dra. hindun, m. pd. -...

26

Upload: truonglien

Post on 01-Aug-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada
Page 2: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

Dra. Hindun, M. Pd.

KEBAHASAAN

(MORFOLOGI DAN SINTAKSIS)

JAKARTA 2014

Page 3: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

Perpustakaan Nasional Katalog dalam terbitan (KTD) Dra. Hindun, M.Pd. KEBAHASAAN (MORFOLOGI DAN SINTAKSIS) Mazhab Ciputat, Hlm vi, 84. 15 x 21cm ISBN : 978-602-7987-07-4 Dra. Hindun, M. Pd. Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Disain Grafis : Tim Mazhab Ciputat Penerbit : Mazhab Ciputat Jl. Semanggi 2 No. 25 B Ciputat Tangerang Selatan Banten 15412 Tlp. (021) 7415485 Percetakan : Sejahtera Kita Jl. HOS Cokroaminoto (Kreo) No. 103 Cileduk Raya, Tangerang. Telp. (021) 73451975 Hak Penerbitan pada : Mazhab Ciputat Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotocopy tanpa izin sah dari penerbit.

Page 4: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page vii

KEBAHASAAN (MORFOLOGI DAN SINTAKSIS)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................vii-viii

BAB I. KALIMAT EFEKTIF

A. PENGERTIAN DAN CIRI KALIMAT EFEKTIF.........................................1—10

B. FAKTOR PENYEBAB KETIDAKEFEKTIFAN KALIMAT........................10—22

1. AMBIGUITAS

2. PLEONASME

3. KESALAHAN NALAR

4. KERANCUAN ATAU KONTAMINASI

5. PENGARUH BAHAS DAERAH

6. PENGARUH BAHASA ASING

BAB II. MORFEM........................................................................................... ..23—26

A. HAKIKAT MORFOLOGI DAN MORFOLOGI DALAM LINGUISTIK

B. PENGERTIAN MORFEM, IDENTIFIKASI MORFEM, MORF, DAN

ALOMORF

C. JENIS MORFEM

1. MORFEM BEBAS-TERIKAT

2. MORFEM UTUH-TERBAGI

3. MORFEM LEKSIKAL

4. MORFEM UNIK PRAKATEGORIAL

5. MORFEM SEGMENTAL

BAB III. PROSES MORFOLOGIS ..................................................................27—41

A. AFIKSASI

B. REDUPLIKASI

C. KOMPOSISI

D. ABREVIASI

E. KONVERSI

BAB IV. FRASA DAN KLAUSA .....................................................................42—54

A. DEFINISI FRASA, CIRI-CIRI DAN JENISNYA.

Page 5: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page vii

B. DEFINISI KLAUSA, CIRI-CIRI DAN JENISNYA

BAB V. IMBUHAN DALAM BAHASA INDONESIA .......................................55—64

A. PREFIKS

B. INFIKS

C. SUFIKS

D. KONFIKS

E. SIMULFIKS

F. INFLEKSI

G. DERIVIASI

BAB VI. JENIS-JENIS KALIMAT ...............................................................65—72

A. KLASIFIKASI BERDASARKAN BENTUK ......................................

B. KLASIFIKASI BERDASARKAN MAKNA.........................................

C. KLASIFIKASI BERDASARKAN STRUKTUR KLAUSA ..................

D. KLASIFIKASI BERDASARKAN AMANAT WACANA .....................

LATIHAN SOAL UTS ........ ........................................................................73—77

LATIHAN SOAL UAS ..................................................................................77—82

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................83—84

RIWAYAT PENULIS ...................................................................................85

Page 6: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 1

BAB I

KALIMAT EFEKTIF

A. PENGERTIAN DAN CIRI KALIMAT EFEKTIF

Setiap penulis membutuhkan pembaca, demikian pula

setiap pembicara membutuhkan penyimak, dan penutur

membutuhkan petutur. Pembaca, penyimak, petutur merupakan

orang-orang yang berposisi sebagai lawan bicara atau mitra

tutur dalam berkomunikasi.

Kalimat efektif adalah Kalimat yang memiliki

kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan

pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

dalam pikiran pembicara atau penulis. Jadi, apabila ide pokok

atau gagasan utama yang terdapat dalam benak si pembicara

atau si penulis atau si penutur dapat dipahami oleh penyimak,

pembaca, atau petutur sama dengan yang dipikirkannya berarti

kalimat itu sudah efektif.

Kalimat efektif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Kesepadanan

2. Keparalelan

3. Ketegasan

4. Kehematan

5. Kecermatan

6. Kelogisan

7. Kevariasian

Kalimat efektif harus sepadan. Kesepadanan sebuah

kalimat dapat dilihat dari:

• Memiliki Subyek dan Predikat yang Jelas

Contoh:

Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus

membayar uang kuliah. (Salah)

Subyek pada kalimat di atas yakni bagi semua mahasiswa

perguruan tinggi ini tidaklah jelas alias membingungkan.

Page 7: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

Page 2 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)

Seharusnya bagian awal kalimat itu, kata: bagi semua,

dihilangkan saja. Kalimat yang efektif: Mahasiswa

perguruan tinggi harus membayar uang kuliah.

• Tidak Terdapat Subyek Ganda

Contoh:

- Penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para dosen.

(Salah)

Terdapat dua subyek pada kalimat di atas, yakni

penyusunan laporan itu dan saya. Seharusnya cukup

gunakan satu subyek, sehingga menjadi:

Penyusunan laporan itu dibantu oleh para dosen.

(benar)

- Saya dibantu oleh para dosen untuk menyusun

laporan itu. (benar)

Pengumuman itu saya kurang jelas. (Salah)

Pada contoh kedua di atas juga terdapat dua subyek,

yakni “pengumuman itu” dan “saya”. Seharusnya:

pengumuman itu kurang jelas atau saya kurang jelas.

• Kata Penghubung intrakalimat Tidak Dipakai pada

Kalimat Tunggal

Contoh:

- Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak

dapat mengikuti acara pertama. (Salah)

- Kakaknya membeli sepeda motor Honda. Sedangkan

dia membeli motor Yamaha. (Salah)

Kedua kalimat tersebut menggunakan kata penghubung

sehingga dan sedangkan pada awal kalimat atau sebagai kata

penghubung antarkalimat. Seharusnya dua kata penghubung itu

merupakan kata penghubung intrakalimat atau dengan kata lain

tidak dapat diletakkan di awal kalimat, melainkan di dalam

kalimat. Jadi, setelah kata “terlambat” seharusnya tanda koma.

Demikian pula setelah kata Honda seharusnya tanda koma.

Page 8: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 3

• Predikat Kalimat Tidak Didahului oleh Kata “yang”

Contoh:

- Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu

(Salah)

- Kampus kami yang terletak di depan Masjid

Fathulloh. (Salah)

Seharusnya:

- Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu.

- Kampus kami terletak di depan Masjid Fathulloh.

Demikian juga apabila kata “yang” diletakkan di awal

kalimat, maka menjadi tidak efektif. Contoh: Yang dimaksud

dengan resiprokal adalah......

Ciri kedua dari kalimat efektif yakni keparalelan.

Paralel atau sejajar bisa dilihat dari contoh berikut:

- Harga minyak dibekukan atau kenaikan secara

luwes. (Salah)

- Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah

pengecatan tembok, memasang penerangan, pengujian

sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang.

(Salah)

Seharusnya:

- Harga minyak dibekukan atau dinaikkan secara

luwes.

- Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah

pengecatan tembok, pemasangan penerangan,

pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata

ruang.

Kata “dibekukan” yang diikuti oleh kata “kenaikan”

tidaklah paralel, sebab konfiks di-kan pada kata “dibekukan”

akan paralel manakala kata berikutnya yakni kata dasar “naik”

juga mendapat konfiks di-kan, sehingga menjadi “dinaikkan”.

Perhatikan lagi contoh berikut ini:

Page 9: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

Page 4 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)

- Lembah itu amat dalam, luas, dan dengan keindahan

luar biasa. (tidak paralel)

- Lembah itu amat dalam, luas, dan indah. (paralel)

- Kalimat pertama di atas memiliki predikat dengan

beberapa kata yang tidak sekelas, yaitu kata “dalam

(kata sifat)”, “luas (kata sifat)”, dan “keindahan (kata

benda)”. Ketidaksejajaran yang seperti itu dapat

mengakibatkan mengaburkan makna, sehingga dapt

disebut kalimat tidak efektif. Untuk itulah kata

“keindahan” harus diganti dengan kata “indah (kata

sifat)”, lalu kata “dengan” dibuang saja.

Selanjutnya, paralel atau kesejajaran yang paling mudah

dilihat contohnya yakni pada soal ujian. Kesejajaran yang

dimaksud yakni kesejajaran dalam perincian pilihan. Soal ujian

kadang-kadang dibuat dalam bentuk pilihan ganda. Soal yang

baik harus memuat perincian pilihan yang sejajar sehingga

memberi peluang yang sama untuk dipilh. Berikut ini contoh

perincian pilihan yang tidak sejajar.

- Pemasangan telepon akan menyebabkan .....

a. melancarkan tugas

b. untuk menambah wibawa

c. meningkatnya pengeluaran

Pada contoh di atas, jawaban yang diharapkan adalah a,

tetapi kalimat Pemasangan telepon akan menyebabkan

melancarkan tugas bukanlah kalimat yang baik.

Pilihan b meskipun memang bukan jawaban yang tepat, tidak

mempunyai peluang untuk dipilih karena kalimat Pemasangan

telepon akan menyebabkan untuk menambah wibawa bukanlah

kalimat yang baik. Kalimat yang memuat pilihan c justru

paling baik, tetapi itu bukan jawaban yang diharapkan. Soal itu

dapat diubah sebagai berikut.

- Pemasangan telepon akan meningkatkan ......

a. kelancaran

b. wibawa

Page 10: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 5

c. pengeluaran

Contoh berikut ini memperlihatkan perician yang baik

dan sejajar walaupun tidak sejenis.

- Komunikasi adalah hubungan yang dilakukan ......

a. dengan telepon

b. untuk mendapatkan informasi

c. oleh dua pihak atau lebih

Perincian itu dikatakan sejajar karena masing-masing

jawaban itu merupakan keterangan, tetapi tidak sejenis karena

dari segi makna, isi keterangan itu memang berbeda-beda.

