5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Minyak
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk dalam
golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar, misalnya dietil-eter
(C2H5OC2H5), kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya
(Herlina, 2002). Lemak dan minyak dapat larut dalam pelarut yang
disebutkan di atas karena lemak dan minyak mempunyai polaritas yang sama
dengan pelarut tersebut.
Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida dari gliserol.
Dalam pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu
molekul gliserol dan molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak
tersebut berbeda-beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan
molekul air. (Ketaren, 2012)
Reaksi pembentukan trigliserida dapat dilihat pada Gambar 2.1
Sumber : Christine F. Mamuaja, 2007
Gambar 2.1 Reaksi pembentukan trigliserida.
6
a. Sifat Kimia Lemak dan Minyak
1) Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, lemak atau minyak akan diubah menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa dapat menyebabkan kerusakan
pada lemak atau minyak karena terdapat sejumah air di dalamnya. Reaksi ini
mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik
pada minyak tersebut.
2) Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen
dengan lemak atau minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan
mengakibatkan bau tengik pada lemak dan minyak. Oksidasi biasanya
dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat
selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi
hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas.
Rancidity terbentuk oleh aldehida bukan peroksida. Jadi kenaikan peroxida
value (PV) hanya indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan
berbau tengik.
3) Hidrogenasi
Hidrogenasi lemak adalah reaksi kimia yang terdiri dari adisi hidrogen pada
ikatan rangkap dua asil yang tidak jenuh. Proses hidrogenesi sebagai suatu
proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai
karbon asam lemak pada lemak atau minyak. Reaksi hidrogenesi ini
dilakukan dengan menggunakan hidrogen mumi dan ditambahkan serbuk
nikel sebagai katalisator. Setelah proses hidrogenesi selesai, minyak
didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan cara penyaringan. Hasilnya
adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat
kejenuhannya (Rusdiana, 2015)
b. Sifat Fisik Lemak dan Minyak
1) Warna
Zat warna dalam minyak dan lemak terdiri dari dua jenis, yaitu zat warna
alamiah dan warna dari hasil degredasi zat warna alamiah. Zat warna secara
alamiah terdapat di dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut
7
terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara
lain terdiri dari α dan β karoten, xantofil, klorofil, dan anthosyanin. Zat warna
alamiah ini yang menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan,
kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.
Zat warna hasil degradasi zat warna alamiah biasanya menyebabkan
warna gelap karena adanya proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E).
Warna coklat biasanya hanya terdapat pada lemak atau minyak yang berasal
dari bahan yang telah busuk atau memar. Seangkan warna kuning terjadi
karena adanya hubungan yang erat antara proses absorpsi dan timbulnya
warna kuning dalam lemak atau minyak tidak jenuh. Warna ini timbul selama
penyimpanan dan intensitas warna bervariasi dari kuning sampai ungu
kemerah-merahan.
2) Bau
Lemak bersifat mudah menyerap bau. Kerusakan lemak yang utama adalah
timbulnya rasa bau dan tengik yang biasa disebut dengan proses ketengikan.
Pada lemak atau bahan pangan berlemak dapat menghasilkan bau yang tidak
enak yang mirip dengan bau ikan yang sudah basi (stalefish product) jika
terjadi proses ketengikan.
3) Kelarutan
Lemak dan minyak tidak dapat larut dalam air, kecuali minyak jarak (castor
oil). Lemak dan minyak hanya sedikit larut dalam alkohol, akan tetapi dapat
larut sempurna dalam etir, eter, karbon disulfida dan pelarut pelarut halogen.
4) Bobot Jenis
Bobot jenis dari lemak dan minyak biasanya ditentukan pada temperatur
25ºC. Akan tetapi untuk lemak atau minyak yang mempunyai titik cair tinggi,
bobot jenisnya diukur pada temperatur 40ºC atau 60ºC. Pada penetapan bobot
jenis, temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang
pendek.
5) Indeks Bias
Indeks bias merupakan derajat penyimpangan cahaya yang dilewatkan pada
suatu medium yang cerah. Indeks bias pada lemak atau minyak dipakai pada
pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak. Indeks bias
8
akan semakin meningkat pada lemak atau minyak yang mempunyai rantai
karbon yang panjang dan juga terdapatnya beberapa ikatan rangkap.
2. Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses pemurnian
yang meliputi degumming, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi. Secara
umum komponen utama minyak sangat menentukan mutu minyak adalah asam
lemaknya, karena asam lemak menentukan sifat kimia maupun stabilitas
minyak.
a. Mutu Minyak Goreng
Mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan
minyak sampai terbentuknya akrolein yang menimbulkan rasa gatal pada
tenggorokan. Akrolein terbentuk dari hidrasi gliserol. Titik asap suatu minyak
goreng tergantung pada kadar gliserol bebasnya. Makin tinggi titik asapnya,
makin baik mutu minyak goreng itu (Winarno, 2008)
Standar mutu minyak goreng telah dirumuskan dan ditetapkan oleh Badan
Standarisasi Nasional (BSN) yaitu SNI 01-3741-2013, SNI ini merupakan
revisi SNI 01-3741-2002, menetapkan bahwa standar mutu minyak goreng
seperti pada Tabel 2.1 berikut ini:
Tabel 2.1. Standar Mutu Minyak Goreng
Kriteria Uji Satuan Persyaratan
Keadaan bau dan warna - Normal
Kadar air dan bahan menguap %(b/b) Maks. 0,15
Bilangan asam mg KOH/g Maks. 0,6
Bilangan peroksida mek O2/g Maks. 10
Bilangan penyabunan Mg KOH/g Maks. 196-206
Cemaran logam
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2
- Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,1
- Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/250,0*
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,05Cemaran arsen (Ar) mg/kg Maks. 0,1
Catatan * dalam kemasan kaleng
Sumber: SNI 01-3741-2013
9
3. Minyak Goreng Bekas (Minyak Jelantah)
Minyak dapat digunakan sebagai medium penggoreng bahan pangan
misalnya kripik kentang, kacang dan dough mut yang banyak dikonsumsi di
restoran. Dalam penggorengan, minyak goreng berfungsi sebagai medium
penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam
bahan pangan.
Pemanasan minyak secara berulang-ulang pada suhu tinggi dan waktu
yang cukup lama,akan menhgasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat
dalam minyak. Berbagai macam keracunan, yaitu iritasi saluran pencernaan,
pembengkakan organ tubuh, depresi pertumbuhan dan kematian telah
diobservasi pada hewan yang diberi lemak yang telah dipanaskan dan
teroksidasi.
Menurut mahreni (2010) minyak goreng bekas adalah minyak makan
nabati yang telah digunakan untuk menggoreng dan biasanya dibuang setelah
warna minyak berubah menjadi coklat tua. Proses pemanasan selama minyak
digunakan merubah sifat fisika-kimia minyak. Pemanasan dapat mempercepat
hidrolisis trigliserida dan meningkatkan kandungan asam lemak bebas (FFA)
didalam minyak.
a. Komposisi dan kandungan minyak goreng bekas (Minyak Jelantah)
Kandungan FFA dan air di dalam minyak bekas berdampak negatif
terhadap reaksi transesterifikasi, karena metil ester dan gliserol menjadi susah
untuk dipisahkan. Minyak goreng bekas lebih kental dibandingkan dengan
minyak segar disebabkan oleh pembentukan dimer dan polimer asam dan
gliserid di dalam minyak goreng bekas karena pemanasan sewaktu digunakan.
Berat molekul dan angka iodin menurun sementara berat jenis dan angka
penyabunan semakin tinggi. Perbedaan komposisi asam di dalam minyak segar
dan minyak goreng bekas dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2
menunjukkan bahwa kandungan hampir semua asam yang ada di dalam
minyak goreng bekas lebih tinggi dibandingkan dengan di dalam minyak
goreng segar (Mahreni, 2010).
10
Tabel 2.2 Komposisi Asam Lemak di Dalam Minyak Bunga Matahari, MinyakKedelai dan Minyak Bekas
Asam lemak Minyak bunga
matahari
Minyak kedelai Minyak bekas
Lauric - - 9,95
Myristic 0,06 0,07 0,19
Palmitic 5,68 10,87 8,9
Palmitoleic 0,14 0,10 0,22
Searic 3,61 3,66 3,85
Oleic 34,27 23,59 30,71
Linoleic 54,79 53,86 54,35
Linonelic 0,07 6,49 0,27
Arachidic 0,25 0,37 0,29
Gidoleic 0,13 0,22 0,18
Bahenic 0,69 0,45 0,61
Sumber : (Mahreni, 2010)
b. Pemurnian Minyak
Untuk memperoleh minyak yang bermutu baik, minyak dan lemak kasar
harus dimurnikan dari bahan-bahan atau kotoran yang terdapat didalamnya.
