draft isian renkon jb bab 1-3 prepared by suhud(1)

19
DAFTAR I SI 1. Pendahuluan a. Latar belakang b. Pengertian c. Tujuan d. Dasar hukum e. Sifat rencana kontijensi f. Proses penyusunan g. Aktivasi 2. Gambaran wilayah a. Profil Wilayah 1). Data Kesehatan 2). Data Pendidikan 3). Batas Wilayah 4). Jumlah Penduduk 5). Sarpraswil 6). Fasum 7). Fasosek b. Riwayat banjir (bikin tabel) dan mekanisme yang ada (tahun terjadi, luasan, wilayah yang terdampak, korban) 3. Pengembangan Skenario a. Skenario ancaman (waktu, durasi, intensitas (curah hujan, TMA Sungai, tinggi Rob) b. Wilayah terdampak (peta dan jalur evakuasi) c. Aspek terdampak (korban manusia, Kimpraswil (rumah dan pemukiman, kesehatan, pendidikan, air bersih, jaringan listrik, jaringan telp rumah dan selular, lapangan gor, kantor pemerintah), aspek ekonomi (Pasar, UKM, Toserba) aspek sosial (potensi konflik akibat banjir) 4. Kebijakan a. Menjamin keselamatan dan keberlangsungan kehidupan warga b. Strategi dan Perencanaan 1). Koordinasi manajemen 2). SAR 3). Kesehatan 4). Sarpras 5). Logistik

Upload: dapoy77

Post on 26-Oct-2015

62 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Rencana kontinjensi

TRANSCRIPT

Page 1: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

DAFTAR ISI

1. Pendahuluan

a. Latar belakang

b. Pengertian

c. Tujuan

d. Dasar hukum

e. Sifat rencana kontijensi

f. Proses penyusunan

g. Aktivasi

2. Gambaran wilayah

a. Profil Wilayah

1). Data Kesehatan

2). Data Pendidikan

3). Batas Wilayah

4). Jumlah Penduduk

5). Sarpraswil

6). Fasum

7). Fasosek

b. Riwayat banjir (bikin tabel) dan mekanisme yang ada (tahun terjadi, luasan, wilayah yang terdampak, korban)

3. Pengembangan Skenario

a. Skenario ancaman (waktu, durasi, intensitas (curah hujan, TMA Sungai, tinggi Rob)

b. Wilayah terdampak (peta dan jalur evakuasi)

c. Aspek terdampak (korban manusia, Kimpraswil (rumah dan pemukiman, kesehatan, pendidikan, air bersih, jaringan listrik, jaringan telp rumah dan selular, lapangan gor, kantor pemerintah), aspek ekonomi (Pasar, UKM, Toserba) aspek sosial (potensi konflik akibat banjir)

4. Kebijakan

a. Menjamin keselamatan dan keberlangsungan kehidupan warga

b. Strategi dan Perencanaan

1). Koordinasi manajemen

2). SAR

3). Kesehatan

4). Sarpras

5). Logistik

Page 2: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

6). Transportasi

7). Pendidikan

Situasi kaitkan skenario sasaran dan strategi

Penghitungan kebutuhan (SDM, Finansial, Alat, Logistik)

Ketersediaan

Analisa kesenjangan dan jalan keluar

5. Mekanisme Prosedur Operasi

a. Penjelasan

b. Alur

c. Rapat koordinasi TD

d. Form kaji cepat

6. Standar Prosedur Operasi Tanggap Darurat

a. SKTD Kelurahan

7. Rencana tindak lanjut (peninjauan ulang renkon, penjelasan aktivasi)

Page 3: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia memiliki tingkat kepadatan

mencapai 14.512 jiwa/km2 dan jumlah penduduk resmi yang tercatat pada tahun 2010 mencapai 9.6juta jiwa. Jumlah penduduk ini masih belum termasuk dengan jumlah komuter yang diperkirakan dapat mencapai 30% dari jumlah penduduk resmi tersebut. Dengan demikian, jumlah total penduduk harian DKI Jakarta diperkirakan dapat mencapai 12,5 juta jiwa.

Dalam dasawarsa terakhir ini, kondisi pertumbuhan kota dalam berbagai aspek sudah semakin melewati daya dukung dan daya tampung lingkungannya. Hal ini telah menyebabkan timbulnya berbagai masalah ekologi perkotaan di DKI Jakarta, antara lain adalah masalah terkait dengan penyediaan air minum/bersih, penanganan banjir dan ancaman rob/genangan di wilayah pantai utara DKI Jakarta, turunnya muka air tanah dan muka tanah (land subsidence).

