BAB II
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN POST OP SECTIO
CAESAREA a/i PANGGUL SEMPIT
A. Konsep Dasar
1. Sectio Caesarea
a. Pengertian
Istilah sectio caesarea berasal dari bahasa latin “caedere” yang
artinya memotong.
Operasi caesar atau sectio caesarea adalah proses persalinan yang
dilakukan dengan cara mengiris perut hingga rahim seorang ibu untuk
mengeluarkan bayi (Soewarto, 2008).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin
dengan membuka dinding perut dan dinding uterus (Hakimi, 2010).
Sectio caesarea adalah persalinan melalui sayatan pada dinding
abdomen dan uterus yang masih utuh dengan berat janin >1000 gram
atau umur kehamilan lebih dari 28 minggu (manuaba, 2001).
Mengenai kontra indikasi perlu diketahui bahwa sectio caesarea
perlu dilakukan baik untuk kepentingan ibu maupun untuk kepentingan
anak. Oleh sebab itu, sectio caesarea tidak dilakukan kecuali dalam
keadaan terpaksa apabila misalnya terjadi indikasi panggul sempit, atau
apabila janin sudah meninggal dalam rahim, janin terlalu kecil untuk
hidup diluar kandungan, atau apabila janin terbukti menderita cacat
seperti hidrosefalus dan sebagainya.
b. Anatomi Fisiologi System Reproduksi Wanita
a) Anatomi Sistem Reproduksi Wanita
Gambar 1. Penampang alat - alat reproduksi wanita ( Manuaba, 2007).
1. Anatomi sistem reproduksi wanita
Organ reproduksi wanita terbagi atas 2 bagian yaitu organ
reproduksi eksterna wanita (organ bagian luar ) dan organ
reproduksi interna wanita (organ bagian dalam).
a. Organ reproduksi eksterna wanita
1. Vulva (pukas) atau pudenda, meliputi seluruh struktur
eksternal yang dapat dilihat mulai dari pubis sampai
perineum, yaitu mons veneris, labia mayora dan labia minora,
klitoris, selaput darah (hymen), vestibulum, muara uretra,
berbagai kelenjar, dan struktur vaskular.
2. Mons veneris atau mons pubis adalah bagian yang menonjol
di atas simfisis dan pada perempuan setelah pubertas ditutup
oleh rambut kemaluan. Pada perempuan umumnya batas atas
rambut melintang sampai pinggir atas simfisis, sedangkan ke
bawah sampai ke sekitar anus dan paha.
3. Labia mayora (bibir-bibir besar) terdiri atas bagian kanan dan
kiri, lonjong mengecil ke bawah, terisi oleh jaringan lemak
yang serupa dengan yang ada di mons veneris.
4. Labia minora (bibir-bibir kecil atau nymphae) adalah suatu
lipatan tipis dan kulit sebelah dalam bibir besar. Kulit yang
meliputi bibir kecil mengandung banyak glandula sebasea
(kelenjar-kelenjar lemak) dan juga ujung-ujung saraf yang
menyebabkan bibir kecil sangat sensitif. Jaringan ikatnya
mengandung banyak pembuluh darah dan beberapa otot polos
yang menyebabkan bibir kecil ini dapat. mengembang.
5. Klitoris kira-kira sebesar kacang ijo, tertutup oleh preputium
klitoridis dan terdiri atas glans klitoridis, korpus klitoridis,
dan dua krura yang menggantungkan klitoris ke os pubis.
Glans klitoridis terdiri atas jaringan yang dapat mengembang,
penuh dengan urat saraf, sehingga sangat sensitif.
6. Vestibulum berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dan
depan ke belakang dan dibatasi di depan oleh klitoris, kanan
dan kiri oleh kedua bibir kecil dan di belakang oleh perineum
(fourchette).
7. Bulbus Vestibuli sinistra et dekstra merupakan pengumpulan
vena terletak di bawah selaput lendir vestibulum, dekat
namus ossis pubis. Panjangnya 3-4 cm, lebarnya 1-2 cm dan
tebalnya 0,5-1 cm. Bulbus vestibuli mengandung banyak
pembuluh darah, sebagian tertutup oleh muskulus iskio
kavernosus dan muskulus konstriktor vagina.
8. Introitus Vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang
berbeda-beda. Pada seorang Virgo selalu dilindungi oleh
labia minora yang baru dapat dilihat jika bibir kecil ini
dibuka. Introitus vagina ditutupi oleh selaput dara (himen).
Himen ini mempunyai bentuk berbeda-beda, dan yang
semilunar (bulan sabit) sampai yang berlubang-lubang atau
yang bersekat (septum).
9. Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata
4 cm. Jaringan yang mendukung perineum terutama ialah
diafragma pelvis dan diafragma urogenitalis (Prawirohardjo,
2009).
b. Organ reproduksi interna wanita
1) Vagina (Liang Kemaluan/Liang Senggama)
Setelah melewati introitus vagina, terdapat liang kemaluan
(vagina) yang merupakan suatu penghubung antara. introitus
vagina dan uterus. Dinding depan dan belakang vagina
berdekatan satu sama lain, masing-masing panjangnya berkisar
antara 6-8 cm dan 7-10 cm. Bentuk vagina sebelah dalam yang
berlipat-lipat disebut rugae.
2) Uterus
Uterus berbentuk seperti buah avokad atau buah pir yang
sedikit gepeng ke arah depan belakang. Ukurannya sebesar
telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas
otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar
di atas 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm.
Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah
anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut
dengan vagina, sedangkan korpus uteri ke depan dan
membentuk sudut dengan serviks uteri).
3) Tuba Falloppi
Tuba Falloppi terdiri atas :
a. Pars irterstisialis, yaitu bagian yang terdapat di dinding
uterus
b. Pars ismika merupakan bagian medial tuba yang sempit
seluruhnya,
c. Pars ampullaris, yaitu bagian yang berbentuk sebagai
saluran agak lebar, tempat konsepsi terjadi.
d. Infundibulum, yaitu bagian ujung tuba yang terbuka ke
arah abdomen dan mempunyai fimbriae. Fimbriae
penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur dan
selanjutnya menyalurkan telur ke dalam tuba. Bentuk
infundibulum seperti anemon (sejenis binatang laut).
e. Ovarium (Indung Telur)
Perempuan pada umumnya mempunyai 2 indung telur
kanan dan kiri. Mesovarium menggantung ovanium di
bagian belakang ligamentum latum kiri dan kanan.
Ovarium berukuran kurang lebih sebesar ibu jari tangan
dengan ukuran panjang kira-kira 4 cm, lebar dan tebal
kira-kira 1,5 cm (Prawirohardjo, 2009).
b) Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita
Secara garis besar berfungsi sebagai sistem reproduksi dapat
digolongkan sebagai berikut:
1) Genetalia eksterna
Fungsi dari genetalia eksterna adalah dikhususkan untuk kopulasi
(koitus).
