dyspneu gea dm gamma ht.docx
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
“DYSPNEA DENGAN GASTROENTERITIS AKUT DAN DM TYPE II DAN HIPERTENSI”
DISUSUN OLEH :
GAMASWARA
2007730058
PEMBIMBING : Dr. Sukiman Rusli, Sp.PD
STASE INTERNA
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA
PERIODE 9 MEI – 29 MEI 2011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2011
BAB I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 54 tahun
Alamat : Tipar cakung, Semper Barat
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Menikah
MRS : 11 Mei 2011
ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan Utama : Sesak nafas sejak 1 hr SMRS
Keluhan Tambahan : Demam, Batuk berdahak, Mual, Muntah, Mencret, Kesemutan,
Baal, Nafsu makan menurun, Sakit kepala.
RPS : Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari SMRS,
sesak dirasakan terus menerus dan semakin berat pada saat
malam hari dan saat berbaring terlentang. Sebelumnya pasien
mengaku batuk berdahak sejak 1 bulan SMRS, dahak berwarna
hijau kental, darah (-). Pasien juga mengeluhkan demam dan
berkeringat dingin pada malam hari. Demam dirasakan hilang
timbul, terutama pada malam hari sejak 1 bulan yang lalu.
Pasien juga mengeluhkan sakit kepala yang dirasakan terus
menerus seperti berdenyut, pandangan mata terasa kabur sejak 4
tahun yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya mual sejak 2
minggu yang lalu, dirasakan terus-menerus dan muntah sejak 1
hari yang lalu dengan frekuensi > 4x/hari dengan volume ± 100
cc, muntahan berupa cairan, makanan (-), darah (-). Mencret
sejak 1 hari yang lalu, frekuensi 4x sehari, konsistensi cair
dengan sedikit ampas warna kuning, darah (-), lendir (-). Nafsu
makan menurun sejak 2 minggu SMRS. Pasien mengatakan
BAK sering, frekuensi > 3x terutama pada malam hari, ke-2
kaki terasa baal & sering kesemutan sejak 4 tahun yang lalu.
RPD : Riw. TB disangkal, DM (+) dan Hipertensi (+) sejak 4 tahun
SMRS
Riwayat Penyakit Keluarga : TB, DM dan HT disangkal
Riwayat Pengobatan : Konsumsi ADO (+), rutin sehari 2x. Pasien lupa nama
obatnya. Konsumsi captopril 12,5 mg, namun tidak teratur.
Riwayat Alergi : Alergi obat disangkal
Alergi makanan disangkal
Riwayat Psikososial : Pola makan pasien teratur
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
• TD : 140/90 mmHg
• Suhu : 37,70 C
• Pernapasan : 24 x/menit, thorako-abdominal
• Nadi : 104x/menit
Antropometri:
• Berat badan : 50 kg
• Tinggi Badan : 155 cm
• Status gizi : BB/TB2 = 20,81 (normal)
STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephal, rambut hitam bercampur uban, distribusi merata.
Kulit : Ikterik (-), hipo/hiperpigmentasi (-), turgor kulit baik
Mata : Reflex pupil (+), isokor , Sklera ikterus (-), Konjungiva anemis (-), lensa agak
keruh.
Hidung : Deviasi septum (-), sekret (-), darah (-).
Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), otore (-/-), darah (-/-),
Mulut : bibir kering (+), somatitis (-), lidah kotor (+), mukosa tonsil dan faring tidak
hiperemis, gigi geligi lengkap, gigi karies (-).
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), JVP 5-2H2O
Dada : normochest
PARU-PARU
Inspeksi : Datar, simetris, retraksi otot bantu napas (-), tidak terlihat bagian dada yang
tertinggal saat bernafas.
Palpasi : Vokal fremitus simetris, tidak ada bagian dada yang tertinggal saat bernafas,
nyeri tekan costa (-/-).
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, batas paru-hepar setinggi ICS 6
Auskultasi : Vesikular +/+, Wh -/-, Rh +/+
JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung kanan : ICS4, Parasternal kanan.
Batas jantung kiri : ICS 4, midclavicular kiri.
Auskultasi : BJ 1 dan 2 tunggal, Murmur(-), Gallop (-).