Beberapa permasalahan pernah terjadi dalam pembangunan di DKI Jakarta, di antaranya masalah keretakan bangunan, amblesan tanah, banjir, runtuhnya jalan dan sebagainya.Hal tersebut erat hubungannya dengan kondisi geologi teknik di DKI Jakarta, dimana secara geologi Jakarta memiliki tanah alluvium yang sangat bervariasi sifat keteknikannya baik pada sebaran ke arah vertikal maupun mendatar. Berdasarkan identifikasi morfologinya, garis pantai purba DKI Jakarta 5000 tahun yang lalu berada di sepanjang Jl. Daan Mogot–Grogol -Monas – Senen - Pulo Gadung, sehingga di beberapa tempat di sepanjang jalan tersebut dijumpai tanah endapan pematang pantai dan di belakangnya dijumpai tanah endapan rawa yang bersifat lunak. Tanah aluvium di DKI Jakarta bagian utara mempunyai umur baru 5.000 tahun belum mengalami pemampatan yang maksimal, sehingga adanya pembangunan infrastruktur dan dipacu oleh pengambilan air tanah dalam secara berlebihan telah menyebabkan terjadinya amblesan tanah secara regional. Amblesan tanah telah mencapai kecepatan >5 cm/tahun bahkan di beberapa tempat mencapai >10 cm/tahun (di Rawa Buaya–Kapuk–Kamal).Dampak amblesan tanah menimbulkan semakin meluasnya banjir dari tahun ke tahun, terganggunya dan bahkan tidak berfungsinya sistem drainase dan infrastruktur di DKI Jakarta.

Jakarta menghadapi berbagai tantangan fisik yang berkaitan dengan infrastruktur dan perencanaan, yang mempengaruhi karakter urban Jakarta. Tantangan-tantangan ini sangat kompleks, saling terkait, dan sudah dipahami dengan baik oleh pemerintah DKI dan masyarakat pada umumnya. Investasi infrastruktur dan pemberian layanan mendasar seperti saluran limbah, air, konstruksi jalan dan pengelolaan limbah padat belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini mengakibatkan masalah seperti kemacetan lalu lintas besar-besaran, wabah penyakit, terbentuknya permukiman informal yang juga merupakan kantong kemiskinan terkonsentrasi, banjir besar, dan penurunan tanah.

Berkenaan dengan isu global warming, akibat terjadinya anomali cuaca dan curah hujan untuk kawasan Indonesia khususnya Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat mengalami peningkatan curah hujan. Selain peningkatan jumlah curah hujan, intensitas hujan juga telah meningkat baik hujan maksimum harian maupun hujan rata-rata harian. Peningkatan intensitas dan frekuensi curah hujan memperburuk kondisi banjir dan masalah-masalah drainase yang ada di seluruh kota.

Page 4: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

Urbanisasi dan peralihan fungsi tanah telah mengurangi jumlah luas resapan yang memungkinkan penyerapan air hujan secara alami ke dalam tanah.

Hujan yang turun deras ke permukaan kedap air meningkatkan limpasan ke sungai dan kanal yang kapasitasnya terbatas, sehingga banjir meluap ke jalan-jalan dan permukiman.

Secara karakteristik geografis yang dimiliki Jakarta menjadikannya mudah terkena banjir dan bahaya alam lainnya. Kerentanan terhadap bencana alam geologis serta fenomena hidrologis sepertibanjir pasang semakin diperparah olehkenaikan permukaan air laut. Jakarta dilalui tiga belas sungai alami yang berhulu di daerah Jawa Barat mengalir ke hilir dan bermuara di teluk Jakarta,melewati 5 wilayah kota administrasi, serta ratusan saluran drainase buatan dan sistemdrainase tersier. Diperkirakan 40% wilayah Jakarta berada di bawah permukaan laut, seperti kota-kota delta lainnya yang terus-menerus dibangun di atas tanah rawa. Sebagian besar tanah rendah ini berada di sebelah utara kota dekat laut.

Kerentanan tertinggi bagi Jakarta adalah terhadap banjir akibat air yang datang dari laut serta peningkatan curah hujan pada bulan-bulan tertentu. Besaran kerugian yang terjadi karena banjir sehingga mengakibatkan kemacetan lalu lintas, hilangnya produktivitas, dan rusaknya harta benda hingga mencapai USD 400 juta per tahun. Pada tahun 2002, lebih dari seperempat wilayah Jakarta tergenang, sedangkanbencana banjir terburuk terjadi pada bulan Februari 2007 yang menelan 57 korban jiwa, mengakibatkan lebih dari 422.300 orang untuk mengungsi, dan menghancurkan 1.500 rumah, sementara rumah yang rusak tidak terhitung jumlahnya, disamping itu akses transportasi juga terganggu sehingga distribusi bantuan dan proses evakuasi juga sangat terhambat walaupun tidak menimbulkan banyak korban jiwa.

