efek pemberian ekstrak sarang burung walet …
TRANSCRIPT
EFEK PEMBERIAN EKSTRAK SARANG BURUNG
WALET (Collocalia fuciphaga) TERHADAP
AKTIVITAS ENZIM KATALASE JANTUNG TIKUS
Sprague dawley
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
Afdalia Rani Nasution
NIM: 11151030000072
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2018 M
Lf,MBAR PERNYATAAN Kf,ASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana
Kedokteran di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuati dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1l
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
EFEK PEMBERIAN EKSTRAK SARANG BURUNG WALET (Collocaliafuciphaga) TERHADAP AKTI\ITAS ENZIM KATALASE JANTUNG
TIKUS Sprague dawley
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran untukMemenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oieh
Afdalia Rani NasutionNIM:11151030000072
Rr. Ayu Fitri i, S.Si., M.Biomed
NtP . 1 g 7 20 4 o 620 OZ t ZZ]LOO S
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH\
JAKARTA
1440Ht20t8iM
111
Dr- Endah
NrP. 1971 1009200s0i2005
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan penelitian be4'udul EFEK PEMBERIAN EKSTRAK SARANGBURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) TENHADAP AKTMTAS ENZIMKATALASE JANTUNG TIKUS .9pragz e dawley yang diajukan oleh AfdaliaRani Nasution (NIM: 11151030000072), telah diujikan dalam sidang di Fakultas
Kedokteran pada 02 November 2018. Laporan penelitian ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Saq'ana Kedokteran (S.Ked) pada Program
Studi Kedokteran.
Ciputat, 02 November 2018
DEWAN PENGUJI
NIP. 1 971 10092005012005
Dr- Endah
NIP. 19711 92005012005
Penguji Il)
<Alt"U
Dr. Zeti Harriyati, S.Si, M.BiomedNIP.-
FK UIN
., Sp.PD-KEMD
andari, S.Si., .Biomed Rr. Ayu FitriNIP. 1
dr.
NrP. 197 21 1032006041 00 1
PIMPINAN FAKULTAS
Penguji II
, Ph. D,
Kaprodi Kedokteran FK UIN
dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT
NiP. 19780507200s01 1 00s121003
1V
Dr. Endah S.Si, M.Biomed
M.Biomed
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb,
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penelitian yang berjudul “EFEK PEMBERIAN EKSTRAK
SARANG BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga thunberg) TERHADAP
KADAR ENZIM KATALASE JANTUNG PADA TIKUS Sprague dawley”
ini dapat terselesaikan oleh penulis.
Dalam proses penelitian ini, penulis mendapatkan bantuan, bimbingan,
motivasi, dan inspirasi dari beberapa pihak. Maka, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. dr. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki,M.Epid., Sp.OT, selaku Ketua Program Studi Kedokteran
dan Profesi Dokter Preklinik, Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Endah Wulandari, S.Si, M.Biomed dan Rr. Ayu Fitri Hapsari, S.Si,
M.Biomed sebagai pembimbing penulis pada penelitian ini.
4. dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D selaku pembimbing akademik penulis,
yang selalu memberi semangat agar penulis menyelesaikan penelitian ini.
5. Kedua orang tua penulis tercinta, H. Rajali Nasution, SE., MM dan Hj.
Betriani Siregar, A.Md.Keb, karena memberi semangat dan motivasi pada
penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
6. Laboran laboratorium FK UIN, yaitu Mbak Ayi, Mbak Din, Mbak Suryani,
Mas Panji, Mas Rahmadi, dan Pak Mardi yang telah banyak membantu
penulis dalam proses penelitian.
7. Teman-teman kelompok riset yaitu Shiella Fauzia, Ikrima Wulanuri, Latifa
Syifa, dan Kharisna Afrida.
vi
8. Sahabat-sahabat saya yaitu Naura Andini Fadhila, Adita Hadining Putri,
Hasna Aqilah, dan Megawati yang selalu memberi semangat kepada penulis.
9. Untuk Muhammad Huda Ardo (mahasiswa Farmasi angkatan 2011), selaku
pemilik tikus yang mengizinkan saya menggunakan tikus penelitiannya
10. Teman sejawat Amigdala FK UIN 2015 yang memberi dukungan dan
motivasi pada penelitian ini.
11. Teman-teman Official CIMSA UIN 2017/2018 yang memberi dukungan
kepada penulis.
12. Member SCOPE CIMSA FK UIN angkatan 2015, 2016, dan 2017 yang telah
memberi motivasi dalam penulisan penelitian ini.
13. Dan pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
banyak atas dukungan dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis.
Demikian kata pengantar dari penulis, dan tidak menutup kemungkinan bahwa
penelitian ini masih belum sempurna. Kritik dan saran yang membangun penulis
harapkan dari pembaca.
Wassalamualaikum, wr, wb
Jakarta, 02 November 2018
Afdalia Rani Nasution
vii
ABSTRAK
Afdalia Rani Nasution. Program Studi Kedokteran. Efek Pemberian Ekstrak
Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga) Terhadap Aktivitas Enzim
Katalase Jantung Tikus Sprague dawley. 2018.
Latar Belakang : Burung walet merupakan hewan yang membuat sarang
menggunakan air liurnya. Sarang burung wallet memiliki nutrisi berupa asam
amino dan vitamin yang berfungsi sebagai antioksidan. Enzim katalase
merupakan antioksidan endogen yang dapat menetralisir radikal bebas. Semakin
tinggi kadar antioksidan maka aktivitas enzim katalase akan meningkat.
Metode : Tikus diberi ekstrak sarang burung walet dengan dosis berbeda
(10,20,40 mg/kgBB p.o) selama 30 hari, diikuti induksi H2O2 1% dosis 1
mg/kgBB pada hari ke 31 dan 32. Tiap organ jantung diukur aktivitas enzim
katalase menggunakan spektrofotometer.
Hasil : Aktivitas enzim katalase meningkat dengan pemberian ekstrak sarang
burung wallet dosis rendah.
Kesimpulan : Pemberian ekstrak sarang burung wallet dosis 10 mg/kgBB dapat
meningkatkan aktivitas enzim katalase jantung.
Kata kunci : Ekstrak sarang burung walet, enzim katalase, jantung, antioksidan.
ABSTRACT
Afdalia Rani Nasution. Medical Study Program. The Effect of
Administration of Swiftlet’s Nest Extract (Collocalia fuciphaga) on the
Activity of Catalase Enzyme in the Heart of Sprague dawley’s Mice. 2018.
Introduction : Swiftlet is one of an animal that use their saliva to make their
nest. Edible swiflet bird’s nest has some nutritional components such as amino
acid and vitamin, which functionate as an antioxidant. Catalase enzyme is an
endogenous antioxidant which can neutralize the free radical. The higher
antioxidant levels, the higher catalase enzyme activity increasement.
Method : Mice were given edible swiftlet bird’s nest extract in a different doses
(10, 20, 40 mg/kgBM orally) for 30 days, followed by induction of H2O2 1% in 1
mg/kgBM dose in the 31st and 32
nd day. Each heart’s catalase enzyme activity
measured using spectrophotometer.
Result : Catalase enzyme activity increased in the administration of low dose
edible swiftlet bird’s nest extract.
Conclusion : The administration of edible swiftlet’s nest extract in dose of 10
mg/kgBM increase the activity of catalase enzyme in heart.
Keywords : Swiftlet bird’s nest extract, catalase enzyme, heart, antioxidant.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ..................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
ABSTRAK .................................................................................................. vii
ABSTRACT ................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ............................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………………………………………….... 1
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………... 2
1.3. Hipotesis Penelitian ………………………………………..... 3
1.4. Tujuan Penelitian ……………………………………...…….. 3
1.4.1. Tujuan Umum .......................................................... 3
1.4.2. Tujuan Khusus .......................................................... 3
1.5. Manfaat Penelitian ……….……………….......……………... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sarang Burung Walet …………………………………...…... 4
2.1.1. Klasifikasi Burung Walet ……………………....….. 4
2.1.2. Morfologi Sarang Burung Walet …………………. 5
2.1.3. Kandungan Sarang Burung Walet ……….………... 6
2.1.4. Manfaat Sarang Burung Walet ……......................... 8
2.2. Jantung Manusia…………………..…………………………. 8
2.2.1. Anatomi Jantung .…………………………………. 9
2.2.2. Histologi Jantung...……………………………….... 10
2.2.3. Fisiologi Jantung........................................................ 11
2.3. Jantung Tikus ........................................................................... 12
2.3.1.Anatomi Jantung Tikus............................................... 14
2.3.2. Histologi Jantung Tikus............................................. 14
2.3.3. Fisiologi Jantung Tikus.............................................. 15
2.4. Radikal Bebas............................................................................ 15
2.4.1. Reactive Oxygen Species (ROS)................................. 16
2.4.2. Hidrogen Peroksida..................................................... 19
2.5. Antioksidan................................................................................ 19
2.6. Katalase (CAT).......................................................................... 21
2.7. Tikus Putih Galur Sprague Dawley .......................................... 22
2.8. Kerangka Teori ......................................................................... 23
ix
2.9. Kerangka Konsep ..................................................................... 24
2.10. Definisi Operasional................................................................ 25
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian ……………………………...……………… 26
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ………………………………... 26
3.2.1. Waktu Penelitian ………………………………….... 26
3.2.2. Tempat Penelitian …………………………....……... 26
3.3. Sampel Penelitian dan Populasi ..…………………………….. 26
3.3.1. Kriteria Inklusi ........................................................... 28
3.3.2. Kriteria Eksklusi ........................................................ 28
3.4. Variabel Penelitian .................................................................... 28
3.4.1. Variabel Bebas ........................................................... 28
3.4.2. Variabel Terikat ......................................................... 28
3.5. Cara Kerja Penelitian ……………………………………........ 28
3.5.1. Alat dan Bahan Penelitian ……………………...….. 28
3.5.1.1. Alat Penelitian ............................................... 28
3.5.1.2. Bahan Penelitian ……………………........... 28
3.5.2. Pembuatan Ekstrak Sarang Burung Walet.................. 29
3.5.3. Proses Terminasi Tikus............................................... 29
3.5.4. Alur Penelitian Pengukuran Aktivitas Katalase.......... 30
3.5.4.1. Penimbangan Bobot Total Organ .................. 30
3.5.4.2. Pengambilan Jaringan .................................... 30
3.5.4.3. Pembuatan Homogenat Jaringan ................... 30
3.5.4.4. Pengukuran Kadar Protein............................. 30
3.5.4.5. Pengukuran Aktivitas Katalase...................... 31
3.5.4.6. Analisis Data................................................... 31
3.5.5. Alur Pembuatan Preparat Histologi Jaringan Jantung. 31
3.5.5.1. Fiksasi Jaringan ............................................. 31
3.5.5.2. Dehidrasi ....................................................... 32
3.5.5.3. Clearing ......................................................... 32
3.5.5.4. Embedding .................................................... 32
3.5.5.5. Blocking......................................................... 33
3.5.5.6. Pemotongan Blok Jaringan ........................... 33
3.5.5.7. Pewarnaan dengan Hematoksilin-Eosin ....... 33
3.5.5.8. Foto Preparat Jaringan................................... 35
3.6. Alur Penelitian .......................................................................... 36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil dan Pembahasan................................................................ 37
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ................................................................................ 46
5.2. Saran .......................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 47
LAMPIRAN-LAMPIRAN ......................................................................... 51
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1.1. Walet spesies Collocalia fuciphaga................................................... 5
2.1.2. Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga).......................... 6
2.2. Struktur Jantung Secara Anterior....................................................... 9
2.2.1. Jantung Sebagai Pemompa Ganda .................................................... 10
2.2.2. Otot Jantung (Potongan Longitudinal)...............................................11
2.2.3. Komponen Sistem Konduksi Pada Jantung....................................... 12
2.3.1. Jantung Tikus yang Telah Dibelah Menampilkan Ruangan Jantung
Secara Interior................................................................................... 14
2.3.1.1.Permukaan Exterior Jantung dan Vaskulatur Jantung....................... 14
2.3.2. Potongan Melintang Serat Otot Jantung Tikus.................................. 15
2.4.1. Pathway pembentukan ROS.............................................................. 17
2.5. Klasifikasi Antioksidan...................................................................... 20
4.1. Grafik Rata-Rata Aktivitas Katalase................................................. 37
4.2. Gambar Preparat Jantung................................................................... 43
4.3. Gambar Preparat Jantung................................................................... 43
9.1. Sampel Jaringan Jantung................................................................... 64
9.2. Pemotongan Jaringan........................................................................ 64
9.3. Penimbangan Organ Jantung............................................................. 64
9.4. Pengukuran Protein........................................................................... 64
9.5. Alat dan Bahan Uji Aktivitas Katalase.............................................. 64
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1.3. Kandungan Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga)................ 6
2.3. Sistem kardiovaskular manusia dan tikus.......................................... 12
2.10. Definisi Operasional.......................................................................... 25
3.5.5.7. Proses Pewarnaan Preparat............................................................... 34
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil Determinasi .................................................................................... 51
2. Alur Pembuatan Ekstrak Sarang Burung Walet....................................... 52
3. Perhitungan Volume Administrasi (VAO) .............................................. 53
4. Alur Pengukuran Kadar Protein............................................................... 55
5. Alur Pengukuran Aktivitas Enzim Katalase............................................. 56
6. Alur Pembuatan Preparat ......................................................................... 57
7. Penghitungan Pengenceran Alkohol......................................................... 58
8. Analisis Statistik Aktivitas Katalase........................................................ 59
9. Gambar Proses Penelitian ...................................................................... 64
10. Riwayat Penulis ..................................................................................... 65
xiii
DAFTAR SINGKATAN
Ad Adipose Tissue
ANOVA Analysis of Variance
Ao Aorta
AV Node Atrioventricular Node
CAT Katalase
CG Coronary Groove
CVC Caudal Vena Cava
DNA Deoxyribonucleate Acid
EGF Epidermal Growth Factor
gaINAc N-acetylgalactosaminase
gIcNAc N-acetylglucosamine
GCV Great Cardiac Vein
GPx Glutathione Peroxidase
GSH Glutation
GSSG Glutathione Disulfide GRed Glutation Reduktase
H Hidrogen
H2O Air
H2O2 Hidrogen Peroksida
I.M. Intramuskular
IVS Interventricular Septum
LA Left Atrium
LAD Left Anterior Descending Coronary Artery
LCVC Left Cranial Vena Cavae
LCX Left Circumflex Coronary Artery
LCV Left Coronary Veins
LMA Left Main Coronary Artery
LV Left Ventricle
MCV Middle Coronary Vein
MDA Malondialdehid
NaCMC Natrium Carboxyl Methyl Cellulose
NaIO3 Sodium Iodate
O2 Oksigen
O2- Superoksida
OH- Hidroksil
ONOO-
Peroksinitrit
PA Pulmonary Artery
PBS Phosphate Buffer Saline
PDA Posterior Descending Coronary Artery
p.o. Peroral
PBS Phosphate Buffered Saline
PUFA Poly Unsaturated Fatty Acid
RA Right Atrium
RCV Right Coronary Veins
RCVC Right Circumflex Coronary Artery
RNA Ribonucleate Acid
xiv
RV Right Ventricle
ROS Reactive Oxygen Species
RNS Reactive Nitrogen Species
RSS Reactive Sulphur Species
SA Node Sinoatrial Node
SCV Small Cardiac Vein
SOD Superoksida Dismutase
TBA Thiobarbiturate Acid
TCA Trichloroacetic Acid
UV Ultraviolet
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Burung walet merupakan burung pemakan serangga yang hidup di dalam
gua sepanjang garis pantai negara-negara Asia Tenggara, yaitu Thailand,
Vietnam, Indonesia, Borneo, Malaysia, dan Filipina.1,2
Daerah di Indonesia yang
memproduksi sarang burung walet terbesar yaitu di provinsi Jawa Tengah, Jawa
Timur, dan Jawa Barat.3 Pembuatan sarang burung walet dilakukan oleh burung
walet jantan dan betina, dan durasi yang dibutuhkan untuk pembuatannya berkisar
antara 30-60 hari.1 Lokasi pembuatan sarang burung walet yaitu di tempat yang
lembab, dengan suhu ruangan sekitar 26-29 C.1 Sarang burung walet yang dapat
dikonsumsi adalah spesies burung walet putih (Collocalia fuciphaga) dan burung
walet hitam (Collocalia maximus). 1,3
Sarang burung walet memiliki beberapa kandungan nutrisi yaitu
glikoprotein, asam amino, karbohidrat, dan beberapa jenis mineral yaitu kalsium,
sodium, magnesium, zinc, mangan, magnesium, dan besi.4,5
Sarang burung walet
memiliki efek antivirus, antioksidan, dan meningkatkan imunitas tubuh.3,5
Pada
penelitian yang dilakukan oleh Matsukawa et al (2011), disebutkan bahwa ekstrak
sarang burung walet dapat mempertebal kulit di lapisan dermal, dan
meningkatkan kekuatan tulang Femur karena peningkatan kadar kalsium di dalam
tulang.5,6
Kandungan nutrisi sarang burung walet dipengaruhi oleh tempat
berkembangbiak, suhu, dan asupan makanan.7
Radikal bebas merupakan molekul yang terdiri dari elektron tidak
berpasangan, bersifat reaktif, dan tidak stabil. Radikal bebas dapat bertindak
sebagai oksidan maupun reduktan.8,9
Secara fisiologis, ketika radikal bebas berada
di dalam tubuh, tubuh akan melakukan pertahanan diri dengan memicu
pengeluaran antioksidan. Tetapi, jika keseimbangan antara antioksidan dan radikal
bebas terganggu, maka akan terjadi mekanisme stres oksidatif yang akan merusak
molekul yaitu lipid, protein, dan asam nukleat, baik secara struktur maupun
fungsi, sehingga terjadi kerusakan oksidatif pada sel tubuh yang menimbulkan
penyakit.10,11,12
2
Antioksidan merupakan molekul yang dapat mendonorkan elektron agar
bisa menetralkan radikal bebas, karena antioksidan bersifat low-molecular-weight
dan dapat berinteraksi dengan radikal bebas untuk memutus rantai reaksi sebelum
terjadinya kerusakan sel pada organ.13
Antioksidan bertindak sebagai donor
hidrogen, donor elektron, penghambat enzim, dan dekomposer peroksida.
