UPAYA MEMBANGUN PERDAMAIAN DALAM NOVEL
MALUKU KOBARAN CINTAKU KARYA RATNA SARUMPAET
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN
SASTRA DI SEKOLAH
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Disusun Oleh:
Siti Muliani (11150130000078)
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
UPAYA MEMBANGUN PERDAMAIAN DALAM NOVEL MALUKU
KOBARAN CINTAKU KARYA RATNA SARUMPAET DAN
IMPIKASINAY TERHADAP PEMBELAJAN SASTRA DI SEKOLAH
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Siti Mulini
NIM. 11150130000078
Mengesahkan,
Dosen Pembimbing
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS TARBIYYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
N a m a : Siti Muliani
Tempat/Tgl.Lahir : Jakarta, 02 Agustus 1997
NIM : 11150130000078
Jurusan/Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Judul Skripsi : “Upaya Membangun Perdamaian dalam Novel
Maluku Kobaran Cintaku Karya Ratna Sarumpaet dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan
Sastra di Sekolah”
Dosen Pembimbing : Novi Diah Haryanti, M.Hum.
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri
dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasyah.
Jakarta, 9 Oktober 2019
NIM. 11150130000078
KEMENTERIAN AGAMA
FORM (FR)
No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089
UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010
FITK No. Revisi: : 01
Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ii
ABSTRAK
Siti Muliani. NIM: 11150130000078. “Upaya Membangun Perdamaian dalam
Novel Maluku Kobaran Cintaku Karya Ratna Sarumpaet dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universtias Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Novi Diah Haryanti, M.Hum.
Latar belakang penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara-cara tokoh
membangun perdamaian seperti yang terdapat di dalam novel Maluku Kobaran
Cintaku Karya Ratna Sarumpaet dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra
di Sekolah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang
mendeskripsikan masalah yang terjadi menggunakan teknik analisis. Adapun di
dalamnya terdapat analisis unsur instrinsik berupa tema, alur, tokoh dan
penokohan, latar atau setting, sudut pandang, gaya bahasa dan amanat. Penelitian
ini merupakan refleksi dari peristiwa konflik Maluku yang terjadi pada tahun
1999. Untuk mengetahui upaya dalam membangun perdamaian di dalam novel,
penulis menjabarkan hal-hal yang dilakukan oleh pemuda masyarakat Maluku,
mulai dari hal yang kecil, sampai hal yang berpengaruh besar antar masing-
masing tokoh. Melalui tahap ini dapat ditemukan bahwa konflik yang terjadi di
dalam novel mengalami perubahan dari awal hingga akhir cerita, tetapi tidak
meninggalkan kesan yang happy ending. Dalam pembelajaran ini, kompetensi
yang harus dicapai siswa adalah menganalisis isi novel, baik lisan maupun tulisan
dan menjelaskan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel, sehingga siswa dapat
mengambil nilai moral yang terkandung dalam novel dan mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. siswa diharapkan mampu dan memahami cara-cara
penyelesaian konflik dalam membangun sebuah perdamaian, baik di dalam kelas,
mapun di luar kelas.
Kata Kunci: Perdamaian, novel Maluku Kobaran Cintaku, Ratna Sarumpaet.
iii
iii
ABSTRACT
Siti Muliani. NIM: 11150130000078. "The way to build a peaceful in the Novel
Maluku Kobaran Cintaku of Ratna Sarumpaet and Its Implications for Literature
Learning in Schools. Indonesian Language and Literature Education Department,
Faculty of Tarbiyah and Teacher Training. Syarif Hidayatullah State Islamic
University, Jakarta. Supervisor: Novi Diah Haryanti, M.Hum.
The background of this study aims to determine the resolution of the
conflict contained in the novel Maluku Kobaran Cintaku Ratna Sarumpaet and its
Implications for Literature Learning in Schools. This study used descriptive
qualitative method. As for in it there is an analysis of intrinsic elements in the
form of themes, plot, character and characterization, setting or setting, point of
view, language style and mandate. To find out conflict resolution in the novel, the
authors analyze with five stages, namely identification or mapping of conflicts,
conflict analysis, planning of conflict resolution steps, implementing plans, and
evaluating conflicts. Through this stage it can be found that the conflicts that
occur in the novel experience changes, ranging from major conflicts to minor
conflicts. In this study, the competencies that students must achieve are analyzing
the contents of the novel, both oral and written and explaining the intrinsic
elements of the novel, so students can take the moral values contained in the novel
and apply it in everyday life.
Keywords: peaceful, Maluku Kobaran Cintaku‟s novel, Ratna Sarumpaet.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia
yang telahdiberikan sehinggapenulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan
salam semoga tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, para sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Dalam penulisan skripsi yang berjudul “Upaya Membangun Perdamaian
dalam Novel Maluku Kobaran Cintaku Karya Ratna Sarumpaet dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah”, Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini banyak membutuhkan bantuan, saran, masukan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Berkat bantuan mereka, penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang disusun guna memenuhi persyaratan memperoleh
gelar sarjana pendidikan. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Dr. Makyun Subuki, M.Hum., Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta;
3. Novi Diah Haryanti, M.Hum., Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus dosen pembimbing akademik
dan dosen pembimbing skripsi yang selalu sedia menerima keluh kesah
penulis dan segala curhatan panjang di sela-sela kesibukannya.
4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, khususnya Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmu
selama perkuliahan;
5. Ayah Kadlani dan Ibu Yayah, orang tua tersayang yang tidak pernah
banyak bicara, tapi selalu banyak doa untuk anak semata wayangnya.
Terima kasih untuk tidak pernah absen dalam mendoakan. Rasanya satu
lembar tidak pernah cukup untuk ditulis;
v
v
6. Teman-teman seperbimbingan, Rifa Nurafia, Nabila, dan Yasir, yang
selalu sudi mendengarkan titik terlemah ketika rasa malas datang tiba-tiba;
7. Genk absurd yang tidak berbentuk, Mariah Peni, Vika Popi, Suci Amalia,
dan Mayang Raehani! Teman surga yang menyebarkan energi positif setiap
harinya;
8. Rachma dan Dewi, teman kecil yang doa-doanya selalu berusaha
menyemangati lahir dan batin;
9. Teman nostalgia zaman sekolah, Vani, Niken, Lutfi, Ana, Ratih, Tari dan
Nadiah yang selalu bertanya kabar skripsi penulis agar tidak lengah dan
lupa mengerjakan, terima kasih!
10. Terakhir, terima kasih Mas Rey yang tidak pernah absen untuk menemani
mencari segala keperluan dan kebutuhan atas tuntasnya skripsi penulis.
Terima kasih telah membangun energi positif dan selalu berusaha
menyemangati penulis tanpa pernah mengecewakan. Terima kasih, Mas!
Terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulis
dan namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, tetapi tidak menghilangkan rasa
sayang penulis. Tanpa kalian penulis bukan siapa-siapa.
Jakarta, 19 Oktober 2019
Siti Muliani
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
ABSTRACT .......................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................. 4
C. Batasan Masalah ....................................................................................... 4
D. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
G. Metodologi Penelitian ............................................................................... 6
1. Sumber Data ............................................................................................ 7
2. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 7
3. Teknik Analisis Data ............................................................................... 7
BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................................... 9
A. Pengertian Novel ....................................................................................... 9
B. Unsur-Unsur Intrinsik Novel ................................................................. 10
1. Tema ...................................................................................................... 10
2. Alur ........................................................................................................ 12
3. Tokoh dan Penokohan ........................................................................... 17
4. Latar/Setting .......................................................................................... 21
5. Sudut Pandang ....................................................................................... 23
6. Gaya Bahasa .......................................................................................... 24
vii
vii
7. Amanat .................................................................................................. 26
C. Upaya Membangun Perdamaian ............................................................... 26
D. Sejarah Konflik di Maluku ..................................................................... 28
E. Sosiologi Sastra ........................................................................................ 31
F. Pengajaran Sastra ................................................................................... 33
G. Penelitian Relevan ................................................................................... 34
BAB III BIOGRAFI ............................................................................................ 37
A. Biografi Pengarang ................................................................................. 37
B. Gagasan Kepengarangan ........................................................................ 39
C. Sinopsis ..................................................................................................... 41
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ...................................................... 42
A. Unsur Intrinsik Novel Maluku Kobaran Cintaku ................................. 42
1. Tema ...................................................................................................... 42
2. Tokoh dan Penokohan ........................................................................... 44
3. Latar ...................................................................................................... 65
4. Alur ........................................................................................................ 70
5. Sudut Pandang ....................................................................................... 75
6. Amanat .................................................................................................. 76
7. Gaya Bahasa .......................................................................................... 77
B. Upaya Membangun Perdamaian dalam Novel Maluku Kobaran
Cintaku Karya Ratna Sarumpaet ..................................................................... 80
C. Implikasi dalam Pembelajaran Sastra di Sekolah ............................... 84
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 88
A. Simpulan .................................................................................................. 88
B. Saran ......................................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 90
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT PENULIS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Novel merupakan penggambaran serta penafsiran kehidupan yang
mengandung serangkaian cerita manusia dan dituangkan melalui tokoh-
tokoh di dalamnya. Novel memberikan pelajaran dari sudut pandang
estetis terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di dalam masyarakat.
Pada hakikatnya, novel juga cenderung menitikberatkan pada kemunculan
permasalahan yang kompleks secara penuh terhadap lingkungan sosial.
Permasalahan atau yang biasa disebut konflik, menjadi salah satu
pengantar cerita dari awal hingga akhir, mulai dari konflik tingkat rendah
sampai konflik yang benar-benar kompleks.
Sebagai manusia yang hidup bersosial, tentu tidak pernah lepas dari
konflik. Masalah biasanya terjadi karena perbedaan pendapat atau
pandangan terhadap suatu hal dan tidak bisa lagi menemukan kesepakatan
antara pihak satu dengan pihak yang lain. Ada banyak penyebab dari
timbulnya konflik, salah satunya adalah tidak bisa menghargai dan
bertoleransi antar sesasama umat beragama. Pada umumnya, konflik yang
membawa agama sebagai pokok permasalahannya menjadi konflik yang
besar dan sering kali menimbulkan akibat yang lebih besar lagi. Di
Indonesia khususnya, grafik dari konflik beragama atau intoleransi dalam
berkeyakinan meningkat setiap tahunnya. Peristiwa ini meningkat pada
level individu dan warga.1 Salah satu konflik yang pernah terjadi adalah
konflik Maluku. Konflik ini terjadi pada tahun 1999 dan merupakan
konflik terbesar dalam sejarah hubungan umat beragama di Indonesia.
Ada beberapa faktor yang membuat konflik tersebut terus berlanjut, yaitu
letak geografis yang membuat segregasi wilayah Maluku bagian selatan
1 Syailendra Persada, “Setara Institut: Intoleransi Terhadap Keyakinan Meningkat”, dalam
https://nasional.tempo.co/read/1118802/setara-institut-intoleransi-terhadap-keyakinan-meningkat,
diakses pada Selasa, 20 Agustus 2019, pukul 11:22 WIB.
2
yang didominasi oleh umat beragama Kristen dan wilayah Maluku Utara
dihuni oleh umat Islam. Dengan adanya pemetaan wilayah tersebut
membuat titik pembatas antara umat beragama Islam dan Kristen. Konflik
tersebut tidak sepenuhnya disebutkan karena alasan agama, tetapi agama
telah tercatat dalam hubungan antarumat beragama dalam sejarah Maluku.
Agama telah berperan penting dalam konflik sekaligus perdamaian di
Maluku.2
Novel yang berjudul Maluku Kobaran Cintaku karya Ratna Sarumpaet
yang selanjutnya disebut RS, merupakan bentuk refleksi kejadian dari
konflik yang terjadi di Maluku. Novel ini menjelaskan tentang perjuangan
sekelompok pemuda yang mempertahankan toleransi dan adat istiadat di
Maluku. Mereka terjebak dalam situasi kerusuhan dan saling bunuh
sesama orang Maluku karena berbeda agama. Lama-kelamaan, konflik ini
semakin membesar karena tidak ada rasa saling menghargai antar umat
beragama. RS bersuara melalui novel Maluku Kobaran Cintaku yang ingin
mengkritik beberapa oknum pemerintah dalam kerusuhan yang terjadi di
Maluku. RS juga ingin menyampaikan arti pentingnya persatuan
antarbangsa, toleransi dan rasa menghargai terhadap sesama.
Keberagaman adat dan budaya mesti dijaga agar tidak menimbulkan
konflik yang akhirnya saling bunuh satu sama lain. Gaya penceritaaan RS
terasa begitu epik dan lugas, sehingga pembaca mudah memahami esensi
dari novel tersebut.
RS merupakan aktivis di bidang HAM. Pada zaman orde baru, RS
telah menjadi oposisi pemerintah. Pemikirannya sering kali bersebrangan
dengan pemerintah, sehingga beberapa kali harus berurusan dengan pihak
berwajib. Melalui salah satu tulisannya yang berjudul Marsinah
Menggugat, ia berusaha mengkritisi dan memperjuangkan hak perempuan
di tempat kerja. Selama menggeluti bidang HAM, RS menuliskan setiap
2 Yunus Rahawarin, Kerjasama Antar Umat Beragama: Studi Rekonsiliasi Konflik Agama di
Maluku dan Tual, (Universitas Patimura Ambon, Vol 7, Nomor 1, Juni 2013), h. 96.
3
bukunya berdasarkan hasil riset dan pemikirannya terhadap lingkungan
sosial.3
Konflik yang terjadi di Maluku tidak berhenti dengan sendirinya. Ada
berbagai upaya dan cara dalam menyelesaikan konflik tersebut.
Masyarakat Maluku memiliki prinisp kerukunan antarmasyarakat yang
disebut dengan Pela Gandong. Prinsip inilah yang kemudian membuat
sebuah pertanyaan besar tentang konflik yang terjadi di Maluku. Tokoh-
tokoh yang terdapat di dalam novel Maluku Kobaran Cintaku memiliki
peran penting dalam membangun perdamaian. Mereka melakukan
berbagai cara untuk menyelesaikan konflik dan membangun perdamaian
yang hilang di Maluku.
Berdasarkan penjabaran latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
mengkaji penelitian novel Maluku Kobaran Cintaku. Adapun yang
digunakan sebagai bahan penelitian adalah dari segi konflik yang terkait
dengan upaya membangun perdamaian terhadap konflik di Maluku. Novel
ini dirasa baik untuk peserta didik karena mengajarkan nilai-nilai toleransi
antar sesama umat manusia agar tidak menimbulkan konflik. Banyak dari
peserta didik yang masih tidak memahami pentingnya rasa saling
menghargai, sehingga masih banyak kasus merisak di sekolah.
Secara teori, memecahkan konflik adalah hal yang mudah, tetapi pada
praktiknya masih banyak yang tidak memahami bagaimana konflik
seharusnya diatasi. Dalam novel ini banyak terdapat pesan moral bagi
peserta didik di sekolah untuk menghargai setiap perbedaan yang ada
antarmanusia, sehingga membuat peserta didik memahami pentingnya
toleransi ketika hidup di lingkungan sosial.
Terpilihnya novel Maluku Kobaran Cintaku, karena novel ini
merupakan bentuk nyata dari konflik yang terjadi di Maluku, sehingga
mengenalkan ulang pada setiap inti kejadiannya. Novel ini diharapkan
mampu membuat peserta didik lebih menghargai sesama teman dengan
3 Ivan Aulia Ahsan, “Ratna Saumpet di antara HAM, Teater dan Tuduhan Makar”, dalam
https://tirto.id/ratna-sarumpaet-di-antara-ham-teater-dan-tuduhan-makar-c4oz, diakses pada
Selasa, 20 Agustus 2019, pukul 11:58 WIB.
4
setiap perbedaan. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu peserta
didik untuk menemukan upaya pencegahan konflik yang terjadi.
Dalam menerapkan nilai-nilai yang terdapat di dalam novel tersebut,
perlu adanya pengajaran sastra yang baik dari seorang pendidik. Seperti
yang telah diketahui, sastra merupakan sesuatu yang dipelajari atau
sebagai pengalaman kemanusiaan dan sebagai bahan refleksi kehidupan.4
Maka dari itu, dalam memberikan pemahaman tentang resolusi konflik
terhadap peserta didik, perlu adanya bimbingan dengan menerapkan
contoh-contoh konflik yang pernah terjadi antarteman, sehingga pesan
yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh peserta didik.
Berdasarkan pejabaran di atas, penulis tertarik untuk menganalisis
Upaya Membangun Perdamaian dalam Novel Maluku Kobaran Cintaku
Karya Ratna Saumpaet dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra
di Sekolah.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka
masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut.
1. Agama terlibat sebagai salah satu hal yang mendasari konflik.
2. Kurangnya rasa saling menghormati antarmasyarakat Maluku sehingga
sering kali menimbulkan konflik.
3. Tidak ada rasa toleransi antarumat beragama di Maluku.
4. Kurangnya penanaman tentang toleransi melalui pengajaran sastra di
sekolah.
C. Batasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan agar penelitian dapat mengarah dan
mengenai sasaran yang akan dicapai. Dalam novel Maluku Kobaran Cintaku
terdapat banyak permasalahan, maka dari itu peneliti membatasi dan
memfokuskan permasalahan pada:
4 Esti Ismawati, Pengajaran Sastra., (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), h. 3.
5
1. Upaya membangun perdamaian dalam novel Maluku Kobaran Cintaku
karya Ratna Sarumpaet.
2. Implikasi penelitian ini terhadap pembelajaran bahasa dan sastra di
sekolah.
D. Rumusan Masalah
Demi mencapai hasil penulisan yang maksimal dan terarah,
diperlukan perumusan masalah dalam sebuah penulisan. Adapun perumusan
masalah pada penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah upaya membangun perdamaian dalam novel Maluku
Kobaran Cintaku karya Ratna Sarumpaet?
2. Bagaimanakah implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra di
Sekolah?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan upaya membangun perdamaian dalam novel Maluku
Kobaran Cintaku karya Ratna Sarumpaet.
2. Mendeskripsikan implikasi penelitian novel Maluku Kobaran Cintaku
terhadap pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah.
F. Manfaat Penelitian
Secara teoretis penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu
sastra, khususnya pada karya sastra berbentuk novel. Adapun secara praktis
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai upaya
membangun perdamaian dalam novel Maluku Kobaran Cintaku dan
implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah.
a. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat menjadi jawaban dari masalah yang dirumuskan.
Selain itu, dengan selesainya penelitian ini diharapkan peneliti semakin
6
aktif dalam menyumbangkan hasil karya ilmiah bagi dunia sastra dan
pendidikan.
b. Bagi pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan pembaca dapat lebih memahami isi novel
Maluku Kobaran Cintaku dan mengambil manfaat darinya.
c. Bagi peneliti yang lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inspirasi maupun bahan
pijakan penelitian untuk melakukan penelitian yang mendalam.
G. Metodologi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif.
Penelitian kualitatif juga menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.5 Penelitian
deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa yang saat ini berlaku. Di
dalamnya, terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan
menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi.6
Penelitian kualitatif sering disebut sebagai metode penelitian naturalistik
karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang bersifat alamiah Dalam
metode penelitian kualitatif segala sesuatu yang akan dicari dari obyek
penelitian belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, dan hasil yang
diharapkan semuanya belum jelas. Rancangan penelitian masih bersifat
sementara dan akan berkembang setelah peneliti memasuki obyek penelitian.7
Penelitian kualitatif memposisikan manusia sebagai intrumen utama
penelitian. Peneliti sebagai manusia berhubungan langsung dan tidak dapat
dipisahkan dalam proses pengumpulan, analisis, dan interpretasi data.
Penerapan penelitian kualitatif sering dilakukan dengan metode
deskriptif. Metode deskriptif, yaitu metode yang bersifat memaparkan
5
Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra.
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 37-38. 6 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal., (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), h.
26. 7Ibid., h. 306.
7
gambaran yang secermat mungkin mengenai individu, keadaan bahasa, gejala
atau kelompok tertentu. Hal ini dilakukan karena tujuan penelitian kualitatif
adalah untuk memahami fenomena dari sudut pandang partisipan, konteks
sosial dan institusional, sehingga pendekatan kualitatif umumnya bersifat
induktif. Oleh karena itu, metode kualitatif deskriptif peneliti jadikan sebagai
pedoman untuk menyelesaikan penelitian ini.
1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data-data yang didapatkan dari sumber data
yang utama. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah
novel Maluku Kobaran Cintaku karya Ratna Sarumpaet yang diterbitkan
oleh PT Komodo Books, tahun 2010 cetakan ke-1, dan dengan tebal 512
halaman. Adapun data sekunder dalam penelitian ini adalah sumber yang
berhubungan dengan permasalahan objek penelitian. Sumber data
sekunder adalah sumber data yang digunakan peneliti untuk menganalisis
sumber data primer, seperti jurnal, artikel, internet, dan lain-lain.
2. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai
sumber, dan berbagai cara.9 Teknik pengumpulan data yang digunakan
peneliti adalah studi pustaka dengan teknik simak dan catat. Teknik studi
pustaka menggunakan sumber-sumber tertulis mengenai teori yang
berkaitan dengan masalah penelitian guna memperoleh data penelitian.
Selanjutnya, teknik simak dan catat digunakan sebagai alat utama dalam
melakukan kegiatan menyimak secara cermat dan terfokus pada sumber
data. Peneliti melakukan teknik menyimak dari penyerapan bahasa
seseorang melalui tulisan dan mencatat secara cermat terhadap sumber
data utama agar dapat mendeskripsikan dan memaparkan masalah dalam
penelitian.
3. Teknik Analisis Data
9
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2017), h. 137.
8
Dalam proses analisis data, penulis membutuhkan teknik yang tepat dan
akurat agar penelitian dapat ditulis secara sistematis. Analisis data
merupakan suatu proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya, ke
dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Analisis dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Menganalisis unsur Intrinsik novel Maluku Kobaran Cintaku karya
Ratna Sarumpaet, dilakukan dengan cara membaca intensif dan
mencatat bagian-bagian penting dari unsur intrinsik yang dibutuhkan.
b. Menganalisis resolusi konflik yang terdapat di dalam novel Maluku
Kobaran Cintaku karya Ratna Sarumpaet, dilakukan dengan cara
membaca intensif dan mencatat setiap konflik yang terdapat di dalam
novel.
c. Menganalisis secara penuh resolusi konflik dalam novel Maluku
Kobaran Cintaku karya Ratna Sarumpaet untuk diimplikasikan
terhadap pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah, dilakukan
dengan cara menghubungkan nilai-nilai kesatuan agama antarsesama
di dalam materi yang diajarkan.