Total kerugian properti dan infrastruktur diperkirakan mencapai USD 695 juta. Bencana banjir besar umumnya terjadi 5 tahun sekali sehingga relatif jarang terjadi menjadi isu terpenting Jakarta karena banjir Jakarta terjadi rutin sepanjang tahun, memacetkan lalu lintas, merusak rumah, dan melemahkan kegiatan bisnis di semua tingkat masyarakat, mobilitas kendaraan di kota ini dapat menjadi lumpuh kadang hingga berjam-jam.

Faktor penyebab terjadinya banjir diperburuk oleh perilaku yang dilakukan (atau tidak dilakukan) manusia dalam mengatur dan memelihara lingkungan perkotaan yang berkembang serta infrastrukturnya. Kanal dan saluran air yang ada ini sering tersumbat oleh sampah dan puing-puing yang menghalangi fungsinya. Permukiman informal di sepanjang tepi kanal juga punya andil dalam penyumbatan tersebut. Dengan demikian area tersebut sangat rentan terhadap banjir pasang, badai, dan kenaikan permukaan laut.

Ukuran area rentan banjir telah berkembang dari waktu ke waktu, pada tahun 2002 seluas 16.778 ha sedangkan pada 2007 bertambah menjadi 23.832 ha. Saat ini lebih dari seperempat bagian dari kota Jakarta rentan banjir meliputi 62 kawasan rawan banjir yang ada di 283 RW di 77 kelurahan dari 34 Kecamatan. Masyarakat miskin yang tinggal di Jakarta adalah yang paling rentan terhadaprisiko terkena banjir, mereka rentan terhadap gangguan kesehatan, kerusakan dan kerugian harta benda karena mereka hidup di pesisir dan di sepanjang daerah aliran sungai. Mereka juga rentan secara ekonomi karena penghidupan dan pekerjaan mereka sebagian besar berada di daerah yang sama. Meskipun perumahan dan mata pencaharian masyarakat miskin tergolong rapuh, jaringan sosial dan identitas budaya setempat mereka di Jakarta telah tertanam kuat, dan merupakan elemen penting dari kemampuan adaptif.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai pemegang mandat UU Nomor 24 Tahun 2007 dan Perda Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2011 menjadi pihak yang bertanggungjawab & mempunyai kewenangan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah.

Page 5: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menyadari bahwa kondisi ini harus disikapi dengan membuat suatu sistem penanggulangan bencana yang terpadu dan menyeluruh, mulai dari menyusun kebijakan penanggulangan bencana sampai dengan membuat perencanaan teknis penanggulangan bencana.

Penanggulangan bencana pada tahap pra-bencana meliputi kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam “situasi tidak terjadi bencana” dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada situasi ”terdapat potensi bencana”. Pada situasi tidak terjadi bencana, salah satu kegiatannya adalah perencanaan penanggulangan bencana (Pasal 5 ayat [1] huruf a PP 21/2008). Sedangkan pada situasi terdapat potensi bencana kegiatannya meliputi kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi bencana. Perencanaan Kontinjensi sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (3) PP 21/2008 dilakukan pada kondisi kesiapsiagaan yang menghasilkan dokumen Rencana Kontinjensi (Contingency Plan). Dalam hal bencana terjadi, maka Rencana Kontinjensi berubah menjadi Rencana Operasi Tanggap Darurat atau Rencana Operasi (Operational Plan) setelah terlebih dahulu melalui kaji cepat (rapid assessment).

Berdasarkan kondisi dan situasi tersebut diatas maka Pemerintah Kelurahan Jelambar Baru melakukan upaya dengan menyusun perencanaan dan kebijakan dalam melaksanakan mitigasi dan kesiapsiagaan bencana. Ancaman yang sudah di depan mata memerlukan dipersiapkan sesegera mungkin melalui perencanaan kedaruratan (kontinjensi) sebagai pedoman pada saat menghadapi darurat bencana bagi semua pelaku penanggulangan bencana. Dengan adanya perencanaan kontinjensi maka saat tanggap darurat bencana semua sumber daya yang ada di Provinsi DKI Jakarta dapat termobilisasi dalam koordinasi yang padu untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat yang terkena dampak bencana.

B. Pengertian Rencana Kontijensi

Kontinjensi adalah suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak akan terjadi. Rencana Kontinjensi adalahsuatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang belum tentu tersebut. Suatu rencana kontinjensi mungkin tidak selalu pernah diaktifkan, jika keadaan yang diperkirakan tidak terjadi.

Rencana kontinjensi lahir dari proses perencanaan kontinjensi. Proses perencanaan tersebut melibatkan sekelompok orang atau organisasi yang bekerjasama secara berkelanjutan untuk merumuskan dan mensepakati tujuan-tujuan bersama, mendefinisikan tanggung jawab dan tindakan-tindakan yang harus diambil oleh masing-masing pihak.

