efek anestesia umum terhadap neuroplastisitas …

35
TINJAUAN PUSTAKA EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS PASIEN PEDIATRIK dr. Ida Bagus Gde Sujana, SpAn.,M.Si PROGRAM STUDI ILMU ANESTESI DAN REANIMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2018

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

TINJAUAN PUSTAKA

EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP

NEUROPLASTISITAS PASIEN PEDIATRIK

dr. Ida Bagus Gde Sujana, SpAn.,M.Si

PROGRAM STUDI ILMU ANESTESI DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018

Page 2: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………….…………..i

Daftar isi…………………………………………………………………….………...iii

Daftar Tabel………………………………………………………………….………..iv

Daftar Gambar……………………………………………………………..…..……...v

BAB I Pendahuluan………………………………………………………..…..……...1

BAB II Kajian Pustaka……………………………………………………..…..……..3

2.1. Sejarah Neuroplastisitas ………………………………………..…..…...3

2.2. Definisi…………………………………………………………..…..…...3

2.3. Dasar Neurobiologi Neuroplatisitas……………………………………..5

2.3.1. Tahap-tahap Perkembangan Otak…………………………..….…5

2.3.2. Jenis-jenis Umum Plastisitas Otak……………………………......10

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Otak Normal...11

2.3.4. Perkembangan Otak Pasca Cedera Otak Dini……………...……..14

2.4. Neurotoksisitas dan Neuroplastisitas Pada Anestesia Pasien Pediatrik…16

2.4.1. Definisi……………………………………………………………17

2.4.2. Studi eksperimental……………………………………………….17

2.4.3. Patogenesis………………………………………………………..19

2.4.4. Studi klinis………………………………………………………...27

BAB III Kesimpulan………………………………………………………………….30

Daftar Pustaka ………………………………………………………………………..31

Page 3: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tahap-tahap Perkembangan Otak 6

Tabel 2 Tingkat Analisis Plastisitas 10

Page 4: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Perkembangan embrio hari ke 20 dan 21 7

Gambar 2 :Perkembangan embrio hari ke 23 7

Gambar 3 :Migrasi sel saraf 8

Gambar 4 : Perkembangan embrio minggu ke 8 8

Gambar 5 : Susunan lapisan korteks 9

Page 5: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

BAB I

PENDAHULUAN

Plastisitak otak atau neuroplastisitas diartikan sebagai kemampuan otak untuk berubah,

melakukan remodeling, dan reorganisasi dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan

yang lebih baik untuk beradaptasi terhadap situasi-situasi baru. Faktanya, jaringan saraf

tidak bersifat statis, melainkan muncul dan hilang secara dinamik disepanjang kehidupan

manusia, tergantung dari pengalaman yang mereka alami. Ketika kita melatih suatu

kemampuan tertentu seperti melakukan suatu rangkaian gerakan tertentu atau memecahkan

soal-soal matematika, suatu sirkuit saraf akan terbentuk, yang menyebabkan timbulnya

kemampuan untuk melakukan suatu keahlian dengan lebih baik dan dengan energi yang

lebih sedikit. Begitu kita berhenti melakukan suatu aktivitas tertentu, otak akan mengatur

ulang sirkuit saraf dengan prinsip “pakai atau hilang”. Neuroplastisitas berkaitan dengan

perubahan fungsional yang meliputi fenomena seperti memori, adiksi, timbulnya suatu

kebiasaan tertentu, sensitisasi terhadap posisi tertentu, toleransi terhadap obat-obat tertentu,

bahkan pemulihan pasca cedera otak.1,2

Otak normal yang sedang berada dalam masa perkembangan mempunyai kapasitas yang

sangat besar untuk mengalami perubahan plastisitas sebagai respon terhadap berbagai

rangsangan seperti pengalaman sensorik dan motorik, obat-obat psikoaktif, hubungan orang

tua dan anak, hubungan dengan anggota kelompok yang sama, stres, hormon gonadal, flora

usus, diet, dan trauma. Efek trauma sangat bervariasi tergantung usia saat terjadinya trauma,

dimana secara umum trauma saat fase migrasi sel dan maturasi neuron memberikan hasil

akhir fungsional yang buruk, sedangkan trauma atau cedera yang sama yang terjadi pada saat

fase sinaptogenesis mempunyai hasil akhir yang jauh lebih baik.1,3

Beberapa tahun belakangan ini, semakin banyak publikasi yang menunjukkan dampak

negatif anestesia terhadap otak yang sedang berada dalam masa perkembangan. Anestesi

banyak diterapkan pada pasien-pasien pediatrik untuk operasi, proses pencitraan, dan

prosedur-prosedur invasif lainnya. Beberapa bukti preklinis dan klinis retrospektif

menunjukkan bahwa pajanan terhadap anestesi umum dapat mengganggu perkembangan

kognitif pada subjek usia muda. Yang lebih khusus lagi, jika anestesi umum diberikan pada

periode kritis (4 tahun pertama) dan jika diberikan dalam konsentrasi besar atau berulang

kali, dapat menimbulkan efek negatif pada otak yang sedang berada dalam masa

perkembangan baik itu secara akut maupun dalam jangka waktu panjang, walaupun hal ini

Page 6: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

belum dapat diklarifikasi sepenuhnya. Anestesi umum sendiri seringkali tidak dapat dihindari

pemberiannya pada kelompok usia pediatrik, sehingga diperlukan strategi untuk menghindari

atau membatasi terjadinya cedera otak potensial melalui pendekatan yang memiliki bukti

ilmiah.4,5

Page 7: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Neuroplastisitas

Sekitar 120 tahun yang lalu, William James adalah orang pertama yang

mengemukakan teori neuroplastisitas dalam karyanya Principles of Psycology. Ia

mengemukakan bahwa otak manusia dapat terus menerus mengalami perubahan

fungsional. Seorang ahli saraf berkebangsaan Polandia, Jerzy Konorski adalah yang

pertama menggunakan istilah “neuroplastisitas” pada tahun 1948. Konorski

mengemukakan sebuah teori bahwa neuron yang diaktivasi oleh kedekatannya dengan

sirkuit saraf yang aktif, akan berubah dan menggabungkan dirinya ke dalam sirkuit

tersebut. Donald Hebb, seorang ahli psikologi berkebangsaan Kanada menekankan

bahwa perubahan proses biokimia pada satu neuron dapat menstimulasi aktivasi sinaps-

sinaps disekitarnya. Hal ini merupakan prinsip dasar plastisitas sinaptik. Paul Bach-y-

Rita adalah yang pertama mendemonstrasikan neuroplastisitas pada kasus nyata, ia

mengklaim bahwa bagian otak yang sehat dapat mengambil alih fungsi bagian otak

yang mengalami cedera. Hal ini menjadi dasar dari terapinya untuk pasien-pasien yang

mengalami kerusakan vestibular.

Edward Taub membuktikan pertama dengan percobaan terhadap kera rhesus lalu

pada manusia bahwa dengan mengikat separuh bagian tubuh yang sehat pada kasus

hemiplegia akan “memaksa” bagian otak yang rusak untuk mempercepat proses

rehabilitasi.

Michael Merzenich, seorang ilmuwan saraf juga mencatatkan namanya dalam

dunia neuroplastisitas dengan merancang sebuah perangkat lunak untuk membantu

orang-orang dengan kesulitan belajar.

Neuroplastisitas adalah hal yang menandai Dekade otak yaitu antara tahun 1990-

2000 dimana Presiden Amerika George H.W Bush mencoba meningkatkan kesadaran

masyarakat akan manfaat yang dihasilkan oleh penelitian mengenai otak.2

2.2 Definisi

Plastisitak otak atau neuroplastisitas diartikan sebagai kemampuan otak untuk

berubah, melakukan remodeling, dan reorganisasi dengan tujuan untuk

Page 8: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

mengembangkan kemampuan yang lebih baik untuk beradaptasi terhadap situasi-situasi

baru. Kemampuan otak ini berlangsung disepanjang kehidupan suatu individu1,2.

Neuroplastisitas secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu neuroplastisitas

struktural dan fungsional2

a) Neuroplastisitas struktural

Plastisitas sinaps merujuk pada perubahan pada kekuatan antar neuron (sinaps),

titik pertemuan kimiawi atau elektrik antar sel-sel otak yang dapat meliputi banyak

proses spesifik seperti perubahan jangka panjang pada jumlah reseptor untuk

neurotransmitter tertentu, atau perubahan dimana beberapa protein disintesis lebih

banyak di dalam sel.

Sinaptogenesis merujuk pada pembentukan dan penyatuan sinaps atau kelompok

sinaps ke dalam sirkuit saraf. Plastisitas struktural merupakan ciri neuron janin

selama masa perkembangan otak dan disebut juga plastisitas masa perkembangan

meliputi neurogenesis dan migrasi neuron.

Migrasi neuron merupakan proses dimana neuron berpindah dari “tempat

kelahirannya” di ventrikel janin atau daerah subventrikel menuju posisi akhir

mereka di daerah korteks.

Selama masa perkembangan, area otak menjadi terspesialisasi untuk tugas-tugas

tertentu seperti memproses sinyal dari area sekitar melalui reseptor sensorik.

Sebagai contoh pada area oksipital otak, lapisan keempat korteks mengalami

hipertrofi untuk menerima sinyal dari jalur visual.

Neurogenesis adalah pembentukan neuron-neuron baru. Proses ini berlangsung

terutama selama masa perkembangan otak. Sebaliknya, kematian neuron

berlangsung disepanjang masa kehidupan baik itu akibat kerusakan otak atau karena

kematian sel yang terprogram. Bentuk lain neuroplastisitas stuktural meliputi

perubahan pada tingkat kepadatan substansia grisea atau alba yang dapat dilihat

dengan MRI.

b) Neuroplastisitas fungsional

Neuroplastisitas fungsional bergantung pada dua proses dasar yaitu belajar dan

memori. Mereka mewakili plastisitas neural dan sinaptik jenis khusus, berdasarkan

pada plastisitas sinaptik jenis tertentu, menyebabkan perubahan permanen pada

efektivitas sinaptik. Selama proses belajar dan mengingat, perubahan permanen

Page 9: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

terjadi pada hubungan sinaptik antar neuron akibat penyesuaian struktural atau

proses biokimia intraseluler.

2.3 Dasar Neurobiologi Neuroplastisitas

Bila melihat neuroplatisitas pada tingkat molekuler, semua jenis plastisitas sinaptik

mengalami modulasi eksositosis neurotransmitter baik itu pada tingkat satu sinaps atau

pada jaringan saraf yang lebih besar. Plastisitas sinaptik terutama bergantung pada

neurotransmitter yang berikatan dengan reseptor. Aktivitas mental mengaktifkan jalur

molekuler saraf yang besar meliputi faktor-faktor regulator yaitu DNA dan RNA.

Penelitian terhadap perubahan jangka panjang di dalam sinaps mempertimbangkan

berbagai jenis memori berdasarkan mekanisme yang berbeda-beda. Di dalam korteks,

reseptor glutamate berperan penting karena glutamate merupakan neurotransmitter

eksitatorik paling penting. Jika muncul beberapa impuls dari neuron-neuron tetangga,

dalam waktu yang singkat terjadi aktivasi reseptor glutamate metabolik (NMDA). Hal

ini memungkinkan terjadinya influks kalsium yang juga berpartisipasi dalam sintesis

protein dan merubah neuron postsinaptik secara permanen.2

2.3.1 Tahap-Tahap Perkembangan Otak

Perkembangan otak dan perilaku tidak hanya dipandu oleh cetakan genetik dasar

tetapi juga oleh berbagai rangsangan yang ikut membentuk otak yang sedang

berkembang. Otak yang terpajan oleh berbagai stimulus lingkungan seperti rangsangan

sensorik, stress, trauma, diet, obat-obatan, dan hubungan sosial menunjukkan pola

perkembangan yang unik. Banyaknya studi epigenetik dalam beberapa tahun terakhir

menunjukkan bahwa stimulus pada masa prenatal bahkan prekonseptual mempengaruhi

susunan jaringan saraf.1

Perkembangan otak dapat dibagi menjadi dua fase. Pada mamalia, fase pertama

adalah in utero dan merupakan cerminan dari rangkaian kejadian yang sudah

ditentukan secara genetik yang dapat dimodulasi oleh lingkungan maternal. Tahap

perkembangan yang hakiki di fase ini adalah pembentukan dan migrasi neuron. Fase

kedua, yang berlangsung sebagian besar pada periode postnatal pada spesies seperti

tikus, namun pada periode pre dan post natal pada manusia yang tahap perkembangan

otaknya lebih panjang. Fase kedua ini merupakan periode dimana konektivitas otak

yang sedang bermunculan bersifat sangat sensitif tidak hanya terhadap stimulus

Page 10: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

lingkungan namun juga terhadap pola aktivitas otak yang dihasilkan oleh stimulus-

stimulus dari pengalaman sebelumnya.1,2

Tabel 1 merangkum tujuh tahap perkembangan otak pada manusia.1,6

Tabel 1 Tahap-tahap perkembangan otak

1. Kelahiran sel (produksi sel-sel yang akan menjadi jaringan saraf

2. Proliferasi sel (reproduksi sel / mitosis)

3. Migrasi sel (lokalisasi sel pada area otak yang sesuai)

4. Diferensiasi sel (perkembangan otak menjadi jenis tertentu)

5. Sinaptogenesis (pembentukan koneksi sinaps yang sesuai)

6. Kematian sel dan pemotongan sinaps (eliminasi sel-sel yang mengalami

mislokasi dan gagal membentuk konektivitas sinaps yang sesuai)

7. Validasi fungsional (penguatan sinaps yang dipakai, pelemahan sinaps yang

tidak dipakai)

Kegagalan dalam proses migrasi meliputi proliferasi sel yang abnormal, timing atau

migrasi yang abnormal, atau organisasi korteks yang abnormal berperan dalam

terjadinya gangguan seperti epilepsi, autism, dan skizofrenia diantara gangguan-

gangguan lainnya. Bahkan pajanan saat periode prenatal terhadap obat-obatan seperti

diazepam (agonist GABA) dapat merubah pola migrasi.1,2

a) Delapan Minggu Pertama

Pada periode inilah organ-organ, sistem, dan jaringan mulai dibentuk,

berdiferensiasi, dan diletakkan pada tempat yang sesuai. Sisa 30-40 minggu

kehamilan didedikasikan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan perbaikan organ-

organ, sistem, dan jaringan tersebut. Jika terjadi masalah dalam 8 minggu pertama

ini maka akan berakibat pada kesalahan rancangan struktur atau sistem. Jika

masalahnya timbul setelah minggu ke-8 maka akan mengakibatkan terjadinya

kegagalan pertumbuhan, perkembangan, dan perbaikan dari struktur atau sistem

terkait. Pada minggu ke 23 terbentuklah neural tube yang merupakan basis dari

seluruh sistem saraf. Pada tahap ini neural tube mengandung sekitar 125.000 sel.

Saat lahir, otak manusia mengandung kurang lebih 100 juta neuron. Dari informasi

Page 11: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa neuron-neuron baru dibentuk dengan

kecepatan sekitar 250.000 per menit selama 9 bulan kehamilan. Korteks serebral

mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat selama 8 minggu pertama

ini, yang pertama terbentuk adalah lobus frontalis, kemudian lobus parietal, dan

terakhir lobus temporalis dan oksipitalis secara bersamaan. Sistem limbik terbentuk

dengan baik pada periode ini dan semua akan terus berlanjut tumbuh dan

berkembang selama periode berikutnya.6

Gbr 1. Perkembangan embrio hari ke 20 dan 211

Gbr 2. Perkembangan embrio hari ke 231

Page 12: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

Gbr 3. Migrasi sel saraf1

Gbr 4. Perkembangan embrio minggu ke-81

b) Trimester Kedua

Mielinisasi serat-serat saraf dimulai pada bulan ketiga. Enam lapisan yang

berbeda berdiferensiasi di dalam korteks serebral dan hampir semua neuron di

dalam sistem saraf pusat sudah ada saat akhir bulan keenam dan sirkuit saraf akan

terus berkembang.6

Page 13: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

Gbr 5. Susunan lapisan korteks

c) Trimester Ketiga

Bulan ketujuh kehamilan ditandai dengan pertumbuhan, perkembangan, dan

perbaikan susunan yang sangat cepat. Pada bulan kedelapan, janin akan

memperkuat sistem saraf pusat dengan meningkatkan jumlah koneksinya dan

menerima lebih banyak input sensorik serta kontrol motorik.6

d) Proses Persalinan dan Melahirkan

Proses persalinan dan melahirkan merupakan bagian dari kelanjutan pendidikan

pada janin dalam hal persepsi dan integrasi sensorik dan motorik. Saat lahir, semua

refleks berasal dari batang otak dengan kontrol korteks yang minimal.6

e) Perkembangan Otak Postnatal

Berat otak neonatus kurang lebih 300 gram (sekitar 10% dari berat badan),

berbeda dengan otak orang dewasa yang mempunyai berat kurang lebih 1400 gram

(hanya sekitar 2% dari berat badan). Berat otak akan bertambah seiring dengan usia

dan akan mencapai berat otak orang dewasa pada saat usia 6 sampai 14 tahun.

Perkembangan otak postnatal terjadi sebagai akibat dari peningkatan ukuran neuron

dan jumlah sel-sel pendukung (glia), berkembangnya sinaps, serta proses

mielinisasi. Sinaps –sinaps terbentuk dengan sangat cepat pada bulan-bulan awal

kehidupan dan mencapai tingkat kepadatan maksimum antara enam sampai dua

belas bulan pasca kelahiran. Terjadi penurunan jumlah sinaps setelah periode ini

Page 14: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

akibat tidak dipakai atau karena erosi alami. Otak bayi hanya membentuk dan

mempertahankan sinaps yang sering dipakai. Maka dari itu pengalaman sensorik

awal sangatlah penting untuk pembentukan dan mempertahankan sinaps. Pada

neonatus, aktivitas metabolik paling jelas pada korteks sensori-motorik dan batang

otak, area yang diperlukan untuk fungsi refleks. Pada usia 2 sampai 3 bulan,

aktivitas metabolik paling jelas pada korteks visual dan korteks parietal disekitarnya

yang berhubungan dengan perkembangan fungsi integratif visual-spatial. Antara

usia 6 bulan sampai satu tahun, aktivitas metabolik paling jelas terlihat pada korteks

frontal yang berhubungan dengan perkembangan fungsi kortikal yang lebih tinggi

seperti interaksi segera dengan lingkungan, kecemasan terhadap orang asing, dll.

Studi pencitraan menunjukkan bahwa stimulasi awal akan meningkatkan fungsi otak

dan kurangnya stimulasi awal akan mengakibatkan hilangnya fungsi otak tertentu.6

2.3.2 Jenis-Jenis Umum Plastisitas Otak

Perubahan otak dapat dilihat pada berbagai tingkat analisis (Tabel 2) mulai dari

perilaku sampai tingkat molekular. Tidak ada tingkat analisis yang benar, pengukuran

plastisitas harus disesuaikan dengan pertanyaan penelitian yang ditanyakan.1

Tabel 2 Tingkat Analisis Plastisitas

Perilaku

Organisasi fungsional (cth: peta)

Struktur sel (cth: organisasi dendrite)

Struktur sinaps

Aktivitas mitotic (cth: neurogenesis)

Struktur molekuler (cth: protein)

Ekspresi gen

Tiga jenis plastisitas dapat dibedakan pada otak normal : experience-independent,

experience-expectant, dan experience-dependent. Plastisitas experience-independent

sebagian besar merupakan suatu proses perkembangan prenatal. Tidaklah praktis bagi

genome untuk menspesifikasi konektivitas setiap koneksi pada fase perkembangan

neuron. Namun, otak membentuk struktur kasar dimana terdapat overproduksi neuron

Page 15: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

dan nantinya koneksi-koneksi akan dibentuk berdasarkan stimulus internal dan

eksternal.1

Plastisitas experience-expectant sebagian besar terjadi selama tahap pertumbuhan.

Contoh yang bagus adalah perkembangan kolom dominan okular pada korteks visual

primer. Wiesel dan Hubel (1963) menunjukkan apabila salah satu mata anak kucing

ditutup sejak lahir, mata yang terbuka akan memperluas teritorinya, yang menyebabkan

penyusutan kolom pada mata yang tertutup. Jika mata yang tertutup pada akhirnya

dibuka maka penglihatan akan terganggu.1

Akhirnya, plastisitas experience-dependent merupakan proses merubah susunan

neuron yang sudah ada. Kuncinya adalah bahwa perubahan sinaps merupakan cerminan

dari modifikasi fenotipe dasar yang terbentuk pada masa perkembangan. Penting untuk

diketahui bahwa pada plastisitas jenis ini terjadi penambahan maupun pemotongan

sinaps namun pada regio otak yang berbeda.1

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Otak Normal

a) Lingkungan Yang Kompleks

Cara yang paling mudah dan dramatik untuk memanipulasi pengalaman adalah

dengan membandingkan struktur otak pada hewan yang ditempatkan di lingkungan

yang kompleks (lingkungan yang sarat keragaman) dengan yang ditempatkan di dalam

kandang di laboratorium standard. Hal ini menimbulkan perubahan pada ukuran otak,

ketebalan korteks, ukuran neuron, percabangan dendrite, kepadatan medulla spinalis,

jumlah sinaps untuk tiap neuron, jumlah dan kompleksitas glia, ekspresi

neurotransmitter dan faktor-faktor pertumbuhan, serta percabangan vaskular.

Perubahan-perubahan tersebut berkaitan dengan peningkatan kemampuan kognitif dan

motorik dalam rentang yang luas.1,3

Penempatan pada lingkungan yang kompleks sejak lahir juga mempercepat maturasi

ketajaman visual. Menariknya, lingkungan yang kompleks dapat merangsang

perkembangan sistem visual tanpa stimulasi visual pada hewan yang ditaruh dalam

kegelapan. Nyatanya, studi menunjukkan bhawa efek-efek nonvisual dari lingkungan

yang kompleks dapat membalikkan efek dari membesarkan hewan dalam kegelapan.

Mekanisme yang mendasari efek ini belum diketahui, namun salah satu

kemungkinannya adalah bahwa hewan yang dibesarkan di lingkungan yang kompleks

mendapatkan perawatan maternal yang lebih banyak, yang merupakan faktor kuat yang

Page 16: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

dapat merubah perkembangan otak. Lingkungan yang kompleks memberikan efek

kualitatif yang berbeda-beda pada usia pertumbuhan yang berbeda-beda pula.1,3

Pada intinya, penempatan pada lingkungan yang kompleks selama masa

pertumbuhan mempunyai efek yang signifikan dan bertahan lama terhadap

perkembangan otak.1,3

b) Pengalaman Sensorik dan Motorik

Schanberg dan Field (1987) menunjukkan bahwa stimulasi taktil pada bayi prematur

mempercepat pertumbuhan dan waktu keluar dari rumah sakit. Penelitian yang lebih

terkini menunjukkan bahwa stimulasi taktil pada bayi-bayi prematur mempercepat

maturasi EEG dan fungsi visual, serta meningkatkan kadar insulin growth factor I (IGF-

I) dan growth hormone. Stimulasi taktil secara signifikan mempercepat pemulihan dari

cedera kortikal dini.1,3

c) Obat-obat Psikoaktif

Alkohol telah lama berkaitan dengan gangguan perkembangan otak, akan tetapi

banyak obat-obat psikoaktif lain, termasuk obat-obatan resep mempengaruhi

perkembangan otak. Pajanan terhadap obat-obat psikoaktif pada masa dewasa

menghasilkan perubahan struktural sel yang bersifat menetap pada mPFCdan korteks

prefrontal orbita (OFC) serta nucleus accumbens. Terdapat bukti-bukti yang semakin

banyak saat ini bahwa pemberian obat-obat psikoaktif pada masa prenatal termasuk

nikotin, diazepam, dan fluoxetine secara kronis merubah struktur neuron, kognitif, dan

perilaku motorik. Hampir serupa, pemberian amphetamine, methylphenidate,

haloperidol, dan olanzapine pada periode kanak-kanak juga mengakibatkan gangguan

perilaku dan erosi dendrite pada tikus yang diperiksa saat masa dewasanya.1,3

d) Hubungan Orang Tua dan Anak

Mamalia yang sedang dalam masa pertumbuhan sangat bergantung pada orang tua

mereka dan hubungan orang tua dengan anak sangatlah penting untuk perkembangan

otak. Meaney dkk telah membuktikan bahwa interaksi maternal-bayi mempengaruhi

perilaku emosional dan kognitif pada saat dewasa, sebagian melalui mekanisme

modifikasi respons stress hipotalamus-adrenal begitu pula dengan ekspresi gen pada

hippocampus. Studi lain juga menunjukkan adanya perubahan terkait interaksi

maternal-bayi pada hipotalamus dan amygdala, serta mPFC dan OFC.1,3

Page 17: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

e) Hubungan Dalam Kelompok Yang Sama

Hubungan dalam kelompok yang sama khususnya permainan, telah diketahui

mempengaruhi proses perkembangan. Korteks prefrontal berperan sentral dalam

perilaku main dan akibatnya, perkembangannya sangat dipengaruhi oleh permainan.

Cedera perinatal pada regio mPFC dan OFC mengganggu perilaku main. Lebih lanjut,

pengalaman dini termasuk stress prenatal dan stimulasi taktil merubah perilaku main

dan korteks prefrontal. Nampaknya, sangat mungkin terapi apapun yang merubah

perilaku main akan merubah fungsi dan perkembangan prefrontal. Sebagai contoh,

manipulasi perilaku main kanak-kanak juga merubah respons otak terhadap stimulant

psikomotor.1,3

f) Stress

Walaupun telah lama diketahui bahwa stress merubah otak dan perilaku orang

dewasa, namun baru diketahui bahwa stress perinatal ternyata memegang peranan.

Sebagai contoh, stress prenatal sekarang diketahui menjadi faktor resiko dalam

perkembangan skizofrenia, gangguan hiperaktivitas dan defisit fokus (ADHD), depresi,

dan kecanduan obat. Studi terhadap hewan di laboratorium juga menunjukkan bahwa

stress perinatal menghasilkan serangkaian gangguan perilaku, termasuk respons stress

yang meningkat dan memanjang, gangguan belajar dan memori, perubahan perilaku

sosial dan main, meningkatnya kecemasan, defisit perhatian, dan peningkatan

ketertarikan terhadap alkohol.1,3

Stress telah lama diketahui dapat merubah korteks prefrontal orang dewasa, namun

menjadi semakin jelas bahwa perubahan pada korteks prefrontal yang sedang

berkembang sangatlah berbeda. Sebagai contoh, stress pada orang dewasa

menyebabkan penurunan kepadatan medulla spinalis pada mPFC, akan tetapi

peningkatan pada korteks orbital, sedangkan Murmu dkk menemukan bahwa stress

prenatal pada tikus menghasilkan penurunan tingkat kepadatan dan panjang dendrite

medulla spinalis baik pada mPFC maupun OFCsaat masa dewasa. Sehingga, efek stress

perinatal bervariasi sesuai sifat stress, usia embrio saat stress terjadi, dan usia saat otak

diperiksa.1,3

Page 18: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

g) Hormon Gonad

Selama masa perkembangan, efek yang paling jelas dari pajanan terhadap hormon

gonad adalah diferensiasi alat kelamin prenatal. Akan tetapi ditemukan reseptor hormon

gonad yang sama di otak, sehingga akan mengejutkan bila tidak ada perbedaan jenis

kelamin di sana juga. Terdapat perbedaan yang jelas pada otak manusia dewasa dan

studi MRI pada anak-anak manusia menunjukkan perbedaan yang besar dalam hal

kecepatan perkembangan otak pada dua jenis kelamin, dimana otak perempuan

mencapai volume dewasa 2-4 tahun lebih awal daripada otak laki-laki.1,3

h) Flora Usus

Mikrobiota usus telah beradaptasi terhadap hubungan simbiotik dengan banyak

hewan. Segera setelah lahir, usus mamalia dihuni oleh berbagai mikroba yang

mempengaruhi baik fungsi usus maupun hati. Terdapat banyak kesamaan pada

organisasi neurokimia sistem enteric dan saraf pusat, sehingga sangat beralasan untuk

berspekulasi bahwa mikrobiota usus dapat mempengaruhi fungsi otak. Studi

epidemiologis menunjukkan hubungan antara gangguan perkembangan saraf dan

termasuk autisme dan skizofrenia dengan infeksi mikroba pada awal kehidupan.

Penemuan ini sangat penting karena memberikan mekanisme dimana infeksi selama

masa pertumbuhan dapat mempengaruhi perkembangan otak.1,3

i) Diet

Terdapat banyak literatur perihal efek kalori dan/atau diet rendah protein terhadap

perkembangan otak dan perilaku, namun sedikit penelitian perihal plastisitas otak dan

restriksi diet. Suplementasi choline selama periode perinatal menyebabkan peningkatan

memori spatial pada berbagai tugas navigasi spatial dan meningkatkan kadar nerve

growth factor di hippocampus dan neocortex.1,3

2.3.4 Perkembangan Otak Pasca Cedera Otak Dini

Studi sistematis pertama mengenai efek cedera otak yang masih dalam tahap

perkembangan dilakukan oleh Margaret Kennard yang dimulai pada tahun 1930an.

Beliau membuat lesi korteks motorik unilateral pada bayi dan kera dewasa dan

menemukan kecacatan yang lebih ringan pada hewan yang lebih muda usianya. Hal ini

membuat dirinya berasumsi ada perubahan pada organisasi korteks bayi yang lebih

mendukung perilaku normal. Namun Hebb mempunyai kesimpulan yang berbeda.

Page 19: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

Beliau mempelajari efek cedera lobus frontal pada anak-anak dan berkesimpulan bahwa

anak-anak tersebut mempunyai hasil akhir yang lebih buruk dibandingkan orang

dewasa dengan cedera yang serupa. Ia berpendapat bahwa cedera frontal dini

mengganggu perkembangan normal jaringan saraf yang dibutuhkan untuk mendukung

banyak perilaku orang dewasa. Kedua kesimpulan Kennard dan Hebb hanya bersifat

benar sebagian. Hasil akhir tergantung dari usia pasti pada saat cedera terjadi ,

pengukuran perilaku yang dipakai, usia saat diperiksa, dan apakah cederanya bersifat

uni atau bilateral.1,3

a) Usia Saat Terjadinya Cedera

Usia saat terjadinya cedera bukan berarti usia postnatal aktual hewan tetapi usia

perkembangan. Hewan pengerat dan karnivora dilahirkan lebih dewasa dibandingkan

primata, sehingga waktu kelahiran tidak bermanfaat dalam membandingkan antar

species. Dapat dikatakan bahwa hasil akhir fungsional lebih baik jika cedera terjadi

selama periode akhir neurogenesis dan buruk bila terjadi selama migrasi dan awal

sinaptogenesis. Akan tetapi, pemulihan tidak selalu sama di semua regio, dimana cedera

posterior lebih buruk pemulihannya dibandingkan lesi anterior.1,3

b) Spesifisitas Perilaku

Fungsi kognitif menunjukkan pemulihan fungsional yang lebih baik ketimbang

fungsi motorik, yang sebaliknya menunjukkan pemulihan yang lebih baik daripada

perilaku khas species yang tidak menunjukkan pemulihan tanpa memandang usia saat

terjadi cedera. Nampaknya otak lebih mudah membentuk kelompok saraf baru untuk

memecahkan tugas kognitif daripada tugas motorik dan sirkuit saraf yang mendasari

perilaku khas species relatif lebih sulit diganti.1,3

c) Usia Saat Pemeriksaan

Salah satu tantangan dalam menilai efek cedera otak dini adalah mengetahui

kapan menyelidiki perilaku. Kolb dan Gibb melakukan observasi pada tikus yang dibuat

mengalami lesi mPFC pada periode P1 dan P10. Tikus-tikus tersebut dites perilakunya

pada P22-25, dan hasilnya kedua kelompok mengalami gangguan yang berat. Namun,

ketika tikus-tikus tersebut diperiksa pada P52-55, tikus-tikus P10 tidak lagi mengalami

gangguan, sedangkan tikus-tikus P1 masih mengalami gangguan. Pemulihan yang

dialami tikus-tikus P10 adalah akibat hipertrofi neuron-neuron pyramidal korteks yang

Page 20: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

tidak terjadi saat usia P25. Hewan tidak hanya dapat terpuruk akibat defisitnya namun

juga bisa keluar dari defisit yang dialaminya.1,3

d. ) Cedera Unilateral VS Bilateral

Suatu perbedaan yang jelas antara cedera unilateral dan bilateral adalah bahwa pada

kasus cedera unilateral terdapat daerah utuh yang homolog terhadap daerah yang

mengalami cedera, sedangkan pada kasus cedera bilateral, tidak ada. Dua prediksi dari

perbedaan ini adalah kita mengharapkan pemulihan yang lebih baik dari cedera

unilateral dan sekuele pasca cedera otak nampaknya juga berbeda. Walaupun lesi fokal

unilateral memberikan keuntungan dalam hal pemulihan, keuntungan ini berkurang bila

ukuran lesi bertambah. Dan lagi, semakin besar lesi, semakin besar pula gangguan

bukan hanya pada anggota gerak kontralateral tetapi juga anggota gerak ipsilateral.1,3

2.4. Neurotoksisitas dan Neuroplastisitas Pada Anestesia Pasien Pediatrik

Jutaan neonatus dan bayi mendapatkan obat-obat anestesi, sedatif, dan analgetika

setiap harinya untuk operasi dan prosedur-prosedur yang menimbulkan rasa nyeri.

Sistem organ neonatus (kardiovaskular, sistem saraf pusat, dan pernapasan) yang belum

matur sangatlah sensitive terhadap efek depresan dari obat-obat anesthesia. Walaupun

sebelumnya dianggap bersifat reversible penuh, saat ini anestesi umum dipandang

berpotensi menimbulkan resiko yang signifikan terhadap fungsi kognitif pada

kelompok usia pediatrik. Beberapa laporan penelitian di laboratorium secara jelas

menunjukkan bahwa obat-obat anestesia dan sedatif memicu terjadinya neuroapoptosis

dan defisit neurokognitif pada subjek penelitian di laboratorium. Yang lebih khusus

lagi, jika anestesi umum diberikan pada periode kritis (4 tahun pertama) dan jika

diberikan dalam konsentrasi besar atau berulang kali, dapat menimbulkan efek negatif

pada otak yang sedang berada dalam masa perkembangan baik itu secara akut maupun

dalam jangka waktu panjang, walaupun hal ini belum dapat diklarifikasi sepenuhnya.

Hal ini menarik untuk para anestesiologi dan intensivist pediatrik karena

mempertanyakan tingkat keamanan anestesia pada pasien pediatrik. Anestesi umum

sendiri seringkali tidak dapat dihindari pemberiannya pada kelompok usia pediatrik,

sehingga diperlukan strategi untuk menghindari atau membatasi terjadinya cedera otak

potensial melalui pendekatan yang memiliki bukti ilmiah.4,5,6,7

Page 21: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

2.4.1 Definisi

Neurotoksisitas obat-obat anestesi terhadap otak yang sedang dalam masa

pertumbuhan ditentukan oleh reduksi atau berkurangnya tingkat kepadatan neuron dan

apoptosis pada studi eksperimental serta oleh gangguan memori, perhatian, proses

belajar, dan aktivitas motorik pada studi klinis. Walaupun obat-obat anestesi yang

dipakai pada neonatus mempunyai efek neurotoksik, ada alasan yang kuat untuk tetap

menggunakannya bahkan pada pasien-pasien yang rentan sekalipun. Karena nyeri itu

sendiri mempunyai efek neurotoksik, penerapan anesthesia-analgesia pada kondisi yang

dapat menimbulkan nyeri hebat dapat memberikan efek neuroprotektif. Penting juga

untuk diperhatikan bahwa pada kasus-kasus hipoksia-iskemia atau trauma, pemberian

anestesia mengurangi volume infark dengan menurunkan laju metabolik, menurunkan

tekanan intrakranial, menghilangkan radikal-radikal oksigen bebas, dan mengurangi

cedera sekunder. Anestesia hanyalah salah satu dari sekian banyak sumber-sumber

potensial neurotoksisitas perioperatif. Faktor-faktor terkait pasien seperti anomali

genetik, pematuritas, sepsis, infeksi, dan penyakit-penyakit vaskular dapat

menimbulkan neurotoksisitas perioperatif. Faktor-faktor lain seperti perubahan

hormonal, metabolik, inflamasi, atau kardiovakular akibat trauma atau pembedahan,

gangguan hemodinamik, hipoksia, hipo/hiperkapnia, hipo/hiperglikemia, gangguan

elektrolit, dan variasi suhu yang terjadi akibat anestesia dapat pula menyumbang untuk

terjadinya neurotoksisitas perioperatif.4,6

2.4.2 Studi Eksperimental

a) Anestesi inhalasi

Pada studi eksperimental oleh Shen dkk, sevoflurane diberikan pada tikus neonatus

(PND3, PND7, dan PND14) dan dewasa (PNW7) dengan konsentrasi antara 1%-4%.

Memori spatial kemudian diperiksa saat masa dewasa dengan menggunakan uji Morris

water maze (MWM). Tikus dewasa (PNW7) kurang senstif terhadap sevoflurane bila

dibandingkan dengan tikus-tikus neonatus. Defek memori jelas tampak pada kelompok

tikus yang mendapat anestesi dosis rendah berulang kali atau dosis tinggi namun hanya

diberikan sekali. Penulis menyimpulkan bahwa pajanan neonatus terhadap sevoflurane

dapat menghasilkan defisit memori pada masa dewasa, dengan defisit yang lebih besar

pada hewan yang mendapat anestesia berulang dalam periode yang singkat. Penulis

menyarankan bahwa pajanan neonatus terhadap anestesia selama periode neonatus

harus dibatasi dosis dan durasinya. Studi lain menunjukkan bahwa pajanan selama 4

Page 22: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

jam terhadap sevoflurane (2,5%) mengakibatkan berkurangnya tingkat kepadatan

postsinaps hippocampus tanpa menyebabkan hilangnya neuron dan hal ini berkaitan

dengan gangguan belajar dan memori.4,5

Studi eksperimental lain melaporkan bahwa pemberian 0,5% MAC sevoflurane

selama 6 jam tidak mempunyai efek yang signifikan terhadap apoptosis dan kadar

S100β. Sebaliknya, isoflurane yang diberikan dalam kondisi yang sama terbukti

meningkatkan tingkat apoptosis dan kadar S100β. Pada studi lain, yang mengevaluasi

efek anestesi inhalasi pada tikus neonatus, terbukti bahwa sevoflurane, isoflurane, dan

desflurane meningkatkan kadar caspase-3. Yang menarik, pemberian nitrous oxide

(sampai konsenstrasi 150%) tidak menimbulkan neuroapoptosis; namun, tingkat

apoptosis meningkat bila nitrous oxide diberikan bersama dengan isoflurane.

Neurotoksisitas ini diakibatkan oleh blokade reseptor NMDA oleh nitrous oxide yang

bermanifestasi sebagai pembengkakan masif organel-organel neuron termasuk

mitokondria dan reticulum endoplasmic. Nitrous oxide juga meningkatkan kadar

homosistein plasma yang disebabkan oleh oksidasi methionine sintase. Karena kadar

homosistein dalam darah dapat dengan mudah diukur, mereka dapat digunakan sebagai

biomarker modulasi aktivitas methionine sintase oleh nitrous oxide. Setelah 8 jam

pajanan terhadap nitrous oxide, terjadi peningkatan kadar homosistein dalam darah

sebanyak delapan kali lipat. Peningkatan ini dapat dapat dicegah dengan infus kontinyu

vitamin B12, yang merupakan co-factor enzim dari methionine sintase.6,7

Halothane yang diberikan selama periode neonatal berkaitan dengan

neurodegenerasi dan perubahan perilaku. Xenon tidak menimbulkan neuroapoptosis

bila digunakan secara tunggal; sebaliknya, xenon mengurangi efek anesthesia inhalasi

lain bila diberikan terlebih dahulu.6

b) Anestesi Intravena

Zou dkk meneliti efek durasi anestesia ketamine pada kera rhesus yang baru lahir

(PND5, PND6). Tiga jam pajanan terhadap ketamine tidak menimbulkan perubahan

histokimia yang signifikan, sedangkan kematian sel jelas ditemukan pada korteks

frontal pada subjek yang mendapat paparan ketamine selama 9 sampai 24 jam. Pada

kultur sel yang dilakukan oleh Bosnjak dkk ditemukan bahwa ketamine mengurangi

waktu viabilitas neuron dan menimbulkan abnormalitas ultrastruktural neuron yang

bersifat tergantung pada dosis yang diberikan, menimbulkan depolarisasi potensial

Page 23: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

membran mitokondria, merangsang jalur apoptosis, menyebabkan pelepasan sitokrom C

dari mitokondria ke sitosol, dan merangsang produksi radikal oksigen bebas.4,5

Yu dkk mengamati neuroapoptosis dan perubahan perilaku jangka panjang pada

tikus PND7 yang diberikan propofol dosis tunggal dan berulang. Hasil penemuan

mereka adalah berkurangnya kepadatan neuron, perubahan morfologi pada sel-sel

piramida, apoptosis, dan penekanan pelepasan neurotransmitter eksitatorik. Efek ini

lebih jelas terlihat pada kelompok yang mendapat propofol berulang kali.4,5

Benzodiazepine (clonazepam, diazepam, midazolam) yang merupakan obat anestesi

intravena mempunyai efek yang kontroversial terhadap apoptosis; namun, barbiturate

(pentobarbital, phenobarbital) secara jelas meningkatkan proses apoptosis. Beberapa

studi yang jumlahnya tidak banyak melaporkan bahwa pajanan terhadap sodium

thiopental tidak menimbulkan peningkatan apoptosis. Thompson menyarankan

pemakaian anestesi narkotik dosis tinggi untuk neonatus dan bayi, namun pajanan

kronis opioid terhadap janin dan neonatus berkaitan dengan perubahan neuron.

Walaupun anestesia berbasis opioid dan opioid yang diberikan bersama dengan

anesthesia inhalasi terbukti mengurangi tingkat apoptosis, namun tingkat keamanannya

belum terbukti. Studi-studi ini semua masih kontroversial dan tingkat keamanannya

masih dipertanyakan. Studi lain menunjukkan bahwa dexmedetomidine mengurangi

tingkat toksisitas prenatal akibat propofol.6,7

2.4.3 Patogenesis

Patogenesis molekuler dari neurotoksisitas akibat anestesi telah pula diteliti

dalam studi eksperimental. Neonatus dilahirkan dengan kurang lebih 100 milyar neuron,

dan jumlah ini tidak bertambah seiring waktu. Berat otak neonatus kurang lebih 300-400

g. Peningkatan myelinisasi, pembentukan sinaps, maturasi neuron, dan proliferasi sel-sel

glia menambah berat otak menjadi 1100 gram pada usia 3 tahun dan 1300-1400 gram

saat dewasa. Bayi yang baru lahir mempunyai kurang lebih 50 triliun sinaps, meningkat

menjadi 1000 triliun dalam 1 tahun pertama kehidupan dan berkurang menjadi 500

triliun saat masa dewasa. Periode kritis pertumbuhan otak adalah saat periode

intrauterine, 3 tahun pertama kehidupan dan masa pubertas.4,6

Maturasi otak belumlah lengkap saat lahir, dan terjadi proses maturasi heterogen

pada otak setelah lahir. Maturasi berlangsung lambat di daerah korteks dan sistem

limbik. Perubahan neurotransmisi pada otak imatur akibat pajanan terhadap anestesia

dapat mengakibatkan gangguan di masa yang akan datang.6

Page 24: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

a) Peran pembedahan, inflamasi, dan nyeri pada neurotoksisitas masa

pertumbuhan akibat anestesia

Walaupun insisi kulit dan injeksi formalin merupakan stimulus yang sangat nyeri,

mereka tidak dapat mensimulasikan kondisi pembedahan yang sebenarnya dimana

selain nosisepsi yang kuat, peran inflamasi, infeksi, kehilangan darah, dan pergeseran

cairan sangatlah bermakna. Bukti-bukti yang ada menyatakan bahwa stimulus

pembedahan memperburuk neuroapoptosis masa pertumbuhan akibat isoflurane dan

defisit kognitif akibat anestesia. Namun, stimulasi nyeri perifer yang bersifat inflamasi

bersamaan dengan pemberian anestesia ketamine memperlemah proses apoptosis bila

dibandingkan dengan anestesia ketamine tanpa stimulus nyeri. Walaupun mekanisme

yang mendasarinya belum jelas, pembedahan merupakan propagator aditif atau

sinergistik dari neurotoksisitas masa pertumbuhan akibat anestesia.Sebagai contoh,

faktor proinflamasi utama interleukin 1 beta (IL-1β) yang meningkat selama operasi,

meningkatkan lalu lintas reseptor GABAA pada permukaan neuron di hippocampus

dengan hasil akhir berupa peningkatan ekspresi reseptor GABAA pada neuron yang

dapat meningkatkan neurotoksisitas terkait aktivasi reseptor ini.5

b) Efek anestesi umum terhadap pembentukan jaringan neuron

Beberapa grup peneliti menunjukkan bahwa pajanan terhadap anestesia pada masa

dini pertumbuhan otak menyebabkan penurunan jumlah sinaps yang signifikan dan

menetap pada beberapa regio otak pada kelompok hewan pengerat. Hal yang justru

berlawanan, obat-obat anestesia yang sama malah meningkatkan jumlah kontak sinaps

ketika diberikan pada periode puncak sinaptogenik yang lebih akhir (antara hari ke 15

dan ke 30 pasca kelahiran).4

GABA merupakan neurotransmitter inhibisi utama utama pada otak dan reseptor

GABA subtype A merupakan target utama dari obat-obat anestesia umum yang sering

dipakai. Pada fase awal pertumbuhan otak, GABA justru berperan sebagai

neurotransmitter eksitatorik. Nantinya pada periode puncak sinaptogenik akhir, terjadi

pergeseran fungsi reseptor GABA menjadi bersifat inhibitorik. Perubahan ini berkaitan

dengan perubahan pada symporter klorida-kalium spesifik neuron yang berperan

menciptakan gradient klorida pada neuron dan pemeliharaan konsentrasi klorida

intraseluler yang rendah yang diperlukan untuk inhibisi influx klorida. Neuronal

potassium-chloride cotransporter (KCC) mengalami pergeseran perkembangan dari

NKCC1 sodium-potassium-chloride cotransporter, suatu bentuk imatur yang berperan

Page 25: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

dalam eksitabilitas neuron, menjadi suatu bentuk matur, KCC2 yang berperan dalam

inhibisi neuron. Ekspresi KCC2 meningkat tajam sejak usia kehamilan 30 minggu pada

manusia. Pada neuron manusia dewasa normal, peningkatan hantaran reseptor GABAA

yang bersifat tajam dan menetap dapat menyebabkan respons bifasik sehingga

hiperpolarisasi membran saat awal diikuti oleh depolarisasi. Selama periode aktivasi

kuat reseptor GABAA (seperti yang terjadi pada pajanan terhadap kebanyakan obat

anestesi) dapat menyebabkan peningkatan eksitabilitas neuron bahkan dengan adanya

jumlah normal co-transporter KCC2 pada orang dewasa.4,6

Anestesia menghasilkan efeknya dengan memperkuat aktivitas neurotransmitter

inhibisi mayor gamma-aminobutyric acid (GABA) dan glycine atau mengantagonis

reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dari neurotransmitter eksitatorik mayor

glutamate. Selama masa perkembangan otak, GABA memfasilitasi proliferasi sel,

migrasi neuroblast, dan maturasi dendritik, dan tidak seperti orang dewasa, GABA

berperan sebagai neurotransmitter eksitatorik selama periode bayi ketimbang sebagai

neurotransmitter inhibitorik. Hal ini karena kedua mediator ini meningkatkan

permeabilitas membran sel terhadap ion klorida melalui pori-pori ion konduksi klorida

intrinsik. Selain itu, saluran ion ligand-gated terhadap klorida juga meningkat,

kotransporter KCC2 K+/Cl-2 membantu influks ion klorida sehingga neuron menjadi

terhiperpolarisasi dan aktivitasnya ditekan. Namun, karena ekspresi KCC2 rendah

selama periode awal pertumbuhan, potensial aksi klorida dibalikkan oleh aktivitas

reseptor GABAA dan glycine, menyebabkan depolarisasi neuron dan peningkatan

permeabilitas terhadap klorida. Studi klinis menunjukkan bahwa sevoflurane,

isoflurane, dan propofol menimbulkan eksitabilitas pada elektroensefalogram pada

neonatus. Neurotransmitter mayor glutamate dan aspartate terdapat di otak dalam

konsentrasi yang sangat tinggi (glutamate 10 mmol/L dan aspartate 4 mmol/L).

Glutamate dan aspartate mengarahkan sinyal sinaps pada terminal saraf dan

mengendalikan intake ion ke dalam neuron. Neurotransmitter-neurotransmitter tersebut

ternyata mempengaruhi sinaptogenesis , plastisitas neuron, proses belajar, dan memori.

Walaupun neurotransmitter eksitatorik normalnya bertanggung jawab terhadap hantaran

saraf, mereka juga merupakan sumber potensial neurotoksisitas. Penurunan jumlah

glutamate secara abnormal dapat mengganggu proses eksitasi yang normal,dan

peningkatan yang abnormal dapat menimbulkan eksitotoksisitas dan kematian sel

dengan mengganggu homeostasis kalsium. Glutamate dan asam amino serupa terbukti

menyebabkan pembengkakan akut pada badan neuron, dendrite, dan glia serta

Page 26: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

merangsang degenerasi neuron selama periode waktu tertentu. Karena alasan inilah,

terdapat mekansme yang rumit dalam kondisi normal untuk mengatur kadar glutamate

pada celah sinaps berupa ambilan kembali kelebihan glutamate dari celah sinaps

melalui reseptor yang terdapat di ujung presinaps dari terminal saraf dan sel-sel glia.

Walaupun glutamate merupakan toksin yang kuat dan bekerja cepat pada kondisi

fisiologis, mekanisme ini memastikan bahwa bahkan penerapan langsung ke otak tidak

menyebabkan kerusakan. Kondisi patologis yang mengakibatkan insufisiensi sistem ini

atau menyebabkan pelepasan glutamate dalam jumlah besar akan mengakibatkan

kematian neuron. Karena alasan inilah, pemberian anestesiadipercaya mengganggu

keseimbangan antara neurotransmisi eksitatorik dan inhibitorik sehingga menimbulkan

cedera neuron.4,6

Sinaptogenenesis merupakan periode paling penting dalam masa pertumbuhan otak,

yang merupakan “periode rentan” atau “periode kritis.” Sinaptogenesis terdiri dari 5

tahap. Lompatan pembentukan sinaps yang paling besar terjadi pada fase 3, yang

terkadang disebut sebagai “big bang.” Fase 3 ini terjadi pada periode neonatal. Pasca

fase 3, sinaptogenesis berlanjut dengan kecepatan yang sama selama fase 4. Fase ini

disebut sebagai fase plateau yang terjadi pada masa bayi dan remaja. Selama fase 5,

yang terjadi pada masa dewasa, sinaptogenesis berlanjut, namun terbatas dan

terlokalisasi. Permulaan, masa berlangsung, dan akhir dari periode kritis (fase 3 dan 4)

dikendalikan oleh mekanisme genetik dan epigenetik. Sensitivitas otak terhadap

rangsang lingkungan maksimal selama periode neonatal dan bayi ketika proses

sinaptogenesis juga maksimal.4,5,6

Dua faktor penting menjadi penentu neurotoksisitas akibat anestesia : tahap

perkembangan otak pada saat terjadi pajanan, dan derajat pajanan anesthesia meliputi

frekuensi pajanan dan dosis anestesi kumulatif. Sedangkan faktor-faktor sekunder yang

mungkin bersifat sekunder meliputi obat anestesi yang digunakan, status kesehatan,

atau prosedur tertentu. Studi pada hewan memberikan bukti yang jelas bahwa derajat

keparahan perubahan patomormofologis yang merupakan tanda dari proses

neuroapoptosis atau gangguan perkembangan sinaps yang berat terjadi bersamaan

dengan proses pembentukan sinaps yang cepat (sinaptogenesis). Penting untuk

diketahui bahwa periode puncak sinaptogenesis tidak terjadi pada saat yang sama pada

semua regio otak bahkan pada species yang sama. Sehingga, regio otak yang berbeda

mengalami masa rentan pada masa perkembangan yang berbeda-beda. Sebagai contoh,

pajanan terhadap berbagai agen anestesia menyebabkan timbulnya apoptosis berat pada

Page 27: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

hari ke-7 pasca kelahiran pada thalamus, hippocampus, dan neocortex tikus, sedangkan

populasi neuron lain seperti girus dentate tidak terpengaruh pada periode perkembangan

ini. Namun pajanan anestesia pada hari ke-21 pasca kelahiran menyebabkan terjadinya

neuroapoptosis di daerah girus dentate, sedangkan tingkat kerentanan daerah neocortex

sudah menurun secara signifikan.4,5,6

Bahkan pada regio otak yang sama, tingkat kerentanan tidak seragam. Sebagai

contoh pada hari ke-7 pasca kelahiran, proses neuroapoptosis akibat anestesia terjadi

paling banyak di lapisan superficial II dan III. Dan terlebih lagi, subtype neuron yang

berbeda mempunyai tingkat kerentanan yang berbeda-beda pula terhadap anestesia,

sebagai contoh tingkat kerentanan neuron-neuron glutamatergik dan GABAergik lebih

tinggi bila dibandingkan dengan neuron-neuron cholinergik di daerah neocortex pada

tikus usia 7 hari. 4,6

c) Peran faktor-faktor neurotropik terhadap efek anestesia pada tingkat

kepadatan sinaps

Terkait viabilitas dan perkembangan neuron, satu dari neurotropin yang paling

banyak diteliti pada neonatus adalah brain-derived neurotrophic factor (BDNF). BDNF

matur dibentuk dari destruksi proBDNF pada celah sinaps oleh aksi plasmin.. BDNF

matur berikatan dengan reseptor TrkB yang terdapat di membran post sinaps dan

meningkatkan viabilitas sel target. Namun, pada kondisi-kondisi di mana pelepasan

plasmin berkurang atau dihambat, seperti saat pemberian anestesia, pro BDNF tidak

dapat dikonversi ke bentuk matur, dan hal ini merangsang reseptor p75NTR ketimbang

reseptor TrkB. Aktvasi reseptor p75NTR yang juga disebut sebagai “reseptor kematian”

, mengakibatkan depolimerisasi aktin dan apoptosis. Head dkk menunjukkan bahwa

isoflurane menyebabkan apoptosis pada otak tikus neonatus melalui mekanisme ini.4,7

Apoptosis merupakan kematian sel yang terporgram yang dapat terjadi baik pada

kondisi fisiologis dan patologis. Apoptosis secara fisiologis ada pada otak yang sedang

berkembang, dengan kecepatan kurang lebih 1%. Namun, apoptosis yang terjadi pada

kondisi patologis seperti hipoksia dan iskemia menimbulkan masalah. Beberapa studi

eksperimental menunjukkan bahwa apoptosis meningkat pasca pajanan terhadap

anestesia. Namun, tidaklah memungkinkan untuk melakukan studi semacam itu pada

manusia. Sehingga, sulit untuk memperkirakan kecepatan apoptosis pasca pajanan

terhadap anesthesia pada manusia, seberapa jauh apoptosis ini mempengaruhi maturasi

otak yang sedang berkembang. Studi eksperimental telah menunjukkan bahwa anestesi

Page 28: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

merangsang apoptosis via jalur ekstrinsik dan intrinsik. Pemberian anestesi

menyebabkan kebocoran sitokrom C dan translokasi protein Bax ke mitokondria,

sehingga menimbulkan aktivasi apaf-1 dan jalur caspase. Hal ini nantinya akan

menimbulkan terjadinya peroksidasi lipid via pelepasan radikal-radikal oksigen bebas.

Apoptosis tidak hanya terjadi melalui jalur instrinsik tetapi juga melalui jalur ekstrinsik

yang mengaktivasi protein Fas.4,6

Nampaknya faktor-faktor neurotropik pada umumnya dan brain-derived neutrophic

factor (BDNF) khususnya, berperan dalam penurunan tingkat kepadatan sinaps akibat

isoflurane dan propofol pada hippocampus yang sedang berkembang. Penurunan

densitas ini diikuti oleh aktivasi RhoA dan reseptor growth factor p75NTR sebagai

bagian dari rentetan peristiwa yang berujung pada depolimerisasi aktin, hilangnya

microtubule, dan gangguan transport akson. Gangguan integritas microtubule pasca

pajanan terhadap propofol mengakibatkan inhibisi lalu lintas BDNF. Sistem

microtubule sangat penting dalam proses transport bukan hanya elemen-elemen

metabolik yang penting untuk kelangsungan hidup neuron, namun juga untuk

transportasi organel-organel sel (khususnya mitokondria) dari soma ke kompartemen

yang jauh seperti akson dan dendrite dimana integritas mereka diperlukan untuk

memastikan fungsi neuron dan pembentukan sirkuit yang benar.4,6

d) Efek anestesi pada neurogenesis

Ketika gas anestesi isoflurane diberikan selama 35 menit setiap hari selama 4 hari

kepada tikus yang masih sangat muda dan tikus dewasa, tikus muda mengalami

gangguan fungsi memori sedangkan yang dewasa tidak. Defisit memori ini semakin

jelas seiring dengan bertambahnya umur tikus muda tersebut. Defisit memori ini sesuai

dengan penurunan jumlah sel punca dan menurunnya tingkat neurogenesis di

hippocampus. Neurogenesis terus berlanjut seumur hidup pada dua regio otak yang

terpisah, girus dentate hippocampus dan zona subventrikular. Pembentukan neuron-

neuron baru pada hippocampus diduga penting untuk proses mengingat dan belajar.

Kematian sel-sel punca serta penurunan tingkat neurogenesis akibat isoflurane terjadi

tanpa disertai timbulnya tanda-tanda kematian sel yang jelas. Mekanisme yang

mendasarinya belum diketahui. Salah satu kemungkinannya adalah bahwa sel-sel yang

sekarat sudah disingkirkan oleh microglia sebelum marker kematian sel dapat dideteksi.

Kemungkinan yang lain adalah bahwa pada kondisi patologis, sel-sel progenitor

berdiferensiasi menjadi sel-sel glia ketimbang menjadi neuron. Kemungkinan yang

Page 29: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

ketiga adalah bahwa proses menghilangnya sel-sel punca saraf di hippocampus,

munculnya astrosit-astrosit baru, dan penurunan produksi neuron-neuron baru yang

normal dan sesuai usia dipercepat oleh isoflurane. Mekanisme apapun yang

mendasarinya, masih dalam tanda tanya mengapa hilangnya sel-sel punca dan

penurunan tingkat neurogenesis terjadi pada otak kelompok usia muda tetapi tidak pada

otak kelompok usia dewasa.5

Terdapat tiga publikasi yang menunjukkan hubungan antara microRNAdan

neurotoksisitas akibat anestesi; menurut publikasi ini propofol mendownregulate

microRNA-21, ketamine mengupregulate microRNA-34a, microRNA-34c, dan

microRNA-124 serta mendownregulate microRNA-137.4,6

Pada model kultur, ditunjukkan bahwa perkembangan neuron sangat tergantung dari

sitoskeleton aktin, dan anestesia berbahaya untuk regulasi aktin.4

Hiperfosforilasi protein Tau pada serine 404 menunjukkan neurodegenerasi dan

dirangsang oleh ketamine. Sehingga, microtubule mengalami kerusakan.4

Protein translokator (TSPO, 18kDa) merupakan biomarker yang dapat digunakan

untuk mengevaluasi gliosis reaktif dan aktivitas microglia dan mempunyai potensi

untuk digunakan pada pencitraan noninvasive. Hubungan antara neurotoksisitas terkait

anestesia dan metilasi DNA serta ekspresi gen telah diteliti. Periode kerentanan

terhadap neurotoksistas akibat anestesia pada manusia belum diketahui dan subjek ini

masih diperdebatkan diantara pada ilmuwan bidang neurologi. Periode maksimal

perkembangan otak pada manusia terjadi saat trimester akhir kehamilan sampai usia 3

tahun dan periode ini dipercayai sebagai periode yang rentan.4,6

Strategi terapi untuk menurunkan tingkat neurodegenerasi akibat anestesia telah

banyak diteliti. Lithium, melatonin, estradiol, pilocarpine, dexmedetomidine, xenon,

eritropoietin, L-carnitine, gas hidrogen, dan pramipexole adalah beberapa diantara

kandidat terdepan untuk terapi baru ini.4,5,6

e) Peran aktivasi komplemen dalam anestesia

Molekul-molekul rentetan peristiwa inflamasi termasuk komplemen berperan

penting dalam pembentukan dan modifikasi hubungan sinaptik selama masa

pertumbuhan. Bukti-bukti yang ada menyatakan bahwa isoflurane mengaktivasi

rentetan peristiwa komplemen dan jalur inflamasi via modulasi C1q+ dan C3

sertadengan menginduksi berbagai sitokin dan chemokine. Efek terhadap C1q nampak

pasca pajanan yang relatif singkat terhadap isoflurane (sesingkat 2 jam). Hasil ini

Page 30: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

mengungkapkan bahwa efek anesthesia jauh lebih kompleks daripada aktivasi apoptosis

selama fase sinaptogenesis.5,7

f) Rentang waktu kerentanan terhadap kerusakan akibat anestesia

Rentang waktu kerentanan harus dinilai dengan seksama ketika membandingkan

tingkat kerentanan terhadap anestesia antar spesies. Sebagai contoh, maturasi otak pada

kera pada usia kehamilan 120 hari (trimester akhir) umumnya dianggap sebanding

dengan minggu pertama pasca kelahiran pada manusia (usia 0-6 hari). Di sisi lain,

maturasi otak pada PD 6 dan 35 pada kera sebanding dengan usia 6 dan 12 bulan pada

bayi manusia. Ketika primata bukan manusia terpajan isoflurane, ketamine, atau

propofol baik itu in utero (120 hari usia kehamilan) atau pasca kelahiran (usia 6 hari),

pola kerusakan neuron pada otak berbeda karena tingkat kerentanan regio-regio otak

berbeda-beda tergantung tahap pertumbuhannya. Pada primata bukan manusia, pola

apoptosis fetal pasca anestesia dengan ketamine lebih menyebar luas dan mengenai

cortex, basal ganglia, thalamus, amygdala, cerebellum, dan batang otak, sedangkan

pola apoptosis neonatal pasca anestesia yang sama dengan ketamine nampaknya lebih

jelas pada substantia grisea dan alba cortical serta basal ganglia bila dibandingkan

dengan regio otak lain.5,7

Pada kera neonatus, terdapat perbedaan agen spesifik dalam hal tingkat keparahan

neurotoksisitas – isoflurane lebih merusak bila dibandingkan dengan propofol, dan

propofol lebih merusak bila dibandingkan dengan ketamine pada substantia alba dan

grisea. Perbedaan agen spesifik ini juga tergantung usia. Ketamine lebih toksik pada

fetus ketimbang pada otak neonatus, sedangkan isoflurane lebih merusak otak neonatal

daripada otak fetus. Ketika dilakukan penelitian pada substantia alba pasca 5 jam

pajanan terhadap anestesia isoflurane, terlihat adanya aktivasi caspase pada

oligodendrosit premielinisasi dan termielinisasi pada kera neonatus. Di sisi lain, astrosit

tidak mengalami cedera oleh pajanan terhadap obat anestesi. Pada PD 35, kera tidak

menunjukkan adanya kematian sel neuron pasca 24 jam anestesia dengan ketamine.5,7

Ketika membandingkan neurotoksisitas dari berbagai obat anestesia yang berbeda

(i.v dan inhalasi), dosis dari obat-obat yang berbeda tersebut harus dinormalisasi untuk

melihat potensinya. Cara yang relevan secara klinis adalah dengan memberikan dosis

yang ekuipotent sehingga kedalaman anestesinya sebanding. Pendekatan yang dipakai

sejauh ini adalah titrasi pemberian obat anestesi untuk mencapai hilangnya respon

terhadap stimulus yang menyakitkan terhadap keempat ekstremitas tanpa menimbulkan

Page 31: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

respon motorik apapun atau peningkatan tekanan arteri atau laju detak jantung > 10%

dari nilai basal, dengan penilaian dilakukan setiap 30 menit.4,6

2.4.4 Studi Klinis

Walaupun telah banyak dilakukan studi eksperimental, namun tidaklah cukup bukti

untuk menyimpulkan bahwa anestesi umum mempunyai efek neurotoksik pada otak

manusia yang sedang dalam masa perkembangan. Bahkan di dalam golongan mamalia

sendiri, terdapat variasi yang besar dalam hal kecepatan dan waktu perkembangan otak.

Maturasi otak secara total hanya memerlukan waktu beberapa minggu pada tikus,

sedangkan pada manusia memerlukan waktu bertahun-tahun. Dan lagi, dosis dan durasi

anestesi yang digunakan pada model eksperimental tidaklah proporsional dengan

prosedur yang dijalani pasien. Pada beberapa kasus, dosis eksperimental dapat sampai

20 kali lebih besar daripada dosis klinis standard. Disesuaikan dengan jangka waktu

hidup tikus, 6 jam anestesia dapat disamakan dengan jangka waktu 1 bulan pada

manusia. Dan lagi, beberapa observasi dari studi-studi diatas seperti asidosis laktat,

hiperkarbia, dan hipoglikemia tidak dihiraukan. Kemampuan belajar juga terganggu

pada subjek-subjek yang dipuasakan sebelum dilakukan anestesi.4,6,7,8

Pada satu studi kohort kelahiran retrospektif yang menggunakan data medis Negara

Bagian New York yang dikumpulkan antara tahun 1999 sampai 2002, 383 anak-anak

yang menjalani operasi koreksi hernia inguinalis dengan anestesi umum sebelum usia 3

tahun dievaluasi bersama dengan 5050 anak-anak yang tidak menjalani operasi. Hazard

ratio terkait gangguan perilaku dan pertumbuhan dilaporkan 2,3 dengan pajanan

terhadap anesthesia; 1,0 untuk usia; 2,7 untuk jenis kelamin; 1,2 untuk ras; dan 1,6

untuk komplikasi kelahiran. Dengan pertimbangan bahwa operasi elektif dapat ditunda,

pajanan terhadap anestesia merupakan resiko yang dapat dihindari pada sebagian besar

bayi.4,6,7

Pada laporan lain, pasien yang terlalu banyak terpajan anestesia mengalami lebih

banyak kesulitan belajar dibandingkan mereka yang mendapat pajanan dengan dosis

yang normal. Resiko kesulitan belajar secara progresif meningkat seiring dengan

pajanan anestesia yang berulang. Efek anestesi yang digunakan pada operasi Caesar

diteliti pada anak-anak. Bayi yang lahir dibawah anestesia regional mengalami lebih

sedikit kesulitan belajar pada tingkat kehidupan mereka selanjutnya.4,7

Satu studi retrospektif meneliti 10.450 saudara kandung yang lahir atara tahun 1999

dan 2005 dan mengevaluasi gangguan perkembangan serta perilaku pada mereka yang

Page 32: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

mendapat dan tidak mendapat anestesia sebelum usia 3 tahun. Insidens terjadinya

gangguan perkembangan dan perilaku adalah 128,2/1000/tahun pada mereka yang

terpajan anestesia dan 56,3/1000/tahun pada mereka yang tidak terpajan anestesia.

Sehingga, gangguan perilaku 60% lebih sering pada mereka yang terpajan anestesia

bila dibandingkan dengan mereka yang tidak terpajan anestesia. Perkiraan Hazard ratio

untuk gangguan perkembangan dan perilaku adalah 1:1 pada mereka yang terpajan

anestesia satu kali sebelum usia 3 tahun, 2:9 pada mereka yang terpajan dua kali, dan 4

pada mereka yang terpajan tiga kali atau lebih.4,6

Meyer dkk mengamati perkembangan terjadinya kejang dengan ciri-ciri klinis yang

sama pada tiga bayi dibawah usia 2 bulan, yang terjadi setelah 23-30 jam anestesia

menggunakan rumatan propofol. Mereka melaporkan bahwa kejang tidak terjadi

berulang; namun, dua bayi mengalami mikrosefali progresif dan gangguan kognitif

serta perilaku. Pencitraan MRI juga menunjukkan abnormalitas substantia alba.

Perusahaan pembuat propofol tidak menganjurkan pemakaian propofol sebagai agen

anestesia umum untuk anak-anak dibawah usia 3 tahun.4,6

Obat-obat anestesi umum seperti nitrous oxide, sevoflurane, dan isoflurane yang

diberikan pada anak-anak berusia < 12 bulan nampaknya mengganggu fungsi rekoleksi

saat anak-anak ini berusia 6-11 tahun. Rekoleksi merupakan komponen penting dari

memori pengenalan dan didukung oleh struktur otak anatomik yang dipengaruhi oleh

kematian sel yang diakibatkan oleh obat anestesi. Ketika uji coba terhadap tugas-tugas

spatial dilakukan, anak laki-laki lebih terpengaruh daripada anak-anak perempuan,

walaupun kesulitan dalam hal pengenalan warna dinilai sama pada anak laki-laki atau

perempuan. Namun performa yang lebih buruk nampak bila anak-anak terpapar obat

anestesi dalam jangka waktu yang lebih lama (beberapa jam). Studi awal ini tidak

menemukan adanya perbedaan antara paparan tunggal dengan multipel dalam hal defisit

memori pengenalan.6,7

Pediatric Anesthesia and Neurodevelopmental Assesment (PANDA) menekankan

bahwa jumlah anestesi inhalasi dan tingkat sedasi dapat dikurangi dengan

menggunakan metode anestesia berimbang, metode anestesi regional, dan pemakaian

analgetika opioid dan non opioid. Namun kelompok ini belum berhasil mencapai

konsensus untuk penerapan yang terbaik.6,7,8

General Anesthesia Study (GAS) dan studi Pediatric Anesthesia and

Neurodevelopmental Assesment (PANDA) menujukkan bahwa anestesia sevoflurane

satu kali dalam durasi yang singkat (dibawah 1 jam) pada bayi tidak menimbulkan

Page 33: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

neurotoksisitas yang lebih berat bila dibandingkan dengan bayi yang mendapat

anestesia regional dalam kondisi terbangun. Namun, studi ini masih terbatas pada

paparan tunggal (satu kali) terhadap gas anestesia dan durasinya yang singkat.6,7,8

Page 34: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

BAB III

KESIMPULAN

Hasil studi pada hewan menunjukkan bahwa pajanan anestesia terhadap otak yang imatur

mengakibatkan defisit anatomik dan perilaku dalam jangka panjang. Data yang terbatas dari

studi hewan prenatal menunjukkan bahwa otak rentan terhadap pajanan anestesia selama

masa kehamilan, terutama saat trimester kedua dan selanjutnya. Studi pada manusia masih

terbatas dan masih kurang bukti. Saat ini belum ada cukup bukti untuk merubah pola praktek

anestesi pada pasien pediatrik, namun di sisi lain hal ini juga berpotensi menimbulkan cedera

pada pasien pediatrik. Diperlukan lebih banyak lagi studi internasional multicentre untuk

lebih memahami resiko anestesia pada kelompok pasien pediatrik, khususnya janin dan

neonatus.

Page 35: EFEK ANESTESIA UMUM TERHADAP NEUROPLASTISITAS …

DAFTAR PUSTAKA

1. Kolb B, Mychasiuk R, Muhammad A, Gibb R. Brain Plasticity in the Developing

Brain. Progress in Brain Research. 2013;7:35-64

2. Demarin V, Morovic S, Bene R. Neuroplasticity. Period Biol. 2014; 116:2, 209-11

3. Kolb B, Gibb R, Robinson T. Brain Plasticity and Behavior. Current Directions in

Psychological Science. 2003; 12:1,1-5

4. Ozer AB, Ozcan S. Anesthetic Neurotoxicity in Pediatric Patients. Current Topics in

Anesthesiology. 2017. http:www.intechopen.com/books/current-topics-in-

anesthesiology.

5. Todorovic VJ, et al. Anaesthetic neurotoxicity and neuroplasticity: an expert group

report and statement based on the BJA Salzburg Seminar. 2013. BJA. 111:2,143-51

6. McCann ME, Soriano SG. General anesthetics in pediatric anesthesia: Influences on

the developing brain. Curr Drug Targets. 2012. 13:7,944-51

7. Prozesky J. Anaesthesia and the Developing Brain. SAJAA. 2014; 20:4,167-69

8. Andropoulos DB, Greene MF. Anesthesia and Developing Brains – Implications of

the FDA Warning. N Engl J Med. 2017. 376;10.