ei3 perbandingan perda (handout bahasa)
DESCRIPTION
Revenue Watch Institute - Seminar Tata Kelola Industri Ekstraktif di Tingkat Daerah: Tantangan dan Peluang; Jakarta, 22-23 Mei, 2012TRANSCRIPT
1
Perbandingan
Beberapa Peraturan Daerah tentang Pertambangan
Muh Rasyid Ridla A
Kanti
2
Perbandingan Beberapa Peraturan Daerah tentang Pertambangan
Muh Rasyid Ridla A1, Kanti2
1 Peneliti Pattiro Institute Jalan Tebet Timur Dalam 1M No. 10 Jakarta
2 Peneliti Pattiro Institute Jalan Tebet Timur Dalam 1M No. 10 Jakarta
I. Pendahuluan
Desentralisasi di Indonesia pada dasawarsa terakhir melimpahkan berbagai
wewenang dan tanggung jawab proses pertambangan kepada pemerintah daerah, sampai
ke tingkat kabupaten kota. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara secara resmi memberikan otoritas kepada pemerintah daerah untuk
mengatur pertambangan di daerahnya, terutama pemberian izin penambangan. Per Maret
2011, tercatat sejumlah 5.805 izin pertambangan teregistrasi di Direktorat Jenderal Mineral
dan Batubara (Strongman dan Dwicahyani, 2012), menunjukkan betapa pentingnya
pemerintah daerah mengeluarkan peraturan daerah (perda) pertambangan yang memadai.
Substansi perda tentu harus sesuai dengan kondisi lokal (politik, sosial-ekonomi, dan
lingkungan) masing-masing daerah. Namun, pada sisi lain, standardisasi diperlukan untuk
menjamin bahwa perda telah mencakup segala hal yang harus dipayungi secara hukum
dalam setiap mata rantai proses pertambangan. Sejauh ini belum ada peraturan maupun
kerangka ilmiah tentang standardisasi tersebut. Beberapa perda memiliki kerangka berbeda
mulai sistematika isi, peraturan di atas yang menjadi acuan, sampai hal-hal yang diaturnya.
Dalam makalah ini, dibandingkan 5 (lima) perda kabupaten dan 2 (dua) perda
provinsi :
Tingkat Provinsi Tingkat Kabupaten
1. Perda Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 8 tahun 2002 tentang Pengelolaan Pertambangan
2. Perda Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 2 tahun 2009 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum
1. Perda Kabupaten Kutai Barat Nomor 15 tahun 2003 tentang Ijin Usaha Pertambangan Umum Daerah
2. Perda Kabupaten Barito Timur Nomor 3 tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Umum
3. Perda Kabupaten Tanah Bumbu Nomor 10 tahun 2007 tentang Usaha Pertambangan Umum Daerah
4. Perda Kabupaten Belu Nomor 9 tahun 2010 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral
5. Perda Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2011 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral
3
II. Peraturan Tingkat Pusat yang Menjadi Acuan
Peraturan perundang-undangan tingkat pusat yang menjadi acuan setidaknya harus
mewakili 5 (lima) hal sebagai berikut:
1. Dasar desentralisasi perizinan pertambangan
2. Pengaturan pertambangan
3. Kaitan dengan guna lahan (land use)
4. Pengelolaan lingkungan
5. Revenue Collection and Management
PP yang menjadi acuan daerah berbeda-beda tergantung kepada tahun dikeluarkannya
perda pertambangan tersebut, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2 dan 3.
Sebagai dasar desentralisasi, Perda yang disahkan sebelum terbitnya Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengacu kepada Undang-
Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan peraturan perundang-
undangan turunannya.
Perda yang disahkan sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, mengacu kepada Undang-Undang Nomor 11
tahun 1967 tentang Ketentuan –Ketentuan Pokok Pertambangan.
Dalam kaitannya dengan pengaturan guna lahan (land use), terdapat 2 (dua) undang-
undang yang menjadi acuan yaitu Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 dan Undang-
Undang Nomor 26 tahun 2007 yang keduanya mengatur tentang Penataan Ruang, berikut
peraturan perundang-undangan turunannya. Dari 4 (empat) perda yang dibandingkan,
hanya Perda Kabupaten Barito Timur yang tidak mengacu kepada undang-undang tentang
penataan ruang.