Rencana kontijensi disusun dalam tingkat yang dibutuhkan. Perencanaan kontinjensi merupakan pra-syarat bagi tanggap darurat yang cepat dan efektif. Tanpa perencanaan kontinjensi sebelumnya, banyak waktu akan terbuang dalam beberapa hari pertama menanggapi keadaan darurat tersebut. Perencanaan kontinjensi akan membangun kapasitas sebuah organisasi dan harus menjadi dasar bagi rencana operasi dan tanggap darurat.

C. Tujuan

Dokumen rencana kontinjensi ini disusun sebagai pedoman penanganan bencana banjir pada saat tanggap darurat bencana yang cepat dan efektif serta sebagai dasar memobilisasi sumberdaya para pemangku kepentingan (stake holder) di wilayah Kelurahan Jelambar Baru pada saat tanggap darurat bencana.

Page 6: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

D. Dasar hukum

1). Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

2). Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;

3). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

4). Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.

5). Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana.

6). Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2008 tentang Peran Serta Lembaga Internasional dan Lembaga Asing Nonpemerintah dalam Penanggulangan Bencana.

7). Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai.

8). Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

9). Peraturan Kepala BNPB Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Nasional Penanggulangan Bencana.

10). Peraturan Kepala BNPB Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan Resiko Bencana.

11). Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007 – 2012Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

12). Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

13). Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Badan Penanggulangan Bencana Daerah;

14). Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 26 Tahun 2011 tentang Badan Penanggulangan Bencana Daerah

E. Sifat Rencana Kontinjensi

Dokumen rencana kontinjensi ini bersifat :

1). Partisipatif, disusun oleh multi sektor dan multi pihak di Kelurahan Jelambar Baru 2). Dinamis dan selalu terbarukan F. Ruang Lingkup

Ruang lingkup cakupan luasan ancaman banjir dalam rencana kontinjensi ini dibatasi oleh batas administrasi di wilayah Jakarta Barat, DKI Jakarta, tepatnya di Kelurahan Jelambar Baru, Kecamatan Grogol Petamburan. Luas Kelurahan Jelambar Baru Wilayah sebesar ± 14,38 ha, yang terdiri dari 12 Rukun Warga (RW) dan 132 Rukun Tetangga (RT). Batas-batas kelurahan ini adalah:

Sebelah utara dengan saluran Kali Angke

Sebelah barat dengan Jalan Kusuma

Sebelah selatan dengan Jelambar Baru

Sebelah timur dengan ...................

Page 7: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

G. Proses Penyusunan.

Kegiatan penyusunan rencana kontinjensi ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1). Penyamaan persepsi terhadap semua pelaku penanggulangan bencana banjir tentang pentingnya rencana kontinjensi.

2). Pengumpulan data dan updating

Pengumpulan data dilakukan pada semua sektor penanganan bencana dan lintas administratif.

3). Verfikasi data

Analisa data sumberdaya yang ada dibandingkan proyeksi kebutuhan penanganan bencana saat tanggap darurat.

4). Penyusunan rancangan awal rencana kontinjensi.

Penyusunan naskah akademis, pembahasan dan perumusan dokumen rencana kontinjensi yang disepakati.

5). Publik hearing/konsultasi public hasil rumusan kontinjensi plan.

Penyebaran/disemenasi dokumen kontigensi plan kepada semua pelaku penanggulangan bencana (multi stake holder).

H. Aktivasi Rencana Kontijensi.

Kondisi curah hujan tinggi dan terus menerus baik di kota Bogor maupun di DKI Jakarta serta adanya tanda tanda peringatan dini akan datangnya ancaman banjir yang di dapat melalui Early Warning System (EWS) dari BMKG berdasarkan pantauan cuaca maupun hasil pengamatan ketinggian muka air yang dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta di Pintu Air Katulampa Depok dan 9 Pintu Air yang ada di wilayah Provinsi DKI Jakarta lainnya sehingga Gubernur DKI Jakarta diharapkan menetapkan Siaga I sebagai masa tanggap darurat selama 10 hari dari awal Februari 2012. Kondisi tersebut di atas di anggap sebagai aktivasi rencana kontinjensi.

