemen perusahaan.
c. Karena tidak memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris perusahaan, akuisisi
saham dapat digunakan untuk pengambilalihan perusahaan yang tidak bersahabat (hostile
takeover).
d. Akuisisi Aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak memerlukan mayoritas
suara pemegang saham seperti pada akuisisi saham sehingga tidak ada halangan bagi
pemegang saham minoritas jika mereka tidak menyetujui akuisisi (Harianto dan Sudomo,
2001, p.643-644).
Kekurangan Akuisisi
Kerugian-kerugian akuisisi saham dan akuisisi aset sebagai berikut :
a. Jika cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui pengambilalihan
tersebut, maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran dasar perusahaan
menentukan paling sedikit dua per tiga (sekitar 67%) suara setuju pada akuisisi agar
akuisisi terjadi.
b. Apabila perusahaan mengambil alih seluruh saham yang dibeli maka terjadi merger.
c. Pada dasarnya pembelian setiap aset dalam akuisisi aset harus secara hukum dibalik
nama sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi. (Harianto dan Sudomo, 2001,
p.643).
BI Limpahkan Proses Izin Akuisisi Bank ke OJK
Bank Indonesia (BI) akan melimpahkan perizinan akuisisi atau pembelian bank ke
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), seiring dengan beralihnya fungsi pengaturan dan
pengawasan perbankan per 31 Desember 2013, sesuai dengan Undang-undang OJK.
“Kalau semua yang sifatnya perizinan, pengaturan, itu akan ada di OJK, bukan di
Bank Indonesia. Bank Indonesia hanya di bidang makroprudensial, dan risiko-risiko
operasional dan likuiditas, permodalan,” tutur Gubernur BI Agus Martowardojo, kepada
wartawan di Kompleks Gedung BI, Jakarta, Jumat, 15 November 2013.
Seperti diketahui, proses perizinan akuisisi beberapa bank memang belum selesai
di bank sentral, dan tampaknya akan dialihkan ke OJK mulai awal tahun depan bila tak
kunjung selesai pada tahun ini.
Beberapa perizinan bahkan terkait dengan PT Bank Tabungan Pensiunan
Nasional Tbk (BTPN), yang berencana mengakuisisi PT Bank Sahabat Purba Danarta
dalam rangka membentuk anak usaha berbentuk bank umum syariah. Selain itu, perizinan
akuisisi sekitar 16% saham BTPN oleh Sumitomo Mitsui Banking Corporation pun
belum mendapat restu dari BI.
Contoh Kasus Akuisisi Bank
Seriusi Produk Asuransi, Bank Mandiri Akuisisi Inhealth
Bank Mandiri bersama Kimia Farma dan Jasindo secara resmi mengakuisisi anak
perusahaan milik Askes, PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia (Inhealth). Bank Mandiri
nantinya akan memiliki 80 persen saham Inhealth, sementara Kimia Farma dan Jasindo
masing-masing memiliki 10 persen kepemilikan saham.
Akuisisi InHealth ini adalah inisiatif Bank Mandiri untuk menyukseskan
implementasi BPJS Kesehatan sekaligus memanfaatkan peluang di sektor asuransi
kesehatan.
Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin mengatakan mulai 1 Januari
2014, Askes akan berubah menjadi BPJS Kesehatan. Di mana perubahan tersebut
membuat Askes tidak bisa lagi memiliki perusahaan asuransi.
"Di saat yang sama, kami meyakini industri asuransi kesehatan, merupakan mesin
pertumbuhan yang strategis karena tumbuh rata-rata 20 persen per tahun," ujar Gunadi
saat penandatangan Perjanjian Peningkatan Jual Beli Saham PT Asuransi Jiwa InHealth
Indonesia di Plaza Bank Mandiri, Jakarta.
Proses akuisisi akan dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama, Bank
Mandiri akan memiliki 60 persen saham Inhealth. Kimia Farma dan Jasindo masing-
masing memiliki 10 persen saham. Sementara PT Askes akan memiliki 20 persen saham
di Inhealth.
Tahap kedua akan dilakukan setelah masa transisi peralihan Askes menjadi BPJS
Kesehatan selesai. "Sebelum akhir periode transisi tersebut maka, sisa 20 persen saham
Askes di Inhealth yang sudah diperjanjikan, akan dijual kepada Bank Mandiri," jelasnya.
