efek penambahan ekstrak kasar buah belimbing wuluh ...repository.ub.ac.id/954/1/muhammad...
TRANSCRIPT
EFEK PENAMBAHAN EKSTRAK KASAR BUAH
BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)
SEBAGAI ACIDIFIER TERHADAP BERAT
ORGAN DALAM DAN KARAKTERISTIK VILLI
USUS ITIK PEDAGING
SKRIPSI
Oleh :
Muhammad Fathurohman
NIM. 135050100111192
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
EFEK PENAMBAHAN EKSTRAK KASAR BUAH
BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)
SEBAGAI ACIDIFIER TERHADAP BERAT
ORGAN DALAM DAN KARAKTERISTIK VILLI
USUS ITIK PEDAGING
SKRIPSI
Oleh :
Muhammad Fathurohman
NIM. 135050100111192
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
EFEK PENAMBAHAN EKSTRAK KASAR BUAH
BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) SEBAGAI
ACIDIFIER TERHADAP BERAT ORGAN DALAM DAN
KARAKTERISTIK VILLI USUS ITIK PEDAGING
SKRIPSI
Oleh :
Muhammad Fathurohman
NIM. 135050100111192
Telah dinyatakan lulus dalam ujian Sarjana
Pada Hari/ Tanggal : Rabu/ 10 Mei 2017
Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing Utama :
Dr. Ir. Irfan H. Djunaidi, M.Sc
NIP. 19650627 199002 1 001
............................
.
.................
Pembimbing Pendamping :
Dr. M. Halim Natsir, S.Pt, MP
NIP. 19711224 199802 1 001
............................
.................
Dosen Penguji :
Prof. Dr. Ir. Hartutik, MP
NIP. 19560603 198203 2 001
............................
.................
Heni Setyo Prayogi, S.Pt, M.ASc
NIP. 1978022601 2005011
.
............................
.................
Dr. Siti Azizah, S.Pt, M.Sos,
M. Commun
NIP. 19750612 199803 2 001
.
............................
.................
Mengetahui,
Universitas Brawijaya
Fakultas Peternakan
Dekan
(Prof. Dr. Sc. Agr. Ir. Suyadi, MS)
NIP. 19620403 198701 1 001
Tanggal................................
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Muhammad Fathurohman
dilahirkan di Kabupaten Cirebon pada tanggal 10 juli 1994
sebagai putra pertama dari lima bersaudara dari pasangan
Bapak Aminudin dan Ibu Rasini. Pendidikan dimulai dari TK
Terate pada tahun 1999-2001, kemudian dilanjutkan ke
pendidikan formal di SDN 1 Gegesik Wetan pada tahun 2001-
2007, SMPTN 1 Dukupuntang pada tahun 2007-2010 dan
SMAN 1 Ciwaringin pada tahun 2010-2013. Penulis diterima
menjadi mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya Malang melalui jalur SBMPTN pada tahun 2013
dan mengambil jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak.
Penulis selama menempuh kuliah pernah mengikuti
LSM Fasco Unit Futsal pada tahun 2013-2014 Fakultas
Peternakan Universitas Brawijaya. Penulis melaksanakan
Praktek Kerja Lapang (PKL) sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada bulan Juli-Agustus 2016 di
perusahaan PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Unit Cirebon
dengan Judul “Tatalaksana Produksi Pakan Unggas Di
PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk. Unit Cirebon” Penulis
pernah mengikuti pelatihan Japfa Leadership II dan menjadi
peserta dalam pelatihan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)
Lanjutan yang diadakan oleh PT. Japfa Comfeed Indonesia
Tbk. Unit Cirebon.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
Rahmat, Taufik dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata satu
(S-1) Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya. Penulis menyadari bahwa selesainya
laporan ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis
menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat (Yth) :
1. Dr. Ir. Irfan H. Djunaidi, M.Sc selaku Dosen Pembimbing
Utama dan Dr. M. Halim Natsir, S.Pt, MP selaku Dosen
Pembimbing Pendamping yang telah sabar dalam
membimbing dan mengarahkan serta memberikan saran
dalam penyusunan skripsi.
2. Prof. Dr. Ir. Hartutik, MP, Heni Setyo Prayogi, S.Pt, M.Sc
dan Dr. Siti Azizah, S.Pt., M.Sos., M.Commun selaku
dosen penguji atas bimbingan dan arahan demi
memperbaiki penulisan skripsi.
3. Dr. Ir. Mashudi, M. Agr. Selaku ketua dan Ibu Artharini
Irsyamawati, S.Pt., MP selaku sekretaris bagian Nutrisi dan
Makanan Ternak yang telah banyak membina demi
kelancaran studi.
4. Dr. Ir. Sri Minarti, MP selaku ketua program studi yang
telah memberikan pengarahan nasihat dan persetujuan
dalam penulisan skripsi.
5. Bapak Nano yang telah menyediakan tempat penelitian,
memberikan arahan dalam penelitian lapang.
6. Teman-teman kelompok penelitian T.N.N.Alex.C.N, Bagus
Septian, M. Rhega. P, dan M. Ilyas. A yang senantiasa
iii
menyempatkan waktu untuk diskusi, saling menyemangati
demi kelancaran penelitian lapang ataupun penulisan
skripsi.
7. Keluarga Tercinta Bapak Aminudin dan Ibu Rasini selaku
kedua orang tua, Adik M. Aziz Fadillah, Putri Khaerunisa,
Sultan Malik Fajar dan Galih Ramadhan yang telah
memberikan do’a, materi, semangat dan restunya kepada
penulis selama kuliah, penelitian hingga penulisan Skripsi
8. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung
yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua serta mampu
memberikan kontribusi dalam pembangunan peternakan
khususnya untuk peternakan itik pedaging.
Malang, 10 Mei 2017
Penulis
iv
EFFECT OF ADDITION CRUDE EXTRACT STAR
FRUIT (Averrhoa bilimbi L.) FRUIT AS ACIDIFIER
ON DUCK INTERNAL ORGAN WEIGHT AND
VILLI INTESTINAL CHARACTERISTIC
Muhammad Fathurohman1, Irfan Hadji Djunaidi2, Muhammad
Halim Natsir2
1Student of Animal Nutrition and Feed Department, Faculty
of Animal Husbandry, Brawijaya University 2Lecturer of Animal Nutrition and Feed Department, Faculty
of Animal Husbandry, Brawijaya University
Email : [email protected]
ABSTRACT
The purpose of this research was to find out the
effect of crude extract star fruit (Averrhoa bilimbi L.) fruit
addition as acidifier to duck internal organ weight and villi
intestinal characteristic. The method use in this research was
experimental within 4 treatments and 6 replication. Materials
used for this research were 120 unsexed day old duck hybrid
with average body weight 41,48±2,65g/head. The day old
duck were kept in farm Mr.Nano-Malang. Feed were use
commecial feed and treatment acidifier addition in drink
water. The drink treatment consisted of (P0) drink water with
no acidifier, (P1) drink water + 2% acidifier, (P2) drink water +
4% acidifier, and (P3) drink water + 6% acidifier. The variable
measured were internal organ weight (heart, liver, gizzard) and
villi intestinal characteristic (villi height, villi surface area) of
duck. Data obtained in this research were analyzed by analysis
of variance (ANOVA) of the Completely Randomized Design,
v
if there was a significant different it would be tested by
Duncan’s Multiple Range Test. The result showed that the
addition of crude extract star fruit (Averrhoa bilimbi L.) as
acidifier in water was significantly different (P<0,01) villi
height and surface area, but not significant different (P>0,05)
on percentage internal organas (liver, heart, gizzard). It can be
cloncuded addition crude extract strar fruit (averrhoa bilimbi
L.) as acidifier on drink water of duck level maximum 2% can
increase villi height, villi surface area and internal organs.
Keywords : Star fruit, drink water, internal organs weight, villi
intestinal characteristic, duck.
vi
EFEK PENAMBAHAN EKSTRAK KASAR BUAH
BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.)
SEBAGAI ACIDIFIER TERHADAP BERAT
ORGAN DALAM DAN KARAKTERISTIK VILLI
USUS ITIK PEDAGING
Muhammad Fathurohman1, Irfan Hadji Djunaidi2,
Muhammad Halim Natsir2
1Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
2Dosen Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
Email : [email protected]
RINGKASAN
Acidifier merupakan asam organik yang bermanfaat
dalam preservasi dan memproteksi pakan dari perusakan
oleh mikrobia dan fungi namun juga berdampak langsung
terhadap mekanisme perbaikan kecernaan pakan pada
ternak. Penggunaan acidifier dari belimbing wuluh dapat
menggantikan antibiotik yang akan menyebabkan residu.
Presentase terbesar asam organik pada belimbing wuluh
terdapat kandungan asam sitrat. Asam sitrat mampu
menurunkan pH saluran pencernaan (tembolok,
ventrikulus dan usus), menekan bakteri patogen. Efisiensi
pakan yang tinggi dapat tercapai apabila saluran
pencernaan ternak berada pada kondisi yang optimal
untuk mencerna dan menyerap nutrien yang ditandai
dengan karakteristik kondisi villi usus. Pemberian asam
sitrat sebagai acidifier mampu meningkatkan tinggi villi
vii
usus halus yang mengindikasikan adanya peningkatan
penyerapan nutrisi.
Penelitian ini dilaksanan selama 48 hari pada
tanggal 17 desember 2016 – 3 februari 2017. Lokasi
penelitian lapang in vivo dilaksanakan di kandang milik
bapak Nano yang berlokasi di Desa Mojorejo, Ngandat
utara RT. 12 RW. 05 Kota Batu-Malang. Pembuatan
preparat dan pembacaan preparat karakteristik villi
berupa panjang dan luas permukaan villi usus dilakukan
di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya Malang. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui efek ekstrak kasar buah
blimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) sebagai acidifier
terhadap organ dalam dan karakteristik villi usus itik
pedaging. Manfaat penelitian ini adalah dapat digunakan
sebagai sumber informasi bagi akademisi dan peternak
itik pedaging tentang sari buah belimbing wuluh dapat
dijadikan acidifier yang murah dan mudah didapat.
Materi penelitian ini menggunakan 120 DOD
(Day old Duck) itik pedaging strain hibrida (Peking-
khaki champbell) kemudian dibagi dalam 24 unit
kandang, yang tiap unit kandang terdiri dari 5 ekor itik
dengan ukuran kandang tiap unit 1 x 1 x 1 m. DOD
tersebut didapatkan dari peternakan Bapak Nano Malang.
Rata-rata bobot badan dari keseluruhan sampel yang
digunakan yaitu 41,47 ± 2,65 g/ekor dengan nilai
koefisien keragaman 6,39%. Pakan yang akan digunakan
dalam penelitian adalah pakan komersil sedangkan
belimbing wuluh didapatkan dari Kota Malang pada
setiap harinya dalam bentuk buah yang akan
ditambahkan dalam air minum. Metode dalam penelitian
ini adalah menggunakan percobaan lapang dalam
viii
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 4 perlakuan yang
masing-masing perlakuan akan diulang sebanyak 6 kali,
sehingga terdapat 24 unit percobaan. P0 = Air minum
(Tanpa ekstrak kasar buah belimbing wuluh), P1 = Air
minum + 2% ekstrak kasar belimbing wuluh, P2 = Air
Minum + 4% ekstrak kasar buah belimbing wuluh. P3 =
Air Minum + 6% ekstrak kasar belimbing wuluh.
Variabel yang diamati meliputi persentase berat organ
dalam ( jantung, hati, gizzard) dan karakteristik villi usus
(panjang villi dan luas permukaan villi). Data yang
diperoleh ditabulasikan dalam program Microsoft excel
2010, selanjutnya dianalisis dengan analisis ragam
(ANOVA) dari Rancangan Acak Lengkap dan apabila
terdapat perbedaan nyata, dilanjutkan dengan Uji Jarak
Berganda Duncan’s.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
penambahan ekstrak kasar buah belimbing wuluh dalam
air minum berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap
panjang villi dan luas permukaan villi usus itik pedaging.
Rataan panjang villi tertinggi adalah P1 (1041,57±136,15)
dan yang terendah yaitu P3 (736,84±65,37). Kemudian
rataan luas permukaan villi tertinggi yaitu P1
(2900,47±396,98) dan yang terendah yaitu P3
(1722,47±195,17). Hasil menunjukkan bahwa perlakuan
penambahan ekstrak kasar buah belimbing wuluh tidak
berbeda nyata (P>0,05) pada organ dalam (hati, jantung,
gizzard). Rataan presentase berat hati tertinggi yaitu P3
(2,55±0,38%) sedangkan yang terendah P0 (2,12±0,08).
Rataan berat jantung tertinggi ditunjukkan pada P3
(0,88±0,05) sedangkan yang terkecil P1 (0,79±0,06).
ix
Rataan berat gizzard tertinggi yaitu P3 (3,37±0,51)
sedangkan yang terendah P0 (3,07±0,83).