ABDOMEN
Inspeksi : tidak distensi, caput medusa (-), striae (-)
Palpasi : Nyeri tekan abdomen (-), hepatomegali(-), splenomegali (-), ballottement(-)
Perkusi : Hipertimpani pada 4 kuadran
Auskultasi : Bising usus meningkat
Punggung : Vokal fremitus simetris, deviasi vertebra (-), nyeri tekan discus intervertebra
(-)
Extremitas :
atas : Akral hangat, RCT <2detik, edema (-), palmar eritem (-)
bawah : Akral hangat , RCT <2detik, edema (-), sensitifitas menurun
Pemeriksaan Laboratorium:
Pemeriksaan
Hematologi umumHasil Satuan Nilai rujukan
Hb 11,9 g/dl 11,3-
Leukosit 15.700 Ribu/mm3 4300-10.400
Trombosit 438 Ribu/mm3 132-440
Hematokrit 38 % 38-47
LED 15 mm/jam 0-20
Pemeriksaan Hitung jenis
Hasil Satuan Nilai rujukan
Eosinofil 1 % 2-4
Basofil 0 % 0-0,03
Neutrofil 66 % 51-67
Limfosit 24 % 20-30
Monosit 3 % 2-6
Pemeriksaan Kimia Klinik
Hasil Satuan Nilai rujukan
GDS 197 mg/dL < 128
SGOT 14 U/L 0-37
SGPT 16 U/L 0-40
Ureum 20 mg/dL 20-40
Kreatinin 1.0 mg/dL 0,6-1,2
Pemeriksaan Elektrolit
Hasil Satuan Nilai rujukan
Na 132 mEq/L 134-146
K 3,5 mEq/L 3,4-4,6
Cl 98 mEq/L 96-108
RESUME
Seorang wanita, 54 tahun datang ke RS dengan keluhan dyspneu sejak 1 hari
SMRS. Dyspneu dirasakan terus menerus dan semakin berat pada saat malam hari dan
saat berbaring terlentang. Batuk berdahak sejak 1 bulan berwarna hijau, darah (-), febris
terutama pada malam hari (+)
Cephalgia(+), pandangan mata kabur (+), nausea-vomitus (+), diare (+),
anoreksia(+), baal (+), paraestesi (+), poliuri (+). Riwayat DM dan hipertensi (+).
PEMERIKSAAN FISIK:
Keadaan umum : baik
TD: 140/90 mmHg HR: 104 x/mnt
RR: 24 x/mnt T: 37,7 ˚ C
Mata: Lensa agak keruh
Mulut: lidah tampak kotor, bibir kering
Paru: Ronki +/+
Abdomen: hipertimpani ke-4 kuadran, BU (+) meningkat
Extremitas: sensitifitas extremitas bawah menurun
PEMERIKSAAN LABORATORIUM:
Leukosit: 15.700
GDS: 197 mg/dL
DAFTAR MASALAH:
• Dyspneu e.c suspek TB Paru
• Gastroenteritis Akut
• DM type II
• Hipertensi grade I
ASSESSMENT
1. Dyspneu e.c suspek TB Paru
Berdasarkan :
Anamnesis :
Sesak nafas sejak 1 hari SMRS, sesak dirasakan terus menerus dan semakin berat pada
saat malam hari dan saat berbaring terlentang. Sebelumnya pasien mengaku batuk berdahak
sejak 1 bulan SMRS, dahak berwarna hijau kental, darah (-). Pasien juga mengeluhkan
demam dan berkeringat dingin pada malam hari. Demam dirasakan hilang timbul,
terutama pada malam hari sejak 1 bulan yang lalu
Pem. Fisik :
T: 37,7 RR: 24x/mnt
Rhonki +/+
Pem. Lab:
Leukositosis (15.700 rb/mm3)
DD : Dyspneu e.c bronchitis
Dyspneu e.c Pneumoni
Rencana diagnostik:
• Monitoring DPL
• Pemeriksaan Sputum à pewarnaan gram, BTA SPS, kultur
• Thorax x-rays
Rencana terapi:
Istirahat : tirah baring
Oksigenisasi à O2
Mukolitik (Bromhexin/mucopect)
Antibiotik (Amoxicillin) dosis
2. GASTROENTERITIS AKUT
Berdasarkan :
Anamnesis:
Mencret sejak 1 hari yang lalu, frekuensi 4x sehari, konsistensi cair, ampas warna
kuning, darah (-), lendir (-). Volume ± 150 cc/kali. Mual, muntah, nafsu makan menurun
sejak 2 minggu SMRS.