Antioksidan terdiri dari dua jenis, yaitu enzimatik (superoksida dismutase,
katalase, dan glutathion) dan nonenzimatik (asam askorbat, glutathion, melatonin,
vitamin E, dan asam urat).13,14
Katalase disebut juga hidroperoksidase, merupakan antioksidan enzimatik
endogen yang mengkatalisis radikal bebas yaitu hidrogen peroksida (H2O2)
menjadi air (H2O) dan oksigen (O2), sehingga mampu membantu mencegah stres
oksidatif dan kerusakan jaringan.15,16
Enzim katalase ditemukan dalam jumlah
besar di dalam darah, sumsum tulang, membran mukosa, ginjal, dan hati, dan
dalam jumlah kecil terdapat di otak, jantung, dan otot rangka.17,18
Jantung adalah organ tubuh yang fungsi utamanya adalah untuk
mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Darah pada dasarnya memiliki beberapa
komponen yang diperlukan tubuh, dan berfungsi sebagai pengedar zat yaitu
metabolisme, oksigen, dan hasil proses metabolisme berupa radikal bebas yang
terdistribusi melalui pembuluh darah tubuh.19
Radikal bebas yang beredar di
dalam tubuh ini dapat mempengaruhi fungsi organ, salah satunya adalah organ
jantung, yang dapat menimbulkan kerusakan sel jantung karena terjadinya stres
oksidatif yang memicu penyakit jantung yang mengganggu fungsi fisiologisnya.20
Penelitian efek kardioprotektif ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui kemampuan dari sarang burung walet dalam melindungi jantung dari
kerusakan. Parameter yang digunakan adalah pengukuran aktivitas enzim
katalase.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana efek pemberian ekstrak sarang burung walet terhadap aktivitas
enzim katalase jantung tikus Sprague dawley?
3
1.3 Hipotesis Penelitian
Ekstrak sarang burung walet (Collocalia fuciphaga) dapat meningkatkan
aktivitas enzim katalase jantung tikus Sprague dawley.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak
sarang burung walet (Collocalia fuciphaga) terhadap aktivitas enzim katalase
jantung tikus Sprague dawley.
1.4.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui adanya perubahan aktivitas enzim katalase jantung tikus Sprague
dawley setelah pemberian ekstrak sarang burung walet (Collocalia fuciphaga)
dalam dosis yang berbeda-beda.
2. Mengetahui gambaran histologi jaringan jantung tikus Sprague dawley setelah
pemberian ekstrak sarang burung walet (Collocalia fuciphaga).
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan oleh penulis dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi ilmiah mengenai peran ekstrak sarang burung walet
terhadap kesehatan.
2. Hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan sebagai rujukan penelitian
selanjutnya.
3. Informasi dari hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar penatalaksanaan
kasus-kasus terkait jantung.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sarang Burung Walet
Sarang burung walet terbentuk dari saliva burung walet, yang banyak
ditemukan di gua sepanjang pantai wilayah Asia Tenggara.1 Burung walet
(Collocalia fuciphaga) merupakan pemakan serangga, dan bermigrasi dari
samudera Hindia melalui Asia Tenggara.3 Burung walet (Collocalia fuciphaga)
hidup berkelompok dan tinggal di gua yang terletak di tebing yang curam dekat
laut lepas. Dalam membuat sarangnya, burung walet (Collocalia fuciphaga)
memerlukan tempat yang lembap, yaitu kelembapan 85-95% dan suhu 26-29 C.1
Sarang burung walet dapat dikonsumsi dalam bentuk sup, diawali dengan
merendam sarang di dalam air hingga berbentuk halus dan untaiannya melonggar.
Lalu, untaian yang telah dibersihkan dibentuk, dikeringkan, dan dapat direbus
dengan gula batu sehingga menjadi sup sarang burung walet.1,3
Sarang burung walet pada awalnya diperkenalkan oleh bangsa Cina, dan
mulai diperdagangkan sejak dahulu. Indonesia merupakan salah satu eksportir
sarang burung walet terbesar, dengan importir sarang burung walet terbesar yaitu
Cina dan Hongkong.1 Sarang burung walet yang dapat dikonsumsi adalah sarang
burung walet putih (Collocalia fuciphaga) dan sarang burung walet hitam
(Collocalia maximus).4
2.1.1. Klasifikasi Burung Walet (Collocalia fuciphaga)
Burung Walet memiliki sistem taksonomi sebagai berikut:1
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Apodiformes
Famili : Apodidae
Genus : Collocalia
Spesies : Collocalia fuciphaga
5
Collocalia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Kolla: lem, dan Kalia:
sarang. Sedangkan Aerodramus berasal dari kata aer: udara dan dromos:
berpindah cepat.22
Terdapat beberapa jenis lain spesies burung walet, yaitu
sebagai berikut: Aerodramus gigas (walet besar), Aerodramus maximus (walet
sarang hitam), Aerodramus brevirostris (walet gunung), Aerodramus vanikorensis
(walet sarang lumut), Aerodramus esculata (walet sapi), Aerodramus germanicus,
dan Aerodramus unicolor (walet yang berasal dari India).1
Gambar 2.1.1. Walet spesies Collocalia fuciphaga
Sumber : Kennedy, Robert S. 2000.
2.1.2. Morfologi Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga)
Sarang burung Walet terdiri dari beberapa bagian, yaitu kaki sarang,
fondasi sarang, dinding sarang, dan dasar sarang. Kaki sarang, merupakan bagian
dasar sarang burung walet, dan jarak antar kakinya yaitu 6-10 cm, tergantung
ukuran tiap sarang. Fondasi sarang berfungsi sebagai penyokong kaki dan
memperkuat sarang burung walet. Dasar sarang merupakan bagian alas sarang dan
berguna untuk bertelur, mengeram, dan tempat istirahat bagi anak-anak burung
walet. Pada dasar sarang burung ini, banyak ditemukan pecahan cangkang telur
burung walet. Dinding sarang berbentuk seperti mangkok, dan berfungsi sebagai
penampung telur dan anak burung walet. Ukuran dinding bervariasi, yaitu 2
hingga 5 cm, dengan ketebalan 1 hingga 2 mm. Terdapat juga bibir atau bukaan
sarang, yang berbentuk seperti setengah lingkaran, dan berfungsi untuk tempat
keluar masuknya burung walet, dan sebagai pembatas agar telur dan pinyik tidak
jatuh dari sarang. Keempat komponen ini (kaki sarang, fondasi sarang, dinding
sarang, dan dasar sarang) terbuat dari air liur burung Walet.1
6
Gambar 2.1.2. Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga) Sumber: Panduan Lengkap Walet, 2009.
2.1.3. Kandungan Sarang Burung Walet
Kandungan kimia utama pada sarang burung walet adalah karbohidrat dan
glikoprotein, diikuti asam lemak, dan mikronutrien yaitu kalsium, sodium,
magnesium, zinc, mangan, dan besi. Glikoprotein mengandung asam amino
(paling banyak adalah jenis serine, threonine, asam aspartat, asam glutamat,
prolin, dan valin), karbohidrat khususnya fruktosa dan galaktosa, sialic acid, N-
acetylgalactosaminase (gaINAc), dan N- acetylglucosamine (gIcNAc).6 Zat-zat
tersebut memiliki fungsinya masing-masing dalam sistem imun tubuh dan sebagai
antioksidan1,5
Tabel 2.1.3. Kandungan sarang burung walet (Collocalia fuciphaga)
Komponen Nilai
Analisis proksimat (%)
Air 7.5-12.9
Abu 2.1-7.3
Karbohidrat 10.63-27.26
Protein 42-63
Nitrogen total 25.62-27.26
Lemak 0.14-1.28
Asam Amino (% molar basis)
Aspartat + Asparagin 2.8-10.0
Serin 2.8-15.9
Threonin 2.7-5.3
Glutamat + Glutamin 2.9-7.0
Glisin 1.2-5.9
Alanin 0.6-4.7 Valin 1.9-11.1
Methionin 0-0.8
Isoleusin 1.2-10.7
Leusin 2.6-3.8
Prolin 2.0-3.5
7
Lysin 1.4-3.5
Sistein 2.44
Arginin 1.4-6.1
Histidin 1.0-3.3
Triptofan 0.02-0.08
Analisis asam lemak (%)
Palmitrat 23-26
Steric 26-29
Linoleic 22
Linolenic 26
Triasilgliserol (%)
PPO 14-16
OOL 13-15
PLnLn 18-19
Monogliserida 27-31
Digliserida 21-26
Vitamin
Vitamin A (IU/mg) 2.57-30.40
Vitamin D (IU/mg) 60.00-1280.00
Vitamin C (mg/100 g) 0.12-29.30
Analisis elemental (ppm)
Sodium (Na) 330-20.554
Potassium (K) 110-2645
Kalsium (Ca) 798-14.850
Magnesium (Mg) 330-2980
Fosfor (P) 40-1080
Besi (Fe) 30-1860
Sulfur (S) 6244-8840
Barium (Ba) 4.79-41.09
Strontium (Sr) 4.25-21.90
Silikon (Si) 8.34-62.02
Aluminium (Al) 15-2368
Mangan (Mn) 3.58-122.10
Zinc (Zn) 19.95-72.40
Copper (Cu) 4.69-110.65
Molybdenum (Mo) 0-0.94
Cobalt (Co) 0-0.63
Germanium (Ge) 0.05-0.97
Selenium (Se) 0.12-0.77
Nikel (Ni) 0-0.47
Vanadium (V) 0.03-2.84
Krom (Cr) 0-7.45
Timbal (Pb) 0.50-4.08
Kadmium (Cd) 0-0.83
Merkuri (Hg) 0.001-0.160
Determinasi Hormon
Testosteron (T) (ng/g) 4.293-12.148 Sumber: Fucui Ma, 2012.
8
2.1.4. Manfaat Sarang Burung Walet
Sarang burung walet memiliki berbagai manfaat. Menurut Kong et al,
sarang burung walet memiliki epidermal growth faktor (EGF) yang dapat
meningkatkan proliferasi sel.23
Pada penelitian Matsukawa et al, sarang burung
walet dapat meningkatkan konsentrasi kalsium dalam tulang dan mempertebal
kulit di lapisan dermal.24
Sarang burung walet juga memiliki efek antioksidan,
sehingga memperlambat proses degeneratif sel. Pada penelitian yang dilakukan
Hou et al, sarang burung walet dapat memperlambat proses neurodegenerasi
hipokampus dan korteks pada tikus, sehingga berfungsi sebagai neuroprotektor.25
Sarang burung walet juga memiliki efek dalam menurunkan penyakit
kardiometabolik, karena dapat meregulasi gen yang berhubungan dengan
koagulasi dan gen pemberi sinyal pengeluaran insulin.26,27,28
2.2. Jantung Manusia
Sistem kardiovaskular manusia terdiri dari darah, jantung, dan pembuluh
darah. Darah mengandung beberapa komponen sel darah, dan berfungsi sebagai
transporter oksigen dan nutrien ke seluruh tubuh, homeostasis cairan tubuh, dan
proteksi ketika tubuh mengalami luka melalui pembekuan darah oleh sel platelet.
Jantung merupakan organ yang memompa darah ke seluruh tubuh melalui
pembuluh darah. Pembuluh darah pada tubuh terdiri dari arteri, vena, dan kapiler.
