efektivitas strategi pembelajaran think-talk-write (ttw)...
TRANSCRIPT
EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE
(TTW) BERBANTUAN MEDIA ANIMASI FLASH TERHADAP
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA
MATA PELAJARAN PKN DI SD
Artikel Ilmiah
Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi
untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Komputer
Peneliti:
David Febriant C. (702011005)
Elzabeth Sri Lestari. S.Pd., M.Lis.
Angela Atik Setiyanti. S.Pd., M.Cs.
Program Studi Pendidikan Teknik Informatika Dan Komputer
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2016
EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN THINK-
TALK-WRITE (TTW) BERBANTUAN MEDIA ANIMASI FLASH
TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS
SISWA PADA MATA PELAJARAN PKN DI SD
1David Febriant C. 2Elizabeth Sri Lestari 3Angela Atik S.
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
Email : [email protected]@staff.uksw.edu
Abstract
Implementing less varied and less suitable learning strategies will affect the
students response toward the learning process, such as the critical thinking skills..
This study aims to determine whether the learning strategies Think-Talk-Write
aided by Flash Media Animation effective in improving students' critical thinking
skills on the subjects of PKN. This study was conducted in SD N Tingkir Lor 01
Salatiga with 28 students in grade 5. Research method which is used in this
research is One-Shot Case Study type experiment. The results showed an increase
in critical thinking skills of students by 32.54%, beginning from the pre-treatment
till the treatment ended. The result shows, Think-Talk-Write aided by Flash Media
Animation effective in improving students' critical thinking skills on the subjects of
PKN.
Keyword : Think-Talk-Write Learning strategies, Flash Media Animation, Critical
Thinking Ability
Abstrak
Penggunaan strategi pembelajaran yang kurang divariasikan dan kurang tepat, akan
membuat siswa merasa bosan dan kurang memperhatikan pelajaran. Hal itu akan
berdampak pada kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah strategi pembelajaran Think-Talk-Write berbantuan Media
Animasi Flash efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada
mata pelajaran PKN. Penelitian ini dilakukan di SD N Tingkir Lor 01 Salatiga
dengan 28 siswa kelas 5. Metode yang digunakan adalah experiment tipe one shot
case study. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis
siswa sebesar 32,54%, dari sebelum dilakukannya treatment sampai treatment
terakhir dilakukan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa strategi pembelajaran
Think-Talk-Write berbantuan Media Animasi Flash efektif dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran PKN.
Kata Kunci : Strategi pembelajaran Think-Talk-Write, Media Animasi Flash,
Kemampuan Berpikir Kritis
1 Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Pendidikan Teknik Informatika dan
Komputer Universitas Kristen Satya Wacana 2 Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana 3 Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana
1
1. Pendahuluan
Di dalam dunia pendidikan Indonesia, mulai dicanangkan
pembelajaran berbasis TIK, dengan dibuatnya Kurikulum 2013. Tapi sayang
kebanyakan sekolah masih merasa kesulitan dalam menerapkannya. Dalam
praktek pembelajarannya masih ditemukan sifat pembelajaran yang hanya
terfokus pada guru saja atau biasa disebut Teacher Centered. Dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional pasal 3, dapat dilihat bahwa tujuan pembelajaran adalah
membuat siswa dapat berpikir secara kreatif dan mandiri [1]. Secara tidak
langsung, pernyataan tersebut menuntut siswa untuk dapat lebih aktif dalam
proses pembelajaran.
Untuk dapat membentuk siswa yang mampu berpikir secara kreatif
dan mandiri, guru dituntut untuk dapat menciptakan suasana pembelajaran
yang baik dan nyaman agar siswa dapat lebih aktif dalam proses
pembelajaran. Dibutuhkan interaksi yang baik antara guru dan siswa agar
hal tersebut dapat terwujud. Selain itu media pembelajaran yang digunakan
oleh guru juga harus lebih menarik untuk membuat siswa lebih tertarik
dalam mengikuti pelajaran.
PKN adalah salah satu mata pelajaran wajib yang ada di setiap
sekolah dasar. Model pembelajaran PKN menurut BSNP (2006), memiliki
karakteristik sebagai berikut: (1) melatih siswa berpikir kritis; (2) melatih
siswa mengenal, memilih dan memecahkan masalah sendiri; (3) melatih
siswa untuk berpikir sesuai dengan kenyataan; (4) melatih siswa untuk
berpikir dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar [2]. Oleh karena itu,
PKN perlu diberikan kepada semua peserta didik untuk membekali peserta
didik dengan keterampilan berpikir logis, kritis, memiliki keterampilan
berkomunikasi, bekerja sama.
Berpikir kritis adalah mode berpikir mengenai hal, substansi atau
masalah apa saja di mana kualitas pemikiran dari si pemikir ditingkatkan
dengan cara menangani struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran
secara terampil dan menerapkan standar-standar intelektual padanya[3].
Dapat dilihat bahwa Berpikir kritis berbeda dengan berpikir biasa atau
berpikir rutin. Berpikir kritis merupakan proses berpikir intelektual di mana
pemikir dengan sengaja menilai kualitas pemikirannya sendiri.
Untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, perlu
untuk mengubah paradigma pembelajaran yang bersifat Teacher Centered
menjadi Student Centered. Guru perlu mempertimbangkan metode, model
atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan yang
disampaikan. Strategi pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan
disampaikan dan sesuai dengan karakteristik siswa, akan meningkatkan
partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut pengamatan dan observasi didapat bahwa, guru masih
menggunakan metode pembelajaran dengan ceramah atau tanya jawab,
tanpa ada variasi yang lain. Ini menyebabkan siswa merasa bosan dengan
pelajaran PKN karena pembelajaran bersifat Teacher Centered. Dengan
keadaan seperti ini maka model pembelajaran PKN menurut BNSP tidak
bisa diwujudkan, karena siswa sulit mengembangkan keterampilan berpikir
kritis mereka. Untuk dapat memecahkan masalah tersebut salah satunya
2
adalah diperlukan adanya suatu model pembelajaran yang dapat membuat
siswa berperan aktif dalam pembelajaran sehingga keterampilan berpikir
kritis siswa dapat meningkat dan tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Salah satu strategi pembelajaran yang berpotensi untuk menumbuh
kembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik secara efektif yaitu
strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW). Pembelajaran Think-Talk-
Write (TTW) adalah suatu model pembelajaran kooperatif di mana siswa
dibagi dalam beberapa kelompok yang nantinya siswa ini akan bertanggung
jawab atas penguasaan bagian materi belajarnya dan siswa ini diharapkan
mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota yang lain dalam
kelompoknya. Alur strategi TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam
berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca,
selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum
menulis. Hal ini akan lebih efektif bila dilakukan dalam kelompok
heterogen dengan beranggotakan 3-5 siswa [4].
Dalam strategi pembelajaran TTW terdapat tiga fase, yaitu fase
berpikir (think), berbicara (talk), dan menulis (write). Dalam fase berpikir
(think), peserta didik menunjukkan aktivitasnya dengan membaca suatu
teks, soal atau permasalahan, kemudian membuat catatan kecil mengenai ide
dalam menyelesaikan soal atau permasalahan tersebut. Dalam fase
berikutnya yaitu berbicara (talk), peserta didik mengkomunikasikan ide-ide
mereka melalui diskusi. Selanjutnya fase write, peserta didik menuliskan
hasil diskusi/dialog pada lembar kerja yang disediakan. Bisa dilihat bahwa
dengan strategi pembelajaran ini siswa akan terbiasa menemukan jawaban
dari pertanyaan yang diajukan, memahami konsep serta melatih siswa untuk
bisa belajar secara mandiri, maupun kelompok, dan berbagi dengan teman
sekelas. Berdasarkan hal tersebut, strategi pembelajaran tipe Think Talk
Write dapat membantu para siswa dalam mengembangkan pemahaman
konsep dan materi pelajaran, mengembangkan kemampuan untuk berbagi
informasi dan menarik kesimpulan serta mengembangkan kemampuan
mempertimbangkan nilai–nilai dari suatu materi pelajaran.
Berdasarkan hal tersebut maka, rumusan masalah dari penelitian ini
adalah “Apakah peningkatan keterampilan berpikir kritis pada mata
pelajaran PKN dapat diupayakan melalui penggunaan model TTW
berbantuan media animasi Flash siswa SD Negeri Tingkir Lor 01 semester 1
tahun ajaran 2015/2016”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah peningkatan keterampilan berpikir kritis pada mata
pelajaran PKN dapat diupayakan melalui penggunaan model TTW
berbantuan Adobe Flash siswa SD Negeri Tingkir Lor 01 semester 1 tahun
ajaran 2015/2016.
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Mengenalkan
strategi pembelajaran TTW; (2) Memberikan pilihan kepada guru mengenai
model pembelajaran lain yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran;
(3) Melatih peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran; (4) Memperluas wawasan dan pengalaman bagi peneliti
dalam tahap proses pembinaan sebagai calon pendidik; (5) Bahan acuan
bagi peniliti lain yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
3
2. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnaini pada tahun 2011, ingin
mengetahui dampak positif bagi siswa selama pembelajaran menulis
karangan deskripsi dan berpikir kritis pada mata pelajaran bahasa Indonesia
dengan model pembelajaran TTW (Think Talk Write) [4], memberikan ide
untuk menggunakan strategi pembelajaran Think Talk Write dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian tersebut
membuahkan hasil yang positif, dimana Model Pembelajaran TTW (Think
Talk Write) mampu meningkatkan keterampilan menulis karangan deskripsi
dan berpikir kritis siswa. Penelitian Rully Khusna Hikmawati mahasiswi
Universitas Negeri Semarang pada tahun 2013, yang meneliti apakah
strategi pembelajaran TTW (Think Talk Write) berbantuan LKPD efektif
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam mata pelajaran
Matematika [5], memberikan informasi tentang penggunaan media belajar
pendukung, seperti pada penelitian tersebut yang menggunakan LKPD,
sehingga muncul gagasan untuk menggunakan media pendukung dalam
penelitian ini, yaitu media animasi Flash. Penelitian dari Nurul Ma’rifah
tentang Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Model
Cooperative Tipe Think Pair Share Dalam Pembelajaran PKN Siswa Kelas
V SD Negeri 3 Puluhan Trucuk Klaten [6], membantu dalam kaitannya
merancang materi pembelajaran dan permasalahan mata pelajaran PKn,
yang akan digunakan dalam media animasi Flash yang dibuat.
Strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW) diperkenalkan
oleh Huinker & Laughlin. Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) adalah
suatu model pembelajaran kooperatif di mana siswa dibagi dalam beberapa
kelompok yang nantinya siswa ini akan bertanggung jawab atas penguasaan
bagian materi belajarnya dan siswa ini diharapkan mampu mengajarkan
materi tersebut kepada anggota yang lain dalam kelompoknya [4]. Model
pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman
dan komunikasi siswa. Model ini pada dasarnya dibangun melalui berpikir,
berbicara, dan menulis [8]. Strategi pembelajaran ini diawali dengan peserta
didik membaca materi yang sudah dikemas dengan pendekatan
konstruktivis untuk memahami kontennya (think), kemudian peserta didik
mengkomunikasikan apa yang telah didapat untuk mendapatkan kesamaan
pemahaman (talk), dan akhirnya setelah diskusi serta negosiasi, peserta
didik menuliskan hasil pemikirannya dalam bentuk rangkuman (write).
Pendapat lain menyatakan bahwa, alur strategi TTW dimulai dari
keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri
setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing)
dengan temannya sebelum menulis. Hal ini akan lebih efektif bila dilakukan
dalam kelompok heterogen dengan beranggotakan 3-5 siswa [4].
Menurut Yamin, langkah-langkah pembelajaran dengan strategi
TTW adalah sebagai berikut: (1) Guru membagi teks bacaan berupa
lembaran aktivitas siswa yang memuat situasi masalah dan petunjuk serta
prosedur pelaksanaannya; (2) Siswa membaca teks dan membuat catatan
dari hasil bacaan secara individual, untuk dibawa ke forum diskusi (think);
(3) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi
4
catatan (talk); Guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar; (4) Siswa
mengonstruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi (write) [8].
Berpikir Kritis adalah adalah mode berpikir mengenai hal,
substansi atau masalah apa saja di mana kualitas pemikiran dari si pemikir
ditingkatkan dengan cara menangani struktur-struktur yang melekat dalam
pemikiran secara terampil dan menerapkan standar-standar intelektual
padanya[3]. Makna yang lain, berpikir kritis adalah aktivitas kognitif, terkait
dengan penggunaan pikiran. Belajar berpikir dengan cara kritis analitis dan
evaluatif berarti menggunakan proses mental seperti perhatian, kategorisasi,
seleksi, dan penilaian[7]. Berpikir kritis singkatnya adalah sebuah,
pemikiran mandiri, disiplin diri, pengawasan mandiri, dan pemikiran
koreksi sendiri. Ini menandakan bahwa berpikir kritis mengharuskan
seseorang untuk memiliki standar yang ketat serta unggul dan penuh
perintah sadar penggunaannya. Ini memerlukan komunikasi yang efektif dan
kemampuan pemecahan masalah, serta komitmen untuk mengatasi
egosentrisme dan sociocentrisme asli kita.