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa penambahan ekstrak kasar buah belimbing wuluh
sebagai acidifier dalam air minum itik pedaging optimal
pada level 2% terhadap panjang villi, luas permukaan
villi usus dan berat organ dalam itik pedaging. Penelitian
lebih lanjut disarankan menggunakan ekstrak murni sari
buah belimbing wuluh sehingga yang digunakan sebagai
acidifier hanya kandungan asam organik.
x
DAFTAR ISI
Isi Halaman
RIWAYAT HIDUP ............................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................ ii
ABSTRACT ........................................................................ iv
RINGKASAN ..................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................... xv
DAFTAR SINGKATAN .................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................... 3
1.4 Kegunaan Penelitian ............................................... 3
1.5 Kerangka Pikir ........................................................ 3
1.6 Hipotesis ................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) ................. 8
2.1.1 Kandungan nutrisi dan senyawa kimia
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) ....... 10
2.2 Acidifier .................................................................. 12
2.3 Itik Pedaging ........................................................... 14
2.4 Berat Organ Dalam Itik Pedaging .......................... 17
2.4.1 Hati ................................................................. 17
xi
2.4.2 Jantung............................................................ 18
2.4.3 Gizzard ........................................................... 19
2.5 Karakteristik Usus Halus ........................................ 20
2.5.1 Panjang Villi Ileum ........................................ 22
2.5.2 Luas Permukaan Villi Ileum ........................... 24
2.6 Kebutuhan Nutrisi Itik Pedaging ............................ 25
2.7 Kebutuhan Air Minum Itik Pedaging ..................... 27
BAB III METODE KEGIATAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................. 29
3.2 MateriPenelitian ..................................................... 29
3.2.1 Itik Pedaging................................................... 29
3.2.2 Kandang dan Peralatan ................................... 29
3.2.3 Pakan .............................................................. 30
3.2.4 Acidifier .......................................................... 31
3.3 Metode Penelitian ................................................... 31
3.4 Prosedur Penelitian ................................................. 31
3.4.1 Persiapan Kandang ......................................... 32
3.4.2 Pemeliharaan Itik Pedaging Umur 1-48 Hari . 33
3.4.3 Tahap Pemotongan ......................................... 33
3.4.4 Pemisahan Organ Dalam dan
Usus Itik Pedaging ........................................ 34
3.4.5 Pembuatan Preparat ........................................ 34
3.5 Variabel Pengamatan .............................................. 35
3.5.1 Berat Organ Dalam ......................................... 35
3.5.2 Karakteristik Villi Usus Itik Pedaging ........... 35
3.7 Analisis Data .......................................................... 36
3.8 Batasan Istilah ........................................................ 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan ................................................... 39
xii
4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Organ Dalam . 40
4.2.1 Berat Hati ....................................................... 40
4.2.2 Berat Jantung .................................................. 41
4.2.3 Berat Gizzard .................................................. 43
4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Karakteristik Usus .. 45
4.3.1 Panjang Villi ................................................... 45
4.3.2 Luas Permukaan Villi ..................................... 48
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................. 51
5.2 Saran ....................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ......................................................... 52
LAMPIRAN ........................................................................ 61
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan Asam Organik Belimbing wuluh ............. 10
2. Kandungan Zat Gizi Buah Belimbing Wuluh
(per 100 g Bahan Segar) ............................................ 11
3. Kebutuhan Zat Makanan Itik Pedaging ....................... 25
4. Standar Konsumsi Pakan Itik Pedaging ...................... 26
5. Konsumsi Air Minum pada Unggas ............................ 27
6. Kandungan Zat Makanan Itik Pedaging ...................... 31
7. Pengaruh Acidifier Ekstrak Kasar Buah Belimbing
Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.) terhadap Berat Organ
Dalam dan Karakteristik Villi Usus Itik Pedaging ..... 39
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Pikir Penelitian ........................................... 7
2. Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L) ............ 8
3. Itik Hibrida .................................................................. 16
4. Histologi Usus Halus Bagian Ileum ............................ 21
5. Histologi Villi Usus Halus Bagian Ileum .................... 23
6. Tata Letak Kandang Percobaan .................................. 30
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar Halaman
1. Pembuatan Ekstrak Kasar Buah Belimbing Wuluh
(Averrhoa Bilimbi L.) Sebagai Acidifier ................. 61
Data Koefisien Kergaman Bobot Badan
2. Itik Pedaging (g/ekor) ............................................. 62
3. Analisis Statsitik Berat Hati (%) ............................. 65
4. Analisis Statistik Berat Jantung (%)........................ 68
5. Analisis Statistik Berat Gizzard(%) ........................ 71
6. Analisis Statistik Panjang Villi (µm) ....................... 74
7. Analisis Statistik Luas Permukaan Villi (µm2) ........ 80
8. Dokumentasi Persiapan Kandang dan
Pemeliharaan Itik Pedaging ..................................... 85
9. Dokumentasi Panjang Villi Ileum Itik Pedaging ..... 86
xvi
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN
% : Persen
± : Kurang Lebih 0C : Derajat Celcius
ANOVA : Analysis of Variance
Ca : Kalsium
Cm : Centimeter
CO2 : Karbon Dioksida
Dkk : Dan kawan kawan
DOD : Day Old Duck
EM : Energi Metabolisme
Et al. : et al.
G : gram
Kg : Kilogram
KK : Koefisien Keragaman
Kkal : Kilokalori
LA : Lebar Apikal
LB : Lebar Basal
mEq : Mikro equivalen
M : Meter
ml : Mili Liter
mm : milimeter
O2 : Oksigen
pH : Potential Hydrogen
PV : Panjang Villi
RAL : Rancangan Acak Lengkap
SNI : Standar Nasional Indonesia
µm : Mikrometer
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberadaan ternak unggas lokal sebagai sumber
daging sangat penting dalam memenuhi kebutuhan masyarakat
akan protein hewani asal ternak. Unggas lokal yang banyak
dikembangkan salah satunya yaitu itik. Ditjenak (2011)
menyatakan itik memiliki peran sebagai penghasil telur dan
daging yang cukup baik. Peranannya sebagai penghasil daging
masih rendah yaitu hanya sekitar 0,5% dari 3.000.000 ton
kebutuhan daging nasional. Daging itik merupakan salah satu
komoditi unggulan karena mengandung berbagai zat gizi yang
tinggi serta memiliki cita rasa yang unik. Kandungan gizi yang
terdapat pada daging itik cukup tinggi antara lain kandungan
protein 21,4%, lemak 8,2%, abu 1,2% dan nilai energi 15.900
kkal/kg. (Armissaputri, N.K, Ismoyowati dan S. Mugiyono
2013).
Ketersediaan daging secara nasional pada tahun 2012
sebesar 2.468.700 ton. Jumlah ketersediaan tersebut,
1.642.800 ton berasal dari ternak unggas (broiler, ayam ras
petelur, ayam buras dan itik). Ketersediaan daging unggas,
1.613.600 ton (65,36%) berasal dari daging broiler, sedangkan
daging dari itik menyumbang 29.180 ton (1,18% dari total
daging). Produksi daging itik pada tahun 2011 sebanyak
25.999 ton dan telah meningkat menjadi 29.180 ton pada tahun
2012 (Effendy, 2014). Usaha peternakan unggas memiliki tiga
faktor penting yang perlu diperhatikan yaitu bibit, pakan, dan
manajemen. Pakan merupakan faktor yang paling
membutuhkan banyak biaya yaitu sekitar 60-70% dari seluruh
biaya produksi. Efisiensi pakan yang tinggi dapat tercapai
2
apabila saluran pencernaan ternak berada pada kondisi yang
optimal untuk mencerna dan menyerap zat makanan yang
ditandai dengan karakteristik kondisi villi usus. Pemberian
asam sitrat sebagai acidifier mampu meningkatkan bobot
relatif usus halus dan tinggi villi usus halus yang
mengindikasikan adanya peningkatan penyerapan nutrisi
(Jamilah, Suthama, dan L.D. Mahfudz, 2014).
Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) berbentuk
lonjong dengan panjang 4 – 6 cm, kulit buah mengkilat
berwarna hijau hingga kuning yang banyak mengandung
flavonoid, saponin, vitamin C, dan tanin. Belimbing wuluh
juga mengandung asam organik (acidifier) antara lain asam
asetat, asam sitrat, asam format, asam laktat dan asam oksalat.
Campuran asam organik dalam sari belimbing wuluh juga
dapat menekan jumlah bakteri patogen sehingga tidak dapat
berkembang dengan kondisi pH rendah yang menyebabkan
penyerapan pakan akan lebih maksimal. Asam sitrat mampu
menurunkan pH saluran pencernaan (tembolok, ventrikulus
dan usus) (Prahadi, 2013)
Acidifier merupakan asam organik yang bermanfaat
dalam preservasi dan memproteksi pakan dari perusakan oleh
mikrobia dan fungi namun juga berdampak langsung terhadap
mekanisme perbaikan kecernaan pakan pada ternak.
Presentase terbesar asam organik pada belimbing wuluh
terdapat kandungan asam sitrat. Asam sitrat mampu
menurunkan pH saluran pencernaan (tembolok, ventrikulus
dan usus), menekan bakteri patogen. Belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) juga memiliki komponen
farmakoseutika yaitu senyawa-senyawa yang bersifat buffer,
antibacterial, dan antioksidan. Mekanisme kerja acidifier
adalah perbaikan kecernaan dengan meningkatkan aktivitas
3
enzim, penurunan pH lambung dan menurunkan bakteri
patogen dalam saluran pencernaan (Silalahi, 2013). Oleh
karena itu, penambahan ekstrak kasar buah belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) dengan cara ekstrak kasar perlu
dilakukan dan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek
penambahan ekstrak kasar buah belimbing wuluh sebagai
acidifier terhadap organ dalam dan villi usus itik pedaging.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka
diperoleh rumusan masalah bagaimana efek penggunaan
Ekstrak kasar buah belimbing wuluh sebagai acidifier terhadap
karakteristik villi usus dan apakah mempengaruhi berat organ
dalam itik pedaging.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian ekstrak
kasar buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) sebagai
acidifier terhadap organ dalam (hati, jantung, gizzard) dan
karakteristik villi usus itik pedaging.
1.4 Kegunaan Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai sumber informasi bagi akademisi dan peternak itik
pedaging tentang ekstrak kasar buah belimbing wuluh dapat
dijadikan acidifier yang mudah didapat.
1.5 Kerangka Pikir
Acidifier merupakan asam organik yang ditambahkan
dalam pakan atau air minum pada ternak. Penambahan
4
acidifier dalam pakan akan menurunkan pH saluran
pencernaan, menekan bakteri patogen, dan meningkatkan
bakteri non patogen sehingga diharapkan dapat meningkatkan
efisiensi pakan dan laju pertambahan bobot badan. Dosis ideal
penggunaan produk acidifier secara komersil berkisar antara
0,2% sampai 1% dari ransum (Luckstad, et al. 2004)
sedangkan Prahadi (2013) menyatakan penggunaan sari
belimbing wuluh 3% sebagai acidifier dalam pakan
memberikan hasil yang terbaik.
Buah belimbing wuluh berbentuk lonjong dengan
panjang 4–6 cm, kulit buah mengkilat berwarna hijau hingga
kuning yang banyak mengandung flavonoid, saponin, vitamin
C, dan tanin, glikosida. Belimbing wuluh juga mengandung
asam organik (acidifier) antara lain asam asetat, asam sitrat,
asam format, asam laktat dan asam oksalat (Yuliansyah,
2013). Penambahan sari belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
L.) dapat berperan sebagai acidifier alami karena memiliki
kandungan asam organik yang tinggi khususnya asam sitrat
yang mencapai 92-133 meq asam/100 gr total padatan yang
akan mempengaruhi karakteristik villi usus itik pedaging. Hal
tersebut diperkuat oleh Kaya (2015) melaporkan bahwa di
duodenum, tinggi villi meningkat dengan penambahan
campuran asam organik.
Menurut Hyden (2000) bahwa penggunaan acidifier
berupa asam sitrat mempunyai efek menurunkan pH pada
daerah usus halus dan usus besar. Abdel et al. (2008) yang
melaporkan bahwa pemberian acidifier baik berupa asam
laktat maupun asam sitrat mampu meningkatkan bobot relatif
dan panjang usus halus unggas berbeda dengan hasil penelitian
Houshmand, et al. (2012) yang menyatakan pemberian asam
5
organik hanya berpengaruh pada tinggi villi duodenum
sementara bagian lain tidak dipengaruhi.
Hati merupakan organ yang memiliki fungsi sangat
komplek. Hati berperan dalam sekresi empedu, metabolisme
lemak, metabolisme protein, metabolisme karbohidrat,
metabolisme zat besi, detoksifikasi, pembentukan darah merah
serta metabolisme dan penyimpanan vitamin. Kelainan-
kelainan hati secara fisik biasanya ditandai dengan adanya
perubahan warna hati, pembengkakan dan pengecilan pada
salah satu lobi atau tidak adanya kantung empedu, meskipun
gejala-gejala klinis gangguan pada jaringan hati tidak selalu
teramati karena kemampuan regenerasi jaringan hati yang
tinggi (Ihsan, 2006) ekstrak kasar buah belimbing wuluh
mengandung beberapa zat aktif seperti tanin, glikosida dan
saponin. Senyawa tersebut tentunya dikhawatirkan akan
mengganggu fungsi dari organ dalam terutama hati dan
jantung.
Jantung unggas mempunyai empat ruang seperti pada
mamalia yaitu dua atrium dan dua ventrikel. Ukuran bobot
jantung bervariasi pada setiap jenis unggas. Pembesaran
ukuran jantung biasanya disebabkan adanya penambahan
jaringan otot jantung. Dinding jantung mengalami penebalan,
sedangkan ventrikel relatif menyempit apabila otot
menyesuaikan diri pada kontraksi yang berlebihan. Frandson
(2006) menyatakan bahwa jantung sangat rentan terhadap
racun dan zat antinutrisi, pembesaran jantung dapat terjadi
karena adanya akumulasi racun pada otot jantung. Jantung
unggas berkisar antara 0,42-0,70 %. Sedangkan berat organ
gizzard tidak berpengaruh dengan adanya penambahan
probiotik dikarenakan aktivitas utama rempela yaitu untuk
mencerna makanan, sehingga pembesaran rempela
6
dipengaruhi oleh tekstur, serat kasar dalam pakan. Dewanti
(2013) mengatakan bahwa bobot gizzard itik lokal umur 8
minggu berkisar 4,74% dari bobot badan.
Hasil penelitian Jamilah dkk. (2014) menyatakan
bahwa penggunaan asam sitrat menunjukkan tinggi villi usus
halus pada ileum ayam berkisar 75-89 µm dikarenakan
penggunaan asam sitrat mampu menciptakan kondisi yang
ideal untuk perkembangan bakteri yang menguntungkan bagi
saluran pencernaan. Hal tersebut diperkuat oleh Cengiz, et al
(2012) beberapa laporan yang menyatakan suplementasi asam
organik dapat meningkatkan panjang villus pada anak ayam.
Penelitian David, et al (2016) peningkatan tinggi villi usus
berkisar 580-753 µm pada itik pedaging dapat terjadi dengan
penambahan asam organik. Peningkatan tinggi villi dan lebar
villi diasosiasikan dengan lebih luasnya permukaan villi untuk
absorbsi nutrien masuk ke dalam aliran darah. Rasio tinggi
villi dan kedalaman crypta adalah indikasi semakin luasnya
area untuk absorpsi nutrient.
