efektivitas npk organik sebagai pengganti npk...
TRANSCRIPT
-
EFEKTIVITAS NPK ORGANIK SEBAGAI PENGGANTI
NPK ANORGANIK PADA BUDIDAYA JAGUNG MANIS
(Zea mays saccharata) DI TANAH REGOSOL
USULAN PENELITIAN
Diajukan oleh :
Elviyan Wahyu Tira
20130210021
Program Studi Agroteknologi
Kepada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2016
-
ii
Usulan Penelitian
EFEKTIVITAS NPK ORGANIK SEBAGAI PENGGANTI NPK
ANORGANIK PADA BUDIDAYA JAGUNG MANIS (Zea mays
saccharata) DI TANAH REGOSOL
Yang diajukan oleh:
Elviyan Wahyu Tira
20130210021
Program Studi Agroteknologi
Telah disetujui/disahkan oleh:
Pembimbing Utama:
Ir. Mulyono, M.P
NIP. 19600608198031002 Tanggal ………………..
Pembimbing Pendamping:
Ir. Nafi Ananda Utama, M.S
NIP. 19610831198610133002 Tanggal ...........................
Mengetahui:
Ketua Program Studi Agroteknologi
Dr. Innaka Ageng Rineksane, S.P. M.P Tanggal ………………...
NIP. 19721012200004133050
-
iii
DAFTAR ISI
Usulan Penelitian .................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ...................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5
A. Tanaman Jagung Manis ................................................................................ 5
B. Tepung Darah Sapi ..................................................................................... 11
C. Abu Tulang Sapi ......................................................................................... 12
D. Abu Sabut Kelapa ....................................................................................... 13
E. Tanah Regosol ............................................................................................ 15
F. Hipotesis ..................................................................................................... 15
III. TATA CARA PENELITIAN ........................................................................ 16
A. Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................... 16
B. Bahan dan Alat Penelitian .......................................................................... 16
C. Metode Penelitian ....................................................................................... 16
D. Cara Penelitian ............................................................................................ 17
E. Parameter yang Diamati ............................................................................. 21
F. Analisis Data............................................................................................... 24
G. Jadual Penelitian ......................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25
IV. LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 28
Lampiran I. Lay Out Penelitian ......................................................................... 28
Lampiran II. Perhitungan Dosis Pupuk ............................................................. 30
-
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komoditas pangan dan hortikultura merupakan komoditas yang prospektif
dikembangkan mengingat SDA, SDM dan ketersediaan teknologi, tetapi masih
banyak diusahakan secara tradisional atau usahatani rakyat. Salah satu usahatani
rakyat yang merupakan komoditas hortikultura yang cukup banyak diminati
adalah jagung (Deptan, 2015). Salah satu jenis jagung yang mempunyai prospek
bisnis yang baik dan menguntungkan adalah jagung manis yang biasa dikenal
sweet corn (Zea mays saccharata) yang merupakan tipe jagung baru
dikembangkan masyarakat indonesia. Keistimewaannya adalah kandungan gula
(terutama sukrosa) yang tinggi pada waktu dipanen. Berbeda dengan jagung
ladang, jagung manis biasanya tidak dijual sebagai pakan ternak, melainkan
sebagai konsumsi manusia. Pengolahan jagung ini dapat direbus, dibakar, maupun
dijadikan bubur.
Tanaman jagung manis membutuhkan minimal 13 jenis unsur hara yang
diserap melalui tanah. Hara N, P dan K (makro) diperlukan dalam jumlah lebih
banyak, hara Ca, Mg dan S diperlukan dalam jumlah sedang, hara- hara tersebut
tidak semua dapat diserap oleh tanaman (Syafruddin, 2007). Menurut Hong dalam
Nurul (2008), jagung manis tidak akan memberikan hasil yang maksimal jika
unsur hara yang diberikan tidak cukup tersedia. Pemupukan dapat meningkatkan
hasil panen secara kuantitatif dan kualitatif. Penambahan unsur hara pada jagung
manis dapat berasal dari pupuk an-organik dan pupuk organik.
Pupuk an-organik yang biasa digunakan dalam budidaya jagung manis
adalah Urea, SP36 dan KCL. Pupuk an-organik tidak mampu memperbaiki
kualitas tanah, berbeda dengan pupuk organik yang berfungsi sebagai penyubur
dan pembenah tanah. Selain itu, pupuk organik dapat meningkatkan pertumbuhan
dan produksi tanaman karena mampu berperan dalam memperbaiki struktur tanah,
http://id.wikipedia.org/wiki/Gulahttp://id.wikipedia.org/wiki/Sukrosahttp://id.wikipedia.org/wiki/Pakanhttp://id.wikipedia.org/wiki/Bubur
-
2
meningkatkan daya simpan air, meningkatkan aktivitas biologi tanah serta sebagai
sumber nutrisi tanaman lengkap (Suntoro, 2003). Pupuk organik dapat berasal dari
kotoran hewan dan atau sisa-sisa daun yang telah terurai. Beberapa bahan yang
dapat dijadikan pupuk organik antara lain tepung darah, abu tulang sapi dan abu
abu sabut kelapa. Tepung darah dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur N, abu
tulang sapi sebagai sumber unsur P dan abu sabut kelapa sebagai sumber unsur K.
Penggunaan ketiga bahan tersebut diharapkan dapat mengurangi penggunaan
pupuk an-organik dalam budidaya tanaman dan juga dapat mengurangi limbah.
Tepung darah memiliki kandungan unsur hara N sebesar 13%, P sebesar
2% dan K sebesar 1% (Firmansyah, 2011). Tulang sapi merupakan limbah dari
rumah potong hewan. Bahan padatan utama tulang sapi mengandung kristal
kalsium hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2 dan kalsium karbonat (CaCO3).
Kalsium hidroksiapatit merupakan fosfat an-organik yang larut dalam larutan
asam dan merupakan salah satu fosfat primer dari fosfat alam (Jeng et al., 2008).
Abu sabut kelapa juga telah banyak digunakan sebagai pupuk tanaman, karena
kaya akan kandungan kalium. Menurut Risnah, Yudono, dan Syukur (2013), abu
sabut kelapa mengandung K total yang tinggi, yaitu sebesar 21,87%.
Salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan jagung manis adalah
dosis yang tepat dari pupuk organik tepung darah, abu tulang sapi dan abu sabut
kelapa. Pada dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan ketidak efisienan
pupuk, sedangkan pada dosis yang terlalu rendah menyebabkan pemberian pupuk
tidak berpengaruh. Oleh karena itu, perlu diketahui dosis yang tepat. Berdasarkan
permasalahan tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan dosis
yang tepat untuk pertumbuhan jagung manis.