Pemeriksaan Fisik
Abdommen: hipertimpani ke-4 kuadran abd. & Bising Usus meningkat
Pemeriksaan Lab
Leukositosis
WD: Gastroenteritis e.c bakteri
DD: Gastroenteritis e.c malabsorpsi
Gastroenteritis e.c ggn. fungsional
Rencana diagnostik:
• Monitoring DPL, elektrolit
• Analisis feses, pewarnaan gram, kultur
Rencana terapi:
Istirahat : tirah baring
Rehidrasi
Antibiotik (Metronidazol)
Diit rendah serat
3. Diabetes melitus type II
Berdasarkan :
Anamnesis :
Poliuri, frekuensi > 3x terutama pada malam hari, Paraestesi pada ke dua kaki sejak 4
tahun yang lalu. Riwayat DM 4 tahun yang lalu.
Pem. Fisik : Pem Lab:
Ext. bawah: sensitifitas menurun GDS: 197 mg/dL
Rencana Diagnostik:
HBa1C, monitoring GDS, Profil lipid, opthalmoskop, ureum-creatinin, albumin/protein
urin.
Rencana terapi:
Diit à indeks broca à 55-5,5=49,5 x 25kkal (wanita) = 1237,5
Faktor korenksià + 10% (istirahat)
+20% (stress metabolik)
- 5% (usia 40-59)
Total kalori à 1546,875 kal (1500 kal)
• Karbohidrat = 60% x 1500 kal = 900 kal / 4 = 225 gr
• Protein = 20% x 1500 kal = 300kal / 4 = 75 gr
• Lemak = 20%x 1500 kal = 300 kal /9 = 77,8 gr
- Edukasi
- Latihan jasmani (3-4 kali seminggu ± 30 menit) pilihan o.r aerobik misal: jogging,
berenang, bersepeda sepeda santai, jalan kaki.
Antidiabetik oral
4. Hipertensi grade I
Berdasarkan :
Anamnesis :
Cephalgia dirasakan terus menerus seperti berdenyut, pandangan mata terasa kabur
sejak 4 tahun yang lalu. Riwayat Hipertensi sejak 4 tahun yang lalu.
Pem. Fisik :
TD: 140/90 mmHg
Rencana Diagnosis:
Profil lipid, EKG, Foto thorax, ureum-creatinin
Rencana Terapi:
Diit rendah garam
Anti-hipertensi oral
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. TB PARU
DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis,
yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh
hidup lainnya yang mempinyai tekanan parsial oksigen yang tinggi. Bakteri ini tidak
tahan terhadap ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada malam hari. TB dapat
terjadi pada semua kelompok umur, baik di paru maupun diluar paru. TBC adalah
penyakit dengan gejala yang sangat bervariasi, diantaranya adalah batuk lebih dari 4
minggu dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam derajat rendah, nyeri
dada dan batuk darah.
ETIOLOGI
Etiologi penyakit tuberculosis yaitu oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
PENYEBAB
Faktor penyebab infeksi uberculosis paru adalah :
- Adanya sumber infeksi
- Dosis infeksi cukup
- Virulensi kuman
- Daya tahan tubuh :
- Berat badan menurun
- Pengaruh lingkungan
- Faktor imunologi
PATOMEKANISME
Kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara
sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas 1 – 2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultaviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban.
Dalam suasana lembab dan gelap, kuman apat tahan berhari – hari sampai berbulan –
bulan. Bila partikel infeksi ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada
saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel
< 5 mikrometer. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru
oleh makrofag. Kebanyakkan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag
keluar dari percabangan trankeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma
makrofag. Disini dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang
bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang atau afek primer atau sarang (fokus)
Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar
sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat masuk melalui saluran
gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional
kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru,
otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke
seluruh bagian paru menjadi TB milier.
