ASSALAMU’ALAIKUM.,,,,,,,,,,,,,,
Bismillah,,,,,
Alhamdulillah,
Baiklah teman-teman, Saya akan mencoba menjelaskan tentang metode analitik dan numerik
beserta contoh dan penyelesainnya, juga bagaiman cara mengubah metode analitik menjadi
metode numerik, sebagai pemenuhan tugas minggu ini,,,,,,,.
METODE ANALITIK dan NUMERIK
PENGERTIAN :
Metode Analitik :
Metode penyelesaian model matematika dengan rumus-rumus aljabar yang sudah
lazim
Suatu solusi yang memberikan solusi sejati/yang sesungguhnya yaitu solusi yang
memiliki galat (error) sama dengan nol
Metode numerik:
Secara etimologi, metode artinya cara, sedangkan numerik adalah angka, sehingga
metode numerik berarti cara berhitung menggunakan angka-angka
Secara umum, metode numerik diartikan sebagai teknik yang digunakan untuk
memformulasikan persoalan matematik sehingga dapat dipecahkan dengan operasi
aritmetika bisa (tambah, kurang, kali dan bagi)
Berisi pendekatan perhitungan angka-angka yang membawa semua operasi
matematika termasuk integral dan differensial ke dalam operasi dasar (kali, bagi,
jumlah, dan kurang )
Metode Analitik vs Metode Numerik:
Sering model matematik / kebanyakan persoalan matematik rumit dan tidak dapat
diselesaikan dengan metode analitik
Metode analitik disebut juga sebagai metode excat yang menghasilkan solusi
excat(solusi sejati)
Metode analitik unggul untuk sejumlah persoalan yang terbatas
Jika metode tidak dapat diterapkan, maka solusi dapat dicari dengan metode numerik
Metode numerik adalah teknik yang digunakan untuk memformulasikan persoalan
matematika sehingga dapat dipecahkan dengan operasi perhitungan (+,-, *, /)
Mengapa menggunakan Metode Numerik:
Banyak persoalan dalam berbagai ilmu pengetahuan seperti fisika, kimia, ekonomi,
teknik, dan sebagainya yang menggunakan model matematika
Seringkali model tersebut uncul dalam bentuk yang tidak ideal atau rumit
Model rumit tersebut adakalanya tidak dapat diselesaikan dengan metode analitik
yang sudah umum untuk mendapatkan solusi sejati (excat solution )
Perbedaan Metode Analitik dan Numerik:
Metode Analitik:
Solusi dapat berupa fungsi matematik dan dapat dievaluasi untuk
menghasilkan nilai dalam bentuk angka
Solusi yang dihasilkan solusi excat
Metode Numerik:
Solusi yang diperoleh selalu mendekati solusi sesungguhnya, sehingga
dinamakan dengan “solusi pendekatan”
Solusi selalu berbentuk angka
Solusi yangdihasilkan solusi pendekatan sehingga terdapat error
Solusi ini dapat dibuat seteliti yang diharapkan
Peran Metode Numerik:
Metode Numerik merupakan alat bantu pemecahan masalah matematika yang sangat
ampuh. Metode numerik mampu menangani sistem persamaan linier yang besar dan
persamaan-persamaan yang rumit
Merupakan penyderhanaan matematika yang lebih tinggi menjadi operasi matematika
yang mendasar
Persoalan yang diselesaikan dengan Metode Numerik:
Menyelesaikan persamaan non linier:
M. Tertutup: tabel, biseksi, regula Farsi
M. Terbuka: secant, newton rapshon, iterasi sederhana
Menyelesaikan persamaan linier:
Eliminasi gauss, eliminasi gauss jordan, gauss seidal
Differensial numerik:
Selisih maju, selisih tengahan, selisih mundur
Integrasi numerik:
Integrasi reimann, integrasi trapezoida, simpson, gauss
Interpolasi:
Interpolasi linier, quadrat, kubik, polinom lagrange, polinom newton
Regresi:
Regresi linier dan non linier
Penyelesaian persamaan differensial:
Euler, taylor
Tahap-Tahap Memecahkan Persoalan Secara Numerik:
1. Pemodelan:
Masalah dimodelkan dalam persamaan matematika.
2. Penyederhanaan model:
Model yang rumit dibuat sederhana.
3. Formulasi numerik:
Setelah model matematik sederhana diperoleh selanjutnya menformulasi secara
numerik
Menentukan metode numerik yang dipakai
Membuat algoritma penyelesaian
4. Pemrograman:
Menerjemahkan algoritma ke program komputer.
Membuat pemrograman
5. Pengujian/operasional:
Program komputer dijalankan dengan data uji coba
Tes dengan uji data
6. Evaluasi:
Analisis hasil run dibandingkan dengan prinsip dasar dan hasil empiris
Menganalisis hasil numerik
Pebedaan Metode Numerik dengan Analisis Numerik:
Menurut Rinaldi Munir:
o Metode adalah algoritma, menyangkut langkah-langkah penyelesaian
persoalan secara numerik
o Analisis numerik adalah terapan matematika untuk menganalisis metode
Menurut Sangadji;
o Pada analisa numerik, pengakajiannya mendalam dan relevansi dengan
kenyataan kurang diperhatikan
o Metode numerik, yang dipentingkan adalah memenuhi kebutuhan metode
untuk memenuhi masalah yang timbul dalam kenyataan
Contoh Persamaan dalam persoalan matematika:
Bagaimana cara menyelesaikannya ?
1. Tentukan akar-akar persamaan polinom:
23.4x7 - 1.25x6+ 120x4 + 15x3 – 120x2 – x + 100 = 0
2. Selesaikan sistem persamaan linier:
1.2a – 3b – 12c + 12d + 4.8e – 5.5f + 100g = 18
0.9a + 3b – c + 16d + 8e – 5f - 10g = 17
4.6a + 3b – 6c - 2d + 4e + 6.5f - 13g = 19
3.7a – 3b + 8c - 7d + 14e + 8.4f + 16g = 6
2.2a + 3b + 17c + 6d + 12e – 7.5f + 18g = 9
5.9a + 3b + 11c + 9d - 5e – 25f + 10g = 0
1.6a + 3b + 1.8c + 12d - 7e + 2.5f + g = -5
Soal 1, biasanya untuk polinom derajat 2 masih dapat dicari akar-akar polinom
dengan rumus abc
Sedangkan untuk polinom dg derajat > 2 tidak terdapat rumus aljabar untuk
menghitung akar polinom.
Dengan cara pemfaktoran, semakin tinggi derajat polinom, jelas semakin sukar
pemfaktorkannya.