2) Genetalia interna
a. Vagina berfungsi sebagai saluran keluar untuk mengeluarkan
darah haid dan secret lain dari rahim, alat untuk bersenggama,
jalan lahir pada waktu persalinan.
b. Uterus setiap bulan berfungsi dalam siklus haid, tempat janin
tukmbuh dan berkembang, berkontraksi terutama sewaktu
bersalin.
c. Tuba fallopi berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil
konsepsi kearah kavum uteri dengan arus yang ditimbulkan oleh
gertaran rambut getar tersebut.
d. Ovarium berfungsi sabagai saluran telur, menangkap dan
membawa ovum yang dilepaskan oleh indung telur, yempat
terjadinya pembuahan (Prawirohardjo, 2006).
Klasifikasi Sectio Caesarea
1. Abdomen ( Sectio Caesaria Abdominalis )
Sectio caesaria klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada
korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.
Kelebihan :
a) Mengeluarkan janin lebih cepat
b) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
c) Sayatan biasa di perpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptur uteri
spontan.
2. Sectio Caesaria Ismika atau Profunda atau Low Cervical dengan insisi
pada segmen bawah rahim.
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik.
c) Tumpang tindih dari peritoneal Flap baik sekali untuk menahan
penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri
spontan kurang atau lebih kecil.
Kekurangan :
1) Luka melebar ke kiri, kanan, dan bawah sehingga dapat
menyebabkan pedarahan yang banyak.
2) Keluhan pada kandung kemih postoperative tinggi.
3. Sectio Caesaria Ekstra Peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum
parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
Sectio Caesaria ekstra peritonealis dahulu dilakukan untuk
mengurangi bahaya infeksi nifas, dengan kemajuan terhadap terapi
infeksi, teknik ini tidak lagi dilakukan karena tekniknya sulit, juga
sering terjadi ruptur peritoneum yang tidak dapat dihidarkan.
4. Vagina ( Sectio Caesaria Vaginalis )
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat
dilakukan sebagai berikut:
a. Sayatan memanjang ( longitudinal )
b. Sayatan melintang ( transfersal )
c. Sayatan huruf T ( T- incition )
c. Etiologi
Beberapa penyebab dilakukan sectio caesarea yaitu :
1. Cephalo pelvic disproportion/ disproporsi kepala panggul yaitu
apabila bayi terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga
tidak dapat meleawati jalan lahir dengan aman, sehingga membawa
dampak serius bagi ibu dan janin.
2. Plasenta previa yaitu plaesenta melekat pada ujung bawah uterus
sehinggamenutuoi serviks sebagian atau seluruhnya, sehingga ketika
serviks membuka selama persalina ibu dapat kehilangan banyak
darah, hak ini sangat berbahaya bagi ibu maupun janin.
3. Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir, dapat menghalangi jalan lahir
akibatnya bayi tidak dapat dikeluarkan melalui vagina. Kelainan
tenaga atau kelainan his, misalnya pada ibu anemia sehingga kurang
kekuatan/tenaga ibu untuk mengedan dapat menjadi rintangan pada
persalinan, sehingga persalinan mengalai hambatan/kemacetan.
4. Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu adanya ancaman akan
terjadi ruptur uteri bila persalinan spontan. Kegagalan persalinan :
persalinan tidak majui dan tidak ada pembukaan, disebabkan serviks
yang kaku, sering terjadi pada ibu primi tua atau jalan persalina yang
lama.
5. Pertimbangan lain yaitu ibu dengan resiko tinggi persalinan,apabila
telah mengalami sectii caesarea atau menjalani operasi kandungan
sebelumya, ruptur uteri bisa terjadi pada rahim yang sudah pernah
mengalami operasi sectio caesarea klasik, miomektomi, misalnya ibu
dengan riwayat mioma sehingga dilakukan miomektomi (Manuaba,
2007).
d. Patofisiologi
Sectio Caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi
dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang
masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul,
disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dan lain-lain
untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan
letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post
partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat
kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang
tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka
dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu
diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa
nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang-
kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan
mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi
ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah
banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas
yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas
silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan
dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung
akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus.
Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh
energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga
menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena
reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap
aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas
yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi (Saifuddin, 2002).
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan hemoglobin, dilakukan untuk mendeteksi adanya anemia
dan penyakit ginjal. Peningkatan hemoglobin dapat menunjukan
indikasi adanya dehidrasi, penyakit paru-paru obstruksi menahun,
gagal jantung kongesti
2. Urinalisis adalah analisa fisik kimia dan mikroskopik terhadap urin
berguna untuk menentukan kadar albumin/glukosa.
3. Pelvimetri : menentukan CPD
4. USG abdomen adalah sebuah teknik diagnostik pencitraan
menggunakan suara ultra yang digunakan untuk mencitrakan organ
internal otot, ukuran, struktur dan luka patologi, membuat teknik ini
berguna untuk memeriksa organ, melokalisasi plasenta, menentukan
pertumbuhan, kedudukan, persentasi janin, mengetahui usia
kehamilan, dan melihat keadaan janin.
5. Amnioskopi : melihat kekeruhan air ketuban
6. Tes stress kontraksi atau tes nonstress: mengkaji respon janin terhadap
gerakan/ stress dari pola kontraksi uterus/ pola abnormal (Smeltzer
2001).
f. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan Sectio Caesarea
yaitu sebagai berikut :
1. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat
2. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus
tetap berkontraksi dengan kuat
3. Analgesia meperidin 75-100 mg atau morfin 10-15 mg diberikan,
pemberian narkotik biasanya disertai anti emetik, misalnya prometazin
25 mg.
4. Periksa aliran darah uterus paling sedikit 30 ml/jam
5. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai
untuk 24 jam pertama setelah pembedahan
6. Ambulasi, satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebertar
dari tempat tidur dengan bantuan orang lain
7. Perawatan luka, insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip)
diangkat pada hari keempat setelah pembedahan
8. Pemeriksaan laboratorium, hematokrit diukur pagi hari setelah
pembedahan untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau
mengisyaratkan hipovolemia
9. Mencegah infeksi pasca operasi, ampisilin 29 dosis tunggal,
sefalosporin, atau penisilin spekrum luas setelahjanin lahir
(Cuningham, 2005).
g. Komplikasi
a. infeksi, Lokasinya pada rahim dapat meluas ke organ-organ dalam
rongga panggul disekitarnya. Faktor-faktor predisposisi partus lama,
ketuban pecah dini, tindakan vaginal sebelumnya.
b. Pendarahan bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang
arteri uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Bekuan darah di kaki ( tromboflebitis ), organ-organ dalpanggul, yang
kadang-kadang sampai ke paru-paru
d. Luka kandung kemih
e. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga bisa terjadi ruptur
uteri pada kehamilan berikutnya
f. Ruptur uteri pada kehamilan berikutnya (Wiknjosastro, 2005).