9
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pengertian Novel
Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, yang
kemudian diartikan sebagai cerita pendek yang berbentuk prosa.1 Novel juga
bisa diartikan sebagai suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-
orang luar biasa karena kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian,
yang mengalihkan jurusan nasib mereka. Novel mengungkapkan konsentrasi
kehidupan pada suatu saat yang tegang dan pemusatan kehidupan yang tegas.2
Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan mengandung
rangkaian cerita kehidupan seseorang denganorang lain di sekelilingnya
dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Novel adalah bentuk
karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai budaya, sosial, moral dan
pendidikan.
Sebagai bentuk karya sastra tengah (bukan cerpen atau roman) novel
sangat ideal untuk mengangkat peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan
manusia dalam suatu kondisi kritis yang menentukan. Berbagai ketegangan
muncul dengan bermacam persoalan yang menuntut pemecahan. Dewasa ini,
istilah novella, novella dan novel mempunyai pengertian yang sama, yakni
sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak terlalu panjang,
namun juga tidak terlalu pendek.3Biasanya sebuah novel dari segijumlah
katanya mengandung 35.000 kata sampai tak terbatas jumlahnya.4
Novel berkembang dari bentuk-bentuk naratif nonfiksi surat, jurnal,
memoar atau biografi; kronik atau sejarah. Novel mengacu pada realitas yang
lebih tinggi dan psikologi yang lebih mendalam. Dengan kata lain bisa
1Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2010, h. 9. 2 M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Penerbit Angkasa Raya Padang, 1988), h. 32.
3 Op.Cit., h. 12.
4 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-Prinsip Dasar Sastra, (Bandung, Penerbit Angkasa, 1993),
h. 165.
10
dikatakan bahwa novel merupakan gambaran perilaku dan kehidupan nyata
pada waktu saat novel tersebut ditulis sedangkan romansa yang merupakan
kelanjutan dari epik yang ditulis dalam bahasa yang agung dan diperindah;
menggambarkan apa yang tidak pernah terjadi dan tidak mungkin terjadi.5
B. Unsur-Unsur Intrinsik Novel
Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai
karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika seseorang
membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang
secara langsung turut serta membangun cerita.6
1. Tema
Tema adalah hal yang paling mendasar dari sebuah karya sastra.
Seseorang yang ingin mengkaji sebuah karya sastra harus mengetahui tema
yang menyangkut dari karya tersebut. Tema adalah ide yang mendasari
suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam
memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.7
Sebagai sebuah karya imajinatif, tema dapat diungkapkan melalui
berbagai cara, seperti melalui dialog tokoh-tokohnya, melalui konflik-
konflik yang dibangun, atau melalui komentar secara tidak langsung.
Dengan demikian, tema terdapat pada keseluruhan cerita, bukan hanya
pada bagian-bagian tertentu saja. Melalui keseluruhan cerita, pembaca
dapat menyaring beberapa unsur penting yang kemudian dikemas menjadi
tema. Tema juga merupakan gagasan dasar yang menopang sebuah karya
sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan
yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.9
Tema terletak di balik pokok cerita. sehubungan dengan pengertian di
atas maka tema suatu cerita hanya dapat diketahui atau ditafsirkan setelah
5 Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan diterjemahkan oleh Melani Budianta,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 282. 6 Burhan Nurgiyantoro, Op.Cit., h. 23.
7 Tarigan, Op.Cit., h.. 125.
9 Burhan Nurgiyantoro, Lock.Cit..
11
kita membaca ceritanya serta menganalisis isisnya. Hal itu dapat dilakukan
dengan mengetahui alu cerita serta penokohan dan dialog-dialognya. 10
Cerita akan mengikuti gagasan dasar umum yang ditetapkan sebelumnya
sehingga berbagai peristiwa, konflik dan pemilihan berbagai unsure
intrinsik yang lain seperti penokohan, perplotan, pelataran, dan penyudut
pandangan diusahakan mencerminkan gagasan dasar umum tersebut.
Tema dapat dikategorikan melalui beberapa penggolongan yang
dilakukan, seperti berikut ini.
a. Tema tradisional dan nontradisional
Tema tradisional umumnya berkaitan dengan hal yang itu-itu saja
atau telah lama dipergunakan banyak pengarang. Tema tradisional
biasanya digemari oleh banyak orang dengan status sosial apapun, di
manapun, dan kapan pun. Novel-novel yang digolongkan kesastraan
pun banyak mengangkat tema tradisional, terlebih pada awal
kebangkitan sastra Indonesia modern yang tentunya dipengaruhi
langsung oleh cerita lama yang telah dekat dengan masyarakat.11
Berbeda dengan tema tradisional, tema nontradisional justru sering
kali membuat pembaca kecewa karena ekspektasi yang diharapkan,
misalnya bersifat melawan arus, mengejutkan, mengecewakan, atau
berbagai reaksi afektif lainnya. Tema nontradisional juga sering
dihadapkan dengan peristiwa yang membuat pembaca menganalogikan
kejadian yang di luar cerita, seperti pembaca mengharapkan si tokoh
hidup bahagia di akhir cerita, ternyata di akhir cerita pembaca tidak
diberikan cerita yang sesuai harapan. Hal inilah yang kemudian
membuat tema nontradisional sering mengalami kontradiksi dengan
imajinasi pembaca.12
b. Tema Utama dan Tema Tambahan
10
Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia, (Jakarta: Penerbit Erlangga,
1990), h. 88. 11
Ibid., h. 77-78. 12
Ibid., h. 79.
12
Tema utama atau yang disebut dengan tema mayor adalah makna
pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan dasar umum karya itu.
Menentukan tema pokok sebuah cerita pada hakikatnya merupakan
aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai di antara sejumlah
makna yang ditafsirkan ada dikandung oleh karya yang bersangkutan.
Dalam tema utama, makna pokok cerita sebagian besar adalah tersirat
dan tidak dikatakan dalam keseluruhan cerita saja. Tema utama dapat
ditemukan dengan menyimpulkan secara menyeluruh terhadap beberapa
bagian tema yang ada di dalam cerita.
Tema tambahan atau tema minor adalah makna yang terdapat pada
bagian-bagian tertentu cerita atau dapat diindentifikasikan sebagai
makna bagian. Penafsiran makna itu harus dibatasi pada makna-makna
yang terlihat menonjol dan mempunyai bukti-bukti konkret di dalam
karya itu. Makna tambahan bukan merupakan sesuatu yang berdiri
sendiri, makna tambahan bersifat mendukung atau mencerminkan
makna utama dari keseluruhan cerita. Tema tambahan juga bertujuan
untuk mempertegas atau memperjelas makna pokok cerita. Dalam
menentukan tema tambahan, pembaca diharapkan mampu
memunculkan berbagai pandangan atau penafsirannya sendiri.
2. Alur
Setiap peristiwa yang terdapat di dalam cerita, tentu memiliki jalan
cerita yang membuat esensi cerita tersebut menjadi menarik. Jalan cerita
tersebut dinamakan dengan alur. Alur dalam karya fiksi merupakan
rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan peristiwa sehingga menjalin
sebuah cerita yang dihadirkan oleh tokoh-tokohnya. Alur atau plot
merupakan urutan peristiwa yang sambung-menyambung dalam sebuah
cerita berdasarkan sebab-akibat. Dengan peristiwa yang sambung
menyambung tersebut terjadilah sebuah cerita.
Dalam suatu cerita, alur haruslah bergerak melalui suatu permulaan
(beginning) atau introduksi yang berguna untuk memperkenalkan tokoh,
13
situasi, dan hal lain yang membuat pembaca memahami awal dari jalan
cerita bermula. Suatu pertengahan (middle), biasanya ditemui dengan
berbagai konflik yang terdapat di dalam cerita, dan menuju suatu akhir
(ending) yang biasa menjelaskan tentang nasib akhir dari jalan cerita dan
nasib tokoh-tokoh yang terlibat.14
a. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Waktu
Urutan waktu yang dimaksud adalah waktu terjadinya peristiwa
yang diceritakan di dalam sebuah karya fiksi. Dalam urutan waktu ini,
pembaca dapat menentukan peristiwa mana yang terjadi lebih awal
dan mana yang lebih akhir. Pengarang memiliki kebebasan dalam
berkreasi dan dapat memanipulasi urutan waktu kejadian sekreatif
mungkin. Secara teoritis, plot dibedakan dalam dua kategori, yakni
kronologis dan tak kronologis.15
1. Alur kronologis
Alur kronologis dapat disebut sebagai plot lurus dan progresif.
Plot dikatakan progresif jika peristiwa di dalam cerita bersifat
kronologis atau secara berurutan dimulai dari penyituasian hingga
penyelesaian.
Di beberapa cerita, alur tidak hanya mengemukakan apa yang
terjadi saja, tetapi juga menjelaskan mengapa hal itu terjadi.
Dengan sambung-sinambungnya peristiwa ini terjadilah sebuah
cerita.16
Alur progresif memiliki beberapa tahapan sebagai berikut.
a. Tahan situation (Tahap Penyituasian)
Pada tahap penyituasian, cerita digambarkan dengan adanya
pengenalan tokoh-tokoh dan latar yang akan diceritakan, melalui
tokoh dan latar yang dijelaskan, membuat pembaca mengetahui
tentang dasar dari cerita. Tahap ini merupakan tahap yang paling
awal atau pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan
14
Tarigan, Op.Cit., hlm. 126. 15
Burhan, Op.Cit., h. 153. 16
Agus Nuryatin, Mengabdikan Pengalaman dalam Cerpen, (Bandung, Rosda Karya, 2010),
h. 10
14
lain-lain yang berfungsi untuk melandasi cerita yang dikisahkan
pada tahap berikutnya.
b. Tahap generating circumstances (Tahap Pemunculan Konflik)
Tahap ini merupakan tahap awal pemunculan konflik dan
konflik itu sendiri akan berkembang menjadi konflik-konflik
yang lain. Tahap pemunculan konflik ini memunculkan
masalah-masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya
konflik yang mulai dimunculkan di awal cerita.
c. Tahap rising action ( Tahap Peningkatan Konflik)
Tahapan peningkatan konflik menjadi bagian tengah cerita yang
bersifat mengembangkan konflik. Ketika konflik sebelumnya
telah muncul di dalam sebuah cerita, maka pada tahapan ini
konflik semakin berkembang dan dikembangkan intensitasnya.
Tahap ini menjadi semakin menegangkan karena konflik yang
semakin meningkat dan lebih kepada situasi yang mencekam.
d. Tahap climax (Tahap Klimaks)
Pada konflik awal, diketahui akar konflik terjadi karena suatu
hal. Perdebatan atau pertikaian mulai terjadi yang terus menaiki
step by step untuk ke tahap konflik yang lebih rumit. Setiap
konflik menjadi berkembang, maka pada bagian ini alur
menggambarkan secara penuh dari ketegangan konflik yang
terjadi, dipandang dari segi emosional pembaca. Pertengkaran
yang terjadi antara masing-masing tokoh mencapai pada titik
intensitas puncak.
e. Tahap denouement (Tahap Penyelesaian)
Setelah menjajaki banyak konflik yang mencapai bagian
klimaks dan pada tahap konflik yang memuncak, tahapan ini
segala bentuk konflik menjadi pudar. Pada beberapa fiksi, ada
yang diberi kejelasan soal akhir cerita, ada pula yang sengaja
15
digambarkan menggantung tanpa akhir yang dapat ditebak oleh
pembaca.17
Jika digambarkan dengan urutan waktunya, maka alur progresif
dapat dibentuk sebagai berikut.
A B C D E
Simbol A digambarkan dengan tahap awal, sedangkan B, C, D,
D, melambangkan kejadian-kejadian berikutnya, dan E merupakan
tahap penyelesaian cerita. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa alur progresif dapat dikatakan dengan kejadian-kejadian
yang sesuai dengan urutan waktu dan menunjukkan kesederhanaan
cara penceritaan, tidak berbelit-belit, dan mudah diikuti.
2. Alur tak kronologis.
Alur tak kronologis atau biasa disebut dengan sorot balik atau
flash back merupakan alur yang tidak dimulai dari tahap awal,
melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir,
kemudian baru tahap awal diceritakan. Karya dengan plot seperti
ini langsung menyuguhkan adegan konflik, bahkan barangkali
konflik yang telah meruncing. Plot ini langsung menghadapkan
pembaca dengan adegan konflik yang telah meninggi dan langsung
menerjunkan pembaca ke tengah pusaran pertentangan. Jika
digambarkan dalam bentuk skema, plot sorot balik dapat dilihat
sebagai berikut.
D1 A B C D2 E
D1 berupa awal penceritaan, A, B, dan C, adalah peristiwa yang
disorot balik, D2 sengaja dibuat demikian untuk menegaskan
17
Burhan Nurgiyantoro, Op.Cit., h. 149-150.
16
pertalian kronologisnya dengan D1, dan E berupa kelanjutan
langsung cerita awal D1.Teknik flash back sering lebih menarik
karena sejak awal membaca buku, pembaca langsung ditegangkan
tanpa melewati tahap perkenalan seperti pada plot progresif.18
Selanjutnya adalah alur campuran atau alur yang memiliki lebih
dari satu alur cerita yang dikisahkan, atau terdapat lebih dari
seorang tokoh yang dikisahkan perjalanan hidupnya, permasalahan,
konflik yang dihadapinya. Struktur plot demikian dalam sebuah
karya barangkali berupa adanya sebuah plotutama dan plot
tambahan. Dilihat dari keutamaan atau perannya dalam cerita
secara keseluruhan plot utama lebih berperan dan penting daripada
sub-plot itu.
b. Pembedaan Plot Berdasarkan Kriteria Kepadatan
Dengan kriteria kepadatan dimaksudkan sebagai padat atau
tidaknya pengembangan dan perkembangan cerita pada sebuah karya
fiksi. Plot ini dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu plot padat dan
plot longgar.
1. Plot padat
Plot padat cenderung menyajikan secara cepat, susul-menyusul,
hubungan cerita terjalin sangat erat, dan pembaca seolah-olah
selalu dipaksa untuk terus mengikutinya. Setiap peristiwa
ditampilkan dan memiliki kepentingan yang menentukan
rangkaian cerita, namun perlu dicatat bahwa kadar kepadatan
antar tiap bab, episode, atau bagian sebuah novel biasanya tidak
sama. Jika kehilangan pada bagian yang padat inilah pembaca
dapat merasa kehilangan.19
2. Plot Longgar
18
Ibid., h. 157. 19
Ibid., h. 159.
17
Dalam novel berplot longgar, pergantian pristiwa demi peristiwa
penting berlangsung lambat di samping hubungan antarperistiwa
tersebut pun tidaklah erat benar. Membaca novel berplot longgar
kita dapat meninggalkan adegan-adegan tertentu, pelukisan-
pelukisan tertentu yang berkepanjangan yang barangkali bagi
pembaca tertentu membosankan, tanpa harus kehilangan alur
utama cerita. Walau membaca novel dengan meloncati halaman-
halaman tertentu atau alinea tertentu, kita masih dapat
memahami keseluruhan cerita dengan baik.20
3. Tokoh dan Penokohan
Tokoh diartikan sebagai orang yang ditampilkan dalam suatu karya
naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral
dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan
apa yang dilakukan dari tindakan.21
Penokohan merupakan cara pengarang
menampilkan tokoh atau pelaku itu sendiri.22
Jika kita membaca sebuah
novel atau cerita yang lainnya, akan timbul dalam pikiran kita tentang
tokoh-tokoh dalam cerita tersebut. Kita akan membayangkan bagaimana
wajah dan sifat-sifat kepribadian tokoh tersebut. Penokohan sekaligus
menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah
cerita. Penokohan bisa juga dikatakan sebagai karakteriasasi dalam sebuah
cerita. Karakterisasi ini bertujuan untuk melukiskan perwatakan para tokoh
yang terdapat dalam suatu karya fiksi.23
Cerita rekaan termasuk novel, terdapat tokoh utama (central character),
yaitu orang yang ambil bagian dalam sebagian besar peristiwa dalam
cerita. Biasanya peristiwa atau kejadian-kejadian itu menyebabkan
terjadinya perubahan sikap terhadap diri tokoh atau perubahan pandangan
20
Ibid., h. 160-161 21
Ibid., h. 68. 22
Aminuddin, Op.Cit., h. 91. 23
Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2005), h. 2.
18
kita sebagai pembaca terhadap tokoh tersebut, misalnya menjadi benci,
senang, atau simpati kepadanya.
Tokoh-tokoh yang ditampilkan di dalam cerita fiksi sering kali
memiliki tingkatan untuk membedakan antara tokoh utama dan tokoh
tambahan. Dilihat dari segi peranan dan tingkat pentingnya tokoh dalam
sebuah cerita, ada tokoh yang tergolong penting dan ditampilkan terus-
menerus sehingga terasa mendominasi sebagian besar cerita.
Tokoh berdasarkan tingkat peran dan tingkat kepentingannya
a. Tokoh utama
Setiap cerita pasti memiliki tokoh yang memiliki penceritaan yang
diutamakan dalam pengarang. Hal ini dinamakan dengan tokoh utama.
Ia merupakan tokoh yang paling sering muncul dalam cerita dan
kehadirannya sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenali kejadian.
Beberapa cerita, tokoh utama tidak digambarkan terus-menerus sebagai
tokoh yang setiap bagian muncul dan dijadikan tokoh yang paling
sering sebagai pelaku. Beberapa tokoh juga dapat dikatakan sebagai
tokoh utama ketika ia menentukan perkembangan plot secara
keseuruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku, atau yang dikenai kejadian
dan konflik penting yang mempengaruhi perkembangan plot. Tokoh
utama dalam sebuah cerita bisa saja digambarkan lebih dari satu tokoh
tergantung kepentingannya dalam membawa sebuah plot seluruhnya.
b. Tokoh Tambahan
Selain tokoh utama, dalam sebuah cerita juga terdapat tokoh
tambahan. Tokoh tambahan merupakan tokoh-tokoh yang kehadirannya
bisa jadi tidak membawa pengaruh apapun terhadap plot yang ada.
Pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam cerita lebih digambarkan
sedikit atau tidak lebih banyak dari peran tokoh utama. Kehadirannya
juga tidak begitu dipentingkan dan pemunculannya hanya jika ada
19
keterkaitannya dengan tokoh utama secara langsung maupun tidak
langsung.24
Dengan demikian, berdasarkan penjelasan tersebut, tokoh utama dan
tokoh tambahan menjadi kategori pembeda antara masing-masing tokoh
di dalam cerita. Tidak semua tokoh utama menjadi tokoh dengan peran
yang banyak, kadang-kadang juga muncul dengan peran yang dikit
tetapi membawa pengaruh terhadap pergerakkan plot, demikian pula
dengan tokoh tambahan. Tokoh tersebut tidak memiliki peran yang
begitu berarti atau hanya sebagai pengantar antara tokoh utama dan plot
yang dibawanya.
Tokoh berdasarkan peran tokoh-tokohnya.
a. Tokoh Protagonis
Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan
pandangan dan harapan-harapan pembaca. Semua yang dirasa, dipikir,
dan dilakukan tokoh itu sekaligus mewakili pembaca. Identifikasi diri
terhadap tokoh yang demikian merupakan empati yang diberikan oleh
pembaca.25
b. Tokoh Antagonis
Tokoh antagonis merupakan tokoh yang menjadi penyebab
terjadinya konflik. Tokoh antagonis disebut beroposisi dengan tokoh
protagonis secara langsung ataupun tidak langsung, bersifat fisik
ataupun batin. Penyebab terjadinya konflik dalam sebuah novel,
mungkin berupa tokoh antagonis, kekuatan antagonis, atau keduanya
sekaligus.26
Tokoh berdasarkan perwatakannya.
a. Tokoh Sederhana
Tokoh sederhana, dalam bentuknya yang asli adalah tokoh yang
hanya memiliki satu kualitas pribadi dan satu watak saja. Sifat dan
24
Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit., h. 179. 25
Ibid., h. 178. 26
Ibid., h. 179.
20
tingkah laku seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya
mencerminkan satu watak tertentu. Watak yang telah pasti itulah
yang mendapatkan penekanan dan terus-menerus terlihat dalam fiksi
yang bersangkutan. Tokoh sederhana dapat saja melakukan berbagai
tindakan, namun semua tindakannya itu akan dapat dikembalikan
pada perwatakan yang dimiliki dan yang telah diformulakan itu.
Dengan demikian, pembaca akan dengan mudah memahami watak
dan tingkah laku tokoh sederhana, karena ia mudah dikenal dan
dipahami. Tokoh sederhana mudah dimengerti sebab mereka tak
banyak diceritakan sehingga tidak memiliki banyak kesempatan
untuk diungkapkan berbagai sisi kehidupan.27
b. Tokoh Bulat
Tokoh bulat lebih kompleks dan berbeda dengan tokoh sederhana.
Tokoh bulat merupakan tokoh yang memiliki dan diungkapkan
berbagai kemungkinan sisi kehidupan, kpribadian, dan jati dirinya.
Perwatakan tokoh bulat sulit dideskripsikan secara tepat karena
menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya dan memiliki
berbagai kemungkinan sikap dan tindakan. Tingkah lakunya sering
tak teduga dan memberikan efek kejutan pada pembaca. Namun
berbeda halnya dengan realitas kehidupan manusia yang kadang tak
kinsisten dan tak berplot, unsur-unsur kejutan yang ditampilkan
tokoh cerita haruslah dapat dipertanggungjawabkan.28
Tokoh berdasarkan berkembang atau tidaknya.
a. Tokoh statis
Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak
mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sebagai akibat
adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. tokoh jenis ini tampak
seperti kurang terlibat dan tak terpengaruh oleh adanya perubahan-
27
Ibid., h. 181-182 28
Ibid., h. 183-184.