Hal penting lainnya adalah pengelolaan lingkungan. 3 (tiga) perda mengacu kepada
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebelum
terbit Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Undang-undang yang menjadi acuan untuk Revenue collection and management
adalah Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999
yang keduanya mengatur tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.
4
Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan Acuan Perda Pertambangan Beberapa Kabupaten di Indonesia
No Perihal/Isu
Acuan
Perda Kab. Kutai Barat 15/2003
Perda Kab. Barito Timur 3/2004
Perda Kab. Tanah Bumbu 10/2007
Perda Kab. Belu 9/2010
Perda Kab. Timor Tengah Utara
2011
1. Ketentuan pertambangan
UU 11/1967 tentang Ketentuan –Ketentuan Pokok Pertambangan UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
2. Kaitan dengan tata ruang (guna lahan)
UU 24/1992 tentang Penataan Ruang
- UU 26/2007 tentang Penataan Ruang
- UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
3. Pengelolaan lingkungan
UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
4. Dasar desentralisasi perizinan
UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah
5. Revenue collection
UU 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah
UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah
- UU 18/1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU 34/2000
- UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Sumber : Diolah dari Beberapa Perda Pertambangan, 2012
5
Tabel 2. Persamaan dan Perbedaan Acuan Perda Pertambangan 2 (Dua) Provinsi di Indonesia
No Perihal/Isu Acuan
Perda Prov. Kalimantan Tengah 8/2002
Perda Prov. Kalimantan Selatan 2/2009
1. Ketentuan pertambangan
UU 11/1967 tentang Ketentuan –Ketentuan Pokok Pertambangan
PP 27/1980 tentang Penggolongan Bahan-bahan Galian
PP 75/2001 tentang Perubahan Kedua atas PP 32/1969 tentang Pelaksanaan UU 11/1967
2. Kaitan dengan tata ruang (guna lahan)
- UU 26/2007 tentang Penataan Ruang
UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
3. Pengelolaan lingkungan
UU 23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
PP 27/1999 tentang AMDAL
4. Dasar desentralisasi perizinan
UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU 12/2008
Keputusan Kemendagri dan Otda 22/2001 tentang Bentuk Produk-produk Hukum Daerah
-
5. Revenue collection
- UU 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah
UU 18/1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan UU 34/2000
Sumber : Diolah dari Beberapa Perda Pertambangan, 2012
III. Sistem Perizinan Tambang
Terdapat 4 (empat) hal penting yang dibahas dalam sistem perizinan tambang, yaitu
pola pengelolaan pertambangan; tahapan perizinan untuk kegiatan pertambangan;
prosedur dan persyaratan pengajuan izin; dan bagaimana jika terdapat lebih dari satu
pengajuan izin pertambangan dalam satu wilayah.
6
Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah menyatakan bahwa kegiatan usaha
pertambangan dapat dilakukan setelah Izin Usaha Pertambangan (IUP) diperoleh1.
Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan menyatakan hal yang sama, namun
berbeda penamaan dan pembagian bentuk. Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan
menggunakan istilah Kuasa Pertambangan (KP), dan menyamakannya dengan Izin Usaha
Pertambangan (IUP)2. Perda Kalsel lebih rinci menjelaskan bentuk dari KP, yaitu Kontrak
Karya (KK), Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), dan KP pada
wilayah lintas kabupaten/kota3.
Dalam tahapan perizinan untuk kegiatan pertambangan, yaitu penyelidikan umum,
ekplorasi, eksploitasi, pengolahan/pemurnian, dan pengangkutan/penjualan4, ada sedikit
perbedaan yaitu Kalteng menambahkan satu jenis izin yaitu IUP Jasa5. Perda Kalteng
menyatakan bahwa tata cara dan syarat untuk mendapatkan IUP diatur dengan Keputusan
Gubernur6, sedangkan Perda Kalsel menyatakan bahwa kedua hal serupa diatur dengan
Peraturan Gubernur7. Jika salah satu wilayah terdapat lebih dari satu pengajuan izin
pertambangan, Pemerintah Kalsel akan lebih mengutamakan pihak yang lebih dahulu
melakukan permintaan KP8, sedangkan Perda Kalteng tidak mengatur hal ini9.