Soal 2, juga tidak ada rumus yang baku untuk menemukan solusi sistem pers linier.
Apabila sistem pers linier hanya mempunyai 2 peubah, kita dapat menemukan
solusinya dengan grafik, aturan Cramer
Contoh
Integral tsb sangat sulit dan memerlukan pengetahuan matematis yang tinggi dan
waktu yang cukup lama, padahal integral di atas adalah bentuk yang banyak
digunakan di bidang teknik, khususnya pada analisa sinyal yang melibatkan sinyal
frekwensi, filtering dan optimasi pola radiasi.
Diperlukan metode tertentu yang dapat digunakan untuk menghitung integral tersebut.
Meskipun metode tersebut tidak dapat menghasilkan nilai yang exact (tepat),
setidaknya sudah mendekati nilai yang diharapkan.
Secara analitik, untuk memperoleh fungsi polynomial dari jumlah data yang kecil
(<20) masih bisa dilakukan, tetapi untuk jumlah data yang besar sulit sekali dilakukan
karena akan membutuhkan waktu yang sangat lama.
L=∫0
1 sin ( x )x
dx
Untuk itulah digunakan perhitungan komputer, dan pemakaian metode numerik
mejadi penting untuk menyelesaikan permasalahan ini.
Contoh:
Selesaikan integral di bawah ini:
Metode Analitik :
ò axndx= 1/(n+1)+C
= [ 4x - x3/3]X=-1X=1
= {4(1) - (1)/3} - {4(-1) - (-1)/3} = 22/3
Perhatikanlah bahwa 4x - x3/3 adalah solusi analitik dalam bentuk fungsi matematik,
sedangkan 22/3 adalah nilai numerik integral-tentu yang diperoleh dengan cara mengevaluasi
fungsi matematik tersebut untuk batas-batas integrasi x = 1 dan x = -1.
Gambar 1.1 Integrasi f(x) = 4 - x2 secara numerik
Bandingkan penyelesaian di atas bila persoalan integrasi tersebut diselesaikan dengan metode
numerik sebagai berikut. Sekali lagi, di dalam kalkulus integral kita tentu masih ingat bahwa
interpretasi geometri integral f(x) dari x = a sampai x = b adalah luas daerah yang dibatasi
oleh kurva f(x), sumbu-x, dan garis x = a dan x = b. Luas daerah tersebut dapat dihampiri
dengan cara sebagai berikut. Bagilah daerah integrasi [-1, 1] atas sejumlah trapesium dengan
lebar 0.5(Gambar 1.1). Maka, luas daerah integrasi dihampiri dengan luas kempat buah
trapesium, atau
I ≈ p + q + r + s (P.1.4)
≈ {[f(-1) + f(-1/2)] ´ 0.5/2} + {[f(-1/2) + f(0)] ´ 0.5/2} + {[f(0) + f(1/2)] ´ 0.5/2} + {[f(1/2) +
f(1)] ´ 0.5/2}
≈ 0.5/2 {f(-1) + 2f(-1/2) + 2f(0) + 2f(1/2) + f(1)}
≈ 0.5/2 {3 + 7.5 + 8 + 7.5 + 3}
≈ 7.25
yang merupakan solusi hampiran (tanda “≈ “ artinya “kira-kira”) terhadap solusi
I=∫−1
1( 4−x2) dx
I=∫−1
1( 4−x2) dx
sejati (22/3). Galat solusi hampiran terhadap solusi sejati adalah galat = ÷ 7.25 – 22/3 ÷ = ÷
7.25 – 7.33…÷ = 0.08333... Tentu saja kita dapat memperkecil galat ini dengan membuat
lebar trapesium yang lebih kecil (yang artinya jumlah trapesium semakin banyak, yang
berarti jumlah komputasi semakin banyak). Contoh ini juga memperlihatkan bahwa meskipun
solusi dengan metode numerik merupakan hampiran, tetapi hasilnya Bab 1 Metode Numerik
secara Umum 7 dapat dibuat seteliti mungkin dengan mengubah parameter komputasi (pada
contoh perhitungan integral di atas, lebar trapesium yang dikurangi).
Metode numerik dalam bidang rekayasa:
Sebuah bola logam dipanaskan sampai pada suhu 100°C. Kemudian, pada saat t = 0, bola
itu dimasukkan ke dalam air yang bersuhu 30°C. Setelah 3 menit, suhu bola berkurang
menjadi 70°C. Tentukan suhu bola setelah 22.78 menit menit. Diketahui tetapan pendinginan
bola logam itu adalah 0.1865.
Dengan menggunakan hukum pendinginan Newton, laju pendinginan bola setiap detiknya
adalah:
dT/dt = -k(T - 30)
yang dalam hal ini k adalah tetapan pendinginan bola logam yang harganya 0.1865. Bagi
matematikawan, untuk menentukan suhu bola pada t = 22.78 menit, persamaan diferensial
tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu agar suhu T sebagai fungsi dari waktu t
ditemukan. Persamaan diferensial ini dapat diselesaikan dengan metode kalkulus diferensial.
Solusi umumnya adalah:
T(t) = ce-kt + 30
Nilai awal yang diberikan adalah T(0)=100. Dengan menggunakan nilai awal ini, solusi
khusus persamaan diferensial adalah:
T(t) = 70e-0.1865 t + 30
Dengan menyulihkan t = 22.78 ke dalam persamaan T, diperoleh:
T(22.78) = 70e-0.1865 ´ 22.78 + 30 = 31°C.
Jadi, suhu bola setelah 22.78 menit adalah 31°C. Bagi rekayasawan, solusi persamaan
diferensial yang berbentuk fungsi menerus ini tidak terlalu penting (bahkan beberapa
persamaan diferensial tidak dapat dicari solusi khususnya karena memang tidak ada teknik
yang baku untuk menyelesaikannya). Dalam praktek di lapangan, seringkali para
rekayasawan hanya ingin mengetahui berapa suhu bola logam setelah t tertentu misalnya
setelah 30 menit tanpa perlu mencari solusi khususnya dalam bentuk fungsi terlebih dahulu.
Rekayasawan cukup memodelkan sistem ke dalam persamaan diferensial, lalu solusi untuk t
tertentu dicari secara numerik.
- Membahas cara penyelesaian PDB tak homogen dengan mencari operator dari PDB
yang berbentuk
dydx
+P( x ) y=Q (x ) (*)
dengan cara sbb :
Tahap 1. Mencari penyelesaian homogen
dydx
+P( x ) y=0. (a)
Kita menggunakan operator D = d/dx sehingga:
( D+P( x )) y=0 .