21
perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan
antarmanusia. Jika diibaratkan tokoh statis adalah bagaikan batu
karang yang tak tergoyahkan walau tiap hari dihantam dan disayang
ombak. Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tak
berkembang, sejak awal sampai akhir cerita.
b. Tokoh berkembang
Tokoh berkembang di pihak lain adalah tokoh cerita yang
mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan
perkembangan peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif
berinteraksi dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam,
maupun yang lain, yang kesemuanya itu akan mempengaruhi sikap,
watak, dan tingkah lakunya. Adanya perubahan-perubahan yang
terjadi di luar dirinya sendiri dan adanya hubungan antarmanusia
yang memang bersifat saling mempengaruhi itu, dapat menyentuh
kejiwaannya dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan
perkembangan sikap dan wataknya,29
4. Latar/Setting
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam
cerita, semesta yang berinteraksi dengan persitiwa-peristiwa yang sedang
berlangsung.30
Dalam penyajian eksposisi suatu cerita, pengarang harus
memilih hal yang bermanfaat untuk bagian akhir cerita. Uraian mengenai
latar jangan dipandang melalui segi pengertian kecocokan yang realistis,
tetapi harus dipandang dari segi pengertian apa yang dapat dia
persembahkan sebaik-baiknya bagi suatu cerita.31
Latar juga dapat
berwujud waktu-waktu tertentu (hari, buan, dan tahun), cuaca, atau satu
periode sejarah. Meski tidak langsung merangkum sang karakter utama,
latar dapat merangkum orang-orang yang menjadi dekor dalam cerita.
29
Ibid., h. 188. 30
Robert Stanton, Teori Fiksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 35. 31
Aminuddin, Op.Cit., h. 136.
22
Latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada
pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Dalam sebuah novel, tokoh
dan penokohan merupakan sebuah kesatuan yang saling berkaitan, tidak
dapat dipisahkan apalagi sampai dihilangkan dalam pembahasan. Ketiga
unsur itu walaupun masing-masing menawarkan permasalahan yang
berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri, pada kenyataannya saling
berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Pada penelitian ini, penulis menuliskan latar sesuai dengan objek
penelitian, yaitu sebagai berikut.
a. Latar tempat
Latar tempat adalah latar yang mendasari jalan cerita dari sebuah
karangan. Melalui latar tempat, pembaca bisa menganalisis keadaan
sosial yang ada pada daerah tersebut dan menyarankan pada
peristiwa yang diceritakan disebuah karya fiksi.32
Penggunaan latar
tempat di dalam cerita cenderung berubah-ubah sesuai dengan alur
dan plot yang berlangsung. 33
b. Latar waktu
Latar waktu cenderung berkaitan dengan “kapan” peristiwa itu
terjadi. Masalah waktu tersebut biasanya dihubungkan dengan
peristiwa sejarah yang menuntut pembaca untuk mencoba masuk ke
dalam suasana cerita. Latar ini bertujuan memperjelas cerita kepada
situasi yang sedang terjadi.34
Pada beberapa karya fiksi, latar waktu
justru tampak samar atau tidak dimunculkan dan tidak dijelaskan
unsur waktunya. Hal inilah yang membuat pembaca mencari sejarah
yang berkaitan dengan penceritaan di dalam karya fiksi.35
c. Latar sosial
32 Burhan Nurgiyantoro, Op.Cit., h. 227. 33 Ibid., h. 229. 34 Ibid., h. 230. 35 Ibid., h. 232.
23
Latar sosial berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan terhadap
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan dalam karya fiksi.36
Tata cara kehidupan sosial
masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup
komplek. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap.
Latar dikategorikan menjadi dua, yaitu latar netral dan latar tipikal.
a. Latar netral
Latar netral merupakan sebuah nama tempat yang hanya sebagai
tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan. Jika disertai sebuah
kota, ia sekadar sebagai kota yang mungkin disertai dengan sifat
umum sebuah kota, yang jika disebutkan nama jalan, ia sekadar
sebagai jalan raya yang mungkin disertai deskripsi sifat umum
sebuah jalan raya.37
b. Latar tipikal merupakan latar yang memiliki dan menonjolkan sifat
khas latar tertentu, baik menyangkut unsur tempat, waktu, dan sosial.
Pada latar ini terdapat deskripsi latar spiritual, seperti dikemukakan
di atas, pada umumnya menyebabkan sebuah karya menjadi khas,
spesifik, tipikal. Hal itulah yang justru menunjukkan dan menandai
kekhasan sebuah latar dan sekaligus membedakannya dengan latar
yang lain.38
5. Sudut Pandang
Point of view adalah cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang
sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai
peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada
36 Ibid., h. 233. 37
Ibid., h. 220. 38
Ibid., h. 221.
24
pembaca.39
Dalam sebuah karya sastra, terdapat beberapa sudut pandang,
yaitu sebagai berikut.
a. Sudut pandang pertama sebagai orang pertama
Dalam sudut pandang ini, pengarang memakai istilah “aku” atau
“saya” dalam menarasikan ceritanya. Tokoh inilah yang menjadi
fokus, pusat kesadaran dan sekaligus pusat cerita.
b. Orang pertama sebagai tokoh tambahan
Tokoh ini hadiruntuk membawakan cerita kepada pembaca dan
hanya tampil sebagai saksi terhadap berlangsungnya cerita yang
dialami olehtokoh lain.
c. Orang ketiga serba tahu
Posisi pengarang berada di luar cerita dan hanya menyampaikan
peristiwa yang dialami tokoh-tokohnya. Abrams mengemukakan
bahwa narator mengetahui beberapa hal tentang tokoh, peristiwa,dan
tindakan termasuk motivasi yang melatarbelakangi tokoh. Oleh
karena itu, narator bebas menceritakan tindakan dan kata hati.
d. Orang ketiga sebagai pengamat
Seorang pengarang tidak mengganggu dengan memberikan
komentar dan penilaian yang bersifat subjektif terhadap peristiwa,
tindakan, atau tokoh-tokoh yang diceritakan. Pengarang hanya dapat
menceritakan segala sesuatu yang dapat dilihat dan didengar, atau
yang dijangkau oleh indera tokoh-tokohnya. Sehingga pembaca juga
akan dibuat tahu tentang “luar-dalam” masing-masing tokoh.
6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa merupakan arti dari kemantapan dan pengungkapan
bahasa dalam sebuah kata-kata. Gaya bahasa bukan hanya tentang efisiensi
dan efektifitas penggunaan bahasa saja, melainkan tentang cara
penggunaan bahasa untuk menghasilkan efek tertentu. Selain itu, gaya
bahasa dalam sastra adalah persoalan bagaimana, sekalipun tidak efektif
39
Agus Nuryatin, Op.Cit., h. 15.
25
dan efisien menurut tata bahasa, misalnya untuk menampilkan suasana
senja, bermacam cara dapat dilakukan dengan penggunaan gaya bahasa itu
sendiri.40
Istilah style (gaya bahasa) berasal dari bahasa Latin, stiles, yang
mempunyai arti suatu alat untuk menulis di atas kertas (yang telah dilapisi
lilin. Orang yang dapat memainkan alat ini dengan tepat dan tajam, akan
menghasilkan sesuatu yang jernih (clear), impresi tajam yang dianggap
patut dipuji.
Dalam hal pemakaian bahasa ini terlihat adanya bermacam-macam gaya
bahasa, yang memberikan corak yang bermacam-macam pula. Dalam
proses menulis pengarang akan senantiasa memilih kata-kata dan
menyusunnya menjadi kalimat-kalimat sedemikian rupa sehingga mampu
mewadahi apa yang dipikirkan dan dirasakan tokoh-tokoh ceritanya.
Ada banyak gaya bahasa yang dapat digunakan untuk menganalisis
sebuah karya fiksi, tetapi pada penelitian ini penulis membatasi gaya
bahasa yang terdapat di dalam novel Maluku Kobaran Cintaku adalah
sebagai berikut.
a. Hiperbola
Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang mengandung
pernyataan yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukuran atau sifatnya
dengan maksud memberi penekanan pada suatu pernyataan atau
situasi untuk memperhebat, meningkatkan pengaruh dan pesannya42
.
b. Personifikasi
Gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau
sesuatu yang tidak bernyawa memiliki sifat kemanusiaan.43
c. Perumpamaan
Perbandingan dua hal yang hakikatnya berlainan dan yang sengaja
kita anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh
40
Atmazaki, Ilmu Sastra Teori dan Terapan, (Padang: Penerbit Angkasa Raya, 1990), h.
94. 42
Henry Guntur Tarigan, Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Penerbit Angkasa, 2013), h. 55.
43 Ibid., h. 17.
26
pemakaian kata seperti, bagaikan, ibarat, laksana, bak, dan
umpama.44
d. Antonomasia
Antonomasia adalah gaya bahasa yang menggunakan gelar resmi
atau jabaran sebagai pengganti nama diri.45
7. Amanat
Amanat ialah pesan yang disampaikan pengarang terhadap pembaca
melalui tulisan-tulisannya, agar pembaca bisa menarik kesimpulan dari apa
yang telah pembaca nikmati.46
Pesan atau amanat, yakni maksud yang
terkandung dalam suatu cerita. Amanat sangat erat hubungannya dengan
tema.
Amanat dalam cerita disampaikan penulis dengan dua cara, yaitu
amanat yang tersirat dan amanat yang tersurat. Amanat tersirat adalah
amanat yang digambarkan penulis secara tidak langsung. Artinya, setelah
membaca sebuah karya sastra, pembaca menentukan amanat dari
permasalahan di dalam cerita. Pembaca diharapkan dapat
menyimpulkannya sendiri, sedangkan amanat tersurat adalah amanat yang
ditulis secara langsung di dalam cerita. Amanat yang ingin disampaikan,
atau diajarkan, kepada pembaca itu dilakukan secara langsung dan
eksplinsit. Pengarang, dalam hal ini, tampak bersifat menguraikan pembaca
secara lansung memberikan nasihat-nasihat dan petuahnya.
C. Upaya Membangun Perdamaian
Konflik merupakan suatu fenomena yang seirng kali ditemui sehari-
hari. Berbagai macam konflik bermunculan karena banyaknya persoalan yang
melibatkan hal-hal tertentu dan tak jarang konflik selesai dengan cepat, tetapi
di beberapa kasus, konflik jangka panjang kerap kali terjadi. Hal inilah yang
kemudian menghilangkan nilai-nilai kedamaian antar manusia. Konflik bisa
44
Ibid., h. 9. 45
Ibid., h. 132. 46
Kosasih, Ketatabahasaan dan Kesusastraan, (Bandung: CV Yrama Widya, 2006), hl. 38.
27
berujung kekerasan yang mengakibatkan pada kematian. Di Indonesia,
banyak kasus konflik sederhana yang akhirnya merenggut nyawa manusia,
sehingga konflik ini berubah menjadi konflik jangka panjang yang tak habis
dengan alih-alih balas dendam.47
Konflik jangka panjang tentu membutuhkan sebuah upaya penyelesaian
guna mendapatkan kembali perdamaian. Salah satunya dapat dilakukan
dengan resolusi konflik. Resolusi konflik adalah suatu proses analisis dan
penyelesaian masalah yang mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan
individu dan kelompok seperti identitas dan pengakuan juga perubahan-
perubahan institusi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan.
Konflik dapat dilatarbelakangi oleh banyak hal. Konflik internal suatu negara
bisa disebabkan oleh banyak hal, baik konflik politik, ekonomi, perdagangan,
etnis, perbatasan dan sebagainya. Tentulah kedua belah pihak maupun pihak
luar yang menyaksikan menginginkan konflik dapat dikhiri.
Dalam setiap konflik selalu dicari jalan penyelesaian. Konflik terkadang
dapat saja diselesaikan oleh kedua belah pihak yang bertikai secara langsung.
Namun tak jarang pula harus melibatkan pihak ketiga untuk menengahi dan
mencari jalan keluar baik oleh negara atau sebagai organisasi regional bahkan
organisasi internasional.
Dalam berbagai situasi yang meliputi lebih dari satu orang, konflik
berpotensi untuk muncul. Penyebab konflik terjadi beragam, mulai dari
perbedaan filosofi dan tujuan sampai dengan ketidakseimbangan kekuatan.
Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya yang tepat guna dan berdayaguna
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan meminimalkan potensi
meluasnya konflik. Melalui upaya-upaya itu, diharapkan kekecewaan
masyarakat yang muncul karena ketidakmampuan atau keterbatasan mereka
dalam memnuhi kebutuhan hidup tidak tersalurukan sebagai energi negatif di
arena konflik lantas memperkeruh suasana.
47
M. Mukhsin Jamil, Mediasi Resolusi Konflik, (Semarang: Walisongo Mediation Centre
IAIN Walisongo, 2007), hlm. 1.
28
Namun sebaliknya, kekecewaan itu harus bisa diredam terutama
sebagai prasyarat kondisional bagi pembangunan perdamaian yang
berkelanjutan di Maluku. Dengan demikian, kesejahteraan merupakan salah
satu penekatan yang dipandang penting yang bisa dilaksanakan oleh
pemerintah daerah sebagai manifestasi tanggung jawab kehadiran negara
untuk memenuhi kebutuhan warga masyarakat, paling tidak kebutuhan
dengan standar minimal.48
Ada tiga tahap yang bisa diaplikasikan dalam membangun perdamaian
dan menyikapi konflik yang terjadi, yaitu sebagai berikut.
1. Pencegahan konflik
Pencegahan ini dilakukan agar tidak membuat konflik semakin meluas
sehingga mengakibatkan bahaya yang lebih besar lagi. Perlu adanya
tindakan yang terus diupayakan agar konflik tidak terus-menerus
menguasai kelompok masyarakat.
2. Penanganan konflik
Strategi ini dapat dilakukan dengan mengadakan mediasi yang
melibatkan tokoh agama untuk menyampaikan khotbah dan dakwah
damai, serta revitalisasi kearifan lokal melalui pendidikan, seni
budaya, dan pelembagaan institusi adat.
3. Resolusi konflik
Strategi ini di antaranya dapat dilakukan dengan memberi santunan
kepada keluarga korban luka maupun meninggal, membangun atau
merehabilitasi rumah yang dibakar atau dirusak selama konflik, atau
mengadakan kegiatan dengan melibatkan kelompok yang bertikai.49
D. Sejarah Konflik di Maluku
Konflik merupakan hasil dari akumulasi dan proses saling
mempengaruhi (interpenetrasi) dari berbagai macam faktor “ketidakpuasan”
48
Rachma Fitriati, Merawat Perdamaian 20 Tahun Konflik Maluku, (PT Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta, 2019), h. 7.
49
Op.Cit., h. 81-82
29
dalam masyarakat, misalnya jika konflik di Maluku mewujudkan dalam
penggunaan simbol-simbol agama, maka fakta sosial tersebut tidak bisa dikaji
dengan menggunakan alat analisis theologi atau keagamaan semata.50
Frustasi
dan ketidakpuasan kolektif merupakan proses yang terjadi dalam rentang
waktu yang cukup lama, di mana ketidakpuasan dan frustasi kolektif saling
terakulumasi, maka ketidakpuasan rakyat Maluku—baik yang beragama
Islam maupun Kristen—disebabkan oleh saling interpenetrasi antara faktir
persaingan politik kekuasaan, ekonomi dan budaya yang berskala nasional
(pusat), yang berimplikasi pada aras lokal (daerah).51
Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara merupakan bagian dari
wilayah negara Republik Indoneisa. Kedua wilayah provinsi ini mempunyai
sejarah masa lampau yang berbeda dengan provinsi-provinsi lain. Sejak abad
ke XIII sampai dengan abad XVII daerah dan rakyat Maluku telah mengalami
perjumpaan kebudayaan, perdagangan, dan agama dengan para pendatang.52
Selain itu, warga Muslim di Maluku, khususnya Ambon, secara signifikan
bertambah, karena itu, orang-orang Islam Maluku, khususnya Ambon,
mengklaim bahwa jumlah mereka lebih banyak dari penduduk yang beragama
Kristen, karena besar jumlahnya, secara otomatis orang Islam Ambon dapat
mendominasi birokrasi sipil hampir di seluruh Maluku.53
Pecahnya konflik
agama yang melibatkan sesama masyarakat Maluku merupakan
penyimpangan karena terjadi dalam satu keturunan. Konflik fisik yang terjadi
secara cepat antara umat Islam dan Kristen tanpa diawali proses panjang atau
tahapan yang jelas telah menyimpang dari teori perkembangan.54
Pemerintah dinilai tidak dapat mengakhiri munculnya konflik di
Maluku. Pasalnya, pada sekitar tahun 1999 dan pertengahan pertama tahun
2000 bermacam-macam konflik bermunculan. Dimulai pada pertengahan
50
John Pieris, Tragedi Maluku Sebuah Krisis Peradaban, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2004), h. 3. 51
Ibid., h. 5-6. 52
Ibid., h. 70. 53
Ibid., h. 77-78. 54
Toni Setia Boedi, Resolusi Konflik Agama di Pulau Ambon, (Yogyakarta: Jurnal
Ketahanan Nasional), XIV (3), Desember 2009, h. 51.
30
kedua tahun 2000 hingga akhir 2001, terdapat konflik yang membanjiri
wilayah Maluku dengan volume yang lebih besar. Periode konflik yang
berdarah di Ambon, menyisakan beberapa warga (baik Islam maupun
Kristen) yang berusaha mengupayakan nilai-nilai kedamaian,
mengorganisasikan diri untuk terlibat dalam “konflik bernuansa agama”.
Mereka membantu para korban untuk mendapatkan penanganan medis dan
ikut dalam kegiatan yang bertujuan menghentikan kekerasan. Meski begitu,
mereka tidak melakukan secara terang-terangan dan terbuka, hal ini dilakukan
karena takut akan ancaman yang ada.55
Penyebab terjadinya konflik Ambon antara kelompok Islam dengan
Kristen telah membawa korban antara 5.000 hingga 12.000 orang selama
tahun 1999-2003/2004. sentralisasi kekuasaan Order Baru, militer yang
terlalu berpolitik praktis, banjirnya pendatang yang menganca posisi warga
asli; persaingan di tingkat birokrasi lokal berdasarkan agama; dan intervensi
negara terhadap adat istiadat setempat, menurutnya merupakan beberapa yang
melatarbelakangi konflik dengan kekerasan di Ambon. Konflik terpendam
berubah menjadi peristiwa kekerasan pada tanggal 19 Januari 1999 ketika
terjadi perselisihan antara dua orang yang berbeda agama di Batu Merah.
Peristiwa tersebut bertepatan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri tahun
itu.56
Pada dasarnya, kerusuhan yang berkepanjangan di Maluku disebabkan
oleh faktor sosial dan politik, dan bukan agama, faktor-faktor ini juga
menciptakan semacam “segregasi” dan cara berpikir yang menggunakan
mainstream agama dalam kehidupan politik, khususnya di tingkat elite politik
lokal. Tragedi Maluku terjadi karena skenario Jakarta yang dirancang oleh
pihak yang haus kekuasaan, mempunyai niat busuk menciptakan kekacauan
nasional, agar pemerintah yang sah saat itu tidak lagi memiliki legitimasi
politik, dan karena itu harus ditumbangkan. Praktisnya, masyarakat Maluku
(Ambon) telah mengalami rekayasa secara sistematis dalam jangka waktu
55
Tri Ratnawati, Maluku dalam Catatan Seorang Peneliti, (Jakarta: PUSTAKA PELAJAR,
2006), hlm. 6. 56
Ibid., h. 3-4.
31
yang begitu lama melalui mitos-mitos politik yang dijustifikasikan dengan
agama dan budayanya. Intinya adalah mengadu domba dan mempersenjatai
primordialisme agama masyarakat setempat dengan kebencian, permusuhan,
konflik yang brutal dan nafsu pembantaian atas dalil-dalil (politis) keagamaan
yang sempit.57
Dengan terjadinya konflik kekerasan maka provinsi Maluku Utara
mengalami kemunduran yang sangat signifikan dalam bidang pembangunan.
Konflik sosial yang terjadi telah menghancurkan baik sarana dan prasarana
fisik yang ada maupun mendatangkan permasalahan sosial psikologis bagi
masyarakat setempat. Upaya normalisasi kehidupan di Maluku Utara sejauh
ini sudah mendapatkan prioritas yang tinggi baik dari pemerintah pusat, hal
yang terlihat dari berbagai kebijakan dan juga program-program yang
dilaksanakan di Maluku.58
E. Sosiologi Sastra
Kata sosiologi adalah istilah yang mempunyai hubungan dengan
masyarakat. Sosiologi pada dasarnya mempelajari kesatuan hidup manusia
yang terbentuk hubungan antara manusia dengan kelompok-kelompok lain.
Sosiologi meneliti kehidupan manusia dalammasyarakat dengan analisis
ilmiah dan objektif, sedangkan sastra menelitinya dengan subjektif melalui
gambaran emosi dan perasaan.59
Definisi sosiologi sastra menurut
Swingewood dalam bukunya yangberjudul The Sociology of Literature
(Faruk) adalah sebagai studi ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam
masyarakat, studi mengenai lembaga dan proses-proses sosial.60
Sosiologi
juga dapat dikatakan sebagai cabang ilmu yang berkaitan erat dengan perilaku
masyarakat dan memiliki pengaruh terhadap kehidupan manusia.61
Sosiologi
57
John Pieris, Op.Cit., h. 170-173. 58
Sri Yanuari, dkk., Konflik Maluku Utara Penyebab, Karakterisik dan Penyelesaian
Jangka Panjang, (Jakarta: Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan-LIPI, 2004), h. 162-163. 59
Nyoman Kutha Ratna, Op.Cit., h. 3-4. 60
Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006), h. 1. 61 Syahrizal Syarbani dan Fatkhuri, Teori Sosiologi Suatu Pengantar, (Bogor: Penerbit
Ghalia Indonesia, 2016), h. 1.
32
jelas merupakan ilmu sosial yang objeknya ialah masyakat. Sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri.
Sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam
masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses masyarakat. Sosiologi
mencoba mencari bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia
berlangsung dan bagaimana ia tetap ada. Dengan mempelajari lembaga-
lembaga sosial dan segala masalah perekonomian, keagamaan, politik semua
itu merupakan struktur sosial. Berkat para pakar seperti Comte, Spencer, Le
Play dan Durkheim, ilmu sosiologi berkembang menjadi ilmu yang benar-
benar otonom, meninggalkan kesusastraan yang dianggap sebagai bidang
rumit dengan definisi yang sangat titdka pasti dan yang dilindungi oleh
semacam rasa hormat manusiasi.64
Ada tiga kemungkinan yang mendasari sosiologi sastra, yaitu pengarang,
teks yang ditulisnya, dan masyarakat pembaca. Sosiologi sastra
menitikberatkan kepada kehidupan bersosial dalam masyarakat yang
mengarah kepada penyelidikan status ekonomik dan profesional penulis,
kelas sosial, dan generasi sastra penulis itu.65
Kehidupan mencakup hubungan
antar manusia, dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang.
Bagaimanapun juga, peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam batin seseorang,
yang sering menjadi bahan sastra, adalah pantulan hubungan seseorang
dengan orang lain atau dengan masyarakat.66
Telaah sosiologi sastra menurut
Ian Watt mencakup tiga hal. Pertama, konteks sosial pengarang.Hal ini
berkaitan dengan masyarakat pembaca yang berhubungan dengan posisi
sosial pengarang. Faktor-faktor sosial yang ditemukan dalam konteks ini
adalah pengarang sebagai pribadi yang berpengaruh besar bagi isi karya
sastranya. Kedua, sastra sebagai cerminan masyarakat. Pada aspek kedua ini
sejauh mana sastra dapat dianggap mencerminkan keadaan masyarakat.
Ketiga, fungsi sosial sastra, yang mengaitkan sastra dengan nilai sosial.
64
Robert Escarpit, Sosiologi Sastra, diterjemahkan oleh Ida Sundari Husen, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 8-9. 65 Rien T. Segers, Evaluasi Teks Sastra, (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), h. 70. 66
Ibid., h. 1.
33
F. Pengajaran Sastra
Belajar merupakan kegiatan pembeda antara makhluk hidup dengan
makhluk yang lain. Dengan belajar, manusia dapat memberikan manfaat
kepada dirinya sendiri dan orang lain. Belajar membuat manusia memiliki
pengetahuan dan wawasan yang luas.68
Seseorang dikatakan belajar apabila
perilaku dan pemikirannya telah berubah. Aktivitas belajar dapat dilakukan
dengan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Dengan demikian,
manusia yang awalnya tidak tahu tentang pengetahuan apapun, berubah
menjadi tahu karena belajar.69
Belajar juga dapat dikatakan sebagai mencari informasi dari berbagai
pelajaran yang ada di lingkungan sekitar. Pengertian ini dapat
diimplementasikan terhadap pengajaran sastra di sekolah. Pengajaran sastra
bersifat afektif, maksudnya adalah menambah pengalaman dan pengetahuan
siswa dalam melihat peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar. Mempelajari
sastra artinya harus menambah daya kepekaan terhadap setiap kejadian.
Selain itu, mempelajari sastra juga akan mempertajam perasaan, daya ingat,
imajinasi, dan kekreativitasan siswa.
Nilai-nilai yang terkandung dalam mempelajari sastra di sekolah dapat
diterapkan di kehidupan sehari-hari. melalui unsur intrinsik, siswa dapat
mengetahui apa amanat yang terkandung dalam sebuah cerita. Ada empat
manfaat dari sebuah pengajaran sastra, yaitu sebagai berikut.
a. Membantu dalam keterampilan berbahasa
Mempelajari sastra tentu akan membantu dalam keterampilan
berbahasa siswa yaitu keterampilan membaca, menulis, menyimak dan
berbicara. Dengan adanya keterampilan berbahasa tersebut, siswa
mampu mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari.
b. Meningkatkan pengetahuan budaya
68 Karwono dan Heni Mularsih, Belajar dan Pembelajaran Serta Pemanfaatan Sumber
Belajar, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2017), h. 12. 69 Ibid., h. 13.
34
Sastra berkaitan erat dengan budaya. Beberapa karya sastra justru
menggambarkan bagaimana keadaan dan situasi di beberapa daerah.
Hal inilah yang kemudian dapat memancing siswa dalam menggali
pengetahuan budaya melalui sebuah karya sastra.72
c. Mengembangkan cipta dan rasa
Di dalam pengajaran sastra, kecakapan yang perlu dikembangkan
adalah yang bersifat indrawi, penalaran, afektif, sosial, dan juga
religius. Oleh sebab itulah, bisa dikatakan bahwa pembelajaran sastra
yang dilakukan dengan sebenarnya akan mampu menyediakan
kesempatan untuk mengembangkan kecakapan-kecakapan yang
lebihunggul dari apa yang diperoleh dari mata pelajaran yang lain,
sehingga pembelajaran sastra tersebut lebih mendekati arah dan tujuan
pembelajaran dalam arti yang sesungguhnya.
d. Menunjang Pembentukan Watak
Dalam mempelajari karya sastra akan membawa siswa pada
berbagai rangkain kehidupan, seperti kebahagiaan, kesetiaan,
kebebasan, kebanggan diri, sampai pada kelemahan dan keputusasaan.
Kedua, pengajaran sastra hendaknya dapat memberikan bantuan dalam
usaha mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa, meliputi
ketekunan, kepandaian, pengimajian, dan penciptaan.73
G. Penelitian Relevan
Penelitian relevan dalam penelitian ini adalah skripsi milik Lafadis
Perwita Sari, mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang dengan judul
Konflik Antar Suku Dalam Novel Maluku Kobaran Cintaku Karya Ratna
Sarumpaet: Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra pada tahun 2014. Adapun
kesamaan dari kedua penelitian ini adalah sama-sama mengambil
permasalahan yang hampir serupa yaitu membahas tentang konflik sosial
antar suku di masyarakat Maluku. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk
72
Ibid., h. 73 73
Ibid.,h. 77.
35
menjelaskan konflik yang terjadi di Maluku. Penelitian tersebut menggunakan
metode deskriptif dengan pendekatan analisis. Data penelitian ini adalah
novel wacana atau kutipan novel. Adapun perbedaan penelitian tersebut
dengan penelitian ini adalah penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana
bentuk perdamaian dan toleransi peperangan yang terjadi sesama saudara di
Maluku, atau menjelaskan perubahan-perubahan dalam konflik sampai
kemudian mulai tiada, sedangkan pada penelitian yang ditulis oleh Lafadis
Perwita Sari hanya menjelas serangkaian konflik suku yang ada di
masyarakat Maluku tanpa menjelaskan bentuk-bentuk yang menggambarkan
perdamaian yang terjadi.
Penelitian relevan selanjutnya adalah jurnal yang ditulis oleh Yulna
Pilpa Sari, Mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Riau, yang berjudul
Penyelesaian Konflik Tokoh Utama dalam Novel Lawa Karya Saidul
Tombang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang
bertujuan mendeskripsikan atau menggambarkan bagaimana penyelesaian
konflik internal dan eksternal dalam novel Lawa karya Saidul Tombang.
Teknik analisis data dari penelitian ini adalah dengan mengidentifikasikan
data penelitian, mendeskripsikan hasil penelitian, menginterpretasikan dan
menyimpulkan hasil penelitian.
Penelitian relevan selanjutnya adalah jurnal yang ditulis oleh Mira Noor
Cahyaningrum, Mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah
Malang tahun 2018, yang berjudul Penyelesaian Konflik Batin, Konflik
Individu dan Konflik Tokoh, Suti dalam Novel Suti karya Sapardi Djoko
Damono. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang
bertujuan mendeskripsikan atau menggambarkan bagaimana penyelesaian
konflik yang terjadi di dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono. Fokus
pada penelitian ini adalah menyoroti tokoh utama yang mengalami konflik
batin dan konflik manusia dengan individu dan manusia dengan kelompok.
Teknik analisis data dari penelitian ini adalah dengan mengidentifikasikan
36
data penelitian, mendeskripsikan hasil penelitian, menginterpretasikan dan
menyimpulkan hasil penelitian.
Berdasarkan paparan tersebut, belum terdapat penelitian tentang
penulis. Untuk itu, penulis melakukan penelitian yang berjudul Resolusi
Konflik dalam Novel Maluku Kobaran Cintaku Karya Ratna Sarumpaet dan
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah.
37
BAB III
BIOGRAFI
A. Biografi Pengarang
Ratna Sarumpaet merupakan seniman serta aktivis sosial. Lahir di
Tarutung, Tapanuli Utara, pada 16 Juli 1949, awalnya Ratna Sarumpaet lebih
dikenal dari aktivitasnya di dunia teater. Kesenian ini pula yang dipilih
olehnya dalam menyuarakan berbagai pendapat serta keberpihakannya
mengenai masalah sosial.
Ratna merupakan putri mantan petinggi Dewan Gereja Indonesia yang
memutuskan untuk menjadi mualaf pada usia awal duapuluhan. Ia mewarisi
darah pejuang dan pemberontakdari kedua orang tuanya. Bapaknya, Saladin
Sarumpaet adalah Menteri Pertanian Pemerintahan Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI), Ibunya Yulia Hutabarat adalah tokoh penting pergerakan
perempuan Tapanuli. Menikah dengan Ahmad Fahmy, Ratna dikaruniai
empat orang anak (Iqbal, Fathom, Ibrahim, Atiqah).
Alumni di Fakultas Teknik Arsitektur dan Fakultas Hukum UKI, Ratna
memilih kesenian sebagai alat perjuangannya. Ratna Sarumpaet pertama kali
mempelajari dunia teater ketika bergabung dengan Bengkel Teater
Yogyakarta selama 10 bulan pada tahun 1969. Namun pada akhirnya Ratna
lebih memilih untuk menekuni dunia teater dan mendirikan kelompok drama
Satu Merah Panggung pada 1974. Pada tahun 1974 ini pula, Ratna pertama
kali mementaskan karyanya sendiri yang berjudul Rubayyat Omar Khayam
bersama kelompok drama Satu Merah Panggung yang didirikannya1.
Selama tigabelas tahun terakhir, di tengah kesibukannya sebagai aktivis
HAM dan kemanusiaan, Ratna telah menghasilkan sembilan karya drama
(Rubayat Umar Khayam, Dara Muning, Marsinah Nyanyian dari Bawah
Tanah, Pesta Terakhir, Terpasung, Marsinah Menggugat, ALIA, Luka
Serambi Mekah, Anak-anak Kegelapan, Pelacur dan Sang Presiden). Walau
1 Ratna Sarumpaet, Maluku Kobaran Cintaku, (Depok: PT KOMODO BOOKS, 2010), h.
3.
38
sejak awal telah peduli dengan berbagai masalah sosial, nama Ratna
Sarumpaet baru mendapat sorotan dari pemerintah Orde Baru pada dekade
90-an. Perhatiannya pada penutupan kasus pembunuhan Marsinah di tahun
1997 membuatnya akhirnya melahirkan karya monolog Marsinah Menggugat.
Pembunuhan Marsinah sendiri terjadi di tahun 1993 dan pada tahun 1997
Kepala Kepolisian RI menutup kasusnya karena dianggap DNA Marsinah
telah tercemar.2
Karya monolog Marsinah Menggugat ini awalnya dimainkan pada
sebuah tur ke sebelas kota di Jawa dan Sumatera, karena karya ini dianggap
kontroversial, muncul tekanan dari sejumlah pihak dan bahkan
pementasannya sendiri sempat dibubarkan di Bandar Lampung. Setelah kasus
Marsinah ini menjadi perhatian dunia, rumah Ratna Sarumpaet di Kampung
Melayu Kecil sekaligus menjadi sanggar Satu Merah Panggung terus diawasi
intel. Nama Ratna sendiri menjadi salah satu orang yang harus terus diawasi
ketat karena membahayakan stabilitas negara. Pada akhir 1997, karena lelah
menjadi objek intimidasi aparat, Ratna Sarumpaet memutuskan melakukan
perlawanan dengan menghentikan sementara kegiatannya sebagai seniman
dan mengumpulkan 46 LSM dan Organisasi-organisasi Pro Demokrasi di
kediamannya, lalu membentuk aliansi bernama Siaga. Menjelang Sidang
Umum MPR, Maret 1998, ketika pemerintah mengeluarkan larangan
berkumpul bagi lebih dari lima orang, Ratna bersama Siaga justru menggelar
sebuah Sidang Rakyat “People Summit” di Ancol. Pertemuan ini kemudian
dibubarkan dan kemudian Ratna beserta tujuh orang lainnya ditangkap karena
berbagai tuduhan termasuk makar.3
Ratna pernah menjadi salah satu editor film yang bekerja sama dengan
MGM, Los Angeles, pada tahun 1985 sampai dengan 1986. Selain itu, Ratna
juga pernah menjadi pengurus International Women Playwright. Pada tahun
1988, ia mendapatkan penghargaan Female Human Right dari The Asian
2 Ibid., h. 4.
3 Ninis Chaerunnisa, “Begini Kronologi Kasus Hoax Ratna Sarumpaet”, dalam
https://nasional.tempo.co/read/1133129/begini-kronologi-kasus-hoax-ratna-sarumpaet, diakses
pada 08 Juli 2019.
39
Foundation for Human Rights di Tokyo, Jepang. Filmnya yang berjudul
Jamila dan Sang Presiden juga mendapatkan penghargaan sebagai Public
Prize Vesoul International Film Festival di France pada tahun 2010.
Ratna Sarumpaet saat ini sedang tersandung kasus hoaks yang
membawanya hingga ke ranah hukum. Ia ditangkap pihak kepolisian karena
telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyebaran hoaks atau berita
bohong. Ratna dijerat pasal 14 dan 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946
tentang Peraturan Hukum Pidana serta pasal 28 juncto pasal 45 Undang-
undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Persoalan hoaks yang
menimpa dirinya berawal dari berita bohong mengenai penganiayaan
terhadap dirinya. Kronologi singkat kasus hoax yang dilakukan oleh Ratna
pertama kali diunggah di media sosial (Facebook). Unggahan tersebut
kemudian dengan cepat menyebar hingga sampai kepada pihak kepolisian.
Polisi telah melakukan penyelidikan setelah mendapat laporan hoaks tersebut.
Akhirnya Ratna mengakui kebohongannya dan menjalankan beberapa sidang
di pengadilan.4
Selama menjalani rutinitas di dalam jeruji besi, Ratna mengaku telah
memulai kembali menulis buku. Seperti biasanya, dalam melahirkan karya-
karyanya, ada pesan yang ingin disampaikan di dalam tulisannya. Ia menulis
buku barunya tentang bangsa Indonesia dan melanjutkan tulisan-tulisannya
secara rutin, meskipun telah ditetapkan sebagai penyebar hoaks atau berita
bohong dan membuat dirinya mendekam di dalam tahanan.5
B. Gagasan Kepengarangan
Ratna Sarumpaet adalah penulis dengan seribu pemikiran yang mewadahi
peristiwa yang terjadi. Ia memberikan seluruh hati dan pikirannya pada
mereka yang tersudut. Ia melakukan apa saja untuk perubahan tanpa
sedikitpun beban apalagi rasa takut. Karya-karya yang pernah ditulisnya
4 Ibid..
5Jps/osc, “Selama di Tahanan Ratna Sarumpaet Mengaku Menulis Buku, dalam
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190312142549-12-376504/selama-di-tahanan-ratna-
sarumpaet-mengaku-menulis-buku,diakses pada 08 Juli 2019.
40
adalah bentuk kritik sosial. Ia membela Marsinah dan rakyat Aceh tanpa
peduli dengan cara itu dia harus berhadapan dengan penguasa Orde Baru pada
masa di mana nyaris seluruh rakyat diam meski berbagai pelanggaran Ham
terjadi di depan mata.
Kehadiran Ratna di dunia teater yang didominasi kaum maskulin juga
menghadapi fenomena dan tantangan khusus, sama seperti umumnya persalan
yang harus dihadapi perempuan di dunianya masing-masing. Pertunjukkan-
pertunjukkannya yang secara terbuka menguas masalah-masalah demokrasi,
kemanusiaan, kebenaran dan keadilan, dan mempertanyakan secara frontal
kehadapan penguasa, telah secara tidak langsung menjadi alat
memingirkannya dari pengakuan dia betul seorang penulis naskah drama.
Ia berupaya agar apa yang ditulisnya dapat menyampaikan apa yang
selama ini tidak bisa disampaikan banyak orang. Sebagai seorang aktivis,
Ratna berani menyuarakan kegelisahan orang lain, meski pada kenyataannya
tulisannya banyak mengakibatkan ia berurusan dengan pihak kepolisian.
Dalam kelompok drama yang dipimpinnya, Ratna mengatakan “Talenta yang
diberikan Allah pada saya yang paling sering saya syukuri adalah menulis
naskah drama. Dengan keahlian itu saya bisa berbicara dan memperjuangkan
persoalan-persoalan bangsa ini dengan bahasa dan sudut pandang yang
berbeda dari sudut pandang politisi umumnya.”6
Ratna akan melakukan apapun untuk keadilan, kemanusiaan dan
kebenaran tanpa rasa takut, termasuk ketakutan „dimusuhi orang‟. Dalam lima
tahun terakhir, penantian Ratna berfokus pada persoalan kemiskinan. Untuk
itu dia sedang melakukan survey tentang nasib TKI. Karya dramanya Jamila
dan Sang Presiden, diangkatnya ke layar lebar untuk membuka kesadaran
semua pihak tentang buruknya perdagangan anak di Indonesia. Film ini
berhasil memperoleh sejumlah penghargaan internasional.7
6 Ratna Sarumpaet, Anak-anak Kegelapan, (Jakarta: Satu Merah Panggung, 2004), h. 167-
169. 7 Ratna Sarumpaet, Op.Cit.,h. 4.
41
C. Sinopsis
Novel Maluku Kobaran Cintaku karya Ratna Sarumpaet ini
mengisahkan tentang perjuangan masyarakat Maluku dalam mendapatkan
udara kedamaian di kotanya. Novel ini menggambarkan situasi Kota Maluku
pada kerusuhan tahun 1999 sampai dengan tahun 2004. Ratna dalam
novelnya mengupas bagaimana peristiwa itu terjadi secara sistematis.
Meynar, seorang cucu pendeta yang paling disegani di kota Sagu mengalami
peristiwa itu secara terang-terangan. Ia menyadari bahwa kotanya sedang
dalam keadaan yang darurat rasa kemanusiaan. Dengan berbagai perasaan
dan penglihatannya secara langsung tentang kerusuhan tersebut, Meynar
berusaha menyuarakan dan mengambil tindakan untuk berusaha membuat
kerusuhan di Maluku berhenti. Ia nekat menolong korban secara langsung ke
lapangan tanpa memikirkan aturan pada siapa ia harus meminta bantuan. Ia
berusaha mencari lembaga yang bisa membantu para korban kerusuhan
dengan bergabung di dalamnya.
Dalam usahanya tersebut, Meynar bertemu dengan Ali. Hal ini
diketahui dari persahabatan yang dijalin antara kakek moyang keduanya. Tak
pandang latar belakang dan agama yang dimiliki, persahabatan ini terjalin
tanpa hambatan. Hingga pada suatu waktu, Meynar mulai menyadari bahwa
persahabatan yang dimiliki kakek moyang dari Meynar dan Ali,
mengantarkan dirinya pada cinta yang lebih dari pada sekadar persahabatan,
melainkan cinta yang hadir di hatinya tanpa aba-aba. Dalam novel ini, Ratna
tidak semata-mata meletakkan kisah cinta Meynar dan Ali menjadi sorotan
paling penting dari alur ceritanya. Ada yang lebih penting dari pada sekadar
cinta, ada yang lebih darurat dari pada perbedaan agama yang dialami
mereka; ialah pengorbanan yang Meynar dan Ali tunjukkan untuk kotanya.
Keduanya tidak lagi menjadikan cinta yang dimiliki menjadi satu-
satunya hal yang paling penting. Setelah melalui berbagai hari-hari yang
kelam dan pahit, Meynar dan Ali akhirnya membentuk satu lembaga untuk
membentuk Maluku menjadi satu-kesatuan yang utuh, meski cintanya harus
terbelah dan habis dibatasi keyakinan nenek moyang yang sudah tertulis.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Unsur Intrinsik Novel Maluku Kobaran Cintaku
1. Tema
Tema merupakan garis besar yang membungkus suatu cerita. Setiap
rangkaian cerita yang terbuat tentu membutuhkan sebuah tema agar isi
cerita tidak lari dari konsep awal. Melalui tema, pembaca dapat menerka
isi dari apa yang akan diceritakan. Tema utama atau tema mayor yang
terdapat dalam novel Maluku Kobaran Cintaku adalah perjuangan
masyarakat Maluku dalam membangun perdamaian. Tema ini menonjol
karena perjuangan rasa sakit masyarakat Maluku dalam menghentikan
kerusuhan untuk mendapatkan kedamaian menjadi persoalan pokok yang
terus dibahas dari awal hingga akhir bab.
Tema ini juga terlihat dari judul novel Maluku Kobaran Cintaku.
Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia, kobaran diartikan
sebagai sesuatu yang menyala. Hal ini menunjukkan sikap perjuangan
yang berapi-api dari masyarakat Maluku, karena Maluku adalah satu-
satunya kota yang harus mati-matian diperjuangkan atas dasar rasa cinta
terhadap kota tersebut. Perjuangan para tokoh di dalam novel tersebut
membuktikan bahwa kecintaannya terhadap tanah kelahirannya adalah
harga mati. Tak ada satupun yang boleh membuat kerusuhan di Maluku,
sekalipun telah banyak nyawa yang melayang.
“Berapa banyak lagi nyawa saudara-saudara kita, akan kita
biarkan terenggut? Sampai kapan kita akan membiarkan
kehidupan kita hancur, perekonomian kita mati, anak-anak kita
terlunta-lunta, hidup miskin dan ketakutan? Jangan biarkan
„takut‟ menguasai dirimu. Jangan biarkan „takut‟ menjadi candu
menggerogoti akal sehatmu. Kita semua pada suatu saat akan
mati, karena itulah kehidupan.”1
1 Ratna Sarumpaet, Op.Cit., hlm. 269.
43
Kutipan tersebut adalah kutipan tokoh Ali yang berusaha
menyuarakan keberanian dalam upaya menghentikan kerusuhan.
Kerusuhan tersebut banyak memakan korban jiwa yang statusnya adalah
anak-anak muda Maluku. Melalui pemuda-pemudi yang tersisa, Ali
berharap ada kekuatan yang menjadi satu untuk membentuk kembali
Maluku yang damai dan tentram.