Perbedaan antarperda begitu jelas terlihat pada tingkat kabupaten. Kabupaten Kutai
Barat menyatakan bahwa usaha pengelolaan pertambangan umum daerahnya dapat
dilakukan jika Kuasa Pertambangan (KP) telah diperoleh. KP-nya sendiri terdiri dari Kuasa
Pertambangan (KP) Kontrak Karya (KK), dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
1 Perda Kalteng No.8/2002, Pasal 7
2 Perda Kalsel No.2/2009, Pasal 1
3 Ibid
4 Id. at Pasal 6; Perda Kalteng, op.cit., Pasal 7.
5 Perda Kalteng, op.cit., Pasal 7 ayat 2(b)
6 Id. at Pasal 7 ayat 3
7 Perda Kalsel, op.cit., Pasal 6 ayat 3
8 Id. at Pasal 15 ayat 4
9 Dwi Cahyani, Decentralized Mining License in Indonesia (Jakarta: RWI, 2012)
7
Batubara (PKP2B). Proses pengajuannya diatur dengan Keputusan Bupati10. Mereka juga
mengenal bentuk lisensi Ijin Usaha Pertambangan Umum Daerah (IUPUD). IUPUD dan KP
memiliki 5 (lima) tahapan ijin yang sama untuk usaha pertambangan yaitu penyelidikan
umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian, dan pengangkutan. Yang
berbeda hanya pada satu tahap, yaitu jika pada IUPUD ada untuk penjualan maka pada KP
ada untuk penugasan. Tata cara dan persyaratan permohonan IUPUD dibahas dalam
peraturan daerahnya namun tidak terperinci, hanya membahas kepada siapa permohonan
disampaikan dan apa dokumen-dokumen yang harus dipenuhi. Salah satu ketidakjelasan
lain dalam perda ini adalah perbedaan antara KP dan IUPUD.
Pemerintah Kabupaten Barito Timur mengenal istilah Izin Usaha Pertambangan (IUP)
dalam pengelolaan pertambangan di daerahnya. IUP terdiri dari Kuasa Pertambangan (KP),
Kontrak Karya (KK), dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). IUP
meliputi lima tahap yaitu penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan
pemurnian, dan pengangkutan dan penjualan. Tata cara dan persyaratan masing-masing IUP
dijelaskan dengan terperinci dalam Perda Kab.Barito Timur 3/2004 ini. Namun perda ini
tidak menjelaskan bagaimana jika terdapat lebih dari satu pemohon izin dalam satu wilayah.
Perda Kabupaten Tanah Bumbu 10/2007 menyatakan bahwa izin pertambangan
adalah wewenang yang diberikan kepada Badan Hukum atau perorangan untuk
melaksanakan usaha pertambangan baik berupa Kuasa Pertambangan (KP), Kontrak Karya
(KK), Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Surat Izin
Pertambangan Daerah (SIPD), dan Surat Izin Pertambangan Rakyat. Dari definisi ini, dapat
dilihat bahwa kabupaten ini mengenal lisensi pengelolaan pertambangan dalam bentuk KP,
SIPD, dan SIPR. Tahapan perizinan untuk pertambangan terdiri dari 6 (enam) yaitu
penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan/pemurnian, pengangkutan,
penjualan. Prosedur permohonan izin tidak dibahas dalam perda, hal ini diperjelas dengan
Peraturan Bupati. Apabila dalam satu wilayah terdapat lebih dari satu pemohon, maka
prioritas diberikan berdasarkan urutan pengajuan permohonan (first come, top priority).
Satu perda kabupaten terakhir yang dibandingkan adalah Perda Kabupaten Belu.
Kabupaten Belu mengenal dua jenis izin pertambangan yaitu Izin Usaha Pertambangan (IUP)
10 Pemda Kutai Barat No.15/2003, Pasal 14
8
dan Izin Pertambangan Rakyat (IPR). Tahapan perolehan IUP terdiri dari dua yaitu
pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan pemberian IUP itu sendiri. IUP
terbagi dua yaitu IUP eksplorasi yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi
kelayakan; serta IUP operasi produksi meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan. Persyaratan permohonan IUP diatur dengan
Peraturan Bupati. Perolehan izin dilakukan dengan mekanisme lelang.