Indikator yang diukur untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis
siswa dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 1 Indikator Berpikir Kritis [10] No Kelompok Indikator Sub indikator
1. Elementary
Clarification
(Memberikan
penjelasan
sederhana)
Memfokuskan
pertanyaan Mengidentifikasi atau
merumuskan pertanyaan
Menjaga kondisi berpikir
Menganalisis argumen
Membuat ringkasan
Bertanya dan menjawab pertanyaan
Memberikan penjelasan
sederhana
2 Inference
(Menyimpulkan)
Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi
Mengemukakan kesimpulan dan
hipotesis
Menarik kesimpulan dari hasil
menyelidiki
3 Advance
Clarification
(Memberikan
penjelasan
lanjut)
Mengidentifikasi asumsi-asumsi
Mengonstruksi argumen
4 Strategi and
tactics
(Mengatur
strategi dan
taktik)
Menentukan suatu
tindakan Merumuskan solusi alternatif
Berinteraksi dengan
orang lain Menunjukkan suatu posisi, orasi,
atau tulisan
Indikator kemampuan berpikir kritis ini telah dimodifikasi dari
indikator-indikator yang telah dijabarkan R.H. Ennis [10]. Beberapa
indikator tersebut diambil karena dalam pembelajaran menggunakan metode
TTW ini, indikator-indikator tersebut sesuai dengan pembelajaran yang
akan dilakukan dan sesuai dengan apa yang ingin diteliti, sehingga bisa
digunakan dalam proses pengamatan peneliti.
5
Media Animasi Flash, peneliti dalam membuat media tersebut
menggunakan software pembuat animasi flash dari Adobe yaitu Adobe
Flash. Adobe Flash adalah salah satu perangkat lunak komputer yang
merupakan produk unggulan Adobe Systems digunakan untuk membuat
gambar vektor maupun animasi. Berkas yang dihasilkan dari perangkat
lunak ini dapat dibuat menjadi semacam aplikasi desktop. Flash
menggunakan bahasa pemrograman bernama Action Script yang muncul
pertama kalinya pada Flash 5. Flash didesain dengan kemampuan untuk
membuat animasi 2 dimensi yang handal dan ringan sehingga flash banyak
digunakan untuk membangun dan memberikan efek animasi pada website,
CD Interaktif dan yang lainnya.
Adobe Flash yang digunakan dalam penelitian ini adalah Adobe
Flash Professional CS3. Adobe Flash Creative Suite 3 (CS3) merupakan
sebuah software yang didesain khusus oleh Adobe dan program aplikasi
standar authoring tool professional yang digunakan untuk membuat animasi
dan bitmap yang sangat menarik. Adobe Flash CS3 menyediakan berbagai
macam fitur yang akan sangat membantu para animator untuk membuat
animasi menjadi semakin mudah dan menarik. Adobe Flash cocok
digunakan dalam kaitannya membangun model pembelajaran dengan
bantuan media yang menarik bagi anak kalangan usia sekolah dasar. Media
animasi Flash dalam penelitian ini digunakan untuk menarik perhatian siswa
pada saat guru sedang menjelaskan suatu materi.
Efektivitas atau keefektifan adalah derajat dimana organisasi
mencapai tujuannya. Keefektifan menekankan perhatian pada kesesuaian
hasil yang dicapai organisasi dengan tujuan yang akan dicapai[15].
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan yang dimaksud dengan
efektivitas adalah tercapainya suatu usaha dengan tujuan yang telah
direncanakan sebelumnya melalui tindakan atau perbuatan yang maksimal.
3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen (experimental
research). Metode penelitian eksperimen adalah suatu prosedur yang diatur
dengan teliti dimana faktor-faktor yang dipercaya mempengaruhi perilaku,
dipelajari dengan cara dimanipulasi dan semua faktor yang lain tetap
sama[11]. Desain dari penelitian ini menggunakan eksperimen One-Shot
Case Study. Penelitian One-Shot Case Study merupakan desain
pembelajaran yang melibatkan satu kelompok dan hanya satu kali observasi
atau pengukuran [12].
Tabel 2 Desain One Shot Case Study Treatment Observasi
X O
Keterangan :
X = Penerapan strategi pembelajaran Think Talk Write berbantuan
media animasi Flash
O = Skor hasil pengukuran akhir kemampuan berpikir kritis siswa
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Tingkir Lor 01 Salatiga pada
semester 1 Tahun pelajaran 2015/2016. Subjek penelitian yang dalam
6
penelitian ini adalah siswa kelas 5 SD Negeri Tingkir Lor 01 Salatiga
sebagai kelas eksperimen. Jumlah siswa di kelas ini berjumlah 28 siswa.
Sumber data diperoleh dari siswa kelas 5 SD Negeri Tingkir Lor 01
Salatiga, siswa sebagai subjek penelitian dan sumber data lain dari guru
kolaborasi. Ada pun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu
observasi, wawancara dan dokumentasi.
Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap, yaitu 1) Tahap
persiapan, 2) Tahap pelaksanaan, 3) Tahap pengolahan dan analisis data.
Tabel tahap penelitian dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Tahap Penelitian
No Tahap Penelitian Keterangan
1 Tahap persiapan - Observasi
- Wawancara kepada guru
tentang masalah yang
sedang terjadi
- Studi Literatur
- Menentukan populasi dan
sample
- Mendesain Strategi metode
pembelajaran
- Konsultasi materi dan RPP
- Mendesain media animasi
Flash
2 Tahap pelaksanaan - Memberikan perlakuan
(treatment)
- Mengamati prilaku siswa
dengan check list
- Wawancara tanggapan siswa
- Dokumentasi kegiatan
3 Pengolahan dan analisis
data
- Mengolah hasil check list
- Mengolah hasil wawancara
Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan adalah peneliti
melakukan perizinan tempat penelitian. Selanjutnya melakukan observasi
awal ke tempat penelitian untuk mengetahui keadaan dan bagaimana situasi
yang ada pada tempat penelitian. Selanjutnya peneliti mewawancarai guru
serta berdiskusi dengan guru tentang masalah yang terjadi dan peneliti
bersama guru mencari solusi untuk pemecahan masalah yang terjadi.