“Tapi yang lebih penting adalah menghentikan pertikaian.
Menghentikan bertambahnya kerusakan dan korban.
Menghentikan bertambahnya kematian sia-sia...Sama seperti
Saudara-saudara, sumpah pemuda, satu nusa satu bangsa,
adalah jiwa yang mengaliri darah kami. Melalui pidato ini,
saya ingin mengingatkan, terutama pada seluruh generasi
muda di Republik ini, jangan biarkan kami sendirian.”2
Tema tambahan atau tema minor dalam novel ini adalah perjuangan
kisah cinta Meynar dan Ali. Kedua tokoh ini digambarkan sebagai
pasangan yang cintanya terhalang oleh adat dan peristiwa kerusuhan yang
terjadi di Maluku.
“Cinta kita ditolak adat, Ali. Dilarang agama dan dibenci
mayarakat...duduk di samping kamu saja, orang-orang sudah
terganggu dan mereka itu orang-orang yang sangat dekat
dengan saya.”3
Ali memeluk Mey erat, lama, dan berbisik. “Jangan hiraukan
apa kata orang, Mey. Saya akan selalu ada untuk kamu. Saya
akan melindungi dan menjaga kamu.”4
Melalui kutipan tersebut, Meynar dan Ali tidak bisa saling mencintai
karena terhalang adat istiadat yang ada di Maluku. Kedua agama yang
berbeda, tidak bisa memiliki hubungan seperti sepasang kekasih, tetapi
mereka tetap berusaha untuk mempertahankan cintanya di tengah
kerusuhan yang terjadi. Dikatakan tema minor karena perjuangan cinta
2 Ibid., h. 327.
3 Ibid., h. 76.
4 Ibid., h. 77.
44
Meynar dan Ali berusaha mempertegas makna pokok cerita. Dengan
adanya dua pasangan yang saling mencintai dan ditolak adat karena
memiliki keyakinan berbeda, Meynar dan Ali memperjelas makna cerita
bahwa konflik apapun bisa diatasi dengan cara setiap manusia harus
memiliki rasa cinta yang dalam. Tema di dalam cerita juga merupakan
tema nontradisional, karena jalan cerita novel tersebut berakhir tidak
sesuai yang diharapkan pembaca.
Mey turun dari mobil dan berlari kencang melewati Desa
Laha yang tinggal puing,... Ia berhenti di sebuah batu tempat
dulu ia mendudukkan Ucup. Ia duduk di batu itu dan
menangis,... “Kenapa Tuhan? Kenapa? Kapan ini akan
berakhir? Kapan Kau akan mengampuni dosa-dosa kamu?”5
Pembaca dibawa oleh harapan bahwa cerita akan berakhir dengan
perdamaian tanpa konflik yang tersisa, tetapi pada novel ini justru
pembaca harus kecewa karena akhir cerita yang ternyata memiliki konflik
yang baru lagi. Cerita tidak digambarkan happy ending melainkan cerita
ditutup dengan kepedihan yang baru lagi.
Berdasarkan penjabaran di atas, tema dalam novel Maluku Kobaran
Cintaku adalah perjuangan masyarakat Maluku dalam membangun
perdamaian. Tema ini mendominasi dari isi cerita yang menggambarkan
sikap perjuangan yang dilakukan oleh pemuda-pemudi Maluku untuk
menghentikan kerusuhan yang terus menyerang dan memakan korban
jiwa.
2. Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah unsur penting dalam cerita guna mengetahui siapa saja
yang berperan dalam cerita tersebut, sedangkan penokohan bertujuan
untuk mengetahui karakter yang dimiliki oleh masing-masing tokoh di
dalam cerita. Dalam menganalisis tokoh, penulis mengkategorikan
masing-masing ke dalam tokoh utama dan tokoh tambahan.
5 Ibid., h. 511.
45
a. Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang terlibat atau memperngaruhi plot
utama keseluruhan cerita. Tokoh utama dalam novel Maluku Kobaran
Cintaku adalah sebagai berikut.
1. Meynar
Meynar merupakan tokoh utama di dalam cerita. Secara
fisiologis, Meynar digambarkan narator sebagai gadis yang
berkulit kuning langsat, memiliki tinggi yang semampai dan
bersuara serak. Kehadirannya selalu terlibat di dalam konflik yang
terjadi dan ia juga penggagas dari beberapa upaya untuk
menghentikan kerusuhan di Maluku. Suara yang digambarkan
tokoh Meynar juga diperlihatkan sebagai salah satu ciri khas
orang Maluku yang memiliki suara khas dan kuat.
Meynar, seorang gadis berkulit kuning langsat
keluar menuju teras. Ia terlihat pucat dan gusar.
Perempuan semampai itu baru saja menyaksikan
di televisi kerusuhan besar pecah di Poka.6
Mey menyambut suara Andre dengan suaranya
yang serak, yang kuat, dan khas.7
Secara sosiologis, Meynar merupakan perempuan yang
berasal dari keluarga yang dihormati dan terpandang di Maluku,
karena Opanya yang berperan sebgai pendeta terkemuka, seperti
yang terlihat pada kutipan berikut.
Meynar—cucu seorang pendeta terkemuka di Sagu—
masih berada di tengah semua itu.8
Selain itu, Meynar juga merupakan seorang mahasiswi
semester akhir.
6 Ibid., h. 13.
7 Ibid., h. 330.
8 Ibid., h. 8.
46
Ia kuliah di semester akhir Universitas Kristen Maluku di
Ambon.9
Secara psikologis, Meynar digambarkan narator sebagai gadis
yang sangat pemberani dan memiliki jiwa sosial yang tinggi
melalui deskripsi tingkah laku oleh narator.
Selain itu, ketaatannya sebagai umat Kristiani juga
digambarkan di dalam cerita dengan jelas oleh narator. Melalui
kata-kata yang diucapkan, Mey menandai dirinya sebagai
perempuan Kristiani yang dekat dengan Tuhannya.
...perempuan yang sedang tak berdaya itu
menggenggam Alkitab kecilnya erat, mengucapkan
doanya dalam ketakutan. “Tuhan, Engkaulah
gembalaku. Engkau yang membuat hidupku tak
kekurangan membaringkanku di padang rumput,
membimbingku ke air yang tenang, menyegarkan
jiwaku,...”10
Narator meletakkan Meynar dengan memunculkan ciri
psikologisnya sebagai pemandu masyarakat Maluku dalam wujud
penghentian kerusuhan yang tengah memanas. Baginya, Maluku
bukan hanya sebagai tempat tinggal saja, tetapi Maluku adalah
tanah kelahiran yang teramat dicintainya. Berdasarkan analisis
penulis, Meynar merupakan tokoh yang berkembang. Hal ini
didapat melalui perubahan secara aktif berinteraksi sosial dengan
lingkungan sosial, alam amupun semua yang mempengaruhi
sikap, watak, dan tingkah lakunya. Ia terus berupaya untuk
berguna bagi orang lain sampai akhir cerita, seperti yang terlihat
pada kutipan berikut.
Mey tahu situasi Ambon sangat menakutkan dan bisa
membahayakan dirinya, tapi ia nekad terjun
menolong korban tanpa bergabung dengan kelompok
9 Ibid., h. 14.
10 Ibid., h. 222.
47
atau lembaga tertentu. Meski berbahaya, apa yang
dilakukannya itu membuatnya merasa berguna dan
punya peran. Rasa kemanusiaan dan keadilannya
ditantang.11
Meynar merupakan tokoh yang pemberani dan
mementingkan keselamatan orang lain dibanding dengan dirinya.
Ia bertindak nekat seolah tidak peduli dengan kerusuhan yang
akan menyerang dirinya. Baginya, yang terpenting saat itu adalah
kesejahteraan masyarakat Maluku yang pelan-pelan mulai hilang.
Ia tahu akan segala resiko yang akan diterimanya, tetapi
keselamatan orang lain tetap menjadi nomor satu untuknya.
Selain memiliki sikap yang berani, Mey juga menunjukkan
sikapnya yang senang merenung dan menyimpan kesedihannya
sendiri.
Di pihak lain, jantung Mey berdebar tidak karuan.
Pikiran kalutnya membuat jari-jari tangannya
bergerak marah di tuts piano, mengeluarkan bunyi
berdentam-dentam.12
Setelah suara-suara diluar kamar rias itu sepi,
Mey menyalakan lampu. Melihat dirinya melalui
cermin melapisi seluruh dinding kamar rias itu, ia
tiba-tiba merasa mual. Ia melihat dirinya asing,
dan buru-buru melepas costume yang melekat di
tubuhnya, seperti melepas barang kotor...13
Kutipan tersebut menggambarkan tokoh Mey yang senang
menyimpan kesedihan dengan menyendiri. Ia merasakan
kesedihannya tanpa membutuhkan orang lain untuk berbagi dalam
mengurangi kesedihannya. Mey adalah perempuan yang berani
dalam bertindak, tetapi terhadap masalah percintaannya dengan
11
Ibid., h. 14. 12
Ibid., h. 67-69. 13
Ibid., h. 331.
48
Ali, Mey tidak bisa berbuat banyak. Ia hanya mampu berdiam diri
tanpa membagi ceritanya dengan siapapun, termasuk kakaknya
sendiri yang merupakan sahabat dari Ali. Hal ini yang kemudian
membuat perasaan dan batin Mey. Ia harus berpikir untuk
menghentikan kerusuhan yang terjadi di Maluku, tetapi nasib
percintaannya dengan Ali yang terhalang dengan agama harus ia
terima. Kejadian ini membuat Mey merasa bahwa merenung dan
menyendiri adalah solusi terbaik yang ia lakukan.
Tokoh Mey termasuk ke dalam tokoh protagonis, karena
Meynar merupakan tokoh yang sesuai dengan harapan pembaca
berdasarkan tingkah lakunya, yakni adalah tokoh yang
memperjuangkan perdamaian di Maluku.
Mey tahu situasi Ambon sangat menakutkan dan
bisa membahayakan dirinya, tetapi ia nekad
terjun menolong korban tanpa bergabung dengan
kelompok tertentu. Meski berbahaya, tapi itu
membuatnya merasa berguna dan punya peran.
Rasa kemanusiaannya dan keadilannya
tertantang.14
Tokoh Meynar juga digambarkan sebagai bulat karena
Meynar merupakan tokoh yang memiliki dan diungkapkan
berbagai kemungkinan sisi kehidupan, kpribadian, dan jati
dirinya. Melalui kutipan di atas dapat diketahui bahwa Meynar
adalah perempuan dengan kepribadian yang berpengaruh besar
terhadap jalan cerita dan menunjukkan jati dirinya tentang
keberaniannya dalam memperjuangkan kemanusiaan.
Berdasarkan paparan tersebut, narator menggambarkan
Meynar sebagai tokoh utama dan anak muda yang berusia dua
puluhan. Mey adalah seorang mahasiswi yang memiliki sifat
pemberani, sehingga melalui sifat tersebut narator memberikan
14
Ibid., h. 14.
49
tanda bahwa Mey adalah salah satu tokoh yang ikut terlibat
langsung di dalam kerusuhan.
b. Tokoh Tambahan
1. Ali
Ali Assegaf digambarkan narator sebagai tokoh tambahan
karena hadir sebagai pelengkap peristiwa.
Secara fisiologis, Ali digambarkan sebagai laki-laki yang
berusia tiga puluhan.
Ali Assegaf, usia tiga puluhan, tampak memperlambat
kecepatan jeepnya dan menepi.15
Secara sosiologis, Ali merupakan laki-laki yang berasal dari
keluarga terpandang di Maluku karena kakeknya yang berperan
sebagai tokoh penting di Maluku, yakni sebagai guru besar Islam
yang selalu menyebarkan nilai-nilai Islam melalui ceramahnya.
Ali adalah cucu seorang tokoh yang kajian-kajiannya
tentang Islam sebagai agama yang sejuk dan
menghormati perbedaan dibaca dan menjadi rujukan di
seluruh dunia.16
Ali digambarkan narator sebagai tokoh yang agamis. Hal ini
dapat dilihat langsung melalui bahasa yang diucapkannya di
dalam cerita.
“Alhamdulillah, Allahuakbar. Di mana kamu, Wan?‟17
Narator meletakkan sifat islami Ali melalui kata-kata yang
diucapkan. Pemilihan kata yang diucapkan oleh Ali menandakan
bahwa ia adalah laki-laki beragama Islam. Kehadirannya dalam
cerita juga membawa kesan sebagai penenang. Ali merupakan
15
Ibid., h. 18. 16
Ibid., h. 22. 17
Ibid., h. 55.
50
tokoh yang dekat dengan Tuhannya, seperti yang terlihat pada
kutipan berikut.
“Allah Maha Pengasih itu kadang membiarkan hati
kita hancur agar kita menjadi manusia yang utuh,
katanya. Allah membiarkan kita terluka agar kita
tumbuh menjadi pribadi yang kuat.”18
Kutipan tersebut membuktikan bahwa Ali adalah tokoh yang
selalu berpegang teguh terhadap ajaran-ajaran agamanya. Ia
mengedepankan Tuhannya di atas segalanya. Ali percaya bahwa
dengan beriman kepada Tuhan, akan membuat dirinya semakin
kuat meskipun kerusuhan telah merenggut banyak nyawa
saudaranya.
Narator juga menceritakan Ali melalui ciri sosiologisnya
dengan menampilkan peran Ali sebagai seorang dosen Ilmu
Politik di Universias Muhammadiyah Ambon.
Ali Assegaf mengajar Ilmu Politik di Universitas
Muhammadiyah Ambon.19
Selain itu, Ali juga digambarkan sebagai orang yang
pemberani dan cerdas. Ia dikenal dengan sikap teladannya yang
sering kali memunculkan gagasan dan tindakan yang positif
terhadap kerusuhan yang terjadi di Maluku, seperti yang terlihat
pada kutipan berikut.
“Kami adalah bagian dari bangsa ini. Sama seperti
saudara-saudara, sumpah pemuda, satu nusa satu
bangsa, adalah jiwa yang mengaliri darah kami.
melalui pidato ini, saya ingin mengingatkan, terutama
pada seluruh generasi muda di republik ini, jangan
biarkan kami sendirian.”20
18
Ibid., h. 324. 19
Ibid., h. 16. 20
Ibid., hlm. 325.
51
Dari kutipan tersebut membuktikan bahwa Ali menghimbau
pemuda-pemudi masyarakat Maluku untuk terus menjunjung
tinggi rasa persatuan agar tidak mudah terpecah belah dengan
kondisi yang sedang terjadi. Sebagai pemuda yang berpendidikan,
ia mengambil langkah atas kerusuhan yang terjadi agar
masyarakat Maluku tidak mengalami kejadian tersebut terlalu
lama.
Ali dikenal sebagai seorang yang handal dalam berbicara di
depan banyak orang. Sering kali ia berceramah di depan
masyarakat Maluku untuk mengimbau bahwa jangan pernah takut
dan menyerah hanya karena kerusuhan yang terjadi. Dengan sikap
yang pandai bicara, Ali juga merupakan sosok yang tak gentar
meski kerusuhan terjadi. Ia berani dalam mengungkapkan gagasan
dan pemikirannya di depan banyak orang.
“...jadi, jangan bicara soal kompromi. Siapa yang
beramin di sini? Siapa yang mengambil manfaat
dari kehancuran ini? Demi Allah, aku ingin tahu
dan aku tidak takut.”21
Tidak ada yang meragukan kepiawaian Ali
berceramah. Di samping belajar di sekolah dan
bangku kuliah, sebagain besar waktunya telah
dipakai berguru pada kakeknya, Tuang Guru, dan
dia pe,baca buku yang baik. Dengan bahasa yang
lugas dan mudah dimengerti, dengan kharisma
seorang orator yang kuat, ia dinilai cerdas
meninjau toleransi dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pela Gandong dan
Pancasila,...22
Sebagai salah satu pemuda-pemudi yang menggagas prinsip
kedamaian di Maluku, Ali juga merupakan salah satu tokoh yang
memiliki jiwa rela berkorban, seperti yang terlihat di kutipan
berikut.
21
Ibid., h. 277. 22
Ibid., h. 268-269.
52
“Kita tidak lagi takut melawan kekuasaan-kekuasaan
gelap yang selama ini merusak kehidupan kita,
kekuasaan-kekuasaan yang mengaku sebagai
penyelamat kita, tapi meracuni kita dari luar dalam.
Untuk perjuangan yang seperti itu, demi Allah, aku
rela mempertaruhkan apapun termasuk nyawaku
sendiri.”23
Melalui kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa Ali
merupakan tokoh yang digambarkan narator sebagai tokoh
protagonis, karena jati dirinya yang memiliki semangat juang
yang tinggi terhadap penghentian konflik membuat pembaca
memiliki rasa empati yang berlebih. Pembaca menaruh harapan
bahwa dengan adanya sikap dan pandangan Ali yang meluas,
dapat memberikan ketenangan dan ketentraman untuk masyarakat
Maluku. Kutipan tersebut juga sekaligus menggambarkan Ali
seabagai tokoh bulat melalui pengaruhnya terhadap jalan cerita.
Narator meletakkan Ali sebagai tokoh yang berperan penting di
dalam cerita, karena Ali memiliki pengetahuan dan wawasan yang
tinggi, sehingga pemikirannya dapat membantu Maluku meraih
perdamaian.
Ali digambarkan sebagai tokoh berkembang, karena adanya
perubahan sikap yang terdapat di dalam dirinya. Perubahan ini
membawa sikap Ali yang semula penuh semangat dan tidak
pernah menyerah, berubah menjadi Ali yang tidak berdaya dan
memiliki perasaan terpukul.
Kondisi Ali akibat peluru yang menembus pangkal
lengannya tidak telrlau buruk. Dia tidak harus dirawat
di rumah sakit. Tapi secara moral dia benar-benar
terpukul. Rentetan peristiwa yang bertubi-tubi
menghantam dirinya dan PMBB membuatnya benar-
benar tidak bisa bangkit.24
23
Ibid., hlm. 264. 24
Ibid., h. 474.
53
Berdasarkan penjelasan tersebut, Ali mengalami
perkembangan sikap dalam memperjuangkan perdamaian di
Maluku. Berbagai peristiwa sakit membawa Ali pada pribadi yang
kemudian tidak tahu harus berbuat apa.
2. Melky
Secara fisiologis, Melky adalah laki-laki tinggi dan memiliki
kulit bersih.
Melky pura-pura membaca koran menutupi mukanya,
walau dia tahu cara bersembunyi seperti itu tidak akan
berhasil karena secara fisik ia sangat menonjol.
Tingginya melebihi ukuran rata-rata, kulitnya soklat
bersih dan rambutnya dikepang-kepang.25
Secara psikologis, narator menceritakan sosok Melky sebagai
anak yang cerdas dan memiliki cita-cita yang tinggi.
Melky adalah anak Maluku pecinta laut yang
cerdas dan punya cita-cita. Setelah SMU, ia
memperoleh beasiswa dari sebuah proyek
pengembangan kelautan yang digagas pemerintah
pusat bernama Momar Lok. Dengan beasiswa itu
Melky kuliah di Fakultas Ilmu Kelautan di sebuah
universitas di Ambon dan lulus dengan predikat
istimewa.26
Sebagai seorang kakak, Melky tentu memiliki rasa sayang
dan ingin melindungi adiknya. Pengarang menempatkan posisi
Melky sebagai kakak yang pengertian dan selalu menjadi
pendengar yang bijak untuk adiknya, seperti yang terlihat pada
kutipan berikut.
25
Ibid., h. 46. 26
Ibid., h. 66.
54
Melky merangkul pundak Mey kuat-kuat dan
mencium keningnya. Itu isyarat ia akan
memperhatikan keluhan Mey.27
Melky digambarkan memiliki sikap yang tenang dan
berwibawa, seperti yang terlihat pada kutipan berikut.
Kehadiran Melky, lelaki berwibawa berusia tiga
puluh tahun itu, membuat para petugas belum-belum
sudah mati langkah.28
Kutipan tersebut membuktikan bahwa Melky memiliki
pembawaan diri yang berwibawa, sehingga membuat orang lain
yang dekat dengannya memiliki rasa segan. Hal ini juga didorong
karena Melky adalah seorang dosen dan laki-laki dewasa.
Melky juga diceritakan sebagai tokoh yang tegas dan berani,
seperti yang terlihat pada kutipan berikut.
“Sekarang bicara aturan! Kemarin-kemarin kemana
saja, kampus sebesar ini bisa hangus dua pertiga.”29
Dia menjadi satu dari sedikit anak muda Maluku
yang berani secara terbuka mengkritik kebijakan-
kebijakan pemerintah pusat terutama menyangkut
kebijakan soal pengolahan hasil laut.30
Kutipan tersebut adalah kutipan Melky yang diucapkan
kepada para petugas. Melky adalah laki-laki dengan pemikiran
yang luas, ia juga dikenal sebagai seorang dosen yang kritis
terhadap aturan yang berlaku, sehingga ketika ditemuinya aturan
dan kebijakan yang menyimpang, ia tidak bisa hanya diam dan
menuruti semua aturannya. Melky digambarkan narator sebagai
tokoh protagonis. Berdasarkan kutipan yang telah dijabarkan di
27
Ibid., h. 90. 28
Ibid., hlm. 45 29
Ibid. 30
Ibid., h. 66.
55
atas, Melky merupakan tokoh yang dapat diandalkan pembaca
bahwa ia mampu berkontribusi dalam penghentian konflik
tersebut.
Secara sosiologis, Melky merupakan seorang dosen dan cucu
dari seorang tokoh pendeta terpandang dan dihormati di Maluku.
Melky kakak kandungnya yang mengajar di Universitas
Kristen Maluku, mengantarnya pulang ke Sagu.31
Berdasarkan penjelasan tersebut, Melky merupakan tokoh
statis karena peristiwa sosial yang terjadi tidak mengubah
perwatakannya sebagai seorang dosen yang memiliki pemikiran
luas terhadap konflik yang terjadi. Sejak awal hingga akhir cerita,
Melky tetap pada sikap yang tenang dan tidak memiliki
perkembangan terhadap emosional.
c. Ridwan
Secara sosiologis, Ridwan merupakan sahabat Ali dan Melky
sejak masih remaja yang beragama Islam. Narator memberikan
simbol pakaian agama Islam yang dikenakan Ridwan, seperti
yang terlihat pada kutipan berikut.