IV. Mekanisme Revenue Collection dan Revenue Management
Terkait dengan transparansi dan akuntabilitas pendapatan dari sektor industri
ekstraktif, pengumpulan pendapatan (revenue collection) dan pengelolaan pendapatan
(revenue management) perlu diteliti dari masing-masing perda pertambangan. Pada
umumnya, perda-perda tersebut tidak membahas secara rinci baik revenue collection
maupun revenue management. Perda-perda tersebut hanya menjelaskan jenis-jenis
pungutan tanpa menjelaskan mekanisme pungutan tersebut diserahkan kepada instansi
pemerintahan yang berwenang. Bahkan hanya 1 (satu) perda yang membahas revenue
management, yaitu Perda Kab. Barito Timur No. 3/2004 tentang Penyelenggaraan
Pengelolaan Usaha Pertambangan Umum. Dan 1 (satu) perda tidak membahas keduanya
yaitu Perda Kutai Barat No. 15/2003.
Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu dalam Perda No. 10/2007 menyatakan bahwa
di kabupaten ini terdapat beberapa jenis iuran wajib11 yaitu:
1. Iuran Eksplorasi wajib bagi pemegang KP Eksplorasi
2. Iuran Eksploitasi/Produksi wajib bagi pemegang KP Eksploitasi. Besarnya ditetapkan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku berdasarkan perhitungan
jumlah produksi yang dilakukan oleh kepala dinas berwenang dengan menghitung bobot
isi bahan galian. Pengaturan mengenai bobot tersebut dilakukan berdasarkan Keputusan
Bupati12.
11
Perda Tanah Bumbu No. 10/2007, Pasal 31
12 Id. at Pasal 34.
9
3. Iuran Tetap wajib bagi pemegang KP Umum, KP Ekplorasi, dan/atau KP Eksploitasi.
Besarnya ditetapkan dengan Keputusan Bupati13
4. Kontribusi wajib bagi pemegang KP Pengangkutan dan/atau KP Pengolahan
5. Dana Pencadangan (pemblokiran) wilayah untuk seluruh pemegang KP
Iuran Produksi dan Iuran Tetap disetorkan pada Rekening Kas Negara A KPKN Jakarta I
melalui Bank Indonesia14. Selain itu, Untuk mendapatkan Surat Keterangan Pengiriman
Barang, maka pemegang Kuasa Pertambangan berkewajiban membayar: royalti, sumbangan
PAD, jaminan biaya reklamasi sesuai kemajuan luas bukaan tambang15. Pemerintah
Kabupaten Tanah Bumbu masih belum memiliki pola, mekanisme, ataupun hal lebih
terperinci dari itu dalam hal pengelolaan pendapatannya. Adapun Perda Belu No. 9/2010
pada pasal 51 hanya menyatakan bahwa IUP operasi produksi dikenakan iuran produksi,
tidak mengatur secara rinci mengenai pungutan/iuran kepada pemkab.
Perda Barito Timur 3/2004 mengenal Pungutan Daerah sebagai pungutan yang wajib
dibayar kepada Pemerintah Daerah atas usaha tambang yang dilakukan. Penarikan
pungutan –mulai pendataan sampai pemungutan- dilakukan oleh Dinas Pertambangan,
Energi, dan Lingkungan Hidup Kabupaten Barito Timur. Besar pungutan daerah tersebut
yaitu:
a. Pencadangan wilayah per blok untuk luasan 50 (lima puluh) hektar lebih dikenakan
pungutan Rp 10.000.000,- dan untuk luasan kurang dari 50 (lima puluh) hektar sebesar
Rp 200.000,-
b. Iuran tetap per hektar per tahun
c. Hasil produksi yang diperoleh dari kegiatan eksplorasi (uji coba produksi) dan eksploitasi
bahan galian
d. Surat Keputusan Izin Peninjauan (SKIP) Rp 500.000,-
e. Jasa informasi
f. Biaya administrasi
g. Biaya pengukuran dan pemetaan
13
Id. at Pasal 35.
14 Id. at Pasal 36.
15 Id. at Pasal 30.
10
Besarnya tarif pungutan daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Perda ini juga
membahas perhitungan dan pembayaran pungutan, namun tidak terperinci. Perda hanya
membahas bahwa tahapan proses pemungutan dan tempat penampungan pungutan (Kas
Daerah). Lebih terperincinya diatur dengan Keputusan Bupati.