Peneliti bersama guru kemudian merancang pelaksanaan pemecahan
masalah dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya peneliti menentukan
populasi dan sampel untuk menentukan kelas eksperimen. Menyiapkan
materi yang akan digunakan dalam proses pembelajaran serta menyusun
lembar observasi. Pada tahap ini peneliti juga membuat dan mendesain
media animasi flash yang akan digunakan.
Tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan
ini kegiatan awal peneliti adalah mengobservasi proses pembelajaran
sebelum dilakukannya treatment. Setelah melakukan hal tersebut, kemudian
peneliti beserta guru berkolaborasi untuk memberikan perlakuan (treatment)
7
yaitu penerapan model pembelajaran Think Talk Write berbantuan media
animasi Flash kepada kelas eksperimen. Selama proses treatment
berlangsung, dilakukan juga proses observasi. Observasi yang dilakukan
berupa monitoring dan mendokumentasikan segala aktivitas siswa di kelas.
Tahap observasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1)
pengamatan terhadap proses belajar mengajar di kelas menggunakan model
pembelajaran Think Talk Write; (2) pengamatan terhadap penerapan pola
pembelajaran Think Talk Write terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.
Setelah semua treatment dijalankan, dilakukan wawancara kepada siswa
mengenai tanggapan mereka terhadap pembelajaran dan media yang
digunakan.
Di akhir pertemuan peneliti melakukan proses wawancara kepada
guru dan siswa untuk mengetahui tanggapan siswa tentang model
pembelajaran ini. Berikut desain pembelajarannya :
Tabel 4 Desain Pembelajaran No Tahap Kegiatan Kegiatan Kegiatan Pembelajaran
Siswa Guru
1 Pendahuluan a. Menunjukkan
kebutuhan
masalah dan
meminta
informasi
a. Menjelaskan
tujuan
pembelajaran
a. Guru membuka
pelajaran dengan
menjelaskan tujuan
pembelajaran
b. Guru menyiapkan
materi pembelajaran
mengenai menjaga
keutuhan Negara
Kesatuan Republik
Indonesia
2 Eksplorasi a. Mendengarkan
penjelasan guru.
a. Memberi
penjelasan
singkat tentang
materi yang
sedang dipelajari
a. Guru melanjutkan
materi tentang
pentingnya menjaga
keutuhan NKRI
b. Guru memberikan
sedikit materi tentang
menjaga keutuhan
NKRI dengan
menggunakan media
animasi Flash
c. Siswa mendengarkan
penjelasan guru dan
mengumpulkan
informasi dari
penjelasan guru.
3 Elaborasi
(Tahap Think)
a. Merumuskan
tugas,
b. Mengerjakan
tugas
c. Membaca,
mengamati,
membuat catatan,
mengorganisasi
data
a. Mengamati,
membantu,
mengarahkan
b. Menganjurkan
dan membimbing
a. Guru menampilkan
soal atau permasalahan
yang ada di dalam
media animasi Flash
untuk diselesaikan
siswa
b. Siswa diberi waktu
untuk berpikir guna
menjawab
permasalahan tersebut
c. Siswa menjawab
permasalahan tersebut
8
dengan
pemahamannya sendiri
d. Siswa menuliskan
jawabannya sendiri di
lembar kertas yang
sudah disediakan
e. Guru mengamati,
membantu,
memberikan arahan
dan bimbingan kepada
siswa yang kesulitan
4 Elaborasi
(Tahap Talk)
a. Membentuk
Kelompok
b. Berdiskusi
dengan kelompok
c. Sharing
penemuan
a. Mengorganisasi
Kelompok
c. Mengamati,
membantu,
mengarahkan
b. Menganjurkan
dan membimbing
a. Siswa membentuk
kelompok yang
beranggotakan 4 orang
setiap kelompoknya
b. Siswa berdiskusi
permasalahan yang
tadi dengan anggota
kelompoknya
c. Guru menentukan
batas waktu untuk
berdiskusi secara
berkelompok
5 Elaborasi
(Tahap Write)
a. Mengonstruksi
argumen
b. Menarik
kesimpulan
c. Menuliskan hasil
kesimpulan
terakhirnya
a. Menganjurkan
dan membimbing
b. Memberi bantuan
a. Siswa mengonstruksi
argumen-argumen dari
temannya satu
kelompok
b. Siswa menuliskan
kesimpulan
terakhirnya setelah
berdiskusi dengan
temannya di kelompok
c. Guru mengumpulkan
hasil tulisan siswa
6 Konfirmasi dan
Penutup
a. Memberikan
pertanyaan
a. Memberikan
kesempatan
bertanya
b. Memberikan
evaluasi
c. Menyimpulkan
a. Siswa bertanya apabila
ada yang kurang jelas
b. Guru memberikan
jawaban kepada siswa
yang bertanya
c. Guru memberikan
evaluasi terhadap
pembelajaran pada hari
tersebut
d. Guru memberikan
kesimpulan akhir
tentang materi yang
diajarkan
Tahap terakhir adalah pengolahan dan analisis data. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi
berbentuk check list. Observasi digunakan untuk mengetahui tingkat
kemampuan berpikir kritis siswa saat penerapan strategi pembelajaran Think
Talk Write yang dilakukan selama tiga kali. Instrumen penelitian yang
digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi berbentuk checklist.
Dalam membuat lembar observasi diperlukan kisi-kisi sebagai acuan. Kisi-
9
kisi dalam pembuatan lembar observasi ini diambil dari indikator yang akan
dinilai, yang sudah dipaparkan sebelumnya. Berikut Kisi-kisi tersebut :
Tabel 5 Kisi-kisi lembar observasi kemampuan berpikir kritis siswa
No Aspek yang diamati Soal
1 Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan 1
2 Menjaga kondisi berpikir 2
3 Membuat ringkasan 3
4 Menunjukkan suatu posisi, orasi, atau tulisan 4
5 Memberikan penjelasan sederhana 5
6 Mengonstruksi argumen 6
7 Menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki 7
8 Mengemukakan kesimpulan dan hipotesis 8
9 Merumuskan solusi alternatif 9
Data hasil observasi dianalisis untuk mengetahui kemampuan
berpikir kritis siswa yang berpedoman pada lembar observasi kemampuan
berpikir kritis siswa.