Kita dapat menyelesaikan persamaan (a) dengan pemisahan variabel yaitu dengan menuliskan
persamaan (a) menjadi
dyy
=−P( x ) dx.
Dngan melakukan integrasi maka dapat diperoleh penyelesaian
ln y=−∫P ( x )dx + C yang berarti
yh=Ce−∫ P (x )dx. (b)
Tahap 2. Mencari penyelesaian tak homogen
Hal ini dilakukan dengan cara menganggap konstan pada penyelesaian homogen adalah
fungsi x (Kenapa ?). Yaitu :
y p=C ( x )e−∫ P ( x )dx . ©
Karena y p merupakan solusi maka y p harus memenuhi PDB (soal). Jadi kita harus mencari
diferensial pertama yaitu
dy p
dx=dC
dxe−∫ P (x )dx+C ( x )[−∫P( x )dx e−∫ P (x )dx]
. (d)
Substitusikan hasil persamaan (d) dan solusi © pada soal y’ + P(x)y = Q(x). Diperoleh :
dCdx
e−∫ P( x )dx+C( x ) [−∫P( x )dx e−∫ P( x )dx ] + P(x) [C ( x )e−∫ P( x )dx ]= Q(x) .
Suku kedua dan ketiga pada ruas kiri saling meniadakan maka sehingga dapat diperoleh
dCdx
e−∫ P(x )dx=Q( x ).
Jadi
C ' ( x )=Q( x )e∫ P(x )dx
Sehingga
C ( x )=∫Q( x )e∫ P(x )dx dx . (e)
Ingat bahwa
dCdx
=( .) maka
∫ dCdx
dx=∫ ( .)dx dan ruas kiri adalah
∫ dCdx
dx=C ( x ).
Substitusikan (e) dalam persamaan © diperoleh penyelesaian berupa operator integral
y ( x )=e−∫P (x )dx∫Q( x ) e∫ P(x )dx dx . (f)
Jadi persamaan (f) adalah penyelesaian dari soal PDB (*) yaitu
dydx
+P( x ) y=Q (x ).
Kita akan mengembangkan penggunaan (f) pada penyelesaian PDB order 2 linear tak
homogen dengan contoh.
Contoh 1.
d2 ydx2 + dy
dx−2 y=Q( x )
.
PDB dapat difaktorkan dengan menyusun persamaan karakteristik terlebih dahulu yaitu
m2+m−2=0 atau (m+2)(m−1 )=0 .
Jadi PDB soal dapat ditulis dengan menggunakan notasi D = d/dx sebagai
( D+2)( D−1) y=Q( x ) . (c.1.1)
Untuk menggunakan cara yang dijelaskan di atas maka perlu dilakukan transformasi misal
u=( D−1 ) y . (c.1.2)
Jadi persamaan (c.1.1) dapat ditulis sebagai
( D+2)u=Q(x ). (c.1.3)
Persamaan (c.1.3) adalah bentuk yang sudah dikenal dalam penjelasan di atas sehingga kita
dapat langsung menggunaka persamaan (f) sebagai penyelesaian (c.1.3) yaitu
u( x )=e−∫ P(x )dx∫Q( x ) e∫ P(x )dx dx
u( x )=e−∫2 dx∫Q( x ) e∫ 2 dx dx (c.1.4)
Persamaan (c.1.4) disubstitusikan pada persamaan (c.1.1) sehingga diperoleh
( D−1 ) y=u( x )= … .
Jadi
y ( x )=e∫ dx∫u( x )e−∫dx dx .
Yang menjadi masalah adalah bagaimana jika ruas kanan mempunyai penyelesaian
bentuk yang sama dengan penyelesaian homogen ?. Hal ini ditunjukkan dengan contoh.
Contoh 2. Selesaikan ( D−m1 )( D−m2) y=em1 x
dengan m1≠m2 .
Jawab :
Tahap 1.
Dengan mengikuti prosedur Contoh 1 maka dapat dimisalkan u=( D−m2 ) y diperoleh
( D−m1 )u=em1 x
atau Du +(−m1 )u=em1x
.
Kita dapat langsung menggukan persamaan (f) untuk menyelesaikannya sehingga
u( x )=e−∫ P(x )dx∫Q( x ) e∫ P(x )dx dx=e∫m1dx∫ em1 x
e∫−m1dx
dx
=e∫m1dx∫ em1 x
e−m1 x
dx = em1 x∫ e0 dx = xe
m1x+C1 e
m1x
.
Jadi kita mengetahui alasan terjadinya ruas kanan muncul x (Ingat pertanyaan yang muncul
pada kuliah yang lalu).
Tahap 2.
Kita harus menyelesaikan PD yang berbentuk ( D−m2 ) y=u( x ) .
Kita menggunakan operator penyelesaian pada persamaan (f) diperoleh
y ( x )=e−∫−m2 dx∫u (x ) e−∫m2 dx
dx . (c.2.1)
Atau
y(x) = em2 x∫ ( xe
m1 x+C1 e
m1 x)e
−m2xdx
= em2 x [∫ xe
(m1−m 2)x+C 1e
(m1−m2 )xdx ] .
Biar mudah sebut s = m1−m2 sehingga
y(x) = em2 x [∫ xesx+C1 esx dx ].
Dengan menggunakan integral parsial dapat diperoleh
y(x) = em2 x [∫ xesx+C1 esx dx ]
= em2 x [ x
sesx− 1
s∫esx dx] + em2 xC1
1s
esx
+ C2em2 x
=
xm1−m2
em1 x− 1
m1−m2em1x
+
C1
m1−m2em1 x
+ C2em2 x
.
Kita akan menggunakan cara yang sudah dijelaskan diatas untuk menyelesaian PDB dalam
pendekatan asimtotik.
Contoh 3 : hal 31. no.1 Carilah penyelesaian eksak dari PDB berikut
d2 ydx2 +ε dy
dx− y=1
dengan y(0) = y(1) =1.
Jawab :
Kita harus menyusun menjadi bentuk PD yang difaktorkan dengan menggunakan notasi D =
d/dx maka dapat ditulis :
( D2+εD−1) y=1 . (c.3.1)
Persamaan karakteristik adalah m2+ε m−1=0 . Menggunakan rumus abc diperoleh :
m1. 2=−ε±√ε2+4
2 atau m1. 2=− ε
2±√1+ ε 2
4 (c.3.2)
Jika lupa maka perlu diturunkan kembali formulasi di atas.