Cara-cara pemurnian dilakukan dengan beberapa tahap:
1) Pengendapan (settling) dan pemisahan gumi (degumming), bertujuan
menghilangkan partikel-partikel halus yang tersuspensi atau berbentuk
koloidal. Pemisahan ini dilakukan dengan pemanasan uap dan adsorben,
kadang-kadang dilakukan sentrifusa
2) Netralisasi dengan alkali, bertujuan memisahkan senyawa-senyawa terlarut
seperti fosfatida, asam lemak bebas, dan hidrokarbon,. Lemak dengan
kandungan asam lemak bebas yang tinggi dipisahkan dengan menggunakan
uap panas dalam keadaan vakum, kemudian ditambahkan alkali. Sedangkan
lemak dengan asam lemak bebas rendah cukup ditambahkan NaOH atau
garam NaCO3, sehingga asam lemak ikut fase air dan terpisah dari lemaknya.
3) Pemucatan, bertujuan menghilangkan zat-zat warna dalam minyak dengan
penambahan adsorbing agent seperti arang aktif, tanah liat, atau dengan
reaksi-reaksi kimia. Setelah penyerapan warna, lemak disaring dalam keadaan
vakum.
11
4) Penghilangan bau (deodorisasi) lemak, dilakukan dalam botol vakum,
kemudia dipanaskan dengan mengalirkan uap panas yang akan membawa
senyawa volatil. Selesai proses deodorisasi, lemak harus segera didinginkan
untuk mencegah kontak dengan O2.
c. Proses Terjadinya Ketengikan
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang
disebut proses ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam
lemak tidak jenuh dalam lemak.
Otoksidasi dimulai dengan pembentukan radikal bebas yang disebabkan
oleh faktor faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas,
peroksida, hidroperoksida, logam- logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan logam
porifirin seperti hematin, hemoglobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase.
Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh
mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut
disebabkan oleh hasil pemecahan hidroperoksida menjadi senyawa dengan
rantai karbon yang lebih pendek akibat radiasi energi tinggi, energi panas,
katalis, logam, atau enzim. Senyawa-senyawa dengan rantai C ini lebih
pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida-aldehida, dan keton yang
bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Winarno, 2008).
4. Adsorben
Adsorben merupakan zat padat yang dapat menyerap komponen tertentu
dari suatu fase fluida. Adsorben biasanya menggunakan bahan-bahan yang
memiliki pori-pori sehingga proses adsorpsi terjadi dipori-pori atau pada
letak-letak tertentu di dalam partikel tersebut. Pada umumnya pori-pori yang
terdapat di adsorben biasanya sangat kecil, sehingga luas permukaan dalam
menjadi lebih besar daripada permukaan luar. Pemisahan terjadi karena
perbedaan bobot molekul karena perbedaan polaritas yang menyebabkan
sebagian molekul melekat pada permukaan tersebut lebih erat daripada
molekul lainnya (Saragih, 2008). Kulit pisang kepok merupakan bahan padat
yang berpori-pori yang umumnya diperoleh dari pisang kepok.
Adsorpsi adalah peristiwa fisik padat permukaan suatu bahan, yang
tergantung dari afinitas antara adsorben dan zat diadsorpsi. Permukaan
12
adsorben akan menyerap warna, suspense koloid (gum dan resin) serta hasil
degradasi minyak seperti peroksida. Daya adsorpsi disebabkan karena bahan
memiliki pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorpsi akan terjadi karena
adanya perbedaan potensial anatara permukaan dan zat yang di serap.
Proses adsorpsi merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas
minyak goreng bekas, yaitu dengan penambahan adsorben yang dapat
dicampur lansung dengan minyak, dilanjutkan dengan pengadukan dan
penyaringan. Semakin tinggi konsentrasi adsorben yang ditambahkan,
semakin banyak pori-pori adsorben yang dapat menyerap asam lemak bebas
dan menurunkan bilangan proksida (Ketaren, 2008).
Pada proses adsorpsi terdapat dua zat yang berintraksi, yaitu adsorbat dan
adsorben. Adsorbat adalah zat yang diadsopsi, sedangkan adsorben adalah zat
yang mengadsorpsi, yaitu fase padat yang berperan sebagai lokasi
berpindahnya zat terlarut dari larutan. Pada adsorpsi luas permukaan
merupakan parameter utama adsorben.