Dalam proses akuisisi ini, Bank Mandiri bersama Kimia Farma dan Jasindo
berkomitmen untuk memperkuat sinergi untuk menjadikan InHealth sebagai market
leader di sektor asuransi kesehatan, khususnya dalam hal akuisisi nasabah dan layanan
bagi pemegang polis. Selain itu, Inhealth akan menjadi rekanan terbaik bagi BPJS
Kesehatan dalam mengimplementasikan jaminan kesehatan nasional. Per September
2013, Inhealth memiliki lebih dari 1 juta pemegang polis dengan premi bruto lebih dari
Rp 1,1 triliun.
Dengan melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang rata-rata mencapai 6
persen per tahun dan belanja kesehatan yang tumbuh rata-rata 20 persen per tahun dalam
satu dekade terakhir, Bank Mandiri optimis dapat menjadikan Inhealth sebagai pemimpin
pasar asuransi kesehatan di Indonesia.
"Pengalaman Bank Mandiri di sektor asuransi kesehatan dan asuransi jiwa selama
ini juga menjadi nilai tambah, khususnya dalam mempercepat sinergi dengan Jasindo dan
Kimia Farma, serta mendorong kolaborasi dengan unit bisnis terkait di kalangan Grup
Mandiri. Sehingga proses transisi di dalam Inhealth bisa dilakukan dengan cepat,"
terangnya.
Sebelumnya Bank Mandiri telah bersinergi dengan salah satu perusahaan asuransi
terkemuka di dunia, AXA, dalam mengembangkan perusahaan asuransi AXA Mandiri
Financial Services. Hingga September 2013, aset Axa Mandiri mencapai Rp 15,3 triliun
dengan dengan annual FYP sebesar Rp 2,271 triliun.
"Melalui pengalaman melakukan sinergi tersebut serta dukungan jumlah
penduduk kelas menengah di Indonesia yang terus meningkat, yaitu dari dari 74 juta
penduduk di 2012 dan diperkirakan menjadi 141 juta penduduk kelas menengah di 2020,
Inhealth akan memiliki outlook yang menjanjikan," jelasnya
BNI Minat Akuisisi Bank Kecil
PT BNI Tbk tertarik untuk mengakuisisi satu bank kecil tahun depan. Bank kecil
ini khusus yang bergerak di micro banking (sektor mikro).
Demikian dikemukakan Direktur Utama BNI Gatot M Suwondo kepada pers usai
RUPSLB di gedung BNI Jakarta, Kamis (25/11/2010).
“Soal akuisisi bank kecil kita rencana tapi untuk micro banking,” kata Gatot.
Menurut dia, aksi korporasi itu bisa dilakukan tahun depan sebab hingga akhir tahun ini
BNI masih fokus pada strategis bisnis melalui pendekatan costumer centric approach
(pelayanan nasabah). “Kita perkuat ini dulu dan sedang dalam tahap implementasi.
Mudah-mudahan bisa selesai pertengahan tahun depan,” kata Gatot. Menurut Gatot,
untuk ke depan, BNI akan berada pada dua coor business (bisnis inti) yakni business
banking (korporasi) dan consumer banking atau ritel.
Untuk business banking BNI akan fokus pada 8 sektor industri unggulan yang
dianggap bisa menjadi leader sector dalam lima tahun ke depan. “Ini kalau bicara secara
nasional, “kata Gatot.
Selain itu, BNI juga mengandalkan potensi kewilayahan dengan menggali potensi
apa yang ada di seluruh Indonesia untuk dijadikan sebagai bagian bisnis BNI. “Nah untuk
consumer banking kita ingin memiliki hubungan dengan nasabah atas beberapa asumsi
dasar seperti income (pendapatan) seperti semua level, umurnya, dan sebagainya,”kata
Gatot.
Catatan Penting Akuisisi DBS ke Danamon
Rencana akuisisi DBS terhadap Bank Danamon seyogianya memberi nilai tambah
yang lebih signifikan bagi industri perbankan, masyarakat, dan perekonomian Indonesia.
Ada beberapa catatan penting yang harus dikaji. Krisna Wijaya
Renca akuisisi Bank Danamon oleh Development Bank of Singapore (DBS) telah
disampaikan kepada publik oleh pihak DBS. Apabila kita simak lebih detail, sebenarnya
rencana akuisisi tersebut merupakan transaksi internal bagi Temasek karena yang terjadi
hanya perubahan kepemilikan antara perusahaan anak Temasek.
Saat ini mayoritas pemegang saham Bank Danamon, yaitu 67,43%, dimiliki Asia
Financial Indonesia (AFI) yang notabene adalah milik Fullerton Financial Holding
(FFH). Di lain pihak, FFH maupun DBS pemiliknya sama, yakni Temasek.