Sebut
m1.=− ε2+√1+ ε 2
4 dan m2=− ε
2−√1+ ε2
4 . (c.3.3)
Dengan (c.3.2) maka persamaan (c.3.1) dapat ditulis dalam bentuk
( D−m1)( D−m2) y=1 . (c.3.4)
Sebut u = ( D−m2 ) y dan menggunakan hasil Contoh 2 maka dapat disusun
( D−m1 )u=1 atau Du +(−m1 )u=1 .
Sehingga
u( x )=e−∫−m1dx∫1 e∫−m1dx dx=em1x∫ e−m1x dx= em1x
−m1e−m1x
+C1 em1x=− 1
m1+C1 em1x
Untuk mendapatkan y(x) maka digunakan ( D−m2 ) y = u atau
Dy + (-m2 )y = u = − 1
m1+C1em1x
.
Lagi , kita menggunakan persamaan (f) sehingga dapat diperoleh :
y ( x )=e−∫P (x )dx∫Q( x ) e∫ P( x )dx dx=e−∫−m2dx∫u (x ) e∫−m2dx
dx
= e
m2 x∫ (− 1m1
+C1em1x
)e−m2 x
dx
=
1m1 m2 +
1m1−m2
C1 em1 x
+ C2em2 x
Jadi dengan menggunakan persamaan (c.3.3) dapat ditulis penyelesaian eksak untuk Contoh 3
yaitu
y(x) =
1m1 m2 +
1m1−m2
C1 em1 x
+ C2em2 x
=
−1+ 1
2√1+ ε2
4
C1 em1x+C2 em2 x
(c.3.3)
=−1+C3 em1 x
+C2 em2 x
dengan m1.=− ε
2+√1+ ε 2
4 dan m2=− ε
2−√1+ ε2
4 .
(Ingat bahwa m1m2 adalah perkalian akar-akar dari pers.kuadrat m2+εm−1=0 ).
Syarat batas yaitu y(0) = y(1) = 1 digunakan untuk mencari C3 dan C2 .
Untuk y(0) =1 maka
y(0) = −1+C3+C2 =1
sehingga
C3+C2=2 . (c.3.4)
Dengan menggunakan syarat batas y(1) = 1 diperoleh
C3 em1+C2 e
m 2=2 . (c.3.5)
Oleh karena itu mencari C3dan C2 dapat dilakukan denngan menyelesaikan sistem
persamaan linear atau dengan substitusi. Diperoleh
C3=−2( em2−1
em1−e
m2 ) dan
C2=2( em1−1
em1−e
m2 ). (c.3.6)
.
Diperoleh penyelesaian eksak Contoh 3 yaitu
y ( x )=−1+C3 em1 x
+C2em2 x
dengan C3 dan C2 dinyatakan pada persamaan (c.3.6) .
Perhatikan bahwa penyelesaian akan menjadi sangat krusial untuk ε →0. pada Gambar (1)
ditunjukkan penyelesaian eksak untuk berbagai ε →0.
Gambar 1. Penyelesaian eksak untuk Contoh 3
untuk nilai ε=0 . 001 , ε=0 . 01 dan ε=0 .1 .
Dari hasil ditunjukkan bahwa pada Gambar 1 untuk nilai ε=0 . 001 , ε=0 . 01 dan ε=0 .1
penyelesaian tidak menunjukkan perbedaan.
Perlu ada diskusi lebih lanjut bagaimana sifat peyelesaian untuk ε →0 . Tentu secara
sederhana dapat disusun bahwa untuk limε →0
m1=1dan
limε →0
m2=−1 sehingga
limε →0
C3= limε→0
−2( em2−1
em1−e
m2 )=
−2( e−1−1e1−e−1 )
=−2( 1−e
e2−1 )dan
limε →0
C2=2( em1−1
em1−e
m2 )=
2( e1−1e1−e−1 )=
2( e2−ee2−1 )
.
Jadi
limε →0
y ( x )=−1+−2( 1−ee2−1 )ex+2( e2−e
e2−1 )e− x
.
Untuk selanjutnya dapat diilustrasikan bahwa penyelesaian ini benar karena antara
penyelesaian eksak untuk berbagai
Contoh 4 : hal 31. no.1 Carilah penyelesaian asimtotik dari PDB Contoh 3 yaitu
d2 ydx2 +ε dy
dx− y=1
dengan y(0) = y(1) =1.
Tahap 1. Kita akan menggunakan asumsi bahwa penyelesaian berbentuk deret asimtotik
terhadap ε yaitu
y ( x )= y0( x )+εy1( x )+. .. . (c.4.1)
Untuk mempermudah mendapatkan model pada setiap orderε , kita akan bekerja dengan
MAPLE. Hal ini ditunjukkan sebagai berikut.
> y(x):= y0(x) + e*y1(x) + e^2*y2(x);
y x( ) := y0 x( ) + e y1 x( ) + e 2 y2 x( )
> df1:=diff(y(x),x);
df1 := d dx
y0 x( )æçèö÷ø
+ e d dx
y1 x( )æçèö÷ø
+ e 2 d dx
y2 x( )æçèö÷ø
> df2:=diff(df1,x);
df2 := d 2
dx 2 y0 x( )
æççè
ö÷÷ø + e
d 2
dx 2 y1 x( )
æççè
ö÷÷ø + e 2
d 2
dx 2 y2 x( )
æççè
ö÷÷ø
> soal:=df2 + e*df1 -y(x);
soal := d 2
dx 2 y0 x( )
æççè
ö÷÷ø + e
d 2
dx 2 y1 x( )
æççè
ö÷÷ø + e 2
d 2
dx 2 y2 x( )
æççè
ö÷÷ø
+ e d
dx y0 x( )æçè
ö÷ø + e d
dx y1 x( )æçè
ö÷ø + e 2 d
dx y2 x( )æçè
ö÷øæçè
ö÷ø - y0 x( ) - e y1 x( ) - e 2 y2 x( )
Dengan mengelompokkan tiap orde epsilon maka dapat disusun PDB tiap kasus misal pada
O(1) dan O(ε ) yaitu
O(1) :
y0' '− y0=1 , y0 (0)= y0(1 )=1 . (c.4.1)
O(ε ):
y1' '+ y0
' + y1' − y1=0 . (c.4.2)
Tampak bahwa penyelesaian pada O(1) diperlukan untuk mendapatkan penyelesaian pada
O(ε ) . Penyelesaian diperoleh sebagai berikut.
PD pada persamaan (c.4.1) merupakan PDB biasa tak homogen. dengan akar-akar
karakteristik adalah m1=1 dan m2=−1 . Disusun PDB dengan operator D= d/dx yaitu
( D−1 )( D+1) y0=1 dan tulis u=( D+1) y0 sehingga PDB menjadi ( D−1 )u=1 atau
Du+(−1)u=1 .