Berdasarkan kekuatan intraksi antara adsorbat dan adsorben, terdapat 2
macam jenis adsorpsi, yaitu adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia. Adsorpsi kimia
memiliki potensial intraksi yang besar dengan panas adsorpsi yang tinggi
sehingga seringkali mendekati ikatan kimia. Adsorpsi fisik memiliki panas
adsorpsi rendah tidak lebih dari 10-20 KJ mol. Sedangkan pada kemisorpsi
(adsorpsi kimia) biasanya berkisar anataa 40-400 KJ mol. pada adsorpsi fisik
kesetimbangan adsorpsi dapat dicapai secara cepat karena tidak
membutuhkan energi aktivasi seperti pada kemisorpsi, kecuali adsorpsi pada
pori berukuran kecil dimana laju adsorpsi dapat diturunkan karena proses
difusi.
b. Mekanisme adsorpsi
Proses adsorpsi dapat berlangsung jika padatan atau molekul gas atau cair
dikontakkan dengan molekul-molekul adsorbat, sehingga didalamnya terjadi
gaya kohesif atau gaya hidrostatik dan gaya ikatan hidrogen yang bekerja
diantara molekul seluruh material. Gaya-gaya yang tidak seimbang
menyebabkan perubahan-perubahan konsentrasi molekul pada interface solid
atau fluida. Molekul fluida yang diserap tetapi tidak terakumulasi/melekat ke
13
permukaan adsorben disebut adsorpsi sedangkan yang terakumulasi/melekat
disebut adsorbat
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Adsorpsi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi yaitu :
1) Proses pengadukan
Kecepatan adsorpsi selain dipengaruhi oleh film diffusion dan pore
diffusion juga dipengaruhi oleh pengadukan. Jika proses pengadukan relatif
kecil maka adsorbant sukar menembus lapisan film antara permukaan adsorben
dan film diffusion yang merupakan faktor pembatas yang memperkecil
kecepatan penyerapan. Dan jika pengadukan sesuai maka akan menaikkan film
diffusion sampai titik pore diffusion yang merupakan faktor pembatas dalam
sistem batch dilakukan pengadukan yang tinggi.
2) Karakteristik
Adsorpsi dipengaruhi oleh dua sifat permukaan yaitu energi permukaan
dan gaya tarik permukaan. Oleh karena itu sifat fisik yaitu ukuran partikel dan
luas permukaan merupakan sifat yang terpenting dari bahan yang akan
digunakan sebagai adsorben.
4) Kelarutan
Proses adsorpsi terjadi pada molekul-molekul yang ada dalam larutan
harus dapat berpisah dari cairannya dan dapat berikatan dengan permukaan
adsorben. Sifat unsur yang terlarut mempunyai gaya tarik-menarik terhadap
cairannya yang lebih kuat bila dibandingkan dengan unsur yang sukar larut.
Dengan demikian unsur yang terlarut akan lebih sulit terserap pada adsorben
bila dibandingkan dengan unsur yang tidak larut (Saragih, 2008).
d. Aktivasi adsorben
Aktivasi adalah bagian dalam proses pembuatan karbon aktif yang
bertujuan untuk menambah atau mengembangkan volume pori dan
memperbesar diameter pori yang telah terbentuk pada proses karbonisasi serta
untuk membuat beberapa pori baru. Melalui proses aktivasi arang akan
memiliki daya adsorpsi yang semakin meningkat, karena arang hasil karbonasi
biasanya masih mengandung zat yang masih menutupi pori-pori permukaan
arang (Budiono dkk, 2009). Adanya interaksi antara zat pengaktivasi dengan
14
struktur atom-atom karbon hasil karbonisasi adalah mekanisme dari proses
aktivasi. Selama aktivasi, karbon dibakar pada suasana oksidasi yang akan
menambah jumlah atau volume pori dan luas permukaan produk melalui proses
eliminasi atau penghilangan volatil produk pirolisis. Aktivator dapat
meningkatkan keaktifan adsorben melalui mekanisme sebagai berikut:
1. Aktivator menembus celah atau pori-pori diantara pelat-pelat kristalit karbon
(pada karbon aktif) yang berbentuk heksagonal dan menyebar di dalam celah
11 atau pori-pori tersebut, sehingga terjadi pengikisan pada permukaan kristalit
karbon.
2. Menurut teori interkalasi, struktur dari suatu komposisi senyawa akan
mengalami modifikasi jika disisipkan ion atau atom lain ke dalam struktur
tersebut. Pada aktivasi, maka ion atau atom yang disisipkan adalah aktivator.
