dra. hindun, m. pd. -...
TRANSCRIPT
Dra. Hindun, M. Pd.
KEBAHASAAN
(MORFOLOGI DAN SINTAKSIS)
JAKARTA 2014
Perpustakaan Nasional Katalog dalam terbitan (KTD) Dra. Hindun, M.Pd. KEBAHASAAN (MORFOLOGI DAN SINTAKSIS) Mazhab Ciputat, Hlm vi, 84. 15 x 21cm ISBN : 978-602-7987-07-4 Dra. Hindun, M. Pd. Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Disain Grafis : Tim Mazhab Ciputat Penerbit : Mazhab Ciputat Jl. Semanggi 2 No. 25 B Ciputat Tangerang Selatan Banten 15412 Tlp. (021) 7415485 Percetakan : Sejahtera Kita Jl. HOS Cokroaminoto (Kreo) No. 103 Cileduk Raya, Tangerang. Telp. (021) 73451975 Hak Penerbitan pada : Mazhab Ciputat Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotocopy tanpa izin sah dari penerbit.
HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page vii
KEBAHASAAN (MORFOLOGI DAN SINTAKSIS)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .........................................................................................vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................vii-viii
BAB I. KALIMAT EFEKTIF
A. PENGERTIAN DAN CIRI KALIMAT EFEKTIF.........................................1—10
B. FAKTOR PENYEBAB KETIDAKEFEKTIFAN KALIMAT........................10—22
1. AMBIGUITAS
2. PLEONASME
3. KESALAHAN NALAR
4. KERANCUAN ATAU KONTAMINASI
5. PENGARUH BAHAS DAERAH
6. PENGARUH BAHASA ASING
BAB II. MORFEM........................................................................................... ..23—26
A. HAKIKAT MORFOLOGI DAN MORFOLOGI DALAM LINGUISTIK
B. PENGERTIAN MORFEM, IDENTIFIKASI MORFEM, MORF, DAN
ALOMORF
C. JENIS MORFEM
1. MORFEM BEBAS-TERIKAT
2. MORFEM UTUH-TERBAGI
3. MORFEM LEKSIKAL
4. MORFEM UNIK PRAKATEGORIAL
5. MORFEM SEGMENTAL
BAB III. PROSES MORFOLOGIS ..................................................................27—41
A. AFIKSASI
B. REDUPLIKASI
C. KOMPOSISI
D. ABREVIASI
E. KONVERSI
BAB IV. FRASA DAN KLAUSA .....................................................................42—54
A. DEFINISI FRASA, CIRI-CIRI DAN JENISNYA.
HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page vii
B. DEFINISI KLAUSA, CIRI-CIRI DAN JENISNYA
BAB V. IMBUHAN DALAM BAHASA INDONESIA .......................................55—64
A. PREFIKS
B. INFIKS
C. SUFIKS
D. KONFIKS
E. SIMULFIKS
F. INFLEKSI
G. DERIVIASI
BAB VI. JENIS-JENIS KALIMAT ...............................................................65—72
A. KLASIFIKASI BERDASARKAN BENTUK ......................................
B. KLASIFIKASI BERDASARKAN MAKNA.........................................
C. KLASIFIKASI BERDASARKAN STRUKTUR KLAUSA ..................
D. KLASIFIKASI BERDASARKAN AMANAT WACANA .....................
LATIHAN SOAL UTS ........ ........................................................................73—77
LATIHAN SOAL UAS ..................................................................................77—82
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................83—84
RIWAYAT PENULIS ...................................................................................85
HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 1
BAB I
KALIMAT EFEKTIF
A. PENGERTIAN DAN CIRI KALIMAT EFEKTIF
Setiap penulis membutuhkan pembaca, demikian pula
setiap pembicara membutuhkan penyimak, dan penutur
membutuhkan petutur. Pembaca, penyimak, petutur merupakan
orang-orang yang berposisi sebagai lawan bicara atau mitra
tutur dalam berkomunikasi.
Kalimat efektif adalah Kalimat yang memiliki
kemampuan untuk menimbulkan kembali gagasan-gagasan
pada pikiran pendengar atau pembaca seperti apa yang ada
dalam pikiran pembicara atau penulis. Jadi, apabila ide pokok
atau gagasan utama yang terdapat dalam benak si pembicara
atau si penulis atau si penutur dapat dipahami oleh penyimak,
pembaca, atau petutur sama dengan yang dipikirkannya berarti
kalimat itu sudah efektif.
Kalimat efektif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Kesepadanan
2. Keparalelan
3. Ketegasan
4. Kehematan
5. Kecermatan
6. Kelogisan
7. Kevariasian
Kalimat efektif harus sepadan. Kesepadanan sebuah
kalimat dapat dilihat dari:
• Memiliki Subyek dan Predikat yang Jelas
Contoh:
Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus
membayar uang kuliah. (Salah)
Subyek pada kalimat di atas yakni bagi semua mahasiswa
perguruan tinggi ini tidaklah jelas alias membingungkan.
Page 2 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)
Seharusnya bagian awal kalimat itu, kata: bagi semua,
dihilangkan saja. Kalimat yang efektif: Mahasiswa
perguruan tinggi harus membayar uang kuliah.
• Tidak Terdapat Subyek Ganda
Contoh:
- Penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para dosen.