Gunakan operator persamaan (f) diperoleh
y ( x )=e−∫P ( x )dx∫Q( x ) e∫ P( x )dx dx
u( x )=e−∫(−1)dx∫1 e∫−1 dx dx=e x∫ e−x dx=−1+C1 ex.
Karena u=( D+1) y0 atau Dy0+ y0=−1+C1ex. Dengan operator integral yaitu
y0 ( x )=e−∫ P( x )dx∫Q (x ) e∫ P (x )dx dx=e−∫1 dx∫(−1+C1ex ) e∫ 1dx dx .
Atau y0 ( x )=e− x∫(−ex+C1 e2 x)dx=−1+
C1
2ex+C2 . Karena konstan masih bebas maka
dipilih penyelesaian dapat ditulis sebagai
y0( x )=−1+C3ex+C2 .
Dengan syarat batas maka penyelesaian O(ε 0 ) dapat ditulis sebagai
1= y 0(0 )=−1+C3+C2 atau C3+C2=2 .
Menggunakan y0(1)=1=−1+C3 e1+C2 atau C3 e+C2=2 . Dengan menyelesaikan sistem
persamaan linear, diperoleh C3=0 dan C2=2 . Jadi penyelesaian O(1) : adalah
y0 ( x )=−1+(0)ex+1=0 . (c.4.2)
Penyelesaian tersebut agak aneh, karena saya berharap penyelesaian syarat batas ditunjukkan
oleh suku pertama dari deret (c.4.1). Untuk selanjutnya akan diselesaikan PDB pada O(ε ):
yaitu y1' '+ y0
' + y1' − y1=0 dan karena y0 ( x )=0 maka masalah menjadi y1
' '+ y1' − y1=0 .
Bentuk ini seperti masalah pada (c.3.1) dengan ε=1 . Jadi akar-akar karakteristiknya adalah
m1. 2=−1±√12+4
2=−1±√5
2 . Karena PD tersebut homogen, maka diperoleh
y1( x )=C1 em1 x
+C2em2 x
=C 1 e−1 + √5
2 x+C2 e
−1 − √52 x
. (c.4.3)
Syarat batas untuk y1( x )jadi membingungkan karena tidak ada aturan tentang hal itu. Selama
ini kita langsung menggunakan syarat batas pada O(1) . Karena y0 (0)= y0(1 )=1 , kita dapat
memilih bahwa y1( 0)= y1 (1)=0 . Sehingga
0 = C1+C2 dan 0 = C1e−1 + √5
2 +C2e−1 −√5
2
. Sistem persamaan linear yang diperoleh adalah
[ 1 1
e−1+√5
2 e−1−√5
2 ][C1
C2]=[00 ].
Karena matriks nonsingular maka penyelesaian hanyalah C1=C2=0 . Sejauh ini berarti
ekspansi gagal untuk menyelesaikan kasus tersebut. Penulis beranggapan bahwa ekspansi
dapat digunakan jika model berbentuk nonlinear. Akan tetapi hal ini perlu diselidiki lebih
lanjut yang diberikan pada contoh 5.
Contoh 5 (hal. 1)
Model menyatakan gerak benda meninggalkan bumi
d2 xdt 2 =− gR2
( x+R )2 , 0 < t (c.5.1)
dengan R adalah radius bumi dan g : gravitasi . Diasumsikan obyek bergerak ke atas dari
permukaan dengan x(0) = 0 dan x' (0)=v0 dengan v0 positif.
Bentuk PDB nonlinear menyebabkan (1) tidak bisa diselesaikan secara analitik. Untuk
menyederhanakan diasumsikan x kecil dibandingkan R artinya obyek tidak terlalu jauh dari
permukaan bumi sehingga bagian penyebut dapat disederhanakan menjadi R2
. Alasan ini
sering digunakan pada buku-buk teknik maupun fisika. Jadi dianggapx≈x0 sehingga model
(1) menjadi
x0' '=−g dengan x0(0 )=0 dan x0
' (0 )=v0 . (c.5.2)
Kita dapat menyelesaikan dengna cara melakukan pengintegralan 2 kali dan menggunakan
syarat batas diperoleh
x0( t )=−12
gt 2+v0 t(c.5.3)
yang merupakan gerak parabola. Dengan sedikit kalkulus, kita dapat menyelidiki bahwa
tinggi maksimum diperoleh pada
x0 ,max=v0
2
2g dan kembali ke bumi pada waktu t=
2 v0
g . (c.5.4)
Kita akan menggunakan hasil ini untuk menjelaskan kasus nonlinear (c.5.1). Hal ini
dilakukan dengan melakukan penyekalaan variabel sebagai berikut. Diambil
τ= ttRe f dan
y (τ )=x ( t )x Re f . (c.5.6)
dengan tRe f dan xRe f berturut-turut menyatakan referensi waktu dan referensi jarak yang
muncul pada masalah yang sesungguhnya. Kedua parameter ini bebas dipilih tergantung dari
masalah yang dikerjakan. Misal pada kasus ini, dipilih
tRe f=v0
g dan xRe f =
v02
g (c.5.7)
Dengan penyekalaan (c.5.6)-(c.5.7) kita dapat menuliskan
dxdt
=d ( yxRe f )d( τ tRe f )
=xRe f
tRe f
dydτ dan secara sama
d2 xdt 2 =
d ( yxRe f )d ( τ tRe f )
=( xRe f
t Re f) d2 y
dτ2. (c.5.8)
Model (c.5.1) menjadi
d2 ydτ2 =− 1
(1+εy )2 , untuk 0<τ (c.5.9)
dan y(0) = 0 dan y' (0 )=1 dengan ε=v0
2 / Rg .
Parameter ε=v02 / Rg (tak berdimensi) mempunyai makna tentang seberapa tinggi obyek
meninggalkan bumi dibandingkan dengan jari-jari bumi. Dibandingkan dengan x0( t ) pada
(c.5.3) maka dapat disimpulkan ε /2 menyatakan rasio dari tinggi maksimum dari obyek
terhadap jari-jari bumi.
Kita dapat menyatakan penyelesaian (c.5.9) sebagai ekspansi terhadap ε yaitu
y (τ )= y0 (τ )+εy1 (τ )+. .. . (c.5.10)
Atau bentukyang lebih umum adalah
y (τ )= y0 (τ )+εα y1(τ )+. . . .