Pilihan a adalah keterangan alat, pilihan b adalah keterangan

tujuan, pilihan c adalah keterangan pelaku. Yang perlu

diperhatikan dalam contoh di atas ialah penalaran kalimat yang

melibatkan pilihan c. Apakah setiap hubungan yang dilakukan

oleh dua pihak atau lebih itu selalu dapat disebut komunikasi?

Hal itu tidak akan dibahas lebih lanjut karena merupakan

masalah logika dan bukan masalah bahasa.

Ciri ketiga dari kalimat efektif yakni: ketegasan. Tegas

dalam sebuah kalimat sehingga menjadi efektif kalimat yang

dibangun, dapat dilihat dari:

Mempergunakan partikel penekanan (penegasan)

Contoh:

Sayangilah temanmu sebagaimana engkau menyayangi

saudaramu.

Patuhilah peraturan lalu lintas

Hormatilah orang tuamu

Partikel “lah” pada ketiga contoh kalimat di atas

merupakan penegasan dari kata sayang, patuh, dan hormat.

Membuat urutan kata secara bertahap

Contoh:

-Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta

rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar.

(Salah)

Page 11: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

Page 6 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)

Kalimat tersebut urutan katanya tidak sistematis, sebab

dari seribu, sejuta lalu seratus. Seharusnya dari seratus, seribu

lalu sejuta, sehingga kalimat itu menjadi: Bukan seratus,

seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah telah

disumbangkan kepada anak-anak terlantar.

Meletakkan kata yang ditonjolkan di depan kalimat (di

awal kalimat)

Contoh:

- Presiden mengharapkan agar rakyat membangun

bangsa dan negara ini dengan kemampuan yang ada

pada dirinya.

Kata “presiden mengharapkan” diletakkan di bagian

awal kalimat. Hal ini dimaksudkan sebagai penekanan atau

bagian yang ditonjolkan.

Ciri keempat dari kalimat efektif adalah kehematan.

Hemat dalam sebuah kalimat sehingga menjadi efektif, dapat

terlihat dari ciri berikut:

Menghindari kesinoniman dalam satu kalimat

Contoh:

- Sejak dari pagi dia bermenung. (Salah)

- Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang kakek sakti

yang baik hati. (Salah)

Kata sejak bersinonim dengan kata dari, sehingga kedua

kata tersebut tidaklah efektif jika dipakai bersamaan dalam satu

kalimat. Demikian pula kata zaman dengan kata kala, keduanya

memiliki arti yang sama yaitu waktu. Jadi, “zaman

dahulu=dahulu kala”.

Seharusnya:

- Sejak pagi dia bermenung.

- Dari pagi dia bermenung.

- Pada zaman dahulu hiduplah seorang kakek sakti yang

baik hati.

- Dahulu kala hiduplah seorang kakek sakti yang baik hati.

Page 12: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 7

Tidak menjamakkan kata-kata yang sudah jamak

Contoh:

- Para hadirin sekalian Bapak-bapak Ibu-ibu yang saya

hormati. (Salah)

- Beberapa orang saling baku hantam. (Salah)

Dalam contoh kalimat yang pertama banyak sekali kata

yang sudah jamak dan dideretkan dengan kata jamak

berikutnya, sehingga menjadi tidak efektif karena boros atau

tidak hemat. Kata “para” bermakna banyak, dan kata “hadirin”

sudah menunjukkan makna lebih dari satu yang hadir berarti

banyak. Selanjutnya “bapak-bapak” berarti banyak bapak dan

“ibu-ibu” berarti banyak ibu. Jadi untuk lebih hemat atau agar

efektif kalimat tersebut seharusnya:

- Hadirin yang saya hormati

- Bapak-Bapak, Ibu-Ibu yang dirahmati Allah.

- Bapak Ibu sekalian yang berbahagia.

Selanjutnya pada contoh kalimat yang kedua, kata

beberapa yang menunjukkan makna lebih dari satu atau banyak

diikuti oleh kata saling yang memiliki makna dilakukan oleh

dua orang. Jadi, seharusnya: beberapa orang baku hantam.

Menghindari pemakaian superordinat pada hiponimi

Contoh:

- Ia memakai baju merah. (Salah)

Istilah hiponim berasal dari kata Yunani Kuno “onoma”=

nama, dan “hypo”= di bawah. Hiponim artinya nama yang

termasuk di bawah nama lain Verhaar mengatakan “hiponim

(dari Bahasa Inggris: hyponym) ialah ungkapan (biasanya kata,

kiranya dapat juga frase atau kalimat) yang maknanya

dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain.”1

Contoh, jika disebut kata bunga maka munculah kata melati,

mawar, anggrek, dahlia, bougenvil, dan sebagainya. Kata

melati, mawar dan sebagainya itu merupakan hiponim dari kata

1 Verhaar, J.W.M. Pengantar Linguistik. (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 1981)

Page 13: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

Page 8 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)

bunga. Adapun hubungan kata mawar dengan kata bunga

disebut hiponimi. Jadi, “hiponimi adalah hubungan makna

yang mengandung pengertian hierarki.”2

Contoh lainnya yakni kata warna yang meliputi semua

warna. Dapat dikatakan bahwa kuning, hijau, biru, putih,

merah dan sebagainya merupakan hiponim yang berhiponimi

dengan kata warna. Nah, pada contoh di atas, kalimat ia

memakai baju merah bisa bermakna bajunya yang benar-benar

merah = arti sebenarnya, bisa juga makna lain yaitu ia memang

termasuk kelompok orang-orang berbaju merah, misalnya

dikaitkan dengan politik berarti anggota PDI (Partai

Demokrasi Indonesia).