3. Aktivasi dapat berupa aktivasi fisik dimana digunakan gas-gas inert seperti
uap air (steam), CO2 dan N2 sedangkan pada aktivasi kimia digunakan
aktivator yang berperan penting untuk meningkatkan luas permukaan adsorben
dengan cara mengusir senyawa nonkarbon dari pori-pori.
5. Pisang kepok
Pisang kepok merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Asia
Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman buah ini kemudian menyebar luas ke
kawasan Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan, dan Amerika Tengah.
Penyebaran tanaman ini selanjutnya hampir merata ke seluruh dunia, yakni
meliputi daerah tropik dan subtropik. Berat tandan buahnya sekitar 10-50 kg
memiliki batang dan tandan yang besar daging buahnya biasanya berwarna
putih, kekuningan dan memiliki kulit yang tebal.
Secara sistematika tanaman pisang (Musa sp) berdasarkan klasifikasi
ilmiahnya dapat digolongkan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan pembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
15
Ordo : Zingiberales
Family : Musaceae (suku pisang-pisangan)
Genus : Musa
Species : Musa sp
Pisang merupakan buah yang mudah ditemui selain kaya vitamin, kulit
pisang pun memiliki manfaat yang luar biasa. Kulit pisang bersifat adsorben
yang artinya menyerap zat lain pada permukaannya tanpa reaksi kimia minyak
jelantah yang direndam dengan kulit pisang selama 10 menit dapat mengurangi
kadar asam lemak jenuh. Minyak jelantah pun menjadi bening dan tidak
berbau. Kulit pisang yang paling baik digunakan yaitu kulit pisang kepok
(Erviana, dkk 2019).
1) Kandungan Zat Aktif Dalam Kulit Pisang Kepok
Kulit pisang kepok memiliki beberapa kandungan, diantaranya karbohidrat
pada kulit pisang kepok matang segar sebesar 10,80%, untuk kulit pisang yang
kering dianginkan diperoleh kandungan karbohidrat sebesar 10,01%, dan kulit
pisang kepok matang yang telah direbus yaitu sebesar 11,27%. Kandungan
protein dalam 1gr kulit pisang kepok matang segar yaitu sebesar 1,2005%,
sedangkan untuk kulit pisang kepok matang dikering anginkan memiliki
kandungan protein sebesar 1,8371%, sementara kulit pisang matang segar yang
telah direbus memiliki kandungan protein sebesar 1,7151%. Adapun
kandungan lemak dalam 5gr kulit pisang segar yaitu sebesar 3,1870%,
sedangkan kandungan kulit pisang kepok yang telah dikeringkan memiliki
kandungan lemak sebesar 2,3461%, sementara pada kulit pisang yang telah
direbus memiliki kandungan lemak sebesar 3,2834%.(Pary, 2016)
Selain itu, dari hasil pengujian fisikokimia minyak jelantah dapat dipakai
kembali tanpa mengurangi mutu bahan yang digoreng. Salah satunya
menggunakan kulit pisang kepok sebagai media adsorben pada minyak jelantah
kulit pisang kepok dipilih karena kulit pisang kepok banyak mengandung
selulosa dan antioksidan yang berperan sebagai adsorben. Permukaan gugus
fungsi selulosa alam ataupun turunannya dapat berintraksi secara fisik atau
kimia yang mampu melakukan pengikatan. Gugus fungsi tersebut terutama
16
karboksil dan hidroksil sehingga kulit pisang memiliki potensi yang cukup baik
untuk memanfaatkan sebagai sumber antioksidan dan penjernihan
(Atminingtyas, 2016)
Reduksi karboksilat
O
R-C + 2H2 katalis R- C - OH + H2O
OH
2) Reaksi Netralisasi Asam-Basa
a. Asam
Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila
dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen
sebagai satu-satunya ion positif. Beberapa asam dan hasil disosiasinya adalah
sebagai berikut:
HCL H+ + Cl-
HNO3 H+ + NO3-
Derajat disosiasi berbeda-beda antara satu asam dengan asam lainnya.