-
3
B. Perumusan Masalah
Tanaman jagung manis membutuhkan minimal 13 jenis unsur hara yang
diserap melalui tanah. Hara N, P dan K (makro) diperlukan dalam jumlah lebih
banyak, hara Ca, Mg dan S diperlukan dalam jumlah sedang, tidak semua unsur
dapat diserap langsung oleh tanaman (Syafruddin, 2007). Menurut Hong (1989)
dalam Nurul (2008), jagung manis tidak akan memberikan hasil yang maksimal
jika unsur hara yang diberikan tidak cukup tersedia.
Upaya untuk penambahan unsur hara N,P dan K yaitu dengan pemberian
tepung darah sebagai pupuk N, abu tulang sapi sebagai pupuk P dan abu sabut
kelapa sebagai pupuk K. Tepung darah sapi merupakan bahan ransum yang
berasal dari darah segar dan bersih. Darah segar dan bersih tersebut biasanya
diperoleh dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH). Kandungan yang terdapat pada
tepung darah sapi antara lain protein kasar 80%, lemak 1,6%, serat kasar 1%, N
13,25%, P 1% dan K 0,6% (Jamila, 2012).
Tulang sapi merupakan limbah dari rumah potong hewan. Bahan padatan
utama tulang sapi mengandung kristal kalsium hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2
dan kalsium karbonat (CaCO3). Kalsium hidroksiapatit merupakan fosfat
anorganik yang larut dalam larutan asam dan merupakan salah satu fosfat primer
dari fosfat alam (Jeng et al., 2008). Sehingga dalam pemanfaatan abu tulang sapi
sebagai sumber unsur P perlu ditambahkan larutan asam. Berdasarkan penelitian
Fitri dkk, (2012), konsentrasi filtrat abu sekam padi 20% dengan lama
perendaman 48 jam merupakan perlakuan yang tepat pada pengolahan limbah
tulang ayam untuk menghasilkan dekolagenasi kandungan Kalsium dan Fossor
optimal.
Sabut kelapa merupakan hasil sampingan dari buah kelapa dan merupakan
bagian terbesar dari buah kelapa yaitu sekitar 35% dari bobot buah kelapa.
Penggunaan sabut kelapa sebagai pupuk organik dalam bentuk abu sabut kelapa dapat
meningkatkan potensi produksi sabut kelapa dan menjadi salah satu metode
penanganan limbah sabut kelapa. Menurut Risnah dkk, (2013), abu sabut kelapa
mengandung K total yang tinggi, yaitu sebesar 21,87%.
-
4
Ketiga bahan tersebut dapat dijadikan sebagai NPK organik dan pengganti
NPK an-organik bagi pertumbuhan jagung manis, namun belum diketahui
efektifitas penggunaan dari masing-masing bahan tersebut. Dengan demikian
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Berapa dosis tepung darah, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa sebagai
NPK organik yang tepat untuk pertumbuhan dan hasil tanaman jagung
manis?
2. Apakah pemberian tepung darah, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa
sebagai NPK organik dapat menggantikan NPK an-organik pada
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis?
C. Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan dosis tepung darah, abu tulang sapi dan abu sabut kelapa
sebagai NPK organik yang tepat untuk pertumbuhan dan hasil tanaman
jagung manis.
2. Mengetahui apakah pemberian tepung darah, abu tulang sapi dan abu sabut
kelapa sebagai NPK organik dapat menggantikan NPK an-organik pada
pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis.
-
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Jagung Manis
Jagung manis (sweet corn) merupakan komoditas palawija dan termasuk
dalam keluarga (famili) rumput-rumputan (Gramineae) genus Zea dan spesies Zea
mays saccharata. Jagung manis memiliki ciri-ciri endosperm berwarna bening,
kulit biji tipis, kandungan pati sedikit, pada waktu masak biji berkerut. Produk
utama jagung manis adalah buah/ tongkolnya, biji jagung manis mempunyai
bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi tergantung pada
jenisnya, biji jagung manis terdiri atas tiga bagian utama yaitu kulit biji (seed
coat), endosperm dan embrio. Menurut Linnaeus dalam Kemal Prihatman (2000)
klasifikasi tanaman jagung adalah sebagai berikut:
Divisio : Spermathophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonenae
Ordo : Graminae
Famili : Graminaceae
Subfamilia : Ponicoidae
Genus : Zea
Species : Zea mays saccharata
Tanaman jagung manis umumnya ditaman untuk dipanen muda yaitu 69 –
82 hari setelah tanam atau pada saat masak susu (milking stage). Proses
pematangan merupakan proses perubahan gula menjadi pati sehingga biji jagung
manis yang belum masak mengandung kadar gula lebih tinggi dan kadar pati lebih
rendah. Sifat ini ditentukan oleh gen sugari resesif yang berfungsi untuk
menghambat pembentukan gula menjadi pati. Dengan adanya gen resesif tersebut
menyebabkan tanaman jagung menjadi 4 – 8 kali lebih manis dibandingkan
dengan tanaman jagung biasa. kadar gula yang tinggi menyebabkan biji menjadi
berkeriput. Adapun syarat tumbuh jagung manis sebagai berikut :
-
6
1. Suhu
Meskipun dikenal sejumlah ras jagung yang mampu beradaptasi dengan
suhu rendah dan kawasan tinggi, jagung adalah tanaman dataran rendah dengan
suhu hangat dan penyuka cahaya matahari penuh. Perkecambahan jagung terhenti
pada suhu di bawah 10 °C.
2. Air
Kebutuhan air jagung adalah rata-rata, namun kekurangan air pada masa
awal tumbuh, masa pembungaan, dan pengisian biji akan berakibat pada
penurunan hasil yang dramatis.
3. Tanah
Jagung dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, asalkan ketersediaan air
dan hara tercukupi dan akar mampu tumbuh dengan baik. Perakaran jagung tidak
dalam, sehingga lapis olah tidak boleh terlalu keras. Kebutuhan hara jagung
tinggi, terutama terhadap nitrogen dan fosfor. Jagung menyukai tanah dengan
kemasaman netral (pH 5 - 6,5). (Wikipedia, 2015).
Untuk menghasilkan jagung manis yang baik perlu dilakukan teknologi
budidaya yang baik. Budidaya jagung manis sebagai berikut:
1. Pembibitan
Benih yang akan digunakan sebaiknya bermutu tinggi, baik mutu genetik,
fisik maupun fisiologinya. Berasal dari varietas unggul (daya tumbuh besar, tidak
tercampur benih/varietas lain, tidak mengandung kotoran, tidak tercemar hama
dan penyakit). Benih yang demikian dapat diperoleh bila menggunakan benih
bersertifikat. Pada umumnya benih yang dibutuhkan sangat bergantung pada
kesehatan benih, kemurnian benih dan daya tumbuh benih (Kemal, 2000).
2. Persiapan Media Tanah
Sebelum digunakan, tanah sebelumnya harus diolah terlebih dahulu.
Pengolahan tanah bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah dan memberikan
kondisi menguntungkan bagi pertumbuhan akar. Melalui pengolahan tanah,
drainase dan aerasi yang kurang baik akan diperbaiki. Tanah diolah pada kondisi
lembab tetapi tidak terlalu basah. Tanah yang sudah gembur hanya diolah secara
-
7
umum. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara membalik tanah dan memecah
bongkah tanah agar diperoleh tanah yang gembur untuk memperbaiki aerasi.
