ejakulasi pertama pada remaja
TRANSCRIPT
a. Ejakulasi Pertama pada Remaja
Ejakulasi pertama pada remaja umumnya berupa mimpi basah, tetapi pada
beberapa kasus ejakulasi bisa juga disebabkan oleh perilaku seksual seperti masturbasi.
Pada masa remaja, peristiwa ejakulasi pertama biasanya tidak bersamaan dengan
munculnya tanda-tanda awal pubertas. Mimpi basah biasanya terjadi setelah setahun atau
lebih mengalami onset pubertas (Santrock, 2003).
Kadar testosteron meningkat pada anak laki – laki selama pubertas ditandai
dengan peningkatan ukuran penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis. Anak laki – laki
tidak mengalami ejakulasi sebelum organ seks matur yaitu sekitar usia 12 – 14 tahun.
Ejakulasi terjadi pertama kali selama tidur (emisi nokturnal) yang dapat diinterpretasikan
sebagai suatu episode mimpi basah. Meski tidak menghasilkan sperma saat pertama
ejakulasi tetapi dapat menyebabkan anak laki – laki menjadi subur dan terjadi
perkembanan sekunder (Zulkifli, 2005).
Mimpi basah cenderung dikaitkan dengan mimpi yang mengandung kenikmatan
seksual, mimpi erotisme yang menyebabkan pengeluaran cairan semen. Mimpi Basah
yang dikenal juga sebagai nocturnal emission, merujuk pada ejakulasi hingga sperma
keluar dari penis selama seorang laki-laki sedang tidur. Mimpi basah terjadi setelah tubuh
dapat memproduksi sperma. Karena sperma didalam tubuh hanya dapat disimpan dalam
jumlah terbatas, maka salah satu cara tubuh untuk mengeluarkannya adalah melalui
mimpi basah. Mimpi basah merupakan kejadian yang normal bagi semua remaja laki-
laki. Mimpi basah adalah tanda seorang anak laki-laki telah memiliki kemampuan
bereproduksi yang telah siap digunakan. Dr. Alfred Kinsey menemukan bahwa 83% laki-
laki mengalami mimpi basah di suatu saat di dalam hidup mereka dengan presentase
tertinggi terjadi pada usia belasan tahun (Wuryani D, 2008).
Siklus seksual pada pria biasanya selalu diawali oleh fase ereksi dan dilanjutkan
dengan beberapa tahap hingga mencapai ejakulasi. Stimulasi saraf parasimpatis diketahui
dapat menyebabkan terjadinya ereksi melalui dua macam tipe rangsangan, yaitu
psychogenic erection dan reflexogenic erection. Psychogenic erection diinduksi oleh
rangsangan erotis melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, rabaan, dan khayalan,
sedangkan reflexogenic erection diinduksi oleh rangsangan langsung pada organ genital.
Proses psychogenic erection melibatkan beberapa neurotransmitter di otak seperti
dopamine, oksitosin, dan nitrit oksida. Sinyal parasimpatis ini diteruskan melalui Sacral
Erectile Center dan pleksus pelvikus untuk merangsang relaksasi otot polos sinus
interkavernosus, meningkatkan aliran darah yang masuk arteri dan menekan aliran darah
yang keluar lewat vena di daerah penis untuk mempertahankan ereksi. Sebaliknya,
system saraf simpatis berperan dalam menghambat proses ereksi ini melalui peran
noradrenalin. Noradrenalin akan berikatan dengan reseptor α-1 untuk menginduksi
terjadinya kontraksi serabut otot polos pada arteri dan sinus kavernosus. Apabila pada
akhir siklus seksual pada pria terjadi dominasi dari saraf simpatis maka bisa terjadi proses
ejakulasi (Griffiths and Maniouloux, 2004).
Ejakulasi merupakan puncak dari aksi seksual pria ketika rangsangan seksual
menjadi sangat kuat. Pada kondisi tersebut pusat refleks pada medulla spinalis mulai
melepas impuls simpatis yang meninggalkan medulla pada segmen T-12 sampai L-2 dan
berjalan ke organ genital melalui pleksus hipogastrik dan pleksus pelvikus untuk
mengawali emisi, awal terjadinya ejakulasi. Emisi dimulai dengan kontraksi vas deferent
dan ampula yang menyebabkan keluarnya sperma ke dalam uretra interna. Pada tahap ini
terjadi penambahan cairan prostat, cairan vesikula seminalis dan mucus dari kelenjar
bulbouretralis untuk membentuk semen. Pengisian uretra interna mengeluarkan sinyal
sensoris yang membangkitkan kontraksi otot-otot isiokavernosus dan bulbokavernosus
sehingga menekan jaringan erektil penis. Pengaruh ini menyebabkan peningkatan tekanan
ritmik berupa gelombang di dalam duktus genital dan uretra yang mendorong ejakulasi
semen ke luar (Guyton and Hall, 2008).
Daftar Pustaka Tambahan.
Guyton, Artur C and John E. Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Santrock, John W. 2003. Adolescene Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Wuryani D, Sri Esti. 2008. Pendidikan Seks Keluarga. Jakarta : Indeks
Zulkifli, L. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.