Asam kuat berdisosiasi hampir sempurna pada pengenceran yang sedang,
karena itu ia merupakat elektrolit kuat. Asam-asam kuat adalah: asam klorida,
asam nitrat, asam perklorat, dan sebagainya. Asam lemah berdisosiasi hanya
sedikit pada konsentrasi sedang atau pada konsentrasi rendah, karena itu asam
lemah adalah elektrolit lemah
b. Basa
Secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat yang apabila
dilarutkan dalam air mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion
hidroksil sebagai satu-satunya ion negatif. Hidroksida-hidroksida logam yang
larut, seperti natrium hidroksida atau kalium hidroksida hampir sempurna
berdisosiasi dalam larutan-air yang encer:
NaOH Na+ + OH-
KOH K+ + OH-
Basa kuat merupakan elektrolit kuat, sedangkan basa lemah merupakan
elektrolit lemah
17
c. Reaksi Netralisasi
Menurut definisi, garam adalah hasil reaksi antara asam dan basa. Proses-
proses semacam ini disebut reaksi netralisasi. Jika sejumlah asam dan basa
murni yang ekuivalen dicampur, dan larutannya diuapkan, suatu zat kristalin
tertinggal, yang tak mempunyai ciri khas suatu asam ataupun basa. Persamaan
reaksi dinyatakan sebagai berikut:
HCL + NaOH NaCl + H2OAsam Basa Garam
Dalam persamaan ini, ion Na+ dan Cl- tampil pada kedua sisi, karena dengan
demikian tak terjadi apa-apa dengan ion-ion ini. Persamaan ini dapat
disederhanakan menjadi:
H+ + OH- H2O
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa reaksi asam-basa (dalam
larutan air) adalah pembentukan air. Garam dalam wujud padat dibangun oleh
ion-ion, yang tersusun dalam pola yang teratur dalam kisi kristalnya (Svehla,
1997).
6. Bilangan asam
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung
berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak.
Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH 0,1 N yang
digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram
minyak atau lemak. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH
yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam
satu gram minyak atau lemak (Ketaren, 2012).
Bilangan asam = . . , Angka asam yang besar menunjukkan asam lemak bebas yang besar yang
berasal dari hidrolisa minyak atau karena proses pengolahan yang kurang baik,
semakin tinggi angka asam semakin rendah kualitasnya.
Kadar asam lemak bebas (%FFA) = . . x 100
18
7. Bilangan penyabunan
Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram KOH yang diperlukan
untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Minyak atau lemak
disabunkan dengan larutan KOH berlebihan dalam alcohol maka KOH akan
bereaksi dengan trigliserida. Tiga molekul KOH bereaksi dengan satu molekul
minyak atau lemak. Larutan akali yang tertinggal ditentukan dengan titrasi
menggunakan asam sehingga jumlah alkali yang turut bereaksi (Ketaren,
2012).
8. Titrasi alkalimetri
Titrasi alkalimetri merupakan titrasi yang berhubungan dengan asam-basa.
Berdasarkan reaksinya dengan pelarut, asam dan basa diklarifikasikan menjadi
asam-basa kuat dan lemah sehingga titrasi asam-basa meliputi titrasi asam kuat
dengan basa kuat, asam kuat dengan basa lemah, asam lemah dengan basa
kuat, asam kuat dengan garam dari asam lemah, dan basa kuat dengan garam
dari basa lemah (Padmaningrum, 2006). Asam adalah substansi yang memiliki
kemampuan untuk mendonorkan proton, dan basa adalah substansi yang dapat
menerima proton. Setiap asam memiliki basa konjugasi, dan setiap basa
memiliki asam konjugasi. Sebagai contoh, ion klorida (Cl-) adalah basa
konjugasi dari asam klorida (HCl), dan H3O+ (ion hydronium) adalah asam
konjugasi dari basa H2O.
HCl + H2O H3O+ + Cl- (Chang, 2010)
9. Sabun
Sabun merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari
minyak nabati atau lemak hewani dengan berbentuk padat lunak, cair, berbusa,
digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat pewangi dan bahan
lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (SNI 06-3532, 1994:1). Sabun
merupakan komiditi hasil olahan minyak kelapa sawit yang popular yang
berfungsi sebagai zat yang mampu membersihkan dan mengangkat benda
asing. Reaksi yang terjadi pada saat pembuatan sabun yang terjadi reaksi
saponifikasi. Saponifikasi dilakukan dengan mereaksikan minyak kelapa sawit
(triglisrida) dengan alkali (biasanya menggunakan NaOH atau KOH) sehingga
menghasilkan gliserol dan garam alkali Na (sabun). Saponifikasi juga dapat
19
dilakukan dengan mereaksikan asam lemak dengan alkali sehingga
menghasilkan sabun.