Ridwan turun dari mobil memakai sarung, kemeja
koko warna terang, dan peci hitam.32
Ridwan diceritakan sedang menjalani pendidikan lanjutan S2
di Jakarta dan meninggalkan tanah kelahirannya. Narator
menggambarkan Ridwan sebagai tokoh yang memiliki sikap
empati terhadap situasi dan kondisi yang sedang terjadi di
Maluku, seperti yang terlihat pada kutipan berikut.
Ridwan sedang menghadapi ujian S2 di Jakarta dan
secara berkala mendapatkan informasi tentang situasi
31
Ibid., h. 15. 32
Ibid., h. 193.
56
Maluku dari dua sahabatnya itu, tanpa pikir panjang
langsung menemui dosen pembimbingnya untuk
meminta ujian S2-nya ditunda.33
Kutipan tersebut menggambarkan bahwa Ridwan begitu
mencintai tanah kelahirannya. Tokoh Ridwan memiliki rasa
empati terhadap Maluku, hal ini dibuktikan dengan pembatalan
ujian S2-nya di Jakarta karena hatinya yang gusar melihat tanah
kelahirannya sedang dalam kondisi yang memprihatinkan. Ia tidak
bisa tinggal diam di Jakarta, sedangkan di kotanya tengah dalam
situasi yang memanas dan terus memakan korban jiwa. Selain itu,
Ridwan juga berusaha untuk mengorbankan ujiannya dan lebih
memilih kembali ke Maluku untuk membantu Melky dan Ali
dalam mengusahakan pemberhentian terhadap kerusuhan yang
terjadi.
Sebagai seorang yang senang membantu sesama
manusia, Ridwan memberikan seluruh waktunya
untuk ikut dalam organisasi PMBB.34
Sejak makan malam itu, ia nyaris tak punya waktu
lagi untuk istirahat. Bersama Carla, Aisah, Taufik,
Pieter, dan Robert, ia menyiapkan Pemuda Maluku
Baku Bae, mulai dari persiapan fisik, nonfisik, dan
menggalang dana.35
Berdasarkan paparan tersebut, narator menjadikan Ridwan
sebagai tokoh yang turut membantu organisasi PMBB bersama
teman-teman lainnya. Ia digambarkan sebagai laki-laki yang
mengabadikan waktunya hanya untuk membantu korban
kerusuhan. Dengan demikian, Ridwan merupakan tokoh
protagonis, karena identifikasi diri yang telah dipaparkan
33
Ibid., h. 43. 34
Ibid., h. 158. 35
Ibid., h. 139.
57
menunjukkan bahwa Ridwan adalah orang yang peduli terhadap
sesama, hal ini dibuktikan dengan dia yang turut menjadi anggota
PMBB dan menjalankan program bantuan untuk korban konflik.
Ridwan juga digambarkan sebagai tokoh sederhana, karena ia
tidak diceritakan narator sebagai tokoh yang sering muncul.
Kehadirannya tidak dihadapkan langsung pada konflik yang
terjadi.
Berdasarkan penjelasan tersebut, Ridwan merupakan tokoh
sederhana karena kehadirannya tidak mempengaruhi
perkembangan jalan cerita dan tidak banyak diceritakan. Ridwan
juga merupakan tokoh statis karena peristiwa yang terjadi tidak
membawanya pada perubahan emosional dan perkembangan
jiwanya.
d. Aisah
Secara fisiologis, Aisah memiliki perawakan yang tinggi
semampai, rambutnya keriting khas Maluku, kulit bersih
kecoklatan dan cantik, ia juga tidak mengenakan jilbab.
Salah satu dari mereka, Aisah, tampak paling
menonjol, pertama karena dia tinggi semampai,
rambut kerting khas Maluku, kulit bersih kecoklatan
dan cantik.36
Selain itu, Aisah juga diceritakan sebagai perempuan muda
dengan usia dua puluhan.
Di dalam mobil Ali, seorang gadis berusia dua
puluhan, Aisah, duduk dengan tegang, tidak putus-
putus mengikuti gerak-gerik Ali.37
Secara sosiologis, Aisah dikenal sebagai puteri seorang
pengusaha besar dan sebagai pendonor sebuah kelompok militan.
36
Ibid., h. 46. 37
Ibid., h. 19.
58
...sementara dia hanya puteri seorang pengusaha besar
yang belakangan dikenal sebagai pendonor sebuah
kelompok militan.38
Selain itu, Aisah merupakan seorang mahasiswa aktif di
Maluku.
...sementara Aisah lebih banyak diam. Sebagai
mahasiswi semester tiga Fakultas Imu Politik
Universitas Muhammadiyah, hubungan Aisah dengan
Ali adalah hubungan mahasiswa dengan dosen.39
Sebagai kampus yang menerapkan nilai-nilai
Muhammadiyah, di dalamnya tentu menganut ajaran-ajaran Islam,
salah satunya adalah peraturan wajib menggunakan jilbab.
Dengan adanya peraturan tersebut, tidak menutup kemungkinan
untuk orang yang beragama Kristen berkuliah di kampus Islam.
Kampus Muhammadiyah Maluku Utara salah satunya. Kampus
tersebut tidak melarang mahasiswa yang beragama Kristen untuk
berkuliah, tetapi tetap pada peraturan mewajibkan mahasiswi
beragama Islam untuk memakai jilbab.40
Peraturan yang ditetapkan dalam Kampus Universitas
Muhammadiyah Maluku Utara ini bertentangan di dalam cerita
oleh tokoh Aisah. Ia adalah perempuan muslim yang menempuh
pendidikan di Kampus Universitas Muhammadiyah Ambon tidak
menggunakan jilbab.
Kedua, karena dia satu-satunya yang tidak
mengenakan jilbab di seluruh kampus
berlatarbelakang Islam itu.41
38
Ibid., h. 22. 39
Ibid., h. 21. 40
Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, “Dakwah Rahmatan Lil Alamin”, dalam
http://ummu.ac.id/ukm/dakwah-rahmatan-lil-alamin/, diakses pada 08 Juli 2019. 41
Ibid., h. 46.
59
Sebagai seorang muslim, Aisah tidak menyutujui bahwa
menggunakan jilbab adalah wajib. Baginya, memakai jilbab bagi
kaum perempuan di dalam Islam adalah sunah.
“Di dalam Islam, setahu aku, jilbab itu sunah.
Maksudnya, tidak harus, tapi alangkah baiknya.
Dan aku tidak hanya tak pakai jilbab, Bang. Aku
juga melancarkan protes menolak jilbab dijadikan
aturan di kampus ini.”42
Kutipan tersebut menggambarkan bahwa Aisah tetap pada
pendiriannya untuk tidak menggunakan jilbab di dalam kampus
Islam. Baginya, jika pemakain jilbab menjadi peraturan wajib,
bukan lagi menjadi sebuah sunah seperti yang ia yakini. Ia berani
dalam menolak aturan yang sebenarnya di luar cerita.
Secara psikologis, ia digambarkan sebagai gadis yang
ambisius dalam mendapatkan sesuatu, seperti yang terlihat pada
kutipan berikut.
Ia pernah tergila-gila sama Ali dan melakukan
berbagai pendekatan untuk merebut hati laki-laki
itu.43
Dari kutipan tersebut, ia melakukan berbagai cara untuk
membuat Ali jatuh cinta kepadanya. Sayangnya, berbagai cara
yang telah ia lakukan tak pernah mampu membuat Ali menoleh
padanya. Ia tahu bahwa sebenarnya cinta Ali hanya untuk
Meynar, dan dengan apa yang sudah diketahuinya, Aisah tetap
berusaha untuk merebut hati Ali meski harus melakukan berbagai
cara.
Ia tegang oleh kebisingan yang makin menggila di
simpang itu: deru suara motor, klakson mobil, suara
42
Ibid., h. 47. 43
Ibid., h. 21.
60
sirine, bunyi peluit, dan pengaahan dari aparat. Aisah
turun dari mobil, mengejar Ali. Pada saat yang sama
iring-iringan mobil yang membawa Kapolda melesat,
membuatnya nyaris terjengkang seperti ditiup angin
kencang. Untung Ali berhasil menangkapnya.44
Kutipan tersebut menggambarkan bahwa Aisah rela
melakukan apa saja untuk Ali, termasuk terjun langsung ke dalam
situasi kerusuhan demi mengejar Ali yang tengah berada di sana.
Aisah tidak ingin melihat orang yang dicintainya terluka akibat
kerusuhan tersebut.
Aisah merupakan tokoh sederhana yang secara keseluruhan,
kehadirannya tidak banyak diceritakan oleh narator dan tidak
memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan plot. Dalam hal
ini, Aisah juga merupakan tokoh berkembang, karena perstiwa
yang terjadi di dalam cerita telah mengubah sikap dan wataknya.
Setelah Ali dengan terbuka mengakui siapa cinta di
hatinya, Aisah mulai membuat jarak.45
Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa
Aisah merupakan gadis muda yang masih berstatus mahasiswa di
Universitas Muhammadiyah Ambon. Narator menggambarkan
Aisah dengan tokoh berpendirian teguh terhadap pilihan yang
diambilnya. Hal ini menunjukkan bahwa Aisah merupakan tokoh
protagonis, karena identitas dirinya yang positif terhadap
pembaca. Kehadirannya juga merupakan tokoh sederhana karena
narator tidak menceritakan Aisah sebagai tokoh yang sering
muncul di dalam cerita.
44
Ibid., h. 19. 45
Ibid., h. 22.
61
e. Stella
Secara fisiologis, Stella Soplanit merupakan perempuan
berusia sekitar tujuh puluhan dengan beraut muka khas Maluku.
Stella Soplanit, seorng perempuan berusia sekitar
tujuhpuluh tahun, yang beraut muka khas Maluku,
keluar dari sebuah rumah sederhana di ujung jalan.46
Secara psikologis, Stella digambarkan sebagai tokoh yang
memiliki sikap rendah hati, seperti yang terlihat pada kutipan
berikut.
Stella mendekati para petani dan menyapa mereka
satu demi satu untuk membicarakan berbagai hal,
mulai dari urusan dapur, kesehatan keluarga, masalah
perkawinan hingga pendidikan anak. Perempuan
kokoh itu dengan lugas mengingatkan mereka
tentang pentingnya mereka satu sama lain
memelihara solidaritas.47
Stella kadang menjulurkan tangannya kehadapan
para petani, mengajak mereka menatap biji-biji
cengkeh itu seperti menatap permata.48
Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Stella dekat dengan
para petani dan tidak memberikan status sosial terhadap siapapun.
Meskipun berasal dari keluarga yang cukup terhormat karena
keluarganya adalah para pendeta, ia tidak membeda-bedakan
sesama manusia.
“Ini kebanggan dan harga diri kita. Ini kekuatan yang
akan menjaga keutuhan kita kedepan, apapun agama
kita.”49
46
Ibid., h. 11. 47
Ibid., h. 12. 48
Ibid., h. 13 49
Ibid.
62
Secara sosiologis, Stella memiliki status sosial yang tinggi
dan terpandang dibandingkan dengan masyarakat sekitar. Ia
merupakan perempuan yang dapat dikategorikan sebagai orang
yang mampu dalam bidang ekonomi di Usui, hal ini dapat dilihat
dari kutipan berikut.
Stella menyewa rumah itu untuk klinik kebidanan dan
kantor koperasi dan di rumah itulah ia menginap kalau
ia sedang di Usui.50
Selain itu, Stella juga diceritakan sebagai perempuan yang
dianggap sebagai guru oleh masyarakat Usui.
Bagi masyarakat Ulanga, khususnya masyarakat desa
Usui, Stella adalah guru sekaligus jiwa.51
Pada kutipan tersebut, Stella juga memiliki rasa nasionalisme
yang tinggi, bahwa apapun yang terjadi masyarakat Maluku harus
tetap berpegang tangan dan menjaga keutuhan tanah air. Melihat
situasi yang terjadi di Maluku sangat memprihatinkan, Stella
mengajak para petani untuk menunjung tinggi persatuan. Selain
itu, Stella memiliki sikap yang ramah terhadap masyarakat Usui.
Keramahan yang dimiliki Stella juga terlihat pada kutipan berikut.
...Stella berinteraksi dengan rakyat Usui, dekat
dengan para orang tua, akrab dengan kaum muda dan
sesekali memeluk dengan hangat anak-anak kecil
yang kebetulan melintas di dekatnya.52
Kutipan tersebut membuat Stella dikenal sebagai orang yang
baik dan dekat dengan orang-orang di sekelilingnya. Ia tidak
pernah memandang orang lain melalui status sosialnya. Kedekatan
Stella tidak hanya pada orang-orang yang seusia dengannya, tetapi
pada semua kalangan dari anak, kaum muda, dan dengan semua
masyarakat Usui. Stella digambarkan sebagai tokoh yang
50
Ibid., h. 11. 51
Ibid., h. 13. 52
Ibid., h. 14.
63
protagonis karena kepribadiannya meninggalkan kesan positif
terhadap pembaca. Stella juga merupakan tokoh sederhana karena
kehadirannya yang jarang diceritakan di dalam novel.
Berdasarkan pejelasan tersebut, Stella diceritakan narator
sebagai tokoh sederhana karena tingkah lakunya yang bersifat
datar dan mencerminkan hanya pada satu watak saja, yaitu
perempuan dengan watak yang rendah hati dan peduli terhadap
masyarakat. Stella juga tidak banyak diceritakan sehingga
membuatnya sebagai tokoh statis dan tidak berkembang.
Kehadirannya tidak memunculkan perubahan pada tingkah laku
dan sikapnya, melainkan tetap pada satu watak sejak awal sampai
akhir cerita.
f. Tuang Guru Abu Bakar Assegaf
Secara fisiologis, Tuang Guru merupakan laki-laki yang
sudah tua.
Tuang Guru duduk seperti orang yang sudah remuk.
Kakek moyang lelaki tangguh berusia di atas
tujuhpuluh tahun itu sudah enam generasi menetap di
Sagu. Keluarga ini kemudian melakukan penyebaran
agama Islam.53
Melalui kutipan tersebut, dapat dilihat bahwa Tuang Guru
Abu memiliki perawakan yang sudah ringkih tubuhnya dalam
usia yang sudah tua.
Secara sosiologis, Tuang guru merupakan kakek dari Ali dan
tokoh yang diceritakan narator sebagai petinggi agama di Maluku,
sebagai orang yang memilik kedudukan tinggi, Tuang Guru
merupakan tokoh yang diharapkan di dalam cerita karena salah
satu cara dalam menghentikan kerusuhan adalah berdiskusi antara
53
Ibid., h. 59-60.
64
kedua agama melalui dua petinggi agama tersebut. Dengan
melakukan penyebaran agama Islam, Tuang Guru
diidentifikasikan sebagai tokoh yang berpengaruh terhadap
korelasi konflik di Maluku.
Tuang Guru Abu memiliki identitas sebagai tokoh protagonis
sederhana, karena identitas yang dimilikinya mewakili pandangan
dan harapan pemabca, yakni selalu menjunjung tinggi keadilan
dan perdamaian terhadap masyarakat Maluku.
“Ada apa dengan bangsa ini? Kerusuhan sudah
berlangsung setengah tahun, tapi tidak satu kasus pun
yang bisa diungkap.”
“Pergi ke kafe-kafe di Sagu atau di Ambon sama
Burhan! Turun ke pasar. Duduk di kaki lima. Dengar
apa yang dikatakan rakyat.”54
Tuang Guru juga merupakan tokoh statis karena
perwatakannya tidak berubah hingga akhir cerita. Narator
menceritakan Tuang Guru sebagai petinggi agama dengan tujuan
yang selalu sama hingga akhir cerita, yaitu mewujudkan
perdamaian.
g. Pendeta Bram
Secara sosiologis, Pendeta Bram merupakan kakek dari Meynar.
Narator menceritakan Pendeta Bram sebagai sosok yang memiliki
kedudukan tinggi sehingga identitas dirinya di Sagu sebagai orang
yang terpandang.
Meynar adalah cucu Bram Soplanit, salah satu pendeta yang
paling disegani di Sagu.55
54
Ibid., h. 61. 55
Ibid., h. 14.
65
Sebagai tokoh yang diberikan kedudukan disegani, Pendeta Bram
memiliki peran penting di dalam cerita, karena pembaca akan
mengharapkan Pendeta Bram mengambil tindakan dan solusi untuk
menghentikan konflik. Melalui harapan pembaca terhadap Pendeta
Bram, narator menceritakan tokoh Pendeta Bram sebagai tokoh yang
protagonis sederhana. Hal ini disimpulkan karena identitas dirinya
sesuai dengan pandangan dan harapan pembaca. Dikatakan sederhana,
karena Pendeta Bram tidak banyak diceritakan di dalam cerita, tetapi
ia melakukan berbagai tindakan untuk mewujudkan perdamaian di
Maluku.
Narator menceritakan tokoh Pendeta Bram sebagai tokoh yang
statis, karena tokoh Pendeta Bram tidak terpengaruh oleh adanya
perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi antarmanusia.
3. Latar
Salah satu unsur penting dalam sebuah cerita adalah latar. Latar
berfungsi untuk menjelaskan kapan dan di mana peristiwa itu terjadi.
dalam novel Maluku Kobaran Cintaku terdapat latar waktu, latar tempat,
dan latar suasana.
a. Latar waktu
Latar waktu dalam sebuah cerita berfungsi untuk menjelaskan
kapan peristiwa itu terjadi. novel Maluku Kobaran Cintaku memiliki
latar dalam kurun waktu tahun 1999. Dikatakan tahun 1999, karena
pada saat itu Provinsi Maluku mulai mengalami kerusuhan yang
mengakibatkan banyaknya korban jiwa. Konflik terpendam berubah
menjadi peristiwa kekerasan pada tanggap 19 Januari 1999 ketika
terjadi perselisihan antara dua orang yang berbeda agama di Batu
Merah/Mardika (nama lokasi di Ambon). Tahun 1999 dan
66
pertengahan tahun 2000 bermacam-macam gelombang kekerasan
merembet di seluruh Maluku.56
Latar waktu pada novel tersebut tidak dijelaskan secara tersurat,
tetapi peristiwa yang diceritakan didalam novel tersebut
menggambarkan kerusuhan yang terjadi pada tahun 1999 di Maluku,
seperti yang terlihat pada kutipan berikut.
Asap mengepul dari deretan panjang toko-toko yang terbakar
hangus. Hawa panas terasa membakar bahkan dari jarak
limaratus meter dari lokasi kebakaran. Tapi penduduk
setempat sudah mulai mulai tak kelihatan. Sebelumnya,
sepanjang sore hingga larut malam, hampir seribu orang
menjejali simpang di Jalan AY Patti di pusat kota Ambon.
Kerusuhan seperti besi semberani menyedot mereka semua
ke sana.57
Kutipan tersebut menggambarkan tentang kerusuhan yang terjadi
adalah sekitar tahun 1999, yakni pada saat itu puncak kerusuhan
sedang terjadi di Maluku dan sekitarnya.
Lalu batu beterbangan, celurit, parang, dan pentungan
dicabut dan diaungkan. Perkelahian tak terhindarkan. Korban
berjatuhan. Sebagian luka-luka, sebagian bergelimpangan
kehilanga nyawa.58
Kutipan tersebut juga menggambarkan tentang kejadian-kejadian
yang dialami masyarakat Ambon pada tahun 1999. Kerusuhan yang
tergambar dalam cerita membuat kilas balik tentang konflik Maluku.
Latar waktu cerita yang lebih sering diceritakan pengarang adalah
pagi sampai sore hari. Pengarang memasukkan latar pagi sampai sore
hari karena sepanjang jalan cerita, dimulai dengan kata-kata yang
digunakan untuk memulai aktivitas di pagi hari. Selain itu, kegiatan
yang dilakukan di dalam cerita adalah kegiatan yang dilakukan
manusia dari pagi sampai sore hari.
56
Tri Ratnawati, Op.Cit., h. 4. 57
Ibid., h. 7. 58
Ibid., hl. 8.
67
Pagi ini, dengan kaki telanjang Mey menyusuri pantai di
depan rumahnya.59
Di Stasiun Kota yang tua dan artistik itu ia sarapan pagi,
makan bubur kacang ijo, dan teh manis.60
Adzan subuh masih terdengar di sana-sini. Kokok ayam
sesekali terdengar.61
Berdasarkan paparan tersebut, latar waktu yang terjadi adalah
sekitar tahun 1999 dan sering berlatar pagi hari.
b. Latar tempat
Latar tempat berfungsi untuk menjelaskan lokasi cerita terjadi.
Latar tempat ini bisa diidentifikasikan secara umum di mana cerita itu
berlangsung dari awal hingga akhir cerita. Secara umum, dalam novel
Maluku Kobaran Cintaku diketahui bahwa latar tempat yang
berlangsung adalah di Ambon, Maluku. Latar tempat ini adalah latar
yang secara garis besar mendasari terjadinya konflik. Kerusuhan yang
terjadi di Kota Ambon, Maluku ini adalah tempat terjadinya puncak
kerusuhan dan konflik tersebut. seperti yang terlihat pada kutipan
berikut.
Melalui jendela angkot, ia melihat kondisi kota Ambon
nyaris sama dengan kondisi kampusya, porak-poranda.62
Di pagi yang sama di Kota Ambon, di sebuah persimpangan
yang menuju Poka, Ali Assegaf, usia tiga puluhan,tampak
memperlambat kecepatan jeepnya dan menepi.63
59
Ibid., h. 125. 60
Ibid., h. 181. 61
Ibid., h. 293. 62
Ibid.,h. 45.
68
Kutipan tersebut adalah penggambaran tentang latar yang
bertempat di Kota Ambon. Kerusuhan yang terjadi saat itu, membuat
Kota Ambon menjadi latar yang digunakan untuk penceritaan konflik
yang berlangsung.
Selain itu, latar tempat yang terdapat dalam novel tersebut juga
tergambar pada judul novel, yakni Maluku Kobaran Cintaku. Kata
Maluku pada judul tersebut mampu memberikan cuplikan isi terhadap
latar tempat atas konflik-konflik yang terjadi.