Selain menggunakan metode observasi berbentuk check list, Peneliti
juga menggunakan metode lain yaitu wawancara. Pada wawancara ini
peneliti ingin mengetahui tanggapan dan respons siswa dan guru terhadap
pembelajaran menggunakan metode Think Talk Write berbantuan media
animasi Flash ini, dalam mata pelajaran PKn. Ada pun pertanyaan yang
ditanyakan kepada siswa dan guru adalah : (1) bagaimana pendapat siswa
dan guru mengenai metode pembelajaran Think Talk Write ?; (2) bagaimana
pendapat siswa dan guru mengenai media animasi Flash yang digunakan ?
Dalam penelitian ini pembelajaran akan dikatakan efektif apabila
kemampuan berpikir kritis peserta didik yang melaksanakan pembelajaran
strategi Think Talk Write berbantuan media animasi Flash, lebih baik atau
meningkat dibandingkan sebelum pembelajaran ini dilakukan. Hal ini nanti
dapat dilihat dari hasil lembar observasi dan hasil wawancara kepada guru
dan siswa.
4. Hasil dan Pembahasan
Penelitian dilakukan selama 3 kali pertemuan dengan materi
menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia, dimana pada
pertemuan pertama belum dilakukan treatment, pembelajaran berlangsung
seperti biasa. Pertemuan kedua guru sudah menerapkan penggunaan model
pembelajaran Think Talk Write berbantuan media animasi flash, dan
dilakukan juga pengambilan data. Dalam pertemuan ketiga guru beserta
peneliti juga melakukan observasi atau pengamatan seperti yang dilakukan
pada pertemuan kedua.
Kegiatan pembelajaran yang terjadi selama proses penelitian
berlangsung adalah sebagai berikut; pada pertemuan pertama guru
10
melakukan kegiatan pembelajaran dengan cara yang biasa guru gunakan.
Siswa sudah siap dengan buku pegangan yang biasa digunakan dalam
pelajaran PKn, sehingga guru kemudian menjelaskan materi yang terdapat
di dalamnya. Dalam kegiatan pembelajaran ini siswa hanya mendengarkan
penjelasan guru. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya mengenai materi yang sedang dipelajari. Pada pertemuan kedua
dan ketiga dapat dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 8. Tabel proses pembelajaran pertemuan 2 dan 3 Tahapan Pembelajaran Think
Talk Write
Proses Media
• Guru menjelaskan materi • Guru menjelaskan materi
secara singkat menggunakan
media adobe flash
• Adobe Flash
(Tahap Think)
• Siswa diberikan
permasalahan untuk
dipecahkan secara individu
terlebih dahulu
• Siswa memikirkan jawaban
permasalahan
• Siswa menulis jawaban di
lembar yang sudah disediakan
• Guru mengamatai dan
menjadi fasilitator
• Adobe Flash
• Lembar Jawaban
Individu
(Tahap Talk)
• Siswa dibagi menjadi 7
kelompok beranggotakan 4
siswa
• Siswa mendiskusikan
jawaban yang didapat dengan
temannya yang lain
• Guru menampilkan
permasalahan baru untuk
dipecahkan secara bersama-
sama
• Guru membagi kelompok
• Siswa berkelompok
• Siswa Berdiskusi
• Adobe Flash
(Tahap Write)
• Siswa mengonstruksi
argumen-argumen dari
temannya satu kelompok
• Siswa menuliskan kesimpulan
terakhirnya setelah berdiskusi
dengan temannya di
kelompok
• Guru menganjurkan,
membimbing dan memberi
bantuan
• Siswa mengonstruksi
argumen, menarik
kesimpulan, dan menuliskan
hasil kesimpulan terakhirnya
• Lembar Jawaban
Kelompok
Pada pertemuan kedua dan ketiga ini siswa dibentuk dalam
kelompok pada saat proses Talk. Siswa di bentuk ke dalam kelompok
heterogen sehingga di masing-masing kelompok terdapat siswa yang
prestasinya dikategorikan tinggi, sedang dan rendah. Pengkategorian siswa
tersebut didapat dari nilai siswa dan hasil diskusi dengan guru mata
pelajaran tersebut.
Kemampuan berpikir kritis siswa dilihat dari observasi
menggunakan checklist untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa
selama pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran Think Talk Write.
Tabel 9. Hasil rangkuman lembar observasi atau check list
No Indikator Pra-
Tindakan
Pertemuan
2
Pertemuan
3
1 Mengidentifikasi atau
merumuskan pertanyaan
15 18 19
11
2 Menjaga kondisi berpikir 10 13 20
3 Membuat ringkasan 22 28 28
4 Menunjukkan suatu posisi, orasi,
atau tulisan
10 11 24
5 Memberikan penjelasan
sederhana
3 4 15
6 Mengonstruksi argumen 7 9 15
7 Menarik kesimpulan dari hasil
menyelidiki
7 10 16
8 Mengemukakan kesimpulan dan
hipotesis
7 10 15
9 Merumuskan solusi alternatif 6 8 17
Total 87 111 169
Persentase yang diperoleh dari skor pada lembar observasi diolah
untuk dihitung seberapa besar peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
dalam proses pembelajaran. Analisis dihitung menggunakan rumus [13] :
P = x 100%
Keterangan:
P : angka persentase
f : frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N : number of cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu)
Skor persentase kemampuan berpikir kritis yang diperoleh kemudian
dikelompokkan sesuai penilaian berikut:
Tabel 7 Kriteria persentase kemampuan berpikir kritis siswa
Interval nilai Makna
81% - 100%
61% - 80%
41% - 60%
21% - 40%
0% - 20%
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Jelek / Sangat Tidak Baik
Kriteria tersebut berpedoman dari Tampubolon, 2014 [14]. Setelah
data diolah menggunakan rumus di atas hasil persentase yang didapat adalah
sebagai berikut :
Tabel 10. Persentase kemampuan berpikir kritis siswa sebelum diberikan
treatment (pra-tindakan), pertemuan 2, dan pertemuan 3
No Indikator Kemampuan Berpikir
Kritis
Pra-
Tindakan
(Pertemuan
1)
Pertemuan
2
Pertemuan
3
1 Mengidentifikasi atau
merumuskan pertanyaan
53,58 % 64,29 % 67,86 %
2 Menjaga kondisi berpikir 35,72 % 46,43 % 71,43 %
3 Membuat ringkasan 78,58 % 100 % 100 %
12
Rata-rata tahap Think 55,95 % 70,24 % 79,76 %
4 Menunjukkan suatu posisi,
orasi, atau tulisan
35,72 % 39,29 % 85,72 %
5 Memberikan penjelasan
sederhana
10,72 % 14,29 % 53,58 %
6 Mengonstruksi argumen 25 % 32,15 % 53,58 %
7 Menarik kesimpulan dari
hasil menyelidiki
25 % 35,72 % 57,15 %
Rata-rata tahap Talk 24,11 % 30,36 % 62,50 %
8 Mengemukakan kesimpulan
dan hipotesis
25 % 35,72 % 53,58 %
9 Merumuskan solusi alternatif 21,43 % 28,58 % 60,72 %
Rata-rata tahap Write 23,21 % 32,14 % 57,14 %
Total rata-rata 34,53 % 44,05 % 67,07 %
Pada tabel 10, Indikator 1 sampai 3 masuk ke tahap Think, Indikator
4 sampai 7 masuk ke tahap Talk dan Indikator 8 sampai 9 masuk ke tahap
Write. Dapat dilihat bahwa memang kemampuan berpikir kritis siswa masih
rendah dilihat dari hasil persentase pada pertemuan 1 (pra-tindakan). Pada
pertemuan pertama siswa cenderung lebih pasif karena siswa hanya
mendengarkan guru berceramah di depan kelas dan hanya membaca buku
yang telah mereka miliki.