Tanah yang akan ditanami dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan.
Tanah yang keras memerlukan pengolahan yang lebih banyak dengan cara tanah
dicangkul/dibajak lalu dihaluskan dan diratakan.
Setelah tanah diolah, selanjutnya ditambahkan pupuk kandang sapi sebagai
pupuk dasar. Menurut Firlana dalam Zulkifli dan Herman (2012), penggunaan
pupuk kandang sapi pada tanaman jagung dengan dosis 20 ton/hektar
menunjukkan hasil tertinggi terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
tongkol, berat tongkol, berat basah dan berat pipilan kering.
3. Penanaman
Sebelum dilakukan penanaman tanah dibuat lubang tanam terlebih dahulu.
Lubang tanam dibuat dengan alat tugal. Kedalaman lubang perlu diperhatikan
agar benih tidak terhambat pertumbuhannya. Kedalaman lubang tanam antara: 3-5
cm dengan jarak tanamnya 60 x 15 cm dan tiap lubang hanya diisi 2 butir benih.
Setelah dibuat lubang tanam, baru dapat dilakukan penanaman (Kemal, 2000).
4. Pemeliharaan
a) Penjarangan dan Penyulaman
Penjarangan dilakukan untuk menentukan jumlah tanaman per lubang sesuai
dengan yang dikehendaki. Apabila dalam 1 lubang tumbuh 2 tanaman, sedangkan
yang dikehendaki hanya 1, maka tanaman tersebut harus dikurangi. Tanaman
yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting yang
tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsung tidak
boleh dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan
tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh atau
mati. Kegiatan ini dilakukan 7-10 hari sesudah tanam. Jumlah dan jenis benih
serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman.
Penyulaman hendaknya menggunakan benih dari jenis yang sama. Waktu
penyulaman paling lambat dua minggu setelah tanam (Kemal, 2000).
-
8
b) Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari tanaman pengganggu
(gulma). Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan dilkukan 15 hari
setelah tanam.
c) Pembumbunan
Pembumbunan bertujuan untuk memperkokoh posisi batang, sehingga
tanaman tidak mudah rebah. Selain itu juga untuk menutup akar yang
bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Kegiatan ini
dilakukan pada saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu
pemupukan. Caranya, tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk
dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan
terbentuk guludan yang memanjang (Kemal, 2000).
d) Pemupukan
Dosis pemupukan jagug untuk setiap hektarnya adalah pupuk Urea sebanyak
200-300 kg, pupuk Sp36 sebanyak 75-100 kg dan pupuk KCL sebanyak 50-100
kg. Pemupukan dapat dilakukan dalam tiga tahap. Adapun cara dan dosis
pemupukan untuk setiap hektar:
1) Pemupukan dasar: 1/3 bagian pupuk Urea, 1 bagian pupuk TSP dan 1/3
bagian pupuk KCL diberikan saat tanam, 7 cm di parit kiri dan kanan
lubang tanam sedalam 5 cm lalu ditutup tanah;
2) Susulan I: 1/3 bagian pupuk Urea ditambah 2/3 bagian pupuk KCl
diberikan setelah tanaman berumur 30 hari, 15 cm di parit kiri dan kanan
lubang tanam sedalam 10 cm lalu di tutup tanah;
3) Susulan II: 1/3 bagian pupuk Urea diberikan saat tanaman berumur 45 hari
(Haryanto,2014)
e) Penyiraman
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila
tanah telah lembab. Pengairan berikutnya diberikan secukupnya dengan tujuan
menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang
-
9
diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di antara
bumbunan tanaman jagung.
5. Hama dan Penyakit
a) Hama Lalat bibit (Atherigona exigua stein)
Jagung manis yang terserang hama lalat daunnya akan berubah warna
menjadi kekuning-kuningan; di sekitar bekas gigitan atau bagian yang terserang
mengalami pembusukan, akhirnya tanaman menjadi layu, pertumbuhan tanaman
menjadi kerdil atau mati. Lalat bibit mempunyai ciri-ciri warna lalat abu-abu,
warna punggung kuning kehijauan dan bergaris, warna perut coklat kekuningan,
warna telur putih mutiara, dan mempunyai panjang 3-3,5 mm. Lalat bibit dapat
dikendalikan dengan cara:
1) penanaman serentak dan penerapan pergiliran tanaman akan sangat
membantu memutus siklus hidup lalat bibit, terutama setelah selesai panen
jagung.
2) tanaman yang terserang lalat bibit harus segera dicabut dan dimusnahkan,
agar hama tidak menyebar.
3) kebersihan di sekitar areal penanaman hendaklah dijaga dan selalu
diperhatikan terutama terhadap tanaman inang yang sekaligus sebagai
gulma.
4) pengendalian menggunakn pestisida, adapun pestisida yang dapat
digunakan yang dapat digunakan antara lain: Dursban 20 EC, Hostathion
40 EC, Larvin 74 WP, Marshal 25 ST, Miral 26 dan Promet 40 SD
sedangkan dosis penggunaan dapat mengikuti aturan pakai.
b) Hama Ulat Pemotong
Tanaman jagung yang terserang oleh hama ulat pemoong mempunyai gejala
terpotong beberapa cm di atas permukaan tanah yang ditandai dengan adanya
bekas gigitan pada batangnya, akibatnya tanaman jagung yang masih muda itu
roboh di atas tanah. Beberapa jenis ulat pemotong: Agrotis sp. (A. ipsilon);
Spodoptera litura, penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis), dan penggerek
-
10
buah jagung (Helicoverpa armigera). Ulat pemotong dapat dikendalikan dengan
cara:
1) bertanam secara serentak pada areal yang luas, bisa juga dilakukan
pergiliran tanaman.
2) mencari dan membunuh ulat-ulat tersebut yang biasanya terdapat di dalam
tanah.
c) Penyakit bulai (Downy mildew)
Tanaman jagung yang terserang penyakit bulai mempunyai ciri- ciri:
1) pada tanaman berumur 2-3 minggu, daun runcing dan kecil, kaku dan
pertumbuhan batang terhambat, warna menguning, sisi bawah daun
terdapat lapisan spora cendawan warna putih
2) pada tanaman berumur 3-5 minggu, tanaman yang terserang mengalami
gangguan pertumbuhan, daun berubah warna dan perubahan warna ini
dimulai dari bagian pangkal daun, tongkol berubah bentuk dan isi pada
tanaman dewasa, terdapat garis-garis kecoklatan pada daun tua.
Tanaman yang terserang penyakit bulai dapat dikendalikan dengan:
1) penanaman dilakukan menjelang atau awal musim penghujan.