h. Dampak Masalah Terhadap Perubahan Struktur/Pola Fungsi Sistem
Tubuh Tertentu Terhadap Kebutuhan Klien Sebagai Mahluk
Holistik
Menurut Cuningham(2006), pengaruh/adapasi fisiologi Post Op
Sectio Caesarea terhadap system tubuh diantaranya yaitu :
a) Sistem reproduksi
1) Uterus
a. Involusi merupakan proses kembalinya uterus ke keadaan
sebelum hamil setelah melahirkan, akibatnya otot-otot polos
uterus berkontraksi pada waktu 12 jam, tinggi fundus uteri
mencapai ±1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari
mencapai ±1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari
kemudian, perubahan fundus uteri turun kira-kira 1-2 cm setiap
24 jam.
b. Kontraksi uterus meningkat setelah bayi lahir, terjadi karena
hormon oksitosin yang dilepas oleh kelenjar hipofisis posterior.
c. After Pains rasa nyeri setelah melahirkan lebih nyata ditempat
uterus yang teregang, menyusui dan oksitosin tambahan
biasanya meningkatkan nyeri ini karena keluarnya merangsang
kontraksi uterus.
d. Tempat plasenta terjadi pertumbuhan endometrium, regenerasi
pada tempat ini biasanya tidak selesai sampai enam minggu
setelah melahirkan.
e. Lokia, terdiri dari :
1) Lokia rubra terdiri dari darah, sisa penebalan dinding rahim,
dan sisa-sisa pemahaman plasenta. Lochea rubra berwarna
kemerah-merahan dan keluar sampai hari ke-3 atau ke-4.
2) Lokia serosa mengandung cairan darah, berupa serum dan
lekosit. Lochea serosa berwarna kekuningan dan keluar
antara hari ke-5 sampai ke-9.
3) Lokia alba terdiri dari leukosit, lendir leher rahim (serviks),
dan jaringan-jaringan mati yang lepas dalam proses
penyembuhan. Loshea alba berwarna putih dan keluar selama
2-3 minggu.
2) Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan, 18 jam pasca
partum, serviks memendek dan konsentrasinya menjadi lebih padat
dan kembali ke bentuk semula.
3) Vagina dan Perineum
Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan
mukosa vagina dan hilangnya rugae vagina yang semula sangat
teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6-
8 minggu setelah bayi lahir.
4) Payudara
Setelah bayi lahir terjadi penurunan konsentrasi hormone yang
menstimulasi perkembangan payudara estrogen, progesterone,
human chorionik, gonadotropin, prolaktin, dan insulin), oksitosin
merangasang refleksi let-dowm (mengalirkan) menyebabkan
ejeksi ASI.
b) Sistem Endokrin
1. Hormon plasenta kadar estrogen dan progesterone menurun secara
signifikan dan saat terendah adalah 1 minggu post partum.
2. Hormon Hipofisis dan Fungsi Ovarium
Hipofisis dibagi menjadi dua, yaitu hipofisis anterior dan posterior.
Hipofisis anterior mengsekresi hormon prolaktin untuk
meningkatkan kelenjar mamae pembentukan air susu. Sedangkan
hipofisis posterior Sangat penting untuk diuretik. Oksotosin
mengkontraksi alveolus mamae sehingga membntu mengalirkan
ASI dari kelenjar mamae ke puting susu.
c) Sistem Urinarius
1. Komponen urine
BUN (Blood Urea Nitrogen), yang meningkat selama masa
pascapartum, merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi
selama 1-2 hari setelah wanita melahirkan .
2. Diuresis Pasca partu.
Dalam 12 jam setelah melahirkan, mulai membuang kelebihan
cairan yang tertimbun dijaringan selama hamil. Salah satu
mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi selama masa
hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam hari, selama 2-3
hari pertama setelah melahirkan.
3. Uretra dan Kandung Kemih
Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema,
sering kali disertai daerah-daerah kecil hemorargi. Pada pasa
pacapartum tahap lanjut, distensi yang berlebihan dapat
menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga
mengganggu proses berkemih normal.
d) Sistem Pencernaan
Pada abdomen setelah melahirkan dinding perut longgar karena
direngang begitu lama, sehingga otot-otot dinding abdomen memisah,
suatu keadaan yang dinamai diastasis rektus abdominalis. Apabila
menetap, efek ini dapat dirasa mengganggu pada wanita, tetapi seiring
perjalanan waktu, efek tersebut menjadi kurang terlihat dan dalam
enam minggu akan pulih kembali.
e) Sistem Kardiovaskuler
Denyut nadi dan jantung meningkat setelah melahirkan karena darah
yang biasanya melintasi uretroplasma tiba-tiba kembali ke sirkulasi
umum. Namun, klien dengan anestesi spinal cenderung akan
mengalami hipotensi yang disebabkan melebarnya pembuluh nadi
sehingga darah berkurang.volume darah menurun ke kadar sebelum
hamil pada 4 mingu setelah melahirkan. Hematokrit meningkat pada
hari ke 3-7 pasca partum. Leukositosis normal pada kehamilan rata-
rata sekitar 12.000 /mm³. Selama 10 sampai 12 hari pertama setelah
bayi lahir, nilai leukosit antara 20.000 dan 25.000 /mm. Varises
ditungkai dan disekitar anus akan mengecil dengan cepat setelah bayi
lahir.
f) Sistem Neurologi
Pengaruh neurologi post operasi biasanya nyeri kepala, pusing, keram
disebabkan pengaruh anestesi.. Lama nyeri kepala bervariasi dari 1-3
hari sampai beberapa minggu, tergantung pada penyebab dan
efektifitas pengobatan.
g) Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama masa hamil
berlangsung secara lebih baik pada masa pascapartum. Sebagian besar
wanita melakukan ambulasi 4-8 jam setelah melahirkan Adaptasi ini
mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi
dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi
sendi lengkap pada minggu ke-6 – ke-8 setelah melahirkan.
h) Sistem Integumen
Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang
seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit meregang pada payudara,
abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, serta adanya
diaforesis. Ciri yang paling khas adanya bekas luka sayatan operasi
sesar di sekitar abdomen.
i) Sistem Pernapasan
Enam jam pertama bisa terjadi akumulasi sekret dijalan nafas akibat
pengaruh anastesi mensupresi pusat nafas, menyebabkan peningkatan
mukus, bunyi nafas ronchi atau vesikuler, frekuensi nafas
16-24x/menit.
1. Panggul Sempit
a. pengertian
Panggul sempit adalah suatu keadaan dimana ukuran panggul dan
kepala janin tdak sesuai sehingga trjadi persalinan macet (Purwandri,
2008).
Panggul sempit adalah keadaan dimana ukuran panggul 1-2 cm
kurang dari ukuran normal (Manuaba, 2001).