Penambahan acidifier dalam air minum memiliki
keuntungan yaitu dapat mengurangi atau menetralisir bakteri
patogen yang dapat mengganggu saluran pencernaan.
Beberapa bakteri patogen termasuk Campyrobacter Spp., E.
Coli, Salmonella Spp. dan Clostridium Spp. dapat berkembang
biak dengan air kotor, dan menyebabkan sejumlah besar
penyakit dan menghambat pertumbuhan. Menurunkan pH
dalam air minum melalui suplementasi asam organik dapat
digunakan sebagai alternatif pemurnian air minum untuk
hewan (Bunchasak, et al. 2016). Berikut skema kerangka pikir
pada Gambar 1
7
1.6 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah ekstrak kasar buah
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) sebagai acidifier dapat
meningkatkan panjang villi, luas permukaan villi dan
mempengaruhi organ dalam.
Menurunkan pH pencernaan
Bakteri patogen berkembang
baik pada pH basa
pH rendah menguntungkan bakteri
non-patogen (Abdulrazek, 2016)
Antibiotik kimia Asam Organik
Kandungan belimbing wuluh yaitu flavonoid,
saponin, vitamin C, tanin, glikosida, asam asetat,
asam sitrat, asam format, asam laktat dan asam
oksalat (Yuliansyah, 2013)
Menimbulkan residu
Bekerja optimal pada usus
halus
Organ dalam (hati, jantung, gizzard)
Organ dalam (hati
dan jantung sangat
rentan pada racun
dan zat antinutrisi
(Fredson, 2006)
Peningkatan tinggi villi
usus itik pedaging 580-
753 µm dengan
penambahan asam
organik (David, et al.
2016)
Asam sitrat dapat
meningkatkan tinggi villi
anak ayam pedaging 225
µm melalui air minum
(Abdelrazek, 2016)
Meningkatkan panjang villi dan luas
permukaan villi usus (Cengiz, et al. 2012)
Gambar 1. Skema Kerangka Pikir
Penelitian
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L.)
Belimbing wuluh merupakan salah satu spesies dalam
keluarga belimbing (Averrhoa). Diperkirakan tanaman ini
berasal dari daerah Amerika tropik. Tanaman ini tumbuh baik
di negara asalnya sedangkan di Indonesia banyak dipelihara di
pekarangan dan kadang-kadang tumbuh secara liar di ladang
atau tepi hutan. Buah belimbing wuluh dapat dilihat pada
Gambar 2. dan Klasifikasi buah belimbing wuluh berdsarkan
(Latifah, 2008).
Gambar 2. Buah belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi L)
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Belimbing wuluh disebut juga sebagai belimbing
sayur yang merupakan tumbuhan yang hidup pada ketinggian
5 hingga 500 meter diatas permukaan laut. Belimbing wuluh
ditanam sebagai pohon buah ataupun tumbuh liar. Pohon
belimbing wuluh bisa tumbuh dengan ketinggian mencapai 5-
10 meter. Batang utamanya pendek dan cabangnya rendah.
Batangnya bergelombang (tidak rata). Daunnya majumuk,
berselang-seling, panjang 30-60 cm dan berkelompok di ujung
9
cabang. Pada setiap daun terdapat 11-37 anak daun yang
berselang-seling atau setengan berpasangan. Anak daun
berbentuk oval.
Klasifikasi buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi
L) sebagai berikut:
Kingdom :Plantae (Tumbuhan)
Sub kingdom :Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi :Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi :Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas :Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas :Roidae
Ordo :Geraiales
Family :Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa bilimbi L
Buahnya memiliki rasa asam dan sering digunakan
sebagai bumbu masakan atau campuran ramuan jamu.
Bunganya kecil, muncul langsung dari batang dengan tangkai
bunga berambut. Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.)
berbentuk elips hingga seperti torpedo, dengan panjang 4-10
cm. warna buah ketika muda hijau, dengan sisa kelopak bunga
menempel diujungnya. Jika masak buahnya berwarna kuning
atau kuning pucat. Daging buahnya berair dan sangat asam.
Kulit buah berkilap dan tipis. Bijinya kecil (6 mm), berbentuk
pipih, dan berwarna coklat (Rahayu, 2013). Tanaman
belimbing wuluh yang tumbuh baik dapat menghasilkan 100 –
300 buah per pohon. Buah belimbing wuluh berbentuk lonjong
dengan panjang 4–6 cm, kulit buah mengkilat berwarna hijau
hingga kuning yang banyak mengandung flavonoid, saponin,
vitamin C, dan tanin, glikosida. Belimbing wuluh juga
10
mengandung asam organik (acidifier) antara lain asam asetat,
asam sitrat, asam format, asam laktat dan asam oksalat
(Yuliansyah, 2013).
2.1.1 Kandungan Nutrien dan Kimia Belimbing Wuluh
Menurut Herlih (1993) buah belimbing wuluh
(Averrhoa bilimbi L.) memiliki senyawa oksalat, fenol,
flavonoid, dan pektin. Lathifah (2008) menyatakan buah
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) mengandung banyak
vitamin C alami yang berguna sebagai penambah daya tahan
tubuh dan perlindungan terhadap sebagai penyakit. Belimbing
wuluh mempunyai kandungan unsur kimia yang disebut asam
oksalat dan kalium. kandungan belimbing wuluh di dominasi
oleh asam sitrat. Kandungan asam organik belimbing wuluh
dapat dilihat pada Tabel 1. Kandungan gizi belimbing wuluh
ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 1. Kandungan Asam Organik Belimbing Wuluh
Asam
Organik
Satuan (total
Padatan)
Jumlah
Asam asetat mEq/100 g 1,6-1,9
Asam sitrat mEq/100 g 92,6-133,8
Asam format mEq/100 g 0,4-0,9
Asam laktat mEq/100 g 0,4-1,2
Asam oksalat mEq/100 g 5,5-5,9
Belimbing wuluh merupakan salah satu bahan alami
yang banyak mengandung asam. Menurut (Yudistira, 2013)
kandungan asam organik dalam belimbing wuluh yang paling
menonjol adalah kandungan asam sitrat yang mencapai 92-133
meq asam/100 g total padatan. Asam sitrat dalam belimbing
wuluh termasuk golongan asam organik dapat berperan
11
sebagai acidifier. Belimbing wuluh memiliki pH yang sangat
asam antara 2,18-2,5 sehingga memerlukan penambahan air
untuk pembuatan acidifier.
Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Buah Belimbing Wuluh (per 100
g bahan segar)
Zat Gizi Satuan Jumlah
Berat Dapat Dimakan % 100,00
Air % 93,00
Energi kalori 32,00
Protein g 0,42
Lemak g 0,2
Karbohidrat g 7,00
Serat g 0,60
Abu g 0,30
Kalsium (Ca) mg 3,40
Fosfor (P) mg 11,10
Zat Besi (Fe) mg 0,40
Natrium (Na) mg 4,00
Kalimu (K) mg 148,00
Vitamin A I.U 145
Tiamin (Vitamin B1) mg 0,01
Riboflavin (Vitamin B2) mg 0,03
Asam Askorbat (Vitamin C) mg 25,00
Potasium mg 148
Niasin mg 0,3
Sumber : Latifah (2008)
Belimbing wuluh memiliki kandungan vitamin C
cukup tinggi. Kandungan vitamin C dalam buah belimbing
wuluh sebanyak 24,87 mg/100 g dapat digunakan sebagai
12
antioksidan. Buah belimbing wuluh dapat digunakan sebagai
obat batuk rejan, gusi berdarah, jerawat, panu, tekanan darah
tinggi, kelumpuhan (Dewi, 2014). Berikut struktur kimia buah
belimbing wuluh (Latifah, 2008)
Asam Laktat
Asam Format
Asam Oksalat
2.2 Acidifier
Acidifier merupakan asam organik yang
ditambahkan dalam pakan atau air minum. Kaya (2015)
menyatakan bahwa penambahan asam organik dapat
meningkatkan tinggi villi dan kedalaman kripta. (Abdelrazak,
2016) menyatakan bahwa penambahan asam sitrat yang
ditambahkan dalam air minum dengan pH 4,0 dapat
memperbaiki penampilan ayam pedaging melalui kesehatan
mukosa usus dan dapat meningkatkan tinggi villi dan
memperbaiki pH pencernaan. Prahadi (2013) belimbing wuluh
dapat digunakan sebagai acidifier alami dan tidak
mengandung residu bahan sintetik yang kurang baik jika
dikonsumsi oleh manusia.
Penambahan acidifier dalam air minum memiliki
keuntungan yaitu dapat mengurangi atau menetralisir bakteri
Asam Asetat
Asam Sitrat
13
patogen yang dapat mengganggu saluran pencernaan.
Beberapa bakteri patogen termasuk Campyrobacter Spp., E.
Coli, Salmonella Spp. dan Clostridium Spp. dapat berkembang
biak dengan air kotor, dan menyebabkan sejumlah besar
penyakit dan menghambat pertumbuhan. Menurunkan pH
dalam air minum melalui suplementasi asam organik dapat
digunakan sebagai alternatif pemurnian air minum untuk
hewan (Bunchasak, et al. 2016)
Acidifier merupakan asam organik yang bermanfaat
dalam preservasi dan memproteksi pakan dari perusakan oleh
mikrobia dan fungi namun juga berdampak langsung terhadap
mekanisme perbaikan kecernaan pakan pada ternak.
Presentase terbesar asam organik pada belimbing wuluh
terdapat pada asam sitrat. Asam sitrat mampu menurunkan pH
saluran pencernaan (tembolok, ventrikulus dan usus), menekan
bakteri patogen (Yuliansyah dkk, 2013)
Menurut Wahidin (2013) pemanfaatan total asam
jeruk nipis sebagai acidifier dalam pakan dapat memperbaiki
karakteristik usus halus pada ayam pedaging. Penambahan
acidifier dalam pakan ayam pedaging akan menurunkan pH
saluran pencernaan, menekan bakteri patogen, dan
meningkatkan bakteri non patogen sehingga diharapkan dapat
meningkatkan efisiensi pakan dan laju pertambahan bobot
badan. Sedangkan Luckstad et al., (2004) menyatakan dosis
ideal penggunaan produk acidifier secara komersil berkisar
antara 0,2-1% dari ransum. Penambahan ekstrak kasar buah
belimbing wuluh dengan dosis 0,5% memberikan hasil terbaik
terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan
efisiensi ransum pada babi starter (Silalahi dan Sinaga, 2012).
14
2.3 Itik Padaging
Itik Jawa adalah itik lokal Indonesia (Indian runner),
yang tersebar dan berkembang di daerah-daerah pulau Jawa.
Termasuk dalam kelompok ini antara lain itik Karawang, itik
Mojosari, itik Tegal dan itik Magelang. Ciri fisik dan
penampilan yang dimiliki hampir sama. Kepala itik umumnya
kecil, paruhnya pipih dan tipis, leher relatif panjang dengan
tubuh bulat memanjang dan tegak lurus ke atas menyerupai
botol. Itik mempunyai warna bulu putih, merah tua, coklat
hitam atau kombinasinya yaitu merah tua kecoklatan atau
warna jarakan (Windhyarti, 2002). Itik adalah salah satu jenis
unggas air (waterfowls), Taksonomi ternak itik adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animal
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Anseriformes
Familia : Anatidae
Genus : Anas
Spesies : Anas plathyrynchos
Itik merupakan unggas yang mempunyai ciri-ciri kaki
relatif lebih pendek dibandingkan tubuhnya, jarinya
mempunyai selaput renang, paruhnya ditutupi oeh selput halus
yang sensitif, bulu berbentuk cekung tebal dan berminyak, itik
memiliki lapisan lemak di bawah kulit, dagingnya tergolong
gelap (dark meat), tulang dada itik datar seperti sampan
(Ashshofi, dkk. 2014).
Setiawan (2010) menyatakan bahwa menurut tujuan
utama pemeliharaannya, ternak itik sebagaimana ternak ayam
dibagi menjadi tiga tipe yaitu, tipe pedaging, tipe petelur dan
15
tipe ornamen (hiasan). Penggolongan tersebut didasarkan atas
produk atau jasa utama yang dihasilkan oleh itik untuk
kepentingan manusia. Itik yang dipelihara untuk tujuan
produksi daging mampu tumbuh cepat dan dapat mengubah
pakan secara efisien menjadi daging yang bernilai gizi tinggi.
Duck adalah sebutan itik secara umum, apabila tidak melihat
umur maupun jenis kelaminnya. Duck juga mempunyai arti
itik dewasa betina. Drake adalah itik jantan dewasa,
sedangkan drakel atau drakeling berarti itik jantan muda.
Duckling adalah sebutan untuk itik betina, atau itik yang baru
menetas (Day-old-duckling = DOD). Itik jantan atau betina
muda yang dipasarkan sebagai ternak potong pada umur 7
sampai 10 minggu, lazim disebut green duck.
Itik pedaging merupakan itik yang mampu tumbuh
dengan cepat dan dapat mengubah pakan secara efisien
menjadi daging yang bernilai gizi tinggi, disamping itu itik
memiliki konformasi dan struktur perdagingan yang baik. Para
ahli sejarah perkembangan unggas telah sepakat bahwa tetua
yang menurunkan itik-itik yang dibudidayakan saat ini adalah
itik Mallard berkepala hijau. Itik tersebut mulai didomestikasi
di Cina dan sekitarnya serta Eropa. Itik yang terdapat di
Indonesia tidak memiliki tetua, sehingga dapat dinyatakan
bahwa itik yang ada di Indonesia merupakan keturunan dari
itik pendatang yang mengalami domestikasi di Indonesia
(Irham, 2012).
Peternak itik di Indonesia telah mengembangkan itik
pedaging yangmemiliki tingkat pertumbuhan yang cepat, yaitu
itik Hibrida (Mule duck) dengan masa pemeliharaan yang
singkat yaitu 45 hari. Itik Hibrida merupakan hasil persilangan
antara itik Peking dan itik Khaki Campbell. Itik Khaki
Campbell memiliki bobot badan tinggi dan jumlah produksi
16
telur yang lebih banyak dibandingkan jenis itik petelur Lokal.