KLASIFIKASI TUBERCULOSIS
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan
kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
1. Tuberkulosis paru BTA positif.
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
Klasifikasi Berdasar tipe pasien
a) Kasus baru
pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT < 1 bulan
b) Kasus kambuh (relaps)
Pasien yang pernah mendapat pengobatan Tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap.
c) Kasus Drop out
Pasien yang telah menjalani pengobatan >1 bulan dan tidak meneruskan pengobatan
sampai selesai.
d) Kasus Gagal Therapi
Pasien dengan BTA (+) yang masih tetap (+)atau kembali (+) pada akhir bulan ke V
atau akhir pengobatan
e) Kasus Kronik
Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih (+) setelah selesai pengobatan ulang
dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik
f) Kasus Bekas TB
Pasien riwayat OAT (+) dan saat ini dinyatakan sudah sembuh.
Tuberkulosis.Primer:
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan
mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana.
Kuman akan menghadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru makrofag.
Kebanyakan partikel ini akan mati atau di bersihkan oleh makrofag keluar dari
percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di
sini ia akan terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan
paru berbentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil dan di sebut sarang prime atau afek
prime atau sarang (fokus) Ghon.
Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis
regional). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini
selanjutnya dapat menjadi:
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, ini banyak terjadi
Sembuh dengan sedikit meninggalkan bekas berpa garis-garis fibrosis, kalsifikasi
di hilus
Berkomplikasi dan menyebar secara : a). Per kontinuitatum, yakni menyebar ke
skitarnya, b). Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun sebelahnya,
c). Secara limfogen, d). Secara hematogen
Tuberkulosis Pasca Primer (Tueberkulosis Sekunder) :
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status
gizi yang buruk. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di
regio atas paru (apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya ke daerah parenkhim
dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu
sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang yang terdiri dari sel-sel histiosit dan
sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan
berbagai jaringan ikat.
GEJALA
o Gejala respiratorik
Batuk ≥ 3 minggu
Hemoptisis
Sesak napas
Nyeri dada
o Gejala sistemik
Demam
Malaise
Keringat malam
Anoreksia
Berat badan menurun
PEMERIKSAAN
o Pada pemeriksaan fisik yaitu suara napas melemah dengan disertai ronki basah, serta
tanda – tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.
o Pada pemeriksaan laboratrium yaitu ditemukannya basil tahan asam.
o Pemeriksaan sputum ( sekret bronkus, aspirasi cairan pleura ) :
o Pemeriksaan mikroskopik, perbenihan, dan tes resistensi. Selain sputum, spesimen
lain yang harus diperiksa ialah sekrit bronkus yang dikeluarkan dengan bronkoskop,
bahan aspirasi cairan pleura, dan getah lambung ( sebelum makan pagi ).
o Pemeriksaan serologi :
Yang dinilai adalah sistem imunitas humoral ( SIH ), khususnya kemampuan
untuk memproduksi suatu antibodi dari kelas IgG terhadap sebuah antigen dalam
basil TB. Tentunya bila seorang belum pernah terinfeksi basil TB, SIH-nya belum
diaktifkan. Dengan demikian, tes ini akan negatif. Sebaliknya jika sudah pernah
terinfeksi, SIH-nya sudah akan membentuk IgG tertentu tadi, sehingga hasil tes akan
menjadi positif.
o Pada pemeriksaan foto thorax :
Lesi TB aktif
Bayangan berawan/nodular
Kaviti, lebih dari satu dikelilingi bayangan opak berawan/nodular
Bercak milier
Efusi pleura unilateral ( umumnya )
Lesi TB inaktif
Fibrotik
Kalsifikasi
Penebalan pleura
PENATALAKSANAAN
Paket OAT kategori I terdiri atas dua bagian :
1. Kotak pertama untuk pengobatan Tahap Intensif/Awal : berisi kaplet RHZE
( Rifampicin 150 mg, Isoniazid 75 mg, Pirazinamid 400 mg, dan Etambutol 275
mg ) sebanyak 6 blister untuk digunakan selama 2 bulan.
2. Kotak kedua untuk pengobatan Tahap Lanjutan : berisi tablet RH ( Rifampicin
150 mg dan Isoniazid 150 mg ) sebanyak 6 blister untuk digunakan selama 4
bulan.
Jumlah blister dalam PAKET OAT dirancang untuk digunakan oleh pasien TB dengan
berat badan rata-rata yaitu 38-54 kg sehingga untuk pasien yang memiliki berat badan
berbeda jumlah blister dalam kotak harus disesuaikan terlebih dahulu.
