e journe gh34
TRANSCRIPT
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 1/24
PENGARUH KETIDAKPASTIAN LINGKUNGAN TERHADAP
PERILAKU PEGAWAI PEMDA DENGAN KETIDAKPASTIAN
TUGAS DAN JOB INSECURITY SEBAGAI VARIABEL
MODERATING
DILA MUTIARA SARI DILA MUTIARA SARI 1
Department of Accountancy, University of Lampung, Indonesia,
Email: [email protected] , phone (+62) 857 682 97711
YULIANSYAH Department of Accountancy, University of Lampung, Indonesia,
Email: [email protected] , phone (+62) 821 797 69602
LEGO WASPODO Department of Accountancy, University of Lampung, Indonesia,
Email: [email protected] , phone (+62) 127 800 0770
AbstractThis study aims to examine the influence of environmental uncertainty on
the employee’s behavior by task uncertainty and job insecurity as moderate
variables. In order to achieve the objective of the study, this research was
conducted in the city of Bandarlampung and Metro, Lampung Province.
According to 87 respondents, data were tested analysed SmartPLS. The
result illustrates that Job Insecurity is fully moderated on the influence
between environmental uncertainty and employee’s behavior. This seems
that political nuance in public sector create higher job insecurity that
possible creates dysfunctional Behavior.This study has contributions in
there aspect to enrichment of management accounting literature: research
framework and research field.
Keyword s: Environmental Uncertainty, Task Uncertainty, Job Insecurity,
dysfunctional Behavior, public sector
1 Corresponding author
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 2/24
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Penelitian mengenai ketidakpastian lingkungan telah banyak dilakukan oleh beberapa
peneliti di bidang akuntansi manajemen, seperti Fleming (2001), Krishnan et al., (2006),
Rowley et al., (2000), Hariyanto dan Pinasti (2002), Anwar (2004), Sulaksono (2005),
Wang and Shih-Chieh Fang (2010) dll. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa
seseorang akan mengetahui dengan jelas prestasi yang dicapai bila ia bekerja dalam
kondisi stabil (Hirst dalam Hariyanto dan Pinasti 2002). Hal ini dikarenakan seseorang
tersebut memiliki informasi yang cukup untuk memprediksi masa depan secara tepat.
Dalam kondisi ketidakpastian lingkungan yang rendah (kondisi relatif stabil) individu
dapat memprediksi keadaan di masa depan sehingga langkah-langkah yang akan
dilakukannya dapat direncanakan lebih akurat (Duncan dalam Fauziyah, 2000).
Ketidakpastian lingkungan akan menimbulkan ketidakpastian tugas karena kurangnya
pemahaman tentang suatu kegiatan dan kurangnya informasi mengenai proses
pelaksanaan tugas (Hirst dalam Syam, 2000). Hal ini didukung oleh pernyataan Duncan
(1972, pp. 318) yang menyatakan bahwa “The lack of information regarding the
environmental factors […] if the decision were incorrect, and inability to assign
probabilities with any degree of confidence with regard to how environmental factors
are going to affect the success or failure of the decision unit in performing its function”.
Menurut Ramanauskas dan Marconi (1989) seperti dikutip oleh Hariyanto dan Pinasti
(2002), pada hakekatnya organisasi dijalankan oleh manusia, maka penilaian kinerja
sebenarnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan perannya
dalam organisasi. Jika perilaku seseorang dalam melaksanakan perannya dalam
organisasi baik maka kinerjanya pun akan baik.
Studi mengenai ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian tugas, dan job insecurity di
Indonesia masih belum banyak dikaji. Sampai saat ini, bagaimana ketidakpastian
lingkungan mempengaruhi perilaku pegawai masih belum diteliti di Sektor Publik.
Kebanyakan penelitian sebelumnya mengkaji pengaruh ketidakpastian lingkungan di
luar negeri dan perusahaan yang profit oriented (lihat: Fleming, 2001; Krishnan et al.,
2006; Rowley et al., 2001; Rimandha, 2004; Susanto, 2008; Chiristina, 2009). Di
perusahaan yang profit oriented ketidakpastian lingkungan berasal dari lingkungan
internal dan eksternal. Ketidakpastian ini lebih dominan berasal dari lingkunganeksternal seperti kompetitor, supplier, dan pelanggan (Anwar, 2004). Seperti yang
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 3/24
dikatakan Krishnan bahwa “ Environmental uncertainty means that the future direction
of the market along with the actions of external rivals and competitors are very difficult
to anticipate, understand and predict” (Krishnan et al., 2006 pp. 894-917).
Dalam prakteknya, kebanyakan job rotasi di Pemda memiliki nuansa politik yang tinggi
(Thoha, 2002). Hal ini mengakibatkan terbentuknya sikap, perilaku, sistem, dan opini
para pimpinan bahwa kelembagaan birokrasi pemerintah sudah selayaknya mendukung
kekuatan politik yang berkuasa. Akibatnya, pegawai bekerja berdasarkan perintah
atasan (ekstrinsik) dan bukan berdasarkan kemampuan yang mereka miliki. Mereka
akan merasa tidak aman dengan adanya job rotation ataupun non job yang tidak dapat
diprediksi.
Berdasarkan analisa di atas, penulis menduga nuansa politik yang tinggi akan
memberikan dampak negatif terhadap moral dan perilaku yang akan mempengaruhi
kinerja pegawai. Dampaknya diperkuat oleh ketidakpastian tugas dan job insecurity.
Padahal, perilaku dan moral yang positif akan memotivasi dan meningkatkan
kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan (Rimandha, 2004). Nuansa
politik yang tak menentu inilah yang menjadi suatu ketidakpastian lingkungan yang
akan memunculkan ketidakpastian tugas dan job insecurity, […] unpredictable and
uncertain conditions have a considerable impact on organizational performance
(Krishnan et al., 2006 pp. 894-917; Moorman and Miner, 1997 pp. 91-106). Sebatas
pengetahuan penulis, belum ada penelitian sebelumnya yang mengkaji bagaimana
pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap perilaku pegawai.
Penelitian ini memberikan beberapa kontribusi yaitu research framework dan research
field. Pertama , hubungan ketidakpastian lingkungan terhadap perilaku pegawai telah
banyak dilakukan dengan menggunakan faktor moderasi atau moderasi ketidakpastian
tugas , job insecurity, budaya organisasi dan sebagainya. Padahal, salah satu dampak
adanya ketidakpastian lingkungan di Pemerintahan adalah ketidakpastian tugas dan job
insecurity. Hal ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku pegawai dalam
menjalankan tugasnya. Oleh karena itu, mengambil ide dari Hyvonen (2007) bahwa
research framework mengenai penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengembangan teori dalam bidang akuntansi manajemen.