Akan tetapi untuk penyederhanaan, kita akan menggunakan ekspansi (c.5.10) sebagai bentuk
penyelesaian masalah (c.5.9). Selanjutnya akan dijelaskan pada paragraph berikut.
Ingat bahwa untuk bilangan kecil z, maka kita dapat menggunakan deret Taylor yaitu
(1+z )−2≈1−2 z . (c.5.11)
Kita substitusikan persamaan (c.5.11) pada persamaan (c.5.9) diperoleh
y0' '( τ )+ε y0
' (τ )+ .. .≈− 1
[1+ε ( y0 (τ )+. .. ) ]2≈−1+2 ε y0( τ )+. ..
. (c.5.12)
Sedangkan pada syarat batas diperoleh
y0 (0)+ε y1(0 )+ .. .=0 dan y0' (0)+ε y1
' (0 )+ .. .=0 . (c.5.13)
Untuk selanjutnya kita dapat menyusun model (c.5.1) berdasarkan ekspansi sebagai berikut.
O(1) :
y0' ' (τ )=−1
y0 (0)=0 , y0' ( 0)=1 . (c.5.14)
Kita dapat menyelesaikan dengan mudah dengan melakukan integral dua kali dan
menggunakan syarat batasdiperoleh
y0 (τ )=−12
τ2+ τ . (c.5.15)
Masalah berikutnya adalah
O(ε ):
y1' ' ( τ )=−2 y0 (τ )
y1( 0)=0 , y1' (0 )=0 . (c.5.16)
Dengan menggunakan penyelesaian (c.5.15) dan mengintegralkan 2 kali pada persamaan
(c.5.16) maka dapat diperoleh penyelesaian
y1( τ )=13
τ3− 112
τ4
. (c.5.17)
Oleh karena itu dapat diperoleh penyelesaian (c.5.9) yaitu
y (τ )≈ y0+εy 1≈¿ ¿−12
τ2+τ+ 13
τ 3− 112
τ4¿ τ (1−12
τ )+ 13
ετ 3 (1−14
τ) . (c.5.18)
Pendekatan ini berlaku untuk 0≤τ≤τh dengan τ h menyatakan waktu pada posisi y (τ h )=0
yaitu waktu obyek kembali pada permukaan bumi.
Analisa
Penyelesaian y1( τ ) menunjukkan kontribusi ketidaklinearan . Karena y1' ( τ )≥0
untuk 0≤τ≤τh tampak bahwa kontribusi y1( τ )meningkat untuk waktu yang meningkat
pula yang menyebabkan waktu terbang meningkat. Hal ini juga sesuai dengan realitas fisika
bahwa gaya gravitasi akan melemahkan ketinggian.
Penyelesaian asimtotik akan ditunjukkan dengan membandingkan penyelesaian
numerik yaitu dengan metode Runge Kutta. Dengan metode ini maka kita perlu menuliskan
model persamaan (c.5.9) dalam bentuk sistem persamaan diferensial orde 1 .
Dimisalkan
dydτ
=z maka dapat disusun
d2 ydτ2 =dz
dτ sehingga persamaan (c.5.9) dapat
dinyatakan dalam sistem persamaan diferensial order 1 yaitu
[ zy ]=[ z
−1
(1+εy )2 ] dan syarat batas y(0) = 0 dan z (0 )=1 . (c.5.19)
Penyelesaian asimtotik dan penyelesaian numerik ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2a. Penyelesaian numerik dan penyelesaian asimtotik untuk persamaan
diferensial (c.5.9) dengan ε=0 . 1 .
Pada hasil ini dapat ditunjukkan bahwa metode asimtotik dapat menyusun masalah nonlinear
menjadi masalah linear yang diselesaikan secara terpisah. Masalah linear dapat diselesaikan
secara analitik. Pada kasus ini tidak ada penyelesaian eksak sebagaimana yang dibahas pada
kasus sebelum ini. Oleh karena itu kita beranggapan bahwa penyelesaian yang diacu sebagai
penyelesaian eksak adalah penyelesaian numerik.
Karena ε menunjukkan rasio jarak antara ketinggian dari permukaan bumi terhadap
radius bumi maka kita dapat mempelajari solusi berdasarkan ε . Pada Gambar 3 ditunjukkan
perbandingan antara penyelesaian numerik dan asimtotik pada ε=0 .1dan ε=0 . 5 . Gambar
menunjukkan bahwa penyelesaian menjadi tidak tepat untuk nilai ε=0 . 5 pada waktu gerak
bersifat taklinear. Oleh karena itu kemudian perlu dipelajari seberapa besar nilai ε divariasi
sehingga pendekatan asimtotik dianggap valid. Selain itu perlu dipelajari pula seberapa besar
interval x diijinkan sehingga pendekatan asimtotik dianggap cukup baik. Hal ini dibahas
sebagai masalah keseragaman (uniformity).
Gambar 2b. Penyelesaian numerik dan penyelesaian asimtotik untuk persamaan
diferensial (c.5.9) dengan ε=0 .1dan ε=0 . 5 .
Sejauh ini dapat disimpulkan secara sederhana bahwa ketika ketaklinearan cukup dominan
maka pendekatan asimtotik tidak cukup baik.
Masalah yang kemudian muncul yang perlu dibahas adalah masalah keseragaman
(uniformity) yaitu masalah akurasi seberapa besar interval x pada solusi y(x) yang dinyatakan
sebagai ekspansi ε (halaman 37) .
Definisi 1. (hal. 38)
Anggap bahwa f ( x , ε ) dan φ (x , ε ) adalah fungsi –fungsi kontinu untuk x pada suatu interval
I dan ε pada suatu interval 0<ε<ε 1 . Pada kasus ini φ (x , ε ) suatu pendekatan asimtotik
yang valid seragam (uniformly valid) ke f ( x , ε ) untuk x pada interval I dan ε →0 jika
diberikan sebarang konstan positif δ terdapat suatu ε 2 (tak tergantung pada x dan ε )
sehingga untuk 0<ε<ε 2sedemikian hingga berlaku
|f −φ|≤δ|φ| untuk x∈ I dan 0<ε<ε 2 .
berlaku
Untuk menjelaskan hal ini anggaplah bahwa
y(x) = y ( x , ε)≈a1(x )φ1( x , ε )+a2( x )φ2( x , ε ). (a.1)
Ekspansi dikatakan uniformly valid untuk x dari suatu interval I jika diberikan sembarang δ >
0 dapat ditemukan ε 2 (tak tergantung pada x dan ε ) sehingga untuk 0<ε<ε 2 ,
berlaku
|f ( x , ε )−a1( x )φ1 ( x , ε )|≤δ|a1( x , ε )| (a.2)
dan
|f ( x , ε )−(a1 (x )φ1( x , ε )+a2( x )φ2 ( x , ε )|≤δ|a2( x )φ2(x , ε )| (a.3)
Contoh 6.