Rencana pengalihan kepemilikan saham sesama perusahaan anak Temasek
dimaksudkan agar terjadi sinergi, baik bagi Bank Danamon maupun DBS. DBS yang
didirikan pada 1968 saat ini merupakan bank terbesar di Singapura dengan total aset per
Desember 2011 sebesar S$341 miliar. Dengan memperhitungkan aset Bank Danamon
pada periode yang sama, yaitu S$19,4 miliar, maka andil Bank Danamon dalam
menaikkan aset DBS hanya 5%.
Karena di Indonesia telah beroperasi PT Bank DBS Indonesia, maka pascaakuisisi
—sesuai dengan ketentuan single presence policy (SPP)—harus dilakukan proses
penggabungan (merger) antara Bank Danamon dengan DBS Indonesia. Atas upaya
tersebut, diperkirakan posisi Bank Danamon akan kembali ke peringkat lima besar atas
dasar besaran asetnya.
Atas rencana akuisisi DBS terhadap Bank Danamon, banyak diulas bahwa
rencana akuisisi tersebut seyogianya dikaji lebih saksama oleh regulator, yaitu Bank
Indonesia (BI), agar diperoleh nilai tambah yang lebih signifikan bagi industri perbankan
nasional, masyarakat Indonesia, maupun perekonomian Indonesia. Berkaitan dengan
rencana akuisisi Bank Danamon oleh DBS, ada beberapa catatan yang barangkali dapat
dijadikan bahan kajian lebih lanjut, antara lain sebagai berikut.
Satu, harus dipahami bahwa keberadaan bank asing di suatu negara tentu
merupakan suatu konsekuensi bagi negara tersebut yang menganut mazhab
perekonomian terbuka. Tidak ada pilihan bagi negara yang bersangkutan, kecuali harus
berbuat sesuatu melalui berbagai peraturan agar keberadaan bank asing dapat
memberikan kontribusi positif, baik bagi industri perbankan, masyarakat, maupun
perekonomian nasional.
Banyak studi akademik di berbagai negara mengatakan bahwa keberadaan bank
asing selalu lebih efisien. Fenomena itu seharusnya dijadikan acuan bagaimana bank-
bank domestik mempelajarinya karena dalam hal peraturan dan ketentuan mereka tidak
dibedakan sehingga memberikan peluang yang sama untuk tumbuh dan berkembang.
Dengan keberadaan bank asing yang cenderung efisien dan efektif, seharusnya
bank-bank domestik bisa mengadopsinya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Misalnya, sebagai acuan (benchmarking), baik dalam pengembangan produk maupun
layanan sampai pada upaya mempekerjakan tenaga-tenaga lokal yang bekerja di bank
asing untuk diajak bergabung.
Sekadar ilustrasi saja, negara seperti Selandia Baru ternyata sama sekali tidak
memiliki bank, baik milik pemerintah maupun swasta. Semua bank yang beroperasi di
Selandia Baru adalah bank-bank asing.
Pemerintah Selandia Baru berpandangan, yang penting kehadiran bank asing
memberikan kontribusi bagi ekonomi negara secara optimal tanpa mempermasalahkan
kepemilikannya, apakah asing atau domestik, sepanjang dikelola secara sehat.
Dua, dalam kasus rencana akuisisi Bank Danamon oleh DBS, hal yang mutlak
untuk diperhatikan adalah bagaimana Bank Danamon di masa yang akan datang dapat
memberikan nilai tambah yang signifikan, baik bagi pertumbuhan industri perbankan
nasional, masyarakat, maupun perekonomian nasional.
Agar hal tersebut dapat diwujudkan, tentu harus disertai komitmen yang jelas
bahwa Bank Danamon akan dikelola atas dasar prinsip kehati-hatian (prudential banking)
dan tata kelola yang baik (good corporate goverment atau GCG) agar dapat tumbuh,
selain kuat juga sehat. Tiga, secara teoretis, apabila Bank Danamon dimiliki DBS yang
notabene adalah bank, maka pengelolaan manajemen risiko akan lebih baik dan
terintegrasi karena DBS sebagai pemilik Bank Danamon akan dikontrol juga oleh MAS.
Kondisi tersebut jelas merupakan nilai tambah tersendiri jika dibandingkan dengan
kondisi saat ini, di mana BI hanya bisa mengawasi Bank Danamon, sementara
pengawasan FFH selaku pemegang saham mayoritas tidak dilakukan.
Empat, dalam konteks asas manfaat bagi Indonesia, bisa saja dipersyaratkan
bahwa kompetensi DBS sebagai bank pembangunan harus dapat memberikan layanan
pembiayaan jangka panjang melalui kredit infrastruktur, misalnya. Dalam kondisi saat ini
—Indonesia adalah satu-satunya negara yang tidak memiliki bank pembangunan dan
bank yang fokus dalam pembiayaan jangka panjang—jika Bank Danamon akan masuk ke
segmen pembiayaan jangka panjang, khususnya pembiayaan infrastruktur, jelas akan
saling melengkapi varian produk perbankan nasional.