Itik Khaki Campbell betina memiliki bobot badan 2,0 – 2,2 kg,
jumlah telur 300 butir pertahun dengan berat setiap butir
antara 60-75 g. Itik Lokal memiliki bobot badan rendah yaitu
1,4 – 1,6 kg, jumlah telur 253 butir pertahun dengan berat
perbutir rata- rata 65 g. Kekurangan itik Khaki Campbell
memiliki pertambahan bobot badan lama sehingga tidak sesuai
digunakan sebagai itik pedaging. Itik Peking merupakan itik
pedaging yang memiliki pertambahan bobot badan cepat,
namun produksi telur dan daya tetasnya rendah sehingga sulit
dikembangkan. Bibit itik pedaging final stock berkualitas
dapat dilakukan dengan menyilangkan itik Peking dengan itik
Khaki Campbell. (Ashshofi, dkk 2014). Itik hibrida dapat
dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Itik hibrida
(Sumber : Dokumentasi Pribadi)
Itik merupakan unggas air sehingga memiliki kulit
yang tebal. Perlemakan pada unggas sebagian besar menyebar
di bawah kulit, maka tebalnya kulit itik antara lain disebabkan
oleh penyebaran lemak yang ada di bawah kulit (lemak
subkutan). Kandungan lemak daging dada dan paha itik lokal
umur 8 minggu masing-masing sebesar 3,84% dan 8,47%,
17
sedangkan kulit dada dan kulit paha berturut-turut sebesar
59,32% dan 52,67% (Damayanti, 2003).
2.4 Berat Organ Dalam Itik Pedaging
2.4.1 Hati
Hati mempunyai fungsi yang komplek. Hati berperan
dalam sekresi empedu, metabolisme lemak, metabolisme
protein, metabolisme karbohidrat, metabolisme zat besi, fungsi
detoksifikasi, pembentukan darah merah serta metabolisme
dan penyimpanan vitamin. Kelainan-kelainan hati secara fisik
biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna hati,
pembengkakan dan pengecilan pada salah satu lobi atau tidak
adanya kantung empedu, meskipun gejala-gejala klinis
gangguan pada jaringan hati tidak selalu teramati karena
kemampuan regenerasi jaringan hati yang tinggi.
Hati merupakan organ terbesar di dalam tubuh. Hati
memiliki beberapa fungsi diantaranya pertukaran zat dari
protein, lemak, sekresi empedu, detoksifikasi senyawa-
senyawa yang beracun dan ekskresi senyawa-senyawa
metabolit yang tidak berguna lagi bagi tubuh (Amrullah,
2004). Hati menerima aliran darah yang mengandung zat
makanan dari arteri hepatik yaitu suatu cabang arteri celiak
yang masuk ke dalam porta hati. Aliran darah yang masuk ke
dalam hati kemungkinan membawa zat-zat toksik termasuk
tumbuhan, fungi dan produk bakteri serta logam yang dapat
merusak hati. Arief (2000) melaporkan bahwa bobot hati ayam
kampung adalah 2,70-3,46% (umur 6–10 minggu) dan 2,10-
2,54% (umur 12 minggu) dari bobot hidup. Menurut
Dwipayanti (2008) persentase bobot hati ayam berkisar antara
1,70-2,80% dari bobot hidup. hati sangat berperan penting
dalam tubuh karena memiliki beberapa fungsi diantaranya
18
yaitu menghancurkan zat-zat yang berbahaya yang diserap dari
usus atau bagian tubuh lainnya, kemudian membuangnya
sebagai zat yang tidak berbahaya ke dalam empedu atau darah.
Hati akan mengalami kerusakan dan pembengkakan apabila
terjadi penyumbatan atau gangguan pada empedu (Ibrahim,
2015).
2.4.2 Jantung
Jantung merupakan suatu struktur muskular berongga
yang bentuknya menyerupai kerucut yang terdiri atas atrium
kanan dan atrium kiri, masing-masing bagian dari atrium
menerima darah dari vena dan ventrikel yang memompakan
darah dari jantung melalui arteri. Jantung berfungsi sebagai
pompa dan motor penggerak dalam peredaran darah yang
kerjanya otonom, yaitu dikendalikan oleh pusat saraf di luar
kemauan dan kesadaran. Persentase bobot jantung berkisar
antara 0,42%-0,75% dari bobot hidup (Dwipayanti, 2008)
Gambaran histopatologi otot jantung sangat khas yaitu tampak
serabut-serabut otot jantung yang disusun seperti suatu kisi-
kisi, serabut-serabutnya terpisah kemudian saling bergabung.
Purba (2014) proporsi berat jantung itik berkisar antara 0,77-
0,80%. Jantung pada hewan unggas peranannya sangat penting
karena organ jantung tersebut yang bekerja sehingga terjadi
sirkulasi O2 dan CO2 dari kantung udara dengan tingkat
metabolisme yang tinggi.
Unggas mempunyai 4 ruangan jantung yaitu dua
atrium dan dua ventrikel Sistem sirkulasi berfungsi dalam
mentransfer darah dari jantung ke sel-sel tubuh dan
mengembalikannya. Jantung ayam berdetak dengan laju 300
per menit. Laju jantung dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
ukuran tubuh, umur, dan temperatur lingkungan. Pembesaran
19
ukuran jantung biasanya disebabkan adanya penambahan
jaringan otot jantung. Dinding jantung mengalami penebalan,
sedangkan ventrikel relatif menyempit apabila otot
menyesuaikan diri pada kontraksi yang berlebihan. Jantung
sangat rentan terhadap racun dan zat antinutrisi, pembesaran
jantung dapat terjadi karena adanya akumulasi racun pada otot
jantung (Mustaqim, 2006). Ningrum (2016) menyatakan
bahwa kondisi fisiologis jantung dapat dipengaruhi banyak
faktor seperti racun atau antinutrisi yang terdapat dalam pakan.
Racun yang terakumulasi maka akan terjadi pembesaran dari
ukuran jantung.
2.4.3 Gizzard
Rempela atau gizzard terletak diantara proventrikulus
dan usus halus, terdiri dari otot tebal, berwarna merah dan
ditutupi lapisan tanduk ephitelium. Bagian dalam rempela
terdapat lapisan yang sangat keras dan kuat yang berwarna
kuning dan dapat dilepaskan. Gizzard memiliki dua pasang
otot yang kuat dan sebuah mukosa. Otot gizzard akan
berkontraksi apabila ada makanan yang masuk ke dalamnya.
Rempela atau gizzard berbentuk bulat telur yang dilengkapi
dengan dua lubang saluran di ujung-ujungnya dan terdiri dari
serabut otot yang kuat. Bagian depannya berhubungan dengan
perut kelenjar dan bagian yang lain dengan usus halus
(Mustaqim, 2006). Bentuk dan serat kasar pakan merupakan
faktor utama yang dapat mempengaruhi berat gizzard,
presentase berat gizzard antara 1,8-2,22%. Dewanti (2013)
mengatakan bahwa bobot rempela itik lokal umur 8 minggu
berkisar 4,74% dari bobot badan.
Gizzard merupakan ruangan sederhana sebagai tempat
pencernaan dan penyimpanan makanan yang terdiri atas
20
serabut otot yang kuat. Rempela pada unggas memiliki fungsi
yang sama dengan gigi pada mamalia yaitu untuk
memperkecil ukuran partikel makanan secara mekanik.
Kontraksi otot rempela akan terjadi apabila ditemukan
makanan yang masuk ke dalamnya dan di dalam rempela
terjadi proses mastikasi yaitu pencernaan makanan secara
mekanik. Rempela terletak antara proventrikulus dengan batas
atas usus halus. Persentase bobot rempela adalah 1,6-2,3% dari
bobot hidup (Dwipayanti, 2008). Menurut Dharmawati (2012)
fungsi utama dari ampela adalah menggiling bahan makanan
menjadi partikel yang lebih kecil, juga untuk mengaduk bahan
pakan tersebut dengan enzim pencernaan yang dihasilkan oleh
proventikulus maupun empedu, sehingga pembesaran ampela
ini sangat dipengaruhi oleh banyak dan sifat kekasaran bahan
pakannya.
2.5 Karakteristik Usus Halus
Usus halus terdiri dari duodenum, jejunum, dan ileum,
fungsi utama saluran pencernaan adalah sebagai absorbs zat-
zat nutrien. Proses pencernaan enzimatis berlangsung pada
usus halus, dan memiliki peranan yang sangat penting
terhadap transfer nutrisi. Menurut Tuli, dkk (2014) makin
banyak pakan yang dikonsumsi makin aktif kegiatan usus
besar untuk mencerna sehingga dapat merangsang
pertumbuhan organ pencernaan. Histologi usus halus dapat
dilihat pada Gambar 4. Menurut Suprijatna dkk., (2008) usus
halus merupakan organ utama tempat berlangsungnya
pencernaan dan absorbsi produk pencernaan. Berbagai enzim
yang masuk ke dalam saluran ini berfungsi mempercepat dan
mengefisiensikan pemecahan karbohidrat, protein, dan lemak
untuk mempermudah proses absorbsi. Pada ayam dewasa,
21
panjang usus halus sekitar 62 inci atau 1,5 meter. Usus halus
terbagi menjadi tiga bagian yaitu duodenum, jejunum dan
ileum. Secara umum, struktur utama dari usus halus adalah
membran mukosa, lamina propria, submukosa, jaringan
limfatik, serosa dan lapisan muskuler. Sel epitel menutupi
seluruh permukaan bebas dari membran mukosa dan
berbentuk epitel silindris sebaris (Xu, 2003).
Gambar 4. Histologi usus halus bagian ileum
Sumber : Rikawati dan Nasruddin (2012)
Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan
secara enzimatis. Usus halus terbagi menjadi tiga bagian yaitu
duodenum, jejunum dan ileum. Duodenum adalah bagian
paling atas dari usus halus. Duodenum merupakan tempat
terjadinya pencernaan yang paling aktif dengan hidrolisis dari
nutrient kasar yang berupa pati lemak dan protein. Penyerapan
hasil pencernaan sebagian besar terjadi di duodenum ini.
Duodenum mensekresikan enzim dari pankreas dan dari getah
empedu. Selanjutnya proses pencernaan terjadi di jejunum.
Jejunum adalah kelanjutan dari duodenum yang berfungsi
seperti duodenum yaitu penyerapan makanan yang belum
selesai saat di duodenum. Lalu proses pencernaan berlanjut ke
ileum, dimana ileum merupakan kelanjutan dari jejunum
22
dengan fungsi yang sama yaitu penyerapan makanan dan
pencernaan secara enzimatis. Panjang dari usus halus ini
bervariasi tergantung pada kebiasaan makan dari unggas
tersebut (Scanes et al., 2004).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan usus, di antaranya adalah
lingkungan dan bahan makanan yang masuk ke dalam saluran
pencernaan, demikian juga komposisi zat dalam pakandan zat
aktif dalam ekstrak tanaman tertentu yang ditambahkan dalam
pakan mempengaruhi pertumbuhan villi usus Morfologi
mukosa usus terdiriatas villi yang berfungsi memperluas
permukaan daerah penyerapan zat nutrien. Mikrovilli terdapat
pada permukaan villi sebagai penjuluran sitoplasma yang
dapat meningkatkan efisiensi penyerapan. Semakin luas
permukaan villi usus semakin besar peluang terjadinya
absorbsi dari saluran pencernaan (Yamauchi, 1991).
2.5.1 Panjang Villi Ileum
Peningkatan Panjang villi dan lebar villi diasosiasikan
dengan lebih luasnya permukaan villi untuk absorbsi nutrien
masuk ke dalam aliran darah. Rasio tinggi villi dan kedalaman
kripta adalah indikasi semakin luasnya area untuk absorpsi
nutrien. Lebih rinci menyatakan bahwa peningkatan tinggi villi
pada jejunum broiler adalah paralel dengan peningkatan fungsi
pencernaan dan fungsi absorpsi karena meluasnya area
absorpsi serta merupakan suatu ekspresi lancarnya sistem
transportasi nutrien ke seluruh tubuh, yang menguntungkan
inang (Harimurti, 2009). Jamilah (2014) menyatakan
penggunaan asam sitrat mampu menyebabkan peningkatan
panjang villi usus halus. Penggunaan asam sitrat menunjukkan
23
tinggi villi usus halus pada ileum ayam berkisar 75-89 µm.
Panjang villi ileum dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Histologi villi usus halus bagian ileum
Sumber : Harimurti (2009).
Mikrovilli berfungsi untuk menyerap nutrisi
(Jonqueira and Carneiro 2005). Kerusakan mikrovilli dan
atropi villi usus halus dapat mengganggu penyerapan nutrisi
(malabsorbtion syndrome). Bagian bawah villi, baik pada
manusia maupun hewan (mamalia dan unggas) terdapat kripta
dan kelenjar liberkun yang terdiri atas stem sel, sel goblet, sel
panet, dan enteroendokrin sel (Jonquera, 2005) Permukaan
mukosa dilindungi oleh banyak mekanisme pertahanan yang
memastikan perlindungan yang efektif dengan memproduksi
imunoglobulin A (IgA), mukus, dan kriptoprotektif peptida.
Mikroorganisme dapat mempengaruhi struktur mukosa,
fungsi, dan perkembangan sistem imun (Herich, 2002).
Usus halus memiliki fungsi sebagai tempat penyaluran
makanan dan penyerapan nutrisi ke dalam pembuluh darah
dan pembuluh limfa. Penyerapan di dalam usus, asam lemah
terutama akan berada dalam bentuk ion sehingga tidak mudah
24
diserap, sedangkan basa lemah akan berada dalam bentuk non-
ion sehingga mudah diserap. Absorbsi usus akan lebih tinggi
lagi dengan lamanya waktu kontak dan luasnya daerah
permukaan villi dan mikrovilli usus (Wuragil, 2007).
2.5.2 Luas Permukaan Villi Ileum
Luas permukaan usus halus sama seperti tinggi villi
yaitu menggambarkan area untuk penyerapan zat-zat nutrisi.