Meskipun begitu, Perda Kabupaten Barito Timur ini memiliki kelebihan dibandingkan
perda-perda tingkat kabupaten lainnya, yaitu adanya pembahasan mengenai pembagian
hasil pungutan. Hal ini sebagai salah satu bentuk revenue management. Perda ini mengatur
bahwa hasil pungutan daerah dibagi dengan persentase sebagai berikut16:
a. Penerimaan Iuran Tetap (land-rent) dibagi menjadi tiga bagian, yaitu 20% untuk
Pemerintah Pusat, 16% untuk Pemerintah Provinsi, dan 64% untuk Kabupaten/Kota
Penghasil
b. Penerimaan Iuran Eksplorasi (uji produksi) dan Iuran Eksploitasi (royalti) dibagi dengan
rincian 20% untuk Pemerintah Pusat, 16% untuk Pemerintah Provinsi, 32% untuk
Kabupaten/Kota penghasil, dan 32% untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi
tersebut
Adapun jika Pemerintah Kabupaten telah menerima pungutan, maka pungutan tersebut
dibagi menjadi:
a. Penerimaan Iuran Tetap dibagi menjadi 50% untuk pemkab, 7% untuk desa/kelurahan,
dan 7% untuk desa/kelurahan lain dalam daerah sekitar tambang
b. Penerimaan Iuran Eksplorasi dan royalti dibagi menjadi 27% untuk pemkab, 2,5% untuk
desa/kelurahan, dan 2,5% untuk desa/kelurahan sekitar tambang.
V. Pembahasan Isu Lingkungan
Perda Provinsi Kalimantan Tengah dan Perda Provinsi Kalimantan Selatan memiliki
kesamaan dalam membahas isu lingkungan, yaitu mengenai pengendalian lingkungan.
Kedua perda ini menyatakan bahwa pemegang IUP bertanggung jawab atas pengembalian
fungsi lingkungan dan persiapan kesinambungan kehidupan masyarakat setempat
pascatambang. Beberapa hal yang harus dibuat dalam rangka pengelolaan lingkungan yaitu:
16 Perda Barito Timur 3/2004, Pasal 37
11
a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang terdiri dari Kerangka Acuan
AMDAL, Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Penglolaan Lingkungan (RKL),
dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
b. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) untuk
kegiatan tidak wajib AMDAL
Pemprov Kalteng mengacu kepada peraturan perundang-undangan untuk menentukan
kegiatan mana yang wajib AMDAL dan hanya UKL/UPL. Pelaksanaan kedua hal tersebut
berada di bawah bimbingan teknis dari Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan
Tengah. Selain itu, usaha pertambangan wajib menyusun Rencana Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan (RPTKL) dan laporan pelaksanaannya juga membayar uang jaminan
reklamasi yang besarnya oleh Keputusan Gubernur.
Pada tingkat kabupaten, 2 (dua) kabupaten yang membahas isu lingkungan yaitu Kabupaten
Barito Timur dan Kabupaten Tanah Bumbu. Kabupaten Kutai Barat tidak membahas sama
sekali tentang isu lingkungan sedangkan Kabupaten Belu hanya menyatakan dalam
perdanya bahwa usaha tambang wajib melakukan pengelolaan lingkungan bersama
Pemerintah Daerah. Perda Barito Timur menyatakan bahwa terdapat beberapa dokumen
lingkungan yang harus dipenuhi yaitu AMDAL (KA-AMDAL, ANDAL, RKL, dan RPL), UPL/UKL,
RTKL, dan Laporan RTKL, serta penempatan dana jaminan reklamasi pada Bank Devisa.
Sementara itu, Perda Kabupaten Tanah Bumbu tidak menjelaskan tentang dokumen
tersebut melainkan tentang reklamasi pascatambang. Reklamasi pascatambang dilakukan
berdasarkan hasil kajian yang mengacu pada dokumen lingkungan, laporan studi kelayakan,
Rencana Kerja dan Anggaran Biaya. Reklamasi ini juga harus didahului dengan penyetoran
uang jaminan reklamasi yang secara rinci diatur dengan Peraturan Bupati. Tidak ada satu
perda pun yang membahas tahapan pengelolaan lingkungan dalam pertambangan.
12
VI. Pola Pembahasan 4 (Empat) Isu Dalam Perda
Dalam menjelaskan keempat isu di atas, perda-perda tersebut membentuk pola sebagaimana dijelaskan oleh tabel 4.