Walaupun begitu terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis
siswa secara bertahap dari pra-tindakan ke pertemuan 1 dan ke pertemuan 2.
Pada indikator pertama yaitu Mengidentifikasi atau merumuskan
pertanyaan, kondisi awalnya adalah 53,58% yang termasuk ke dalam
kategori cukup baik, meningkat pada pertemuan 1 menjadi 64,29%
dikategorikan ke dalam kategori baik. Pada pertemuan kedua indikator ini
juga meningkat menjadi 67,86% tetapi masih termasuk ke dalam kategori
yang sama yaitu kategori baik. Sebagian dari siswa sudah memiliki
kemampuan mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan yang cukup baik
pada kondisi awal dan kemudian setelah diterapkannya metode
pembelajaran ini, jumlah dari siswa yang memenuhi indikator ini meningkat
10,71% pada pertemuan pertama dan 14,28% pada pertemuan kedua. Ini
membuktikan bahwa metode pembelajaran ini memiliki dampak pada
peningkatan indikator berpikir kritis yang pertama.
Pada indikator kedua menjaga kondisi berpikir kondisi awal siswa
memiliki persentase 35,72% yang termasuk ke dalam kategori kurang baik.
Kebanyakan siswa masih tidak fokus dalam menjawab pertanyaan atau
permasalahan. Setelah dilakukannya treatment pada pertemuan pertama
memang tidak terjadi peningkatan yang besar hanya 10,71 % saja
peningkatan yang terjadi. Ini terjadi karena siswa masih kurang terbiasa
dengan metode pembelajaran ini, tapi pada pertemuan kedua siswa mulai
terbiasa dengan model pembelajaran ini. Bila dilihat dari hasil persentase
pada pertemuan kedua yang sebesar 71,43% terjadi peningkatan sebesar
35,71 %. Ini menandakan bahwa banyak siswa yang mulai fokus untuk
dapat memecahkan masalah yang diberikan.
13
Pada indikator ketiga membuat ringkasan pada proses pembelajaran
biasa siswa sudah banyak yang terbiasa membuat ringkasan. Ini terlihat dari
persentase data awal yaitu sebesar 78,58% yang dikategorikan Baik. Setelah
pemberian treatment hasil persentase yang didapat sama atau tetap pada
pertemuan 1 dan 2 yaitu sebesar 100%. Hal tersebut dikarenakan guru
melalui metode pembelajaran ini menuntut siswa untuk membuat ringkasan
atau catatan kecil atas jawaban atau informasi yang diperoleh dalam proses
pemecahan masalah sebelumnya. Dengan membiasakan siswa membuat
ringkasan akan merangsang aktivitas berpikir sebelum, selama dan setelah
membaca.
Indikator selanjutnya adalah indikator 4 yaitu menunjukkan suatu
posisi, orasi, atau tulisan. Pada indikator ini kondisi awalnya adalah 35,72 %
termasuk ke dalam kategori yang kurang baik. Ini menunjukkan banyak
siswa yang masih malu-malu dalam menunjukkan hasil tulisannya kepada
teman yang lain. Begitu juga pada pertemuan pertama dilihat dari
peningkatan yang hanya sebesar 3,57% , siswa masih malu-malu sehingga
membuat proses diskusi menjadi sedikit terhambat karena siswa yang aktif
hanya sedikit. Namun pada pertemuan kedua, setelah melihat kondisi pada
pertemuan pertama peniliti dan guru berdiskusi untuk memperbaiki hal ini
dengan cara memberikan sedikit pengarahan dan motivasi kepada siswa.
Pemberian motivasi ini tidak sia-sia karena hasil persentase yang didapat
menjadi 85,72 % yang termasuk ke dalam kategori sangat baik. Siswa tidak
malu-malu lagi dalam menunjukkan hal tulisan atau ringkasan yang telah
mereka buat.
Indikator kelima masih berhubungan dengan indikator keempat,
dimana setelah menunjukkan ringkasan kecilnya siswa diminta untuk
memberikan juga penjelasan sederhana kepada teman-temannya yang lain.
Sayangnya dalam proses ini banyak siswa yang hanya memberikan catatan
kecilnya kepada temannya yang lain dan kemudian setelah itu mereka tidak
mau menjelaskan apa yang ditulisnya tadi. Ini mengakibatkan hasil
persentase pada kondisi awal yang masuk dalam kategori sangat tidak baik
yaitu sebesar 10,72% masih sama terjadi pada pertemuan pertama yang
hanya meningkat sebesar 3,57%. Pada pertemuan kedua siswa setelah
diarahkan, sebagian akhirnya mau menjelaskan ringkasan yang telah mereka
buat dan persentase yang didapatpun meningkat menjadi 53,58%.
Pada indikator ke enam, setelah siswa mendengarkan dan membaca
pendapat dari teman sekelompoknya, siswa diharapkan mampu
mengonstruksi argumen dari teman-temannya tersebut. Pada kondisi awal
siswa yang mampu melakukan indikator tersebut hanya sebesar 25 % yang
kemudian meningkat menjadi 32,15% pada pertemuan pertama, tetapi
sayangnya kedua persentase tersebut masih digolongkan ke dalam kategori
yang kurang baik. Ini disebabkan karena masih kurang terbiasanya siswa
melakukan indikator hal ini. Setelah mulai terbiasa akhirnya indikator ini
meningkat menjadi 53,58% pada pertemuan kedua.