Kontribusi kedua mengenai research field. Banyak penelitian terlah dilakukan
bagaimana ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian tugas, dan job insecurity di
private sektor, Akan tetapi, penelitian bidang akuntansi manajemen mengenai hubungantersebut sangat langka sekali di lakukan di public sector. Hal ini didukung oleh
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 4/24
pernyataan Kihn (2005, pp.468 - 492), ”The performance of employees, accountants
and managers of non-for-profit organizations (such as charities) has been analyzed far
less”. Oleh karena itu, penelitian ini, diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat
memberikan pemahaman tentang pentingnya faktor-faktor intrinsik seperti
ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian tugas, dan job insecurity dalam rangka
menjalankan otonomi daerah.
2. Literatur Review dan Pengembangan Hipotesis
2.1.1 Ketidakpastian Lingkungan
Individu akan mengalami ketidakpastian lingkungan yang tinggi jika merasa lingkungan
tidak dapat diprediksi dan tidak dapat memahami bagaimana komponen lingkungan
akan berubah (Krishnan et al., 2006). Begitu pula sebaliknya, dalam ketidakpastian
lingkungan rendah (lingkungan dalam keadaan relatif stabil), individu dapat
memprediksi keadaan sehingga langkah-langkah yang akan diambil dapat direncanakan
dengan lebih akurat (Duncan, 1972).
Ketidakpastian lingkungan yang dirasakan oleh seorang pemimpin atau manajer adalah
jika manajer berada dalam ketidakpastian lingkungan dalam organisasinya atau
khususnya komponen-komponen dalam lingkungannya yang tidak dapat diprediksi,
sehingga merasa tidak pasti terhadap tindakan relevan yang diambil […] because of
difficulties in anticipating and assimilating environmental conditions (Dwyer and
Welsh, 1985 pp. 397-414). Berkenaan dengan pihak-pihak yang berhubungan
dengannya seperti: pesaing, pelanggan, pemerintah dan pemegang saham (Krishnan et
al., 2006).
2.1.2 Ketidakpastian Tugas
Adapun ketidakpastian tugas dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara jumlah
informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan jumlah informasi yang telah
dimiliki oleh organisasi (Galbraith dalam Kim et al 1998). Penelitian yang dilakukan
Kim et.al (1998) dalam David (2001) membagi ketidakpastian tugas dalam dua dimensi,
yaitu kemampuan menganalisis tugas (task analyzability) dan variabilitas tugas (task
variability). Task analyzability adalah pengetahuan atau pemahaman yang kongkrit
mengenai suatu kegiatan dan tingkat kompleksitas proses pelaksanaan tugas.
Variabilitas tugas menunjukkan banyaknya variasi sub-tugas, yang ditimbulkan oleh perbedaan sub-tugas. Jika setiap sub-tugas dapat dianalisis dengan mudah, maka untuk
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 5/24
melakukan analisis terhadap hubungan antara output dan inputnya juga akan jelas
(Astuti, 2003).
Apabila suatu perusahaan memberikan ketidakpastian tugas (task uncertainty) yang
rendah dengan memberikan peraturan dan ketentuan yang jelas tentang pelaksanaan
kerja, seperti adanya pembagian tugas yang jelas, menggunakan prosedur atau metode
yang tetap, menugaskan orang yang berkompeten di bidangnya, dan tipe pekerjaan telah
ditentukan sebelumnya, maka hal ini menyebabkan para manajer dapat bekerja dengan
baik, tidak perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam pekerjaan, mudah
mengikuti prosedur, tidak mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan karena
memiliki seluruh informasi yang dibutuhkan, dan tidak ada faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi keputusan para manajer yang bersangkutan (Syam dan Kusuma, 2001).
2.1.3 Job Insecurity
Greenhalgh dan Rosenblatt dalam Greenglass et.al (2002) mendefinisikan job insecurity
sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan
dalam kondisi kerja yang tidak aman. Sementara Smithson dan Lewis (2000)
mengartikan job insecurity sebagai kondisi psikologis seorang karyawan yang
menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kond isi lingkungan
yang berubah-ubah ( perceived impermanance). Kondisi ini muncul karena banyaknya
jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Makin banyaknya jenis
pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen, menyebabkan
semakin banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity (Smithson & Lewis,
2000).
Davy (dalam Haugen, 2004) mendefinisikan job insecurity sebagai ekspektasi atau
harapan individu terhadap kelanjutan pekerjaan mereka. Sedangkan menurut Rosenblatt
dan Ruvio (1999), job insecurity adalah perhatian menyeluruh terhadap keberadaan
pekerjaan. Heaney, Israel, dan House (dalam Sverke dan Hellgren, 2002)
mendefinisikan bahwa job insecurity sebagai persepsi mengenai potensi ancaman
terhadap kelanjutan pekerjaan seseorang yang sekarang.
2.1.4 Perilaku Pegawai
Dharma (2003:34) mengemukakan bahwa “Perilaku pada dasarnya berorientasi tujuan,
artinya bahwa perilaku orang pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk meraihtujuan-tujuan tertentu”. Kemudian, berkaitan dengan birokrasi maka perilaku akan
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 6/24
sangat berpengaruh terhadap kualitas birokrasi itu sendiri. Pernyataan tersebut sejalan
dengan pandangan Rondinelli dalam Simamora (1995:52) yang mengatakan bahwa :
Kualitas birokrasi pemerintahan lokal sangat ditentukan oleh perilaku, sikap dan kultur
yang kondusif, sehingga mereka responsive untuk mengambil keputusan, memiliki
kepedulian dan bertanggung jawab terhadap peningkatan program pembangunan bagi
kesejahteraan masyarakat, terutama kelompok sasaran (penduduk miskin) yang perlu
mendapat perhatian khusus.
Penulis mencermati pandangan di atas, bahwa perilaku birokrasi senantiasa
bersinggungan dengan berbagai aktivitas aparatur dalam menjalankan tugasnya. Oleh
karena itu, secara operasional menurut Ndraha (2009:52) bahwa “perilaku birokrasi
akan mencerminkan seberapa tinggi kinerja seorang pegawai dalam menjalankan
tugasnya, sehingga pada akhirnya tujuan akan tercapai sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan”.
2.2 Pengembangan Hipotesis
Hipotesis yang diberikan dalam penelitian ini menunjukkan hubungan atau adanya
pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen. Variabel independen
dalam penelitian ini adalah ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian tugas, dan job
insecurity dan variabel dependen adalah perilaku pegawai Pemda. Otonomi daerah yang
seharusnya dapat dijalankan dengan professional nampaknya tidak mampu dijalankan
dengan baik karena adanya nuansa politik yang tinggi di Pemerintah Daerah.
Ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian tugas, dan job insecurity memberikan
pengaruh terhadap perilaku pegawai Pemda.
Kinerja bukan lagi berdasarkan kemampuan, keterampilan, dan pengalaman kerja
namun berdasarkan siapa pimpinan kita dan dukungan kita terhadap pimpinan tersebut.
Jadi pegawai bekerja atas dasar ekstrinsik melihat siapa atasan mereka. Penulis
menggambarkan model hubungan antara ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian
tugas, job insecurity, dan perilaku pegawai Pemda adalah sebagai berikut:
===GAMBAR 1 DISINI===
2.2.1 Hubungan Ketidakpastian Lingkungan dan Perilaku Pegawai
Penulis beranggapan bahwa ketidakpastian lingkungan berpengaruh terhadap perilaku
pegawai. Ketidakpastian lingkungan yang dirasakan oleh seorang pemimpin ataumanajer menurut Miliken (1987) dalam Deasy Rinarti (2007) adalah jika manajer
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 7/24
berada dalam ketidakpastian lingkungan dalam organisasinya atau khususnya
komponen-komponen dalam lingkungannya yang tidak dapat diprediksi, mereka akan
merasa tidak pasti terhadap tindakan relevan yang diambil berkenaan dengan pihak-
pihak yang berhubungan dengannya.
Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa seseorang akan mengetahui dengan jelas
prestasi yang dicapai bila ia bekerja dalam kondisi stabil (Hirst dalam Hariyanto dan
Pinasti 2002). Hal ini dikarenakan dalam kondisi yang tidak stabil seseorang tersebut
tidak memiliki informasi yang cukup untuk memprediksi masa depan secara tepat.
Dalam kondisi ketidakpastian lingkungan yang rendah (kondisi relatif stabil) individu
dapat memprediksi keadaan di masa depan sehingga langkah-langkah yang akan
dilakukannya dapat direncanakan lebih akurat (Duncan dalam Fauziyah, 2000). Oleh
sebab itu ketidakpastian lingkungan akan mempengaruhi perilaku dan kinerja manajer.
Menurut Ramanauskas dan Marconi (1989) seperti dikutip oleh Hariyanto dan Pinasti
(2002), pada hakekatnya organisasi dijalankan oleh manusia, maka penilaian kinerja
sebenarnya merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan perannya
dalam organisasi. Hal ini menandakan bahwa jika perilaku seseorang dalam
melaksanakan perannya dalam organisasi baik maka kinerjanya pun akan baik. Penulis
menduga bahwa ketidakpastian lingkungan akan mempengaruhi perilaku pegawai
Pemda. Ketidakpastian lingkungan membuat pegawai sulit menentukan suatu
perencanaan dan sulit untuk membuat suatu keputusan karena kurangnya informasi
untuk memprediksi masa depan secara tepat.
H1 : Terdapat hubungan positif antara ketidakpastian lingkungan dan perilaku pegawai.
2.2.2 Ketidakpastian Tugas dalam Memperkuat Pengaruh Ketidakpastian
Lingkungan dan Perilaku Pegawai
Penulis menduga bahwa ketidakpastian tugas memoderasi pengaruh dari ketidakpastian
lingkungan terhadap perilaku pegawai. Hal ini didasarkan pada analisa penulis, semakin
tinggi ketidakpastian tugas maka semakin tinggi pula pengaruh ketidakpastian
lingkungan terhadap perilaku pegawai.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ketidakpastian lingkungan akan
menimbulkan ketidakpastian tugas karena kurangnya pemahaman tentang suatu
kegiatan dan kurangnya informasi mengenai proses pelaksanaan tugas (Hirst dalam
Syam, 2000). Lebih lanjut dikatakan oleh Brownell dan Hirst (1986) bahwa
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 8/24
ketidakpastian tugas mempengaruhi kinerja manajer. Semakin tinggi ketidakpastian
tugas maka kinerja manajer akan menurun dan sebaliknya.
Perbedaan antara jumlah informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas dan
jumlah informasi yang telah dimiliki oleh organisasi inilah yang menimbulkan
ketidakpastian tugas (Galbraith dalam Kim et al 1998). Jika setiap sub-tugas dapat
dianalisis dengan mudah, maka untuk melakukan analisis terhadap hubungan antara
output dan inputnya juga akan jelas (Astuti, 2003). Apabila seorang manajer
mengetahui tugas yang harus dikerjakannya dengan jelas, maka prestasi para manajer
akan meningkat karena manajer tersebut bekerja dalam kondisi ketidakpastian tugas
yang rendah. Sebaliknya, apabila manajer tidak mengetahui tugas yang harus
dikerjakannya maka prestasi para manajer tersebut menurun karena berada dalam
kondisi ketidakpastian tugas yang tinggi.
H2 : Semakin kuat ketidakpastian tugas semakin kuat pengaruh ketidakpastian
lingkungan terhadap perilaku pegawai
2.2.3 Job Insecurity dalam Memperkuat Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan
dan Perilaku Pegawai
Greenglass et.al (2002) mendefinisikan job insecurity sebagai ketidakberdayaan untuk
mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang tidak aman.
Sementara Smithson dan Lewis (2000) mengartikan job insecurity sebagai kondisi
psikologis seorang karyawan yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman
dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah ( perceived impermanance).
Dalam prakteknya, kebanyakan job rotasi dan non-job di Pemda memiliki nuansa
politik yang tinggi (Thoha, 2002). Hal ini mengakibatkan terbentuknya sikap, perilaku,
sistem, dan opini para pimpinan bahwa kelembagaan birokrasi pemerintah sudah
selayaknya mendukung kekuatan politik yang berkuasa. Ketika pegawai di suatu
instansi tersebut tidak mendukung pimpinan maka posisi atau jabatan mereka pun tidak
aman.
H3 : Semakin kuat job insecurity semakin kuat pengaruh ketidakpastian lingkungan
terhadap perilaku pegawai.
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 9/24
3. Metodologi Penelitian
3.1 Sampel Penelitian
Pemilihan sampel didasarkan pada Metode pengambilan sampel bertujuan ( purposive
sampling), yaitu sampel dipilih berdasarkan kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan
adalah berdasarkan pertimbangan ( judgment ), sehingga disebut sebagai judgment
sampling. Kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel ini adalah pegawai
struktural eselon 2-4 di SKPD (dinas, kantor, dan badan) dan sudah menjabat minimal
selama 1 (satu) tahun. Pegawai struktural eselon 2-4 yang telah menjabat selama 1
(satu) tahun atau lebih di SKPD, dipandang telah memiliki pemahaman terhadap situasi
dan kondisi yang ada di dalam SKPD serta terlibat dalam pengambilan keputusan.