Ciri kelima dari kalimat efektif adalah kecermatan.

Cermat dalam sebuah kalimat merupakan wujud konkret dari

seorang pembuat kalimat dalam ketelitiannya. Contoh:

Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu

menerima hadiah. (Salah)

Dia menerima uang sebanyak dua puluh lima ribuan.

(salah)

Yang diceritakan menceritakan tentang putra-putri raja,

hulubalang, dan para menteri. (Salah)

Menurut kabar burung Anto sakit. (Salah)

Contoh kalimat yang pertama tampak sekali kurang

cermat, karena maksud kalimat itu bisa menjadi dua tafsiran

yaitu mahasiswa perguruan tinggi yang mendapat hadiah atau

perguruan tinggi yang mendapat hadiah. Sementara pada

contoh kalimat yang kedua bisa berarti uang-uangan atau duit

bohong-bohongan, karena di akhir kata ribu mendapat akhiran

–an. Adapun pada contoh yang ketiga jelas sekali

ketidakcermatan ditampakkan pada penggunaan kata

diceritakan menceritakan, selain menggunakan kata “yang” di

awal kalimat.

2 T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 Makna Leksikal dan Gramatikal,

(Bandung: Refika Aditama, cet. ke-5, 2012), hlm. 71

Page 14: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 9

Berikutnya contoh yang terakhir di atas, menjadi salah

makna apabila jeda pada saat membaca tidak tepat. Apabila

jeda atau koma diletakkan setelah kata “kabar” maka burung

Anto lah yang sakit. Akan tetapi jika tanda koma atau jeda

diletakkan setelah kata “burung” maka Anto lah yang sakit.

Ciri keenam dari kalimat efektif adalah kelogisan. Logis

atau masuk akal akan membuat kalimat yang disusun menjadi

efektif. Berikut ini merupakan contohnya:

Taufik Hidayat menduduki Juara Pertama Indonesia

Open. (Salah)

Mayat wanita yang ditemukan itu sebelumnya sering

mondar-mandir di daerah itu. (Salah)

Penonton melempari batu kepada wasit. (Salah)

Sambutan Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah. Waktu dan tempat kami

persilakan. (Salah)

Dari keempat contoh kalimat tersebut jelas bahwa

ketidaklogisan yang terdapat pada kalimat pertama adalah

bahwa juara pertama diduduki oleh seorang yang bernama

Taufik Hidayat. Selanjutnya mayat yang berarti jenazah atau

seseorang yang sudah tidak bernyawa lagi tidak mungkin

mondar-mandir atau bolak-balik seolah masih hidup.

Kemudian penonton yang sangat tidak santun dengan atraksi

melempari batu merupakan hal yang tidak logis manakala

digunakan kata “kepada” yang menunjukkan kesantunan, dan

biasanya dipakai dalam surat menyurat.

Akhirnya, di bagian contoh yang keempat jelas sekali

ketidaklogisan yang tampak bahwa yang dipersilakan untuk

memberikan kata sambutan adalah waktu dan tempat, bukan

orang yang dimaksud. Hal semacam ini sering ditemukan pada

pemakaian pembawa acara atau MC yang mungkin masih

amatir atau belum menguasai bahasa Indonesia secara

mendalam.

Page 15: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

Page 10 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)

Ciri ketujuh dari kalimat efektif adalah kevariasian.

Kelincahan dalam menulis dapat tergambar dari struktur

kalimat yang dibangun. Apakah kalimat itu pendek atau

panjang maka penulisan yang mempergunakan kalimat dengan

pola kalimat yang sama akan membuat suasana menjadi

monoton atau datar sehingga akan menimbulkan kebosanan

pada pembaca. Demikian juga jika penulis terus-menerus

memilih kalimat yang pendek. Akan tetapi, kalimat panjang

yang terus-menerus dipakai akan membuat pembaca

kehilangan pegangan akan ide pokok yang memungkinkan

timbulnya kelelahan pada pembaca. Oleh sebab itu, dalam

penulisan diperlukan pola dan bentuk kalimat yang bervariasi.

“Variasi merupakan suatu upaya yang bertolak belakang

dengan repetisi. Pengulangan atau repetisi sebuah kata untuk

memperoleh efek penekanan, lebih banyak menekankan pada

kesamaan bentuk.”3

Dengan kata lain variasi berarti

menganekaragamkan bentuk-bentuk bahasa agar tetap

terpelihara minat pembaca dan perhatian orang terhadap bahasa

yang digunakan.

Kevariasian ini tidak ditemukan dalam kalimat demi

kalimat atau pada kalimat-kalimat yang dianggap sebagai

struktur bahasa yang berdiri sendiri. Ciri kevariasian akan

diperoleh jika kalimat yang satu dibandingkan dengan kalimat

yang lain terasa tidak monoton. Kemungkinan variasi kalimat

tersebut sebagai berikut.

variasi dalam pembukaan kalimat

Ada beberapa kemungkinan untuk memulai kalimat demi

efektivitas, yaitu dengan variasi pada pembukaan kalimat.