Villi merupakan tonjolan kecil mirip jari atau daun yang
terdapat pada membran mukosa, panjangnya 0,5 sampai 1,5
mm dan hanya terdapat pada usus halus. Villi pada ileum
bentuknya mirip jari dan lebih pendek dibandingkan dengan
villi yang terdapat pada duodenum dan jejejnum. Salah satu
parameter yang digunakan untuk mengukur kualitas
pertumbuhan adalah struktur morfologi usus. Luas permukaan
villi ileum anak ayam yang berumur 14 hari adalah 1533,49-
2597,03µm2 (Lely,2007)
Manalu (2007) menyatakan bahwa luas permukaan
villi bagian ileum yang dihitung dengan metode Iji, et al
(2001) pada anak ayam umur 10 hari yaitu 1009-1079µm2.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan usus, di antaranya adalah lingkungan dan
bahan makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan,
demikian juga komposisi zat dalam pakandan zat aktif dalam
ekstrak tanaman tertentu yang ditambahkan dalam pakan
mempengaruhi pertumbuhan villi usus Morfologi mukosa usus
terdiriatas villi yang berfungsi memperluas permukaan daerah
penyerapan zat nutrien. Mikrovilli terdapat pada permukaan
villi sebagai penjuluran sitoplasma yang dapat meningkatkan
efisiensi penyerapan. Semakin luas permukaan villi usus
25
semakin besar peluang terjadinya absorbsi dari saluran
pencernaan (Yamauchi and Isshiki, 1991).
2.6 Kebutuhan Nutrisi Itik Pedaging
Sementara belum ada rekomendasi untuk itik tipe
dwiguna seperti itik Peking untuk kondisi Indonesia,
kebutuhan gizi untuk itik pedaging dibawah ini yang dikutip
dari rekomendasi NRC (1994) untuk itik pekin dapat
digunakan sebagai acuan. Kebutuhan protein kasar untuk itik
peking umur 0 − 2 minggu lebih tinggi dari rekomendasi
kebutuhan protein untuk itik petelur yaitu masing-masing 22%
untuk itik peking dan 17-20% untuk itik petelur. Kebutuhan
gizi untuk itik peking dikelompokkan menjadi starter umur 0-
2 minggu, Finisher 2−7 minggu (Kataren, 2002)
Tabel 3. Kebutuhan Zat Makanan Itik Pedaging
Zat Makanan Starter
(0-2 Minggu)
Finisher
(2-7 Minggu)
Protein Kasar % 22 16
Energi (Kkal EM/kg) 2,900 3,000
Methionin % 0,40 0,30
Lysin % 0,90 0,65
Ca % 0,65 0,60
P tersedia % 0,40 0,30
Sumber : NRC (1994)
Ransum yang disediakan untuk itik harus cukup
mengandung mineral dan vitamin. Kandungan ini sangat
penting untuk pertumbuhan, apabila kekurangan dapat
menyebabkan gangguan pada cara kerja organ tubuh dan
metabolisme. Akibat yang tampak biasanya pada gangguan
pertumbuhan, mudah terserang penyakit dan produktivitas
menurun. Itik pedaging pada periode finisher (2-8 minggu)
26
membutuhkan ransum dengan kandungan protein 14-16%,
energi metabolisme sebesar 2800-3000 Kkal/Kg, Ca sebesar
0,1-0,6%, P sebesar 0,6%, Serat Kasar 6-9% dan Lemak Kasar
3-6% (Supriyadi, 2009). Kebutuhan itik dapat dilihat pada
Tabel 3.
Protein dibutuhkan itik untuk metabolisme energi dan
pertumbuhan jaringan baru. Lemak dibutuhkan dalam bentuk
asam lemak untuk pertumbuhan. Kalsium dan fosfoer
dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang dan kerangka tubuh.
Pemberian ransum pada itik yang dipelihara secara intensif
dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dalam keadaan
kering (dry mash feeding), basah (wet mash feeding) dan
dalam bentuk pellet. Standard kebutuhan ransum itik pedaging
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Standar Konsumsi Pakan Itik Pedaging
No Umur Itik Kebutuhan
Ransum
1 0-1 20
2 2-4 40
3 4-6 120
4 6-30 160
Sumber : Wakhid (2010)
2.7 Kebutuhan Air Minum Itik Pedaging
Konsumsi air pada ternak memiliki standard tertentu
dan ayam broiler tidak akan mengkonsumsi air secara
berlebihan bila tidak dalam keadaan stress karena suhu yang
terlalu tinggi, selain itu dengan konsumsi air minum yang
berlebihan maka konsumsi ransum akan berkurang dan akan
berdampak pada pertambahan berat badan ayam broiler. Ada
27
banyak faktor yang mempengaruhi konsumsi air minum pada
ternak antara lain adalah tingkat garam natrium dan kalium
dalam ransum, enzim-enzim, bau air, makanan tambahan
pelengkap, temperature air, penyakit, jenis bahan makanan,
kelembapan, angin, komposisi pakan, umur, jenis kelamin dan
jenis tempat air minum (Wahyu, 2004)
Menurut NRC (1994) konsumsi air minum
bertambah sekitar 7% setiap peningkatan suhu 10C diatas suhu
210C. Kehilangan air tubuh 10% dapat menyebabkan
kerusakan yang sangat hebat dan kehilangan air tubuh 29%
akan menyebabkan kematian. Kebutuhan air minum ternak
dapat dilihat pada Tabel 5. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi konsumsi air minum adalah suhu didalam
kandang. Semakin tinggi suhu di dalam kandang maka suhu
tubuh ayam broiler akan meningkat. Peningkatan suhu tubuh
inilah yang mengakibatkan proses evaporasi semakin
meningkat dengan tujuan panas dalam tubuh akan keluar
melalui penguapan (Achmanu, 2012). Faktor yang
mempengaruhi konsumsi air minum salah satunya adalah suhu
lingkungan. Pada kondisi iklim tropis kebutuhan air ayam
petelur coklat akan lebih banyak sehingga konsumsi air
minum akan ikut meningkat.
Tabel 5. Konsumsi Air Minum pada Unggas
Umur (minggu) Konsumsi air (ml/ekor/hari)
1 225
2 480
3 725
4 1000
5 1250
6 1500
Sumber : National Research Council (1994)
28
Riko (2008) menyatakan bahwa pada umumnya
ayam mengkonsumsi air minum 2 kali lebih besar dari bobot
pakan yang dikonsumsinya karena air minum berfungsi
sebagai pelarut dan alat transportasi zat-zat nutrisi untuk
disebarkan ke seluruh tubuh sehingga dibutuhkan lebih banyak
air daripada makanannya. ISA-A Hendrix Genetic Company
(2006) menyatakan bahwa konsumsi air minum sangat
tergantung pada suhu kandang. Standar konsumsi air minum
yaitu 210 ml/ekor/hari pada kisaran suhu 150C, 215
ml/ekor/hari pada kisaran suhu 200C, 230 ml/ekor/hari pada
kisaran suhu 250C, dan 320 ml/ekor/hari pada kisaran suhu
300C. Konsumsi air itik pedaging secara umum dua sampai
tiga kali lebih banyak dari konsumsi pakan. dalam tingkah
laku makan itik kebutuhan air minum memiliki peranan
penting, karena setiap itik makan maka akan diselingi dengan
minum, selain itu air juga digunakan untuk efisiensi
penggunaan pakan.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian lapang in vivo dilaksanakan di
kandang milik bapak Nano yang berlokasi di Desa Mojorejo,
Kecamatan Junrejo RT. 12 RW. 05 Kota Batu-Malang.
Penelitian ini dilaksanakan selama 48 hari pada tanggal 17
Desember 2016 – 3 Februari 2017. Pembuatan preparat dan
pembacaan preparat karakteristik villi berupa panjang dan luas
permukaan villi usus selanjutkan dilakukan di Laboratorium
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Malang.
3.2 Materi Penelitian
3.2.1 Itik Pedaging
Penelitian ini menggunakan 120 DOD (Day old Duck)
itik pedaging strain hibrida (Peking-khaki champbell) umur 1
hari tanpa membedakan jenis kelamin yang dilakukan
pemeliharaan selama 48 hari. DOD tersebut didapatkan dari
Bapak Nano Malang, Rata-rata bobot badan dari keseluruhan
sampel yang digunakan yaitu 41,47 ± 2,65 g/ekor dengan nilai
koefisien keragaman seperti yang tertera dalam Lampiran 2.
yaitu 6,39%.
3.2.2 Kandang dan Peralatan
Persiapan kandang dilakukan pencucian kandang dan
peralatan. Kandang dilakukan penyemprotan dengan formalin
(dosis 10 mL/ 2,5 liter air) sebagai desinfektan. Kandang yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 24 unit. kandang
yang terbuat dari bambu dan kawat berukuran panjang x lebar
30
x tinggi, 1 x 1 x 1 m. Masing-masing unit kandang diisi
dengan 5 ekor itik hibrida dilengkapi dengan tempat pakan dan
minum yang terbuat dari plastik. Peralatan lain yang
digunakan adalah lampu sebagai penghangat DOD dan sapu
atau sekop sebagai pembersih kandang. Alas kandang dalam
penelitian ini menggunakan sekam padi yang diganti setiap 1
minggu sekali. Peralatan lain yang digunakan yaitu gelas ukur,
blender, pisau, kain saring, ember. Denah petak kandang
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.
P0U1 P1U4 P2U5 P3U1 P0U5 P2U2
P1U1 P3U3 P2U3 P0U3 P3U4 P1U5 P2U4 P3U6 P1U2
P2U1 P0U2 P3U5 P1U3 P0U6 P2U6 P1U6 P3U2 P0U4
Gambar 6. Tata letak kandang percobaan
3.2.3 Pakan
Pakan yang akan digunakan dalam penelitian adalah
pakan komersil ayam pedaging starter berupa BR-1 yang di
produksi oleh PT. New Hope Sidoarjo bentuk crumble. Pakan
BR-1 memiliki kandungan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup itik pedaging fase starter yaitu umur 1-21
hari, kemudian pakan yang diberikan pada fase finisher 22-48
hari berupa pakan yang diproduksi oleh PT. Charoen
Pokphand berbentuk crumble kasar. Kandungan nutrisi zat
makanan itik pedaging dapat dilihat pada Tabel 6.
31
Tabel 6. Kandungan Zat Makanan Itik Pedaging
Zat Makanan Fase Starter * Fase Finisher *
Kadar air (%) 13,0 13,0
Protein (%) 21-23 19,0 – 21,0
Lemak (%) 4,0 5,0
Serat (%) 5,0 5,0
Abu (%) 7,0 7,0
Calcium (%) 0,9 0,90
Phosphor (%) 0,6 0,60
Ket * : Berdasarkan label pakan komersil dari PT. New Hope
dan PT. Charoen Pokphand
3.2.4 Acidifier
Acidifier yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
ekstrak kasar buah belimbing wuluh. Belimbing wuluh mampu
dijadikan acidifier alami karena mengandung beberapa asam
organik yang menguntungkan. Buah belimbing wuluh
didapatkan dari Kota Malang. Belimbing wuluh didapatkan
pada setiap harinya dalam bentuk buah segar kemudian
diambil sarinya yang akan ditambahkan dalam air minum.
Adapun cara pembuatan acidifier alami yang menggunakan
bahan dasar ekstrak kasar buah belimbing wuluh dapat dilihat
pada Lampiran 1.
3.3 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
percobaan lapang dengan menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Perlakuan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah 4 perlakuan yang masing-masing perlakuan diulang
sebanyak 6 kali, sehingga terdapat 24 unit percobaan. Setiap
32
unit percobaan terdiri dari 5 ekor itik hibrida, sehingga itik
yang digunakan adalah 120 ekor. Berikut level penambahan
ekstrak kasar buah belimbing wuluh di dalam air minum.
P0 = Air Minum
P1 = Air Minum + 2% ekstrak kasar buah belimbing wuluh
P2 = Air Minum + 4% ekstrak kasar buah belimbing wuluh
P3 = Air Minum + 6% ekstrak kasar buah belimbing wuluh
Penelitian dilakukan sampai umur itik 48 hari,
sebelum itik diletakkan didalam kandang dilakukan
penimbangan bobot badan terlebih dahulu untuk mengetahui
bobot badan awal sebelum dilakukan penelitian. Pengacakan
letak kandang saat penelitian dilakukan menggunakan cara
lotre secara manual. Gambar 6. Menjelaskan pengacakan unit
penelitian di lapang sesuai dengan perlakuan dan ulangan yang
telah di lakukan.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1. Persiapan Kandang
Penelitian menggunakan itik pedaging umur 1 hari.
Persiapan yang dilakukan yaitu menyiapkan unit kandang
dengan pengukuran bambu, kawat menggunakan gunting dan
meteran, kemudian dilanjutkan dengan merekatkan
menggunakan paku dan palu. Setiap unit dilengkapi pembatas
agar menghalangi bercampurnya itik dalam masa
pemeliharaan. Tempat pakan, tempat minum, penerangan,
ketersediaan air perlakuan, dan persiapan sekam kemudian
kandang dilakukan desinfeksi dengan formalin.
33
3.4.2. Pemeliharaan Itik Pedaging Umur 1 - 48 hari
Pemeliharaan itik pada umur 1-48 hari dilakukan pada
kandang yang telah dilengkapi pembatas pada disetiap unit
kandangnya, setiap unit kandang berisi 5 ekor itik. Pemberian
pakan dilakukan pada pagi pukul 08.00 dan sore pada pukul
16.00. pakan yang digunakan berupa pakan komersial yang
diproduksi oleh PT. New Hope dan PT. Charoen Pokphand
kemudian diberikan kepada itik kemudian dilakukan
penimbangan setiap harinya. Sedangkan untuk pemberian
minum yang telah ditambahkan ekstrak kasar buah belimbing
wuluh dilakukan sesuai dosis yang telah ditentukan.
Pengambilan data dilakukan dari hari pertama yaitu dengan
menimbang bobot badan itik pedaging untuk mengetahui
keseragamannya.
3.4.3 Tahap Pemotongan
Sebelum dilakukan pemotongan, itik pedaging yang
berumur 48 hari ditimbang terlebih dahulu. Pemotongan itik
dilakukan tepat dibawah rahang dengan memotong tiga
saluran, yaitu saluran pencernaan, saluran pernapasan dan
vena jugularis. Setelah itik benar-benar mati dan darahnya
sudah keluar secara maksimal itik dicelupkan kedalam air
yang bersuhu 600C selama 1-2 menit yang berfungsi untuk
memudahkan pencabutan bulu. Pemisahan organ dalam dan
kepala serta leher dilakukan setelah bulu sudah selesai
dibersihkan, sehingga tinggal karkas yang tersisa seperti
sayap, dada, punggung, dan paha.