ε y ' '+2 y '+2 y=0 untuk 0<x<1 (m.1)
dengan y(0) = 0 dan y(1) = 1. (m.2)
Untuk ε=0 maka (m.1) menjadi PD orde 1 sehingga masalah ini disebut singular
perturbation problem . Tahapan penyelesaian berbeda dengan sebelumnya. Hal ini
ditunjukkan sebagai berikut.
Step 1. Outer Solution
Dengan asumsi ekspansi yang standard yaitu
y ( x )≈ y0( x )+εy1( x )+. . .. (m.3)
dan disubstitusikan pada (m.1) diperoleh
ε ( y0' '+. ..)+2( y0
' +ε y1' +.. .)+2 ( y0+εy1+. .. )=0 .
Sehingga
O(1) :
y0' + y0=0 (m.4a)
dan penyelesaian umumnya adalah
y0 ( x )=ae−x. (m.4b)
Penyelesaian ini hanya memuat 1 konstan sembarang, padahal ada 2 syarat yang batas pada
(m.2) yang perlu digunakan. Hal ini berarti bahwa penyelesaian (m.4) dengan ekspansi (m.3)
tidak dapat menjelaskan penyelesaian problem (m.1)-(m.2) pada interval 0≤x≤1 . Demikian
pula kita tidak tahu syarat batas mana yang harus digunakan. Cara mengatasi ditunjukkan
pada tahap berikutnya.
Dianggap bahwa terdapat boundary layer pada x = 0 dan x = 1 sehingga perlu
pendekatan asimtotik yang berbeda.
Step 2. Boundary layer
Dengan asumsi ada boundary layer pada x = 0 , diperkenalkan koordinat boundary layer yaitu
x= xεα , (m.5)
dengan α >0 . Perhatikan bahwa hal ini seperti transformasi yang meregang (stretching
transformation) variabel x jika ε →0 . Dengan transformasi (m.5) maka model (m.1) perlu
diubah dalam variabel yang baru, demikian pula diferensial juga berubah. Dengan aturan
rantai maka
ddx
= d xdx
dd x
= 1εα
dd x . (m.6)
Selanjutnya kita perlu menggunakan notasi baru untuk penyelesaian, sebutlah Y ( x ) sehingga
masalah (m.1) menjadi
ε 1−2α d2 Yd x2 +2 ε−α dY
d x+2Y =0
(m.7)
dan
Y (0 )=0 . (m.8)
Penyelesaian Y ( x ) juga perlu diekspansi , misal dipilih
Y ( x )≈Y 0( x )+εγ Y 1( x )+. . . , γ>0 . (m.9)
Jika parameter ε divariasi mendekati 0, maka variabel x dibuat tetap.
Dengan mensubstitusikan (m.9) pada persamaan (m.7) diperoleh
ε 1−2α d2
d x2 (Y 0+. .. )+2 ε−α dd x (Y 0+. .. )+2( Y 0+. ..)=0
. (m.10)
Kita akan menyesuaian tiap suku berdasarkan order epsilon. Ada beberapa kemungkinan.
(i). Suku kesatu dan ketiga pada (m.10) pada order yang sama sehingga dipilih
1−2α=0 sehingga α=1/2 . Hal ini berakibat suku kedua menjadi O(ε−1/2) . Hal ini
melanggar pada masalah awal (m.1) bahwa suku kedua berorde epsilon lebih tinggi yaitu
O(ε 0 )=O(1) . Oleh karena itu kemungkinan penyesuaian ini tidak tepat.
(ii). Suku kesatu dan suku kedua berdorde sama sedangkan suku ketiga pada orde yang lebih
tinggi. Sehingga berlaku 1−2 α=−α . Jadi α=1 . Jadi suku pertama dan suku kedua berorde
O(ε−1) sehingga suku ketiga menjadi O(ε 0 )=O(1) . Hal ini sesuai dengan masalah mula-
mula sehingga penyesuaian ini dianggap tepat. Oleh karena itu untuk proses selanjutnya kita
akan menyelesaikan masalah (m.1) dengan pendekatan asimtotik sebagaimana biasanya
sebagai berikut.
O(ε−1) :
Y 0' '+2Y
0 ′=0, untuk 0< x<∞ , (m.11a)
Y (0 )=0 . (m.11b)
Penyelesaian umum berbentuk
Y 0( x )=A(1−e−2 x) (m.12)
dengan A konstan sembarang. Ekspansi (m.9) diharapkan memuat paling sedikit 1
penyelesaian outer layer pada persamaan (m.4a). Yang berarti outer solution harus
memenuhi syarat batas x = 1. Dari (m.4a) dan (m.4b) harus memenuhi syarat batas x = 1.
Diperoleh
y0( x )=e1−x. (m.13)
Langkah selanjutnya adalah menentukan konstan A pada (m.12).
Step 3. Pencocokan (matching)
Outer solution and inner solution adalah pendekatan untuk fungsi yang sama. Oleh
karena itu pada daerah transisi antara outer solution dan inner solution harus memberikan
penyelesaian yang sama. Hal ini diatur dengan cara bahwa nilai Y 0 pada boundary layer
(untuk x→0 ) sama dengan nilai y0 yang muncul (untuk x→0 ). Hal ini berarti Y 0 (∞)=
y0 (0) . Sehingga diperoleh A = e. Sehingga (m.12) menjadi
Y 0( x )=e−e1−2 x. (m.14)
Ilustrasi dari penyelesaian pada (m.13) dan (m.14) ditunjukkan pada Gambar 3.
0 21 1
Inner
Outer
Domain overlap
Gambar 3. Ilustrasi penyelesaian inner dan outer.
Gambar 3 menunjukkan bahwa untuk penyelesaian outer memenuhi syarat batas y(0) = 0
sedangkan syarat batas y(1) = 1 tidak dipenuhi. Sedangkan sebaliknya penyelesaian outer
tidak memenuhi syarat batas pada y(0) = 0, tetapi memenuhi syarat batas pada y(1) = 1. Oleh
karena itu kedua penyelesaian perlu digabungkan. Langkah selanjutnya adalah melakukan
penggabungan ekspansi asimtotik.Masalah pencocokan dapat diilustrasikan pada Gambar 4
berikut.