Tabel 2.3 Standar Uji Mutu Sabun SNI 06-3532-1994
No Uraian Tipe I Tipe II
1. Kadar air (%) Maks 15 Maks 15
2. Jumlah asam lemak (%) Maks >70 64-70
3. Alkali bebas
-Dihitung sebagai NaOH(%)
-Dihitung sebagai KOH(%)
Maks 0,1
Maks 0,14
Maks 0,1
Maks 0,14
4. Asam lemak bebas(%) Maks 2,14 <2,5
5. Bilangan penyabunan (%) 196-206 196-206
Keterangan :
- Tipe I (Sabun padat) dengan menggunakan NaOH
- Tipe II (Sabun Cair) dengan menggunakan KOH
Sumber SNI 06-3532-1994
a. Saponifikasi
Saponifikasi adalalah reaksi hidrolisis trigliserida yang terkandung dalam
minyak atau lemak dengan basa alkali menghasilkan dua produk, yaitu garam
alkali dari asam lemak yang disebut sabun dan gliserol. Satu molekul
terigliserida dan tiga molekul basa alkali melepaskan satu molekul gliserol dan
tiga molekul sabun. Ada dua cara untuk membuat sabun, yaitu proses
saponifikasi dan proses netralisasi. Kedua proses tersebut dibedakan dari
produk sampingan yang dihasilkan berupa gliserol, dimana proses saponifikasi
menghasilkan gliserin, sedangkan proses netralisasi tidak menghasilkan
gliserin. Proses saponifikasi terjadi karena adanya reaksi antara trigliserilda
dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi asam lemak
bebas dengan alkali (Qisti, 2009). Kedua proses tersebut merupakan proses
utama yang terjadi di dalam pembuatan sabun. Reaksi kimia yang terjadi pada
proses saponifikasi dan netralisasi dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3.
20
Gambar 2.2 Reaksi saponifikasi pada sabun
(Sumber: Purnamawati, 2006)
Gambar 2.3 Reaksi netralisasi(Sumber: Purnamawati, 2006)
b. Metode pembuatan sabun
Berdasarkan reaksi yang terjadi, ada 3 macam metode pembuatan sabun yaitu
sebagai berikut:
1. Proses pendidihan penuh
Proses pendidihan penuh sama dengan proses batch yaitu minyak atau
lemak dipanaskan di dalam ketel dengan menambahkan NaOH yang telah
dipanaskan, selanjutnya campuran tersebut dipanaskan sampai terbentuk pasta
kira-kira setelah 4 jam pemanasan. Setelah terbentuk pasta ditambahkan NaCl
(10-20%) untuk mengendapkan sabun. Endapan sabun dipisahkan dengan
menggunakan air panas dan terbentuklah produk sabun dan gliserin.
2. Proses semi pendidihan
Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak atau lemak dan
alkali langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaan. Setelah
reaksi sempurna ditambah sodium silikat dan sabun yang dihasilkan berwarna
gelap.
21
3. Proses dingin
Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alcohol
dibiarkan didalam suatu tempat tanpa dipanasakan (temperature kamar, 250C).
Reaksi antara NaOH dan uap air (H2O) merupakan reaksi eksoterm sehingga
dapat menghasilkan panas.
c. c. Sifat-Sifat Sabun Padat
Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga
dapat dibuang dengan pembilasan. Adapun sifat-sifat sabun padat adalah
sebagai berikut:
1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan
dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.
CH3(CH2)16COONa + H2O →CH3(CH2)16COOH + OH-
2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih,
peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat
menghasilkan buih setelah garam-garam Mg2+ atau Ca2+ dalam air mengendap.
CH3(CH2)16COONa + CaSO4 →Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2
3. Sabun mempunyai sifat membersihkan
Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam
lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non
polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun
mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang
bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan
COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air.
Non polar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan
kotoran non polar). Polar : COONa+ (larut dalam air, hidrofilik dan juga
memisahkan kotoran polar). (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan
–sabun.
Sabun cuci piring merupakan cairan kental bening berwarna yang
berfungsi untuk membersihkan peralatan makanan seperti gelas, piring,
sendok, garpu, dan peralatan dapur pada umumnya.Produk pencuci piring pada
dasarnya dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan kenampakan fisik.