Panggul sempit adalah ketidaksesuaian antara keadaan luas pintu
panggul dengan besar bayi (terutama ketidaksesuaian antara luas pintu
panggul dengan bagian kepala bayi (Sastrawinata, 2005).
b. Etiologi
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi
sebagai berikut :
a. Kelainan karena gangguan pertumbuhan
1) Panggul sempit seluruh yaitu semua ukuran kecil
2) Panggul picak yaitu ukuran muka belakang sempit, ukuran
melintang biasa.
3) Panggul sempit picak yaitu semua ukuran kecil tapi berlebiha
ukuran muka belakang.
4) Panggul corong yaitu pintu atas panggul biasa, pintu bawah
panggul sempit.
5) Panggul belah : symphyse terbuka.
b. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
1) Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul
sempit picak dan lain-lain.
2) Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang.
3) Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring.
c. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
1) Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
2) Sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit
miring.
3) Kelainan panggul disebabkan kelainan anggota bawah coxitis,
iuxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit
miring (Sastrawinata, 2005).
c. Tanda dan Gejala
Apabila persalinan dengan panggul sempit dibiarkan berlangsung
sendiri tanpa pengambilan tindakan yang tepat akan timbul bahaya bagi
janin, tanda dan gejalanya yaitu :
a. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal apalagi jika
ditambah dengan infeksi intra partum
b. Adanya air ketuban bercampur mekonium yang ditelan janin
sehingga menyebabkan bahaya pada janin.
c. Prolapsus funikuli
d. Moulage dapat dialami oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek
sampai bata-batas tertentu, akan tetapi apabila batas-batas tersebut
dilampaui, terjadi sobekan pada tentorium serebeli dan pendarahan
intra cranial (Siswosuharjo, 2010).
d. Klasifikasi
a. Kesempitan pintu atas panggul (peilvic outlet)
1) Pembagian tingkat panggul sempit
a) Tingkat I : CV = 9 – 10 cm = borderline
b) Tingkat II : CV = 8 – 9 cm = relative
c) Tingkat III : CV = 6 – 8 cm = ekstrim
d) Tingkat IV : CV = 6 cm = mutlak (absolut)
2) Pembagian menurut tindakan
a) CV = 8 – 10 cm = partus percobaan
b) CV = 6 – 8 cm = SC primer
c) CV = 6 cm = SC mutlak (absolut)
b. Kesempitan mid pelvis
Terjadi bila diameter interspinorum 9 cm. Kesempitan mid pelvis
hanya dapat dipastikan dengan rongtsen pelvinometri. Dengan
pelvimetri klinik hanya dapat dipikirkan kesempitan mid pelvis jika :
1) Spina menonjol
2) Side walls konvergent
3) Ada kesempitan outlet
Mid pelvic contractions dapat memberikan kesulitan sewaktu partus
sesudah kepala pintu atas panggul. Adanya kesempitan ini sebetulnya
merupakan kontra indikasi untuk forceps karena daun forceps akan
menambah semoitnya ruangan.
c. Kesempitan outlet
Bila diameter tranversal dan diameter sagitalis posterior kurang dari
15 cm. Kesempitan outlet, meskipun tidak menghalangi lahirnya
janin, namun dapat menyebabkan perineal ruptur yang hebat, karena
arkus pubis sempit (Manuaba, 2007).
e. Komplikasi
1. Saat persalinan
a) Persalinan akan berlangsung lama
b) Sering dijumpai ketuban pecah dini
c) Karena kepala tidak mau turun dan ketuban sudah pecah sering tali
pusat menumbung.
d) Maulage kepala berlangsung lama
e) Sering terjadi interstia uterus sekunder
f) Pada panggul sempit menyeluruh bahkan didapati insersia uteri
primer.
g) Infeksi intra partal
2. Pada anak
1) Infeksi intra partal
2) Kematian janin intra partal
3) Proloaps funikuli
4) Perdarahan intra kranial
5) Caput succedaneum dan chepalohematoma yang besar
6) Robekan pada tentorium serebri dan pendarahan otak karena
moulage yang hebat dan lama
7) Fraktur pada tulang kepala oleh tekanan yang hebat dari his dan
oleh karena alat-alat yang dipakai.
f. Penatalaksanaan Medis
a. Partus percobaan
CV 8,5 -10 cm dilakukan partus percobaan yang kemungkinan
berakhir dengan spontan atau dengan ekstraksi vakum, atau ditolong
dengan sectio caesarea sekunder atas indikasi obsetric.
b. Tindakan sectio caesarea
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus (Hakimi, 2010).
B. Tinjauan Teoritis Tentang Asuhan keperawatan
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk
menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam
membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatan seoptimal
mungkin. Tindakan keperawatan tersebut dilakukan secara berurutan, terus-
menerus, saling berkaitan dan dinamis (Asmadi, 2008).
Tujuan proses keperawatan adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan
keperawatan klien, menentukan prioritas, menetapkan tujuan, dan hasil asuhan
yang diperkirakan, menetapkan dan mengkomunikasikan rencana asuhan yang
berpusat pada klien, memberikan intervensi keperawatan yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan klien, mengevaluasi keefektifan asuhan keperawatan
dalam mencapai hasil dan tujuan klien yang diharapkan (Nursalam, 2001).
Langkah-langkah proses keperawatan dibagi 5 tahap yaitu :
1. Pengkajian
Pengkajian yaitu tahap awal dalam proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber.
Data yang harus didokumendasikan secara tepat dan benar, pada
dasarnya ada 2 jenis yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif
yang merupakan data riwayat kessehatan yang diperoleh dari wawancara
dari pasien dan keluarga, sedangkan data obyektif diperoleh dari pengkajian
fisik dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi (Prihardjo, 2005).
a. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan terdiri dari :
1) Identitas
a) Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, diagnosa medis, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, nomor medical record.
b) Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat serta hubungan dengan klien.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
1. Riwayat sebelum masuk rumah sakit
Menggambarkan kondisi kehamilan selama di rumah atau
sebelum dilakukan tindakan Sectio Caesarea.
2. Keluhan utama
Keluhan utama dikumpulkan untuk menetapkan prioritas
intervensi keperawatan dan untuk mengkaji tingkat
pemahaman klien tentang kondisi kesehatannya saat ini.
Keluhan utama pada post op sectio caesarea a/i panggul sempit
adalah nyeri.
3. Riwayat keluhan utama
Menggambarkan keluhan saat dilakukan pengkajian serta
menggambarkan kejadian sampai terjadi penyakit saat ini,
dengan menggunakan metode P, Q, R, S, T.
P : (Paliatif/provokatif), apakah yang menyebabkan keluhan
dan memperingan serta memberatkan keluhan.
Q : (Quality/kwantity), seberapa berat keluhan dan bagaimana
rasanya serta berapa sering keluhan itu muncul.
R : (Region,radition), lokasi keluhan dirasakan dan juga arah
penyebaran keluhan sejauh mana.