34
3.4.4 Pemisahan Organ Dalam dan Usus Halus Bagian
Ileum
Organ itik yang terdiri dari jantung, hati, gizzard dan
usus halus kemudian dipisahkan. Organ dalam tersebut dicuci
bersih serta, masing-masing ditimbang berat sampel pada
setiap perlakuan. Sampel usus diambil sepanjang ± 7 cm usus
bagian ileum yang letaknya 5 cm sebelum seka, kemudian
dikeluarkan isi dari usus tersebut dan dibersihkan
menggunakan spuit yang telah diisi dengan aquadest, lalu usus
bagian ileum yang telah dibersihkan tersebut dimasukkan
dalam pot film yang sudah diisi oleh buffer formalin 10%
selama ± 24 jam. Keberhasilan fiksasi dapat dilihat dari usus
tersebut normal tanpa adanya kerusakan dan tekstur keras.
Keberhasilan fiksasi sangat berperan terhadap kualitas sampel,
fiksasi yang berhasil kemudian dilanjutkan dengan proses
pembuatan preparat.
3.4.5 Pembuatan Preparat
Proses pembuatan preparat usus memeliki 5 tahapan
yaitu fiksasi, embedding, slicing, staining, dan mounting.
Tahapan yang pertama yaitu fiksasi yang telah dilakukan
setelah pengambilan organ, setelah proses fiksasi berhasil
maka usus tersebut dipotong dengan ketebalan ± 3-4 mm,
dicuci dengan air selama 15 menit dan disesuaikan kode
perlakuan, tahapan kedua yaitu embedding dengan
memasukkan jaringan pada 3 cairan yaitu yang pertama aceton
selama 1 jam dan diulang 4 kali, fungsinya yaitu untuk
dehidrasi. Cairan kedua yaitu pencelupan kedalam xylol
selama 30 menit dan diulang 4 kali, fungsinya untuk
membersihkan yang sebelumnya. Cairan yang ketiga yaitu
pencelupan pada paraffin cair dalam suhu 550C selama 1 jam
35
dan diulang 4 kali, selanjutnya ditanam jaringan pada paraffin
block dan didiamkan selama 24 jam.
Tahapan ketiga dari pembuatan preparat yaitu clicing,
clicing dimulai dengan memasukkan block yang sudah
tertanam jaringan diatas balok es selama 15 menit yang
berfungsi untuk mempercepat pembekuan. Kemudian
diletakkan block pada cekam mikrotom rotary untuk disayat
dengan ketebalan 5 mikron, kemudian sayatan yang sudah
didapatkan diletakkan pada waterbath 300C hingga merentang,
sebelum dimasukkan sayatan, waterbath terlebih dahulu
ditambahkan gliserin yang berfungsi mecegah sayatan menjadi
hancur atau memisah. Kemudian diambil menggunakan object
glass dan didiamkan selama 24 jam hingga mengering.
Kemudian tahap keempat yaitu staining atau
pewarnaan dengan Hematoxilin-Eosin. Object glass yang
sudah tertempel dengan preparat dimasukkan ke dalam xylol
selama 15 menit dan diulang 3 kali, kemudian dicuci dengan
air mengalir selama 15 menit, dimasukkan dalam cairan
hematoxilin selama 25 menit, kemudian dicuci dengan air
mengalir lagi selama 15 menit yang fungsinya untuk
menghilangkan hematoxilin. proses selanjutnya dimasukkan
dalam alkohol asam 1 dip untuk mengurangi kepekatan warna,
lalu dicuci dengan air mengalir selama 15 menit, dimasukkan
dalam lithium carbonat selama 20 detik untuk menimbulkan
dimensi warna, dicuci dengan air mengalir kemudian
dimasukkan dalam larutan eosin selama 10 menit, selanjutnya
dimasukkan dalam alkohol 96% selama 15 menit dan diulang
3 kali dan yang terkahir dimasukkan dalam xylol selama 15
menit dan diulang 3 kali.
Tahapan terkahir adalah mounting, yaitu dengan
menutup rapat menggunakan cover glass. Preparat tersebut
36
kemudian discan dibawah mikroskop yang sebelumnya sudah
dihubungkan dengan komputer, diamati skala yang sudah
ditentukan yaitu perbesaran 40 kali dan dihitung panjang villi
dan lebar villi.
3.5. Variabel Pengamatan
Variabel pengamatan yang diukur dalam penelitian
adalah sebagai berikut :
3.5.1 Berat Organ Dalam
Berat organ dalam seperti jantung, hati, gizzard
didapatkan dengan melakukan pembedahan itik pedaging dan
kemudian masing-masing organ diambil dan dimasukkan
dalam plastik klip agar tidak tercampur antara satu yang
lainnya. Berat jantung, hati, gizzard ditimbang dengan
timbangan analitik kemudian dibagi dengan berat hidup dan
dikalikan 100%. Presentase bobot organ dalam dapat dihitung
dengan rumus (Berat organ dalam/berat hidup) x 100%.
3.5.2 Karakteristik Villi Usus Halus
Usus halus didapatkan dengan melakukan
pembedahan itik pedaging, diambil bagian ileum dan dibuat
preparat. Panjang villi dan Luas permukaan villi (lebar basal +
lebar apikal)/ lebar apikal) x panjang villi. dihitung dengan
menggunakan mikroskop perbesaran 40x.
3.6 Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan ditabulasi
dengan bantuan Program Microsoft excel 2010 kemudian
dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) dari
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 6
37
ulangan. Apabila perlakuan berpengaruh nyata maka
dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan’s (DMRT)
untuk mengetahui perbedaan anatar 6 perlakuan (Steel and
Torrie, 1993). Adapun model matematika untuk Rancangan
Acak Lengkap sebagai berikut :
Yij = µ + ti + βij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan pada satuan perlakuan ke-i ulangan
ke-j
µ = Nilai tengah perlakuan ke-i
ti = Pengaruh perlakuan ke-i
βij = Kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-i
ulangan ke-j
i = (1, 2, 3, 4)
j = (1, 2, 3, 4, 5, 6)
3.7 Batasan Istilah
Acidifier : Asam organik yang terdapat pada
kandungan ekstrak kasar buah belimbing
wuluh.
Belimbing
Wuluh
: Buah yang digunakan dalam penelitian
inittidak dibedakan jenis dan ukurannya,
tetapi belimbing wuluh yang digunakan
masih dalam keadaan segar langsung
petik dari pohonnya dan berwarna hijau.
Crumble : Bentuk pakan komersil yang diproduksi
oleh PT. New Hope dan PT. Charoen
Pokhpand.
38
DOD : Itik pedaging yang berumur 1 hari.
Ekstrak Kasar : Buah belimbing wuluh yang diambil
cairannya setelah diblender dan
penyaringan.
Itik Pedaging : Jenis Itik hibrida yang tidak dibedakan
jenis kelaminnya baik jantan ataupun
betina dan dipelihara selama 48 hari untuk
menghasilkan produksi daging yang
optimal.
LA : Lebar Apikal pada villi ileum
LB : Lebar Basal pada villi ileum
Organ Dalam : Organ dalam itik pedaging meliputi hati,
jantung, gizzard yang dikeluarkan,
ditimbang dan diamati.
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan berat organ dalam yang meliputi
jantung, hati, gizzard serta karakteristik villi usus berupa
panjang villi dan luas permukaan villi itik pedaging dengan
masa pemeliharaan 48 hari dapat dilihat pada Lampiran 3, 4, 5,
6, dan 7. Rataan hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh Ekstrak Kasar Buah Belimbing Wuluh
terhadap Berat Organ Dalam dan Karakteristik Villi
Usus Itik Pedaging.
Parameter Perlakuan
P0 P1 P2 P3
Organ
Dalam
Hati % 2,12 ± 0,08 2,46 ± 0,40 2,54 ± 0,36 2,55 ± 0,38
Jantung % 0,79 ± 0,08 0,79 ± 0,06 0,87 ± 0,14 0,88 ± 0,05
Gizzard % 3,07 ± 0,83 3,32 ± 0,53 3,19 ± 0,50 3,37 ± 0,51
Karakterist
ik Villi
Panjang villi
(µm)
768,87 ±
69,09ab
1041,57 ±
136,15c
902,19 ±
18,90b
736,84 ±
65,37a
Luas
Permukaan
Villi (µm2)
1903,34 ±
237,01a
2900,47 ±
396,98b
2480,60 ±
123,96b
1722,47 ±
195,17a
Keterangan : Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang
sama menunjukkan pengaruh yang sangat nyata
(P<0,01)
40
4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Organ Dalam
4.2.1 Berat Hati
Analisis statistik berat hati itik pedaging dapat
diperlihatkan pada Lampiran 3. Rataan berat hati itik pedaging
dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan acidifier dalam
air minum memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata
(P>0,05) dikarenakan mekanisme acidifier yaitu menurunkan
pH pencernaan dan tidak mempengaruhi secara langsung
terhadap berat organ dalam, sehingga berat hati pada setiap
perlakuan dengan kontrol tidak berbeda.
Prosentase berat hati diperoleh dari proses
pembedahan pada bagian abdominal itik pedaging yang
kemudian organ hati dikeluarkan dan dilakukan penimbangan,
angka diperoleh kemudian dibagi dengan berat hidup dan
dikalikan 100%. Warna hati yang didapat dari penelitian ini
dalam keadaan normal yaitu berwarna coklat kemerahan dan
tidak didapati kerusakan. Rahmawati, dkk (2013) menyatakan
bahwa hati yang normal berwarna kemerahan atau coklat
terang dan apabila terjadi keracunan warna hati akan berubah
menjadi kuning.
Prosentase berat hati tertinggi ditunjukkan pada P3
yaitu 2,55% dan terendah yaitu pada P0 sebesar 2,12%.
Peningkatan berat hati pada P3 diduga disebabkan oleh
acidifier, diketahui acidifier tidak mamberikan pengaruh
secara langsung. Mekanisme acidifier yaitu dengan
mengeluarkan cairan hati berupa empedu, semakin hati
bekerja dengan keras maka hati tersebut akan mengalami
pembesaran tetapi berat hati yang didapatkan dari hasil
penelitian masih dalam kisaran standar. Wirawati (2008)
menyatakan bahwa besar kecilnya hati tergantung proses
41
metabolismenya, jika hati mengalami metabolisme yang berat
akibat proses degradasi nutrisi maka hati itik pedaging akan
mengalami pembesaran. Hati menerima aliran darah yang
mengandung zat makanan dari arteri hepatik yaitu suatu
cabang arteri celiak yang masuk ke dalam porta hati. Aliran
darah yang masuk ke dalam hati memungkinan membawa zat-
zat toksik termasuk tumbuhan, fungi dan produk bakteri serta
logam yang dapat merusak hati. Persentase bobot hati unggas
berkisar antara 1,70%-2,80% dari bobot hidup (Dwipayanti,
2008).
Rataan berat hati dalam penelitian yang telah
dilakukan sebesar 2,12-2,55% dari bobot badan itik pedaging.
Bobot hati tersebut lebih kecil daripada penelitian Ningrum
(2016) bahwa bobot hati ayam pedaging berkisar 2,51-2,55%.
Hasil ini juga lebih kecil dari penelitian ollong, dkk (2012)
yang menyatakan bahwa bobot hati ayam umur 7 minggu
adalah 4,27-5,29% dari berat badan akhir, sehingga dapat
disimpulkan rataan berat hati pada penelitian ini menunjukkan
hasil dalam kisaran normal.
4.2.2 Berat Jantung
Analisis statistik berat jantung pada itik pedaging
dapat dilihat pada Lampiran 4. Rataan bobot jantung itik
pedaging dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan acidifier yang
terdapat di dalam ekstrak kasar buah belimbing wuluh tidak
berbeda nyata (P>0,05). Hal tersebut mengindikasikan bahwa
pemberian ekstrak kasar buah belimbing wuluh tidak
mengandung bahan-bahan berbahaya yang dibuktikan dengan
persentase bobot organ dalam yang tidak berbeda nyata dan
masih dalam kisaran normal. Chintia (2014) menyatakan
42
bahwa jantung sangat rentan terhadap racun dan zat antinutrisi,
pembesaran jantung dapat terjadi karena adanya akumulasi
racun pada otot jantung dikarenakan besar kecilnya jantung
dipengaruhi beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, dan
akivitas itik. Hasil tersebut tidak berbeda apabila dibandingkan
dengan kontrol yang tidak diberikan acidifier.
Hasil dari penelitian ini yaitu memilik berat 0,79-
0,87% dari bobot hidup hal ini lebih besar apabila
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Widianingsih
(2008) prosentase berat jantung ayam pedaging berkisar 0,57-
0,63% tetapi hasil dari penelitian ini lebih kecil apabila
dibandingkan dengan Ajeng (2006) yang menyatakan bahwa
bobot jantung berkisar antara mencapai 0,5-1,42% dari bobot
hidup hal tersebut menandakan bahwa penggunaan asam sitrat
dalam air minum itik pedaging membuat kondisi jantung
bekerja secara optimal dan tidak menyebabkan kelainan pada
jantung seperti terjadinya pembengkakan, tetapi pada
penggunaan ekstrak kasar buah belimbing wuluh 4 dan 6%
menyebabkan bobot jantung diatas 0,8% hal itu lebih besar
dibandingkan dengan Purba (2014) proporsi berat jantung itik
berkisar antara 0,77-0,80%. Jantung pada hewan unggas
peranannya sangat penting karena organ jantung tersebut yang
bekerja sehingga terjadi sirkulasi O2 dan CO2 dari kantung
udara dengan tingkat metabolisme yang tinggi.
Bobot jantung pada perlakuan P2 dan P3 mengalami
pembesaran diduga diakibatkan oleh zat antinutrisi yang
terdapat dalam ekstrak kasar buah belimbing wuluh.
Peningkatan bobot jantung diduga akibat pengaruh kandungan
zat aktif antinutrisi dari ekstrak kasar buah belimbing wuluh
berupa saponin dan tannin. Kurniawan (2014) menyatakan
sistem pemeliharaan berpengaruh terhadap bobot jantung
43
0.87% hal ini diduga karena bobot jantung berkorelasi
proposional terhadap bobot hidup. Besar jantung tergantung
dari jenis kelamin, umur, bobot hidup dan aktivitas hewan.
Ningrum (2016) menyatakan bahwa kondisi fisiologis jantung
dapat dipengaruhi banyak faktor seperti racun atau antinutrisi
yang terdapat dalam pakan. Racun yang terakumulasi maka
akan terjadi pembesaran dari ukuran jantung.
4.2.3 Berat Gizzard
Analisis satatistik berat gizzard pada itik pedaging
diperlihatkan pada Lampiran 5. Rataan berat gizzard pada itik
pedaging dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil analisis
menunjukkan bahwa perlakuan penambahan acidifier dalam
air minum itik pedaging tidak berbeda nyata (P>0.05) hal
tersebut dikarenakan acidifier bekerja optimal pada usus halus
dan tidak mempengaruhi berat gizzard, berat gizzard
dipengaruhi serat kasar pada pakan dan tekstur pakan. Pakan
yang diberikan selama penelitian tidak berbeda antara kontrol
dengan perlakuan sehingga menyebabkan prosentase gizzard
tidak berbeda nyata dikarenakan tekstur pakan yang sama.
Rataan berat gizzard didapatkan dengan
pengambilan organ gizzard kemudian dipisahkan dari sisa
pakan yang ada, organ tersebut kemudian dilakukan
penimbangan dengan ketelitian 0,001 g kemudian hasil dibagi
dengan berat hidup dan dikalikan dengan 100%. Suyanto
(2013) menjelaskan bahwa prosentase gizzard diperoleh
penimbangan organ gizzard kemudian dibagi dengan bobot
hidup dan dikalikan dengan 100%. Dharmawati (2012) fungsi
utama dari ampela adalah menggiling bahan makanan menjadi
partikel yang lebih kecil, juga untuk mengaduk bahan pakan
tersebut dengan enzim pencernaan yang dihasilkan oleh
44
proventikulus maupun empedu, sehingga pembesaran gizzard
sangat dipengaruhi oleh banyak dan sifat kekasaran bahan
pakannya.
Rataan prosentase gizzard yang didapatkan pada
penelitian ini yaitu 3,07-3,37%. Berat gizzard pada penelitian
ini dapat dikatakan masih dalam kisaran normal tetapi hasil
tersebut lebih kecil bila dibandingkan dengan hasil penelitian
Dewanti (2013) mengatakan bahwa bobot gizzard itik lokal
umur 8 minggu berkisar 4,74% dari bobot badan. Penelitian
Nurjanah (2007) memperoleh kisaran persentase berat usus
ayam kampung yang berumur 11 minggu dengan pemberian
bubuk bawang putih 2-7,5% sebesar 3,47-4,22% dari bobot
hidup.
Bobot gizzard memberikan hasil yang tidak berbeda
dikarenakan bobot gizzard lebih dipengaruhi oleh tekstur
pakan dan bukan acidifier. pakan yang digunakan memiliki
tekstur yang sama sehingga tidak mempengaruhi berat gizzard.
Siregar (2011) menyatakan bahwa ukuran gizzard mudah
berubah bergantung pada jenis makanan yang biasa dimakan
oleh unggas. Bobot gizzard ditentukan oleh bobot badan, serta
jumlah, sifat, kekasaran, tekstur, dan kandungan serat kasar
pakan. Pakan yang bertekstur keras akan membuat otot
rempela lebih aktif bekerja dan kemudian menebal. Angka
tersebut juga lebih kecil bila dibandingkan dengan Simamora
(2011) yang menyatakan bahwa bobot gizzard ayam kampung
umur 12-16 minggu sebesar 3,7-4%. Sedangkan hasil dari
penelitian ini lebih besar bila dibandingkan dengan Tarigan,
dkk (2013) yang menyatakan bahwa rata-rata berat gizzard
ayam pedaging rumur 35 hari yang diberi probiotik adalah
1,89-2,25%
45
4.3. Pengaruh Perlakuan terhadap Karakteristik Usus
4.3.1 Panjang Villi
Analisis statistik panjang villi usus bagian ileum dari
itik pedaging diperlihatkan pada Lampiran 6. Rataan panjang
villi usus itik pedaging dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil
analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan penambahan
ekstrak kasar buah belimbing wuluh yang mengandung
acidifier melalui air minum itik pedaging mampu
meningkatkan panjang villi bagian ileum, ekstrak kasar buah
belimbing wuluh mampu memberikan perbedaan yang sangat
nyata (P<0,01) dikarenakan efek positif dari acidifier dapat
menurunkan pH pencernaan bagian usus halus. Kondisi
tersebut menguntungkan bakteri non-patogen dalam
persaingan yang mengakibatkan penurunan jumlah bakteri
patogen. Bakteri non patogen akan menempel pada villi usus
yang akhirnya menguntungkan bagi villi usus. Kondisi
tersebut berbeda dengan kontrol yang tidak diberikan acidifier.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang sangat nyata pada panjang villi usus itik
pedaging. Peningkatan panjang villi itik pedaging dikarenakan
terdapatnya asam sitrat dari buah belimbing wuluh yang
mengakibatkan peningkatan panjang villi. Hasil penelitian
menunjukkan perlakuan yang terbaik adalah P1 dengan rataan
panjang villi ileum 1041,58µm pada itik pedaging dengan
penambahan ekstrak kasar belimbing wuluh melalui air
minum. Bunchasak, et al. (2016) menyatakan bahwa
penambahan acidifier dalam air minum memiliki keuntungan
yaitu dapat mengurangi atau menetralisir bakteri patogen yang
dapat mengganggu saluran pencernaan seperti Campyrobacter
Spp., E. Coli, Salmonella Spp. dan Clostridium Spp.
Menurunkan pH dalam air minum melalui suplementasi asam
46
organik dapat digunakan sebagai alternatif pemurnian air
minum untuk hewan. Penambahan asam sitrat dalam air
minum dapat meningkatkan panjang villi anak ayam pedaging
menjadi 225µm (Abdelrazek, 2016)
Panjang villi pada penelitian ini diduga akibat
suasana usus yang asam sehingga menguntungkan bagi
pertumbuhan villi. Panjang villi itik pedaging dapat
mengindikasikan bahwa penyerapan nutrisi terjadi secara
maksimal sehingga penambahan ekstrak kasar buah belimbing
wuluh dapat digunakan sebagai campuran asam organik
melalui air minum, dikarenakan Kandungan asam yang
dominan pada buah belimbing wuluh adalah asam sitrat
sebanyak 93-133 meq/100 g total padatan.
Jamilah (2014) penggunaan asam sitrat mampu
menyebabkan peningkatan panjang villi usus halus.
penggunaan asam sitrat menunjukkan tinggi villi usus halus
pada ileum ayam berkisar 75-89 µm dikarenakan penggunaan
asam sitrat mampu menciptakan kondisi yang ideal untuk
perkembangan bakteri yang menguntungkan bagi saluran
pencernaan. Asam sitrat mampu menciptakan kondisi yang
ideal untuk perkembangan bakteri yang menguntungkan bagi
saluran pencernaan, dan mampu menekan pertumbuhan
bakteri patogen. Kondisi tersebut berimbas pada perbaikan
kekebalan mukosa. Koloni bakteri patogen yang menurun
sangat mempengaruhi tinggi villi usus halus, demikian juga
sebaliknya, jika bakteri patogen meningkat maka akan
menghambat pertumbuhan tinggi villi usus halus.
Hasil pengamatan yang telah dilakukan diperoleh
hasil yang terbaik ditunjukkan oleh P1 dengan penambahan
acidifier 2%. Panjang villi diperoleh dari pengamatan melalui
mikroskop dengan perbesaran 40x dan diukur panjang villi.
47
Arifin (2014) menyatakan bahwa pengukuran panjang villi
dengan sampel ileum ± 5 cm dimasukkan dalam buffer
formalin 10% selama 24 jam kemudian dibuat preparat dan
dibaca menggunakan mikroskop. Rataan panjang villi usus
bagian ileum berkisar antara 736,84-1041,57µm. Berdasarkan
hasil penelitian P1 memiliki panjang villi lebih tinggi apabila
dibandingkan dengan kontrol atau perlakuan lainnya. Pada
penelitian terdahulu Yudistira (2013) menyatakan bahwa batas
penggunaan ekstrak kasar buah belimbing wuluh yang terbaik
3% dan mengalami penurunan pada level 4%.
Panjang villi yang di dapat pada penelitian ini jauh
lebih tinggi bila dibandingkan dengan Wu (2012) menyatakan
bahwa penambahan asam organik berupa asam format 2%
memiliki panjang villi 789-908µm. Panjang villi sangat erat
kaitannya dengan mikroorganisme yang menguntungkan
seperti kelompok BAL. Bakteri asam laktat memiliki resistensi
terhadap kondisi asam. Kemampuan bertahan bakteri asam
laktat terhadap asam terkait dengan kemampuan bakteri asam
laktat dalam mengatur keseimbangan pH intraseluler,
Lactobacilli merupakan bakteri asam laktat yang paling
toleran terhadap kondisi asam diantara jenis-jenis bakteri asam
laktat lainnya (Axelsson, 2004). Yudistira (2013) menyatakan
bahwa penambahan sari belimbing wuluh dengan level
pemberian 3% merupakan yang terbaik dalam meningkatkan
jumlah populasi bakteri asam laktat. Penambahan acidifier
berupa sari belimbing wuluh menunjukan bahwa efektivitas
sari belimbing wuluh menurun pada penambahan 4,5%.
Prahadi (2013) penambahan asam organik dapat memperbaiki
produksi serta asam-asam organik juga dapat meningkatkan
kelarutan bahan pakan, pencernaan dan penyerapan nutrisi.
48
Penurunan panjang villi pada pemberian ekstrak
kasar buah belimbing wuluh dengan level 4 dan 6%
diakibatkan zat aktif berupa antinutrisi yang dimiliki buah
belimbing wuluh berupa tannin dan saponin. Yessy (2006)
menyatakan bahwa tannin dan saponin dengan kadar rendah
dapat mengiritasi saluran pencernaan dan mengakibatkan
kerusakan pada villi. Iritasi dalam jangka waktu yang lama
akan mengakibatkan terjadinya peradangan serta terganggunya
proses pencernaan.
4.3.2 Luas Permukaan Villi
Analisis statistik luas permukaan villi ileum itik
pedaging dapat dilihat pada Lampiran 7. Rataan luas
permukaan villi ileum itik pedaging dapat dilihat pada Tabel 7.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan
penambahan ekstrak kasar buah belimbing wuluh sebagai
acidifier alami dalam air minum mampu memberikan luas
permukaan villi yang berbeda sangat nyata (P<0,01).
Perbedaan tersebut dikarenakan kandungan asam organik yang
terdapat pada ekstrak kasar buah belimbing wuluh. Asam
organik dapat menurunkan pH pencernaan, kondisi tersebut
sangat menguntungkan bagi bakteri non-patogen untuk
menempel pada permukaan villi itik pedaging. Perkembangan
bentuk villi usus berupa peningkatan luas permukaan yang
ditandai dengan adanya lekukan di setiap villi nya, sehingga
akan lebih banyak makanan yang dapat diserap di dalam usus
halus. Selain itu, luas permukaan digunakan oleh bakteri
menguntungkan untuk menempel dan berkoloni sehingga pada
akhirnya jumlah zat makanan yang dapat diserap menjadi
lebih optimal (Merryana, 2007).
49
Luasnya permukaan villi ileum digambarkan sebagai
baiknya mekanisme penyerapan makanan sehingga dapat
meningkatkan efisiensi pakan. semakin luasnya permukaan
villi maka semakin banyak bakteri non-patogen yang
menguntungkan bagi itik pedaging Yuliansyah (2013)
Penambahan acidifier dalam pakan ayam pedaging akan
menurunkan pH saluran pencernaan, menekan bakteri patogen,
dan meningkatkan bakteri non patogen sehingga dapat
meningkatkan efisiensi pakan dan laju pertambahan bobot
badan.
Luas permukaan villi ileum dihitung dengan metode
Iji, et al (2001) dengan rumus (LB+LA)/LA) x PV. Luas
permukaan villi dapat dijadikan sebagai gambaran luasnya
penyerapan nutrisi pakan. Yamauchi and Isshiki (1991)
menyatakan banyak faktor yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan usus, di antaranya adalah
lingkungan dan bahan makanan yang masuk ke dalam saluran
pencernaan, demikian juga komposisi zat dalam pakan dan zat
aktif dalam tanaman tertentu yang ditambahkan dalam pakan
mempengaruhi pertumbuhan villi usus. Morfologi mukosa
usus terdiri atas villi yang berfungsi memperluas permukaan
daerah penyerapan zat nutrien. Mikrovilli terdapat pada
permukaan villi sebagai penjuluran sitoplasma yang dapat
meningkatkan efisiensi penyerapan. Semakin luas permukaan
villi usus semakin besar peluang terjadinya absorbsi dari
saluran pencernaan.
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kasar buah belimbing
wuluh sebagai acidifier pada level 2% tidak berbeda dengan
4%, tetapi secara numerik pada perlakuan 4% luas permukaan
villi ileum itik pedaging menunjukkan penurunan yaitu
50
2480,60µm2 (P2) sedangkan (P1) 2900,47µm2. Berdasarkan
data diatas sejalan dengan panjang villi yang didapatkan
bahwa perlakuan penambahan ekstrak kasar buah belimbing
wuluh sebagai acidifier terbaik adalah 2%. Prahadi (2013)
menyatakan bahwa penambahan acidifier berupa ekstrak kasar
buah belimbing wuluh 3% mengindikasikan terjadinya
penurunan pH.
Hasil dari penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan
dengan Lely (2007) menyatakan bahwa villi ileum tumbuh
optimal hingga hari ke 10 pasca menetas. Luas permukaan villi
ileum anak ayam yang berumur 14 hari adalah 1533,49-
2597,03µm2. Pertumbuhan usus halus yang optimum
berlangsung pada hari kedua hingga ke-12 pasca menetas
sedangkan panjang dan ukuran diameter berkembang hingga
hari ke-14 pasca menetas. Villi jejunum dan ileum berkembang
hingga hari kesepuluh, kedalaman dan jumlah kripta
berkembang hingga hari ke-12.
51
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penambahan ekstrak kasar buah belimbing wuluh
sebagai acidifier dalam air minum itik pedaging optimal pada
level 2% terhadap panjang villi, luas permukaan villi usus dan
berat organ dalam itik pedaging.
5.2 Saran
Dapat dilakukan penggunaan ekstrak murni dari
buah belimbing wuluh sehingga yang digunakan hanya
kandungan asam organik.
52
DAFTAR PUSTAKA
Abdel Fattah, S. M. El-Sanhoury, N. El-Mednay and F.
Abdel-Azeem. 2008. Thyroid activity, some blood
constituents, organs morphology and performance of
broiler chicks fed supplemental organic acids. Int. J.
Poult. Sci. 7: 215-222
Abdelrazek, H. M. A., S. M. M. Abuzaed, S. A. F. Ali, H. M.
A. El-genaidy, S. A. A. Hafez. 2016. Effect of Citric
and Acetic Acid Water Acidification on Broiler’s
Performance with respect to Thyroid Hormones
Level. Adv. Anim. Vet. Sci. 4(5): 271-278
Agustin, F. dan W. D. R. Putri. 2014. Making of Jelly Drink
Averrhoa Blimbi L. (Study About Belimbing Wuluh
Proportion : The Water And Carrageenan
Concentration). Jurnal Pangan dan Agroindustri 2 (3).
33-35
Ajeng, 2006. Performa Ayam Broiler Yang Diinfeksi Bakteri
Salmonella Thypimurium Dengan Pakan Mengandung
Ikatan Mannan Dari Bungkil Inti Sawit. Bogor. 56-57
Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Seri Beternak
Mandiri. Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor. Hal.
43
Ardyansyah, R. H., E. Widodo., dan M. H. Natsir. 2015.
Pengaruh penambahan campuran fitobiotik,
acidifier, dan probiotik dalam bentuk enkapsulasi
dan non enkapsulasi dalam pakan komersil terhadap
kualitas karkas itik pedaging. Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya. 38-39
53
Arief, D.A. 2000. Evaluasi ransum yang menggunakan
kombinasi pollard dan duckweed terhadap
persentase berat karkas, bulu, organ dalam, lemak
abdominal, panjang usus dan sekum ayam kampung.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Armissaputri, N.K., Ismoyowati, dan S. Mugiyono. 2013.
Perbedaan Bobot Dan Persentase Bagian-Bagian
Karkas Dan Non Karkas Pada Itik Lokal (Anas
Plathyrincos) Dan Itik Manila (Cairina Moschata).
Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 1086 -1094. Hal 72-
79
Ashshofi B. I., W. Busono., dan S. Meylinda. 2014.
Productive Performance Of Hybrid Duck On Various
Feather Color. Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya Malang.
Asri, A. 2015. Gambaran Histopatologi Usus Ikan Dui Dui
(Dermogenys Megarrhamphus) Di Danau Matano
Luwu Timur Sulawesi Selatan Yang Tercemar
Logam Berat Nikel (Ni) Dan Besi (Fe). Program
Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar. 24-32
Axelsson, L. 2004. Lactic Acid Bacteria: In Microbiological
and Functional Aspects. 4th ed. CRP Press. New
York.
Bunchasak, C., Kaewtapee, C., Poosuwan, K., Sakdee, J., and
P., Jariyahatthakij. 2016. Effect of Supplementing
Some Acidifiers in Drinking Water on
Gastrointestinal Tract of Poultry and Piglets. Japan.
54
Cengiz, O., B.H. Koksal, O. Tatli, and O. Sevim. 2012.
Influence Of Dietary Organic Acid Blend
Supplementation And Interaction With Delayed Feed
Access After Hatch On Broiler Growth Performance
And Intestinal Health. Veterinarni Medicina, 57,
(10): 515–528
Chowdhury, R, K. M. Islam, M. J. Khan, M. R. Karim ,
Haque, M. Khatun, M. Pesti. 2009. Effect of citric
acid, avilamycin and their combination on the
performance, tibia ash and immune status of broilers.
Afsharmanesh, M, Pourreza. J. Effect. Poultry
Science. 88(8): 1616-1622
David, K., E. Widodo., and I. H. Djunaidi. 2016. The Effect Of
Noni (Morinda Citrifolia) Fruit Meal As Feed
Additive On Intestinal Microfloras And Villi
Characteristics Of Hybrid Duck. Buletin Peternakan
Vol. 40 (1): 34-39
Dewi, E., W. Sari., dan Khairil, 2014. Analisis Potensi
Antibakteri Teh Rosella Terhadap Histologi Usus
Halus Mencit Akibat Paparan Enteropathogenic
Escherichia Coli (Epec). Sains Riset Volume 4 – No.
I
Dwipayanti, N. M. Y. 2008. Profil Organ Dalam Serta
Histopatologi Usus Dan Hati Ayam Kampung
Terinfeksi Cacing Ascaridia Galli Yang Diberi
Tepung Daun Jarak (Jathropa Curcas L.).Program
Studi Ilmu Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Effendy, M. A., O. Sjofjan., dan I. H. Djunaidi. 2014. Effect
Of Black Cumin (Nigella Sativa) Meal As Feed
55
Aditve On Activity Feed Enzymes Protease, Lipase
And Amylase Of Digesta Hybrid Ducks. Fakultas
Peternakan Univeristas Brawijaya. Hal. 66-74
Harimurti, S., dan E. S. Rahayu. 2009. Morfologi Usus Ayam
Broiler Yang Disuplementasi Dengan Probiotik
Strain Tunggal Dan Campuran. Agritech, Vol. 29
No. 3. Hal 30-38
Hendrix_genetics. 2006.http://www.hendrix_genetics.com. [10
maret 2017].
Hooshmand, M. 2012. Effect of early feeding programs on
broiler performance International Journal of Poultry
Science 5, 1140–1143
Hyden, R. 2000. Protected acid additives. Feed International.
Journal poultry of science. 7 14-16
Ibrahim, W. Muthia, R., Nurhayati, 2015. Penggunaan Kulit
Nanas Fermentasi dalam Ransum yang Mengandung
Gulma Berkhasiat Obat Terhadap Lemak dan
Kolesterol Ayam Broiler. Agripet Vol 15, No. 1
Isdadiyanto, S. 2015. Efek Chitosan Pada Histopatologis Aorta
Tikus Putih Yang Diberi Pakan Lemak Tinggi.
Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume XXIII,
Nomor 1.
Jamilah, Suthama., dan L.D. Mahfudz., 2014. Pengaruh
Penambahan Jeruk Nipis Sebagai Acidifier Pada
Pakan Step Down Terhadap Kondisi Usus Halus
Ayam Pedaging. Fakultas Peternakan dan Pertanian
Universitas Diponegoro.
56
Kataren, P. P. 2002. Kebutuhan Gizi Itik Petelur Dan Itik
Pedaging. Wartazoa Vol. 12 No. 2
Kaya, A., H. Kaya, M. Gül., A. Yildirim, and S. Timurkaan.
2015. Effect Of Different Levels Of Organic Acids
In The Diets Of Hens On Laying performance, Egg
Quality Criteria, Blood Parameters, And Intestinal
Histomorphology. Indian J. Anim. Res., 49 (5) : 645-
651
Lathifah, Q. A. 2008. Uji efektifitas ekstrak kasar senyawa
Antibakteri pada buah belimbing wuluh (averrhoa
bilimbi l.) Dengan variasi pelarut. Skripsi. Fakultas
sains dan teknologi. Universitas Islam Negeri (UIN)
Malang.
Lely, D. S. 2007. Pemberian Glutamin, Dextrin Dan
Kombinasinya Secara In Ovo Terhadap Daya Tetas,
Berat Tetas, Performa Dan Pemanfaatan Energi
Ayam Broiler Jantan Umur 15 Hari. Bogor. 61-63
Manalu, W., D. A. Astuti, E. Handharyani dan Chairul. 2007.
Morfometrik Usus Dan Performa Ayam Broiler
Yang Diberi Cekaman Panas Dan Ekstrak N-
Heksana Kulit Batang “Jaloh” (Salix Tetrasperma
Roxb). Media Peternakan, hlm. 198-206 Vol. 30 No.
3 ISSN 0126-0472
Merryana. F. O. 2007. Performan dan histopatologi usus halus
broiler yang diberi pakan silase dan ditantang
salmonella typhimurium. Bogor.
Mitchell, M. A. and A. J. Carlisle. 1992. The Effects Of
Chronic Exposure To Elevated Environmental
57
Temperature On Intestinal Morphology And Nutrient
Absorption In The Domestic Fowl (Gallus
Domesticus). Comp. Biochem. Physiol. 101A: 137-
142.
Natsir, M. H., E. Widodo, dan Muhaerlin. 2016. Penggunaan
Kombinasi Tepung Kunyit (Curcuma Domestica)
Dan Jahe (Zingiber Officinale) Bentuk Enkapsulasi
Dan Tanpa Enkapsulasi Terhadap Karakteristik Usus
Dan Mikroflora Usus Ayam Pedaging. 8-15
Ningrum, A. D, Pengaruh Penggunaan Probiotik Dalam Pakan
Terhadap Berat Organ Dalam dan Karakteristik Usus
Ayam Pedaging. Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya. Malang. 42-48
NRC. (1994). Nutrient Requirements of Poultry. National
Academy Press. Washington, D. C., USA
Ollong, A. R., Wihandoyo, dan Y. Erwanto. 2012. Pengaruh
pemberian minyak buah merah (pandanus conoideus
lam.) terhadap berat badan akhir, karkas dan hati
ayam broiler. Agrinimal 2 (1) : 6-11.
Prahadi, J. A., E. Widodo., dan I. H. Djunaidi. 2013. Pengaruh
Penambahan Sari Belimbing Wuluh (Averrhoa
Bilimbi L.) Sebagai Acidifier Dalam Pakan Terhadap
Penampilan Produksi Ayam Petelur. J. Nutrisi
Ternak 1 (1) : 10-18
Purba, H. dan L. H. Prasetyo. 2014. Respon Pertumbuhan
Dan Produksi Karkas Itik Pedaging EPMp Terhadap
Perbedaan Kandungan Serat Kasar Dan Protein
Dalam Pakan. JITV Vol. 19 No 3 220-230
58
Rahayu, 2013. Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Buah
Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L) Terhadap
Pertumbuhan Candida Albicans. Fakultas
Kedokteran Gigi Unuversitas Hasanuddin Makassar.
Scanes, C. G., G. Brant and M. E. Ensminger. 2004. Poultry
Science. Fourth Edition. Pearson Education, Inc.,
Upper Saddle River, New Jersey.
Setiawan, B., 2010. Pengaruh Suplementasi Tepung Daun
Bawang Putih (Allium Sativum) Dalam Ransum
Terhadap Performan Itik Lokal Jantan Umur
Delapan Minggu. Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Silalahi, M. dan S. Sinaga. 2012. Pengaruh Penambahan Sari
buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) sebagai
Acidifier terhadap Efisiensi Ransum Pada Babi
Starter. Pros. Fakultas Peternakan Unpad Bandung.
Steel, R. G. D. and J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur
Statistik: Suatu Prosedur Pendekatan Biometrik.
Edisi ke-2. Penerbit PT Gramsudaedia. Jakarta.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan R. Kartasudjana. 2008.
Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Tarigan., R. O. Sjofjan., I. H. Djunaidi. 2013. Pengaruh
Penambahan Probiotik Selulolitik dalam Pakan
Terhadap Kualitas Karkas, Lemak Abdominal dan
Berat Organ Dalam. J. Ilmu-ilmu Peternakan 1-10
59
Tuli, N., F. J. Nangoy, E. S. Tangkre dan L. M. S. Tangkau.
2014. Efektifitas Penambahan Tepung Rimpang
Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) dan
Temu Putih (Curcuma Curcuma Zedoria Rocs)
dalam Ransum Terhadap High Density Lipoprotein
(HDL), Low Density Lopiprotein (LDL) Dan Berat
Organ Dalam Pada Ayam Broiler. Jural zootek 34 :
95-107
Yamauchi, K. and Y. Isshiki. 1991. Scanning Electron
Microscopic Observations On The Intestinal Vili In
Growing White Leghorn And Broilechickens From 1
To 30 Days Of Age. Br. Poult. Sci. 32: 67-78.
Yessy. 2016. Gambaran Histologis Dan Tinggi Vili Usus
Halus Bagian Ileum Ayam Ras Pedaging Yang Di
Beri Tepung Daun Kelor (Moringa Oleifera) Dalam
Ransum. Makassar.
Yudistira, B., E. Widodo., and O. Sjofjan., 2013. The Effect
Of Averrhoa Bilimbi L. Juice As Feed Additive On
Layer Hen Gut Microflora. Hal 3-4
Yuliansyah, M. F., E. Widodo., dan I. H. Djunaidi., 2013.
Pengaruh Penambahan Sari Belimbing Wuluh
(Averrhoa Bilimbi L.) Sebagai Acidifier Dalam
Pakan Terhadap Kualitas Internal Telur Ayam
Petelur.
Wahidin, M.S. 2013. Karakteristik Usus Halus Ayam
Pedaging yang Diberikan Asam Jeruk Nipis dalam
Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Malang. 14 (1): 105-110
60
Wakhid, A. 2010. Beternak dan Berbisnis Itik. PT.
Agromedia. Jakarta
Widianingsih, M. N. 2008. Presentase organ dalam broiler
yang diberi ransum crumble berperekat onggok,
bentoit dan tapioka. Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor.
Wuragil, L. R. 2007. Gambaran Histopatologi Pencernaan
Tikus Pada Pemberian Fraksi Asam Amino Non-
Protein Dan Fraksi Polifenol Lamtoro Merah (Acacia
Villosa). Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor. Hal. 33-39
Xu and P. D. Crandwell. 2003. Gastrointcowdestinal and
Nutrition the Neonatal Pig. United Kingdom:
Nottingham University Press
Wu, Q.J., L.C. Wang, and Y, M, Zhou. 2012. Effects of
clinoptilolite and modified clinoptilolite on the
growth performance, intestinal microflora, and gut
parameters of broilers. Poultry Science 92 :684–692