2) pola tanam dan pola pergiliran tanaman, penanaman varietas unggul
3) dilakukan pencabutan tanaman yang terserang, kemudian dimusnahkan.
d) Penyakit Bercak Daun (Leaf bligh)
Tanaman jagung yang terserang penyakit bercak daun mempunyai gejala:
pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi
warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal
daun, semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat
kekuningkuningan, kemudian berubah menjadi coklat tua. Akhirnya seluruh
permukaan daun berwarna coklat. Tanaman jagung yang terserang penyakit
bercak daun dapat dikendalikan dengan:
1) pergiliran tanaman hendaknya selalu dilakukan guna menekan meluasnya
cendawan
2) mengatur kelembaban lahan agar kondisi lahan tidak lembab.
-
11
3) menggunakan pestisida antara lain: Daconil 75 WP, Difolatan 4 F
(Kemal, 2000).
6. Panen
Panen jagung manis dilakukan sekitar umur 65-75 hst atau buah sudah
dikatakan masak secara fisiologis dengan ciri-ciri daun dan kelobot sudah
mongering (menguning), bila kelobot dibuka biji sudah tampak kisut 100%, serta
ada black layer pada daerah titik tumbuh. Cara memanen jagung yang matang
fisiolagis adalah dengan cara memutar tongkol berikut kelobotnya, atau dapat
dilakukan dengan mematahkan tangkai buah jagung (Kemal, 2000).
B. Tepung Darah Sapi
Tepung darah adalah tepung yang didapatkan dari hasil proses
menguapkan air dari darah hewan potong akibat pemanasan atau perebusan.
Darah ini merupakan limbah buangan dari rumah potong hewan (RPH) (Hasibuan,
2006). Darah yang hasilkan dari pemotongan ternak telah menyumbang kira-kira
30-45% dari keseluruhan produk hasil sampingan tersebut (Jamila, 2012). Di
Indonesia, tepung darah belum banyak digunakan sedangkan di negara-negara
maju, sisa-sisa rumah potong ini sudah diolah sedemikian rupa sehingga menjadi
pupuk yang bernilai tinggi. Tepung darah merupakan sumber hara nitrogen dan
fosfor (Hasibuan, 2006).
Tepung darah dibuat dari darah sapi yang banyak mengandung protein
(Bosco, 2010). Protein yang terkandung dalam darah kira-kira 80-90% dari total
bahan kering yang terdapat dalam darah, dimana sangat kaya dengan asam amino
lisin. Menurut komposisinya 80% darah terdiri atas air (Jamila, 2012). Produk
tepung darah murni merupakan hasil proses dari darah sapi segar yang
mengandung protein tinggi dan unsur hara nitrogen yang alami, selain itu juga
dapat menjadi suplemen tambahan makanan ternak. Tepung darah juga sangat
bagus sebagai pupuk organik (Wiyono, 2007).
Tepung darah dapat diproduksi dari darah hasil pemotongan ternak yang
bersih dan segar, berwarna coklat kehitaman serta relatif sulit larut dalam air.
-
12
Pada proses pembuatan tepung darah, untuk mendapatkan 1 kg tepung darah
memerlukan 5 kg darah segar (5:1). Tepung darah mengandung protein non-
sistetik yang cukup tinggi, dengan kandungan N = 13,25%, P=1% dan K=0,6%.
Secara umum tepung darah mengandung bahan kering 90%, protein kasar 80-
85%, lemak kasar 1-1,6%, serat kasar 1-1,5%, abu 4%, beta nitrogen 8,40% dan
protein tercerna 63,1%. Kadar asam amino masing-masing metionin 1,0% ; sistin
1,4% ; lisin 6,9% ; triptophan 1,0% ; isoleusin 0,8% ; histidin 3,05% ; valin 5,2% ;
leusin 10,3% ; arginin 2,35% dan glisin 4,4% (Jamila, 2010).
Aplikasi tepung darah harus sudah berbentuk bubuk kering, sehingga
dapat disebar secara merata dan mudah terdekomposisi oleh mikroba. Aplikasi
dapat dilakukan beberapa hari sebelum tanam atau pada saat tanam (Nicolas,
2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Eko (2016) mengenai pengaruh dosis
tepung darah sapi terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis dengan
rancangan percobaan acak lengkap, didapatkan perlakuan pemberian tepung darah
sapi dengan dosis 10 gram/ tanaman merupakan perlakuan terbaik terhadap
pertumbuhan dan hasil jangung manis.
C. Abu Tulang Sapi
Tulang merupakan salah satu hasil ikutan (by product) dari pemotongan
ternak yang sampai saat ini belum termanfaatkan secara maksimal karena
sebagian besar masyarakat masih menganggapnya sebagai limbah ternak
(Muhammad, 2014). Dari pemotongan satu ekor sapi dengan berat 500-700 kg,
akan menghasilkan tulang yang beratnya mencapai 50 kg. Jika tidak diolah maka
akan berpotensi menganggu lingkungan Muarifin dalam Yusnita dkk, (2014).
Menurut Muhammad (2014) tulang merupakan salah satu by product
ternak yang memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pupuk
organik. Pernyataan tersebut sama dengan pernyataan Ginting dalam Dodi (2015),
yang menyatakan bahwa tulang sapi merupakan limbah pada rumah potong hewan
yang dapat digunakan campuran pupuk organik karena kaya akan bahan mineral
seperti Ca, K dan P serta Protein. Setelah dianalisa kandungan yang terdapat pada
-
13
tulang sapi basah yaitu 20% air, 45% abu dan 18% bahan organik, dari kandungan
abu terdapat 37% Ca dan 18% P. Salah satu pemanfaatan tulang sapi sebagai
pupuk organik dilakukan dalam bentuk abu tulang sapi. Jenis tepung tulang ini
dibuat dengan jalan membakar tulang agar menjadi steril dan menghilangkan
semua senyawa organik. Selanjutnya arang atau abu dari tulang tersebut digiling
hingga konsistensinya menjadi tepung arang/abu tulang.
Bahan padatan utama tulang sapi mengandung kristal kalsium
hidroksiapatit Ca10(PO4)6(OH)2 dan kalsium karbonat (CaCO3). Kalsium
hidroksiapatit merupakan fosfat anorganik yang larut dalam larutan asam dan
merupakan salah satu fosfat primer dari fosfat alam (Jeng et al., 2008). Sehingga
dalam pemanfaatan abu tulang sapi sebagai sumber unsur P perlu ditambahkan
larutan asam. Berdasarkan penelitian Fitri dkk, (2012), konsentrasi filtrat abu
sekam padi 20% dengan lama perendaman 48 jam merupakan perlakuan yang
tepat pada pengolahan limbah tulang ayam untuk menghasilkan dekolagenasi
kandungan Kalsium dan Fossor optimal.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Novia (2016) mengenai uji efektivitas
tepung tulang sapi sebagai sumber Fosfor pada tanaman jagung manis di tanah
regosol dalam percobaan acak lengkap, didapatkan perlakukan pemberian tepung
tulang sapi dengan dosis 4,42 gram/tanaman merupakan perlakukan terbaik
terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis. Pada penelitian tersebut disebutkan
bahwa peningkatan takaran abu tulang sapi tidak berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan dan hasil jagung manis.
D. Abu Sabut Kelapa
Tanaman kelapa disebut juga tanaman serbaguna, karena dari akar sampai
ke daun kelapa dapat bermanfaat, demikian juga dengan buahnya. Buah adalah
bagian utama dari tanaman kelapa yang berperan sebagai bahan baku industri.
Buah kelapa terdiri dari beberapa komponen yaitu sabut kelapa, tempurung
kelapa, daging buah kelapa, dan air kelapa. Daging buah adalah komponen utama,
-
14
sedangkan air, tempurung, dan sabut sebagai hasil samping (by product) dari buah
kelapa (Mahmud Zainal. 2005).
Sabut kelapa adalah salah satu biomassa yang mudah didapatkan dan
merupakan limbah pertanian. Menurut Haryanto dan Suheryanto (2004),
komposisi buah kelapa yaitu sabut kelapa 35 %, tempurung 12 %, daging buah 28
% dan air buah 25 %. Sehingga sabut kelapa merupakan bagian terbesar dari buah
kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun
adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,9 juta ton sabut kelapa
yang dihasilkan (Sundari, 2013).
Menurut Sundari (2013) didalam sabut kelapa terkandung unsur-unsur
hara dari alam yang sangat dibutuhkan tanaman yaitu berupa Kalium (K).
Kandungan lain yang terdapat di sabut kelapa yaitu Kalsium (Ca), Magnesium
(Mg), Natrium (Na) dan Fospor (P). Peranan unsur K dalam pertumbuhan
vegetatif tanaman adalah untuk memperbaiki transportasi asimilat, menghemat
penggunaan air melalui pengaturan mebuka – menutupnya stomata dan
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit
(Mahdiannoor dkk., 2016).
Pemanfaatan sabut kelapa dapat berupa abu sabut kelapa. Pembuatan abu
sabut kelapa dengan membakar sabut kelapa dengan panas tertentu. Serabut
kelapa mengandung 30% serat yang kaya dengan unsur kalium dan menurut
Salunkhe, et al. dalam Siti dkk, (2014), abu serabut kelapa mengandung 20-30%
kalium dan 2% fosfor. Pernyataan tersebut hampir sama dengan pernyataan
Risnah dkk, (2013), yang menyatakan bahwa abu sabut kelapa mengandung K
total yang tinggi, yaitu sebesar 21,87%.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Mulyono dan Wisnu (2016) mengenai
efektivitas pelet NPK organik berbahan ampas tahu, tepung darah sapi dan arang
sabut kelapa dalam budidaya tanaman jagung manis (Zea mays saccharata S.) di
tanah regosol. Perbandingan komposisi pelet NPK organik berbahan ampas tahu,
tepung darah sapi, arang sabut kelapa dan lempung grumusol yaitu 2 : 1 : 1 : 1.
Pada perlakuan pemberian pelet dengan dosis 50 gram/tanaman. merupakan
-
15
perlakukan terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis. Dengan
perbandingan komposisi 2: 1: 1:1, didapatkan dosis arang sabut kelapa yang
digunakan adalah 10 gram.
E. Tanah Regosol
Tanah regosol merupakan tanah yang termasuk ordo entisol. Entisol
adalah yang belum berkembang dan banyak dijumpai pada tanah dengan bahan
induk yang sangat beragam, baik dari jenis, sifat maupun asalnya. Beberapa
contoh entisol antara lain berupa tanah yang berkembang di atas batuan beku
dengan solum dangkal atau tanah yang berkembang pada kondisi yang sangat
basah atau sangat kering (Muhammad, 1996).
Secara spesifik, ciri regosol adalah berbutir kasar, berwarna kelabu sampai
kuning dab bahan organik rendah yaitu 3,72%. Sifat tanah demkian membuat
tanah tidak dapat menampung air an mineral yang dibutuhkan tanaman dengan
baik. Kandungan bahan organik yang sedikit dan kurang subur dengan pH 6-7.
Tanah regosol lebih banyak dimanfaatkan untuk tanaman palawija, tembakau dan
buah-buahan yang tidak membutuhkan air. Regosol banyak tersebar di Jawa,
Sumatera dan Nusa Tenggara yang kesemuanya memiliki gunung berapi
(Hedisarawan, 203).
F. Hipotesis
Perlakuan P8 dengan dosis Tepung darah 10 gram/tan + Abu tulang sapi
4,42 gram/tan + Abu sabut 10 gram/tan memberikan pertumbuhan dan hasil
tanaman jagung manis yang paling baik.
-
16
III. TATA CARA PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilakukan di Green House Fakultas Pertanian UMY di Jl.
Lingkar Selatan, Taman Tirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY.
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai Mei 2017.
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang akan digunakan meliputi tanah regosol, tepung darah sapi, abu
tulang sapi, abu sabut kelapa, benih jagung manis, Urea, SP36, KCl dan pupuk
kandang. Alat yang akan digunakan meliputi timbangan anilitik, polybag, ember,
cangkul, sekop, moffle, karung, penggaris/meteran dan alat tulis.
C. Metode Penelitian
Penelitian akan dilakukan menggunakan metode percobaan eksperimen
non faktorial yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Adapun
susunan perlakuan sebagai berikut:
P1 = Tepung darah 1,3 gram/tan + Abu tulang sapi 0,25 gram/tan + Abu sabut
0,35 gram/tan
P2 = Tepung darah 1,3 gram/tan + Abu tulang sapi 0,25 gram/tan + Abu sabut 10
gram/tan
P3 = Tepung darah 1,3 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut
0,35 gram/tan
P4 = Tepung darah 1,3 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut 10
gram/tan
P5 = Tepung darah 10 gram/tan + Abu tulang sapi 0,25 gram/tan + Abu sabut
0,35 gram/tan
-
17
P6 = Tepung darah 10 gram/tan + Abu tulang sapi 0,25 gram/tan + Abu sabut 10
gram/tan
P7 = Tepung darah 10 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut
0,35 gram/tan
P8 = Tepung darah 10 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut 10
gram/tan
P9 = Urea 5,8 gram/tan + SP36 1,9 gram/tan + KCl 1,9 gram/tan (perlakuan
pembanding)
Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 27 unit percobaan yang
terdiri dari 3 tanaman sampel dan 3 tanaman korban sehingga terdapat 135
tanaman (Lampiran 1).
D. Cara Penelitian
1. Pembuatan Tepung Darah Sapi
Prinsip utama yang digunakan dalam memproses tepung darah sapi hanya
dengan mengurangi kadar air melalui teknik pengeringan darah menjadi tepung
darah sapi. Cara pembuatannya yaitu pertama menampung darah segar yang telah
diperoleh dari rumah pemotongan hewan ditampung dalam wadah, kemudian
tambahkan garam dapur sebanyak 1% dari volume agar darah tidak menggumpal
sehingga mempermudah pembuatan tepung, selanjutnya darah segar dipanaskan di
atas nyala api sedang sambil diaduk secara perlahan sehinga akhirnya mengental
(kira-kira selama 15-20 menit).
Darah yang sudah mengental akan berwarna hitam menandakan bahwa
campuran tersebut sudah matang. Campuran darah kemudian dijemur dibawah
sinar matahari selama 2 hari, kemudian ditumbuk hingga halus dan diayak hingga
konsentrasinya menyerupai tepung. Tepung darah sapi dapat langsung digunakan
sebagai pupuk organik.
-
18
2. Pembuatan Abu Tulang Sapi
Pengolahan tulang sapi dilakukan dengan menyiapkan tulang sapi yang
diperoleh dari rumah pemotongan hewan. Tulang sapi dibersihkan dari daging dan
kotoran yang masih menempel, lalu dicuci. Selanjutnya filtrat abu sekam
disiapkan untuk merendam tulang sapi. Cara pembuatan filtrat abu sekam yaitu
dengan membakar sekam padi, kemudian diambil abunya sebanyak 600 gram
yang kemudian dilarutkan dengan air sebanyak 3.000 ml atau 3 liter air. Abu yang
sudah larut dalam air selanjutnya disaring dan menghasilkan filtrat. Tahap
selanjutnya dilakukan perendaman tulang sapi yang sudah dibersihkan
menggunakan filtrat abu sekam padi 20% selama 48 jam. Selanjutnya tulang sapi
dilunakkan menggunakan moffle selama 4-7 jam, selanjutnya dikering anginkan
lalu digerus dan diayak.
3. Pembuatan Abu Sabut Kelapa
Pembuatan abu sabut kelapa diawali dengan menyiapkan sabut kelapa.
Sabut kelapa dibersihkan dari kotoran yang masih menempel. Selanjutnya sabut
kelapa dipotong kecil-kecil dan dibakar hingga didapatkan abu yang dapat
digunakan sebagai pupuk organik.
4. Persiapan Media Tanam
Persiapan media tanam dilakukan dengan mengambil tanah di kebun
percobaan Fakultas Pertanian UMY. Tanah selanjutnya dikering anginkan selama
± 1 minggu. Tanah yang sudah dikering anginkan disaring menggunakan ayakan
berdiameter 0,5 cm. Langkah selanjutnya adalah mencampurkan tanah dengan
pupuk kandang sapi sebanyak 20 ton/ hektar atau 180 gram/ polybag (Lampiran
2). Tanah yang sudah dicampur dengan pupuk kandang sapi selanjutnya
dimasukkan dalam polybag sebanyak 10 kg.
5. Penanaman
Penanaman jagung dilakukan dengan cara membuat lubang tanam di
permukaan polybag menggunakan tugal atau tangan dengan kedalaman 3-5 cm.
-
19
Selanjutnya benih dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 2 biji jagung,
kemudian dilakukan penutupan dengan tanah secara tipis.
6. Pemeliharaan
a) Penjarangan dan Penyulaman
Kegiatan penjarangan dan penyulaman dapat dilakukan pada waktu yang
sama yaitu pada 7-10 hari sesudah tanam. Penjarangan dilakukan apabila dalam 1
lubang tumbuh 2 tanaman, sedangkan yang dikehendaki hanya 1, maka tanaman
tersebut harus dikurangi. Kriteria tanaman yang dicabut adalah tanaman yang
tumbuhnya paling tidak baik. Tanaman tersebut dicabut dengan cara dipotong
dengan pisau atau gunting yang tajam tepat di atas permukaan tanah. Penyulaman
bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh atau mati. Jumlah dan jenis
benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman.
Penyulaman hendaknya menggunakan benih dari umur yang sama.
b) Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari tanaman pengganggu
atau gulma. Penyiangan dilakukan ketika terdapat tumbuhan lain yang tumbuh
disekitar tanaman jagung manis.
c) Penyiraman
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila
tanah telah lembab. Pengairan berikutnya diberikan secukupnya dengan tujuan
menjaga agar tanaman tidak layu.
d) Pemupukan
Pupuk yang digunakan sesuai dengan perlakuan yaitu:
P1. Tepung darah 10 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut 4
gram/tan
P2. Tepung darah 10 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut
10 gram/tan
P3. Tepung darah 10 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut
15 gram/tan
-
20
P4. Tepung darah 15 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut 4
gram/tan
P5. Tepung darah 15 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut
10 gram/tan
P6. Tepung darah 15 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut
15 gram/tan
P7. Tepung darah 20 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut 4
gram/tan
P8. Tepung darah 20 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut
10 gram/tan
P9. Tepung darah 20 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut
15 gram/tan
P10. Urea 2,7 gram/tan + SP36 0,9 gram/tan + KCl 0,9 gram/tan (perlakuan
pembanding)
Pemupukan dapat dilakukan dalam tiga tahap. Adapun cara dan dosis
pemupukan untuk setiap hektar:
1) Pemupukan dasar: 1/3 bagian pupuk N, 1 bagian pupuk P dan 1/3 bagian
pupuk K diberikan saat tanam. Pemupukan dilakukan dengan cara
pemberian pupuk di samping tanaman berjarak 5-7 cm dari batang
tanaman sedalam 5 cm lalu ditutup tanah;
2) Susulan I: 1/3 bagian pupuk N ditambah 2/3 bagian pupuk K diberikan
setelah tanaman berumur 30 hari. Pemupukan dilakukan dengan cara
pemberian pupuk di samping tanaman berjarak 5-7 cm dari batang
tanaman sedalam 5 cm lalu ditutup tanah;
3) Susulan II: 1/3 bagian pupuk N diberikan saat tanaman berumur 45 hari.
e) Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan
pestisida atau insektisida sesuai dosis anjuran saat terjadi serangan yang dapat
membahayakan produksi tanaman jagung.
7. Panen
-
21
Panen jagung manis dilakukan sekitar umur 65-75 hst atau buah sudah
dikatakan masak secara fisiologis dengan ciri-ciri daun dan kelobot sudah
mengering (menguning), bila kelobot dibuka biji sudah tampak kisut 100%, serta
ada black layer pada daerah titik tumbuh. Cara memanen jagung yang matang
fisiologis adalah dengan cara memutar tongkol berikut kelobotnya, atau dapat
dilakukan dengan mematahkan tangkai buah jagung
E. Parameter yang Diamati
1. Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap satu minggu sekali setelah
tanam hingga panen. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan menggunakan
penggaris dengan cara mengukur mulai dari pangkal batang hingga ruas batang
sebelum bunga dan dinyatakan dalam satuan sentimeter.
2. Jumlah Helai (helai)
Perhitungan jumlah daun dilakukan setiap satu minggu sekali setelah
tanam sampai tanaman dipanen. Perhitungan dilakukan dengan cara menghitung
jumlah daun yang membuka dan dinyatakan dalam satuan helai.