S : (Scale/saverity), intensitas keluhan yang dirasakan apakah
sampai mengganggu atau tidak, dimana hal ini menentukan
waktu dan durasi
dirasakan apakah sampai mengganggu atau tidak, dimana
hal ini menetikan waktu dan durasi.
T: (Timing), kapan keluhan dirasakan, seberapa sering, apakah
berulang-ulang, dimana hal ini menentuka waktu dan durasi
(Muttaqin, 2008).
b) Riwayat kesehatan dahulu
Pada riwayat kesehatan dahuluApakah klien pernah menderita
penyakit yang sama pada kehamilan sebelumnya atau ada faktor
predisposisi.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Kaji dengan menggunakan genogram, adakah anggota keluarga
yang mempunyai penyakit keturunan seperti hipertensi, DM,
jantung atau riwayat penyakit menular seperti hepatits dan TBC.
d) Riwayat ginekologi dan menstruasi
1) Riwayat ginekologi
a) Riwayat menstruasi
Usia pertama kali haid, lamanya haid, siklus haid, banyaknya
darah, keluhan, sifat darah, dan haid terakhir, HPHT dan
tafsiran kehammilan.
b) Riwayat perkawinan
Usia saat menikah dan usia pernikahan, pernikahan ke berapa
bagi klien dan suami.
c) Riwayat keluarga berencana
Jenis kontrasepsi yang digunakan sebleum hamil,waktu dan
lamaya, apakah ada masalah jenis kontrasepsi yang akan
digunakan.
2) Riwayat Obstetrik
a) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Meliputi umur kehamilan, tanggak persalinan, jenis
persalinan, tempat persalinan, berat badan anak waktu lahir,
masalh yang terjadi dan keadaan anak sekarang.
b) Riwayat kehamilan sekarang
Meliputi usia kehamilan, keluhan selama hamil, terutama
yang dirasakan pada trisemester pertama biasanya akan
mengalami morning sickness, lesu dan sering kencing. Pada
trisemester kedua biasanya akan dirasakan gerakan anak
yang pertama kali, apakahmendapat suntikan TT (imunisasi
TT diberikan pada ibu hamil 2 kali). Perubahan berat badan
selama hamil, tempat pemeriksaan dan frekuensi. Pada
trisemester ketiga biasanya akan dirasakan keluhan pegal
pegal, sesak pada saat berbaring dan udeme pada tungkai.
c) Riwayat persalinan sekarang
Meliputi tanggal, jam dan lamanya persalinan, jenis
persalinan dan jenis kelamin bayi.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum
Keadaan umum pasien mulai saat pertama kali bertemu dengan
pasien dilanjutkan sewaktu mengukur tanda-tanda vital.
b) Kesadaran
Pada umumnya tingkatan kesadaran terdiri dari enam tingkatan
yaitu:
1) Compos mentis : sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua
pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2) Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh
3) Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja dapat
dibangunkan rangsangan nyeri akan tetapi jatuh tidur lagi.
4) Delirium : keadaan kacau motorik seperti memberontak dan
tidak sadar terhadap orang lain, tempat dan waktu.
5) Sopor : keadaan kesadaran yang menyerupai koma, reaksi hanya
dapat ditimbulkan dengan rangsangan nyeri.
6) Koma keadaan kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak
dapat dibangunkan dengan rangsangan apapun (Priharjo, 2001).
c) Pemeriksaan persistem
1) Sistem pernapasan
Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya sekret pada
lubang hidung, kesimetrisan gerakan dada saat bernapas,
auskultasi bunyi nafas apakah bersih atau ronchi, serta frekuensi
nafas.
2) Sistem kardiovaskuler
Mulai dikaji dari warna konjungtiva, warna bibir, ada tidaknya
peninggian vena jugularis, auskultasi bunyi jantung pada daerah
dada dan pengukuran tekanan darah dengan palpasi dapat
dihitung peningkatan frekuensi nadi, adanya hipertensi
orthostatik terutama sewaktu melakukan perubahan posisi dari
tidur keposisi duduk atau berdiri, ada tidaknya edeme, warna
pucat dan sianosis.
3) Sistem pencernaan
Kaji keadaan mulut, gigi, bibir, palpasi abdomen untuk
mengetahui peristaltik usus, adanya massa atau nyeri tekan.
tujuan pengkajian ini mengetahui secara dini penyimpangan
pada sisten pencernaan.
4) Sistem muskuloskeletal
Kaji derajat Range Of Montion dari pergerakan sendi mulai dari
kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau
nyeri yang dilaporkan klien waktu bergerak, toleransi klien
waktu bergerak, dan observasi adanya luka pada otot akibat
peradangan, kaji adanya deformitas dan atrofi otot. Selain ROM,
tonus dan kekuatan tonus harus dikaji, karena klien imobilitas
biasanya tonus dan kekuatan ototnya menurun.
5) Sistem persyarafan
a) Nervus I (Olfaktorius)
Untuk menetukan ada tidaknya gangguan terhadap fungsi
penciuman, cara pemeriksaan :
1. Tutup mata klien
2. Tutup salah satu lubang hidung
3. Berikan bau-bauan dan diminta menyebut bau apa
4. Cek masing-masing lubang hidung yang bau-bauan
(sebaiknya gunakan bau-bauan yang berbeda)
b) Nervus II (Opticus)
Ketajaman penglihatan dan lapang pandang, sebelum
melakukan pemeriksaan ini, periksa dahulu keadaan mata
secara fisik atau wajar. Periksa ketajaman penglihatan dengan
menggunakan shelled card atau perintakan klien untuk
membaca tulisan koran. Kalau klien berkaca mata cek 2 kali,
pertama dengan menggunakan kaca mata dan seterusnya
tanpa kaca mata.
c) Nervus III (Okulomotoris)
Berfungsi untuk pergerakkan 4 dari 6 otot ekstrinsik mata.
Dilakukan dengan cara light test pen jangan dinyalakan dulu
mulai dari samping cosensual refleks, kedua pupil beraksi
bersama-sama terhadap stimulus dan perhatikan refleks pupil,
apakah cepat atau lambat dan apakah besarnya sama antara
pupil kanan dan kiri. Perintahnya lihat kedepan ikuti cahaya.
d) Nervus IV ( Trokhlearis)
Berfungsi pada gerakkan sadar bola mata, penglihtan
kebawah dan kedalam, beri perintah agar klien dapat
menggerakkan bola mata nya ke bawah dan ke atas.