Gambar 4. Skema daerah validitas ekspansi dalam dan luar pada proses pencocokan
Ide dari pencocokan dan penggabungan ekspansi sebagai berikut. Kita perlu memperkenalkan
variabel antara yaitu xη=x /η(ε ) yang diposisikan diantara koordinat yang O(1) yaitu
koordinat pada outer layer dan O(ε ) koordinat pada inner layer. Variabel antara ini
ditempatkan pada daerah transisi atau daerah yang overlap sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 4. Untuk itu diharapkan η( ε ) memenuhi ε << η <<1 . Kondisi yang tepat secara
eksplisit untuk prosedur pencocokan sebagai berikut :
(i) Ubah variabel pada ekspansi Outer (dari x menjadi xη ) untuk memperoleh youter .
Diasumsikan bahwa bahwa terdapat η1(ε )<<η(ε )≤1 .
(ii) Ubah variabel pada ekspansi Inner (dari x ke xη ) untuk memperoleh y inner .
Dianggap terdapat η( ε ) sehingga dipenuhi ε≤η( ε )<<η2 .
(iii) Diasumsikan bahwa domain validitas ekspansi youter dan y inner overlap sehingga
η1 << η2 . Pada domain overlap ini ekspansi dicocokkan dan perlu bahwa suku
pertama youter dan y inner sama.
Untuk menggunakan prosedur tersebut, maka perlu diperkenalkan variabel antara yaitu
xη=x
η(ε ) =
xε β
(m.15)
dengan 0<β<1 . Interval ini datang dari perlunya penyekalaan untuk variabel antara
berada pada skala outer yaitu pada O(1) dan pada skala outer yaitu O(ε ) . Dari (m.9) dan
(m.14) menjadi
y inner≈A (1−e−2 x η/ ε1−β
) +. . .= A + ...
dan penyelesaian outer dari persamaan (m.3) dan (m.11) dapat disusun
youter≈e1− xηε β
+. .. = e + ...
Karena suku pertama harus cocok maka dipilih
A = e.
Untuk tahap selanjutnya kita perlu menggabungkan penyelesaian.
Step 4. Ekspansi gabungan (Composite Expansion)
Penggabungan dilakukan dengan memilih
y≈ y0( x )+Y 0(xε)− y0(0 )
y≈e1−x+e1−2 x /ε. (m.16)
yang merupakan penyelesaian O(1) pada masalah (m.1)-(m.2) dengan ekspansi asimtotik.
Hasil penggabungan ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Hasil penggabungan ekspansi untuk masalah (m.1)-(m.2)
Hasil penggabungan menunjukkan adanya hasil yang tepat untuk penyelesaian pada
syarat batas y(0) = 0 sedangkan pada syarat batas y(1) = 1 dipenuhi secara asimtotik.
Kita akan mencari suku kedua hasil ekspansi terhadap epsilon yaitu O(ε ) . Problem yang
diperoleh sbb.
:
y1′+ y1=−1
2y0
' '
dengan y1(1 )=0 . (m.17a)
Penyelesaian masalah ini dapat diperoleh dengna menggunakan penyelesaian (m.13) dan
differensialkan 2 kali serta melakukan prosedur yang sama sebagaimana pada cara
menyelesaikan PDB orde 1 linear tak homogen (lihat persamaan (f)). Diperoleh
y1′+ y1=−1
2e1− x
dengan y1(1 )=0 . (m.17b)
Dengan persamaan (f) diperoleh
y1( x )=e−∫(1 )dx∫(−12
e1− x)e∫(1 )dx dx.
Penyelesaian umum berbentuk
y1( x )=e−x∫(−12
e1− x)e x dx=−12
e−x∫edx=−12
e−x (ex+C ).
y1( x )=−12
xe1−x−12
Ce− x
.
Dengan syarat batas diperoleh
y1( x )=12
(1−x ) e1−x
.
)(O
Penyelesaian masalah boudary layer dengan cara menggunakan ekspansi (m.9) pada (m.7)
dan karena harus pada maka dipilih γ=1 . Masalah boundary layer berbentuk
Y1″+2Y
1 ′=−2Y 0 with Y 1( 0)=0 .
Penyelesaian umum berbentuk
Y 1=B (1−e−2 x )− x e (1+e−2 x )
dengan B adalah konstan sembarang. Untuk melakukan pencocokan, kita pergunakan variabel
antara yaitu menggunakan persamaan (m.15) xη =
xε β
sehingga penyelesaian outer
berbentuk
youter≈e1− xηε β
+ ε2 (1−xη ε β ) e1− xη εβ
+. . .
youter≈e1−ε β xη e1+ ε2
e1 (1+xη2 )+. ..
,
¿e1−ε β xη e1+ ε2
e1+ ε2
xη2 e+.. .
(m.18)
Dengan menetapkan ξ=−2xη /ε1− β
ekspansi boundary layer menjadi
y inner≈e1( 1−eξ )+ε [B (1−eξ)−xη e1
ε1−β(1+eξ )]+. ..
¿e1 (1−eξ )+ε [ B(1−eξ )−xηe1
ε 1−β(1+eξ )]+ .. .
¿e1−ε β xη e1+Bε . (m.19)
Dengan mencocokkan antara persamaan (m.18) dan (m.19) diperoleh B=1
2e1
(perhatikan
bahwa B berada pada O(ε ).) Akan tetapi perhatikan pada persamaan (m.18) bahwa O(ε )
adalah
ε2
e1+ ε2
xη2 e
. Suku kedua tidak terdapat pada persamaan (m.19). Mengapa hal ini
terjadi ?. Perhatikan bahwa kedua ekspansi menghasilkan O(ε β ) yang tidak memuat konstan
sembarang. Jika keduanya tidak sama (pada m.18 dan m.19) tidak jelas tidak bisa
dicocokkan. Pada ekspansi outer, suku yang O(ε β ) (TO BE CONTINUED)
Catatan : Penyelesaian eksak untuk :
)(O
ε y ' '+2 y '+2 y=0 untuk 0<x<1 (m.1)
dengan y(0) = 0 dan y(1) = 1. (m.2)
Tahap 1.
Persamaan karakteristik adalah εm2+2 m+2=0 . Sehingga m1,2=−1±√1−2 ε .
Penyelesaian umum berbentuk
y ( x )=C1 e(−1+√1−2 ε )x+C2 e(−1−√1−2ε )x
Dengan menggunakan syarat batas dapat disusun
0= C1+C2 dan 1 = C1 e(−1+√1−2 ε)+C
2(−1−√1−2 ε .
Diperoleh
C1=− 1e−1−√1−2 ε−e−1+√1−2 ε
dan C2=1
e−1−√1−2ε−e−1+√1−2 ε.