efektivitas ekstrak daun kelor (moringa oleifera) sebagai

88
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera) SEBAGAI ANTIMIKROBA TERHADAP BAKTERI Streptococcus mutans SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi RUTH CHRISTINE PAULINA TARIGAN NIM: 160600187 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

oleifera) SEBAGAI ANTIMIKROBA TERHADAP
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
RUTH CHRISTINE PAULINA TARIGAN
TIM PENGUJI
ANGGOTA : Abdullah Oes, drg
Universitas Sumatera Utara
The Effectivity of Moringa Leaves Extract (Moringa oleifera) as Antimicrobial against
Streptococcus mutans bacteria.
X + 54 pages
Streptococcus mutans is one of the normal flora that live in the oral cavity, but if it
exceeds a certain limit, the bacteria can be pathogenic. Streptococcus mutans can be
the cause of dental infections because it can rapidly metabolize carbohydrates and
produce acids. Plants serve as a source of medicinal compounds that have a dominant
role in maintaining human health since ancient times. One of plants that has
antimicrobial efficacy is the moringa leaves (Moringa oleifera). The moringa leaves
(Moringa oleifera) is one of tropical plants which many grow in tropical countries such
as Indonesia. The purpose of this research is to know the effectiveness of moringa
leaves extract (Moringa oleifera) as antimicrobial against Streptococcus mutans
bacteria with in vitro. This research is a laboratory experimental research with post test
only control group design, with 5 different concentrations of 80%, 40%, 20%, 10%,
and 5% Povidone Iodine as positive control and DMSO as negative control, which is
repeated 4 times. Antibacterial test on this study uses diffusion test with the Kirby-
Bauer method. Inhibition obtained by measuring inhibition zone formed around the
paper disc using a vernier caliper. The statistical analyzes were performed using the
Kruskall-Wallis test because the data obtained is not distributed normally. The result
of this study is at the highest concentration of 80% produces a clear zone of 15,875
mm, at a concentration of 40% produces a clear zone of 11.875 mm, at a concentration
of 20% produces a clear zone of 10,25 mm, at a concentration of 10% produces a clear
zone of 9,25 mm, while at the lowest concentration of 5% produces a clear zone of 7,25
mm. The conclusion of this study is the extract of moringa leaves is effective against
the growth of Streptococcus mutans bacteria.
Keywords: Moringa oleifera, Streptococcus mutans, effectivity, inhibition.
Universitas Sumatera Utara
Bakteri Streptococcus mutans.
X + 54 halaman
Streptococcus mutans merupakan salah satu flora normal yang hidup di rongga
mulut, namun dalam jumlah yang berlebih dapat menjadi patogen. Streptococcus
mutans dapat menjadi penyebab infeksi gigi karena bakteri ini dapat dengan cepat
memetabolisme karbohidrat dan menghasilkan asam. Tanaman berperan sebagai
sumber dari senyawa obat yang mempunyai peran dominan dalam memelihara
kesehatan manusia sejak zaman dahulu. Salah satu tanaman yang memiliki khasiat
antimikroba yaitu tanaman kelor (Moringa oleifera). Tanaman kelor (Moringa
oleifera) merupakan salah satu jenis tanaman tropis yang banyak tumbuh di negara
tropis seperti Indonesia.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas
ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) sebagai antimikroba terhadap bakteri
Streptococcus mutans secara in vitro. Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimental laboratorium dengan desain posttest only control group, dengan 5
konsentrasi yang berbeda yaitu 80%, 40%, 20%, 10%, dan 5%, Povidone iodine
sebagai kontrol positif dan DMSO sebagai kontrol negatif, yang diulang sebanyak 4
kali. Uji antibakteri pada penelitian ini menggunakan uji difusi dengan metode Kirby-
Bauer. Daya hambat diperoleh berdasarkan pengukuran zona hambat yang terbentuk
di sekitar kertas cakram menggunakan jangka sorong. Analisis statistik yang dilakukan
menggunakan uji Kruskall-Wallis karena data yang didapat tidak terdistribusi secara
normal. Hasil penelitian ini adalah pada konsentrasi tertinggi yaitu 80% menghasilkan
zona bening sebesar 15,875 mm, pada konsentrasi 40% menghasilkan zona bening
sebesar 11,875 mm, pada konsentrasi 20% menghasilkan zona bening sebesar 10,25
mm, pada konsentrasi 10% menghasilkan zona bening sebesar 9,25 mm, sedangkan
pada konsentrasi terendah yaitu 5% menghasilkan zona bening sebesar 7,25 mm.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak daun kelor efektif terhadap pertumbuhan
bakteri Streptococcus mutans.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Efektivitas Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) sebagai Antimikroba
terhadap Bakteri Streptococcus mutans” merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.
Dengan kerendahan hati penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada
Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM(K), sebagai pembimbing skripsi yang telah banyak
membantu penulis dan telah bersedia meluangkan waktu, memberikan semangat,
motivasi serta bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan proposal penelitian ini
dengan baik.
Selama proses pembuatan skripsi ini, penulis telah banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dukungan, arahan serta saran dan masukan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini, penulis dengan segala kerendahan hati menyampaikan rasa terima
kasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp. RKG (K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM(K) selaku Plt. Ketua
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU.
3. Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM(K) selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu dan memberikan saran bermanfaat kepada penulis.
4. Seluruh dosen pengajar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran,
masukan, dan semangat dalam penyelesaian proposal ini.
5. Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros(K) selaku dosen penasihat akademik yang
telah memberikan nasihat selama penulis menjalankan pendidikan di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
6. Orang tua tercinta, ayah saya Abner Tarigan, ST., M.Si dan ibu saya
Rismahulina Sembiring serta adik saya Anna Maria Novelina Tarigan yang senantiasa
Universitas Sumatera Utara
memberikan kasih sayang, doa, semangat, dukungan, dan bantuan kepada penulis
sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini.
7. Teman-teman seperjuangan di FKG USU, Gemonia, Dhea, Hogla, Tessya,
Putri, Avi, dan Enny yang selalu memberikan semangat dan juga sebagai tempat
berbagi canda dan tawa selama menjalani pendidikan di bangku kuliah serta memberi
kritik dan saran kepada penulis selama penulisan skripsi ini. Juga kepada seluruh
teman-teman skripsi di Departemen Bedah Mulut, dan seluruh teman-teman di FKG
USU yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang sudah memberikan pengalaman,
doa, serta dukungan selama masa perkuliahan.
7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu,
mendukung, dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menghasilkan karya yang lebih
baik di kemudian hari. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat
memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu
kedokteran gigi, dan masyarakat.
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 5
1.4 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 5
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Streptococcus mutans .................................................................................. 7
2.3 Ekstraksi .................................................................................................... 14
2.6 Bahan Pembanding ............................................................................ 20
2.7 Kerangka teori ........................................................................................... 21
2.8 Kerangka konsep ....................................................................................... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................................... 23
3.2.1 Lokasi Penelitian .................................................................................... 23
3.2.2 Waktu Penelitian .................................................................................... 23
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ........................................... 24
3.4.1 Variabel Penelitian ................................................................................. 24
3.4.2 Definisi Operasional ............................................................................. 25
3.5.1 Alat ......................................................................................................... 27
3.5.2 Bahan ..................................................................................................... 27
3.7.1 Prosedur Pembuatan Ekstrak Daun Kelor .............................................. 29 3.7.2 Subkultur Bakteri Streptococcus mutans ATCC ................................... 29
3.7.3 Pembuatan Suspensi Bakteri Streptococcus mutans ............................. 29
3.7.4 Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Kelor terhadap Bakteri ...................... 30
3.7.5 Pengamatan Diameter Zona Hambat ..................................................... 30
3.8 Pengolahan dan Analisis Data................................................................... 31
3.9 Etika Penelitian ......................................................................................... 31
BAB V PEMBAHASAN ........................................................................................... 38
6.1 Kesimpulan ............................................................................................... 43
6.2 Saran ......................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 44
3. Ekstrak Daun Kelor ................................................................................... 30
4. Hasil Uji Daya Hambat ............................................................................. 31
Universitas Sumatera Utara
2. Uji normalitas data .................................................................................... 32
3. Uji Kruskall-Wallis ................................................................................... 33
4. Uji Mann-Whitney .................................................................................... 34
2. Dokumentasi Penelitian
Kesehatan gigi dan mulut merupakan hal penting dalam kehidupan manusia.
Namun pada kenyataannya, kesehatan gigi dan mulut belum menjadi prioritas utama
pada sebagian orang. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018,
proporsi masalah gigi dan mulut sebesar 57,6% dan yang mendapatkan pelayanan dari
tenaga medis gigi sebesar 10,2%. Provinsi dengan penderita penyakit gigi dan mulut
yang paling banyak adalah provinsi Sulawesi Tenggara yaitu 73,5% dan yang paling
sedikit adalah Jambi yaitu sebanyak 45%. Angka tersebut masih tergolong tinggi.
Jumlah ini meningkat dari tahun 2013, dimana persentase penderita penyakit gigi dan
mulut sebesar 25,9% sedangkan yang mendapat perawatan sebesar 31,1%.1
Streptococcus mutans merupakan salah satu flora normal yang hidup di rongga
mulut, namun dalam jumlah yang berlebih dapat menjadi patogen. Bakteri ini
merupakan salah satu bakteri yang paling banyak di rongga mulut. Streptococcus
mutans dapat menjadi penyebab infeksi gigi karena bakteri ini dapat dengan cepat
memetabolisme karbohidrat dan menghasilkan asam. Asam yang dihasilkan oleh
bakteri ini dapat mendemineralisasi permukaan gigi yang dapat menyebabkan
terbentuknya karies. Organisme tersebut juga dapat tumbuh dalam suasana asam dan
dapat menempel pada permukaan gigi karena kemampuannya mensintesis polisakarida
ekstraselular yang sangat lengket dari makanan yang mengandung karbohidrat.