Tes akomodasi : daya akomodasi terhadap obyek misalnya
dengan memberi tulisan, dekatkan terus sampai dengan
sejauh mana klien masih dapat melihat atau membaca.
e) Nervus V (Trigeminus)
Mensuplei sensasi kornea, mukosa mulut dan hidung, kulit
muka, cara tes refleks kornea (dilakukan satu-satu).
f) Nervus VI (Abdusen)
Pergerakkan bola mata kelateral mempunyai fungsi kordinasi
untuk mensyarafi mata sehingga tes dilakukan secara
bersamaan.
g) Nervus VII (Fasialis)
Mensyarafi seluruh otot wajah yang mempunyai sensasi
motorik.
h) Nervus VIII (Vestibulkoklearis)
Sensoriks koklearis, mempunyai 2 bagian sensorik yaitu
auditori dan vestibular yang berperan dalam penerjemahan
suara/keseimbangan dan pendengaran.
i) Nervus IX (Glosofaringeal)
Menginarifasi otot-otot glosofaringeal untuk menelan,
mensuplai membrane mukosa faring dan mensyarafi 1/3
bagian belakang lidah.
j) Nervus X (Vagus)
Mengontrol proses menelan, mengontrol mukosa faring dan
tonsil.
k) Nervus XI (Asesorius)
Mempersarafi gerakkan otot travezius dan
sternokleidomastoid.
l) Nervus (Hipoglosus)
Respon untuk lidah, pergerakkan waktu menelan dan bicara.
6) Sistem perkemihan
Kaji ada tidaknya pembengkakan dan nyeri pada daerah
pinggang, observasi dan palpasi daerah abdomen bawah untuk
mengetahui adanya retensi urine dan kaji tentang keadaan alat-
alat genitourunari bagian luar mengenai bentuknya, ada tidaknya
nyeri tekan dan benjolan serta bagaiman pengeluaran urinnya,
lancar atau ada nyeri sewaktu miksi, serta bagaimaan warna
urinnya.
7) Sistem reproduksi
Kaji 24 jam post partum, payudara lunak dan tidak nyeri tekan,
puting bebas dari area-area pecah, kemerahan dan pembesaran
payudara, fundus uteri kontraksi kuat dan terletak
diumbilikus,aliran lokea sedang dan bebas bekuan,
8) Sistem integumen
Kaji keadaan kulit, rambut dan kuku. Pemeriksaan kulit meliputi
tekstur, kelembapan, turgor warna dan fungsi perabaan.
9) Sistem endokrin
Ada tidak pembesaran kelenjar tiroid, pembengkakan kelenjar
getah bening.
10) Sistem imun
Dikaji adanya nyeri tekan atau tidak, adanya oedema atau tidak
pada kelenjar getah bening, ada riwayat alergi atau tidak.
11) Sistem indra
Pada umunyaa yang perlu dikaji yaitu bentuk, kesimetrisan,
ketajaman penglihatan, lapang pandang, konjungtiva atau tidak
anemis, skelra ikterus atau tidak, adanya oedemapada
kelopakmata atau tidak, bentuk hidung, warna, adanya sekret,
atau tidak dihidung, adanya nyeri tekan atau tidak, adanya nyeri
tekan atau tidak, adanya oedema atau tidak pada hidung, bentuk
telinga, adanya oedemaatau tidak, adanya nyeri tekan atau tidak.
4) Pola aktivitas sehari-hari
a) Nutrisi : Kaji adanya perubahan dan masalah dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi karena kurangnya nafsu makan, kehilangan
sensasi mengecap, menelan, mual dan muntah.
b) Eliminasi (BAB dan BAK) : Bagaimana pola eliminasi BAK dan
BAB apakah ada perubahan selama sakit atau tidak.
c) Istirahat dan tidur : Kesulitan tidur dan istirahat karena adanya
nyeri dan kejang otot.
d) Personal hygiene : Klien biasanya belum dapat melakukan aktivitas
perawatan sendiri akibat dari kelemahan perlu untuk mendapatkan
bantuan dari perawat kelurga.
e) Aktivitas gerak : Kaji adanya kehilngan sensasi atau paralise dan
kerusakan dalam memenuhi kebutuhan aktifitas sehari-harinya
karena adanya kelemahan.
5) Data psikologis
a) Status emosi
Klien menjadi iritable atau emosi yang labil terjadi secara tiba-tiba
klien menjadi mudah tersinggung.
b) Konsep diri
1) Body image : Sikap individu terhadap tubuhnya, baik secara
sadar maupun tidak sadar, meliputi : performance, potensi
tubuh, bentuk tubuh serta persepsi dan perasaan tentang ukuran
dan bentuk tubuh.
2) Ideal : Persepsi individu tentang perilakunya, disesuaikan
dengan standar peribadi yang terkait dengan cita-cita, harapan
dan keinginan.
3) Harga diri : Penilaian individu terhadap hasil yang dicapai,
dengan cara menganalisi seberapa jauh perilaku individu
tersebut dengan ideal diri. Aspek utama harga diri adalah
dicintai, disayangi, dikasihi orang lain dan
mendapatpenghargaan orang lain.
4) Peran : Pola perilaku, sikap, nilai, dan aspirasi yang diharapkan
individu berdasarkan posisinya dimasyarakat.
5) Identitas kesadaran diri: Kesadaaran akan diri pribadi yang
bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintesi semua
aspek konsep diri dan menjadi satu kesatuan yang utuh
(Sunaryo, 2004).
c) Pola koping
Klien biasanya tampak menjadi pendiam atau tertutup.
6) Data sosial
Pada data obyektif akan didapatkan ketidakmampuan, kehilangan
kemampuan berkomunikasi secara verbal, ketergantungan pada
orang lain dan sosialisasi dengan lingkungan. Pada data sujektif
ditemukan sikap klien yang sering menarik diri dari orang lain dan
lingkungan karena hanya akan membebabani orang lain.
7) Data spirirual
Perlu dikaji keyakinan klien tentang kesembuhannya dihubungkan
dengan agama yang dianut klien, dan bagaimana persepsi klien
tentang penyakitnya. Bagaimana aktivitas spiritual klien selama
menjalani perawatan di rumah sakit, dan siapa yang menjadi
pendorong dan memotivasi bagi kesembuhan klien.
8) Pemeriksaan penunjang
Mengkaji pemeriksaan darah Hb, Hematokrit, leukosit dan USG.
b. Pengelompokan data
Pengelompokan data adalah pengidentifikasian masalah kesehatan
terdiri dari data subyektif dan data obyektif. Setelah dapat dikelompokan,
maka perawat dapat mengidentifikasi masalah keperawatan klien dengan
merumuskannya (Depkes RI, 2005).
c. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan
kemampuan berfikir nasional sesuai dengan latar belakang ilmu
pengetahuan. Serta untuk menghasilkan suatu permasalahan yang ada
dari data yang ada.
Analisa data terdiri dari :
1) Problem (masalah), adalah ciri, tanda atau gejala, yang merupakan
suatu informasi yang diperlukan untuk dapat merumuskan suatu
diagnosis keperawatan
2) Etiologi (penyebab), keadaan ini menunjukan penyebab keadaan atau
maslah kesehatan yang memberikan arah terhadap terapi
keperawatan.