(Salah)
Terdapat dua subyek pada kalimat di atas, yakni
penyusunan laporan itu dan saya. Seharusnya cukup
gunakan satu subyek, sehingga menjadi:
Penyusunan laporan itu dibantu oleh para dosen.
(benar)
- Saya dibantu oleh para dosen untuk menyusun
laporan itu. (benar)
Pengumuman itu saya kurang jelas. (Salah)
Pada contoh kedua di atas juga terdapat dua subyek,
yakni “pengumuman itu” dan “saya”. Seharusnya:
pengumuman itu kurang jelas atau saya kurang jelas.
• Kata Penghubung intrakalimat Tidak Dipakai pada
Kalimat Tunggal
Contoh:
- Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak
dapat mengikuti acara pertama. (Salah)
- Kakaknya membeli sepeda motor Honda. Sedangkan
dia membeli motor Yamaha. (Salah)
Kedua kalimat tersebut menggunakan kata penghubung
sehingga dan sedangkan pada awal kalimat atau sebagai kata
penghubung antarkalimat. Seharusnya dua kata penghubung itu
merupakan kata penghubung intrakalimat atau dengan kata lain
tidak dapat diletakkan di awal kalimat, melainkan di dalam
kalimat. Jadi, setelah kata “terlambat” seharusnya tanda koma.
Demikian pula setelah kata Honda seharusnya tanda koma.
HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 3
• Predikat Kalimat Tidak Didahului oleh Kata “yang”
Contoh:
- Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu
(Salah)
- Kampus kami yang terletak di depan Masjid
Fathulloh. (Salah)
Seharusnya:
- Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu.
- Kampus kami terletak di depan Masjid Fathulloh.
Demikian juga apabila kata “yang” diletakkan di awal
kalimat, maka menjadi tidak efektif. Contoh: Yang dimaksud
dengan resiprokal adalah......
Ciri kedua dari kalimat efektif yakni keparalelan.
Paralel atau sejajar bisa dilihat dari contoh berikut:
- Harga minyak dibekukan atau kenaikan secara
luwes. (Salah)
- Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah
pengecatan tembok, memasang penerangan, pengujian
sistem pembagian air, dan pengaturan tata ruang.
(Salah)
Seharusnya:
- Harga minyak dibekukan atau dinaikkan secara
luwes.
- Tahap terakhir penyelesaian gedung itu adalah
pengecatan tembok, pemasangan penerangan,
pengujian sistem pembagian air, dan pengaturan tata
ruang.
Kata “dibekukan” yang diikuti oleh kata “kenaikan”
tidaklah paralel, sebab konfiks di-kan pada kata “dibekukan”
akan paralel manakala kata berikutnya yakni kata dasar “naik”
juga mendapat konfiks di-kan, sehingga menjadi “dinaikkan”.
Perhatikan lagi contoh berikut ini:
Page 4 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)
- Lembah itu amat dalam, luas, dan dengan keindahan
luar biasa. (tidak paralel)
- Lembah itu amat dalam, luas, dan indah. (paralel)
- Kalimat pertama di atas memiliki predikat dengan
beberapa kata yang tidak sekelas, yaitu kata “dalam
(kata sifat)”, “luas (kata sifat)”, dan “keindahan (kata
benda)”. Ketidaksejajaran yang seperti itu dapat
mengakibatkan mengaburkan makna, sehingga dapt
disebut kalimat tidak efektif. Untuk itulah kata
“keindahan” harus diganti dengan kata “indah (kata
sifat)”, lalu kata “dengan” dibuang saja.
Selanjutnya, paralel atau kesejajaran yang paling mudah
dilihat contohnya yakni pada soal ujian. Kesejajaran yang
dimaksud yakni kesejajaran dalam perincian pilihan. Soal ujian
kadang-kadang dibuat dalam bentuk pilihan ganda. Soal yang
baik harus memuat perincian pilihan yang sejajar sehingga
memberi peluang yang sama untuk dipilh. Berikut ini contoh
perincian pilihan yang tidak sejajar.
- Pemasangan telepon akan menyebabkan .....
a. melancarkan tugas
b. untuk menambah wibawa
c. meningkatnya pengeluaran
Pada contoh di atas, jawaban yang diharapkan adalah a,
tetapi kalimat Pemasangan telepon akan menyebabkan
melancarkan tugas bukanlah kalimat yang baik.
Pilihan b meskipun memang bukan jawaban yang tepat, tidak
mempunyai peluang untuk dipilih karena kalimat Pemasangan
telepon akan menyebabkan untuk menambah wibawa bukanlah
kalimat yang baik. Kalimat yang memuat pilihan c justru
paling baik, tetapi itu bukan jawaban yang diharapkan. Soal itu
dapat diubah sebagai berikut.
- Pemasangan telepon akan meningkatkan ......
a. kelancaran
b. wibawa
HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 5
c. pengeluaran
Contoh berikut ini memperlihatkan perician yang baik
dan sejajar walaupun tidak sejenis.
- Komunikasi adalah hubungan yang dilakukan ......
a. dengan telepon
b. untuk mendapatkan informasi
c. oleh dua pihak atau lebih
Perincian itu dikatakan sejajar karena masing-masing
jawaban itu merupakan keterangan, tetapi tidak sejenis karena
dari segi makna, isi keterangan itu memang berbeda-beda.