22
a. Berbentuk bubuk atau serbuk
b. Berbentuk pasta
c. Berbentuk cairan
Saponifikasi juga dapat dilakukan dengan mereaksikan asam lemak dengan
alkali sehingga menghasilkan sabun. Sabun mempunyai jenis yang beraneka
macam, sebagai berikut:
a. Sabun mandi adalah sabun yang berbentuk padat atau cair yang digunakan
untuk membersihkan debu atau kotoran berupa lemak dan minyak yang
menempel pada kulit tubuh.
b. Sabun cuci adalah sabun yang biasanya digunakan untuk mencuci piring,
gelas, sendok, dan peralatan dapur.
c. Sabun tangan adalah sabun yang biasanya berwujud cair digunakan untuk
membersihkan tangan dari kotoran
d. Sabun muka adalah sabun yang berfungsi untuk mengangkat kotoran
berupa debu, minyak, dan keringat yang menempel pada kulit muka
10. Uji karakteristik sabun
Sabun dapat beredar dipasaran bebas apabila memiliki karakteristik standar
seperti yang telah ditetapkan dalam Dewan Stndarisasi Nasional (DSN). Syarat
mutu dibuat untuk memberi acuan kepada pihak industri besar ataupun industri
rumah tangga yang memproduksi sabun untuk menghasilkan sabun dengan
mutu yang baik dan bersaing di pasaran lokal. Sifat paling penting untuk sabun
adalah asam lemak, asam lemak bebas, dan alkali bebas. Pengujian parameter
tersebut dapat dilakukan sesuai dengan acuan standar yang ditetapkan SNI.
a. Asam lemak bebas
Asam lemak bebas adalah asam lemak yang berada dalam sabun yang
tidak terikat sebagai senyawa natrium ataupun senyawa trigliserida (DSN,
1994). Tingginya asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya
membersihkan sabun tersebut, karena asam lemak bebasa merupakan
komponen yang tidak diinginkan dalam proses pembersihan.
b. Penentuan jumlah busa
Penentuan jumlah busa Tujuan penentuan jumlah busa pada sabun
padat untuk mengetahui seberapa banyak busa yang dihasilkan dari larutan
23
sabun dalam beberapa detik, karena dengan hasil busa yang banyak daya
pengemulsi sabun semakin baik larutan sabun yang dibuat dari proses
penyabunan dimasukkan kedalam gelas beaker lalu dikocok untuk
menghasilkan busa dari larutan sabun yang dibuat dari proses penyabunan
Tinggi busa (Tb) =
Keteranagan :
Tb = tinggi busa sabun (cm)
Ts = tinggi busa sabun pada detik ke 60 (cm)
To = tinggi busa sabun pada detik ke 30 (cm)
c. Kadar air
Air adalah bahan yang menguap pada pemanasan dengan suhu dan
tekanan tertentu. Kadar air pada sabun batang memiliki nilai maksimal 15%
(Kamikaze 2002). Hal ini menyebabkan sabun yang dihasilkan cukup keras
sehingga lebih efisien dalam pemakaian karena sabun tidak mudah larut
dalam air.
d. Derajat keasaman (pH)
Berdasarkan SNI 06-3532-1994, tingkat keasaman ph sabun sangat
berpengaruh terhadap kulit pemakaian. Umumnya, sabun yang dipasarkan
dimasyarakan mempunyai nilai pH 9 hingga 10,8. Sabun yang memiliki pH
tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri dan membuat kering kulit.
Sedangkan sabun dengan ph terlalu rendah dapat menyebabkan iritasi kulit
(Almazini, 2009).
24
B. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Minyak goreng
Faktor kerusakan minyak Pemurnian minyak
Adsorben
Bilangan asam danbilangan penyabunan
Penyerapanbau Hidrolisis
Oksidasi danketengikan
Sabun
25
C. Alur Penelitian
Bagan 2.2 Alur Penelitian
Minyak Goreng Bekas
Sebelum penambahanserbuk kulit pisang kepok
Sesudah penambahan serbukkulit pisang kepok 2 (hari)
Dengan Kulit pisangkepok kons. 2%, 4%,
6%, 8%, 10%
Penetapan bilangan asamdan bilangan penyabunan
Saponifikasi pembuatansabun padat cuci piring
Tanpa kulit pisangkepok (Kontrol)
Kulit pisang
26
D. Kerangka konsep
Variabel bebas Variabel terikat
Bagan 2.3 Kerangka Konsep
E. Hipotesis
H1 : Ada pengaruh penambahan konsentrasi serbuk kulit pisang kepok
terhadap penurunan bilangan asam dan bilangan penyabunan
H0 : Tidak Ada pengaruh penambahan konsentrasi serbuk kulit pisang
kepok terhadap penurunan bilangan asam dan bilangan penyabunan
Variasi serbuk kulit pisangkepok pada minyak jelantahdengan konsentrasi 2%, 4%,6%, 8%, dan 10%
Bilangan Asam
Bilangan penyabunan