1. Streptomicin :
Sifat : bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman tuberkulosa. Dalam batas
minimal 0.4 mikrogram/ml dapat menghambat pertumbuhan kuman. Batas
maksimal pemakaian streptomicin 10 mikrogram/ml.
Dalam sediaan injeksi dengan batas usia 65 tahun.
Jika fungsi ginjal terganggu à ototoksisitas lebih sering terjadi.
Efek samping :
Reaksi anafilaktik, agranulositosis, anemia aplastik, demam obat.
Sediaan : vial à 1 gr dan 5 gr
Dosis : 20 mg/kgBB
2. Isoniazid :
Mekanisme : efek pada lemak, biosintesis asam nukleat dan glikoloisis.
Menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan unsur penting dinding sel
mikobakterium.
Sediaan : 50, 100, 300, 400 mg
Dosis : 5 mg/kgBB, max 300 mg/hari
3. Rifampicin :
Sifat : menghambat pertumbuhan berbagai kuman gram positif dan gram negatif.
Mekanisme : aktif terhadap sel yang sedang tumbuh à menghambat DNA
dependent RNA polymerase lain dengan menekan mula terbentuknya rantai dalam
sintesis RNA.
Dosis : BB < 50kg à 450 mg
4. Etambutol :
Mekanisme : menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel
terhambat dan sel mati.
Dosis : 20 mg/kgBB
KOMPLIKASI
o Hemoptisis
o Pneumothoraks
o Efusi pleura
o Bronkiektasis
PENCEGAHAN
o Vaksinasi BCG pada bayi / anak
o Terapi pencegahan : Kemoprofilaksis pada Penderita HIV/AIDS yaitu INH
dosis 5 mg/ kg BB ( tdk lebih 300 mg) sehari selama minimal 6 bulan.
o Pengobatan TB paru BTA positif untuk mencegah penularan.
2. GASTROENTERITIS AKUT
a. DEFINISI
Diare adalah buang air besar(defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 gr/200ml/24 jam. Atau BAB encer lebih dari 3x per hari
dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
b. KRITERIA
- Diare akut
Diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.
- Diare persisten
Diare yang berlangsung antara 15 sampai 30 hari.
- Diare kronis
Diare yang berlangsung lebih dari 30 hari.
c. KLASIFIKASI
Diare Osmotik
Akibat peningkatan osmolaritas intraluminal
Hal ini terjadi akibat:
-Pasien mengkonsumsi substansi non-absorbable(pencahar
[MgSO4], atau antasida [MgOH2]).
-Pasien mengalami malabsorpsi generalisata sehingga larutan
dengan konsentrasi tinggi (contoh, glukosa) masih tersisa di
lumen dan menarik air ke lumen.
-Pasien mempunyai defek absorpsi defintif (contoh: defisiensi
disakaridase atau malabsorpsi glukosa-galaktosa).
Diare Sekretorik
Akibat meningktanya sekresi air dan elektrolit dari usus, namuun
absorbsi menurun.
Pada kelainan ini, terdapat pengeluaran sekret usus yang hiperaktif
dan elektrolit begitu pula dengan penurunan absorpsi.
Contohnya pada infeksi kolera, V. cholerae yang memproduksi
toksin kolera.
Diare Inflamatorik
Inflamasi dinding usus yang menyebabkan kerusakan mukosa usus
Diare yang terjadi karena kerusakan pada mukosa sel usus
sehingga terjadi kehilangan cairan dan darah pada lumen. Sebagai
tambahan, terjadi juga defek pada absorpsi cairan dan elektrolit.
Penyebab umum diare ini adalah kondisi infektif (disentri akibat
shigella) atau kondisi inflamasi (kolitis ulseratif atau crohn’s
disease).
Diare Akibat Gangguan Motilitas Usus
Agar nutrien dan air dapat diserap, makanan harus terekspos
dengan mukosa epitel dan tertahan cukup lama untuk di absorpsi.
Gangguan motilitas yang dapat mempercepat transit makan di usus
dapat menyebabkan diare.
d. ETIOLOGI
- Virus: Rotavirus dan norovirus.
- Bakteri: Campylobacter, Salmonella, Shigella, E. coli, Yersinia, Vibrio.