3. Panjang Akar (cm)
Panjang akar diperoleh dengan cara mengukur akar tanaman jaung manis
terpanjang mulai dari pangkal akar sampai ujung akar pokok menggunakan
penggaris. Pengamatan dilakukan setelah panen dan dinyatakan dalam satuan
sentimeter.
4. Bobot Tongkol dengan Klobot (g)
Pengamatan bobot tongkol dengan klobot dilakukan setelah panen dengan
cara menimbang tongkol menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan dalam
satuan gram.
5. Bobot Tongkol Tanpa Klobot (g)
Pengamatan bobot tongkol tanpa klobot dilakukan setelah panen dengan
cara menimbang tongkol jagung menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan
dalam satuan gram.
-
22
-
23
6. Bobot Segar Tanaman (g)
Pengukuran bobot segar tanaman dilakukan setelah panen. Pengukuran
dilakukan dengan cara menyobek polybag kemudian media tanam digemburkan di
bawah pancuran air, hingga bagian akar bersih. Tanaman yang telah dibersihkan
kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan dalam
satuan gram.
7. Bobot Kering Tanaman (g)
Pengukuran berat kering tanaman dilakukan setelah panen dengan cara
mengambil tanaman yang telah ditimbang bobot segarnya kemudian dijemur pada
terik sinar matahari hingga kering. Tanaman yang telah kering selanjutnya
dibungkus dengan kertas dan dioven pada suhu sekitar 80o
C selama 48 jam
hingga konstan. Pengamatan dilakukan setelah panen menggunakan timbangan
analitik dan dinyatakan dalam satuan gram.
8. Bobot Segar Akar (g)
Bobot akar diperoleh dengan cara menimbang akar tanaman jagung manis
yang telah dibersihkan dari tanah pada saat panen. Pengamatan dilakukan
menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan dalam satuan gram.
9. Bobot Kering Akar (g)
Bobot kering akar diperoleh dengan cara menimbang akar tanaman jagung
manis yang telah dijemur dan dioven pada suhu 80o C selama 48 jam hingga
konstan. Pengukuran menggunakan timbangan analitik dan dinyatakan dalam
satuan gram.
10. Panjang Tongkol (cm)
Pengukuran panjang tongkol jagung dilakukan setelah panen
menggunakan penggaris dan dinyatakan dalam satuan sentimeter.
11. Diameter Tongkol (cm)
Pengukuran diameter tongkol jagung dilakukan menggunakan jangka
sorong pada bagian atas, tengan dan bawah kemudian hasilnya direrata dan
dinyatakan dengan satuan sentimeter.
-
24
F. Analisis Data
Data hasil pengamatan disidik ragam pada taraf nyata 5%. Apabila
terdapat pengaruh yang berbeda nyata antar perlakuan dilakukan Uji Jarak
Berganda Duncan taraf nyata 5%.
G. Jadual Penelitian
.
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pembuatan tepung
darah
Pembuatan abu
tulang sapi
Pembuatan abu sabut
kelapa
Persiapan media
tanam
Penanaman
Pemeliharaan
Pengamatan
Penen
KegiatanFebruari Maret April Mei
-
25
DAFTAR PUSTAKA
Andi Pratama, Mukhlis dan Sabrina. 2014. Campuran Tulang Sapi dengan Asam
Organik untuk Meningkatkan P Tersedia dan Pertumbuhan Jagung di
Inceptisol. Jurnal Online Agroteknologi. Medan. 2 (4): 1459-1463.
Bosco P. Sitohang. 2010. Respons Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung
Manis (Zea mays saccharata sturt) Terhadap Pemberian Limbah Kopi dan
Tepung Darah Sapi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Deptan. 2015. Jagung dan Prosperk Pengembangan
Agribisnis.http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b2jagung
Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis: Jagung 2014. Di akses
tanggal 9 Januari 2017.
Dian Triana Sari. 2010. Pembuatan dan Karakterisasi Batako Menggunakan Abu
sabut kelapa. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Dodi ermanto. 2015. Pengaruh Konsentrasi dan frekuensi Pupuk Organik Cair
Diperkaya Tepung Tulang Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Cabai (Capsicum annum L.). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas
Tamansiswa Padang. Padang
Eko Muslim. 2016. Skripsi. Pengaruh Dosis Tepung Darah Sapi Terhadap
pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis. Skripsi. Fakultas Pertanian
Universitas Andalas. Padang.
Firmansyah, A.M., 2011. Peraturan Tentang Pupuk, Klasifikasi Pupuk Alternatif
dan Peranan Pupuk Organik dalam Peningkatan Produksi Pertanian.
(Online). (http://kalteng.litbang.pertanian. go.id/ind/images/data/makalah-
pupuk.pdf). Diakses pada 24 Desember 2016.
Fitri Apriani Noor., Rachmat Wiradimadja dan Deny Rusmana. 2012.
Dekolagenasi Limbah Tulang Ayam Oleh Filtrat Abu Sekam PAdi
Terhadap Kandungan Kalsium dan Fosfor. Fakultas Peternakan
Universitas Padjajaran.
Haryanto Budiman. 2014. Sukses Bertanam Jagung Komoditas Pertanian yang
Menjanjikan. Pustaka Baru Press. Yogyakarta. 165 Hal.
Haryanto dan Suheryanto. 2004. Pemisahan sabut kelapa menjadi serat kelapa
dengan alat pengolahan (defibring mechine) untuk usaha kecil. Prosiding
seminar nasional rekayasa kimia dan proses. ISSN: 1411-4216, hal. 1-9.
-
26
Hasibuan. 2006. Pupuk dan Pemupukan.USU-Press. Medan. 120 hal.
Hedisasrawan. 2013. Tanah Regosol. http:// hedisasrawan. blogspot. co. id/ 2013/
06/tanah-regosol.html. Diakses pada tanggal 1 Januari 2017.
Jamila. 2012. Pemanfaatan Darah dari Limbah RPH. Teknologi Pengolahan
Limbah Sisa Hasil Ternak. Modul. Fakultas Perternakan Universitas
Hasanudin. Makasar.
Jeng, A. S., Haraldsen, T. K., Gronlund, A, and Pedersen, P. A. 2008. Meat and
Bone Meal as Nitrogen and Phosphorus Fertilizer to Cereal and Rye
Grass. Nutr.Cycl.Agron. 76:183-191.
Kemal Prihatman. 2000. TTG Budidaya Pertanian: Jagung Manis. Sistem
Informasi Manajemen Pembangunan di Perdesaan, Proyek PEMD,
BAPPENAS. Jakarta.
Mahdiannoor, N., Istiqomah, dan Syafruddin. 2016. Aplikasi Pupuk Organik Cair
Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Jagung Manis. Jurnal
Ziraa’ah. 41 (1) : 1 – 10.
Mahmud Zainal, Yulius Ferry. 2005. Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah
Kelapa. Perspektiv. Bogor.