Indikator ketujuh, setelah siswa mengonstruksi argumen, diharapkan
siswa mampu menarik satu kesimpulan yang tepat dari argumen-argumen
yang sudah diutarakan oleh temannya. Kondisi awal yang hanya 25% pada
pertemuan pertama mulai meningkat menjadi 35,72% walaupun masih
14
dalam kategori yang sama yaitu kurang baik. Pada pertemuan kedua melihat
hal tersebut akhirnya guru berinisiatif untuk memberikan pancingan-
pancingan kepada siswa agar siswa mampu menarik kesimpulan dengan
baik. Pancingan-pancingan tersebut berupa pengungkapan kata-kata kunci
atau kata-kata pokok agar gagasan atau ide kreatif siswa dapat muncul.
Terbukti dengan melakukan hal tersebut persentase pun meningkat menjadi
57,15% yang digolongkan ke dalam kategori cukup baik.
Setelah mampu menarik kesimpulan, Pada indikator 8 ini siswa
diminta untuk menuliskan kesimpulannya tersebut ke dalam kertas yang
kemudian dikumpulkan untuk mengetahui apakah siswa mampu menarik
kesimpulan dengan tepat. Dari hasil yang diperoleh pada pertemuan kedua
sebagian siswa sudah mampu menarik kesimpulan dengan tepat. Hasil yang
diperoleh sebesar 53,58% termasuk ke dalam kategori cukup baik dari
sebelumnya yang hanya 25% yang termasuk ke dalam kategori kurang baik.
Pada indikator terakhir siswa diharapkan mampu memberikan solusi
alternatif dari permasalahan yang sudah diberikan. Di sini kondisi awal
memiliki kategori yang kurang baik sebesar 21,43%, dikarenakan dalam
pembelajaran biasa siswa jarang diberi kesempatan untuk mencari solusi
alternatif sendiri terhadap suatu pertanyaan atau permasalahan yang
diberikan. Sehingga pada pertemuan pertama siswa masih sulit melakukan
hal ini dan didapat hasil sebesar 28,58% yang juga dikategorikan kurang
baik. Pada pertemuan kedua hasil yang didapat sebesar 60,72% yang
menandakan siswa mulai mampu membiasakan diri dalam mencari solusi
alternatif sendiri.
Situasi pembelajaran pada pertemuan kedua siswa masih sedikit
bingung dalam penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW).
Situasi ini terlihat dari masih ditemukannya siswa yang kurang paham
dengan kegiatan yang harus dilakukan. Selain itu masih banyak terdapat
siswa yang belum terbiasa dengan proses pemecahan masalah yang
kemudian harus dituliskan dalam catatan kecil. Kemudian dari yang peneliti
amati siswa belum terbiasa dalam melakukan proses diskusi. Ini terlihat dari
masih banyak siswa yang malu-malu dalam mengungkapkan pendapatnya
kepada teman yang lain. Siswa yang antusias dalam mengungkapkan dan
menjelaskan pendapatnya masih sangat sedikit.
Situasi pembelajaran pada pertemuan ketiga siswa mulai terbiasa
dengan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) berbantuan Adobe
Flash ini. Ini terlihat dari siswa tidak lagi banyak bertanya soal kegiatan
yang harus dilakukan. Siswa juga mulai terbiasa dengan proses pemecahan
masalah yang kemudian harus dituliskannya ke dalam catatan kecil. Dari
yang peneliti amati pada pertemuan ketiga ini siswa sudah dapat berdiskusi
dengan baik antar sesama siswa. Siswa tidak malu-malu lagi dalam
mengungkapkan pendapatnya kepada teman yang lain, sehingga pada proses
pembelajaran tahap Talk dapat berjalan dengan baik. Bila diamati dan
dibandingkan antara pertemuan kedua dan pertemuan ketiga, pada
pertemuan ketiga ini pembelajaran menjadi lebih efektif, lebih baik, lebih
hidup, dan lebih terkontrol dibandingkan pada pertemuan sebelumnya.
Bila dirata-rata hasil yang didapat dari pra-tindakan sampai
pertemuan kedua, menunjukkan kemampuan berpikir kritis siswa secara
15
keseluruhan meningkat pada setiap pertemuan dari kondisi awal sebesar
34,53% yang digolongkan ke dalam kategori kurang baik meningkat
menjadi 44,05% yang termasuk ke dalam kategori cukup baik dan
meningkat lagi pada pertemuan kedua menjadi 67,07% yang termasuk ke
dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran Think
Talk Write (TTW) berbantuan media interaktif, efektif dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) di kelas 5 SD Negeri Tingkir Lor 01 Salatiga. Hal
terebut dapat dilihat dalam grafik berikut :
Grafik 1. Grafik kemampuan berpikir kritis siswa sebelum diberikan
treatment (pra-tindakan), pertemuan 2, dan pertemuan 3
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan kepada guru dan siswa,
menunjukkan bahwa model pembelajaran Think Talk Write ini mampu
membantu siswa dalam proses pembelajaran. Siswa beranggapan bahwa,
model pembelajaran seperti ini membantu mereka dalam mengemukakan
pendapat mereka dan membantu mereka dalam memecahkan masalah.
Guru juga berpendapat bahwa dengan metode pembelajaran seperti
ini suasana kelas menjadi lebih hidup ketimbang menggunakan metode
ceramah tanpa adanya variasi seperti yang biasa beliau lakukan. Siswa yang
biasanya kurang aktif dalam menyuarakan pendapatnya menjadi lebih aktif
menyuarakan pendapatnya kepada teman-temannya. Masih menurut guru,
siswa sekarang menjadi lebih kritis bila diberikan permasalahan baru, dari
evaluasi yang sudah dilakukan.
Media yang digunakan yaitu media animasi Flash juga menjadi
pertanyaan wawancara kepada guru dan siswa. Siswa mengatakan bahwa
media animasi Flash ini sangat menarik dan membuat siswa lebih tertarik
dalam mengikuti proses pembelajaran. Menjadi menarik di mata siswa
karena, mereka mengatakan bahwa media tersebut memiliki background
warna yang cerah dan di dalamnya tidak banyak terdapat tulisan tetapi
banyak memuat gambar dan animasi yang menarik bila dilihat.