Page 8: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH

A. PROFIL WILAYAH

1. Data Kesehatan

Sarana kesehatan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskemas) tentu bermanfaat bagi masyarakat dalam menghadapi bahaya, sehingga ditetapkan sebagai merupakan salah satu variabel kapasitas. Ukuran yang digunakan dalam variabel ini adalah jarak permukiman terhadap sarana kesehatan, yaitu wilayah jangkauan Puskesmas dengan jarak: (a) 50; (b) 50-100, dan; (c) > 100 meter. Di Kelurahan Jelambar Baru terdapat satu sarana kesehatan, yaitu Puskemas, yang terletak di sisi utara kelurahan, tepatnya di RW 10. Berikutnya ada sarana kesehatan di RW 08. Puskesmas ini merupakan sarana yang digunakan masyarakat sebagai pertolongan pertama medis di sana. Dari Gambar dibawah diketahui bahwa : o Wilayah yang jangkauannya 50 meter dari Puskemas adalah RW 10 dan RW 08. o Wilayah yang jangkauannya 50-100 meter dari Puskesmas terdapat di sebagian RW 10 dan

RW 11. o Wilayah yang jangkauannya > 100 meter dari Puskesmas terdapat hampir di seluruh

wilayah RW, yaitu RW 01 - RW 12.

Page 9: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

2. Data Pendidikan

Kelurahan Jelambar Baru memiliki 8 sarana pendidikan diantaranya:

a. SD Taman Jati, yang berada di wilayah RW 001, Kel. Jelambar Baru

b. SD Galatia, yang berada di wilayah RW 004, Kel. Jelambar Baru

c. SD Amitayus, yang berada di wilayah RW 005, Kel. Jelambar Baru

d. SD Pancaran Berkat, yang berada di wilayah RW 006, Kel. Jelambar Baru

e. SD Harapan, yang berada di wilayah RW 007, Kel. Jelambar Baru

f. SDN 03 – 06, yang berada di wilayah RW 009, Kel. Jelambar Baru

g. PonPes Riyadhul Mu’minin, yang berada di wilayah RW 010, Kel. Jelambar Baru

h. SD-SMA Mutiara Bangsa, yang berada di wilayah RW 011, Kel. Jelambar Baru

Seluruh sarana pendidikan ini memiliki 2 – 4 lantai. Dan kesemuanya dijadikan sebagai lokasi

pengungsian oleh masyarakat sekitar.

3. Batas Wilayah

Luas Kelurahan Jelambar Baru Wilayah sebesar ± 14,38 ha, yang terdiri dari 12 Rukun Warga (RW) dan 132 Rukun Tetangga (RT). Batas-batas kelurahan ini adalah:

Sebelah utara dengan saluran Kali Angke

Sebelah barat dengan Jalan Kusuma

Sebelah selatan dengan Jelambar Baru

Sebelah Timur dengan Kali Banjir Kanal Barat Batas administrasi Kelurahan Jelambar Baru ini dekat dengan laut, sehingga sangat terpengaruh kondisi pasang-surut air laut dan rob. Pada musim hujan sering terjadi banjir, karena wilayah ini merupakan dataran rendah dan dilintasi Banjir Kanal Barat, Kali Grogol dan Kali Angke.

Wilayah ini didominasi oleh ketinggian 1-3 m dpl, dengan bagian yang terendah (<1 m dpl) berada di utara. Ketinggian di utara ini sama dengan ketinggian muka air laut, sehingga sangat terpengaruh pasang-surut air laut.

Page 10: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

Kelurahan Jelambar Baru dikelilingi tiga aliran sungai, yaitu: Kali Angke di sisi utara, Kali Grogol dan saluran Banjir Kanal Barat di sisi timur. Dari Gambar 4.5 diketahui wilayah yang diklasifikasikan sebagai jarak sempadan sungai. Variabel jarak sempadan sungai dibagi atas tiga klasifikasi: (a) < 20 meter; (b) 20-40 meter, dan; (c) > 40 meter.

Secara umum, di Kelurahan Jelambar Baru tanah sempadan sungai digunakan sebagai permukiman penduduk dan perdagangan. Berdasarkan klasifikasi yang disebutkan di atas, maka diperoleh data bahwa pada kelas < 20 meter, seluruh wilayahnya telah didirikan bangunan. Implikasinya adalah, pada saat terjadi hujan atau air sungai meluap, akan terlimpas ke wilayah tersebut. Berikut ini detail peta pada variabel terkait.

Kondisi Sungai/Drainase Kelurahan Jelambar Baru

Page 11: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

4. Jumlah Penduduk

Permukiman di Jelambar Baru sangat padat, dengan kepadatan tertinggi di RW 10, RW 08, RW 06 dan RW01. Sementara itu, wilayah kepadatan sedang antara lain terdapat di permukiman real estate (Taman Harapan Indah dan Duta Mas).

Di daerah yang sangat padat, permukimannya banyak yang dijadikan tempat usaha, di

antaranya adalah konveksi.

Berikut tingkat kepadatan penduduk Kelurahan Jelambar Baru;

Wilayah dengan kepadatan penduduk >350 jiwa/ha terdapat di RW 08 dan RW 09

Wilayah dengan kepadatan penduduk 200-350 jiwa/ha merupakan mayoritas. Dari 12 RW di

Kelurahan Jelambar Baru, terdapat 7 RW kepadatan penduduknya 200-350 jiwa/ha, yaitu RW 02,

RW 04, RW 05, RW 06, RW 10, RW 11, dan RW 12.

