edtn khairun makalah teknologi sediaan semi solida dan likuida (autosaved)
TRANSCRIPT
MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLIDA DAN LIKUIDA
EKSIPIEN
Dosen Pembimbing : Destria Indah Sari, S.Farm., M.Farm., Apt
Disusun Oleh:
Heryo Ramadhani R. J1E110217
M. Khairun Nafis J1E111005
Yuni Amalina J1E111026
Asmiliati J1E111053
Lia Hidayati J1E111201
NorHalifah J1E111229
PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETEHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU2013
I. Definisi Eksipien
Eksipien atau bahan penolong adalah materi yang terdapat dalam obat
namun tidak memiliki zat aktif. Fungsinya adalah sebagai pembawa atau pelarut
zat aktif sehingga memungkinkan penyampaian obat. Eksipien meningkatkan
kualitas fisik obat dengan mempengaruhi transport obat dalam tubuh, mencegah
kerusakan sebelum sampai ke sasaran, meningkatkan kelarutan dan
bioavailabilitas, meningkatkan stabilitas obat, menjaga pH dan osmolaritas,
menstabilkan emulsi, mencegah disosiasi zat aktif dan memperbaiki penampilan
sediaan. Tahapan awal dalam proses pembuatan sediaan farmasi.,yang berpusat
pada sifat2 fisika kimia zat aktif ,dimana dapat mempengaruhi penampilan obat
dan perkembangan suatu rancangan bentuk sediaan (Ansel, 1989).
Eksipien adalah zat tambahan yang tidak mempunyai efek farmakologi,
Macam-macam ,alat uji ,fungsi dan contoh : Penyalut, Pelicin Pengisi
Penghancur Pewarna, Pemanis, Pengikat danPengawet Kriteria : harus netral
secara fisiologis ,stabil,tidak mempengaruhi bioafailibilitas obat, sesuai peraturan
undang-undang (Ansel,1989).
Eksipien farmasetika adalah bahan (substansi) yang terdapat dalam
proses pembuatan sediaan yang tidak memiliki aktivitas farmakologi atau
terdapat dalam produk obat jadi (finished pharmaceutical product dosage form)
(Lachman, 1994).
Eksipien dapat mempengaruhi :
1. Mempengaruhi transport obat dalam tubuh
2. Mencegah obat rudak sebelum sampai ke target
3. Meningkatkan kelarutan dan bioavailabilitas
4. Meningkatkan stabilitas obat
5. Menjaga pH dan osmolaritas
6. Sebagai antioksidan dan penstabil emulsi
7. Sebagai propelan dalam aerosol
8. Mencegah disosiasi zat aktif
9. Memperbaiki penampilan sediaan
Eksipien penting karena :
1. Untuk keamanan
2. Mempermudah proses pembuatan
3. Berdapmpak pada kualitas produk
Interaksi eksipien dan zat aktif akan memberikan implikasi terhadap :
1. Stabilitas produk terutama jika terdapat air
2. Produk jadi
3. Proses pelepasan obat
4. Mempengaruhi aktivitas terapeutik zat aktif
5. Mempengaruhi profil efek samping zat aktif
Sifat fungsional eksipien yang dapat diperbaiki :
1. Meningkatkan laju alir
2. Kompressibilitas
3. Penghomogenisasian massa
4. Meningkatkan kelarutan
5. Meningkatkan sensitifitas lubrikan
6. Sebagai superdisintegran
7. Mengubah profil laju disolusi
Co-processed Compound :
1. Mengurangi sifat lengket
2. Meningkatkan retensi air
3. Mengontrol kandungan udara
4. Meningkatkan proses pembasahan dan kelarutan
5. Menambah hidrofobisitas.
(Lieberman, 1988).
II. Macam-Macam Eksipien
1. bahan pensuspensi (suspending agent)
2. dapar atau acidifer
3. bahan pembasah (wetting agent)/humektan
4. antioksidan
5. pemanis
6. anticaking
7. pewarna
8. flavour
9. floculating agent
10. pewangi
11. antibusa (antifoaming)
12. pengawet
(Nair &Bhargava, 1999).
A. Bahan pensuspensi / suspending agent
Fungsi: Memperlambat pengendapan, mencegah penurunan partikel,
dan mencegah penggumpalan resin dan bahan berlemak. Cara Kerja:
meningkatkan kekentalan. Kekentalan yang berlebihan akan mempersulit
rekonstitusi dengan pengocokan. Suspensi yang baik mempunyai kekentalan
yang sedang dan partikel yang terlindung dari gumpalan/aglomerasi. Hal ini
dapat dicapai dengan mencegah muatan partikel, biasanya muatan partikel ada
pada media air atau sediaan hidrofil (Levinson, 1992).
Faktor pemilihan suspending agent
1. Penggunaan bahan (oral / topikal)
2. Komposisi kimia
3. Stabilitas pembawa dan waktu hidup produk (shelf life)
4. Produk, sumber, inkompatibilitas dari suspending agent
(Levinson, 1992).
A.1. Penggolongan Suspending Agent:
I. Golongan Polisakarida
a. Gom Akasia = Gom Arab
Gom akasia adalah eksudat gom arab yang diperoleh dari
batang dan dahan pohon Acacia senegal wild, dan beberapa
spesies. Akasia termasuk suspending agent yang berasal dari alam
dan mengandung enzim pengoksidasi, sehingga akasia kurang
cocok untuk digunakan dalam sediaan farmasi yang mengandung
zat aktif yang mudah teroksidasi. Enzim ini dapat diinaktivasi
dengan pemanasan pada suhu 100oC. Sebagai suspending agent
yang baik, sering dikombinasi dengan bahan pengental yang lain
seperti campuran serbuk Tragakan BP yang mengandung akasia
20 %, trgakan 15%, starch 20% dan sukrosa. Karena
kekentalannya, akasia jarang dgunakan dalam sediaan eksternal
(Levinson, 1992).
Musilago akasia memiki viskositas yang paling baik pada
range pH 5-9. Dibawah pH 5 dan diatas pH 9, viskositas akan
menurun dengan tajam. Misilago akasia 35% mempunyai
viskositas yang kurang lebih sama dengan gliserin (Levinson,
1992).
Kelarutan : mudah larut dalam air (1 g dalam 2,7 g air)
menghasilkan larutan yang kental dan tembus cahaya, praktis
tidak larut dalam etanol 95%P, kloroform, eter, gliserol, dan
propilen glikol (1 g dalam 20ml) dan minyak-minyak. Larut dalam
1 :20 bagian gliserin (Levinson, 1992).
Keasaman dan kebasaan : larutan jenuh dalam air bereaksi
terhadap lakmus, jika diencerkan dengan air lalu dibiarkan tidak
terjadi pemisahan endapan. pH 4,5-5 (larutan 5% b/v). Bobot
Jenis : 1,35-1,49 Sterilisasi : autoklaf (Levinson, 1992).
OTT : alkohol, adrenalin, amidopyrine, apomorpin, bismut
subnitrat, boraks, krosol, eugenol, morfin, fenol, garam ferri,
tanin, thymol, vanilin, merkuroklorida, fisostigmin, Na silikat,
logam berat da alkaloid. Penyimpanan : dalam wadah tertutup
baik, tempat kering. Larutan dapat terurai oleh bakteri atau enzim,
akasia serbuk halus diawetkan dalam wadah tertutup (Levinson,
1992).
Keamanan : akasia aman untuk penggunaan umum sebagai
zat aditif makanan (FDA). Meskipun aman digunakan, tetapi ada
batasan jumlah yang menyebabkan reaksi alergi pada manusia.
Tidak digunakan untuk penggunaan parenteral karena
menyebabkan bahaya arabinosis (Levinson, 1992).
Penggunaan : Akasia bentuk kental dalam air digunakan
dengan tragakan sebagai suspending agent dalam tinktur resin.
Serbuk akasia digunakan sebagai emulsifying agent untuk emulsi
oral (1 bagian akasia dicampur dengan 4 bagian minyak atau
parafin liq dan dengan 2 bagian air membentuk suatu emulsi
primer (Levinson, 1992).
OTT : Akasia inkompatibel dengan aminopirin, kresol,
etanol (95%), asam2 feri, morfin, fenol, fisostigmin, tanin, timol,
dan vanilin. Banyak jenis garam dapat menurunkan viskositas
larutan akasia, sementara garam trivalen dapat menyebabkan
koagulasi. Dalam sediaan emulsi, larutan akasia OTT dengan
sabun (Levinson, 1992).
b. Tragakan
Tragakan adalah eksudat gom kering yang diperoleh dengan
penorehan batang Asragalus gummifer Labill dan spesies
Astragalus lain. Tragakan memiliki kemampuan membentuk gel,
maka tragakan lebih baik daripada akasia sebagai pengental.
Digunakan dalam bentuk serbuk atau mucilago atau campuran
serbuk Tragakan BP untuk mensuspensikan serbuk yang sukar
berdifusi. Jumlah yang cocok untuk 100 ml suspensi adalah 0,2 g
serbuk tragakan, 2-4 serbuk campuran atau kira-kira 25 ml
musilago. Bila digunakan dengan dikombinasi dengan akasia,
maka pembawanya hanya boleh air atau air kloroform. Tragakan
menghasilkan mucilago yang kurang lengket dibandingkan dengan
akasia, karena itu lebih cocok untuk penggunaan obat luar,
seperti : jelly, lotion, pasta, krim (Depkes RI, 1979).
Tragakan yang tidak larut terhidratasi agak lambat oleh
karena itu lebih baik jika didiamkan dahulu selama beberapa hari
sebelum digunakan untuk meningkatkan viskositasnya. Untuk
mempercepat hidratasi, maka bentuk granul tragakan harus
dititrasi dalam mortir (Depkes RI, 1979).
Kelarutan : agak sukar larut dalam air, tetapi mengembang
menjadi massa yang homogen, lengket dan seperti gelatin. Jika
dikocok dengan berlebih, massa ini akan membentuk campuran
yang seragam , tetapi jika didiamkan satu atau dua hari akan
terjadi pemisahan yang akan memberikan bagian yang terlarut
pada lapisan supernatan. Tragakan praktis tidak larut dalam
alcohol (Depkes RI, 1979).
Sifat fisika : 1 g serbuk ditambahkan dalam 50 ml air akan
mengembang menjadi bentuk yang halus, hampir seragam,
berbentuk mucilago yang bening, 0,5% larutan menunjukkan
range viskositas 120-600 cps tergantung kepada tipe
tragakan(Depkes RI, 1979).
Stabilitas dan penyimpanan : bentuk serbuk dan bentuk
tetesan tragakan, stabil jika disimpan dalam wadah kedap udara.
Gel tragakan dapat disterilkan dengan otoklaf. Dapat
dikontaminasikan dengan spesies enterobacter. Oleh karena itu
larutannya harus diberi pengawet yang sesuai (Depkes RI, 1979).
OTT : dapat menurunkan kemampuan antimikroba
pengawet benzalkonium klorida, klorbutanol, dan metilparaben,
beberapa fenol, dan fenilmerkuri asetat. Pada pH<5 , tragakan
kompatibel dengan pengawet asam benzoat, klorbutanol,
metilparaben. Penambahan mineral kuat dan asam organik dapat
menurunkan viskositas dispersi tragakan. Viskositasnya
diturunkan pula dengan adanya alkali atau NaCl jika dispersi
dipanaskan. Tragakan kompatibel dengan garam konsentrasi
tinggi dan banyak suspending agent lain saperti akasia, CMC,
starch, dan sukrosa. Dengan adanya 10% FeCl3 akan
menyebabkan pengendapan, perubahan warna menjadi kuning.
Sterilisasi: otoklaf. pH: musilago tragakan memiliki pH 5-6
untuk 1% b/v disperse (Syahrurachman et al, 1994).
Penggunaan : tragakan membentuk larutan yang kental atau
gel dengan adanya air. Kekentalan tergantung pada konsentrasi
yang digunakan. Dalam bentuk terdispersi, bubuk tragakan mula-
mula akan terdispersi dalam “distributing agent” seperti alkohol,
minyak dan gliserol. Digunakan sebagai suspending agent dalam
lotion, mikstura, dan sediaan tidak larut lainnya (Syahrurachman
et al, 1994).
Catatan : Bi-subnitrat membentuk gel dengan tragakan.
Penambahan 0.1% tri-Na-fosfat atau Na-sitrat ke dalam 1%
musilago tragakan dapat mencegah pembentukan gel. Garam Bi
lainnya tidak membentuk gel dengan tragakan. Dalam 6%
musilago tragakan dapat digunakan untuk suspensi dalam jelly
Efedrin Sulfat dan campuran Kaolin-Pektin. Penambahan mineral
dan asam-asam organik yang banyak dapat menyebabkan
viskositas dispersi tragakan berkurang (Syahrurachman et al,
1994).
c. Na-alginat (Sodium alginat/sodium salt/sodium polymannuronate)
Na-alginat cocok untuk penggunaan internal (garam alginat
dengan pelarut organik tidak digunakan). Kegunaan utama dalam
bidang farmasi adalah sebagai zat pengental dan stabilisator
suspense (Depkes RI, 1979).
Kelarutan : larut dalam air secara perlahan-lahan (1:20)
merupakan larutan koloidal yang viskos berwarna putih sampai
coklat kekuningan. Praktis tidak larut dalam alkohol, kloroform,
eter, dan larutan yang mengandung lebih 30% alkohol. Na alginat
diendapkan dari larutan dispersinya oleh koloidal (kira-kira 30-
50%) tergantung pada tipe dan konsentrasi alginat. Tak larut
dalam larutan asam (pH lebih rendah dari 4). pH : 7,2 untuk
larutan 1% b/v (Depkes RI, 1979).
Viskositas : terdapat berbagai kualitas Na alginat dimana
air mempunyai viskositas yang bervariasi antara 200-400 cps
dalam larutan 1% pada suhu 20o. Gel padat yang immobil oleh
larutan Na alginat 5% dalam air. Viskositas maksimum sekitar pH
7 dan pH 4-10 viskositasnya menurun sekitar 10%. Konsentrasi
rendah dari elektrolit meningkat viskositas. Larutan yang lebih
encer mempunyai viskositas seperti mucilago. Viskositas dapat
meningkat dengan penambahan 0,3% Ca sitrat, sebelumnya
dicampur dengan sedikit air. Konsentrasi elektrolit yang tinggi
dapat menyebabkan peningkatan viskositas sampai terjadi
penggaraman Na alginat. Penambahan alkohol 10% atau gliserin
20% dapat menstabilkan viskositasnya, tetapi konsentrasi yang
lebih tinggi (sekitar 30-70%) menyebabkan flokulasi.
Penggaraman terjadi pada konsentrasi NaCl lebih dari 4% (Rowe
et al,2006).
Stabilitas : larutan stabil pada pH 4-10. sterilisasi Na
alginat dengan otoklaf, sedemikian juga larutannya, terjadi
kehilangan viskositas tergantung adanya senyawa-senyawa dalam
larutan. OTT : derivat akridin, kristal violet, fenil merkuri asetat,
fenil merkuri nitrat/asetat, garam Ca logam berat, alkohol dengan
konsentrasi di atas 5%. Ion logam, logam alkali, amonium besi,
magnesium mengentalkan musilago, membentuk alginat yang
tidak larut (Rowe et al, 2006).
Penyimpanan : wadah kedap udara. Sebaiknya larutan
tidak disimpan dalam wadah logam. Pengawet : untuk pemakaian
luar ditambahkan klor kresol 0,1% klorosilenol 0,1% ester dari
asam p-hidroksi benzoat dan asam benzoat jika medium asam
(Rowe et al, 2006).
d. Starch (Amylum)
Starch kadang-kadang digunakan dengan suspending agent
yang lain karena viskositas msilagonya yang tinggi. Starch
merupakan komponen dari campuran serbuk tragakan BP. Dapat
digunakan dengan CMC-Na. Na starch glikolat (eksplotab,
primogel) merupakan turunan pati kentang ynag telah dievaluasi
untuk digunakan pada suspensi. Musilago yang terdiri dari 2,5%
starch dalam air menghasilkan produk yang kental (Rowe et al,
2006).
Stabilitas dan Penyimpanan : Strach kering yang tidak
dimasak cukup stabil selama penyimpanan jika dilindungi dari
kelembaban yang tinggi dari kelembaban yang tinggi.
Penyimpanan dalam tempat yang sejuk, kering dalam wadah
kedap udara. Larutan starch yang dimasak atau pasta secara fisika
dan tidak stabil dan mudah diserang oleh mikroorganisme menjadi
bermacam-macam turunan strach dan “starch yang termodifikasi”
dengan sifat fisika yang unit (Depkes RI, 1979).
Keamanan : Starch merupakan senyawa makanan yang
dapat dimakan yang dikenal secara luas keamanannya. Perhatian
khusus : Simpan dalam tempat yang bersih, kering dan ruangan
berventilasi baik. Penggunaan dalam farmasi : pengisi, pengikat,
penghancur/desintegran (Rowe et al, 2006).
e. Karagen (Chondrus extract
Kelarutan : semua karagenan terbasahi oleh air, tapi
hanya lamda karagenan dan natrium karagenan yang larut
sempurna.
Sifat-sifat bahan : ekstrak dari chondrus yang dinamakan
carrageen merupakan senyawa anionik. Dispersi cairannya
mempunyai pH 7-9, tetapi pH stabilitasnya antara 4,5-10. Panas
dapat merusak carrageen, walaupun pemanasan singkat pada pH
diatas 6 dapat diabaikan. Efek kerusakan bertambah dengan
turunannya pH di bawah 6. Ekstrak chondrus hamir larut
sempurna dalam 100 bagian air pada 85oC membentuk suatu
larutan koloidal viskous yang mudak mengalir pada suhu tersebut.
Carrageen tidak larut dalam alkohol, tapi dapat bercampur dengan
alkohol sampai kosentrasi 20%. Makin banyak alkohol yang
ditambahkan, viskositas cairan terdispersi makin meningkat. Pada
kosentrasi alkohol di atas 20% akan terbentuk suatu gel dengan
cepat, dan di atas 40% dapat mengendapkan carrageen. Carrageen
mudah terhidrasi dalam air panas dimana akan membentuk sistem
”transculent straw colorade”. Pengadukan secara mekanik dapat
menyebabkan hidrasi dipermudah tampa adanya panas (Martin et
al, 1993).
Kegunaan : ekstrak chondrus banyak digunakan dalam
makanan seperti : puding, es krim, eggnog dan jelly sebagai
pengental dan pensuspensi. Juga sering digunakan dalam obat dan
kosmetik.Contoh sediaan yang mengandung ekstrak chondrus
diantaranya : lotion keriting rambut, maskara, pasta gigi, suspensi
kalamin, suspensi sulfonamida, suspensi titanium dioksida (Rowe
et al, 2006).
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup rapat,
terlindung dari cahaya dan sebaiknya di tempat yang dingin
(Depkes RI, 1979).
F. Xanthan Gum (Polysaccharide B-1459 / Corn Sugar Gum)
Polisakarida semisintetik, terdiri dari garam natrium, kalium
atau kalisum dari polisakarida dengan BM tinggi yang diasetilase
secara parsial. Pemerian : serbuk berwarna, larut pada air
panas/dingin. Pada konsentrasi 0,5% menghasilkan produk kental
dan menunjukkan sedikit perubahan pada interval suhu dan pH
yang cukup besar. Pada kosentrasi 1% baru ditambah pengawet
yang sesuai. Fungsi: Stabilizing agent; suspending agent;
viscosity-increasing agent (Rowe et al, 2006).
Penggunaan Farmasetik: pencampuran suspending agent
anorganik tertentu seperti;magnesium aluminum silicate, or
organic gums akan memeberikan effek rheologl yang sinergis.
Pada umumnya perbandingan pencampuran antara xanthan gum
dengan magnesium aluminum silicate 1:2 sampai 1:9 memberikan
hasil yang maksimal Efek sinergis yang optimum juga diperoleh
melalui perrbandingan Xantan : Guar gum 3:7 dan 1: 9 (Rowe et
al, 2006).
g. Guar Gum (Guar Flour)
Sifat fisika : merupakan dispersi koloidal yang viokous
(larutan) yang terhidrasi dalam air dingin. Kecepatan hidrasi
optimum pada pH 7,5-9. Viskositas larutan 1% ialah 2000-2500
cps dan merupakan aliran tiksotropik. Serbuk halus lebih sukar
didispersikan. Untuk mengembangkan viskositas yang maksimum
diperlukan waktu 2-4 jam dalam air pada suhu kamar. pH
stabilitas : 1-10,5. pada pH 3,5-4,5 viskositasnya kurang.
Viskositas max pada pH 7,5-9 (Rowe et al, 2006).
Stabilitas dan penyimpanan : pemanasan yang lama akan
menurunkan viskositas. Simpan dalam wadah tertutup baik.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam pelarut organik. Dalam air
dingin dan panas, guar gum terdispersi. Dan mengembang
membentuk sol tiksotropik, dan kental. Kecepatan hidrasi
optimum terjadi pada pH 7,5-9. Serbuk yang sangat halus
mengembang lebih cepat dan lebih sulit untuk didispersikan.
Didiamkan dalam suhu kamar selam 2-4 jam akan menghasilkan
viskositas yang maksimum (Rowe et al, 2006).
Pengawetan : stabilitas terhadap bakteri dapat ditingkatkan
dengan penambahan campuran 0,15% metil paraben dan 0,02%
propil paraben atau dengan 0,1% asam benzoat atau Na
pentaklofenat. OTT : guar gum tidak tersatukan dengan aseton,
alkohol, tanin, asam,/basa kuat. Ion borat akan mencegah hidrasi
dari dispersi guar dalam air. Penambahan ion borat untuk
menghidrasi larutan menghasilkan struktur gel yang kohesif yang
dapat mencegah hidrasi yang lebih lanjut. Gel tersebut dapat
dicairkan dengan menurunkan pH dibawah 7 Keamanan : aman
digunakan (Rowe et al, 2006).
Efek Samping : seperti halnya dengan CMC. Dalam jumlah
besar secara temporer dapat menyebabkan peningkatan flatulensi,
distensi, obstruksi usus, dan obstriksi osofagus. Kontra indikasi :
tidak boleh digunakan intuk pasien yang mengalami obstruksi sal
usus. Harus digunakan dalam keadaan mengandung air untuk
menghindari kekerasan feces atau obstruksi eosefagus (Rowe et
al, 2006).
Penggunaan : guar gum dipakai sebagai pengental dan
sebagai stabilistaor dalam emulsi. Emulsi yang dibuat dengan
akasia dapat distabilkan dengan baik dengan menambahkan gom
guar 1%. Gom guar merupakan suspending agent yang kurang
baik untuk serbuk yang tidak larut. Guar Gum dapat di campurkan
penggunaannya dengan tanaman hydrokoloid lain seperti tragakan
(Rowe et al, 2006).
2. Turunan Selulosa
a. Metilselulosa
Merupakan polimer selulosa rantai panjang yang rata-rata
memiliki dua gugus hidroksik pada setiap unit heksosa yang
termetilasi. Variasi bahan dipasaran berbeda dalam tingkat
substitusinya dan panjang rantai selulosenya. Bahan yang
rantainya panjang paling kental. Ada 4 tipe metil. Penggunaan
: Metil selulosa digunakan dalam farmaseutik dan terapeutik.
Dalamfarmaseutik, metilselulosa digunakan sebagai zat
pendispersi dan pengental, emulgator dan pembasah. Hal ini
terutama digunakan dalam obat tetes mata, tetes hidung, kosmetik,
pasta gigi dan sediaan cair lain, misalnya suspensi dan emulsi.
Dalam terapeutik, MC sebagai laksatif pada konstipasi kronik.
MC dapat digunakan untuk sediaan internal atau eksternal (Rowe
et al, 2006).
b. CMC Na
Kegunaan : CMC Na digunakan untuk suspending agent
dalam sediaan cair (pelarut air) yang ditujukan untuk pemakaian
eksternal, oral atau parenteral. Juga dapat digunakan untuk
penstabil emulsi dan untuk melarutkan endapan yang terbentuk bila
tinctur ber-resin ditambahkan ke dalam air. Untuk tujuan-tujuan
ini 0,25 % – 1 % atau 0,5 % – 2 % CMC Na dengan derajat
viskositas medium umumnya mencukupi (Rowe et al, 2006).
c. Avicel
Ada dua bentuk avicel yang digunakan dalam bidang
farmasi, yaitu yang dapat membentuk dispersi koloid dalam air dan
yang tidak terdispersi dalam air. Bentuk yang pertama digunakan
sebagai suspending agent, sedang bentuk yang kedua digunakan
sebagai pengikat, pengisi, penghancur dan pelincir pada sediaan
padat (tablet) (Rowe et al, 2006).
d. Hidroksi Etil Selulosa
Penggunaan : menyerupai CMC Na karena merupakan
eter selulosa, perbedaannya ialah nonionik dan larutan ini tidak
dipengaruhi pada beberapa kasus. Digunakan dalam bidang farmasi
sebagai pengental, koloid pelindung, pengikat, penstabil, dan
suspending agent dalam emulsi, jelly dan ointmen, lotion,
ophtalmic, solution, suppositoria, tablet, shampoo, hair sprays,
penetralisir, krim, lotion (Rowe et al, 2006).
3. Golongan Clay
a. Bentonite
Penggunaan : Bentonit akan menyerap air membentuk sol
atau gel tergantung konsentrasinya. Bentuk sol cocok untuk
suspending agent. Bentuk gel dipakai untuk basis salep atau krim.
Penggunaan ini mempunyai pH = 9. Bentuk gel akan sangat
berkurang dengan adanya asam dan meningkat dengan penambahan
basa seperti Mg-oksida. Dalam bentuk sol atau gelnya dalam air,
bentonit bermuatan negatif dan akan mengalami flokulasi bila
ditambahkan elektrolit atau suspensi bermuatan positif. Sifat ini
menyebabkan kadang-kadang bentonit digunakan dalam penjernihan
cairan-cairan yang keruh. Sebagai serbuk suspending dalam sediaan
cair dan untuk membuat basis krim yang mengandung emulgator yang
sesuai sebagai emulgator o/w (seperti emulsifying wax, self
emulsifying gliseril monostearat). Konsentrasi bentonit 2 % sudah
cukup. Sebagai basis yang lain 10 – 20 % bentonit dan 10 % gliserin
(Rowe et al, 2006).
b. Alumunium-Magnesium Silikat (Veegum) (Rowe et al, 2006).
B. Bahan Pembasah (Wetting agent) / Humektan
Fungsi : menurunkan tegangan permukaan bahan dengan air (sudut
kontak) dan meningkatkan dispersi bahan yang tidak larut. Bahan pembasah
yang biasa digunakan adalah: surfaktan yang dapat memperkecil sudut kontak
antara partikel zat padat dan larutan pembawa. Surfaktan kationik dan anionik
efektif digunakan untuk bahan berkhasiat dengan zeta potensial positif dan
negatif. Sedangkan surfakatan nonionik lebih baik untuk pembasah karena
mempunyai range pH yang cukup besar dan mempunyai toksisitas yang
rendah. Konsentrasi surfaktan yang digunakan rendah karena bila terlalu tinggi
dapat terjadi solubilisasi, busa dan memberikan rasa yang tidak enak. Contoh :
gliserin, propilen glikol, polietilen glikol,dll (Syamsuni, 2006).
C. Pemanis
Fungsi: untuk memperbaiki rasa dari sediaan. Masalah yang perlu
diperhatikan pada perbaikan rasa obat adalah: Usia dari pasien. Anak-anak
lebih suka sirup dengan rasa buah-buahan, orang dewasa lebih suka sirup
dengan rasa asam, orang tua lebih suka sirup dengan rasa agak pahit seperti
kopi, dsb. Keadaan kesehatan pasien, penerimaan orang sakit tidak sama
dengan orang sehat. Rasa yang dapat diterima untuk jangka pendek mungkin
saja jadi tidak bisa diterima untuk pengobatan jangka panjang (Voigt, 1995).
Rasa obat bisa berubah dengan waktu penyimpanan. Pada saat baru
dibuat mungkin sediaan berasa enak, akan tetapi sesudah penyimpanan dalam
jangka waktu tertentu kemungkinan dapat berubah. Zat pemanis yang dapat
menaikkan kadar gula darah ataupun yang memiliki nilai kalor tinggi tidak
dapat digunakan dalam formulasi sediaan untuk pengobatan penderita diabetes
(Voigt, 1995).
Catatan :
1. Pemanis yang biasa digunakan : sorbitol, sukrosa 20 – 25 %
2. Sebagai kombinasi dengan pemanis sintetis : siklamat 0,5 %; sakarin 0,05
%
3. Kombinasi sorbitol : sirupus simplex = 30 % b/v : 10 % b/v ad 20 – 25 %
b/v total
4. pH > 5 dipakai sorbitol, karena sukrosa pada pH ini akan terurai dan
menyebabkan perubahan volume.
5. Sukrosa dapat menyebabkan kristalisasi
(Voigt, 1995).
d. Pewarna dan Pewangi
Pewarna dan pewangi harus serasi. (Lachman, 1994)
Asin : Butterscoth, Mafile, Apricot, Peach, Vanili, Wintergreen mint.
Pahit : Wild cherry, Walnut, Chocolate, Mint combination, Passion fruit, Mint
spice anisi.
Manis : Buah-buahan berry, Vanili.
Asam : Citrus, Licorice, Root beer, Raspberry.
e. Pengawet
Pengawet sangat dianjurkan jika didalam sediaan tersebut mengandung
bahan alam, atau bila mengandung larutan gula encer (karena merupakan tempat
tumbuh mikroba). Selain itu, pengawet diperlukan juga bila sediaan
dipergunakan untuk pemakaian berulang (multiple dose). Pengawet yang sering
digunakan antara lain:
1. Metil / propil paraben ( 2 : 1 ad 0,1 – 0,2 % total)
2. Asam benzoat / Na-benzoat
3. Chlorbutanol / chlorekresol (untuk obat luar / mengiritasi)
4. Senyawa amonium(amonium klorida kuarterner) → OTT dengan metil
selulosa
(Lachman, 1994)
F. Antioksidan
Antioksidan jarang digunakan pada sediaan suspensi, kecuali untuk zat
aktif yang mudah terurai karena teroksidasi. Antioksidan bekerja efektif pada
konsentrasi rendah. Cara kerja: memblokir reaksi oksidatif yang berantai pada
tahap awal dengan memberikan atom hidrogen. Hal ini akan merusak radikal
bebas dan mencegah terbentuknya peroksida. (Lachman, 1994)
Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih antioksidan:
1. Efektif dalam konsentrasi rendah
2. Tidak toksik, tidak merangsang dan tidak membentuk hasil antara (sediaan)
yang berbahaya
3. Segera larut atau terdispersi pada medium
4. Tidak menimbulkan warna, bau, dan rasa yang tidak dikehendaki.
5. Dapat bercampur (compatible) dengan konstituen lain pada sediaan.
Beberapa antioksidan yang lazim digunakan :
1. Golongan kuinol (ex: hidrokuinon, tokoferol, hidroksikroman, hidroksi
kumeran, BHA, BHT).
2. Golongan katekhol (ex : katekhol, pirogalol, NDGA, asam galat)
3. Senyawa mengandung nitrogen (ex: ester alkanolamin turunan amino dan
hidroksi dari p-fenilamin diamin, difenilamin, kasein, edestin)
4. Senyawa mengandung belerang (ex: sisteina hidroklorida)
5. Fenol monohidrat (ex: timol)
(Lachman, 1994)
f. Pendapar
Fungsi :
1. Mengatur pH
2. Memperbesar potensial pengawet
3. Meningkatkan kelarutan
Dapar yang dibuat harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk
mempertahankan pH. Pemilihan pendapar yaitu dengan pendapar yang pKa-nya
berdekatan dengan pH yang diinginkan. Pemilihan pendapar harus
mempertimbangkan inkompatibilitas dan toksisitas. Dapar yang biasa digunakan
antara lain dapar sitrat, dapar posfat, dapar asetat (Lachman, 1994)
g. Acidifier
Fungsi :
1. Mengatur pH
2. Meningkatkan kestabilan suspensi
3. Memperbesar potensial pengawet
4. Meningkatkan kelarutan
Acidifier yang biasa digunakan pada suspensi adalah asam sitrat (Lachman,
1994)
h. Flocculating agent
Floculating agent adalah bahan yang dapat menyebabkan suatu partikel
berhubungan secara bersama membentuk suatu agregat atau floc. Floculating
agent dapat menyebabkan suatu suspensi cepat mengendap tetapi mudah
diredispersi kembali (Lachman, 1994)
III. KESIMPULAN
Kesimpulam yang dapat diambil dari makalah ini adalah:
1. Eksipien atau bahan penolong merupakan materi yang terdapat dalam obat
namun tidak memiliki zat aktif, dengan kriteria harus netral secara
fisiologis, stabil, serta tidak mempengaruhi bioavailibilitas obat.
2. Eksipien yang ada dalam sediaan semi solida dan likuida berdasarkan
fungsinya terbagi menjadi bahan pensuspensi (suspending agent), dapar
atau acidifier, bahan pembasah (wetting agent)/humektan, antioksidan,
pemanis, anticaking, pewarna, flavour, floculating agent,
pewangi, antibusa (antifoaming), dan pengawet .
ABSTRACT
Gom alam dan mucilago tersedia di alam bebas. gom alam dan mucilago
berhasil digunakan dalam berbagai bentuk sediaan. Gom ini dimiliki berbagai
keunggulan dibandingkan polimer sintetis seperti mereka biodegradable, biaya yang
lebih murah, dll. Dalam beberapa tahun terakhir penelitian telah dilakukan dalam
formulasi pada modifikasi sediaan menggunakan berbagai bentuk gom dan mucilago
dan mereka ditemukan untuk bersaing dengan polimer sintetis yang tersedia di pasar.
Dalam ulasan ini kita menggambarkan perkembangan gom alam dan mucilago yang
digunakan dalam modifikasi sistem distribusi obat dan interaksi pada API dengan
bahan sintetis dan juga eksipien alami digunakan dalam formulasi farmasi.
Para peneliti mengkaji tentang pengunaan eksipien dari bahan alam, yaitu Gom
alam dan mucilago. Eksipien ini memiliki banyak keuntungan, seperti harganya yang
murah, banyak tersedia di alam, non-toksik, berpotensi biodegradable, dan sedikit
pengecualian, serta biokompatibel.
(Bharat. et all, 2013)
Klasifikasi dari Gom dan Mucilago
Gom dan mucilago tersedia dalam jumlah yang tinggi dalam berbagai varietas
tanaman, hewan, rumput laut, jamur dan sumber mikroba lainnya, di mana mereka
melakukan sejumlah sumber tanaman, fungsi struktural dan metabolik, sumber pada
tanaman tersedia dalam jumlah yang besar. Gom dan mucilago dapat diklasifikan
sebagai berikut :
1. Berdasarkan isinya
Sumber gom non-ionik: guar, biji locust, tamarin, xanthan, amilosa,
arabinans, selulosa, galaktomanans.
Gom anionic : arabic, karaya, tragacant, gellan, agar, algin, carrageenans,
pectic acid
2. Berdasarkan sumber
a. Gom Laut /Alga / Rumput Laut : agar, carrageenans, alginic acid, laminarin.
b. Tanaman: (1) semak / eksudat pohon - gom arabica, gom ghatti, gom karaya,
gom tragacanth, khaya dan gom albasia, (2) gom dari biji : Gom-guar, gom
biji locust, pati, amilosa, selulosa, (3) ekstrak-pektin, gom larch, (4) umbi dan
akar- tepung kentang.
c. Binatang : chitin and chitosan, chondroitin sulfate, hyaluronic acid.
d. Sumber dari mikroba (bakteri dan fungi) : xanthan, dextran, curdian, pullulan,
zanflo, emulsan, Ragi roti glycan, schizophyllan, lentinan,
krestin,scleroglucan.
3. Semi-sintesis
a. Turunan Pati : hetastarch, pati fosfat, pati fosfat
b. Turunan Selulosa : carboxy methyl cellulose (CMC), hydroxy ethylcellulose,
hydroxypropyl methylcellulose (HPMC), methyl-cellulose (MC),
microcrystalline, cellulose (MCC).
4. Berdasarkan Bentuk
a. Linear: algins, amylose, cellulose, pectins.
b. Branched: (1) short branches—xanthan, xylan, galactomanan; (2) branch-on-
branch-amylopectin, gum arabic, tragacanth.
5. Berdasarkan pada Unit Manomer pada Struktur Kimia
Homoglycans—amylose, arabinanas, cellulose; diheteroglycans-algins,
carragennans, galactomannans;
(Bharat. et all, 2013)
Keuntungan Polimer Bahan Alam
1. Biodegradable- Di alam tentu tersedia polimer biodegradable yang diproduksi
oleh semua organisme hidup. Mereka mewakili sumber yang dapat diperbaharui
dan mereka tidak memiliki dampak merugikan pada manusia atau kesehatan
lingkungan.
2. Biokompatibel non toksik – Secara Kimia, hampir semua bahan tanaman ini
adalah karbohidrat terdiri dari unit monosakarid. Oleh karena itu, mereka non-
toksik.
3. Biaya rendah, selalu lebih murah menggunakan sumber alam. Biaya produksi
juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan bahan sintetis.
4. Ramah lingkungan dalam proses pengolahan: Gom dan mucilage dari sumber
yang berbeda yang mudah dikumpulkan dalam musim yang berbeda dalam
jumlah besar karena proses produksi yang terlibat sederhana.
5. Ketersediaan lokal (khususnya dalam negara berkembangkan). Di negara
berkembang, pemerintah meningkatkan produksi tanaman seperti gum guar dan
tragacanth karena aplikasinya yang luas dalam berbagai industri
(Bharat. et all, 2013)
Kerugian Polimer Sintetik
1. Polimer sintetik memiliki kelemahan tertentu seperti biaya tinggi, toksisitas,
pencemaran lingkungan selama sintesis, sumber-sumber tidak dapa diperbaharui,
efek samping, dan kepatuhan pasien miskin
2. Efek samping akut dan kronis (kulit dan iritasi mata) telah diamati pada pekerja
penanganan zat metil terkait metakrilat dan poli-(metil metakrilat) (PMMA)
3. Laporan dari reaksi negatif terutama terhadap povidone
mendapat perhatian terhadap pembentukan subkutan granuloma di tempat
suntikan yang dihasilkan oleh povidone. Ada juga bukti bahwa povidone dapat
terakumulasi dalam organ intramuscular suntikan.
4. Studi toksisitas oral akut oral pada hewan menunjukkan bahwa karbomer-934P
memiliki toksisitas pemberian oral yang rendah pada dosis hingga 8 g/kg. Debu
karbomer dapat mengiritasi mata, selaput lendir dan saluran pernapasan. Jadi,
sarung tangan, pelindung mata dan respirator debu dianjurkan selama
penanganan.
5. Studi pada tikus telah menunjukkan bahwa 5% polivinil alkohol larutan
disuntikkan subkutan dapat menyebabkan anemia dan tidak dapat disaring
berbagai organ dan jaringan. Gums memiliki berbagai aplikasi dalam farmasi.
Mereka digunakan dalam pengobatan untuk analgesik dan menekan batuk.
Polimer hidrofilik berguna sebagai bahan pengikat tablet,
disintegran, emulsifier, agen pensuspensi, agen pembentuk gel, agen stabilisasi,
bahan pengental. Berbagai gom dengan mereka nama-nama umum, sumber-
sumber biologis, keluarga dan perusahaan aplikasi farmasi tercantum dalam
Tabel No.3.
Kesimpulan
Gum banyak tersedia di alam dan lebih murah dibandingkan dengan polimer
sintesis. Selain itu itu gum dan mucilage memiliki banyak keuntungan seperti
biodegradable di alam, murah, biokompatibel non toksik secara kimia, serta mudah di
dapat. Gum dapat diklasifikasikan berdasarkan isinya, sumbernya, semi-sintetis, serta
berdasarkan pada bentuk dan unit manomer dalam struktur kimianya.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerjemah: Farida Ibrahim. Edisi ke-4. UIPress.Jakarta. 576-587
Bharat W, Tekade, & Y A. Chaudhari. 2013. Gums and Mucilages: Excipients for modified Drug Delivery System. Journal of Advanced Pharmacy Education & Research.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
L. Nair and H, N. Bhargava. 1999. Drug Development and Industrial Pharmacy. 691-694
Lachman. Et al. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Penerjemah: Siti Suyatmi. Jilid III. Edisi ke-3. UI-Press. Jakarta. 1147-1196
Lieberman, Herbert A. Rieger, Martin M. Banker, Gilbert S. 1988.Pharmaceutical dosage Forms.Volume 2. Marcel Dekker, Inc. New York. 533-562.
Levinson, W. E & E. Jawetz. 1992. Medical Microbiology & Immunology. Prentice-Hall International Inc, London.
Martin, A., J. Swarbick & A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik. Edisi III. UI Press, Jakarta.
Rowe, R. C., P. J. Sheskey & S. C. Owen. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients, Fifth Edition. The Pharmaceutical Press and the American Pharmacists Association, Washington DC.
Syahrurachman, A., A. Chatim & A. Soebandrio. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara, Jakarta.
Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Voigt, R. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi V Terjemahan Soendani Noerono Soewandhi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.