Pembuluh darah yang terdapat di jantung yaitu vena cava superior dan inferior
yang bersama-sama mengalirkan darah ke jantung dari seluruh tubuh, dan terdapat
vena pulmonalis yang mengalirkan darah dari paru ke jantung.29
9
Gambar 2.2. Struktur Jantung Secara Anterior Sumber: Van de Graaf Human Anatomy, 2006.
2.2.1. Anatomi Jantung
Jantung secara anatomis terletak di mediastinum, dengan massa rata-rata
250 - 300 gram. Jantung pada bagian anterior berbatasan dengan sternum,
berbatasan inferior dengan diafragma, berbatasan dextra dengan pulmo kanan, dan
berbatasan sinistra dengan pulmo kiri.31
Jantung memiliki empat ruang, yaitu
atrium (menerima darah) dan ventrikel (memompa darah), dan di permukaan
jantung terdapat beberapa sulkus yang mengandung pembuluh darah dan lemak.
Atrium kanan memiliki ketebalan 2-3 mm, dan berfungsi menerima darah dari
vena cava superior, vena cava inferior, dan sinus koronarius. Darah akan melewati
atrium kanan ke ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis (katup
atrioventrikular). Ventrikel kanan memiliki ketebalan 4-5 mm, dan berfungsi
sebagai pemompa darah, yang akan dialirkan ke trunkus pulmoner dan arteri
pulmoner. Pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida terjadi di paru kanan dan
kiri. Darah yang telah teroksigenasi akan meninggalkan arteri menuju atrium kiri.
Atrium kiri memiliki ketebalan 2-3 mm, dan mengalirkan darah teroksigenasi dari
paru menuju ventrikel kiri. Diantara atrium kiri dan ventrikel kiri terdapat katup
bikuspidalis/mitral/atrioventrikular kiri. Ventrikel kiri merupakan ruang di jantung
yang paling besar. Darah dari ventrikel kiri akan dialirkan ke arkus aorta, lalu
melewati tiga percabangan yaitu arteri subklavia sinistra, arteri karotis komunis,
dan trunkus brachiocephalica, hingga akan dialirkan ke seluruh tubuh.31,32
10
Gambar 2.2.1. Jantung Sebagai Pemompa Ganda Sumber: Marieb Human Anatomy 6th
Edition, 2006.
2.2.2. Histologi Jantung
Jantung memiliki dinding yang tersusun dari otot-otot jantung. Otot
jantung memiliki susunan yang sama dengan otot lurik, tetapi tempatnya di
jantung. Dinding otot jantung tersusun dari tiga lapisan, yaitu endokardium,
miokardium, dan perikardium. Endokardium terdiri dari epitel gepeng selapis dan
lapisan jaringan ikat subepitel yang melapisi lumen jantung. Dibawah lapisan
endokardium terdapat lapisan subendokardium, yang terdiri dari jaringan ikat
yang mengandung pembuluh darah kecil, persarafan, dan serat Purkinje.
Miokardium adalah lapisan tengah dinding otot jantung, merupakan lapisan
dinding otot jantung yang paling tebal dan tersusun dari otot-otot jantung dan
jumlahnya lebih tebal di ventrikel dibandingkan dengan di atrium karena fungsi
11
ventrikel yaitu memompa darah. Epikardium disebut juga sebagai lapisan
perikardium viseral, merupakan lapisan terluar dinding jantung yang dilapisi
epitel gepeng selapis dan jaringan ikat. Pada lapisan jaringan ikat longgarnya,
dapat ditemukan pembuluh darah, persarafan, dan ganglion. Diantara lapisan
perikardium viseral dan perikardium parietal, dapat ditemukan ruangan yang
mengandung cairan serosa yang berfungsi untuk memudahkan pergerakan
jantung.33,34
Gambar 2.2.2. Otot Jantung (Potongan Longitudinal) pewarnaan Masson
Trichrome Sumber: Atlas Histologi diFiore, 2013.
2.2.3. Fisiologi Jantung
Jantung menimbulkan denyut jantung, yang merupakan hasil dari
kontraksi kedua atrium dan ventrikel. Terdapat beberapa unsur sel otot jantung
yang memproduksi denyut jantung, yaitu sel otot itu sendiri dan sel kontraktil
yang memicu kontraksi darah agar bergerak terpompa ke seluruh tubuh.
Konduksi jantung dimulai dari nodus sinoatrial (SA Node) yang berada di dinding
atrium kanan, letaknya inferior lateral terhadap pembukaan vena cava superior.
Potensial aksi ini akan muncul dan melewati atrium di gap junction di diskus
interkalaris di serat-serat otot atrium, sehingga akan menimbulkan kontraksi pada
kedua atrium. Potensial aksi selanjutnya akan mencapai nodus atrioventricular
(AV Node) yang terletak di septum interatrium, dan impuls disini akan melambat
karena sel-sel yang di AV Node bervariasi jenisnya. Lalu potensial aksi akan
merambat memasuki bundle of his yang terletak diantara atrium dan ventrikel, dan
menghantarkan impuls diantara keduanya, dan selanjutnya impuls akan memasuki
12
right and left bundle branches yang terdapat di septum interventrikular di apeks
jantung. Serat Purkinje akan mengonduksikan potensial aksi secara cepat di apeks
jantung hingga ke lapisan miokardium ventrikel, yang memicu kontraksi ventrikel
sehingga terjadi pemompaan darah ke seluruh tubuh.19,31
Gambar 2.2.3. Komponen Sistem Konduksi Pada Jantung Sumber: Martini Physiology 9th Edition, 2012.
2.3. Jantung Tikus
Struktur sistem kardiovaskular pada manusia dan tikus secara garis besar
sama, memiliki empat ruangan pada jantung, yaitu dua atrium dan dua ventrikel.
Berikut tabel perbedaan dan persamaan pada jantung tikus dan manusia:
Tabel 2.3. Sistem kardiovaskular manusia dan tikus.
Fitur Tikus Manusia
Makroskopis
Berat Jantung Mouse: 0.10-0.15 g
Rat: 0.5-2.5 g
250-350g pada pria dewasa
200-300g pada wanita dewasa
Berat Jantung (%
dari berat badan)
Mouse: 0.40-0.60%
Rat: 0.20-0.50%
45% pada pria dewasa
40% pada wanita dewasa
Ketebalan dinding
ventrikel kiri
Mouse: 1.5-1.8 mm
Rat: 1.5-2.7 mm
1.2-1.5 cm
Ketebalan dinding
ventrikel kanan
Mouse: 0.5-0.6 mm
Rat: 0.5-0.9 mm
0.4-0.5 cm
Ketebalan septum
interventrikular
Mouse: 1.5-1.8 mm
Rat: 1.5-2.5 mm
1.2-1.5 cm
Heart Rate Mouse: 350-700 60-100 beats/min
13
beats/min
Rat: 300-400 beats/min
Output ventrikel kiri Mouse: 11-19mL/min
Rat: 70-80 mL/min
5 l/min pada pria dewasa
4.5 l/min pada wanita dewasa
Stroke volume
ventrikel kiri Mouse: 30-36 L/beat
Rat: 70-80 l/min
70 ml/beat pada pria dewasa
60 ml/beat pada wanita dewasa
Bentuk Jantung Oval - Spherical Conical
Kantung Perikardial Tebal beberapa lapis sel Ketebalannya 1-3 mm
Lemak Epikardial Tidak ada - tipis Sedang - berlimpah
Vena cava anterior Dua (kiri dan kanan) Satu
Jumlah arteri
koroner primer
Mouse: 2-3
Rat: 2
Dua cabang dari aorta proksimal
Asal arteri koroner Didalam atau diatas
sinus koronarius
Didalam sinus koronarius
Septum arteri
koronarius
Ada Tidak ada
Lokasi arteri
koronarius
Intramiokardial Secara proksimal epicardial dan
menjadi mid-miokardial secara
distal
Suplai darah
ekstrakoroner
Mouse: Tidak ada
Rat: Ada
Tidak ada
Lokasi nodus
atrioventrikular
Septum interatrial Septum interatrial
Lokasi bundle his Septum basal
interventrikular
Badan fibrosa sentral – septum
interventrikular basal
Lokasi cabang
bundle kiri dan
kanan
Subendokardial Subendokardial
Katup
atrioventrikular
Terdapat korda tendinae Terdapat korda tendinae
Katup Semilunaris Tidak ada korda
tendinae
Tidak ada korda tendinae
Mikroskopis
Epikardium Tipis Tebal
Endokardium Tipis Tebal
Jaringan ikat
subendokardial
Tidak ada – tipis Tebal
Cardiac skeleton Mouse: Jelas
Rat: Lebih jelas
daripada tikus
Tidak jelas
Lapisan katup Tidak ada lapisan yang
jelas, terdapat area
fibrosa dan spongiosa
Terdapat tiga lapisan jelas:
atrial/ventrikularis, fibrosa, dan
spongiosa
Kardiomiosit
binukleat
>75% <25%
Sumber: Comparative Anatomy and Histology A Mouse, Rat, and Human, 2018.
14
2.3.1. Anatomi Jantung Tikus
Jantung tikus terletak di mediastinum, dan terbagi menjadi empat ruangan
yaitu atrium kiri, atrium kanan yang dipisahkan oleh septum interatrial, dan
ventrikel kiri dan kanan yang dipisahkan oleh septum interventrikular. Jantung
tikus juga memiliki kantung perikardial yang sangat tipis, dan lapisan luar dan
dalam mesothelialnya dipisahkan oleh lapisan fibrosa yang tipis.35
Gambar 2.3.1. Jantung tikus yang telah dibelah menampilkan ruangan jantung
secara interior. Sumber: Comparative Anatomy and Histology A Mouse, Rat, and Human 2018.
Gambar 2.3.1.1. Permukaan Exterior Jantung dan Vaskulatur Jantung Sumber: Comparative Anatomy and Histology A Mouse, Rat, and Human , 2018.
2.3.2. Histologi Jantung Tikus
Jantung tikus memiliki kemiripan dengan jantung manusia. Jantung tikus
memiliki lapisan miokardium, dengan dinding atrium yang lebih tipis dan
kardiomiosit atrium yang lebih kecil dan lebih tipis daripada daerah ventrikel.
Kardiomiosit pada tikus umumnya berbentuk binukleat, sedangkan pada manusia
15
umumnya mononukleat. Lapisan epikardium dan endokardium tikus lebih tipis
daripada manusia.35
Gambar 2.3.2. Potongan melintang serat otot jantung tikus Sumber: Comparative Anatomy and Histology A Mouse, Rat, and Human , 2018.
2.3.3. Fisiologi Jantung Tikus
Jantung tikus dan manusia memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai
pemompa darah untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Darah mengandung oksigen
dan nutrien yang dibutuhkan sel, sehingga fungsi fisiologis organ pada tubuh
terpenuhi.35
2.4. Radikal Bebas
Radikal bebas molekul yang terdiri dari elektron tak berpasangan di dalam
orbital atom.36
Radikal bebas merupakan hasil metabolisme seluler yang normal,
dan dapat terbentuk dari reaksi abnormal pada tubuh yang menimbulkan penyakit,
karena merusak jaringan pada organ tubuh.8 Radikal bebas memiliki turunan,
yaitu turunan oksigen yang membentuk reactive oxygen species (ROS), turunan
nitrogen yang membentuk reactive nitrogen species (RNS), dan turunan sulfur
yang membentuk reactive sulphur species (RSS).37
Pembentukan radikal bebas dalam tubuh dapat dimediasi oleh faktor
internal (mitokondria, xantin oksidase, peroksisom, inflamasi, fagositosis, jalur
arakidonat, olahraga, dan iskemi) dan faktor eksternal (asap rokok, polutan
lingkungan, radiasi, obat-obatan, pestisida, limbah industri, dan ozon).38
Radikal bebas yang sangat reaktif dihasilkan dari oksigen (ROS), yaitu
superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), dan hidroksil (HO).
39 Radikal
16
bebas turunan nitrogen dapat dipicu dengan reaksi ROS dengan tiol, dengan reaksi
NO dan superoksida (O2-), membentuk ONOO
--. Radikal bebas turunan sulfat
terbentuk dari tiol yang membentuk disulfida, sehingga menghasilkan disulfida-S-
monoksida atau disulfida-S-dioksida dan di dalam kondisi teroksidasi. Jika tiol
tereduksi, akan terjadi pembentukan sulfinic acid.37
Radikal bebas bereaksi dengan beberapa mekanisme, yaitu donor elektron,
reduksi radikal, menerima elektron, dan oksidasi radikal. Kadar radikal bebas
yang berlebih dapat dikurangi dengan kadar antioksidan dalam tubuh, sehingga
jumlahnya harus seimbang. Jika kadar radikal bebas dalam tubuh berlebih, akan
memicu terjadinya stres oksidatif yang menyebabkan penyakit.37
Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara kadar antioksidan dan
radikal bebas. Stres oksidatif dapat memicu kerusakan lipid, protein, dan asam
nukleat, sehingga merusak struktur dan fungsi sel sehingga terjadi kerusakan
organ, yang menyebabkan penyakit degeneratif, penyakit metabolik, inflamasi,
kanker, dan iskemi.36
2.4.1. Reactive Oxygen Species (ROS)
Radikal bebas secara fisiologis dapat terbentuk di dalam mitokondria,
proses yang dikatalisir xantin oksidase, dan peroksisom. Superoksida merupakan
radikal anion, dan dihasilkan dari reduksi elektron dari molekul oksigen.
Superoksida dapat dikatalisir oleh enzim superoksida dismutase menjadi oksigen
dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida merupakan produk reduksi dua
elektron dari oksigen, dan hasil dismutase superoksida. Hidrogen peroksida dapat
dikatalisir dibantu oleh enzim katalase dan glutathione peroksidase. Jika hidrogen
peroksida tidak dikatalisir oleh enzim katalase dan glutathione peroksidase, maka
akan terjadi reaksi Fenton, yaitu reaksi antara logam transisi Fe2+
dengan hidrogen
peroksida menghasilkan radikal hidroksil.37
Radikal hidroksil merupakan ROS
yang paling reaktif, dan dapat terbentuk dengan reaksi Haber-Weiss, yaitu
perubahan superoksida (O2-) dengan ion besi (Fe
3+) menjadi Fe
2+ dan oksigen.
Fe2+
ini merupakan sumber logam transisi yang memicu terjadinya reaksi
Fenton.39
Jika kadar radikal hidroksil tidak dapat diimbangi oleh antioksidan, akan
terjadi proses peroksidasi lipid, yang menyebabkan stres oksidatif.37
17
Gambar 2.4.1. Pathway pembentukan ROS Sumber: Valko, et al., 2007.
Mekanisme pembentukan ROS meliputi reaksi: (1) Pembentukan radikal
anion superoksida dari proses reduksi molekul oksigen yang dibantu oleh
NAD(P)H oksidase dan xantin oksidase, atau secara non-enzimatik oleh senyawa
reaktif redoks yaitu senyawa semi-ubiquinone dari rantai transpor elektron
mitokondria. (2) Radikal superoksida didismutasi oleh enzim superoksida
dismutase (SOD) menjadi hidrogen peroksida. (3) Hidrogen peroksida (H2O2)
secara efisien dibersihkan oleh enzim glutathion peroksidase (GPx) dengan donor
elektron yaitu GSH. (4) Glutathion yang teroksidasi (GSSG) direduksi kembali
menjadi GSH oleh enzim glutathion reduktase (Gred) yang menggunakan
18
NADPH sebagai donor elektron. (5) Beberapa logam transisi (Fe2+
, Cu2+
, dan
lain-lain) dapat menimbulkan kerusakan pada hidrogen peroksida sehingga
menjadi radikal hidroksil reaktif (disebut reaksi Fenton). (6) Radikal hidroksil
(OH-) tidak dapat memisahkan elektron dari asam lemak tak jenuh
ganda/polyunsaturated fatty acid (LH) menjadi radikal lipid yang carbon-centred
(L). (7) Radikal lipid (L) berinteraksi dengan oksigen molekular untuk
membentuk radikal lipid peroksil (LOO). Jika hasil radikal lipid peroksil LOO
tidak direduksi oleh antioksidan, maka akan terjadi proses peroksidasi lipid
(reaksi 18-23 dan 15-17). (8) Radikal lipid peroksil (LOO) direduksi di dalam
membran dengan proses reduksi yang dibentuk vitamin E (T-OH) yang
menghasilkan pembentukan hidroperoksida lipid dan radikal vitamin E (TO). (9)
Regenerasi vitamin E oleh vitamin C: radikal vitamin E (TO) direduksi kembali
menjadi vitamin E (T-OH) oleh asam askorbat (bentuk fisiologis askorbat adalah
monoanion askorbat (AscH-)) yang meninggalkan radikal askorbil (Asc-). (10)
Regenerasi vitamin E oleh GSH: radikal vitamin E yang teroksidasi (T-OH)
direduksi oleh GSH. (11) Glutathion yang teroksidasi (GSSG) dan radikal
askorbil (Asc-) direduksi kembali menjadi GSH dan monoanion askorbat Asch-
oleh asam dihidrolipoat (DHLA), dimana DHLA itu sendiri dikonversi menjadi α-
lipoat (ALA). (12) Regenerasi ALA menjadi DHLA menggunakan NADPH. (13)
Lipid hidroperoksida direduksi menjadi alkohol dan dioksigen oleh GPx
menggunakan GSH sebagai donor elektron.
Proses peroksidasi lipid: (14) Lipid hidroperoksida secara cepat dapat
bereaksi dengan Fe2+
membentuk radikal lipid alkoksil (LO) atau lebih lambat
bereaksi dengan Fe3+
untuk membentuk radikal lipid peroksil (LOO). (15)
Derivat radikal lipid alkoksil (LO) yaitu asam arakidonat yang mengalami reaksi
siklisasi untuk membentuk enam cincin hidroperoksida. (16) Hidroperoksida
bercincin 6 mengalami reaksi lebih jauh (melibatkan pemotongan beta) untuk
membentuk 4-hidroksil-nonenal. (17) 4-hidroksil-nonenal lalu diubah menjadi
glutathyl aduksi (GST). (18) Radikal peroksil yang berada di rantai lipid dapat
bereaksi secara siklisasi membentuk peroksida siklik yang berdampingan dengan
radikal dengan inti karbon. (19) Radikal ini dapat direduksi membentuk
hidroperoksida atau mengalami siklisasi kedua membentuk peroksida bisiklik.
19
(20) Senyawa yang terbentuk merupakan produk antara dalam pembentukan
MDA. (21) MDA bereaksi dengan basa DNA Cytosine membentuk M1C. (22)
MDA bereaksi dengan basa DNA Adenine membentuk M1A. (23) MDA bereaksi
dengan basa DNA Guanine membentuk M1.40
2.4.2. Hidrogen Peroksida
Hidrogen peroksida disebut juga hidrogen dioksida, merupakan senyawa
tak berwarna dan tak berbau.47
Hidrogen peroksida dibentuk dalam peroksisom,
mitokondria, mikrosom, dan membran sel. Hidrogen peroksida dapat dibentuk
dengan dua mekanisme, yaitu reduksi elektron dari superoksida (O2 + 2e + 2H+ ->
H2O2) dan dismutasi enzimatik dari superoksida oleh enzim superoksida
dismutase (SOD).9,39
Senyawa hidrogen peroksida dapat dikatalisir oleh enzim
katalase menjadi air dan oksigen. Jika tidak dikatalisir, hidrogen peroksida akan
bereaksi dengan logam transisi yang dapat menimbulkan stres oksidatif.40
2.5. Antioksidan
Antioksidan merupakan substansi yang menghambat, mencegah, atau
menghilangkan gangguan oksidatif pada molekul yang menjadi target (Halliwell,
2007).18
Aktivitas antioksidan dapat terjadi dengam beberapa cara, yaitu sebagai
inhibitor reaksi oksidasi radikal bebas, menghambat penyebaran rantai reaksi
autooksidasi, sebagai penetral oksigen bekerjasama dengan antioksidan lain, agen
reduktor yang mengubah hidroperoksida menjadi senyawa yang stabil, sebagai
agen pengikat logam pro-oksidan dan mengubahnya menjadi senyawa stabil, dan
sebagai inhibitor enzim pro-oksidatif.41,42,43,44,45
20
Gambar 2.5. Klasifikasi Antioksidan. Antioksidan alami dibagi dalam beberapa
kelas. Kata berwarna hijau menunjukkan antioksidan eksogen, kata berwarna
kuning menunjukkan antioksidan endogen. Sumber: Carocho, et al., 2012.
Antioksidan terbagi menjadi antioksidan enzimatik dan non-enzimatik.
Antioksidan enzimatik terbagi menjadi enzim primer yang terdiri dari glutathion
peroksidase, katalase, dan superoksida dismutase yang berfungsi dalam
menetralisir radikal bebas, dan enzim sekunder yang terdiri dari glutathion
reductase, glukosa-6-fosfat yang keduanya berfungsi dalam menyokong peran
dari antioksidan endogen primer. Pada antioksidan non-enzimatik, terdapat
beberapa jenis yaitu vitamin, kofaktor enzim, senyawa nitrogen, dan peptida. Jika
antioksidan endogen tidak bisa bekerja secara efisien, maka dibutuhkan
antioksidan eksogen yang bersumber dari makanan untuk memelihara konsentrasi
radikal bebas pada kadar yang rendah.37,46
Antioksidan bekerja dalam beberapa tingkatan. Pada tingkat pertama,
antioksidan beraksi sebagai pencegah pembentukan radikal bebas dengan
mengurangi hidroperoksida dan hidrogen peroksida dalam air dan alkohol.
Tingkat kedua, antioksidan akan menghambat pembentukan radikal aktif
(scavenge) untuk menekan pembentukan rantai, dan/atau merusak rantai radikal
bebas yang telah tersebar. Antioksidan yang bekerja di tingkat kedua terbagi
menjadi hidrofilik (vitamin C, asam urat, bilirubin, albumin, dan tiol) dan lipofilik
21
(vitamin E dan ubiquinol). Pada tingkat ketiga, antioksidan beraksi sebagai de
novo antioksidan dan repair, dibantu oleh enzim proteolitik, proteinase, protease,
dan peptidase yang berfungsi untuk mencegah akumulasi protein yang telah
teroksidasi. Fungsi lain yaitu adaptasi, ketika reaksi radikal bebas merangsang
pembentukan dan transport antioksidan ke tempat terjadinya kerusakan.36
2.6. Katalase
Katalase merupakan hemoprotein, yang memiliki empat grup heme.
Katalase dalam fungsinya yaitu memiliki aktivitas peroksidase yang
menggunakan satu molekul H2O2 sebagai substrat elektron, dan molekul lain
H2O2 sebagai oksidan.48,46
Katalase merupakan suatu enzim antioksidan yang
terdapat di semua organisme, baik yang prokaryote uniseluler maupun eukariot
multiseluler. Pada manusia, katalase banyak ditemukan di darah, sumsum tulang,
membran mukosa, ginjal, dan hepar dan dalam jumlah kecil terdapat di otak,
jantung, dan otot rangka. Fungsi utama dari katalase adalah mengubah hidrogen
peroksida yang dibentuk oleh proses oksidatif menjadi H2O dan O2.17,18
Katalase terbentuk dalam beberapa jenis isoform, yaitu CAT 1, CAT 2,
dan CAT 3 dan dikode oleh beberapa gen yaitu Cat1, Cat2, Cat3. Katalase
memiliki struktur yang berukuran tetramerik dengan empat monomer yang identik
dan subunit 220,000-350,000 kD. Kunci dari aktivitas enzimatik distimulasi oleh
heme, yang tipe monomernya terdiri dari atom besi yang terpusat menempel di
cincin protoporfirin. Atom besi yang terletak di pusat ini dapat terlihat dalam
bentuk ion ferrous (Fe2+
) atau ion ferric (Fe3+
). Cincin protoporfirin ini memiliki
empat cincin yang terhubung melalui jembatan methene, dan sisi samping dari
cincin ini terbuat dari empat methyl, dua vinyl, dan dua propionat.48
Katalase
dapat dibagi menjadi tiga kelas berdasarkan struktur dan susunannya, yaitu
katalase monofungsional, katalase peroksidase, dan pseudokatalase atau Mn-
katalase. Di dalam sel, katalase banyak terdapat di peroksisom dan mitokondria,
karena struktur kedua komponen sel ini yang bersifat polar dan terikat pada
membran.48
Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi aktivitas enzim katalase,
yaitu suhu (dibawah 40-50C), pH antara 6.8 – 7.5, dan tidak ada inhibitor
22
(inhibitor kompetitif katalase adalah sianida, dapat berikatan dengan heme
katalase sehingga menghentikan aktivitas enzim).48
Katalase bekerja dengan dua
mekanisme, yaitu sebagai peroksidase dan katalisator. Pada mekanisme katalase
peroksidase, katalase akan mengubah hidrogen peroksida dengan donor hidrogen
(fenol, formaldehid, nitrat, asam askorbat, dan metanol) agar teroksidasi dalam
konsentrasi substrat yang rendah. Mekanisme katalase sebagai katalisator,
katalase akan mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen dalam
konsentrasi substrat yang tinggi. Berikut skema reaksi perubahan hidrogen
peroksida oleh enzim katalase:48,49
Reaksi peroksidasi : RH2 + H2O2 -> R + 2H2O
Reaksi katalisis : 2H2O2 -> 2H2O + O2
2.7. Tikus Putih Galur Sprague dawley
Tikus dimasukkan ke dalam ordo Rodentia (hewan pengerat), family
Muridae dari kelompok mamalia. Tikus sering digunakan sebagai objek penelitian
karena mewakili kelompok mamalia, dengan sistem tubuh yang mirip dengan
manusia.50
Tikus putih galur Sprague dawley merupakan tikus yang pertama kali
ditemukan di perusahaan Sprague dawley, Wisconsin. Tikus ini memiliki ciri
bertubuh panjang, berkepala kecil, telinga tebal dan pendek, rambut halus. Tikus
Sprague Dawley memiliki sifat yaitu cepat berkembangbiak, mudah dipelihara
dan diatur karena sifatnya yang lebih tenang, dan kebutuhan nutrisinya hampir
menyerupai manusia.50
23
2.8. Kerangka Teori
Faktor Eksogen:
Asap rokok
Induksi zat kimia
Radiasi
Polutan lingkungan
Sinar UV
Faktor Endogen:
Mitokondria
Fagosit
Xantin oksidase
Jalur arakidonat
Olahraga
Inflamasi
Iskemia
Proses
metabolik
dan
degeneratif
Oksigen yang
digunakan
dalam respirasi
sel menjadi
reaktif
Superoksi
da (O2-)
NADPH Oksidase
Xantin Oksidase
Hidrogen
peroksida
(H2O2)
Dipecah
dibantu
enzim
Kandungan antioksidan
Enzim
Katalase
(CAT)
Superoksida
dismutase
(SOD)
Enzim
Glutathion
Peroksidase
(GPx)
Induksi H2O2
pada hewan uji
Membentuk
senyawa radikal
lipid carbon
centered (L)
Mencegah
proses stres
oksidatif
Merangsang
pembentukan
radikal bebas
Terjadi reaksi
Fenton dibantu
logam transisi
Hidroksil reaktif
menuju
membran lipid
Membentuk
senyawa
hidroksil
(OH-) yang
reaktif Terdapat
pada
jantung
H2O + O2 Dibantu
glutathion Berikatan
dengan PUFA
Ekstrak sarang
burung walet
Menjadi
radikal
askorbat
(Asc)
Vitamin
C yang
tertinggal
Antioksidan
eksogen
Antioksidan
endogen
2H2O
Jika tidak
dipecah
Vitamin
E
Vitamin
C
Asam
amino
Interaksi dengan 02
membentuk senyawa
radikal lipid
peroksida (LOO)
Reduksi
oleh
vitamin E
dalam
membran Radikal lipid
peroksida (LOO)
tidak direduksi
antioksidan
Reduksi
kembali
TO
Terjadi proses
peroksidasi lipid
Radikal
vitamin E
(TO)
Menjadi
vitamin E
Meningkatkan
aktivitas
antioksidan
enzimatik
24
2.9. Kerangka Konsep
Diinduksi radikal
bebas H202
Diberi ekstrak sarang
burung walet
(Collocalia fuciphaga)
Radikal bebas
eksogen
Vitamin C dan E
Mengandung antioksidan
Pengukuran
aktivitas katalase
(CAT)
Antioksidan
dan radikal
bebas
berikatan
Meningkatkan
aktivitas
antioksidan
enzimatik
Asam amino
Katalase
(CAT)
Penyusun
antioksidan
enzimatik
25
2.10. Definisi Operasional
Tabel 2.10. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Pengukuran
Operasional
Skala
Pengukuran
1 Katalase (CAT)
(mg/dl)
Kadar biomarker
stres oksidatif
pada homogenat
organ jantung
tikus Sprague
Dawley dalam
satuan µmol/L
Spektro-
Fotometer
UV
Pembuatan
homogenat jantung
dengan kadar 50
mikroliter,
masukkan tiap
homogenat
sebanyak 50 l ke
dalam kuvet, lalu
ditambahkan
dengan larutan PBS
sebanyak 50 l, dan
diberi larutan H2O2
sebanyak 950 l.
Masukkan ke dalam
spektrofotometer
UV dengan panjang
gelombang 240 nm
dan hitung aktivitas
katalase pada menit
ke 0, 1, 2, dan 3.
Numerik
26
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah desain eksperimental
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-September 2018.