Sebagaimana lazimnya pembiayaan infrastruktur, dalam praktiknya jelas dapat
dibuktikan selalu memberikan dampak positif bagi berbagai jenis industri lainnya.
Sehingga, baik secara langsung maupun tidak langsung, akan memberikan dampak positif
bagi perekonomian nasional.
Selain pembiayaan jangka panjang dan pembiayaan infrastruktur khususnya, hal
yang sama juga bisa diharapkan dalam konteks pembiayaan syariah. Karena, DBS
bersama-sama Gulf Cooperation Council telah mendirikan The Islamic Bank of Asia
yang fokus pada perbankan syariah.
Agar terjadi sinergi dan pemerataan layanan, bisa saja BI memberikan batasan
tertentu kepada Bank Danamon. Misalnya, layanan pembiayaan jangka panjang berupa
kredit infrastruktur maupun syariah diberikan untuk objek dan wilayah tertentu. Tentu
pembatasan tersebut harus disertai pertimbangan ekonomi—di mana dalam
memanfaatkan peluang bisnis tersebut tetap dalam konteks komersial, yaitu memberikan
keuntungan bagi Bank Danamon.
Asas manfaat lain yang juga perlu diperhatikan adalah adanya pengalihan
pengetahuan, baik dalam hal manajemen, produk, maupun sumber daya manusia (SDM),
kepada manajemen dan pekerja lokal melalui pendidikan, khususnya. Bila hal itu berjalan
dengan baik, akan ada koleksi SDM yang andal dan siap pakai, baik bagi kebutuhan
internal maupun eksternal. Jika hal tersebut dapat diwujudkan, tentu akan memberikan
manfaat bagi bankir-bankir domestik, yakni jadi semakin profesional, yang pada
gilirannya akan meningkatkan layanan dan kepuasan konsumen.
Catatan-catatan tersebut bukan dimaksudkan sebagai upaya pembelaan kehadiran
bank asing dengan menyajikan pembenaran-pembenaran argumentasi. Sesekali juga
bukan dimaksudkan sebagai ketidakberpihakan terhadap perlunya dibangun semangat
nasionalisme.
Catatan-catatan di atas sekadar mengingatkan bahwa kehadiran bank asing tidak
ada bedanya dengan kebanjiran barang-barang impor, apakah jam tangan, tas, baju,
mobil, dan lain sebagainya, mulai dari harga yang murah sampai dengan harga yang
kadang tidak masuk akal. Dalam beberapa hal, kebanjiran produk impor, khususnya,
justru tidak terkendali dan bahkan semakin mempertontonkan kesenjangan si miskin dan
si kaya.
Esensi keberadaan bank asing dalam beberapa hal justru lebih terkendali karena
sektor perbankan jauh lebih ketat, baik dari sisi peraturan maupun pengawasannya.
Belum lagi kewajiban memenuhi standar internasional dalam permodalan, manajemen
risiko, kepatuhan, dan GCG.
Dapat dikatakan bahwa industri perbankan sudah sangat diatur (over regulated)
sehingga lebih memberikan keyakinan bahwa pengelolaan bisnisnya lebih terawasi.
Dengan kondisi seperti itu, tentu jauh akan lebih banyak memberikan manfaat, baik bagi
masyarakat maupun perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Rencana akuisisi Bank Danamon oleh DBS hanya akan bermuara pada persoalan
peralihan kepemilikan. Terlepas dari apa yang akan diputuskan BI, sejatinya tidak
mengubah kepemilikan Temasek atas Bank Danamon. Kalau tidak disetujui, maka
kepemilikan Bank Danamon oleh Temasek akan tetap melalui FFH, sementara kalau
disetujui akan beralih pada DBS.
Pada akhirnya harus kita akui bahwa bagaimanapun kehadiran bank asing, selain
sudah menjadi konsekuensi, juga sebuah ketelanjuran. Kekhawatiran bahwa bank asing
akan mendominasi perbankan nasional hanyalah sebuah konsekuensi, tapi belum tentu
sebagai ketelanjuran. Kalau saja perbankan nasional bisa lebih produktif, kreatif, dan jauh
dari kesibukan yang berkaitan dengan birokrasi dan lain-lain, rasa-rasanya dominasi bank
asing tidak akan berlanjut dan bukan lagi sesuatu yang perlu dikhawatirkan.