Kemudian, akan membentuk plak yang lengket yang dapat menyebabkan infeksi gigi,
penyakit periodontal, dan sebagainya.I Streptococcus mutans merupakan bakteri Gram
positif fakultatif, yang merupakan golongan dari Streptococcus viridans yang dapat
mengeluarkan toksik sehingga sel-sel pejamu rusak dan menimbulkan penyakit pada
rongga mulut.2
Catatan yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) bahwa sekitar
75-80% dari populasi dunia menggunakan tanaman obat berbahan alami (TOBA)
sebagai obat medis karena baik ditoleransi oleh tubuh manusia, dan memiliki efek
Universitas Sumatera Utara
samping lebih sedikit.3 Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman
hayati yang dapat diolah menjadi berbagai macam obat. Sejak ribuan tahun yang lalu,
penggunaan obatobatan tradisional telah banyak dipraktikkan dan menjadi budaya di
Indonesia dalam bentuk ramuan jamu-jamuan. Menurut penelitian obat-obatan tersebut
banyak digunakan karena keberadaannya yang mudah didapat dan ekonomis. dan
memiliki efek samping relatif rendah. Adanya kandungan yang berbeda dalam tanaman
tersebut, menjadikan efek saling mendukung yang secara sinergis.4
Tanaman kelor (Moringa oleifera) merupakan salah satu jenis tanaman tropis
yang banyak tumbuh di negara tropis seperti Indonesia. Biasanya kelor tumbuh secara
liar di pagar halaman rumah. Masyarakat biasa menggunakan daun kelor sebagai
pelengkap dalam masakan sehari-hari, bahkan tidak sedikit yang menjadikan tanaman
kelor hanya sebagai tanaman hias yang tumbuh pada teras-teras rumah, bahkan di
beberapa wilayah di Indonesia pemanfaatan daun kelor lebih banyak untuk
memandikan jenazah, meluruhkan jimat, dan sebagai pakan ternak. Selain itu,
masyarakat biasa menggunakan daun kelor sebagai penyembuh luka dengan cara
merendam daun kelor sampai tekstur nya lembek lalu langsung ditempelkan pada luka.
Rebusan daun kelor juga banyak digunakan untuk mencegah dan mengobati berbagai
jenis penyakit.5
Tanaman kelor telah banyak digunakan untuk mengurangi malnutrisi,
khususnya untuk bayi dan ibu hamil. Alternative Action for African Development telah
menguji manfaat daun kelor untuk mencegah dan mengurangi kekurangan gizi pada
wanita hamil atau menyusui dan juga pada anak-anak. Hasilnya menunjukkan bahwa
anak-anak yang rutin mengonsumsi daun kelor diketahui mengalami peningkatan berat
badan. Sementara itu, ibu hamil pulih dari anemia dan melahirkan dengan berat badan
bayi normal dan juga produksi air susu ibu meningkat.6
Ekstrak daun kelor juga diketahui memiliki antioksidan yang tinggi yang dapat
menginduksi spesies oksigen reaktif dalam sel kanker sehingga ekstrak daun kelor ini
dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan kanker. Senyawa yang berperan sebagai
antikanker dalam ekstrak daun kelor ini diketahui adalah glucosinolates, niazimicin,
dan benzyl isothiocyanate. Dalam etiologi kanker, radikal bebas adalah salah satu yang
Universitas Sumatera Utara
diperlukan untuk mutasi DNA, yang akan memicu tahap inisiasi karsinogenesis.
Antioksidan dibutuhkan untuk menangkal radikal bebas. Polifenol yang diketahui
sebagai antioksidan kuat terdapat pada tanaman kelor.7,8
Ekstrak daun kelor juga diketahui memiliki khasiat sebagai antiinflamasi
karena memiliki metabolit sekunder yaitu flavonoid yang memiliki kemampuan
antioksidan sehingga dapat menghambat aktivitas enzim siklooksigenase dan sintesis
prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi. Selain itu, flavonoid memiliki
mekanisme penghambatan akumulasi leukosit, penghambatan degranulasi netrofil,
penghambatan pelepasan histamin.91
Menurut Sri Wahyuni dkk, tanaman kelor mengandung 48 anti oksidan kuat
yang melindungi tubuh dari radikal bebas, 18 asam amino dimana 8 diantaranya
esensial yang dibutuhkan untuk membangun sel-sel baru, 36 senyawa anti inflamasi,
serta 90 nutrisi alami seperti vitamin dan mineral. Daun kelor kaya akan mineral seperti
tembaga, kalium, besi, magnesium, seng, dan kalsium. Daun kelor juga mengandung
serat, protein lemak, dan berbagai asam amino.10
Tanaman kelor mendapat julukan sebagai Mother’s Best Friend and Miracle
Tree karena semua bagian dari tanaman ini bermanfaat mulai dari daun, buah, biji,
bunga, kulit, hingga akar. Selain itu, seluruh bagian tanaman ini juga dapat dimakan,
mulai dari akar sampai kulit kayunya. Tanaman kelor juga dapat tumbuh dengan cepat
dan tahan kekeringan, dengan benih yang dapat menjernihkan air. Manfaat dari
tanaman kelor ini sendiri yaitu bisa digunakan sebagai antibakteri, antiinflamasi, anti-
hipertensi, anti tumor, dan diketahui dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit
lainnya. Moringa oleifera juga tidak memiliki efek samping yang berbahaya. Satu-
satunya kelemahan dari daun kelor adalah dapat menyebabkan perut kembung.11
Menurut Mekonnen Daba, daun kelor (Moringa oleifera) memiliki kandungan
flavonoid, saponin, alkaloid, terpenoid, dan tanin yang tinggi yang diketahui memiliki
kemampuan antibakteri.11 Flavonoid dapat mendenaturasi protein yang menyebabkan
aktifitas metabolisme sel bakteri berhenti karena semua aktifitas metabolisme sel
1 Revisi drg. Rahmi Syaflida, Sp.BM(K)
Universitas Sumatera Utara
bakteri di katalis. Saponin memiliki kemampuan sebagai pembersih dan antiseptik
yang berfungsi membunuh kuman atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang
biasa timbul. Saponin akan meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri sehingga
terjadi hemolisis sel bakteri. Sedangkan alkaloid bersifat antibakteri dengan
mekanisme mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga
lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut.
Kelor sebagai antibiotik diidentifikasikan oleh kandungan pterygospermin dengan zat
aktif glucosinolate 4 alpha-L-rhamnosyloxy benzyl isothiocyanate. Zat ini diketahui
memiliki aktifitas antibakteri terhadap bakteri gram positif maupun bakteri gram
negatif.12
Menurut penelitian Lusi dkk, ekstrak daun kelor dengan pelarut etanol berperan
sangat nyata terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Banyaknya
kandungan senyawa aktif mikroba yang terkandung dalam ekstrak berpengaruh
terhadap daya hambat yang dihasilkan. Ekstrak daun kelor dengan pelarut etanol dapat
menarik sebagian besar senyawa aktif yang terdapat pada daun kelor. Semakin besar
konsentrasi ekstrak daun kelor, maka semakin tinggi juga aktivitas antibakterinya.13
Beberapa penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa daun kelor (Moringa
oleifera) memiliki aktivitas antibakteri, namun belum ada yang meneliti tentang efek
daun kelor terhadap bakteri Streptococcus mutans. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Efektifitas Ekstrak Daun Kelor (Moringa
oleifera) sebagai Antimikroba pada Bakteri Streptococcus mutans”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada efektivitas penggunaan ekstrak daun
kelor (Moringa oleifera) sebagai antimikroba terhadap bakteri Streptococcus mutans.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas ekstrak daun
kelor (Moringa oleifera) sebagai antimikroba terhadap bakteri Streptococcus mutans.
Universitas Sumatera Utara
5% sebagai antimikroba terhadap bakteri Streptococcus mutans.
2. Mengetahui efektivitas ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) konsentrasi
10% sebagai antimikroba terhadap bakteri Streptococcus mutans.
3. Mengetahui efektivitas ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) konsentrasi
20% sebagai antimikroba terhadap bakteri Streptococcus mutans.
4. Mengetahui efektivitas ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) konsentrasi
40% sebagai antimikroba terhadap bakteri Streptococcus mutans.
5. Mengetahui efektivitas ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) konsentrasi
80% sebagai antimikroba terhadap bakteri Streptococcus mutans.
6. Mengetahui konsentrasi efektif ekstrak daun kelor (Moringa oleifera)
sebagai antimikroba terhadap bakteri Streptococcus mutans.
1.4 Hipotesis Penelitian
Ho : Tidak ada pengaruh efektifitas ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) sebagai
antimikroba terhadap bakteri Streptococcus mutans.
Ha : Ada pengaruh efektifitas ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) sebagai
antimikroba terhadap bakteri Streptococcus mutans.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
bahan acuan dan pengembangan terhadap penelitian selanjutnya.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian dapat memberi informasi dan sumbangan ilmu pengetahuan
mengenai efektivitas penggunaan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) sebagai
antimikroba terhadap bakteri Streptococcus mutans.
Universitas Sumatera Utara
6
2. Dapat menambah wawasan bagi peneliti khususnya bagi dokter gigi dan instansi
lain terkait penggunaan daun kelor (Moringa oleifera) dalam bidang kedokteran
gigi.
Streptococcus mutans pertama kali ditemukan dalam lesi karies pada tahun
1890 oleh Miller namun belum dianggap sebagai sesuatu yang serius. Pada tahun 1924,
Clarke yang bekerja di rumah sakit St. Mary London menemukan adanya bakteri pada
lesi putih enamel. Clarke memberi nama Streptococcus mutans untuk bakteri tersebut.
Nama “mutans” diberikan karena bakteri ini sering melakukan transisi bentuk dari
kokus ke bentuk kokobasil. Clarke menyatakan bahwa bakteri tersebut merupakan
organisme yang paling berperan dalam pembentukan karies.14 Streptococcus mutans
merupakan bakteri plak dengan jumlah relatif besar, sebagai pembentuk polisakarida
ekstraselular yang stabil, memiliki kemampuan berkoloni pada tingkat keasaman (pH)
permukaan gigi yang relatif rendah sehingga sangat berperan pada pembentukan
karies.15
Kingdom : Monera
Divisi : Fitmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Lactobacillales
Famili : Streptococcaceae
Marga : Streptococcus
bergerak) dan fakultatif anaerob. Bakteri ini tersusun dalam rantai, serta tumbuh secara
optimal pada suhu sekitar 18o C – 40o C dan pH 4,5 – 5,5. Metabolisme Streptococcus
mutans lebih cepat dibanding bakteri lain seperti S.mitis, S.sanguis, dan A.viscocus.16
Universitas Sumatera Utara
1,0 µm, katalis negatif, dan tidak berspora. Morfologi koloni Streptococcus mutans
berwarna opak, berdiameter 0,5-1,0 mm, permukaannya kasar dan hanya 7% yang licin
dan bersifat mukoid. Bakteri ini biasanya terdapat pada rongga mulut yang mengalami
luka. Streptococcus mutans bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam, asidodurik
yaitu mampu tinggal pada lingkungan asam, dan menghasilkan suatu polisakarida yang
lengket disebut dextran. Oleh karena itu, bakteri ini bisa menyebabkan lengket dan
mendukung bakteri lain menuju ke email gigi.17
Gambar 1. Streptococcus mutans18
Streptococcus mutans merupakan mikroorganisme endogen rongga mulut yang
paling banyak dijumpai pada awal pembentukan plak. Selanjutnya, bakteri ini akan
melekat ke pelikel yang merupakan suatu campuran kompleks yang terdiri dari
glikoprotein, asam prolin kaya protein, musin, sisa makanan sel bakteri, exoproducts,
dan asam sialic. Selain di rongga mulut, Streptococcus mutans juga dapat ditemukan
pada faring dan usus. Bakteri ini merupakan penghasil asam yang kuat sehingga dapat
menyebabkan lingkungan tempat bakteri ini tumbuh menjadi asam.19
2.2 Tanaman Kelor (Moringa oleifera)
Tanaman kelor yang memiliki nama latin Moringa oleifera dan dalam bahasa
inggris disebut drumstick merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat dalam
Universitas Sumatera Utara
kehidupan manusia. Tanaman kelor di Indonesia dikenal dengan berbagai macam
nama, misalnya di Jawa, Sunda, Bali, dan Lampung disebut “Kelor”, di Madura disebut
“Maranggi”, di Flores disebut “Moltong”, di Gorontalo disebut “Kelo”, di Sumba
disebut “Kawano”, dan di Bima disebut “Ongge”. Tanaman kelor berasal dari daerah
kawasan Himalaya dan India, kemudian menyebar ke kawasan sekitarnya sampai ke
Benua Afrika dan Asia Barat.20
Menurut Integrated Taxonomic Information System (2017), klasifikasi tanaman
kelor adalah sebagai berikut:
Spesies : Moringa oleifera Lamk
2.2.1 Morfologi Tanaman Kelor
Tanaman kelor memiliki ketinggian antara 7-12 m, dengan daun sebesar ujung
jari berbentuk bulat telur dan tersusun majemuk. Tanaman ini berbunga sepanjang
tahun berwarna putih, buah berisi segitiga dengan panjang sekitar 30 cm. Batang
kayunya lunak dan mudah patah, cabangnya jarang, tetapi mempunyai akar yang
kuat.21
Tanaman kelor dapat tumbuh dengan cepat dan dapat bertahan pada musim
kemarau karena pertumbuhan akar utama yang panjang. Tanaman kelor dapat
menyesuaikan diri dengan tanah disekitarnya, namun tanah berpasir dan tanah lempung
adalah tempat terbaik untuk pertumbuhan daun kelor. Tanaman ini tumbuh subur mulai
dari dataran rendah sampai ketinggian 1000 m diatas permukaan laut. Tanaman kelor
lebih cocok tumbuh pada tanah dengan derajat keasaman netral (pH 6,3 – 7,0). Curah
hujan tahunan yang dibutuhkan tanaman ini sekitar 250 – 3000 mm. Di areal dengan
Universitas Sumatera Utara
curah hujan diatas normal, kelor dapat ditanam pada bukit-bukit sehingga terhindar dari
air yang berlebih yang dapat menyebabkan pembusukan akar. Suhu udara yang cocok
untuk tanaman kelor adalah 25oC sampai dengan 40oC. Kelor tidak tahan terhadap
cuaca dingin. Apabila kelor berada pada suhu dibawah 21oC, maka daunnya akan gugur
dan tumbuh kembali bila suhu udara telah sesuai.22
Gambar 2. Tanaman Kelor22
Tanaman kelor dapat dikembangbiakkan melalui potongan ranting dan benih
atau bijinya. Masing-masing cara memiliki kelebihan dan kekurangan, tergantung pada
kondisi dan situasi tanah serta lingkungan tempat kelor akan ditanam. Bila ingin
dikembangbiakkan melalui potongan ranting, cabang atau potongan ranting harus tua,
berdiameter minimal 2,5 cm, dan dapat dipotong sepanjang 45-150 cm untuk ditanam
langsung di lapangan atau di polybag. Bila ingin dikembangbiakkan dengan benih atau
biji, biji dapat direndam dalam air selama 24 jam dan biji tersebut akan berkecambah.
Biji kelor tidak membutuhkan cahaya matahari untuk berkecambah. Setelah 24 jam,
keluarkan benih dari dalam air dan masukkan kedalam plastik yang diberi lubang udara
selama 3-14 hari. Ketika salah satu benih pecah dari cangkangnya, akan terlihat dua
Universitas Sumatera Utara
11
tunas muncul ke permukaan yang harus diarahkan ke cahaya matahari. Selanjutnya,
kecambah ini dapat langsung ditanam pada lahan atau polybag.11
Daun kelor berbentuk bulat telur dengan tepi daun rata dan ukurannya kecil-
kecil bersusun majemuk dalam satu tangkai. Daun kelor muda berwarna hijau muda
dan berubah menjadi hijau tua saat daun kelor tersebut sudah tua, yang biasanya
digunakan untuk membuat tepung atau powder daun kelor. Daun kelor harus dipanen
secara berkala agar tidak terasa pahit saat dikonsumsi.23
2.2.2 Manfaat Tanaman Kelor
Kelor dikenal di seluruh dunia sebagai tanaman bergizi dan WHO telah
memperkenalkan kelor sebagai salah satu pangan alternatif untuk mengatasi masalah
gizi. Di Afrika dan Asia daun kelor direkomendasikan sebagai suplemen yang kaya zat
gizi untuk ibu menyusui dan anak pada masa pertumbuhan. Semua bagian dari tanaman
kelor memiliki nilai gizi, berkhasiat untuk kesehatan. Baik kandungan nutrisi maupun
berbagai zat aktif yang terkandung dalam tanaman ini dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan mahluk hidup dan lingkungan. Oleh karena itu kelor mendapat julukan
sebagai “miracle tree”.24
antimikroba, antijamur, antihipertensi, antihiperglikemik, antitumor, antikanker, dan
anti-inflamasi (Toma & Deyno, 2014). Tanaman ini diketahui telah digunakan secara
tradisional untuk penyakit kulit, rematik, anemia, kolera, dan penyakit lainnya.25
Yang paling umum, Moringa oleifera diketahui memiliki manfaat sebagai anti
kanker. Ekstrak kelor mendukung kematian sel dini, mencegah pertumbuhan dan
reproduksi sel-sel kanker. Penelitian terkemuka menyimpulkan bahwa daun kelor
menunjukkan potensi sebagai pencegahan alami. Moringa oleifera juga memiliki sifat
antidiabetes yang berasal dari tingginya kandungan seng pada tanaman ini. Seng
merupakan mineral yang diperlukan untuk produksi insulin. Selain itu, Kelor juga
diketahui dapat mencegah kerusakan jantung dan memberikan manfaat
antioksidan.26,27
Daun kelor (Moringa oleifera) mengandung banyak nutrisi, termasuk
diantaranya kalsium, besi, protein, vitamin A, vitamin B, dan vitamin C. Daun kelor
mengandung mineral, asam amino essensial, antioksidan seperti vitamin C, vitamin E,
flavonoid, tanin dan masih banyak lainnya. Zat besi yang terkandung dalam daun kelor
lebih tinggi daripada sayuran lainnya yaitu sebesar 17,2 mg/100 gr. Daun kelor juga
mengandung vitamin A yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan wortel, Selain itu,
daun kelor juga mengandung asam amino, antara lain asam amino berbentuk aspartat,
asam glutamat, alanin, valin, leusin, isoleusin, histidin, lisin, arginin, venilalanin,
triftopan, sistein, dan methionin.28
Daun kelor juga mengandung antioksidan, yaitu senyawa yang bertindak
melawan radikal bebas dalam tubuh. Tubuh yang terindikasi memiliki kadar radikal
bebas yang tinggi akan dengan mudah terkena penyakit kronis. Oleh karena itu, tubuh
butuh asupan antioksidan yang dapat melawan radikal bebas tersebut. Selain vitamin
C dan beta-karoten, daun kelor mengandung antioksidan seperti quercetin yaitu
antioksidan kuat yang dapat membantu menurunkan tekanan darah dan Asam
klorogenik yang dapat membantu menurunkan kadar gula darah.29
Hasil uji fitokimia ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) menunjukkan bahwa
senyawa yang terdapat pada daun kelor, yaitu:
1. Flavonoid
Uji fitokimia flavonoid ekstrak daun kelor menunjukkan hasil positif. Pada
tumbuhan, flavonoid berfungsi pada proses fotosintesis, anti mikroba, anti
virus. Aktivitas anti oksidasi juga dimiliki oleh komponen aktif flavonoid
tertentu digunakan untuk menghambat pendarahan.
Mekanisme antimikroba dari flavonoid terbagi atas tiga. Yang pertama
yaitu menghambat sintesis asam nukleat. Cincin A dan B berperan dalam
ikatan hidrogen yaitu menumpuk basa asam nukleat sehingga menghambat
pembentukan DNA dan RNA. Yang kedua yaitu menghambat fungsi
membrane. Gugus –OH dalam senyawa fenol dapat berikatan dengan –H
pada ikatan hidrogen yang terdapat pada protein dinding sel bakteri. Ikatan
Universitas Sumatera Utara
bakteri. Dinding sel bakteri yang rusak mengakibatkan membran sel tidak
memiliki pelindung, sehingga dapat mengalami penurunan semi
permeabilitasnya. Flavonoid akan membentuk senyawa kompleks dengan
protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat merusak membran sel
bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler. Flavonoid dapat
menghambat metabolisme energi dengan cara menghambat penggunaan
oksigen oleh bakteri. Metabolisme yang menurun mengakibatkan
pertumbuhan sel terhambat sehingga dapat terjadi kematian sel.
2. Alkaloid
pahit. Pada tumbuhan, alkaloid berfungsi sebagai zat racun untuk melawan
serangga atau hewan pemakan tanaman dan sebagai faktor pengaruh
pertumbuhan. Diketahui juga bahwa alkaloid memiliki kegunaan lain pada
bidang farmakologi yaitu sebagai stimulan sistem saraf, sedative, obat tetes
mata, obat batuk, obat malaria, kanker, dan anti bakteri. Sebagai antibakteri,
alkaloid memiliki mekanisme yaitu mengganggu komponen penyusun
peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk
secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Mekanisme lain dari
alkaloid yaitu komponen alkaloid diketahui sebagai interkelator DNA dan
menghambat enzim topoisomerase sel bakteri.
3. Saponin
berfungsi membunuh kuman atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme.
Ketika berinteraksi dengan bakteri, saponin dapat meningkatkan
permeabilitas membran sel bakteri sehingga terjadi hemolisis sel bakteri.
Saponin adalah glikosida triterpena dan streol yang ditandai adanya seperti
sabun serta dideteksi berdasarkan kemampuan membentuk busa jika
dikocok dalam air. Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida
yang tersebar luas pada tanaman tingkat tinggi serta beberapa hewan laut
Universitas Sumatera Utara
biologis seperti kemampuan hemolitik, aktivitas antibakterial,
antimolluska, aktivitas antivirus, dan aktivitas sitotoksik atau anti kanker.
Saponin dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara merusak
permeabilitas membran dengan cara berdifusi melalui membran luar dan
dinding sel yang rentan karena sudah dirusak oleh flavonoid. Saponin yang
masuk ke dalam kemudian mengikat membran sitoplasma sehingga
mengganggu dan merusak kestabilan membran sel. Hal ini menyebabkan
sitoplasma bocor keluar dari sel. Membran sitoplasma yang bocor
mengakibatkan keluarnya berbagai komponen penting dari sel bakteri
seperti protein, asam nukleat, dan nukleotida. Kerusakan pada membran ini
dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel bahkan kematian sel
bakteri. Agen antimikroba yang mengganggu membran sitoplasma bersifat
bakterisida.
Tanin merupakan senyawa polifenol yang dapat dibedakan dari fenol lain
karena kemampuannya mengendapkan protein. Berfungsi sebagai
pertahanan diri dari serangan bakteri, fungi, virus, insekta herbivora dan
vertebrata herbivora. Tanin adalah komponen zat organik yang sangat
kompleks, terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar
mengkristal, mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa
dengan protein tersebut. Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin
terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin memiliki peranan biologis yang
kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin
juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis.
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses yang dilakukan oleh pelarut untuk menarik keluar
zat aktif yang beberapa terdapat pada tanaman obat. Zat aktif berada pada sel, sehingga
Universitas Sumatera Utara
15
untuk dapat mengeluarkan zat aktif dari dalam sel diperlukannya suatu pelarut tertentu.
Pelarut yang biasa digunakan adalah metanol, etanol, kloroform, heksan, eter, aseton,
benzen, dan etil asetat. Proses ekstraksi yang terjadi adalah masuknya cairan penyari
ke dalam sel. Masuknya cairan penyari ke dalam sel (osmosis) akan semakin mudah
apabila dinding sel sudah tidak menjadi utuh lagi akibat adanya proses penyerbukan.
Pelarut yang masuk akan membuat zat aktif yang berada di dalam sel terlarut sehingga
terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dan pelarut yang
berada di luar sel.30
Proses difusi akan terus terjadi sampai konsentrasi zat aktif yang berada di luar
sel dan di dalam sel seimbang. Pemilihan pelarut yang baik harus mempunyai harga
yang murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, mempunyai reaksi
netral, dan tidak mudah terbakar, mempunyai sifat selektif yaitu hanya menarik zat
yang berkhasiat yang dikehendaki tidak mempengaruhi zat berkhasiatk, dan
diperbolehkan oleh peraturan.30
Perbedaan konsentrasi berhubungan dengan ekstraksi yang mana makin besar
perbedaan konsentrasi maka makin besar daya dorong pelarut ke dalam sel untuk
memindahkan zat aktif yang berada di dalam sel agar terlarut dengan pelarut. Sifat
larutan yang digunakan harus sesuai dengan sifat komponen kimia yang akan disari.30
Mode ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu:
ruangan, yaitu dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam
pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel
yang mengandung zat aktif, yang akan larut dan karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang ada di luar sel,
maka larutan yang terpekat akan didesak keluar. Hal tersebut berulang
Universitas Sumatera Utara
sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di
dalam sel.
2. Perkolasi
sampai penyaringan sempurna, umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap
maserasi antara dan tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan
ekstrak) yang terus menerus sampai ekstrak yang diinginkan habis
tersaring. Tahap pengembangan bahan dan maserasi antara dilakukan
dengan maserasi serbuk menggunakan pelarut sekurang-kurangnya 3 jam,
hal ini penting terutama untuk serbuk yang keras dan bahan yang mudah
mengembang.
Refluks adalah proses ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya selama waktu tertentu dan pelarutnya akan terdestilasi menuju
pendingin dan kembali ke labi. Ekstraksi dengan cara refluks pada dasarnya
adalah ekstraksi berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam
dengan pelarut dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin
tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Pelarut akan menguap, uap
tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali
menyari zat aktif dalam simplisia tersebut.
2. Sokletasi
membasahi dan merendam sampel yang mengisi bagian tengah pada soklet,
setelah pelarut mencapai tinggi tertentu maka akan turun kedalam labu
destilasi.
adalah obat yang dapat membunuh bakteri tersebut, sedangkan bakteriostatik adalah
menginhibisi pertumbuhan bakteri tapi tidak membunuhnya. Berdasarkan mekanisme
aksi emlawan bakteri, antibiotik dibagi menjadi lima, yaitu:
1. Penghambatan Sintesis Dinding Sel
Antibakteri dengan mekanisme ini merusak lapisan peptidoglikan yang menyusun
dinding sel bakteri gram positif maupun gram negatif. Bersifat bakteriosidal.
Antibiotik yang bekerja dengan mekanisme ini adalah penisilin, sefalosporin, dan
vankomisin.31
Membran plasma bersifat semipermeabel dan mengendalikan transpor berbagai
metabolit ke dalam dan ke luar sel. Struktur membran plasma yang rusak dapat
menghambat atau merusak kemampuan membran plasma sebagai penghalang
osmosis dan mengganggu sejumlah proses biosintesis yang diperlukan dalam
membran. Bersifat bakteriostatik.31
3. Penghambatan Sintesis Protein
Sub unit pada tiap tipe ribosom, komposisi kimia, fungsional spesifiknya cukup
berbeda antara bakteri dan sel mamalia. Hal ini menjelaskan mengapa obat
antimikroba ini dapat menghmbat sintesis protei ribosom bakteri tanpa
memberikan efek besar pada ribosom mamalia. Antibakteri ini bersifat
bakteriostatik dan bakteriosidal. Antibiotik yang bekerja dengan mekanisme ini
adalah aminoglikosida, tetrasiklin, eritromisin, kloramfenikol, dan klindamisin.31
4. Penghambatan Sintesis Asam Nukleat
Antibakteri yang bekerja melalui penghambatan pada sintesis asam nukleat berupa
penghambatan terhadap transkripsi dan replikasi mikroorganisme. Antibakteri ini
bersifat bakterisidal. Yang termasuk antibakteri dengan mekanisme ini adalah
golongan sulfonarmid, trimetoprim, kuinolon, dan rifampin.31
Universitas Sumatera Utara
Penghambatan terhadap sintesis metabolit esensial antara lain dengan adanya
kompetitor berupa antimetabolit, yaitu substansi yang secara kompetitif
menghambat metabolit mikroorganisme, karena memiliki struktur yang mirip
dengan substrat normal bagi enzim metabolisme. Antibakteri yang saat ini
digunakan pada mekanisme ini adalah kombinasi antara timetoprim dengan
sulfametoksazol.31
Uji antimikroba merupakan uji aktivitas yang digunakan untuk menentukan
apakah suatu senyawa dapat menghambat mikroba berupa bakteri, jamur, dan virus.
Sehingga, senyawa tersebut dapat ditentukan spektrum dan aktivitasnya. Pada
dasarnya, uji antimikroba dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode dilusi dan
difusi cakram.32
2.5.1 Metode Dilusi
Cara ini digunakan untuk menentukan kadar hambat minimal (KHM) dan kadar
bunuh minimal (KBM) dari obat antimikroba. Prinsip dari metode dilusi ini adalah
menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah tertentu sel
mikroba yang diuji. Kemudian, masing-masing tabung diisi dengan obat yang telah
diencerkan secara serial. Selanjutnya, seri tabung diinkubasikan pada suhu 37o C
selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung.
Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan
yang mulai tampak jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat.
Selanjutnya biakan dari semua tabung yang jernih diinkubasikan dan keesokan harinya
diamati ada tidaknya koloni mikroba yang tumbuh. Konsentrasi terendah obat pada
biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba
adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji. Untuk menentukan KHM obat, dapat juga
dengan cara menggunakan medium agar padat yang disebut dengan metode E test.
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Metode Difusi
Prinsip dari metode difusi cakram adalah obat dijenuhkan kedalam kertas saring
(cakram kertas). Cakram kertas yang mengandung obat tertentu ditanam pada media
pembenihan agar padat yang telah dicampur dengan mikroba yang diuji, kemudian
diinkubasikan pada suhu 37o C selama 18-24 jam. Selanjutnya, diamati adanya area
(zona) jernih disekitar cakram kertas yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan
mikroba.
Untuk mengevaluasi hasil uji kepekaan tersebut, dapat dilakukan dua cara
seperti berikut ini:
Yaitu dengan cara membandingkan diameter dari area jernih atau zona
hambatan disekitar cakram dengan tabel standar yang dibuat oleh National Committee
for Clinical Laboratory Standard (NCCLS). Dengan tabel NCCLS ini dapat diketahui
kriteria sensitif, sensitif intermediet, dan resisten.
Adapun klasifikasi daya hambat berdasarkan zona bening yang terbentuk
menurut Davis dan Stout pada tahun 1971 yang kembali diuraikan dalam penelitian
Fitriah dkk tahun 2017, yaitu:
Zona Hambat Klasifikasi
Yaitu dengan cara membandingkan radius zona hambatan yang terjadi antara
bakteri kontrol yang sudah diketahui kepekaannya terhadap obat tersebut dengan
isolat bakteri yang diuji. Prosedur uji kepekaan untuk bakteri kontrol dan bakteri uji
dilakukan bersama-sama dalam satu piring agar.
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini, kontrol positif yang digunakan adalah Povidone iodine.
Povidone iodine merupakan iodine kompleks yang berfungsi sebagai antiseptik,
mampu membunuh mikroorganisme seperti bakteri, jamur, virus, protozoa, dan spora
bakteri. Aktifitas antimikroba povidone iodine dikarenakan kemampuan oksidasi kuat
dari iodine bebas terhadap asam amino, nukleotida, ikatan ganda, dan juga lemak bebas
tidak jenuh. Hal ini menyebabkan povidone iodine mampu merusak protein dan DNA
mikroba. Kemampuan povidone iodine dalam hal inflamasi adalah menghambat
interleukin-1 beta (IL-1 beta) dan interleukin-8 (IL8).33,34
Poviodone iodine memiliki sifat anti bakteri utamanya melalui mekanisme
dimana povidone membawa senyawa iodine bebas masuk menembus membran sel.
Senyawa iodine memiliki sifat yang sitotoksik sehingga mampu membunuh sel bakteri.
Povidone iodine dapat merubah struktur dan fungsi dari protein dan enzim sel dan
merusak fungsi sel bakteri dengan jalan menghambat perlekatan hidrogen dan merubah
struktur membran sel, selain itu juga menghambat terjadinya sintesis protein oleh
bakteri melalui proses oksidasi thiol di dalam asam amino sistein. Salah satu
keuntungan povidone iodine adalah mampu menghambat sintesis glucosyltransferase
(GTF) dan fructosyltransferase (FTF) oleh Streptococcus mutans. GTF dan FTF
merupakan enzim ekstraseluler yang mensintesis polisakarida glucans dan fructans
yang berperan penting dalam proses perlekatan Streptococcus mutans dan
pembentukan biofilm pada permukaan gigi.3
Universitas Sumatera Utara
S
s
dengan desain posttest only control group.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Uji efektivitas antimikroba dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
3.2.2 Waktu Penelitian
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah bakteri Gram positif yang diambil dari
Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian ini adalah biakan murni Streptococcus mutans yang
berasal dari Laboratorium Mikrobiologi Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara.
Sampel diambil menggunakan ose steril sebanyak 1-3 kali kemudian digoreskan pada
petri yang berisi media agar darah.
Besar sampel pada penelitian ini menggunakan rumus Frederer untuk menentukan
jumlah pengulangan agar diperoleh data yang valid.
(t-1) (n-1) ≥ 15
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini menggunakan 7 kelompok perlakuan sesuai dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Lusi dkk dalam Jurnal Ilmiah Farmasi pada tahun
2016 yang masing-masing terdiri atas:
a. Kelompok I : Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) 5%
b. Kelompok II : Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) 10%
c. Kelompok III : Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) 20%
d. Kelompok IV : Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) 40%
e. Kelompok V : Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) 80%
f. Kelompok VI : Povidone Iodine sebagai kontrol positif.
g. Kelompok VII : DMSO sebagai kontrol negatif.
Jadi perlakuannya (t) adalah 7
(t-1) (r-1) ≥ 15
(7-1) (r-1) ≥ 15
6 (r-1) ≥ 15
6r – 6 ≥ 15
6r ≥ 21
r ≥ 3,5
r ~ 4
Jumlah replikasi atau pengulangan (r) yang dipakai adalah 4, artinya pada kelompok I-
VII (7 Variabel) dilakukan sebanyak 4 kali percobaan.
3.4 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional
3.4.1 Variabel Penelitian
1. Variabel bebas adalah variabel yang dipilih dan sengaja diukur dan diubah-
ubah oleh peneliti untuk diketahui hubungannya dengan variabel terikat.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak daun kelor (Moringa
oleifera) dengan konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, dan 80%.
Universitas Sumatera Utara
2. Variabel terikat adalah variabel yang diobservasi dan diukur untuk
menentukan adanya pengaruh variabel bebas, yaitu faktor yang muncul atau
tidak muncul dan berubah sesuai dengan yang ditentukan oleh peneliti.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah zona hambat bakteri
Streptococcus mutans.
3. Variabel terkendali adalah faktor yang sengaja dikendalikan supaya tidak
mempengaruhi variabel bebas maupun variabel terikat. Variabel terkendali
pada penelitian ini adalah:
mutans yaitu Blood Agar.
d. Teknik pengisolasian dan pengukuran bakteri Streptococcus mutans.
e. Sterilisasi alat, bahan, dan media yang digunakan.
f. Keterampilan operator dalam pelaksanaan penelitian.
4. Variabel tidak terkendali pada penelitian ini adalah:
a. Morfologi tanaman kelor.
c. Keadaan tanah, curah hujan, dan lingkungan asal tanaman kelor.
d. Keadaan tempat penyimpanan ekstrak daun kelor di laboratorium.
3.4.2 Definisi Operasional
Ukur
Variabel
Bebas
3. Povidone iodine
4. Blood Agar
Universitas Sumatera Utara
Pembuatan Ekstrak Daun
3.7.1 Pembuatan Ekstrak Daun Kelor
1. Daun kelor yang telah dikumpulkan dicuci bersih pada air mengalir.
2. Tiriskan lalu ditimbang.
3. Jemur dibawah sinar matahari ata di dalam lemari pengering dengan
menggunakan wadah stainless, sehingga kering dan hancur bila diremas.
4. Timbang kembali lalu disimpan pada kantongan plastik dan diikat kuat.
5. Timbang 100 g serbuk daun kelor lalu dimasukkan ke dalam wadah
bertutup.
6. Tambahkan etanol sebanyak 1 liter, lalu aduk selama 6 jam pertama.
7. Diamkan selama 18 jam sambil sesekali diaduk.
8. Saring dengan menggunakan kapas dan kertas saring, tampung filtrat
sehingga diperoleh maserat I.
sebanyak 0,5 liter, hingga diperoleh maserat II.
10. Gabung kedua maserat.
11. Uapkan maserat dengan menggunakan alat rotary evaporator pada
temperatur 40o C atau dengan penangas air (water bath) pada temperatur
90o C sambil diaduk-aduk sehingga diperoleh ekstrak kental.
12. Untuk memperoleh konsentrasi yang diinginkan, ekstrak kental daun
kelor dicampur dengan DMSO.
1. Subkultur bakteri Streptococcus mutans dimulai dengan mengambil
stok bakteri menggunakan ose steril.
2. Kemudian, dikultivasi dengan strick 4 kuadran.
3. Lalu diinkubasi menggunakan inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam.
3.7.3 Pembuatan suspensi bakteri Streptococcus mutans
1. Pembuatan suspensi bakteri Streptococcus mutans dimulai dengan
mengambil satu atau dua koloni murni.
Universitas Sumatera Utara
inokulum berisi sodium chloride 0,45%.
3. Suspensi dihomogenkan dengan vortex mixer selama 1 menit.
4. Lalu kekeruhan disetarakan dengan alat neplometer hingga mencapai
0,5 mcfarlan.
5. Kemudian ambil 3-4 koloni bakteri biakan Streptococcus mutans yang
terisolasi menggunakan inoculating loop/ose steril dan dingin lalu
diletakkan ke dalam tabung reaksi masing-masing berisi 5 ml aquades
steril.
Streptococcus mutans
1. Suspensi bakteri diusapkan ke permukaan media Blood Agar secara
merata.
3. Lalu dilanjutkan dengan meneteskan 20 mikro ekstrak daun kelor
dengan konsentrasi 80%, 40%, 20%, 10% pada satu petri disc.
4. Langkah pertama dan kedua diulangi, lalu meneteskan 20 mikro ekstrak
daun kelor dengan konsentrasi 5% dan juga kontrol positif yaitu
povidone iodine serta kontrol negatif yaitu DMSO pada petri disc yang
berbeda.
6. Selanjutnya, diinkubasi pada inkubator dengan suhu 37oC selama 24
jam.
Pengamatan diameter zona hambat dimulai dengan mengukur secara
vertikal dan horizontal zona bening yang terbentuk disekitar blank disc
dengan menggunakan jangka sorong, kemudian hasilnya ditambahkan
lalu dibagi dua untuk mendapatkan rata-rata diameter zona hambat.
Universitas Sumatera Utara
Analisis data penelitian ini menggunakan variabel kategorik – numerik yaitu
variabel yang terdiri dari 2 kelompok tidak berpasangan sehingga dilakukan uji one
way ANOVA jika data terdistribusi normal. Uji one way ANOVA dilakukan untuk
membedakan aktivitas antibakteri pada setiap konsentrasi ekstrak daun kelor (Moringa
oleifera) terhadap bakteri Streptococcus mutans. Namun, jika distribusi data tidak
normal, maka digunakan uji non-parametik yaitu Uji Kruskall-Wallis.
6.9 Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, proposal ini diajukan ke Komisi Etik Fakultas
Kedokteran (FK) Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan persetujuan etik. Hal
ini bertujuan agar penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara etika dan
legitimasi.
Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratorium dengan desain post test
only control group yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas antimikroba dari
ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Streptococcus mutans. Pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Setelah mendapatkan ekstrak daun
kelor, kemudian dilakukan pengenceran dengan menggunakan DMSO untuk
memperoleh masing-masing ekstrak dengan konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, dan
80%. Penelitian ini menggunakan kontrol positif yaitu povidone iodine dan kontrol
negatif yaitu DMSO.
Langkah selanjutnya adalah menyiapkan biakan bakteri Streptococcus mutans
yang kemudian dibuat suspensi bakteri dengan kekeruhan 0,55 McFarland. Lalu
suspensi bakteri tersebut diambil menggunakan cotton swab steril kemudian diusapkan
secara merata pada permukaan media Blood Agar dengan cara membuat goresan penuh
secara berulang pada petri dish. Pada petri dish diberi tanda untuk masing-masing
konsentrasi ekstrak dan juga untuk kontrol positif dan negatif.
Setelah itu diletakkan blank disc di setiap daerah konsentrasi yang telah diberi
tanda lalu diteteskan ekstrak daun kelor, kontrol positif, dan juga kontrol negatif
dengan menggunakan mikropipet sebanyak 20 µm. Kemudian, . Kemudian, petri disc
diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam pada suhu 37oC. Setelah 24 jam dilakukan
pengamatan terhadap zona bening yang terbentuk.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Hasil penelitian uji daya hambat
Adapun hasil pengamatan uji daya hambat setelah masa inkubasi 24 jam dapat
dilihat pada tabel 1.
Konsentrasi Daya Hambat (mm)
80% 16,5 15,5 15,5 16 15,875
40% 12 12 11,5 12 11,875
20% 10 10,5 10 10,5 10,250
10% 9 9,5 9,5 9 9,250
5% 7 7,5 7,5 7 7,250
PVO 11 12 12 12 11,750
DMSO 0 0 0 0 0
Tabel 1 menunjukkan bahwa zona bening sudah terbentuk setelah masa
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC dengan konsentrasi 80%, 40%, 20%, 10%, 5%.
Hasil pengukuran zona bening menunjukkan bahwa pada konsentrasi terendah yaitu
5% memiliki diameter zona bening sebesar 7,25 mm. Pada konsentrasi 10% memiliki
diameter zona bening sebesar 9,25 mm. Pada konsentrasi 20% memiliki diameter zona
bening sebesar 10,25 mm. Pada konsentrasi 40% memiliki diameter zona bening
sebesar 11,875 mm. Pada konsentrasi tertinggi yaitu 80%, diketahui memiliki diameter
Universitas Sumatera Utara
34
zona bening sebesar 15,875 mm. Sedangkan pada kelompok kontrol positif yaitu
Povidone iodine 1% memiliki diameter zona bening sebesar 11,75 mm, dan pada
kelompok kontrol negatif yaitu DMSO tidak memiliki diameter zona bening sama
sekali. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak daun kelor
(Moringa oleifera) yang digunakan, maka akan semakin besar diameter zona bening
yang dihasilkannya.
Data yang didapatkan dari hasil penelitian terlebih dahulu diuji dengan uji
normalitas untuk melihat apakah data tersebut terdistribusi secara normal atau untuk
melihat apakah terdapat data ekstrim dalam hasil penelitian yang didapatkan. Uji yang
digunakan untuk uji normalitas adalah uji Saphiro-Wilk. Apabila data berdistribusi
normal, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji ANOVA dan LSD.
Namun apabila data tidak berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan dengan
menggunakan uji Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney.
Tabel 2. Uji Normalitas Data
Konsentrasi p-value
80% 0.272
40% 0,001
20% 0,024
10% 0,024
5% 0,024
Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa pada konsentrasi 80% menunjukkan
nilai p sebesar 0,272. Pada konsentrasi 40% menunjukkan nilai p sebesar 0,001. Pada
konsentrasi 20% menunjukkan nilai p sebesar 0,024. Pada konsentrasi 10%
menunjukkan nilai p sebesar 0,024. Pada konsentrasi 5% menunjukkan nilai p sebesar
0,024. Pada kontrol positif atau povidone iodine menunjukkan nilai p sebesar 0,001.
Universitas Sumatera Utara
35
Namun pada kontrol negatif atau DMSO tidak memiliki nilai p karena data yang
didapat tidak bervariasi atau sama pada semua pengulangan.
Selanjutnya berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan uji Saphiro-Wilk
diketahui terdapat data yang tidak berdistribusi secara normal yaitu pada konsentrasi
40%, 20%, 10%, 5%, dan povidone iodine dengan nilai p < 0,05. Maka, pengolahan
data dilanjutkan dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis dan juga uji Mann-Whitney.
Tabel 3. Uji Kruskal-Wallis
Setelah dilakukan uji Kruskal-Wallis terhadap data hasil penelitian pada taraf
=0,05 diperoleh hasil uji yang hasilnya adalah 0,000. Hal ini berarti ada perbedaan
yang signifikan dari masing-masing ekstrak daun kelor dengan pertimbangan hasil
yang kurang dari 0,05 dinyatakan ada perbedaan dari masing-masing zona bening dari
konsentrasi. Selanjutnya dilakukan uji Mann-Whitney untuk menguji apakah terdapat
perbedaan diameter zona bening yang signifikan untuk tiap pasang kelompok
konsentrasi.
80% -
10% p = 0.019 p = 0.017 p = 0.018 -
5% p = 0.019 p = 0.017 p = 0.018 p = 0.018 -
PVO p = 0.017 p = 0.850 p = 0.017 p = 0.017 p = 0.017 -
DMSO p = 0.013 p = 0.011 p = 0.013 p = 0.013 p = 0.013 p = 0.011 -
Berdasarkan tabel 4, diketahui bahwa sesuai dengan hasil uji Mann-Whitney,
terdapat perbedaan diameter zona bening yang signifikan antara konsentrasi 80% dan
konsentrasi 40% dengan nilai p 0,017 < 0,05. Terdapat perbedaan diameter zona bening
yang signifikan antara konsentrasi 80% dengan 20% dengan nilai p 0,019 < 0,05.
Terdapat perbedaan diameter zona bening yang signifikan antara konsentrasi 80%
dengan 10% dengan nilai p 0,019 < 0,05. Terdapat perbedaan diameter zona bening
yang signifikan antara konsentrasi 80% dengan 5% dengan nilai p 0,019 < 0,05.
Terdapat perbedaan zona bening yang signifikan antara konsentrasi 80% dengan
kontrol positif yaitu povidone iodine denan nilai p 0,017 < 0,05. Terdapat perbedaan
diameter zona bening yang signifikan antara konsentrasi 80% dengan kontrol negatif
yaitu DMSO dengan nilai p 0,013 < 0,05.
Terdapat perbedaan diameter zona bening yang signifikan antara konsentrasi
40% dengan 20% dengan nilai p 0,017 < 0,05. Terdapat perbedaan diameter zona
bening yang signifikan antara konsentrasi 40% dengan 10% dengan nilai p 0,017 <
0,05. Terdapat perbedaan diameter zona bening yang signifikan antara konsentrasi 40%
dengan 5% dengan nilai p 0,017 < 0,05. Tidak terdapat perbedaan diameter zona bening
yang signifikan antara konsentrasi 40% dengan kontrol positif yaitu povidone iodine
dengan nilai p 0,850 > 0,05. Terdapat perbedaan diameter zona bening yang signifikan
Universitas Sumatera Utara
37
antara konsentrasi 40% dengan kontrol negatif yaitu DMSO dengan nilai p 0,011 <
0,05.
Terdapat perbedaan diameter zona bening yang signifikan antara konsentrasi
20% dengan 10% dengan nilai p 0,018 < 0,05. Terdapat perbedaan diameter zona
bening yang signifikan antara konsentrasi 20% dengan 5% dengan nilai p 0,018 < 0,05.
Terdapat perbedaan diameter zona bening yang signifikan antara konsentrasi 20%
dengan kontrol positif yaitu povidone iodine dengan nilai p 0,017 < 0,05. Terdapat
perbedaan zona bening yang signifikan antara konsentrasi 20% dengan kontrol negatif
yaitu DMSO dengan nilai p 0,013 < 0,05.
Terdapat perbedaan diameter zona bening yang signifikan antara konsentrasi
10% dengan 5% dengan nilai p 0,018 < 0,05. Terdapat perbedaan zona bening yang
signifikan antara konsentrasi 10% dengan kontrol positif yaitu povidone iodine dengan
nilai p 0,017 < 0,05. Terdapat perbedaan zona bening yang signifikan antara
konsentrasi 10% dengan kontrol negatif yaitu DMSO dengan nilai p 0,013 < 0,05.
Terdapat perbedaan zona bening yang signifikan antara konsentrasi 5% dengan kontrol
positif yaitu povidone iodine dengan nilai p 0,017 < 0,05 dan kontrol negatif yaitu
DMSO dengan nilai p 0,013 < 0,05.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana efektivitas ekstrak daun kelor sebagai antimikroba dan
konsentrasi ekstrak daun kelor manakah yang memiliki daya hambat paling besar
terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Selain itu, penelitian ini juga
bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbedaan daya hambat antara berbagai
konsentrasi ekstrak daun kelor sebagai antimikroba terhadap bakteri Streptococcus
mutans. Bakteri Streptococcus mutans digunakan dalam penelitian ini sebagai sampel
penelitian karena bakteri ini berperan penting dalam terjadinya infeksi pada gigi.
Bakteri ini dapat dengan cepat memetabolisme karbohidrat dan menghasilkan asam.2
Penelitian ini dilakukan secara in vitro menggunakan metode difusi cakram
dengan cara Kirby-Bauer dengan media Blood Agar. Pada permukaan media agar
diswab bakteri Streptococcus mutans. Pada setiap petri dish, diletakkan blank disc yang
telah diteteskan ekstrak daun kelor yang berbeda konsentrasi dan diinkubasi dalam
inkubator. Pengamatan perluasan zona hambat disekitar blank disc pada masing-
masing petri dish dilakukan setelah petri dish diinkubasi dalam inkubator selama 24
jam pada suhu 37o C. Blank disc yang memilik perluasan zona bening merupakan
konsentrasi ekstrak daun kelor yang memiliki aktivitas antimikroba.
Pembuatan ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dilakukan dengan
menggunakan metode maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur suhu ruangan, yaitu dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia
dalam pelarut. Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol. Menurut
Munawarah dan Handayani, pelarut etanol mempunyai titik didih yang rendah dan
cenderung aman. Etanol juga tidak beracun dan tidak berbahaya, selain itu etanol juga
mempunyai kepolaran tinggi sehingga mudah untuk melarutkan senyawa resin, lemak,
minyak, asam lemak, karbohidrat dan senyawa organik lainnya. Proses penyarian
menggunakan metode maserasi karena metode ini tergolong sederhana dan cepat tetapi
Universitas Sumatera Utara
39
sudah dapat menyari zat aktif simplisia dengan maksimal. Keuntungan utama dari
metode ini ialah tidak dilakukan dengan pemanasan sehingga dapat mencegah rusak
atau hilangnya zat aktif yang ingin disari.36,37
Hasil penelitian efektivitas ekstrak daun kelor sebagai antimikroba terhadap
bakteri Streptococcus mutans yaitu pada konsentrasi 80% rata-rata diameter zona
bening yang terbentuk adalah 15,875 mm. Pada konsentrasi 40% diameter zona bening
yang terbentuk rata-rata sebesar 11,875 mm. Pada konsentrasi 20% rata-rata diameter
zona bening yang terbentuk adalah 10,25 mm. Pada konsentrasi 10% rata-rata diameter
zona bening yang terbentuk adalah 9,25 mm. Pada konsentrasi 5% rata-rata diameter
zona bening yang terbentuk adalah 7,25 mm. Setelah dilakukan uji normalitas dengan
menggunakan uji Sappiro-Wilk, ditemukan bahwa data pada penelitian ini tidak
terdistribusi secara normal. Hal ini mungkin diakibatkan oleh ada nya data ekstrim
yang mengakibatkan data tidak terdistribusi secara normal. Menurut penelitian Roser
Bono dkk, data nyata biasanya memang mengakibatkan data tidak terdistribusi secara
normal.38 Oleh karena itu, uji statistik dilanjutkan dengan menggunakan uji Kruskall-
Wallis. Berdasarkan hasil uji Kruskall-Wallis diperoleh nilai p=0,000 < 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan. Semakin besar konsentrasi
ekstrak, maka semakin besar juga zona hambat yang dihasilkan.
Menurut Davis dan Stout pada tahun 1971 dalam Fitriah dkk tahun 2017,
berdasarkan zona bening yang terbentuk, daya hambat dikelompokkan menjadi 4
kelompok yaitu sangat kuat bila zona hambat >20 mm, kuat bila zona hambat berada
diantara 10-20 m, sedang 5-10 mm, dan lemah bila zona hambat <5 mm.39 Pada
penelitian ini, konsentrasi 20%, 40%, dan 80% masuk ke dalam kategori kuat karena
memiliki zona hambat diantara 10-20 mm. Sedangkan konsentrasi 10% dan 5% masuk
ke dalam kategori sedang karena berada di antara 5-10 mm.
Pada penelitian ini, konsentrasi 20% dan 40% tidak memiliki perbedaan yang
terlalu jauh hanya sebesar 1,625 mm namun perbedaan konsentrasi nya sudah lumayan
jauh. Oleh karena itu, konsentrasi 20% merupakan konsentrasi optimal karena dengan
konsentrasi yang lebih kecil dapat menghasilkan daya hambat yang tergolong kuat.
Universitas Sumatera Utara
40
Menurut penelitian Roy Radiansah dkk, ekstrak daun kelor dengan konsentrasi 20%
merupakan konsentrasi yang paling baik dan optimal.40
Penelitian ini diketahui memiliki diameter zona bening yang lebih besar bila
dibandingkan dengan penelitian Elza dkk yang menggunakan ekstrak daun kelor
dengan konsentrasi yang sama namun pada bakteri yang berbeda yaitu bakteri
Staphylococcus aureus. Menurut penelitian Elza dkk tentang efektivitas ekstrak daun
kelor terhadap bakteri Staphylococcus aureuns, rata-rata zona hambat yang dibentuk
oleh setiap perlakuan konsentrasi ekstrak etanol daun kelor yaitu pada konsentrasi 20%
terbentuk zona hambat 7,98 mm, pada konsentrasi 40% terbentuk zona hambat 9,00
mm, dan pada konsentrasi 80% terbentuk zona hambat 14,02 mm.41
Adanya aktivitas antimikroba dari ekstrak daun kelor berkaitan dengan
senyawa metabolit sekunder yang terkandung didalamnya. Hasil uji fitokimia daun
kelor (Moringa oleifera), diketahui bahwa daun kelor mengandung metabolit sekunder
seperti flavonoid, saponin, alkaloid, terpenoid, dan tanin. Mekanisme antimikroba dari
flavonoid terbagi atas tiga. Yang pertama yaitu menghambat sintesis asam nukleat.
Cincin A dan B berperan dalam ikatan hidrogen yaitu menumpuk basa asam nukleat
sehingga menghambat pembentukan DNA dan RNA. Yang kedua yaitu menghambat
fungsi membran. Gugus –OH dalam senyawa fenol dapat berikatan dengan –H pada
ikatan hidrogen yang terdapat pada protein dinding sel bakteri. Ikatan tersebut
menyebabkan terdenaturasinya protein struktural pada dinding sel bakteri. Dinding sel
bakteri yang rusak mengakibatkan membran sel tidak memiliki pelindung, sehingga
dapat mengalami penurunan semi permeabilitasnya. Flavonoid akan membentuk
senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut sehingga dapat merusak
membran sel bakteri dan diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler. Flavonoid
dapat menghambat metabolisme energi dengan cara menghambat penggunaan oksigen
oleh bakteri. Metabolisme yang menurun mengakibatkan pertumbuhan sel terhambat
sehingga dapat terjadi kematian sel. Aktivitas antibakteri pada flavonoid cenderung
lebih aktif membunuh bakteri gram positif seperti bakteri Streptococcus mutans.
Kandungan pada flavonoid bersifat polar sehingga lebih mudah menembus lapisan
peptidoglikan pada bakteri Gram positif yang juga bersifat polar. Dinding sel bakteri
Universitas Sumatera Utara
Gram positif mengandung polisakarida (asam terikoat) merupakan polimer yang larut
dalam air berfungsi sebagai transfor ion positif. Sifat larut inilah yang menunjukkan
bahwa dinding sel bakteri Gram positif bersifat lebih polar. Mekanisme kerja flavonoid
sebagai bakterisidal terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans yaitu mengganggu
fungsi dinding sel sebagai pelindung dari lisis osmotik sehingga berakibat pada
kematian sel bakteri.42,432
Mekanisme saponin sebagai antimikroba yaitu dapat menyebabkan kebocoran
protein dan enzim dari dalam sel. Saponin dapat menghambat pertumbuhan bakteri
dengan cara merusak permeabilitas membran dengan cara berdifusi melalui membran
luar dan dinding sel yang rentan karena sudah dirusak oleh flavonoid. Saponin yang
masuk ke dalam kemudian mengikat membran sitoplasma sehingga mengganggu dan
merusak kestabilan membran sel. Hal ini menyebabkan sitoplasma bocor keluar dari
sel. Membran sitoplasma yang bocor mengakibatkan keluarnya berbagai komponen
penting dari sel bakteri seperti protein, asam nukleat, dan nukleotida. Kerusakan pada
membran ini dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel bahkan kematian sel
bakteri. Agen antimikroba yang mengganggu membran sitoplasma bersifat
bakterisida.4
komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak
terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Mekanisme lain
antibakteri alkaloid yaitu komponen alkaloid diketahui sebagai interkelator DNA dan
menghambat enzim topoisomerase sel bakteri.4
Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri yaitu senyawa tanin dapat
mengganggu sintesa peptidoglikan sehingga pembentukan dinding sel bakteri menjadi
kurang sempurna. Mekanisme kerja tanin sebagai antibakteri berhubungan dengan
target penyerangan tanin terhadap kerusakan polipeptida yang terdapat pada dinding
sel bakteri sehingga mengganggu sintesa peptidoglikan yang menjadikan pembentukan
dinding sel tidak sempurna dan mengakibatkan inaktivasi sel bakteri pada sel inang.4
2 Revisi Dr. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp. BM(K)
Universitas Sumatera Utara
Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) mengandung zat aktif glucosinolate 4
alpha-L-rhamnosyloxy benzyl isothiocyanate yang diketahui memiliki kemampuan
antimikroba. Zat aktif tersebut biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri.12
Kontrol positif pada penelitian ini adalah povidone iodine yang diketahui
memiliki sifat antibakteri utamanya yaitu melalui mekanisme dimana povidone
membawa senyawa iodine bebas masuk menembus membran sel. Salah satu
keuntungan povidone iodine adalah mampu menghambat sintesis glucosyltransferase
(GTF) dan fructosyltransferase (FTF) oleh Streptococcus mutans. GTF dan FTF
merupakan enzim ekstraseluler yang mensintesis polisakarida glucans dan fructans
yang berperan penting dalam proses perlekatan Streptococcus mutans dan
pembentukan biofilm pada permukaan gigi. Diketahui rata-rata diameter zona bening
pada kontrol positif adalah 11,75 mm. Diameter ini lebih kecil bila dibandingkan
dengan ekstrak daun kelor dengan konsentrasi 20%, 40%, dan 80% namun lebih besar
bila dibandingkan dengan ekstrak daun kelor dengan konsentrasi 10% dan 5%.
Kontrol negatif yang digunakan pada penelitian ini adalah DMSO dan
menunjukkan tidak ada zona hambat yang terbentuk. Hal ini sesuai dengan penelitian
Assidqi dkk yang mengatakan bahwa DMSO merupakan pelarut organik dan tidak
bersifat bakterisidal. DMSO tidak memiliki aktivitas antimikroba sehinga dapat
dipastikan bahwa aktivitas antibakteri yang dihasilkan tidak dipengaruhi secara
langsung oleh DMSO.44
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun kelor memiliki efek
antimikroba terhadap bakteri Streptococcus mutans karena pada konsentrasi terendah
ekstrak daun kelor ini mampu menghambat bakteri dengan daya hambat sebesar 7,25
mm dan pada konsentrasi tertinggi yaitu 80%, ekstrak daun kelor ini memiliki daya
hambat sebesar 15,875 mm.
(Moringa oleifera) memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri
Streptococcus mutans dengan diameter zona hambat pada konsentrasi 5% yaitu
7,25 mm, 10% (9,25 mm), 20% (10,25 mm), 40% (11,875 mm), dan pada
konsentasi yang tertinggi yaitu 80% memiliki diameter zona hambat sebesar
15,875 mm
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut tentang aktivitas antibakteri secara
dilusi untuk mendapatkan nilai konsentrasi hambat minumum (KHM) dan
konsentrasi bunuh minimum (KBM) ekstrak daun kelor terhadap bakteri
Streptococcus mutans maupun bakteri rongga mulut lainnya.
2. Perlu dilakukan uji toksisitasi ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) untuk
mendapatkan letal dosis dan letal konsentrasi, sehingga ekstrak dari daun kelor
ini dapat diaplikasikan sebagai produk antimikroba yaitu obat kumur.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian dan pengembangan kesehatan kementerian kesehatan RI. Jakarta.
2018. Hal 103.
2. Ito K, Ito S, Shimamura T, Weyand S, Kawarasaki Y, Misaka T, et all. Crystal
structure of glucansucrase from the dental caries pathogen of Streptococcus
mutans. J Mol Biol 2011; 408: 177-86.
3. Armedita D, Asfrizal V, Amir M. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun,
kulit batang, dan getah angsana (Pterocarpus indicus willd) terhadap
pertumbuhan Streptococcus mutans. Odonto Dent J 2018; 5(1).
4. Tutik, Dwipayana NA, Elsyana V. Identifikasi dan perbandingan aktivitas
antioksidan ekstrak daun kelor pada variasi pelarut dengan metode dpph. J
Farmasi Malahayati 2018; 1(2): 80-7.
5. Moyo M, Masika PJ, Hugo A, Muchenje V. Nutritional characterization of
moringa (Moringa oleifera Lam.) leaves. African J Biotechnology 2011;
10(60).
6. Mahmood KT, Mugal T, Haq IUI. Moringa oleifera: A natural gift-A review. J
Pharm Sci and Res 2010; 2(11): 775-781.
7. Gopalakrishnan L, Doriya K, Kumar DS. Moringa oleifera: A review of
nutritive importance and its medicinal application. Food Science and Human
Wellness 2016; 5: 49-56.
8. Charoensin S. Antioxidant and anticancer activities of Moringa oleifera leaves.
J Med Plant Res 2014; 8(7): 318-25.
Universitas Sumatera Utara
45
9. Sugihartini N, Jannah S, Yuwono T. Formulasi gel ekstrak daun kelor (Moringa
oleifera lamk) sebagai sediaan antiinflamasi. Pharm Sci Res 2020; 7(1): 9-16.
10. Wahyuni S, Asrikan MA, Sabana MCU, Sahara SWN, Murtiningsih T,
Putriningrum R. Uji manfaat daun kelor (Moringa oleifera lamk) untuk
mengobati penyakit hepatitis b. J Kesmadaska 2013:100-3.
11. Daba M. Miracle tree: A review on multi-purposes of moringa oleifera and its
implementation for climate change mitigation. J Earth Sci Clim Change 2016;
7(8): 2-5.
12. Compean KL, Ynalvez RA. Antimicrobial activity of plant secondary
metabolites: A review. Res J Med Plant 2014; 8(5): 204-13.
13. Dima LLRH, Fatimawati, Lolo WA. Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun kelor
(Moringa oleifera L.) terhadap bakteri Eschericia coli dan Staphylococcus
aureuns. Jurnal Ilmiah Farmasi 2016; 5(2): 282-9.
14. Barroso H, Ramalhete R, Domingues A, Maci S. Inhibitory activity of a green
and black tea blend on Streptococcus mutans. J Oral Microbiology 2018; 10(1):
1-5.
15. Lemos JA, Quivey RG, Jr, Koo H, Abranches J. Streptococcus mutans: A new
gram-positive paradigm. Microbiology 2013; 159: 436-45.
16. Nasution M. Peranan mikroorganisme infeksi rongga mulut. Medan: USU
Press, 2017:17.
17. Forssten SD, Bjorklund M, Ouwehand AC. Streptococcus mutans, caries and
simulation models. Nutrition 2010: 290-8.
18. Krzysciak W, Jurczak A, Koescielniak D, Bystrowska B, Skalniak A. The
virulence of Streptococcus mutans and the ability to form biofilms. Eur J Clin
Microbiol Infect Dis 2014; 33: 4990515.
Universitas Sumatera Utara
46
19. Liao Y, Brandt BW, Crielaard W, Loveren CV, Deng DM. Fluoriede resistance
in Streptococcus mutans: A mini review. J Oral Microbiology 2017; 9: 1-9.
20. Winarno FG. Tanaman kelor (Moringa oleifera): Nilai gizi, manfaat, dan
potensi usaha. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2018: 3-6.
21. Nurcahyati E. Khasiat dahsyat daun kelor. Ed 1. Jakarta: Jendela Sehat, 2014:
45-75.
22. Mardiana L. Daun ajaib tumpas penyakit. Ed 1. Jakarta: Penebar Swadaya,
2012: 45-68.
23. Bruhns EG. Moringa oleifera: Nature’s miracle tree. Ed 1. German: Mentalo
2011:14-27.
24. Horwath M, Benin V. Theoretical investigation of a reported antibiotic from
the miracle tree moringa oleifera. Computational and Theoretical Chemistry
2011: 196-201.
25. Toma A, Deyno S. Phytochemistry and pharmacological activities of moringa
oleifera. Int J of Pharmacognosy 2014; 1(4): 222-31.
26. Edwinanto L, Septiadi E, Nurfazriah LR, Anastasya KS, Pranata N.
Phytochemical features of moringa oleifera leaves as anticancer a review
article. J Med and Health 2018; 2(1): 680-8.
27. Gupta R, Mathur M, Bajaj VK, Katariya P, Yadav S, Kamal R, Gupta RS.
Evaluation of antidiabetic and antioxidant activity of Moringa oleifera in
experimental diabetes. J Diabetes 2012: 164-71.
28. Justina N, Surya W. Karakterisasi nanoemulsi ekstrak daun kelor (Moringa
oleifera lamk.). J Sains Farmasi 2019; 6(1): 16-24.
29. Fitriana WD, Ersam T, Shimizu K, Fatmawati S. Antioxidant activity of
moringa oleifera extracts. Ind J Chem 2016; 16(3): 297-301.
Universitas Sumatera Utara
47
30. Leba MAU. Ekstraksi dan real kromatografi. Yogyakarta: Deepublish, 2017: 1-
5.
31. Salli KM, Gursoy UK, Soderling EM, Ouwehand AC. Effects of xylitol and
sucrose mint products on Streptococcus mutans colonization in a dental
simulator model. Curr Microbiol 2017; 74: 1153-9.
32. Rolando. Senyawa antibakteri dari jamur endofit. Malang:Seribu Bintang,
2019: 26-7.
33. Simratvir M, Singh N, Chopra S, Thomas AM. Efficacy of 10% povidone
iodine in children affected with early childhood caries: An in vivo study. J
Clinical Pediatric Dentistry 2010; 34(3): 233-8.
34. Herdiyati Y, Riyanti E, Prastuti D, Andisetyanto P. Stop caries with povidone
iodine. Int J Sci and Res 2013; 4(5): 342-5.
35. Sinaredi BR, Pradopo S, Wibowo TB. Daya antibakteri obat kumur
chlorhexidine, povidone iodine, fluoride suplementasi zinc terhadap
Streptococcus mutans dan Porphyromonas gingivalis. Maj Ked Gi 2014; 47(4):
211-214.
36. Munawaroh S, Handayani PA. Ekstraksi minyak daun jeruk purut
(Citrushystrix D. C) dengan pelarut etanol dan n-heksana. J Kompetensi Teknik
2010; 2(1): 73-6.
37. Saadah H, Nurhasnawati H. Perbandingan pelarut etanol dan air pada
pembuatan ekstrak umbi bawang tiwai (Eleutherine americana Merr)
menggunakan metode maserasi. J Ilmiah Manuntung 2015; 1(2): 149-153.
38. Bono R, Blanca MJ, Benito JG. Non normal distribution commonly used in
heath, education, and social sciences: A systematic review. Front Psychol 2017;
8:1602.
tanaman johar (Cassia siamea Lamk.) dari beberapa tingkat kepolaran pelarut.
Kovalen 2017; 3(3): 242-51.
40. Radiansah R, Rahman N, Nuryanti S. Ekstrak daun kelor (Moringa oleifera)
sebagai alternatif untuk menurunkan kadar gula darah pada mencit. J
Akademika Kim 2013; 2(2): 54-61.
41. Savitri E, Fakhrurrazi, Harris A. Uji antibakteri ekstrak daun kelor (Moringa
oleifera L.) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Jimvet 2018;
2(3): 373-9.
42. Xie Y, Yang W, Tang F, Chen X, Ren L. Antibacterial activities of flavonoids:
structure-activity relationship and mechanism. Current Medicinal Chemistry
2015; 22(1): 132-146.
43. Rifdayani N, Budiyati LY, Carabelly A. Perbandingan efek bakterisidal ekstrak
mengkudu (Morinda citrifolia liin) 100% dan povidone iodine 1% terhadap
Streptococcus mutans in vitro. Dentino J Ked Gi 2014; 2(1): 1-6
44. Assidqi K, Tjahjaningsih W, Sigit S. Potensi ekstrak daun patikan kebo
(Euphorbia hirta) sebagai antibakteri terhadap Aeromonas hydrophila secara in
vitro. Journal of Marine and Coastal Science. 2012;1(2):113 – 124.
Universitas Sumatera Utara
(a) (b)
Keterangan:
a. Daun kelor yang telah dikumpulkan, dicuci bersih, lalu dijemur dibawah sinar matahari.
b. Simplisia daun kelor
d. Melakukan penyaringan.
f. Menguapkan maserat dengan waterbath sehingga diperoleh ekstrak kental
g. Ekstrak kental daun kelor.
2. Uji Antimikroba Ekstrak Daun Kelor terhadap Bakteri Streptococcus mutans
Universitas Sumatera Utara
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
b. Mengambil satu atau dua koloni murni bakteri Streptococcus mutans
c. Koloni dimasukkan ke dalam tabung inokulum berisi sodium chloride 0,45%
d. Kekeruhan disetarakan dengan alat neplometer hingga mencapai 0,55 McFarland
e. Suspensi bakteri diusapkan ke permukaan media Blood Agar secara merata
f. Ditempelkan blank disc pada masing-masing daerah konsentrasi
g. Diteteskan sebanyak 20 µm masing-masing konsentrasi ekstrak, kontrol positif, dan
juga kontrol negatif.
h. Diinkubasi di inkubator selama 24 jam pada suhu 37 oC.
Universitas Sumatera Utara
Diameter Zona
a. Lilliefors Significance Correction
b. Diameter Zona Bening is constant when Konsentrasi = DMSO. It has been omitted.
Descriptives
Test Statisticsa,b
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Diameter Zona
b. Grouping Variable: Konsentrasi
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Telepon/HP : 087869442921
Email : [email protected]
- Ibu : Rismahulina Sembiring
4. 2016-Sekarang : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Bakteri Streptococcus mutans”
Besar biaya yang diperlukan untuk penelitian ini sebesar Rp. 2.982.000
Dengan rincian sebagai berikut:
1. Biaya Pembuatan Proposal
b. Tinta printer : Rp. 85.000
c. Map undangan : Rp. 8.000
d. Jilid : Rp. 40.000
2. Biaya Bahan Penelitian
b. Etanol 70% : Rp. 100.000
c. Media Blood Agar : Rp. 400.000
d. DMSO : Rp. 130.000
g. Blank disc : Rp. 250.000
3. Biaya Pembuatan Laporan Hasil
a. Kertas quarto 2 rim : Rp. 100.000
b. Tinta printer : Rp. 85.000
c. Map undangan : Rp. 8.000
d. Jilid : Rp. 40.000
5. Biaya Ethical Clearance : Rp. 100.000
Total : Rp. 2.982.000
Universitas Sumatera Utara
Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
Persiapan Pembuatan Proposal