Wilayah dengan kepadatan penduduk < 200 jiwa/ha, terdapat di RW 01, RW 03, dan RW 07.

Kepadatan Penduduk Kelurahan Jelambar Baru

RW JUMLAH PENDUDUK (JIWA)

LUAS WILAYAH (Ha) KEPADATAN PENDUDUK (Jiwa/Ha)

01 2223 14 1149

02 2735 10 1460

03 2013 10 1048

04 3341 13 1674

05 2856 9 1438

06 2677 9 1306

07 1775 19 875

08 3841 7 1918

09 4851 13 2446

10 3517 15 1697

11 5801 17 2967

12 1088 5 532

Jumlah 36718 282

Persentase penduduk perempuan di Kelurahan Jelambar Baru dalam riset ini adalah persentasenya per RW. Dengan demikian, cara menghitungnya ialah jumlah penduduk perempuan di kelurahan, dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan per RW. Kemudian disusun dua klasifikasi variabel persentase penduduk perempuan, yaitu : (a) kelas 1, adalah wilayah dengan jumlah persentase perempuan < 50%, dan; (b) kelas 2, adalah wilayah jumlah persentase perempuan 50-55%

Dengan klasifikasi tersebut diketahui bahwa:

Kelas 1 berada di wilayah RW 01, RW 02, RW 03, RW 04, RW 05, RW 09, dan RW 11.

Kelas 2 berada di RW 06, RW 07, RW 08, RW 10, dan RW 12.

Page 12: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

Persentase Penduduk Wanita Kelurahan Jelambar Baru

Wilayah RW 01 ketinggian permukimannya > 3 m dpl, tergolong wilayah kumuh sedang, kepadatan penduduk < 200 jiwa/ha, dan persentase penduduk perempuan < 50%.

Wilayah RW 02 ketinggian permukimannya 1-3 m dpl, tergolong wilayah kumuh sedang, kepadatan penduduk 200-350 jiwa/ha, persentase penduduk perempuan mencapai < 50%,

Wilayah RW 03 ketinggian permukimannya 1-3 m dpl, tergolong wilayah kumuh ringan, kepadatan penduduk < 200 jiwa/ha, persentase penduduk perempuan 50-55%.

Wilayah RW 04 ketinggian permukimannya 1-3 m dpl, tergolong wilayah kumuh sedang dan tidak kumuh, kepadatan penduduk 200-350 jiwa/ha, persentase penduduk perempuan < 50%.

Wilayah RW 05 ketinggian permukimannya 1-3 m dpl, tergolong wilayah kumuh ringan, sedang dan kumuh, kepadatan penduduk 200-350 jiwa/ha, persentase penduduk perempuan < 50%.

Wilayah RW 06 ketinggian permukimannya 1-3 m dpl dan > 3 m dpl, tergolong wilayah kumuh ringan, sedang dan kumuh, kepadatan penduduk 200-350 jiwa/ha, persentase penduduk perempuan mencapai 50-55%.

Wilayah RW 07 ketinggian permukimannya > 3 m dpl, tergolong wilayah kumuh sedang, kepadatan penduduk < 200 jiwa/ha, persentase penduduk perempuan mencapai 50-55%.

Wilayah RW 08 ketinggian permukimannya 1-3 m dpl, tergolong wilayah tidak kumuh, kepadatan penduduk 200-350 jiwa/ha, persentase penduduk perempuan mencapai 50-55%.

Page 13: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

Wilayah RW 09 ketinggian permukimannya 1-3 m dpl dan > 3 m dpl, tergolong wilayah kumuh ringan, sedang dan kumuh, kepadatan penduduk > 350 jiwa/ha, persentase penduduk perempuan < 50%,

Wilayah RW 10 ketinggian permukimannya mulai dari kurang dari 1 m dpl hingga lebih dari 3 m dpl, tergolong wilayah tidak kumuh, sedang dan kumuh, kepadatan penduduk 200-350 jiwa/ha, persentase penduduk perempuan mencapai 50-55%.