Melky berdri di ruang dosen Universitas Kristen Maluku
yang sudah porak-poranda, menatap ruangan itu dengan
perasaan sedemikian rupa hingga tak terjelaskan,....64
Pada kutipan tersebut juga menggambarkan bahwa titik kerusuhan
yang terjadi adalah di Kota Ambon, Maluku, sehingga judul dan latar
tempat yang digambarkan di dalam novel tersebut mengalami korelasi
yang tepat. Latar tersebut merupakan latar tipikal yang
mengkhususkan Maluku sebagai tempat yang mendasari jalan cerita
novel ini dari awal hingga akhir.
Di dalam cerita, terdapat beberapa latar tempat tambahan atau latar
netral dijelaskan seperti yang terlihat berikut ini.
Masih tanpa tujuan, Mey naik kereta AC ke Stasiun
Kota. Di Stasiun Kota yang tua dan artistik itu ia sarapan
pagi, makan bubur kacang ijo dan teh manis.65
Latar tempat yang terdapat pada kutipan tersebut adalah di Stasiun
Kota. Meynar, perempuan berdarah Maluku sedang mendatangi Kota
Jakarta untuk melakukan penelitian tentang masalah-masalah sosial di
Jakarta.
63
Ibid., h. 18. 64
Ibid., h. 59 65
Ibid.,h. 182.
69
Tiba di Jakarta, Mey bertekad menutup ingatannya dari
kehidupannya di Maluku.66
Selepas tiba di Jakarta, Mey mencoba untuk berkeliling wilayah
Jakarta. Hal ini memunculkan gambaran dari latar tempat yang
terdapat di dalam cerita, seperti yang terlihat pada kutipan berikut.
Sementara di hadapannya berdiri sebuah gedung besar
dengan tulisan besar „Universitas Pancasila.‟67
Setelah itu, Ucen menemani Mey ke Universitas
Pancasila, bertemu Ibu Selvy tenaga sekretariat.68
Mey mendatangi Universitas Pancasila untuk menanyakan
tentang syarat-syarat diterima sebagai mahasiswa pindahan
Univeristas Pancasila. Hatinya merasa bahwa ingin pindah berkuliah
dari kampus di tanah kelahirannya ke Jakarta. Sesaat ia sadar, ia
membatalkan perencanaannya karena teringat rasa sakit dan
pengorbanan di Maluku dan ia ingin kembali untuk membantunya.
c. Latar Sosial
Latar sosial memang bisa dihubungkan melalui bahasa daerah, adat
istiadat, status sosial, dan hal-hal pendukung sosial lainnya sehingga
memunculkan efek dari interaksi sosial tersebut. Dalam novel ini,
terdapat latar sosial adat istiadat yang masih menonjol di Maluku,
yaitu seperti adanya adat Pela Gandong. Adat ini melatarbelakangi
kerukunan atarwarga, karena adat tersebut merupakan bentuk
perjanjian suci antara masyarakat Islam dan Kristen.
Persahabatan dua tokoh itu tumbuh dari semangat adat Pela
Gandong yang dijalin kakek moyang mereka di masa lalu,...
Sebagai cucu Pendeta Bram, dan tumbuh di lingkungan yang
menghormati Pela Gandong.69
66
Ibid., h. 166. 67
Ibid., h. 183-184. 68
Ibid., h. 185. 69
Ibid., h. 16.
70
Melalui adat tersebut, terdapat latar sosial pada adat istiadat
masyarakat Maluku dengan istilah Pela Gandong. Adat ini menjadi
penanda bahwa Maluku memiliki ikatan yang suci terhadap dua
agama yang berbeda.
Sejak menjemput Sammy, Mey sudah merasakan adayang
berubah di rumah Pendeta Wattimena.70
Berdasarkan kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa nama
seseorang bisa menjadi latar sosial dan penanda bahwa dia adalah
orang Maluku. Wattimena adalah nama yang umumnya dipakai oleh
orang-orang Maluku, sehingga bisa menjadi penanda tentang latar
sosial yang ada.
“...sebagai karunia Allah dan kuasa Tuhan Yang Maha Esa.
Selamat bertanding. Maluku Baku Bae!”71
Selain nama dan adat istiadat, bahasa yang digunakan tokoh-tokoh
di dalam cerita juga dapat diidentifikasikan menjadi latar sosial.
Bahasa yang digunakan dapat dilihat secara langsung melalui kutipan
cerita, sehingga pembaca bisa menarik kesimpulan terhadap latar
sosialnya.
4. Alur
Setiap cerita pasti memiliki alur yang berbeda. Alur tidak hanya
berfungsi untuk menjelaskan apa yang terjadi di dalam cerita, tetapi
juga untuk menjelaskan mengapa hal-hal demikian terjadi. Alur yang
terdapat dalam novel Maluku Kobaran Cintaku adalah alur maju atau
progresif. Hal ini dapat dilihat dari tahapan-tahapan alur sebagai
berikut.
Alur yang terdapat di dalam novel Maluku Kobaran Cintaku
adalah alur flash back atau sorot balik. Alur ini ditemukan penulis
70
Ibid., h. 105. 71
Ibid., h. 507.
71
karena cerita dimulai dengan flash back atas kejadian kerusuan yang
mencapai klimaks terhadap tokoh utama, selanjutnya akan dijelaskan
sebagai berikut.
a. Klimaks
Pada bagian awal cerita, narator langsung memberikan peristiwa
puncak kerusuhan di Maluku. Narator tidak lebih dulu
memperkenalkan penyebab situasi tersebut bisa terjadi, melainkan
langsung pada peristiwa kerusuhan.
Asap Mengepul dari deretan panjang toko-toko yang
terbakar hangus. Hawa panas terasa membakar bahkan
dari jarak limaratus meter dari lokasi kebakaran. Tapi
penduduk setempat sudah mulai tak kelihatan.
Sebelumnya, sepanjang sore hingga larut malam, hampir
seribu orang menjejali simpang di Jalan AY Patti di
pusat kota Ambon. Kerusuhan seperti besi semberani
menyedot mereka semua ke sana.72
Kutipan tersebut menjelaskan tentang gambaran langsung
terhadao situasi cerita yang terjadi di simpang Jalan AY Patti, Kota
Ambon. Gambaran situasi ini menjadi dasar pembuka cerita karena
memberikan situasi kerusuhan yang terjadi di tempat tersebut.
Penggambaran situasi tersebut menjadi kunci dari kondisi Maluku saat
itu atau informasi awal dari cerita selanjutnya.
b. Pengenalan Situasi Cerita
Pengenalan adalah tahapan paling awal yang berfungsi untuk
memperkenalkan tokoh di dalam cerita, atau menggambarkan latar
yang akan diceritakan. Pada bagian ini, pengarang memperkenalkan
penataan adegan cerita dan hubungan antartokoh, seperti yang terlihat
pada kutipan berikut.
Meynar adalah cucu Bram Soplanit, salah satu pendeta
paling disegani di Sagu dan Pendeta Bram adalah
saudara kandung Stella. Ia kuliah di semester akhir
72 Ibid, h. 7.
72
Universitas Kristen Maluku di Ambon. Mey tahu situasi
Ambon sangat menakutkan dan bisa membahayakan
dirinya, tetapi ia nekad untuk tetap ada di Maluku dan
enggan pulang ke Sagu.
Narator memperkenalkan tokoh Meynar di awal cerita dengan
menjelaskan situasi di Maluku. Pada tahap pengenalan ini, situasi
Maluku sudah tidak aman sejak awal pembukaan cerita. Narator
memberikan informasi awal terkait Meynar dan keadaan Maluku,
karena pada bagian ini akan melandasi cerita yang dikisahkan pada
tahap berikutnya.
c. Tahap Pemunculan Konflik
Tahap pemunculan konflik terjadi karena adanya pertikaian kecil
yang membuat konflik tersebut kemudian meluas hingga menguasai
cerita. Pemunculan konflik yang terdapat di dalam novel Maluku
Kobaran Cintaku dapat dilihat pada kutipan berikut.
Awalnya hanya pertikaian kecil antar dua kelompok
agama: Islam dan Kristen. Jumlahnya segera bertambah
menjadi ratusan orang. Namun, kian lamakian
membengkak jumlahnya. Mereka datang awalnya karena
rasa ingin tahu. Orang-orang yang kebetulan lewat pun
pada berhenti karena penasaran serta ingin tahu apa yang
terjadi. Pean-pelan mereka mulai ikut panas hati. Mulai
terpancing untuk saling berteriak dan memaki. Makin
lama jumlah mereka semakin besar dan emosi mereka
makin terbakar. Tak butuh waktu mereka pun mulai
kalap dan histeris.73
Kutipan di atas merupakan pemunculan konflik karena dianggap
sebagai awal mula persoalan yang menyebabkan kerusuhan di Maluku
terjadi. Kedua agama yang semula damai, bisa menjadi sesuatu yang
mengakibatkan kematian dari banyak orang dan menjadikan sebuah
kerusuhan besar. Semula persoalan ini tidak terlalu berapi-api, tetapi
73 Ibid., h. 8.
73
peristiwa kedua pihak antara tersebut mengakibatkan konflik yang
berkepanjangan, sehingga keutuhan nilai-nilai kedamaian yang ada di
wilayah Maluku seketika menghilang. Mulai dari saat itu,
pertengkaran yang membawa kedua agama menjadi sebuah tombak
perselisihan, kemudian menjadi berlanjut hingga ke persoalan yang
lebih besar dari pada itu.
d. Peningkatan Konflik
Di bagian tahap pengungkapan peristiwa, sebuah cerita telah
mendapatkan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah,
pertentangan, atau keadaan-keadaan yang membuat tokoh mengalami
kesuliatan. Pada novel Maluku Kobaran Cintaku, tahapan menuju
konflik dapat dilihat pada kutipan berikut.
Tanpa berpikir, Mey berlari kencang ke pusat rusuh, menerobos
pertikaian yang berlangsung panas di sana. Ia mengangkat anak laki-
laki, berumur lima tahunan, memangkunya, dan menyeret perempuan,
beumur tujuh tahunan, lalu bergerak meninggalkan tempat itu.
Kutipan tersebut adalah tahapan menuju konflik dalam cerita,
karena berawal dari sikap Mey yang menolong dua anak kecil yang
tengah berada di pusat kerusuhan akan mengakibatkan konflik-konflik
yang baru lagi. Kerusuhan yang terjadi adalah pembantaian umat Islam
yang dilakukan oleh umat Kristiani. Mey menyelamatkan dua anak
kecil muslim yang terjebak di kerusuhan. Merasa tak tega, akhirnya
Mey membawa kedua anak tersebut untuk mencari perlindungan. Mey
adalah perempuan Kristiani dan tengah menyelamakan dua anak kecil
beragama muslim. Hal inilah yang kemudian akan memunculkan
konflik baru di cerita selanjutnya.
B. Klimaks
74
Pada tahapan klimaks, konflik semakin membengkak dan situasi
semakin mencekam. Klimaks pada novel tersebut dapat dilihat pada
kutipan berikut.
Di antara suara dentuman granat yang beruntun di
Gudang Utama, semua peristiwa yang membuat Mey
marah pada Ali bermunculan di benaknya. Sebuah
ledakan dahsyat meletus, mengguncang lantai membuat
Mey ketakutan.74
Ia melihat Mey menyusuri tepi gudang yang sedang
diamuk api, diikuti Ali. Ia mendengar suara senapan
meletus dan melihat sebuah peluru meluncur menembus
pinggang kiri Mey. Pieter tertegun melihat tubuh Mey
terangkat, meliuk seperti penari, tangan meracau menuju
ke langit lalu terjatuh di tanah.75
Kutipan pertama menggambarkan situasi yang mencekam karena
gedung tempat Meynar disekap akan dibomb dan dibakar. Klimaks ini
terjadi akibat Mey menolong dua anak kecil muslim dan ia menyamar
sebagai perempuan muslim. Situasi menjadi sangat rumit karena
akhirnya Mey harus disekap di sebuah gedung dan gedung tersebut
akan ada pengeboman. Pada kutipan kedua, Mey mencoba untuk
menyelamatkan diri dari pengeboman di gedung tersebut, namun
nahasnya sebuah peluru menembus pinggang kiri Mey. Usaha untuk
melarikan diri berakhir pada kesakitan yang dirasakannya sehingga
membuatnya terjatuh. Hal ini dikatakan klimaks karena puncak pada
konflik yang diperdebatkan untuk saling bunuh-membunuh antar
sesama manusia hanya karena berbeda agama dirasakan tokoh utama.
C. Penyelesaian
Penyelesaian merupakan bagian akhir yang berisi penjelasan
tentang nasib dari tokoh setelah melakukan berbagai upaya terhadap
konflik yang dialami. Tahap penyelesaian pada novel Maluku Kobaran
Cintaku dapat dilihat pada kutipan berikut.
74 Ibid., h. 466. 75 Ibid., h. 468.
75
Kebenaran ucapan tokoh itu akan kitabuktikan hari ini
dengan Turnamen Baku Bae ini. Melalui Turnamen ini
kita akan menunjukkan padadunia bahwa anak-anak
muda Maluku adalah anak-anak muda yang tahu
menghormati satu samalain, yang melihat perbedaan
sebagai kekayaan, sebagai karunia Allah dan kuasa
Tuhan Yang Mahaa Esa. Selamat Bertanding. Maluku
Baku Bae!76
Kutipan tersebut merupakan tahap akhir penyelesaian dalam
cerita karena para tokoh menggelar Gerakan Baku Bae. Baku Bae
merupakan gerakan berbaikan antara kedua pihak yang pernah
mengalami pertikaian. Turnamen ini tidak semata untuk mengenang
beberapa tokoh yang telah menjadi korban, tetapi juga untuk
mengapresiasi kemauan rakyat untuk menghentikan pertikaian.
Gerakan ini diadakan dengan penuh semangat oleh masyarakat
Maluku dengan tujuan untuk membuka kesadaran rakyat tentang apa
yang selama ini ditutupi dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
5. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel Maluku Kobaran Cintaku
adalah sudut pandang orang ketiga “Dia”. Pengarang bertindak sebagai
narator atau pencerita dan serba tahu. Pengarang seolah mengetahui semua
tokoh yang terlibat dalam cerita, latar yang digunakan sebagai tempat
penceritaan, dan mengetahui setiap kejadian terjadi, seperti yang terlihat
pada kutipan berikut.
Dari dalam rumah Stella, Meynar, seorang gadis berkulit
kuning langsat keluar menuju teras. Ia terlihat pucat dan
gusar.77
76 Ibid., h. 507. 77 Ibid., h. 13.
76
Kutipan di atas merupakan penggunaan sudut pandang orang ketiga
serba tahu. Pengarang menempatkan diri sebagai narator atau yang
menceritakan seluruh isi cerita. Kata “ia” digunakan untuk orang ketiga di
dalam cerita yang mengacu pada Meynar, tokoh utamanya.
6. Amanat
Amanat adalah pesan moral yang terkandung di dalam cerita.
Pengarang memunculkan amanat di dalam cerita secara tersurat maupun
tersirat. Dalam novel Maluku Kobaran Cintaku, pengarang memunculkan
amanat secara tersurat, seperti yang terlihat pada kutipan berikut.
“Kita yang menetapkan harga atas apa yang kita miliki di
Maluku ini, harkat kita, sejarah kita dan kekayaan kita, dan
itu semua tergantung pada kemauan kita melawan keakuan
yang bercokol di dada kita. Kemauan melawan keakuan yang
menganggap diri paling kuat, paling benar, paling suci, dan
paling bermoral. Sebab, kalau kita mampu melakukan itu,
kita tidak lagi punya ketakutan, selain takut pada kuasa
Tuhan.”78
Pada kutipan di atas, pengarang memberikan amanat lewat dialog
yang diucapkan Ali. Kutipan tersebut merupakan amanat karena
mengajarkan nilai-nilai untuk tidak bersikap egois terhadap apapun, seperti
pada konflik yang terjadi di dalam cerita. Memiliki sikap egois akan
membuat persatuan menjadi terpecah belah. Keutuhan suatu golongan atau
kelompok adalah bentuk dari kekuatan nilai-nilai kebersamaan. Melalui
konflik yang terjadi di Maluku, yang diperlukan oleh masyarakatnya adalah
rasa saling menghormati dan memiliki toleransi yang tinggi. Dengan
adanya sikap menghormati dengan perbedaan yang ada, membuat konflik
tidak akan terjadi, sebab dalam sebuah hubungan sosial, menghormati
adalah kunci untuk tetap bisa menjaga keutuhan dan persatuan.
78
Ibid., h. 269.
77
7. Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan di dalam novel Maluku Kobaran Cintaku
adalah bahasa yang mudah dipahami atau bahasa sehari-hari. Penggunaan
bahasa ini membuat pembaca mengerti langsung dari apa yang
disampaikan oleh masing-masing tokoh di dalam cerita. Pada novel ini,
sesekali menggunakan bahasa daerah Maluku, seperti yang diketahui
melalui judul novel Maluku Kobaran Cintaku. Melalui judul ini, pengarang
menyelipkan bahasa daerah yang menjadi ciri khas wilayah Maluku, seperti
yang terlihat pada kutipan tersebut.
“Manari, baku bae! Bargambira kita baku bae! Berlupa, baku
bae! Badan bagoyang, kita baku bae....”79
Baku bae adalah gerakan hidup rukun yang dilakukan oleh sejumlah
masyarakat Maluku yang ingin agar kerusuhan segera berakhir. Bahasa
baku bae biasa digunakan untuk memunculkan semangat di dalam dada
masyarakat Maluku dalam meraih kembali kehidupan yang rukun antar
sesama agama80
. Dengan adanya gerakan baku bae diharapkan agar banyak
manusia yang sadar akan pentingnya persatuan dan kesatuan sehingga
memulai untuk menghentikan kerusuhan dari tanah tercintanya.
Gaya bahasa atau majas yang terdapat di dalam novel Maluku
Kobaran Cintaku, yaitu sebagai berikut.
a. Hiperbola
Majas hiperbola memang selalu melebih-lebihkan makna sebuah
pernyataan. Majas ini dapat memberikan penekanan pada suatu
situasi. Majas ini dapat dilihat melalui judul novel ini, yakni Maluku
Kobaran Cintaku. Pada judul tersebut, maknanya adalah Maluku
adalah kota yang harus diperjuangkan dengan semangat yang
membara atas dasar cinta. Pemilihan majas ini terhadap judul untuk
memberikan penekanan terhadap pembaca bahwa Maluku tidak boleh
79 Ibid., h. 509. 80
Majalah Tempo, “‟Baku Bae di Maluku‟”, dalam https://majalah.tempo.co/read/91283/
baku-bae-di-maluku, diakses pada 09 Juli 2019.
78
terpecah belah dan semua masyarakat Maluku harus memiliki rasa
cinta tanah kelahirannya.
Majas hiperbola yang lain dalam novel ini dapat dilihat melalui
kutipan berikut.
Sebuah ledakan dahsyat meletus, mengguncang lantai
membuat Mey ketakutan.81
Penggunaan majas mengguncang lantai disampaikan oleh narator
untuk menyampaikan situasi yang menegangkan ketika Mey berada di
tengah-tengah pengeboman. Majas ini memberikan makna yang lebih
tinggi. Kata mengguncang seolah-olah seluruh bumi berguncang
dengan hebat, padahal yang ingin disampaikan narator adalah ledakan
yang terjadi membuat lantainya menimbulkan getaran yang dapat
dirasakan pembaca.
b. Personifikasi
Pada majas personifikasi, narator seolah menggambarkan benda
mati memiliki sifat kemanusiaan, seperti yang terlihat pada kutipan
berikut.
Melky dan Chris mengejar di belakangnya. Ombak laut
sedang ganas dan mengkhawatirkan,...82
Pada kata ganas dan mengkhawatirkan, umumnya hanya dapat
dirasakan oleh manusia. konteks yang dibicarakan pada kutipan
tersebut mengacu kepada ombak. Hal ini membuat benda mati ombak
dapat memiliki sifat kemanusiaan seperti ganas dan mengkhawatirkan.
Tiga puluh rumah terbakar hangus. Dua rumah adat dan
sebuah gereja tua ludes dilahap api.83
Kata dilahap atau dengan sinonim dimakan lazimnya hanya bisa
dilakukan oleh manusia, tetapi pada kutipan berikut dapat dilakukan
oleh api. Hal ini termasuk majas personifikasi karena benda mati api
81 Ibid., h. 466. 82
Ibid., h. 121. 83
Ibid., h. 229.
79
digambarkan oleh narator dapat melahap beberapa bangunan di
Maluku.
c. Perumpamaan
Dalam novel ini, terdapat majas perumpamaan yang menggunakan
kata seperti.
“Kamu itu seperti tikus yang mengira bisa melihat dengan
mata serigala.”84
Pada kutipan tersebut penggunaan kata seperti merupakan
penekanan perumpaan terhadap apa yang ingin disampaikan. Dengan
menggunakan perumpaan ini, pembaca akan memiliki perbandingan
tentang korelasi istilah tersebut dengan maknanya.
d. Antonomasia
Penggunaan majas antonomasia banyak terlihat di dalam novel ini
karena penamaan yang digunakaan untuk menyebut seorang tokoh.
Di jalan di depan rumah Tuang Guru Abu Bakar Assegaf
yang teletak di samping Masjid Al Hidayah, dua mobil
mewah dan satu sedan kepolisian diparkir.85
Pagi-pagi sekali menggunakan mobil Pendeta Bram, Mey
bersama Pak Otek menjemput Sammy dari rumah Pendeta
Wattimena yang terletak di samping Gereja Sion.86
Penyebutan nama gelar tersebut digunakan di dalam novel dengan
tujuan memperjalas identitas tokoh tersebut. Tuang Guru disebut
sebagai orang yang dipandang sebagai orang yang terhormat dan
beragama, sedangkan Pendeta Bram dan Pedeta Wattimena
memberikan identitas terhadap tokoh tersebut sebagai orang yang
mempunya kedudukan tinggi di gereja.
84
Ibid., h. 61. 85
Ibid., h. 55. 86
Ibid., h. 105.
80
D. Upaya Membangun Perdamaian dalam Novel Maluku Kobaran
Cintaku
Novel Maluku Kobaran Cintaku mengisahkan tentang perjuangan
melawan konlik kerusuhan yang terjadi di wilayah Maluku. Konflik ini
muncul bertubi-tubi menyerang masyarakat Maluku dan memakan banyak
korban jiwa. Konflik ini juga terjadi menyerang masyarakat Maluku untuk
saling memerangi antarsaudara dengan persoalan agama. Dari awal hingga
akhir, novel ini tidak memberikan tempat untuk masing-masing tokoh
merasakan kebahagiaan, semua tentang perjuangan rasa sakit untuk
mendapatkan sebuah kedamaian dan menghentikan kerusuhan.
Persoalan di dalam cerita mengalami kerumitan dan memiliki konflik yang
berkepanjangan. Pada awal pembukaan bab, pengarang menceritakan tentang
konflik tersebut, suasana Maluku setelah konflik terjadi, dan menceritakan
tentang tokoh utama yang mengalami rasa sakit yang mendalam karena
terjebak dalam situasi kerusuhan. Hal ini membuat suasana cerita selalu
tegang dan menakutkan karena tidak ada bagian cerita yang membahagiakan.
Melalui konflik tersebut, penulis menganalisis tentang berbagai upaya
yang dilakukan oleh masing-masing tokoh dalam membangun kembali
perdamaian di Maluku. Novel Maluku Kobaran Cintaku memiliki konflik
yang berkepanjangan hingga akhirnya menimbulkan banyak korban jiwa atau
dapat merusak keutuhan masyarakat Maluku.
Kerukunan dan kedamaian tidak lepas dari kehidupan sosial masyarakat.
Kerukunan dan kedamaian juga harus terjalin guna menangkal segala macam
isu-isu miring terkait agama. Adanya konflik di Maluku memaksa masyarakat
Maluku untuk membawa peran penting dan kritis dalam bersikap. Banyak
orang yang terjebak terlibat dalam amuk konflik, sehingga tidak sedikit
masyarakat Maluku yang dengan caranya masing-masing mengambil jarak
terhadap konflik sekaligus memperjuangkan perdamaian. Dari keterpaksaan
ini, masyarakat Maluku kemudian terbentuk menjadi kelompok yang ingin
menang dari konflik yang terjadi. Berbagai cara diupayakan agar perdamaian
81
di Maluku kembali terasa dan konflik segera berhenti. Semua pihak memiliki
peran penting dalam memikul kedasaran terhadap toleransi.
Tiga pola yang dilakukan masyarakat Maluku dalam membangun
perdamaian adalah sebagai berikut.
1. Pencegahan konflik
Konflik di Maluku semakin hari semakin membesar. Banyak jiwa yang
telah menjadi korban akibat dari konflik tersebut. Kondisi ini tentu sangat
berbahaya untuk masyarakat Maluku. Selain korban yang satu persatu kian
bertambah setiap harinya, beberapa gedung juga menjadi sasaran konflik
yang mengakibatkan hangus terbakar. Peristiwa ini tentu sangat
mengganggu civita akademika, pekerja kantoran, buruh, dan semua orang
yang melakukan aktivitas di Maluku. Kerusuhan ini membuat semua orang
takut untuk keluar rumah dan bersosialisasi dengan masyrakat sekitar,
terlebih jika mereka menganut agama yang berbeda.
“...ia melihat kondisi kota Ambon nyaris sama dengan
kondisi kampusnya, porak poranda. Toko-toko menganga
dan hancur. Kantor-kantor pemerinah, gedung-gedung
sekolah, dan rumah-rumah penduduk yang hangus
terbakar.”87
Konflik terus-menerus semakin berkembang dan meluas. Ketenagan sulit
didapatkan dalam situasi seperti itu. Hal ini memaksa masyarakat Maluku
untuk mengupayakan konflik segera berhenti. Salah satu bentuk
pencegahan konflik yang dilakukan oleh pemuda Maluku adalah dengan
membentuk kelompok organisasi Pemuda Maluku Baku Bae (PMBB).
“Sebelum Melky mengambil alih rapat untuk
membicarakan program dan strategi, mereka sepakat
memberi nama organisasi itu, “Pemuda Maluku Baku Bae”
atau PMBB”88
Baku Bae diambil dari bahasa Maluku yang berarti perdamaian. Dengan
dibentuknya organisasi tersebut diharapkan agar masyarakat Maluku
kembali bersatu dalam kedamaian yang diwujudkan oleh pemuda-pemudi
87
Op.Cit., h. 45-46. 88
Ibid., h. 92.
82
Maluku. Organisasi ini dibentuk guna mencegah konflik agar tidak
semakin membahayakan Maluku dan semua aktivitas berjalan dengan
normal.
Dalam novel ini, keterlibatan anak-anak muda Maluku menjadi hal yang
paling penting. Selain memiliki gagasan dan pemikiran yang baiksekaligus
terarah, anak-anak muda Maluku adalah tiang keberanian dalam mencegah
konflik yang terjadi. Tujuannya adalah untuk menjadi pelopor dalam
pembangunan kedamaian di Maluku.
“Organisasi ini harus beyond persoalan. Kaum muda, lintas
agama,dan dari semua lapisan. Kegiatan sosialnya
menolong korban, mengubur yang mati, mengurus
pengungsi, dan seterusnya. Sikap politiknya tidak sekadar
menjauhkan rakyat dari kemungkinan terlibat pertikaian,
tapi secara terbuka menyerukan damai. Kita akan dimusuhi
dua pihak yang bertikai. Kita akan dituding murtad atau
banci...”89
Keberanian anak-anak muda itu dalam mencegah konflik sangat
dibutuhkan seluruh masyarakat Maluku. Organisasi ini terbentuk dengan
latar belakang agama yang berbeda, yakni Islam Kristen, dengan tujuan
yang satu dan terarah. Dengan adanya korban yang semakin hari kian
bertambah, organisasi ini dibentuk untuk mengupayakan dan menghentikan
kerusuhan di Maluku.
Ratna menggambarkan organisasi PMBB sebagai salah satu penggagas
kedamaian terhadap konflik. Atas rasa cinta tanah air yang begitu dalam,
Ratna menggerakan tokoh pemuda-pemudi Maluku untuk sepakat pada
satu tujuan. Dalam proses pencegahan konflik, organisasi PMBB tidak
digambarkan berhasil atas apa yang telah direncanakan.
2. Penanganan Konflik
Penanganan konflik ini merupakan salah satu cara dalam membangun
perdamaian dan menghentikan konflik. Konflik yang semakin membesar di
Maluku membuat masyarakat tidak lagi hidup tenang. Hal ini perlu adanya
tindakan untuk menangani konflik yang terjadi, seperti mengadakan
89
Ibid., h. 91.
83
mediasi yang melibatkan tokoh-tokoh agama dan mendiskusikan tentang
cara-cara penyelesaian konflik di Maluku. Konflik tidak dapat selesai
hanya dengan tingkat keamanan saja, tetapi perlu juga dilakukan
penanganan konflik dari segi kesejahteraan. Kesejahteraan dapat dilakukan
dengan mengadak Penanganan konflik ini bertujuan agar konflik tidak
berlanjut terus-menerus.
Dalam novel Maluku Kobaran Cintaku, beberapa tokoh agama
memberikan peran penting untuk turut menyelesaikan konflik. Tokoh besar
agama yang terlibat harus memiliki kesadaran, pemahaman, dan kepekaan
terhadap situasi yang ada. Membangun komunikasi antara pihak konflik
yang terlibat dan menerapkan nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan
sejati.
Berdasarkan analisis penulis, ada beberapa penanganan konflik yang
terdapat di dalam novel Maluku Kobaran Cintaku, salah satunya adalah
melakukan diskusi dari tokoh-tokoh besar agama, baik dari agama Islam
maupun Kristen. Cara ini dilakukan karena kedua pihak harus
merundingkan cara yang harus dilakukan agar konflik tidak lagi menjadi
ketakutan untuk masyarakat Maluku.
“Hari ini, pukul tujuh malam, di rumah Pendeta Bram
akan berlangsung rapat besar...di pasar yang sama, di
Warung Saleh, Pendeta Bram bersama Tuang Guru Abu
sedang makan siang. Bagi dua tokoh toleransi itu, makan
siang atau sekedar mengopi di pasar-pasar yang ada di
wilayah Sagu adalah ritual. Itu salah satu cara mereka
bersentuhan dengan rakyat.”90
Di Maluku terdapat ikatan dan kerukunan yang sangat erat antarumat
beragama, istilah ini dikenal dengan Pela Gandong. Ikatan ini yang
menjadikan tokoh-tokoh besar agama tetap dalam ikatan dan kerukunan
yang kuat, sehingga melalui ikatan itulah tokoh-tokoh besar agama masih
menjunjung tinggi untuk tetap menjadi persatuan dan mengadakan mediasi
antara kedua pihak. Dalam novel Maluku Kobaran Cintaku, Pela Gandong
90
Ibid., h. 106.
84
menjadi salah satu alasan yang membuat sebagian orang tidak terhasut oleh
konflik yang menyerang di Maluku. Beberapa orang masih meyakini
bahwa perjanjian ini adalah perjanjian suci yang tidak boleh dilanggar oleh
alasan apapun.
Pela Gandong digambarkan narator sebagai hal penting dalam
penanganan konflik.
E. Implikasi dengan Pembelajaran Sastra di Sekolah
Peranan pembelajaran sastra di sekolah sangat membantu peserta didik
untuk mampu menyampaikan pesan dan amanat yang terkandung di dalam
sebuah cerita. Dalam mempelajari sastra, peserta didik harus mengambil
berbagai contoh sosial yang terjadi di sekitarnya untuk bisa mengambil
simpulan dan menjelaskannya kembali. Peserta didik harus mampu
menyentuh konteks filosofi sosial dan melibatkan masalah kehidupan yang
dihadapi di tengah masyarakat.91
Pengajaran sastra khususnya novel, dapat
meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dengan cara membacanya.
Pengajaran sastra dapat membuat peserta didik menemukan hubungan
antara pengalaman dengan karya sastra yang bersangkutan. Pembelajaran
sastra yang mengarah kepada analisis novel dapat digunakan oleh pendidik
sebagai sarana untuk membangun kreativitas peserta didik dalam kegiatan
apresiasi terhadap karya sastra. Dalam mempelajari karya sastra di dalam
kelas, peserta didik dituntut untuk membaca dengan teknik intensif. Hal ini
bertujuan agar peserta didik mampu memahami makna yang disampaikan di
dalam sebuah cerita, sehingga bisa menyimpulkan topik yang diceritakan.
Selain itu, peserta didik juga harus mampu berpikir kritis agar mampu
menemukan unsur instrinsik pada sebuah novel secara detail dan mampu
menelaah karya sastra berdasarkan pengetahuannya.
Analisis yang dilakukan penulis terhadap upaya membangun perdamaian
dapat diimplementasikan dalam pembelajaran sastra di sekolah. Dengan
menerapkan nilai-nilai yang terkandung di dalam cerita Maluku Kobaran
91
Emzir, Teori dan Pengajaran Sastra., (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015), h. 223.
85
Cintaku, peserta didik diharapkan mampu memahami nilai toleransi terhadap
umat beragama. Upaya membangun perdamaian di dalam cerita dapat
direfleksikan peserta didik di dalam kelas terhadap sesama teman. Novel ini
mengimplementasikan karakter seseorang dalam menghadapi perbedaan yang
ada di lingkungan sekolah, serta cara menghindari konflik antarteman. Ada
banyak kasus bullying yang terjadi di lingkungan sekolah, terutama tentang
perbedaan yang terdapat pada diri seseorang. Ini menjadi kasus yang banyak
ditemui sehingga menimbulkan akibat yang berbahaya bagi peserta didik
ketika mengalami sebuah bullying. Maka dari itu, analisis ini bertujuan untuk
menyampaikan pesan moral bahwa menghargai seseorang adalah hal yang
penting. Dengan adanya sikap menghargai dan bertoleransi, maka konflik
tidak akan terjadi di lingkungan sosial.
Upaya membangun perdamaian yang telah didapatkan dari analisis novel
ini dapat digunakan pendidik dalam melakukan pendidikan karakter kepada
peserta didik. Dalam pembelajaran pendidik harus mampu menanamkan
nilai-nilai dan norma kehidupan. Apabila pendidik tidak mampu mengajarkan
nilai moral terhadap peserta didik, maka akan menimbulkan krisis moral dan
berdampak negatif dari bagi kehidupan bermasyarakat.
Ada empat manfaat dalam pengajaran sastra yang berhubungan dengan
novel Maluku Kobaran Cintaku, yaitu sebagai berikut.
1. Membantu dalam Keterampilan Berbahasa
Novel ini ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami oleh pembaca.
Penggunaan bahasa yang dipilih merupakan bahasa yang lugas dan tidak
berbelit-belit. Melalui pengajaran sastra terhadap novel ini, peserta didik
diharapkan mampu untuk membaca secara detail keseluruhan cerita,
menyimak apa yang ingin disampaikan oleh narator, menulis kembali
dengan model cerita yang serupa dan dengan tema yang berbeda, dan
mampu untuk berbicara ketika peserta didik menceritakan ulang dari isi
cerita.
86
2. Meningkatkan Pengetahuan Budaya
Dengan mempelajari novel Maluku Kobaran Cintaku, peserta didik
mampu menggali pengetahuan tentang sejarah konflik di Maluku.
Pengajaran ini membawa peserta didik pada peristiwa yang belum pernah
dilihatnya secara langsung, tetapi terbawa oleh pengetahuan budaya yang
pernah ada di Maluku. Budaya ini mencakup tentang bahasa daerah
Maluku, adat istiadat, dan tradisi beragama di Maluku.
3. Mengembangkan Cipta dan Rasa
Dalam pengajaran sastra, peserta didik harus mampu mengembangkan
kecakapan seperti penalaran tentang konflik-konflik yang terjadi di
Maluku, religiusnya yang tertanam di dalam cerita, dan mengembangkan
pancaindra terhadap topik yang terdapat di novel Maluku Kobaran
Cintaku.
4. Menunjang Pembentukan Watak
Pengajaran sastra dapat membantu peserta didik dalam membentuk
watak dan kepribadian. Dalam novel Maluku Kobaran Cintaku, peserta
didik harus mampu membentuk watak dengan memiliki kepribadian yang
peka terhadap toleransi antarumat beragama. Melalui pembelajaran ini,
peserta didik akan membawa peserta didik pada berbagai rangkaian
kehidupan, seperti persoalan menjaga adat istiadat, budaya, dan mencintai
perdamaian agar konflik tidak terjadi. Konflik di Maluku dapat
direpresentasikan di lingkungan sosial peserta didik dengan menjadi
pribadi yang lebih mengenal pentingnya persaudaraan tanpa membeda-
bedakan keyakinan, maupun budaya.
Novel ini menceritakan tentang perjuangan pemuda-pemudi Maluku untuk
menghentikan konflik dan berdamai dengan masyarakat sekitar, sehingga
novel ini mampu mengantarkan gambaran untuk kehidupan peserta didik.
Menjaga persatuan dan menghargai perbedaan adalah nilai utama yang
terkandung di dalam novel dan dapat dijadikan sebagai perilaku positif dalam
lingkungan peserta didik. Toleransi terhadap perbedaan menjadi salah satu
87
tahap penting dari mencegah adanya konflik. Pesan moral tersebut dapat
berguna bagi kehidupan peserta didik di lingkungan sosial.
88
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diteliti di atas, peneliti dapat
menyimpulkan beberapa hal, yaitu penelitian ini menunjukkan bahwa upaya
membangun perdamaian dalam konflik Maluku dilakukan dengan tiga tahap
yang terdiri dari pencegahan konflik, penanganan konflik dan resolusi
konflik. Ketiga tahap ini menunjukkan perjalanan masyarakat Maluku dalam
menghentikan konflik dan kembali membangun perdamaian. Pencegahan
konflik dilakukan masyarakat Maluku dengan dibentuknya organisasi
Pemuda Maluku Baku Bae (PMBB), lalu penanganan konflik dilakukan
dengan musyawarah antartokoh besar dari kedua agama yang berkonflik, dan
resolusi konflik dilakukan dengan membuat acara atau turnamen sepak bola
antarmasyarakat.
Implikasi terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia baik di
SMP/MTs maupun di SMA/MA, diharapkan peserta didik mampu menjaga
toleransi sesama umat beragama baik di dalam kelas, maupun di luar kelas.
Toleransi sesama umat manusia menjadi hal penting untuk menjaga satu
kesatuan bangsa yang utuh. Peserta didik harus mampu menjaga eksistensi
keberagaman suku, budaya, dan agama tanpa melukai sesama umat manusia.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, ada beberapa saran yang diajukan
oleh peneliti sebagai berikut.
1. Dengan adanya penelitian ini juga mengharapkan peserta didik untuk
bisa menghargai perbedaan antar masyarakat, karena perbedaan
diciptakan untuk menjaga sebuah keutuhan yang ada.
2. Pendidik memberikan bahan bacaan kepada peserta didik untuk
merefleksikan kehidupan lewat karya sastra dan dapat dibahas tuntas
dalam pembelajaran di kelas.
89
3. Hadirnya penelitian ini dapat membantu pembaca dalam menemukan
bacaan dengan wawasan baru atas resolusi konflik dalam karya sastra.
90
DAFTAR PUSTAKA
Atmazaki. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. 1990. Padang: Penerbit
Angkasa Raya.
Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra. 2006. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Hikmat, Mahi M. Metode Penelitian dalam Perspektif Ilmu Komunikasi
dan Sastra. 2011. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ismawati, Esti. Pengajaran Sastra. 2013. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Jamil, M. Mukhsin. Mediasi Resolusi Konflik. 2007. Semarang: Walisongo
Mediation Centre IAIN Walisongo.
Kosasih, Ketatabahasaan dan Kesusastraan, 2006. Bandung: CV Yrama
Widya.
Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. 2006. Jakarta:
Bumi Aksara.
Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. 2005. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Stanton, Robert. Teori Fiksi. 2007. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. 2010. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Nuryatin, Agus. Mengabdikan Pengalaman dalam Cerpen. 2010. Bandung,
Rosda Karya.
Pieris, John. Tragedi Maluku Sebuah Krisis Peradaban. 2004. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Ratnawati, Tri. Maluku dalam Catatan Seorang Peneliti. 2006. Jakarta:
PUSTAKA PELAJAR.
Ratna, Nyoman Kutha. Paradigma Sosiologi Sastra. , 2003. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
91
Sarumpaet, Ratna. Anak-anak Kegelapan. 2004. Jakarta: Satu Merah
Panggung.
Sarumpaet, Ratna. Maluku Kobaran Cintaku. 2010. Depok: PT KOMODO
BOOKS.
Segers, Rien T. Evaluasi Teks Sastra. 2000. Yogyakarta: Adicita Karya
Nusa.
Semi, M. Atar. Anatomi Sastra. 1988. 2004. Padang: Penerbit Angkasa
Raya Padang.
Sri Yanuari, dkk., Konflik Maluku Utara Penyebab, Karakterisik dan
Penyelesaian Jangka Panjang, (Jakarta: Puslit Kemasyarakatan dan
Kebudayaan-LIPI.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. 2017.
Bandung: Penerbit Alfabeta.
Suroto, Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia. 1990. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Syarbani, Robert. Sosiologi Sastra, diterjemahkan oleh Ida Sundari Husen.
2005. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Syarbani, Syahrizal dan Fatkhuri. Teori Sosiologi Suatu Pengantar. 2006.
Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. 1993. Bandung,
Penerbit Angkasa.
Wahab, Abdul Jamil Manajemen Konflik Keagamaan (Analisis Latar
Belakang Konflik Keagamaan Aktual). 2014. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Ahsan, Ivan Aulia. “Ratna Saumpet di antara HAM, Teater dan Tuduhan
Makar”. dalam https://tirto.id/ratna-sarumpaet-di-antara-ham-teater-
dan-tuduhan-makar-c4oz
92
Boedi, Toni Setia. Resolusi Konflik Agama di Pulau Ambon 2009.
Yogyakarta: Jurnal Ketahanan Nasional), XIV (3), Desember.
Chaerunnisa, Ninis. “Begini Kronologi Kasus Hoax Ratna Sarumpaet”.
dalam https://nasional.tempo.co/read/1133129/begini-kronologi-kasus-
hoax-ratna-sarumpaet.
Jps/osc, “Selama di Tahanan Ratna Sarumpaet Mengaku Menulis Buku.
dalam https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190312142549-12-
376504/selama-di-tahanan-ratna-sarumpaet-mengaku-menulis-buku
Majalah Tempo, “‟Baku Bae di Maluku‟”, dalam
https://majalah.tempo.co/read/91283/ baku-bae-di-maluku
Persada, Syailendra. “Setara Institut: Intoleransi Terhadap Keyakinan
Meningkat”, dalam https://nasional.tempo.co/read/1118802/setara-
institut-intoleransi-terhadap-keyakinan-meningkat
Rahawarin, Yunus. Kerjasama Antar Umat Beragama: Studi Rekonsiliasi
Konflik Agama di Maluku dan Tual. 2013. Universitas Patimura
Ambon, Vol 7, Nomor 1, Juni.
93
RIWAYAT PENULIS
Siti Muliani, perempuan kelahiran
Jakarta, 02 Agustus 1997 akrab disapa
Lia Alani. Mahasiswi yang gemar
mengarang ini memilih jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
untuk menjadikan jalannya sebagai
seorang penulis. Meskipun statusnya
adalah anak semata wayang, ia
mempunyai fighting spirit dan positive
vibes yang tinggi.
Kesibukan yang menemaninya di penghujung semester adalah
menulis skripsi dan bekerja di salah satu perusahaan Start Up kuliner
sebagai Placement Social Media. Aktif berjam-jam di media sosial,
(kalau hilang, cari aja di medsos, pasti ketemu!). Kadang-kadang,
merambat menjadi seorang Graphic Desainer jika dibutuhkan. Pemikir
konten sejati, pejuang melihat celah dari momen yang sedang viral.
Semua demi menjunjung tinggi Hashtag #DemiKonten!
Selain ingin menjadi seorang penulis buku, ia juga berandai-andai
menjadi seorang penulis naskah bioskop. Alasannya adalah selain
ingin menekuni hobinya, ia juga ingin bertemu dengan artis-artis
favoritnya. Sampai di sini, ada yang mau merekrut untuk menjadi
seorang Script Writer?
Tak kenal maka taaruf, mari bersua di dalam lingkaran media
sosial Instagram: @liaalani