3.2 Pengukuran Instrumen
Ketidakpastian lingkungan. Ketidakpastian lingkungan dalam hal ini adalah kondisi
dimana SKPD mengalami ketidakpastian yang dapat disebabkan adanya pengaruh dari
luar SKPD, seperti sering terjadinya perubahan pimpinan, terjadinya mutasi staf, job
rotation, maupun non job SKPD yang cepat, dan lain sebagainya. SKPD dituntut untuk
menyesuaikan diri dengan kondisi dengan kondisi yang ada, baik dalam praktik maupun
operasionalnya. Variabel ini diukur dengan menggunakan instrument dari Duncan
(1972) yang terdiri dari 12 item pertanyaan dengan poin skala likert 1-5. Instrumen ini
juga telah digunakan oleh peneliti seperti Chenhall dan Morris (1986), Gul dan Chia
(1994), gregson et al (1994), Muslimah (1998) dan Isti R (1999).
Ketidakpastian Tugas (Task Uncertainty). Ketidakpastian tugas dalam hal ini adalah
aturan pelaksanaan tugas. Hirst (1983) dalam penelitiannya berargumen bahwa makin
tidak pasti tugas seorang pimpinan atau pegawai, maka akan semakin sulit untuk
menyusun target yang memuaskan untuk dijadikan penilaian prestasi. Instrumen
ketidakpastian tugas dukur dengan mengembangkan pertanyaan yang dilakukan oleh
Hirst (1983) dan Withey et. al. (1983) yang kemudian dikembangkan oleh Saleke
(1994) (dikutip dari Fazli Syam 2001) dengan menekankan pada tingkat ketidakpastian
tugas pegawai dalam bekerja. Terdapat empat instrument pertanyaan yang digunakan
untuk mengukur ketidakpastian tugas dengan lima poin skala likert.
Job Insecurity. Job Insecurity dalam hal ini adalah kondisi dimana pegawai merasakan
ketidakamanan kerja karena adanya ancaman mengenai kekelangsungan bekerja atau
ancaman kehilangan pekerjaan diwaktu yang akan dating yang akan menyebabkandampak negative terhadap kinerja maupun psikologis pegawai. Alat ukur job insecurity
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 10/24
yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi dari job insecurity scale yang
dikembangkan oleh Ashford et al (1989) dan telah diadaptasi oleh Patrina (2002).
Terdapat lima instrument pertanyaan yang digunakan untuk mengukur job insecurity
dengan lima poin skala likert.
Perilaku Pegawai Pemda. Perilaku pegawai dalam hal ini adalah kemampuan pegawai
dalam pelaksanaan tugasnya, termasuk moral dari pegawai tersebut. Menurut
Ramanauskas dan Marconi (1989) seperti dikutip oleh Hariyanto dan Pinasti (2002),
Pada hakekatnya organisasi dijalankan oleh manusia, maka penilaian kinerja sebenarnya
merupakan penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan perannya dalam
organisasi.
Instrumen perilaku diukur dengan menggunakan item-item pertanyaan yang berkaitan
dengan sikap dan tindakan responden terhadap penilaian prestasi dan kinerja. Ukuran
perilaku manajer diambil dari seberapa besar nilai sikap dan tindakan yang mereka
ambil. Sikap dan tindakan ini dinilai dengan menggunakan skala Likert 1 (sangat
rendah) sampai 5 (sangat tinggi).
4. Hasil
4.1 Analisis Deskriptif Data dan Responden
Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui kuesioner. Kuesioner
yang disebar berjumlah 130 kuesioner di Pemerintah Kota Bandarlampung dan
Pemerintah Kota Metro. Kuesioner yang telah diisi lengkap dan dikembalikan
berjumlah 87 kuesioner dengan tingkat pengembalian respon rate sebesar 66,92 %.
Namun hanya 86 kuesioner yang dapat dijadikan sampel dan dianalisis, karena terdapat
1 kuesioner yang tidak memenuhi kriteria. Berdasarkan Tabel 1 tentang deskriptif data
diketahui bahwa jumlah sampel yang dapat diolah sebanyak 86 sampel dan
menggunakan 5 point skala likert, poin 1 untuk sangat tidak setuju hingga poin 5 untuk
sangat setuju. Dari ketiga variabel di atas terlihat bahwa rata-rata responden memilih
nilai sebenarnya yaitu minimal 1 dan maksimal 5.
4.2
Demografi Responden
Berdasarkan Tabel 1 mengenai informasi umum responden penelitian dapat dilihat
bahwa sebagian besar responden penelitian ini didominasi oleh responden pria yaitu
berjumlah 57 orang (66%) dari total 87 responden, dan responden wanita berjumlah 30orang (34%). Dilihat dari usia, mayoritas responden berusia 41 - 50 tahun yaitu 34
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 11/24
responden atau 39%. Responden lain berusia kurang dari 30 tahun sebanyak 17
responden atau 20%, usia 31 – 40 sebanyak 23 orang atau 26% dan responden dengan
usia lebih dari 51 tahun berjumlah 13 orang atau 15%. Jika dilihat dari pendidikan
terakhir, kebanyakan responden memiliki pendidikan terakhir Sarjana/S1 yaitu 39
responden atau 45%. Di urutan kedua, responden dengan pendidikan terakhir S2/S3
sebanyak 28 responden atau 32%, paling sedikit adalah responden berpendidikan
terakhir SMA/D3 yaitu hanya 20 responden atau 23% dari total keseluruhan. Dari Tabel
tersebut juga dapat dilihat bahwa responden pada penelitian ini 8 orang Kepala Dinas
atau 9%, 11 orang Kabag atau 13%, 19 orang Kasubag atau 22%, 26 orang
Kasubid/Kasi atau 30%, dan 23 orang Staf atau 26% dari total keseluruhan. Dari divisi
kerja, sebanyak 23 responden atau 26% berada pada divisi keuangan, 21 responden atau
24% pada divisi umum, 10 responden atau 11% pada divisi SDM dan 33 responden atau
38% berada pada divisi selain yang telah disebutkan di atas. Seluruh responden yang
berjumlah 87 orang tersebut telah bekerja minimal 1 tahun.
===TABEL 1 DISINI===
4.3 Analisis Data
===TABEL 2 DISINI===
4.3.1
Model Pengukuran
4.3.1.1 Uji Reliabilitas
Pemeriksaan reliabilitas konstruk adalah dengan melihat cronbach’s alpha atau output
composite reliability lebih dari 0,7. Pada Tabel 3 menunjukan reliabilitas konstrak yang
dilihat dari nilai cronbach’s alpha dan composite reliability.