Wilayah RW 11 ketinggian permukimannya < 1 m dpl dan 1-3 m dpl, tergolong wilayah kumuh ringan, sedang dan kumuh, kepadatan penduduk 200-350 jiwa/Ha, persentase penduduk perempuan mencapai 50-55%,

Wilayah RW 12 ketinggian permukimannya > 3 m dpl, tergolong wilayah kumuh sedang, kepadatan penduduk 200-350 jiwa/ha, persentase penduduk perempuan mencapai 50-55%,

5. SARPRASWIL

Berdasarkan diskusi langsung dengan masyarakat, diketahui bahwa terdapat lokasi-lokasi pengungsian yang dapat digunakan saat menghadapi bahaya di Kelurahan Jelambar Baru, yaitu:

1. Kantor Kelurahan Jelambar Baru, yang berfungsi sebagai Posko utama.

2. Sarana pendidikan, seperti : sekolah (minimal memiliki dua lantai).

3. Tempat ibadah (seperti : mesjid, mushola, gereja, dan kelenteng).

4. Ruko-ruko kosong yang tidak digunakan pemiliknya.

5. Pos RW Kelurahan Jelambar Baru.

6. Hotel Borobudur dan Jembatan Dua Kelurahan Jelambar Baru yang berfungsi sebagai Dapur Umum dan tempat untuk menyebarkan bahan logistik ke titik bencana.

Sebagai variabel kapasitas, jarak terhadap lokasi pengungsian diklasifikasikan menjadi tiga,

yaitu wilayah dengan jarak: (a) < 50 meter; (b) 50-100 meter, dan; (c) > 100 meter.

Secara umum hampir semua RW di Kelurahan Jelambar Baru berada pada lokasi jangkauan

terdekat hingga terjauh dari lokasi pengungsian; kecuali RW 09, yang sebagian besar wilayahnya

> 100 meter untuk mencapai lokasi pengungsian.

Mengingat di wilayah ini tidak terdapat bangunan pengendali banjir, maka penghitungan hanya

dilakukan pada tiga variabel di atas. Dari penjelasan dari variabel-variabel penentu kapasitas

yang disebutkan itu, dilakukanlah penilaian dan pembobotan yang menghasilkan bobot nilai.

Berdasarkan bobot nilai (BN) ini disusun klasifikasi wilayah rentan di lokasi penelitian, sebagai

berikut:

o Kapasitas rendah adalah wilayah dengan bobot nilai (BN) 0 - 0,33

o Kapasitas sedang adalah wilayah dengan bobot nilai (BN) 0,34 - 0,66

o Kapasitas tinggi adalah wilayah dengan bobot nilai (BN) 0,67 - 1

Page 14: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

Penentuan Wilayah Kapasitas Kelurahan Jelambar Baru

Sumber : Pengolahan Data, 2012

6. FASUM

Wilayah Jelambar Baru memiliki jalan utama yang melintasi wilayah RW 001,003,005 dan 010

yaitu; Jl. Jelambar Selatan 2, Jl. Jelambar Selatan dan Jl. Jelambar Barat. Jalan Utama lainnya

melintasi wilayah RW 004 dan 011 yaitu; Jl. Jelambar Utama 1 dan Jl. Jelambar Barat 3. Selain

itu Jelambar Baru juga memiliki 4 drainase yang berada di;

1. Perbatasan RW 007 dan 005

2. Perbatasan RW 007 dan 010

3. RW 004

4. Perbatasan RW 011 dan 012

Untuk Lokasi Pembuangan Sampah (LPS) Jelambar Baru memiliki 10 titik LPS. 2 titik berada di

RW 002, dan masing-asing 1 titik berada di wilayah RW 003, 005, 006, 007, 008, 009, 011 dan

012.

7. FASOSEK

Fasilitas sosial yang ada diwilayah Jelambar Baru antara lain masjid/musholla (5 unit), gereja (2 unit), sekolah (2 unit) dan sarana kesehatan (14 unit), yang tersebar di beberapa lokasi. Di saat banjir, fasilitas umum biasanya dijadikan tempat mengungsi, seperti Puskesmas, pos RW, kantor kelurahan, sekolah, dan apartemen. Institusi Sosial

Institusi sosial yang terdapat di Kelurahan Jelambar Baru meliputi:

o Institusi formal seperti kelurahan, RW, LMK, Pengelola Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), PKK, cenderung kurang aktif.

Variabel Wilayah RW

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Kondisi

Ekonomi 3,4 12,1 10,2 22,7 22,7 3,6 22,1 10,4 14,9 12,9 16,5 23,2

Sarana

Kesehatan

(jarak) 8,3 8,3 8,3 8,3 9,1 10,3 9,1 11,1 8,3 10,4 8,5 8,3

Lokasi

Pengungsian

(jarak) 13,8 11,8 11,8 13,4 11,9 13,2 13,4 15,5 10,8 12,7 10,8 15,2

Jumlah

Bobot Nilai

(BN) 25,5 32,2 30,2 44,4 43,7 27,0 44,7 37,0 34,0 36,0 35,8 46,7

Normalisasi

Nilai 0,0 0,3 0,2 0,9 0,8 0,1 0,9 0,5 0,4 0,5 0,5 1,0

Kelas

Kapasitas Rendah Rendah Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi

Page 15: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

o LMK cenderung dominan dan institusinya berjalan baik.

o Karang Taruna informal (Pengajian, Ikatan Remaja Masjid/IRMAS) berjalan, namun tidak banyak berperan dalam kegiatan kemasyarakatan.