“Dalam variasi pembukaan kalimat, sebuah kalimat dapat

dimulai atau dibuka dengan:

1) frase keterangan (waktu, tempat, cara);

2) frase benda; dan

3 Gorys Keraff, Komposisi, (Ende: Nusa Indah, cet. ke-13, 2004), hlm. 49

Page 16: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 11

3) frase kerja.”4

Perhatikan contoh berikut!

(a) Gemuruh suara teriakan serempak penonton ketika

penyerang tengah menyambar umpan dan menembus jala

kiper pada menit kesembilan belas. (frase keterangan cara)

(b) Mang Usil dari kompas menganggap hal ini sebagai satu

isyarat sederhana untuk bertransmigrasi. (frase benda)

(c) Dibuangnya jauh-jauh pikiran yang menghantuinya selama

ini. (frase kerja)

B. FAKTOR PENYEBAB KETIDAKEFEKTIFAN

KALIMAT

1. AMBIGUITAS

Kata ambigu berarti memiliki makna ganda atau double.

Kalimat yang sudah memenuhi ketentuan tatabahasa tetapi

masih menimbulkan penafsiran ganda atau mendua maka

disebut mengandung ambiguitas. Contoh:

- Rumah sang jutawan yang aneh itu akan segera

dijual.

- Datanglah pada ulang tahun anakku yang kedua.

Kedua kalimat tersebut mengandung makna ambigu.

Frase “yang aneh” pada kalimat pertama menerangkan kata

“rumah” atau frase “sang jutawan”? Jika “yang aneh”

menerangkan rumah, kata “yang” dapat dihilangkan dan kata

“aneh” didekatkan pada kata “rumah”, lalu ditambahkan kata

“milik” di antara “aneh” dan “sang jutawan”. Sementara itu,

jika “yang aneh” itu menerangkan sang jutawan, kata “yang”

dapat dihilangkan sehingga makna kalimat tersebut menjadi

lebih jelas. Kalimat perbaikannya menjadi:

- Rumah aneh milik sang jutawan itu akan segera

dijual.

- Rumah sang jutawan aneh itu akan segera dijual.

4 Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur dan Logika),

(Bandung: Refika Aditama, cet. ke-3, 2010), hlm. 64-65

Page 17: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

Page 12 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)

Frase “yang kedua” pada kalimat kedua di atas

menerangkan frase “ulang” atau kata “anakku”? Jika “yang

kedua” menerangkan “ulang tahun”, kata “yang” dihilangkan

dan kata ”kedua” didekatkan pada kata “anakku”, lalu

ditambahkan kata “untuk” di antara “kedua” dan “anakku”.

Sementara itu, jika “yang kedua” itu menerangkan anakku, kata

“yang” dapat dihilangkan sehingga makna kalimat tersebut

menjadi lebih jelas. Kalimat perbaikannya yakni:

- Datanglah pada ulang tahun yang kedua untuk

anakku.

- Datanglah pada ulang tahun anakku kedua.

Jadi, apabila pendengar atau pembaca sulit menangkap

pengertian yang dibacanya atau didengarnya maka ambiguitas

timbul. Istilah ambiguitas ini oleh Fatimah Djajasudarma

disebut ketaksaan. Dengan kata lain “ketaksaan ( ambiguitas)

dapat timbul dalam berbagai variasi tulisan atau tuturan.”5

Selanjutnya dikemukakan oleh Kempson bahwa

“ketaksaan ada tiga bentuk. Ketiganya berhubungan dengan

fonetik, gramatikal, dan leksikal.”6 Ketaksaan fonetik muncul

akibat berbaurnya bunyi-bunyi bahasa yang dilafalkan. Kata-

kata yang membentuk kalimat dilafalkan terlalu cepat sehingga

dapat mengakibatkan keragu-raguan akan maknanya.

Misalnya: [bakmi] atau [bak mi] bisa bermakna sejenis

makanan atau panggilan untuk perempuan bernama Minarni,

Minarsih, atau lainnya. Dalam bahasa Sunda [pigeulisna]

bermakna giliran cantiknya atau [pigeu lisna] artinya bisu

Lisna. Dalam Bahasa Inggris [a near] menunjukkan nomina

yang bermakna sebuah ginjal atau [an ear] artinya sebuah

telinga. Berikutnya ketaksaan fonetik yang dialami seorang

pilot atau kapten pesawat terbang saat merasa ragu melafalkan

5 Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 Makna Leksikal dan Gramatikal,

(Bandung: Refika Aditama, cet. ke-5, 2012), hlm. 97 6Ruth M. Kempson. Semantics Theory (London: Cambridge University

Press, 1977)

Page 18: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 13

fifteen atau fifty sehingga dapat membahayakan pesawat dan

seluruh awaknya. Oleh karena itu, penerima pesan yang berada

di darat atau petugas di bagian ATC (Air Traffic Countrol)

sambil mengoperasionalkan mercu suar memohon agar

diulangi apa yang diucapkan oleh pilot tersebut.

Ketaksaan gramatikal muncul pada tataran morfologis

dan sintaksis. Untuk melihat pada tataran morfologis,

perhatikan prefiks peN pada kata pemukul bisa bermakna

“orang yang memukul” atau “alat untuk memukul”. Contoh

lain pada frasa orang tua dapat bermakna “orang yang tua” atau

“ibu-bapak”. Demikian pula kalimat “Aisyah anak Irvan sakit”

dapat menimbulkan ketaksaan, sehingga memiliki alternatif

makna;

(a). Aisyah, anak Irvan, sakit (Amir yang sakit)

(b). Aisyah, anak, Irvan, sakit. (tiga orang yang sakit)

(c). Aisyah! Anak Irvan sakit (Anak Irvan yang sakit).

Ketaksaan leksikal

Makna sebuah kata bisa lebih dari satu tergantung

benda yang diacu juga tergantung lingkungan atau konteks

yang dimaksud. Misalnya bisa (bermakna dapat), atau

(bermakna racun). Demikian pula dalam Bahasa Inggris, see

(melihat) ataukah sea (laut), kedua kata ini bunyinya mirip

sedangkan artinya jauh berbeda.

Contoh lainnya yakni kata bang yang bisa mengacu

pada "abang" atau "bank". Bentuk "seperti itu disebut

polyvalency yang artinya adalah dapat dilihat dari dua segi:

polisemi dan homonimi. Segi pertama / polisemi," misalnya

"kata haram di dalam bahasa Indonesia bermakna (1.)

terlarang, tidak halal (2.) suci, tidak boleh dibuat sembarangan

(3.) sama sekali tidak, sungguh-sungguh tidak (4.) terlarang

oleh undang-undang, tidak sah (5.) haram jadah.

Page 19: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

Page 14 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)

Oleh karena itu, kurang akrabnya kata yang dipakai

dengan acuannya (referent-nya) menyebabkan kekaburan

makna. Contoh: apa yang dimaksud moral, budi pekerti, akhlak

mulia? Apa pula maknanya?

2. PLEONASME

Pleonasme berarti pemakaian kata yang berlebihan.

Penampilannya bermacam-macam. Ada penggunaan dua kata

yang searti yang sebenarnya tidak diperlukan, karena

menggunakan salah satu di antara kedua kata itu sudah cukup.

Adanya “penggunaan unsur yang berlebih juga bisa karena

pengaruh bahasa asing, misalnya pengaruh apa yang disebut

concord atau agreement dalam bahasa.”7 Ada pula kelebihan

penggunaan unsur itu karena ketidaktahuan si pemakai bahasa.

Badudu menegaskan, bahwa “gejala pleonasme timbul karena

beberapa kemungkinan,”8 antara lain:

1) pembicara tidak sadar, bahwa apa yang

diucapkannya itu mengandung sifat berlebih-lebihan.

Jadi, dibuatnya dengan tidak sengaja;

2) dibuat bukan karena tidak sengaja, melainkan karena

tidak tahu bahwa

kata yang digunakannya

mengungkapkan pengertian yang berlebih; dan

3) dibuat dengan sengaja sebagai salah satu bentuk

gaya bahasa untuk memberikan tekanan pada arti

(intensitas).

Berikut ini beberapa contoh gejala pleonasme.

(a) Di dalam satu frasa terdapat dua atau lebih kata yang

searti, misalnya:

- Mulai dari waktu itu ia gemar menulis puisi.

(mulai = dari; jadi, mulai waktu atau dari waktu)

7 Stephen Ullman, Semantics An Introduction to the Science of Meaning.

Oxford; Basil Blackwell. 1972 8 J.S. Badudu, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II, (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama, 1993)

Page 20: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 15

- Sejak dari kecil ia dikenal dengan anak yang

rajin membantu orang tua dan hidup bersahaja.

(sejak = dari; sejak kecil = dari kecil)

- Sangat sedikit sekali perhatiannya pada

pelajaran.

(sangat sedikit = sedikit sekali)

(b) Kata kedua sebenarnya tidak diperlukan lagi, karena

pengertian yang terkandung dalam kata itu sudah

terkandung pada kata yang mendahuluinya. Contoh:

naik ke atas, turun ke bawah, mundur ke belakang,

melihat dengan mata kepala, mendengar dengan

telinga, menendang dengan kaki, dan lain-lain.

3. KESALAHAN NALAR

Kata “nalar” dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti

(1) pertimbangan tentang baik buruk, dan sebagainya (2)

aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis. Jadi,

penalaran adalah proses mental dalam mengembangkan

pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.

Nalar menentukan apakah kalimat yang dituturkan adalah

kalimat yang logis atau tidak, sebab nalar mengacu pada

aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis. Pikiran

yang logis ialah pikiran yang masuk akal dan berterima.

Dalam tuturan sehari-hari tidak jarang penyimak

mendengar kalimat yang dituturkan orang dapat juga

dipahami, meskipun jika diteliti benar, akan tampak bahwa

kata-kata yang digunakan dalam kalimat itu tidak menunjukkan

hubungan makna yang logis. Misalnya:

- Pengemudi mobil tangki V-Power siap diajukan ke

pengadilan.

Berdasarkan kalimat tersebut, pertanyaan yang timbul

adalah, "Siapa yang siap? Pengemudi mobil tangki itukah, atau

pengadilan?" Pengemudi mobil tangki itu adalah orang yang

melanggar aturan lalu-lintas. Dia menunggu nasibnya

Page 21: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

Page 16 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)

ditentukan oleh pengadilan. Dia tidak harus menyiapkan

pengaduan terhadap dirinya sendiri ke pengadilan. Jadi, yang

akan mengajukan perkara itu ke pengadilan adalah jaksa

setelah ia menerima laporan lengkap dari pihak polisi dengan

bukti-bukti yang lengkap tentang pelanggaran yang telah

dilakukan oleh si pengemudi. Di hadapan hakim di pengadilan,

dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya atau

kesalahan yang dituduhkan kepadanya. Oleh karena itu,

kalimat tersebut diubah menjadi sebagai berikut:

- Pengemudi mobil tangki V-Power akan segeraa

diajukan ke pengadilan.

Contoh lainnya yang salah nalar yakni:

Saya terlambat karena tinggal di Bogor.

Kalimat tersebut tampaknya masuk akal, tetapi tidak

dapat dibenarkan, sebab tidak ada hubungan kata terlambat

dengan nama kota atau nama tempat. Jika kota Bogor diganti

dengan berbagai kota yang ada di Indonesia atau di negara-

negara lain, tetap saja orang itu terlambat. Jadi, yang benar

adalah saya terlambat karena hadir tidak tepat waktu.

Berikutnya perhatikan contoh salah nalar di bawah ini.

Jika mau mengerti kenakalan remaja, maka kita harus

ikut tawuran di jalan sambil mencoret-coret dinding

yang terdapat di sekeliling jalan.

Contoh itu merupakan kesesatan penalaran / salah nalar

yang dilakukan dengan sengaja untuk menyesatkan

orang lain disebut SOFISME.

4. KERANCUAN ATAU KONTAMINASI

Rancu berarti kacau. Kerancuan artinya kekacauan.

Kalimat yang rancu atau kalimat yang kacau ialah kalimat

yang susunannya tidak teratur sehingga informasinya sulit

dipahami.

Kerancuan berbahasa terkait atau berhubungan dengan

kerancuan berpikir. Dengan kata lain dalam keteraturan

Page 22: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 17

berbahasa menunjukkan keteraturan berpikir. Jadi, “orang yang

biasa berpikir teratur biasanya berbahasa teratur pula.”9

Contoh:

Untuk penyampaian rencana pengumuman itu

memerlukan penegasan peraturan menteri lebih dahulu. (salah)

Penggunaan kata “untuk” pada kalimat di atas sangat

merancukan pikiran, sebab kata tersebut mendahului subjek.

Seharusnya kata “untuk” dihilangkan, sehingga menjadi:

Penyampaian rencana pengumuman itu memerlukan

penegasan peraturan menteri lebih dahulu.

Selanjutnya, apabila kata “untuk” tetap dipertahankan,

maka kata “memerlukan” dengan awalan me- harus diubah

menjadi “diperlukan” / dengan awalan di- , sehingga kalimat

yang benar adalah:

Untuk penyampaian rencana pengumuman itu diperlukan

penegasan peraturan menteri lebih dahulu.

Contoh lain yang penulis temui dalam komunikasi

sehari-hari yakni ucapan jangan boleh seperti dalam kalimat,

“Jangan boleh dia pergi” dirancukan dari jangan biarkan dan

tidak boleh.

5. PENGARUH BAHASA DAERAH

Kata-kata seperti lumayan, heboh, gagasan,

semarak,bobot, macet, seret, awet, sumber, semua itu berasal

dari kosa kata bahasa daerah. Kata-kata bahasa daerah yang

sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia tampaknya tidak

menjadi masalah jika digunakan dalam pemakaian bahasa

sehari-hari. Akan tetapi bahasa daerah yang belum berterima

dalam bahasa Indonesia inilah yang dapat menimbulkan

kemacetan dalam berkomunikasi jika tetap digunakan,

sehingga informasi yang disampaikan menjadi tidak sampai

9 S. Effendi, Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar.

(Jakarta: Pustaka Jaya, cet. ke-6, 2009), hlm. 82

Page 23: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

Page 18 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)

atau membingungkan karena kata yang dipilih tidak dipahami

atau kalimat yang disusun tidak efektif.

6. PENGARUH BAHASA ASING

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia tidak

terlepas dari pengaruh bahasa lain, baik bahasa daerah ataupun

bahasa asing. Pengaruh itu di satu sisi mampu memperkaya

khazanah bahasa Indonesia, tetapi di sisi lain mengganggu

kaidah tata bahasa Indonesia sehingga menimbulkan

ketidakefektifan kalimat.

Salah satu contoh yang dapat memperkaya khazanah

bahasa Indonesia ialah masuknya kata-kata tertentu yang tidak

terdapat dalam bahasa Indonesia. “Kata pikir, saleh, dongkrak,

kursi, dan fakultas misalnya merupakan kata berasal dari

bahasa asing yang sekarang tidak terasa sebagai kata-kata yang

berasal dari bahasa asing.”10

Akhir-akhir ini, pengaruh bahasa Inggris sangat besar.

Beberapa kata yang berasal dari bahasa Inggris sering dipakai

selain kata-kata dari bahasa Indonesia yang searti dengan kata-

kata itu. Terkadang, sering dijumpai bahwa orang Indonesia

seolah-olah keranjingan menggunakan kata asing terlebih

dalam berpidato, sampai-sampai tidak dipikirkan bahwa yang

mendengarkan itu, mungkin tidak dapat lagi memahami bahasa

yang dipakai oleh orang yang sedang berpidato.

“Lebih geli lagi, perasaan kita bila mendengar kata-kata

asing, seakan-akan diobralkan pemakaiannya, sedangkan

penggunaannya dalam kalimat kadang-kadang kurang tepat

sehingga kalimat menjadi tidak efektif dan pada akhirnya

kalimat tersebut tidak dapat dipahami oleh pendengar.”11

Oleh

karena itu, kata-kata asing yang sudah ada padanannya dalam

bahasa Indonesia digunakan agar komunikasi yang dijalin

berjalan lancar.

10

Ibid., hlm. 124 11

Ibid.

Page 24: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 19

Perhatikanlah deretan kata berikut ini: legalisasi,

vaksinasi, modernisasi, sosialisasi, konseptualisasi, sterilisasi,

generalisasi, dan sebagainya. Kata-kata tersebut dapat dijumpai

pada setiap halaman surat kabar ibukota. Inilah wujud

pamakaian kata berakhiran –isasi yang kian hari kian mewarnai

penggunaan bahasa di tanah air.

Penggunaan kata-kata tersebut dalam kalimat,

misalnya:

- Upaya modernisasi selalu mengancam penggusuran rumah

penduduk.

- Tim sukses calon presiden menghabiskan dana untuk proses

sosialisasi pilpres.

- Mantri sunat itu melakukan sterilisasi peralatan medis

sebelum digunakan.

Pemakaian kata berakhiran –isasi pada kalimat di atas

tampaknya secara sepintas dipahami pembaca. Dalam artian

kalimat itu tidak menyembunyikan masalah kebahasaan. Akan

tetapi jika dicermati maka secara kaidah kebahasaan bisa

dikupas sebagai berikut.

Kata berakhiran –isasi pada kalimat di atas semuanya

menyatakan arti: usaha, kegiatan, upaya, proses seperti yang

dipersyaratkan oleh bentuk dasar setiap kata tersebut. Maka

cermatilah kata yang mendahului setiap kata yang berakhiran –

isasi. “Jika kata yang mendahului bentuk dasar berakhiran -

isasi tidak menyatakan makna proses, melakukan, usaha,

kegiatan maka kalimat itu pasti dapat diterima sebagai kalimat

yang gramatikal. Sebaliknya, apabila semua kata berakhiran –

isasi itu diawali kata yang menyatakan makna upaya, proses,

melakukan maka pasti kalimat itu tidak gramatikal.”12

Dengan

kata lain ketiga kalimat di atas berterima secara gramatikal jika

kata “upaya, proses, melakukan” dihilangkan.

12

Bonne Rampung, Fatamorgana Bahasa Indonesia 2, (Yogyakarta: Pustaka Nusatama, cet. ke-5, 2005), hlm. 183

Page 25: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 83

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka, edisi ketiga, cet. ke-5, 2003

Badudu, J.S. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II. Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama, 1993

Chaer, Abdul. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan

Proses). Jakarta: Rineka Cipta, cet. ke-1, 2008.

Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.

Jakarta: Balai Pustaka, cet. ke-3, 2003

Dewan Redaksi Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia,

Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia Jilid II. Bandung:

Angkasa, 2009

Djajasudarma, T. Fatimah. Semantik 1 Makna Leksikal dan

Gramatikal. Bandung: Refika Aditama, cet. ke-5,

2012

Effendi, S. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan

Benar. Jakarta: Pustaka Jaya, cet. ke-6, 2009.

Finoza, Lamuddin. Komposisi Bahasa Indonesia untuk

Mahasiswa Nonjurusan Bahasa.Jakarta: Diksi Insan

Mulia. Cet. ke-18. 2010.

H.P., Achmad. Sintaksis Bahasa Indonesia. Tangerang:

Pustaka Mandiri, cet. ke-2, 2012

Hockett, Charles F. Course in Morfem Linguistic. New York:

The Macmillan Company, 1959

Page 26: Dra. Hindun, M. Pd. - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44700/1/gabung Bu HIndun.pdfpada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada

Page 84 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)

J.W.M., Verhaar. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press, 1981

Kempson, Ruth M. Semantics Theory. London: Cambridge

University Press, 1977

Keraff, Gorys. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa

Indah, 1984

Keraff, Gorys. Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah, cet. ke-13,

2004

Kridalaksana, Harimurti. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, cet. ke-6,

2008

Pateda, Mansoer. Linguistik: Sebuah Pengantar. Bandung:

Angkasa, 1988

Putrayasa, Ida Bagus. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur dan

Logika). Bandung: Refika Aditama, cet. ke-3, 2010

Rampung, Bonne. Fatamorgana Bahasa Indonesia 2,

Yogyakarta: Pustaka Nusatama, cet. ke-5, 2005

Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-Prinsip Pengajaran Sintaksis.

Bandung: Angkasa, 1983

Ullman, Stephen. Semantics An Introduction to the Science of

Meaning. Oxford; Basil Blackwell.1972