3) Symptom (gejala), merupakan gambaran keadaan dimana tindakan
keperawatan dapat diberikan (Carpenito, 2001).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menguraikan respon
aktual atau potensial klien terhadap masalah kesehatan yang perawat
mempunyai izin yang berkompeten dan mengatasinya. Respon aktual dan
potensial klien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang
berkaitan, catatan medis klien masa lalu dan konsultasi dengan profesional
lain, yang semuanya dikumoulkan selama proses pengkajian (Nursalam,
2001).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan sectio
caesarea yaitu :
a. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek anatesis, efek-
efek hormonal, distensi kandung kemih.
b. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan peningkatan transisi atau
peningkatan anggota keluarga, krisis situasi (misalnya : intervensi
pembedahan, komplikasi fisik yang mempengaruhi pengenalan atau
interaksi).
c. Cemas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep
diri,transmisi atau kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi.
d. Gangguan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus
otot (diastasis rekti, kelebihan analgetik atau anasthesi,efek-efek
progesteron, dehidrasi, diare pra persalinan, kurang masukan, nyeri
perineal atau infeksi).
e. Gangguan pemenuhan ADL : perawatan diri berhubungan dengan efek-
efek anastesi, penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamanan fisik
f. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhungan dengan gangguan integritas
kulit akibat prosedur pembedahan (Hamilton, 2005).
3. Perencanaan
Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan
keperawatan yang dilaksanakan untuk mengulangi masalah dengan diagnosa
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan
pasien.
a. Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek-efek anastesi, efek-
efek hormonal, distensi kandung kemih.
Tujuan : nyeri teratasi atau terkontrol
Krietria :
Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi unyuk mengatasi
nyeri/ketidaknyaman dengan tepat.
1) Mengungkapkan berkurangnya nyeri.
2) Tampak rileks, mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi dan Rasional
1) Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan, perhatikan isyarat
verbal dan non verbal seperti meringis, kaku dan grakan melindungi
atau terbatas
Rasional :
Klien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan
ketidaknyaman ssecara langsung. Membedakan karakteristik khusus
dari nyeri membantu membedakan nyeri pasca operasi dan terjadinya
komplikasi.
2) Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab
ketidaknyaman dan intervensi yang tepat.
Rasional :
Meningkatkan pemecahan masalah, membantu mengurangi nyeri
berkenaan dengan ansietas dan ketakutan.
3) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional :
Padabanyak klien, nyeri dapat menybabkan gelisah serta dapat
meningkatkan tekanan darah dan nadi.
4) Perhatikan nyeri tekan uterusdan adanya karakteristik nyeri klien.
Rasional :
Selama 12 jam pertama pasca partum kondisi uterus kuat dan teratur
dan ini berlanjut selama dua sampai tiga hari berikutnya, meskipun
frekuensin dn intensitasnya menurunkan ketegangan area insisi dan
mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan berkenaan dengan gerakan
otot abdomen.dikurangi.
5) Lakukan latihan nafas dalam, spirometri insentif dan batuk dengan
menggunakan prosedur-prosedur pembebatan d3ngan tepat, 30 menit
setelah pemberian analgetik.
Rasional :
Nafas dalam meningkatan upaya pernapasan.
b. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi
atau peningkatan anggota keluarga, krisis situasi (misalnya : intervensi
pembedahan, komplikasi fisik yang mempengaruhi pengenalan atau
interaksi, kebanggan diri negatif)
Tujuan : klien mampu beradaptasi terhadap perubahan proses keluarga.
Kriteria :
1) Menggendong bayi bila kondisi ibu dan neonatus memungkinkan
2) Mendemonstrasikan perilaku kedekatan dan ikatan yang tepat.
3) Mulai secara aktif mengikuti tugas perawatan bayi baru lahir dengan
tepat
Intervensi dan Rasional
1) Anjurkan klien untuk menggendong, menyentuh dan memeriksa bayi,
tergantung pada kondisi klien dan bayi baru lahir, bantu sesuai
kebutuhan.
Rasional :
Jam pertama setelah kelahiran memberikan kesempatan unuik untuk
memberikan ikatan keluarga karena ibu dan bayi secara emosional
menerima isyarat satu sama lain, yang memenuhi kedekatan dan
proses pengenalan.
2) Berikan kesempatan untuk ayah atau pasangan untuk menyentuh dan
menggendong bayi sesuai kemungkinan situasi.
Rasional :
Membantu memudahkan ikatan atau kedekatan antara bayi dan ayah.
3) Observasi dan catat interaksi keluarga-bayi, perhatikan perilaku yang
dianggap menandakan ikatan dan kedekatan dalam budaya tertentu.
Rasional :
Kontak mata dengan mata, penggunaaan posisi wajah, berbicara pada
suara nada tinggi dan menggendong bayi dengan dekat, ibu
menujukan pola progresif.
4) Diskusikan kebutuhan kemajuan dan ssifat interaksi yang lazim dari
ikatan.
Rasional :
Membantu klien atau pasangan memahami makna dan pentingnya
proses dan memberikan keyakinan bahwa perbedaan diperkirakan.
5) Perhatikan pengungkapan perilaku yang menunjukan kekecewaan atau
kurang minat/kedekatan.
Rasional :
Kedatangan anggota keluarga baru, bahkan bila diinginkan dan
diantisipasi, memerlukan penyatuan anak yang baru kedalam kelurga
yang ada.
6) Berikan kesempatan pada orang tua untuk mengungkapkan perasaan-
perasaan yang negatif tentang diri mereka dan bayi.
Rasional :
Konflik tidak teratasi selama proses pengenalan awal orang tua-bayi
dan mempunyai efek-efek negatif jangka panjang pada masa depan
hubungan orang tua-anak.
7) Perhatikan lingkungan sekitar kelahiran sesari, kebanggaan diri orang
tua dan persepsi tentang pengalaman kelahiran, reaksi awal mereka
terhadap bayi dan partisipasi mereka pada pengalaman kelahiran.
Rasional :
Orang tua perlu bekerja melalui hal-hal bermakna pada kejadian
penuh stress seputar kelahiran anak dan orientasikan mereka sendiri
terhadap realita sebelim mereka dapat memfokuskan pada bayi.
c. Cemas berhubungan dengan krisis situasi, ancamaan pada konsep diri,
traansmisi atau kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi.
Tujuan : rasa aman klien terpenuhi : cemas hilang
Kriteria :
1) Mengungkapkan kesadaran akan perasaan ansietas
2) Mengidentifikasi cara untuk menurunkan atau menghilangkan ansietas
3) Melaporkan bahwa ansietas sudah menurun ketingkat yang dapat
diatasi
4) Kelihatan rileks, dapat tidur/istirahat dengan benar.
Intervensi dan Rasional
1) Kaji tingkat kecemasan klien dan sumber masalah
Rasional :
Untuk mengetahui tingkat kecemasan ringan, sedang atau berat
sehingga memudahkan untuk menetukan intervensi.
2) Dorong klien aatau pasangan untuk mengungkapkan perasaan.
Rasional :
Klien akan terasa lega setelah mengungkapkan perasaannya.
3) Bantu klien atau pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping
yang lazim dan perkembangan strategi kopnig baru jika dibutuhkan.
Rasional :
Membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap peran baru :
mengurangi perasaan ansietas
4) Berikan informasi yang akurat tentng keadaan klien dan bayi.
Rasional :
Khayalan yang disebabkan oleh kurangnya informasi atau kesalah
pahaman dapa meningkatkan tingkat kecemasan.
5) Mulai kontak antar klien/pasangan dengan bayi sesegera mungkin.
Rasional :
Mengurangi ansietas yang mungkin berhubungan dengan penangan
bayi.
d. Gangguan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus
otot (diastasis reksti, kelebihan analgetik atau anastesi,efek-efek
progesteron, dehidrasi, diare pra persalinan, kurang masukan, nyeri
perineal atau infeksi).
Tujuan : konstipasi tidak terjadi
Kriteria :
1) Mendemonstrasikan kembali motilitas usus dibuktikan oleh bising
usus aktif dan keluarnya flatus.
2) Mendapatkan kembali pola eliminasi biasanya optimal dalam empat
hari pasca partum.
Intervensi dan Rasional
1) Auskultasi bising usus setiap 4 jam setelah kelahiran sesaria
Rasional :
Menentukan kesiapan terhadap pemberian makan peroral dan
kemungkinan terjadinya komplikasi.
2) Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan.
Rasional :
Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus
paralitik.
3) Anjurkan cairan oral yang adekuat. Anjurkan diet makan kasar dan
buah-buahan dan sayuran dan bijinya.
Rasional :
Makanan kasar (buah, sayur khususnya kulit dan bijinya) dan
meningkatnya cairan, merangsang eliminasi dan mencegah terjadinya
kompliksai dan defekasi.
4) Anjurkaan latihan kaki dan pengencangan abdominal, tingkatkan
ambulasi dini.
Rasional :
Latihan kaki mengencangkan otot-oto abdomen dan memperbaiki
motilitas abdomen. Ambulasi progreif setelah 24 jam meningkatkan
peristaltik dan pengeluaran gas dan menghilangkan atau mencegah
nyeri karena gas.
5) Identifikasi aktivitas-aktivitas dimana klien dapat menggunakannya
dirumah untuk merangsang kerja usus.
Rasional :
Membantu dakam menciptakan kembali pola evakuasi normal dan
meningkatkan kemandirian.
6) Kolaborasi pemberian analgetik 30 menit sebelum ambulasi
Rasional :
Memudahkan kemampuan klien untuk ambulasi, namun narkotik bila
digunakan dapat menurunkan motalitas usus.
7) Kolaborasi pemberian pelunak feses.
Rasional :
Melunakkan feses, merangsang peristaltik dan membantu
mengemabilkkan fungsi usus.
e. Gangguan pemenuhan ADL : perawatan diri berhubungan dengan efek-
efek anastesi, penurunan kekuataan dan ketahanan, ketidaknyaman fisik.
Krietria :
1) Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan perawatan diri.
2) Mengidentifikasi/menggunakan sumber-sumber yang tersedia
Intervensi dan Rasional :
1) Pastikan berat,durasi ketidaknyamanan. Perhatikan adanya sakit
kepala pasca spinal.
Rasional :
Nyeri berat mempengaruhi respon emosi dan perilaku sehingga klien
mungkin tidak berfokus pada aktivitas perawatan diri sampai
kebutuhan fisiknya terhadao kenyamanan terpenuhi.
2) Kaji satus psikologis klien
Rasional :
Pengalaman nyeri fisik mungkin disertai dengan nyeri mental, yang
mempengaruhi keinginan klien dan motivasi ubtuk mendapatkan
otonomi.
3) Tentukan tipe-tipe anstesi : perhatikan adanya pesanan atau protocol
mengenai pengubahan posisi.
Rasional :
Klien yang telah menjalani anastesi spinal dapat diarahkan untuk
berbaring datar dan tanpa bantal untuk enam sampai delapan jam
setelah pemberian anastesi.
4) Ubah posisi klien setiap satu sampai 2 jam : bantu dalm latihan paru,
ambulasi dan latihan kaki.
Rasional :
Membantu mencegah komplikasi bedah yang dapat terjadi bila
ketidaknyamanan mempengaruhi pengubahan/aktifitas normal klien.
f. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan trauma gangguan integritas
kulit akibat prosedur pembedahan.
Kriteria :
1) mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan resiko dan
meningkatkan penyembuhan.
2) Menujukan luka bekas dari drainage purulen dengan tanda awal
penyembuhan, uterus lunak/tidak nyeri tekan, dengan aliran dan
karakter lokhea normal.
3) Bebas dari infeksi, tidak demam, dan urine jernih kuning pucat
Intervensi dan Rasional :
1) Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan
pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal, dan linen
terkontaminasi dengan tepat.
Rasional :
Membantu mencegah dan membatasi penyebaran infeksi
2) Tinjau ulang Hb/Ht prenatal : perhatikan adanya kondisi yang
mempredisposisikan klien pada infeksi pasca operasi.
Rasional :
Anemis, diabetes, dan persalinan yang lama sebelum kelahiran sesaria
meningkatkan resiko infeksi dan perlambatan penyembuhan.
3) Kaji status nutrisi klien.
Rasional :
Klien yang berat badannya 20% dibawah berat normal atau yang
anemia atau malnutrisi lebih rentan terhadap infeksi.
4) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat dan rembesan.
Rasional :
Renbesan dapat menandakan hematoma, gangguan penyatuan jaringan
atau dehisens luka, memerlikan intervensi lanjut (Hamilton, 2005).
4. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditunjukan pada perawat untuk membantu klien mancapai
tujuan yang diharapakkan. Oleh, karena itu rencana tindakan ini yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi
menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan
kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan. Dalaam evaluasi,
proses perkembangan klien dinilai selam 24 jam terus menerus yang ditulis
dalam bentuk catatan atau laporan keperawatan yang ditulis oleh perawat
jaga sebelum mengakhiri jam dinasnya (Hidayat, 2009).
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai
pola pikir yaitu sebagai berikut :
S : Respon subyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
O : Respon obyektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
A : Analisa ulang atas adat subyektif dan data obyektif untuk
menyimpulakn aapaakaah masalah masih tetap atau ada masalah baru.
P : perencanaan ataau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa data pada
respon.
Hal-hal yang harys dievaluasi pada Post Op Sectio Caesarea a/i Panggul
Sempit adalah :
a. Apakah perubahan proses keluarga teratasi ?
b. Apakah gangguan rasa nyaman : nyeri teratasi ?
c. Apakah gangguan rasa aman : cemas teratasi ?
d. Apakah infeksi tidak terjadi ?
e. Apakah eliminasi kembali lancar ?
f. Apakah klien sudah mampu melakukan aktivitas secara mandiri ?