Pilihan a adalah keterangan alat, pilihan b adalah keterangan
tujuan, pilihan c adalah keterangan pelaku. Yang perlu
diperhatikan dalam contoh di atas ialah penalaran kalimat yang
melibatkan pilihan c. Apakah setiap hubungan yang dilakukan
oleh dua pihak atau lebih itu selalu dapat disebut komunikasi?
Hal itu tidak akan dibahas lebih lanjut karena merupakan
masalah logika dan bukan masalah bahasa.
Ciri ketiga dari kalimat efektif yakni: ketegasan. Tegas
dalam sebuah kalimat sehingga menjadi efektif kalimat yang
dibangun, dapat dilihat dari:
Mempergunakan partikel penekanan (penegasan)
Contoh:
Sayangilah temanmu sebagaimana engkau menyayangi
saudaramu.
Patuhilah peraturan lalu lintas
Hormatilah orang tuamu
Partikel “lah” pada ketiga contoh kalimat di atas
merupakan penegasan dari kata sayang, patuh, dan hormat.
Membuat urutan kata secara bertahap
Contoh:
-Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta
rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar.
(Salah)
Page 6 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)
Kalimat tersebut urutan katanya tidak sistematis, sebab
dari seribu, sejuta lalu seratus. Seharusnya dari seratus, seribu
lalu sejuta, sehingga kalimat itu menjadi: Bukan seratus,
seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah telah
disumbangkan kepada anak-anak terlantar.
Meletakkan kata yang ditonjolkan di depan kalimat (di
awal kalimat)
Contoh:
- Presiden mengharapkan agar rakyat membangun
bangsa dan negara ini dengan kemampuan yang ada
pada dirinya.
Kata “presiden mengharapkan” diletakkan di bagian
awal kalimat. Hal ini dimaksudkan sebagai penekanan atau
bagian yang ditonjolkan.
Ciri keempat dari kalimat efektif adalah kehematan.
Hemat dalam sebuah kalimat sehingga menjadi efektif, dapat
terlihat dari ciri berikut:
Menghindari kesinoniman dalam satu kalimat
Contoh:
- Sejak dari pagi dia bermenung. (Salah)
- Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang kakek sakti
yang baik hati. (Salah)
Kata sejak bersinonim dengan kata dari, sehingga kedua
kata tersebut tidaklah efektif jika dipakai bersamaan dalam satu
kalimat. Demikian pula kata zaman dengan kata kala, keduanya
memiliki arti yang sama yaitu waktu. Jadi, “zaman
dahulu=dahulu kala”.
Seharusnya:
- Sejak pagi dia bermenung.
- Dari pagi dia bermenung.
- Pada zaman dahulu hiduplah seorang kakek sakti yang
baik hati.
- Dahulu kala hiduplah seorang kakek sakti yang baik hati.
HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 7
Tidak menjamakkan kata-kata yang sudah jamak
Contoh:
- Para hadirin sekalian Bapak-bapak Ibu-ibu yang saya
hormati. (Salah)
- Beberapa orang saling baku hantam. (Salah)
Dalam contoh kalimat yang pertama banyak sekali kata
yang sudah jamak dan dideretkan dengan kata jamak
berikutnya, sehingga menjadi tidak efektif karena boros atau
tidak hemat. Kata “para” bermakna banyak, dan kata “hadirin”
sudah menunjukkan makna lebih dari satu yang hadir berarti
banyak. Selanjutnya “bapak-bapak” berarti banyak bapak dan
“ibu-ibu” berarti banyak ibu. Jadi untuk lebih hemat atau agar
efektif kalimat tersebut seharusnya:
- Hadirin yang saya hormati
- Bapak-Bapak, Ibu-Ibu yang dirahmati Allah.
- Bapak Ibu sekalian yang berbahagia.
Selanjutnya pada contoh kalimat yang kedua, kata
beberapa yang menunjukkan makna lebih dari satu atau banyak
diikuti oleh kata saling yang memiliki makna dilakukan oleh
dua orang. Jadi, seharusnya: beberapa orang baku hantam.
Menghindari pemakaian superordinat pada hiponimi
Contoh:
- Ia memakai baju merah. (Salah)
Istilah hiponim berasal dari kata Yunani Kuno “onoma”=
nama, dan “hypo”= di bawah. Hiponim artinya nama yang
termasuk di bawah nama lain Verhaar mengatakan “hiponim
(dari Bahasa Inggris: hyponym) ialah ungkapan (biasanya kata,
kiranya dapat juga frase atau kalimat) yang maknanya
dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain.”1
Contoh, jika disebut kata bunga maka munculah kata melati,
mawar, anggrek, dahlia, bougenvil, dan sebagainya. Kata
melati, mawar dan sebagainya itu merupakan hiponim dari kata
1 Verhaar, J.W.M. Pengantar Linguistik. (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1981)
Page 8 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)
bunga. Adapun hubungan kata mawar dengan kata bunga
disebut hiponimi. Jadi, “hiponimi adalah hubungan makna
yang mengandung pengertian hierarki.”2
Contoh lainnya yakni kata warna yang meliputi semua
warna. Dapat dikatakan bahwa kuning, hijau, biru, putih,
merah dan sebagainya merupakan hiponim yang berhiponimi
dengan kata warna. Nah, pada contoh di atas, kalimat ia
memakai baju merah bisa bermakna bajunya yang benar-benar
merah = arti sebenarnya, bisa juga makna lain yaitu ia memang
termasuk kelompok orang-orang berbaju merah, misalnya
dikaitkan dengan politik berarti anggota PDI (Partai
Demokrasi Indonesia).
Ciri kelima dari kalimat efektif adalah kecermatan.
Cermat dalam sebuah kalimat merupakan wujud konkret dari
seorang pembuat kalimat dalam ketelitiannya. Contoh:
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu
menerima hadiah. (Salah)
Dia menerima uang sebanyak dua puluh lima ribuan.
(salah)
Yang diceritakan menceritakan tentang putra-putri raja,
hulubalang, dan para menteri. (Salah)
Menurut kabar burung Anto sakit. (Salah)
Contoh kalimat yang pertama tampak sekali kurang
cermat, karena maksud kalimat itu bisa menjadi dua tafsiran
yaitu mahasiswa perguruan tinggi yang mendapat hadiah atau
perguruan tinggi yang mendapat hadiah. Sementara pada
contoh kalimat yang kedua bisa berarti uang-uangan atau duit
bohong-bohongan, karena di akhir kata ribu mendapat akhiran
–an. Adapun pada contoh yang ketiga jelas sekali
ketidakcermatan ditampakkan pada penggunaan kata
diceritakan menceritakan, selain menggunakan kata “yang” di
awal kalimat.
2 T. Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 Makna Leksikal dan Gramatikal,
(Bandung: Refika Aditama, cet. ke-5, 2012), hlm. 71
HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 9
Berikutnya contoh yang terakhir di atas, menjadi salah
makna apabila jeda pada saat membaca tidak tepat. Apabila
jeda atau koma diletakkan setelah kata “kabar” maka burung
Anto lah yang sakit. Akan tetapi jika tanda koma atau jeda
diletakkan setelah kata “burung” maka Anto lah yang sakit.
Ciri keenam dari kalimat efektif adalah kelogisan. Logis
atau masuk akal akan membuat kalimat yang disusun menjadi
efektif. Berikut ini merupakan contohnya:
Taufik Hidayat menduduki Juara Pertama Indonesia
Open. (Salah)
Mayat wanita yang ditemukan itu sebelumnya sering
mondar-mandir di daerah itu. (Salah)
Penonton melempari batu kepada wasit. (Salah)
Sambutan Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah. Waktu dan tempat kami
persilakan. (Salah)
Dari keempat contoh kalimat tersebut jelas bahwa
ketidaklogisan yang terdapat pada kalimat pertama adalah
bahwa juara pertama diduduki oleh seorang yang bernama
Taufik Hidayat. Selanjutnya mayat yang berarti jenazah atau
seseorang yang sudah tidak bernyawa lagi tidak mungkin
mondar-mandir atau bolak-balik seolah masih hidup.
Kemudian penonton yang sangat tidak santun dengan atraksi
melempari batu merupakan hal yang tidak logis manakala
digunakan kata “kepada” yang menunjukkan kesantunan, dan
biasanya dipakai dalam surat menyurat.
Akhirnya, di bagian contoh yang keempat jelas sekali
ketidaklogisan yang tampak bahwa yang dipersilakan untuk
memberikan kata sambutan adalah waktu dan tempat, bukan
orang yang dimaksud. Hal semacam ini sering ditemukan pada
pemakaian pembawa acara atau MC yang mungkin masih
amatir atau belum menguasai bahasa Indonesia secara
mendalam.
Page 10 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)
Ciri ketujuh dari kalimat efektif adalah kevariasian.
Kelincahan dalam menulis dapat tergambar dari struktur
kalimat yang dibangun. Apakah kalimat itu pendek atau
panjang maka penulisan yang mempergunakan kalimat dengan
pola kalimat yang sama akan membuat suasana menjadi
monoton atau datar sehingga akan menimbulkan kebosanan
pada pembaca. Demikian juga jika penulis terus-menerus
memilih kalimat yang pendek. Akan tetapi, kalimat panjang
yang terus-menerus dipakai akan membuat pembaca
kehilangan pegangan akan ide pokok yang memungkinkan
timbulnya kelelahan pada pembaca. Oleh sebab itu, dalam
penulisan diperlukan pola dan bentuk kalimat yang bervariasi.
“Variasi merupakan suatu upaya yang bertolak belakang
dengan repetisi. Pengulangan atau repetisi sebuah kata untuk
memperoleh efek penekanan, lebih banyak menekankan pada
kesamaan bentuk.”3
Dengan kata lain variasi berarti
menganekaragamkan bentuk-bentuk bahasa agar tetap
terpelihara minat pembaca dan perhatian orang terhadap bahasa
yang digunakan.
Kevariasian ini tidak ditemukan dalam kalimat demi
kalimat atau pada kalimat-kalimat yang dianggap sebagai
struktur bahasa yang berdiri sendiri. Ciri kevariasian akan
diperoleh jika kalimat yang satu dibandingkan dengan kalimat
yang lain terasa tidak monoton. Kemungkinan variasi kalimat
tersebut sebagai berikut.
variasi dalam pembukaan kalimat
Ada beberapa kemungkinan untuk memulai kalimat demi
efektivitas, yaitu dengan variasi pada pembukaan kalimat.
“Dalam variasi pembukaan kalimat, sebuah kalimat dapat
dimulai atau dibuka dengan:
1) frase keterangan (waktu, tempat, cara);
2) frase benda; dan
3 Gorys Keraff, Komposisi, (Ende: Nusa Indah, cet. ke-13, 2004), hlm. 49
HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 11
3) frase kerja.”4
Perhatikan contoh berikut!
(a) Gemuruh suara teriakan serempak penonton ketika
penyerang tengah menyambar umpan dan menembus jala
kiper pada menit kesembilan belas. (frase keterangan cara)
(b) Mang Usil dari kompas menganggap hal ini sebagai satu
isyarat sederhana untuk bertransmigrasi. (frase benda)
(c) Dibuangnya jauh-jauh pikiran yang menghantuinya selama
ini. (frase kerja)
B. FAKTOR PENYEBAB KETIDAKEFEKTIFAN
KALIMAT
1. AMBIGUITAS
Kata ambigu berarti memiliki makna ganda atau double.
Kalimat yang sudah memenuhi ketentuan tatabahasa tetapi
masih menimbulkan penafsiran ganda atau mendua maka
disebut mengandung ambiguitas. Contoh:
- Rumah sang jutawan yang aneh itu akan segera
dijual.
- Datanglah pada ulang tahun anakku yang kedua.
Kedua kalimat tersebut mengandung makna ambigu.
Frase “yang aneh” pada kalimat pertama menerangkan kata
“rumah” atau frase “sang jutawan”? Jika “yang aneh”
menerangkan rumah, kata “yang” dapat dihilangkan dan kata
“aneh” didekatkan pada kata “rumah”, lalu ditambahkan kata
“milik” di antara “aneh” dan “sang jutawan”. Sementara itu,
jika “yang aneh” itu menerangkan sang jutawan, kata “yang”
dapat dihilangkan sehingga makna kalimat tersebut menjadi
lebih jelas. Kalimat perbaikannya menjadi:
- Rumah aneh milik sang jutawan itu akan segera
dijual.
- Rumah sang jutawan aneh itu akan segera dijual.
4 Ida Bagus Putrayasa, Kalimat Efektif (Diksi, Struktur dan Logika),
(Bandung: Refika Aditama, cet. ke-3, 2010), hlm. 64-65
Page 12 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)
Frase “yang kedua” pada kalimat kedua di atas
menerangkan frase “ulang” atau kata “anakku”? Jika “yang
kedua” menerangkan “ulang tahun”, kata “yang” dihilangkan
dan kata ”kedua” didekatkan pada kata “anakku”, lalu
ditambahkan kata “untuk” di antara “kedua” dan “anakku”.
Sementara itu, jika “yang kedua” itu menerangkan anakku, kata
“yang” dapat dihilangkan sehingga makna kalimat tersebut
menjadi lebih jelas. Kalimat perbaikannya yakni:
- Datanglah pada ulang tahun yang kedua untuk
anakku.
- Datanglah pada ulang tahun anakku kedua.
Jadi, apabila pendengar atau pembaca sulit menangkap
pengertian yang dibacanya atau didengarnya maka ambiguitas
timbul. Istilah ambiguitas ini oleh Fatimah Djajasudarma
disebut ketaksaan. Dengan kata lain “ketaksaan ( ambiguitas)
dapat timbul dalam berbagai variasi tulisan atau tuturan.”5
Selanjutnya dikemukakan oleh Kempson bahwa
“ketaksaan ada tiga bentuk. Ketiganya berhubungan dengan
fonetik, gramatikal, dan leksikal.”6 Ketaksaan fonetik muncul
akibat berbaurnya bunyi-bunyi bahasa yang dilafalkan. Kata-
kata yang membentuk kalimat dilafalkan terlalu cepat sehingga
dapat mengakibatkan keragu-raguan akan maknanya.
Misalnya: [bakmi] atau [bak mi] bisa bermakna sejenis
makanan atau panggilan untuk perempuan bernama Minarni,
Minarsih, atau lainnya. Dalam bahasa Sunda [pigeulisna]
bermakna giliran cantiknya atau [pigeu lisna] artinya bisu
Lisna. Dalam Bahasa Inggris [a near] menunjukkan nomina
yang bermakna sebuah ginjal atau [an ear] artinya sebuah
telinga. Berikutnya ketaksaan fonetik yang dialami seorang
pilot atau kapten pesawat terbang saat merasa ragu melafalkan
5 Fatimah Djajasudarma, Semantik 1 Makna Leksikal dan Gramatikal,
(Bandung: Refika Aditama, cet. ke-5, 2012), hlm. 97 6Ruth M. Kempson. Semantics Theory (London: Cambridge University
Press, 1977)
HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 13
fifteen atau fifty sehingga dapat membahayakan pesawat dan
seluruh awaknya. Oleh karena itu, penerima pesan yang berada
di darat atau petugas di bagian ATC (Air Traffic Countrol)
sambil mengoperasionalkan mercu suar memohon agar
diulangi apa yang diucapkan oleh pilot tersebut.
Ketaksaan gramatikal muncul pada tataran morfologis
dan sintaksis. Untuk melihat pada tataran morfologis,
perhatikan prefiks peN pada kata pemukul bisa bermakna
“orang yang memukul” atau “alat untuk memukul”. Contoh
lain pada frasa orang tua dapat bermakna “orang yang tua” atau
“ibu-bapak”. Demikian pula kalimat “Aisyah anak Irvan sakit”
dapat menimbulkan ketaksaan, sehingga memiliki alternatif
makna;
(a). Aisyah, anak Irvan, sakit (Amir yang sakit)
(b). Aisyah, anak, Irvan, sakit. (tiga orang yang sakit)
(c). Aisyah! Anak Irvan sakit (Anak Irvan yang sakit).
Ketaksaan leksikal
Makna sebuah kata bisa lebih dari satu tergantung
benda yang diacu juga tergantung lingkungan atau konteks
yang dimaksud. Misalnya bisa (bermakna dapat), atau
(bermakna racun). Demikian pula dalam Bahasa Inggris, see
(melihat) ataukah sea (laut), kedua kata ini bunyinya mirip
sedangkan artinya jauh berbeda.
Contoh lainnya yakni kata bang yang bisa mengacu
pada "abang" atau "bank". Bentuk "seperti itu disebut
polyvalency yang artinya adalah dapat dilihat dari dua segi:
polisemi dan homonimi. Segi pertama / polisemi," misalnya
"kata haram di dalam bahasa Indonesia bermakna (1.)
terlarang, tidak halal (2.) suci, tidak boleh dibuat sembarangan
(3.) sama sekali tidak, sungguh-sungguh tidak (4.) terlarang
oleh undang-undang, tidak sah (5.) haram jadah.
Page 14 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)
Oleh karena itu, kurang akrabnya kata yang dipakai
dengan acuannya (referent-nya) menyebabkan kekaburan
makna. Contoh: apa yang dimaksud moral, budi pekerti, akhlak
mulia? Apa pula maknanya?
2. PLEONASME
Pleonasme berarti pemakaian kata yang berlebihan.
Penampilannya bermacam-macam. Ada penggunaan dua kata
yang searti yang sebenarnya tidak diperlukan, karena
menggunakan salah satu di antara kedua kata itu sudah cukup.
Adanya “penggunaan unsur yang berlebih juga bisa karena
pengaruh bahasa asing, misalnya pengaruh apa yang disebut
concord atau agreement dalam bahasa.”7 Ada pula kelebihan
penggunaan unsur itu karena ketidaktahuan si pemakai bahasa.
Badudu menegaskan, bahwa “gejala pleonasme timbul karena
beberapa kemungkinan,”8 antara lain:
1) pembicara tidak sadar, bahwa apa yang
diucapkannya itu mengandung sifat berlebih-lebihan.
Jadi, dibuatnya dengan tidak sengaja;
2) dibuat bukan karena tidak sengaja, melainkan karena
tidak tahu bahwa
kata yang digunakannya
mengungkapkan pengertian yang berlebih; dan
3) dibuat dengan sengaja sebagai salah satu bentuk
gaya bahasa untuk memberikan tekanan pada arti
(intensitas).
Berikut ini beberapa contoh gejala pleonasme.
(a) Di dalam satu frasa terdapat dua atau lebih kata yang
searti, misalnya:
- Mulai dari waktu itu ia gemar menulis puisi.
(mulai = dari; jadi, mulai waktu atau dari waktu)
7 Stephen Ullman, Semantics An Introduction to the Science of Meaning.
Oxford; Basil Blackwell. 1972 8 J.S. Badudu, Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1993)
HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 15
- Sejak dari kecil ia dikenal dengan anak yang
rajin membantu orang tua dan hidup bersahaja.
(sejak = dari; sejak kecil = dari kecil)
- Sangat sedikit sekali perhatiannya pada
pelajaran.
(sangat sedikit = sedikit sekali)
(b) Kata kedua sebenarnya tidak diperlukan lagi, karena
pengertian yang terkandung dalam kata itu sudah
terkandung pada kata yang mendahuluinya. Contoh:
naik ke atas, turun ke bawah, mundur ke belakang,
melihat dengan mata kepala, mendengar dengan
telinga, menendang dengan kaki, dan lain-lain.
3. KESALAHAN NALAR
Kata “nalar” dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti
(1) pertimbangan tentang baik buruk, dan sebagainya (2)
aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis. Jadi,
penalaran adalah proses mental dalam mengembangkan
pikiran dari beberapa fakta atau prinsip.
Nalar menentukan apakah kalimat yang dituturkan adalah
kalimat yang logis atau tidak, sebab nalar mengacu pada
aktivitas yang memungkinkan seseorang berpikir logis. Pikiran
yang logis ialah pikiran yang masuk akal dan berterima.
Dalam tuturan sehari-hari tidak jarang penyimak
mendengar kalimat yang dituturkan orang dapat juga
dipahami, meskipun jika diteliti benar, akan tampak bahwa
kata-kata yang digunakan dalam kalimat itu tidak menunjukkan
hubungan makna yang logis. Misalnya:
- Pengemudi mobil tangki V-Power siap diajukan ke
pengadilan.
Berdasarkan kalimat tersebut, pertanyaan yang timbul
adalah, "Siapa yang siap? Pengemudi mobil tangki itukah, atau
pengadilan?" Pengemudi mobil tangki itu adalah orang yang
melanggar aturan lalu-lintas. Dia menunggu nasibnya
Page 16 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)
ditentukan oleh pengadilan. Dia tidak harus menyiapkan
pengaduan terhadap dirinya sendiri ke pengadilan. Jadi, yang
akan mengajukan perkara itu ke pengadilan adalah jaksa
setelah ia menerima laporan lengkap dari pihak polisi dengan
bukti-bukti yang lengkap tentang pelanggaran yang telah
dilakukan oleh si pengemudi. Di hadapan hakim di pengadilan,
dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya atau
kesalahan yang dituduhkan kepadanya. Oleh karena itu,
kalimat tersebut diubah menjadi sebagai berikut:
- Pengemudi mobil tangki V-Power akan segeraa
diajukan ke pengadilan.
Contoh lainnya yang salah nalar yakni:
Saya terlambat karena tinggal di Bogor.
Kalimat tersebut tampaknya masuk akal, tetapi tidak
dapat dibenarkan, sebab tidak ada hubungan kata terlambat
dengan nama kota atau nama tempat. Jika kota Bogor diganti
dengan berbagai kota yang ada di Indonesia atau di negara-
negara lain, tetap saja orang itu terlambat. Jadi, yang benar
adalah saya terlambat karena hadir tidak tepat waktu.
Berikutnya perhatikan contoh salah nalar di bawah ini.
Jika mau mengerti kenakalan remaja, maka kita harus
ikut tawuran di jalan sambil mencoret-coret dinding
yang terdapat di sekeliling jalan.
Contoh itu merupakan kesesatan penalaran / salah nalar
yang dilakukan dengan sengaja untuk menyesatkan
orang lain disebut SOFISME.
4. KERANCUAN ATAU KONTAMINASI
Rancu berarti kacau. Kerancuan artinya kekacauan.
Kalimat yang rancu atau kalimat yang kacau ialah kalimat
yang susunannya tidak teratur sehingga informasinya sulit
dipahami.
Kerancuan berbahasa terkait atau berhubungan dengan
kerancuan berpikir. Dengan kata lain dalam keteraturan
HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 17
berbahasa menunjukkan keteraturan berpikir. Jadi, “orang yang
biasa berpikir teratur biasanya berbahasa teratur pula.”9
Contoh:
Untuk penyampaian rencana pengumuman itu
memerlukan penegasan peraturan menteri lebih dahulu. (salah)
Penggunaan kata “untuk” pada kalimat di atas sangat
merancukan pikiran, sebab kata tersebut mendahului subjek.
Seharusnya kata “untuk” dihilangkan, sehingga menjadi:
Penyampaian rencana pengumuman itu memerlukan
penegasan peraturan menteri lebih dahulu.
Selanjutnya, apabila kata “untuk” tetap dipertahankan,
maka kata “memerlukan” dengan awalan me- harus diubah
menjadi “diperlukan” / dengan awalan di- , sehingga kalimat
yang benar adalah:
Untuk penyampaian rencana pengumuman itu diperlukan
penegasan peraturan menteri lebih dahulu.
Contoh lain yang penulis temui dalam komunikasi
sehari-hari yakni ucapan jangan boleh seperti dalam kalimat,
“Jangan boleh dia pergi” dirancukan dari jangan biarkan dan
tidak boleh.
5. PENGARUH BAHASA DAERAH
Kata-kata seperti lumayan, heboh, gagasan,
semarak,bobot, macet, seret, awet, sumber, semua itu berasal
dari kosa kata bahasa daerah. Kata-kata bahasa daerah yang
sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia tampaknya tidak
menjadi masalah jika digunakan dalam pemakaian bahasa
sehari-hari. Akan tetapi bahasa daerah yang belum berterima
dalam bahasa Indonesia inilah yang dapat menimbulkan
kemacetan dalam berkomunikasi jika tetap digunakan,
sehingga informasi yang disampaikan menjadi tidak sampai
9 S. Effendi, Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan Benar.
(Jakarta: Pustaka Jaya, cet. ke-6, 2009), hlm. 82
Page 18 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)
atau membingungkan karena kata yang dipilih tidak dipahami
atau kalimat yang disusun tidak efektif.
6. PENGARUH BAHASA ASING
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia tidak
terlepas dari pengaruh bahasa lain, baik bahasa daerah ataupun
bahasa asing. Pengaruh itu di satu sisi mampu memperkaya
khazanah bahasa Indonesia, tetapi di sisi lain mengganggu
kaidah tata bahasa Indonesia sehingga menimbulkan
ketidakefektifan kalimat.
Salah satu contoh yang dapat memperkaya khazanah
bahasa Indonesia ialah masuknya kata-kata tertentu yang tidak
terdapat dalam bahasa Indonesia. “Kata pikir, saleh, dongkrak,
kursi, dan fakultas misalnya merupakan kata berasal dari
bahasa asing yang sekarang tidak terasa sebagai kata-kata yang
berasal dari bahasa asing.”10
Akhir-akhir ini, pengaruh bahasa Inggris sangat besar.
Beberapa kata yang berasal dari bahasa Inggris sering dipakai
selain kata-kata dari bahasa Indonesia yang searti dengan kata-
kata itu. Terkadang, sering dijumpai bahwa orang Indonesia
seolah-olah keranjingan menggunakan kata asing terlebih
dalam berpidato, sampai-sampai tidak dipikirkan bahwa yang
mendengarkan itu, mungkin tidak dapat lagi memahami bahasa
yang dipakai oleh orang yang sedang berpidato.
“Lebih geli lagi, perasaan kita bila mendengar kata-kata
asing, seakan-akan diobralkan pemakaiannya, sedangkan
penggunaannya dalam kalimat kadang-kadang kurang tepat
sehingga kalimat menjadi tidak efektif dan pada akhirnya
kalimat tersebut tidak dapat dipahami oleh pendengar.”11
Oleh
karena itu, kata-kata asing yang sudah ada padanannya dalam
bahasa Indonesia digunakan agar komunikasi yang dijalin
berjalan lancar.
10
Ibid., hlm. 124 11
Ibid.
HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 19
Perhatikanlah deretan kata berikut ini: legalisasi,
vaksinasi, modernisasi, sosialisasi, konseptualisasi, sterilisasi,
generalisasi, dan sebagainya. Kata-kata tersebut dapat dijumpai
pada setiap halaman surat kabar ibukota. Inilah wujud
pamakaian kata berakhiran –isasi yang kian hari kian mewarnai
penggunaan bahasa di tanah air.
Penggunaan kata-kata tersebut dalam kalimat,
misalnya:
- Upaya modernisasi selalu mengancam penggusuran rumah
penduduk.
- Tim sukses calon presiden menghabiskan dana untuk proses
sosialisasi pilpres.
- Mantri sunat itu melakukan sterilisasi peralatan medis
sebelum digunakan.
Pemakaian kata berakhiran –isasi pada kalimat di atas
tampaknya secara sepintas dipahami pembaca. Dalam artian
kalimat itu tidak menyembunyikan masalah kebahasaan. Akan
tetapi jika dicermati maka secara kaidah kebahasaan bisa
dikupas sebagai berikut.
Kata berakhiran –isasi pada kalimat di atas semuanya
menyatakan arti: usaha, kegiatan, upaya, proses seperti yang
dipersyaratkan oleh bentuk dasar setiap kata tersebut. Maka
cermatilah kata yang mendahului setiap kata yang berakhiran –
isasi. “Jika kata yang mendahului bentuk dasar berakhiran -
isasi tidak menyatakan makna proses, melakukan, usaha,
kegiatan maka kalimat itu pasti dapat diterima sebagai kalimat
yang gramatikal. Sebaliknya, apabila semua kata berakhiran –
isasi itu diawali kata yang menyatakan makna upaya, proses,
melakukan maka pasti kalimat itu tidak gramatikal.”12
Dengan
kata lain ketiga kalimat di atas berterima secara gramatikal jika
kata “upaya, proses, melakukan” dihilangkan.
12
Bonne Rampung, Fatamorgana Bahasa Indonesia 2, (Yogyakarta: Pustaka Nusatama, cet. ke-5, 2005), hlm. 183
HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis) Page 83
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, edisi ketiga, cet. ke-5, 2003
Badudu, J.S. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 1993
Chaer, Abdul. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan
Proses). Jakarta: Rineka Cipta, cet. ke-1, 2008.
Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga.
Jakarta: Balai Pustaka, cet. ke-3, 2003
Dewan Redaksi Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia,
Ensiklopedi Kebahasaan Indonesia Jilid II. Bandung:
Angkasa, 2009
Djajasudarma, T. Fatimah. Semantik 1 Makna Leksikal dan
Gramatikal. Bandung: Refika Aditama, cet. ke-5,
2012
Effendi, S. Panduan Berbahasa Indonesia dengan Baik dan
Benar. Jakarta: Pustaka Jaya, cet. ke-6, 2009.
Finoza, Lamuddin. Komposisi Bahasa Indonesia untuk
Mahasiswa Nonjurusan Bahasa.Jakarta: Diksi Insan
Mulia. Cet. ke-18. 2010.
H.P., Achmad. Sintaksis Bahasa Indonesia. Tangerang:
Pustaka Mandiri, cet. ke-2, 2012
Hockett, Charles F. Course in Morfem Linguistic. New York:
The Macmillan Company, 1959
Page 84 HINDUN Kebahasaan (Morfologi dan Sintaksis)
J.W.M., Verhaar. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1981
Kempson, Ruth M. Semantics Theory. London: Cambridge
University Press, 1977
Keraff, Gorys. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa
Indah, 1984
Keraff, Gorys. Komposisi. Ende Flores: Nusa Indah, cet. ke-13,
2004
Kridalaksana, Harimurti. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, cet. ke-6,
2008
Pateda, Mansoer. Linguistik: Sebuah Pengantar. Bandung:
Angkasa, 1988
Putrayasa, Ida Bagus. Kalimat Efektif (Diksi, Struktur dan
Logika). Bandung: Refika Aditama, cet. ke-3, 2010
Rampung, Bonne. Fatamorgana Bahasa Indonesia 2,
Yogyakarta: Pustaka Nusatama, cet. ke-5, 2005
Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-Prinsip Pengajaran Sintaksis.
Bandung: Angkasa, 1983
Ullman, Stephen. Semantics An Introduction to the Science of
Meaning. Oxford; Basil Blackwell.1972