Muhammad Irfan Said. 2014. Pemanfaatan Limbah Tulang. Modul. Fakultas
Perternakan Universitas Hasanudin. Makasar.
Muhammad Munir. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Dunia Pustaka Jaya.
Jakarta. 346 hal.
Nicolas Marpaung. 2009. Pengaruh Dosis Darah Terhadap Pertumbuhan dan
produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt. Skripsi. Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Medan.
Novia Utami. 2016. Uji Efektivitas Tepung Tulang Sapi Sebagai Sumber Fosofor
Untuk Tanaman Jagung Manis (Zae mays scarata) di Tanah Regosol.
Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Yogyakarta.
Nurul Syarifah Al Amin. 2008.Pengaruh Kascing Dan Pupuk Anorganik
Terhadap Efisiensi Serapan P Dan Hasil Jagung Manis (Zea Mays
Saccharata Sturt) Pada Alfisols Jumantono. Skripsi. Fakultas Pertanian.
Universitas Sebelas Maret.
-
27
Risnah, S., Yudono dan A. Syukur. 2013. Pengaruh abu sabut kelapa terhadap
ketersediaan K di tanah dan serapan K pada pertumbuhan bibit kakao.
Jurnal Ilmu Pertanian. 16 (2) : 79-91.
Siti Maesaroh., Sri Mantini Rahayu Sedyawati dan Fransisca Widhi Mahatmanti.
2014. Pembuatan Pupuk K2SO4 dari Ekstrak Serabut Kelapa dan Air
Kawah Item. Indonesian Journal of chemical Science. Semarang. 3 (3):
239-243.
Sundari. 2013. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair dari Rendaman Sabut
Kelapa (Cocos nucifera) terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Tanaman bengkoang (pachyrhiruz erosus). Laporan Penelitian. Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Ilmu Universitas Negeri Yogyakarta.
Yogyakarta.
Suntoro Wongso Atmojo. 2003. Peran Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah
dan Upaya Pengelolaannya. Pengukuhan Guru Besar. Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret. Solo.
Syafruddin, Faesal, dan M. Akil. 2007. Pengelolaan Hara pada Tanaman Jagung.
Jurnal. Balai Penelitian Tanaman Serelia. Maros. pdf
Wikipedia. 2014. Jagung Manis. http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung_manis.
Diakses pada tanggal 29 Desember 2016.
Wiyono, 2007. Prospek Cerah Dari Tepung Darah. http://www.wiyono.net.
Diakses pada tanggal 30 Desember 2016.
Zulkifli dan Herman. 2012. Respon Jagung Manis (Zea mays saccharata)
Terhadap Dosis Dan Jenis Pupuk Organik. Jurnal Agroteknologi.
http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung_manis
-
28
IV. LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran I. Lay Out Penelitian
3k2 4u2 1u1
1u3 4u1 7k1
8u2 3u3 6u2
7k2 9u3 6k2
2u2 5u2 9k2
4k1 1k1 7u2
6u3 1u2 3k1
8u1 6k1 8k1
3u2 2u1 4k2
5u3 3u1 2u3
8u3 9k1 5k2
6u1 7u1 5k1
7u3 9u1 2k2
5u1 9u2 4u3
2k1 8k2 1k2
Keterangan:
P1 = Tepung darah 1,3 gram/tan + Abu tulang sapi 0,25 gram/tan + Abu sabut
0,35 gram/tan
P2 = Tepung darah 1,3 gram/tan + Abu tulang sapi 0,25 gram/tan + Abu sabut 10
gram/tan
P3 = Tepung darah 1,3 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut
0,35 gram/tan
P4 = Tepung darah 1,3 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut 10
gram/tan
P5 = Tepung darah 10 gram/tan + Abu tulang sapi 0,25 gram/tan + Abu sabut
0,35 gram/tan
P6 = Tepung darah 10 gram/tan + Abu tulang sapi 0,25 gram/tan + Abu sabut 10
gram/tan
-
29
P7 = Tepung darah 10 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut
0,35 gram/tan
P8 = Tepung darah 10 gram/tan + Abu tulang sapi 4,42 gram/tan + Abu sabut 10
gram/tan
P9 = Urea 5,8 gram/tan + SP36 1,9 gram/tan + KCl 1,9 gram/tan (perlakuan
pembanding)
1,2,3,4,5,6= ulangan
-
30
Lampiran II. Perhitungan Dosis Pupuk
Kebutuhan Pupuk Kandang = 20 ton/ hektar
Kebutuhan Urea = 300 kg/ hektar
Kebutuhan KCl = 100 kg/ hektar
Kebutuhan SP36 = 100 kg/ hektar
BV tanah = 1,3 gram/cm3
Kedalaman akar = 60 cm
Volume tanah 1 ha = luas lahan x kedalaman olah
= 100.000.000 cm2 x 60 cm
= 6.000.000.000 cm3
Berat tanah 1 ha = Volume tanah x BV
= 6.000.000.000 cm3 x 1,3 gram/cm3
= 7.800.000.000 gram
1. Kebutuhan pupuk kandang/ polibag
=
=
= 26 gram
2. Kebutuhan Urea/ polibag
=
=
= 0,4 gram
3. Kebutuhan SP-36/ polibag
=
=
= 0,13 gram
4. Kebutuhan KCl/ polibag
=
=
= 0,13 gram
-
31
5. Kebutuhan tepung darah sapi per tanaman
Kandungan N dalam tepung darah sapi = 13,25%
Kandungan N dalam Urea = 46%
Kebutuhan N tanaman jagung manis berdasarkan kebutuhan Urea 1 hektar
=
x kebutuhan Urea 1 hektar
=
x 300 kg
= 138 kg
Kebutuhan jagung manis akan tepung darah sapi 1 hektar
=
=
= 1041,509 kg
Dosis tepung darah sapi per polybag
=
=
= 1,3 gram
6. Kebutuhan abu tulang sapi per tanaman
Kandungan P dalam abu tulang sapi = 18%
Kandungan P dalam SP36 = 36%
Kebutuhan P tanaman jagung manis berdasarkan kebutuhan SP36 1 hektar
=
x kebutuhan Sp36 1 hektar
=
x 100 kg
= 36 kg
Kebutuhan jagung manis akan abu tulang sapi 1 hektar
=
=
= 200 kg
-
32
Dosis abu tulang sapi per polybag
=
=
= 0,25 gram
7. Kebutuhan abu sabut kelapa per tanaman
Kandungan Kdalam abu sabut kelapa = 21,87%
Kandungan K dalam KCl = 60%
Kebutuhan K tanaman jagung manis berdasarkan kebutuhan KCl 1 hektar
=
x kebutuhan KCl 1 hektar
=
x 100 kg
= 60 kg
Kebutuhan jagung manis akan abu sabut kelapa 1 hektar
=
=
= 274,348 kg
Dosis abu sabut kelapa per polybag
=
=
= 0,35 gram