Menurut Guru sendiri media animasi Flash yang telah dibuat peneliti
sudah sangat baik, karena mengandung unsur-unsur yang membuat siswa
tertarik untuk melihatnya. Siswa tidak perlu lagi terpaku pada buku teks
yang isinya kebanyakan tulisan dan biasanya tidak dibaca juga oleh siswa
16
karena tidak menarik bagi mereka. Kesimpulan akhir dari hasil wawancara
tersebut intinya adalah model pembelajaran Think Talk Write (TTW)
memberikan manfaat yang baik bagi siswa dalam proses pembelajaran.
Media yang digunakan pun juga sudah dapat menunjang pembelajaran
dengan baik karena dengan media pembelajaran tersebut siswa lebih tertarik
atau antusias dalam mengikuti proses pembelajaran.
Dilihat dari hasil olah data dan wawancara yang didapat, dengan
menerapkan strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW) berbantuan
media animasi Flash, kemampuan berpikir kritis siswa meningkat dari
sebelum dilakukannya strategi pembelajaran ini. Siswa menjadi lebih kritis
dalam menjawab permasalahan yang disajikan. Siswa juga menjadi lebih
aktif dalam berdiskusi dengan teman kelompoknya, dan tidak malu-malu
lagi dalam mengungkapkan pendapatnya. Hal ini menunjukkan bahwa
strategi pembelajaran Think-Talk-Write telah memenuhi tujuan dalam
pembelajaran ini yaitu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa,
sehingga bisa dikatakan pembelajaran tersebut efektif dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa.
5. Simpulan dan Saran
Dengan langkah-langkah pembelajaran : (1) siswa menganalisis
permasalahan (Think); (2) siswa membentuk kelompok diskusi dan
mendiskusikan apa yang telah mereka dapat dengan temannya yang lain
(Talk); (3) siswa menuliskan hasil yang didapat saat diskusi (Write), Siswa
mampu berpikir lebih kritis. Hal ini terlihat dengan adanya keterlibatan
siswa secara aktif dan kreatif yang semakin lama semakin baik selama
pembelajaran. Hal tersebut juga didukung dengan hasil olah data yang
menunjukkan, rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa
sebelum pemberian treatment (pertemuan 1) sebesar 34,35 %, meningkat
menjadi 44,05 % pada pertemuan kedua dan meningkat lagi pada pertemuan
ketiga menjadi 67,07 %, sehingga strategi pembelajaran ini dapat dikatakan
efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Saran yang diusulkan bagi guru, Strategi pembelajaran Think Talk
Write ini bisa menjadi variasi guru dalam mengajar, agar pembelajaran tidak
monoton menggunakan pembelajaran konvensional seperti biasa tanpa dana
variasi lain. Bila guru ingin menggunakan strategi pembelajaran ini ke
depannya, hendaknya lebih memaksimalkan lagi penggunaan media
pembelajaran, pada saat menerapkan model pembelajaran Think Talk Write,
agar ketertarikan dan keterlibatan siswa pada saat pembelajaran lebih baik
lagi. Pengaturan waktu juga harus diperhatikan, agar dapat membantu
kelancaran pembelajaran yang telah direncanakan sehingga dapat
memudahkan tercapainya tujuan pembelajaran.
Bagi peneliti lain, hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan
jika akan melakukan penelitian pada bidang dan metode yang sama. Hasil
penelitian ini juga dapat digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan
peneliti lain dan implikasi terhadap penelitian yang akan dilakukan. Untuk
penelitian selanjutnya lebih dikembangkan konsep pembelajaran strategi
Think-Talk-Write ini, kemudian lebih banyak libatkan indikator kemampuan
berpikir kritis siswa yang diukur dalam proses pembelajaran.
17
Daftar Pustaka
[1] Republik Indonesia. (2003). Undang-undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta:Sekretariat Negara.
[2] Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Isi. Jakarta.
[3] Fisher, Alec. (2007). Berpikir Kritis : Sebuah Pengantar. Diterjemahkan
oleh Benyamin Hadinata.(2009). Jakarta:R.Erlangga.
[4] Zulkarnaini. (2011). Model Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW)
untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi
dan Berpikir Kritis. Edisi Khusus No.2, 144-153. Tersedia di
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&c
d=1&cad=rja&ved=0CCsQFjAA&url=http%3A%2F%2Fjurnal.upi.e
du%2Ffile%2F15-Zulkarnaini-
EDIT.pdf&ei=Lnb4UcrlLsWErgf6ooHIBw&usg=AFQjCNH4X__O
J_SCasjEbL5FTTVcRAvWXA&sig2=9FWrKESaKeAwey5T48GF
PA&bvm=bv.49967636,d.bmk [diakses pada September 2015].
[5] Hikmawati, Rully Khusna. (2013). Keefektifan Strategi Pembelajaran
TTW (Think Talk Write) Berbantuan LKPD Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas X. Semarang: Universitas Negeri
Semarang.
[6] Ma’rifah, Nurul. (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Melalui Model Cooperative Tipe Think Pair Share Dalam
Pembelajaran PKN Siswa Kelas V SD Negeri 3 Puluhan Trucuk
Klaten. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
[7] Cottrell, Stella. (2005). Critical Thinking Skills : Developing Effective
Analysis and Argument. New York: Palcrave Macmillan.
[8] Saputra, Hery. (2013). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik
Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Talk-
Write. Sains Riset Volume 3 - No.
[9] Wiyanata L. dkk. (2012). Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif
Dengan Strategi Think-Talk-Write Terhadap Kemampuan Menulis
Rangkuman Dan Pemahaman Matematis Materi Integral.
[10] Ennis, Robert H. (2011). The Nature of Critical Thinking: An Outline
of Critical Thinking Dispositions and Abilities. Tesedia di
http://faculty.education.illinois.edu/rhennis/documents/TheNatureo
fCriticalThinking_51711_000.pdf [diakses pada September 2015].
[11] Santrock, J. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika.
[12] Anggoro, M. Toha.(2011). Metode Penelitian.Jakarta : Universitas
Terbuka.
[13] Sodijono, Anas. (2011). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT
Grafindo.
[14] Tampubolon, Saur. (2014). Penelitian tindakan kelas : sebagai
pengembangan profesi pendidik dan keilmuan. Jakarta : Erlangga.
[15] Komariah, Aan. dkk. (2005). Visionary Leadership Menuju Sekolah
Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara