e.coli mindus jadi (1)
TRANSCRIPT
TUGAS MIKROBIOLOGI INDUSTRI
Pembuatan Insulin Manusia dengan Teknik DNA Rekombinan Sebagai
Salah Satu Aplikasi Mikrobiologi dalam Bidang Kesehatan
Gede Mas Teddy Wahyudhana (0808505010)
Ni Made Ayu Suartini (0808505015)
Enny Laksmi Artiwi (0808505018)
Ni Putu Martiari (0808505023)
\
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus atau penyakit kencing manis tergolong ke dalam salah satu penyakit
yang menimbulkan mortalitas dan morbiditas tinggi. Penyakit ini berkembang terutama karena
faktor genetik dan pola hidup yang tidak sehat, seperti terlalu banyak mengkonsumsi makanan
yang mengandung kolesterol tinggi, jarang berolahraga, dan sebagainya (Depkes RI, 2005).
Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme
kronik dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.
Seseorang dikatakan menderita diabetes melitus jika kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari
126 mg/dL dan kadar glukosa darah 2 jam setelah makan lebih tinggi dari 200 mg/dL (Depkes
RI, 2005). Terdapat 2 tipe utama diabetes melitus, yaitu Insulin- Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM) disebut juga diabetes melitus tipe 1 dan Non-Insulin-Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) yang disebut juga diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 terjadi karena
kekurangan insulin, sedangkan diabetes melitus tipe 2 terjadi karena insulin di dalam tubuh tidak
berfungsi dengan baik ((Wells et al., 2009).
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia
tergolong banyak, di mana pada tahun 2009 diperkirakan penderita diabetes melitus mencapai
mencapai 24 juta orang dan jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat pada tahun yang akan
datang (Foster, 2006). Diabetes melitus yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi
serius, terutama mengakibatkan kerusakan pada dinding pembuluh darah atau kapiler. Kerusakan
ini akan menyebabkan sumbatan yang bisa mengganggu aliran darah ke jaringan dan jika hal ini
berlangsung lama akan menyebabkan jaringan kekurangan oksigen hingga bisa berakibat fatal,
yaitu dapat menimbulkan kematian pada penderita (Darmono, 2005). Pengelolaan DM
memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan terapi obat
(Soegondo, 2004).
Pada penderita diabetes melitus, fungsi insulin di dalam tubuhnya terganggu. Insulin
adalah hormon yang diproduksi oleh sel-sel beta pankreas dan memiliki fungsi penting dalam
tubuh. Insulin berfungsi untuk mengatur metabolisme glukosa menjadi energi dan mengkonversi
glukosa darah menjadi glikogen untuk selanjutnya disimpan di hati dan sel otot (MedStar, 2010).
Akibat terjadinya insufisiensi insulin, maka kadar glukosa darah akan meningkat melebihi kadar
normalnya, sehingga menimbulkan penyakit sindrom metabolik, yaitu diabetes melitus (Nita,
2007).
Pengobatan diabetes melitus, terutama diabetes melitus tipe 1, hampir selalu melibatkan
penggunaan insulin yang diberikan kepada pasien melalui injeksi. Adapun fungsi insulin yang
disuntikkan tersebut adalah untuk mengembalikan fungsi insulin di dalam tubuh yang mengalami
gangguan (Depkes RI, 2005). Pada mulanya sumber insulin untuk terapi diabetes melitus pada
manusia diperoleh dari pankreas sapi atau babi. Insulin yang diperoleh dari sumber tersebut
efektif bagi manusia karena identik dengan insulin manusia. Insulin pada manusia, babi, dan sapi
mempunyai perbedaan dalam susunan asam aminonya, namun aktivitasnya tetap sama. Namun,
dengan semakin banyaknya penderita, penggunaan insulin sapi atau babi sebagai pengganti
insulin manusia menjadi kurang relevan dan efektif karena harus tersedia banyak sapi atau babi
agar dapat diambil insulinnya, di mana insulin yang diekstraksi dari 1 babi hanya cukup untuk 1
orang selama 3 hari, padahal saat ini jumlah penderita diabetes melitus yang tergantung insulin
diperkirakan ada 60 juta orang di seluruh dunia dan jumlah tersebut diduga akan meningkat 5-6
% tiap tahunnya (Almazini, 2010).
Penggunaan insulin dari hewan untuk memenuhi kebutuhan insulin pada manusia dapat
menimbulkan dua masalah. Pertama, adanya perbedaan kecil dalam asam amino penyusunnya
dapat menimbulkan efek samping berupa alergi pada beberapa penderita. Kedua, memerlukan
prosedur pemurnian yang kompleks dan cemaran berbahaya dari hewan tidak selalu dapat
dihilangkan dengan sempurna. Untuk mengatasi kekurangan tersebut, maka digunakan aplikasi
mikroorganisme dalam pembuatan insulin, yaitu melibatkan vektor bakteri Escherichia coli yang
telah dilemahkan melalui penerapan teknik DNA rekombinan atau teknik rekayasa genetika.
Dalam pembuatan insulin modern ini, gen insulin manusia diambil dari pulau Langerhans
pankreas manusia, kemudian disambungkan ke dalam plasmid bakteri, hingga membentuk
kimera (DNA rekombinasi). Kimera tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam sel target E. coli.
Bakteri E. coli yang telah mengandung DNA rekombinasi kemudian dikultur untuk
dikembangbiakkan (Rosalia, 2010). Insulin hasil rekayasa genetika ini mempunyai efek samping
yang relatif sangat rendah dibandingkan dengan insulin yang diperoleh dari ekstrak pankreas
hewan, tidak menimbulkan efek alergi, dan tidak mengandung kontaminan berbahaya (Wijaya,
2009). Selain itu, dengan rekayasa genetika pada E. coli, peneliti dapat memproduksi insulin
secara tidak terbatas dan tanpa tergantung pada hewan (Anonim, 2011). Pentingnya peranan
mikroorganisme di bidang kesehatan, terutama dalam pembuatan insulin di tengah banyaknya
insidensi diabetes melitus, menjadi faktor pendorong penyusunan makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tahapan pembuatan insulin dengan menggunakan bakteri E.coli melalui
teknik DNA rekombinan ?
2. Apa saja parameter-parameter yang harus diperhatikan dalam pembuatan insulin ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui tahapan pembuatan insulin dengan menggunakan bakteri E.coli
melalui teknik DNA rekombinan.
2. Untuk mengetahui parameter-parameter yang harus diperhatikan dalam pembuatan
insulin.
1.4 Manfaat
1. Memperluas pengetahuan mahasiswa mengenai cara pembuatan insulin dengan
memanfaatkan mikroba melalui teknik DNA rekombinan, sehingga dapat diaplikasikan
dalam bidang kesehatan.
2. Mengetahui parameter yang harus diperhatikan ketika akan memproduksi insulin,
sehingga nantinya akan dapat dihasilkan produk sesuai dengan yang diinginkan dan dapat
meminimalisasi kerugian dalam proses produksinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikrobiologi Industri
Mikrobiologi industri atau bioteknologi mikroorganisme adalah usaha memanfaatkan
mikroba sebagai komponen industri atau melibatkan mikroba dalam proses industri. Beberapa
tahun terakhir ini mikrobiologi industri sudah diperbaharui dengan adanya penambahan teknik
rekayasa genetika. Mikrobiologi industri awalnya dimulai dengan proses fermentasi alkohol,
seperti pada pembuatan “beer” dan “wine” (minuman dibuat dari buah anggur). Selanjutnya,
Proses mikrobial dikembangkan untuk produksi bahan farmasi seperti antibiotika, produksi
makanan tambahan seperti asam amino, serta produksi enzim, dan produksi industri kimia seperti
butanol dan asam sitrat. Semua proses industri yang digambarkan sudah membuktikan
kemampuan suatu mikroorganisme. Namun sekarang, dengan hadirnya teknologi gen kita berada
dalam era baru bioteknologi mikroorganisme (Zaenab, 2009). Teknologi gen memungkinkan
suatu pendekatan baru secara lengkap terhadap bioteknologi mikroorganisme yang menggunakan
mikroorganisme hasil rekayasa genetika untuk menghasilkan suatu substansi atau bahan yang
secara normal tidak dapat dihasilkan. Sebagai contoh, proses pembuatan hormon insulin,
dikembangkan dengan menyisipkan gen insulin manusia ke dalam suatu bakteri. Bioteknologi
mikroorganisme dapat dipisahkan menjadi dua fase yang berbeda, yaitu :
1. Teknologi mikroorganisme tradisional, yang melibatkan pembuatan produk berskala
besar oleh mikroorganisme yang dilakukan secara normal melalui proses fermentasi.
Dalam proses bioteknologi ini, ahli mikrobiologi pada awalnya memodifikasi organisme
atau proses sehingga produk yang diharapkan dapat diperoleh dalam jumlah yang
terbanyak.
2. Teknologi mikroorganisme dengan rekayasa genetika, yang melibatkan penggunaan
mikroorganisme yang sudah diberi sisipan gen asing. Dalam bioteknologi baru ini, ahli
mikrobiologi industri bekerja secara teliti dengan teknik rekayasa genetika dalam
mengembangkan mikroorganisme yang sesuai, sehingga dalam hal ini mikrooganisme
tidah hanya dapat menghasilkan produk yang menarik tetapi juga dapat dibiakkan dalam
skala besar yang dibutuhkan secara komersial.
Mikrobiologi industri mencakup pengkajian tentang sifat dan peranan mikroorganisme
dalam bidang industri, baik industri makanan maupun farmasi. Penggunaan mikroroganisme
dalam industri pengolahan bahan makanan ditujukan untuk meningkatkan kualitas makanan dan
mencegah kerusakan bahan pangan.Penggunaan mikroorganisme dalam dunia kedokteran dan
farmasi ditujukkan untuk menggali obat-obatan baru yang memiliki daya antimikroba yang
tinggi, serta ditujukkan untuk mencegah berbagai penyakit dengan pembuatan vaksin dan
antibodi. Perkembangan baru dalam bidang rekayasa genetika menghasilkan produk-produk baru
untuk proses industri, terutama dalam bidang kedokteran dan farmasi, seperti produksi hormon,
antibodi, zat antikanker, dan sebaginya (Kusnadi, 2005; Zaenab, 2009).
2.2 Syarat Mikrobioorganisme Industri
Selain harus mampu menghasilkan substansi yang menarik, mikroorganisme yang
dianggap layak untuk digunakan dalam industri juga harus tersedia sebagai biakan murni, sifat
genetiknya harus stabil, dan tumbuh dalam biakan berskala-besar. Biakan juga harus dapat
dipelihara dalam periode waktu yang sangat panjang di laboratorium dan dalam ‘plant’ industri.
Karakteristik penting yang harus dimiliki mikroorganisme industri yaitu harus tumbuh cepat dan
menghasilkan produk yang diharapkan dalam waktu yang relatif singkat, karena alasan sebagai
berikut :
1. Alat-alat yang digunakan pada industri berskala besar termasuk mahal, hal tersebut tidak
menjadi masalah (secara ekonomi) jika produk dapat dihasilkan dengan cepat
2. Jika mikroorganisme tumbuh dengan cepat, maka kontaminasi fermentor akan berkurang
3. Jika mikroorganisme tumbuh dengan cepat, maka akan lebih mudah mengendalikan
berbagai faktor lingkungan dalam fermentor.
Sifat penting lain yang harus dimiliki mikroorganisme industri antara lain :
1. Tidak berbahaya bagi manusia, dan secara ekonomik penting bagi hewan dan tumbuhan
2. Harus nonpatogen dan bebas toksin, atau jika menghasilkan toksin, harus dapat cepat
diinaktifkan.
3. Mudah dipindahkan dari medium biakan. Di laboratorium, sel mikroorganisme pertama
kali dipindahkan dengan sentrifugasi, tetapi sentrifugasi bersifat sulit dan mahal untuk
industri skala-besar.
4. Mikroorganisme lebih disukai jika berukuran besar, karena sel lebih mudah dipindahkan
dari biakan dengan penyaringan (dengan bahan penyaring yang relatif murah). Karena
alasan ini, fungi, ragi, dan bakteri berfilamen, lebih disukai untuk digunakan dalam
mikrobiologi industri.
5. Terakhir, mikroorganisme harus dapat direkayasa secara genetik. Dalam bioteknologi
mikroorganisme tradisional peningkatan hasil diperoleh melalui mutasi dan seleksi.
Mutasi akan lebih efektif untuk mikroorganisme dalam bentuk vegetatif, haploid, dan
bersel satu. Pada organisme diploid dan bersel banyak, mutasi yangdilakukan pada salah
satu genom tidak akan menghasilkan mutan yang mudah diisolasi. Untuk fungi
berfilamen, lebih disukai yang menghasilkan spora, karena filamen tidak mampu
mempermudah rekayasa genetika. Organisme juga diharapkan dapat direkombinasi
secara genetik. Rekombinasi genetik memungkinkan penggabungan genom tunggal sifat
genetik dari beberapa organisme. Teknik yang sering digunakan untuk menciptakan
hibrid, bahkan tanpa siklus seksual adalah fusi/penggabungan protoplasma.
(Zaenab, 2009).
2.3 Escherichia coli
Klasifikasi Escherichia coli :
Divisio : Protophyta
Kelas : Shizomycetes
Ordo : Eubacteriaceae
Famili : Enterobacteriaceae
Suku : Escherichiaeae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Gambar 2.1 Bakteri Gram Negatif, Escherrichia coli, Penghuni Alami Saluran
Pencernaan Manusia (Sumber : Rosalia, 2010; Yalun. 2008).
Escherichia coli yang ditemukan oleh Theodor Escherich pada tahun 1886 merupakan
salah satu tulang punggung dunia bioteknologi. E. coli yang hidup di dalam usus besar manusia
termasuk ke dalam keluarga Enterobacteriaceae. Enterobacteriaceae merupakan kelompok
bakteri batang gram negatif yang heterogen, dengan habitat alami di saluran intestinal manusia
dan binatang. Escherichia coli merupakan bakteri yang berbentuk batang pendek (kokobasil),
gram negatif, tidak berkapsul, umumnya mempunyai fimbiria, dan bersifat motil. Bakteri E. coli
memiliki ukuran panjang ± 1-3 µm dan lebar ± 0,4-0,7 µm (Pelczar dkk, 2005).
Bakteri gram negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna kristal violet
ketika dilakukan proses pewarnaan gram, sehingga akan berwarna merah bila diamati dengan
mikroskop. Dinding sel bakteri gram negatif memiliki struktur yang lebih kompleks
dibandingkan bakteri gram positif, di mana pada bakteri gram negatif dinding selnya tersusun
atas membran luar, peptidoglikan, dan membran dalam. Kurang lebih 1% dinding sel bakteri
gram negatif terdiri dari peptidoglikan. Peptidoglikan berfungsi untuk mencegah lisis sel di
dalam media hipotonis, sehingga menyebabkan sel menjadi kaku dan memberi bentuk kepada
sel. Membran luar bakteri E. coli terdiri atas lipida amfifatik, lipopolisakarida, dan protein.
Bagian proteinnya terutama terdiri dari protein porin yang berperan dalam jalur pengangkutan
dan sekaligus sebagai perintang bagi molekul-molekul yang akan melewati membran sebelah
luar (Feriyanto, 2009). Struktur membran luar bakteri E. coli mirip dengan struktur membran sel.
Hal yang membedakan kedua membran tersebut adalah membran luar terdiri atas fosfolipid pada
lapisan dalam dan lipopolisakarida pada lapisan luar, sementara pada membran sel terdiri atas
dua lapis fosfolipid (Anonim, 2010).
Gambar 2.2 Dinding Sel Bakteri Gram Negatif (Sumber : Anonim, 2010).
E. coli pada umumnya diketahui hidup secara normal pada alat pencernaan. Namun, E.
coli juga dapat bersifat oportunis dengan menyebabkan penyakit pada manusia apabila jumlah E.
coli terlalu banyak atau berada di luar usus, misalnya pada infeksi saluran kemih dan infeksi luka
(Hardiansyah dan Rimbawan, 2001). E.coli mempunyai antigen O, H, dan K. Pada saat ini telah
ditemukan sekitar 150 tipe antigen O, 90 tipe antigen K, dan 50 tipe antigen H. E. coli memiliki
waktu generasi yang cukup singkat yaitu berkisar 15-20 menit (Pratiwi, 2008).
Bakteri yang secara tipikal mesofilik ini dapat tumbuh pada rentang suhu sekitar 7-50ºC,
dengan suhu optimum 37ºC; dan pada rentang pH 4,4-8,5. Bakteri E. coli tidak bisa bertahan
pada tempat yang kering dan akan mati pada suhu 60ºC selama 30 menit. Bila dilihat dibawah
mikroskop maka kumpulan E. coli berwarna merah, sedangkan secara makroskopik terlihat kilau
metalik disekitar media (Tim Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, 2003).
Escherichia coli relatif peka terhadap panas, di mana bakteri ini akan segera hancur oleh
suhu pasteurisasi dan pemanasan. Proses pembekuan (0ºC) tidak akan dapat membunuh bakteri
ini, sehingga E.coli dapat hidup dalam suhu yang rendah dalam jangka waktu yang relatif
panjang. Pembekuan dalam freezer, yaitu pada suhu 0ºC dapat menghambat pertumbuhan
bakteri, tetapi tidak membunuh bakteri. Namun pengaruh pembekuan dalam deep freezer storage
pada suhu -17,8ºC sampai -34,4ºC atau kurang dari -10ºC dapat menurunkan jumlah populasi
E.coli secara drastis dan mematikan bakteri ini secara perlahan (Pratiwi, 2008).
Hampir semua rekayasa genetika di dunia bioteknologi dan mikrobiologi industri selalu
melibatkan E. coli karena bakteri ini memiliki struktur genetik yang sederhana dan mudah untuk
direkayasa. Bakteri ini juga merupakan media kloning yang paling sering dipakai, terutama
dalam teknik DNA rekombinan. Banyak industri kimia mengaplikasikan teknologi fermentasi
yang memanfaatkan E. coli misalnya dalam produksi obat-obatan (insulin, antiobiotik) dan
bahan kimia berniali tinggi (1-3 propanediol, laktat). Secara teoritis, ribuan jenis produk kimia
dapat dihasilkan dengan cara melakukan rekayasa genetika yang sedemikian rupa pada bakteri
ini guna menghasilkan jenis produk tertentu yang diinginkan. Jika mengingat besarnya peranan
ilmu bioteknologi dalam aspek-aspek kehidupan manusia, maka tidak bisa dipungkiri juga betapa
besar manfaat E. coli bagi kita (Yalun, 2008).
Salah satu peranan E. coli di bidang kesehatan adalah sebagai bahan dalam pembuatan
insulin untuk pengobatan diabetes mellitus melalui proses rekayasa genetika atau teknik DNA
rekombinan. Ketika E. coli bereproduksi, gen insulin akan direplikasi bersama dengan plasmid
bakteri. Beberapa alasan penggunaan E. coli dalam pembuatan insulin antara lain :
- E. coli memiliki rentang umur pendek
- Jumlah generasinya banyak
- Susunan genetiknya mudah dimodifikasi
- Lingkungan luar E. coli dapat dengan mudah dimodifikasi untuk mempengaruhi ekspresi
gen
- Menghasilkan produk yang hampir mendekati dengan yang diinginkan (menyerupai
insulin yang dihasilkan sel pankreas).
(Rosalia, 2010).
2.4 Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) adalah serangkaian penyakit terkait di mana tubuh tidak dapat
mengatur jumlah gula (secara spesifik, glukosa) dalam darah. Diabetes melitus adalah gangguan
metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalis
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin, atau keduanya
dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati
(Sukandar,dkk., 2008). Seseorang dikatakan menderita diabetes melitus jika kadar glukosa darah
puasa lebih tinggi dari 126 mg/dL, kadar glukosa darah 2 jam setelah makan lebih tinggi dari 200
mg/dL, dan nilai HbA1c ≥ 8%. Jika kadar glukosa 2 jam setelah makan > 140 mg/dL tetapi lebih
kecil dari 200 mg/dL dinyatakan glukosa toleransi lemah (Depkes RI, 2005)
Berdasarkan klasifikasi dari WHO, diabetes mellitus dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :
a. Diabetes mellitus tipe 1, Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal
dengan nama Juvenil Onset Diabetes (JOD), yaitu tipe diabetes mellitus di mana pasien
tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan
mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena
keturunan. Sering disebut diabetes tergantung insulin dan diabetes–mulai kecil, di mana
tubuh tidak dapat memproduksi insulin atau memproduksi insulin hanya dengan jumlah
yang sedikit. Gejala yang timbul biasanya datang secara tiba-tiba, terutama pada individu
yang berumur dibawah 20 tahun. Diabetes tipe 1 digolongkan sebagai penyakit kekebalan
tubuh karena sistem kekebalan tubuh (sistem yang terdiri dari organ, jaringan dan sel yang
membunuh organisme dan membuang zat-zat yang menimbulkan penyakit) menyerang dan
menghancurkan sel yang menghasilkan insulin, yang dikenal sebagai sel beta dalam pulau
Langerhans di pankreas.
b. Diabetes mellitus tipe 2, Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus (NIDDM), yang dahulu
dikenal dengan nama Maturity Onset Diabetes (MOD). Diabetes tipe 2 ini disebabkan
karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya akibat resistensi
aksi insulin pada jaringan perifer. Diabetes ini biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih
40 tahun) atau anak dengan obesitas. Pada diabetes tipe ini, kemampuan tubuh untuk
menyelaraskan antara insulin yang dihasilkan dengan kemampuan sel untuk menggunakan
insulin menjadi buruk. Karakteristik gejala yang ditimbulkan pada tipe 2 sama seperti gejala
yang terjadi pada tipe 1, termasuk infeksi yang berulang atau luka di kulit yang lama
sembuh atau tidak sama sekali, kelelahan dalam arti umum, dan kesemutan atau rasa kebal
di tangan dan kaki.
Tabel 1. Perbedaan Diabetes Melitus Tipe I dan Tipe II
Diabetes Mellitus tipe 1 Diabetes Mellitus tipe 2
Penderita menghasilkan sedikit insulin atau
sama sekali tidak menghasilkan insulin
Pankreas tetap menghasilkan insulin, kadang
kadarnya lebih tinggi dari normal. Tetapi tubuh
membentuk kekebalan terhadap efeknya,
sehingga terjadi kekurangan insulin relatif
Umumnya terjadi sebelum usia 30 tahun, yaitu
anak-anak dan remaja.
Bisa terjadi pada anak-anak dan dewasa, tetapi
biasanya terjadi setelah usia 30 tahun
Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan
(berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa
kanak-kanak atau dewasa awal) menyebabkan
sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil
insulin di pankreas. Untuk terjadinya hal ini
diperlukan kecenderungan genetik.
Faktor resiko untuk diabetes tipe 2 adalah
obesitas dimana sekitar 80-90% penderita
mengalami obesitas. Tipe 2 merupakan suatu
proses jangka panjang dalam tubuh dimana pola
hidup dan pola makan yang salah membuat
organ tubuh menjadi rusak, dan tidak mampu
berfungsi baik lagi.
90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami
kerusakan permanen. Terjadi kekurangan insulin
yang berat dan penderita harus mendapatkan
suntikan insulin secara teratur
Diabetes Mellitus tipe 2 juga cenderung
diturunkan secara genetik dalam keluarga
c. Diabetes melitus tipe lain.
1.) Diabetes melitus akibat beberapa sebab, seperti kelainan pankreas, kelainan
hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan
genetik dan lain-lain.
2.) Diabetes melitus akibat obat-obat yang dapat menyebabkan hiperglikemia, antara
lain furosemid, diuretik tiazid, glukortikoid, dan asam hidotinik.
3.) Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) akibat intoleransi glukosa selama
kehamilan. Diabetes ini terjadi karena pada pertengahan kehamilan sekresi hormon
pertumbuhan dan Hormon Chorionik Somatomamotropin (HCS) meningkat
Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus,
sehingga kadar glukosa darah menjadi meningkat.
2.5 Insulin
Sejarah peneluan insulin diawali pada tahun 1891, di mana Frederick Banting yang lahir
di Alliston, Ontario dan lulusan sekolah kedokteran Universitas Toronto pada 1916 mulai
tertarik mempelajari diabetes setelah melakukan pelayanan pada perang dunia I. Pada tahun
1919, Musa Barron, seorang peneliti dari Universitas Minnesota, menunjukkan penyumbatan
saluran yang menghubungkan dua bagian utama dari pankreas menyebabkan pengkerutan dari
kedua jenis sel. Banting percaya bahwa dengan mengikat duktus pankreas dapat menghancurkan
sel-sel asinar, dia bisa menjaga hormon dan ekstrak dari sel-sel islet (Anonim, 2011).
Awal Mei 1921, Banting dan Best megikat saluran pankreas pada anjing sehingga sel-sel
asinar akan atrofi, kemudian menghilangkan pankreas untuk mengekstrak cairan dari sel-sel islet.
Sementara itu, mereka menghilangkan pankreas dari anjing lain untuk menyebabkan diabetes,
kemudian disuntikkan cairan sel islet. Pada bulan Januari 1922, 14 tahun Leonard Thompson
menjadi manusia pertama yang berhasil mengobati diabetes dengan menggunakan insulin
(Anonim, 2011).
Pada 1980-an, peneliti menggunakan rekayasa genetika untuk memproduksi insulin
manusia. Pada tahun 1982, Perusahaan Eli Lilly menghasilkan insulin manusia yang menjadi
produk farmasi pertama yang dihasilkan dengan rekayasa genetika yang disetujui. Dengan
rekayasa genetika, peneliti dapat memproduksi insulin secara tidak terbatas dan tanpa tergantung
pada hewan. Menggunakan insulin yang berasal dari hewan juga menimbulkan kekhawatiran
terkait dengan terjadinya perpindahan penyakit yang potensial dari hewan ke manusia (Anonim,
2011). Menurut Eli Lilly Corporation, pada tahun 2001 sebanyak 95% pengguna insulin di
seluruh dunia menggunakan insulin manusia yang dibuat dengan rekayasa genetika dan saat ini
sebagian besar perusahan telah berhenti membuat insulin dari hewan, dan beralih ke sintesis
insulin manusia dan analog insulin dengan rekayasa genetika (Anonim, 2011).
Insulin merupakan suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang
dihubungkan oleh jembatan disulfida. Hormon ini disintesa di dalam retikulum endoplasma kasar
sel B pankreas, kemudian ditranspor ke apparatus golgi untuk dipaket dalam bentuk granul-
granul, yang bergerak ke membran sel dan akhirnya kandungan granul dilepaskan dengan cara
eksositosis. Insulin kemudian melewati laminal basal sel B dan kapiler dan fenestrata endotel
kapiler untuk mencapai aliran darah Insulin disintesa sebagai bagian dari preprohormon. Dosis
insulin dinyatakan dalam unit (U). Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 UI/mg.
Insulin diberikan secara subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas
normal sepanjang hari yaitu 80-160 mg% setelah makan. Untuk pasien usia di atas 60 tahun
batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah makan.
Insulin dapat segera diberikan dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya
ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria
(Dinar,2009).
Peranan insulin sebagai hormon yang memodulasi ambilan glukosa secara umum telah
banyak diketahui. Dalam kaitan dengan fungsi kardiovaskular, ternyata insulin juga memiliki
peran penting dalam kondisi kardiovaskularm baik kondisi yang sehat maupun sakit. Insulin
berperan dalam penggunaan glukosa oleh sel tubuh untuk pembentukan energi. Apabila tidak ada
insulin maka sel tidak dapat menggunakan glukosa, sehingga proses metabolisme menjadi
terganggu. Proses pembentukan energi yang difasilitasi oleh insulin terjadi sebagai berikut.
Karbohidrat dimetabolisme oleh tubuh untuk menghasilkan glukosa, glukosa tersebut selanjutnya
diabsorbsi di saluran pencernaan menuju ke aliran darah untuk dioksidasi di otot skelet sehingga
menghasilkan energi. Glukosa juga disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen kemudian
diubah dalam jaringan adiposa menjadi lemak dan trigliserida. Insulin akan meningkatkan
pengikatan glukosa oleh jaringan, meningkatkan level glikogen dalam hati, mengurangi
pemecahan glikogen (glikogenolisis) di hati, meningkatkan sintesis asam lemak, menurunkan
pemecahan asam lemak menjadi badan keton, dan membantu penggabungan asam amino
menjadi protein. Insulin merupakan protein kecil dengan BM 5808 pada manusia mengandung
51 asam amino yang tersusun dalam 2 rantai (A dan B) yang terhubung oleh jembatan disulfida,
di mana terdapat perbedaan spesies dalam dua rantai tersebut (Depkes RI, 2005).
Gambar 2.3 Struktur Kimia Insulin
Struktur kimia insulin :
Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 2 rantai, yaitu rantai A dan rantai B
Rantai A terdiri dari 21 asam amino, rantai B terdiri dari 30 asam amino
Kedua rantai trsebut dihubungkan oleh jembatan disulfida, yaitu pada A7 dengan B7 dan
pada A20 dengan B19. Ada pula jembatan disulfida intra rantai pada rantai A yaitu pada
A6 dan A11. Posisi ketiga jembatan tersebut selalu tetap.
Kadang terjadi substitusi asam amino terutama pada rantai A posisi 8, 9, 10 namun tidak
mempengaruhi bioaktivitas rangkaian tesebut (Depkes RI, 2005).
2.6 Teknologi DNA Rekombinan
DNA rekombinan adalah pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan cara
menyisipkan molekul DNA ke dalam suatu vektor, sehingga memungkinkannya untuk
terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam suatu sel organisme lain yang berperan
sebagai sel inang. Teknologi DNA rekombinan juga disebut sebagai rekayasa genetika atau
kloning gen. Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan
perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam struktur
DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat berasal dari
organisme apa saja. Pada proses rekayasa genetika organisme yang sering digunakan adalah
bakteri Escherichia coli. Bakteri Escherichia coli dipilih karena paling mudah dipelajari pada
taraf molekuler. Teknologi DNA rekombinan mempunyai dua segi manfaat. Pertama,
dengan mengisolasi dan mempelajari masing-masing gen akan diperoleh pengetahuan
tentang fungsi dan mekanisme kontrolnya. Kedua, teknologi ini memungkinkan
diperolehnya produk gen tertentu dalam waktu lebih cepat dan jumlah lebih besar daripada
produksi secara konvensional (Anonim, 2009).
Pada proses penyisipan gen diperlukan tiga faktor utama, yaitu :
1. Vektor, yaitu pembawa gen asing yang akan disisipkan, biasanya berupa plasmid, yaitu
lingkaran kecil AND yang terdapat pada bakteri. Plasmid diambil dari bakteri dan disisipi
dengan gen asing.
2. Bakteri, berperan dalam memperbanyak plasmid. Plasmid di dalam tubuh bakteri akan
mengalami replikasi atau memperbanyak diri, makin banyak plasmid yang direplikasi
makin banyak pula gen asing yang dicopy sehingga terjadi cloning gen.
3. Enzim, berperan untuk memotong dan menyambung plasmid. Enzim ini disebut enzim
endonuklease retriksi, enzim endonuklease retriksi yaitu enzim endonuklease yang dapat
memotong ADN pada posisi dengan urutan basa nitrogen tertentu (Wijaya, 2009).
Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan suatu produk yang diinginkan melalui
teknologi DNA rekombinan melibatkan beberapa tahapan tertentu. Tahapan-tahapan
tersebut antara lain isolasi DNA genomik/kromosom yang akan diklon, pemotongan molekul
DNA menjadi sejumlah fragmen dengan berbagai ukuran, isolasi DNA vektor, penyisipan
fragmen DNA ke dalam vektor untuk menghasilkan molekul DNA rekombinan,
transformasi sel inang menggunakan molekul DNA rekombinan, dan seleksi rekombinan.
Isolasi DNA
Isolasi DNA diawali dengan perusakan dan atau pembuangan dinding sel, yang dapat
dilakukan baik dengan cara mekanis seperti sonikasi, tekanan tinggi, beku-leleh maupun
dengan cara enzimatis seperti pemberian lisozim. Langkah berikutnya adalah lisis sel.
Bahan-bahan sel yang relatif lunak dapat dengan mudah diresuspensi di dalam medium
bufer nonosmotik, sedangkan bahan-bahan yang lebih kasar perlu diperlakukan dengan
deterjen yang kuat seperti triton X-100 atau dengan sodium dodesil sulfat (SDS). Pada
eukariot langkah ini harus disertai dengan perusakan membran nukleus.
Setelah sel mengalami lisis, remukan-remukan sel harus dibuang. Biasanya
pembuangan remukan sel dilakukan dengan sentrifugasi. Protein yang tersisa dipresipitasi
menggunakan fenol atau pelarut organik seperti kloroform untuk kemudian disentrifugasi dan
dihancurkan secara enzimatis dengan proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein
dan remukan sel masih tercampur dengan RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse
untuk membersihkan DNA dari RNA. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian
dimurnikan dengan penambahan amonium asetat dan alkohol atau dengan sentrifugasi
kerapatan menggunakan CsC.
Teknik isolasi DNA tersebut dapat diaplikasikan, baik untuk DNA genomik
maupun DNA vektor, khususnya plasmid. Untuk memilih di antara kedua macam
molekul DNA ini yang akan diisolasi dapat digunakan dua pendekatan. Pertama, plasmid pada
umumnya berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan mempunyai bentuk
covalently closed circular (CCC), sedangkan DNA kromosom jauh lebih longgar ikatan
kedua untainya dan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi. Perbedaan tersebut
menyebabkan DNA plasmid jauh lebih tahan terhadap denaturasi apabila dibandingkan
dengan DNA kromosom. Oleh karena itu, aplikasi kondisi denaturasi akan dapat memisahkan
DNA plasmid dengan DNA kromosom. Pendekatan kedua didasarkan atas perbedaan daya
serap etidium bromid, zat pewarna DNA yang menyisip atau melakukan interkalasi di sela-
sela basa molekul DNA. DNA plasmid akan menyerap etidium bromid jauh lebih sedikit
daripada jumlah yang diserap oleh DNA kromosom per satuan panjangnya. Dengan
demikian, perlakuan menggunakan etidium bromid akan menjadikan kerapatan DNA
kromosom lebih tinggi daripada kerapatan DNA plasmid sehingga keduanya dapat
dipisahkan melalui sentrifugasi kerapatan.
Enzim Restriksi
Tahap kedua dalam kloning gen adalah pemotongan molekul DNA, baik genomik
maupun plasmid. Perkembangan teknik pemotongan DNA berawal dari saat ditemukannya
sistem restriksi dan modifikasi DNA pada bakteri E. coli, yang berkaitan dengan infeksi
virus atau bakteriofag lambda (λ). Virus λ digunakan untuk menginfeksi dua strain E. coli,
yakni strain K dan C. Jika λ yang telah menginfeksi strain C diisolasi dari strain tersebut
dan kemudian digunakan untuk mereinfeksi strain C, maka akan diperoleh λ progeni
(keturunan) yang lebih kurang sama banyaknya dengan jumlah yang diperoleh dari infeksi
pertama. Dalam hal ini, dikatakan bahwa efficiency of plating (EOP) dari strain C ke
strain C adalah 1. Namun, jika λ yang diisolasi dari strain C digunakan untuk menginfeksi
strain K, maka nilai EOP-nya hanya 10-4. Artinya, hanya ditemukan λ progeni sebanyak
1/10.000 kali jumlah yang diinfeksikan. Sementara itu, λ yang diisolasi dari strain K
mempunyai nilai EOP sebesar 1, baik ketika direinfeksikan pada strain K maupun pada strain
C. Hal ini terjadi karena adanya sistem restriksi/modifikasi (r/m) pada strain K.
Pada waktu bakteriofag λ yang diisolasi dari strain C diinfeksikan ke strain K, molekul
DNAnya dirusak oleh enzim endonuklease restriksi yang terdapat di dalam strain K. Di sisi
lain, untuk mencegah agar enzim ini tidak merusak DNAnya sendiri, strain K juga mempunyai
sistem modifikasi yang akan menyebabkan metilasi beberapa basa pada sejumlah urutan
tertentu yang merupakan tempat-tempat pengenalan (recognition sites) bagi enzim restriksi
tersebut.
DNA bakteriofag λ yang mampu bertahan dari perusakan oleh enzim restriksi pada siklus
infeksi pertama akan mengalami modifikasi dan memperoleh kekebalan terhadap enzim
restrisksi tersebut. Namun, kekebalan ini tidak diwariskan dan harus dibuat pada setiap akhir
putaran replikasi DNA. Dengan demikian, bakteriofag λ yang diinfeksikan dari strain K ke
strain C dan dikembalikan lagi ke strain K akan menjadi rentan terhadap enzim restriksi.
Metilasi hanya terjadi pada salah satu di antara kedua untai molekul DNA.
Berlangsungnya metilasi ini demikian cepatnya pada tiap akhir replikasi hingga molekul DNA
baru hasil replikasi tidak akan sempat terpotong oleh enzim restriksi.
Enzim restriksi dari strain K telah diisolasi dan banyak dipelajari. Selanjutnya, enzim ini
dimasukkan ke dalam suatu kelompok enzim yang dinamakan enzim restriksi tipe I. Banyak
enzim serupa yang ditemukan kemudian pada berbagai spesies bakteri lainnya.
Pada tahun 1970 T.J. Kelly menemukan enzim pertama yang kemudian dimasukkan
ke dalam kelompok enzim restriksi lainnya, yaitu enzim restriksi tipe II. Ia mengisolasi enzim
tersebut dari bakteri Haemophilus influenzae strain Rd, dan sejak saat itu ditemukan lebih dari
475 enzim restriksi tipe II dari berbagai spesies dan strain bakteri. Semuanya sekarang telah
menjadi salah satu komponen utama dalam tata kerja rekayasa genetika. Enzim restriksi tipe
II mempunyai sifat-sifat umum yang penting sebagai berikut :
- Dapat mengenali urutan tertentu sepanjang empat hingga tujuh pasang basa
di dalam molekul DNA
- Dapat memotong kedua untai molekul DNA di tempat tertentu pada atau di dekat
tempat pengenalannya
- Menghasilkan fragmen-fragmen DNA dengan berbagai ukuran dan urutan basa.
Ligasi Molekul - molekul DNA
Pemotongan DNA genomik dan DNA vektor menggunakan enzim restriksi harus
menghasilkan ujung-ujung potongan yang kompatibel. Artinya, fragmen-fragmen DNA
genomik nantinya harus dapat disambungkan (diligasi) dengan DNA vektor yang sudah
berbentuk linier. Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meligasi fragmen-fragmen DNA
secara in vitro. Pertama, ligasi menggunakan enzim DNA ligase dari bakteri. Kedua, ligasi
menggunakan DNA ligase dari sel-sel E. coli yang telah diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau
lazim disebut sebagai enzim T4 ligase. Jika cara yang pertama hanya dapat digunakan
untuk meligasi ujung-ujung lengket, cara yang kedua dapat digunakan baik pada ujung lengket
maupun pada ujung tumpul. Sementara itu, cara yang ketiga telah disinggung di atas, yaitu
pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal
homopolimerik 3’. Dengan untai tunggal semacam ini akan diperoleh ujung lengket buatan,
yang selanjutnya dapat diligasi menggunakan DNA ligase.
Suhu optimum bagi aktivitas DNA ligase sebenarnya 37ºC. Akan tetapi, pada suhu ini
ikatan hidrogen yang secara alami terbentuk di antara ujung-ujung lengket akan menjadi tidak
stabil dan kerusakan akibat panas akan terjadi pada tempat ikatan tersebut. Oleh karena itu,
ligasi biasanya dilakukan pada suhu antara 4 dan 15ºC dengan waktu inkubasi (reaksi) yang
diperpanjang (sering kali hingga semalam).
Pada reaksi ligasi antara fragmen-fragmen DNA genomik dan DNA vektor,
khususnya plasmid, dapat terjadi peristiwa religasi atau ligasi sendiri sehingga plasmid yang
telah dilinierkan dengan enzim restriksi akan menjadi plasmid sirkuler kembali. Hal ini jelas
akan menurunkan efisiensi ligasi. Untuk meningkatkan efisiensi ligasi dapat dilakukan
beberapa cara, antara lain penggunaan DNA dengan konsentrasi tinggi (lebih dari 100µg/ml),
perlakuan dengan enzim alkalin fosfatase untuk menghilangkan gugus fosfat dari ujung 5’
pada molekul DNA yang telah terpotong, serta pemberian molekul linker, molekul adaptor,
atau penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal
homopolimerik 3’ seperti telah disebutkan di atas.
Transformasi Sel Inang
Tahap berikutnya setelah ligasi adalah analisis terhadap hasil pemotongan DNA genomik
dan DNA vektor serta analisis hasil ligasi molekul-molekul DNA tersebut. menggunakan
teknik elektroforesis. Jika hasil elektroforesis menunjukkan bahwa fragmen-fragmen DNA
genomik telah terligasi dengan baik pada DNA vektor sehingga terbentuk molekul DNA
rekombinan, campuran reaksi ligasi dimasukkan ke dalam sel inang agar dapat diperbanyak
dengan cepat. Dengan sendirinya, di dalam campuran reaksi tersebut selain terdapat molekul
DNA rekombinan, juga ada sejumlah fragmen DNA genomik dan DNA plasmid yang tidak
terligasi satu sama lain. Tahap memasukkan campuran reaksi ligasi ke dalam sel inang ini
dinamakan transformasi karena sel inang diharapkan akan mengalami perubahan sifat tertentu
setelah dimasuki molekul DNA rekombinan.
Teknik transformasi pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 oleh M. Mandel dan A.
Higa, yang melakukan transformasi bakteri E. coli. Sebelumnya, transformasi pada beberapa
spesies bakteri lainnya yang mempunyai sistem transformasi alami seperti Bacillus subtilis
telah dapat dilakukan. Kemampuan transformasi B. subtilis pada waktu itu telah dimanfaatkan
untuk mengubah strain-strain auksotrof (tidak dapat tumbuh pada medium minimal) menjadi
prototrof (dapat tumbuh pada medium minimal) dengan menggunakan preparasi DNA
genomik utuh. Baru beberapa waktu kemudian transformasi dilakukan melalui perantara
vektor, yang selanjutnya juga dikembangkan pada transformasi E.coli.
Hal terpenting yang ditemukan oleh Mandel dan Higa adalah perlakuan kalsium klorid
(CaCl2) yang memungkinkan sel-sel E. coli untuk mengambil DNA dari bakteriofag λ.
Pada tahun 1972 S.N. Cohen dan kawan-kawannya menemukan bahwa sel-sel yang
diperlakukan dengan CaCl2 dapat juga mengambil DNA plasmid. Frekuensi transformasi
tertinggi akan diperoleh jika sel bakteri dan DNA dicampur di dalam larutan CaCl2 pada suhu
0 hingga 5ºC. Perlakuan kejut panas antara 37 dan 45ºC selama lebih kurang satu menit yang
diberikan setelah pencampuran DNA dengan larutan CaCl2 tersebut dapat meningkatkan
frekuensi transformasi tetapi tidak terlalu esensial. Molekul DNA berukuran besar lebih rendah
efisiensi transformasinya daripada molekul DNA kecil.
Mekanisme transformasi belum sepenuhnya dapat dijelaskan. Namun, setidaknya
transformasi melibatkan tahap-tahap berikut ini. Molekul CaCl2 akan menyebabkan sel-sel
bakteri membengkak dan membentuk sferoplas yang kehilangan protein periplasmiknya
sehingga dinding sel menjadi bocor. DNA yang ditambahkan ke dalam campuran ini akan
membentuk kompleks resisten DNase dengan ion-ion Ca2+ yang terikat pada permukaan sel.
Kompleks ini kemudian diambil oleh sel selama perlakuan kejut panas diberikan.
Seleksi Transforman dan Seleksi Rekombinan
Oleh karena DNA yang dimasukkan ke dalam sel inang bukan hanya DNA rekombinan,
maka kita harus melakukan seleksi untuk memilih sel inang transforman yang membawa
DNA rekombinan. Selanjutnya, di antara sel-sel transforman yang membawa DNA
rekombinan masih harus dilakukan seleksi untuk mendapatkan sel yang DNA rekombinannya
membawa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan.
Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah transformasi dilakukan,
yaitu (1) sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau berarti transformasi gagal, (2) sel inang
dimasuki vektor religasi atau berarti ligasi gagal, dan (3) sel inang dimasuki vektor
rekombinan dengan/tanpa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan
antara kemungkinan pertama dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel
inang. Jika sel inang memperlihatkan dua sifat marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa
kemungkinan kedualah yang terjadi. Selanjutnya, untuk membedakan antara kemungkinan
kedua dan ketiga dilihat pula perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang
hanya memperlihatkan salah satu sifat di antara kedua marker vektor, maka dapat dipastikan
bahwa kemungkinan ketigalah yang terjadi.
Seleksi sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan
mencari fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak (probe), yang pembuatannya
dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi polimerisasi berantai atau polymerase
chain reaction (PCR). Pelacakan fragmen yang diinginkan antara lain dapat dilakukan melalui
cara yang dinamakan hibridisasi koloni. Koloni-koloni sel rekombinan ditransfer ke membran
nilon, dilisis agar isi selnya keluar, dibersihkan protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal
tersisa DNAnya saja. Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di dalam larutan
pelacak. Posisi-posisi DNA yang terhibridisasi oleh fragmen pelacak dicocokkan dengan posisi
koloni pada kultur awal (master plate). Dengan demikian, kita bisa menentukan koloni-koloni
sel rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan.
(Sumarsih, 2010).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Proses Pembuatan Insulin
Mensintesis insulin manusia adalah proses biokimia dengan banyak tahapan yang
tergantung pada teknik dasar DNA rekombinan dan pemahaman dari gen insulin. DNA berisikan
petunjuk tentang bagaimana tubuh bekerja dan satu segmen kecil DNA dari gen insulin akan
mengkode protein insulin. Pada dasarnya, proses produksi insulin dengan menggunakan bakteri
E. coli melalui teknik DNA rekombinan atau rekayasa genetika terdiri dari 5 tahapan sebagai
berikut.
a. Mengisolasi DNA insulin dan DNA plasmid
Isolasi DNA atau RNA merupakan langkah awal yang harus dikerjakan dalam rekayasa
genetika sebelum melangkah ke proses selanjutnya. Isolasi DNA kromosom ataupun DNA
plasmid dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur isolasi sel; lisis dinding dan membran
sel; ekstraksi dalam larutan; purifikasi; dan presipitasi. Ketelitian dan kecermatan dalam
pelaksanaan penelitian, sangat menentukan hasil kemurnian DNA kromosom dan plasmid.
Terdapat 3 langkah dalam pengisolasian bakteri, yaitu :
- Langkah pertama adalah dengan menumbuhkan sel bakteri yang mengandung plasmid
rekombinan untuk mendapatkan DNA plasmid. Setelah itu sel dipanen, dinding serta
membran sel dipecah, sehingga isi sel (ekstrak sel) keluar. Ekstrak ini kemudian
dipurifikasi.
- Langkah kedua adalah teknik isolasi DNA plasmid dengan cara mensentrifungasi koloni
bakteri dengan kecepatan 12.000 rpm selama 5 menit, kemudian lapisan atas diambil dan
ditambahkan CIAA dengan perbandingan 1:1
- Langkah ketiga adalah melakukan prosedur digesti kromosom, plasmid, dan pUC19
dengan Eco RI
b. Memotong DNA insulin
Enzim restriksi secara alami diproduksi oleh bakteri. Enzim restriksi bertindak seperti
pisau bedah biologi, yang dapat mengenali rangkaian nukleotida tertentu, misalnya mengenali
rangkaian kode untuk insulin. Hal tersebut memungkinkan peneliti untuk memutuskan pasangan
basa nitrogen tertentu dan menghapus bagian DNA yang berisi kode genetik dari kromosom
sebuah organisme, sehingga dapat memproduksi insulin.
Apabila DNA asing dimasukkan ke dalam suatu inang E.coli, DNA itu mungkin diserang
oleh sistem restriksi yang aktif di dalam sel inang. Benang-benang panjang dan tipis yang
menyusun molekul DNA duplet cukup kokoh untuk dapat diputuskan dengan mudah oleh
kekuatan pengguntingan dalam larutan. Pengguntingan yang lebih terkendali dapat diperoleh
melalui sentrifugasi. DNA dengan berat molekul tinggi digunting menjadi suatu populasi
molekul dengan ukuran rata-rata sekitar 8 kb, dengan pengadukan berkecapatan 1500
putaran/menit selama 30 menit. Pemutusan terjadi secara acak dilihat dari segi urutan DNA.
c. Menggabungkan molekul DNA
Setelah mendeskripsikan metode yang mungkin dipakai untuk memotong molekul DNA
insulin, maka harus dipertimbangkan tentang cara bagaimana agar fragmen DNA insulin dapat
digabungkan dengan DNA plasmid untuk menciptakan molekul rekombinan buatan. Di sini
DNA ligase berperan untuk menggabungkan DNA plasmid dengan DNA insulin yang telah
dipotong sebelumnya. DNA ligase adalah suatu enzim yang berfungsi sebagai perekat genetik
dan pengelas ujung nukleotida. E.coli dan fag T4 mengkode suatu enzim ligase DNA yang
menutup takik unting tunggal di antara nukleotida yang berdekatan dalam untai DNA duplet.
Temperatur optimum untuk ligase DNA yang bertakik adalah 370 C. Tetapi pada temperatur ini
penggabungan ikatan nitrogen antara ujung-ujung yang berdekatan tidak stabil.
Gambar 3.1 Pemotongan dan Penggabungan DNA
Langkah pertama pembuatan humulin adalah mensintesis rantai DNA yang membawa
sekuens nukleotida spesifik yang sesuai dengan karakteristik rantai polipeptida A dan B dari
insulin. Urutan DNA yang diperlukan dapat ditentukan karena komposisi asam amino dari kedua
rantai telah dipetakan. Enam puluh tiga nukleotida yang diperlukan untuk mensintesis rantai A
dan sembilan puluh untuk rantai B, ditambah kodon pada akhir setiap rantai yang menandakan
pengakhiran sintesis protein. Antikodon menggabungkan asam amino, metionin, kemudian
ditempatkan di setiap awal rantai yang memungkinkan pemindahan protein insulin dari asam
amino sel bakteri itu. Gen sintetik rantai A dan B kemudian secara terpisah dimasukkan ke dalam
gen untuk enzim bakteri, yaitu B-galaktosidase, yang selanjutnya dibawa ke dalam plasmid
vektor tersebut. Pada tahap ini, sangat penting untuk memastikan bahwa kodon gen sintetik
kompatibel dengan B-galaktosidase. Plasmid rekombinan tersebut kemudian dimasukkan ke
dalam sel E. coli.
d. Memasukkan DNA ke dalam sel hidup (vektor)
Teknik memasukkan DNA ke dalam vektor meliputi 3 proses, yaitu pemotongan plasmid
maupun DNA manusia dengan menggunakan enzim restriksi yang sama; pencampuran fragmen
DNA manusia dengan plasmid yang telah dipotong; dan penambahan enzim ligase untuk
membentuk ikatan kovalen antara keduanya.
Gambar 3.2 Penyisipan DNA manusia ke dalam plasmid bakteri
e. Mengembangkan vektor dengan sisipan DNA yang direkayasa
Praktis penggunaan teknologi DNA rekombinan dalam sintesis insulin manusia
membutuhkan jutaan salinan plasmid bakteri yang telah digabungkan dengan gen insulin dalam
rangka untuk menghasilkan insulin. Gen insulin diekspresikan bersamaan dengan saat sel
mereplikasi galaktosidase-B di dalam sel yang sedang menjalani mitosis.
Gambar 3.3 Perkembangbiakan Bakteri
Protein yang terbentuk, sebagian terdiri dari B-galaktosidase, bergabung ke salah satu
rantai insulin A atau B. Rantai insulin A dan rantai B kemudian diekstraksi dari fragmen B-
galaktosidase dan dimurnikan.
Gambar 3.4 Penggabungan Rantai A dengan B-Galaktosidase
Kedua rantai dicampur dan dihubungkan kembali dalam reaksi yang membentuk
jembatan silang disulfida, menghasilkan Humulin murni (insulin manusia sintetis).
Gambar 3.5 DNA Insulin
Secara umum, proses produksi insulin dengan vektor E. coli dijelaskan dalam skema berikut :
Gambar 3.6 Skema tahapan pembuatan insulin
Untuk dapat melakukan manufaktur insulin, maka produsen harus mengetahui urutan
yang tepat dari asam amino insulin. Produsen memasukkan asam amino insulin, dan mesin
sekuensing akan menghubungkan asam amino bersama-sama. Produsen memanipulasi prekursor
biologis terhadap insulin, sehingga dapat tumbuh di dalam bakteri sederhana, seperti E.coli.
Dalam mensintesis insulin juga diperlukan tangki besar untuk tempat pertumbuhan bakteri yang
berisi nutrisi yang diperlukan bagi bakteri untuk tumbuh. Beberapa instrumen yang diperlukan
untuk memisahkan dan memurnikan DNA seperti centrifuge, beberapa macam kromatografi dan
instrumen x-ray kristalografi (Anonim, 2011). Terdapat dua metode dasar untuk memproduksi
insulin manusia, yaitu:
1. Bekerja dengan insulin manusia
Gen insulin adalah suatu protein yang terdiri dari dua rantai asam amino yang
terpisah, dimana rantai A terletak di atas rantai B, yang terbentuk bersamaan dan
disatukan dengan suatu ikatan. Asam amino merupakan unit dasar yang membangun
semua protein. Insulin rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B memiliki 30
asam amino.
Sebelum menjadi sebuah protein insulin aktif, pertama kali insulin diproduksi
sebagai preproinsulin. Preproinsulin adalah protein tunggal rantai panjang dengan
rantai A dan B yang belum dipisahkan, di mana bagian tengah yang menghubungkan
kedua rantai dan urutan sinyal pada salah satu ujung protein sebagai penanda untuk
memulai mensekresi diluar sel. Setelah preproinsulin, rantai berevolusi menjadi
proinsulin. Proinsulin masih berupa rantai tunggal tetapi tanpa urutan sinyal.
Kemudian baru terbentuk insulin protein aktif, yaitu protein tanpa bagian yang
menghubungkan rantai A dan B. Pada setiap tahapan proses diperlukan protein
enzim yang spesifik (protein yang melaksanakan reaksi kimia) untuk menghasilkan
bentuk berikutnya dari insulin.
Memulai dengan rantai A dan B
Salah satu metode pembuatan insulin adalah untuk menumbuhkan dua rantai insulin
secara terpisah. Ini akan menghindari pembuatan masing-masing enzim khusus yang
dibutuhkan. Dalam hal ini, produsen membutuhkan dua mini-gen yang salah satunya
menghasilkan rantai A dan satunya lagi untuk menghasilkan rantai B. Karena urutan
DNA yang tepat dari masing-masing rantai telah diketahui, maka sintesis DNA dari
masing-masing mini gen dapat dilakukan di dalam mesin sekuensing asam amino.
Dua molekul DNA kemudian dimasukkan ke dalam plasmid dengan potongan
melingkar kecil DNA yang lebih mudah diambil oleh DNA inang.
Produsen memasukkan plasmid ke dalam jenis bakteri non-patogen, seperti E. coli.
Plasmid dimasukkan di samping gen lacZ. LacZ mengkode untuk 8-galaktosidase,
yaitu gen yang secara luas digunakan dalam proses DNA rekombinan karena mudah
ditemukan, dipotong, dan memungkinkan insulin dengan mudah dipisahkan dari
DNA bakteri. Selanjutnya disisipkan asam amino metionin untuk memulai
pembentukan protein.
Terbentuk rekombinan yang baru, kemudian plasmid dicampur dengan sel-sel
bakteri. Plasmid dimasukkan ke dalam bakteri dalam proses yang disebut transfeksi.
Produsen dapat menambah DNA ligase yaitu enzim yang bertindak sebagai perekat
untuk membantu menempelkan plasmid ke DNA bakteri.
Bakteri yang mensintesis insulin mengalami proses fermentasi. Mereka tumbuh pada
suhu yang optimal dalam tangki besar. Jutaan bakteri mereplikasi kira-kira setiap 20
menit melalui mitosis sel, dan masing-masing mengekspresikan gen insulin.
Setelah memperbanyak diri, sel-sel diambil dari tangki dan dipecah hingga terbuka
untuk mengekstrak DNA. Salah satu cara yang umum dilakukan adalah dengan
terlebih dahulu menambahkan campuran lysozome yang mencerna lapisan luar
dinding sel, kemudian menambahkan campuran deterjen yang memisahkan
membran dinding sel lemak. DNA bakteri ini kemudian ditambahkan sianogen
bromide yaitu, reagen yang memecah rantai protein pada residu metionin untuk
memisahkan rantai insulin dari sisa DNA.
Kedua rantai tersebut kemudian dicampur bersama-sama dan bergabung dengan
ikatan disulfida melalui reaksi reduksi-reoksidasi. Kemudian ditambahkan suatu
agen pengoksidasi (bahan yang menyebabkan oksidasi atau transfer elektron). Batch
kemudian ditempatkan dalam centrifuge, yaitu alat mekanik yang berputar cepat
untuk memisahkan komponen-komponen sel berdasarkan ukuran dan berat jenis.
Campuran DNA kemudian dimurnikan sehingga hanya tersisa rantai insulin.
Produsen dapat memurnikan campuran melalui beberapa kromatografi, atau teknik
pemisahan, yang mengeksploitasi perbedaan muatan molekul, ukuran, dan afinitas
terhadap air. Prosedur dapat menggunakan kolom pertukaran ion, kromatografi cair
kinerja tinggi reverse-fase, dan kromatografi kolom gel filtrasi. Produsen dapat
menguji batch insulin untuk memastikan tidak adanya protein bakteri E. coli yang
tercampur dengan insulin. Produsen biasanya menggunakan protein penanda yang
dapat mendeteksi DNA E. coli. Jika terdapat DNA bakteri, maka produsen akan
menentukan proses pemurnian lebih lanjut untuk menghilangkan.protein bakteri E.
coli (Anonim, 2011).
2. Proses Proinsulin
Pada tahun 1986, produsen mulai menggunakan metode lain untuk mensintesis
insulin manusia. Mereka mulai dengan prekursor langsung dari gen insulin, yaitu
proinsulin. Banyak tahapan yang sama seperti ketika memproduksi insulin dengan
rantai A dan B. Namun, dalam metode ini mesin mensintesis asam amino gen
proinsulin.
Urutan yang mengkode proinsulin dimasukkan ke bakteri non-patogen, seperti E.
coli. Bakteri kemudian melalui proses fermentasi di mana bakteri tersebut akan
mereproduksi dan menghasilkan proinsulin. Kemudian urutan rantai penghubung
antara A dan B disambung lagi dengan enzim dan insulin yang dihasilkan
dimurnikan.
Pada akhir proses manufaktur, ditambahkan bahan untuk mencegah pertumbuhan
bakteri dan membantu menjaga keseimbangan asam dan basa ke dalam insulin.
Juga ditambahkan bahan yang dapat mengatur aktivitas insulin, baik insulin
intermediate atau insulin long-acting untuk menghasilkan jenis insulin dengan
durasi yang diinginkan. Ini adalah metode tradisional untuk memproduksi insulin
long acting. Produsen akan menambahkan bahan tersebut ke dalam insulin murni
untuk memperpanjang aktivitas insulin, seperti seng oksida. Zat ini akan
memperrlambat di penyerapan dalam tubuh. Zat aditif ini bervariasi pada jenis
insulin yang sama dengan merk yang berbeda (Anonim, 2011).
Kontrol Kualitas Produksi
Setelah sintesis insulin manusia, struktur dan kemurnian dari batch insulin diuji melalui
beberapa metode yang berbeda. Kromatografi cair kinerja tinggi digunakan untuk menentukan
ada tidaknya kontaminan di dalam insulin. Teknik pemisahan lainnya, seperti X-ray kristalografi,
filtrasi gel, dan sekuensing asam amino. Produsen juga menguji kemasan botol untuk
memastikan bahwa produk telah disegel dengan benar.
Manufaktur untuk insulin manusia harus mematuhi prosedur National Institutes of Health
untuk operasi skala besar dan The United States Food and Drug Administration harus
menyetujui semua insulin yang diproduksi (Anonim, 2011).
3.2 Parameter yang Harus Diperhatikan
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
1. Proses pembuatan insulin manusia dengan menggunakan vektor E. coli melalui teknik
DNA rekombinan pada dasarnya terdiri dari 5 tahapan, yaitu mengisolasi DNA insulin
dan DNA plasmid, memotong DNA insulin, menggabungkan DNA insulin dan DNA
plasmid, memasukkan DNA ke dalam vektor, dan mengembangkan vektor dengan
sisipan DNA yang direkayasa
2.
2.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai metode atau alat yang harus
dikembangkan untuk memproduksi insulin secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Almazini. 2010. Membuat Insulin Manusia dengan Teknik Rekombinan. (cited : 2011, November
9) Available at : http://myhealing.wordpress.com/2010/12/11/pembuatan-insulin-
manusia-dengan-teknik-dna-rekombinan/
Anonim. 2009. Rekayasa Genetika. (cited : 2011, November 11). Available at :
http://id.shvoong.com/exact-sciences/1999578-rekayasa-genetika/#ixzz1M2ZdfDMn
Anonim. 2011. Escherichia coli. (cited : 2011, November 10) Available at :
http://id.wikipedia.org/wiki.
Anonim. 2011. Insulin, (cited 2011 October, 30). Available from:
http://www.madehow.com/Volume-7/Insulin.html
Darmono, 2005. Komplikasi Diabetes Melitus. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta : Ditjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI.
Dinar.2009. Pola penggunaan Obat Hipoglikemik Oral (oho) Pada Pasien Geriatri Diabetes
Mellitus Tipe 2 Di Instalasi Rawat Jalan RSUD dr. Moewardi Surakarta Periode Januari
– Juli 2008. Available at : http://etd.eprints.ums.ac.id/5233/1/K100050250.pdf
Feriyanto,N.2009. Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk Keprok terhadap
Bakteri Escherichia coli dan Stapylococcus aureus. Skripsi. Surakarta : Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Foster, A. 2006. Antropologi Kesehatan. Jakarta : UI Press.
Hardiansyah dan Rimbawan, 2001. Analisis Bahaya dan Pencegahan Keracunan Pangan.
Jakarta : Pergizi Pangan.
Hermaulina. tt. Produksi Hormon Insulin dari Bakteri, (cited 2011 October, 29). Available
from: http://www.scribd.com/doc/49187370/Hermaulina-insulin-2
Kusnadi. 2005. Mikrobiologi Pangan dan Industri. (Cited “ 2011, November 10). Available at :
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196805091994031-
KUSNADI/KULIAH,MIKROBIOLOGI_PANGAN_DAN_INDUSTRI.pdf
MedStar. 2010. Insulin. Washington DC : Health The MedStar Diabetes Institute.
Nita, S. 2007. Karakteristik Penderita DM Rawat Inap di RSU Permata Bunda Medan Tahun
2005. Skripsi. Sumatera Utara : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Pelczar dkk. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi II. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Pratiwi. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Bandung : Penerbit Erlangga.
Rosalia. 2010. Pembuatan Insulin Manusia dengan Teknik Rekombinan sebagai Salah Satu
Pengembangan Bioteknologi dalam Bidang Kesehatan. Banda Aceh : Universitas Syiah
Kuala Darussalam.
Soegondo dkk. 2004. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : FKUI.
Sukandar, E. Y., R. Andrajati, J. Sigit, K. Adnyana, P. Setiadi, Kusnandar. 2008. ISO
Farmakoterapi. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan.
Sumarsih. 2010. Teknologi DNA Rekombinan. (cited : 2011, November 11). Available at :
http://sumarsih07.files.wordpress.com/2010/02/teknologi-dna-rekombinan.pdf
Tim Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2003. Bakteriologi Medik.
Malang : Bayumedia Publishing.
Wijaya. 2009. Produksi Insulin Menggunakan Bakteri. (cited : 2011, November 9). Available at :
http://juharrywijaya.blogspot.com/2009/10/produksi-insulin-menggunakan-bakteri-e.html
Yalun. 2008. Mengenal Bakteri Escherichia coli. (cited : 2011, November 10). Available at :
http://yalun.wordpress.com/2008/10/07/mengenal-bakteri-escherichia-coli/
Zaenab. 2009. Mikrobiologi Industri. (cited : 2011, November 10). Availablke at :
http://keslingmks.files.wordpress.com/2009/01/mikrobiologi-industri.pdf