3.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di laboratorium Histologi untuk
pemeriksaan gambaran mikroskopik sel jantung, dan laboratorium Biokimia untuk
melakukan uji enzim katalase, di Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3. Sampel Penelitian dan Populasi
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah jaringan organ jantung
pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang telah dilakukan oleh
kelompok penelitian Muhammad Huda Ardo tahun 2017. Pada penelitian tersebut,
digunakan hewan uji coba y aitu tikus putih jantan galur Sprague dawley yang
telah diinduksi dengan pemberian ekstrak sarang burung walet putih (Collocalia
fuciphaga). Hewan uji diperoleh dari Animal Facility and Modelling Provider,
Institut Pertanian Bogor. Hewan uji merupakan tikus yang berusia 5-6 minggu,
kondisi sehat, berbobot 150-220 gram dan berjumlah total 15 ekor dengan diberi
lima perlakuan yang berbeda. Masing-masing perlakuan diberi pada tiga ekor
tikus putih jantan. Hewan uji dikelompokkan menjadi lima kelompok sebagai
berikut: (1) kelompok tikus normal dengan pemberian NaCMC 0,5% 10ml/kgBB
peroral selama tigapuluh hari, (2) kelompok tikus kontrol positif dengan
pemberian Vitamin E (1000 IU 4,08 mL/g) peroral selama tigapuluh hari dan
diinduksi H2O2 1% dengan dosis 1 mg/kgBB intramuskular pada hari ke 31 dan
32, (3) kelompok tikus perlakuan dengan pemberian ekstrak sarang burung walet
27
10 mg/kgBB peroral selama tiga puluh hari dan diinduksi H2O2 1% dengan dosis
1 mg/kgBB intramuskular pada hari ke 31 dan 32, (4) kelompok tikus perlakuan
dengan pemberian ekstrak sarang burung walet berdosis sedang diberikan ekstrak
sarang burung walet 20 mg/kgBB peroral selama tiga puluh hari dan diinduksi
H2O2 1% dengan dosis 1 mg/kgBB intramuskular pada hari ke 31 dan 32, dan (5)
kelompok tikus perlakuan dengan pemberian ekstrak sarang burung walet
berdosis tinggi diberikan ekstrak sarang burung walet 40 mg/kgBB peroral selama
tiga puluh hari dan diinduksi H2O2 1% dengan dosis 1 mg/kgBB intramuskular
pada hari ke 31 dan 32.
Jumlah sampel disesuaikan dengan menggunakan rumus MEAD, yaitu:
Keterangan:
E : Derajat kebebasan komponen kesalahan (10-20)
N : Jumlah sampel (dikurangi 1)
B : Blocking Component yang menggambarkan pengaruh
lingkungan yang diperbolehkan dalam penelitian (dikurangi
1)
T : Jumlah kelompok perlakuan (dikurangi 1)
10 = (N-1)-0-(5-1) 20 = (N-1)-0-(5-1)
N = 10+1+0+4 N = 20 +1+0+4
= 15 Sampel = 25 sampel
Berdasarkan hasil perhitungan sampel menggunakan rumus MEAD,
ditemukan jumlah total hewan uji yaitu antara 15-25 sampel. Dan pada penelitian
ini, dilakukan uji menggunakan hewan uji dengan total 15 ekor tikus, yang diberi
5 perlakuan berbeda pada masing-masing kelompok, dan tiap kelompok terdiri
dari tiga ekor tikus.
E = N-B-T
28
3.3.1. Kriteria Inklusi
1. Tikus putih jantan galur Sprague Dawley.
2. Berperilaku dan beraktivitas normal.
3. Kondisi sehat dan tidak terdapat kelainan anatomis dan fisiologis
sebelum perlakuan.
3.3.2. Kriteria Eksklusi
1. Hewan uji tampak sakit saat keberlangsungan penelitian.
2. Hewan uji mati saat penelitian berlangsung.
3.4. Variabel Penelitian
3.4.1. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pemberian ekstrak sarang burung
walet (Collocalia fuciphaga) yang diberi secara per oral.
3.4.2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah aktivitas enzim katalase pada
jantung tikus putih jantan galur Sprague Dawley.
3.5. Cara Kerja Penelitian
3.5.1. Alat dan Bahan Penelitian
3.5.1.1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini pada uji aktivitas katalase adalah
kuvet (30 buah), rak tabung, micropipet 100 mikroliter dan 1000 mikroliter, micro
tip, spektrofotometer UV, nanodrop, spatula, dan beaker glass. Pada penelitian ini
yang digunakan dalam pembuatan preparat histologi adalah botol kaca (1), beaker
glass 100 mL, timer, pinset, kaset, inkubator, pemanas, gelas ukur 100 mL,
staining jar, corong kaca, paraffin wax, sendok berlubang, dan pensil 2B.
3.5.1.2. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini pada uji katalase adalah
homogenat sebanyak 50 l, H202 950 l, dan larutan PBS 0,05 M pH 7 sebanyak
29
50 l. Bahan yang digunakan dalam pembuatan preparat histologi adalah jaringan
jantung dalam larutan fiksatif, alkohol (30%, 50%, 70%, 80%, 90%, 95%)
masing-masing dibuat tiga botol, alkohol absolut, alkohol toluol 1:1, kertas saring,
toluol murni, toluol paraffin, paraffin cair, aquadest, xylol, larutan PBS pH 7,4 ,
larutan formalin 37%, silet, kertas label, larutan hematoksilin, acid alcohol, dan
larutan eosin.
3.5.2. Pembuatan Ekstrak Sarang Burung Walet
Penelitian ini menggunakan ekstrak sarang burung walet putih (Collocalia
fuciphaga) yang diperoleh dari Painan, Sumatra Barat. Dilakukan uji determinasi
di Laboratorium Ornithologi, Pusat Penelitian Biologi bidang Zoologi LIPI
Cibinong, Bogor (Lampiran 1). Proses pembuatan ekstrak diawali dengan
pembersihan sarang burung walet dengan memisahkan bulu yang menempel pada
sarang dengan pinset, lalu dialiri dengan air mengalir selama 5 menit, dan
dikeringkan dalam suhu ruangan. Kemudian, sarang burung walet yang telah
kering dihaluskan dengan blender. Setelah itu, dilakukan penimbangan serbuk
sarang burung walet dengan hasil 511 gram. Setelah itu, serbuk sarang burung
walet dilarutkan ke dalam aquabidest sebanyak 15,5 L dan dipanaskan dalam suhu
60ºC selama tigapuluh menit, lalu dihomogenisasi dengan kecepatan 800 rpm
selama lima belas menit, dan dilanjutkan proses sonikasi selama tiga puluh menit.
Dilakukan penyaringan menggunakan dua lapis kain kasa yang bertujuan untuk
memisahkan ampas dan filtrat sarang burung walet. Filtrat yang didapat lalu
dipekatkan dengan metode freeze dry selama empat belas hari disimpan dalam
suhu -20ºC. Hasilnya didapatkan ekstrak sarang burung walet dengan berat
sebanyak 26,607 gram dengan regimen 5,199%. (Lampiran 2).
3.5.3. Proses Terminasi Tikus
Penelitian ini menggunakan hewan uji berupa tikus putih jantan galur
Sprague dawley, yang diberi perlakuan selama 32 hari. Pada hari ke-33, seluruh
tikus dilakukan terminasi dengan pembiusan eter secara inhalasi. Tikus
dimasukkan ke dalam wadah yang dilapisi kapas yang telah dibasahi oleh eter.
Tikus yang telah mati dilakukan nekropsi untuk diambil organnya. Organ jantung
dimasukkan ke dalam wadah, dan disimpan dalam suhu -80C.
30
3.5.4. Alur Penelitian Pengukuran Kadar Katalase
Siapkan organ jantung tikus yang akan dibuat menjadi homogenat, dan
tetap dibiarkan dalam suhu dingin dengan dimasukkan ke dalam cooler box. Lalu,
siapkan larutan buffer, timbangan analitik, kaca wadah, microtip, dan wadah
penampung homogenat (microtube).
3.5.4.1. Penimbangan Bobot Total Organ
Organ jantung tikus ditimbang menggunakan timbangan analitik, dan
dicatat masing-masing sampel berurutan dengan kode perlakuan.
3.5.4.2. Pengambilan Jaringan
Organ jantung tikus yang telah ditimbang dan dicatat, dipotong
menggunakan pisau cutter hingga berbobot 50 miligram tiap sampel, lalu
dimasukan kedalam microtube yang sesuai dengan kode sampel masing-masing
tikus.
3.5.4.3. Pembuatan Homogenat Jaringan
Masukkan organ yang telah dipotong berukuran 0,05 gram ke dalam
microtube, lalu beri larutan PBS pH 7,4 sebanyak 1000 mikroliter menggunakan
micropipet, dan homogenisasi dengan menghancurkan menggunakan spatula.
Simpan wadah di tempat yang dingin yang bersuhu -70C. Langkah berikutnya
dilakukan pengukuran aktivitas Katalase (CAT).
3.5.4.4. Pengukuran Kadar Protein
Pengukuran kadar protein menggunakan nanodrop di laboratorium Biologi
FK UIN, dan dimulai dengan persiapan alat yaitu nanodrop, micropipette,
microtube, microtip. Dan siapkan bahannya yaitu alcohol swab, tissue,
akuabidest, larutan PBS pH 7, dan sampel homogenat. Pengukuran dimulai
dengan menyalakan nanospektrofotometer, lalu memilih software uji protein.
Kemudian bersihkan nanodrop dengan aquabidest dan tutup dengan tissue. Pada
nanodrop, klik blank, lalu tambahkan sampel yang akan diuji pada nanodrop
sebanyak 1 L menggunakan mikropipet. Lalu klik measure pada nanodrop,
dengan panjang gelombang 280 nm, dan catat berapa jumlah protein pada masing-
31
masing organ sesuai dengan kode sampel. Setelah selesai digunakan, bersihkan
kembali nanodrop menggunakan aquabidest dan tutup software, dan matikan alat
nanodrop. (Lampiran 4).
3.5.4.5. Pengukuran Aktivitas Katalase (CAT)
Pengukuran kadar katalase dimulai dengan mencairkan homogenat organ
jantung tikus yang telah dibuat, dengan tetap didiamkan dalam suhu dingin di
dalam cooler box. Lalu, dengan menggunakan mikropipet, masukkan tiap
homogenat sebanyak 50 l ke dalam kuvet, lalu ditambahkan dengan larutan PBS
sebanyak 50 l, dan diberi larutan H2O2 sebanyak 950 l. Masukkan ke dalam
spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 240 nm dan hitung aktivitas
katalase pada menit ke 0, 1, 2, dan 3. (Lampiran 5).
3.5.4.6. Analisis Data
Data pengukuran katalase yang telah tercatat dilakukan uji kemaknaannya
dengan menggunakan program statistik SPSS versi 23. Pengujian dimulai dengan
uji normalitas Shapiro-Wilk, diikuti uji homogenitas Levene. Jika data terdistribusi
normal dan data memiliki varians yang sama, maka dapat dilakukan uji one way
ANOVA. Jika data tidak terdistribusi normal dan varians tidak sama, maka
dilakukan uji transformasi data. Jika pada uji normalitas dan homogenitas data
tidak terdistribusi normal dan varians data tidak sama, maka dilakukan uji
Kruskal-Wallis. Lalu, dilakukan pengukuran untuk membandingkan kemaknaan
antar kelompok menggunakan uji Mann-Whitney.
3.5.5. Alur Pembuatan Preparat Histologi Jaringan Jantung
3.5.5.1. Fiksasi Jaringan
Tujuan dari fiksasi adalah untuk mempertahankan struktur dari jaringan
agar tidak rusak. Fiksasi dapat dilakukan dengan cara yaitu menggunakan bahan
kimia dan dengan menggunakan suhu. Pada penelitian ini, metode yang
digunakan adalah dengan menggunakan bahan kimia yaitu formalin 10%.
Lakukan pemotongan organ menggunakan pisau cutter, lalu masukkan potongan
organ yang telah dibuat ke dalam cairan formalin 10%, dan diberi tambahan
32
larutan Phosphate-Buffered-Saline (PBS) dengan pH 7,4 sebagai penyangga agar
mempertahankan integritas sel yang terdapat di dalam jaringan. Jaringan harus
terlarut di dalam botol dengan perbandingan 1:20. Beri nama pada botol yang
telah berisi organ dan larutan sesuai kode masing-masing tikus. Simpan jaringan
di dalam suhu ruangan minimal dua jam.
3.5.5.2. Dehidrasi
Proses dehidrasi dilakukan menggunakan alkohol yang memiliki
konsentrasi yang bervariasi, yaitu 30%, 50%, 70%, 80%, 90%, 95%, dan alkohol
absolut. Lalu dilakukan penempatan dari setiap alkohol yang telah memiliki
konsentrasi berbeda-beda ke dalam botol kaca. (Lampiran 7). Tiap larutan yang
telah dibuat dengan varian konsentrasi dimasukkan ke tiga buah botol, dan diberi
label I, II, dan III untuk mengurutkan proses dehidrasi. Tahap dehidrasi dimulai
dari memasukkan potongan organ jantung ke dalam larutan dengan konsentrasi
alkohol paling rendah hingga ke yang tinggi, diikuti dengan alkohol absolut.
Mulai dari memasukkan ke dalam botol I alkohol 30%, lalu setelah 20 menit
pindahkan potongan organ ke dalam botol II alkohol 30%, dan setelah 20 menit
masukkan potongan dari botol II ke dalam botol III alkohol 30%. Dan setelah
selesai di konsentrasi 30%, masukkan potongan organ jantung ke dalam larutan
alkohol botol I 50% dan lakukan perendaman seperti sebelumnya secara
berurutan. Lakukan perendaman berurutan dari larutan alkohol 30%, 50%, 70%,
80%, 90%, 95%, dan alkohol absolut.
3.5.5.3. Clearing
Proses clearing dilakukan dengan tujuan memisahkan alkohol dari
jaringan. Proses ini dilakukan dengan memasukkan jaringan yang telah di
dehidrasi ke dalam campuran larutan alkohol 25 ml dan toluol 25 ml selama 25
menit dengan perbandingan 1:1. Setelah itu ambil jaringan dan keringkan dengan
kertas saring, lalu diikuti dengan memasukkan ke dalam toluol murni 100 ml
selama 60 menit atau hingga jaringan menjadi bening.
3.5.5.4. Embedding
Proses embedding dilakukan dengan tujuan untuk mengeluarkan cairan
dari proses clearing. Tahapannya yaitu mengambil jaringan yang telah diproses di
clearing, lalu masukkan ke dalam larutan campuran toluol-paraffin sebanyak 50
33
ml dan rendam organ dalam larutan tersebut di suhu ruangan, diamkan dalam 24
jam. Lalu, siapkan paraffin cair yang telah dipanaskan dalam suhu 60 derajat, bagi
dalam paraffin I, II, III, dan IV. Pindahkan jaringan yang telah direndam ke dalam
paraffin cair I selama 15 menit. Lakukan pengulangan pada paraffin II, III, dan
IV.
3.5.5.5. Blocking
Proses blocking bertujuan untuk membuat blok jaringan dalam tissue
casset, agar jaringan dapat dipotong dengan mikrotom. Ambil cairan parafin yang
telah dibuat, lalu tuangkan ke dalam cetakan blok tissue casset yang dibawahnya
dilapisi oleh kertas tebal yang berukuran sama dengan tiap tissue casset.
Masukkan potongan organ yang telah di embedding ke dalam cetakan secara
perlahan, lalu tuangkan parafin hingga organ terendam di dalam cetakan. Tulis
masing-masing dengan kode tiap tikus. Biarkan cetakan membeku di suhu
ruangan, lalu lepas blok paraffin dari cetakan dan simpan blok dalam suhu dingin
(4C).
3.5.5.6. Pemotongan Blok Jaringan
Pemotongan jaringan dilakukan menggunakan mikrotom. Blok paraffin
dipotong menggunakan mikrotom dengan ketebalan 6 m. Lalu masukkan
potongan yang mengandung jaringan ke dalam waterbath yang bersuhu 46C
secara hati-hati. Siapkan kaca objek, oleskan dengan albumin dan gliserin sebagai
bahan perekat. Tempatkan potongan jaringan dari waterbath ke atas kaca objek
dan letakkan di atlas slide dryer bersuhu 60C hingga preparat siap untuk
diwarnai.
3.5.5.7. Pewarnaan dengan Hematoksilin-Eosin
Pewarnaan jaringan dilakukan untuk memberi warna pada irisan jaringan.
Bahan yang digunakan adalah larutan hematoksilin dan larutan eosin. Larutan
Hematoksilin dibuat dengan penimbangan 1 gram serbuk hematoksilin, potassium
aluminium sulfat 50 gram, dan sodium iodate (NaIO3) 0,2 gram dilarutkan dalam
satu liter akuades dengan magnetic stirrer dan diaduk. Diamkan satu malam di
suhu ruangan. Lalu, tambahkan asam sitrat 50 gram dan chloral hydrate 50 gram,
dan panaskan larutan diiringi diaduk selama lima menit, lalu dinginkan dan
saring. Larutan Eosin dibuat dengan penimbangan serbuk eosin sebanyak 7,5
34
gram, erythrosin 7,5 gram, dan calcium klorida 2,5 gram. Lalu, larutkan dalam
aquades satu liter dan disaring. Lalu buatlah xylol, alkohol konsentrasi 50%, 70%,
80%, 90%, 95%, alkohol absolut, alkohol asam, hematoksilin, eosin, dan akuades
dan semua larutan dimasukkan ke dalam staning jar. Lalu masukkan dan rendam
kaca preparat yang berisi jaringan dengan urutan sebagai berikut:
Tabel 3.5.5.7 Proses Pewarnaan Preparat
Xylol 1 10 menit
Xylol 2 10 menit
Alkohol absolut 5 menit
Alkohol absolut 5 menit
Alkohol 95% 1 menit
Alkohol 90% 1 menit
Alkohol 80% 1 menit
Alkohol 70% 1 menit
Akuades 4 menit
Larutan hematoksilin 75 ml 3-5 menit
Akuades 1 menit
Akuades 1 menit
Akuades 1 menit
Alcohol acid 30 detik
Air mengalir 3-5 menit
Akuades 1 menit
Eosin 1-2 menit
Akuades 1 menit
Akuades 1 menit
Akuades 1 menit
Alkohol 50% 1 menit
Alkohol 70% 1 menit
Alkohol 80% 1 menit
Alkohol 90% 1 menit
Alkohol 95% 1 menit
Alkohol absolut 1 menit
Xylol 3 menit
Xylol 3 menit
Xylol 3 menit
Kaca preparat diangkat dalam keadaan basah. Lalu, beri satu tetes canada balsam
dan tutup setiap preparat dengan coverglass. Lihat hasil pewarnaan jaringan
menggunakan mikroskop. (Lampiran 6).
35
3.5.5.8. Foto Preparat Jaringan
Foto jaringan menggunakan mikroskop kamera Olympus yang terdapat di
laboratorium histologi Fakultas Kedokteran UIN. Langkah -langkah melakukan
foto jaringan yaitu menyalakan stabilizer dan komputer, lalu masukkan flash disk
program mikroskop. Ketika komputer menyala, klik program berjudul ―DP2-
BSW‖ di desktop. Menyalakan mikroskop dan letakkan preparat yang akan di
foto. Pada komputer, buatlah halaman baru, dan klik “Live”. Sesuaikan tuas di
lensa okuler untuk memunculkan tampilan gambar yaitu: gambar tampak di lensa
okuler mikroskop, gambar tampak di layar monitor komputer, dan gambar tampak
di lensa okuler mikroskop dan layar monitor komputer. Jika ingin menampilkan
gambar di lensa okuler mikroskop dan layar komputer, sesuaikan lensa objektif
dan tayangan monitor dengan klik ikon di bagian atas yaitu: Lensa objektif cincin
merah:PLN 4x/0,1; lensa objektif cincin kuning: PLN 10x/0,25; lensa objektif
cincin hijau: PLN 20x/0,4; lensa objektif cincin biru: PLN 40x/0,65, lensa objektif
cincin putih: PLN100x/1,25. Tentukan objek yang akan difoto, lalu klik “Snap”
untuk mengambil gambar, dan simpan file dalam bentuk JPEG dan masukkan ke
dalam folder. Jika telah selesai, cabut flash disk, dan matikan komputer,
mikroskop, dan stabilizer.
36
3.6. Alur Penelitian
15 ekor tikus putih jantan galur Sprague
Dawley (terdapat 5 kelompok, masing-
masing kelompok terdiri dari 3 ekor tikus.
Kelompok
normal
Kelompok
kontrol
positif
Kelompok
perlakuan
dosis rendah
Kelompok
perlakuan
dosis sedang
Kelompok
perlakuan
dosis tinggi
Diberi
NaCMC
0,5% 10
ml/kgBB
p.o. selama
32 hari
Diberi
Vitamin E
(1000 IU 4,08
ml/g) p.o.
selama 30
hari
Diberi ekstrak
sarang burung
walet 10
mg/kgBB p.o.
selama 30
hari
Diberi ekstrak
sarang burung
walet 20
mg/kgBB p.o.
selama 30
hari
Diberi ekstrak
sarang burung
walet 40
mg/kgBB p.o.
selama 30 hari
Nekropsi
Pembuatan homogenat jaringan organ jantung tikus
Pengukuran Aktivitas Katalase (CAT)
Pada hari ke 31 dan 32 diberi H2O2 1% 1,0 mg/kgBB
37
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil dan Pembahasan
Hasil pengukuran aktivitas katalase pada jantung tikus putih jantan galur
Sprague dawley dilakukan pada lima kelompok tikus, yaitu kelompok kontrol
normal, kontrol positif, perlakuan satu yaitu pemberian ekstrak sarang burung
walet dosis 10 mg/kgBB (dosis rendah), perlakuan dua yaitu pemberian ekstrak
sarang burung walet dosis 20 mg/kgBB (dosis sedang), dan perlakuan tiga yaitu
pemberian ekstrak sarang burung walet dosis 40 mg/kgBB, dan dapat dilihat pada
gambar grafik 4.1.
Gambar 4.1. Grafik Rata-Rata Aktivitas Katalase (Kruskal-Wallis, P>0,05).
Grafik 4.1. menunjukkan bahwa aktivitas katalase terendah yaitu pada
kelompok perlakuan yang diberi ekstrak sarang burung walet dosis tertinggi yaitu
40 mg/kgBB, aktivitas katalase tertinggi yaitu pada kelompok perlakuan yang
diberi ekstrak sarang burung walet dosis terendah, yaitu 10 mg/kgBB, diikuti
ekstrak sarang burung walet dosis sedang (20 mg/kgBB). Berdasarkan hasil dari
1,29
1,11
1,32 1,21
0,83
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
NORMAL POSITIF Dosis 10
mg/kgBB
Dosis 20
mg/kgBB
Dosis 40
mg/kgBB
Akti
vit
as K
atal
ase
(mU
/mgP
rote
in/m
gJa
ntu
ng)
Kelompok Perlakuan
38
penelitian ini, didapatkan bahwa aktivitas antioksidan endogen katalase tertinggi
terdapat pada pemberian ekstrak sarang burung walet dosis rendah 10 mg/kgBB,
sedangkan aktivitas antioksidan endogen katalase terendah terdapat pada
pemberian ekstrak sarang burung walet dosis tinggi 40 mg/kgBB dibandingkan
kontrol positif.
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian Muhammad
Huda Ardo mahasiswa program studi Farmasi FIK UIN Syarif Hidayatullah
angkatan 2011, dan pada penelitian tersebut dilakukan beberapa uji kualitatif
ekstrak sarang burung walet yang digunakan yaitu uji reaksi Biuret, reaksi Molish,
dan reaksi Xantoprotein. Pada ketiga uji kualitatif tersebut dinyatakan bahwa
hasilnya positif, dan dari tiap reaksi tersebut sarang burung walet mengandung
protein, karbohidrat, dan asam amino. Dan berdasarkan penelitian dari Abdul
Salam (2012) dinyatakan bahwa sarang burung walet mengandung makronutrien
dan mikronutrien yang penting bagi tubuh yaitu karbohidrat, asam amino,
glikoprotein, vitamin A, vitamin C, mineral yaitu kalsium, natrium, magnesium,
kalium, zat besi, dan selenium yang berperan sebagai antioksidan dan berfungsi
dalam menangkal radikal bebas.2
Antioksidan merupakan substansi yang menghambat kerusakan oksidatif
karena menghambat aktivitas radikal bebas. Antioksidan berperan sebagai
scavenger radikal, donor hidrogen, inhibitor enzim, dan pengurai peroksida.
Klasifikasi antioksidan terdiri dari tiga jenis, yaitu berdasarkan enzim, sumbernya,
dan tindakannya. Antioksidan berdasarkan enzim yaitu enzimatik dan non
enzimatik, dan keduanya terdapat di intrasel maupun ekstrasel. Antioksidan
enzimatik terdiri dari superoksida dismutase (SODs), katalase, dan sistem
glutathion. Sedangkan antioksidan non enzimatik terdiri dari asam askorbat,
glutathion, melatonin, vitamin E, dan asam urat. Antioksidan berdasarkan
sumbernya yaitu terdiri dari eksogen dan endogen. Antioksidan eksogen yaitu
asam askorbat, vitamin E, beta karoten, lycopene, lutein, zinc, dan selenium. Dan
antioksidan endogen yaitu superoksida dismutase, katalase, glutathion peroksida,
glutathion reduktase, glukosa-6-fosfat dehidrogenase, vitamin A, asam urat,
glutathion, dan koenzim. Pada antioksidan berdasarkan tindakannya, terbagi
menjadi antioksidan preventif yang bertujuan mengurangi laju inisiasi reaksi
39
berantai yang terdiri dari katalase, glutathion peroksidase, dan selenium, dan
antioksidan pemutus rantai yang bertindak dalam mengganggu propagasi reaksi
berantai yang terdiri dari superoksida dismutase, asam urat, dan vitamin E.
Berdasarkan penelitian dari Marcone (2005), disebutkan bahwa sarang burung
walet memiliki kandungan utama yaitu lipid 0.14-1.28%; karbohidrat 25.62-
27.76%; protein 62-63%, asam amino yaitu serine, threonine, asam aspartat, asam
glutamat, prolin, dan valin; vitamin E, vitamin C, vitamin A; dan beberapa
mineral yaitu kalsium, sodium, dan potassium.2 Berdasarkan penelitian
sebelumnya, dikatakan bahwa terdapat peningkatan aktivitas enzim katalase pada
pemberian ekstrak sarang burung walet pada dosis sedang, yaitu 20 mg/kgBB dan
induksi H2O2 secara i.m ditunjukkan bahwa terdapat peningkatan aktivitas
katalase tertinggi dibandingkan dengan kelompok negatif (kelompok dengan
perlakuan pemberian vitamin E dan H2O2). Peningkatan aktivitas enzim katalase
yang berperan sebagai antioksidan enzimatik endogen dapat menghambat
pembentukan radikal bebas, sehingga mencegah terjadinya stres oksidatif.46,49,51
Radikal bebas merupakan hasil produk dari metabolismee seluler normal
dan hasil reaksi abnormal yang distimulasi oleh penyakit, metabolisme, dan
induksi dari xenobiotic.8 Radikal bebas berbentuk senyawa yang tidak memiliki
elektron berpasangan, bersifat tidak stabil, dan sangat reaktif. Salah satu radikal
bebas yang sangat reaktif dan merusak adalah ROS, terutama superoksida, O2-,
hidroksil, OH, dan perihidroksil.46
Dan pada penelitian ini digunakan H2O2 1%
sebagai senyawa oksigen reaktif non radikal, dan diinduksikan secara i.m pada
tikus di hari ke-31 dan hari ke-32. Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan
senyawa non radikal, reaktif, dan dapat memicu terjadinya stres oksidatif jika
tidak dikatalisir oleh enzim katalase dan GSH-Px. H2O2 jika dipecah akan menjadi
air dan oksigen.46
Jika H2O2 tidak dikatalisir, maka akan timbul mekanisme
peroksidasi lipid, yang merupakan proses yang melibatkan sumber radikal bebas
sekunder, bereaksi dengan molekul lain, sehingga menimbulkan lesi biokimia.
Proses peroksidasi lipid dapat terjadi di membran sel, pada asam lemak jenuh
rantai ganda, dan salah satunya terdapat di organ jantung. 46,51
Pro-oksidan merupakan reaksi dan senyawa kimia yang berpotensial
menimbulkan spesies oksigen yang beracun, dan bekerja berlawanan dengan
40
antioksidan. Normalnya, jumlah antioksidan dan pro-oksidan seimbang. Namun
ketika terjadi ketidakseimbangan, antioksidan juga dapat berubah menjadi pro-
oksidan, yaitu pada askorbat yang bereaksi dengan superoksida dan hidroksil yang
menghasilkan monodehidroaskorbat dan hidrogen peroksida, askorbat bereaksi
dengan oksigen yang menjadi sumber radikal superoksida, dan askorbat bereaksi
dengan ion Cu2+
menjadi radikal hidroksil.46
Jika ketidakseimbangan ini tetap
berlangsung, maka akan memicu terjadinya stres oksidatif dan kerusakan sel.46
Enzim katalase (CAT) merupakan antioksidan endogen, enzimatik, dan
preventif. Enzim katalase bekerja dengan mengkatalisir H202 menjadi H2O dan O2.
Enzim ini dapat mengoksidasi 1 molekul hidrogen peroksida menjadi oksigen,
dan enzim ini akan mereduksi molekul hidrogen peroksida kedua menjadi air
secara simultan. Terdapat dua mekanisme enzim katalase sebagai antioksidan,
yaitu secara katalitik dan perosidatik. Secara katalitik, enzim katalase akan
menggunakan molekul hidrogen peroksida (H2O2) sebagai substrat atau donor
elektron, dan molekul H2O2 yang lain sebagai oksidan atau akseptor elektron.52
Dan hal ini menunjukkan bahwa H2O2 merupakan substrat dari enzim katalase.
Secara peroksidatik, terjadi jika terdapat penggunaan 1 molekul H2O2 sebagai
akseptor elektron dan senyawa lain sebagai donor elektron. Senyawa yang dapat
menjadi donor elektron yaitu methanol, etanol, asam formiat, dan ion nitrit.52
Dari
hasil penelitian Hu Q (2016), pemberian ekstrak sarang burung walet (Collocalia
fuciphaga) pada Drosophila melanogaster dapat meningkatkan aktivitas enzim
katalase secara signifikan.53
Pada penelitian ini, aktivitas katalase pada jantung tikus menurun secara
signifikan pada kelompok perlakuan pemberian ekstrak sarang burung walet dosis
rendah (10 mg/kgBB), dosis sedang (20 mg/kgBB), dan dosis tinggi (40
mg/kgBB). Hal ini terjadi karena pada pemberian ekstrak sarang burung walet
dosis rendah, masih terdapat keseimbangan antara kandungan antioksidan sarang
burung walet (vitamin C, vitamin A, vitamin E, asam amino) dengan pro-oksidan
yang terkandung di dalamnya, sehingga kadar pro-oksidan dapat dikurangi dengan
biomarker yaitu meningkatnya aktivitas enzim katalase pada pemberian ekstrak
sarang burung walet dosis rendah, karena diubahnya hidrogen peroksida menjadi
air dan oksigen. Pada kelompok perlakuan berdosis sedang dan tinggi, terlihat
41
terdapat penurunan aktivitas enzim katalase yang disebabkan adanya perubahan
antioksidan menjadi pro-oksidan dengan beberapa mekanisme, yaitu antioksidan
askorbat yang bereaksi dengan superoksida dan hidroksil menjadi
monodehidroaskorbat dan hidrogen peroksida, askorbat yang bereaksi dengan
oksigen menjadi radikal superoksida, dan askorbat yang bereaksi dengan ion Cu2+
menjadi radikal hidroksil, sehingga dengan kadar pro-oksidan yang lebih tinggi
dari antioksidan, menyebabkan terjadi penurunan pada aktivitas enzim katalase.
Pada kelompok perlakuan kontrol positif (pemberian H2O2 dan vitamin E),
terlihat bahwa kadar CAT lebih rendah daripada pemberian dosis rendah (10
mg/kgBB) dan sedang (20 mg/kgBB), dan lebih tinggi daripada pemberian dosis
tinggi. Hal ini disebabkan karena asam askorbat mereduksi radikal vitamin E,
sehingga menjadi vitamin E, dan asam askorbat yang tertinggal akan berikatan
dengan besi bebas dan memicu reaksi Fenton, yang menimbulkan senyawa
radikal. Kombinasi antara vitamin C dan vitamin E ekstrak sarang burung walet
dosis tinggi dapat memicu penurunan aktivitas katalase, dan kombinasi vitamin C
dan vitamin E pada ekstrak sarang burung walet dosis rendah tidak menimbulkan
penurunan aktivitas katalase karena dalam kadar optimal dan seimbang, sehingga
tidak memicu penambahan oksidan.
Vitamin C atau asam askorbat memiliki mekanisme sebagai antioksidan
maupun pro-oksidan. Sifat pro-oksidan pada askorbat akan timbul jika kadarnya
dalam dosis tinggi, dimana askorbat yang berlebih akan bereaksi dengan besi
bebas dan terjadi reaksi Fenton, sehingga timbul senyawa radikal. Senyawa
radikal bebas ini akan memicu terjadinya stres oksidatif dan merusak struktur
molekular sel, salah satunya adalah enzim, sehingga enzim tersebut akan rusak
dan terjadi penurunan aktivitas kerjanya.54
Pemberian ekstrak sarang burung walet dosis rendah (10 mg/kgBB) dan
dosis sedang (20 mg/kgBB) memberikan hasil aktivitas enzim katalase yang lebih
tinggi daripada kontrol positif disebabkan pada kontrol positif, tikus diberikan
induksi vitamin E selama 30 hari, diikuti pemberian radikal bebas eksogen berupa
hidrogen peroksida pada hari ke-31 dan 32. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Jackie Kang (2015), disebutkan bahwa vitamin C adalah antioksidan kuat,
karena pada strukturnya memiliki empat gugus hidroksil. Vitamin E merupakan
42
antioksidan yang memiliki satu gugus hidroksil, dan vitamin A tidak memiliki
gugus hidroksil, sehingga diantara ketiganya, aktivitas antioksidan vitamin C
adalah yang terkuat.57
Sehingga, dapat dikatakan bahwa hasil pengukuran
aktivitas katalase lebih rendah pada kontrol positif dibandingkan dengan
pemberian dosis rendah karena antioksidan vitamin E yang telah diinduksikan
pada tikus tidak mampu menangkal radikal bebas hidrogen peroksida, karena
aktivitasnya yang lebih rendah daripada vitamin C. Pada pemberian dosis ringan
dan sedang yang diberikan ekstrak sarang burung walet (Collocalia fuciphaga),
terdapat kandungan vitamin C yang dapat menangkal radikal bebas karena
aktivitas antioksidannya sangat kuat dibandingkan vitamin E.57
Pada pemberian ekstrak sarang burung walet (Collocalia fuciphaga) dosis
tinggi (40 mg/kgBB), ditemukan hasil aktivitas katalase yang lebih rendah
daripada kontrol positif disebabkan kandungan vitamin C yang terlalu tinggi pada
dosis tinggi. Menurut Carocho (2013), asam askorbat dapat beraktivitas menjadi
antioksidan maupun pro-oksidan, jika kadar asam askorbat terlalu tinggi, maka
akan memicu pembentukan pro-oksidan sehingga akan terjadi ketidakseimbangan
jumlah antioksidan dan pro-oksidan, sehingga pada penelitian terlihat bahwa pada
pemberian ekstrak sarang burung walet dosis tinggi, terdapat penurunan aktivitas
antioksidan enzim katalase disebabkan peningkatan pro-oksidan vitamin C.46,55,40
Pada tikus normal, hasil uji aktivitas katalase terlihat lebih rendah jika
dibandingkan dengan pemberian ekstrak sarang burung walet dosis rendah. Hal
ini disebabkan pada perlakuan normal, tikus tidak diberikan antioksidan
melainkan diberi NaCMC. NaCMC adalah turunan dari selulosa, mudah larut
dalam air panas dan dingin, dan aktif dalam pH 1-5.58
NaCMC tidak beraksi
sebagai antioksidan, sehingga tidak dapat menangkal radikal bebas yang
diinduksikan, sehingga aktivitas katalase pada dosis rendah lebih tinggi daripada
perlakuan normal karena adanya antioksidan yang terkandung dalam ekstrak
sarang burung walet dosis rendah (Collocalia fuciphaga) sehingga mampu
menangkal radikal bebas yang diinduksikan.
Pengamatan preparat histologi jantung secara kualitatif telah dibuat oleh
peneliti dan anggota kelompok riset sarang burung walet dan hasilnya
dihubungkan dengan efek pemberian ekstrak sarang burung walet terhadap
43
aktivitas katalase jantung. Berikut gambaran preparat histologi jantung pada
Gambar 4.2 dan 4.3.
Gambar 4.2. Kardiomiosit pada perbesaran 40x (A) kelompok pemberian dosis
10 mg/kgBB. Tanda panah (a) inti sel normal ditengah.
Gambar 4.3. Kardiomiosit pada perbesaran 40x. (B) Kelompok pemberian dosis
40 mg/kgBB. Tanda panah (b) inti sel normal ditengah.
Preparat histologi jaringan jantung yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan hasil bersama tim riset sarang burung walet. Pada penelitian ini,
preparat yang dapat diamati sebagai perwakilan dari semua kelompok perlakuan
adalah preparat kelompok pemberian dosis sarang burung walet dosis rendah (10
mg/kgBB) dan kelompok pemberian dosis sarang burung walet dosis tinggi (40
b
B
a
A
a
44
mg/kgBB). Preparat histologi dalam proses pembuatannya mengalami kerusakan,
dikarenakan saat proses fiksasi, jaringan tidak langsung ditempatkan dalam
larutan formalin. Lalu, pada proses embedding, paraffin yang digunakan tidak
masuk ke dalam jaringan secara keseluruhan, sehingga pada proses pemotongan
sulit untuk dilakukan. Pada proses pewarnaan jaringan, terjadi proses oksidasi
sehingga gambaran histologi jaringan jantung dibawah mikroskop tidak dapat
diamati.
Hasil pengamatan preparat jaringan jantung pada kelompok pemberian
dosis rendah (10 mg/kgBB) dan dosis tinggi (40 mg/kgBB) tidak dapat dijadikan
sebagai parameter, tetapi hanya sebagai data penunjang untuk hasil pengukuran
aktivitas katalase. Pada preparat histologi jaringan jantung ditunjukkan bahwa
tidak terlihat kerusakan yang terjadi. Gambaran histologis sel jantung dapat dinilai
dari inti sel dan sitoplasma. Inti sel mengandung asam deoksiribonukleat (DNA)
dan asam ribonukleat (RNA). Inti sel dibatasi oleh dua membran lipid, dan terdiri
dari kromatin, nukleolus, dan nukleoplasma. Pada preparat tidak ditemukan
adanya kerusakan pada inti sel jantung. Sitoplasma merupakan bagian dari
protoplasma, yang mengisi ruang antara membran plasma dan selaput inti.
Sitoplasma mengandung air, unsur kimia organik dan anorganik. Sitoplasma
dikatakan normal jika keadaannya tidak membengkak. Pada preparat jaringan
jantung perlakuan dosis rendah (10 mg/kgBB) dan dosis tinggi (40 mg/kgBB),
menunjukkan bahwa kondisi inti sel dan sitoplasma normal.33
Uji statistik pada penelitian ini menggunakan aplikasi SPSS versi 23. Uji
statistic dimulai dari uji normalitas Shapiro wilk, karna jumlah sampel yang
digunakan kecil. Pada uji normalitas Shapiro wilk, ditunjukkan nilai signifikansi <
0,05 yang interpretasinya bahwa distribusi data tidak normal. Lalu, dilakukan
transformasi data menggunakan log yang bertujuan untuk menormalkan distribusi
data, dan didapatkan data bahwa distribusi tidak normal. Kemudian, dilakukan uji
homogenitas, dengan nilai signifikansi uji homogenitas yaitu 0,499 (p≥ 0,05) yang
menunjukkan bahwa data tersebut memiliki varian yang sama. Lalu, dilakukan uji
Kruskal-Wallis karena varian data sama, tetapi distribusi data tidak normal. Dan
didapatkan hasil 0,127 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan bermakna pada kadar katalase dosis rendah dengan kelompok normal,
45
kelompok dosis rendah dengan kelompok positif, kelompok dosis rendah dengan
kelompok dosis sedang, dan kelompok dosis rendah dengan kelompok dosis
tinggi. Selanjutnya, dilakukan uji kemaknaan antarkelompok menggunakan uji
Mann-Whitney, dan diperoleh hasil perbandingan kelompok normal dan kontrol
positif yaitu 0,275 (p>0,05), kelompok normal dan pemberian dosis rendah 10
mg/kgBB yaitu 0,827 (p>0,05), kelompok normal dan pemberian dosis sedang 20
mg/kgBB yaitu 0,513 (p>0,05), kelompok normal dengan pemberian dosis tinggi
40 mg/kgBB yaitu 0,050 (p>0,05), kelompok kontrol positif dengan pemberian
dosis rendah 10 mg/kgBB yaitu 0,513 (p>0,05), kelompok kontrol positif dengan
pemberian dosis sedang 20 mg/kgBB yaitu 0,513 (p>0,05), kelompok kontrol
positif dengan pemberian dosis tinggi 40 mg/kgBB yaitu 0,127 (p>0,05),
kelompok pemberian dosis rendah 10 mg/kgBB dengan pemberian dosis sedang
20 mg/kgBB yaitu 0,513 (p>0,05), kelompok pemberian dosis rendah 10
mg/kgBB dengan pemberian dosis tinggi 40 mg/kgBB yaitu 0,050 (p>0,05), dan
kelompok pemberian dosis sedang 20 mg/kgBB dengan pemberian dosis tinggi 40
mg/kgBB yaitu 0,050 (p>0,05), yang berarti bahwa pada perbandingan
antarkelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan bermakna antar kelompok.56
(Lampiran 8).
46
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini, menunjukkan bahwa pemberian ekstrak sarang
burung walet (Collocalia fuciphaga) pada dosis rendah yaitu 10 mg/kgBB dapat
meningkatkan aktivitas katalase pada jantung tikus Sprague dawley.
5.2. Saran
Penelitian ini perlu ditambahkan kelompok kontrol negatif untuk
membandingkan dengan kelompok perlakuan yang normal, kontrol positif ,
perlakuan pemberian ekstrak sarang burung walet dosis rendah (10mg/kgBB),
perlakuan pemberian ekstrak sarang burung walet dosis sedang (20mg/kgBB), dan
perlakuan pemberian ekstrak sarang burung walet dosis tinggi (40mg/kgBB), dan
perlu ditambahkan jumlah sampel secara duplo agar memastikan hasil pengukuran
aktivitas katalase yang lebih akurat.
47
DAFTAR PUSTAKA
1. Nugroho HK, Budiman A. Panduan Lengkap Walet. Jakarta: Penebar
Swadaya; 2009. 7-36p.
2. Babji AS, Nurfatin MH, Etty SIK, Masitah, M. Secrets of Edible Bird Nest.
Utar Agriculture Science Journal. 2015 Jan; 1: 32-33.
3. Elfita L. Analisis Profil Protein dan Asam Amino Sarang Burung Walet
(Collocalia fuciphaga) Asal Painan. Jurnal Sains Farmasi&Klinis. 2014
Nov; 1(1): 28.
4. Hamzah Z, Ibrahim NH, Sarojini J, Hussin. Nutritional Properties of
Edible Bird Nest. Journal of Asian Scientific Research. 2013
5. Tai SK, Koh RY, Ng KY, Chye SM. A Mini Review on Medicinal Effects of Edible Bird’s Nest. Letters in Health and Biological Sciences. 2017.
6. Effendy, M. Edible Bird Nest As Multipotential Agent. Medical Journal of
Lampung University vol 4 no 5. 2015.