- Parasit: Giardia lambdia, Entamoeba hystolitica
- Non-infeksi (Iskemia intestinal, inflammatory bowel disease)
e. PATOGENESIS
f. GEJALA TAMBAHAN
Mual-muntah,
Demam,
Nyeri abdomen,
Perut kembung,
Dehidrasi.
g. DERAJAT DEHIDRASI
Pemeriksaan Tidak Dehidrasi Dehidrasi ringan
sedang
Dehidrasi berat
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah Lesu, tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air mata Ada Sedikit Tidak ada
Mulut&lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Normal, tidak
haus
Ingin minum
banyak
Malas
minum/tidak dapat
minum
Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
lambat
h. TERAPI DIARE
- Rehidrasi
- Gejala Klinis:
Antipiretik
Antiemesis
Antimotilitas
- Penyebab:
Bakteri:Antibiotik
Virus: -
Parasit:Antimikroba
i. REHIDRASI
Cairan diberikan 50-200 ml/KgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status
dehidrasi
Metode Pierce berdasarkan klinis:
Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan:5%xBB(Kg)
Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan:8%xBB(Kg)
Dehidrasi berat, kebutuhan cairan:10%xBB(Kg)
3. DM TIPE II
Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedangkan
menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes mellitus merupakan sesuatu yang tidak
dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan
akibat sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan
fungsi insulin.
Etiologi
Patofisiologi
Diagnosis
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis
tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,
pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik
dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena
ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan langkah-langkah kriteria
diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan
pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa
darah kapiler.
Pemeriksaan penyaring dilakukan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sbb :
1. Usia ≥ 45 tahun
2. Usia lebih muda, dengan IMT . 23 kg/m2, yang disertai dengan faktor resiko :
a. Kebiasaan tidak aktif
b. Turunan pertama dari orang tua dengan DM
c. Riwayat melahirkan dengan bayi >4000 gram atau DM gestasional
d. Hipertensi (≥ 140/90 mmHg)
e. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL
f. Menderita polycytic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait
dengan resistensi insulin
g. Ada riwayat TGT atau GDPT sebelumnya
h. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa
darah sewaktu
Plasma vena <100 100-199 ≥200
Darah kapiler <90 90-199 ≥200
Kadar glukosa
darah puasa
Plasma vena <100 100-125 ≥126
Darah kapiler <90 90-99 ≥90
Diagnosa klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas seperti :
1. Poliuri
2. Polidipsi
3. Polifagia
4. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Keluhan lain yang mungkin akan dikemukakan adalah :
1. Lemah
2. Kesemutan
3. Gatal
4. Mata kabur
5. Disfungsi ereksi pada pria & pruritus vulvae pada pasien wanita
Jenis tes lain yang digunakan untuk menegakkan diabetes adalah dengan
melakukan tes toleransi glukosa oral (TTGO). Berikut adalah cara pelaksanaan tes TTGO
yang dikeluarkan WHO tahun 1994 :
1. 3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari – hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
2. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air
putih tanpa gula diperbolehkan.
3. Diperiksa kadar glukosa darah puasa
4. Diberikan glukosa 75 gram (dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak) dilarutkan
dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit.
5. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai.
6. Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.
7. Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Adapun kriteria diagnosa DM :
1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L)
3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Penatalaksanaan
Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran,
dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau
langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik
berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya
ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda
dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan
pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat
pelatihan khusus.
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi
aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
2. Terapi Gizi Medis
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis
dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa
darah atau insulin.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani selain untuk
menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan
status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani
bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan.
4. Intervensi Farmakologis
o pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
o penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
o penghambat glukoneogenesis (metformin)
o penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
Komplikasi
Jika tidak ditangani dan dikelola dengan baik, diabetes melitus akan menyebabkan
terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah :
1. Retinopati
2. Nefropati
3. Penyakit jantung koroner
4. Gagal jantung
5. Penyakit pembuluh darah perifer
Komplikasi antara lain :
Akut :
1. Ketoasidosis diabetic
2. Hiperosmolar non ketotik
3. Hipoglikemia
Kronik :
1. Makroangiopati :
a. Pembuluh darah koroner
b. Vaskuler perifer
c. Vaskular otak
2. Mikroangiopati
a. Kapiler retina
b. Kapiler renal
3. Neuropati
4. Gabungan : kardiopati
5. Rentan infeksi
6. Kaki diabetic
7. Disfungsi ereksi
Pencegahan
Beberapa cara pencegahan penyakit DM, yaitu:
1. Pencegahan primer. Pencegahan ini merupakan suatu upaya yang ditujukan pada
kelompok risiko tinggi. Mereka yang belum menderita DM, tetapi berpotensi untuk
menderita penyakit ini, yaitu mereka yang tergolong kelompok usia dewasa (di atas
45 tahun), kegemukan, tekanan darah tinggi (lebih dari 140/90 mmHg), riwayat
keluarga DM, dll. Upaya yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah upaya untuk
menghilangkan faktor-faktor tersebut.