Tabel 3. Perda Tingkat Provinsi
Isu Perda Kalimantan Tengah 8/2002 Perda Kalimantan Selatan 2/2009
Mengacu kepada peraturan-peraturan tingkat atasnya
Tidak mengacu kepada seluruh undang-undang yang berlaku sesuai tahun keluar perda, terkait dengan isu-isu penting
mengacu kepada seluruh undang-undang yang berlaku sesuai tahun keluar perda, terkait dengan isu-isu penting
Sistem perizinan tambang Tidak mengatur Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B); prosedur perizinan diatur dengan Keputusan Gubernur
Mengatur Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B); prosedur perizinan diatur dengan Peraturan Gubernur
Revenue collection dan revenue management
Tidak menjelaskan keduanya Tidak menjelaskan keduanya
Isu lingkungan Menjelaskan prosedur pengelolaan lingkungan cukup rinci sesuai dengan UU dan PP
Menjelaskan prosedur pengelolaan lingkungan cukup rinci sesuai dengan UU dan PP
Sumber: hasil analisis, 2012
13
Tabel 4. Perda Tingkat Kabupaten
Isu Perda Kutai Barat
15/2003 Perda Barito Timur
3/2004 Perda Tanah Bumbu
10/2007 Perda Belu
9/2010 Perda Timor Tengah
Utara 2011
Mengacu kepada peraturan-peraturan tingkat atasnya
mengacu kepada seluruh undang-undang yang berlaku sesuai tahun keluar perda, terkait dengan isu-isu penting
mengacu kepada seluruh undang-undang yang berlaku sesuai tahun keluar perda, terkait dengan isu-isu penting
mengacu kepada seluruh undang-undang yang berlaku sesuai tahun keluar perda, terkait dengan isu-isu penting
mengacu kepada seluruh undang-undang yang berlaku sesuai tahun keluar perda, terkait dengan isu-isu penting
mengacu kepada seluruh undang-undang yang berlaku sesuai tahun keluar perda, terkait dengan isu-isu penting
Sistem perizinan tambang
Menyebut tetapi tidak mengatur Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B); prosedur perizinan keputusan bupati
Mengatur Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B); prosedur perizinan diatur secara rinci dalam perda
Menyebut tetapi tidak mengatur Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B); prosedur perizinan diatur peraturan/ keputusan bupati
Tidak mengatur Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B); prosedur perizinan diatur dengan peraturan bupati
Tidak mengatur Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Perusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B); prosedur perizinan diatur dengan peraturan bupati
Revenue collection dan revenue management
Tidak menjelaskan keduanya
Mengatur keduanya; manajemen hanya distribusi pendapatan belum menjelaskan penggunaan pendapatan untuk pembangunan daerah
Hanya menjelaskan revenue collection
Tidak menjelaskan keduanya
Mengatur keduanya; manajemen hanya distribusi pendapatan belum menjelaskan penggunaan pendapatan untuk pembangunan daerah berupa nominal
Isu lingkungan Tidak menjelaskan prosedur pengelolaan lingkungan
Menjelaskan reklamasi sebagai salah satu tindakan pengelolaan lingkungan, tetapi tidak menjelaskan prosedur sesuai UU dan PP
Menjelaskan prosedur pengelolaan lingkungan cukup rinci sesuai dengan UU dan PP
Tidak menjelaskan prosedur pengelolaan lingkungan
Menjelaskan reklamasi sebagai salah satu tindakan pengelolaan lingkungan, tetapi tidak menjelaskan prosedur sesuai UU dan PP
Sumber: hasil analisis, 2012
14
Daftar Pustaka
Strongman, John. Dwicahyani, Ambarsari. et al. 2012. Decentralized Mining License in
Indonesia. Jakarta: RWI.
Kalimantan Tengah, Pemprov. 2002. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 8
tahun 2002 tentang Pengelolaan Pertambangan. Palangka Raya: Pemprov Kalimantan
Tengah.
Kalimantan Selatan, Pemprov. 2009. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 2
tahun 2009 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum. Banjarmasin: Pemprov Kalimantan
Selatan.
Kutai Barat, Pemkab. 2003. Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2003 tentang Ijin Usaha
Pertambangan Umum Daerah. Sendawar: Pemkab Kutai Barat.
Barito Timur, Pemkab. 2004. Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Umum. Tamiang Layang: Pemkab
Barito Timur.
Tanah Bumbu, Pemkab. 2007. Peraturan Daerah Nomor 10 tahun 2007 tentang Usaha
Pertambangan Umum Daerah. Batulicin: Pemkab Tanah Bumbu.
Belu, Pemkab. 2010. Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2010 tentang Pengelolaan
Pertambangan Mineral. Atambua: Pemkab Belu.