7. Saengkrajang W. Nutritional Composition of the Farmed Edible Bird’s
Nest (Collocalia fuciphaga) in Thailand. Journal of Food Composition and
Analysis Volume 31 issue 1. 2013; 41-45.
8. Kehrer JP, Robertson JD, Smith CV. Free Radicals and Reactive Oxygen
Species. ELSEVIER. 2010.Cheeseman KH, Slater TF. An Introduction to Free
Radicals Chemistry. Br Med Bull. 1993;49:481-93.
9. Yuslianti ER. Pengantar Radikal Bebas dan Antioksidan. Yogyakarta:
Deepublish; 2018.
10. Uttara B, Singh A, Zamboni P, Mahajan R. Oxidative Stres and
Neurodegenerative Diseases: A Review of Upstream and Downstream
Antioxidant Therapeutic Options. Current Neuropharmacology. 2009;
7(1), 65–74.
11. Bagchi K, Puri S. Free radicals and antioxidants in health and disease. East
Mediterranean Health Jr 1998;4:350-60.
12. Rock CL, Jacob RA, Bowen PE. Update on the Biological Characteristics
of the Antioxidant Micronutrients. Journal of the American Dietetic
Association. 1996; 96(7), 693–702.
13. McCord JM. The evolution of free radicals and oxidative stres. The
American Journal of Medicine. 2000; 108(8), 652–659
14. Chelikani P, Fita I, Loewen PC. Diversity of structures and properties
among catalases. Cellular and Molecular Life Sciences (CMLS). 2004;
61(2), 192–208.
48
15. Ahmad P, Jaleel CA, Salem MA, Nabi G, Sharma S. Roles of enzymatic
and nonenzymatic antioxidants in plants during abiotic stres. Critical
Reviews in Biotechnology, 2010; 30(3), 161–175.
16. Ahmad I. Free Radicals in Biology and Medicine. Spring: The University
of Iowa. 2001.
17. Halliwell B. How to characterize an antioxidant- An update. Biochem Soc
Symp 1995;61:73-101.
18. Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. Fundamentals of
Anatomy&Physiology 9th Edition. San Fransisco: PEARSON; 2012.
19. Vincent HK, Taylor AG. Biomarkers and potential mechanisms of obesity-
induced oxidant stres in humans. Int J Obes. 2006, 30:400-400.
20. Kennedy SR. A Guide To The Birds of The Philipines. Oxford: Oxford
University Press; 2000.
21. Jobling JA. The Helm Dictionary of Scientific Bird Names. London:
Christopher Helm; 2010.
22. Kong YC, Keung WM, Yip TT, Ko KM, Tsao SW, Ng MH. Evidence that
epidermal growth factor is present in swiftlets (Collocalia) nest.
Comparative Biochemistry and Physiology Part B. Biochemistry and
Molecular Biology. 1987; 87(2): 221-6.
23. Matsukawa N, Matsumoto M, Bukawa W, et al. Improvement of bone
strength and dermal thickness due to dietary edible bird’s nest ex- tract in
ovariectomized rats. Biosci Biotechnol Biochem. 2011; 75(3): 590-592.
24. Hou Z, Imam U, Ismail M, et al. Effects of edible bird’s nest on
hippocampal and cortical neurodegeneration in ovariectomized rats. 2015;
Food Funct 6(5): 1701-1711.
25. Yida Z, Imam MU, Ismail M, et al. Edible bird’s nest attenuates
procoagulation effects of high-fat diet in rats. Drug Des Devel Ther. 2015;
9: 3951-3959.
26. Yida Z, Imam MU, Ismail M, et al. Edible bird’s nest prevents high fat
diet-induced insulin resistance in rats. J Diabetes Res. 2015; 760535.
27. Hou Z, Imam MU, Ismail M, et al. Nutrigenomic effects of edible bird’s
nest on insulin signaling in ovariectomized rats. Drug Des Devel Ther.
2015; 9: 4115-4125.
28. Silverthorn DU. Human Physiology An Integrated Approach 5th Edition.
San Fransisco: PEARSON. 2010; p.469
29. Graaff VD. Human Anatomy 6th
Edition. New York: McGraw Hill Medical
Education; 2001.
30. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 14th
Edition. USA: Wiley; 2014.
49
31. Marieb EN, Wilhelm PB, Mallatt J. Human Anatomy 6th
Edition. San
Fransisco: PEARSON; 2012.
32. Gartner LP, Hiatt JL. Color Textbook of Histology 3rd
Edition.
Philadelphia: Saunders; 2007.
33. Eroschenko VP. diFiore’s Atlas of Histology with Functional Correlations.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2013.
34. Treuting PM, Dintzis SM, Montine KS. Comparative Anatomy and
Histology A Mouse, Rat, and Human Atlas 2nd
Edition. Chennai:
ELSEVIER. 2018.
35. Lobo V, Patil A, Chandra PN. Free Radicals, antioxidant and functional
foods: Impact on human health. India: Department of Botany, Birla
College. 2010.
36. Carocho M, Ferreira IC. A Review on Antioxidants, prooxidants, and
related controversy: Natural and synthetic compounds, screening, and
analysis methodologies and future perspectives. Journal of Food and
Chemical Toxicology. ELSEVIER. 2013.
37. Ebadi, M. Antioxidants and free radicals in health and disease: An
introduction to reactive oxygen species, oxidative injury, neuronal cell
death and therapy in neurodegenerative diseases. Arizona: Prominent Press.
2001; 13-5.
38. Djordjevic VB. Free Radicals in Cell Biology. ELSEVIER: Institute for
Biochemistry, Faculty of Medicine, University of Nis, Serbia and
Montonegro. 2004.
39. Valko M, Leibfritz D, Moncol J, Cronin MTD, Mazur M, Telser J. Free
Radicals and Antioxidants in Normal Physiological Functions and Human
Disease. Int J Biochem Cell Biol. 2007; 39: 44–84.
40. Darmanyan AP, Gregory DD, Guo Y, Jenks WS, Burel L, Eloy D, Jardon
P. Quenching of singlet oxygen by oxygen- and sulfur-centered radicals:
evidence for energy transfer to peroxyl radicals in solution. J. Am. Chem.
Soc. 1998; 120, 396–403.
41. Heim KE, Tagliaferro AR, Bobilya DJ. Flavonoid antioxidants: chemistry,
metabolisme and structure–activity relationships. J. Nutr. Biochem. 2002;
13, 572–584.
42. Min DB, Boff JM. Chemistry and reaction of singlet oxygen in foods.
Comp. Rev. Food Sci. F. 2002; 1, 58–72.
43. Pokorny J. Are natural antioxidants better – and safer – that synthetic
antioxidants? Eur. J. Lipid Sci. Technol. 2007; 109, 629–642.
44. Kancheva VD. Phenolic antioxidants – radical-scavenging and chain-
breaking activity: a comparative study. Eur. J. Lipid Sci. Technol. 2009;
111, 1072– 1089.
50
45. Murray RK, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Victor W, Weil PA, et
al. Biokimia Harper 29th
ed. Jakarta: EGC. 2016.
46. Douglass WC. Hydrogen Peroxide Medical Miracle. Panama: Rhino
Publishing. 2003.
47. Ahmad P, Sharma I. Catalase A Versatile Antioxidant in Plants. Oxidative
Damage to Plants. 2014; 131.
48. Ardo, M.H. Pengaruh Pemberian Ekstrak Air Sarang Burung Walet Putih
(Collocalia fuchipaga thunberg) Terhadap Aktivitas Enzim Katalase Pada
Tikus Putih Jantan Galur Sprague Dawley. 2017.
49. Pribadi, GA. Penggunaan Mencit dan Tikus Sebagai Hewan Model
Penelitian Nikotin. Bogor: IPB. 2008.
50. Leichtweis S, Ji L. Exercise and Oxidative Stres: Sources of Free Radicals
and Their Impact on Antioxidant Systems. Univ of Wisconsin-Madison.
1997.
51. Silvia FS. Aktivitas Spesifik Katalase Jaringan Jantung Tikus yang
Diinduksi Hipoksia Hipobarik Akut Berulang. Jakarta: FKUI. 2009; 25-7.
52. Hu Q, et al. Edible Bird’s Nest Enhances Antioxidant Capacity And
Increases Lifespan in Drosophila melanogaster. 2016; 116-22.
53. Paolini M, Pozetti L, et al. The Nature Prooxidant Activity of Vitamin C.
University of Bologna Italy. 1999;64 (23): 273-278.
54. Lovell MA, Ehmann WD, Buffer BM, Markesberry WR. Elevated
thiobarbituric acid reactive substances and antioxidant enzyme activity in
the brain in Alzheimers disease. Neurology 1995;45: 1594-601.
55. Dahlan MS. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5 Cetakan
Ketiga. Jakarta: Salemba Medika; 2011. 79-102p.
56. Lung JK, Destiani DP. Uji Akivitas Vitamin A, C, E dengan Metode
DPPH. Jurnal Universitas Padjajajaran, Farmaka Suplemen Vol.15 (1).
2015.
57. Fardiaz S, Ratih D, Slamet B. Risalah Seminar ; Bahan Tambahan Kimiawi
(Food Additive). Institut Pertanian Bogor; 1987.
58. Foster JR, Frost D. The History of the Rat. Boorman’s Pathology of the
Rat. 2018; 7–12.
51
Lampiran 1
Hasil Determinasi
Sumber: Ardo,M. 2017.
52
Lampiran 2
Alur Pembuatan Ekstrak Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga)
Sumber: Ardo, M. 2017.
Melakukan
persiapan,
yaitu
menyiapkan
sarang burung
walet yang
akan dijadikan
ekstrak
Bersihkan
sarang burung
walet dari bulu
burung yang
tersisa
menggunakan
air mengalir
Keringkan sarang
burung
walet di
suhu
ruangan
Dihaluskan
sarang burung
walet
menggunakan
blender
Ditimbang
sarang burung
walet
(didapatkan
berat
sebanyak 511
gram)
Dilarutkan
dalam
aquabidest
sebanyak
15,5 L
Dipanaskan
pada suhu 60º selama 30
menit
Dilakukan
homogenisasi
pada kecepatan
800 rpm selama
30 menit
Dilakukan
sonikasi selama
30 menit
Disaring
dengan
menggunakan
dua lapis kain
kasa
Pemekatan
dengan
metode
Freeze dry
selama 14
hari di LIPI
Cibinong
Serbuk
ekstrak
sarang
burung
walet
(Collocalia
fuciphaga
Thunberg)
sebanyak
26,607 gram
53
Lampiran 3
Perhitungan Volume Administrasi (VAO)
VAO (mL) =
a. Dosis Rendah (10 mg/kgBB)
3 ml =
Konsentrasi = 1 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 50 mL, maka ekstrak yang
dibutuhkan adalah sebanyak :
Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x volume (mL)
Ekstrak = 1 mg/mL x 50 mL
= 50 mg
b. Dosis Sedang (20 mg/kgBB)
3 ml =
Konsentrasi = 2 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 50 mL, maka ekstrak yang
dibutuhkan adalah sebanyak:
Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x volume (mL)
Ekstrak = 2 mg/mL x 50 mL
= 100 mg
54
c. Dosis Tinggi (40 mg/kgBB)
3 ml =
Konsentrasi = 4 mg/mL
Suspensi ekstrak dibuat secara berkala setiap 50 mL maka ekstrak yang
dibutuhkan sebanyak:
Ekstrak (mg) = konsentrasi (mg/mL) x volume (mL)
Ekstrak = 4 mg/mL x 50 mL
= 200 mg
Sumber: Ardo, M. 2017.
55
Lampiran 4
Alur Pengukuran Kadar Protein
Persiapan alat dan bahan
Menyalakan nanodrop
Pilih software uji protein, dan atur panjang gelombang 280
nm
Bersihkan nanodrop dengan aquabidest
Klik blank
Masukkan sampel menggunakan mikropipet sebanyak 1 l
Klik measure dan baca hasil
56
Lampiran 5
Alur Pengukuran Aktivitas Enzim Katalase
Homogenat
Jantung
normal
Homogenat
Jantung
kontrol
positif
Homogenat
Jantung
Perlakuan
1 (dosis
rendah)
Homogenat
Jantung
Perlakuan
2 (dosis
sedang)
Homogenat
Jantung
Perlakuan
3 (dosis
tinggi)
Masukkan
ke dalam
kuvet
sebanyak
50 l
Masukkan
ke dalam
kuvet
sebanyak
50 l
Masukkan
ke dalam
kuvet
sebanyak
50 l
Masukkan
ke dalam
kuvet
sebanyak
50 l
Masukkan
ke dalam
kuvet
sebanyak
50 l
Tambahkan dengan larutan PBS 50 l
Tambahkan larutan H2O2 sebanyak 950 l
Hitung dalam menit ke 0, 1, 2, dan 3
Baca hasil dengan spektrofotometer UV dengan panjang gelombang 240
nm
57
Lampiran 6
Alur Pembuatan Preparat
58
Lampiran 7
Penghitungan Pengenceran Alkohol
Pengenceran alkohol dilakukan dengan penghitungan yaitu:
1. Pengenceran alkohol 30% = 300 mL alkohol 95% + 650 mL aquades
2. Pengenceran alkohol 50%= 500 mL alkohol 95% + 450 mL aquades
3. Pengenceran alkohol 70% = 700 mL alkohol 95% + 250 mL aquades
4. Pengenceran alkohol 80% = 800 mL alkohol 95% + 150 mL aquades
5. Pengenceran alkohol 90% = 900 mL alkohol 95% + 50 mL aquades
59
Lampiran 8
Analisis Statistik Aktivitas Katalase
Analisis statistik aktivitas katalase menggunakan software SPSS versi 23.
Analisa dilakukan dengan membandingkan aktivitas katalase pada seluruh
kelompok dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis.
A. Uji Normalitas
B. Uji Homogenitas Varian
C. Uji Kruskal-Wallis
60
D. Uji Mann-Whitney
61
62
63
64
Lampiran 9
Gambar Proses Penelitian
Gambar 9.1. Sampel Gambar 9.2. Pemotongan
Jaringan Jantung jaringan
Gambar 9.3. Penimbangan Gambar 9.4. Pengukuran
organ jantung dengan Protein
Timbangan Analitik
Gambar 9.5. Alat dan Bahan Uji Aktivitas Katalase
65
Lampiran 10
Riwayat Penulis
Nama : Afdalia Rani Nasution
NIM : 11151030000072
Tempat, tanggal lahir : Medan, 13 Agustus 1998
Agama : Islam
Alamat : Jalan Kencana 3 No 72, RT 08 RW 13, Cilandak
Barat, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
2001 — 2003 : TK Islam Nurul Azizi, Medan, Sumatra Utara
2003 — 2009 : SD Negeri 002 Ujung Batu, Rokan Hulu, Riau
2009 — 2012 : SMP Negeri 68, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
2012 — 2015 : SMA Negeri 70, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
2015 — sekarang : Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta