efek anti inflamasi ampas wortel ( daucus carota l.) … · penelitian ini bertujuan untuk...
TRANSCRIPT
EFEK ANTI INFLAMASI AMPAS WORTEL (Daucus carota L.) PADA KELINCI PUTIH BETINA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Yuda Kristama NIM : 028114025
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
EFEK ANTI INFLAMASI AMPAS WORTEL (Daucus carota L.) PADA KELINCI PUTIH BETINA
Diajukan oleh : Nama : Yuda Kristama
NIM : 028114025
Telah disetujui oleh :
Pembimbing I
Yosef Wijoyo, M.Si, Apt.
Tanggal : September 2007
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pengesahan Skripsi berjudul
EFEK ANTI INFLAMASI AMPAS WORTEL (Daucus carota L.) PADA KELINCI PUTIH BETINA
Oleh : Yuda Kristama
NIM : 028114025
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
pada tanggal : 6 Agustus 2007
Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Dekan Rita Suhadi, M.Si., Apt.
Pembimbing :
Yosef Wijoyo, M.Si., Apt.
Panitia Penguji :
1. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. …………………..
2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. …………………..
3. Drs. Mulyono, Apt. …………………..
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
Va dove Ti porTa il cuore Dan kelak, di saat begitu banyak jalan terbentang dihadapanmu dan kau tak tahu jalan mana yang harus kauambil, janganlah memilihnya dengan asal saja, tetapi duduklah dan tunggulah sesaat. Tariklah napas dalam – dalam, dengan penuh kepercayaan, seperti saat kau bernapas di hari pertamamu di dunia ini. Jangan biarkan apapun mengalihkan perhatianmu, tunggulah dan tunggulah lebih lama lagi. Berdiam dirilah, tetap hening, dan dengarkanlah hatimu. Lalu, ketika hati itu bicara, beranjaklah, dan PERGILAH KEMANA HATI MEMBAWAMU... Susanna Tamaro
Kupersembahkan karya sederhana ini bagi,
Bapak & Ibu yang membawaku ke Dunia ini Dek I, Enci dan Ke CERIA an di hatiku “Nare”
Beserta Almamaterku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan berkat dan
kasih-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efek Anti
Inflamasi Ampas Wortel (Daucus carota L.) pada Kelinci Putih Betina“. Skripsi ini
disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi
(S.Farm) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak
baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Yosef Wijoyo, M.Si, Apt, selaku dosen pembimbing yang telah berkenan
membimbing, mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
2. Drs. Mulyono, Apt, selaku dosen penguji yang bersedia menguji dan
memberikan saran demi kemajuan skripsi ini.
3. Yohanes Dwiatmaka, M.Si, selaku dosen penguji yang bersedia menguji dan
memberikan saran demi kemajuan skripsi ini.
4. Rita Suhadi, MSi. Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
5. dr. Luciana Kuswibawati, M. Kes selaku pembimbing akademik penulis atas
segala bimbingannya selama ini.
6. Ign. Kristio Budiasmoro, M.Si., Mas Sigit, dan Mas Andre, atas bantuan
determinasi dan pembuatan herbarium wortel.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Yohanes Sugianto, M.Si., atas bantuan dalam pembuatan preparat beserta
bimbingan dan diskusinya dalam penyesaian skripsi ini.
8. Mas Parjiman, Mas Heru dan Mas Kayat selaku laboran bagian farmakologi, atas
segala bantuan dan dinamika selama di laboratorium.
9. Bapak, Ibu, Dek I, dan Dek Enci yang selalu mendukung terutama doa dan kasih
sayang selama ini.
10. Nina ”Nare” atas kasih sayang, Ke”Ceria”an, dukungan dan perhatiannya.
11. Ina, Jeane, Dophing, Hendra, Supri, Lian, Thomas, Antok, Riasa, Ardhiyan dan
Peter atas diskusi, masukan dan bantuan di laboratorium.
12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2002 teristimewa kelompok A, kelas A,
atas kebersamaannya disinilah kita merajut persahabatan.
13. Teman – teman komunitas kontrakan Kobo, Heri, Gopa, Nowo, Danu, TP dan
seluruh squadra Viola atas kebersamaan dan guyonannya selama ini.
14. Teman – teman se“Kandang Manuk” Adhit, Pak Eko, Vicky, Kirman, Beni,
Bowo, Bean, Fery dan “manuk – manuk” yang lain atas “Man For Others”nya.
15. Sahabat – sahabat ku dan pihak–pihak lain yang turut membantu penulis namun
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Yogyakarta, 6 Agustus 2007
Penulis
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 6 Agustus 2007
Penulis
Yuda Kristama
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efek anti inflamasi ampas
wortel (Daucus carota L.) serta mengetahui perubahan histopatologi dengan adanya pemberian ampas wortel sebagai anti inflamasi.
Penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan acak pola satu arah. Metode uji yang digunakan adalah uji eritema yang telah dimodifikasi dengan peradang lampu TL UV 10 W, Black light, Sankyo, λ 352 nm. Hewan uji yang digunakan adalah kelinci putih betina, dewasa 4 – 6 bulan dan berat badan 1,5 – 2 kg. Empat puluh daerah uji dibagi dalam 8 kelompok secara acak, setiap kelompok terdiri 5 daerah uji @ 4 cm2. Kelompok I dan II merupakan kelompok kontrol negatif radiasi UVA selama 10 jam dan kelompok kontrol positif krim Hidrokortison asetat Bufacort®. Kelompok III–VIII merupakan kelompok perlakuan pemberian ampas wortel secara topikal selama 4 jam dengan rentang masa pemberian 1 – 6 hari. Evaluasi penilaian dilakukan melalui pengamatan eritema pada jam ke-24 dan pemeriksaan histopatologi pada daerah uji. Data keduanya diskor dan dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji Kruskal – Wallis dan Uji Mann – Whitney.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok perlakuan pemberian ampas wortel 3 dan 4 hari. memiliki efek anti inflamasi yang ditandai dengan penurunan mean skor eritema. Hal ini juga terlihat pada perubahan histopatologi kulit yang berupa berkurangnya penebalan stratum korneum beserta udem cairan inter sel.
Kata kunci : anti inflamasi, eritema, ampas wortel, UVA, kelinci
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
This research has been done with objective to prove the anti inflammation
capability of carrot waste (Daucus carota L) and reveal the histopathology changes since carrot waste is given as an anti inflammation.
This research is experimental with one way pattern randomized plan. The test method which is used is erythema testing modified with TL UV 10 W lamp inflammation, Black light, Sankyo, λ 352 nm. The animal which is tested is a whit female rabbit. The age is 4-6 months, the weight is 1,5 – 2 kg. The 40 test daerahs are divided into 8 groups randomly. Each group consists of 5 test daerahs @ 4 cm2. Group I and II are a negative controlled group of UVA radiation for 10 hours and a Hydrocortisone Acetate Bufacort® cream positive controlled. Group III – VIII are a group receiving carrot waste treatment topically for 4 hours within 1- 6 days. The evaluation is held by observing the erythema at 24th hour and histopathology analyzing on a test daerah. The results will be ranked and analyzed statistically with Kruskal – Wallis testing and Mann – Whitney testing.
The observation results indicate that carrot waste has an anti inflammation capability. It’s shown by its capability of decreasing the erythema mean point and histopathology changes on a group receiving a carrot waste treatment within 3 and 4 days.
Keywords : anti inflammation, erythema, carrot waste, UVA, rabbits.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ..................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................
PRAKATA..................................................................................................
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .....................................................
INTISARI....................................................................................................
ABSTRACT ..................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
DAFTAR TABEL.......................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
BAB I. PENGANTAR ...............................................................................
A. Latar Belakang ..............................................................................
1. Permasalahan ...........................................................................
2. Keaslian Penelitian ...................................................................
3. Manfaat Penelitian ..................................................................
B. Tujuan Penelitian ............................................................................
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .......................................................
A. Tanaman Wortel .............................................................................
ii
iii
iv
v
vi
viii
ix
x
xi
xv
xvi
xviii
1
1
2
3
4
4
5
5
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Nama daerah .............................................................................
2. Morfologi .................................................................................
3. Varietas .....................................................................................
4. Ekosistem pertumbuhan ...........................................................
5. Kandungan kimia .....................................................................
B. Kulit ...............................................................................................
C. Inflamasi .........................................................................................
1. Definisi .....................................................................................
2. Penyebab ...................................................................................
3. Gejala .......................................................................................
4. Respon inflamasi ......................................................................
5. Mekanisme ................................................................................
6. Inflamasi kulit ..........................................................................
7. Obat anti inflamasi ...................................................................
D. Kortikosteroid ................................................................................
E. Beta karoten ...................................................................................
F. Radiasi Ultraviolet .........................................................................
G. Radikal Bebas .................................................................................
H. Metode Uji Anti Inflamasi .............................................................
1. Uji eritema.................................................................................
2. Radang telapak kaki belakang...................................................
3. Induksi arthritis .........................................................................
4. Tes Granuloma .........................................................................
5
5
7
7
7
8
10
10
10
11
12
13
16
16
17
19
20
23
24
25
26
26
27
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
I. Keterangan Empiris ........................................................................
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .....................................................
B. Variabel Penelitian .........................................................................
C. Subyek dan Bahan Penelitian .........................................................
D. Alat Penelitian
E. Tata Cara Penelitian .......................................................................
1. Penyiapan bahan uji ..................................................................
2. Penyiapan hewan uji .................................................................
3. Penetapan eritema .....................................................................
4. Orientasi penetapan lama penyinaran UV A ............................
5. Orientasi penetapan waktu pengamatan eritema ......................
6. Orientasi penetapan waktu pemberian kontrol positif ..............
7. Orientasi penetapan lama masa pemberian ampas wortel ........
8. Pengujian efek anti inflamasi ...................................................
9. Analisis data .............................................................................
10. Pembuatan histologi kulit ........................................................
11. Pemeriksaan histopatologi ........................................................
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................
A. Determinasi Tanaman ....................................................................
B. Uji Pendahuluan .............................................................................
1. Penetapan eritema ....................................................................
2. Orientasi penetapan lama penyinaran UV A ...........................
27
28
28
28
29
30
30
30
31
31
31
32
32
32
32
33
33
34
35
35
35
36
36
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3. Orientasi penetapan waktu pengamatan eritema .....................
4. Orientasi pemberian kontrol positif krim hidrokortison
asetat .......................................................................................
5. Orientasi penetapan lama masa pemberian ampas wortel .....
C. Pengujian Efek Anti Inflamasi .......................................................
D. Pemeriksaan Histopatologi ............................................................
E. Perbandingan Uji Eritema dan Pemeriksaan Histopatologi ...........
BAB V. PENUTUP ....................................................................................
A. Kesimpulan ....................................................................................
B. Saran ...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
LAMPIRAN ...............................................................................................
BIOGRAFI PENULIS ...............................................................................
38
40
42
44
49
55
58
58
58
59
63
97
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Halaman
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
Penetapa nilai skor eritema ..............................................................
Hasil uji statistik orientasi penetapan lama penyinaran UV A .........
Hasil uji statistik orientasi penetapan waktu pengamatan eritema ..
Hasil uji statistik orientasi waktu pemberian krim hidrokortison
asetat ................................................................................................
Hasil uji statistik orientasi lama masa pemberian ampas wortel .....
Hasil uji statistik mean skor eritema pada perlakuan pemberian
ampas wortel dengan kajian lama masa pemberian..........................
Hasil uji statistik skor histopatologi daerah kulit uji .......................
Perbandingan uji eritema dan pemeriksaan histopatologi ................
36
37
39
41
42
45
51
56
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Struktur kulit ....................................................................................
Patogenesis dan gejala suatu peradangan ........................................
Skema dari mediator – mediator yang berasal dari asam
arakhidonat dan titik tangkap kerja obat anti-inflamasi ..................
Struktur hidrokortison asetat ............................................................
Struktur kimia all-trans ß-karoten ....................................................
Spektrum elektromagnetik ...............................................................
Grafik orientasi penetapan lama penyinaran UV A..........................
Grafik orientasi penetapan waktu pengmatan eritema......................
Grafik orientasi pemberian krim hidrokortison asetat ......................
Grafik mean skor eritema pada orientasi lama masa pemberian
ampas wortel ....................................................................................
Grafik mean skor eritema pada perlakuan pemberian ampas
wortel ................................................................................................
Histopatologi daerah uji kulit kelinci normal tanpa perlakuan
pada perbesaran 40x .........................................................................
Histopatologi daerah uji setelah diradiasi UV A pada perbesaran
100x (1) dan pemberian hidrokortison asetat Bufacort® pada
perbesaran 40x (2) ............................................................................
8
10
15
19
20
21
38
40
41
43
49
50
52
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
15
16
Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 1 hari pada
perbesaran 40x (1) dan pemberian ampas wortel 2 hari pada
perbesaran 40x (2) ............................................................................
Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 3 hari pada
perbesaran 40x (1) dan pemberian ampas wortel 4 hari pada
perbesaran 40x (2) ............................................................................
Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 5 hari pada
perbesaran 40x (1) dan pemberian ampas wortel 6 hari pada
perbesaran 40x (2) ............................................................................
53
54
54
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Surat pengesahan determinasi ..............................................................................
2. Foto tanaman wortel dan wortel ..........................................................................
3. Foto ampas wortel ................................................................................................
4. Foto lampu TL UV 10 W, black light, Sankyo, λ 352 nm ..................................
5. Foto radiasi sinar UV A pada kelinci....................................................................
6. Foto eritema kulit punggung kelinci .....................................................................
7. Data skor eritema pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pemberian
ampas wortel .........................................................................................................
8. Data skor histopatologi daerah uji ........................................................................
9. Skema kerja uji efek anti inflamasi.......................................................................
10. Hasil analisis statistik data orientasi penetapan lama penyinaran UV A
menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney .........................................
11. Hasil analisis statistik data orientasi penetapan waktu pengamatan eritema
menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney .........................................
12. Hasil analisis statistik data orientasi pemberian kontrol positif menggunakan
uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney.................................................................
13. Hasil analisis statistik data orientasi lama masa pemberian ampas wortel
menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney .........................................
14. Hasil analisis statistik data pada perlakuan pemberian ampas wortel 1 – 6 hari
beserta kontrolnya menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney...........
63
64
64
65
65
66
67
68
69
70
72
78
79
85
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Inflamasi merupakan mekanisme normal pertahanan tubuh. Disadari
maupun tidak, setiap orang pasti pernah mengalami inflamasi. Sebenarnya inflamasi
bukanlah merupakan suatu penyakit, melainkan suatu pembentukan keadaan yang
membantu netralisasi, penghancuran jaringan nekrosis, yang dibutuhkan pada proses
penyembuhan (Price dan Wilson, 1995). Akan tetapi kehadirannya selalu disertai
dengan pelepasan mediator–mediator kimia yang dapat menyebabkan
ketidaknyamanan seperti adanya kemerahan (eritema), panas, pembengkakan, rasa
sakit atau nyeri (Anonim, 2006a). Jika proses inflamasi lepas dari keseimbangan,
bukan hanya sel pencedera yang dibuang, tapi sel yang sehat juga mengalami
kerusakan, sehingga inflamasi menjadi lebih berat dan mengakibatkan kerusakan
jaringan yang serius (Price dan Wilson, 1995). Karena dipandang dapat merugikan
maka inflamasi tetap membutuhkan pengatasan dan pengendalian (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Wortel merupakan salah satu bahan alam yang dapat dikembangkan dalam
industri obat. Beberapa informasi tentang khasiat tanaman wortel bukan hal yang
asing lagi, seperti diantaranya sebagai anti kanker, radang, penyakit dalam
pencernaan, mencegah serangan jantung dan penyempitan pembuluh darah dan
masih banyak lagi (Cahyono, 2002). Beberapa penelitian juga telah membuktikan
secara ilmiah khasiat wortel, diantaranya adalah sebagai hepatoprotektif (Widari,
2004), analgesik (Putra, 2003) dan anti inflamasi (Widarsih, 2003). Dari hasil
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
penelitian tersebut semakin meyakinkan peranan wortel dalam pengobatan dan
memungkinkan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan bentuk dan khasiat wortel
yang lebih baik.
Bagian dari wortel yang belum banyak diketahui pemanfaatannya adalah
ampasnya. Terkadang ampas hanya dianggap sampah atau limbah. Ampas
merupakan hasil samping dari pembuatan perasan wortel. Beberapa penelitian
tentang khasiat wortel sebagai anti inflamasi lebih sering menggunakan bentuk
infusa (Hapsari, 2003), perasan atau sari (Widarsih, 2003) dan kombinasi jus
(Inaktia, 2005). Dalam kehidupan sehari – hari telah ada yang menggunakan ampas
wortel sebagai masker penghalus kulit dan untuk mengatasi luka bakar (Anonim,
2006b), akan tetapi hingga saat ini sepanjang penelusuran penulis penelitian tentang
khasiat wortel dalam bentuk ampasnya belum pernah dilakukan.
Berdasarkan kenyataan di atas, maka ampas wortel menjadi hal baru yang
menarik untuk dibuktikan secara ilmiah khasiatnya sebagai obat anti inflamasi.
Penelitian ini dapat juga digunakan sebagai informasi pengembangan obat anti
inflamasi dari wortel yang diaplikasikan secara topikal.
1. Permasalahan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dimunculkan permasalahan sebagai
berikut:
a. Apakah ampas wortel mempunyai efek anti inflamasi yang ditandai dengan
penurunan mean skor eritema?
b. Adakah perubahan histopatologi kulit daerah uji dengan adanya pemberian
ampas wortel sebagai anti inflamasi?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran penulis selama di Universitas Sanata Dharma
penelitian tentang efek anti inflamasi ampas wortel belum pernah dilakukan.
Beberapa penelitian tentang daya anti inflamasi tanaman wortel yang telah
dilakukan diantaranya adalah :
a. Daya anti inflamasi sari umbi wortel (Daucus carota, L) pada mencit jantan
(kajian terhadap lama masa pemberian) (Rasmandani, 2004).
Pemberian sari umbi wortel dengan dosis 5mg/KgBB dari hari ke-1 sampai
hari ke-4 menunjukkan penurunan berat rata-rata udema kaki mencit
dibandingkan hari sebelumnya. Lama masa pemberian mempengaruhi daya
anti inflamasi sari umbi wortel pada mencit jantan yang ditunjukkan dengan
pemberian sari umbi wortel secara berlebihan ternyata menurunkan daya anti
inflamasi sari umbi wortel.
b. Daya anti inflamasi perasan umbi wortel (Daucus carota L.) pada mencit
jantan. (Widarsih, 2003).
Air perasan umbi wortel memiliki daya anti inflamasi dimana persen daya
anti inflamasi perasan umbi wortel pada dosis 1,25; 2,5; 5; 10 dan 20
ml/kgBB berturut-turut sebesar 15,28%; 31,19%; 51,50%; 45,68% dan
37,80%.
c. Daya anti inflamasi infusa umbi wortel (Daucus carota L.) pada mencit
jantan. (Hapsari, 2003).
Infusa umbi wortel memiliki daya anti inflamasi dimana persen daya anti
inflamasi infusa umbi wortel pada dosis 14,75; 9,5; 19 dan 38 g/kgBB
berturut-turut sebesar 38,62%; 67,43% 54,47% dan 26,25%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Menambah pengetahuan tentang khasiat tanaman wortel dalam bidang
kefarmasian sebagai obat anti inflamasi, terutama bagian ampasnya.
b. Manfaat praktis
Memberikan informasi ilmiah dan kebenaran kepada masyarakat
mengenai efek anti inflamasi ampas umbi wortel.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian dapat memberikan informasi alternatif pengembangan obat
anti inflamasi dari ampas yang selama ini kurang dimanfaatkan.
2. Tujuan khusus
a. Membuktikan efek anti inflamasi ampas wortel yang ditandai dengan
penurunan mean skor eritema.
b. Mengetahui perubahan histopatologi kulit daerah uji dengan adanya
pemberian ampas wortel sebagai anti inflamasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tanaman Wortel
Wortel merupakan tanaman beriklim sedang (sub tropis). Menurut
sejarahnya tanaman ini berasal dari timur dekat (Asia kecil, dataran tinggi,
Turkmenistan, Transcaucasia, dan Iran) dan Asia Tengah. Tanaman ini diketemukan
tumbuh liar sekitar 6500 tahun yang lalu (Rukmana, 1995). Dalam sistematika
tumbuh–tumbuhan, tanaman wortel mempunyai nama spesies Daucus carota L yang
termasuk dalam famili Apiaceae. (Backer & Bakhuizen van den Brink, 1963, 1965).
1. Nama daerah
Di Indonesisa wortel mempunyai nama daerah, diantaranya :
Sunda / Priangan : Bortol
Jawa : Wertel, wertol, bortol
Madura : Ortel (Rukmana, 1995).
2. Morfologi
Secara morfologi organ–organ penting yang terdapat pada tanaman wortel
adalah sebagai berikut :
a. Daun
Daun wortel termasuk majemuk, menyirip ganda atau tiga, dan berantai.
Daun memiliki anak–anak daun yang berbentuk lanset (garis–garis). Setiap tanaman
memiliki 5 – 7 tangkai daun yang berukuran agak panjang. Tangkai daun kaku dan
tebal dengan permukaan yang halus, sedangkan helaian daun lemas dan tipis.
5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
b. Batang
Batang tanaman wortel sangat pendek sehingga hampir tidak tampak,
berbentuk bulat, tidak berkayu, agak keras, dan berdiameter kecil (sekitar 1 – 1,5
cm). Pada umumnya, batang berwarna hijau tua. Batang tanaman tidak bercabang,
namun ditumbuhi oleh tangkai–tangkai daun yang berukuran panjang, sehingga
kelihatan seperti cabang–cabang. Batang memiliki permukaan yang halus dan
mengalami penebalan pada tempat tumbuh tangkai–tangkai daun.
c. Akar
Tanaman wortel memiliki sistem perakaran tunggang dengan serabut akar.
Dalam pertumbuhannya, akar tunggang akan mengalami perubahan bentuk dan
fungsi menjadi menjadi tempat penyimpanan cadangan makanan. Bentuk akar akan
berubah menjadi besar dan bulat memanjang, hingga mencapai diameter 6 cm dan
memanjang samapai 30 cm, tergantung varietasnya. Akar tunggang yang telah
berubah bentuk dan fungsi inilah yang sering disebut atau dikenal sebagai umbi
wortel. Serabut akar menempel pada akar tunggang yang telah membesar (umbi),
tumbuh menyebar ke samping dan berwarna kekuning–kuningan.
d. Bunga
Bunga tanaman wortel tumbuh pada ujung tanaman, berbentuk paying
berganda, dan berwarna putih atau merah jambu agak pucat. Bunga memiliki tangkai
yang pendek dan tebal. Kuntum–kuntum bunga terletak pada bidang lengkung yang
sama. Bunga wortel yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah
dan biji–biji yang berukuran kecil–kecil dan berbulu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
e. Umbi
Umbi wortel terbentuk dari akar tunggang yang berubah fungsi menjadi
tempat penyimpanan cadangan makanan. Kulit umbi tipis berwarna kuning
kemerahan atau jingga kekuningan, karena kandungan karoten yang tinggi. Umbi
wortel memiliki ukuran yang bervariasi, tergantung varietasnya (Cahyono, 2002).
3. Varietas
Jenis wortel berdasarkan bentuk umbi dikelompokan dalam 3, yaitu :
a. Tipe Imperator, yaitu golongan wortel yang bentuk umbinya bulat panjang
dengan ujung runcing, hingga mirip bentuk kerucut.
b. Tipe Chantenay, yaitu golongan wortel yang umbinya bulat panjang dengan
ujung tumpul dan tidak berakar kerucut.
c. Tipe Nantes, yaitu golongan wortel yang mempunyai bentuk umbi tipe peralihan
antara tipe Imperator dan Chantenay.
4. Ekosistem pertumbuhan
Tanaman wortel memerlukan lingkungan tumbuh yang suhu udaranya
dingin dan lembab, berkisar antara 15,6 – 21,1 °C. Suhu terlalu panas menyebabkan
umbi kecil–kecil (abnormal) dan warnanya pucat dan kusam. Sebaliknya bila suhu
rendah maka umbi yang terbentuk menjadi panjang dan kecil (Rukmana, 1995).
5. Kandungan kimia
Menurut Dalimartha (2000) wortel segar mengandung air, serat, abu,
nutrisi anti kanker, gula alamiah (fruktosa, sukrosa, dekstrosa, laktosa, dan maltosa),
pektin, mineral (kalsium, natrium, magnesium, krom). Sebuah wortel ukuran sedang
mengandung sekitar 15000 IU beta karoten.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
B. Kulit
Kulit merupakan organ tubuh yang penting yang merupakan permukaan
luar organisme dan membatasi lingkungan dalam tubuh dengan lingkungan luar.
Kulit berfungsi :
1. melindungi jaringan dari kerusakan kimia dan fisika, terutama kerusakan
mekanik dan terhadap masuknya mikroorganisme,
2. mencegah terjadinya pengeringan berlebihan, akan tetapi penguapan air
secukupnya tetap terjadi (perspiratio insensibilis),
3. bertindak sebagai pengatur panas dengan melakukan konstriksi dan dilatasi
pembuluh darah kulit serta pengeluaran keringat,
4. dengan pengeluaran keringat ikut menunjang kerja ginjal, dan
5. bertindak sebagai alat pengindera dengan reseptor yang dimilikinya yaitu
reseptor tekan, suhu, dan nyeri (Mutschler, 1991).
Gambar 1. Struktur kulit (Anonim, 2007a)
Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan jaringan
subkutis. Epidermis, lapisan terluar kulit, terdiri dari empat jenis sel: keratinosit,
yang merupakan sel terbanyak yang menghasilkan keratin; sel melanosit, yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
menghasilkan pigmen; sel Langerhans, sel fagositik berperan dalam pengambilan
dan pengolahan antigen; dan sel Merkel, sel neuoroendokrin yang fungsinya belum
diketahui (Sander, 2003).
Keratinosit tersusun membentuk beberapa lapisan: lapisan basal, terdiri
dari sel–sel yang dapat membelah; lapisan spinosa, terdiri dari sel–sel polygonal
yang dihubungkan satu sama lain melalui jembatan antar sel (intercellular bridge);
lapisan granulosa, terdiri dari sel–sel yang agak gepeng dengan sitoplasma kebiruan
kaya granula keratohialin; dan akhirnya, lapisan permukaan keratinisasi, terdiri dari
lembaran–lembaran skuama yang tidak berinti. Lapisan epidermis ini mencerminkan
pematangan bertahap keratinosit, yang bergerak dari lapisan basal ke permukaan,
dalam tenggang waktu sekitar 30 hari. Perlu dicatat bahwa mitosis hanya
berlangsung dilapisan basal, bahwa dalam kulit normal (berlainan dengan epitel
skuamus mukosa) terdapat suatu lapisan granuler, dan bahwa skuamus pada lapisan
keratin tidak memiliki inti. Lapisan keratin yang berinti bersifat abnormal dan
disebut parakeratosis (Sander, 2003).
Epidermis dipisahkan dari dermis oleh sebuah membran basal, komponen
utama taut epidermodermis. Dermis terdiri dari jaringan ikat longgar dan pembuluh
– pembuluh darah halus, dan memiliki folikel rambut. Zona superficial membentuk
papilla dermis. Sedangkan dermis dari jaringan subkutis yang terutama terdiri dari
jaringan lemak. Dermis juga mengandung kelenjar keringat, yang memiliki duktus
tersendiri, dan kelenjar Sebacea (sebaceosa), yang melekat ke folikel rambut
(Sander, 2003).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
C. Inflamasi
1. Definisi
Inflamasi adalah respon atau reaksi protektif setempat yang ditimbulkan
oleh cedera atau kerusakan jaringan tubuh karena suatu rangsangan yang berfungsi
menghancurkan, mengurangi, baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera
(Mutschler, 1991). Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak
organisme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat
perbaikan jaringan (Mycek, Harvey, dan Champe, 1997).
2. Penyebab
Penyebab inflamasi banyak dan beraneka ragam. Pengaruh yang sifatnya
merusak sel sering disebut noksi. Noksius penyebab inflamasi dapat berupa kimia
(obat–obatan), fisika (panas atau dingin berlebihan, radiasi, benturan), serta infeksi
mikroorganisme atau parasit atau kombinasi ketiga agen tersebut (Mutschler, 1991).
Secara sederhana, proses terjadinya inflamasi dapat digambarkan sebagai
berikut :
Noksius
Kerusakan sel Emigrasi leukosit
Proliferasi sel Pembebasan bahan mediator
Eksudasi Gangguan sirkulasi lokal
Perangsangan reseptor nyeri
PembengkakaPanas Pemerahan Gangguan fungsi
Nyeri
Gambar 2. Patogenesis dan gejala suatu peradangan (Mutschler, 1986)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
3. Gejala
Gejala reaksi radang yang dapat diamati adalah pemerahan (rubor), panas
meningkat (calor), pembengkakan (tumor), nyeri (dolor), dan gangguan fungsi
(fungsio laesa). Gejala tersebut merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang
terjadi akibat kerusakan jaringan dalam pembuluh pengalir terminal, gangguan
keluarnya plasma darah (eksudasi) ke ruangan ekstrasel akibat meningkatnya
ketebalan kapiler dan perangsangan resptor nyeri (Mutschler, 1986).
Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriola yang
mensuplai darah tersebut melebar, dengan demikian lebih banyak darah mengalir ke
dalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja
yang merenggang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini dinamakan
hiperemia (Price dan Wilson, 1995).
Calor atau panas, berjalan sejajar dengan kemerahan reaksi peradangan
akut. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas sebab terdapat lebih banyak
darah yang disalurkan dari dalam tubuh ke permukaan tubuh yang terkena daripada
yang disalurkan ke daerah normal (Price dan Wilson, 1995).
Tumor atau pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi yang
timbul akibat pengiriman cairan serta sel–sel dari sirkulasi darah ke jaringan radang
(Wilmana, 1995). Pembengkakan sebagai hasil adanya udema yang merupakan
suatu akumulasi cairan di dalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari
cairan eksudat dan jumlah sedikit kelompok sel radang yang masuk dalam daerah
tersebut (Underwood, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Dolor atau rasa sakit dari reaksi peradangan dapat ditimbulkan melalui
berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion–ion tertentu dapat
merangsang ujung–ujung syaraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang
mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi dapat
menimbulkan rasa sakit (Price dan Wilson, 1995). Beberapa mediator kimiawi
termasuk baradikinin, prostaglandin, dan serotonin diketahui juga dapat
mengakibatkan rasa sakit (Underwood, 1999).
Fungtio laesa atau hilangnya fungsi merupakan konsekuensi dari suatu
proses radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan secara
sadar ataupun secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit,
pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak jaringan
(Underwood, 1999).
4. Respon inflamasi
Inflamasi biasanya dibagi dalam 3 fase: inflamasi akut, respon imun, dan
inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan,
hal tersebut terjadi melalui media rilisnya autacoid serta pada umumnya didahului
oleh pembentukan respon imun (Katzung, 2001). Fase ini ditandai dengan adanya
vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler. Respon imun terjadi bila
sejumlah sel yang mampu menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon
organisme asing atau substansi antigenik yang terlepas selama respon terhadap
inflamasi akut serta kronis. Akibat dari respon imun bagi tuan rumah mungkin
menguntungkan, seperti menyebabkan organisme penyerang menjadi difagositosis
atau dinetralisir. Sebaliknya, akibat tersebut juga dapat bersifat merusak bila
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
menjurus kepada inflamasi kronis. Inflamasi kronis melibatkan keluarnya sejumlah
mediator yang tidak menonjol dalam respon akut (Katzung, 2001).
Inflamasi kronis ialah inflamasi yang disebabkan jejas atau injuri yang
berlangsung beberapa minggu, bulan, atau bersifat menetap dan merupakan
kelanjutan dari radang akut. Disebut juga radang proliferatif karena selalu diikuti
dengan terjadinya proliferasi fibroblast (jaringan ikat). Radang kronis secara umum
dibagi menjadi 2 macam, yaitu : radang non spesifik dengan ciri–ciri memberikan
gambaran mikroskopik yang sama pada bermacam–mcam sebab keradangan.
Radang spesifik yang khas adalah radang granulomatik, yaitu radang kronik yang
ditandai dengan terbentuknya sel–sel epiteloid yang dikelilingi sel radang MN
dengan beberapa didapatkan giant cell. Perlu dibedakan antara granulasi dan
granuloma. Granulasi adalah jaringan yang terdiri dari sel–sel radang MN, jaringan
ikat fibrobalast, dan neovaskularisasi. Sedangkan granuloma adalah masa jaringan
granulasi yang membentuk tumor (Sander, 2003).
Ciri–ciri mikroskopik radang akut ialah infiltrasi sel–sel radang akut,
vasodilatasi dan oedema. Sedangkan ciri–ciri mikroskopik untuk radang kronis ialah
infiltrasi sel–sel radang kronis (MN), proloferasi jaringan fibroblast dan
neovaskularisasi (Sander, 2003).
5. Mekanisme
Bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu rangsangan kimiawi,
fisik, atau mekanis maka enzim fosfolipase A2 diaktifkan untuk mengubah
fosfolipida yang terdapat disitu menjadi asam arakhidonat. Asam arakhidonat
dimetabolisme melalui dua jalur utama yaitu jalur siklooksigenase (COX) dan jalur
lipoksigenase. Skema dari mediator-mediator yang berasal dari asam arakhidonat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
dapat dilihat pada gambar 3. Enzim siklooksigenase yang terlibat dalam reaksi ini
terdiri dari dua isoenzim, yakni siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2
(COX-2). Enzim siklooksigenase-1 terdapat di kebanyakan jaringan antara lain di
pelat-pelat darah, ginjal, dan saluran cerna (Tjay dan Rahardja, 2002). Enzim
siklooksigenase-1 bersifat konstitutif (bersifat pokok, selalu ada) dan cenderung
menjadi homeostasis dalam fungsinya (Katzung, 2001). Enzim siklooksigenase-2
dalam keadaan normal tidak terdapat di jaringan tapi dibentuk selama proses
peradangan (Tjay dan Rahardja, 2002).
Asam arakhidonat yang dikatalisis oleh siklooksigenase diubah menjadi
endoperoksida dan seterusnya menjadi zat prostaglandin. Peroksida melepaskan
radikal bebas oksigen yang juga memegang peranan timbulnya nyeri. Prostaglandin
yang dibentuk ada tiga kelompok yaitu prostaglandin (PG), prostasiklin (PGI2), dan
tromboksan (TXA2, TXB2). Prostaglandin (PG) dapat dibentuk oleh semua jaringan.
Yang terpenting adalah PGE2 dan PGF2 yang berdaya vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh dan membran sinovial sehingga terjadi radang dan
nyeri. Prostasiklin terutama dibentuk di dinding pembuluh dan berdaya vasodilatasi.
Tromboksan khusus di bentuk dalam trombosit berdaya vasokonstriksi (antara lain
di jantung) (Tjay dan Rahardja, 2002).
Bagian lain dari arakhidonat diubah oleh enzim lipoksigenase menjadi zat
leukotrien (LT). LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE4 dibentuk sebagai hasil dari
metabolisme ini. LTC4, LTD4, dan LTE4 terutama dibentuk di eosinofil (Tjay dan
Rahardja, 2002) dan menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler. LTB4
khusus disintesis di makrofag dan neutrofil alveolar dan bekerja kemotaksis yaitu
menstimulasi migrasi leukosit (Tjay dan Rahardja, 2002). Fosfolipida selain diubah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
menjadi arakhidonat oleh enzim fosfolipase A2 juga diubah menjadi lyso-glyseril-
fosforilkolin yang kemudian diubah lagi menjadi Platelet Activating Factor (PAF).
Platelet Activating Factor menyebabkan agregasi dan pelepasan trombosit,
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskuler, peningkatan adhesi leukosit, dan
kemotaksis leukosit.
Gangguan membran sel
Fosfolipida
Fosfolipase A2
Asam arakhidonat Lyso-glyseril fosforilkolin
Antagonis PAFPAF
lipoksigenase
siklooksigenase
leukotrien
LTB4 LTC4/D4/E
prostaglandintromboksan prostasiklin
Penghambat lipoksigenase
OAINS
Rangsangan
Glukokortikoid (menginduksi terbentuknya lipocortin)
Vasodilatasi, kemotaksis
inflamasi
mengubah permeabilitas vaskular, konstriksi bronkus, meningkatkan sekresi
vasodilatasi
inflamasi
kemotaksis
Bronkospasma, Kongesti,
penyumbatan mukus
fagosit, kemotaksis
Gambar 3. Skema dari mediator-mediator yang berasal dari asam arakhidonat dan
titik tangkap kerja obat anti-inflamasi (Katzung, 2001; Rang, Dale, Ritter dan Moore, 2003)
Keterangan: OAINS = Obat Anti Inflamasi Non Steroid PAF = Platelet Activating Factor LT = leukotrien
= titik tangkap kerja obat = enzim
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
6. Inflamasi kulit
Respon kulit terhadap jejas/injury dapat memiliki beberapa bentuk, yang
secara kasar mencerminkan beberapa aspek peradangan, gangguan sirkulasi, cedera,
dan nekrosis sel, regenerasi dan perbaikan, atau pembentukan tumor. Penyakit–
penyakit kulit yang terpenting adalah penyakit idiopatik, penyakit akibat iritan kimia
dan fisika dalam lingkungan (cedera eksogen), penyakit vaskuler, penyakit–penyakit
degeneratif, penyakit infeksi, penyakit imunologis, kelainan pigmentasi, neoplasma,
baik jinak maupun ganas (Sander, 2003).
Inflamasi kulit dapat dibedakan menjadi dua yaitu kronis dan akut.
Inflamasi akut dapat disebabkan oleh radiasi UV, radiasi pengion, alergen, bahan
kimia (sabun, deterjen, dll.). Inflamasi akut ini dapat sembuh dalam satu atau dua
minggu dengan disertai penghancuran sedikit jaringan (Anonim, 2006a).
7. Obat anti inflamasi
Obat–obat anti inflamasi secara umum dibagi menjadi dua golongan, yaitu
obat anti inflamasi golongan steroid dan golongan non steroid. Obat anti inflamasi
golongan kortikosteroid memiliki daya anti inflamasi kuat yang mekanismenya
sebagian berdasarkan atas rintangan sintesis prostaglandin dan leukotrien dengan
menghambat fosfolipase, sedangkan obat anti inflamasi non steroid mekanismenya
berdasarkan atas rintangan sintesis prostaglandin dan leukotrein dengan
menghambat enzim siklooksigenasenya (Tjay dan Rahardja, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
D. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah kelompok obat yang memiliki aktivitas
glukokortikoid dan mineralokortikoid sehingga memperlihatkan efek yang sangat
beragam yang meliputi efek terhadap metabolisme karbohidrat, protein dan lipid;
efek terhadap kesimbangan air dan elektrolit; dan efek terhadap berbagai
pemeliharaan fungsi berbagai sistem dalam tubuh. Kerja obat ini sangat rumit dan
bergantung pada kondisi hormonal seseorang. Namun secara umum efeknya
dibedakan atas efek retensi Na, efek terhadap metabolisme karbohidrat
(glukoneogenesis), dan efek antiinflamasi. Umumya, efek anti inflamasi sejalan
dengan efek terhadap metabolisme karbohidrat sehingga pengelompokan
kortikosteroid didasarkan atas potensi untuk menimbulkan retensi Na yakni efek
mineralokortikoid dan efek antiinflamasi yakni efek glukokortikoid (Anonim, 2000).
Kortikosteroid bekerja melalui interaksinya dengan protein reseptor yang
spesifik di organ target, untuk mengatur suatu ekspresi genetik yang selanjutnya
akan menghasilkan perubahan dalam sintesis protein lain. Protein yang terakhir
inilah yang akan mengubah fungsi selular sehingga diperoleh, misalnya, efek
glukoneogenesis, meningkatnya asam lemak, redistribusi lemak, meningkatnya
reabsorbsi Na, meningkatnya reaktivitas pembuluh terhadap zat vasoaktif, dan efek
antiinflamasi. Dengan berbagai khasiat inilah kortikosteroid digunakan sebagai
terapi pengganti hormon dan anti inflamasi (Anonim, 2000).
Kortikosteroid topikal dipakai untuk mengobati radang kulit yang bukan
disebabkan oleh infeksi. Khususnya penyakit eksim. Kortikosteroid menekan
berbagai komponen reaksi pada saat digunakan saja; kortikosteroid sama sekali tidak
menyembuhkan, dan bila pengobatan dihentikan kondisi semula mungkin timbul
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
kembali. Obat–obat ini diindikasikan untuk menghilangkan simpton penekanan
tanda – tanda penyakit bila cara lain yang kurang berbahaya tidak efektif.
Kortikosteroid topikal tidak berguna dalam pengobatan utikaria dan
dikontra-indikasikan rosacea dan kondisi ulseratif, karena kortikosteroid
memperburuk keadaan. Kortikosteroid tidak boleh digunakan untuk sembarang gatal
(di sini kerjanya dengan mengurangi radang) dan tidak direkomendasikan untuk
acne vulgaris (Anonim, 2000).
Secara umum kortikosteroid topikal yang paling kuat hanya dicadangkan
untuk dermatosis yang membandel seperti lupus erythemathosus discoid kronis,
lichen simplex kronis, hypertrophic lichen planus dan palmoplantar pustulosis.
Dengan beberapa pengecualian, kortikosteroid yang kuat tidak boleh digunakan pada
wajah karena dapat menimbulkan kelainan mirip rosacea dan menyebabkan atrofi
kulit (Anonim, 2000).
Berbeda dengan golongan yang kuat dan sangat kuat, kelompok
kortikosteroid yang sedang dan lemah jarang dihubungkan dengan efek samping.
Semakin kuat sediaannya, semakin perlu untuk berhati – hati. Keduanya tergantung
dari daerah tubuh yang diobati dan lamanya pengobatan. Absorpsi terbanyak terjadi
dari kulit yang tipis, permukaan kasar serta daerah lipatan kulit dan absorpsi
ditingkatkan oleh oklusi (Anonim, 2000).
Hidrokortison asetat merupakan salah satu sediaan topikal golongan
kortikosteroid dengan potensi ringan. Sediaan ini diindikasikan dalam radang kulit
ringan seperti eksim, ruam popo, dan penyakit kulit yang disebabkan alergi. Sediaan
ini diberikan sekali atau dua kali sehari tidak perlu mengoleskan obat ini lebih sering
(Anonim, 2000).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Gambar 4. Struktur hidrokortison asetat (Anonim, 2007b)
E. Beta Karoten
Karotenoid, yaitu tetraterpenoid C40, merupakan golongan pigmen yang
larut lemak yang ditemukan di tanaman. Pada tumbuhan, karotenoid mempunyai dua
fungsi yaitu sebagai pigmen pembantu dalam fotosintesis dan sebagai pewarna
dalam bunga dan buah. Dalam bunga karotenoid kebanyakan berupa zat warna
kuning sementara dalam buah dapat juga berupa zat warna jingga atau merah
(Harbone, 1984). Dari 600 jenis karotenoid yang ada di alam hanya 10 persen
diantaranya yang mempunyai aktivitas sebagai provitamin A diantaranya beta
karoten (Anonim, 2002).
Beta karoten merupakan salah satu dari 600 karotenoid yang ada di alam.
Beta karoten mempunyai dua peran, yaitu sebagai prekursor vitamin A dan
antioksidan. Beta karoten yang terdapat pada wortel, pepaya, sayur mayur yang
berwarna kemerahan dan minyak kelapa sawit berpotensi sebagai antioksidan
(Anonim, 2004). Beta karoten berkhasiat antioksidan spesifik untuk menetralkan
oksigen singlet reaktif dan mencegah pembentukan radikal peroxyl akibat
peroksidasi lipida. Beta karoten adalah provitamin A terpenting yang diperoleh dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
algae laut Dunaliella salina yang membentuknya dalam jumlah besar (Tjay dan
Rahardja, 2002).
Beta karoten mampu menangkap oksigen reaktif dan radikal peroksil (Paiva
dan Russel, 1999) lalu menetralkannya, menghambat oksidasi asam arakhidonat
menjadi endoperoksida dan menurunkan aktivitas enzim lipoksigenase (Lieber dan
Leo, 1999). Apabila oksidasi asam arakidonat dapat dihambat maka tidak terbentuk
oksigen reaktif yang dapat menyebabkan inflamasi sehingga proses inflamasi dapat
dihambat. Penurunan aktivitas enzim lipoksigenase menyebabkan tidak
terbentuknya leukotrien yang dapat mengaktivasi leukosit yang memacu terjadinya
peradangan.
Gambar 5. Struktur kimia all-trans β-karoten(Anonim, 1989)
F. Radiasi Ultraviolet
Sinar ultraviolet (UV) secara fisik mirip dengan cahaya tampak, hanya saja
sinar UV tidak memungkinkan untuk dilihat. Cahaya yang memungkinkan untuk
dilihat dikenal sebagai cahaya tampak dan terdiri dari warna – warna seperti dalam
pelangi. Daerah ultraviolet dimulai setelah akhir warna ungu dalam pelangi. Secara
ilmiah, radiasi UV merupakan radiasi elektromagnetik seperti halnya pada cahaya
tampak, sinyal radar dan sinyal pemancar radio (Anonim, 2007c).
Radiasi UV mempunyai panjang gelombang lebih pendek (frekuensi lebih
tinggi) dibandingkan cahaya tampak dan lebih panjang (frekuensi lebih rendah)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
dibandingkan Sinar-X. Radiasi UV berada pada kisaran panjang gelombang 100 –
400 nm dan sering dibagi menjadi tiga berdasarkan daerah panjang gelombang,
yaitu:
• UVA (315-400 nm), sering disebut gelombang panjang “black light”
• UVB (280-315 nm), sering disebut gelombang medium “medium wave”
• UVC (100-280 nm), sering disebut gelombang pendek “short wave”
(Anonim, 2007c)
Gambar 6. Spektrum elektromagnetik (Anonim, 2007c)
Efek fotobiologi radiasi ultraviolet khususnya UVB sangat eritematogenik
dan karsinogenik, dan dapat merusak DNA, RNA, dan protein– protein lain dalam
sel kulit. Meskipun demikian radiasi UVA juga memegang peranan penting dalam
pembentukan eritema yaitu dengan fotosensitif akibat dari Reactive Oxygen Species
(ROS), seperti oksigen singlet (1O2), superoksida (O2•–), radikal hidroksil (OH•),
yang dapat merusak DNA dan membran sel dan dapat juga menyebabkan
karsinogenik. Oleh sebab itu UVA dan UVB merupakan komponen pencetus
terjadinya respon inflamasi akut yang nampak dalam bentuk eritema (Tedesco,
1997).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Sifat dari eritema yang terbentuk akibat radiasi UV bergantung pada
intensitas dan dosis dari panjang gelombang UV yang digunakan. Radiasi UVC
dapat menginduksi eritema dengan intensitas lemah dan akan hilang setelah
beberapa jam. Sedangkan eritema yang dihasilkan dari UVB dan UVA dapat
berlangsung selama beberapa hari. UVB memang lebih eritematogenik jika
dibandingkan dengan UVA (Tedesco, 1997).
Perubahan histopatologi yang terjadi di kulit setelah radiasi juga
bergantung pada panjang gelombang. Pada kasus UVB, perubahan tersebut dapat
didahului oleh adanya sel diskeratotik dan berkurangnya jumlah sel Langerhan.
Sedangkan untuk radiasi UVA perubahan histopatologi yang berarti terdapat pada
dermis dan bergantung pada sebagian besar fotosensitiser (Tedesco, 1997). Studi
terbaru oleh Lavker dkk (1995) pada manusia yang mengalami radiasi kronik dari
UV dengan dosis sub eritematogenik juga dapat menyebabkan sel diskeratotik dan
pengurangan sel Langerhans.
Respon inflamasi dari fotoinduksi merupakan hasil dari serangkaian reaksi
fotokimia yang terjadi setelah adanya absorbsi radiasi non ion oleh kromofor kulit.
Pada suhu kamar sebagian besar molekul berada dalam keadaan groundstate. Karena
adanya radiasi yang diabsorpsi memberikan energi yang membuat molekul tersebut
mengalami transisi elektronik sehingga tereksitasi. Di alam keadaan tereksitasi
tersebut dapat berupa singlet ataun triplet tergantung pada kromofor dan
lingkungannya keadaan tersebut berkisar dari picodetik sampai nanodetik untuk
singlet dan mikrodetik untuk triplet. Keadaan tersebut dapat dapat berlangsung
cukup lama untuk reaksi tertentu dan dalam keadaan seperti itu akan menghasilkan
perubahan kimia dan mengakibatkan terbentuknya radikal bebas atau yang sering
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
dijumpai Reactive Oxygen Species (ROS). Radikal oksigen inilah yang dapat
merusak sel termasuk menginduksi terjadinya peroksidasi lemak bahkan sampai
kematian sel (Tedesco, 1997).
G. Radikal Bebas
Radikal bebas adalah senyawa dengan struktur molekul terdiri dari elektron
tak berpasangan atau ganjil. Elektron yang tidak memiliki pasangan ini bersifat
sangat reaktif, karena selalu berusaha untuk mencari pasangan elektron lainnya agar
menjadi bentuk yang stabil (Fessenden dan Fessenden, 1997). Mekanisme reaksi
radikal bebas paling tepat dibayangkan sebagai salah satu deret reaksi bertahap,
yaitu: (1) permulaan (inisiasi) ialah tahap awal pembentukan radikal – radikal bebas,
(2) perambatan (propagasi) ialah tahap pembentukan radikal bebas baru, (3)
pengakhiran (terminasi) ialah tahap yang memusnahkan radikal bebas atau
mengubah radikal bebas menjadi radikal bebas yang stabil dan tak reaktif (Anonim,
2006c).
Radikal bebas merupakan molekul–molekul tak stabil yang dihasilkan oleh
berbagai proses kimia normal tubuh, radiasi matahari (UV) atau kosmis, asap rokok,
dan pengaruh lingkungan lainnya. Di dalam tubuh mayoritas radikal bebas berasal
dari proses kimia komplek saat oksigen digunakan di dalam sel. Radikal bebas yang
secara kimia tidak lengkap tersebut dapat mencuri partikel dari molekul–molekul
yang lain. Kemudian dapat menghasilkan senyawa radikal lain dan membuat reaksi
berantai yang dapat merusak sel, dengan menyebabkan perubahan mendasar pada
materi genetik dan bagian–bagian penting sel lainya (Afriansayah, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Radikal bebas terpenting yang terdapat dalam tubuh adalah radikal derivat
oksigen atau sering disebut sebagai Reactive Oxygen Species (ROS). Radikal-radikal
tersebut berada dalam bentuk triplet (3O2), singlet (1O2), superoksida (O2•), radikal
hidroksil (OH•), nitrit oksida (NO•), dll (Kurniani, 2001).
Proses perusakan organ tubuh oleh radikal bebas dapat dihambat dengan
jalan memberikan antioksidan (Tjay dan Rahardja, 2002). Antioksidan adalah
senyawa yang mampu menghambat oksidasi, atau juga disebut dengan inhibitor
radikal bebas (Fessenden dan Fessenden, 1997). Ketika suatu radikal bebas
mendapatkan pasangan elektronnya yang berasal dari suatu antioksidan, maka
radikal bebas tersebut tidak perlu mencari dan berikatan dengan sel–sel dalam tubuh.
Secara nyata, setelah antioksidan mendapatkan sebuah elektron dari suatu
radikal bebas, maka akan terbentuk radikal bebas yang baru. Tapi pada keadaan ini,
radikal bebas hasil pengikatan dengan antioksidan tidak bersifat reaktif, karena
antioksidan mampu mengubah elektron tersebut ke energi yang lebih rendah
(Anonim, 2004). Beberapa antioksidan yang terpenting antara lain : vitamin A,
vitamin E, vitamin C, likopen, katalase, superoxide-dismutase (SOD), glutation
peroksidase (GPx) serta asam lipogen (Tjay dan Rahardja, 2002).
H. Metode Uji Antiinflamasi
Sekitar 12 teknik pengujian telah diperkenalkan untuk mengevaluasi anti
inflamasi ini. Perbedaan diantara metode-metode pengujian tersebut terletak pada
cara menginduksi inflamasi pada hewan percobaan, yaitu induksi secara kimia
(menggunakan berbagai bahan kimia dan berbagai cara pemberian induktor), secara
fisika (penyinaran radiasi UV), secara mekanik dan induksi mikroba (ajuvan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Freund). Senyawa-senyawa kimia yang dapat menginduksi radang antara lain adalah
formalin, egg white, dextran, mustard dan kaolin (Turner, 1965). Umumnya hewan
percobaan yang digunakan adalah tikus, walaupun demikian terdapat juga beberapa
metode yang menggunakan mencit atau marmut sebagai hewan percobaan (Anonim,
1991).Ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk mengukur efek anti inflamasi
adalah sebagai berikut :
1. Uji eritema
Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan hewan uji tikus putih,
marmut, kelinci atau mencit putih. Iritan yang digunakan untuk membentuk eritema
antrara lain : minyak kroton, ester–ester phorbol terisolasi, asam arakhidonat dan etil
fenil propionat yang masing–masing dilarutkan dalam aseton. Iritan juga dapat
berupa radiasi sinar UV (Mutschler, 1986). Antagonis yang dipakai adalah ekstrak
tumbuhan dan sebagai antagonis pembanding dapat digunakan indometasin,
quersetin, hidrokortison, mepyramin, thianizole, atau propanolol.
Metode ini diawali dengan mengelompokkan hewan uji, tiap kelompok
terdiri dari 5-7ekor dan tiap kelompok mewakili tiap peringkat dosis. Ekstrak
tanaman atau bahan anti radang diberikan pada daerah kulit yang sudah dipersiapkan
sebelum diberikan iritan (pada daerah yang sama). Pelarut juga diuji untuk aktivitas
inflamasi atau anti inflamasi pada hewan uji sebelumnya.
Uji eritema merupakan percobaan yang sederhana dan mudah dilakukan.
Selanjutnya, penilaian eritema dilakukan dengan pengamatan pada daerah yang .
Jika terjadi eritema secara nyata diberi tanda ++, ringan +, dan jika tidak ada
0.(Williamson dkk, 1996).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
2. Radang telapak kaki belakang
Percobaan ini menggunakan hewan uji tikus atau mencit. Bahan
penginflamasi yang digunakan adalah karagenin 1% dalam 0,9% natrium klorida
(paling sering digunakan) dengan volume pemberian 0,1ml (tikus) dan 0,05ml
(mencit), atau kapsaisin (1-10μg/kg dalam etanol 10% atau 10% tween 80 atau 0,9%
natrium klorida), atau dekstrim (0,1ml dari 6%w/v dalam gom akasia 2% w/v), atau
dapat juga menggunakan kaolin (0,1ml 5%). Sebagai bahan anti inflamasi
digunkakn ekstrak tanaman yang disuspensikan dalam 2-5 % gom akasia atau
pelarut lain yang sesuai, dan sebagai obat pembanding yaitu indometasin,
kortikosteroid, difenhidramin, atau metisergid (Williamson dkk, 1996).
3. Induksi arthritis
Hewan uji yang digunakan dalam metode ini adalah tikus atau mencit.
Hewan uji dibagi dalam kelompok masing-masing 5 ekor per dosis. Induksi
dilakukan menggunakan suspensi Mycobacterium tuberculosis yang sudah
dimatikan 0,5%w/v dalam parafin cair secara intradermal pada kaki belakang (0,05
ml untuk tikus; 0,025 ml untuk mencit). Obat anti inflamasi diberikan sehari
sebelum injeksi bahan penginduksi arthritis dan diteruskan sesuai yang diinginkan
sampai selama 28 hari, untuk memberikan informasi tentang perkembangan arthritis
dan perawatan obat secara kronis. Pengukuran dilakukan ketika pembengkakan
muncul (biasanya hari ke-13) menggunakan metode pemindahan volume seperti
pada uji udema. Ekstrak tanaman yang diuji disuspensikan dalam gom akasia atau
pelarut lain yang sesuai (Williamson dkk, 1996).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
4. Tes granuloma
Hewan uji berupa tikus putih betina galur wistar diinjenksi bagian
punggung secara subkutan dengan 10-25 ml udara, kemudian 0,50 ml minyak kapas
sebagai senyawa yang sama. Pada hari kedua setelah pembentukan kantong, udara
dihampakan. Pada hari keempat, kantung dibuka dan cairan eksudat disedot,
selanjutnya diukur volume cairannya. Model percobaan ini lebih sensitif untuk uji
obat anti inflamasi steroid daripada nonsteroid (Turner, 1965).
Disamping metode uji anti inflamasi secara in vivo diatas juga terdapat
metode secara in vitro, diantaranya yaitu dengan metode kultur sel. Salah satu model
uji ini adalah uji in vitro inflamasi gastrointestinal. Uji ini terdiri dari mikroporus
beserta selapis sel epitelial yang kontak dengan medium nutrisi di dalam sumur
kultur. Uji ini dilakukan dengan menempatkan sel yang bertanggung jawab terhadap
sistem imun (PMN) beserta material uji pada medium. Selanjutnya dilakukan
penentuan terhadap perubahan pada penanda imunologis terutama sitokinin (TNF
dan agr) atau IL-8 sebagai respon dari material uji. Material ujinya dapat berasal dari
galur Lactobacillus atau Bifidobacterium atau material lain yang berupa probiotik
(Dianzani, Massimo, Margherita G, and Roberto, 2006).
I. Keterangan Empiris
Penelitian ini bersifat ekploratif untuk memperoleh bukti ilmiah efek anti
inflamasi ampas wortel yang dinyatakan dengan penurunan skala eritema dan
perubahan histopatologis pada kulit punggung kelinci yang diradangkan dengan
radiasi sinar UV A pada panjang gelombang 352 nm.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang efek anti inflamasi ampas wortel terhadap kelinci putih
betina merupakan penelitian ekperimental murni dengan menggunakan rancangan
acak lengkap pola searah.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel utama
a. Variabel bebas : Lama masa pemberian ampas wortel
Dosis ampas wortel yang digunakan adalah lama masa pemberian ampas
wortel selama 1 – 6 hari. Ampas wortel yang diberikan seberat 2 gram, yang
ditempelkan selama 4 jam dalam daerah kulit kelinci seluas 4 cm2.
b. Variabel tergantung : Nilai skala eritema yang terbentuk.
Efek anti inflamasi ampas umbi wortel merupakan kemampuan yang dimiliki
ampas wortel dalam menurunkan pembentukan eritema, berdasarkan
pengurangan mean skor eritema setelah diradiasi dengan lampu TL UV A,
pada panjang gelombang 352 nm.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali
1. Jenis kelamin kelinci : betina
2. Berat badan : 1,5 – 2 kg
3. Umur kelinci : 4 – 6 bulan
28
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
4. umur wortel : 3,5 bulan
5. varietas : Imperator
6. Pembuatan ampas wortel : pemerasan ampas wortel
b. Variabel pengacau tak terkendali yaitu keadaan patologis kelinci
C. Subyek dan Bahan Penelitian
1. Subyek penelitian
Subyek uji yang digunakan berupa daerah kulit punggung seluas 4 cm2 dari
kelinci putih betina, umur 4 – 6 bulan dengan berat badan berkisar antara 1,5 – 2 kg
diperoleh dari peternakan Bpk Suparno, Jl.Godean km 10, Sleman, Yogyakarta.
2. Bahan penelitian
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Wortel : Tipe imperator, umur 3,5 bulan, diperoleh dari perkebunan
penduduk daerah Kopeng, Magelang, Jawa Tengah.
b. Kontrol positif : Hidrokortison asetat (Bufacort ®), diperoleh Apotek Sahabat
Keluarga, Jl. Godean, km 7,5.
c. Alkohol 75% : diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
d. Formalin 10% : diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
D. Alat Penelitian
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :
a. Lampu TL UV 10 W, black light, Sankyo, λ 352 nm
b. Alat gelas Pyrek Iwaki Glass, Japan
c. Neraca analitik Merk Mettler Toledo tipe AB 200
d. Kain tipis
e. Parutan wortel
f. Pisau cukur, gunting, silet Goal ®
g. Kapas, kasa steril, plester (perekat kasa)
h. Holder
i. Kamera Digital merk Canon
E. Tata Cara Penelitian
1. Penyiapan bahan uji
a. Pengumpulan dan determinasi tanaman
Tanaman wortel yang digunakan berasal dari tanaman perkebunan
sayur Kopeng, Magelang, Jawa Tengah. Determinasi tanaman dilakukan
menurut Backer dan Bakhuizen van den Brink (1963, 1965) di laboratorium
Farmakognosi Fitokimia Univesitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Pembuatan ampas wortel
Umbi wortel yang masih segar dan tidak ada lukanya dicuci bersih.
Ambil 500 gram wortel kemudian diparut. Hasil parutan ditimbang dan
kemudian diperas dengan menggunakan kain tipis. Ampas yang baru dihasilkan
ditimbang kembali apabila kadar air telah berkurang (berat ampas menyusut ±
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
70%), diambil dan ditimbang 2 gram untuk kemudian diberikan selama 4 jam
dan disesuaikan pada lama masa pemberian yang telah ditentukan.
2. Penyiapan hewan uji
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci putih betina,
usia 4 – 6 bulan, tidak sedang mengandung dan mempunyai berat 1,5 – 2 kg.
Sebelum digunakan, pada bagian punggung kelinci dicukur bulunya hingga bersih
sesuai daerah yang ditentukan yaitu 4 cm2 dan diadaptasikan dalam kandang secara
individual selama 10 hari. Selama adaptasi kelinci hanya diberi makan rumput dan
kangkung.
3. Penetapan eritema
Eritema yang akan diamati terlebih dahulu ditetapkan dengan memberi
nilai skala dan skor sesuai dengan warna merah yang terbentuk dan tingkat
keparahannya.
4. Orientasi penetapan lama penyinaran UV A
Sembilan daerah kulit punggung kelinci seluas @ 4 cm2, yang telah
dibersihkan bulunya, dibagi menjadi 3 kelompok. Masing–masing kelompok
diradiasi dengan lampu TL UV A, λ 352 nm dengan lama penyinaran masing-
masing 3, 6, dan 10 jam. Eritema yang terbentuk diamati pada jam ke 0, 24, 48, dan
72 dan dicatat dalam bentuk skor sesuai dengan skala eritema yang telah ditetapkan.
Lama penyinaran UV A penginduksi eritema ditetapkan pada kelompok penyinaran
yang dapat menimbulkan eritema kuat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
5. Orientasi penetapan waktu pengamatan eritema
Lima daerah kulit punggung kelinci yang sudah disiapkan seperti
sebelumnya diradiasi dengan UV A selama 10 jam. Selanjutnya kelima daerah
tersebut di amati pada jam ke-0, 12, 24, 36, dan 48. Waktu pengamatan eritema
ditetapkan pada saat eritema maksimal terbentuk.
6. Orientasi penetapan waktu pemberian kontrol positif
Sebanyak sembilan daerah kulit uji @ 4 cm2 dibagi menjadi 3 kelompok.
Tiap kelompok diolesi tipis-tipis krim hidrokortison asetat (Bufacort®) dengan
variasi waktu pemberian 15, 30, dan 60 menit sebelum diradiasi dengan UV A
selama 10 jam. Selanjutnya eritema diamati pada jam ke-24. Dosis pemberian
kontrol positif yang dipilih adalah pemberian yang lebih efektif dalam menghambat
terbentuknya eritema.
7. Orientasi penetapan lama masa pemberian ampas wortel
Delapan belas daerah kulit punggung kelinci dibagi dalam 6 kelompok.
Tiap kelompok diberikan ampas wortel dengan cara ditempelkan menggunakan
plester dan kain kasa selama 4 jam. Lama masa pemberian yang digunakan adalah 1,
2, 3, 4, 5 dan 6 hari. Selanjutnya untuk setiap kelompok diradiasi UV A selama 10
jam dan diamati eritemanya pada jam ke-24.
8. Pengujian efek anti inflamasi
Empat puluh daerah uji kulit punggung kelinci yang sudah di adaptasikan,
di bagi menjadi 8 kelompok secara acak, tiap kelompok terdiri dari 5 daerah uji.
Kelompok I : Kontrol negatif, diradiasi lampu UV A, λ 352 selama 10 jam
Kelompok II : Kontrol positif, diberi krim hidrokortison asetat (Bufacort®)
dan kemudian diradiasi lampu UV A , λ 352 selama 10 jam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Kelompok III – VIII : Kelompok perlakuan, diberi 2 gram ampas wortel ditempel
selama 4 jam dengan lama masa pemberian 1 – 6 hari dan kemudian di radiasi lampu
UV A, λ 352.
Masing–masing kelompok diberi perlakuan, yang pertama membuat daerah
uji dengan mencukur bulu pada daerah punggung kelinci seluas 4 cm2 menggunakan
pisau cukur dan telah diadaptasikan. Bersihkan daerah dengan alkohol 75% sebelum
perlakuan. Selanjutnya tiap daerah yang sudah dibersihkan, untuk kelompok I tidak
diberikan apa–apa sedangkan untuk kelompok II diberikan krim hidrokortison asetat
sebagai kontrol positif. Sedangkan untuk kelompok IV – VIII diberikan ampas
wortel selama 4 jam dengan lama masa pemberian 1 – 6 hari. Setelah itu semua
kelompok diradiasi dengan lampu UV A, λ 352 selama 10 jam dan eritema yang
muncul diamati pada jam ke-24.
9. Analisis data
Data mean skor eritema yang diperoleh dari kelompok perlakuan ampas
wortel dibandingkan dengan kontrolnya diuji dengan statistik non parametrik
Kruskal-Wallis untuk mengetahui perbedaan antar kelompok. Untuk mengetaui
perbedaan yang bermakna antar kelompok dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney U.
10. Pembuatan preparat histologi kulit
Pertama pada daerah kulit yang diuji dipotong ± 2 cm2, kemudian difiksasi
dalam formalin 4%. Preparat dimasukkan kedalam larutan etanol secara bertingkat
berturut–turut etanol 50% selama 30 menit, etanol 90% selama 30 menit, etanol
mutlak selama 30 menit, masing–masing 2 kali perlakuan. Preparat kemudian
direndam dalam xilol-parafin, dimasukkan ke dalam oven selama satu jam dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
suhu 60°C. Setelah itu dipindahkan ke dalam parafin cair selama satu setengah jam
dalam blok preparat. Setelah dicetak, preparat dipotong setebal 6 mikron dengan
mikrotom. Pita irisan ditempelkan pada gelas benda dengan perekat gliserin
albumin. Kemudian dimasukkan kedalam larutan etanol secara bergantian, berturut –
turut etanol 96%, 90%, 70%, dan 50%, masing – masing selama 5 – 10 menit, cuci
dengan air, kemudian baru dimasukkan ke dalam larutan hematoksilin-eosin (HE)
dalam alkohol selama 12 menit. Akhirnya preparat dikeringkan dalam suhu kamar
dan ditutup dengan kanada balsam serta obyek gelas. Proses pembuatan preparat
histologi dilakukan di Laboratoriun Anatomi dan Fisiologi Hewan, Fakultas Biologi,
Universitas Gadjah Mada.
11. Pemeriksaan histopatologi
Preparat sel kulit selanjutnya diperiksa histopatologinya dengan
menggunakan mikroskop. Hasil pemeriksaan histopatologi dan fotomikroskopis
merupakan data kualitatif yang kemudian diberian skor dan dianalisis dengan
statistik non parametrik Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney U. Pemeriksaan
histopatologi sel kulit dibimbing oleh Yohanes Sugiyanto, M.Si. di Laboratorium
Anatomi dan Fisiologi Hewan, Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman uji merupakan langkah awal sebelum dilakukan
penelitian. Determinasi bertujuan untuk memastikan kebenaran bahan uji tanaman
yang akan digunakan dalam penelitian. Berdasarkan hasil determinasi yang
dilakukan maka dapat dipastikan bahwa spesies tanaman yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Daucus carota L.
B. Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan sebagai orientasi untuk mempersiapkan hal–hal
yang diperlukan pada pengambilan data sebenarnya di dalam perlakuan. Uji ini
bertujuan untuk memvalidasi metode uji anti inflamasi yang akan digunakan,
sehingga hasil yang diperoleh dalam perlakuan lebih akurat dan dapat diterima.
Dalam penelitian ini uji pendahuluan yang dilakukan meliputi: penetapan kriteria
skor eritema, penetapan lama waktu penyinaran UVA sebagai penginduksi eritema,
penetapan waktu pengamatan eritema, penetapan dosis kontrol positif krim
Bufacort®, dan penetapan lama masa pemberian ampas wortel.
Data yang diperoleh uji pendahuluan merupakan hasil skoring dari eritema
yang teramati pada daerah uji. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan antar
kelompok, data tersebut dianalasis secara statistik dengan uji Kruskal-Wallis dan
untuk mengetahui perbedaan tersebut bermakna atau tidak dilanjutkan dengan uji
Mann-Whitney
35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
1. Penetapan eritema
Eritema merupakan salah satu gejala inflamasi yang ditandai dengan warna
merah pada kulit dan disebabkan oleh peningkatan aliran darah dalam kapiler
(Anonim, 2007a). Dalam penelitian ini terbentuknya eritema merupakan bagian
yang penting karena berperan sebagai variabel tergantung yang akan diamati. Untuk
menghindari subyektifitas yang berlebih dalam pengamatan maka diperlukan
penetapan nilai skala eritema dalam bentuk skor berdasarkan tingkat kemerahan.
Penetapan ini bertujuan agar hasil yang diperoleh lebih valid dan untuk selanjutnya
data hasil skoring eritema ini dapat dianalisis secara statistik. Hasil penetapan nilai
skor eritema dapat dilihat pada tabel I.
Tabel I. Penetapan nilai skor eritema
Tingkatan eritema Eritema Skor Keterangan Tidak ada eritema 0 0 Tidak ada warna merah Eritema ringan + 1 bercak merah Eritema ++ 2 merah merata Eritema kuat +++ 3 merah kuat, kulit menebal dan kasar
2. Orientasi penetapan lama penyinaran UV A
Radiasi UV A merupakan salah satu inflamatogen yang dapat menginduksi
terjadinya eritema sebagai gejala terjadinya inflamasi (Tedesco, 1997). Dalam
penelitian ini sumber radiasi UV A yang digunakan berasal dari lampu TL UV 10
W, black light, Sankyo, λ 352 nm. Energi dari radiasi tersebut belum diketahui,
sehingga untuk menetapkan dosisnya dilakukan dengan mencari lama waktu
penyinaran. Penetapan ini bertujuan untuk memilih dan menentukan lama
penyinaran lampu TL UV 10 W, black light, Sankyo, λ 352 nm sebagai dosis yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
efektif dalam mengiduksi eritema kuat pada daerah uji. Variasi lama penyinaran
yang dipilih adalah 3, 6 , dan 10 jam. Hasil orientasi dapat dilihat pada tabel II.
Tabel II. Hasil uji statistik orientasi penetapan lama penyinaran UV A
Uji Mann-Whitney Kel. Waktu penyinaran UV A
(Jam)
n Mean skor eritema
Uji Kruskal-Wallis
Pembanding Ket. I 3 3 0,33 III
II Bb Btb
II 6 3 1,33 III I
Bb Btb
III 10 3 3
Ada Perbedaan
I, II -
Bb Btb
Keterangan : Kel. : kelompok Btb : Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) n : jumlah Bb : berbeda bermakna (p ≤ 0,05) Ket. : keterangan
Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa mean skor eritema yang terbesar
terjadi pada penyinaran UV A selama 10 jam. Dalam uji Kruskal-Wallis diperoleh
nilai signifikansi sebesar 0,030 (p < 0,05), sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat
perbedaan mean skor eritema yang terbentuk dari ketiga kelompok tersebut.
Sedangkan dari uji Mann-Whitney juga menunjukkan bahwa eritema dengan
penyinaran selama 10 jam memiliki perbedaan yang bermakna dengan eritema pada
penyinaran 3 dan 6 jam. Jadi dapat diasumsikan bahwa penyinaran UV A selama 10
jam telah dapat memberikan efek yang maksimal dalam menimbulkan radang pada
kulit kelinci yang berupa eritema.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
0.33
1.33
3
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
3 jam 6 jam 10 jam
lama penyinaran
skal
a er
item
a
Gambar 7. Grafik orientasi penetapan lama penyinaran UVA
3. Orientasi penetapan waktu pengamatan eritema
Orientasi ini bertujuan untuk mengetahui dan memilih waktu yang tepat
dalam mengamati eritema kuat akibat radiasi UV A. Pada orientasi penetapan lama
waktu penyinaran sebelumnya, secara sepintas terlihat bahwa waktu terbentuknya
eritema terjadi pada jam ke 24 setelah radiasi UV A, meskipun demikian masih
perlu dilakukan orientasi lagi dengan dosis yang sudah ditetapkan untuk benar–
benar memastikan waktu optimal terbentuknya eritema hasil penyinaran UV A agar
memudahkan dalam pengamatan. Waktu pengamatan yang dipilih dalam orientasi
ini adalah pada jam ke- 0, 12, 24, 36, 48 dan 72 setelah penyinaran UV A selama 10
jam. Hasil orientasi penetapan lama penyinaran UV A dapat dilihat pada tabel III.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Tabel III. Hasil uji statistik orientasi penetapan waktu pengamatan eritema
Uji Mann-Whitney Kel. Waktu Pengamatan
(jam ke-)
n Mean skor
eritema
Uji Kruskal-Wallis Pembanding Ket.
I 0 5 0 II, III, IV, V VI
Bb Btb
II 12 5 2,2 I, V, VI III, IV
Bb Btb
III 24 5 2,6 I, IV, V, VI II
Bb Btb
IV 36 5 1,8 I, III, VI II, V
Bb Btb
V 48 5 1 I, II, III IV, VI
Bb Btb
VI 72 5 0,6
Ada Perbedaan
II, III, IV I, V
Bb Btb
Keterangan : Kel. : kelompok Btb : berbeda tidak bermakna (p > 0,05) n : jumlah Bb : berbeda bermakna (p ≤ 0,05) Ket. : keterangan
Tabel diatas menunjukkan bahwa eritema paling kuat terbentuk pada jam
ke-24 dan disusul pada jam ke-12 setelah penyinaran sinar UV A selama 10 jam.
Secara statistik mean skor eritema kedua kelompok pengamatan tersebut
menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna, akan tetapi pada kelompok
pengamatan jam ke-24 jika dibandingkan dengan mean skor eritema kelompok
pengamatan lainnya (jam ke- 0, 36, 48 dan 72) memiliki perbedaan yang bermakna.
Oleh sebab itu waktu pengamatan eritema yang dipilih dalam penelitian ini adalah
pada jam ke-24 setelah penyinaran UV A, karena diasumsikan pada waktu
pengamatan tersebut, penyinaran UV A selama 10 jam telah memberikan efek
terbentuknya eritema yang mudah diamati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
0
2.2
2.6
1.8
1
0.6
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0 jam 12 jam 24 jam 36 jam 48 jam 72 jam
waktu pengamatan (setelah)
skal
a er
item
a
Gambar 8. Grafik orientasi penetapan waktu pengamatan eritema 4. Orientasi waktu pemberian kontrol positif krim hidrokortison asetat
Hidrokortison asetat dalam krim Bufacort® yang digunakan sebagai
kontrol positif berlaku sebagai pembanding terhadap kelompok perlakuan.
Hidrokortison asetat merupakan salah satu obat inflamasi golongan steroid yang
dapat mengurangi eritema akibat radiasi UV (Richard, Kathryne, Henry, and Mary,
2004). Orientasi kontrol positif ini bertujuan untuk menentukan waktu pemberian
krim hidrokortison asetat yang efektif dalam mengurangi terbentuknya eritema
akibat radiasi UV A. Dosis umum pemakaian luar krim hidrokortison asetat pada
manusia adalah satu sampai dua kali sehari dioleskan tipis dan merata (Anonim,
2000). Menurut Williamson dkk (1996), pemberian kontrol positif dilakukan kurang
lebih 15 menit sebelum peradangan. Untuk itu dalam orientasi ini variasi waktu
pemberian kontrol positif yang dipilih adalah 15, 30 dan 60 menit sebelum diradiasi
UVA dan pemberian ini disesuaikan dengan dosis krim hidrokortison asetat topikal
Bufacort®. Hasil orientasi waktu pemberian kontrol positif disajikan pada tabel IV.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Tabel IV. Hasil uji statistik orientasi waktu pemberian krim hirdokortison asetat Kel. Waktu pemberian krim
Bufacort® (sebelum diradiasi) n Mean skor
eritema Uji
Kruskal-Wallis
I 15 menit 3 0,33
II 30 menit 3 1
III 60 menit 3 1
Berbeda tidak bermakna (p=0,348)
Keterangan : Kel. : kelompok n : jumlah Ket. : keterangan
Terlihat dari tabel tersebut bahwa pemberian krim hidrokortison asetat
Bufacort® 15 menit sebelum diradiasi UV A mempunyai mean skor eritema paling
kecil. Akan tetapi secara statistik perbedaan antara ketiga kelompok pemberian
kontrol positif tersebut tidak bermakna. Sehingga untuk perlakuan lebih lanjut dapat
menggunakan pemberian kontrol positif dengan waktu pemberian 15 menit sebelum
radiasi UV A.
0.33
1 1
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
15 menit 30 menit 60 menit
waktu pemberian (sebelum diradiasi)
skal
a er
item
a
Gambar 9. Grafik orientasi waktu pemberian krim hirdokortison asetat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
5. Orientasi penetapan lama masa pemberian ampas wortel
Penentuan lama pemberian ampas wortel perlu dilakukan terlebih dahulu
untuk mencari waktu yang tepat agar ampas wortel sebagai bahan yang akan diuji
dapat bekerja sebagai anti inflamasi. Ketika terjadi aksi anti inflamasi dari ampas
wortel maka akan ditunjukkan dengan adanya penurunan mean skor eritema yang
teramati. Jika mean skor eritema kecil maka menunjukkan adanya kerja anti
inflamasi ampas wortel yang maksimal. Variasi waktu pemberian ampas wortel yang
digunakan adalah 1 sampai 6 hari.Data dan hasil orientasi ditunjukkan pada tabel V
Tabel V. Hasil uji statistik orientasi lama masa pemberian ampas wortel
Uji Mann-Whitney Kel. Lama masa pemberian
(hari)
n Mean skor
eritema
Uji Kruskal-Wallis
Pembanding Ket. I 1 3 2,67 III
II, IV, V, VI Bb Btb
II 2 3 1,67 - I, III, IV, V, VI
Bb Btb
III 3 3 0,67 I, VI II, IV, V
Bb Btb
IV 4 3 1,33 - I, II, III, V, VI
Bb Btb
V 5 3 1,33 - I, II, III, IV, VI
Bb Btb
VI 6 3 2
Ada
Perbedaan (p=0,046)
III I, II, IV, V, VI
Bb Btb
Keterangan : Kel. : kelompok Btb : Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) n : jumlah Bb : berbeda bermakna (p ≤ 0,05) Ket. : keterangan
Hasil uji statistik pada tabel tersebut menunjukkan bahwa dengan
bertambahnya lama masa pemberian ampas wortel memperlihatkan adanya
perubahan eritema pada daerah uji. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan
mean skor eritema daerah uji pada lama masa pemberian 1 sampai 3 hari dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
penurunan yang bermakna secara statistik terjadi pada pemberian ampas selama 3
hari. Pada pemberian hari ke-4 sampai ke-6 mengalami peningkatan mean skor
eritema jika dibandingkan dengan hari sebelumnya. Oleh sebab itu diputuskan untuk
menghentikan pemberian ampas wortel setelah hari ke-6. Grafik hasil orientasi
tersebut dapat dilihat pada gambar 10.
2.67
1.67
0.67
1.33 1.33
2
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
skal
a er
item
a
1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari 6 hari
lama masa pemberian
Gambar 10. Grafik orientasi lama masa pemberian ampas wortel
Dalam orientasi ini bahan uji yang digunakan adalah ampas wortel dengan
dosis 2 gram / 4cm2 yang diaplikasikan selama 4 jam. Dosis ampas wortel sebesar 2
gram digunakan karena memudahkan dalam pengaplikasiannya yang dilakukan
secara topikal, sedangkan waktu aplikasi selama 4 jam dipilih agar ampas wortel
tidak terlalu kering dan bisa mempertahankan kontak dengan daerah uji. Selain itu
juga pada dosis tersebut cukup sesuai dengan luas permukaan daerah uji, sehingga
ampas yang ditempelkan tidak terlalu tipis dan tidak terlalu tebal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
C. Pengujian Efek Anti Inflamasi
Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan efek anti inflamasi ampas
wortel pada daerah uji kulit punggung kelinci yang ditandai dengan penurunan mean
skor eritema. Metode yang digunakan adalah metode uji eritema (Williamson,
Okpako, dan Evans, 1996) yang telah dimodifikasi. Alasan penggunaan metode ini
karena merupakan metode yang sederhana dari segi perlakuan, pengamatan,
pengukuran, pengolahan data serta metode ini sangat relevan terhadap bahan uji
ampas wortel yang diaplikasikan secara topikal. Walaupun metode ini agak
subyektif tapi tetap valid dan dapat diterima (Williamson, Okpako, dan Evans,
1996). Penginduksi eritema yang digunakan adalah UV A yang berasal dari lampu
TL UV 10 W, black light, Sankyo, λ 352 nm. Adanya radiasi UV A akan
menimbulkan radikal bebas yang dapat merusak membran sel dan memacu
peroksidasi lemak sehingga terjadi peradangan dengan disertai pelepasan mediator–
mediator inflamasi seperti histamin, kinin, prostaglandin, leukotrien dan sebagainya,
yang dapat mengakibatkan vasodilatasi serta peningkatan aliran darah dan
terbentuklah eritema (Tedesco, 1997). Efek anti inflamasi yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah kemampuan ampas wortel untuk mengurangi mean skor eritema
pada daerah kulit uji akibat radiasi UV A.
Dosis pemberian ampas wortel yang digunakan dalam uji efek anti
inflamasi ini, didasarkan pada kajian tehadap lama masa pemberian, yaitu dengan
dosis 2 gram/4 cm2. Alasan menggunakan 2 gram ampas wortel karena
memudahkan dalam pengaplikasian dan berat tersebut juga cukup sesuai dengan
luas daerah uji yang digunakan. Sedangkan untuk peringkat dosis yang digunakan
adalah lama masa pemberian ampas wortel 1 sampai 6 hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Data dari perlakuan ini kemudian dibandingkan dengan kelompok kontrol,
baik kontrol negatif maupun positif. Perlakuan terhadap kontrol negatif bertujuan
untuk melihat seberapa kuat eritema hasil radiasi UV A tanpa perlakuan apapun, jika
dibandingkan dengan pemberian krim obat / ampas wortel sebelum diradiasi UV A.
Sedangkan perlakuan terhadap kontrol positif bertujuan untuk mengetahui seberapa
kuat efek anti inflamasi dalam menghambat munculnya eritema dari radiasi UV A
jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan. Hasil uji statistik mean skor eritema
pada uji efek anti inflamasi tiap kelompok disajikan pada tabel VI.
Tabel VI. Hasil uji statistik perlakuan pemberian ampas wortel dengan kajian lama masa pemberian.
Uji Mann-Whitney Kel. Perlakuan
n Mean
skor eritema
Uji Kruskal-Wallis Pembanding Ket.
I sinar UV A 5 2,8 II, V, VI III, IV, VII, VIII
Bb Btb
II hidrokortison asetat (Bufacort®)
5 0,6 I, III, IV, VI, VII, VIII V
Bb Btb
III Pemberian ampas 1 hari
5 2,6 II, V, VI I, IV, VII, VIII
Bb Btb
IV Pemberian ampas 2 hari
5 1,8 II I, III, V, VI, VII, VIII
Bb Btb
V Pemberian ampas 3 hari
5 1,4 I, III, VII II, IV, VI, VIII
Bb Btb
VI Pemberian ampas 4 hari
5 1,6 I, II, III IV, V, VII, VIII
Bb Btb
VII Pemberian ampas 5 hari
5 2,4 II, V I, III, IV, VI, VIII
Bb Btb
VIII Pemberian ampas 6 hari
5 2,2
Ada Perbedaan (p=0,002)
II I, III, IV, V, VI, VII
Bb Btb
Keterangan : Kel. : kelompok Btb : Berbeda tidak bermakna (P > 0,05) n : jumlah Bb : berbeda bermakna (P ≤ 0,05) Ket. : keterangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Berdasarkan tabel VI tersebut terlihat bahwa mean skor eritema tertinggi
terdapat pada kelompok kontrol negatif. Hal ini menunjukkan bahwa benar UV A
dapat menginduksi terjadinya peradangan pada daerah kulit kelinci yang ditandai
dengan terbentuknya eritema kuat. Adanya kromofor kulit yang mengabsorbsi
radiasi UV A sehingga akan memicu terjadinya reaksi fotokimia dan menghasilkan
radikal bebas yang tidak stabil dan sangat reaktif. Akibatnya dapat terjadi gangguan
fungsi sel dengan rusaknya membran sel karena serangan dari radikal bebas tersebut.
Rusaknya membran sel dapat mempengaruhi sintesis dan pembebasan mediator dari
eicosanoid (produk turunan dari asam arakidonat), histamin, kinin, sitokinin dan
faktor kemotaksis yang lain. Semua mediator–mediator tersebut mengaktifkan sel
endotelial di dermis sehingga meningkatkan permiabilitas vaskular dan terjadilah
eritema serta mempromosikan akumulasi sel–sel inflamasi (Tedesco, 1997).
Sedangkan pada perlakuan kontrol positif krim hidrokortison asetat (Bufacort®)
yang dioleskan secara topikal mempunyai mean skor eritema yang terkecil dan
secara statistik berbeda bermakna jika dibandingkan dengan kontrol negatif. Hal ini
juga menunjukkan bahwa krim hidrokortison tersebut mempunyai efek anti
inflamasi dengan kemampuan mengurangi mean skor eritema yang diakibatkan oleh
sinar UV A. Seperti yang telah diketahui hidrokortison asetat merupakan golongan
steroid yang mekanisme anti inflamasinya berdasarkan atas rintangan sintesis
prostaglandin dan leukotrien dengan menghambat fosfolipase (Tjay dan Rahardja,
2002). Dari hasil ini telah membuktikan bahwa memang benar krim hidrokortison
asetat Bufacort® memiliki efek anti inflamasi dan oleh sebab itu krim tersebut dapat
digunakan sebagai kontrol positif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Dalam tabel pengujian efek anti inflamasi tersebut juga dapat diketahui
bahwa terdapat perbedaan antara beberapa kelompok perlakuan pemberian ampas
wortel dengan kelompok kontrol. Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa pada
perlakuan ampas wortel 2 gram/4 cm2 dengan lama masa pemberian bervariasi
kemungkinan memberikan efek anti inflamasi dengan menghambat pembentukan
eritema pada daerah uji. Disamping itu juga terlihat adanya penurunan mean skor
eritema pada kelompok pemberian ampas wortel 1 sampai 3 hari. Akan tetapi
penurunan yang berarti adalah pada kelompok pemberian ampas wortel 3 hari.
Sedangkan pada pemberian ampas pada 4, 5, dan 6 hari mengalami peningkatan
kembali mean skor eritema dibandingkan pada pemberian 3 hari. Peningkatan yang
berarti secara statistik baru ditunjukkan pada pemberian 6 hari.
Hasil analisis statistik menunjukkan beberapa kelompok perlakuan yang
mempunyai perbedaan dengan kontrol negatif, yaitu kelompok pemberian ampas
wortel selama 3 hari dan 4 hari. Pada kelompok perlakuan ini terjadi penurunan
mean skor eritema yang berarti, karena secara statistik berbeda bermakna dengan
kelompok kontrol negatif, sehingga dapat dimungkinkan adanya efek anti inflamasi
dari kelompok perlakuan tersebut. Kemungkinan adanya efek anti inflamasi pada
kelompok perlakuan tersebut diduga berasal dari senyawa anti oksidan yang masih
terdapat dalam ampas wortel sehingga dapat menangkap radikal bebas hasil radiasi
UV A. Seperti yang telah diketahui dalam wortel kaya akan senyawa antioksidan
salah satunya adalah beta karoten. Beta karoten sendiri telah terbukti mempunyai
efek anti inflamasi (Utami, 2006).
Dalam kelompok perlakuan yang lainnya yaitu pada pemberian ampas 1, 2,
5, dan 6 hari, juga terjadi penurunan mean skor eritema tapi secara statistik tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
memiliki perbedaan yang berarti dengan kontrol negatif. Hal ini berarti bahwa pada
kelompok perlakuan tersebut belum mampu memberikan efek anti inflamasi.
Terdapat pula beberapa kelompok perlakuan yang secara statistik berbeda
bermakna dengan kelompok kontrol positif, yaitu kelompok pemberian ampas
wortel 1, 2, 4, 5, dan 6 hari. Hal ini menunjukkan bahwa dari kelompok perlakuan
tersebut belum dapat memberikan efek anti inflamasi seperti halnya pada kontrol
positif atau bisa dikatakan potensinya masih di bawah kontrol positif. Akan tetapi
walaupun hampir sebagian besar kelompok perlakuan berbeda bermakna dengan
kelompok kontrol positif, masih terdapat satu kelompok perlakuan yang secara
statistik mempunyai perbedaan tidak berarti dengan kontrol positif, yaitu kelompok
pemberian ampas wortel 3 hari. Dalam kelompok perlakuan ini terlihat penurunan
mean skor eritema yang hampir sama seperti pada kelompok kontrol positif. Dapat
diasumsikan bahwa kelompok perlakuan pemberian selama 3 hari merupakan dosis
optimal dalam memberikan efek anti inflamasi seperti pada kontrol positif.
Sedangkan untuk kelompok pemberian ampas wortel 4 hari meskipun mempunyai
efek anti inflamasi akan tetapi tidak sekuat krim hidrokortison asetat Bufacort®
sebagai kontrol positif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
2.8
0.6
2.6
1.8
1.41.6
2.42.2
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
skal
a er
item
a
1 2 3 4 5 6 7 8
kelompok perlakuan
Gambar 11. Grafik perlakuan pemberian ampas wortel dengan kajian lama masa pemberian.
Keterangan :
1. Kelompok kontrol negatif penyinaran UV A 10 jam. 2. Kelompok kontrol positif krim Bufacort® dengan penyinaran UV A 10 jam. 3. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 dengan lama masa
pemberian 1 hari dan penyinaran UV A 10 jam. 4. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa
pemberian 2 hari dan penyinaran UV A 10 jam. 5. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa
pemberian 3 hari dan penyinaran UV A 10 jam. 6. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa
pemberian 4 hari dan penyinaran UV A 10 jam. 7. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa
pemberian 5 hari dan penyinaran UV A 10 jam. 8. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa
pemberian 6 hari dan penyinaran UV A 10 jam.
D. Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui perubahan
histopatologi pada daerah uji kulit punggung kelinci yang telah diradiasi UV A dan
mendapatkan perlakuan, baik kontrol positif maupun pemberian ampas wortel.
Menurut Tedesco (1997) terdapat perubahan histopatologi pada lapisan epidermis
setelah diradiasi UV seiring dengan munculnya eritema. Perubahan tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
diantaranya yaitu terjadinya hiperkeratosis (penebalan stratum korneum), spongiosis
(udem yang berisi cairan intersel), vesicula, dan yang paling parah adalah kerusakan
sel bahkan sampai nekrosis. Hiperkeratosis terjadi karena mekanisme pertahanan
kulit yaitu dengan membentuk lebih banyak sel keratin sehigga menjadi tebal.
Sedangkan spongiosis terjadi karena adanya gangguan terhadap sel sehingga
menyebabkan cairan dalam sel keluar membentuk udema. Vesicula hampir sama
dengan spongiosis akan tetapi hanya berongga satu dan hanya sebesar biji kapri.
Nekrosis merupakan kerusakan sel permanen atau mati yang disebabkan gangguan
yang hebat terhadap sel (Mutschler,1991).
Gambar 12. Histopatologi daerah uji kulit kelinci normal tanpa perlakuan pada
perbesaran 40x Keterangan :
A : stratum korneum C : stratum spinosum B : stratum granulosum Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan histopatologi ini juga berupa
skor sesuai dengan tingkat keparahan yang nampak pada struktur epidermis kulit
daerah uji. Selanjutnya data tersebut juga dianalisis secara statistik sama dengan uji
Kruskal-Wallis dan Mann-whitney. Hasil analisis statistik dari pemeriksaan
histopatologi disajikan dalam tabel VII.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Tabel VII. Hasil uji statistik mean skor histopatologi daerah kulit uji
Uji Mann-Whitney Kel. Perlakuan
n Mean skor histopatologi
Uji Kruskal-Wallis Pembanding Ket.
I sinar UV A 3 3,67 II, V, VI III, IV, VII, VIII
Bb Btb
II krim Bufacort®
3 1,33 I, III IV, V, VI, VII, VIII
Bb Btb
III Pemberian ampas 1 hari
3 3 II, V, VI I, IV, VII, VIII
Bb Btb
IV Pemberian ampas 2 hari
3 2,67 - I, II, III, V, VI, VII, VIII
Bb Btb
V Pemberian ampas 3 hari
3 2 I, III II, IV, VI, VII, VIII
Bb Btb
VI Pemberian ampas 4 hari
3 2 I, III II, IV, V, VII, VIII
Bb Btb
VII Pemberian ampas 5 hari
3 2,33 - I, II, III, IV, V, VI, VIII
Bb Btb
VIII Pemberian ampas 6 hari
3 2,67
Ada Perbedaan
- I, II, III, IV, V, VI, VII
Bb Btb
Keterangan : Kel. : kelompok Btb : Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) n : jumlah Bb : berbeda bermakna (p ≤ 0,05) Ket. : keterangan
Hasil analisis statistik menunjukan bahwa mean skor histopatologi paling
parah terjadi pada kontrol negatif. Hasil ini juga dapat dilihat dengan jelas pada
gambar 13.1. Dalam gambar tersebut terlihat jelas sekali bahwa radiasi UV A tanpa
adanya perlakuan lain dapat merubah struktur sel pada lapisan epidermis, yaitu
berupa penebalan stratum korneum yang parah dan mendesak ke dalam disertai
dengan adanya udem cairan inter sel. Terjadinya peristiwa tersebut kemungkinan
dapat disebabkan karena adanya gangguan atau perusakan sel oleh radikal bebas
yang berasal dari radiasi UV A. Sedangkan pada kelompok kontrol positif pada
gambar 13.2, juga terjadi penebalan stratum korneum yang disertai udem inter sel
akan tetapi tidak separah pada kontrol negatif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
(1) (2)
Gambar 13. Histopatologi daerah uji setelah diradiasi UV A pada perbesaran 100x (1) dan pemberian hidrokortison asetat Bufacort® pada perbesaran 40x(2)
Keterangan (1) : Keterangan (2) :
A : penebalan stratum korneum A : penebalan stratum korneum B : udem cairan inter sel B : stratum granulosum C : stratum spinosum
Menurut hasil analisis statistik juga terlihat bahwa tidak terjadi perbedaan
yang bermakna antara kontrol positif dengan semua kelompok perlakuan yang lain.
Hal ini bisa dikarenakan mekanisme kerja krim hidrokortison asetat adalah
menghambat enzim fosfolipase sehingga menghalangi pembentukan prostaglandin
dan leukotrien sebagai mediator inflamasi, tidak seperti anti oksidan yang dapat
melindungi sel dari serangan radikal bebas. Sehingga pada kelompok perlakuan ini
masih tetap terlihat adanya perubahan histopatologi pada daerah uji. Akan tetapi
meskipun demikian adanya pemberian tersebut juga dapat mengurangi keparahan
histopatologinya.
Pada perlakuan pemberian ampas 1 dan 2 hari terlihat perubahan
histopatologi pada daerah uji hampir sama. Secara statistik mean skor histopatologi
kedua kelompok perlakuan ini jika dibandingkan dengan kontrol negatif berbeda
tidak berarti. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan tersebut juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
mengalami perubahan histopatologi yang hampir sama parahnya dengan kontrol
negatif, yakni dengan adanya gangguan dan kerusakan sel yang menyebabkan
penebalan lapisan stratum korneum yang disertai dengan udem inter sel seperti
terlihat pada gambar 14.
(1) (2)
Gambar 14. Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 1 hari pada perbesaran 40x (1), pemberian ampas wortel 2 hari pada perbesaran 40x (2)
Keterangan :
A : penebalan stratum korneum dan udem inter sel B : vesikula C : degenerasi lemak D : pembuluh darah vasodilatasi
Perubahan histopatologi yang terjadi pada kelompok pemberian ampas
wortel selama 3 dan 4 hari tidak separah pada kontrol negatif dan kelompok –
kelompok perlakuan lainya (pemberian ampas 1, 2, 5, dan 6). Dapat dilihat pada
gambar 15. Pada kelompok ini penebalan stratum korneum dan udem inter sel yang
terjadi hanya sedikit atau kecil. Sedangkan untuk kelompok perlakuan pemberian
ampas selama 5 dan 6 hari juga mengalami perubahan histopatologi dengan tingkat
keparahannya hampir sama dengan kontrol negatif. Hal ini terlihat dari penebalan
stratum korneum yang disertai udem inter sel seperti pada gambar 16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
(1) (2)
Gambar 15. Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 3 hari pada perbesaran
40x (1) dan pemberian ampas wortel 4 hari pada perbesaran 40x(2) Keterangan :
A : penebalan stratum korneum B : udem inter sel C : degenerasi lemak
(1) (2)
Gambar 16. Histopatologi daerah uji pemberian ampas wortel 5 hari pada perbesaran 40x (1) dan pemberian ampas wortel 6 hari pada perbesaran 40x (2)
Keterangan : A : penebalan stratum korneum dan udem inter sel C : degenerasi lemak
Berdasarkan dari hasil pemeriksaan histopatologi ini juga menunjukkan
kemungkinan adanya efek anti inflamasi dari perlakuan pemberian ampas wortel
yang dapat dilihat dari perubahan tingkat keparahan yang terjadi. Diduga efek anti
inflamasi pada perlakuan ini disebabkan adanya senyawa anti oksidan yang masih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
terdapat pada ampas wortel, sehingga mampu menangkap radikal bebas yang berasal
dari radiasi UV A. Senyawa anti oksidan yang diduga kuat masih terdapat dalam
ampas wortel tersebut adalah beta karoten karena beta karoten merupakan senyawa
karotenoid yang memberikan wanra kuning kemerahan dalam wortel. Ampas wortel
yang digunakan dalam penelitian ini juga masih berwarna orange sehingga sangat
dimungkinkan jika masih mengandung senyawa beta karoten.
Penebalan stratum korneum dan udem inter sel yang parah pada beberapa
kelompok perlakuan dapat disebabkan karena kecilnya beta karoten yang terdapat
dalam ampas untuk menghambat radikal bebas akibat UV A seperti pada pemberian
ampas wortel selama 1 dan 2 hari. Akan tetapi keparahan tersebut juga dapat terjadi
karena karotenoid disisi lain dapat berperan sebagai prooksidan setelah dimodulasi
oleh Fe (Halliwel dan Gutteridge,1990 cit Winarsi, 2007). Hal ini juga yang
mungkin terjadi pada perlakuan pemberian ampas selama 5 dan 6 hari, dengan
asumsi beta karoten pada ampas wortel dapat diserap kulit, karena hingga saat ini
belum pernah ada penelitian beta karoten yang diaplikasikan secara topikal. Dari
pemeriksaan histopatologi ini juga memperlihatkan bahwa dosis optimal dalam
menghambat kerusakan sel akibat radiasi UV A terjadi pada perlakuan pemberian
ampas wortel selama 3 dan 4 hari.
E. Perbandingan Uji Eritema dan Pemeriksaan Histopatologi
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan uji eritema bersifat semi
kuantitatif, selanjutnya untuk melengkapi hasil tersebut dilanjutkan dengan
pemeriksaan histopatologi kulit daerah uji, yaitu dengan melihat secara lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
mendetail perubahan struktur epidermis daerah uji setelah uji eritema. Perbandingan
hasil uji eritema dan pemeriksaan histopatologi disajikan pada tabel VIII.
Tabel VIII. Perbandingan hasil uji eritema dan pemeriksaan histopatologi
Uji eritema Pemeriksaan histopatologi
Uji Mann-Whitney Kel
n mean skor
n mean skor
pembanding (eritema)
pembanding (histopatologi)
ket
I 5 2,8 3 3,67 II, V, VI III, IV, VII, VIII
II, V, VI III, IV, VII, VIII
Bb Btb
II 5 0,6 3 1,33 I, III, IV, VI, VII, VIII V
I, III IV, V, VI, VII, VIII
Bb Btb
III 5 2,6 3 3 II, V, VI I, IV, VII, VIII
II, V, VI I, IV, VII, VIII
Bb Btb
IV 5 1,8 3 2,67 II I, III, V, VI, VII, VIII
- I, II, III, V, VI, VII, VIII
Bb Btb
V 5 1,4 3 2 I, III, VII II, IV, VI, VIII
I, III II, IV, VI, VII, VIII
Bb Btb
VI 5 1,6 3 2 I, II, III IV, V, VII, VIII
I, III II, IV, V, VII, VIII
Bb Btb
VII 5 2,4 3 3,67 II, V I, III, IV, VI, VIII
- I, II, III, IV, V, VI, VIII
Bb Btb
VIII 5 2,8 3 1,33 II, V, VI III, IV, VII, VIII
- I, II, III, IV, V, VI, VII
Bb Btb
Keterangan : Kel. : kelompok Btb : Berbeda tidak bermakna (p > 0,05) n : jumlah Bb : berbeda bermakna (p ≤ 0,05) Ket. : keterangan I. Kelompok kontrol negatif penyinaran UV A 10 jam. II. Kelompok kontrol positif krim Bufacort® dengan penyinaran UV A 10 jam. III. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 dengan lama masa
pemberian 1 hari dan penyinaran UV A 10 jam. IV. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa
pemberian 2 hari dan penyinaran UV A 10 jam. V. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa
pemberian 3 hari dan penyinaran UV A 10 jam. VI. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa
pemberian 4 hari dan penyinaran UV A 10 jam. VII. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa
pemberian 5 hari dan penyinaran UV A 10 jam. VIII. Kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4cm2 dengan lama masa
pemberian 6 hari dan penyinaran UV A 10 jam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Dari tabel tersebut terlihat bahwa mean skor eritema dan mean skor
histopatologi mengalami penurunan nilai mean skor dengan adanya perlakuan
pemberian ampas wortel. Penurunan yang paling berarti adalah pada pemberian
ampas wortel selama 3 dan 4 hari. Hal menarik yang terlihat dari tabel tersebut
adalah perbedaan mean skor yang terdapat pada kelompok perlakuan kontrol positif.
Pada pemberian kontrol positif uji eritema, mean skor eritemanya mempunyai
perbedaan yang bermakna dengan mean skor eritema dari semua kelompok
perlakuan kecuali dengan pemberian ampas wortel selama 3 hari. Sedangkan pada
pemeriksaan histopatologi mean skor yang dihasilkan hanya mempunyai perbedaan
yang bermakna dengan kontrol positif dan pada pemberiaan ampas wortel 1 hari. Ini
menunjukan bahwa walaupun terjadi pengurangan eritema yang berarti tetapi tetap
terjadi perubahan histopatologi berupa penebalan stratum korneum dan udem inter
sel pada lapisan epidermis yang hampir sama dengan kelompok perlakuan yang lain
kecuali kontrol negatif dan pemberian ampas 1 hari.
Secara keseluruhan dari uji eritema dan pemeriksaan histopatologi ini
menunjukan terjadinya penurunan mean skor eritema maupun mean skor
histopatologi, yang membedakan adalah kemampuan secara statistik dalam
menurunkan mean skor eritema dan mean skor histopatologi tersebut. Meskipun
demikian hasil dari pemeriksaan histopatologi yang terlihat pada gambar preparat uji
cukup jelas untuk menunjukkan bahwa hasil tersebut berbanding lurus dengan hasil
uji eritema atau dengan kata lain hasil pemerikasaan histopatologi yang dilakukan
ini menguatkan pada hasil uji eritema sebelumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan
yaitu:
1. Pemberian ampas wortel selama 3 dan 4 hari memiliki efek anti inflamasi
yang ditandai dengan penurunan mean skor eritema.
2. Terdapat perubahan histopatologi area uji dengan adanya pemberian ampas
wortel secara topikal selama 3 dan 4 hari, yaitu berupa berkurangnya
penebalan stratum korneum beserta udem cairan inter sel setelah diradiasi
UV A selama 10 jam.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka perlu dilanjutkan dengan
penelitian tentang :
1. Pengujian daya anti inflamasi ampas wortel menggunakan dengan modifikasi
pemberian non preventif.
2. Pengujian daya anti inflamasi ampas wortel menggunakan metode lain.
3. Pengujian daya anti inflamasi beta karoten dengan menggunakan metode
eritema.
58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
DAFTAR PUSTAKA
Afriansyah, N., 2002, Wortel : Antioksidan, Penurun kolesterol dan Resiko Stroke,
Kompas, 7 Juli 2002. Anonim, 1989, The Merck Index: An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and
Biologicals, 8th Edition, p 1278, Merck and Co. Inc., USA. Anonim, 1991, Pedoman pengujian dan pengembangan Fitofarmaka : Penapisan
Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, 49-50, Yayasan Pengembangan dan Pemanfaatan Bahan Obat Alam, Jakarta.
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, hal 381, 403 – 405,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pengawasan Obat Dan Makanan, Jakarta.
Anonim, 2002, Beta Karoten Menekan Pertumbuhan Tumor, Kompas, 5 Oktober
2002. Anonim, 2004, Beta Carotene, University of Maryland Medical Center,
www.tripod.com/ document/ beta carotene/ html, diakses pada 22 Februari 2006.
Anonim, 2006a, Anti-Inflammation Technology,
http://www.cutanix.com/science_cutanix_approach.htm, diakses pada 20 Agustus 2006.
Anonim, 2006b, 7 Manfaat Wortel Untuk Kesehatan dan Kecantikan,
http://www.hanyawanita.com/clickwok/rem/index-rem.html, diakses pada 20 Agustus 2006.
Anonim, 2006c, Free Radicals and Cancer.
http://thedoctorslounge.net/oncology/articles/oxidar/, diakses pada 16 Desember 2006.
Anonim, 2007a, Dermatology, http://en.wikipedia.org/wiki/Dermatology, diakses
pada 2 Februari 2007. Anonim, 2007b, Corticosteroid, http://en.wikipedia.org/wiki/Image:Hydrocortisone,
diakses pada 2 Februari 2007. Anonim, 2007c, Ultraviolet Waves, http://imagers.gsfc.nasa.gov/ems/uv.html,
diakses pada 2 Februari 2007. Backer, C.A., & Bakhuizen Van Den Brink, R.C., 1963, Flora of Java, volume I, 3 –
9, 11, N.V.P, Noordhoff, Gronigen, The Netherlands.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Backer, C.A., & Bakhuizen Van Den Brink, R.C., 1965, Flora of Java, volume II, 171 – 172, 178, N.V.P, Noordhoff, Gronigen, The Netherlands.
Bonta, I.L., 1977, Inflammation, Mechanisme and Their impact in Therapy, 19 – 21,
Birkhauses Verlag Based, Roterdam. Cahyono, B., 2002, Wortel Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani, Kanisius,
Yogyakarta. Dalimartha, S, 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid II, 197 – 201, Trubus
Agrwidya, Jakarta. Dianzani,C., Massimo C., Margherita G., and Roberto F., 2006, Effects of anti-
inflammatory [1, 2, 4]triazolo[4, 3-a] [1, 8]naphthyridine derivatives on human stimulated PMN and endothelial cells: an in vitro study, Journal of Inflammation, 3:4 doi:10.1186/1476-9255-3-4
Febriyana, A. S.M., 2005, Efek Hepatoprotektif Kombinasi Sari Wortel (Daucus
carota L.) dan Tomat (Lycopersicon lycopersicum L.), Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Fessenden, R. J., dan Fessenden, J. S., 1997, Organic Chemistry, Third Edition, 237-
240, diterjemahkan oleh Aloysius Hadyana P., Penerbit Erlangga, Jakarta.
Hapsari, Y. P., 2003, Daya Anti Inflamasi Infus Umbi Wortel (Daucus carota, L)
pada Mencit Jantan, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Harbone, J.B, 1984, Phytochemical Method, diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata dan Iwang Sudiro, Metode Fitokimia, Edisi II, 158-169, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Inaktia, D.A, 2005, Daya Anti Inflamasi Kombinasi Jus Wortel (Daucus carota, L)
dan Tomat (Lycopersicon lycopersicum, L) pada Mencit Jantan, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Katzung, B.G, 2001, Basic and Clinical Pharmakology, 8th edition, diterjemahkan
oleh Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga ), Farmakologi Dasar dan Klinik, 474-482, Penerbit Salemba Medika, Jakarta
Kurniani, Tb. B., 2001, Radikal Bebas dalam Polutan Lingkungan, dalam Seminar
Nasional dan Lokakarya Pemahaman Konsep Radikal Bebas dan Peranan Antioksidan dalam Meningkatkan Kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010, FMIPA, Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Padjajaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Lieber, C.S., and Leo, M.A., 1999, Alcohol, Vitamin A, and β Carotene: Adverse Interactions, Including Hepatotoxicity and Carcinogenicity, Am. J. Clin. Nut., 69 (6), 1071-1085.
Mycek, M.J., Harvey, R.A., Champe, P.C., 2001, Pharmacology, 2nd edition,
diterjemahkan oleh Azwar Agus, Farmakologi: Ulasan Bergambar, 404, Penerbit Widya Medika, Jakarta
Masjhoer, M., 2002., Peran Analgesik dan Anti Inflamasi Non Steroid pada kasus
inflamasi, dalam Penggunaan Analgesik dan Antiinflamasi Nonsteroid secara Rasional, edisi pertama, 43 – 50, bagian Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mutschler, E., 1986, Arzneimittelwirkungen, diterjemahkan oleh M.B, Widianto, A,
S., Ranti, edisi V, hal 17-20, Penerbit ITB, Bandung. Mutshcler, E., 1991, Arzneimittelwirkungen, 5th edition, diterjemahkan oleh
Widianto, M. B. dan Ranti, A. S., Dinamika Obat, hal 577 – 581 Penerbit ITB, Bandung
Paiva, S.A.R., and Russel, R.M., 1999, β-Carotene and Other Carotenoids as
Antioxidants, Journal of the American College of Nutrition, 18 (5), 426-433.
Perry, M.L., and Metzeger, J., 1980, Medical Plant of East and Southeust Asia
Attributed Propertis and Use, 415, The MIT Press, Cambidge Massachusetts and London.
Price, C.A., and Wilson, L.M.,1995, Pathophisiology, Clinical Concepts of Disease
Processes, diterjemahkan oleh Peter Anugrah, edisi IV, 36 – 37, C.V. EGC, Jakarta.
Putra, D. AG., 2003, Efek Analgesik Air Perasan Umbi wortel (Daucus carota L.)
pada Mencit Putih Betina, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, J.M., and Moore, P.K., 2003, Pharmacology, 5th
Edition, p 231-237, 244-250, Bath press, USA. Rasmandani, N.W.A., 2004, Daya Anti Inflamasi Sari Umbi Wortel (Daucus carota,
L) pada Mencit Jantan (kajian terhadap lama masa pemberian) , Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Richard F.E., Kathryne L.W., Henry W.L., and Mary J.C, 2004, Photoprotection by Sunscreens with Topical Antioxidants and Systemic Antioxidants to Reduce Sun Exposure, Journal of Long-Term E. ects of Medical Implants, 14 (4) 317- 340.
Rukmana, R., 1995, Bertanam Wortel, 14 – 18, Kanisius, Yogyakarta. Sander, M.A., 2003, Atlas Berwarna Patologi Anatomi, Edisi I, 12 – 13, Universitas
Muhamadiyah Malang Press, Malang. Tedesco, A.C., Martinez L., and Gonzalez, S., 1997, Photochemistry and
photobiology of actinic erythema: defensive and reparative cutaneous mechanisms, Mechanisms of sunburn reaction Brazilian Journal of Medical and Biological Research 30: 561-575
Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2002, Obat-Obat Penting : Khasiat Penggunaan dan
Efek-Efek Sampingnya, 308-315, edisi V, Penerbit P.T. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta.
Turner, R.A., 1965, Screening Methods in Pharmacology, 163, Academic Press,
New York. Underwood, J.C.E., 1999, General and Systematic Pathology, diterjemahkan oleh
Sarjadi, Edisi 2, Volume 1, hal 232-234, Penerbit EGC, Jakarta. Utami, M.F.S., 2006, Daya antiinflamasi Beta-karoten pada mencit putih Jantan,
Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Widari, F.B., 2004, Efek Hepatoprotektif Perasan Umbi Wortel (Daucus carota L.)
pada Mencit Jantan Terinduksi Parasetamol : Kajian Berdasarkan Tempat Tumbuh, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Widarsih, V.S.R., 2003, Daya Anti Inflamasi Perasan Umbi Wortel (Daucus carota,
L) pada Mencit Jantan, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Williamson, E. M., Okpako, D. T., dan Evans, F.J, 1996, Selection, Preparation,
and Pharmacologycaly Evaluation of Plant Material, Volume I, 134 –135, John Willey and Sons, New York.
Wilmana, P.F., 1995, Analgesik Antiinflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai dalam
Ganiswara, S.O., Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Winarsi, H. 2007, Anti Oksidan Alami & Radikal Bebas, hal 156 – 160, Kanisus,
Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat pengesahan determinasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Lampiran 2. Foto tanaman wortel dan wortel
Lampiran 3. Foto ampas wortel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Lampiran 4. Foto lampu TL UV 10 W, black light, Sankyo, λ 352 nm
Lampiran 5. Foto radiasi sinar UV A pada kelinci
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Lampiran 6. Foto eritema kulit punggung kelinci
eritema +++ eritema ++
eritema + eritema 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Lampiran 7. Data skor eritema pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pemberian ampas wortel
Perlakuan Daerah uji Eritema Skor
Sinar UV A 1 +++ 3 2 +++ 3 3 +++ 3 4 ++ 2 5 +++ 3 Hidrokortison asetat 1 + 1 2 + 1 3 + 1 4 0 0 5 0 0 Pemberian 1 hari 1 ++ 2 2 +++ 3 3 +++ 3 4 +++ 3 5 ++ 2 Pemberian 2 hari 1 + 1 2 + 1 3 ++ 2 4 +++ 3 5 ++ 2 Pemberian 3 hari 1 + 1 2 + 1 3 ++ 2 4 + 1 5 ++ 2 Pemberian 4 hari 1 ++ 2 2 ++ 2 3 ++ 2 4 + 1 5 + 1 Pemberian 5 hari 1 ++ 2 2 +++ 3 3 +++ 3 4 ++ 2 5 ++ 2 Pemberian 6 hari 1 ++ 2 2 +++ 3 3 + 1 4 +++ 3 5 ++ 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Lampiran 8. Data skor histopatologi daerah uji
Perlakuan Daerah uji Skor
Kontrol negatif 1 4 2 4 3 3
Kontrol positif 1 1 2 2 3 2
Pemberian 1 hari 1 3 2 3 3 3
Pemberian 2 hari 1 3 2 2 3 3
Pemberian 3 hari 1 2 2 2 3 1
Pemberian 4 hari 1 2 2 2 3 2
Pemberian 5 hari 1 3 2 2 3 2
Pemberian 6 hari 1 3 2 2 3 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Lampiran 9. Skema kerja uji daya anti inflamasi
40 daerah uji kulit kelinci dibagi 8 kelompok
Klmpk 1 Klmpk 2
Klmpk 3 Klmpk 4 Klmpk 5 Klmpk 6 Klmpk 8
Diberi krim hidrokortison asetat (Bufacort®)
Diberi ampas wortel secara topikal sesuai dosis
Diradiasi UV A 10 jam
Klmpk 7
4 jam kemudian 15 menit kemudian
Pengamatan eritema yang muncul
24 jam kemudian
skoring
skoring Pemeriksaan hitopatologi
Keterangan: Klmpk 1 = kelompok kontrol (-) sinar UV A Klmpk 2 = kelompok kontrol (+) krim hidrokortison asetat (Bufacort®) Klmpk 3 = kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 selama 1 hari Klmpk 4 = kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 selama 2 hari Klmpk 5 = kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 selama 3 hari Klmpk 6 = kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 selama 4 hari Klmpk 7 = kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 selama 5 hari Klmpk 8 = kelompok pemberian ampas wortel dosis 2 gram/4 cm2 selama 6 hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Lampiran 10. Hasil analisis statistik data orientasi penetapan lama penyinaran UV A menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney
NPar Tests
Descriptive Statistics
9 1.56 1.24 0 39 2.00 .87 1 3
ERITEMAKELOMPOK
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Kruskal-Wallis Test Ranks
3 2.333 4.673 8.009
KELOMPOKPenyinaran 3 jamPenyinaran 6 jamPenyinaran10 jamTotal
ERITEMAN Mean Rank
Test Statisticsa,b
7.0152
.030
Chi-SquaredfAsymp. Sig.
ERITEMA
Kruskal Wallis Testa.
Grouping Variable: KELOMPOKb.
Mann-Whitney Test
Ranks
3 2.33 7.003 4.67 14.006
KELOMPOKPenyinaran 3 jamPenyinaran 6 jamTotal
ERITEMAN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
1.0007.000
-1.650.099
.200a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
ERITEMA
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: KELOMPOKb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Ranks
3 2.00 6.003 5.00 15.006
KELOMPOKPenyinaran 3 jamPenyinaran10 jamTotal
ERITEMAN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.0006.000
-2.121.034
.100a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
ERITEMA
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: KELOMPOKb.
Ranks
3 2.00 6.003 5.00 15.006
KELOMPOKPenyinaran 6 jamPenyinaran10 jamTotal
ERITEMAN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.0006.000
-2.121.034
.100a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
ERITEMA
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: KELOMPOKb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Lampiran 11. Hasil analisis statistik data orientasi penetapan waktu pengamatan eritema menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney
NPar Tests Descriptive Statistics
30 1.37 1.10 0 330 3.50 1.74 1 6
skor eritemawaktu pengamatan
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Kruskal-Wallis Test
Ranks
5 5.005 21.905 25.005 18.905 12.605 9.60
30
waktu pengamatanpengamatan jam ke 0pengamatan jam ke 12pengamatan jam ke 24pengamatan jam ke 36pengamatan jam ke 48pengamatan jam ke 72Total
skor eritemaN Mean Rank
Test Statisticsa,b
20.6765
.001
Chi-SquaredfAsymp. Sig.
skor eritema
Kruskal Wallis Testa.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
Mann-Whitney Test Ranks
5 3.00 15.005 8.00 40.00
10
waktu pengamatanpengamatan jam ke 0pengamatan jam ke 12Total
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.00015.000-2.805
.005
.008a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Ranks
5 3.00 15.005 8.00 40.00
10
waktu pengamatanpengamatan jam ke 0pengamatan jam ke 24Total
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.00015.000-2.835
.005
.008a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
Ranks
5 3.00 15.005 8.00 40.00
10
waktu pengamatanpengamatan jam ke 0pengamatan jam ke 36Total
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.00015.000-2.887
.004
.008a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
Ranks
5 3.50 17.505 7.50 37.50
10
waktu pengamatanpengamatan jam ke 0pengamatan jam ke 48Total
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Test Statisticsb
2.50017.500-2.390
.017
.032a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
Ranks
5 4.50 22.505 6.50 32.50
10
waktu pengamatanpengamatan jam ke 0pengamatan jam ke 72Total
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
7.50022.500-1.491
.136
.310a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
Ranks
5 4.80 24.005 6.20 31.00
10
waktu pengamatanpengamatan jam ke 12pengamatan jam ke 24Total
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
9.00024.000
-.808.419
.548a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Ranks
5 6.30 31.505 4.70 23.50
10
waktu pengamatanpengamatan jam ke 12pengamatan jam ke 36Total
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
8.50023.500
-.949.343
.421a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
Ranks
5 7.30 36.505 3.70 18.50
10
waktu pengamatanpengamatan jam ke 12pengamatan jam ke 48Total
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
3.50018.500-1.972
.049
.056a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
Ranks
5 7.50 37.505 3.50 17.50
10
waktu pengamatanpengamatan jam ke 12pengamatan jam ke 72Total
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
2.50017.500-2.155
.031
.032a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Ranks
5 7.20 36.005 3.80 19.00
10
waktu pengamatanpengamatan jam ke 24pengamatan jam ke 36Total
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
4.00019.000-2.032
.042
.095a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
Ranks
5 7.80 39.005 3.20 16.00
10
waktu pengamatanpengamatan jam ke 24pengamatan jam ke 48Total
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
1.00016.000-2.495
.013
.016a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
Ranks
5 7.80 39.005 3.20 16.00
10
waktu pengamatanpengamatan jam ke 24pengamatan jam ke 72Total
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
1.00016.000-2.495
.013
.016a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Ranks
5 7.10 35.505 3.90 19.50
10
waktu pengamatanpengamatan jam ke 36pengamatan jam ke 48Total
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
4.50019.500-1.848
.065
.095a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
Ranks
5 7.30 36.505 3.70 18.50
10
waktu pengamatanpengamatan jam ke 36pengamatan jam ke 72Total
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
3.50018.500-2.041
.041
.056a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
Ranks
5 6.30 31.505 4.70 23.50
10
waktu pengamatanpengamatan jam ke 48pengamatan jam ke 72Total
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
8.50023.500
-.894.371
.421a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: waktu pengamatanb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Lampiran 12 Hasil analisis statistik data orientasi pemberian kontrol positif menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney
NPar Tests Descriptive Statistics
9 .78 .67 0 29 2.00 .87 1 3
ERITEMAKELOMPOK
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Kruskal-Wallis Test
Ranks
3 3.33
3 5.67
3 6.00
9
KELOMPOKpemberian 15 menitsebelum diradiasipemberian 30 menitsebelum diradiasipemberian 60 menitsebelum diradiasiTotal
ERITEMAN Mean Rank
Test Statisticsa,b
2.1112
.348
Chi-SquaredfAsymp. Sig.
ERITEMA
Kruskal Wallis Testa.
Grouping Variable: KELOMPOKb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Lampiran 13 Hasil analisis statistik data orientasi lama masa pemberian ampas
wortel menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney
NPar Tests Descriptive Statistics
18 1.61 .78 0 318 3.50 1.76 1 6
eritemakelompok
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Kruskal-Wallis Test Ranks
3 15.833 10.003 3.673 7.503 7.503 12.50
18
kelompokpemberian 1 haripemberian 2 haripemberian 3 haripemberian 4 haripemberian 5 haripemberian 6 hariTotal
eritemaN Mean Rank
Test Statisticsa,b
11.2585
.046
Chi-SquaredfAsymp. Sig.
eritema
Kruskal Wallis Testa.
Grouping Variable: kelompokb.
Mann-Whitney Test
Ranks
3 4.67 14.003 2.33 7.006
kelompokpemberian 1 haripemberian 2 hariTotal
eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
1.0007.000
-1.650.099
.200a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Ranks
3 5.00 15.003 2.00 6.006
kelompokpemberian 1 haripemberian 3 hariTotal
eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.0006.000
-2.023.043
.100a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
3 4.83 14.503 2.17 6.506
kelompokpemberian 1 haripemberian 4 hariTotal
eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.5006.500
-1.826.068
.100a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
3 4.83 14.503 2.17 6.506
kelompokpemberian 1 haripemberian 5 hariTotal
eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Test Statisticsb
.5006.500
-1.826.068
.100a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
3 4.50 13.503 2.50 7.506
kelompokpemberian 1 haripemberian 6 hariTotal
eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
1.5007.500
-1.581.114
.200a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
3 4.67 14.003 2.33 7.006
kelompokpemberian 2 haripemberian 3 hariTotal
eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
1.0007.000
-1.650.099
.200a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
3 4.00 12.003 3.00 9.006
kelompokpemberian 2 haripemberian 4 hariTotal
eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Test Statisticsb
3.0009.000-.745.456
.700a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
3 4.00 12.003 3.00 9.006
kelompokpemberian 2 haripemberian 5 hariTotal
eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
3.0009.000-.745.456
.700a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
3 3.00 9.003 4.00 12.006
kelompokpemberian 2 haripemberian 6 hariTotal
eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
3.0009.000
-1.000.317
.700a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
3 2.67 8.003 4.33 13.006
kelompokpemberian 3 haripemberian 4 hariTotal
eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Test Statisticsb
2.0008.000
-1.291.197
.400a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
3 2.67 8.003 4.33 13.006
kelompokpemberian 3 haripemberian 5 hariTotal
eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
2.0008.000
-1.291.197
.400a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
3 2.00 6.003 5.00 15.006
kelompokpemberian 3 haripemberian 6 hariTotal
eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.0006.000
-2.121.034
.100a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
3 3.50 10.503 3.50 10.506
kelompokpemberian 4 haripemberian 5 hariTotal
eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Test Statisticsb
4.50010.500
.0001.000
1.000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
3 2.50 7.503 4.50 13.506
kelompokpemberian 4 haripemberian 6 hariTotal
eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
1.5007.500
-1.581.114
.200a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
3 2.50 7.503 4.50 13.506
kelompokpemberian 5 haripemberian 6 hariTotal
eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
1.5007.500
-1.581.114
.200a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Lampiran 14. Hasil analisis statistik data pada perlakuan pemberian ampas wortel 1 – 6 hari beserta kontrolnya menggunakan uji Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney
NPar Tests Descriptive Statistics
40 1.93 .89 0 340 4.50 2.32 1 8
skor eritemakelompok
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Kruskal-Wallis Test Ranks
5 31.805 5.405 29.105 18.505 13.205 15.805 26.405 23.80
40
kelompokkontrol negatifkontrol positifpemberian 1 haripemberian 2 haripemberian 3 haripemberian 4 haripemberian 5 haripemberian 6 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank
Test Statisticsa,b
22.5537
.002
Chi-SquaredfAsymp. Sig.
skor eritema
Kruskal Wallis Testa.
Grouping Variable: kelompokb.
Mann-Whitney Test
Ranks
5 8.00 40.005 3.00 15.00
10
kelompokkontrol negatifkontrol positifTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Test Statisticsb
.00015.000-2.739
.006
.008a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 6.00 30.005 5.00 25.00
10
kelompokkontrol negatifpemberian 1 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
10.00025.000
-.655.513
.690a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 7.20 36.005 3.80 19.00
10
kelompokkontrol negatifpemberian 2 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
4.00019.000-1.928
.054
.095a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 7.80 39.005 3.20 16.00
10
kelompokkontrol negatifpemberian 3 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Test Statisticsb
1.00016.000-2.545
.011
.016a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 7.70 38.505 3.30 16.50
10
kelompokkontrol negatifpemberian 4 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
1.50016.500-2.460
.014
.016a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 6.50 32.505 4.50 22.50
10
kelompokkontrol negatifpemberian 5 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
7.50022.500-1.225
.221
.310a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 6.60 33.005 4.40 22.00
10
kelompokkontrol negatifpemberian 6 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Test Statisticsb
7.00022.000-1.315
.189
.310a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 3.00 15.005 8.00 40.00
10
kelompokkontrol positifpemberian 1 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.00015.000-2.694
.007
.008a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 3.60 18.005 7.40 37.00
10
kelompokkontrol positifpemberian 2 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
3.00018.000-2.132
.033
.056a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 3.90 19.505 7.10 35.50
10
kelompokkontrol positifpemberian 3 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Test Statisticsb
4.50019.500-1.897
.058
.095a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 3.60 18.005 7.40 37.00
10
kelompokkontrol positifpemberian 4 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
3.00018.000-2.154
.031
.056a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 3.00 15.005 8.00 40.00
10
kelompokkontrol positifpemberian 5 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.00015.000-2.694
.007
.008a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 3.30 16.505 7.70 38.50
10
kelompokkontrol positifpemberian 6 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Test Statisticsb
1.50016.500-2.394
.017
.016a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 6.90 34.505 4.10 20.50
10
kelompokpemberian 1 haripemberian 2 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
5.50020.500-1.565
.118
.151a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 7.60 38.005 3.40 17.00
10
kelompokpemberian 1 haripemberian 3 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
2.00017.000-2.324
.020
.032a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Ranks
5 7.40 37.005 3.60 18.00
10
kelompokpemberian 1 haripemberian 4 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
3.00018.000-2.154
.031
.056a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 6.00 30.005 5.00 25.00
10
kelompokpemberian 1 haripemberian 5 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
10.00025.000
-.600.549
.690a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Test Statisticsb
9.00024.000
-.808.419
.548a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 6.20 31.005 4.80 24.00
10
kelompokpemberian 2 haripemberian 3 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
9.00024.000
-.808.419
.548a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 5.80 29.005 5.20 26.00
10
kelompokpemberian 2 haripemberian 4 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Test Statisticsb
11.00026.000
-.346.729
.841a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 4.40 22.005 6.60 33.00
10
kelompokpemberian 2 haripemberian 5 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
7.00022.000-1.247
.212
.310a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 4.80 24.005 6.20 31.00
10
kelompokpemberian 2 haripemberian 6 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Test Statisticsb
9.00024.000
-.775.439
.548a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 5.00 25.005 6.00 30.00
10
kelompokpemberian 3 haripemberian 4 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
10.00025.000
-.600.549
.690a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 3.60 18.005 7.40 37.00
10
kelompokpemberian 3 haripemberian 5 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
3.00018.000-2.154
.031
.056a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Test Statisticsb
5.50020.500-1.565
.118
.151a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 3.90 19.505 7.10 35.50
10
kelompokpemberian 4 haripemberian 5 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
4.50019.500-1.897
.058
.095a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 4.40 22.005 6.60 33.00
10
kelompokpemberian 4 haripemberian 6 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Test Statisticsb
7.00022.000-1.247
.212
.310a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
Ranks
5 5.80 29.005 5.20 26.00
10
kelompokpemberian 5 haripemberian 6 hariTotal
skor eritemaN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
11.00026.000
-.346.729
.841a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
skor eritema
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: kelompokb.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul Efek Anti Inflamasi
Ampas Wortel (Daucus carota L.) pada Kelinci
Putih Betina mempunyai nama lengkap Ignatius
Yuda Kristama, merupakan putra sulung dari
pasangan Hermes Subarjan dan M.G. Ani Susanti.
Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 25
Oktober 1984. Pendidikan formal yang telah
ditempuh oleh penulis yaitu TK Pusposari II
Sidomoyo Godean pada tahun 1989/1990, kemudian
melanjutkan pendidikan tingkat dasar di SDN
Sidomoyo Godean pada tahun 1990-1996.
Pendidikan tingkat menengah pertama ditempuh penulis di SLTP Negeri 6
Yogyakarta pada tahun 1996-1999, dan dilanjutkan pendidikan tingkat menengah
atas di SMA Kolese Debritto pada tahun 1999-2002. Penulis kemudian melanjutkan
pendidikan di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta pada tahun
2002. Selama masa kuliah, penulis pernah tergabung sebagai anggota UKF Sepak
Bola, Ketua Mudika St. Aloysius Gonzaga, Paroki Gamping dan aktif dalam
organisasi serta kepanitiaan di tingkat Fakultas dan Universitas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI