dr. muchlas suseno, m.pd. pendahuluansipeg.unj.ac.id/repository/upload/artikel/upload...tinju...
TRANSCRIPT
1
MENGINDENTIFIKASI DAN MENDIAGONIS SERTA MENGATASI
KESULITAN BELAJAR1
Dr. MUCHLAS SUSENO, M.Pd.
PENDAHULUAN
Kesulitan belajar merupakan istilah yang secara umum merujuk pada
sekelompok siswa yang mengalami masalah dalam belajar yang tampak dalam hal
kesulitan memeroleh/mendapatkan dan menggunakan keterampilan mendengar,
mengeja, membaca, menulis, dan logika serta matematika. (Cornel University and
the National Joint Committee on Learning Disabilities). Secara utuh defiinisi itu
berbunyi:
“Learning Disability is a general term that refers to a heterogeneousgroup of disorders manifested by significant difficulties in the acquisitionand the use of listening, spelling, reading, writing, reasoning, ormathematicability”
Kesulitan tersebut bersifat intrinsic, berada dalam diri siswa, yang
apabila disebabkan oleh gangguan system atau cara kerja syaraf otak maka
dapat berlangsung lama bahkan mungkin sepanjang hayat. Di samping itu
masalah kesulitan belajar juga dapat disebabkan oleh faktor lain yang tidak
berhubungan dengan gangguan atau disfungsi kerja otak. Faktor-faktor
tersebut antara lain berupa atau terkait dengan (1) regulas idiri (self-regulatory
behaviors), (2) persepsi sosial (social perceptions), dan (3) integrasi sosial
(social integration) (Graham & Berman, 2012).
Di samping istilah learning disability, yang diuraikan di atas, terdapat
beberapa istilah lain, yang erat terkait satu dengan lainnya, yaitu (1) learning
disorder, (2) learning disfunction, (3) underachiever, dan (4) slow learner.
Berikut uraian definisi dari istilah-istlah tersebut (Hargreaves, Rowbotham, &
Phillips, 2009).
1 Makalah, dipresentasikan pada Workshop Penyempurnaan Desain Model Penilaian KesulitanBelajar pada tanggal 1 sd 4 Agustus 2013 Hotel Grand USSU Jl. Raya Puncak Km 80 Bogor.
2
a. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses
belajar seseorang terganggu karena adanya respons yang bertentangan
antara kegiatan belajar satu dengan kegiatan belajar yang lain. Misalnya
seorang siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga yang melibatkan
gerakan tangan yang keras dan penuh tenaga (full power) seperti misalnya
tinju mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut
gerakan lembut dan lemah-gemulai. Dalam hal pembelajaran di sekolah
Learning Disorder ini mungkin dialami oleh sebagian siswa dikarenakan oleh
atau terkait dengan pengaturan urutan jam pelajaran yang kurang kondusif
terhadap bertumbuh dan berkembangnya potensi peserta didik dalam
mencerna dan memahami materi pelajaran.
b. Learning Disfunction merupakan gejala yang timbul karena proses belajar
tidak berfungsi dengan baik. Sebagai contoh misalnya siswa dengan postur
tubuh tinggi yang seharusnya dapat berprestasi maksimal pada aktivitas olah
raga Bola Volley, namun karena proses pembelajaran bermain bola volley
tidak efektif maka dia tidak dapat menampilkan prestasinya.
c. Under Achiever mengacu kepada siswa yang berprestasi lebih rendah dari
pada kemampuan sesungguhnya (yang dapat diukur melalui tes IQ) yang ia
miliki.
d. Slow Learner atau lambat belajar merujuk pada siswa yang lambat dalam
proses belajar. Dalam hal ini ia membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang
sama.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tersebut di atas akan tampak
dalam gejala dan perilakunya, yaitu antara lain:
1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan.
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal
dari kawan-kawannya dari waktu yang disediakan.
4. Menunjukkan sikap dan perilaku yang tidak wajar, misalnya acuh tak acuh, suka
menentang atau melawan aturan, berpura-pura, berdusta dan sebagainya.
5. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : murung, mudah
tersinggung, cepat marah.
3
Dalam makalah ini, uraian tersebut di atas tidak dibahas secara khusus.
Namun demikian para pendidik perlu memahaminya untuk dijadikan rujukan
mencari solusi bila menghadapi siswa yang sedang mengalami kesulitan
belajar. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Rudiyati (2010) bahwa siswa
berkesulitan belajar sering menempatkan para guru dalam posisi yang sulit.
Selanjutnya, mengutip pendapat Cook (2000), disebutkan bahwa para guru
menghadapi dilema ketika ada siswa yang memerlukan toleransi tertentu
dalam hal belajar.
Selebihnya, dalam makalah ini dibahas secara khusus tentang model
alternative penilaian kesulitan belajar siswa dalam rangka menyusun buku
pedoman Pengembangan Model Penilaian Kesulitan Belajar Siswa SMK yang
materinya merujuk pada Buku Pedoman Model Penilaian Kesulitan Belajar
Siswa SMA yang ditulis oleh Wulan dan Pakpahan (2012). Model alternative
yang dibahas dalam makalah ini difokuskan pada mata pelajaran Bahasa
Inggris dan diperekenalkan dengan istilah model alternative berbasis Konsep
Inti Maksud Komunikasi (Communicative Purposes).
PEMBAHASAN
Sebelum membahas model alternative tersebut, perlu disimpulkan lebih
dahulu tentang dua model penilaian kesulitan belajar yang sudah dibahas
dalam Buku Pedoman Penilaian Kesulitan Belajar Siswa SMA, yaitu Model I
dan Model II.
Pada Model I, pembahasan didasarkan pada keterkaitan antar kompetensi
yang berbasis prasyarat. Dalam Buku Pedoman Penilaian Kesulitan Belajar
disebutkan bahwa Model I penilaian kesulitan belajar adalah perangkat
penilaian yang disusun berdasarkan analisis kompetensi/materi prasyarat
yang terkait dengan KD/materi tertentu. Sebagai contoh telah diuraikan pada
bagian akhir penjelasan Model I (halaman 9) yang tertulis, “Sebagai contoh
untuk menguasai kompetensi mempraktikkan keterampilan dasar peta dan
pemetaan, peserta didik perlu memiliki kompetensi prinsip dasar peta dan
pemetaan. Sementara itu peserta didik masih memerlukan PRASYARAT
lainnya (huruf capital dari saya, penulis) dalam mempraktikkan keterampilan
4
dasar peta dan pemetaaan, antara lain pengetahuan pengertian peta, symbol,
skala, dan legenda.
Berdasarkan hal tersebut, model I dinamakan dengan istilah Model Penilaian
kesulitan Belajar Siswa Berbasis Pengetahuan Prasyarat.
Pada Model II, pembahasan didasarkan pada tingkat kompleksitas berfikir
sesuai dengan Taksonomi Bloom, yaitu C1 sd C6 (C1= Remembering, C2=
Understanding, C3 = Applying, C4 = Analyzing, C5 = Evaluating, C6 =
Creating) (Anderson et al., 2001). Berdasarkan hal tersebut, model II
dinamakan dengan istilah Model Penilaian Kesulitan Belajar Siswa Berbasis
Kompleksitas Berfikir.
Pada kenyataannya, pendidik mungkin mengalami kesulitan dalam
menelusuri pengetahuan prasyarat dari beberapa KD. Hal ini disebabkan oleh
kenyataan bahwa, pada mata pelajaran bahasa dan IPS, banyak KD tidak
memiliki prasyarat. Dengan kata lain, hanya beberapa KD saja yang memiliki
prasyarat. Misalnya, dalam pelajaran Bahasa Inggris, beberapa KD pada
pembelajaran Structure memang memiliki pengetahuan prasyarat yang harus
dipenuhi agar siswa dapat menampilkan kompetensi pada KD tersebut.
Sedangkan KD yang berkaitan dengan kompetensi lain, seperti misalnya
kompetensi Reading, dan Listening, tidak memiliki pengetahuan prasyarat
yang secara explicit dapat disebutkan, sebagaimana pada konteks
pembelajaran Structure.
Berikut ini, selanjutya, diberikan contoh menelusuri dan
mengembangkan butir penilaian kesulitan belajar pada KD yang memiliki
hubungan prasyarat dengan KD/materi lain. Misalnya, pembelajaran English
Structure dengan pokok bahasan Degrees of Comparation of Adverbs
memiliki prasyarat, yaitu pengetahuan tentang (a) Adverb dan Adjective, serta
(b) degrees of comparition of Adjectives. Di bawah ini adalah contoh tentang
uraian tersebut;
Soal 1
I think Gita Gutawa sings ….. Omas
5
A. More beautiful than
B. More beautifully than
C. As beautiful than
D. As beautifully than
E. The most beautiful than
Kunci: B
Jawaban yang benar dari Soal 1 tersebut adalah opsi B. Bila siswa menjawab
dengan jawaban selain opsi B maka dapat disimpulkan bahwa sangat
mungkin ia mengalami kesulitan memahami pokok bahasan degrees of
comparision of adverbs. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dikembangkan
soal lain tentang degrees of comparison of Adjective, yang menjadi prasyarat
untuk memahami degrees comparision of Adverb.
Soal 2
I think Gita Gutawa is ……. Omas
A. More beautiful than
B. More beautifully than
C. As beautiful than
D. As beautifully than
E. The most beautiful than
Kunci A
Bila siswa masih salah dalam mengerjakan soal nomor 2, mungkin dia
mengalami kesulitan dalam mempelajari pokok bahasan degrees comparison
of adjective. Oleh karena itu perlu dikembangkan soal lain tentang adjective
dan adverb yang menjadi prasyarat untuk memahami pokok bahasa degrees
comparison of adjective, sebagai berikut;
Soal 3
My mother is not only kind but also …..
A. Beautifully
B. Beautiful
6
C. More beautiful
D. More beautifully
E. The most beautiful
Kunci: B.
Bagaimana dengan KD yang berkaitan dengan kompetensi Reading dan
Listening yang sulit untuk ditelusuri pengetahuan prasyaratnya? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut perlu dikembangkan model lain sehingga
dengan demikian kesulitan siswa dalam mempelajari pokok bahasan tersebut
tetap dapat diditeksi dan pada akhirnya dapat diatasi. Model baru atau model
ketiga ini saya namakan dengan Model Penilaian Kesulitan Belajar Siswa
berbasis Konsep Inti Maksud Komunikasi.
A. Pembahasan Model III: Model Penilaian Kesulitan Belajar Siswa
berbasis Inti Maksud Komunikasi (Communicative Purposes).
Model III yang dibahas di bawah ini terutama dimaksudkan untuk
mengatasi kesulitan belajar pada konteks pelajaran Bahasa Inggris, lebih
khusus lagi pada konteks pembelajaran beberapa pokok bahasan yang KD
nya tidak memiliki prasyarat seperti misalnya pembelajaran Reading dan
Listening. Namun demikian sangat mungkin Model tersebut juga dapat
diaplikasikan pada konteks pelajaran lain selain Bahasa Inggris.
Perlu diutarakan bahwa istilah “Maksud Komunikasi” yang dipakai dalam
hal ini merujuk pada penjelasan yang dikemukakan oleh Finocchiaro dan
Brumfit dalam konteks Functional-Notional Approach to Language Learning
(1983) sebagaiman dikutip oleh Ahmed (2013) dan Raine (2010). Berikut
adalah penjelasan tentang hal tersebut.
Pembelajaran Bahasa Inggris yang berbasis pendekatan fungsi dan nosi
menempatkan maksud komunikasi (communicative purpose) sebagai inti
pokok dalam menentukan bentuk ujaran yang dipilih agar komunikasi dapat
berjalan dengan efektif. Dalam hal ini, bagi pembicara dalam konteks
speaking dan bagi penulis dalam konteks writing harus terlebih dahulu
menentukan maksud komunikasi yang akan mereka lakukan, yaitu apakah
mereka akan bermaksud “mengundang” (inviting), “memberi saran”
7
(suggesting), “memerintah” (instructing) dan sebagainya. Hal ini juga berlaku
bagi pembaca dan pendengar saat mereka melakukan kegiatan membaca
(reading) dan mendengar (listening).
Kegagalan menangkap maksud komunikasi akan menyebabkan salah
paham yang pada akhirnya berdampak pada kegagalan komunikasi
(communication failure). Oleh karena itu, dalam konteks tes kompetensi
berbahasa Inggris banyak butir soal yang memunculkan masalah tersebut di
atas. Dalam kaitan inilah maka Model III ini perlu dikembangkan. Berikut
adalah beberapa contoh butir soal yang berkaitan dengan hal tersebut di atas.
Soal 4
Speaker 1: This is a nice party, isn’t it?
Speaker 2: Yes, it is and the food is very delicious.
Speaker 1: By the way ….
A. Is it your first time to join this party?
B. I don’t like the food very much
C. My name is James.
D. Can I offer you with more food?
E. What’s your name?
Kunci C
Bila siswa menjawab dengan jawaban selain opsi C maka sangat
mungkin mereka tidak memahami maksud percakapan yang dimulai dengan
ungkapan “This is a nice party, isn’t it?” Dalam budaya masyarakat yang
berbahasa Inggris ungkapan itu dipakai untuk menarik perhatian orang yang
belum dikenalnya/orang asing (yang ada di sekelilingnya) agar dia bisa diajak
berbicara lebih lanjut. Karena mereka berdua belum saling kenal satu sama
lain maka sebelum berbicara lebih lanjut ungkapan yang paling tepat adalah
memperkenalkan diri. Oleh karena itu maka opsi C merupakan ungkapan
yang tepat. Selanjutnya, untuk menditeksi kesulitan belajar terkait dengan hal
ini maka perlu dikembangkan butir soal lain, sebagai berikut;
Soal 5
8
Anita wants to talk with a stranger in a party. The expression to open a
conversation with her is …
A. Excuse me. May I know your name?
B. Well, Miss. Are you an American?
C. You are an American, aren’t you?
D. Are you a stranger in this party?
E. This is a nice party, isn’t it?
Key: E.
Bila siswa menjawab dengan jawaban selain dari opsi E maka dapat
disimpulkan bahwa dia belum memahami bentuk ujaran yang tepat untuk
mengutarakan maksud berbicara dalam hal membuka awal pembicaraan
dengan orang yang belum dikenal (opening a conversation with a stranger).
Dengan demikian maka sekarang pendidik dapat mengidentifikasi kesulitan
belajar siswanya sehingga dia dapat melakukan pembelajaran remedial
tentang kompensi tersebut.
Rererensi
Ahmed, A. I. M. (2013). The Functional Approach to Second Language Instruction.
World Journal of English Language, 3(1), 92–105.
https://doi.org/10.5430/wjel.v3n1p92
Anderson, L. W., Krathwohl, D. R., Airasian, P. W., Cruikshank, K. A., Mayer,
R. E., Pintrich, P. R., … Wittrock, M. C. (2001). A Taxonomy for
Learning, Teaching, and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy
of Educational Objectives (Abridged). New York: Longman Inc.
Cornel University and the National Joint Committee on Learning Disabilities
(2016). Diunduh dari
(http://www.ldonline.org/pdfs/njcld/NJCLDDefinitionofLD_2016.pdf)
Graham, L., & Berman, J. (2012). Self-regulation and learning disabilities, (January
2012).
Hargreaves, H., Rowbotham, M., & Phillips, M. (2009). A Handbook on Learning
Disabilities.
9
Raine, P. (2010). THE NOTIONAL-FUNCTIONAL SYLLABUS, (March 2010).
Rudiyati, S. (2010). PENANGANAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR BERBASIS
AKOMODASI BERBASIS AKOMODASI PEMBELAJARAN. Jurnal
Kependidikan, 40(Nomor 2), 187–200.
Wulan, A. R., & Pakpahan, R. (2012). Pedoman Model Penilaian Kesulitan Belajar
Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan,
Balitbang Kemendiknas.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN
Jl. Gunung Sahari Raya No. 4 (Eks Komp. Siliwangi) Jakarta Pusat 10710
Telepon : (021) 3847537 - 3846736, Facsimile : (021) 3849451
Laman: litbang.kemdiknas.go.id
Nomor : 10014/H4.2/PG/2013 29 Juli 2013
Hal : Permohonan bantuan tenaga
YYtthh.. DDiirreekkttuurr PPPPss
UUnniivveerrssiittaass NNeeggeerrii JJaakkaarrttaa Jl. Rawamangun Muka
Jakarta Timur
Dengan hormat, dalam rangka Pengembangan Model Penilaian Kesulitan Belajar Siswa
SMK, Pusat Penilaian Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan bermaksud mengadakan kegiatan Penyempurnaan Desain
Model Penilaian Kesulitan Belajar yang akan dilaksanakan pada:
hari, tanggal : Kamis s.d Minggu, 1 Agustus s.d 4 Agustus 2013
tempat : Hotel Grand USSU
Jl. Raya Puncak, Km. 80
Bogor, Jawa Barat
pembukaan : Kamis, 1 Agustus 2013 pkl. 16.00 WIB
Sehubungan dengan hal itu, kami mohon bantuan Saudara agar dapat menugaskan :
Dr. Muchlas Suseno, M.Pd
Untuk hadir dan berperan serta pada kegiatan dimaksud.
Atas perhatian dan bantuan Saudara, kami ucapkan terima kasih.
Kepala Pusat,
Dr. Ir. Hari Setiadi, M.A
NIP 196103241986031001
Tembusan:
1. Kepala Balitbang Kemdikbud
2. Yang bersangkutan