Implikasi dari kondisi insitusi sosial ini adalah pemberdayaan masyarakat untuk penanganan

harus mengacu pada struktur/institusi formal, yang melibatkan kelurahan, LMK, LPM, PKK, dsb.

Untuk menggambarkan kondisi ekonomi di Kelurahan Jelambar Baru digunakan kategorisasi

tipe permukiman, yang terdiri dari: (a) permukiman tidak teratur; (b) permukiman teratur, dan;

(c) permukiman yang dibangun perusahaan pengembang (real estate). Berikut ini adalah

penjelasan tentang setiap permukiman di Kelurahan Jelambar Baru (lihat Gambar 4.29);

o Permukiman tidak teratur, menggambarkan kondisi ekonomi rendah, berada di bagian barat kelurahan; meliputi sebagian RW 01, seluruh wilayah RW 02, sebagian besar RW 08, dan RW 09, serta di bagian barat kelurahan, yaitu bagian barat RW 11, dan sebagian kecil RW 12.

o Permukiman teratur, merupakan tipe permukiman yang mendominasi, meliputi RW RW 04, RW 05, RW 09, bagian timur RW 10, bagian barat RW 07, dan di bagian barat kelurahan, di RW 11, dan RW 12. Dengan demikian, wilayah ini memiliki kondisi ekonomi sedang.

o Tipe permukiman elit terletak di bagian timur RW 07 (Taman Harapan Indah), dengan demikian wilayah ini memiliki kondisi ekonomi tinggi. Terlihat dalam peta;

B. RIWAYAT BANJIR

Kelurahan Jelambar Baru sering dilanda banjir akibat pasang surut dan rob. Banjir akan bertambah sering terjadi pada saat musim hujan, selain drainase yang buruk, juga karena meluapnya Kali Grogol dan Kali Angke. Banjir besar yang melanda Jakarta pada 2002 dan 2007 hampir menenggelamkan seluruh wilayah ini. Berikut ini peta banjir tahun 2002 dan 2007 di Jelambar Baru.

Page 16: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

BANJIR 2002

WILAYAH TERDAMPAK % KORBAN JIWA

RW 001 100 0

RW 002 100 0

RW 003 100 0

RW 004 100 0

RW 005 100 0

RW 006 100 0

RW 007 100 0

RW 008 100 0

RW 009 100 0

RW 010 100 0

RW 011 100 0

RW 012 100 0

BANJIR 2007

RW 001 100 0

RW 002 50 0

RW 003 30 0

RW 004 0 0

RW 005 20 0

RW 006 100 0

RW 007 100 0

RW 008 70 0

RW 009 30 0

RW 010 100 0

RW 011 60 0

RW 012 80 0

Wilayah Banjir di Kelurahan Jelambar Baru, (Kiri, Tahun 2002 & Kanan, Tahun 2007)

Page 17: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

BAB 3 PENGEMBANGAN SKENARIO

A. Skenario Ancaman Banjir datang tiba-tiba menggenangi wilayah Kelurahan Jelambar Baru pada pukul 8.00 WIB. Hal ini di akibatkan tingginya curah Hujan yang mencapai intensitas 50 – 100 mm dalam 24 jam di wilayah Bogor (hulu). Ketinggian Rob mencapai 80 cm, akibatnya wilayah RW 001, 002, 003, 004, 009, 010, 011 dan 012 tergenang selama sepekan.

Page 18: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

B. Wilayah Terdampak

Page 19: Draft Isian Renkon JB Bab 1-3 Prepared by Suhud(1)

C. Aspek Terdampak No Wilayah Terkena

Dampak Jumlah

Penduduk (jiwa)

FASOS Terkena Dampak

1 RW 001 2223 SDN 07 Taman Jati

Gardu Listrik yg ada di RT 006 / 001

Pemukiman Warga

Balai RW 001

2 RW 002 2735 SDN 09 Taman Jati

Balai RW 002

Pemukiman Warga

3 RW 003 2013 Panti Jompo DINSOS

Pasar Darurat

Balai RW

Pemukiman Warga

4 RW 004 3341 RUKO

Pemukiman Warga

Balai RW 004

5 RW 009 (20%) 970 Pasar Rotan

Masjid Nurul Falah

SDN 03

Balai RW 009

Pemukiman Warga

6 RW 010 3517 Balai RW 010

Pesantren Riyadhul Mu’minin

Gardu listrik RT 16 / 010

Pemukiman Warga

7 RW 011 (50%) 2900 Gardu listrik RT 14 / 11

SDN 01-02

SD-SMA MUTIARA BANGSA

TK IDAMAN

Pemukiman Warga

8 RW 012 (40%) 435 Pemukiman Warga