===TABEL 3 DISINI===
Dari Tabel tersebut terlihat konstrak ketidakpastian lingkungan memiliki nilai
cronbach’s alpha 0,771 serta composite reliability 0,831. Kedua nilai ini lebih dari 0,70
maka konstruk ketidakpastian lingkungan dikatakan reliabel. Konstruk job insecurity
serta moderasi KL*KT dan KL*JI juga telah memenuhi syarat kriteria untuk dikatakan
reliabel karena memiliki nilai di atas 0,70. Sedangkan konstruk ketidakpastian tugas
memiliki nilai 0,50 namun nilai ini dianggap cukup karena konstruk ini masih
merupakan pengembangan tahap awal (Chin, 1998 dalam Ghozali, 2008).
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 12/24
4.3.1.2
Uji Validitas
A. Uji Validitas Konvergen
Pengujian validitas diskriminan dengan melihat nilai AVE (average variance
extracted). Uji validitas diskriminan dikatakan baik jika memiliki nilai AVE lebih dari
0,50.
===TABEL 5 DISINI===
B.
Uji Validitas Diskriminan
Pengujian validitas diskriminan diukur dengan melihat nilai cross loading dan fornell-
larcker .
===TABEL 6 DISINI===
Pengukuran validitas diskriminan menggunakan cross loading berasumsi bahwa nilai
faktor loading tiap item harus lebih tinggi dari variabel lainnya. Berdasarkan Tabel 6
dapat dilihat hubungan KL2 0.424, KL3 0.700, KL4 0.478, KL7 0.775, KL8 0.621, KL9
0.509, KL10 0.490, KL11 0.763, dan KL12 0.552 nilai korelasi konstruk KL lebih
tinggi daripada nilai korelasi konstruk lainnya. Sama halnya dengan indikator lainnya
yang berkorelasi lebih tinggi dengan konstruknya masing-masing dibandingkan dengan
yang lainnya, hal ini berarti bahwa konstruk memiliki nilai validitas diskriminan yang
baik. Selain itu, untuk melihat validitas diskriminanyang baik adalah membandingkan
antara nilai kuadrat korelasi antara konstrak dengan nilai AVE atau korelasi antara
konstrak dengan akar AVE. Tabel 6 menunjukkan laten variabel korelasi.
Pada Tabel 6 tersebut terlihat korelasi maksimal konstrak ketidakpastian lingkungan
dengan konstrak lainnya adalah 0,006. Korelasi konstrak lainnya yaitu, KT, JI dan PP
memiliki nilai akar AVE lebih tinggi dari korelasi antar konstrak. Sehingga data ini
memiliki validitas diskriminan yang baik.
4.3.1.3 Pengukuran Model Struktur
Pengukuran model stuktur diukur dengan melihat R 2 variabel dependen dan uji
koefisien jalur. Hubungan antar konstruk dikatakan kuat apabila koefisien jalur lebih
besar dari 0,100 dan hubungan antar variabel dikatakan cukup signifikan jika lebih dari
0,050 (Urbach & Ahlemann, 2010). Pengujian koefisien jalur dilakukan menggunakan
prosedur bootstrap dengan 500 pengganti.
===TABEL 7 DISINI===
Berdasarkan hasil pada Tabel 7 terlihat bahwa nilai R 2
dari PP adalah 0,474. Kriterianilai coefficient of determination (R 2) dikatakan baik jika memiliki nilai R 2 lebih dari
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 13/24
0,1 dan berdasarkan persyaratan tersebut, dapat terlihat bahwa Coefficient of
determination dalam penelitian ini layak sehingga langkah berikutnya adalah menguji
hipotesis.
4.4
Pengujian Hipotesis
4.4.1 Hipotesis 1
Hipotesis 1 : Terdapat hubungan positif antara ketidakpastian lingkungan dan perilaku
pegawai.
Dalam pengujian hipotesis pertama pengukuran struktural model dalam Tabel 7
mengindikasikan bahwa variabel ketidakpastian lingkungan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap perilaku pegawai. Hal ini didasarkan pada hasil perhitungan
pengukuran struktural model dengan nilai (β= 0,189, t= 0,998, p< 0,05). Tabel 7
menunjukkan nilai t statistic berada di bawah batas 1,988 sehingga dapat diartikan
bahwa hipotesis pertama ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh antara
ketidakpastian lingkungan dan perilaku pegawai tidak signifikan.
Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa seseorang tidak memiliki informasi yang
cukup untuk memprediksi masa depan secara tepat apabila berada dalam kondisi yang
tidak stabil. Dalam kondisi ketidakpastian lingkungan yang rendah (kondisi relatif
stabil) individu dapat memprediksi keadaan di masa depan sehingga langkah-langkah
yang akan dilakukannya dapat direncanakan lebih akurat (Duncan dalam Fauziyah,
2000). Namun kondisi ini ternyata tidak berpengaruh secara langsung terhadap perilaku
pegawai. Hal ini dimungkinkan pegawai telah menjalankan tupoksi sesuai dengan SOP
yang berlaku di instansi tersebut. Sehingga, ketika pegawai berada dalam ketidakpastian
lingkungan namun telah menjalankan pekerjaan sesuai dengan tupoksinya maka hal ini
tidak akan berpengaruh terhadap perilaku pegawai tersebut.
4.4.2 Hipotesis 2
Hipotesis 2 : Semakin kuat ketidakpastian tugas semakin kuat pengaruh ketidakpastian
lingkungan terhadap perilaku pegawai.
Dalam pengujian hipotesis kedua pengukuran struktural model dalam Tabel 7
mengindikasikan bahwa variabel ketidakpastian tugas tidak berpengaruh secara
signifikan dalam memperkuat pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap perilaku
pegawai. Hal ini didasarkan pada hasil perhitungan pengukuran struktural model dengannilai (β= 0,004, t= 0,014, p< 0,05). Tabel 7 menunjukkan nilai t statistik berada di
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 14/24
bawah batas 1,988 sehingga dapat diartikan bahwa hipotesis kedua ditolak. Berdasarkan
hasil pengujian diketahui bahwa ketidakpastian tugas tidak memperkuat pengaruh
ketidakpastian lingkungan terhadap perilaku pegawai.
Penelitian sebelumnya menunjukkan apabila suatu organisasi memberikan
ketidakpastian tugas (task uncertainty) yang rendah dengan memberikan peraturan dan
ketentuan yang jelas tentang pelaksanaan kerja. Hal ini menyebabkan para pegawai
dapat bekerja dengan baik, tidak perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam
pekerjaan, mudah mengikuti prosedur, tidak mengalami kesulitan dalam mengambil
keputusan karena memiliki seluruh informasi yang dibutuhkan (Syam dan Kusuma,
2001). Namun berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketidakpastian
tugas tidak memperkuat hubungan antara ketidakpastian lingkungan dan perilaku
pegawai. Hal ini dimungkinkan pegawai telah menjalankan tupoksi sesuai dengan SOP
yang berlaku di instansi tersebut. Sehingga ketika pegawai telah menjalankan pekerjaan
sesuai dengan tupoksinya maka hal ini tidak akan berpengaruh terhadap perilaku
pegawai tersebut.
4.4.3 Hipotesis 3
Hipotesis 3 : Semakin kuat job insecurity semakin kuat pengaruh ketidakpastian
lingkungan terhadap perilaku pegawai.
Dalam pengujian hipotesis ketiga pengukuran struktural model dalam Tabel 7
mengindikasikan bahwa variabel job insecurity berpengaruh secara signifikan dalam
memperkuat pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap perilaku pegawai. Hal ini
didasarkan pada hasil perhitungan pengukuran struktural model dengan nilai (β= 0,701,
t= 9,344, p< 0,05). Tabel 7 menunjukkan nilai t statistik berada jauh di atas nilai batas
1,988 sehingga dapat diartikan bahwa hipotesis ketiga diterima.
Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa job insecurity memperkuat pengaruh
ketidakpastian lingkungan terhadap perilaku pegawai. Ini sesuai dengan Thoha (2002)
yang mengungkapkan dalam prakteknya kebanyakan job rotasi dan non-job di Pemda
memiliki nuansa politik yang tinggi. Hal ini mengakibatkan terbentuknya sikap,
perilaku, sistem, dan opini para pimpinan bahwa kelembagaan birokrasi pemerintah
sudah selayaknya mendukung kekuatan politik yang berkuasa. Ketika pegawai di suatu
instansi tersebut tidak mendukung pimpinan mereka maka posisi atau jabatan mereka
pun tidak aman.
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 15/24
Berdasarkan analisa ketiga hipotesis di atas, hasil keseluruhan hipotesis adalah sebagai
berikut:
===TABEL 8 DISINI===
5. Kesimpulan, implikasi, dan keterbatasan
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dampak ketidakpastian lingkungan terhadap
perilaku pegawai melalui ketidakpastian tugas dan job insecurity sebagai variabel
moderasi. Untuk menjawab tujuan di atas, penulis melakukan survey kuesioner atas
Pemerintah Kota di Lampung, yaitu Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Metro.
Berdasarkan data 86 pejabat eselon 2-4, kami menganalisis data tersebut dengan
menggunakan Structural Equation Modeling (SEM), khususnya SmartPLS.
Penulis menemukan bahwa ketidakpastian lingkungan tidak berpengaruh positif dan
secara statistik tidak signifikan terhadap perilaku pegawai, sehingga hipotesis pertama
ditolak. Hasil uji hipotesis kedua ketidakpastian tugas tidak berpengaruh positif dalam
memperkuat hubungan ketidakpastian lingkungan dan perilaku pegawai. Oleh karena
itu, hipotesis kedua ditolak. Hasil uji hipotesis ketiga menunjukkan bahwa job
insecurity berpengaruh positif dan secara statistik sangat signifikan dalam memperkuat
hubungan antara ketidakpastian lingkungan dan perilaku pegawai. Hal ini menunjukan
bahwa tidak ada dampak langsung dari ketidakpastian lingkungan dan perilaku pegawai.
sehingga hipotesis ketiga diterima.
Dari hasil analisa di atas, job insecurity merupakan fully moderated karena hipotesis job
insecurity sebagai pemoderasi diterima, sedangkan pengaruh langsung ketidakpastian
lingkungan terhadap perilaku pegawai serta ketidakpastian tugas sebagai hipotesis
model moderasi tidak terdukung.
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa job insecurity dapat memperkuat
pengaruh ketidakpastian lingkungan terhadap perilaku pegawai Pemda. Hal ini sesuai
dengan realita yang ada akibat nuansa politik yang berkembang di birokrasi Pemerintah
Daerah yang berdampak terhadap perilaku pegawai.
5.2 Implikasi Penelitian
Penelitian ini memberikan beberapa kontribusi yaitu research framework dan research field. Mengambil ide dari Hyvonen (2007) bahwa research framework mengenai
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 16/24
penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan teori dalam bidang
akuntansi manajemen. Kontribusi kedua mengenai research field. Banyak penelitian
terlah dilakukan bagaimana ketidakpastian lingkungan, ketidakpastian tugas, dan job
insecurity di private sektor, Akan tetapi, penelitian bidang akuntansi manajemen
mengenai hubungan tersebut sangat langka sekali di lakukan di public sector. Oleh
karena itu, penelitian ini, diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat memberikan
pemahaman tentang pentingnya faktor-faktor intrinsik seperti ketidakpastian
lingkungan, ketidakpastian tugas, dan job insecurity dalam rangka menjalankan otonomi
daerah
5.3 Keterbatasan
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu penelitian sedikit. Hal ini terjadi karena
keterbatasan penulis jika ingin melakukan penelitian dengan objek Pemda se-Lampung.
Sehingga sampel penelitian ini berfokus pada Pemerintah Kota di provinsi Lampung.
Penulis menyarankan agar penelitian selanjutnya memperluas objek yang diteliti
sehingga sampel yang diperoleh bisa lebih banyak. Berdasarkan hasil penelitian ini
penulis mengharapkan Kepala Daerah agar memperbaiki, meningkatkan, dan
memformulasikan kebijakannya di masa yang akan datang sehingga pejabat ataupun
birokrasi di Pemrintahan berjalan sebagaimana mestinya bukan karna pengaruh faktor
ekstrinsik.
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 17/24
References
Anwar, Kasyful. 2004. Pengaruh Ketidakpastian Tugas dan Ketidakpastian Lingkungan
yang Dipersepsikan terhadap Hubungan Informasi Akuntansi dengan Kinerja
Manajer. Tesis Universitas Diponegoro (dipublikasikan). Semarang.
Astuti, Sri, 2003, “Pengaruh Diversitas Kemanfaatan dan Lingkup Pengembangan
Kemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Kepuasan Pemakai:
Ketidakpastian Tugas Sebagai Faktor Moderasi”, Kompak , No. 7, Januari-
April: 94-117.
Brownell, Peter and Hirst, Mark. 1986. “Reliance on Accounting Information,
Budgetary Participation, and Task Uncertainty: Test of a Three-way
Interaction.” Journal of Accounting Research. pp. 241-249.
Chenhall, R. H. 2004. The Role of Cognitive and Affective Conflict in Early
Implementation of Activity-Bast Cost Management. Behavioral Research in
Accounting. Vol. 16, pp. 19-44.
Chenhall, R. H. and Morris D. (1986). “The Impact of Structure, Environtment and
Interdependence on the Perceived Usefulness of Management AccountingSystems”. The Accounting Review. pp. 16-35.
Chiristina, Vita. 2010. Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Senjangan Anggaran
dengan Ketidakpastian Lingkungan sebagai Variabel Moderating pada Pt
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk . Universitas Sumatera Utara
(dipublikasikan). Medan.
Dess, G.G. and Beard, D.W. (1984), “Dimensions of organizational task environments”,
Administrative Science Quarterly, Vol. 29, pp. 52-73.
Duncan, R. B. “Characteristic of Organizational Environment and Perceived
Environmental Uncertainty”. Administrative Science Quarterly 17 (1972):
hal.313- 27.
Fibrianti dan Riharjo. 2013. “Pengaruh Partisipasi Anggaran, Desentralisasi, KomitmenOrganisasi, dan Ketidakpastian Lingkungan terhadap Kinerja Manajerial pada
Pemerintahan Kota Surabaya.” Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, Januari
2013: 108-121.
Fisher, C. 1996. “The Impact of Perceived Environmental Uncertainty and Individual
Differences on Management Information Requirement, A Research Note”.
Fitri, Fauziah A. 2000. Pengaruh Organizational Commitment, Information Asymmetry
dan Budget Emphasis dalam Hubungan antara Partisipasi dan Slack
Anggaran. Tesis Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Fleming, L. (2001), “Recombinant uncertainty in technological search”, Management
Science, Vol. 47 No. 1, pp. 117-32.
Greenberg, J & Baron, R A. 2003. Behavior in Organization (8th ed). Singapore: Allyn& Bacon.
Greenglass, Esther, Ronald Burke and Lisa Fiksenbaum. 2002. “Impact of
Restructuring, Job Insecurity and Job Satisfaction in Hospital Nurses.” Sress
News January, 14(1):1-10.
Govindarajan, V. 1984. “Appropriateness of Accounting Data in Performance
Evaluation: An Empirical Examination of Envirsomental Uncertainty as An
Intervening Variable”. Accounting Organizations and Society 9(2): 125-135.
Hariyanto, Eko dan Margani Pinasti, 2002, “Pengaruh Keikutsertaan Manajer Dalam
Penyusunan Budget Terhadap Perilaku Manajer yang Kinerjanya Dinilai
Dengan Informasi Akuntansi”, Simposium Nasional Akuntansi V , September:
674-685.
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 18/24
Hirst, M.K. 1981. “Accounting Information and The Evaluation of Subordinate
Performance”. Journal of Applied Psychology 56 (4): 771-784.
Hyvonen, J.2007. “Strategy, Performance Measurement Techniques and Information
Technology of The Firm and Their Links to Organizational Performance”.
Management accounting research, Vol. 18. Pp. 343-366.
Krishnan, R., Martin, X. and Noorderhaven, N.G. (2006), “When does trust matter toalliance performance?”, Academy of Management Journal, Vol. 49 No. 5, pp.
894-917.
Lili-Anne Kihn, (2010) "Performance outcomes in empirical management accounting
research: Recent developments and implications for future research",
International Journal of Productivity and Performance Management, Vol. 59
Iss: 5, pp.468 - 492
Moorman, C. and Miner, A.S. (1997), “The impact of organizational memory on new
product performance and creativity”, Journal of Marketing Research, Vol. 34
No. 1, pp. 91-106.
Rahayu, Isti. 1999. Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan terhadap Partisipasi
Penganggaran dan Kinerja Manajerial. Jurnal Akuntansi dan AuditingIndonesia (JAAI) Vol. 3 No. 2.
Rimandha, Yosita. 2004. Pengaruh Ketidakpastian Tugas terhadap Perilaku Manajer.
Universitas Katolik Soegijapranata. Semarang.
Rinarti, Deasy & Renyowijoyo, Muindro. 2007. “Pengaruh Ketidakpastian Lingkungan
dan Budaya Organisasi terhadap Partisipasi Penganggaran dan Kinerja
Manajerial.” Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 8, No. 2, 124-135.
Simamora, Henry. 1995. Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, STIE YKPN.
Smithson, J; Lewis, S. 2000. “Is job insecurity changing the psychological contract?”
Personel Review, Vol.29, No.6, (dalam
http://www.emeraldinsight.com/Insight/manualDocumentRequest.do;jsession
id.
Sulaksono,Tri. 2005. Budaya Organisasi dan Ketidakpastian Lingkungan sebagai
Variabel Moderating dalam Hubungan antara Gaya Evaluasi Atasan
terhadap Tekanan Kerja dan Kepuasan Kerja Bawahan. Tesis Universitas
Diponegoro (dipublikasikan). Semarang.
Syam, Fazli. BZ dan I.W.Kusuma. 2001. “Pengaruh Informasi Akuntansi dan
Ketidakpastian Tugas terhadap Perilaku Manajer: Sebuah Eksperimen Semu”.
SNA. p. 250-276.
Thoha, Miftah. 2002. “Reformasi Birokrasi Pemerintah.” Seminar Good Governance.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 19/24
APPENDIXES
Tabel 1 Deskriptif Responden
N Kumulatif %
Kumulatif
%
Jenis Kelamin
Pria 57 57 66% 66%
Wanita 30 87 34% 100%
Usia
< 30 17 17 20% 20%
31 – 40 23 40 26% 46%
41 – 50 34 74 39% 85%
> 51 13 87 15% 100%
Pendidikan
Terakhir
SMA/Diploma 20 20 23% 23%
Sarjana/S1 39 59 45% 68%
S2/S3 28 87 32% 100%
Jabatan
Kepala Dinas 8 8 9% 9%
Kabag 11 19 13% 22%
Kasubag 19 38 22% 44%
Kasubid/Kasi 26 64 30% 74%
Staf 23 87 26% 100%
Divisi Kerja
Keuangan 23 23 26% 26%
Umum 21 44 24% 50%
SDM 10 54 11% 61%
Lain-Lain 33 87 38% 99%Sumber: kuesioner, data diolah 2014
Tabel 2 Parameter Model Pengukuran Data Menggunakan PLS
No
Tipe Model
Pengukuran Tipe Pengukuran Kriteria
1 Reliabilitas Konsistensi internal
Cronbach's Alpha >
0,7
2 Validitas
Validitas konvergen AVE > 0,5
Validitas diskriminan
Fornell-Larcker
Cross Loading
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 20/24
Tabel 3 Quality Criteria (Composite Reliability, Cronbach’s Alpha)
AVEComposite
ReliabilityR Square Cronbach’s Alpha
KetidakpastianLingkungan 0.500 0.831 0.771
Ketidakpastian Tugas 0.598 0.725 0.500
KL * KT 0.512 0.949 0.944
KL * JI 0.567 0.958 0.954
Job Insecurity 0.564 0.692 0.640
Perilaku Pegawai 0.507 0.802 0.474 0.675
Sumber: Output PLS, data diolah (2014)
Tabel 4 Quality Criteria (AVE)
AVE
Job Insecurity 0.564
Ketidakpastian Lingkungan 0.500
KL * JI 0.567
KL * KT 0.513
Ketidakpastian Tugas 0.598
Perilaku Pegawai 0.507
Sumber: Output PLS, data diolah (2014)
Tabel 5 Cross Loading
KL KT KL * KT KL * JI JI PP
KL2 0.424 0.337 0.519 0.411 0.317 0.291
KL3 0.700 0.264 0.551 0.46 0.162 0.554
KL4 0.478 -0.267 0.254 0.515 0.366 0.368
KL7 0.775 0.013 0.488 0.616 0.326 0.471
KL8 0.621 0.133 0.468 0.551 0.364 0.365KL9 0.509 0.315 0.599 0.402 0.185 0.269
KL10 0.490 0.423 0.525 0.289 0.038 0.341
KL11 0.763 0.143 0.552 0.571 0.31 0.526
KL12 0.552 -0.231 0.321 0.599 0.493 0.323
KT2 0.163 0.465 0.602 0.157 0.07 0.011
KT3 0.185 0.990 0.644 0.130 0.057 0.066
KL2*KT2 0.373 0.483 0.659 0.368 0.263 0.207
KL2*KT3 0.343 0.775 0.685 0.329 0.239 0.190
KL3*KT2 0.650 0.476 0.802 0.441 0.128 0.438
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 21/24
KL3*KT3 0.564 0.714 0.737 0.349 0.070 0.388
KL4*KT2 0.477 0.017 0.532 0.506 0.329 0.290
KL4*KT3 0.567 0.528 0.72 0.540 0.341 0.393
KL7*KT2 0.770 0.238 0.766 0.639 0.331 0.411
KL7*KT3 0.679 0.646 0.775 0.517 0.244 0.389KL8*KT2 0.570 0.317 0.664 0.510 0.307 0.260
KL8*KT3 0.510 0.644 0.68 0.414 0.229 0.247
KL9*KT2 0.409 0.429 0.694 0.326 0.128 0.186
KL9*KT3 0.415 0.826 0.769 0.317 0.133 0.198
KL10*KT2 0.443 0.588 0.721 0.27 0.02 0.248
KL10*KT3 0.378 0.789 0.672 0.198 -0.031 0.197
KL11*KT2 0.703 0.375 0.802 0.539 0.265 0.415
KL11*KT3 0.641 0.685 0.782 0.468 0.217 0.382
KL12*KT2 0.486 0.086 0.573 0.515 0.382 0.228KL12*KT3 0.594 0.625 0.786 0.587 0.451 0.322
KL2*JI2 0.456 0.190 0.415 0.758 0.871 0.369
KL2*JI3 0.362 0.38 0.512 0.504 0.417 0.220
KL3*JI2 0.710 0.067 0.449 0.854 0.806 0.581
KL3*JI3 0.651 0.324 0.619 0.598 0.292 0.457
KL4*JI2 0.580 -0.102 0.355 0.844 0.841 0.497
KL4*JI3 0.511 -0.102 0.385 0.683 0.499 0.339
KL7*JI2 0.724 0.005 0.458 0.906 0.841 0.553
KL7*JI3 0.692 0.086 0.531 0.724 0.451 0.404
KL8*JI2 0.647 0.041 0.431 0.818 0.778 0.490
KL8*JI3 0.723 0.140 0.599 0.805 0.564 0.403
KL9*JI2 0.586 0.158 0.486 0.846 0.882 0.430
KL9*JI3 0.471 0.337 0.589 0.541 0.329 0.219
KL10*JI2 0.645 0.150 0.473 0.794 0.756 0.532
KL10*JI3 0.569 0.422 0.633 0.541 0.247 0.378
KL11*JI2 0.700 0.056 0.457 0.871 0.835 0.553
KL11*JI3 0.723 0.229 0.629 0.732 0.465 0.448KL12*JI2 0.575 -0.059 0.357 0.855 0.907 0.444
KL12*JI3 0.504 -0.045 0.412 0.708 0.584 0.256
JI2 0.436 0.027 0.269 0.807 0.973 0.385
JI3 0.226 0.167 0.307 0.502 0.426 0.099
PP1 0.470 -0.156 0.239 0.43 0.332 0.761
PP2 0.626 0.088 0.453 0.592 0.402 0.816
PP3 0.363 0.194 0.319 0.218 0.046 0.614
PP6 0.397 0.094 0.243 0.330 0.205 0.637
Sumber: Output PLS, data diolah (2014)
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 22/24
Tabel 6 Laten Variabel Korelasi
KL KT KL * KT KL * JI JI PP
KL 0.006
KT 0.199 0.076
KL * KT 0.779 0.696 0.035
KL * JI 0.812 0.146 0.631 0.059
JI 0.457 0.064 0.321 0.865 0.057
PP 0.671 0.063 0.45 0.584 0.379 0.034
Sumber: Output PLS, data diolah (2014)
Tabel 7 Koefisien Jalur Variabel Moderating
PPKL 0,189
0,998
KL*KT 0,004
0,014
KL*JI 0,701
9,344***
R Square 0.474
Sumber: Output PLS, data diolah (2014)
Keterangan:*** Signifikan pada 1 % (sangat signifikan)
** Signifikan pada 5 %
* Signifikan pada 10 % (lemah)
Tabel 8 Rangkuman Hasil Hipotesis
Hipotesis Deskripsi Hasil
1 Pengukuran ketidakpastian lingkungan
berpengaruh positif terhadap perilaku pegawai (β= 0,189, t= 0,998, p< 0,05)
Ditolak
2 Semakin kuat ketidakpastian tugas semakin
kuat pengaruh ketidakpastian lingkungan
terhadap perilaku pegawai (β= 0,004, t=
0,014, p< 0,05)
Ditolak
3 Semakin kuat job insecurity semakin kuat
pengaruh ketidakpastian lingkungan
terhadap perilaku pegawai (β= 0,701, t=
9,344, p< 0,05)
Diterima
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 23/24
Gambar 1. Research Framewok Hubungan Antara Ketidakpastian Lingkungan,
Ketidakpastian Tugas, Job Insecurity, dan Perilaku Pegawai.
Gambar 2. Full Model Structural Partial Least Square (Setelah Eliminasi
Indikator)
Ketidakpastian
TugasKetidakpastian
LingkunganPerilaku Pegawai
Pemda
Job Insecurity
8/16/2019 e Journe Gh34
http://slidepdf.com/reader/full/e-journe-gh34 24/24
Gambar 3. Bootstrap Partial Least Square (Setelah Eliminasi Indikator)