2. Pencegahan sekunder. Pencegahan ini berupa upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan dilakukan sejak awal penyakit.
Tindakan ini bearti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul penyulit lanjut.
Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya memegang peran yang penting untuk
meningkatkan kepatuhan berobat.
4. Pencegahan tersier. Kalau penyulit menahun DM ternyata terjadi juga maka
pengelola harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan
merehabilitasi pasien sedini mungkin sebelum kecacatan tersebut menetap.
Contohnya aspirin dosis rendah (80--325 mg) dapat dianjurkan diberikan secara rutin
bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. Pelayanan
kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin ilmu terkait sangat diperlukan.
4. HIPERTENSI
a. DEFINISI
à Hipertensi adalah tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
> 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat anti hipertensi.
b. KLASIFIKASI
Klasifikasi
tekanan darah
TD SISTOLIK
(mmHg)
TD DIASTOLIK
(mmHG)
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120 - 139 Atau 80 - 89
Hipertensi
derajat 1
140 - 159 Atau 90 - 99
Hipertensi
derajat 2
> 160 Atau >100
c. PATOMEKANISME
d. GEJALA KLINIS
Peningkatan tekanan darah
Asimtomatis
Sakit kepala, Pusing, Rasa berat di tengkuk
ASUPAN
GARAM
BERLEBIH
JUMLAH
NEFRON
BERKURANG
STRESS
PERUBAHAN GENET
IS
OBESITAS
BAHAN-
BAHAN
DARI ENDOTELReten
si natriu
m ginjal
Penurunan
permukaan
filtrasi
Aktivitas
berlebih
saraf simpa
tis
Renin-angiotensin
berlebih
Perubahan
membral sel
hiperinsulinemia
Volume
cairan ↑
Konstriksi
vena
Preload ↑
Kontraktilitas
↑
Konstriksi
fungsionil
Hipertrofi
struktural
TD = CURAH JANTUNG x TAHANAN PERIFER
HIPERTENSI = PENINGKATAN CURAH JANTUNG dan/atau PENINGKATAN TAHANAN PERIFER
otoregulasi
Palpitasi, Nokturia, Epistaksis
Mudah lelah, Lekas marah, Sulit tidur
e. PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG
Foto thorax
Pem. Laboratorium :
1. Urinalisis
2. Glukosa darah
3. Kolestrol HDL dan Kolestrol Total serum
f. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi antihipertensi adalah menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
penyakit kardiovaskular dan ginjal.
Kardiovaskuler à < 140/90 mmHg
Hipertensi + DM / ginjal à < 130/80 mmHg
Modifikasi gaya hidup
Terapi non-farmakologi dan farmakologi
- NONFARMAKOLOGI
Diet rendah garam
Penurunan berat badan
Olahraga yang teratur
Menghindarkan faktor risiko :
Rokok
Alkohol
Hiperlipidemia
Stress
- FARMAKOLOGI
Jenis – jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7 :
Diuretika : Thiazide atau Aldosterone antagonist
Beta blocker (BB)
Calcium channel blocker atau Calcium antagonist (CCB)
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/blocker
(ARB)
Kombinasi yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :
- Diuretika dan ACEI atau ARB
- CCB dan BB
- CCB dan Diuretika
- AB dan BB
g. KOMPLIKASI
Payah jantung
Gagal ginjal
Perdarahan otak
DAFTAR PUSTAKA
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta : Penerbit PB. PAPDI. 2009.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V.Jakarta: Internal Publishing. 2009.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V.Jakarta: Internal Publishing. 2009.
Mubin, Halim. Buku Panduan Praktis : Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis dan Terapi Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2007.
Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia 2006. Jakarta : PB PERKENI. 2007.
Danusantoso, Halim. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates. 2000.